RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae)"

Transkripsi

1 RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Oleh : PERI PERMANA F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 PERI PERMANA. F Rancang Bangun dan Kajian Sistem Pembuangan Panas dari Ruang pendingin Sistem Termoelektrik untuk pendinginan Jamur Merang (Volvariella Volvaceae). Dibawah bimbingan Leopold Oscar Nelwan dan Armansyah Halomoan Tambunan RINGKASAN Mengingat keterbatasan tersedianya sumber energi konvensional terutama minyak bumi serta gas CO2 yang dihasilkan dari pembakaran minyak bumi berdampak buruk terhadap lingkungan, maka pemerintah Indonesia mengupayakan suatu kebijaksanaan untuk mengurangi peranan energi konvensional dan meningkatkan peranan jenis energi lain dalam memenuhi kebutuhan energi nasional. Diantaranya dengan mengadakan berbagai penelitian dan pengkajian terhadap pemanfaatan energi non-konvensional seperti energi surya, energi biomassa, energi angin, dan energi air. Salah satu penggunaan energi yang cukup besar yaitu pada proses pendinginan hasil pertanian. Sistem pendinginan termoelektrik merupakan salah satu alternatif dalam pemanfaatan energi non konvensional. Dalam penelitian ini prinsip termoelektrik yang digunakan adalah efek Peltier yang menyatakan bahwa bila dua buah logam atau bahan semi konduktor yang berbeda dihubungkan dan diberi arus, maka akan terdapat perbedaan suhu. Jika material termoelektrik dialiri arus listrik, panas yang ada disekitarnya akan diserap dan dilepaskan pada bagian yang lain. Dengan demikian, untuk mendinginkan udara tidak diperlukan kompresor pendingin seperti halnya mesinmesin pendingin konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk merancang ruang pendingin dengan sistem termoelektrik efek Peltier sebagai unit pendingin dan memperoleh data dari uji performansi alat, serta mengkaji sistem pembuangan panas dari ruang pendingin dengan menggunakan bantuan air pada sirip pembuangan panas. Ruang pendingin sistem termoelektrik ini terdiri dari lima bagian, yaitu : ) ruang pendingin, 2) modul termoelektrik, 3) sistem sirkulasi udara dingin, 4) sistem pembuangan panas, dan 5) rak pendingin. Ruang pendingin terdiri dari kotak pendingin dan dinding insulasi. Kotak pendingin terdiri dari plat alumunium dan dinding insulasi terbuat dari bahan multiplek dan styrofoam. Sistem sirkulasi udara dingin hanya menggunakan bantuan kipas DC, sedangkan sistem pembuangan panas terdiri dari sirip pembuangan panas, bak air, pompa AC, dan menara pendingin. Pada penelitian ini digunakan tiga buah termoelektrik. Rancangan ruang pendingin termoelektrik didasarkan pada beban pendinginan total sebesar 37.3 W, yang terdiri dari beban yang melalui dinding 9.65 W, beban produk 4.59 W, beban aliran udara 0.3 W, dan beban kipas 2.76 W. Pengujian alat pendingin sistem termoelektrik ini hanya diuji coba tanpa produk. Hal ini dikarenakan suhu di ruang pendingin hanya bisa mencapai suhu rata-rata sebesar C. Suhu yang baik untuk penyimpanan jamur merang sekitar 5 C dan apabila diatas 20 C maka jamur akan membusuk. Sehingga uji performansi dengan produk tidak dilakukan. Suhu terendah ruang pendingin pada 2

3 pengujian tanpa produk hari pertama C tercapai pada menit ke- 40, pada hari kedua adalah C tercapai pada menit ke 20, dan pada hari ketiga adalah C tercapai pada menit ke 0. Berdasarkan pengujian dan perhitungan bahwa menara pendingin memiliki range sebesar 0.25 C. Artinya bahwa menara pendingin dapat menurunkan suhu air yang mengalir dalam pipa kuningan pada bak sirip pembuangan panas sebesar 0.25 C. Dan memiliki approach sebesar 4.85 C. Artinya bahwa suhu bola basah udara sekitar yang masuk ke dalam menara pendingin sebesar 4.85 C. Besarnya arus listrik yang masuk ke dalam modul termoelektrik mempengaruhi kapasitas pendinginan modul termoelektrik. Semakin besar arus listrik yang masuk ke dalam mdul termoelektrik, semakin besar pula kapasitas pendinginan yang mampu dicapai oleh modul termoelektik 3

4 RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella Volvaceae) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : PERI PERMANA F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR RIWAYAT HIDUP 4

5 Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Juni 984 di Bandung. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Maman syamsuri dan Syamsiah. Penulis memulai masa pendidikan formal di SD Negeri Linggar I pada tahun 990, kemudian lulus dari SLTP Negeri Rancaekek pada tahun 999 dan SMU Negeri Cicalengka pada tahun Pada tahun 2002 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA). Selama masa kuliah penulis memilih Teknik Biosistem sebagai Sub Program Studi. Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu menjadi pengurus BEM FATETA (Badan Eksekutif Mahasiswa) dari tahun 2003/2004 sampai dengan 2004/2005 dan berbagai kegiatan kemahasiswaan lainnya. Pada tahun 2005 penulis melakukan praktek lapangan di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Perkebunan Teh Malabar, Bandung Selatan dengan judul Teknik Pengeringan dan Konsumsi Energi pada Proses Pengolahan Teh Hitam Di PTPN VIII, Perkebunan Malabar, Bandung Selatan, sebagai tugas akhir dan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul Rancang Bangun dan Kajian Sistem Pembuangan Panas Pada Ruang Pendingin Termoelektrik untuk Pendinginan Jamur Merang (Volvariella volvaceae) KATA PENGANTAR 5

6 Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Rancang Bangun dan Kajian Sistem pembuangan Panas dari Ruang Pendingin Sistem Termoelektrik untuk Pendinginan Jamur Merang (Volvariella Volvaceae) Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan S di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini tersusun atas kerja sama dan bimbingan orang-orang yang telah membantu penulis selama penyusunan. Kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya :. Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan, MS selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan arahan dan bimbingan selama kuliah serta penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Prof. Dr.Ir. Armansyah H. Tambunan, MAgr. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan mengenai proses-proses disain. 3. Dr. Ir. I. Dewa Made Subrata, MAgr. selaku dosen penguji. 4. Program Due Like yang telah memberikan dana penelitian 5. Bapak dan Ibu serta kakak-kakak atas doa dan dukungannya. 6. Pak Harto, yang telah membantu dalam penelitian di lab. 7. Team PL (Ijun, Ceuceu, Ado, Isan, Ateu, Babe, Nano, Ima, dan Rejos), temen seperjuangan penelitian (Vera dan Rina), Windi, Budi, dan seluruh sahabatsahabat di lab EEP dan TEP 39 atas semangat dan kebersamaannya serta pihak-pihak yang tidak tersebut.. Bogor, Agustus 2006 Penulis DAFTAR ISI 6

7 Halaman DAFTAR ISI..... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR LAMPIRAN... x DAFTAR SIMBOL... xi I. PENDAHULUAN... A. Latar Belakang... B. Tujuan... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. Jamur Merang (Volvariella volvaceae)... 4 B. Pendinginan Sistem Termoelektrik... 4 C. Rancangan Ruang Pendingin... 9 D. Pindah Panas... 5 E. Menara Pendingin... 9 III. RANCANGAN FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL A. Rancangan Fungsional... 2 B. Rancangan Struktural IV. KONSTRUKSI DAN KINERJA A. Waktu dan Tempat B. Bahan dan Alat C. Prosedur Pengujian V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Ruang pendingin B. Uji Performansi Alat Tanpa Produk C. Kajian Pindah Panas Dari Ruang Pendingin D. Pindah Panas pada Menara Pendingin VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA

8 DAFTAR TABEL Halaman Tabel. Konstanta persamaan untuk permukaan isotermal... 3 Tabel 2. Persamaan Nusselt untuk aliran laminar melintasi permukaan plat... 3 Tabel 3. Konduktivitas panas beberapa bahan penukar panas... 6 Tabel 4. Nilai-nilai aproksimasi koefisien transfer panas konveksi... 8 Tabel 5. Spesifikasi rancangan ruang pendingin... 2 Tabel 6. Spesifikasi modul termoelektrik Tabel 7. Spesifikasi Fotovoltaik Tabel 8. Bahan yang digunakan pada penelitian Tabel 9. Parameter dan nama alat ukur... 3 Tabel 0. Hasil perhitungan beban pendinginan Tabel. Hasil perhitungan beban panas yang melalui dinding Tabel 2. Data hasil pengujian alat tanpa produk Tabel 3. Perbandingan suhu sirip pendingin dengan ekstender Tabel 4. Hasil perhitungan beban pendingin dan pembuangan panas Tabel 5. Hasil perhitungan pindah panas oleh sirip pembuangan panas Tabel 6. Perbandingan antara suhu air masuk dan keluar menara pendingin

9 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar. Rangkaian efek Seebeck... 5 Gambar 2. Rangkaian efek Peltier... 6 Gambar 3. Skema perpindahan kalor melalui dinding... 0 Gambar 4. Diagram alir perancangan Gambar 5. Kotak pendingin Gambar 6. Dinding Insulasi Gambar 7. Rak pendingin Gambar 8. Modul termoelektrik Gambar 9. Sirip pendingin Gambar 0. Kipas dalam Gambar. Menara pendingin Gambar 2. Sirip pembuang panas Gambar 3. Pompa air Gambar 4. Sel surya (fotovoltaik) Gambar 5. Skema pengukuran arus dan tegangan Gambar 6. Grafik hubungan antara arus, suhu, dan waktu pada pengujian tanpa produk hari pertama Gambar 7. Perubahan suhu yang terjadi selama pengujian tanpa produk hari pertama Gambar 8. Perubahan suhu yang terjadi selama pengujian hari kedua Gambar 9. Perubahan suhu yang terjadi selama pengijian hari ketiga Gambar 20. Skema posisi ekstender Gambar 2. Skema sistem pembuangan panas pada sirip pembuang panas Gambar 22. Perubahan suhu air masuk dan keluar menara pendingin

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran. Ruang pendingin termoelektrik Lampiran 2. Ruang pendingin termoelektrik tampak isometri... 5 Lampiran 3. Ruang pendingin termoelektrik tampak orthogonal Lampiran 4. Menara pendingin Lampiran 5. Sirip pendingin Lampiran 6. Sirip pembuang panas Lampiran 7. Contoh perhitungan koefisien pindah panas konveksi Lampiran 8. Contoh perhitungan beban pendinginan Lampiran 9. Contoh perhitungan beban pendinginan aktual pada kondisi I.. 72 Lampiran 0. Contoh perhitungan efisiensi sirip pada kondisi I Lampiran. Contoh perhitungan laju pindah panas pada sirip Lampiran 2. Perhitungan range dan approach pada menara pendingin... 8 Lampiran 3. Data percobaan hari pertama Lampiran 4. Data percobaan hari kedua Lampiran 5. Data percobaan hari ketiga DAFTAR SIMBOL 0

11 A = Luas permukaan bidang (m 2 ) A a = Luas permukaan dinding atas (m 2 ) A bl = Luas permukaan dinding belakang (m 2 ) A bw = Luas permukaan dinding bawah (m 2 ) A d = Luas permukaan dinding depan (m 2 ) A ka = Luas permukaan dinding kanan (m 2 ) A ki = Luas permukaan dinding kiri (m 2 ) A f A 0 Cp E s = Luas sirip (m) = Luas sirip total (m) = Panas jenis produk (J/kg C) = GGL termal Seebeck (V) Gr = Bilangan Grasshof (-) g = Percepatan gravitasi ( m 2 /s) h = Koefisien pindah panas konveksi (W/m 2 C) h in h 0 h i h out I k ks k = Koefisien pindah panas konveksi dinding dalam (W/m 2 C) = Entalpi udara luar ruangan (kj/kg u.k) = Entalpi udara dalam ruangan (kj/kg u.k) = Koefisien pindah panas konveksi dinding luar (W/m 2 C) = Arus listrik (A) = Konduktivitas panas (W/m 2 C) = Efisiensi sirip = Konduktivitas panas alumunium (W/m C) k2,k4 = Konduktivitas panas multiplek (W/m C) k3 = Konduktivitas panas styrofoam (W/m C) L = Dimensi karakteristik (m) m = Massa produk (kg) Nu = Bilangan Nusselt Pr = Bilangan Prandtl q = Laju pindah panas konveksi (W) q w = Laju pindah panas konveksi dinding (W)

12 q 0 q i Q a Q p Q c = Jumlah panas pada terminal dingin atau kapasitas pendinginan modul termoelektrik (W) = Jumlah panas pada terminal panas (W) = Beban panas yang melalui dinding atas (W) = Pembuangan panas (W) = Beban pendinginan (W) Q bl = Beban panas yang melalui dinding belakang (W) Q bw = Beban panas yang melalui dinding bawah (W) Q d Q ka Q ki = Beban panas yang melalui dinding depan (W) = Beban panas yang melalui dinding kanan (W) = Beban panas yang melalui dinding kiri (W) Qmax = Kapasitas pendinginan maksimum (W) Qr = Beban panas respirasi (W) Qs = Beban panas sensibel (W) Qu = Beban aliran udara (W) R = Hambatan listrik (ohm) R t Ra Re R r r i r o T T a T c T dd T dl T e T 0 T f T h T k = Resistensi termal (K/W) = Bilangan Rayleigh = Bilangan Reynold = Laju respirasi (W/kg) = Jari-jari dalam (m) = Jari-jari luar (m) = Suhu ( C) = Suhu udara di luar ruangan ( C) = Suhu pada terminal dingin ( C) = Suhu dinding dalam ( C) = Suhu dinding luar ( C) = Suhu sirip pendingin ( C) = Suhu sirip ( C) = Suhu film ( C) = Suhu terminal panas ( C) = Suhu sirip pembuang panas ( C) 2

13 Tl = Suhu lingkungan ( C) Tp = Suhu pipa kuningan ( C) T rng = Suhu ruangan ( C) T w = Suhu lingkungan ( C) T win = Suhu air masuk menara pendingin ( C) T wout = Suhu air keluar menara pendingin ( C) t = Lama pendinginan (jam) U = Koefisien perpindahan kalor total (W/m 2 C) U a U bl = Koefisien perpindahan kalor dinding atas (W/m 2 C) = Koefisien perpindahan kalor dinding belakang (W/m 2 C) U bw = Koefisien perpindahan kalor dinding bawah (W/m 2 C) U d U ka U ki U s V W X x = Koefisien perpindahan kalor dinding depan (W/m 2 C) = Koefisien perpindahan kalor dinding kanan (W/m 2 C) = Koefisien perpindahan kalor dinding kiri (W/m 2 C) = Koefisien pindah panas keseluruhan per meter persegi (W/K) = Kecepatan (m/s) = Laju aliran udara (kg/s) = dimensi karakteristik (m) = Tebal alumunium (m) x2,x4 = Tebal multiplek (m) x3 = Tebal Styrofoam (m) Z = Figure of Merit ( per derajat Kelvin) α = Koefisien Seebeck atau daya termoelektrik (V/K) ß = Koefisien volume pemuaian ( /K) ρ = Densitas (kg/m 3 ) µ = Viskositas dinamik ( NS/m 2 ) υ = Viskositas kinematik ( m 2 /s) τ = Koefisien Thomson ( V/K) φ = Koefisien Peltier (V) η = Efisiensi sirip total x = Tebal dinding (m) T = Beda temperatur antara permukaan dan fluida ( C) 3

14 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan energi nasional semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga diperlukan adanya upaya untuk menjamin ketersediaan energi secara berkesinambungan dalam jumlah dan mutu yang cukup dengan tingkat harga yang wajar. Penyediaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri masih didominasi oleh minyak bumi dan listrik, meskipun dalam dasawarsa terakhir ini peranannya semakin menurun. Peranan minyak bumi dalam pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri cenderung berkurang, jumlah pemasokannya tidak mengalami penurunan (Sasmojo et al., 990). Faktor utama yang mempengaruhi meningkatnya konsumsi energi nasional konversi dari pertanian ke industri, disamping meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat. Khususnya negara berkembang yang sedang mengalami perubahan struktur ekonomi seperti Indonesia, peningkatan kebutuhan energi umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonominya. Mengingat keterbatasan tersedianya sumber energi konvensional terutama minyak bumi serta gas CO2 yang dihasilkan dari pembakaran minyak bumi berdampak buruk terhadap lingkungan, maka pemerintah Indonesia mengupayakan suatu kebijaksanaan untuk mengurangi peranan energi konvensional dan meningkatkan peranan jenis energi lain dalam memenuhi kebutuhan energi nasional. Diantaranya dengan mengadakan berbagai penelitian dan pengkajian terhadap pemanfaatan energi nonkonvensional seperti energi surya, energi biomassa, energi angin, dan energi air. Salah satu penggunaan energi yang cukup besar yaitu pada proses pendinginan hasil pertanian. Jamur merang merupakan salah satu komoditas hasil pertanian yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Jamur merang segar, terutama yang masih kuncup mempunyai rasa lebih enak dibanding jamur merang yang telah mekar. Selain itu juga mempunyai harga pasar yang lebih tinggi, sehingga 4

15 jamur merang segar mempunyai nilai jual yang cukup tinggi baik untuk konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Pemilihan cara penanganan lepas panen jamur merang yang meliputi pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan sangat berperan dalam mempertahankan mutu jamur merang, terutama untuk memenuhi kebutuhan jamur merang dalam keadaan segar dan jumlah yang cukup besar. Untuk mempertahankan nilai ekonomi jamur merang, berbagai cara dapat dilakukan diantaranya dengan pengeringan, pengalengan, dan pendinginan. Pendinginan adalah pengambilan panas dari suatu benda atau ruangan yang bersuhu lebih rendah dari lingkungan alamiahnya. Pendinginan sudah lama dikenal sebagai salah satu metode untuk mempertahankan mutu bahan pangan. Pendinginan merupakan proses penurunan suhu bahan ke suhu tertentu di atas titik beku. Umur simpan bahan pangan (pertanian) untuk dikonsumsi dapat diperpanjang dengan penurunan suhu, karena dapat menurunkan aktivitas enzimatik dan reaksi kimiawi oleh mikroba. Salah satu jenis mesin pendingin yang umum digunakan pada zaman sekarang adalah mesin pendingin kompresi uap. Mesin pendingin jenis ini bekerja secara mekanik dan perpindahan panas dilakukan dengan memanfaatkan sifat refrigeran yang berubah dari fase cair ke fase gas (uap) kemudian ke fase cair kembali secara berulang. Namun penggunaan refrigeran terutama yang mengandung klor (Cl) seperti freon atau CFC (Chlorofluorocarbon), ternyata tidak ramah lingkungan. Zat-zat tadi selain dapat merusak lapisan ozon di atmosfer bumi, juga berdampak terhadap pemanasan global. Selain itu, di masa mendatang diperkirakan kebutuhan energi akan semakin meningkat, sehingga diperlukan suatu energi alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk menjalankan suatu sistem pendinginan. Dalam penelitian ini prinsip termoelektrik yang digunakan adalah efek Peltier yang menyatakan bahwa bila dua buah logam atau bahan semi konduktor yang berbeda dihubungkan dan diberi arus, maka akan terdapat perbedaan suhu. Jika material termoelektrik dialiri arus listrik, panas yang ada disekitarnya akan diserap dan dilepaskan pada bagian yang lain. Dengan 5

16 demikian, untuk mendinginkan udara tidak diperlukan kompresor pendingin seperti halnya mesin-mesin pendingin konvensional. Sumber energi pada sistem pendinginan termoelektrik pada penelitian ini berasal dari energi listrik, yang dihasilkan dari pengkonversian energi surya menjadi listrik menggunakan sel surya (fotovoltaik). Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendinginan termoelektrik selain ramah lingkungan juga merupakan sistem pendinginan yang memanfaatkan energi alternatif sebagai sumber enrgi untuk menjalankan sistem pendinginannya. B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan merancang dan uji performansi ruang pendingin dengan sistem termoelektrik efek Peltier sebagai unit pendingin, serta mengkaji sistem pembuangan panas dari ruang pendingin dengan menggunakan bantuan air pada sirip pembuangan panas. 6

17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Jamur merang (Volvariella volvaceae) merupakan jamur tropika yang membutuhkan suhu udara yang cukup tinggi untuk pertumbuhannya. Suhu udara minimum yang dibutuhkan antara C. Bila suhu udara turun hingga dibawah 20 C maka jamur merang tidak akan berproduksi, walaupun tumbuh sampai stadia kancing, jamur akan mati atau busuk. Kelembaban udara juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan jamur. Umumnya kelembaban udara yang dibutuhkan sekitar 80 90%. Segera setelah dipanen jamur merang harus langsung dijual atau dikonsumsi. Namun apabila masih tertunda satu hari satu malam, bisa direndam dalam bak yang berisi air bersih. Semakin lama perendamannya, kualitas jamur segarnya menurun. Mutu stadia kancing dari jamur merang agar dapat bertahan dalam keadaan segar selama 4 hari, paling tidak harus memiliki temperatur 5 C dengan kelembaban udara yang tinggi. Pada suhu 5 C akan terjadi chilling injury sedangkan pada suhu 20 C jamur akan membusuk. Pada umumnya untuk memperoleh suhu penyimpanan sebesar 5 C dengan kelembaban yang tinggi, para petani jamur melakukannya dengan cara pengemasan jamur merang dalam styrofoam cooler yang diberi es. Pada dasarnya agar jamur merang dapat bertahan lama, selain dilakukan dengan pengemasan ada juga yang dilakukan dengan metode lain, antara lain : pengalengan, penyimpanan dengan pengasapan, pengeringan, dan pasta jamur. B. PENDINGINAN SISTEM TERMOELEKTRIK Joumot (960) menyatakan, bahwa yang dimaksudkan dengan efek termoelektrik adalah segala fenomena yang melibatkan suatu pertukaran panas dan gaya listrik (GGL). Termoelektrik merupakan sebuah fenomena dimana terjadi perubahan sifat-sifat termodinamika menjadi sifat-sifat elektrik dan sebaliknya. Menurut Tambunan (2000) jika arus dilewatkan melalui suatu 7

18 termokopel maka akan terjadi 5 efek yang terdiri dari : Efek Seebeck, Peltier, Joule, Konduksi Panas, dan efek Thomson. Kelima efek ini timbul bersamasama pada saat sistem termoelektrik berlangsung. a. Efek Seebeck Fenomena termoelektrisitas ditemukan oleh T.J. Seebeck pada tahun 82. Jika dua logam konduktor tak sama ( A dan B ) dirangkaikan seperti pada gambar, dan masing-masing ujungnya berada pada suhu berbeda, maka akan terjadi arus listrik pada rangkaian tersebut. Arus listrik tersebut akan tetap mengalir selama dua ujung rangkaian tersebut berada pada suhu yang berbeda. Jika logam A bersifat lebih positif (+) terhadap logam B, maka arus akan mengalir dari A ke B melalui T. Fenomena ini banyak diterapkan pada mekanisme pengukuran suhu dengan termokopel. A (+) T T 2 Aliran arus B (-) Gambar. Rangkaian efek Seebeck Gaya gerak listrik yang menghasilkan arus listrik tersebut dikenal dengan GGL termal Seebeck. Hubungan antara beda suhu dengan GGL tersebut adalah : E Dimana : E s α T h T c S = α T T ) () ( h c : GGL termal Seebeck (V) : koefisien Seebeck atau daya termoelektrik (V/K) : suhu terminal panas (K) : suhu terminal dingin (K) 8

19 b. Efek Peltier Efek pemanasan dan pendinginan pada persambungan dua konduktor yang berbeda ditemukan oleh Jean Peltier pada tahun 834. Jika arus dialirkan pada rangkaian dua konduktor yang berbeda maka akan terjadi beda suhu pada kedua ujungnya. Beda suhu tersebut terjadi karena sejumlah panas dilepas pada salah satu ujungnya dan sejumlah lain panas diserap pada ujung lainnya. Saat arus mengalir dari logam A (+) ke logam B (-) maka akan terjadi pelepasan panas pada T - T, selanjutnya jika arus mengalir dari logam B (-) ke logam A (+) akan terjadi penyerapan panas pada T + T. A (+) T - T T + T Aliran arus B (-) Gambar 2. Rangkaian efek Peltier Besaran efek Peltier dinyatakan sebagai perkalian antara suhu Junction (K) dengan laju perpindahan GGL termal pada suhu tersebut, seperti ditunjukkan pada persamaan (2). Berdasarkan analisis dapat diketahui bahwa efek Peltier tidak menyebabkan suhu Junction yang berarti jika arus yang mengalir hanya setara dengan GGL termalnya. Q = ΦI... (2) Dalam hal ini, Φ adalah koefisien Peltier (volt), I adalah arus (A) dan t adalah waktu (detik). Efek Peltier ini menjadi dasar utama sistem pendinginan efek termoelektrik. 9

20 c. Efek Joulean Efek Joulean yaitu pembentukan panas sebagai akibat dari arus yang mengalir karena terbentuknya GGL pada efek Seebeck di atas. Panas Joulean yang terbentuk adalah sebesar : 2 Q = I R... (3) Dimana Q adalah panas Joulean (W), I adalah arus (A) dan R adalah total tahanan pada rangkaian (ohm). d. Efek Konduksi Efek konduksi yaitu jika salah satu ujung jembatan termokopel tersebut dipertahankan pada suhu yang lebih tinggi dari ujung lainnya, maka akan terjadi aliran panas dari ujung yang lebih panas ke ujung lebih dingin. Efek ini bersifat tak mampu balik, dan besarnya adalah : s ( T T ) Q = U... (4) h c Dimana U adalah koefisien panas kesuluruhan (W/m 2 K). e. Efek Thomson Jika arus mengalir melalui konduktor termokopel yang pada mulanya bersuhu seragam, maka panas Joulean akan menyebabkan gradien suhu sepanjang termokopel tersebut, dengan hubungan : τ = Q Δ T... (5) I Dimana τ adalah koefisien Thomson (V/K) Efek Peltier dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendinginan dengan memilih secara tepat dua konduktor berbeda yang akan digunakan. Konduktor dipilih sedemikian hingga daya termoelektrik α p positif dan α n negatif. Pada kondisi tunak (steady), penyerapan dan pelepasan panas ke atmosfer dapat dianggap terjadi hanya pada jembatan tersebut dan sifat bahan tetap. 20

21 Dengan demikian, keseimbangan panas yang terjadi adalah : q q Dimana : q 0 q T h T c o 2 ( ) T I U ( T T ) I R = α p α n c s h c... (6) 2 2 ( ) T I U ( T T ) + I R = α p α n c s h c... (7) 2 : panas pada terminal dingin (W) : panas pada terminal panas (W) : suhu pada terminal panas (K) : suhu pada terminal dingin (K) I : arus listrik (A) R : hambatan listrik (ohm) α : koefisien Seebeck (V/K) U s : koefisien pindah panas keseluruhan per meter persegi (W/K) Dari persamaan (6) diperoleh : T h T c = ( α α ) p n T I c U s 2 I 2 R q 0... (8) Yang menunjukkan bahwa beda suhu ( T h -T c ) maksimum terjadi saat efek pendinginan q 0 sama dengan nol. Tenaga baterai (W) yang diperlukan sebagai kompensasi kehilangan daya karena efek Joulean dan counteract pembangkitan daya oleh efek Seebeck, adalah : 2 ( )( T T ) I + I R w = α α... (9) p n h c Sehingga koefisien penampilan sistem pendingin (COP) adalah : q COP = = w ( α α ) T I U ( T T ) I p n c s h c ( α α )( T T ) I + I R p n h c 2 R... (0) Untuk sistem termoelektrik yang mampu balik secara sempurna, tanpa efek Joulean dan konduksi, maka nilainya akan sama dengan COP siklus Carnot. Nilai q 0, (T h T c ) dan COP dapat dimaksimalkan, dan nilainya diperoleh dengan menurunkan masing-masing persamaan yang berkaitan dengan arus (I) dan menyamakan dengan nol, yaitu : 2

22 I opt ( α α ) p n Tc =... () R c mak c... (2) 2 2 ( T T ) = ZT h ( α α ) p Z =... (3) U R s n 2 Dimana, Z adalah figure of merit (per derajat Kelvin) C. RANCANGAN RUANG PENDINGIN Perancangan ruang pendingin dipengaruhi oleh pemilihan dinding ruang pendingin, disamping sistem pendinginan yang ditetapkan (Simbolon, 2003). Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan dan perancangan dinding ruang pendingin adalah sifat higrotermal (konduktivitas panas dan difusi uap air) bahan tersebut. Sifat konduktivitas panas yang rendah (bersifat isolatif) diperlukan untuk mencegah atau meminimalkan intrusi panas dari lingkungan ke dalam ruang pendingin. Intrusi panas akan berakibat pada peningkatan beban pendinginan dan efektivitas penggunaan energi alat atau mesin pendingin tersebut, disamping tidak tercapainya suhu akhir bahan yang diinginkan. Menurut Simbolon (2003) perbedaan tekanan uap yang sangat besar antara lingkungan dengan ruang pendingin menyebabkan uap air dapat berdifusi dari lingkungan melalui dinding. Jika terperangkap dalam pori-pori dinding, maka pada jarak tertentu dari dinding dalam ruang pendingin, uap air tersebut akan mengalami kondensasi dan bahkan membeku. Karena volume jenis es lebih besar dari pada air, maka es akan menyebabkan terjadinya rongga yang makin lama makin besar pada lokasi pendinginan tersebut. Hal ini lambat laun akan menyebabkan menggelembungnya dinding, dan bahkan dapat rusak. Oleh sebab itu, dinding ruang pendingin harus diusahakan dari bahan yang mempunyai sifat higrotermal yang sesuai. 22

23 Menurut Dossat (96) pada pendinginan komersial, beban pendinginan total terbagi atas empat bahan terpisah, diantaranya : () beban yang melalui dinding, (2) beban karena aliran udara, (3) beban produk, (4) beban lain-lain. Beban-beban tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Beban yang melalui dinding Beban yang melalui dinding disebut sebagai beban kebocoran dinding, yaitu banyaknya panas yang bocor menembus dinding ruang pendingin dari bagian luar ke dalam. Karena tidak ada insulasi yang sempurna, maka akan selalu ada beban panas yang berasal dari luar ke dalam ruangan, karena suhu di dalam ruangan lebih rendah daripada suhu di luar. Gambar 3 menunjukkan skema perpindahan panas yang melalui dinding. Lingkungan h 0 T a k h Ruangan x T r Gambar 3. Skema perpindahan kalor melalui dinding Menurut Holman (997) nilai konduktivitas termal dari suatu bahan menunjukkan berapa cepat panas mengalir dalam bahan tersebut. Semakin cepat molekul bergerak, makin cepat pula molekul tersebut memindahkan energi. Oleh karena itu, untuk meminimalkan pindah panas yang terjadi dari lingkungan ke dalam ruang pendingin, sebaiknya digunakan bahan dinding yang mempunyai nilai konduktivitas termal rendah, sehingga beban pendinginan yang melalui dinding tidak terlalu besar. Menurut Welty et al. (2004) perpindahan panas yang disebabkan konveksi merupakan pertukaran panas antara suatu permukaan dengan fluida di dekatnya. Pada dinding, perpindahan panas secara konveksi terjadi antara permukaan dinding dengan udara yang mengalir di sekitar permukaan dinding. 23

24 Konveksi bebas, dimana fluida yang lebih panas (atau lebih dingin) di dekat batas padatan akan menyebabkan sirkulasi udara karena adanya perbedaan densitas yang dihasilkan dari variasi temperatur di seluruh fluida tersebut. Persamaan laju perpindahan panas konveksi pertama kali dinyatakan oleh Newton pada tahun 70, dan disebut sebagai persamaan laju Newton atau hukum Newton tentang pendinginan. Persamaan tersebut adalah : q A = hδt... (4) Dimana : q : laju pindah panas konveksi (W) A : luas daerah yang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m 2 ) T : beda temperatur antara permukaan dan fluida ( C) H : koefisien perpindahan panas konveksi (W/m C) Pada perhitungan beban pendinginan yang melalui dinding, h digunakan untuk mencari nilai koefisien perpindahan panas total, sesuai dengan persamaan berikut : U = hin Δx + k Δx + k 2 2 Δx k n n + h Besarnya beban melalui pendinginan adalah : ( ) out... (5) Q = UA T a T r... (6) Dimana : U : koefisien perpindahan kalor total (W/m 2 C) h : koefisien konveksi udara (W/m 2 C) x : tebal dinding (m) k : koefisien konduksi (W/m 2 C) Q : beban melalui dinding (W) A : luas permukaan dinding (m 2 ) T a : suhu udara di luar ruangan ( C) T r : suhu udara di dalam ruangan ( C),.n : jumlah lapisan dinding 24

25 Menurut Holman (997) koefisien perpindahan panas konveksi bebas untuk berbagai situasi, dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi tanpa dimensi berikut : Nu f Gr f ( Pr ) m = C... (7) f Subkrip f menunjukkan bahwa sifat-sifat untuk bilangan tak berdimensi yang dievaluasi pada suhu film. T f Nu f didefinisikan pada persamaan (2), Ta + Tw =... (8) 2 g. β. ΔT. x Gr = 2 v 3... (9) Cpμ Pr =... (20) k Dimana : Nu f : bilangan Nusselt T f : Temperatur film ( C) Gr : bilangan Grasshof (-) Pr : bilangan Prandtl Hasil perkalian antara bilangan Grashof dan bilangan Prandtl disebut angka Rayleigh : Ra = Gr.Pr... (2) Dimensi karakteristik yang digunakan dalam bilangan Grashof bergantung pada geometrinya. Untuk plat vertikal hal itu ditentukan oleh tinggi plat L; untuk plat horizontal oleh panjang plat x; untuk silinder horizontal oleh diameter d; dan demikian seterusnya. Bentuk fungsi persamaan (7) banyak digunakan, dengan nilai-nilai konstanta C dan m tertentu untuk setiap kasus. Nilai konstanta C dan m dapat dilihat pada tabel. Persamaan bilangan Nusselt dapat dilihat pada tabel 2. Pada perpindahan panas konveksi paksa, kecepatan aliran fluida menentukan nilai bilangan Reynold dan jenis aliran fluidanya. ρvl Re =... (22) μ 25

26 Tabel. Konstanta persamaan untuk permukaan isotermal (Holman, 997) Geometri Gr Pr C m Bidang dan silinder vertikal / /5 Permukaan atas plat panas atau permukaan bawah plat 2 x x /4 dingin 8 x /3 Permukaan bawah plat panas atau permukaan plat dingin f f /4 Tabel 2. Persamaan Nuselt untuk aliran laminar melintasi permukaan plat (Holman,997) Jenis Aliran Batasan Persamaan Nu Laminar, lokal T w = konstan, Re x <5 x < Pr < 50 Nu x = Re /2 x Pr /3 Laminar, lokal T w = konstan, Re x < 5 x 0 5 / 2 / Re x Pr Re x Pr > 00 Nu = 2 / 3 / Pr Laminar, lokal q w = konstan, Re x < 5 x < Pr < 50 Nu x = Re /2 x Pr /3 Laminar, lokal q w = konstan, Re x < 5 x 0 5 / 2 / Re x Pr Re x Pr > 00 Nu = 2 / 3 / Pr Laminar, rata-rata Re L < 5 x 0 5 Nu L = 2 Nu x=l = Re /2 L Pr /3 Persamaan yang digunakan untuk mengetahui nilai koefisien perpindahan panas, baik untuk perpindahan panas konveksi bebas ataupun konveksi paksa adalah sebagai berikut : Nu. k h =... (23) x Dimana ; U : koefisien perpindahan kalor total (W/m 2 C) h : koefisien konveksi udara (W/m 2 C) 26

27 x K q T a T f : tebal dinding (m) : koefisien konduksi (W/m 2 C) : beban melalui dinding (Watt) : suhu udara di luar ruangan ( C) : suhu udara di dalam ruangan ( C) b. Beban aliran udara Pada saat pintu ruang pendingin terbuka, panas yang berasal dari luar akan memasuki ruangan dan akan mengganti sejumlah udara dingin yang hilang dari ruang pendingin ketika pintu terbuka. Besarnya panas yang pindah dari udara panas lingkungan ke dalam ruangan akan menjadi bagian dalam beban pendinginan total. Jenis beban ini biasa disebut dengan beban aliran udara. Besarnya beban aliran udara dapat dilihat pada persamaan di bawah ini : ( h ) Q = W 0... (24) Dimana : Q : beban aliran udara (W) W : laju aliran udara (kg/s) h 0 h i h i : entalpi udara luar ruangan (kj/kg u.k) : entalpi udara dalam ruangan (kj/kg u.k) c. Beban produk Beban produk berasal dari panas yang harus dipindahkan dari produk yang didinginkan agar dapat menurunkan suhu produk hingga mencapai suhu pendinginan yang diharapkan. Beban panas sensibel Q s Dimana : Q s m Cp ( T T ) mcp awal akhir =... (25) Chillingfactor : beban penurunan suhu (J) : massa produk (kg) : panas jenis produk (J/kg C) 27

28 T : suhu produk ( C) Beban respirasi produk Q r = m p x R r... (26) Dimana : R r Q r : laju respirasi (W/kg) : beban respirasi produk d. Beban lain-lain Beban lain-lain biasanya berhubungan dengan beban yang berasal dari instalasi penunjang yang menghasilkan panas (menjadi sumber panas). Beban ini bisa dari panas yang berasal dari aktivitas pekerja yang berada di dalam ruang pendingin, lampu atau peralatan elektronik lainnya yang digunakan di dalam ruang pendingin. D. PINDAH PANAS Pindah panas didefinisikan sebagai laju perpindahan panas yang melintasi batas suatu sistem akibat perbedaan suhu. Pindah panas berhubungan dengan laju perpindahan panas dan penyebaran suhu dalam sistem. Perpindahan panas pada penukar panas dapat berlangsung dengan cara : a. Konduksi Menurut Welty (2004) transfer energi konduksi terjadi melalui dua cara. Mekanisme pertama adalah mekanisme interaksi molekuler, dimana dalam mekanisme ini gerakan lebih besar yang dilakukan oleh suatu molekul yang berada pada tingkat energi (temperatur) yang lebih tinggi memberikan energi ke molekul-molekul di dekatnya yang berada pada tingkat energi yang lebih rendah. Mekanisme transfer-panas konduksi yang kedua adalah melalui elektron-elektron bebas. Mekanisme elektron bebas seringkali terjadi terutama dalam padatan metalik-murni; konsentrasi elektron bebas sangat bervariasi pada paduan logam (alloy) dan sangat rendah pada padatan nonmetalik. 28

29 Kemampuan padatan untuk mengkonduksikan panas berbeda-beda tergantung pada konsentrasi elektron bebasnya, sehingga tidak mengherankan apabila metal-metal murni adalah konduktor panas yang terbaik, seperti yang telah sering kita lihat. Karena konduksi panas pada intinya merupakan fenomena molekuler, kita dapat memperkirakan bahwa persamaan dasar yang digunakan untuk menggambarkan proses ini akan serupa dengan persamaan yang digunakan dalam transfer momentum molekuler. Persamaan semacam itu dinyatakan pertama kali pada tahun 822 oleh Fourier dalam bentuk q x dt = k... (27) A dx Dimana : q x : laju transfer panas dalam arah x (Watt) A : luas daerah yang normal (tegak lurus terhadap aliran panas (m 2 )) dt dx k : gradien temperatur dalam arah x (K/m) : konduktivitas termal (W/m.K) Tabel 3. Konduktivitas Panas Beberapa Bahan Penukar Panas (Holman,986) Bahan Konduktivitas Panas (k), W/m C 0 C 00 C 200 C 300 C 400 C 600 C Alumunium Besi Magnesium Nikel Perak Tembaga Timah

30 Untuk silinder panjang berongga, aliran energi radial secara konduksi melewati sebuah silinder panjang berongga dapat dihitung dengan persamaan (28) sebagai Dimana : r i r o T i T o qr 2πk = L ln ( ) ( T ) i To r / r o i : jari-jari dalam (m) : jari-jari luar (m) : temperatur di permukaan dalam (K) : temperatur di permukaan luar (K) Dan resistensi termal dari silinder berongga adalah R Dimana : R t t... (28) r ln o r i =... (29) 2πkL : Resistensi termal (K/W) b. Konveksi Transfer panas yang disebabkan konveksi melibatkan pertukaran panas antara suatu permukaan dengan fluida di dekatnya. Suatu pembedaan harus dibuat antara konveksi paksa (forced convection), dimana suatu fluida dibuat mengalir melalui suatu permukaan padat oleh suatu komponen eksternal (external agent) seperti kipas atau pompa, dan konveksi bebas, atau konveksi alami, dimana fluida yang lebih panas (atau lebih dingin) di dekat batas padatan akan menyebabkan sirkulasi karena adanya perbedaan densitas yang dihasilkan dari variasi temperatur di seluruh daerah dari fluida tersebut. Persamaan laju untuk transfer panas konveksi dapat dilihat pada persamaan (4). Tabel 4 menampilkan beberapa nilai h untuk mekanismemekanisme konvektif yang berbeda. 30

31 Tabel 4. Nilai-nilai aproksimasi koefisien transfer-panas konveksi Mekanisme h, W/(m 2.K) Konveksi bebas, udara 5-50 Konveksi paksa, udara Konveksi paksa, air Air mendidih Uap air yang berkondensasi c. Efisiensi Sirip Efisiensi sirip menurut Stoecker ( 987) dapat didefinisikan sebagai Perbandingan antara laju perpindahan panas yang sebenarnya dan panas yang dapat dipindahkan oleh sirip. Efisiensi sirip dapat dihitung menggunakan persamaan berikut Af η = A 0 ( k ) s... (30) k s tanh ml =... (3) ml ml = 2h kδx... (32) Dimana : h : efisiensi sirip total ks : efisiensi sirip A f A 0 T 0 T w : luas sirip (m) : luas sirip total (m) : temperatur sirip ( C) : temperatur lungkungan ( C) 3

32 E. MENARA PENDINGIN Menara pendingin adalah salah satu bentuk kondensor yang berfungsi untuk melepaskan panas pada alat atau mesin pendingin yang berkapasitas besar. Menara pendingin biasanya menggunakan air sebagai refrigeran. Prinsip kerja menara pendingin yaitu air yang bersuhu tinggi karena melalui heat exchanger dipompakan ke menara pendingin. Air kemudian disemprotkan melalui ujung-ujung nozel dengan tujuan memperluas permukaan kontak antara air dengan udara yang yang dihembuskan dari bagian bawah menara pendingin. Akibat hembusan udara tersebut dan luasnya permukaan kontak mengakibatkan suhu dari air menurun, terlebih lagi dengan adanya fill yang memperluas permukaan aliran air dari atas dengan mempergunakan mangkuk-mangkuk penampung, busa, maupun spons. Penurunan panas dari air ini dicapai dengan menukarkan panas laten (laten heat) dari penguapan beberapa sirkulasi air dan sebagian dengan memindahkan panas sensible (sensible heat) ke udara. Air yang telah menurun suhunya akan ditampung di water basin, dan kemudian akan dialirkan kembali oleh pompa ke bagian heat exchanger sehingga membentuk siklus yang berkesinambungan. Prestasi menara pendingin biasanya dinyatakan dalam range dan approach. Range adalah penurunan suhu air yang melalui menara pendingin. Approach adalah selisih antara suhu bola basah udara yang masuk dan suhu air yang keluar dari menara pendingin. 32

33 III. RANCANGAN FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL Perancangan meliputi rancangan fungsional dan struktural. Rancangan fungsional adalah penggunaan alat berdasarkan fungsinya pada sistem pendinginan. Sedangkan rancangan struktural meliputi pemilihan bahan dan dimensi dari tiap-tiap bagian dalam sistem pendinginan. Jumlah produk yang akan didinginkan Ukuran ruangan Penentuan bahan dan tebal dinding Beban pendinginan Kebutuhan modul termoelektrik Penentuan tata letak modul termoelektrik pada ruang pendingin Penentuan sistem pembuangan panas Pengujian sistem termoelektrik Gambar 4. Diagram alir perancangan 33

34 Tabel 5. Spesifikasi rancangan ruang pendingin No Nama Bagian Keterangan Dimensi Jumlah. Ruang Kotak pendingin 50 cm x 50 cm x 40 cm - Pendingin Dinding Insulasi Tebal = 0.85 cm, - khusus dinding belakang tebal = 4.4 mm 2. Rak Kotak kassa 45 cm x 45 cm x 5 cm 3 buah pendingin 3. Modul Qmax = 53 W 40 mm x 40 mm x buah termoelektrik mm 4. Sistem Sirip pendingin 30 cm x 3 cm x 2 cm buah sirkulasi Kipas DC (2V, 2 cm x 2 cm x 3.8 cm buah udara dingin 2.5W) 5. Sistem Pompa AC ( cm x 7 cm x 5 cm buah pembuangan panas V, 8 W) Sirip pembuangan 30 cm x 3 cm x 2 cm buah panas Pipa kuningan Panjang =.6 m Diameter dalam = cm Tebal = mm buah A. RANCANGAN FUNGSIONAL a. Kotak Pendingin Ruang pendingin terdiri dari beberapa bagian penyusun, salah satunya adalah kotak pendingin yang berfungsi sebagai tempat proses pendinginan berlangsung. b. Dinding Insulasi Dinding insulasi berfungsi untuk mencegah atau meminimalkan intrusi panas dari lingkungan ke dalam ruang pendingin. c. Modul Termoelektrik Modul termoelektrik berfungsi untuk menyerap kalor dari dalam kotak pendingin dan membuangnya ke lingkungan. 34

35 d. Sirip Pendingin Sirip pendingin berfungsi untuk memperluas permukaan terminal dingin modul termoelektrik dan merambatkan dingin yang dihasilkan oleh sisi (terminal) dingin modul termoelektrik secara konduksi. e. Seal Pintu Seal berfungsi untuk menghindari masuknya udara panas dari lingkungan ke dalam ruang pendingin. f. Sistem Sirkulasi Udara Dingin di Dalam Ruang Pendingin Sistem sirkulasi udara dingin terdiri dari kipas dalam. Sistem ini berfungsi untuk meratakan penyebaran udara dingin di dalam ruang pendingin dan untuk mencegah terbentuknya lapisan isolator di dalam ruang pendingin. Hal ini disebabkan karena udara akan bersifat isolator apabila udara diam (tanpa sirkulasi) dalam waktu yang lama, sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya proses pindah panas dari dalam ruang pendingin ke atmosfer (lingkungan). g. Sistem Pembuangan Panas Pada Ruang Pendingin Sistem pembuangan panas terdiri dari sirip pembuangan panas yang terendam dalam bak yang berisi air dan dibantu oleh air yang mengalir dari menara pendingin dengan maksud untuk mendinginkan air yang ada di dalam bak. Penggunaan air sebagai fluida penghantar pindah panas digunakan karena air memiliki koefisien konveksi yang lebih besar dibandingkan dengan udara. Sirip Pembuang Panas Sirip pembuang panas berfungsi untuk memperluas permukaan pindah panas pada sisi (terminal) panas modul termoelektrik yaitu dengan cara merambatkan panas yang dihasilkan oleh terminal panas modul termoelektrik secara konduksi. Sirip pembuang panas dilengkapi dengan bak penampung air untuk memindahkan panas dari sirip ke air. 35

36 Pompa air Pompa berfungsi untuk memompa air dari menara pendingin ke bak penampung air melalui pipa kuningan. Menara Pendingin Menara pendingin berfungsi untuk melepaskan panas dari air yang melalui pipa kuningan sehingga air yang telah bak penampungan air dapat dingin kembali dalam waktu yang cepat. h. Sel Surya (Fotovoltaik) Fotovoltaik berfungsi untuk mengkonversi energi surya menjadi energi listrik yang akan digunakan sebagai sumber energi pada modul termoelektrik. B. RANCANGAN STRUKTURAL a. Kotak Pendingin Kotak pendingin terbuat dari plat alumunium dengan ketebalan 0.2 mm. Bahan alumunium ini dipilih karena memiliki nilai konduktivitas yang cukup besar sehingga dapat mempercepat terjadinya proses pindah panas di dalam ruang pendingin dan tidak mudah berkarat sehingga komoditas pertanian yang disimpan di dalam ruang pendingin aman dari bahaya karat (korosi). Panjang kotak pendingin adalah 50 cm, lebar 50 cm dan tinggi 40 cm. Dimensi ini digunakan untuk pendinginan jamur merang sebanyak 5 kg. Gambar 5. Kotak Pendingin 36

37 b. Dinding Insulasi Dinding insulasi dibuat pada setiap sisi kotak pendingin, sehingga akan membentuk sebuah ruang pendingin. Bahan dinding insulasi yang digunakan ada 2 macam, yaitu multiplek dan styrofoam. Kedua bahan ini dipilih karena harganya relatif murah, mudah didapat, dan mempunyai nilai konduktivitas yang cukup rendah. Gambar 6. Dinding insulasi Dinding insulasi terdiri dari 3 lapisan, urutan lapisan dinding dari luar ke dalam adalah multiplek, styrofoam, multiplek. Dinding depan ruang pendingin dibuat sebagai pintu untuk memasukkan dan mengeluarkan produk. c. Rak Pendingin Rak pendingin terdiri dari kotak kassa yang disangga oleh alumunium berbentuk siku. Kotak kassa terbuat dari kassa alumunium, dengan dimensi 45 cm x 45 cm x 5 cm. Gambar 7. Rak Pendingin 37

38 d. Modul Termoelektrik Modul termoelektrik berukuran 40 mm x 40 mm x 3.8 mm. Bahan metal penyusunnya tidak diketahui. Pada penelitian ini modul termoelektrik yang digunakan adalah modul termoelektrik yang sudah jadi dan tersedia di pasaran. Modul termoelektrik dipasang pada dinding belakang ruang pendingin. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan penyerapan panas yang terjadi pada terminal dingin dan untuk memperlancar proses pembuangan panas yang terjadi pada terminal panas.. Gambar 9. Modul Termoelektrik Gambar 8. Modul Termoelektrik Tabel 6. Spesifikasi modul termoelektrik Tipe TEC Qmax (W) 53 Imax (A) 6.4 Vmax (V) 4.9 Tmax ( C) 68 R (ohm).98 Mc (pasangan) 28 L (m) 4 x 0-3 A (m) 6.08 x 0-5 e. Seal Pintu Seal terbuat dari karet yang akan dipasang di pintu bagian dalam dengan dimensi 69 cm x 60 cm dan memiliki ketebalan cm. 38

39 f. Sistem Sirkulasi Udara Dingin di Dalam Ruang Pendingin Sirip Pendingin Sirip pendingin terbuat dari bahan alumunium, dengan dimensi 30 cm x cm x 4 cm. Gambar 9. Sirip Pendingin Kipas Dalam Kipas dalam yang digunakan merupakan kipas DC yang berukuran 2 cm x 2cm x 3.8 cm serta memiliki daya 2.5 W. Gambar 0. Kipas dalam g. Sistem Pembuangan Panas Pada Ruang Pendingin Sirip Pembuangan Panas dengan Sistem Air Sirip pembuang panas terbuat dari bahan alumunium, dengan dimensi 30 cm x cm x 4 cm. Sirip yang akan digunakan pada sistem pembuangan panas hampir sama dengan sirip pendingin yang terdapat di dalam ruang pendingin, yang membedakan adalah sirip pembuangan panas memiliki bak penampung air serta dilengkapi dengan pipa 39

40 kuningan berbentuk spiral berisi aliran air dari menara pendingin yang berfungsi untuk mendinginkan air yang ada di dalam bak. Gambar. Menara pendingin Gambar 2. Sirip pembuang panas Menara pendingin Menara pendingin terbuat dari plastik. Menara pendingin diisi oleh busa yang berfungsi untuk memperluas permukaan aliran air. Pompa air Pompa air AC memiliki tegangan 220 V dan daya 8 W. Gambar 3. Pompa air 40

41 h. Sel Surya (Fotovoltaik) Spesifikasi sel surya yang akan digunakan dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Spesifikasi fotovoltaik Tipe Modul BP 275 F Nominal Peak Power, Pmax (W) Peak Power Voltage, Vmax (V) 7.00 Peak Power Current, Imp (A) 4.45 Short Circuit Current, Isc (A) 4.75 Open Circuit Voltage, Voc (V) 2.40 Minimum Power, Pmin (W) Gambar 4. Sel surya (fotovoltaik) 4

42 IV. KONSTRUKSI DAN KINERJA A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, dimulai pada bulan Mei Agustus Kegiatan penelitian meliputi perancangan, pembuatan alat, pengujian alat, pengolahan data dan pembuatan skripsi. Penelitian dilakukan di Laboratorium Surya dan Laboratorium Pindah Panas, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. B. BAHAN DAN ALAT a. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Bahan yang digunakan pada penelitian No Nama bahan Dimensi Jumlah Keterangan. Plat alumunium 00 cm x 50 cm 6 lembar - 2. Multiplek, 4 mm 00 cm x 50 cm 6 lembar - 3 Kassa alumunium 2m lembar - 4. styrofoam 00 cm x 50 cm 0 lembar - 5 Lem besi - 2 bungkus 68 gram 6 Lem aibon - 30 kaleng - 7 Siku alumunium - 6 buah - 8. Baut 9 cm - 5 buah - 9. Sekrup 5 cm - 20 buah - 0 Engsel pintu - 2 buah - Handle pintu - 2 buah - 2 Seal pintu 69 cm x 60 cm buah - 3 Kabel, palu, dsb

43 b. Instrumen dan Alat Ukur Instrument dan alat ukur yang digunakan selama penelitian ini meliputi : Modul termoelektrik Sirip (heatsink) Kipas DC Termokopel tipe C-C Hybrid recorder merk Yokogawa, digunakan untuk merekam dan mencetak data suhu termokopel Gunting plat, digunakan untuk memotong plat alumunium Gergaji, digunakan untuk memotong multiplek Bor listrik, digunakan untuk melubangi plat alumunium Obeng Kunci pas Alat ukur (penggaris dan meteran) Palu (palu besi dan palu karet) Anemometer digital tipe AM-4204 HA, digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara Pyranometer C. PROSEDUR PENGUJIAN Penelitian ini terdiri dari dua tahap pengujian yaitu, tahap pengujian alat tanpa produk dan tahap pengujian alat dengan produk. Pengujian dilakukan di Laboratorium Surya Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB pada bulan Agustus Pengukuran dilakukan dengan menggunakan hybrid recorder dan termometer. Pengukuran suhu dilakukan dengan memasangkan termokopel pada bagian-bagian yang akan diukur. Sementara pengukuran kecepatan aliran udara dilakukan dengan menggunakan anemometer. Parameter pengukuran dan alat ukur yang digunakan selama pengujian alat dapat dilihat pada tabel 9. 43

44 Tabel 9. Parameter dan nama alat ukur No Parameter pengukuran Nama alat ukur Iradiasi surya - Pyranometer - Multimeter digital 2 Tegangan : - sel surya - Accu 3 Arus : - Sel surya - Volt meter - Multimeter digital - amperemeter - amperemeter - Alat pendingin termoelektrik 4 Suhu : - alat pendingin termoelektrik - termokopel C-C - Hybrid recorder 5 Kecepatan aliran udara : - Ruang pendingin - anemometer Parameter suhu pada alat pendingin termoelektrik yang akan diukur dalam pengujian ini adalah suhu lingkungan, suhu ruang pendingin, suhu dinding ruang pendingin, suhu produk, suhu terminal dingin dan terminal panas dari modul termoelektrik. Pengukuran arus dan tegangan yang masuk ke dalam ruang pendingin dilakukan untuk mengetahui pengaruh suplai listrik yang masuk ke ruang pendingin dengan perubahan suhu yang terjadi di dalam ruang pendingin selama pengujian berlangsung. Pengukuran tegangan untuk semua beban dilakukan dengan cara menghubungkan voltmeter dan beban secara paralel. Skema pengukuran arus dan tegangan pada saat pengujian dapat dilihat pada Gambar 5. 44

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae)

RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) RANCANG BANGUN DAN KAJIAN SISTEM PEMBUANGAN PANAS DARI RUANG PENDINGIN SISTEM TERMOELEKTRIK UNTUK PENDINGINAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) Oleh : PERI PERMANA F14102083 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK MODUL TERMOELEKTRIK UNTUK SISTEM PENYIMPANAN DINGIN

KAJIAN KARAKTERISTIK MODUL TERMOELEKTRIK UNTUK SISTEM PENYIMPANAN DINGIN KAJIAN KARAKTERISTIK MODUL TERMOELEKTRIK UNTUK SISTEM PENYIMPANAN DINGIN Oleh: DWI HANDAYANI OKTORINA F14102117 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR DWI HANDAYANI OKTORINA.

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah dan Pengenalan Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh seorang ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

PENDINGIN TERMOELEKTRIK BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDINGIN TERMOELEKTRIK Dua logam yang berbeda disambungkan dan kedua ujung logam tersebut dijaga pada temperatur yang berbeda, maka akan ada lima fenomena yang terjadi, yaitu fenomena

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN COOL BOX BERBASIS HYBRID TERMOELEKTRIK

TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN COOL BOX BERBASIS HYBRID TERMOELEKTRIK TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN COOL BOX BERBASIS HYBRID TERMOELEKTRIK Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh Nama : Daniel Sidabutar NIM : 41313110087

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Termal Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau (Juni Oktober 2016). 3.2 Jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil dan Analisa pengujian Pengujian yang dilakukan menghasilkan data data berupa waktu, temperatur ruang cool box, temperatur sisi dingin peltier, dan temperatur sisi panas

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Pengantar KONDUKSI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI RADIASI Perpindahan Panas Konveksi Konveksi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 50 BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 4.1 Menentukan Titik Suhu Pada Instalasi Water Chiller. Menentukan titik suhu pada instalasi water chiller bertujuan untuk mendapatkan kapasitas suhu air dingin

Lebih terperinci

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu Konduksi Tunak-Tak Tunak, Persamaan Fourier, Konduktivitas Termal, Sistem Konduksi-Konveksi dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Marina, 006773263, Kelompok Kalor dapat berpindah dari satu tempat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

Tabel 4.1 Perbandingan desain

Tabel 4.1 Perbandingan desain BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemilihan Desain Perbandingan desain dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan desain rancangan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Tabel 4.1 Perbandingan desain Desain Q m P Panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penyimpanan Energi Termal Es merupakan dasar dari sistem penyimpanan energi termal di mana telah menarik banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir. Alasan terutama dari penggunaan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW Oleh : Ai Rukmini F14101071 2006 DEPATEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PERANCANGAN

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik JUNIUS MANURUNG NIM.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pendingin Termoelektrik (TEC)

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pendingin Termoelektrik (TEC) BAB II TEORI DASAR 2.1 Pendingin Termoelektrik (TEC) Teknologi termoelektrik bekerja dengan mengonversi energi panas menjadi listrik secara langsung (generator termoelektrik), atau sebaliknya, dari listrik

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan teknologi yang pesat, menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan teknologi yang pesat, menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk dan teknologi yang pesat, menjadikan kebutuhan energi listrik semakin besar. Namun, energi listrik yang diproduksi masih belum memenuhi

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

BAB II DASAR THERMOELECTRIC GENERATOR

BAB II DASAR THERMOELECTRIC GENERATOR BAB II DASAR THERMOELECTRIC GENERATOR 2. 1. Konsep Thermoelectric Modul thermoelectric yaitu alat yang mengubah energi panas dari gradien temperatur menjadi energi listrik atau sebaliknya dari energi listrik

Lebih terperinci

PENGANTAR PINDAH PANAS

PENGANTAR PINDAH PANAS 1 PENGANTAR PINDAH PANAS Oleh : Prof. Dr. Ir. Santosa, MP Guru Besar pada Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang, September 2009 Pindah Panas Konduksi (Hantaran)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. makanan menggunakan termoelektrik peltier TEC sebagai berikut :

BAB III METODE PENELITIAN. makanan menggunakan termoelektrik peltier TEC sebagai berikut : BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Waktu dan tempat pelaksanaan pembuatan mesin pendingin minuman dan makanan menggunakan termoelektrik peltier TEC1-12706 sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 i KONDUKTIVITAS TERMAL LAPORAN Oleh: LESTARI ANDALURI 100308066 I LABORATORIUM TERMODINAMIKA DAN PINDAH PANAS PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 ii KONDUKTIVITAS

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal 64 LAMPIRAN I Tes Hasil Belajar Observasi Awal 65 LAMPIRAN II Hasil Observasi Keaktifan Awal 66 LAMPIRAN III Satuan Pembelajaran Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Fisika Pokok bahasan : Kalor Kelas/Semester

Lebih terperinci

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam!

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam! TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA SOAL-SOAL KONSEP: 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam! Temperatur adalah ukuran gerakan molekuler. Panas/kalor adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B Kalor sebagai Energi 143 B A B B A B 7 KALOR SEBAGAI ENERGI Sumber : penerbit cv adi perkasa Perhatikan gambar di atas. Seseorang sedang memasak air dengan menggunakan kompor listrik. Kompor listrik itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

ALAT PENDINGIN DAN PEMANAS PORTABLE MENGGUNAKAN MODUL TERMOELEKTRIK TEGANGAN INPUT 6 VOLT DENGAN TAMBAHAN HEAT PIPE SEBAGAI MEDIA PEMINDAH PANAS

ALAT PENDINGIN DAN PEMANAS PORTABLE MENGGUNAKAN MODUL TERMOELEKTRIK TEGANGAN INPUT 6 VOLT DENGAN TAMBAHAN HEAT PIPE SEBAGAI MEDIA PEMINDAH PANAS ALAT PENDINGIN DAN PEMANAS PORTABLE MENGGUNAKAN MODUL TERMOELEKTRIK TEGANGAN INPUT 6 VOLT DENGAN TAMBAHAN HEAT PIPE SEBAGAI MEDIA PEMINDAH PANAS Hendra Abdul Aziz 1, Rahmat Iman Mainil 2, dan Azridjal

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK MODUL TERMOELEKTRIK UNTUK SISTEM PENYIMPANAN DINGIN

KAJIAN KARAKTERISTIK MODUL TERMOELEKTRIK UNTUK SISTEM PENYIMPANAN DINGIN KAJIAN KARAKTERISTIK MODUL TERMOELEKTRIK UNTUK SISTEM PENYIMPANAN DINGIN Oleh: DWI HANDAYANI OKTORINA F14102117 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR DWI HANDAYANI OKTORINA.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL A. TUJUAN 1. Mengukur konduktivitas termal pada isolator plastisin B. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pengukuran dapat diperhatikan pada gambar 1.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori teori yang mendasari perancangan dan peralisasian pemanfaatkan modul termoelektrik generator untuk mengisi baterai ponsel. Teori teori yang

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12 Suroso, I Wayan Sukania, dan Ian Mariano Jl. Let. Jend. S. Parman No. 1 Jakarta 11440 Telp. (021) 5672548

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas secara singkat mengenai teori dasar yang digunakan dalam merealisasikan suatu alat yang memanfaatkan energi terbuang dari panas setrika listrik untuk disimpan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PERANCANGAN. BAB III PERANCANGAN 3.1 Beban Pendinginan (Cooling Load) Beban pendinginan pada peralatan mesin pendingin jarang diperoleh hanya dari salah satu sumber panas. Biasanya perhitungan sumber panas berkembang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN THERMOELECTRIC GENERATOR

BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN THERMOELECTRIC GENERATOR BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN THERMOELECTRIC GENERATOR 4.1 HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN Pengujian yang dilakukan menghasilkan data-data berupa waktu, arus ouput, tegangan output, daya output, temperature

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN MINI REFRIGERATOR THERMOELEKTRIK TENAGA SURYA. Pada perancangan ini akan di buat pendingin mini yang menggunakan sel

BAB III PERANCANGAN MINI REFRIGERATOR THERMOELEKTRIK TENAGA SURYA. Pada perancangan ini akan di buat pendingin mini yang menggunakan sel BAB III PERANCANGAN MINI REFRIGERATOR THERMOELEKTRIK TENAGA SURYA 3.1 Tujuan Perancangan Pada perancangan ini akan di buat pendingin mini yang menggunakan sel surya sebagai energy tenaga surya. Untuk mempermudah

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORI ... (2) k x ... (3) 3... (1)

PENDEKATAN TEORI ... (2) k x ... (3) 3... (1) PENDEKATAN TEORI A. Perpindahan Panas Perpindahan panas didefinisikan seagai ilmu umtuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya peredaan suhu diantara enda atau material (Holman,1986).

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT

PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT PEMILIHAN MATERIAL DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUSIBLE PELEBUR ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG DENGAN BAHAN BAKAR PADAT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik M. ROLAN

Lebih terperinci

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi

Konduksi Mantap 2-D. Shinta Rosalia Dewi Konduksi Mantap 2-D Shinta Rosalia Dewi SILABUS Pendahuluan (Mekanisme perpindahan panas, konduksi, konveksi, radiasi) Pengenalan Konduksi (Hukum Fourier) Pengenalan Konduksi (Resistensi ermal) Konduksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan saat ini terutama bagi masyarakat perkotaan. Refrigerasi dapat berupa lemari es pada rumah tangga, mesin

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PENGUJIAN

BAB III SISTEM PENGUJIAN BAB III SISTEM PENGUJIAN 3.1 KONDISI BATAS (BOUNDARY CONDITION) Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu ditentukan kondisi batas yang akan digunakan. Diasumsikan kondisi smoke yang mengalir pada gradien

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Konsep Desain Konsep desain awal coolbox berbasis hybrid termoelektrik adalah pengembangan dari desain sebelumnya. Adalah menambahkan water cooling pada sisi panas elemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada III. METODOLOGI PENELITIAN Alat pengering ini menggunakan sistem hibrida yang mempunyai dua sumber panas yaitu kolektor surya dan radiator. Saat cuaca cerah pengeringan menggunakan sumber panas dari kolektor

Lebih terperinci

CHAPTER I PREFACE CHAPTER II BASE OF THEORY

CHAPTER I PREFACE CHAPTER II BASE OF THEORY CHAPTER I PREFACE 1.1 Historical- Background Pada 1.2 Problem Identification 1.3 Objective 2.1 Historical of Thermoelectric CHAPTER II BASE OF THEORY Termoelektrik ditemukan pertama kali pada tahun 1821,

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT PK Imron Rosadi, Agus Wibowo, Ahmad Farid. Mahasiswa Teknik Mesin, Universitas Pancasakti, Tegal,. Dosen Teknik Mesin, Universitas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan ridhonya kami bisa menyelesaikan makalah yang kami beri judul suhu dan kalor ini tepat pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian III.1 Flowchart Penelitian Tahap-tahap dalam penelitian ini dijelaskan pada flowchart Gambar III.1. Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Refrigeran merupakan media pendingin yang bersirkulasi di dalam sistem refrigerasi kompresi uap. ASHRAE 2005 mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan pengerjaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan Penelitian Pada tahapan ini akan dilakukan studi literatur dan pendalaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 BB III METODOLOGI PENELITIN Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah pengujian eksperimental terhadap lat Distilasi Surya dengan menvariasi penyerapnya dengan plastik hitam dan aluminium foil.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

ANALISIS EKSERGI PENGGUNAAN REFRIGERAN PADA SISTEM REFRIGERASI KOMPRESI UAP. Oleh : SANTI ROSELINDA SILALAHI F

ANALISIS EKSERGI PENGGUNAAN REFRIGERAN PADA SISTEM REFRIGERASI KOMPRESI UAP. Oleh : SANTI ROSELINDA SILALAHI F ANALISIS EKSERGI PENGGUNAAN REFRIGERAN PADA SISTEM REFRIGERASI KOMPRESI UAP Oleh : SANTI ROSELINDA SILALAHI F14101107 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur BAB II MESIN PENDINGIN 2.1. Pengertian Mesin Pendingin Mesin Pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas dari suatu tempat

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy, Pengaruh Kecepatan Udara Pendingin Kondensor Terhadap Kooefisien Prestasi PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy Jurusan

Lebih terperinci

KARYA AKHIR PERANCANGAN MODEL ALAT PENGERING KUNYIT

KARYA AKHIR PERANCANGAN MODEL ALAT PENGERING KUNYIT KARYA AKHIR PERANCANGAN MODEL ALAT PENGERING KUNYIT UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN MEMPEROLEH GELAR SARJANA SAINS TERAPAN Disusun Oleh: MARULI TUA SITOMPUL NIM : 005202022 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD

BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD Kalor dan Perpindahannya BAB XII KALOR DAN PERUBAHAN WUJUD 1. Apa yang dimaksud dengan kalor? 2. Bagaimana pengaruh kalor pada benda? 3. Berapa jumlah kalor yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.1: Mulai Mempersiapkan Alat Dan Bahan Proses Pengecoran

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 PENGARUH PENGGUNAANMEDIABAHANPENGISI( FILLER) PVC DENGANTINGGI45CM DAN DIAMETER 70CM TERHADAPKINERJAMENARAPENDINGINJENIS INDUCED- DRAFT COUNTERFLOW SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH Sampah adalah sisa-sisa atau residu yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas. kegiatan yang menghasilkan sampah adalah bisnis, rumah tangga pertanian dan pertambangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH Diajukan guna melengkapi sebagaian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN ALAT PENGERING

BAB 3 PERANCANGAN ALAT PENGERING BAB 3 PERANCANGAN ALAT PENGERING Perancangan yang akan dilakukan meliputi penentuan dimensi atau ukuran ukuran utama dari alat pengering berdasarkan spesifikasi kopra yang akan dikeringkan. Alat pengering

Lebih terperinci

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR

Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR Suhu dan kalor 1 SUHU DAN KALOR Pengertian Sifat Termal Zat. Sifat termal zat ialah bahwa setiap zat yang menerima ataupun melepaskan kalor, maka zat tersebut akan mengalami : - Perubahan suhu / temperatur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

PENGARUH PANJANG PIPA, POSISI STACK DAN INPUT FREKWENSI ACOUSTIC DRIVER/AUDIO SPEAKER PADA RANCANG BANGUN SISTEM REFRIGERASI THERMOAKUSTIK

PENGARUH PANJANG PIPA, POSISI STACK DAN INPUT FREKWENSI ACOUSTIC DRIVER/AUDIO SPEAKER PADA RANCANG BANGUN SISTEM REFRIGERASI THERMOAKUSTIK PENGARUH PANJANG PIPA, POSISI STACK DAN INPUT FREKWENSI ACOUSTIC DRIVER/AUDIO SPEAKER PADA RANCANG BANGUN SISTEM REFRIGERASI THERMOAKUSTIK Arda Rahardja Lukitobudi Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

Lebih terperinci