Ketepatan Diagnosis Dermatofitosis oleh Dokter: Perbandingan dengan Diagnosis yang Dikonfirmasi Pemeriksaan KOH
|
|
- Ivan Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Artikel Penelitian Ketepatan Diagnosis Dermatofitosis oleh Dokter: Perbandingan dengan Diagnosis yang Dikonfirmasi Pemeriksaan KOH Anjas Asmara, Kusmarinah Bramono, Siti Aisah Boediardja Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Abstrak Pendahuluan: Dermatofitosis khususnya tinea korporis dan/atau kruris termasuk kasus penyakit kulit yang sering dijumpai dokter umum (dokter) dalam praktek sehari-hari. Meskipun demikian, hasil penelitian di luar negeri menunjukkan dokter masih sering melakukan kesalahan dalam menegakkan diagnosis kasus dermatofitosis. Hal ini antara lain disebabkan diagnosis kasus dermatofitosis umumnya ditegakkan hanya berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan KOH sebagai pembantu dalam menegakkan diagnosis sering terlewatkan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat ketepatan diagnosis klinis dokter pada kasus tinea korporis dan/ atau kruris dengan cara membandingkannya dengan diagnosis yang didasarkan pada hasil pemeriksaan KOH. Metode: Sebanyak 101 subyek penelitian dirujuk oleh 5 orang dokter yang bertugas di puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Hasil penelitian menunjukkan nilai sensitivitas diagnosis klinis dokter sebesar 77,1%, spesifisitas 54,5%, nilai duga positif 47,4%, dan nilai duga negatif 81,8%. Disensitas tersebut menujukkan bahwa gambaran klinis tidak cukup baik untuk digunakan sebagai dasar menegakkan diagnosis tinea korporis dan atau kruris, dan pemeriksaan KOH perlu dilakukan untuk membantu menegakkan kasus yang dicurigai dermatofitosis. J Indon Med Assoc:2013;63: Kata kunci: tinea korporis, tinea kruris, ketepatan diagnosis, dokter, KOH Korespondensi: Kusmarinah Bramono kbramono@yahoo.com 259
2 Diagnostic Accuracy of Dermatophytosis by General Practitioner: Comparation with KOH Preparation Based Diagnosis Anjas Asmara, Kusmarinah Bramono, Siti Aisah Boediardja Department of Dermato-venereology, Medical Faculty, University of Indonesia, Jakarta Abstract Introduction: Tinea corporis and cruris are commonly encountered by general practitioners (GP). However, several studies showed that dermatophytosis are still among skin diseases that often misdiagnosed by GP. The reason is that the diagnosis mainly based on clinical features, and KOH examination to confirm the diagnosis is often overlooked. The aim of this study is to determine the accuracy of clinical diagnosis of tinea corporis and cruris cases by GP, compared with diagnosis confirmed by KOH examination. Methods: One hundred and one patients were referred by GP from Barito Utara Regency,Central Borneo. The result of the study showed the sensitivity of clinical diagnosis by GP was 77,1%, its specificity 54,5%, positive predictive value 47,4%, and negative predictive value 81,8%. It can be concluded that diagnosis of dermatophytosis based only on clinical signs and symptoms is doubtful, and KOH examination should be done to confirm the diagnosis. J Indon Med Assoc:2013;63: Keywords: tinea corporis, tinea cruris, diagnostic accuracy, general practitioners, KOH examination. Pendahuluan Penyakit kulit merupakan kasus yang sering ditemui oleh seorang dokter dalam praktik sehari-hari. Sebuah data kesehatan di Australia menunjukkan 17% kunjungan ke praktek dokter (general practitioner) merupakan kasus penyakit kulit. 1 Sebuah survei di Amerika yang dilakukan pada tahun 1984 menunjukkan bahwa 31% kunjungan ke layanan kesehatan primer merupakan kasus penyakit kulit. 2 Dermatofitosis atau tinea, di antaranya tinea korporis dan/atau tinea kruris, termasuk kasus penyakit kulit yang sering dijumpai dokter dalam praktik sehari-hari di Indonesia. 3-5 Meskipun demikian, hasil penelitian yang dilakukan di luar negeri, menunjukkan bahwa dokter masih sering melakukan kesalahan diagnosis kasus dermatofitosis. Hingga saat ini dalam praktek dokter sehari-hari termasuk di puskesmas, diagnosis kasus dermatofitosis umumnya ditegakkan hanya berdasarkan gambaran klinis, sedangkan pemeriksaan laboratorium pembantu diagnosis dengan sediaan langsung KOH belum secara rutin digunakan untuk memastikan diagnosis. 6,7 Pada umumnya tinea korporis dan kruris dapat memberikan gambaran klinis yang khas, sehingga diagnosis secara klinis dapat langsung ditegakkan. Namun beberapa penelitian menunjukkan diagnosis kelainan kulit yang hanya didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisis seringkali keliru. 8,9 Beberapa kelainan kulit antara lain psoriasis, dermatitis seboroik, kandidosis kutis, eritrasma, liken simpleks kronik, hand dermatitis, eritema anulare sentrifugum, granuloma anulare, dan dermatitis numularis merupakan diagnosis banding yang seringkali salah didiagnosis sebagai tinea Berdasarkan hal tersebut, para ahli merekomendasikan agar pemeriksaan KOH dilakukan untuk membantu diagnosis berbagai kelainan kulit papuloskuamosa. 8 Tingkat kesalahan diagnosis kasus dermatofitosis dapat diperbaiki dengan melakukan pemeriksaan KOH. De Kock 20 membuktikan bahwa pemeriksaan KOH yang dilakukan langsung oleh dokter dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dermatomikosis superfisial. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, De Kock merekomendasikan bahwa pemeriksaan KOH perlu dilakukan oleh dokter pada kasus yang dicurigai dermatomikosis superfisial, termasuk dermatofitosis/tinea. 20 Meskipun di luar negeri telah dilakukan beberapa penelitian mengenai tingkat ketepatan diagnosis dokter dalam kasus dermatologi termasuk dermatofitosis, namun hingga saat ini di Indonesia belum ada penelitian serupa, sehingga peneliti merasa perlu untuk melakukannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketepatan diagnosis dokter pada kasus dermatofitosis khususnya tinea korporis dan/atau tinea kruris dengan cara membandingkannya dengan diagnosis berdasarkan pemeriksaan KOH, sehingga didapatkan nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif (NDP), dan nilai duga negatif (NDN). 260
3 Metode Penelitian ini merupakan uji diagnosis dengan menggunakan rancangan studi potong lintang. Penelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan diagnosis klinis dokter pada kasus tinea korporis dan kruris yang dibandingkan dengan diagnosis yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan KOH. Tingkat ketepatan diagnosis dokter dinilai berdasarkan nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, dan nilai duga negatif. Pengambilan data yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pengambilan sampel kerokan kulit dilakukan di RSUD Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Pemeriksaan mikroskopik sampel kerokan kulit dengan KOH 20% dilakukan di Laboratorium Mikologi Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Penelitian dilakukan bulan Oktober 2011 sampai Maret Lima orang dokter yang bertugas di wilayah Kabupaten Barito Utara diminta kesediaannya untuk merujuk pasien dengan berbagai kasus penyakit kulit kepada peneliti yang bertugas di poliklinik RSUD Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara. Kasus yang dievaluasi dalam penelitian ini terdiri atas berbagai diagnosis banding tinea korporis dan/atau tinea kruris yang menjadi kompetensi dokter untuk mampu menanganinya secara mandiri berdasarkan Buku Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) Tahun 2006, di antaranya adalah dermatitis seboroik (DS), dermatitis atopik (DA), kandidosis kutis, eritrasma, dermatitis numularis, pitiriasis rosea, dan liken simpleks kronik. 21 Pasien rujukan dokter kepada peneliti yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan dijadikan sebagai subjek penelitian (SP). Dalam penelitian ini, kriteria penerimaan ditetapkan sebagai berikut; (1) pasien rujukan dokter puskesmas atau dokter RSUD Muara Teweh dengan diagnosis tinea korporis dan/atau kruris atau dermatosis lain yang merupakan diagnosis banding tinea korporis atau kruris, (2) bersedia ikut serta dalam penelitian dan menandatangani formulir persetujuan. Sedangkan kriteria penolakan meliputi (1) pasien yang telah mendapatkan pengobatan dengan obat antijamur topikal dalam seminggu terakhir dan/atau antijamur sistemik dalam sebulan terakhir sebelum berobat ke puskesmas atau dokter perujuk dan (2) bila diagnosis kerja tidak tercantum dalam surat rujukan dokter. Sejumlah minimal 98 subyek diperlukan untuk penelitian ini guna mendapat kemaknaan statistik dengan nilai a 0.05 dan d 0,08. Diagnosis klinis kasus yang dirujuk tanpa pemeriksaan KOH dibandingkan dengan diagnosis yang telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan KOH akan dihitung nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif (NDP), dan nilai duga negatif (NDN). Data dianalisis dengan bantuan komputer menggunakan statistical programme for social sciences (SPSS) Digunakan statistik deskriptif dan data disajikan dalam bentuk teks dan tabel. Tingkat ketepatan diagnosis dinilai dengan membuat tabel 2x2 untuk menghitung nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif (NDP), dan nilai duga negatif (NDN). Penelitian ini telah lulus kaji etik oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS Cipto Mangunkusumo. Surat persetujuan mengikuti penelitian telah diberikan dan ditandatangani oleh dokter maupun subjek penelitian (SP) yang terlibat dalam penelitian. Hasil Sebanyak 5 orang dokter mengirimkan 106 pasien rujukan kepada peneliti, di antaranya terdapat 101 yang memenuhi kriteria penerimaan sebagai SP. Subjek Penelitian termuda berusia 8 bulan, dan tertua berusia 70 tahun, dengan rerata usia 33,46 tahun (simpang baku + 15,22 tahun). Berdasarkan diagnosis yang dikonfirmasi pemeriksaan KOH, ditemukan dermatofitosis sebanyak 35 orang dari 101 SP (34,7%). Tinea korporis merupakan jenis dermatofitosis yang paling banyak ditemukan, mengenai 19 dari 35 orang SP dengan dermatofitosis (54,3%). Jenis dermatofitosis lain yang ditemukan adalah tinea kruris sebanyak 5 orang (14,3%), dan tipe campuran sebanyak 11 orang (31,4%) dari 35 orang SP dengan dermatofitosis. Kasus non-dermatofitosis ditemukan pada 66 orang SP (65,3%), dengan jenis terbanyak adalah LSK yang ditemukan pada 27 dari 66 orang SP (26,5%). Selain LSK, kasus dermatosis lain yang ditemukan adalah dermatitis seboroik, kandidosis kutis, dermatitis numularis, dermatitis atopik, pitiriasis rosea, skabies, dermatitis kontak iritan, dan psoriasis. Pada tabel 1 dapat dilihat, di antara 101 SP, dokter membuat diagnosis klinis dermatofitosis pada 57 SP dan 44 SP sisanya didiagnosis mengalami kasus non-dermatofitosis. Sementara hasil pemeriksaan KOH menunjukkan kasus dermatofitosis hanya ditemukan pada 35 SP (tinea korporis dan/atau tinea kruris) dan sebanyak 66 SP mengalami kasus non-dermatofitosis. Sebagai catatan di antara 66 kasus nondermatofitosis tersebut, terdapat dua kasus yang memiliki karakteristik klinis sesuai dengan dermatofitosis namun karena pemeriksaan KOH menunjukkan hasil negatif, kedua kasus tersebut tetap digolongkan sebagai kasus non- Tabel 1. Diagnosis Klinis Dokter Dibandingkan dengan Diagnosis berdasarkan pemeriksaan KOH (n=101) Diagnosis berdasarkan KOH Dermato- Nonfitosis Dermato (KOH +) fitosis (KOH -) Total Diagnosis dokter Dermatofitosis Non-dermatofitosis Total
4 dermatofitosis. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan program SPSS 11.5 didapatkan nilai sensitivitas 77,1%, spesifisitas 54,5%, NDP 47,4%, dan NDN 81,8%. Nilai sensitivitas, spesifisitas, NDN, dan NDP yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran klinis saja tidak cukup untuk digunakan sebagai dasar menegakkan diagnosis kasus tinea korporis dan atau kruris. Tabel 2 menunjukkan kesalahan diagnosis klinis yang dibuat dokter, baik pada kasus yang dianggap sebagai dermatofitosis maupun non-dermatofitosis. Dalam hal ini diagnosis klinis dokter dibandingkan dengan diagnosis berdasarkan batasan operasional yang dibuat peneliti sesuai landasan teori dan diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan KOH. Sebagai catatan, pada penelitian ini ditemukan bahwa dokter perujuk mempunyai pengertian yang keliru mengenai definisi tinea pedis dan manum, antara lain mendiagnosis lesi tinea pada punggung kaki atau tangan sebagai tinea pedis atau manum. Namun sesuai batasan operasional, kasus rujukan yang seharusnya didiagnosis sebagai tinea korporis tersebut tetap dimasukkan dalam hasil penelitian. Diskusi Pada penelitian ini dari 101 kasus yang didiagnosis klinis sebagai tinea kruris dan/atau tinea korporis didapatkan nilai sensitivitas sebesar 77,1%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan dokter dapat mendiagnosis dengan tepat suatu kasus dermatofitosis adalah sebesar 77,1%. Sementara nilai spesifisitas sebesar 54,5% menunjukkan bahwa bila hasil pemeriksaan KOH-nya negatif, kemungkinan seorang dokter tidak mendiagnosis dermatofitosis adalah 54,5%. Nilai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah (<80%), menunjukkan gambaran klinis tidak cukup untuk digunakan sebagai dasar dalam menegakkan diagnosis tinea korporis dan atau kruris, sebab syarat suatu uji diagnosis dianggap baik adalah bila memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. 22 Nilai duga positif (NDP) sebesar 47,4% pada penelitian ini menunjukkan, bila seorang SP didiagnosis dermatofitosis oleh dokter, maka kemungkinan SP tersebut benar-benar mengalami dermatofitosis adalah sebesar 47,4%. Artinya, kemungkinan suatu diagnosis dermatofitosis yang dibuat dokter merupakan diagnosis yang benar hanya sebesar 48,3%, atau lebih dari setengah diagnosis dermatofitosis yang dibuat dokter merupakan diagnosis yang salah. Nilai duga negatif sebesar 81,8% menunjukkan bahwa pada SP yang didiagnosis bukan dermatofitosis oleh dokter, maka kemungkinan bahwa SP tersebut tidak mengalami dermatofitosis adalah sebesar 81,8%, atau dapat disampaikan bahwa pada kasus yang didiagnosis sebagai nondermatofitosis oleh dokter, maka kemungkinan diagnosis tersebut benar adalah sebesar 81,8%. Nilai sensitivitas, spesifisitas, NDP, dan NDN yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki pola hampir sama dengan hasil penelitian oleh Lousbergh, Buntinx, dan Pierard yaitu dengan nilai sensitivitas dan NDN yang cukup baik, namun nilai spesifisitas dan NDP-nya rendah. Perbedaanya, pada penelitian tersebut yang digunakan sebagai pembanding adalah pemeriksaan kultur. 10 Nilai sensitivitas, spesifisitas, NDP, dan NDN dalam penelitian ini menunjukkan bahwa diagnosis dermatofitosis/tinea yang ditegakkan dokter dengan hanya berdasarkan gambaran klinis tidak selalu tepat, bahkan lebih dari separuh diagnosis tersebut cenderung salah. Tabel 2 menunjukkan kesalahan diagnosis klinis yang dibuat dokter, baik pada kasus yang dianggap sebagai Tabel 2. Kesesuaian Diagnosis Klinis Dokter Perujuk dengan Batasan Operasional dan Hasil KOH pada Penelitian di Kabupaten Barito Utara Tahun 2012 (n=101) Kesesuaian dengan batasan Hasil KOH operasional Diagnosis dokter perujuk n Sesuai Tidak sesuai Positif (+) Negatif (-) Dermatofitosis Tinea fasialis Tinea korporis Tinea manus Tinea kruris Tinea pedis Tinea kruris et korporis Tinea Jumlah Non-dermatofitosis Liken simpleks kronik Dermatitis Dermatitis seboroik Dermatitis atopik Dermatitis kontak Jumlah Total
5 dermatofitosis maupun non-dermatofitosis. Terdapat 57 kasus yang didiagnosis dokter sebagai dermatofitosis, namun 30 (51,7%) di antaranya menunjukkan hasil negatif pada pemeriksaan KOH. Artinya lebih dari setengah kasus telah salah didiagnosis sebagai dermatofitosis oleh dokter. Kesalahan paling sering terjadi pada kasus yang dianggap sebagai tinea kruris. Di antara 20 kasus yang didiagnosis secara klinis sebagai tinea kruris, terdapat 10 (50%) kasus yang salah didiagnosis oleh dokter. Dalam hal tersebut, dokter mendiagnosis kasus dermatitis seboroik atau dermatitis intertriginosa sebagai tinea kruris. Sebagai catatan, di antara 10 kasus tersebut terdapat 2 kasus yang secara klinis memiliki gambaran khas dermatofitosis berupa plak hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan central clearing, namun pada pemeriksaan KOH tidak ditemukan elemen jamur. Hal tersebut menurut peneliti disebabkan sensitivitas KOH tidak mencapai 100% sehingga disimpulkan hasil pemeriksaan KOH pada kedua kasus tersebut adalah negatif semu. 9,23 Respons yang baik terhadap pemberian terapi dengan obat antijamur topikal/oral membuktikan bahwa kedua kasus tersebut adalah dermatofitosis/tinea. Pada 44 kasus yang dianggap non-dermatofitosis, secara umum dokter lebih baik dalam menegakkan diagnosis dan hanya membuat sedikit kesalahan, yaitu pada beberapa kasus yang didiagnosis liken simpleks kronik dan dermatitis. Terdapat 8 (18,2%) kasus yang salah didiagnosis sebagai dermatitis, sementara hasil positif pada pemeriksaan KOH membuktikan adanya infeksi jamur dermatofita. Perlu diperhatikan bahwa, meskipun tingkat kesalahan diagnosis klinis dokter pada kasus non-dermatofitosis cukup rendah, namun pada penelitian ini ditemukan bahwa diagnosis klinis yang dibuat dokter pada berbagai kasus nondermatofitosis masih menggunakan istilah yang kurang tepat, antara lain: 1. Istilah dermatitis digunakan dokter pada beberapa kasus yang secara klinis sesuai dengan dermatitis kontak, dermatitis atopik, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, dan psoriasis vulgaris. 2. Istilah tinea digunakan pada satu kasus yang secara klinis merupakan tinea korporis dengan lesi pada tungkai. 3. Istilah tinea pedis digunakan oleh dokter pada beberapa kasus yang yang secara klinis merupakan tinea korporis dengan lesi pada punggung kaki. Hasil lain pada penelitian ini yaitu ditemukan tingkat kesesuaian diagnosis klinis dokter bila dibandingkan dengan diagnosis berdasarkan pemeriksaan KOH adalah sebesar 62.4%. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan survei yang dilakukan oleh Basarab, Munn dan Jones (1995) yang meneliti tingkat ketepatan diagnosis yang dibuat oleh dokter terhadap pasien yang dirujuk kepada dokter spesialis kulit. Pada survei tersebut didapatkan tingkat ketepatan diagnosis dokter hanya sebesar 47%. 24 Perbedaan tersebut menurut peneliti disebabkan pada penelitian ini kasus yang diikutkan dibatasi pada kasus yang merupakan kompetensi dokter untuk menanganinya hingga pemberian terapi. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gambaran klinis tidak cukup untuk digunakan sebagai dasar menegakkan diagnosis kasus penyakit kulit yang diduga sebagai dermatofitosis/tinea, khususnya tinea korporis dan atau kruris. Untuk mencegah terjadinya kesalahan diagnosis, pemeriksaan KOH seharusnya dilakukan secara rutin untuk membantu menegakkan diagnosis kasus yang diduga sebagai dermatofitosis. Daftar Pustaka 1. General Practice Statistics and Classification Unit. General Practice Activity in Australia AIHW Cat. No. GEP-10. [Cited 26 Jan 2011]. Available from: 2. Tunnessen WW. A survey of skin disorders seen in general and dermatology clinics. Pediatric Dermatol. 1984;1: Bramono K, Menaldi SL, Widaty S, Hernani Ch. Prevalensi penyakit kulit, faktor risiko dermatomikosis serta sebaran jenis dermatofitosis dan spesies penyebab: survey di daerah rural dataran rendah Jawa Barat. Media Dermatolo-Venereologica Indonesia. 2008;35(1): Chandra J. Karakteristik klinis, sosial, dan lingkungan pasien dermatomikosis superfisial di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat dan Divisi Mikologi Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta [Thesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; Amiruddin MD, Amin S, Ilyas FS. Tinjauan mengenai infeksi jamur superfisial di Indonesia. MDVI. 2001;28(2):228-31S. 6. Pariser RJ, Pariser DM. Primary care physicians errors in handling cutaneous disorders: a prospective survey. J Am Acad Dernatol. 1987;17: Al-Fayez H, Mukhtar S, Mohammed S. Diagnostic agreement between primary care physician and dermatologist and reason for reverral to skin clinic. Bahrain Medical Bulletin. 2006;26(2): Thomas B. Clear choices in managing epidermal tinea infections. The Journal of Family Practice. 2003; 52(11): Lousbergh D, Buntinx F, Pierard G. Diagnosing dermatomycosis in general practitioner. The Journal of Family Practice. 2009; 16: Verma S, Heffernan MP. Superficial fungal infection: dermatophytosis, onychomycosis, tinea nigra, piedra. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gillchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick s dermatology in general medicine. 7 th ed. New York: McGraw-Hill Companies; p Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gillchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick s dermatology in general medicine. 7 th ed. New York: McGraw-Hill Companies; p Friedmann PS, Arden-Jones MR, Holden CA. Atopic dermatitis. In: Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook s Textbook of Dermatology. Blackwell Publishing; p Plewig G, Jansen T. Seborrheic dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gillchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick s dermatology in general medicine. 7 th ed. New York: McGraw-Hill Companies; p
6 14. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; p Budimulja U. Eritrasma. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 4 th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; p Burgin, S. Nummular eczema and lichen simplex chronicus/ prurigo nodularis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gillchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick s dermatology in general medicine. 7 th ed. New York: McGraw-Hill Companies; p Berth-Jones J. Eczema, Lichenification, Prurigo, and Erythroderma. Dalam: Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook s textbook of dermatology. Blackwell Publishing; p Aoyama H, Tanaka M, Hara M, Tabata N, Tagami H. Nummular eczema: An addition of senile xerosis and unique cutaneous reactivities to environmental aeroallergens. Dermatology. 1999; 199(2): Blauvelt A. Pityriasis Rosea. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gillchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick s dermatology in general medicine. New York: McGraw-Hill Companies; p De Kock CA, Sampers GHMA, Knottnerus JA. Diagnosis and management of cases of suspected dermatomycosis in the Netherlands: influence of general practice based potassium hydroxide testing. Br J Gen Pract. 1995;45: Konsil Kedokteran Indonesia. Buku standar kompetensi dokter. 1 st ed. Jakarta; 2006 [cited 2011 Jan 26]. Available from: /inamc.or.id/download/standar%20kompetensi%20dokter.pdf 22. Pusponegoro HD, Wirya WIGN, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji diagnostik. In: Sastroasmoro S, Ismaiel S, editors. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 3 rd ed. Jakarta: Sagung Seto; p Budimulja U. Penyelidikan dermatophytosis di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo [Dissertation]. Jakarta: Universitas Indonesia; Basarab T, Munn SE, Jones RR. Diagnostic accuracy and appropriateness of general practitioner referrals to a dermatology out patient clinic. Br J Dermatol. 1996;135:
BAB I PENDAHULUAN. dengan istilah tinea unguium (Monero dan Arenas, 2010). merupakan kelainan kuku paling sering (Welsh et al, 2010).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Onikomikosis merupakan infeksi kuku yang disebabkan oleh jamur. Khusus untuk infeksi kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita dikenal dengan istilah tinea unguium
Lebih terperinciProfil Manifestasi Klinis dan Spesies Penyebab Dermatofitosis pada Pasien HIV
Profil Manifestasi Klinis dan Spesies Penyebab Dermatofitosis pada Pasien HIV (The profile of Dermatophytosis Cases in HIV Patient at Dr. Soetomo Hospital ) Amrita Rosvanti, Sunarso Suyoso, Dwi Murtiastutik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna (2004),
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna (2004), insidensi penyakit jamur
Lebih terperinciPROFIL KANDIDIASIS KUTIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE
PROFIL KANDIDIASIS KUTIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE 2009-2011 1 Rara Safira Seru 2 Pieter Levinus Suling 2 Herry E.J. Pandeleke 1 Kandidat Skripsi Fakultas
Lebih terperinciProfil dermatitis seboroik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2015
Jurnal e-clinic (ecl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016 Profil dermatitis seboroik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2015 1 Senderina Malak
Lebih terperinciPROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012
PROFIL PSORIASIS DI POLIKLNIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012 1 Anggelina Moningka 2 Renate T. Kandou 2 Nurdjanah J. Niode 1 Kandidat Skripsi Fakultas
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. Royong I Surabaya terhadap 75 anak umur 2-14 tahun sejak 8 Juni-9 Agtustus
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang prevalensi white dermographism dan kriteria mayor Hanifin dan Rajka di Klinik Pratama Gotong Royong I Surabaya
Lebih terperinciTINEA KORPORIS ET CAUSA Trichophyton rubrum TIPE GRANULAR
TINEA KORPORIS ET CAUSA Trichophyton rubrum TIPE GRANULAR Irma Suryani Idris Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Makassar Parang tambung, Jl. Dg. Tata Raya, Makassar 90222 e-mail: irmaaries@yahoo.com
Lebih terperinciTINEA KAPITIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA PERIODE TAHUN
Laporan Kasus TINEA KAPITIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA PERIODE TAHUN 2005 2010 Andina B. Sari, Sandra Widaty, Kusmarinah Bramono, Eliza Miranda, Mardiati Ganjardani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua kelompok infeksi jamur yang mengenai kuku, baik itu merupakan infeksi primer ataupun infeksi sekunder
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. 27,6% meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi umum. baru (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi, terutama di negara-negara tropis. Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang sering muncul di Indonesia.
Lebih terperinciPEMERIKSAAN LAMPU WOOD PADA PASIEN DERMATOSIS DI RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI
PEMERIKSAAN LAMPU WOOD PADA PASIEN DERMATOSIS DI RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI Oleh: Nama : Monica Goenawan NRP : 1523012041 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. Kelamin Rumah Sakit Gotong Royong Surabaya Periode 16 Juni. 2. Pada 6 orang pasien yang memiliki riwayat Rinitis Alergi,
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Riwayat Atopi pada pasien dengan Keluhan Gatal di Poli Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Gotong Royong Surabaya Periode
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Adams G., BoiesL., Highler P., 1998.Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta :
DAFTAR PUSTAKA Adams G., BoiesL., Highler P., 1998.Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC. pp. 196-8. Adiguna M.S., 2004. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. Dalam : Budimulja U., Kuswadi,
Lebih terperinciVISI (2015) 23 (3)
GAMBARAN TINGKAT STRES PENDERITA LIKEN SIMPLEKS KRONIK DI BEBERAPA KLINIK DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN DI KOTA MEDAN PADA BULAN FEBRUARI-MARET TAHUN 2015 Rudyn Reymond Panjaitan ABSTRACT This study
Lebih terperinciProfil dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2013
Profil dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2013 1 Cyndi E. E. J. Sondakh 2 Thigita A. Pandaleke 2 Ferra O. Mawu 1 Kandidat Skripsi
Lebih terperinciProfil Pasien Baru Infeksi Kandida pada Kulit dan Kuku (Profile of New Patients with Candida Infection in Skin and Nail)
Profil Pasien Baru Infeksi Kandida pada Kulit dan Kuku (Profile of New Patients with Candida Infection in Skin and Nail) Shinta Dewi Rahmadhani Soetojo, Linda Astari Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu
Lebih terperinciPROFIL KANDIDOSIS INTERTRIGINOSA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012
PROFIL KANDIDOSIS INTERTRIGINOSA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 0 Samuel Rian Wowor Herry E. J. Pandaleke Marlyn Grace Kapantow Kandidat
Lebih terperinciPENDAHULUAN LAPORAN KASUS
PENDAHULUAN Tinea kruris yang sering disebut jock itch merupakan infeksi jamur superfisial yang mengenai kulit pada daerah lipat paha, genital, sekitar anus dan daerah perineum. 1,2,3 Tinea kruris masuk
Lebih terperinciMikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun
ARTIKEL ASLI Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Tahun 2003 2005 (Superficial Mycosis in Mycology Division - Out Patient Clinic of Dermatovenereology Dr. Soetomo General
Lebih terperinciProfil dan Evaluasi Pasien Dermatofitosis. (Profile and Evaluation of Dermatophytosis)
Profil dan Evaluasi Pasien Dermatofitosis (Profile and Evaluation of Dermatophytosis) Ardhiah Iswanda Putri, Linda Astari Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciPenelitian Retrospektif: Mikosis Superfisialis. (Retrospective Study: Superficial Mycoses)
Penelitian Retrospektif: Mikosis Superfisialis (Retrospective Study: Superficial Mycoses) Fatma Rosida, Evy Ervianti Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciPROFIL DERMATITIS ATOPIK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012
PROFIL DERMATITIS ATOPIK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 - DESEMBER 2012 1 Juan P. E. Febriansyah 2 Grace M. Kapantow 2 Agus Hariyanto Bagian/SMF Ilmu
Lebih terperinciStudi Retrospektif: Pemahaman Klinis Liken Simplek Kronikus. (Clinical Understanding of Lichen Simplex Chronicus: A Retrospective Study)
Studi Retrospektif: Pemahaman Klinis Liken Simplek Kronikus (Clinical Understanding of Lichen Simplex Chronicus: A Retrospective Study) Pramita Ariyanti, Sunarso Suyoso Departemen/Staf Medik Fungsional
Lebih terperinciNILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Inayati* Bagian Mikrobiologi Fakuktas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Lebih terperinciDermoskop Membantu Diagnosis Kelainan Kulit Papuloskuamosa
Dermoskop Membantu Diagnosis Kelainan Kulit Papuloskuamosa (Dermoscopy Supports the Diagnose of Papulosquamous Disorders) Medhi Denisa Alinda, Marsudi Hutomo, Trisniartami Setyaningrum Departemen/Staf
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit peradangan kronik, hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa bayi
Lebih terperinciMikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun
Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode Tahun (Superficial Mycosis in Mycology Division Out Patient Clinic of Dermatovenereology Dr.
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ terluar yang membatasi manusia dan lingkungannya. Kulit mudah dilihat dan diraba serta berperan dalam menjamin kelangsungan hidup (Wasitaatmadja,
Lebih terperinciUniversitas Sam Ratulangi Manado. Universitas Sam Ratulangi Manado.
Profil penyakit infeksi kulit karena virus pada anak di Divisi Dermatologi Anak Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode tahun 2013-2015 1 Anthony S. Wibawa
Lebih terperinciNilai diagnostik larutan chicago sky blue pada pitiriasis versikolor
Artikel Asli F. Argentina, dkk. 26PENDAHULUANBasosqumaous Nilai diagnostik larutan chicago sky blue pada pitiriasis versikolor NILAI DIAGNOSTIK LARUTAN CHICAGO SKY BLUE PADA PITIRIASIS VERSIKOLOR DI RSUP
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pesantren Rhoudlotul Quran di Kauman. Semarang dan waktu penelitian bulan Maret sampai Mei 2014.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang ilmu kesehatan kulit dan kelamin. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab dermatofitosis terdiri dari 3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatofita merupakan kelompok jamur keratinofilik yang dapat mengenai jaringan keratin manusia dan hewan seperti pada kulit, rambut, dan kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab
Lebih terperinciLAPORAN KASUS TINEA KRURIS PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
LAPORAN KASUS TINEA KRURIS PADA PENDERITA DIABETES MELITUS Made Kresna Yudhistira Wiratma Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar ABSTRAK Tinea kruris merupakan
Lebih terperinciTatalaksana Dermatomikosis pada Pasien Morbus Hansen dengan Reaksi Reversal
Tatalaksana Dermatomikosis pada Pasien Morbus Hansen dengan Reaksi Reversal Dwi Indria Anggraini Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Penggunaan steroid jangka
Lebih terperinciPREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA TINEA PEDIS PADA PEKERJA PABRIK TEKSTIL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH
PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA TINEA PEDIS PADA PEKERJA PABRIK TEKSTIL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata 1 kedokteran
Lebih terperinciRita S. Tanamal Mariani V. Lasut Herry E. J. Pandaleke
POLA DAN INSIDENS PENYAKIT INFEKSI KULIT KARENA VIRUS DI DIVISI DERMATOLOGI ANAK POLIKLINIK KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO TAHUN 2008 2012 Rita S. Tanamal Mariani V. Lasut
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. gambaran dermatitis atopik pada anak usia 0 7 tahun yang terpapar. diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai gambaran dermatitis atopik pada anak usia 0 7 tahun yang terpapar asap rokok di Rumah Sakit Gotong Royong
Lebih terperinciPOLA PENYAKIT KULIT NON-INFEKSI PADA ANAK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE
POLA PENYAKIT KULIT NON-INFEKSI PADA ANAK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE 2009-2011 1 Ananias Malak 2 Herry E. J. Pandaleke 2 Marlyn. G. Kapantow 1 Kandidat Skripsi
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. pasien dermatitis atopik anak usia 0-14 tahun di Klinik Gotong. 25 Agustus 2015, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang profil pasien dermatitis atopik anak usia 0-14 tahun di Klinik Gotong Royong Surabaya terhadap 67 subyek penelitian
Lebih terperinciProfil pitiriasis versikolor di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari-Desember 2013
Profil pitiriasis versikolor di Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari-Desember 2013 1 Dwi Y. F. Isa 2 Nurdjannah J. Niode 2 Herry E. J. Pandaleke 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Lebih terperinciLaporan Kasus REAKSI KUSTA TIPE 2 PADA PENDERITA KUSTA MULTIBASILER (MB) YANG TELAH MENYELESAIKAN TERAPI MDT-MB. dr. Cut Putri Hazlianda
Laporan Kasus REAKSI KUSTA TIPE 2 PADA PENDERITA KUSTA MULTIBASILER (MB) YANG TELAH MENYELESAIKAN TERAPI MDT-MB dr. Cut Putri Hazlianda DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN USU
Lebih terperinciAngka Kejadian dan Karakteristik Tinea Versikolor di Rs Al Islam Bandung
Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Angka Kejadian dan Karakteristik Tinea Versikolor di Rs Al Islam Bandung 1 Ridha Diastari, 2 Tony S. Djajakusumah, 3 Arief Budi Yulianti 1,2,3 Pedidikan Dokter,
Lebih terperinciPROFIL KANDIDOSIS INTERTRIGINOSA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2013
PROFIL KANDIDOSIS INTERTRIGINOSA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2013 Saranita Vikani Gabriele Polii 1 Herry E.J. Pandaleke 2 Marlyn G. Kapantow
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai dalam melaksanakan pembangunan nasional telah berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.
Lebih terperinciLAPORAN KASUS TINEA KRURIS ET KORPORIS PADA PASIEN WANITA
LAPORAN KASUS TINEA KRURIS ET KORPORIS PADA PASIEN WANITA Ida Bagus Reza Nanda Iswara, dr. IGK Darmada, Sp.KK (K), dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciKARYA TULIS ILMIAH Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran
i Penyakit Kulit yang Tersering pada Masyarakat Pesisir Pantai di Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk Periode Juli Agustus 2014 KARYA TULIS ILMIAH Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dermatofitosis adalah mikosis superfisialis yang banyak ditemukan di negeri tropis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dermatofitosis adalah mikosis superfisialis yang banyak ditemukan di negeri tropis yang beriklim panas dan lembab seperti Indonesia (Kusmarinah, 2009; Adiguna 2013).
Lebih terperinciJURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 1, JANUARI 2015: 20-24
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 1, JANUARI 2015: 20-24 20 JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 1, JANUARI 2015: 20-24 21 22 JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 1, JANUARI
Lebih terperinciHUBUNGAN KADAR CD4 + DENGAN INFEKSI JAMUR SUPERFISIALIS PADA PASIEN HIV DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Artikel Asli HUBUNGAN KADAR CD4 + DENGAN INFEKSI JAMUR SUPERFISIALIS PADA PASIEN HIV DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Lukmanul Hakim Nasution, Sri Yusfinah Masfah Hanum, Sudarsono, Meidina Kusuma Wardani Departemen
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan yang sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan personal hygiene diperlukan untuk
Lebih terperinciFaktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Dermatitis Atopik. Factors that Influence The Level of Quality of Life Atopic Dermatitis Patients
Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Dermatitis Atopik Retno Indrastiti 1, Ika Dyah Kurniati 1, Eka Oktaviani Saputri 1 *Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang:
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mikosis adalah infeksi jamur. 1 Dermatomikosis adalah penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mikosis adalah infeksi jamur. 1 Dermatomikosis adalah penyakit jamur yang menyerang kulit. 2 Mikosis dibagi menjadi empat kategori yaitu: (1) superfisialis,
Lebih terperinciLAPORAN KASUS DERMATITIS ATOPIK
LAPORAN KASUS DERMATITIS ATOPIK Putu Gizha Satrya Gautama. M, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Lebih terperinciHUBUNGAN KADAR IgE TOTAL SERUM DAN DERMATITIS NUMULARIS
Artikel Asli HUBUNGAN KADAR IgE TOTAL SERUM DAN DERMATITIS NUMULARIS Noer Hidayati, Dwi Retno Adi Winarni, Niken Indrastuti Bagian Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin FK Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr.Sardjito
Lebih terperinciKULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK
Modul KJP KULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK Dr. Sri Linuwih Menaldi, Sp.KK(K) PENDAHULUAN kulit merupakan organ tubuh terluar berhubungan dengan lingkungan perubahan lingkungan berdampak pada kesehatan
Lebih terperinciDisusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran Umum. Oleh :
HUBUNGAN KONTROL GULA DARAH DENGAN KEJADIAN DERMATOFITOSIS PADA PASIEN DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr MOEWARDI SURAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Abbas KA, Mohammed AZ, Mahmoud SI Superficial Fungal infections. Mustansiriya Medical Journal. 11:75-7
DAFTAR PUSTAKA Abbas KA, Mohammed AZ, Mahmoud SI. 2012. Superficial Fungal infections. Mustansiriya Medical Journal. 11:75-7 Abdelal EB, Shalaby MAS, Abdo HM, Alzafarany MA, Abubakr AA. 2013. Detection
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Anaissie, EJ Clinical Mycology 2 edition. Churchill Livingstone. Elsevier.
DAFTAR PUSTAKA Anaissie, EJ. 2009. Clinical Mycology 2 edition. Churchill Livingstone. Elsevier. Anwar, R. 2005. Beberapa Jamur yang Diisolasi Dari Kulit Penderita Jamur. Artikel Ilmiah. Bagian Mikrobiologi.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA LAMA KONTAK KARYAWAN BENGKEL CUCI KENDARAAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA
HUBUNGAN ANTARA LAMA KONTAK KARYAWAN BENGKEL CUCI KENDARAAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma adalah kelainan pigmentasi didapat dengan gambaran klinis berupa makula cokelat muda hingga cokelat tua pada daerah terpajan matahari, contohnya wajah dan leher
Lebih terperinciABSTRAK. GAMBARAN VALIDITAS INDEKS MENTZER DAN INDEKS SHINE & LAL PADA PENDERITA β-thallassemia MAYOR
ABSTRAK GAMBARAN VALIDITAS INDEKS MENTZER DAN INDEKS SHINE & LAL PADA PENDERITA β-thallassemia MAYOR Nathanael Andry Mianto, 2013 Pembimbing : dr. Christine Sugiarto, Sp.PK, dr. Adrian Suhendra, Sp.PK,
Lebih terperinciJumlah Kolonisasi Staphylococcus aureus dan IgE Spesifik terhadap Enterotoksin Staphylococcus aureus pada Dermatitis Atopik
Kolonisasi Staphylococcus aureus dan IgE Spesifik terhadap (Colonization of Staphylococcus aureus and Spesific IgE to Staphycoccus aureus Enterotoxin in Atopic Dermatitis) Nurul Fauzi, Sawitri, Saut Sahat
Lebih terperinciPREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA TINEA PEDIS PADA PEKERJA PABRIK TEKSTIL JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA TINEA PEDIS PADA PEKERJA PABRIK TEKSTIL JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan untuk memenuhi tugas dan persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas
Lebih terperinciPENGARUH HIGIENE SANITASI DENGAN KEJADIAN TINEA KRURIS PADA SANTRI LAKI-LAKI DI PESANTREN RHOUDLOTUL QURAN KAUMAN SEMARANG
PENGARUH HIGIENE SANITASI DENGAN KEJADIAN TINEA KRURIS PADA SANTRI LAKI-LAKI DI PESANTREN RHOUDLOTUL QURAN KAUMAN SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
Lebih terperinci19. Noble SL, Forbes RC, Stamm PL. Diagnosis and management of common tinea infection. Am Fam Phys [Internet].1998 [cited 2014 Mar 1]; 58(1):
DAFTAR PUSTAKA 1. Rheinlander T, Xuan T, Hoat. Hygiene and sanitation promotion strategies among ethnic minority communities in northern vietnam: a stakeholder analysis. Health Policy and Planning [Internet].2012
Lebih terperinciPROFIL DERMATITIS SEBOROIK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012
Jurnal e-clinic (ecl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015 PROFIL DERMATITIS SEBOROIK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2012 1 Ranita O. Terroe
Lebih terperinciKarakteristik Tinea Kruris dan/atau Tinea Korporis di RSUD Ciamis Jawa Barat
Karakteristik Tinea Kruris dan/atau Tinea Korporis di RSUD Ciamis Jawa Barat (Characteristic of Tinea Cruris and/or Tinea Corporis in Ciamis District Hospital, West Java) Wulan Yuwita, Lies Marlysa Ramali,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat masa awal kanak-kanak dimana distribusi lesi ini sesuai dengan
Lebih terperinciPerancangan Sistem Pakar Medis Untuk Kasus Dermatomikosis Superfisialis
Perancangan Sistem Pakar Medis Untuk Kasus Dermatomikosis Superfisialis Galang Prihadi Mahardhika, Izzati Muhimmah Magister Teknik Informatika Universitas islam Indonesia Jl. Kaliurang km 14 Yogyakarta
Lebih terperinciPROFIL VARISELA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012
PROFIL VARISELA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 1 Christa C. Sondakh 2 Renate T. Kandou 2 Grace M. Kapantow 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciUji Diagnostik Tinea Kruris dengan Polymerase Chain Reaction Restriction Fragmented Length Polymorphism
Uji Diagnostik Tinea Kruris dengan Polymerase Chain Reaction Restriction Fragmented Length Polymorphism (A Diagnostic Test of Tinea Cruris Using Polymerase Chain Reaction Restriction Fragmented Length
Lebih terperinciLinda Welly*, Dewi Sumaryani Soemarko**, Rusmawardiana***
Pengaruh Intervensi Edukasi dan Monitoring Personal Foot Hygiene terhadap Insiden Tinea Pedis pada Pekerja Pemakai Sepatu Boot di Pabrik Pengolahan Karet di Palembang Linda Welly*, Dewi Sumaryani Soemarko**,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross sectional study yang merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA KONSEP. Gambar 3.1: Kerangka konsep tentang pola kelainan kulit pada pasien AIDS.
BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep Dari kerangka pemikiran di atas dapat dibuat bagian kerangka konsep sebagai berikut: Pasien AIDS Pola Penyakit Kulit Gambar 3.1: Kerangka konsep tentang pola kelainan
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT STRES TERHADAP PENINGKATAN RISIKO TERJADINYA DERMATITIS ATOPIK PADA REMAJA DI SMP NEGERI 8 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN TINGKAT STRES TERHADAP PENINGKATAN RISIKO TERJADINYA DERMATITIS ATOPIK PADA REMAJA DI SMP NEGERI 8 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI GERRY NIM : I PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
NASKAH PUBLIKASI GAMBARAN DISTRIBUSI PENDERITA PENYAKIT TINEA IMBRIKATA BERDASARKAN KEADAAN SOSIODEMOGRAFI DAN KLINIS DI DESA TELUK PONGKAL KECAMATAN SOKAN KABUPATEN MELAWI PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN
Lebih terperinciAngka Kejadian Psoriasis Vulgaris di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode Agustus 2008 Juni 2012
Angka Kejadian Psoriasis Vulgaris di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode Agustus 2008 Juni 2012 Alyssa Amelia V.U 1, Athuf Thaha 2, Mutia Devi 2 1. Pendidikan
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE
ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE 2011 2013 Kasus kusta di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan Negara lain. Angka kejadian
Lebih terperinciProfil veruka vulgaris di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2013
Jurnal e-clinic (ecl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016 Profil veruka vulgaris di Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2013 1 Preisy G. I. Tampi 2 Ferra O. Mawu 2 Nurdjannah J. Niode 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dermatitis atopik. White Dermographism pertama kali dideskripsikan oleh Marey
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah White dermographism merupakan salah satu fitur yang dapat terjadi pada dermatitis atopik. White Dermographism pertama kali dideskripsikan oleh Marey pada tahun
Lebih terperinciPOLA PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN PADA ANAK DI BAWAH 14 TAHUN DI RS DR. MOEWARDI SURAKARTA
Artikel Asli POLA PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN PADA ANAK DI BAWAH 14 TAHUN DI RS DR. MOEWARDI SURAKARTA Ratih Pramuningtyas, KalistaYuniar, Suci Widhiati, Indah Julianto, Harijono Kariosentono Bagian/SMF
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit yang paling sering dikeluhkan oleh pasien. Urtikaria adalah suatu kelainan yang berbatas pada bagian
Lebih terperinciRIWAYAT ATOPI PADA PASIEN DENGAN KELUHAN GATAL DI POLI PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI
RIWAYAT ATOPI PADA PASIEN DENGAN KELUHAN GATAL DI POLI PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI Oleh: Shella Morina NRP. 1523012023 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS
Lebih terperinciRelationship between the Degree of Severity Atopic Dermatitis with Quality of Life Patiens in Abdul Moeloek Hospital Lampung
Relationship between the Degree of Severity Atopic Dermatitis with Quality of Life Patiens in Abdul Moeloek Hospital Lampung Archietobias MA, Sibero HT, Carolia N Medical Faculty of Lampung University
Lebih terperinciMODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS
MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS Modul Ilmu Kesehatan Kulit &Kelamin Diberikan Pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran UNHAS Disusun oleh dr. Asnawi Madjid, Sp.KK, MARS,
Lebih terperinciTINEA KORPORIS. Yara Egyptha Saraswati, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati
TINEA KORPORIS Yara Egyptha Saraswati, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati Bagian/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar ABSTRAK Tinea
Lebih terperinciUNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya
page 1 / 5 EDITORIAL BOARD empty page 2 / 5 Table of Contents No Title Page 1 The Differences between Lymphocyte Transformation Test with Drugs Patch Test in Drug Eruption Patients 2 Patch Test Patients
Lebih terperinciProfil Mikosis Superfisialis Pada Pasien Dermatologi Anak. (Profile of Superficial Mycoses in Pediatric Dermatology Patient)
Profil Mikosis Superfisialis Pada Pasien Dermatologi Anak (Profile of Superficial Mycoses in Pediatric Dermatology Patient) Maria Ulfa Sheilaadji, Iskandar Zulkarnain Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu
Lebih terperinci(Parker ink-koh stain, Chicago Sky Blue (CSB) stain, and Fungi Culture, for The Diagnosis of Superficial Dermatomycoses)
Pemeriksaan Pewarnaan Kalium Hidroksida (KOH) 20% + Tinta Parker TM Blue-Black, Chicago Sky Blue (CSB), dan Kultur Jamur pada (Parker ink-koh stain, Chicago Sky Blue (CSB) stain, and Fungi Culture, for
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR
ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR Almiya Khansa Putri, 2017 Pembimbing I : R. Amir Hamzah, dr., M.Kes., SpKK Pembimbing II: Dani, dr., M.Kes Dermatitis Atopik
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 3.2 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analisis
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI PUSKESMAS SUNGAI AYAK III KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010
ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI PUSKESMAS SUNGAI AYAK III KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010 Cheria Serafina, 2012. Pembimbing I: July Ivone, dr., M.KK., MPd.Ked. Pembimbing II : Adrian Suhendra, dr., SpPK.,
Lebih terperinciFitri Arofiati, Erna Rumila, Hubungan antara Peranan Perawat...
Fitri Arofiati, Erna Rumila, Hubungan antara Peranan Perawat... Hubungan antara Peranan Perawat dengan Sikap Perawat pada Pemberian Informed Consent Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pasien di RS PKU
Lebih terperinciJurnal ISSN
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 1, JANUARI 2015: 20-24 Jurnal ISSN 2406-7431 (DAHULU MAJALAH KEDOKTERAN SRWIJAYA) Daftar Isi Volume 2, No. 1, Januari 2015 Artikel Penelitian 1. Hubungan
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.
33 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Lingkup ilmu : Ilmu penyakit kulit dan kelamin Lingkup lokasi : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang Lingkup
Lebih terperinciPROFIL DERMATOMIKOSIS SUPERFISIAL PADA PEKERJA PABRIK TAHU DI DESA MABAR KECAMATAN MEDAN DELI
PROFIL DERMATOMIKOSIS SUPERFISIAL PADA PEKERJA PABRIK TAHU DI DESA MABAR KECAMATAN MEDAN DELI TESIS Oleh JAMALIYAH NIM 107105006 PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK SPESIALIS ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
Lebih terperinciHUBUNGAN RASIO PROTEIN KREATININ URIN SEWAKTU DENGAN PROGhIOSIS KE3ERHASILAN TERAPI HIPERTENSI PADA PREEKLAMPSIA
HUBUNGAN RASIO PROTEIN KREATININ URIN SEWAKTU DENGAN PROGhIOSIS KE3ERHASILAN Tesis Universitas Andalas *1 'Oleh ANDRI SYAHRIL ABIDIN -----...-.- No. CHS 16680 Pembimbing Dr, H. Pelsi Sulaini, SpOG (K)
Lebih terperinciUJI DIAGNOSTIK LEUKOSITURIA DAN BAKTERIURIA MIKROSKOPIS LANGSUNG SAMPEL URIN UNTUK MENDETEKSI INFEKSI SALURAN KEMIH
UJI DIAGNOSTIK LEUKOSITURIA DAN BAKTERIURIA MIKROSKOPIS LANGSUNG SAMPEL URIN UNTUK MENDETEKSI INFEKSI SALURAN KEMIH LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti
Lebih terperinciPERBANDINGAN UJI KEPEKAAN ITRAKONAZOL TERHADAP AGEN PENYEBAB DERMATOFITOSIS PADA KULIT GLABROUS DI MAKASSAR
PERBANDINGAN UJI KEPEKAAN ITRAKONAZOL TERHADAP AGEN PENYEBAB DERMATOFITOSIS PADA KULIT GLABROUS DI MAKASSAR THE COMPARISON OF SENSITIVITY TEST OF ITRACONAZOLE AGENT THE CAUSES OF DERMATOPHYTOSIS IN GLABROUS
Lebih terperinci