MODEL PENGEMBANGAN SISTEM PEMASARAN IKAN SEGAR DI KAWASAN MALUKU TENGAH YOLANDA MARLA TANIA NANGKAH APITULEY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL PENGEMBANGAN SISTEM PEMASARAN IKAN SEGAR DI KAWASAN MALUKU TENGAH YOLANDA MARLA TANIA NANGKAH APITULEY"

Transkripsi

1 MODEL PENGEMBANGAN SISTEM PEMASARAN IKAN SEGAR DI KAWASAN MALUKU TENGAH YOLANDA MARLA TANIA NANGKAH APITULEY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Model Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Agustus 2013 Yolanda Marla Tania Nangkah Apituley C

4

5 ABSTRACT YOLANDA MARLA TANIA NANGKAH APITULEY. Development Model of Fresh Fish Marketing System in the Region of Central Maluku. Supervised by EKO SRI WIYONO, MUSA HUBEIS and VICTOR P.H NIKIJULUW. Fishery products are perishable and its production centers scattered as well as far from the center of consumption. As seasonal is one of its characteristics while the consumption is relatively stable, it requires special treatment in marketing in order to maintain the quality. The study was carried out in May to October 2011 and located in some selected fresh fish markets in the Region of Central Maluku. The aims of this study were to: (1) analyze the fresh fish marketing, (2) analyze the integration degree of fresh fish markets, (3) develop some strategies and scenarios of fresh fish marketing, and (4) develop a model of fresh fish marketing system in the Region of Central Maluku. Data analysis methods for achieving the aims of this research were: Market Structure-Conduct-Performance analysis, Ravallion model and Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats analysis. The result indicated that market concentration (CR 4 ) was 34.44% and HHI value , implying that the fresh fish market structure was loose oligopoly and competitive relatively. Five fresh fish marketing channels in this area were (1) Fishermen Consumers, (2) Fishermen Retailers Consumers, (3) Fishermen Wholesalers Retailers Consumers, (4) Fishermen Wholesalers Cold Storage Retailers Consumers and (5) Fishermen Wholesalers Cold Storage Agents. The all marketing agencies in each channel conducted the functions of selling, risk, costing and market information. The retailers undertook the whole marketing function while others only some. The sellers strategies to attract buyers were reducing the selling price, adding one or two fish to the buyer, disposing the heads and entrails of fish (specifically for Rastrelliger sp), composing the fish on top of the bamboo or pieces of styrofoam (for Selaroides sp and Decapterus sp) and giving cut off services (especially for Katsuwonus pelamis and Thunnus sp and so on). Fishermen received a larger part in a short marketing channel, so the marketing margin was small. Instead, a long marketing channel could lead to the small revenue of the fishermen. The price of fish was fluctuated over time, however the fish price integrated only between markets of Binaya (District of Central Maluku) and Piru (District of Western Seram). Strategies offered to develop fresh fish marketing system are developing a friendly ecosystem of capture fisheries, developing handling and marketing infrastructures, increasing processors skills of handling and processing, enhancing the cooperation with financial institutions in providing capital and facilitating access of fishermen in order to get credit to expand their business, creating an institution that has mandate to stabilize fisheries products prices, integrating surveillance with local communities and prohibition of fish imports, and tightening the mechanism and function of supervision. Key words: fresh fish, marketing, price, region of Central Maluku

6

7 RINGKASAN YOLANDA MARLA TANIA NANGKAH APITULEY. Model Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO, MUSA HUBEIS dan VICTOR P.H NIKIJULUW. Produk perikanan bersifat mudah busuk dan rusak, serta sentra produksinya tersebar dan jauh dari pusat konsumsi. Sifatnya yang musiman sementara konsumsi yang relatif stabil sepanjang tahun, memerlukan perlakuan khusus dalam pemasaran untuk mempertahankan mutu dan keawetan ikan. Harga produk perikanan tergolong fluktuatif dengan rentang tingkat yang sangat lebar, menyulitkan prediksi usaha, baik dalam perhitungan rugi laba, maupun manajemen risiko. Tidak diaplikasikannya rantai dingin dalam proses penanganan produk pasca panen oleh nelayan juga menyebabkan rendahnya proses tawar menawarnya (bargaining position), sehingga cenderung memperoleh hasil yang tidak sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi, padahal pasar merupakan tujuan akhir dari suatu kegiatan perikanan. Agar kegiatan ini berkembang dengan baik, dibutuhkan berbagai persyaratan di antaranya adalah kegiatan tersebut harus efisien dan produk yang dihasilkan bermutu, serta mampu memanfaatkan peluang pasar yang ada. Kawasan Maluku Tengah (KMT) memiliki 169 pulau yang terbagi di lima (5) Kabupaten, yaitu Kabupaten Buru (termasuk Kabupaten Buru Selatan) 30 pulau, Maluku Tengah 42 pulau, Seram Bagian Barat 52 pulau dan Seram Bagian Timur 45 pulau. Letak pulau-pulau yang menyebar dengan sarana dan prasarana yang tidak memadai, seringkali mengakibatkan transportasi dari dan ke tempat tersebut rawan bencana. Kondisi seperti ini juga turut memengaruhi proses pemasaran produk perikanan tangkapan nelayan KMT, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya inefisiensi usaha dan berujung pada rendahnya tingkat penerimaan nelayan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Oktober 2011 dan berlokasi di beberapa pasar ikan di KMT. Tujuan penelitian ini menyusun strategi pengembangan pemasaran produk perikanan di KMT, yang dicapai melalui tahapan tujuan khusus : (1) Menganalisis sistem pemasaran ikan segar di KMT, (2) Menganalisis derajat integrasi pasar ikan segar di KMT, (3) Menyusun strategi pengembangan pemasaran ikan segar yang efisien di KMT. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dengan pendekatan sistem untuk menganalisis sistem pemasaran ikan segar di KMT. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya dan dilakukan terhadap pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan para birokrat yang berkepentingan dalam bidang pemasaran produk perikanan. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka terhadap penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya. Sistem pemasaran ikan segar dianalisis dengan Market Structure-Conduct-Performance Analysis. Derajat integrasi pasar ikan segar dianalisis dengan Ravallion Model dan strategi pengembangan pemasaran ikan segar diperoleh setelah melakukan analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT) kualitatif.

8 Hasil analisis menunjukkan rataan derajat konsentrasi pedagang pengumpul CR 4 sebesar %, yang artinya pasar ikan segar di KMT berbentuk oligopoli dan bersifat sangat terkonsentrasi serta kompetitif. Lima bentuk saluran pemasaran ikan segar di Kawasan tersebut adalah (1) Nelayan Konsumen, (2) Nelayan Pedagang Pengecer Konsumen, (3) Nelayan Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen, (4) Nelayan Pedagang Pengumpul Cold Storage Pedagang Pengecer Konsumen dan (5) Nelayan Pedagang Pengumpul Cold Storage Pedagang Besar. Seluruh lembaga pemasaran yang ada pada setiap saluran pemasaran ikan segar melakukan fungsi jual, risiko, biaya dan informasi pasar. Pedagang pengecer melakukan seluruh fungsi pemasaran yang ada, sementara lembaga pemasaran lainnya hanya melakukan sebagian. Strategi pedagang untuk menarik pembeli adalah : menurunkan harga jual, menambah satu, atau dua ekor ikan kepada pembeli, membersihkan ikan dengan cara membuang kepala dan isi perutnya (khusus untuk ikan sardin), menyusun ikan di atas belahan bambu atau potongan styrofoam dan memberikan layanan potong (khusus untuk ikan cakalang, tatihu dan sebagainya). Nelayan menerima bagian yang lebih besar apabila saluran pemasaran pendek, sebaliknya, saluran pemasaran yang panjang dapat mengakibatkan penerimaan nelayan menjadi kecil. Jenis ikan yang banyak muncul di pasar lokasi penelitian dilangsungkan pada bulan Mei Oktober 2011 adalah Cakalang, Madidihang, Selar, Layang, dan Tongkol dengan rataan harga per kg berturut-turut Rp18 833, Rp17 109, Rp17 046, Rp dan Rp Harga ikan di setiap pasar sangat berfluktuasi. Harga ikan di pasar Leihitu berada di bawah rataan harga ikan di pasar. Pasar-pasar di KMT hampir tidak ada yang terintegrasi, kecuali Pasar Binaya (Maluku Tengah) dengan pasar Piru (SBB). Jauh dekatnya jarak antar pasar tidak mempengaruhi keadaan integrasi pasar. Strategi yang ditawarkan dalam pengembangan sistem pemasaran ikan segar di KMT adalah : (a) Strategi Strengths Opportunities (SO) : pengembangan perikanan tangkap berwawasan lingkungan, pengembangan integrasi sarana dan prasarana pemasaran dan pengolahan, serta peningkatan keterampilan penanganan dan pengolahan ikan, (b) Strategi Weaknesses Opportunities (WO) : meningkatkan kerjasama dengan lembaga keuangan dalam menyediakan modal usaha dan memudahkan nelayan mengakses kredit agar dapat memperluas usahanya serta membentuk lembaga yang memiliki mandat untuk melaksanakan stabilisasi harga produk perikanan, (c) Strategi Strengths Threats (ST) : melakukan pengawasan terpadu dengan melibatkan masyarakat lokal serta pelarangan ikan impor, memperbaiki distribusi bahan baku dengan cara menyediakan sarana prasarana produksi, serta pemasaran produk perikanan, meningkatkan fungsi-fungsi lembaga pemasaran, mengetatkan mekanisme dan fungsi pengawasan, agar kehidupan nelayan tidak akan semakin terpuruk, dan (d) Strategi Weaknesses Threats (WT) : peningkatan kapasitas pengamanan laut, pelarangan penjualan ikan impor yang mengandung bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan tubuh, peningkatan sarana-prasarana produksi, serta pemasaran produk perikanan, pengetatan mekanisme dan fungsi pengawasan. Intervensi dan pengawasan Pemerintah terhadap fluktuasi harga ikan di KMT sangat diperlukan, agar tercipta kestabilan harga. Intervensi ini dapat dilakukan melalui pembentukan lembaga atau institusi yang dapat mengontrol fluktuasi harga dan ketersediaan produk di pasar. Fluktuasi harga produk

9 perikanan selain dipengaruhi oleh musim, juga sangat dipengaruhi oleh mutu produk itu sendiri. Oleh karena itu, Pemerintah bersama pihak swasta perlu mengupayakan pabrik-pabrik es pada sentra-sentra produksi, agar mutu produk tetap terjamin dan menyediakan cold storage di daerah pemasaran untuk mempermudah nelayan menjual produknya, serta pedagang dapat membeli ikan ketika musim susah ikan. Ketergantungan nelayan terhadap pedagang perantara harus dikurangi dengan cara pemberian bantuan finansial, terutama pada musim bukan ikan, agar posisi tawar nelayan dapat meningkat. Sebagai salah satu penentu terintegrasinya pasar, jaringan komunikasi perlu diperluas agar informasi pasar terjangkau ke seluruh lembaga pemasaran yang ada di pelosok Provinsi Maluku. Pembinaan dan pendampingan terhadap usaha pengolahan perikanan tradisional, agar jumlah ikan terbuang pada musim ikan dapat diminimalisir dan mutu produk olahan memiliki daya saing.

10

11 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

12

13 MODEL PENGEMBANGAN SISTEM PEMASARAN IKAN SEGAR DI KAWASAN MALUKU TENGAH YOLANDA MARLA TANIA NANGKAH APITULEY Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

14 Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, MSc. 2. Dr. Nimmi Zulbainarni, SPi, MSi. Penguji pada Ujian Terbuka : 1. J. Judith. Huliselan, PhD, MSc 2. Dr. Ir. Bambang Sayaka, MSc

15 HALAMANPENGESAHAN Judul Disertasi Nama NIM Model Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Yolanda Marla Tania Nangkah Apituley C Disetujui Komisi Pembimbing ri Wiyono, S.Pi, M.Si Ketua ~~~~- Prof. Dr. Ir. Musa Bubeis, MS, Dipl.lng, DEA Dr. Ir. ictor P.B. Nikijuluw, M.Sc Anggota Anggota Mengetahui Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Tanggal Ujian : 30 Mei 2013 Tanggal Lulus :2 0 MJ G2013

16 HALAMAN PENGESAHAN Judul Disertasi : Model Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Nama : Yolanda Marla Tania Nangkah Apituley NIM : C Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Ketua Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Anggota Dr. Ir. Victor P.H. Nikijuluw, M.Sc Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian : 30 Mei 2013 Tanggal Lulus :

17

18 PRAKATA Disertasi ini dapat terselesaikan dengan bantuan banyak pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Komisi Pembimbing yaitu Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si (Ketua), Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA (Anggota), Dr. Ir. Victor P.H Nikijuluw, M.Sc (Anggota) atas segala bimbingan dan arahan; 2. Pengelola Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT) IPB Bogor dan staf administrasinya; 3. Pimpinan Universitas Pattimura beserta jajarannya (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Program Studi Agribisnis Perikanan) yang telah memberi ijin dan rekomendasi tugas belajar; 4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas beasiswa BPPS, Sandwich-like 2012 dan Bantuan Penyelesaian Studi; 5. Pemerintah Provinsi Maluku, Proyek COREMAP II, Yayasan Dana Beasiswa Maluku (YDBM) dan Support for Economic Analysis Development in Indonesia (SEADI) atas dana bantuan penelitian; 6. Staf dosen dan teman-teman mahasiswa Pascasarjana Mayor SPT IPB Bogor angkatan 2009; 7. Jovita Anaktototy, Ricardo Putileihalat, Feggy Binnendyk, Saadiah Siun, Rosi Harsono, Juleha dan Junet Reawaruw yang telah membantu dalam pengumpulan data di lapangan; 8. Pengelola Pasar di setiap lokasi penelitian di Kawasan Maluku Tengah yang telah membantu seluruh kebutuhan penelitian; 9. Dionisius Bawole, Claudia Bernadette Bawole dan Arthur Julio Bawole atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya. Semoga Disertasi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam upaya pengembangan pemasaran ikan segar di Indonesia. Bogor, Agustus 2013 Yolanda Marla Tania Nangkah Apituley

19

20 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangkadjene pada tanggal 17 Agustus 1967 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan W.A Nangkah (Almarhum) dan C.J Apituley (Almarhumah). Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi Manado dan lulus pada tahun Pada tahun 1998, penulis diterima di Department of Agriculture and Rural Development, The University of Western Sydney-Hawkesbury, Australia dan menamatkannya pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor di Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2009 dengan beasiswa yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Penulis bekerja di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon sejak tahun 1992 dengan bidang penelitian sosial ekonomi perikanan. Karya ilmiah yang terkait dengan Disertasi ini diterbitkan pada jurnal Ichthyos Vol 12 No 2 bulan Juli 2013 dengan judul Analisis Struktur Pasar Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah. Artikel lainnya berjudul Pendekatan Fungsional dan Institusional Dalam Analisis Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah diterbitkan pada Buletin PSP Volume XXI, No.1 April 2013.

21

22 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Batasan Masalah 1.4 Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian. 1.6 Kerangka Pikir Penelitian Ruang Lingkup Kebaruan TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Pemasaran Bentuk-Bentuk Pasar Tingkatan Pasar Fungsi-Fungsi Pemasaran Permintaan dan Penawaran Pasar Serta Faktor-Faktor Berpengaruh Permintaan Pasar dan Faktor-Faktor Berpengaruh Penawaran Pasar dan Faktor-Faktor Berpengaruh Hukum Harga dan Keseimbangan Pasar Paradigma Sistem Sistem Perikanan Sumber daya Ikan dan Karakteristiknya Usaha Perikanan Tangkap Sifat dan Karakteristik Ikan Segar, serta Implikasinya dalam Pemasaran Analisis Market Structure-Conduct-Performance Market Structure Market Conduct Market Performance. 2.7 Konsep Integrasi Pasar Integrasi Pasar Spasial dan Faktor Penyebabnya Analisis Integrasi Pasar 2.8 Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats 2.9 Pengertian dan Jenis Model 3 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan Data. 3.3 Pengolahan dan Analisis Data Analisis Structure-Conduct-Performance..... xxiii xxv xxvi

23 3.3.2Analisis Integrasi Pasar Analisis SWOT.. 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis Kota Ambon Kawasan Maluku Tengah. 4.2 Kondisi Perikanan Tangkap Jumlah Nelayan dan Rumah Tangga Nelayan Jenis dan Jumlah Alat Tangkap Ikan Jenis, Volume dan Nilai Produksi Ikan Yang Sering Tertangkap di Perairan Kawasan Maluku Tengah 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Gambaran Umum Pasar di Kawasan Maluku Tengah Analisis Struktur Pasar Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Derajat Konsentrasi Pedagang Pengumpul Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Analisis Perilaku Pasar Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Analisis Keragaan Pasar Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah 5.2 Analisis Fisherman s Share Integrasi Pasar Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Jenis Ikan yang Dominan Dijual di Pasar di Kawasan Maluku Tengah Dinamika Harga Ikan Segar Tingkat Integrasi Pasar Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah. 5.4 Analisis Faktor Pembentukkan Harga Ikan Segar. 5.5 Strategi Pengembangan Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Model Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Implikasi Penelitian SIMPULAN DAN SARAN..... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN

24 DAFTAR TABEL Halaman 1 Produksi perikanan dan kelautan di Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku... 2 Penduduk Provinsi Maluku dirinci menurut Kabupaten/Kota... 3 Studi terdahulu tentang sistem pemasaran produk pertanian/ perikanan. 4 Studi terdahulu tentang integrasi pasar produk pertanian.. 5 Interaksi pemasaran perikanan dengan pengembangan ekonomi.. 6 Tipe Pasar, kondisi utama dan pengertiannya Kriteria CR 4 yang digunakan dalam penelitian.. 8 Modifikasi kriteria dan pengertian Ravallion test... 9 Ringkasan tujuan yang ingin dicapai, alat analisis yang dipakai dan output yang diharapkan dalam penelitian.. 10 Keadaan wilayah administrasi Kota Ambon per kecamatan.. 11 Letak geografis dan batas wilayah Kota Ambon dan Kawasan Maluku Tengah.. 12 Potensi dan produksi perikanan tangkap Kota Ambon dan Kawasan Maluku Tengah Tahun Jumlah nelayan dan rumah tangga perikanan di Kota Ambon dan Kawasan Maluku Tengah Tahun Jenis dan jumlah alat tangkap yang umum digunakan di Kawasan Maluku Tengah Jenis, Volume dan Nilai Produksi Ikan Segar yang Banyak Tertangkap di Perairan Kawasan Maluku Tengah.. 16 Kelompok umur pedagang pengumpul dan pedagang pengecer ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Tingkat pendidikan pedagang pengumpul dan pedagang pengecer Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Pengalaman usaha pedagang pengumpul dan pedagang pengecer ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Cumulative Ratio volume penjualan ikan oleh pedagang pengumpul di Pasar Kawasan Maluku Tengah Indeks Hirchman-Herfindahl selama periode penelitian Karakteristik, Kelebihan dan Kekurangan Setiap Jenis Saluran Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah

25 22 Fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran ikan segar Perhitungan margin pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Fisherman s share pemasaran ikan segar.. 25 Hasil analisis pengujian integrasi pasar dengan Pasar Mardika sebagai acuan Hasil analisis pengujian integrasi pasar dengan Pasar Binaya sebagai acuan Rangkuman hasil pengujian integrasi pasar ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Analisis Faktor Internal dan Eksternal Analisis SWOT kualitatif pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah

26 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pikir penelitian Kurva permintaan. 3 Kurva penawaran.. 4 Keseimbangan pasar. 5 Komponen utama sistem perikanan.. 6 Diagram analisis SWOT... 7 Diagram alir penyelesaian masalah.. 8 Rekapitulasi volume penjualan pedagang pengumpul ikan segar di pasar Kawasan Maluku Tengah selama periode pengamatan.. 9 Cumulative Ratio volume penjualan ikan dari empat pedagang pengumpul pertama di pasar Kawasan Maluku Tengah.. 10 Saluran pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Tumpukkan ikan yang masih utuh, maupun yang telah dikeluarkan kepala dan isi perutnya. 12 Tumpukkan ikan yang disusun dengan menggunakan potongan bambu Tiga jenis ikan dominan yang dijual di beberapa pasar di beberapa pasar di Kawasan Maluku Tengah pada bulan Mei hingga September Fluktuasi harga ikan di beberapa pasar di Kawasan Maluku Tengah pada bulan Mei hingga September Diagram Grand Strategy Berdasarkan Kondisi Pemasaran Ikan Segar di Maluku Tengah 16 Model konseptual pengembangan sistem pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah

27

28 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Provinsi Maluku 2a 2b Lokasi Penelitian di Pulau Ambon... Lokasi Penelitian di Pulau Seram. 3 Jenis ikan yang paling banyak muncul dan rataan harganya di pasar ikan segar di Kawasan Maluku Tengah... 4 Rataan harga ikan segar di pasar Kawasan Maluku Tengah 5 Analisis Regresi Linier Pasar Passo-Mardika... 6 Analisis Regresi Linier Pasar Salahutu-Mardika.. 7 Analisis Regresi Linier Pasar Leihitu-Mardika. 8 Analisis Regresi Linier Pasar Leihitu Mardika.. 9 Analisis Regresi Linier Pasar Binaya Mardika.. 10 Analisis Regresi Linier Pasar Bula Mardika.. 11 Analisis Regresi Linier Pasar Salahutu Binaya.. 12 Analisis Regresi Linier Pasar Leihitu Binaya. 13 Analisis Regresi Linier Pasar Piru Binaya. 14 Analisis Regresi Linier Pasar Bula Binaya 15 Data volume penjualan (kg/hari) pedagang pengumpul selama periode penelitian. 16 Biaya pemasaran dan keuntungan pedagang pengumpul. 17 Data umum pedagang pengumpul ikan segar di Kawasan Maluku Tengah.. 18 Data umum pedagang pengecer ikan segar di Kawasan Maluku Tengah.. 19 Rataan volume penjualan ikan oleh pedagang pengumpul.. 20 Volume penjualan pedagang pengumpul disusun dari yang terbesar ke terkecil. 21 Perhitungan Cumulative Ratio.. 22 Dokumentasi

29

30 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu provinsi kepulauan di Indonesia, Maluku memiliki pulau dengan luas wilayah km 2 yang terdiri dari km 2 (93.5%) wilayah perairan dan km 2 (6.5%) wilayah daratan. Luas perairan Maluku yang 12.3 kali daratannya memiliki potensi sumber daya perikanan ton/tahun sesuai dengan hasil kajian Badan Riset Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun Potensi yang terdiri dari pelagis, demersal dan biota laut lainnya ini, sudah seharusnya dieksploitasi secara optimal bagi kesejahteraan rakyat Indonesia, khususnya masyarakat Maluku. Dilihat dari besarnya potensi yang tersedia, maka untuk tahun 2008 telah dimanfaatkan ton (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku 2009). Eksistensi perairan laut di Maluku memposisikan sektor perikanan dan kelautan sejak dahulu sebagai leading sector dalam pembangunan daerah ini. Dengan demikian, sumber-sumber ekonomi baru di bidang perikanan dan kelautan dengan nilai tambah dan daya saing yang tinggi harus selalu dikembangkan, agar mampu bersaing di pasar domestik dan global. Sebagai salah satu aset daerah, sumber daya perikanan harus dimanfaatkan secara bijaksana bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan dan sekaligus menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya sesuai amanat Undang Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Barani (2003) menyatakan bahwa amanat pemanfaatan tersebut telah diperluas dalam tujuan pengelolaan perikanan untuk meningkatkan kontribusi sub-sektor perikanan tangkap terhadap pembangunan perekonomian nasional, terutama untuk membantu mengatasi krisis ekonomi bangsa dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, penerimaan devisa dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari

31 2 tahun ke tahun. Permintaan ikan yang meningkat tentunya memiliki makna positif bagi pengembangan usaha perikanan, terlebih bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang memiliki perairan yang cukup luas, sehingga berpotensi baik untuk pengembangan perikanan tangkap maupun budidaya. Provinsi-provinsi kepulauan yang ada di Indonesiapun semakin berlomba untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi perikanan yang dimilikinya. Hal ini seiring dengan kebijakan Pemerintah di sektor kelautan dan perikanan yang ditujukan untuk pencapaian tujuan Pembangunan Nasional yang dipopulerkan melalui terminologi Pro Job, Pro Poor, Pro Growth dan Pro Environment. Kawasan Maluku Tengah merupakan bagian dari Provinsi Maluku, yang meliputi lima kabupaten, Kabupaten Maluku Tengah dengan ibukota Masohi, Kabupaten Seram Bagian Barat dengan ibukota Piru, Kabupaten Seram Bagian Timur dengan ibukota Bula, Kabupaten Buru dengan ibukota Namlea dan Kabupaten Buru Selatan dengan ibukota Namrole. Pada awalnya empat kabupaten terakhir berada pada Kabupaten Maluku Tengah, yang kemudian dimekarkan secara berturut-turut sebagai berikut, Kabupaten Buru berdasarkan Undang- Undang No. 46 tahun 1999 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang No. 6 tahun 2000, Kabupaten Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur berdasarkan Undang-Undang No. 40 tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 dan Kabupaten Buru Selatan berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2008 tanggal 21 Juli Dimekarkannya daerah-daerah ini, berdampak pada kebutuhan informasi tentang daerah-daerah tersebut yang harus dianalisis secara mendalam dan terintegrasi agar dihasilkan suatu kajian yang validitas dan reliabilitasnya tertanggungjawab, sehingga pemanfaatan sumber daya dapat dilakukan secara bijaksana bagi generasi sekarang dan mendatang. Sebagai suatu Kawasan yang dekat dengan kota Ambon, Kawasan Maluku Tengah merupakan salah satu daerah pemasok ikan segar dan produk perikanan lainnya bagi masyarakat kota Ambon. Leihitu dan Salahutu adalah dua kecamatan di Kabupaten Maluku Tengah yang secara geografis terletak di Pulau Ambon dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, sedangkan Kabupaten Maluku Tengah sendiri terletak di Pulau Seram. Kedua kecamatan ini juga sangat dikenal sebagai daerah produsen ikan segar di kota Ambon.

32 3 Produksi perikanan dan kelautan di Kawasan Maluku Tengah yang merupakan agregat dari kelima kabupaten di atas pada tahun 2009 adalah ton atau % dari total produksi perikanan di Provinsi Maluku dan meningkat menjadi ton atau % pada tahun 2010 (Tabel 1). Produksi perikanan pada tahun 2010 di Provinsi Maluku meningkat hampir dua kali dibandingkan tahun 2009, sementara peningkatan produksi perikanan di masing-masing Kabupaten yang ada di Kawasan Maluku Tengah beragam. Nilai produksi perikanan dan kelautanpun meningkat dari Rp pada tahun 2009 menjadi Rp di tahun 2010 (Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, 2010). Produk perikanan tersebut biasanya dijual selain dalam bentuk segar dan beku, juga dalam bentuk olahan seperti ikan asap, abon, ikan asin, bakasang dan lainnya, serta dipasarkan ke pasar lokal, pasar sentral di kota Ambon dan antar pulau (Papua dan Surabaya). Tabel 1 Produksi perikanan dan kelautan di Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Kabupaten/ Produksi Perikanan (Ton) No Kota 2007 (%) 2008 (%) 2009 (%) 2010 (%) 1 Ambon Maluku Tengah Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Maluku Tenggara Maluku Tenggara Barat Buru Kepulauan Aru Maluku Barat Daya * * * * Tual ** ** ** ** Buru Selatan *** *** *** *** *** *** Sumber : Total BPS Maluku (2008); Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku (2008, 2009, 2010). *) Tergabung dengan Kab. Maluku Tenggara Barat **) Tergabung dengan Kab. Maluku Tenggara ***) Tergabung dengan Kab. Buru

33 4 Jumlah penduduk di Kawasan Maluku Tengah pada tahun 2009 adalah jiwa dan mengalami peningkatan menjadi jiwa pada tahun 2010 (BPS 2010). Walau jumlah penduduk di Kabupaten Maluku Tengah merupakan yang tertinggi di antara seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Maluku (Tabel 2), namun kapasitas pasar lokal di Kawasan Maluku Tengah yang merupakan agregat dari kelima kabupaten, sangatlah kecil bila dibandingkan dengan data produksi yang tersedia. Tabel 2 Penduduk Provinsi Maluku dirinci menurut Kabupaten/Kota No Kabupaten/ Kota 1 Maluku Tenggara Barat 2 Maluku Barat Daya 3 Maluku Tenggara TAHUN 2007 % 2008 % 2009 % 2010 % * * Maluku Tengah Buru Buru Selatan ** ** Kepulauan Aru Seram Bagian Barat 9 Seram Bagian Timur Ambon Tual *** *** Total Sumber : BPS Maluku (2009, 2010, 2011). *) Tergabung dengan Kab. Maluku Tenggara Barat **) Tergabung dengan Kab. Buru ***) Tergabung dengan Kab. Maluku Tenggara Data yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia (2009) menunjukkan bahwa tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia pada tahun 2008 adalah kg/kapita. Konsumsi ikan terbanyak dilakukan oleh masyarakat Maluku, yaitu kg/kapita atau gr/kapita/hari. Jumlah ini meningkat dari kg/kapita atau gr/kapita/hari pada tahun Dengan jumlah penduduk seperti pada Tabel 2, maka kemampuan serap pasar lokal akan produk perikanan pada masing-masing kabupaten yang ada di Kawasan Maluku Tengah pada tahun 2010 adalah Kabupaten Maluku Tengah ton,

34 5 Kabupaten Seram Bagian Barat ton, Kabupaten Seram Bagian Timur ton dan Kabupaten Buru ton dan Buru Selatan ton. Total konsumsi ikan pada masyarakat di Kawasan Maluku Tengah pada tahun 2010 sebanyak ton, sementara total produksi perikanan di kawasan ini pada tahun yang sama adalah ton. Tidak sebandingnya produksi dengan konsumsi ikan oleh masyarakat di Kawasan Maluku Tengah mengakibatkan perlu dipikirkan suatu sistem pemasaran produk perikanan yang lebih baik dan adil, di dalam, ataupun keluar Kawasan tersebut. Dalam konsep pemasaran dewasa ini, pasar tidak lagi ditempatkan pada urutan akhir melainkan terdepan, berarti tujuan akhir dari suatu kegiatan perikanan adalah pasar, atau konsumen. Agar kegiatan ini berkembang dengan baik, dibutuhkan berbagai persyaratan yang di antaranya adalah kegiatan tersebut harus efisien dan produk yang dihasilkan bermutu, serta mampu memanfaatkan peluang pasar yang ada. Sifat dan ciri khas produk perikanan yang musiman, mengakibatkan harga ikan jatuh ketika pada musim ikan dan sebaliknya. Kondisi ini diperparah dengan sifatnya yang juga cepat, atau mudah rusak, sehingga membutuhkan usaha, atau perawatan khusus guna mempertahankan mutu selama proses pemasaran, yang sudah pasti memerlukan biaya tambahan dan pada akhirnya meninggikan biaya pemasaran. Dalam operasi penangkapan ikan, banyak nelayan di Kawasan Maluku Tengah tidak mengaplikasikan rantai dingin, karena tidak tersedianya pabrik es di Kawasan tersebut dan andaikan tersedia es, harganya pasti mahal. Padahal, agar memperoleh harga yang sepadan dengan risiko yang dihadapi dalam pekerjaannya, nelayan harus menerapkan rantai dingin dalam melakukan operasi penangkapan di laut. Kawasan Maluku Tengah memiliki 169 pulau yang terbagi di lima (5) Kabupaten, yaitu Kabupaten Buru (termasuk Kabupaten Buru Selatan) 30 pulau, Maluku Tengah 42 pulau, Seram Bagian Barat 52 pulau dan Seram Bagian Timur 45 pulau (Pemerintah Provinsi Maluku 2007). Letak pulau-pulau yang menyebar dengan sarana dan prasarana yang tidak memadai, seringkali mengakibatkan transportasi dari dan ke tempat tersebut rawan bencana. Kondisi seperti ini juga turut memengaruhi proses pemasaran produk perikanan tangkapan nelayan

35 6 Kawasan Maluku Tengah, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya inefisiensi usaha dan berujung pada rendahnya tingkat penerimaan nelayan. Sebagai ibukota Provinsi Maluku, kota Ambon selain merupakan pusat administrasi Pemerintahan Daerah, juga adalah pusat perekonomian Provinsi. Letaknya di Pulau Ambon dan dengan adanya pelabuhan laut, maupun udara mengakibatkan kota Ambon dianggap strategik menghubungkan Kabupaten- Kabupaten lain di Provinsi Maluku maupun Provinsi Maluku dengan Provinsi- Provinsi lainnya di Indonesia. Jumlah penduduk yang banyak dengan daya beli yang tinggi menyebabkan Ambon merupakan pasar potensial di Provinsi Maluku. Harga-harga produk di pasar Mardika yang adalah pasar sentral di Kota Ambonpun sering digunakan sebagai acuan dalam penetapan harga produk yang sama di Kota dan Kabupaten lainnya yang ada di Provinsi Maluku. Oleh sebab itu, selain dilakukan di Kawasan Maluku Tengah, penelitian ini juga dilakukan di Kota Ambon untuk melihat seberapa besar derajat integrasi antara pasar ikan di Kota Ambon dengan pasar-pasar lainnya di Kawasan Maluku Tengah. 1.2 Perumusan Masalah Produk perikanan yang dihasilkan nelayan umumnya bersifat mudah busuk dan rusak, sementara pada sisi lain, sentra produksinya tersebar dan jauh dari pusat konsumsi. Sifatnya yang musiman dan bulky (memakan banyak tempat dan berat) serta mudah rusak, sementara konsumsi relatif stabil sepanjang tahun, memerlukan perlakuan khusus dalam pemasaran untuk mempertahankan mutu dan keawetan ikan. Perlakuan khusus ini merupakan salah satu fungsi pemasaran yang ditujukan untuk meningkatkan nilai ekonomi dari produk perikanan. Peningkatan nilai ekonomi dari produk perikanan dapat dilakukan melalui peningkatan efisiensi dalam sistem pemasarannya. Sementara inefisiensi dalam pemasaran mengakibatkan rendahnya harga yang diterima nelayan, serta tingginya margin pemasaran. Harga produk perikanan tergolong fluktuatif dengan rentang tingkat yang sangat lebar, menyulitkan prediksi usaha, baik dalam perhitungan rugi laba maupun manajemen risiko. Pada waktu tertentu, seperti pada musim panen dan hujan, harga produk perikanan bisa sangat rendah namun pada saat yang lain bisa

36 7 sangat tinggi.tidak diaplikasikannya rantai dingin dalam proses penanganan produk pasca panen oleh nelayan juga menyebabkan rendahnya proses tawar menawarnya (bargaining position), sehingga cenderung memperoleh hasil yang tidak sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi. Harga yang demikian seringkali hanya menguntungkan para pedagang tertentu yang bersifat sebagai perantara para nelayan, yang juga sebagai produsen dengan konsumen, karena mampu mengelola stock secara baik dan cermat. Aksesibilitas nelayan pada teknologi, informasi dan pasar yang sangat lemah, mengakibatkan nelayan tidak memperoleh informasi pasar secara luas dari beragam sumber. Apalagi jika pusat-pusat produksi berada di pulau-pulau kecil yang memiliki keterbatasan sarana transportasi, seperti di Kawasan Maluku Tengah. Biaya transaksi produk menjadi tinggi, sehingga nelayan cenderung memasarkan hasil tangkapannya di pasar yang dapat dijangkau dengan biaya yang rendah. Sulitnya akses untuk memperoleh uang guna memperluas usaha, atau kebutuhan sehari-hari di musim paceklik mengakibatkan nelayan terjerat hutang pada rentenir yang juga adalah pedagang perantara dan hal ini turut menunjang nelayan untuk terperangkap dalam kondisi penerimaan hasil yang rendah. Hal di atas merupakan kenyataan yang biasa dijumpai dalam pemasaran produk perikanan. Hambatan-hambatan tersebut dapat menyebabkan inefisiensi usaha, yang pada akhirnya bermuara pada rendahnya tingkat pendapatan nelayan. Padahal interaksi kegiatan perekonomian dunia sudah semakin terbuka lebar dalam bersaing merebut pangsa-pangsa pasar baru. Globalisasi perdagangan telah menjadikan pasar domestik menjadi bagian dari pasar dunia, yang jika tidak disikapi dengan sigap akan mengakibatkan kebutuhan pangsa pasar domestik diisi oleh produk-produk impor yang lebih kompetitif. Integrasi pasar merupakan isu penting dalam pemasaran karena dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mempengaruhi perubahan struktur pasar, dan memperluas lokasi aktivitas ekonomi. Bagi para pengambil keputusan, integrasi pasar dapat memaksimalkan kesempatan ekonomi dan meminimalkan konflik, sementara konsumen dimungkinkan memperoleh barang pada tingkat harga yang paling rendah.

37 8 Pasar yang berfungsi baik, biasanya merupakan mekanisme yang efisien untuk mengalokasikan sumber daya antara penggunaan dan jangka waktu. Sebaliknya, banyak penggunaan tidak efisien terhadap sumber daya alam (SDA) dan lingkungan bisa dilacak dari pasar yang terdistorsi, malfungsi atau bahkan tidak ada. Hal ini disebabkan oleh harga-harga pada pasar tersebut tidak mencerminkan harga dan biaya sosial yang sebenarnya dari penggunaan sebuah sumber daya (Muhammad, 2011). Selanjutnya dikatakan bahwa, beberapa penyebab kegagalan pasar yang bukan hanya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan pelaku-pelaku pasar namun juga penggunaan dan manajemen sumber daya adalah : (1) sumberdaya tidak diberi harga, pasar yang tipis atau bahkan tidak ada, (2) tingginya biaya transaksi yang mencakup biaya negosiasi informasi, monitoring dan penyelenggaraan sehingga menghalangi pertukaran, (3) ketidaksempurnaan pasar, khususnya kurangnya kompetisi dalam bentuk monopoli lokal, oligopoli dan pasar yang tersegmentasi. Kunci utama dalam pendekatan sistem, semua komponen adalah sama penting atau sama diperlukan. Karenanya, fungsi utama sistem pemasaran produk perikanan yang baik antara lain adalah untuk memberikan nelayan sebagai subyek, atau pelaku ekonomi suatu tingkat harga yang sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi, baik karena risiko teknis seperti faktor alam maupun risiko pasar, juga untuk memberikan tingkat harga yang sepadan bagi konsumen sesuai mutu produk yang diterimanya tanpa melupakan arti dan peran penting lembaga yang terkait dalam proses pemasaran produk perikanan tersebut. Dengan melihat kenyataan di atas, maka beberapa masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah sistem pemasaran ikan segar yang berlaku di Kabupatenkabupaten yang berada di Kawasan Maluku Tengah? 2. Adakah keterkaitan harga ikan segar antar pasar di tingkat Kabupaten yang terdapat di Kawasan tersebut serta pasar-pasar tersebut dengan pasar di kota Ambon? 3. Bagaimanakah strategi yang tepat dalam mengembangkan pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah, agar efisiensi usaha dapat tercapai?

38 9 4. Bagaimanakah model pengembangan sistem pemasaran ikan segar yang efisien di Kawasan Maluku Tengah? 1.3 Batasan Masalah Untuk menghindari perbedaan penafsiran terhadap konsep-konsep yang terdapat dalam penelitian ini, maka dilakukan pembatasan masalah berikut: 1. Ikan segar adalah hasil tangkapan nelayan yang masih segar dan/atau belum mengalami perubahan bentuk. Dalam penelitian ini, ikan segar hanya dinilai berdasarkan sensori (warna kulit terang dan cerah, mata jernih dan cembung, daging bila ditekan kembali ke posisi semula, sisik melekat kuat dan mengkilat, insang berwarna merah dan tidak berbau busuk). 2. Pemasaran ikan segar adalah saluran distribusi ikan segar yang dimulai dari nelayan hingga ke konsumen akhir. Kesegaran ikan hanya dipertahankan dengan cara memberi es selama proses distribusi maupun pemasaran. 3 Pedagang pengumpul adalah pedagang yang mengumpulkan suatu produk (hingga kuota tertentu) dari beberapa produsen dan menjual produk tersebut kepada pedagang pengecer atau ke Cold Storage. 3. Pedagang pengecer adalah pedagang yang menjual barang langsung ke tangan pemakai akhir, atau konsumen dengan jumlah satuan atau eceran. 4. Lembaga pemasaran adalah setiap komponen yang terlibat dalam saluran pemasaran suatu produk dan berfungsi memudahkan konsumen menerima produk tersebut dari produsen. 5. Kawasan Maluku Tengah adalah suatu Kawasan di Provinsi Maluku, terdiri atas Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Bagian Timur. Pasar Mardika dan Passo yang ada di Kota Ambon diikutsertakan dalam penelitian ini, selain karena dianggap sebagai suatu pasar potensial, ikan segar dari Kawasan ini banyak didistribusikan ke kedua pasar tersebut. 6. Pasar acuan adalah pasar pada tingkat lebih tinggi dari pasar pengikut. Pasar ini ditandai dengan lebih banyak jumlah perdagangan dan volume

39 10 barang yang diperdagangkan, apabila dibandingkan dengan pasar-pasar di sekitarnya. Dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai pasar acuan adalah pasar Mardika di Kota Ambon dan pasar Binaya di Kabupaten Maluku Tengah. 7. Pasar pengikut adalah pasar yang berada di bawah pasar acuan dan cenderung mengikuti harga yang ditetapkan di pasar acuan. Dalam penelitian ini, ketika pasar Mardika dijadikan pasar acuan, maka pasar Passo, Salahutu, Leihitu, Piru, Binaya dan Bula adalah pasar pengikut. Ketika pasar Binaya ditetapkan sebagai pasar acuan, maka pasar Salahutu, Leihitu, Piru dan Binaya merupakan pasar pengikut. 8. Harga adalah nilai dari produk yang dijual produsen (nelayan dan pedagang) dan yang bersedia dibayar oleh konsumen. 9. Harga ikan yang digunakan adalah harga rata-rata tiga (3) jenis ikan yang dominan dijual di pasar tempat penelitian dilakukan pada setiap hari. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini menyusun model pengembangan sistem pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah. Tujuan tersebut dicapai melalui tahapan tujuan khusus berikut : 1. Menganalisis sistem pemasaran ikan segardi Kawasan Maluku Tengah 2. Menganalisis derajat integrasi pasar ikan segar di Kawasan Maluku Tengah berbasis efisiensi spasial dan temporal. 3. Menyusun strategi pengembangan pemasaran ikan segar yang efisien di Kawasan Maluku Tengah. 4. Menyusun model pengembangan sistem pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi kepada : 1. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) maupun Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku, Dinas Perikanan

40 11 dan Kelautan Tingkat Kabupaten yang ada di Kawasan Maluku Tengah (Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur) serta Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ambon sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pengembangan pemasaran sektor perikanan di masa mendatang. 2. Pelaku usaha perikanan tangkap mulai dari produsen hingga konsumen dalam upaya peningkatan kinerja usaha perikanan. 3. Peneliti dan akademisi, sebagai bahan referensi bagi kajian lanjutan tentang pemasaran produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah. 1.6 Kerangka Pikir Penelitian Dengan sejumlah karakteristik yang melekat dan mutlak dipertimbangkan, maka pemasaran produk perikanan haruslah ditangani dengan sebaik mungkin. Itu berarti bahwa pengembangan pemasaran perikanan harus diarahkan untuk menciptakan suatu sistem yang serasi dan terpadu dengan keterkaitan yang erat antara berbagai subsistemnya, agar arah atau sasaran dan upaya peningkatan efisiensi pemasaran dapat dilakukan. Lemahnya posisi tawar nelayan mengakibatkan para pedagang sering mempunyai akses keuntungan yang lebih dari keuntungan normal (normal profit). Padahal kondisi seperti ini tidaklah dibenarkan dalam dunia pemasaran, karena pembagian keuntungan dari harga produk yang dibayarkan konsumen tidaklah terdistribusi dengan adil. Oleh karena itu, menciptakan sistem pemasaran produk perikanan yang efisien dari sudut ketepatan waktu (utility of time), ketepatan lokasi (utility of place), ketepatan jenis dan mutu produk yang dibutuhkan oleh konsumen (utility of form) adalah penting. Untuk mencapai model pengembangan pemasaran produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah yang efisien dan efektif, diperlukan analisis karakteristik nelayan di Kawasan Maluku Tengah dan keragaan usaha tangkap yang dilakukan, kondisi pemasaran produk perikanan di Kawasan tersebut yang berlaku pada saat ini (existing). Gambaran kondisi saat ini direpresentasikan dengan analisis sistem dan kondisi pemasaran produk perikanan yang sedang berlaku di Kawasan tersebut, untuk kemudian dibandingkan dengan teori ekonomi

41 12 pasar yang ada. Hasil dari perbandingan tersebut dijabarkan dalam analisis Strengths Weaknesses Opportunities Threats (SWOT) untuk selanjutnya dihasilkan konsep strategi pengembangan sistem pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah. Secara skematis kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar Ruang Lingkup Kebaruan Kondisi geografis, sifat dan karakteristik produk perikanan serta keterbatasan sarana dan prasarana pemasaran produk perikanan di Provinsi Maluku mengakibatkan sistem pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah lebih ditekankan pada kebutuhan pasar lokal di Kabupaten-Kabupaten di Kawasan tersebut. Padahal ketidakseimbangan jumlah produksi dan konsumsi perikanan di tiap Kabupaten di Kawasan Maluku Tengah, menuntut adanya suatu sistem pemasaran terintegrasi, agar ketersediaan produk secara kuantitas terjaga dengan mutu lebih baik, yang nantinya bermuara pada terciptanya keadilan dalam sistem pemasaran. Untuk menelaah kondisi tersebut, maka digunakan pendekatan Structure (S) Conduct (C) Performance (P) sebagai kerangka penguji faktor daya kompetitif dari pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah baik secara struktur tradisional maupun efisiensi. Efisiensi adalah kunci utama suksesnya kegiatan pemasaran. Efisiensi tercapai, apabila masing-masing pihak yang terlibat dalam pemasaran setuju dan responsif terhadap harga yang berlaku. Integrasi, atau keterpaduan pasar merupakan indikator efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi di pasar acuan akan menyebabkan terjadi perubahan pada pasar pengikutnya. Semakin terintegrasi suatu pasar, maka semakin efisien sistem pemasaran tersebut. Pada umumnya penelitian pemasaran dengan objek hortikultura telah banyak dilakukan di Indonesia. Namun di Maluku, penelitian bertopik pemasaran dengan objek ikan segar masih kurang dilakukan, terlebih dengan pendekatan Structure (S) Conduct (C) Performance (P) serta integrasi pasar untuk menganalisis efisiensi pasar.

42 13 Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Produsen I N E F I S I E N S I Konsumen Musiman Karakteristik Produk Perikanan Produksi terpencar Mudah busuk Kebijakan Pemerintah Rentan terhadap bencana Karakteristik Daerah Kepulauan Wilayah Luas/ Transportasi terbatas Letaknya menyebar Analisis Kondisi Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Analisis Kebutuhan Berdasarkan Teori Pasar Formulasi masalah 1. Analisis karakteristik nelayan dan keragaan usaha tangkap 2. Analisis sistem pemasaran ikan segar 3. Analisis integrasi pasar ikan segar Analisis SWOT pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Strategi Pengembangan Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Model Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Keterangan : ada/tidaknya intervensi lembaga pemasaran dalam proses pendistribusian Gambar 1 Kerangka pikir penelitian.

43 14

44 15 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini diawali dengan sejumlah penelitian tentang studi pemasaran, khususnya pemasaran produk pertanian/perikanan yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu, dalam rangka menunjukkan kebaharuan dari penelitian yang dilakukan. Penelitian tentang sistem pemasaran produk pertanian telah banyak dilakukan dan Tabel 3 maupun 4 menunjukkan sebagian kecil yang ada. Pada hakekatnya, esensi tujuan penelitian pemasaran mengkaji bagaimana efisiensi sistem pemasaran dapat tercapai melalui analisis berbagai komponen yang biasanya terlibat dalam sistem tersebut, yaitu Marketing mix, Segmenting, Targetting, Positioning (STP) dan Five Diamond Porter. Marketing mix (bauran pemasaran) yang terdiri dari Product, Price, Place, Promotion (4P s) merupakan suatu konsep untuk menerjemahkan perencanaan pemasaran ke dalam pelaksanaan. Bauran pemasaran bukanlah suatu teori ilmiah, melainkan kerangka konseptual yang membantu manajer membentuk penawaran yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Konsep ini dapat digunakan untuk membangun strategi jangka panjang maupun program taktis jangka pendek (Palmer 2004). Dua manfaat penting dari konsep bauran pemasaran adalah memungkinkan seseorang melihat pekerjaan manajer pemasaran dan mengungkapkan dimensi lain pekerjaan manajer pemasaran. Setiap manajer harus mengalokasikan sumber daya yang tersedia di antara berbagai permintaan yang ada dan pada akhirnya mengalokasikan sumber daya tersebut di antara elemen kompetitif dari bauran pemasaran (Chai 2009). Lebih lanjut dikatakan bahwa bauran pemasaran yang digunakan oleh suatu perusahaan akan berbeda dengan perusahaan lainnya, tergantung dari sumber daya yang dimiliki, kondisi pasar dan perubahan kebutuhan dari konsumen. Keputusan tidak dapat diambil hanya berdasarkan satu unsur dalam bauran pemasaran, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap unsur lainnya. Segmenting, Targetting, Positioning (STP) merupakan konsep dasar dalam memahami pemasaran dan strategi perusahaan. Pemahaman tentang model STP merupakan dasar utama bagi seseorang untuk lebih memahami hubungan antara

45 16 segmentasi pasar, penetapan pasar sasaran dan penetapan posisi produk. Proses STP menunjukkan hubungan antara keseluruhan pasar dan bagaimana perusahaan memilih untuk bersaing di pasar, yang didahului dengan pelaksanaan segmentasi sedang, diikuti oleh pemilihan satu atau lebih target pasar dan akhirnya pelaksanaan posisi. STP berfungsi sebagai panduan perusahaan untuk mengembangkan dan melaksanakan bauran pemasaran (Market Segmentation Study Guide 2012). Five Diamond Porter merupakan suatu model yang menunjukkan lima kekuatan yang memengaruhi lingkungan kompetitif suatu usaha. Kekuatan tersebut adalah kekuatan tawar-menawar produsen dan konsumen, ancaman dari pesaing baru, ancaman produk substitusi dan industri pesaing. Five Diamond Porter menentukan lingkungan kompetitif perusahaan yang memengaruhi profitabilitas. Kekuatan tawar menawar penjual dan pembeli memengaruhi perusahaan untuk meningkatkan harga dan mengelola biaya masing-masing. Apabila produk yang sama tersedia dari beberapa penjual, maka pembeli memiliki daya tawar yang tinggi atas penjual. Namun jika hanya tersedia satu penjual untuk produk tertentu, maka penjual tersebut lebih memiliki daya tawar dibandingkan pembeli. Rendahnya hambatan untuk berkompetisi dalam suatu usaha menarik lebih banyak penjual untuk ikut dalam kompetisi tersebut (Basu 2013). Walau penelitian tentang pemasaran di bidang pertanian telah banyak dilakukan, namun penelitian tentang pemasaran produk perikanan khususnya di Maluku masih sangat terbatas. Tabel 3 Studi terdahulu tentang sistem pemasaran produk pertanian/perikanan PENELITI TAHUN METODE HASIL Abdallah Omezzine Asri Hidayati 2000 Eleni Z. Gabre - Mahdin 1998 Descriptive Kinerja Usaha; Struktur, Tingkah Laku dan Keragaan Pasar, Margin dan Distribusi, Lembaga Penunjang Pemasaran Bilateral Optimal Model Peningkatan efisiensi dapat dilakukan melalui perbaikan fasilitas, penguatan quality control (QC), penegakan hukum dan pengembangan pemusatan pasar ikan. Jasa lembaga pemasaran sangat diperlukan dalam proses pemasaran, karena jauhnya jarak tempat produksi dengan konsumsi. Pedagang perantara berpengaruh positif dalam meningkatkan surplus.

46 17 Lanjutan Tabel 3 PENELITI TAHUN METODE HASIL David A. Hennesy and Jutta Roosen Adam Lindgreen and Michael Beverland Bambang Sayaka 2005 Endogenous seasonility Model Matriks Situasi Perubahan Penjual dan Pembeli. Market Conduct : institutional and functional approach Godfred Yeboah 2005 The Farmapine Model Marcel Fafchamps, Eleni Gabre-Madhin, Bart Minten Lokman Zaibet, Houcine Boughanmi and Qaseem Habib William G.Tomek and Hikaru Hanawa Peterson Produk musiman berimplikasi terhadap keamanan pangan. Konsumsi produk musiman turut menyeimbangkan program diet pada masyarakat Uni Eropa. Perubahan keinginan konsumen, tingkah laku pedagang dan kebijakan Pemerintah mengakibatkan orientasi usaha berubah. Tingginya modal, teknologi dan SDM, mengakibatkan perusahaan multinasional cenderung oligopolistik. Koperasi sangat berfungsi dalam produksi dan pemasaran produk Statistic Pemerintah harus menemukan teknologi dan institusi baru dalam rangka meningkatkan efisiensi pasar pertanian Statistic : Delphi Method Ordinary Stochastic Dominance Ron Wilson 2006 Descriptive M.H.A. Binnekamp and P.T.M. Ingenbleek 2006 Descriptive Bambang Sayaka 2006 Market Structure A. Wagenaar and M. D Haese Pasquale Cirillo, Gabrielle Tedeschi and Mauro Gallegati 2007 Survei 2012 Analisis Regresi Linear Sederhana Tingginya biaya transaksi merupakan faktor utama inefisiensi pemasaran. Efisiensi suatu komoditas mendorong beragamnya tingkah laku harga dan alternatif strategi pemasaran. Kesuksesan dan/atau kegagalan keputusan yang diambil tergantung pada tingkah laku jangka panjang pasar yang dimasuki. Sejumlah kunci dalam mengantisipasi tantangan pemasaran produk baru. Struktur pasar industri benih jagung di tingkat produsen Jawa Timur sangat oligopoli, perusahaan multinasional mendominasi pasar. Koperasi merupakan instrumen penting dalam menyediakan kredit dan pemasaran produk. Loyalitas berdampak terhadap penentuan harga. Omezzine (1998) dalam penelitiannya tentang Pemasaran Ikan Segar di Tepi Pantai Oman dengan menggunakan metode deskriptif menemukan bahwa sedikitnya terdapat dua struktur pasar dengan kinerja yang berbeda. Persaingan struktur biasa dilakukan di pasar dimana pembeli bertindak sebagai pedagang atau konsumen. Kedua pasar kelihatannya mempunyai masalah efisiensi dan persaingan yang ada akan terkoreksi melalui mekanisme pasar. Efisiensi dapat

47 18 ditingkatkan melalui perbaikan fisik fasilitas, penguatan QC, penegakan hukum dan pengembangan pemusatan pasar ikan. Lindgreen and Beverland (2004) mengemukakan bahwa berubahnya keinginan konsumen, tingkah laku pedagang dan kebijakan pemerintah mengakibatkan orientasi suatu usaha berubah. Akibat perubahan tersebut pemasar terdorong untuk lebih mengindahkan proses pemasaran, termasuk di dalamnya bentuk hubungan dalam pasar. Dalam penelitiannya tentang Analisis Kinerja Sistem Pemasaran Rumput Laut di Lombok Timur, Hidayati (2000) mengemukakan bahwa jasa lembaga pemasaran sangat diperlukan dalam proses pemasaran, karena jauhnya jarak tempat produksi dengan konsumsi. Dengan menjual hasil ke pedagang pengumpul desa, harga yang diperoleh petani akan lebih tinggi dibandingkan dengan jika menjual hasil ke pedagang pengumpul dusun, namun sedikitnya jumlah produk yang dipasarkan membuat petani merasa lebih efisien apabila menjual produknya ke pedagang pengumpul dusun. Tidak adanya alternatif tempat meminjam uang, mengakibatkan petani meminjam uang untuk keperluan modal dan kebutuhan lainnya kepada pedagang pengumpul, sehingga terjadi kesepakatan yang bersifat mengikat walaupun tidak tertulis bahwa petani harus menjual produksi rumput lautnya ke pedagang pengumpul tersebut. Hal serupa dikemukakan oleh Madhin (2001) dalam penelitiannya tentang peran pedagang perantara dalam memperluas efisiensi pasar padi dan biji-bijian, menemukan bahwa kehadiran pedagang perantara memberikan dampak positif terhadap surplus total dengan cara memungkinkan alokasi pasar yang lebih efisien. Sementara Yeboah (2005) menerapkan The Farmapine Model sebagai suatu strategi pemasaran yang kooperatif dan pendekatan pengembangan berbasis pasar. Model ini menunjukkan fungsi koperasi sebagai penolong petani untuk memproduksi dan memasarkan produksinya dengan baik. Sejalan dengan hal tersebut, Wagenaar dan D Haase (2007) dalam penelitian terhadap Pengembangan Perikanan Skala Kecil di Yaman, menemukan bahwa koperasi merupakan suatu instrumen yang berperan penting dalam penyediaan bantuan kredit dan pemasaran produk perikanan. Koperasi juga harus memperkuat sekaligus membantu nelayan dalam mengembangkan teknologi penangkapannya. Karenanya untuk

48 19 membangun suatu koperasi yang baik, harus ada saling percaya dan tindakan bersama, sehingga pengembangan kapasitas koperasi meningkat. Dalam penelitian tentang hubungan margin dan biaya pemasaran, Fafchamps et al., (2005) menemukan bahwa apabila penerimaan meningkat tetap, maka kehadiran pedagang kecil dalam jumlah banyak tidak akan efisien. Dengan peningkatan penerimaan, diharapkan sejumlah pedagang berkembang dan secara bertahap mengeliminasi operator kecil yang tidak efisien. Akan tetapi dengan adanya keterbatasan seperti rendahnya akses modal dan kegagalan koordinasi dalam transport mungkin dapat menunda proses tersebut, sehingga intervensi kebijakan dituntut untuk mempercepat proses kematangan dari pasar pertanian liberal. Margin yang ditemukan menunjukkan kecilnya hubungan dengan ukuran transaksi. Sehubungan dengan hal tersebut, Zaibet et al., (2005) menemukan bahwa para importir yang beroperasi di Pasar Al-Mawaleh Oman, menghadapi tingginya biaya transaksi yang terdiri atas tiga (3) komponen : biaya meneliti, monitor dan pelaksanaan. Hal ini dapat dipahami sebagai ijin impor dan jadwal impor yang membentuk aturan kebijakan yang sangat mempengaruhi para importir. Perubahan jadwal impor dan ketidakjelasan prosedur ijin impor meningkatkan biaya pencarian dan monitor para importir. Tomek and Petterson (2005) meneliti tentang hubungan tingkah laku harga terhadap strategi pemasaran dengan menggunakan Ordinary Stochastic Dominance. Ditemukan bahwa komoditas yang efisien dapat mendorong tingkah laku harga yang sangat beragam dengan demikian alternatif strategi pemasaran yang ditawarkan juga beragam. Suatu strategi spesifik hanya dapat dilaksanakan di waktu tertentu, sementara strategi umum dilaksanakan sepanjang waktu. Wilson (2006) menyimpulkan dari penelitiannya, bahwa strategi pemasaran sangat penting dalam usaha jangka panjang. Seorang manajer harus mempunyai pemahaman yang cukup akan dasar-dasar pemasaran, karena kesuksesan dan kegagalan keputusan yang diambil tergantung pada tingkah laku jangka panjang dari pasar yang dimasuki suatu produk. Lebih lanjut dikatakan bahwa suatu strategi pemasaran haruslah merupakan suatu dokumen yang tersusun dengan rapih, memuat seluruh informasi, asumsi dan cara untuk mencapai strategi tersebut. Binnekamp and Ingenbleek (2006) memberikan beberapa kunci dalam

49 20 mengantisipasi tantangan pemasaran produk baru, yaitu (1) produk yang dijual harus benar-benar memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, (2) perbandingan harga dan mutu produk membuat konsumen bernilai dalam mencoba produk tersebut, (3) pesan dari produk tersebut harus tersampaikan dengan baik, melalui nama, kemasan dan promosinya, (4) ketepatan segmen konsumen sebagai sasaran produk, dan (5) produk diterima oleh segmen ini. Tabel 4 Studi terdahulu tentang integrasi pasar produk pertanian PENELITI TAHUN METODE HASIL Barry K. Goodwin and Nicholas E. Piggott Thomas L. Cox and Jean-Paul Chavas Thomas Vollrath and Charles Hallahan Asfaw Negassa and Robert J. Myers Andi Irawan dan Dewi Rosmayanti Muhammad Firdaus dan Irwanto Gunawan Nikolaos Papavassiliou Treshold Autoregression dan Cointegration Model Interregional Spatial Market Equilibrium Model Law-of- one price (LOP) and Vector Autoregressive (VAR) Treshold Autoregression and Parity Bounds Model (PBM) Uji Kointegrasi Johansen, Vector Error Correction Model dan Uji Kausalitas Granger Pendekatan Kointegrasi dan Model Ravallion 2012 Linear Multiple Regression Analysis Harga gandum dan soybean di sejumlah pasar di North Carolina terintegrasi, adanya treshold memengaruhi hubungan harga spasial. Dibandingkan dengan kebijakan yang tidak ditetapkan sebagai peraturan, kebijakan umum lebih memengaruhi perbedaan daerah dan agregat substantif. Pertukaran nilai uang menghambat integrasi pasar sejumlah komoditi di Amerika Serikat dan Kanada. Proses penyesuaian dan reformasi pasar gandum yang dinamis meningkatkan efisiensi spasial pada beberapa pasar. Pasar beras Bengkulu adalah pasar yang terintegrasi spasial secara tidak sempurna. Tidak adanya perilaku integrasi pasar sayur di tingkat produsen dengan pasar acuan untuk daerah sentra produksi tertinggi, maupun terendah. Karakteristik produk, kondisi geografis dengan keterbatasan sistem transportasi dan informasi merupakan faktor utama penentu ketidakefisienan pemasaran produk perikanan di Yunani. Dengan menggunakan Treshold Autoregression dan Cointegration Models, Goodwin and Piggott (2001) mengevaluasi hubungan antara harga spasial dengan dinamika harga harian gandum dan soybean di sejumlah pasar di North Carolina. Ditemukan bahwa pasar-pasar tersebut terintegrasi kuat dan adanya treshold mempengaruhi hubungan harga spasial. Biaya transaksi mengakibatkan suatu ikatan yang kuat antar pasar yang terintegrasi walaupun harga di pasar-pasar tersebut tidak berhubungan secara langsung. Vollarth and Hallahan (2006)

50 21 melakukan penelitian untuk menguji integrasi pasar daging dan ternak antara Amerika Serikat dan Kanada, menemukan pasar produk daging babi Amerika- Kanada lebih terintegrasi dibandingkan pasar produk daging sapi dan lembu. Pertukaran nilai uang juga turut menghambat integrasi pasar komoditi tersebut di Amerika dan Kanada. Ditemukan pula bahwa faktor berpengaruh terhadap harga spasial adalah biaya transaksi, siklus musiman, kebijakan Pemerintah dan keterlambatan penyerahan. Sementara Hennesy and Roosen (2003) membangun model berdasarkan biaya yang dikeluarkan. Penelitian dilakukan terhadap produk musiman seperti susu. Aplikasi model menunjukkan bahwa tidak adanya pembatasan kuota telah mengakibatkan meningkatnya, atau menurunnya produksi seiring dengan subsidi penyimpanan. Produk musiman dapat berimplikasi terhadap keamanan pangan. Penyimpanan rahasia, maupun intervensi pasar produk hanya akan memperburuk masalah. Pada tahun 2000 ditemukan bahwa produksi susu bulanan di Belanda lebih rendah dari Irlandia, namun lebih tinggi dari produksi Perancis dan Inggris. Cox and Chavas (2001) menganalisis hubungan antara diskriminasi harga dan reformasi kebijakan domestik pada usaha pemerahan susu. Kehadiran banyak pasar untuk produk susu membuat banyak pilihan untuk diskriminasi harga. Disimpulkan juga bahwa diskriminasi harga pada pasar produk berupa cairan lebih efektif dan mempengaruhi alokasi pasar dan harga dibandingkan pada pasar produk non-cairan seperti keju dan mentega. Walau begitu kemungkinan untuk diskriminasi harga pada pasar produk non-cairan juga turut meningkatkan tambahan penerimaan. Negassa and Myers (2007) dalam penelitiannya tentang Pengaruh Kebijakan Terhadap Efisiensi Pasar Spasial dengan menggunakan Treshold Autoregression dan Parity Bounds Model, menyimpulkan bahwa proses penyesuaian dan reformasi pasar gandum yang dinamis meningkatkan efisiensi spasial pada beberapa pasar. Penelitian pemasaran produk perikanan, khususnya ikan segar di Maluku masih sangat sedikit dilakukan. Karenanya penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan sistem pemasaran ikan segar yang berlaku di Maluku, khususnya di Kawasan Maluku Tengah, mengidentifikasi kekuatan eksternal dan internal dari

51 22 sistem pemasaran tersebut, menganalisis derajat efisiensi spasial, maupun temporal antar pasar di Pulau Ambon dan Pulau Seram. Berdasarkan hasil tersebut, kemudian dirumuskan strategi dalam rangka peningkatan efisiensi pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah. Dari sejumlah penelitian pemasaran yang telah dilakukan para ahli dengan berbagai pendekatan untuk menghasilkan pemasaran yang efisien seperti yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini akan mengacu pada pendekatanpendekatan yang digunakan Sayaka (2005;2006), Vollarth and Hallahan (2006), Firdaus dan Gunawan (2010) serta Papavassiliou (2012). 2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Pemasaran Tiga (3) aspek pokok kegiatan ekonomi yang menyangkut cara manusia berpencaharian dan hidup, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi. Produksi dan distribusi merupakan kegiatan penciptaan dan penambahan fungsi dari barang dan jasa, sementara konsumsi berhubungan dengan penurunan kegunaan barang dan jasa. Dalam dunia usaha, perkataan produksi dipakai sebagai tindakan pembuatan barang dan jasa, sedangkan distribusi atau yang sering diartikan pemasaran dipakai sebagai tindakan yang bertalian dengan pergerakan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Uraian tersebut mendefinisikan pemasaran sebagai keseluruhan tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan pergerakan barang dan jasa dari produsen sampai ke konsumen (Hanafiah dan Saefuddin 2006). Menurut Kotler dan Amstrong (2004), pemasaran dapat didefinisikan sebagai proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang diinginkan dan dibutuhkan melalui penciptaan dan pertukaran barang dan nilai dengan pihak lain. Pemasaran juga berarti proses pemberian kepuasan kepada konsumen untuk mendapatkan laba. Tujuan akhir dari pemasaran adalah menempatkan barang dan jasa ke tangan konsumen akhir. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilaksanakan kegiatankegiatan pemasaran yang dibangun berdasarkan arus barang dan jasa yang meliputi proses pengumpulan (konsentrasi), proses pengimbangan (ekualisasi) dan proses penyebaran (dispersi). Proses konsentrasi merupakan tahap pertama dari arus barang dan jasa, dimana barang dan jasa yang dihasilkan dikumpulkan ke

52 23 dalam jumlah besar, agar dapat disalurkan ke pasar-pasar eceran lebih efisien. Ekualisasi merupakan tahap kedua yang bertujuan untuk menyesuaikan permintaan dan penawaran, berdasarkan tempat, waktu, jumlah dan mutu. Dispersi merupakan tahap terakhir, dimana barang dan jasa yang telah terkumpul disebarkan ke arah konsumen atau pihak yang membutuhkannya (Hanafiah dan Saefuddin 2006). Purcell (1979) menekankan pengertian pemasaran kepada adanya koordinasi atas suatu proses/sistem yang menjembatani, atau menghubungkan gap antara apa yang diproduksi produsen (what is produced) dan apa yang diinginkan konsumen (what is demanded). Kohls and Uhls (2002) mendefinisikan pemasaran sebagai keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran dari produkproduk dan jasa-jasa yang dimulai dari tingkat produksi hingga ke tingkat konsumen akhir. Dahl and Hammond (1977) menekankan definisi pemasaran kepada serangkaian fungsi yang diperlukan dalam pergerakan produk dan jasa yang dimulai dari titik produksi primer sampai ke konsumen akhir. Selanjutnya Kotler (2005) menyatakan bahwa aktivitas pemasaran terdiri dari sejumlah keputusan dengan strategi bauran pemasaran 4P s. Schaffner et al., (1998) mengemukakan pengertian pemasaran ditinjau dari dua (2) perspektif, yaitu perspektif makro dan mikro. Perspektif makro menganalisis sistem pemasaran setelah dari produsen, yaitu fungsi-fungsi yang diperlukan untuk menyampaikan produk dan jasa yang berhubungan dengan nilai guna, bentuk, tempat dan kepemilikan kepada konsumen dan kelembagaan, atau perusahaan (pengolah, distributor, broker, agen, grosir dan pedagang eceran) yang terlibat dalam sistem tersebut. Sementara perspektif mikro menekankan pemasaran dalam aspek manajemen dimana perusahaan secara individu, pada setiap tahapan pemasaran dalam mencari keuntungan, melalui pengelolaan bahan baku, produksi, penetapan harga, distribusi dan promosi yang efektif terhadap produk perusahaan yang akan dipasarkan. Baik perspektif makro, maupun mikro, mempunyai sasaran akhir kepada kepuasan konsumen.

53 Bentuk-Bentuk Pasar Pasar sering diartikan sebagai tempat atau lokasi terjadi transaksi antara penjual yang melakukan fungsi penawaran dan pembeli yang melakukan fungsi permintaan, sehingga membentuk harga tertentu. Dahl and Hammond (1977) mengartikan pasar sebagai ruang, atau dimensi dimana kekuatan penawaran dan permintaan bekerja untuk menentukan, atau mengubah harga. Pasar merupakan himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai keinginan dan kebutuhan untuk terlibat dalam pertukaran untuk memutuskan keinginan dan kebutuhan tersebut (Kotler 1993). Pasar adalah arena pengorganisasian beserta fasilitas dari aktifitas bisnis untuk menjawab pertanyaan ekonomi pasar: apa yang diproduksi, bagaimana memproduksi, berapa banyak diproduksi dan bagaimana mendistribusikan hasil produksi (Kohls and Uhls 2002). Bentuk pasar adalah bentuk yang menunjukkan keadaan-keadaan obyektif, dimana terjadi pertukaran. Dalam membedakan pasar berdasarkan bentuk biasanya dipakai kriteria jumlah penjual dan pembeli. Hanafiah dan Saefuddin (2006), membedakan bentuk pasar atas : 1. Pasar persaingan murni Suatu pasar dikatakan pasar persaingan murni, apabila mempunyai tiga (3) macam sifat, atau syarat berikut : a. Pada pasar tersebut berbagai perusahaan menjual produk tunggal yang identik. b. Jumlah penjual dan pembeli demikian banyaknya, sehingga tidak seorangpun di antaranya dapat mempengaruhi harga produk secara berarti. c. Penjual dan pembeli leluasa dalam mengambil keputusan, tidak ada perjanjian antara satu dengan yang lainnya. 2. Pasar monopoli dan monopsoni Pasar monopoli dalam arti umum adalah situasi pasar dimana seorang, atau sekelompok penjual mempunyai pengaruh demikian besar atas penawaran produk tertentu, sehingga dapat menentukan harga. Pada monopoli murni,

54 25 perusahaan bersangkutan tidak mempunyai saingan langsung dan juga tidak berhadapan dengan produk, atau sekelompok produk yang bersaing dengan produknya. Bentuk pasar yang dekat keadaannya dengan monopoli adalah duopoli dan oligopoli. Pasar duopoli adalah bentuk pasar dimana hanya terdapat dua (2) penjual produk tertentu, sementara pasar oligopoli (monopoli parsial) adalah bentuk pasar dimana terdapat lebih dari dua (2) penjual (tetapi sedikit jumlahnya, misalnya tiga (3) atau empat (4) penjual) produk tertentu dan karenanya setiap perusahaan dapat memengaruhi penjualan pihak saingannya dengan jumlah yang berarti. Pasar monopsoni akan dijumpai apabila terdapat seorang atau sebuah badan pembeli untuk benda tertentu, sehingga dapat memengaruhi permintaan dan harga barang tersebut. Bentuk pasar yang dekat keadaannya dengan pasar monopsoni adalah pasar duopsoni dan pasar oligopsoni. Pasar duopsoni adalah kebalikan dari pada pasar duopoli, dimana hanya terdapat dua (2) pembeli komoditi tertentu. Pasar oligopsoni kebalikan dari pasar oligopoli, dimana terdapat tiga (3), atau empat (4) orang pembeli komoditi tertentu. 3. Pasar persaingan monopolistik Pasar persaingan monopolistik disebut juga sebagai pasar monopoli tidak sempurna, atau pasar persaingan tidak sempurna. Pasar ini merupakan bentuk antara dari pasar persaingan murni dan pasar monopoli murni, karena dijumpai unsur-unsur tertentu dari persaingan murni dan kondisi-kondisi yang berkaitan dengan monopoli murni. Salah satu kondisi dari persaingan murni yang terdapat dalam pasar persaingan monopolistik adalah bahwa terdapat sejumlah besar penjual barang tertentu, tetapi di antaranya ada penjual yang dapat memengaruhi penjualan dari setiap penjual lainnya hingga timbul suatu reaksi Tingkatan Pasar Tingkatan pasar biasanya dibagi atas tingkat distribusi barang dan jasa yang diproduksi (Hanafiah dan Saefuddin 2006), yaitu :

55 26 1. Pasar Lokal Pasar lokal ini sering disebut pasar pengumpul lokal (local assembling market) dan sering dijumpai di daerah atau di sekitar daerah produksi, di luar kota besar. Dalam pemasaran hasil perikanan, pasar ini sering pula disebut pasar petani (grower market) dan biasanya satu kompleks dengan tempat pendaratan ikan (TPI). Kegiatan yang banyak dijumpai di pasar ini adalah pembelian hasil perikanan dalam jumlah-jumlah kecil dari nelayan atau petani ikan untuk kemudian dikirim dalam jumlah yang lebih besar ke pasar-pasar sentral, usahausaha pengolahan maupun pembeli lainnya. Kegiatan lain yang menonjol di pasar ini adalah sortir, grading dan packing. Di pasar lokal ini banyak dijumpai pedagang yang mengumpulkan hasil produksi seperti tengkulak, pedagang besar, pedagang besar perantara dan kadang-kadang perkumpulan koperasi, yang membeli hasil perikanan dari nelayan, atau petani ikan untuk dikirim ke pasar sentral, atau pembeli lainnya. Di pasar lokal daerah perikanan laut di Indonesia banyak pula dijumpai usaha pengolahan seperti usaha pengasinan, pemindangan, pengasapan, pengalengan dan lainnya yang membeli hasil produksi nelayan untuk diolah menjadi ikan asin, ikan pindang, ikan asap, ikan kaleng dan sebagainya. Di pasar lokal ini juga biasanya tersedia fasilitas-fasilitas penimbangan, penyimpanan, pengangkutan dan lainnya. Fasilitas pengangkutan seperti jalan raya harus tersedia untuk kelancaran perhubungan antara pasar lokal dengan pusat-pusat konsumsi, agar pemenuhan kebutuhan hasil perikanan di daerah konsumsi berjalan lancar dan hasil perikanan tersebut tidak mudah busuk. Fasilitas lain yang juga harus tersedia di pasar lokal adalah lembaga pelelangan ikan. Pentingnya lembaga pelelangan disesuaikan dengan sifat ikan yang cepat rusak, yang harus segera terjual, pada tingkat harga yang wajar. Betapa pentingnya lembaga pelelangan ikan ini tersedia di tempat pendaratan ikan ikan laut di Indonesia bila disadari bahwa keadaan ekonomi sebagian besar nelayan masih rendah dengan hasil produksi yang relatif besar pada musim ikan, sementara tempat pendaratan ikan berjauhan dengan sebagian besar daerah konsumen yang disertai dengan komunikasi kurang lancar.

56 27 2. Pasar Sentral Pasar sentral sering pula dinamakan pasar terminal (terminal atau primary market) yang merupakan pusat-pusat perdagangan dan banyak terdapat di kotakota besar. Pasar ini menerima barang dari pasar lokal atau langsung dari nelayan dan petani ikan. Sebagai pusat pasar, maka di pasar ini ditemukan proses konsentrasi, equalisasi dan dispersi, terutama konsentrasi fisik dari hasil-hasil perikanan. Di pasar ini dijumpai lembaga-lembaga pemasaran seperti pedagang besar (wholesaler, jobber), pedagang komisi (komisioner), makelar, spekulator dan sebagainya. Pedagang besar umumnya membeli barang dalam jumlah lebih besar melalui agen-agennya (komisioner dan makelar) dan menjualnya dalam jumlah-jumlah kecil, biasanya kepada grosir yang lebih kecil, toko (pedagang eceran), hotel dan restauran. Grosir yang lebih kecil ini menjual barangnya kepada pengecer, hotel, restauran, rumah sakit dan penjaja tertentu. 3. Pasar ekspor-impor Pasar ini disebut juga pasar pelabuhan, merupakan pasar pusat bagi barang-barang yang akan dikirim ke luar negeri, atau ke pulau-pulau dan barang yang diimpor. Barang yang akan dikirim ke luar negeri berasal dari pasar pusat, pasar lokal dan jarang dari produsen (nelayan, petani ikan, atau petani pada umumnya). Lembaga pemasaran terpenting yang beroperasi di pasar ini adalah para eksportir, importir, perusahaan pergudangan, pengangkutan antar pulau dan antar negara dan lembaga lainnya. 4. Pasar antar negara Di pasar antar negara (pasar dunia atau pasar internasional) ini terdapat hubungan antara penawaran dan permintaan barang tingkat dunia. Di pasar ini hanya tersedia monster (contoh barang) yang diperjualbelikan yang mempunyai standar tertentu. Dengan demikian standardisasi sangat penting dalam perdagangan antar negara.

57 28 5. Pasar eceran Pasar eceran merupakan pusat perdagangan dimana pedagang eceran menjual barang dagangannya dalam jumlah kecil kepada konsumen akhir (keluarga penduduk) secara langsung. Di pasar eceran dijumpai berbagai pedagang eceran, ada yang memiliki toko dan tidak memiliki toko (kios). Banyak macam barang sandang, pangan, obat-obatan dan lain-lain dijual di pasar eceran; ada toko yang hanya menjual satu macam barang, ada yang membatasi beberapa macam dan ada pula toko yang menjual berbagai macam barang. Di pasar eceran, dijumpai pula eating places seperti restauran dan rumah makan (warung nasi) yang juga merupakan konsumen ikan. Pasar eceran terutama ditemukan di daerah pusat konsumsi, yaitu kota-kota besar, kota-kota kecil dan di daerah pedesaan. Di daerah-daerah dimana daya beli masyarakat dan sumber kapital terbatas, sebuah pasar eceran dapat terdiri dari kedai-kedai (kios), dimana banyak jenis barang diperdagangkan, atau suatu kelompok penjual di sepanjang pinggir jalan Fungsi-Fungsi Pemasaran Dahl and Hammond (1977) menekankan definisi pemasaran kepada serangkaian fungsi yang diperlukan dalam penanganan/pergerakan input ataupun produk mulai dari titik produksi primer sampai ke konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fisik (pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan) dan fasilitas (pembiayaan, risiko, standardisasi dan intelijen pemasaran). Fungsi-fungsi pemasaran tersebut adalah kegiatan produktif (meningkatkan nilai guna bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan), sedangkan pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut dapat dilakukan oleh kelompok perusahaan atau individu yang disebut lembaga pemasaran. Untuk memudahkan pengertian dan memperluas analisis pemasaran produk pertanian, Dahl and Hammond (1977) membaginya dalam empat (4) segmen, yaitu segmen sarana produksi pertanian (farm-input industries), segmen aktivitas usahatani, segmen pemasaran produk pertanian (perusahaan pengumpul, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan distribusi produk-produk pertanian

58 29 maupun olahannya) dan segmen terakhir adalah kebijakan, maupun fasilitas pemerintah. 2.2 Permintaan dan Penawaran Pasar Serta Faktor-Faktor Berpengaruh Permintaan Pasar dan Faktor-Faktor Berpengaruh Rosyidi (2011) menyatakan bahwa permintaan adalah keinginan yang disertai dengan kesediaan serta kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan. Seseorang boleh saja menginginkan suatu barang, namun jika keinginannya tidak ditunjang oleh kesediaan serta kemampuan untuk membeli, maka keinginannya hanya akan keinginan saja. Gaspersz (2005) mengemukakan bahwa permintaan (demand) didefinisikan sebagai kuantitas barang dan jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode waktu tertentu berdasarkan kondisi-kondisi tertentu. Periode waktu disini berupa satuan jam, satuan hari, satuan minggu, satuan bulan, satuan tahun atau periode lainnya. Sedangkan kondisi-kondisi tertentu adalah berkaitan dengan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan terhadap barang atau jasa itu sendiri. Lebih lanjut Gaspersz (2005) menyatakan dalam permintaan, ada tiga (3) hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu: a Jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan. Ini menunjukkan berapa banyak yang ingin dibeli oleh konsumen. b Apa yang diinginkan tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif. c Kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian kontinyu. P D P = harga Q = jumlah yang diminta D = permintaan (demand) Q Gambar 2 Kurva Permintaan.

59 30 Permintaan akan suatu jenis barang adalah jumlah-jumlah itu yang pembeli (atau para pembeli) bersedia membelinya pada tingkat harga yang berlaku pada suatu pasar, serta waktu tertentu. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dipahami bahwa (1) permintaan merupakan sederetan angka yang menunjukkan banyaknya satuan barang yang diminta pada pelbagai tingkat harga dan (2) barang yang diselidiki dalam suatu pembicaraan mengenai permintaan adalah satu jenis barang saja dan bahwa permintaan tersebut terjadi di pasar serta waktu yang juga tertentu. Gambar 2 menunjukkan bentuk kurva permintaan akan satu jenis barang. Terlihat bahwa harga dan jumlah yang diminta menunjukkan hubungan yang erat dan negatif. Semakin tinggi harga suatu barang, maka akan semakin sedikitlah jumlahnya yang dapat dijual, sebaliknya semakin rendah harga, semakin banyak jumlahnya akan dibeli orang (Rosyidi 2011). Selanjutnya dikatakan bahwa permintaan seorang konsumen terhadap suatu barang, atau jasa ditentukan oleh banyak faktor seperti selera, daya beli, mode, harga barang lain (barang pengganti maupun pelengkap), harapan masyarakat dan sebagainya Penawaran Pasar dan Faktor-Faktor Berpengaruh Penawaran adalah jumlah barang yang ditawarkan untuk dijual pada pelbagai tingkat harga dalam suatu pasar pada suatu waktu tertentu. Penawaran merupakan gabungan antara pemilikan (ownership) dengan kesediaan untuk menjual barang yang dimilikinya (Rosyidi 2011). Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa penjual akan menjual sejumlah tertentu barangnya untuk masing-masing tingkat harga tertentu. Pada saat harga rendah, maka hanya menjual sedikit sebab takut rugi, tetapi pada saat harga naik, maka jumlah barang yang dijualpun banyak sebab akan memperoleh keuntungan. Penawaran barang tersebut terjadi pada pasar tertentu dan waktu yang tertentu pula, artinya pada pasar yang berbeda dan waktu yang berbeda, maka jumlah barang yang ditawarkan kemungkinan berbeda pula. Gambar 3 menunjukkan hubungan antara harga dengan jumlah yang ditawarkan. Terlihat dari gambar tersebut bahwa harga dan jumlah yang ditawarkan bergerak dengan arah gerakan yang sama, jika harga naik, maka

60 31 jumlah yang ditawarkanpun naik dan sebaliknya. Adalah hal yang wajar apabila hubungannya searah seperti itu, karena pada tingkat harga yang rendah, sedikit sekali yang ditawarkan. Hal ini sangat jelas jika diingat tujuan utama para pengusaha adalah untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Kalau harga rendah, sudah tentu uang yang akan diterima rendah juga; hanya saja dari pada tidak laku sama sekali, mereka pun tetap menjual, sekalipun dalam jumlah yang sedikit. P S P = harga Q = jumlah yang diminta S = penawaran (supply) Q Gambar 3 Kurva Penawaran. Rosyidi (2011) menyatakan bahwa penawaran dipengaruhi oleh banyak faktor seperti stok barang, tingkat teknologi, harga faktor produksi dan sebagainya. Bervariasinya faktor-faktor penentu tersebut di antara para penawar dapat mengakibatkan bentuk kurva penawaran antara seorang penawar dengan penawar lainnya berbeda Hukum Harga dan Keseimbangan Pasar Rosyidi (2011) menyatakan bahwa permintaan dan penawaran adalah dua kekuatan yang saling mendorong satu sama lain dengan arah yang berlawanan. Kekuatan dorongan masing-masing itulah yang kemudian bertemu dan berhenti pada titik di mana keduanya berpotongan pada titik E (Equilibrium) (Gambar 4). Equilibrium atau keseimbangan yang dinyatakan oleh titik E tersebut menyatakan pula suatu harga output di pasar. Pada titik tersebut terjadi tingkat

61 32 harga dan sekaligus juga tingkat output yang disepakati bersama-sama baik oleh pembeli dan penawar. Jelaslah bahwa harga keseimbangan adalah suatu tingkat harga, dimana pada tingkat itu jumlah yang ditawarkan sama dengan jumlah yang diminta, sedangkan jumlah keseimbangan adalah suatu tingkat output yang pada tingkat itu harga permintaan sama dengan harga penawaran. P D S P = harga Q = jumlah yang diminta D = permintaan (demand) E S =penawaran (supply) Q Gambar 4 Keseimbangan pasar (market equilibrium). Pada posisi keseimbangan seperti itu, baik harga maupun jumlah output tidak akan berubah-ubah lagi, kecuali jika terjadi pergeseran, baik pergeseran kurva permintaan maupun kurva penawaran, ataupun kedua-duanya. Apabila hal semacam itu terjadi, maka suatu harga dan jumlah keseimbangan yang baru akan terjadi, yaitu pada suatu titik dimana jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Dengan perkataan lain, kalau terjadi pergeseran seperti itu, maka akan terjadilah suatu titik keseimbangan baru dan titik itupun tetaplah akan terjadi pada perpotongan antara kurva permintaan dan penawaran yang baru pula. 2.3 Paradigma Sistem Manetsch dan Park dikutip oleh Eriyatno (1998) menyatakan bahwa sistem adalah gugus dari unsur yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan. Sistem merupakan himpunan atau kombinasi dari bagian-bagian yang membentuk sebuah kesatuan yang kompleks seperti sistem transportasi. Namun tidak semua kumpulan dan gugus bagian dapat disebut suatu sistem kalau tidak memenuhi syarat adanya kesatuan (unity), hubungan fungsional dan tujuan yang berguna.

62 33 Ilmu sistem ditumbuh kembangkan untuk merangkai secara utuh komponen-komponen yang berharga dari pengetahuan spesialis, dan mewujudkannya menjadi gambaran yang jelas. Teori sistem dimanfaatkan untuk mempelajari kenyataan akan aturan yang sistematik dan ketergantungan (interdependency) di dunia ini. Oleh karena itu, dalam mendefinisikan suatu sistem, yang paling penting adalah perihal relevansi (kesesuaian). Karenanya adalah penting untuk selalu membayangkan suatu sistem sebagai koleksi yang terisolir dari komponen-komponen yang berinteraksi. Interaksi, atau hubungan antar dua atau lebih unsur menyatakan bahwa apabila ada perubahan dalam atribut suatu unsur akan mengakibatkan perubahan dalam atribut unsur yang terkait. Adanya interaksi tersebut menyebabkan kendala terhadap perilaku sistem, dimana perlu diketahui sifat hubungan unsur terhadap totalitas (relation to the whole) dan sifat hubungan antar unsur terkait (relation of an entitiy toward other entities). 2.4 Sistem Perikanan Widodo dan Suadi (2006) menyatakan bahwa sistem perikanan tersusun oleh beberapa komponen yang memiliki berbagai bentuk interaksi kompleks. Sekurang-kurangnya sistem perikanan tersusun oleh tiga (3) komponen, yaitu sumber daya ikan, habitat, atau lingkungan dan manusia. Serupa dengan komponen tersebut, Charles (2001) menggambarkan perikanan sebagai suatu jaring dalam bentuk lebih detail yang tidak hanya melingkupi tiga (3) komponen besar di atas, tetapi juga sistem pengelolaannya (subsistem alam, manusia dan pengelolaan) serta berbagai faktor eksternal, seperti tersaji pada Gambar 5. Dalam kajian sumber daya ikan, dinamika sumber daya selain dipengaruhi oleh parameter populasi seperti pertumbuhan, rekrutmen dan mortalitas, juga sangat ditentukan oleh faktor lingkungan dan faktor eksternal lainnya seperti perubahan iklim. Keragaman habitat perikanan juga memberikan keragaman dalam potensi sumber daya ikan dan strategi pengembangan perikanan. Di antara habitat utama perikanan, dikenal tiga habitat perikanan utama, yaitu daerah pantai (continental self), upwelling, dan samudera (open ocean). Pusat-pusat perikanan saat ini, seperti halnya Indonesia, masih terbatas di wilayah pantai, sehingga

63 34 eksploitasi sumber daya di wilayah ini cenderung mengarah ke pemanfaatan secara berlebihan (over eksploitasi) dan meninggalkan berbagai konflik. Sementara, pengembangan perikanan tangkap ke arah samudera, walaupun dapat menghasilkan ikan dengan nilai ekonomi tinggi (sumbangan ekonomi yang tinggi bagi nelayan dan devisa negara), memerlukan perhitungan-perhitungan ekonomi dan sumber daya yang tepat untuk menghindari berbagai bentuk kerugian akibat karakter sumber daya alam (SDA) yang tidak seproduktif dua (2) daerah lainnya. Sistem alam Sistem Pengelolaan Komunitas Perencanaan Kebijakan Pengelolaan Perikanan Pengembangan Perikanan Penelitian Perikanan Lingkungan Perairan Kekuatan eksternal (misal Perubahan iklim) Sistem Manusia Pemananen Kelompok Kelompok 1 Nelayan Teknologi 2 Komunitas RT C R P Pasca Panen 4 W D M Kekuatan eksternal (misal Kebijakan Pemerintah) P = Pengolahan D = Distribusi M = Pasar W= Pedagang Besar R = Pengecer C = Konsumen (1). Konflik antar pengguna (2). Konflik alat tangkap (3). Ekonomi masyarakat dan interaksi sosial (4). Rantai Pemasaran Kekuatan eksternal (misal Kebijakan ekonomi makro, struktur pasar, dll) Lingkungan Sosek Gambar 5 Komponen utama sistem perikanan (Charles, 2001).

64 35 Dari aspek manusia, sistem perikanan lebih rumit lagi karena dinamika dari subsistem ini selain menyangkut aspek yang lebih banyak baik psikologi, antropologi, sosial dan ekonomi, juga menyangkut kelembagaan dan politik. Dalam kajian perikanan, komponen manusia meliputi nelayan, pasca panen dan pemasaran serta berbagai faktor sosial ekonomi perikanan. Sebagai ilustrasi, pada Tabel 5 diuraikan interaksi pemasaran perikanan dengan pengembangan ekonomi. Tabel 5 Interaksi pemasaran perikanan dengan pengembangan ekonomi Dampak pemasaran Meningkatkan permintaan konsumen Memperbaiki sistem distribusi Memperbaiki akses pasar Meningkatkan alternatif pekerjaan Memberdayakan nelayan Dampak Pertengahan Meningkatnya produksi ikan yang kurang dimanfaatkan Saluran pemasaran yang lebih baik Meningkatkan ekspor dan nilai tukar uang Berkurangnya ketergantungan antar nelayan Berkurangnya pedagang perantara, pendapatan nelayan bertambah Dampak Pembangunan Lebih banyak pekerja dan ketersediaan pangan meningkat Sumber : Charles, 2001 Ketersediaan protein meningkat Keseimbangan perdagangan meningkat Menurunnya keinginan kredit bunga tinggi Pengembangan masyarakat nelayan Pemasaran merupakan kegiatan penting dalam perikanan; dalam konteks komersial, hasil tangkap hanya akan bernilai apabila terjual. Pemasaran adalah tindakan menempatkan dan mengatur pasar (khususnya pembeli) untuk hasil tangkapan yang diperoleh nelayan, koperasi, perusahaan, atau masyarakat. Pada prinsipnya, tindakan seperti itu akan memberikan pendapatan nyata bagi nelayan, dibandingkan apabila sejumlah besar ikan tidak terjual. Ketika pemasaran bertujuan untuk memastikan bahwa ikan telah dibawa dari pesisir pantai menuju langkah selanjutnya yang adalah tingkat mikro penting bagi nelayan, koperasi, perusahan dan masyarakat, ternyata terdapat juga suatu pandangan luas bahwa pemasaran itu penting. Pada tingkat makro, pemasaran meliputi promosi konsumsi ikan secara luas (misalnya kampanye nasional oleh suatu organisasi) dan promosi konsumsi secara spesifik (misalnya melalui iklan pada negara-negara target). Usaha pada skala ini untuk meningkatkan pemasaran dan distribusi

65 36 memegang peranan penting dalam pengembangan ekonomi suatu daerah, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5. Mekanisme distribusi ikan juga merupakan hal yang penting. Sistem penjualan hanya akan lengkap apabila ikan telah tersampaikan kepada pembeli. Ini merupakan bagian yang nyata, dimana kenyataan pada sejumlah negara berkembang bahwa sebagian besar populasi, terkadang bisa mencapai lebih dari 50% tidak makan ikan laut, sederhana karena ketidaktersediaannya. Pada sejumlah negara, konsumsi ikan per kapita rendah diakibatkan oleh harganya yang tinggi, sementara di negara lain, ikan bukanlah makanan tradisional, sehingga permintaannya rendah. 2.5 Sumber daya Ikan dan Karakteristiknya Sumber daya ikan tergolong sumber daya yang dapat diperbaharui, namun bukan berarti tidak terbatas, dibutuhkan manusia untuk kehidupannya. Sampai sejauh mana sumber daya tersebut dapat memenuhi kebutuhan manusia, dapat diketahui melalui pengukuran ketersediaannya. Gordon (1954) menyatakan bahwa sumber daya ikan bersifat common property resources, atau SDA milik bersama dan open access. Karakteristik milik bersama dapat menimbulkan adanya kompetisi dalam proses penangkapannya, sedangkan kondisi open access atau terbuka akan menimbulkan lebih tangkap secara ekonomis (economic overfishing), karena perikanan tidak terkontrol. Kondisi tersebut berdampak kepada eksploitasi berlebihan (over-exploitation), investasi berlebihan (overcapitalization) dan tenaga kerja berlebihan (over-employment). Selain itu, sifat sumber daya ikan mengharuskan adanya hak kepemilikan (property right). Menurut Nikijuluw (2002), terdapat tiga (3) sifat khusus pada sumber daya perikanan milik bersama, yaitu : a. Eskludabilitas berkaitan dengan upaya pengendalian dan pengawasan terhadap akses ke sumber daya bagi stakeholder tertentu, dimana upaya dimaksud semakin sulit dan mahal, karena sifat sumber daya ikan yang bergerak pada laut luas. Hal ini menimbulkan kebebasan pemanfaatan oleh siapa saja, maka otoritas manajemen menjadi sulit dalam pengawasan.

66 37 b. Substraktabilitas merupakan suatu kondisi bagi seseorang untuk menarik manfaat dan keuntungan yang dimiliki oleh orang lain, walaupun telah ada kerjasama di antara stakeholder dalam pengelolaan sumber daya ikan. Kondisi tersebut dapat menimbulkan kompetisi, bahkan dapat mengarah ke konflik pemanfaatan sumber daya. c. Indivisibilitas menjelaskan sumber daya ikan sebagai milik bersama agak sulit dipisahkan, walaupun pemisahan secara administratif dapat dilakukan Usaha Perikanan Tangkap Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan, atau badan hukum untuk menangkap, atau membudidayakan ikan termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan, atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial, atau untuk mendapatkan laba dari kegiatan yang dilakukan. Perikanan laut sebagai salah satu sub sektor dari usaha perikanan terbagi dalam dua aspek, yaitu (1) penangkapan ikan di laut dan muara-muara sungai, laguna dan sebagainya yang dipengaruhi oleh pasang surut dan (2) budidaya di laut, yaitu semua kegiatan memelihara yang dilakukan di laut atau perairan lain yang terletak di muara sungai dan laguna (Syafrin dalam Novianti 2006). Monintja (2010) menyatakan bahwa perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan meliputi pengumpulan hewan, atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas. Definisi tersebut secara jelas menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan yang dimaksud bertujuan untuk mendapatkan keuntungan baik secara finansial maupun untuk memperoleh nilai tambah lainnya, seperti penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan terhadap protein hewani, devisa serta pendapatan negara Sifat dan Karakteristik Produk Perikanan, serta Implikasinya Dalam Pemasaran Produk perikanan, baik yang berasal dari perairan laut, maupun perairan darat, biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar dan olahan. Hanafiah dan Saefuddin (2006) menyatakan bahwa sifat dan karakteristik produk perikanan

67 38 berbeda dengan produk lainnya, dapat menimbulkan masalah dalam proses pemasarannya. Sifat dan karakteristik produk perikanan tersebut adalah : a. Produksinya musiman (seasonal) dan berlangsung dalam ukuran kecil (small scale). Waktu panen yang relatif singkat dalam periode tertentu dan daerah produksi yang jauh dari pusat konsumsi, atau pasar menyebabkan tingginya kebutuhan lembaga, atau fasilitas pemasaran yang dapat menghimpunkan produksi yang jumlahnya kecil menjadi jumlah yang lebih besar guna diangkut ke pusat-pusat konsumsi dan pusat pengolahan (processing). Keadaan ini biasanya turut mengakibatkan adanya beban musiman (peak load) dalam pembiayaan, penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran. b. Mudah rusak (perishable). Produk perikanan adalah organisme hidup dan karenanya mudah atau cepat mengalami kerusakan atau pembusukan akibat kegiatan bakteri, enzimatis dan oksidasi. Masalah ini membutuhkan usaha, atau perawatan khusus dalam proses pemasaran guna mempertahankan mutu. Penyimpanan dapat dilakukan di tempat-tempat atau ruangan dingin (kamar dingin dan peti dingin) dan pengangkutan perlu dilaksanakan dengan alat pengangkutan yang dilengkapi dengan alat, atau mesin pendingin. Usaha ini memerlukan biaya tambahan yang secara otomatis meninggikan biaya pemasaran. c. Konsumsi relatif stabil. Sifat demikian dihubungkan dengan sifat produksinya yang musiman dan jumlahnya tidak berketentuan, karena pengaruh cuaca, dapat menimbulkan masalah dalam penyimpanan dan pembiayaan. d. Jumlah dan mutu sering berubah. Perubahan dalam jumlah mengakibatkan timbulnya fluktuasi harga besar sebagai akibat dari perubahan kondisi penawaran. Variasi yang besar dalam mutu cenderung mengakibatkan tidak terorganisirnya pasar, perubahan dalam harga, menambah ongkos dalam penyimpanan dan sukar dalam grading.

68 Analisis Market Structure-Conduct-Performance Analisis Market Structure-Conduct-Performance (S-C-P) merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk menganalisis sistem pemasaran kompetitif yang didasarkan pada kajian empiris berbasis ekonomi industri dan mekanisme harga dalam situasi persaingan (Mc Kie diacu dalam Asmarantaka 2009) Market Structure Market Structure merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli dan penjual secara strategik memengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Beberapa ukuran untuk melihat market structure (Mc Kie diacu dalam Asmarantaka 2009), antara lain : a Market concentration (konsentrasi pasar); diukur berdasarkan persentase dari penjual/aset/pangsa pasar. b Exit-entry (kebebasan keluar-masuk calon penjual); perusahaan yang besar mempunyai kelebihan dalam menentukan price control, dalam rangka mempertahankan konsentrasinya di dalam pasar. c Product differentation (diferensiasi produk); perusahaan yang mempunyai konsentrasi pasar tinggi mempunyai kelebihan menentukan product differentiation untuk lebih meningkatkan keuntungannya Market Conduct Market conduct, atau perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh, baik oleh penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuannya masing-masing (Mc Kie dalam Asmarantaka 2009). Ada tiga (3) cara mengenal perilaku, yaitu : a Penentuan harga dan setting level of output; penentuan harga dimana harga tersebut tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, ditetapkan secara bersama-sama penjual, atau penetapan harga berdasarkan pemimpin harga (price leadership). b Product promotion policy; melalui pameran dan iklan atas nama perusahaan.

69 40 c Predatory and Exclusivenary tactics; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong perusahaan pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi ini antara lain menetapkan harga di bawah biaya marginal, sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing secara sehat Market Performance Market Performance, atau keragaan pasar yang dapat diukur dengan beberapa ukuran. Mc Kie dalam Asmarantaka (2009) secara khusus mengklasifikasikan ukuran tersebut sebagai berikut : a Pricing efficiency, yaitu ukuran yang didasarkan pada seberapa jauh harga mendekati biaya total. b Cost efficiency or productive efficiency adalah ukuran yang digunakan dapat dalam jangka pendek, yaitu efisiensi pada fungsi produksi dan efisiensi alokasi sumber daya; sedangkan ukuran dalam jangka panjang adalah excess capacity and optimal size. c Sale promotion cost dengan ukuran dilihat dari volume penjualan. d Technical progressive (dinamic product efficiency), yang pengukurannya dilihat dari seberapa jauh menurunnya Long-run Average Total Cost. e Rate of product development, atau inovasi, dengan pengukurannya bagaimana memproduksi (how to produce) dengan mutu, efisiensi dan higienitas, sehingga dihasilkan produk yang memiliki keunggulan kompetitif. f Exchange efficiency; meliputi efisiensi biaya dalam penentuan harga dan transportasi. g Market externality; bagaimana dapat meminimalkan market externalities negatif dan meningkatkan yang positif? h Conservation; berkaitan dengan isu-isu antara lain ekolabeling dan greenpeace. i Price flexibility; dalam kaitan dengan bagaimana penyesuaian atau perubahan harga dengan adanya perubahan biaya. Selain pendekatan S-C-P ini, dikenal juga lima (5) pendekatan lain dalam analisis pemasaran, yaitu Pendekatan Fungsi (Functional Approach),

70 41 Kelembagaan (Institutional Approach), Komoditas (Commodity Approach), Sistem (System Approach) dan Permintaan-Penawaran (Demand-Supply Approach) (Purcell 1977); Gonarsyah 1996; Kohls and Uhl diacu dalam Asmarantaka 2009). 2.7 Konsep Integrasi Pasar Integrasi pasar dapat dipahami melalui dua sisi. Pertama, integrasi pasar merujuk pada integrasi vertikal dan integrasi horizontal. Integrasi vertikal berhubungan dengan kealamiannya usaha, sementara integrasi horizontal lebih berurusan dengan integrasi pasar spasial. Kedua, integrasi meliputi integrasi pasar spasial, integrasi pasar temporal, integrasi lintas bentuk harga dan integrasi lintas bentuk produk. Integrasi, atau keterpaduan pasar merupakan suatu indikator dari efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga. Integrasi didefinisikan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi pada pasar acuan (pasar di tingkat lebih tinggi, misalnya di tingkat pedagang eceran) akan menyebabkan terjadi perubahan pada pasar pengikutnya (misalnya, pasar di tingkat petani). Dengan demikian analisis integrasi pasar erat kaitannya dengan analisis struktur pasar. Dua (2) pasar dikatakan terpadu, apabila perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan, atau ditransfer ke pasar lain. Dalam struktur pasar persaingan sempurna, perubahan harga dari pasar acuan (misalnya, pasar sentral, atau pasar induk) diteruskan secara sempurna ke pasar pengikut. Keterpaduan pasar dapat terjadi apabila terdapat informasi pasar yang memadai dan informasi ini disalurkan dengan cepat ke pasar lain. Dengan demikian agar terjadi keterpaduan pasar, partisipan yang terlibat di antara pasar (pasar acuan dengan pasar pengikut) memiliki informasi sama. Ukuran dari integrasi pasar dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (a) pendekatan dengan metode korelasi (r), (b) pendekatan dengan regresi sederhana (Ordinary Least Square, OLS) yang akan menghasilkan elastisitas ataupun fleksibilitas transmisi dan (c) pendekatan hubungan lag bersebaran autoregresif (autoregressive distribute lag) antara harga pasar acuan

71 42 dengan pasar pengikut (Ravallion, Heytens, Simatupang dan Situmorang serta Hutabarat diacu dalam Asmarantaka 2009). Ukuran integrasi pasar untuk butir (a) dan (b) ini dilakukan pada analisis harga di tingkat pasar yang satu dengan pasar lainnya terjadi pada waktu yang bersamaan (concurrent method). Sedangkan pada analisis (c) data yang dipakai merupakan the time lag method. Cara yang pertama menggunakan metode korelasi, cara yang kedua mempergunakan regresi sederhana (OLS) dan cara yang ketiga dengan pendekatan vektor autoregresi Integrasi Pasar Spasial dan Faktor Penyebab Analisis harga spasial pada mulanya didefinisikan sebagai pergerakan bersama harga di sejumlah lokasi pasar yang berbeda (contohnya: ko-integrasi seperti pada Goodwin and Schroeder diacu dalam Vollarth and Hallahan 2006). Tahapan dimana pasar secara spasial disebut efisien memiliki implikasi penting terhadap liberalisasi pasar dan reformasi kebijakan lainnya. Dalam penelitiannya, Vollarth and Hallahan (2006) mengontrol beberapa faktor yang dianggap menjelaskan beberapa isu memengaruhi spasial harga seperti, keterlambatan penyerahan, biaya transaksi, siklus musiman dan kebijakan Pemerintah. Integrasi pasar spasial mencerminkan pengaruh perubahan harga di satu pasar terhadap pasar lainnya. Secara teoritis, di bawah asumsi persaingan penuh, ketika terjadi perdagangan antara dua tempat, maka harga produk pada tempat dimana produk tersebut diimpor sama dengan harga ekspor produk tersebut ditambah dengan biaya transportasi. Oleh sebab itu, perubahan harga di daerah ekspor akan menyebabkan perubahan harga di daerah impor pada arah dan derajat yang sama. Pada kondisi seperti itu, kedua pasar disebut terintegrasi secara sempurna. Integrasi pasar spasial meliputi integrasi pasar jangka panjang maupun pendek (Laping, 2001). Integrasi pasar jangka panjang merujuk kepada kondisi dimana terdapat suatu hubungan harga yang stabil antara dua pasar jangka panjang. Meskipun keseimbangan hubungan jangka panjang dapat terganggu pada suatu jangka pendek, namun pada akhirnya keseimbangan tersebut akan terpulihkan. Integrasi jangka pendek menunjukkan perubahan harga di suatu pasar

72 43 pada beberapa waktu akan segera membawa perubahan harga pada pasar lainnya. Hal ini mencerminkan penyebaran sensitivitas harga produk antar pasar-pasar tersebut. Integrasi pasar mencerminkan keterkaitan harga, apabila terdapat perdagangan antara dua pasar, oleh sebab itu studi tentang integrasi pasar biasanya menganalisis harga-harga dari kedua pasar tersebut. Transportasi merupakan faktor terpenting yang memengaruhi integrasi pasar, selain penyebaran informasi pasar, musim, inflasi dan kebijakan Pemerintah. Intervensi Pemerintah melalui kebijakan terkadang dapat membawa pada pemblokiran pasar regional, sehingga dapat menurunkan derajat integrasi pasar dan memotong hubungan harga antar pasar secara menyeluruh. Namun pada sisi lain, intervensi Pemerintah dapat mengakibatkan perubahan harga yang sama pada pasar regional, sehingga derajat integrasi pasar kelihatan lebih besar. Faktor musim dan inflasi mempengaruhi integrasi pasar, terutama pada jangka panjang. Lebih lanjut, karakteristik produk, hadirnya kekuatan monopoli dan tercukupnya produksi juga dapat mengakibatkan integrasi pasar Analisis Integrasi Pasar Para ekonom menggunakan definisi dan alat diagnosa yang berbeda untuk menganalisis integrasi pasar melalui waktu dan ruang. Untuk mengkonsepsikan keterpaduan pasar yang mecoba mengukur pengaruh pada harga-harga setempat oleh harga-harga di tempat lain, diterapkan model yang dikembangkan oleh Ravallion diacu dalam Hutabarat (1988). Model dimulai dengan membangun hubungan lag bersebaran autoregresif (autoregressive distributed lag) antara setiap harga mata dagangan suatu tempat dengan tingkat harga acuan yang tepat (mungkin harga nasional, atau harga pusat pasar setempat, atau harga beberapa tempat). Lebih terperinci model ditulis berikut : ( 2.5) Untuk α i = 1, 2,, k dan t = 1, 2,, n dimana H it adalah harga produk di pasar i pada waktu t, H At adalah harga produk di pasar acuan waktu t, X adalah vektor musiman dan peubah lain yang relevan di pasar i pada waktu t (dengan koleksi peubah yang sama pada semua pasar pada semua waktu), μ it adalah galat, α i (L),β i

73 44 (L) dan γ i (L) menggambarkan polinomial dalam operator lag (L i H t = H t-i ) dibatasi sebagai : -α i (L) = 1 α i1 L - - α in L n β i (L) = β i0 + β i1 L + +β im L m γ i (L) = γ i0 + γ i1 L + + γ in L n Untuk digunakan dalam penelitian empirik, persamaan (2.5) perlu ditulis kembali sebagai perbedaan pertama dari harga setempat sebagai peubah tak bebas. Tetapi, sebelumnya perlu dibatasi Δ sebagai operator perbedaan waktu (misalnya ΔH it = H it H it-1 ) dan Δ i adalah perbedaan harga berdasar jarak (Δ i = H it H At ). Pada kasus n m, persamaan (2.5) dapat ditulis : Δit = (( Δ (2.6) dapat diolah, sehingga perubahan harga pada periode saat ini merupakan suatu lag sebaran dari perbedaan harga berdasarkan tempat dan waktu dari waktu-waktu sebelumnya. Peubah-peubah harga ini dapat merupakan angka-angka mutlak, atau logaritma, sehingga Δ ini dapat dianggap sebagai perubahan harga mutlak, atau persentase. Persamaan (2.6) agak sulit ditafsirkan, sehingga perlu disederhanakan dalam satu lag untuk setiap beda harga pasar setempat dan pasar acuan (n=m=1), sehingga menjadi : ΔHit = (α i1 L-L)Δ i H t + β i0 ΔHA t + (α i1 + β i0 + β i1-1)ha t-1 + γ i X + μ it.... (2.7) Apabila tanda Δ dibuang, maka persamaan tersebut menjadi : (H it -H it-1 )=(α i -1)(H it-1 -H At-1 )+β i0 (HA t HA t-1 )+(α i +β i0 +β i1-1)ha t-1 +γ i X+μ it (2.8) Persamaan tersebut menyatakan bahwa perubahan harga di suatu tempat merupakan fungsi dari perubahan dalam selisih harga dengan pasar acuan waktu sebelumnya, perubahan harga pasar acuan pada waktu yang sama dan ciri-ciri pasar setempat. Dengan mengolah persamaan di atas lebih lanjut, maka akan diperoleh indikator keterpaduan pasar yang lebih tepat dan umum. Seandainya koefisien dalam persamaan (2.8) dilambangkan sebagai berikut : α i 1 = b 1, β i0 = b 2, α i +β i0 +β i1-1= b 3 dan seterusnya, maka persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai :

74 45 (H it -H it-1 )=b 1 (H it-1 -H At-1 )+b 2 (HA t HA t-1 )+b 3 HA t-1 +b 4 X+μ it (2.9) Yang kemudian dapat disusun kembali seperti : (H it )=(1 +b 1 )(H it-1 )+b 2 (HA t HA t-1 )+(b 3 -b 1 ) HAt -1 +b 4 X... (2.10) 2.8 Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT) Analisis strengths, weaknesses, opportunities and threats (SWOT) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategik selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan organisasi (Rangkuti 2002). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kinerja organisasi dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal (Strengths dan Weaknesses) dan eksternal (Opportunities dan Threats). Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT (Gambar 6). Kuadran 1 : merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Organisasi memiliki peluang dan kekuatan, sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan agresif (Growth oriented strategy). Kuadran 2 : meskipun menghadapi berbagai ancaman, organisasi masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi. Kuadran 3 : organisasi menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi organisasi ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal, sehingga dapat merebut peluang lebih baik. Kuadran 4 : merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, karena organisasi menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

75 46 3. Mendukung strategi turnaround Berbagai Peluang 1. Mendukung strategi agresif Kelemahan Internal Kekuatan Internal 4 Mendukung strategi defensif Berbagai Ancaman 2. Mendukung strategi diversifikasi Gambar 6 Diagram analisis SWOT (Rangkuti, 2002) Pengertian dan Jenis Model Kusnendi (2008) menyatakan bahwa model adalah kerangka pikiran atau konstruksi teoritis penelitian yang dirumuskan dalam bentuk diagram dan atau persamaan matematik tertentu. Esensinya menyatakan hipotesis penelitian, maka model sebagai kerangka penelitian paling tidak akan menampilkan empat (4) hal sebagai berikut : 1. Peubah yang diteliti, 2. Prediksi atau hipotesis hubungan antar variabel, 3. Parameter yang diestimasi, 4. Dekomposisi pengaruh antar variabel. Sementara Dimyati dan Dimyati (2002) mengartikan model sebagai gambaran ideal dari suatu situasi (dunia) nyata, sehingga sifatnya yang kompleks dapat disederhanakan. Ada beberapa jenis model yang biasa digunakan, di antaranya : 1 Model-model ikonis/fisik, yaitu penggambaran fisik dari suatu sistem, baik dalam bentuk yang ideal maupun dalam skala yang berbeda. Contoh, foto, blue print, peta dan globe.

76 47 2 Model-model analog/diagramatis, yaitu penggambaran situasi yang dinamis dan lebih banyak digunakan dari pada model-model ikonik, karena sifatnya yang dapat dijadikan analogi bagi karakteristik sesuatu yang sedang dipelajari. Contoh, kurva distribusi frekuensi pada statistik, kurva supply demand, flow chart. 3 Model-model simbolis/matematik, yaitu penggambaran dunia nyata melalui simbol-simbol matematik. Pada awalnya model simbolis/matematik ini berupa model-model abstrak yang dibentuk di dalam pikiran seseorang, kemudian disusun menjadi model-model simbolis, seperti gambar, simbol atau rumus matematik. Model matematik yang paling banyak digunakan dalam penelitian operasional adalah model matematik yang berupa persamaan atau ketidaksamaan. 4 Model-model simulasi, yaitu model-model yang meniru tingkah laku sistem dengan mempelajari interaksi komponen-komponennya, karena tidak memerlukan fungsi-fungsi matematik secara eksplisit untuk merelasikan peubah-peubah sistem, maka model-model simulasi ini dapat digunakan untuk memecahkan sistem kompleks yang tidak dapat diselesaikan secara matematik. Akan tetapi, model-model ini tidak dapat memberikan solusi yang benar-benar optimum. 5 Model-model heuristik, yaitu suatu metode pencarian yang didasarkan atas intuisi atau aturan-aturan empiris untuk memperoleh solusi yang lebih baik daripada solusi yang telah dicapai sebelumnya. Dalam penelitian operasional, model yang paling banyak digunakan adalah model matematik/simbolis.

77 48

78 49 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan, sejak bulan Mei hingga Oktober Penelitian dilaksanakan di tujuh (7) pasar (Lampiran 2a dan 2b), dengan rincian sebagai berikut : 1. Pasar Piru di Kabupaten Seram Bagian Barat, Binaya di Kabupaten Maluku Tengah dan Bula di Kabupaten Seram Bagian Timur, 2. Pasar Tulehu yang berada di Kecamatan Salahutu dan Leihitu di Kecamatan Leihitu, serta 3. Pasar Passo dan Mardika yang berada di Kota Ambon yang merupakan pasar sentral pemasaran produk perikanan yang ada dan dekat dengan kawasan tersebut. Kabupaten Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur terletak di pulau Seram serta meliputi beberapa pulau kecil di sekitar pulau Seram. Sebagian besar Kabupaten Maluku Tengah terletak di Pulau Seram dan sebagian lagi di Pulau Ambon serta beberapa pulau kecil di sekitarnya (Lampiran 1). Alasan pemilihan lokasi-lokasi penelitian ini adalah : 1. Pasar Tulehu dan Leihitu yang berada di Kecamatan Salahutu dan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, secara geografis terletak di Pulau Ambon bersama dengan Kota Ambon dan merupakan sentra produksi perikanan di Kota Ambon. Kedua daerah ini juga merupakan pintu masuk bagi produk perikanan dari pulau Seram maupun pulau-pulau kecil lainnya yang ada di sekitar pulau Seram maupun pulau Ambon. 2. Pasar Piru, Masohi dan Bula yang terletak di Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku Tengah dan Seram Bagian Timur merupakan kabupatenkabupaten yang dekat dengan kota Ambon. 3. Pasar Mardika merupakan pasar sentral di Kota Ambon dan untuk mencapai pasar Mardika dari pasar-pasar yang telah disebutkan di atas, pasar Passo harus dilalui terlebih dahulu. Itu berarti ikan segar yang akan dibawa ke pasar Mardika dari pasar-pasar di atas harus ditransitkan dahulu di pasar Passo kemudian diteruskan ke pasar Mardika.

79 Pengumpulan Data Populasi dari penelitian ini adalah pedagang pengumpul dan pedagang pengecer produk perikanan di tujuh (7) pasar yang telah disebutkan. Dua puluh lima orang pedagang pengumpul dan seratus orang pedagang pengecer dari kelima (5) pasar di Kawasan Maluku Tengah dan dua (2) pasar di Kota Ambon, ditarik secara simple random sampling, kemudian diwawancarai berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik survei dengan pendekatan sistem untuk menganalisis sistem pemasaran produk perikanan di kawasan tersebut. Harga produk-produk perikanan yang dipasarkan di pasarpasar di atas dicatat setiap hari selama 4 (empat) bulan untuk menganalisis ada tidaknya integrasi pasar dengan memperhatikan faktor-faktor spasial dan temporal yang penting dan berpengaruh terhadap hubungan harga produk perikanan tersebut. Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi pustaka dan survei lapangan. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data sekunder, sedangkan survei lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya dan dilakukan terhadap pedagang perantara, pedagang pengecer dan para birokrat yang berkepentingan dalam bidang pemasaran produk perikanan. Data primer yang dikumpulkan meliputi : 1 Series data harian harga tiga (3) jenis ikan segar yang dominan didaratkan dan/atau dijual selama empat (4) bulan, atau 106 hari secara bersamaan (hari Minggu diabaikan) di enam (6) pasar eceran atau sentra produksi di Kawasan Maluku Tengah dan pasar sentral di Kota Ambon. 2 Kondisi sosial ekonomi pedagang pengecer ikan segar yang meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman berjualan, jumlah tanggungan keluarga dan pekerjaan sampingan, selain berjualan produk perikanan. 3 Keragaan usaha meliputi jenis dan jumlah ikan segar yang biasa dijual dan terjual per musim. 4 Cara memasarkan produk, cara memperoleh sumber dan bentuk informasi tentang harga.

80 51 5 Perolehan modal untuk memulai maupun memperbesar usaha dan jumlah biaya pemasaran yang dikeluarkan. 6 Kinerja lembaga penunjang pemasaran dan kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah dalam usaha pemasaran produk perikanan. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi kondisi geografis daerah penelitian, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, jumlah dan jenis alat tangkap yang digunakan nelayan, perkembangan produksi perikanan, inflasi dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan pemasaran produk perikanan. Data dikumpulkan dari laporan instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku maupun Kabupaten di kawasan Maluku Tengah, Dinas Perindustrian, Bank Indonesia Cabang Maluku dan hasil penelitian terkait yang telah dilakukan sebelumnya. 3.3 Pengolahan dan Analisis Data Analisis Structure-Conduct-Performance Market Structure Dalam penelitian ini digunakan market concentration (konsentrasi pasar) untuk melihat market structure yang diukur berdasarkan persentase dari penjual/aset/ pangsa pasar. Ukuran yang paling umum digunakan untuk mengukur konsentrasi pasar adalah Concentration Ratio (CR), yang didefinisikan sebagai persentase dari keseluruhan output industri yang dihasilkan oleh beberapa perusahaan terbesar dilihat dari berbagai indikator. Secara matematik, rumus CR adalah : dimana: CR m = rasio konsentrasi dari pedagang ikan dalam pasar P i = jumlah pangsa pasar dari m produsen atau pedagang terbesar, yang dinyatakan dalam persentase. CR yang digunakan dalam penelitian ini adalah CR 4, sehingga persamaan (3.1) menjadi :

81 52 CR 4 = rasio konsentrasi empat pedagang ikan terbesar P i = jumlah pangsa pasar dari produsen atau pedagang terbesar ke-i, yang dinyatakan dalam persentase. Angka ini diperoleh dari perbandingan volume penjualan dari masing-masing produsen, atau empat (4) pedagang ikan terbesar dengan volume penjualan seluruh produsen, atau pedagang dalam pasar. Pasar dianggap sangat terkonsentrasi atau oligopoli apabila CR 4 sedikitnya bernilai 40% (Parker and Connor diacu dalam Sayaka 2006). Sementara Subanidja (2006) menyatakan bahwa pada situasi pasar monopoli, CR 4 akan bernilai 100%, sedangkan untuk persaingan sempurna CR 4 mendekati nilai nol (0). Selanjutnya Shepherd diacu dalam Rosyidi (2009) membagi tipe pasar atas enam bentuk, mulai dari monopoli murni hingga persaingan sempurna dengan kondisinya pada Tabel 6. Tabel 6 Tipe pasar, kondisi utama dan pengertiannya Tipe Pasar Kondisi Utama Pengertiannya Monopoli Satu industri menguasai 100% pangsa pasar CR 1 = 100 Murni Industri Dominan Satu industri menguasai % pangsa pasar dan tidak mempunyai pesaing terdekat Oligopoli ketat Empat industri terbesar menguasai % pangsa pasar Oligopoli kendur Monopolistik Persaingan Sempurna Empat industri terbesar menguasai 40% pangsa pasar Terdapat banyak industri yang saling bersaing, tidak ada yang menguasai pasar 10% Lebih dari 50 industri yang saling bersaing, seluruhnya dengan pangsa pasar yang tidak berarti Sumber : Shepherd diacu dalam Rosyidi (2009) CR 1 = CR 4 = CR 4 40 CR n 10 Gwin (2001) menyatakan bahwa CR 4 merupakan rasio konsentrasi yang umum digunakan untuk melihat struktur pasar. Walau begitu, tidak ada konsensus baku antar para ahli ekonomi untuk menggunakan CR 4. Konsentrasi hanya merupakan salah satu faktor yang bertujuan untuk membagi struktur pasar. Ada

82 53 banyak faktor, baik obyektif maupun subyektif yang harus diperhitungkan oleh seorang peneliti sebelum memilih struktur pasar yang dapat menggambarkan keberadaan industri dengan baik. Berdasarkan pendapat/pandangan para ahli di atas, maka kriteria CR 4 dalam penelitian ini akan mengacu pada Tabel 7. Penelitian ini berlokasi di lima pasar di Kawasan Maluku Tengah dan dua pasar di Kota Ambon yang memiliki kemiripan sifat dan karakteristik, seperti : a Produk perikanan yang diperdagangkan di ketujuh pasar tersebut pada hari yang bersamaan, umumnya memiliki keseragaman dalam jenis dan ukuran. b Modal pedagang pengecer umumnya sama. c Pedagang saling berkomunikasi satu dengan lainnya untuk mengetahui kondisi pasar. Tabel 7 Kriteria CR 4 dalam penelitian yang dilakukan Tipe Konsentrasi Konsentrasi Monopoli Konsentrasi Oligopoli Tidak Konsentrasi Konsentrasi Bersaing Kondisi Utama Empat industri terbesar 100% pangsa pasar. menguasai Empat industri terbesar menguasai 75% hingga < 100% pangsa pasar. Empat industri terbesar menguasai 40% hingga < 75% pangsa pasar. Empat industri terbesar menguasai < 40% pangsa pasar. Pengertiannya CR 4 = CR 4 < CR 4 < 75 CR 4 < 40 Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka ketujuh pasar ini dapat diperlakukan sebagai satu pasar besar, sehingga selanjutnya analisis Market Structure-Conduct-Performance (S-C-P) dalam penelitian ini diaplikasikan terhadap satu pasar di Kawasan Maluku Tengah yang merupakan gabungan dari ketujuh pasar tersebut. Sebagian besar ekonom berpendapat bahwa ukuran rasio konsentrasi (CR 4 ) tidak cukup mengukur kekuatan pasar, sehingga digunakan Herfindahl- Hirschman Index (HHI) yang menjelaskan tentang peran pedagang terhadap dominasi pasar (Subanidja 2006; Sayaka 2006). HHI dihitung dengan

83 54 menjumlahkan kuadrat dari persentase pangsa pasar seluruh pedagang di dalam suatu pasar yang dinyatakan dengan rumus : (3.3) dimana : HH i = Herfindahl-Hirschman Index n = jumlah pedagang dalam pasar cv = koefisien keragaman ukuran usaha, yang diperoleh dari nilai P i sudah didefinisikan sebelumnya Nilai HH i berkisar dari 0 hingga 1, semakin besar nilai menunjukkan pasar semakin terkonsentrasi. Apabila HH i = 0 maka pasar dalam kondisi persaingan yang kompetitif, sementara apabila nilai HH i berada di antara 0 dan 1 berarti struktur pasar oligopoli. Struktur pasar monopoli ditunjukkan ketika nilai HH i = Market Conduct Dalam menganalisis market conduct (perilaku pasar), digunakan cara predatory and exclusivenary tactics. Strategi ini bertujuan untuk mendorong perusahaan pesaing keluar dari pasar, karena harga yang ditetapkan di bawah biaya marginal, sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing secara sehat. Dalam penelitian ini, seluruh strategi/taktik/cara penetapan harga yang dilakukan responden dalam bersaing akan diidentifikasi untuk selanjutnya dianalisis. Apabila harga yang ditetapkan di bawah biaya marginal, maka strategi/taktik/cara tersebut digolongkan dalam predatory and exclusivenary tactics Market Performance Market Performance, atau keragaan pasar yang dapat diukur dengan beberapa ukuran. Dalam penelitian ini, keragaan pasar ditunjukkan melalui pengukuran pricing efficiency (efisiensi harga), yaitu ukuran yang didasarkan pada kondisi harga mendekati biaya total dan diukur berdasarkan margin pemasaran dan biaya pemasaran (Sayaka 2003).

84 55 Margin pemasaran. Margin pemasaran kotor, persentase margin, persentase mark-up dan profit margin dihitung pada setiap mata rantai pemasaran (misalnya tingkat pedagang pengumpul - pedagang pengecer dan tingkat pedagang pengecer). Margin pemasaran kotor = harga penjualan harga pembelian Persentase Mark-up (%) = ((margin pemasaran kotor)/(harga pembelian)) x 100 Persentase Margin (%) = ((margin pemasaran kotor)/(harga penjualan)) x 100 Profit margin (per unit) = harga penjualan biaya pemasaran. Biaya pemasaran, meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan dalam setiap proses pemasaran Analisis Integrasi Pasar Persamaan (2.10) merupakan model yang dikembangkan Ravallion (1986) dan Heytens (1986) yang diacu dalam Asmarantaka (2009) dapat dimodifikasi menjadi:...(3.4) dimana P it adalah harga ikan pada pasar lokal (i) pada waktu t, P t adalah harga di pasar acuan (reference) pada waktu t dan X adalah faktor peubah lainnya yang relevan di pasar lokal pada waktu t. Dalam penelitian ini dilihat tiga (3) jenis ikan yang dominan dijual atau didaratkan di tujuh (7) pasar yang telah disebutkan di atas, sehingga persamaan (3.4) dimodifikasi menjadi : P 3it =(1+b 1 )P 3it-1 +b 2 (P 3t - P 3t-1 )+(b 3 -b 1 ) P 3t-1 + b4x...(3.5) dimana P 3it adalah harga rata-rata 3 (tiga) jenis ikan yang dominan dijual atau didaratkan pada pasar lokal (i) pada waktu t, P 3t adalah harga rataan 3 (tiga) jenis ikan yang dominan dijual atau didaratkan pada pasar acuan (reference) pada waktu t.

85 56 Ambon diambil sebagai pasar acuan karena selain merupakan pusat pemerintahan yang merumuskan keputusan-keputusan Pemerintah Daerah, juga merupakan kota konsumen yang memiliki daya beli terbesar di Maluku. Kecamatan Salahutu dan Leihitu yang secara geografis terletak di Pulau Ambon bersama dengan Kota Ambon dan merupakan sentra-sentra produksi perikanan di Kota Ambon juga pintu masuk bagi produk perikanan dari pulau Seram maupun pulau-pulau kecil lainnya yang ada di sekitar pulau Seram, maupun pulau Ambon. Dengan menyimbolkan harga di pasar Mardika yang merupakan pasar sentral di Kota Ambon pada waktu t adalah (P At ), pasar Passo (P Pst ), Leihitu (P L ), Salahutu (P S ), Seram Bagian Barat (P SBBt ), Maluku Tengah (P MTt ), dan Seram Bagian Timur (P SBTt ), maka apabila harga di pasar Mardika Ambon (P A ) merupakan harga acuan dan harga di pasar Passo (P Ps ), Leihitu (P L ), Salahutu (P S ), Maluku Tengah (P MT ), Seram Bagian Barat (P SBB ) dan Seram Bagian Timur (P SBT ), masing-masing merupakan pasar pengikut, maka persamaan (3.4) dapat dimodifikasi menjadi : a Pasar Ambon (P A ) adalah pasar acuan dan pasar Passo (P Ps ) adalah pasar pengikut : P 3Pst =(1+b 1 ) P 3Pst-1 + b 2 (P 3At - P 3At-1 )+(b 3 - b 1 ) P 3At-1 +b 4 X.(3.6) b Pasar Ambon (P A ) adalah pasar acuan dan pasar Leihitu (P L ) adalah pasar pengikut : P 3Lt = (1+b 1 )P 3Lt-1 + b 2 (P 3At - P 3At-1 )+(b 3 - b 1 ) P 3At-1 + b 4 X...(3.7) c Pasar Ambon (P A ) adalah pasar acuan dan pasar Salahutu (P S ) adalah pasar pengikut : P 3St = (1+b 1 )P 3St-1 + b 2 (P 3At - P 3At-1 )+(b 3 - b 1 ) P 3At-1 + b 4 X...(3.8) d Pasar Ambon (P A ) adalah pasar acuan dan pasar Seram Bagian Barat (P SBB ) adalah pasar pengikut : P 3SBBt = (1+b 1 )P 3SBBt-1 +b 2 (P 3At -P 3At-1 )+(b 3 - b 1 )P 3At-1 +b 4 X.(3.9) e Pasar Ambon (P A ) adalah pasar acuan dan pasar Maluku Tengah (P MT ) adalah pasar pengikut : P 3MTt = (1+b 1 ) P 3MTt-1 +b 2 (P 3At - P 3At-1 )+(b 3 - b 1 )P 3At-1 +b 4 X.... (3.10) f Pasar Ambon (P A ) adalah pasar acuan dan pasar Seram Bagian Timur (P SBT ) adalah pasar pengikut :

86 57 P 3SBTt =(1+b 1 )P 3SBTt-1 +b 2 (P 3At -P 3At-1 )+(b 3 -b 1 ) P 3At-1 +b 4 X...(3.11) Karena Kabupaten Maluku Tengah awalnya meliputi Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, Buru dan Buru Selatan, maka adalah hal yang mungkin apabila Pasar Maluku Tengah (P MT ) dianggap sebagai pasar acuan bagi pasar di masing-masing kabupaten tersebut. Namun karena pasar di Buru dan Buru Selatan tidak diikutsertakan dalam penelitian ini, maka apabila : a Pasar Maluku Tengah (P MT ) adalah pasar acuan dan pasar Leihitu (P L ) adalah pasar pengikut : P 3Lt = (1+b 1 )P 3Lt-1 + b 2 (P 3MTt -P 3MTt-1 )+(b 3 -b 1 )P 3MTt-1 +b 4 X.....(3.12) b Pasar Maluku Tengah (P MT ) adalah pasar acuan dan pasar Salahutu (P S ) adalah pasar pengikut : P 3St =(1+b 1 )P 3St-1 +b 2 (P 3MTt - P 3MTt-1 )+(b 3 -b 1 ) P 3MTt-1 +b 4 X....(3.13) c Pasar Maluku Tengah (P M ) adalah pasar acuan dan pasar Seram Bagian Barat (P P ) adalah pasar pengikut : P 3SBBt =(1+b 1 )P 3SBBt-1 +b 2 (P 3MTt - P 3MTt-1 )+(b 3 -b 1 )P 3MTt-1 +b 4 X.(3.14) d Pasar Maluku Tengah (P MT ) adalah pasar acuan dan pasar Seram Bagian Timur (P SBT ) adalah pasar pengikut : P 3SBTt =(1+b 1 )P 3SBTt-1 +b 2 (P 3MTt - P 3MTt-1 )+(b 3 -b 1 )P 3MTt-1 +b 4 X..(3.15) Apabila pasar acuan dianggap berada dalam keseimbangan jangka panjang (yakni P t-1 =0) dan juga b 4 = 0 maka (1+b 1 ) dan (b 3 b 1 ) akan menggambarkan sumbangan relatif harga pasar setempat dan acuan terdahulu terhadap pembentukan tingkat harga sekarang. Apabila harga pasar acuan sebelumnya merupakan penentu dari harga setempat (dan bukan harga setempat), maka pasarpasar ini terpadu dengan baik. Artinya keadaan penawaran dan permintaan pada pasar acuan akan dikomunikasikan secara efektif ke pasar-pasar setempat dan akan memengaruhi harga-harga di sana walau bagaimanapun keadaan pasar lokal sebelumnya. Untuk menangkap besarnya pengaruh ini secara relatif, selanjutnya Timmer (1987) dalam Hutabarat (1988) mengembangkan Index of Market Connection (IMC, Indeks Hubungan Pasar), yaitu indeks yang dibatasi sebagai nisbah koefisien pasar lokal periode sebelumnya (t - 1) terhadap pasar acuan periode sebelumnya. Dengan melihat persamaan (3.4), diperoleh :

87 58 (3.18) Masing-masing persamaan (3.6) hingga (3.15) dihitung IMC-nya, untuk melihat apakah terjadi keterpaduan atau keterpisahan. Apabila terjadi keterpaduan pasar dalam jangka pendek, b 1 = -1 dan IMC = 0; jika pasar terpisah atau tidak terpadu dalam jangka pendek maka b 1 dan b 3 bernilai sama dan IMC =. Model spesifik tersebut, memberikan nilai b 1 antara 0 dan -1 dalam kondisi normal dan indeks bernilai positif. Secara umum, indeks (IMC) yang bernilai mendekati 0 menunjukkan derajat integrasi pasar yang tinggi. Dalam keterpaduan jangka panjang nilai b 2 menuju 1, jika batasan ini diterima, maka terjadi keseimbangan dalam proses penyesuaian harga jangka pendek, dimana kenaikan harga di pasar acuan (sentral) akan diteruskan secara lengkap ke pasar lokal. Pengertian ini mempunyai implikasi bahwa apabila terjadi penerimaan batasan dalam jangka pendek (terintegrasi), maka dalam jangka panjang pasar terintegrasi, tetapi tidak terjadi sebaliknya. Berdasarkan keterangan di atas, maka koefisien persamaan-persamaan tersebut dapat dibagi ke dalam tiga (3) kriteria seperti terlihat pada Tabel 8. Tabel 8 Modifikasi kriteria dan pengertian Ravallion test Kriteria Pengertian Keterangan 1+b 1 = 0 Tidak nyata Pasar terintegrasi secara temporal. 1+b 1 0 b 2 1 b 2 = 1 b 3 -b 1 0 b 3 -b 1 > 0 Nyata Tidak nyata Nyata Tidak nyata Nyata Pasar tersegmentasi secara temporal. Pasar tersegmentasi secara spasial dalam jangka panjang. Pasar terintegrasi secara spasial dalam jangka panjang. Pasar tersegmentasi secara spasial dalam jangka pendek (cepat). Pasar terintegrasi secara spasial dalam jangka pendek (cepat).

88 Analisis SWOT Dalam merumuskan strategi pengembangan pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah digunakan analisis SWOT. Analisis SWOT dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor (variabel atau komponen) yang perlu diperhatikan dalam mencari solusi strategi optimal dalam pengembangan pemasaran ikan segar yang efisien di Kawasan Maluku Tengah. Data dan informasi kemudian dianalisis untuk dimasukkan ke dalam suatu matriks. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang dihadapi dalam pengelolaan perikanan tangkap di kawasan tersebut dapat disesuaikan dengan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang dimiliki. Secara ringkas, tujuan-tujuan penelitian, alat analisis dan output yang diharapkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 9, sedangkan Gambar 7 memperlihatkan diagram alir untuk penyelesaian masalah. Tabel 9 Ringkasan tujuan yang ingin dicapai, alat analisis yang dipakai dan output yang diharapkan dalam penelitian No Tujuan Alat analisis Output 1. Menganalisis sistem pemasaran ikan segar di kawasan Maluku Tengah Analisis S-C-P Sistem pemasaran ikan segar 2. Menganalisis efisiensi pasar spasial dan efisiensi pasar temporal di kawasan Maluku Tengah Integrasi Pasar (Ravallion Model) dan IMC Efisiensi pasar spasial dan temporal 3. Menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari sistem pemasaran ikan segar yang berlaku di kawasan Maluku Tengah Analisis SWOT Kajian SWOT sistem pemasaran ikan segar 4. Menyusun strategi pengembangan pemasaran produk perikanan yang efisien di kawasan Maluku Tengah. Deskriptif Strategi kualitatif 5. Membuat model pengembangan sistem pemasaran produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah Kombinasi (1), (2), (3) dan (4). Model

89 60 Masalah Metode Penelitian Tahap pertama : Analisis Deskriptif Analisis Karakteristik Pedagang: umur, tingkat pendidikan, pengalaman berjualan, jumlah tanggungan keluarga dan pekerjaan sampingan selain usaha tangkap Analisis Keragaan usaha pedagang: jenis dan jumlah ikan dijual dan terjual per musim, cara memasarkan ikan, cara mendapatkan sumber dan bentuk informasi tentang harga dan modal Output : Karakteristik Pedagang Pengecer Tahap kedua : Analisis S-C-P Analisis sistem Pemasaran Output : Sistem Pemasaran Tahap ketiga : Ravallion Model, IMC Integrasi Pasar Spasial dan Temporal Output : Integrasi Pasar Spasial dan Temporal Tahap keempat : SWOT/Deskriptif Strategi Pemasaran Produk Perikanan Output : Peta Strategi Pemasaran Tahap kelima : Deskriptif Model Pengembangan Sistem Pemasaran Produk Perikanan di Kawasan Maluku Tengah Output : Model Pengembangan Sistem Pemasaran Selesai Gambar 7 Diagram alir penyelesaian masalah.

90 61 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Kota Ambon Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas Kota Ambon adalah 377 Km 2 atau 2/5 dari luas wilayah Pulau Ambon. Luas ini meliputi daratan km 2 dan lautan km 2 dengan garis pantai sepanjang 98 km. Wilayah administrasi Kota Ambon didasarkan pada Peraturan Daerah (PERDA) Kota Ambon Nomor 2 Tahun 2006, terdiri atas lima (5) kecamatan dari sebelumnya hanya tiga (3) Kecamatan, yang membawahi 20 Kelurahan dan 30 Desa/Negeri (Tabel 10). Secara astronomis, wilayah administrasi Kota Ambon berada antara 3º - 4 o Lintang Selatan dan 128 o o Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah berikut : a b c d Utara dengan Petuanan Desa Hitu, Hila dan Kaitetu dari Kecamatan Leihutu Kabupaten Maluku Tengah, Selatan dengan Laut Banda, Timur dengan Petuanan Desa Suli dari Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, Barat dengan Petuanan Desa Hatu dari Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. Tabel 10 Keadaan wilayah administrasi Kota Ambon per kecamatan Jumlah Desa / Kelurahan Luas Wilayah No Kecamatan Ibukota Desa/Negeri Kelurahan Daratan 1 Nusaniwe Amahusu Sirimau Karang Panjang Teluk Ambon Baguala Passo Leitimur Selatan Leahari Teluk Ambon Wayame Kota Ambon Sumber : BAPPEKOT Kota Ambon (2010)

91 Kawasan Maluku Tengah Kawasan Maluku Tengah merupakan bagian dari Provinsi Maluku, yang meliputi lima kabupaten, Kabupaten Maluku Tengah dengan ibukota Masohi, Kabupaten Seram Bagian Barat dengan ibukota Piru, Kabupaten Seram Bagian Timur dengan ibukota Bula, Kabupaten Buru dengan ibukota Namlea dan Kabupaten Buru Selatan dengan ibukota Namrole. Pada awalnya empat (4) Kabupaten terakhir secara administratif tergabung pada Kabupaten Maluku Tengah, yang kemudian dimekarkan secara berturut-turut sebagai berikut, Kabupaten Buru berdasarkan Undang-Undang No. 46 tahun 1999 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang No. 6 tahun 2000, Kabupaten Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur berdasarkan Undang-Undang No. 40 tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 dan Kabupaten Buru Selatan berdasarkan Undang- Undang No. 32 tahun 2008 tanggal 21 Juli Dalam penelitian ini, hanya ketiga Kabupaten yang terletak di Pulau Seram, yaitu Maluku Tengah, Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur yang digunakan sebagai lokasi penelitian. a Kabupaten Maluku Tengah Sebagai wilayah kepulauan dengan luas wilayah km 2, Kabupaten Maluku Tengah terdiri dari lautan km 2 (95.80%) dan daratan km 2 (4.20%) dengan panjang garis pantai km. Secara geografis Maluku Tengah terletak antara 127 o 130 o Bujur Timur dan 2 o 7 o Lintang Selatan dengan batas-batas berikut : 1) Utara dengan Laut Seram, 2) Selatan dengan Laut Banda, 3) Barat dengan Kabupaten Seram Bagian Barat, 4) Timur dengan Kabupaten Seram Bagian Timur, 5) Tengah dengan Kota Ambon. Wilayah Kabupaten Maluku Tengah terbagi atas 14 Kecamatan, 136 Negeri, 29 Negeri Administratif, 111 Kampung/Dusun dan 6 Kelurahan. Dari 42 pulau yang tersebar di Kabupaten Maluku Tengah, sebanyak 17 pulau dihuni dan 25 pulau tidak dihuni.

92 63 b Kabupaten Seram Bagian Barat Kabupaten Seram Bagian Barat terletak pada 2 o 55 3 o 30 Lintang Selatan dan 127 o o 45 Bujur Timur, dengan batas-batas berikut : 1) Utara dengan Laut Seram, 2) Selatan dengan Laut Banda, 3) Timur dengan Kabupaten Maluku Tengah, 4) Barat dengan Laut Buru. Luas wilayah daratan Kabupaten Seram Bagian Barat km 2, terdiri atas empat (4) Kecamatan dan 89 desa. Dari 67 deretan pulau yang tersebar di Kabupaten ini, hanya 11 pulau berpenghuni dan sisanya tidak berpenghuni. c Kabupaten Seram Bagian Timur Luas wilayah Kabupaten Seram Bagian Timur seluruhnya kurang lebih km 2, yang terdiri dari luas laut km 2 dan daratan km 2. Daerah Kabupaten Seram Bagian Timur dibatasi oleh : 1) Utara dengan Laut Seram, 2) Selatan dengan Laut Banda, 3) Timur dengan Laut Arafura, 4) Barat dengan Kabupaten Maluku Tengah. Kabupaten ini memiliki 45 pulau yang tersebar di 6 (enam) Kecamatan, yaitu Seram Timur, Tutuk Tolu, Gorom, Wakate, Bula dan Werinama. Tabel 11 menunjukkan wilayah administrasi Kota Ambon dan Kawasan Maluku Bagian Tengah. Pada prinsipnya letak astronomis lokasi-lokasi penelitian ini berada di antara 2 o 7 o Lintang Selatan dan 121 o 130 o Bujur Timur. Kota Ambon yang merupakan ibukota Provinsi Maluku dan sebagian daerah Kabupaten Maluku Tengah terletak di Pulau Ambon, bagian besar Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Bagian Barat, serta Seram Bagian Timur terletak di Pulau Seram dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Tabel 11 juga memperlihatkan bahwa luas daratan Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur jauh lebih kecil dari lautannya. Dengan demikian, apabila luas lautan diurutkan dari

93 64 terbesar hingga terkecil, maka yang paling luas lautannya adalah Maluku Tengah, kemudian Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur dan Kota Ambon. Tabel 11 Letak geografis dan batas wilayah Kota Ambon dan Kawasan Maluku Tengah Kota/ Letak Wilayah Administrasi Ket Kabupaten Astronomis Batas Wilayah Ambon 3º-4 o LS dan 128 o -129 o BT Maluku Tengah 2 o -7 o LS dan 127 o -130 o BT Utara : Kec. Leihutu Selatan : Laut Banda Timur : Kec Salahutu Barat : Kec. Leihitu Utara : Laut Seram Selatan : Laut Banda Timur : Kab. Seram Bagian Timur Barat : Kab. Seram Bagian Barat Daratan km 2, lautan km 2 dan garis pantai 98 km. Daratan km 2 dan lautan km 2, serta panjang garis pantai km. Seram Bagian Barat 2 o -3 o LS dan 127 o -128 o BT Utara : Laut Seram Selatan : Laut Banda Timur : Kab. Maluku Tengah Barat : Laut Buru Daratan km 2 dan lautan km 2. Seram Bagian Timur Sumber : Data primer diolah (2011) Utara : Laut Seram Selatan : Laut Banda Timur : Laut Arafura Barat : Kab. Maluku Tengah Daratan km 2 dan lautan km 2, serta panjang garis pantai km. 4.2 Kondisi Perikanan Tangkap Sebagai salah satu Provinsi Kepulauan yang sudah tentu memiliki luas laut yang lebih besar dari pada luas daratan, maka Provinsi Maluku sangat mengandalkan sektor kelautannya. Sektor tersebut bahkan dianggap sebagai leading sector pembangunan di Provinsi ini untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pada umumnya maupun nelayan pada khususnya. Berikut ini disajikan kondisi perikanan tangkap dari kota Ambon serta masing-masing kabupaten yang ada di Kawasan Maluku Tengah, yang terdiri dari potensi dan produksi perikanan (Tabel 12), jumlah nelayan dan rumah tangga nelayan (Tabel 13), serta jenis dan jumlah alat tangkap ikan (Tabel 14) yang banyak digunakan di Kawasan Maluku Tengah.

94 65 Tabel 12 Potensi dan produksi perikanan tangkap Kota Ambon dan Kawasan Maluku Tengah tahun Potensi/ Tahun Kota/ Produksi Kabupaten (ton) Potensi Ambon Produksi Maluku Tengah Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Jumlah Maluku Potensi Produksi Potensi Produksi Potensi Produksi Potensi Produksi Sumber : Buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Maluku Tahun 2008, 2009 dan 2010, Maluku Dalam Angka 2008, Laporan Tahunan Statistik Perikanan Maluku Tengah Tahun Potensi perikanan dari keempat Kabupaten/Kota di atas secara berurutan dari yang terbesar ditunjukkan oleh Maluku Tengah ton, Seram Bagian Barat ton, Ambon ton dan Seram Bagian Timur ton. Produksi perikanan di daerah-daerah tersebut cenderung menunjukkan peningkatan, namun pada tahun 2006 hingga 2009, produksi perikanan di Kota Ambon menurun, begitu pula di Kabupaten Maluku Tengah yang menurun pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun sebelumnya kemudian meningkat lagi di tahun Pada prinsipnya, pemanfaatan sumber daya perikanan di Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur pada tahun 2010 telah mencapai 44.87%; 10.12%; 6.28% dan 25.40% dari jumlah potensi yang dimiliki. 4.3 Jumlah Nelayan dan Rumah Tangga Nelayan Jumlah nelayan dan rumah tangga nelayan di Kota Ambon dan beberapa Kabupaten di Kawasan Maluku Bagian Tengah ditunjukkan pada Tabel 13. Dari tabel tersebut terlihat bahwa sejak tahun 2006 jumlah nelayan baik di Kota Ambon, maupun Kabupaten lainnya di Kawasan Maluku Tengah cenderung meningkat, kemudian menurun pada tahun 2010 di Kota Ambon dan Kabupaten

95 66 Seram Bagian Timur. Penurunan jumlah nelayan di Kabupaten Seram Bagian Timur pada tahun 2010 yang hampir sepertiga dari tahun 2009 mungkin disebabkan karena dahulunya Kabupaten Seram Bagian Timur dan Seram Bagian Barat tergabung di Kabupaten Maluku Tengah, sehingga pencatatannya sering menjadi kurang tepat dan memengaruhi analisis yang dilakukan. Akibat pemekaran kabupaten-kabupaten baru, tidak jarang pula data yang diambil menjadi berlipat ganda, atau bahkan tidak terikutsertakan dalam pengambilan data. Tabel 13 Jumlah nelayan dan Rumah Tangga Perikanan (RTP) tangkap di Kota Ambon dan Kawasan Maluku Tengah tahun Jumlah Tahun Kota/ Kabupaten Nelayan (orang) dan RTP Nelayan Ambon RTP Maluku Tengah Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Nelayan RTP Nelayan (belum terpublikasi) RTP Nelayan RTP Jumlah Maluku Nelayan RTP Sumber : Buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Maluku Tahun 2008, 2009 dan 2010, Maluku Dalam Angka 2008, Laporan Tahunan Statistik Perikanan Maluku Tengah Tahun Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) mengalami peningkatan di Kabupaten Maluku Tengah dan Kota Ambon, setelah sebelumnya menurun di tahun Seperti jumlah nelayan, jumlah RTP di Kabupaten Seram Bagian Barat mengalami penurunan yang sangat tajam pada tahun 2009 dan pada Seram Bagian Timur mengalami peningkatan yang sangat tajam pada tahun 2010.

96 Jenis dan Jumlah Alat Tangkap Ikan Tabel 14 menunjukkan jenis dan jumlah alat tangkap ikan yang umum dipergunakan di Kota Ambon dan beberapa Kabupaten di Kawasan Maluku Tengah, seperti purse seine atau pukat cincin (yang biasa disebut bobo di Ambon), jaring insang hanyut, bagan, pancing dan sejumlah alat tangkap lainnya. Tabel 14 Jenis dan jumlah alat tangkap yang umum dipergunakan di Kawasan Maluku Tengah Kota/ Kabupaten Ambon Tahun Jenis dan jumlah alat tangkap (unit) Jaring Purse % insang seine hanyut % Bagan % Pancing % Alat tangkap lainnya % Jumlah alat tangkap keseluruhan Maluku Tengah Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Jumlah di Maluku Sumber : Buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Maluku Tahun 2008, 2009 dan 2010, Maluku Dalam Angka Dari tabel di atas terlihat pada tahun 2009, jumlah alat tangkap di Ambon, Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur meningkat dari tahun sebelumnya, sementara di Maluku Tengah terjadi penurunan. Di tahun 2010, di Maluku Tengah dan Seram Bagian Timur terjadi peningkatan, walaupun alat tangkap bagan di Seram Bagian Timur mengalami penurunan, sementara di Ambon dan Seram Bagian Barat terjadi penurunan alat tangkap secara keseluruhan. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa walau jumlah alat tangkap di Kawasan Maluku Tengah mengalami penurunan, namun persentase terbesar dari alat-alat tangkap yang umum dipakai di Provinsi Maluku berada di Kabupaten Maluku Tengah.

97 Jenis, Volume dan Nilai Produksi Ikan yang Banyak Tertangkap di Perairan Kawasan Maluku Tengah Tabel 15 menunjukkan jenis, volume dan nilai produksi ikan segar yang banyak tertangkap di perairan Kawasan Maluku Tengah pada tahun 2009 dan Pada Buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Maluku tahun 2009 dan 2010 tercatat bahwa selain udang-udangan, binatang air berkulit lunak dan keras, Tabel 15 Jenis, Volume dan Nilai Produksi Ikan Segar yang Banyak Tertangkap di Perairan Kawasan Maluku Tengah Kota/Kabupaten Tahun Jenis Volume (ton) Nilai Produksi (000) Volume (ton) Nilai Produksi (000) Ambon Selar Layang Tongkol Cakalang Madidihang Kembung Maluku Tengah Selar Layang Tongkol Cakalang Madidihang Kembung Seram Bagian Barat Selar Layang Tongkol Cakalang Madidihang Kembung Seram Bagian Timur Selar Layang Tongkol Cakalang Madidihang Kembung Total Kawasan Maluku Tengah Selar Layang Tongkol Cakalang Madidihang Kembung Total di Maluku Selar Layang Tongkol Cakalang Madidihang Kembung Sumber : Buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Maluku Tahun 2009 dan 2010.

98 69 maka ikan yang tertangkap di perairan Maluku lebih dari 75 jenis. Dari jumlah tersebut, enam (6) jenis ikan yang dominan tertangkap di perairan Kawasan Maluku Tengah adalah Selar (Selaroides sp), Layang (Decapterus sp), Tongkol (Auxis thazard) Cakalang (Katsuwonus pelamis), Madidihang (Thunnus sp) dan Kembung (Rastrelliger kanagurta). Ikan-ikan tersebut sangat sering terdapat di pasar di Kawasan Maluku Tengah tanpa mengenal musim. Ketika bukan musim ikan, ikan-ikan tersebut bisa saja terdapat di pasar walau dalam jumlah sedikit dan ketika bukan musim ikan mencapai puncaknya, ikan tongkol, cakalang dan madidihang sering terdapat dalam bentuk beku di pasar. Pada tahun 2010, umumnya jenis-jenis ikan tersebut menunjukkan penurunan volume dan nilai produksi dibandingkan tahun 2009 di setiap Kabupaten di Kawasan Maluku Tengah maupun Kota Ambon. Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak stabil, sehingga memengaruhi kesempatan nelayan untuk menangkap ikan di laut. Ikan layang, cakalang dan tongkol yang diproduksi oleh nelayan di Kawasan Maluku Tengah menyumbang lebih dari 80 % total produksi ikan-ikan tersebut oleh nelayan di Provinsi Maluku.

99 70

100 71 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Gambaran umum pasar di Kawasan Maluku Tengah Kota Ambon yang terdiri atas lima (5) Kecamatan, memiliki empat (4) pasar di tingkat Kecamatan yang berfungsi sebagai pusat interaksi ekonomi masyarakat. Selain pasar Mardika yang merupakan pasar pusat di Kota Ambon yang bukan hanya menjual barang kebutuhan sehari-hari, namun juga barang kebutuhan rumahtangga lainnya seperti barang elektronik, barang pecah belah dan lainnya, terdapat pula pasar Benteng, pasar Passo dan pasar Wayame (Lampiran 2a). Pasar Benteng terletak di Kecamatan Nusaniwe dan menjadi pusat penyediaan kebutuhan pangan bagi masyarakat Kecamatan Nusaniwe dan sebagian masyarakat di Kecamatan Sirimau, sementara pasar Passo merupakan pusat transaksi ekonomi masyarakat Kecamatan Sirimau, Leitimur Selatan, Teluk Ambon, bahkan bagi sebagian masyarakat Kecamatan Leihitu dan Salahutu yang secara administratif tergabung dalam Kabupaten Maluku Tengah namun secara geografis berada di pulau Ambon. Pasar Wayame yang terletak di Desa Wayame Kecamatan Teluk Ambon merupakan pusat penyediaan bahan pangan, maupun barang kebutuhan lainnya bagi masyarakat Kecamatan Teluk Ambon. Selain keempat pasar tersebut, di Kota Ambon terdapat pula pasar-pasar kecil di tingkat Desa yang hadir sebagai sarana pemenuhan kebutuhan rumahtangga sehari-hari. Pasar-pasar ini muncul akibat jauhnya tempat pemukiman warga dengan pasar di tingkat Kecamatan. Di Kawasan Maluku Tengah, terdapat pasar Piru di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), pasar Binaya di Kabupaten Maluku Tengah dan pasar Bula di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yang terletak di pusat ibukota masingmasing Kabupaten. Walau secara fungsional pasar-pasar ini hadir untuk melayani kebutuhan ekonomi masyarakat Kabupaten tersebut, namun karena jauhnya jarak beberapa desa dengan ibukota Kabupaten, serta terbatasnya sarana dan prasarana transportasi, mengakibatkan munculnya pasar-pasar yang lebih kecil di tingkat Kecamatan bahkan Desa.

101 72 Pasar-pasar tempat penelitian ini dilakukan masih tradisional dan umumnya berada di dekat pantai. Pasar-pasar tersebut sangat tidak higienis, bau dan becek, serta sampah tidak dikelola dengan baik walaupun ada uang kebersihan yang harus dibayar pedagang setiap hari. Walaupun sudah dipisahkan antara kios penjual sayuran, ikan dan daging, namun tidak jarang dijumpai penjual sayuran di antara pedagang ikan. Tidak sebandingnya kios yang tersedia dengan pedagang yang ada mengakibatkan pedagang sering menjajakan dagangannya di tepi jalan, sehingga mengganggu ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Pemandangan seperti ini sering terlihat di pasar Mardika maupun pasar Passo, sementara di pasar lainnya tidak terlihat, karena letaknya tidak di tepi jalan raya. Di pasar Piru (SBB) bahkan sering terdapat ternak peliharaan masyarakat seperti sapi dan babi yang tidak dikandangkan, sehingga terkadang harus dihalau oleh pedagang karena masuk ke dalam area pasar. Tidak jarang pula ketika datang di pagi hari untuk berdagang, pedagang menjumpai kotoran binatang-binatang tersebut di area pasar. Di pasar-pasar lokal ini juga terdapat ikan-ikan hasil olahan seperti ikan asap, ikan asin dan produk perikanan olahan lainnya, seperti udang kering, cumi kering dan lainnya. Akan tetapi, kios ikan segar letaknya berjauhan dengan ikanikan hasil olahan tersebut. Kios ikan segar biasanya terletak di bagian belakang, sementara ikan olahan lebih sering berada di bagian depan pasar. Kecuali di pasar Mardika dan pasar Passo, aktivitas jual beli di seluruh pasar yang menjadi lokasi penelitian ini biasanya akan berakhir pada pukul hingga 13.00, setelah dimulai pada pukul dini hari. Kegiatan jual beli ini biasanya hanya berlangsung setiap hari Senin hingga Sabtu, karena para penjual beristirahat pada hari Minggu. Kalaupun ada kegiatan transaksi jual beli di hari Minggu, biasanya pedagang dan pembeli hanya dalam jumlah sedikit Analisis Struktur Pasar (Market Structure) Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar.

102 73 Berikut ini akan disajikan profil pedagang pengumpul dan pedagang pengecer produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah Profil Pedagang Pengumpul dan Pedagang Pengecer Ikan Segar a Umur Umur pedagang pengumpul, maupun pedagang pengecer yang terbanyak berada pada kisaran tahun, yaitu masing-masing sebanyak 12 dan 38 orang (Tabel 16). Samuel (1997) yang dikutip Leatemia (2008) menyatakan bahwa kelompok usia produktif adalah kelompok umur tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa hampir seluruh pedagang pengumpul dan pedagang pengecer yang ada di lokasi penelitian ini produktif. Pada kategori tersebut, secara fisik dan mental responden berada pada puncak produktivitas, karena lebih terarah dalam mobilisasi energi (tenaga) dan lebih matang dalam mengontrol emosi, sehingga kapasitasnya dalam memasarkan ikan berlangsung lebih maksimal. Tabel 16 Kelompok umur pedagang pengumpul dan pedagang pengecer ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Pedagang Pengumpul Kategori Umur (tahun) Jumlah Persentase (%) Total Pedagang Pengecer Kategori Umur (tahun) Jumlah Persentase (%) Total Sumber : Data primer diolah (2011) Umumnya pedagang yang masih muda akan lebih banyak membutuhkan informasi dan pengalaman, sehubungan dengan hal-hal teknis dalam mengatur/ menjalankan usaha. Sejalan dengan itu, pada puncak produktivitas seseorang

103 74 tampak berpengalaman serta terampil, sehingga menguasai strategi berdagang. Namun pedagang yang lebih tua akan lebih mudah menurun secara fisik, sehingga mobilitas menjadi menurun yang berdampak pada produktivitas dan pendapatan. b Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan faktor penting penentu dinamika perubahan dalam populasi. Tujuan pendidikan (baik formal maupun informal) adalah untuk mengkomunikasikan kebijakan dan pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan untuk memfasilitasi partisipasi aktif dalam inovasi dan pengembangan pengetahuan baru (Lange et al., diacu dalam Rad 2012). Tabel 17 Tingkat pendidikan pedagang pengumpul dan pedagang pengecer ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Pedagang Pengumpul Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) SD (sederajat) 7 28 SMP (sederajat) SMA (sederajat) 4 16 Total Pedagang Pengecer Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) SD (sederajat) SMP (sederajat) SMA (sederajat) Universitas 1 1 Total Sumber : Data primer diolah (2011) Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan dan cara mendidik. Tingkat pendidikan juga turut berpengaruh terhadap keberhasilan suatu usaha, terutama keterampilan dalam mengelola usaha. Tingkat pendidikan yang dicapai oleh responden menyebar pada kategori pendidikan dasar hingga menengah dan umumnya berada pada pendidikan menengah pertama dan atas (Tabel 17). Seorang pedagang pengecer memiliki pendidikan formal hingga tingkat tinggi (D2) (Lampiran 7). Dalam melakukan transaksi perdagangan ikan, para pedagang tidak memerlukan kegiatan khusus yang harus diperoleh melalui disiplin ilmu tertentu. Tetapi latar belakang pendidikan menengah dapat memberikan sumbangan yang

104 75 berarti, terutama dalam kemampuan membangun hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, ekonomi dan budaya. c Pengalaman Usaha Pengalaman usaha mempengaruhi pengetahuan, sikap dan keterampilan seseorang dalam menjalankan usaha. Dengan belajar dari pengalaman, seseorang akan lebih responsif terhadap teknologi yang diterapkan dalam usahanya. Berbagai situasi, kondisi serta masalah dan solusi yang harus dihadapi seseorang ketika menggeluti usahanya, berpengaruh dalam mendewasakan diri seseorang dalam mengambil keputusan, terutama yang berhubungan dengan bagaimana mempertahankan dan mengembangkan usaha. Tabel 18 Pengalaman usaha pedagang pengumpul dan pedagang pengecer ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Pedagang Pengumpul Pengalaman Usaha (tahun) Jumlah Persentase (%) Total Pedagang Pengecer Pengalaman Usaha (tahun) Jumlah Persentase (%) Total Sumber : Data primer diolah (2011) Gray and Gray diacu dalam Salleh et al. (2012) mengatakan bahwa umur suatu usaha meningkat sejalan dengan umur pemilik usaha tersebut. Apabila seorang pengusaha mampu beroperasi dan mengembangkan usahanya lebih dari lima (5) tahun, maka dapat dikatakan usahanya berhasil. Semakin lama suatu usaha beroperasi, maka karyawannya akan semakin cakap dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan tahunan. Mohd (2011) mengatakan bahwa ada hubungan yang nyata antara umur suatu usaha dikaitkan dengan kinerja usaha tersebut.

105 76 Tabel 18 memperlihatkan persentase pedagang ikan di Kawasan Maluku Tengah berdasarkan pengalaman usaha yang ditekuni. Sebanyak 68% pedagang pengumpul sudah memiliki pengalaman usaha selama tahun dan 42% pedagang pengecer 10 tahun. Kebanyakan pedagang pengumpul memulai pekerjaannya sebagai pedagang pengecer sebelumnya. Seiring dengan pertambahan waktu serta meningkatnya pengalaman dan modal, para pedagang pengecer ini akan beralih fungsi menjadi pedagang pengumpul Derajat konsentrasi pedagang pengumpul ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Rasio kumulatif volume penjualan pedagang pengumpul diukur dengan menggunakan Cumulative Ratio (CR 4 ). Rosyidi (2009) menyatakan bahwa Cumulative Ratio atau konsentrasi pasar adalah sebuah ukuran yang menyatakan banyaknya output yang berada di tangan sejumlah produsen. Semakin sedikit jumlah produsen yang menguasai pemasaran suatu output, semakin terkonsentrasilah pasar itu. Volume Penjualan Minggu Pengamatan Pasar Bula Pasar Binaya Pasar Piru Pasar Leihitu Pasar Salahutu Pasar Passo Pasar Mardika Sumber : Data primer diolah (2011) Gambar 8 Rekapitulasi volume penjualan pedagang pengumpul di pasar ikan segar Kawasan Maluku Tengah selama periode pengamatan.

106 77 Volume penjualan pedagang pengumpul terbanyak berada di Pasar Mardika (Gambar 8, Lampiran 9). Itu berarti bahwa bagi pedagang pengumpul, Pasar Mardika merupakan pasar yang potensial karena jumlah konsumen yang berbelanja kebutuhan sehari-hari lebih banyak di pasar tersebut dibandingkan dengan pasar lainnya. Pasar ini terletak di pusat kota Ambon dan berdekatan dengan terminal angkutan umum, sehingga mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat. Tabel 19 CR volume penjualan ikan segar oleh pedagang pengumpul di pasar Kawasan Maluku Tengah Pedagang Volume Penjualan (kg) Persentase (%) CR (%) Total Sumber : Data primer diolah (2011) Pada awal minggu penelitian dilakukan, volume penjualan ikan oleh pedagang pengumpul di pasar Mardika maupun pasar lainnya di Kawasan Maluku Tengah relatif sedikit. Hal ini disebabkan oleh musim penghujan dan angin

107 78 kencang yang mengakibatkan tingginya gelombang laut di sebagian besar tempat di Provinsi Maluku, sehingga nelayan tidak bisa melaut. Dengan demikian ikan yang dijual di pasar hanya sedikit sehingga harganya mahal. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ikan di bukan musim ikan seperti ini, pedagang biasanya membeli ikan dari Cold Storage untuk kemudian dijual kembali ke konsumen. Dari pengamatan di lapangan, terlihat bahwa besar kecilnya volume penjualan ikan oleh pedagang pengumpul di suatu pasar dipengaruhi oleh musim, modal yang dimiliki pedagang pengumpul, jumlah pembeli potensial, jumlah dan jenis ikan yang dijual di pasar, dan harga ikan di pasar. Perhitungan Cumulative Ratio volume penjualan ikan oleh pedagang pengumpul pada Tabel 19 didasarkan pada data di Lampiran 15 yang menyajikan keseluruhan volume penjualan selama proses penelitian berlangsung. Perhitungan CR ini diawali dengan mentransfer volume penjualan pedagang pengumpul yang awalnya dinyatakan dalam loyang ke dalam satuan kilogram. Pengamatan yang dilakukan terhadap 25 pedagang pengumpul selama 4 (empat) bulan kemudian dibagi ke dalam 18 minggu untuk melihat dinamika angka CR pada seluruh pasar yang telah diasumsikan sebagai satu pasar besar. Tabel 19 menunjukkan CR volume penjualan ikan segar dari 25 pedagang pengumpul di pasar Kawasan Maluku Tengah. Selama periode penelitian dilakukan, umumnya empat (4) pedagang pertama menunjukkan angka CR < 40, kecuali pada minggu ke-6 (CR 4 = 41.22%) dan 11 (CR 4 = 42.68%) (Gambar 9). Hal ini mengindikasikan berarti bahwa pada kedua minggu tersebut, pasar agak terkonsentrasi, sementara pada minggu-minggu pengamatan lainnya, pasar tidak terkonsentrasi. Pasar terkonsentrasi apabila rasio empat (4) pedagang pertama sedikitnya 40% (Parker and Connor dalam Sayaka 2006). Sementara Shepherd yang dikutip Rosyidi (2009) menyatakan bahwa apabila CR 4 40, maka pasar berbentuk loose oligopoly atau oligopoli yang tidak terlalu ketat (kendur). Subanidja (2006) menyatakan beberapa ciri pasar yang berstruktur oligopoli adalah : (a) hanya ada beberapa pedagang yang mendominasi pasar, (b) ada produsen yang menawarkan barang yang sama (produk yang tidak terdiferensiasi), namun ada pula produsen yang menawarkan model atau fitur berbeda (produsen dengan diferensiasi), (c) terdapat rintangan kuat (entry barrier)

108 79 untuk masuk ke pasar oligopoli, karena investasi yang dibutuhkan cukup tinggi, (d) persaingan melalui iklan sangat kuat. Cumulative Ratio Minggu Pengamatan 1 Pedagang 2 Pedagang 3 Pedagang 4 Pedagang Sumber : Data primer diolah (2011) Gambar 9 Cumulative Ratio (CR) volume penjualan ikan segar dari empat pedagang pengumpul pertama di pasar Kawasan Maluku Tengah. Lebih lanjut dikatakan, bahwa struktur pasar ini memiliki kelebihan, yaitu penjual hanya sedikit karena besarnya investasi yang dibutuhkan untuk masuk ke pasar tersebut, jumlah penjual yang sedikit menyebabkan harga dapat dikendalikan pada tingkat tertentu dan bila terjadi perang harga, maka konsumen akan diuntungkan. Sebaliknya, produsen bisa melakukan kerja sama (kartel) yang bertujuan membatasi produksi, sehingga barang dibuat langka agar harga bisa melambung tinggi dan pada akhirnya dapat merugikan konsumen. Harga yang terlalu tinggi juga bisa mendorong inflasi serta dalam jangka waktu lama dapat mengganggu perekonomian Negara. Rosyidi (2011) mengemukakan bahwa dari cara para pedagang beroperasi di pasar, terdapat tiga (3) macam oligopoli. Yang pertama adalah oligopoli tanpa kolusi (Non-Collusive Oligopoly) yaitu pedagang yang memilih untuk tidak bekerja sama atau berkolusi dengan pedagang lainnya. Selanjutnya adalah oligopoli yang berkolusi (Collusive Oligopoly) atau yang sering disebut kartel (cartel). Kolusi ini dibuat secara formal, sehingga kartel juga disebut kolusi

109 80 formal atau formal collusion. Pada oligopoli jenis ini, sejumlah pedagang berkolusi untuk menetapkan harga tunggal yang berlaku bagi setiap pedagang. Dari kolusi ini, para pedagang mendapatkan laba masing-masing. Itulah sebabnya, model kartel ini juga disebut joint profit maximization (maksimisasi laba bersama). Kolusi oligopoli ini dinyatakan terlarang di banyak negara, termasuk Indonesia, berdasarkan UU No. 5/1999 tentang Persaingan Usaha karena memungkinkan munculnya monopoli. Jenis oligopoli yang ketiga adalah kolusi diam-diam dan kepemimpinan harga (Tacit Collusion and The Price Leadership). Tindakan ini diambil terutama sekali karena kolusi formal atau kolusi terangterangan dilarang. Di dalam kolusi diam-diam ini, semua pedagang terikat di dalam perjanjian yang amat longgar di antara sesama. Tidak ada kontrol langsung oleh siapapun juga terhadap harga yang diterapkan dan output yang dijual oleh masing-masing pedagang. Kelonggaran inilah yang membuat jenis oligopoli ini lebih diterima oleh kebanyakan pedagang di dalam pemasaran, dan itu pulalah yang menyebabkan kolusi diam-diam ini lebih banyak dijumpai dalam praktik dibandingkan dengan kartel. Rosyidi (2011) mengemukakan bahwa bentuk kolusi diam-diam yang paling populer adalah kepemimpinan harga atau price leadership. Pada jenis ini, semua pedagang dalam pemasaran menyadari ada satu di antara para pedagang ini yang menjadi pemimpin dalam menentukan harga dan yang lainnya menjadi pengikut. Ada tiga (3) macam kepemimpinan harga, yakni kepemimpinan harga oleh pedagang barometer, pedagang dominan dan oleh pedagang yang berbiaya rendah. Nelayan di Kawasan Maluku Tengah umumnya kembali dari melaut pada pagi hari, namun ada juga yang kembali pada siang hari. Apabila nelayan kembali melaut pada siang hari, maka tidak jarang pedagang membeli dan menjual kembali ikan tersebut di Cold Storage (apabila memenuhi standar), karena permintaan konsumen biasanya sudah berkurang. Besar investasi yang dibutuhkan dan tidak berfungsinya tempat pelelangan ikan juga turut memengaruhi konsentrasi pedagang pengumpul di pasar. Sayaka (2006) menemukan dalam penelitiannya bahwa besar kecilnya investasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi struktur pasar.

110 81 Rataan derajat konsentrasi pedagang pengumpul CR 4 yang menunjukkan angka 34.44% atau di bawah 40% mengindikasikan bahwa struktur pasar produk perikanan yang terbentuk di Kawasan Maluku Tengah relatif kompetitif. Charles (2001) menyatakan bahwa pasar produk perikanan tidak pernah sempurna, disebabkan oleh peran pedagang perantara yang bukan hanya membeli ikan dari nelayan, tetapi juga berfungsi sebagai lembaga pemberi pinjaman uang kepada nelayan. Itu berarti bahwa interaksi di pasar tidak dapat hanya dilihat dari interaksi permintaan dan penawaran saja, namun interaksi yang terjadi antar individu pada saluran pemasaran tersebut, apakah bersifat eksploitasi, atau simbiosis. Sebagian besar ekonom berpendapat bahwa ukuran rasio konsentrasi (CR 4 ) tidak cukup mengukur kekuatan suatu pasar. Satu pilihan yang dapat menjelaskan dengan baik tentang peran perusahaan terhadap dominasi pasar, adalah dengan menggunakan HHI yang dihitung dengan menjumlahkan kuadrat dari persentase pangsa pasar seluruh perusahaan di dalam suatu pasar. Tabel 20 Indeks Hirchman-Herfindahl selama periode penelitian Minggu Indeks Hirchman- Herfindahl Indeks Hirchman- Herfindahl Rataan Sumber : Data primer diolah (2011)

111 82 Nilai HHI selama periode penelitian kurang dari dengan rataan sebesar (Tabel 20). Menurut The U.S Department of Justice bahwa nilai HHI yang kurang dari dikatakan bahwa pasar dalam kondisi persaingan yang kompetitif, sedangkan jika nilai HHI antara dikatakan pasar dalam kondisi persaingan moderat dan dikatakan pasar dalam kondisi persaingan tidak sempurna (konsentrasi hanya pada beberapa perusahaan), jika nilai HHI lebih dari (Subanidja 2006). Dengan melihat hasil perhitungan rasio konsentrasi (CR 4 ) maupun HHI, dapat disimpulkan bahwa pasar produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah dalam kondisi persaingan kompetitif Analisis Perilaku Pasar (Market Conduct) Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Analisis perilaku pasar dalam penelitian ini menggunakan cara predatory and exclusivenary tactics, yaitu suatu strategi yang sifatnya ilegal karena bertujuan mendorong perusahaan pesaing untuk keluar dari pasar. Dalam penelitian ini analisis perilaku pasar produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah didekati dengan menggunakan pendekatan institusional dan fungsional. Pendekatan institusional meliputi analisis saluran pemasaran, sedangkan pendekatan fungsional terdiri atas analisis fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh semua institusi yang terlibat dalam setiap lembaga pemasaran yang ada Saluran Pemasaran Suatu saluran pemasaran menggambarkan urut-urutan lembaga pemasaran yang harus dilalui oleh suatu produk sejak diproduksi hingga ke konsumen akhir. Pada umumnya suatu produk mempunyai lebih dari satu macam saluran pemasaran dan dapat berbentuk sederhana ataupun rumit, tergantung dari produk tersebut. Lembaga pemasaran yang dengan cepat mampu menyalurkan produk ke konsumen, biasanya memiliki saluran pemasaran yang lebih sederhana. Kegiatan saluran pemasaran merupakan suatu tindakan ekonomi yang mendasarkan pada kemampuannya untuk membantu dalam penciptaan nilai ekonomi. Sedangkan nilai ekonomi menentukan harga barang dan jasa kepada individu-individu (Swastha 2002). Dalam sistem pemasaran produsen seringkali menggunakan perantara sebagai penyalurnya, dan perantara ini merupakan suatu kegiatan usaha

112 83 yang berdiri sendiri serta berbeda di antara produsen dan konsumen akhir atau pemakai. Nelayan sebagai produsen, pedagang pengumpul, Cold Storage (CS), pedagang pengecer dan konsumen merupakan institusi pemasaran atau badan yang menyelenggarakan kegiatan pemasaran produk perikanan, baik di Kota Ambon maupun di Kawasan Maluku Tengah. Umumnya lembaga pemasaran atau badan yang menyelenggarakan fungsi pemasaran ini terdiri atas produsen, pedagang perantara (dalam bentuk perorangan) dan pemberi kredit modal sebagai lembaga pemberi jasa. Dalam Hanafiah dan Saefuddin (1986) diungkapkan bahwa, golongan produsen adalah yang tugas utamanya menghasilkan barangbarang. Produsen ini adalah nelayan, petani ikan, dan pengolah hasil perikanan. 2 1 Nelayan Pedagang Pengumpul 3 Pedagang Pengecer Konsumen Cold Storage (CS) 4 5 Pedagang Besar Sumber : Hasil analisis data primer (2011) Gambar 10 Saluran pemasaran produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah. Selanjutnya pedagang pengumpul, CS dan pedagang pengecer merupakan perantara dalam bidang tataniaga. Sementara lembaga pemberi jasa adalah yang memberi jasa atau fasilitas untuk memperlancar fungsi tataniaga, contoh dari lembaga ini adalah bank, usaha pengangkutan dan biro iklan. Gambar 10 menunjukkan bahwa dalam pemasaran produk perikanan tersebut, terdapat saluran pemasaran tingkat satu, tingkat dua dan tingkat tiga. Menurut Kotler (1993), saluran distribusi satu tingkat adalah saluran distribusi atau rantai pemasaran yang hanya terdiri dari satu lembaga pemasaran

113 84 yaitu pedagang pengecer, sedangkan saluran distribusi dua tingkat terdiri dari pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Hanafiah dan Saefuddin (1986) menyatakan bahwa panjang pendeknya saluran pemasaran hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor antara lain, skala produksi, posisi keuangan dan cepat tidaknya produk rusak. Situasi dan kondisi yang menyebabkan sehingga masing-masing saluran pemasaran tersebut terjadi dapat dijelaskan berikut : 1 Nelayan Konsumen Saluran pemasaran ini terjadi apabila konsumen tinggal berdekatan dengan nelayan sebagai produsen. Pada saat nelayan kembali dari melaut, maka biasanya setelah menambatkan perahunya, ada sejumlah konsumen yang langsung membeli ikan di pesisir pantai. Para konsumen tersebut biasanya tidak bermata pencaharian sebagai nelayan, melainkan guru atau PNS lainnya yang bekerja di desa tersebut. Namun apabila ada nelayan yang tinggal di desa itu berhalangan melaut, maka biasanya isteri nelayan tersebut akan membeli ikan dari nelayan yang pulang melaut dan berhasil menangkap ikan. 2 Nelayan Pedagang Pengecer Konsumen Saluran pemasaran seperti ini banyak terjadi apabila pedagang pengecer tinggal berdekatan dengan nelayan atau bahkan adalah isteri, anak atau saudara perempuan si nelayan. Ikan dibawa sendiri ke pasar dan langsung dijual ke konsumen setibanya di pasar. Pada dasarnya saluran pemasaran ini dipilih nelayan ketika ikan hasil tangkapan hanya sedikit. Apabila dalam melaut, nelayan purse seine, atau pole and line hanya mendapatkan sedikit ikan, maka ikan-ikan tersebut hanya akan dibagi kepada setiap Anak Buah Kapal (ABK) yang ikut melaut sebagai ikan makan (ikan untuk dikonsumsi bersama keluarga) dan sebagian ABK akan menjual ikan tersebut untuk membiayai keperluan lainnya. Nelayan pancingpun biasanya memilih saluran pemasaran seperti ini, karena hasil tangkapan mereka sedikit. Keuntungan dari saluran pemasaran ini, nelayan akan langsung menikmati penjualan hasil tangkapannya. Pedagang pengecer yang mungkin adalah isteri,

114 85 anak perempuan atau saudara perempuan nelayan, akan langsung membeli kebutuhan pokok rumah tangga seperti beras, minyak goreng dan lainnya, ketika selesai menjual ikan. Nelayanpun biasanya hanya dibelikan satu (1) atau dua (2) bungkus rokok. 3 Nelayan Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen Saluran pemasaran tipe ini banyak kali terjadi dalam pemasaran produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah. Banyak nelayan yang beroperasi dengan alat tangkap purse seine, pole and line dan bagan memilih saluran pemasaran seperti ini, karena alat tangkap seperti ini biasanya menangkap ikan dalam jumlah banyak. Antara nelayan dengan pedagang pengumpul telah terjalin kesepakatan dan kerjasama dalam kurun waktu yang cukup lama. Ketika ketersediaan ikan di pasar dalam jumlah banyak, nelayan tidak perlu cemas akan kemungkinan ikan hasil tangkapannya tidak habis terjual. Pada saat ikan hasil tangkapan nelayan telah dibawa ke pasar, maka tanggungjawab atas ikanpun berpindah dari nelayan ke pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul selanjutnya akan menyalurkan ikan tersebut ke pedagang pengecer untuk kemudian dijual ke konsumen. Apabila jumlah ikan di pasar sudah terlalu banyak dan pedagang pengecer tidak lagi mampu menjualnya, maka ikanpun dibuang ke laut. Hal ini sering kali terjadi pada musim panen ikan. Ketika musim susah ikan, nelayan tetap harus menjual ikan hasil tangkapannya ke pedagang pengumpul tersebut, walaupun mungkin tersedia alternatif lain yang dapat memberikan keuntungan lebih bagi nelayan, seperti menjual ke pedagang pengumpul lainnya. 4 Nelayan Pedagang Pengumpul CS Pedagang Pengecer Konsumen Setelah ikan dibawa ke pasar, maka tanggung jawab nelayan atas ikan hasil tangkapannya berpindah ke tangan para pedagang pengumpul. Ketersediaan ikan yang banyak di pasar sehingga dapat menurunkan harga jual ikan dan kemampuan para pedagang pengumpul memprediksi harga membuatnya segera menyortir ikan yang memenuhi syarat untuk selanjutnya dijual ke CS. Tujuan utama pembelian ikan oleh CS adalah untuk ekspor, maka hanya jenis, ukuran dengan tingkat mutu tertentu yang diterima.

115 86 Pada dasarnya nelayan dapat saja langsung menjual ikan hasil tangkapannya ke CS ketika mengetahui ikan yang tersedia di pasar dalam jumlah banyak dan melebihi daya beli konsumen, sehingga harga jualnya sangat rendah. Namun semalaman berada di tengah laut, sering membuat nelayan tidak lagi ingin disibukkan dengan hasil tangkapannya, sehingga lebih memilih untuk menjual hasil tangkapannya kepada pedagang pengumpul. Selanjutnya pada musim ikan susah, pedagang pengecer membeli ikan dari CS untuk kembali dijual kepada konsumen. 5 Nelayan Pedagang Pengumpul CS Pedagang Besar Tujuan utama pembelian ikan oleh CS pada dasarnya adalah dikirim ke Pedagang Besar di Surabaya. Apabila telah mencapai kuota tertentu, selanjutnya ikan diekspor ke luar negeri. Kelebihan dan kekurangan dari setiap saluran pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah dirangkum secara sederhana pada Tabel 21. Tabel 21 Karakteristik, Kelebihan dan Kekurangan Setiap Jenis Saluran Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Tipe Saluran Pemasaran 1) Nelayan Konsumen Karakteristik Kelebihan Kekurangan Konsumen biasanya tinggal dekat dengan nelayan Hasil tangkapan segera terjual Harga murah 2) Nelayan Pedagang Pengecer Konsumen 3) Nelayan Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen Tangkapan sedikit. Pedagang pengecer adalah isteri, saudara atau anak perempuan si nelayan Hasil tangkapan banyak. Hubungan kerjasama antara nelayan dengan pedagang pengumpul yang telah terbangun sejak lama. Nelayan dan keluarganya dapat segera menikmati penjualan hasil tangkapan. Penjualan hasil tangkapan, seluruhnya dinikmati keluarga. Setiba di pasar, ikan menjadi tanggungjawab pedagang pengumpul. Ketika musim paceklik, nelayan mendapatkan bantuan finansial dari pedagang pengumpul. Waktu kerja isteri nelayan bertambah. Paceklik, nelayan sulit mendapat bantuan finansial Pedagang pengumpul menentukan harga. Terkadang pembayaran tidak dilaksanakan pada hari tersebut. Musim paceklik, nelayan tetap harus menjual hasil tangkapannya pada pedagang pengumpul tersebut.

116 87 Lanjutan Tabel 21 Tipe Saluran Pemasaran 4) Nelayan Pedagang Pengumpul CS Pedagang Pengecer Konsumen Karakteristik Kelebihan Kekurangan Hasil tangkapan banyak. Hubungan kerjasama antara nelayan dengan pedagang pengumpul telah terbangun sejak lama. Harga yang ditentukan CS, tergantung mutu dan jenis ikan. Ketika musim ikan, pedagang pengecer membeli ikan beku dari CS, untuk selanjutnya menjualnya ke konsumen Setiba di pasar, ikan menjadi tanggungjawab pedagang pengumpul. Ketika musim paceklik, nelayan mendapatkan bantuan finansial dari pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul yang memutuskan, apakah ikan dijual di pasar atau di CS. Pedagang pengumpul mengambil 10% dari hasil penjualan di CS. Pada musim paceklik, nelayan tetap harus menjual hasil tangkapannya pada pedagang pengumpul tersebut. 5) Nelayan Pedagang Pengumpul CS Pedagang Besar Hasil tangkapan banyak. Hubungan kerjasama antara nelayan dengan pedagang pengumpul yang telah terbangun sejak lama. Harga yang ditentukan CS, tergantung mutu dan jenis ikan. Sumber : Hasil analisis data primer (2011) Setiba di pasar, ikan menjadi tanggungjawab pedagang pengumpul. Ketika musim paceklik, nelayan mendapatkan bantuan finansial dari pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul yang memutuskan apakah ikan dijual di pasar atau di CS. Pedagang pengumpul mengambil 10% dari hasil penjualan di CS. Pada musim paceklik, nelayan tetap harus menjual hasil tangkapannya pada pedagang pengumpul tersebut Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran Tabel 22 menjelaskan tentang fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran dalam setiap saluran pemasaran produk perikanan yang tercipta di Kawasan Maluku Tengah. Fungsi pertukaran, terutama sub fungsi penjualan dilakukan oleh semua lembaga pemasaran, sedangkan sub fungsi pembelian tidak dilakukan oleh nelayan. Berbeda dengan pada saluran pemasaran lainnya, nelayan pada saluran pemasaran pertama tidak melakukan fungsi pengangkutan. Hal ini terjadi karena hasil tangkapan nelayan hanya sedikit dan pedagang pengecer biasanya adalah isteri, anak perempuan, atau keluarga dekat si nelayan.

117 88 Pada saluran kedua, pedagang pengumpul tidak melakukan fungsi pengangkutan, karena biasanya nelayanlah yang membawa hasil tangkapannya ke pasar. Nelayan hanya membawa hasil tangkapannya ke pasar dan menyerahkan hasil tangkapan tersebut ke pedagang pengumpul. Dengan memperhatikan kondisi pasar serta jenis dan ukuran ikan, pedagang pengumpul kemudian memutuskan apakah hasil tangkapan nelayan akan dijual di pasar atau ke CS. Ketika pedagang pengumpul memutuskan untuk menjual ikan hasil tangkapan nelayan ke CS, maka biaya pengangkutan ditanggung oleh pedagang pengumpul. Apabila diputuskan Tabel 22 Saluran dan Lembaga Pemasaran Fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran ikan segar Fungsi-Fungsi Pemasaran Pertukaran Fisik Fasilitas Jual Beli Angkut Simpan Sortasi Risiko Biaya Infor masi Pasar Saluran 1: -Nelayan * * * * Saluran 2: -Nelayan * * * * -Pedagang * * * * * * * * Pengecer Saluran 3: -Nelayan * * * * * -Pedagang * * * * * Pengumpul -Pedagang Pengecer * * * * * * * * Saluran 4: -Nelayan * * * * * -Pedagang Pengumpul * * * * * * * -CS * * * * * * -Pedagang Pengecer * * * * * * * * Saluran 5: -Nelayan * * * * * -Pedagang * * * * * * * Pengumpul -CS * * * * * * Sumber : Hasil analisis data primer (2011) untuk dijual di pasar, maka sambil memperhatikan keadaan pasar, pedagang pengumpul segera menentukan harga dan mendistribusikan ikan hasil tangkapan

118 89 nelayan kepada pedagang pengecer. Fungsi risikopun beralih dari pedagang pengumpul kepada pedagang pengecer. Ketika pasar berangsur sepi karena pembeli mulai berkurang dan ikan tidak habis terjual, maka pedagang pengecer akan menjual ikan dengan harga lebih murah, atau bahkan di bawah biaya marginal walau harus merugi, daripada dibuang. Namun apabila yang tidak habis terjual adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), tatihu (Thunnus sp) atau jenis-jenis ikan karang, maka ikan tersebut akan disimpan dalam kotak-kotak penyimpanan yang berisi es untuk selanjutnya dijual kembali pada keesokan harinya. Pada keesokan harinya para pedagang pengecer tersebut akan datang secepat mungkin untuk kembali menjual ikan yang disimpan, sebelum ikan hasil tangkapan nelayan semalam dibawa di pasar. Pada saat musim ikan dan ikan di pasar terdapat dalam jumlah banyak, tidak jarang ikan harus dibuang ke laut akibat ketidakmampuan masyarakat untuk mengonsumsinya dan sifatnya yang mudah busuk. Pedagang pengumpul harus menanggung risiko atas kondisi tersebut, apabila ikan belum dibeli oleh pedagang pengecer. Pada saat musim ikan, pedagang pengecer hanya mampu menjual 1-2 loyang (30-50 kg), sementara pada musim susah ikan, pedagang pengecer menjual hingga 3-4 loyang ( kg). Hal ini disebabkan karena pada musim ikan, harga ikan cenderung rendah, sehingga pedagang pengecer dapat membeli untuk kemudian menjualnya kembali. Namun ketika musim susah ikan, hanya sejumlah pedagang pengecer yang bermodal kuat saja yang mampu membeli ikan untuk dijual kembali kepada konsumen. Seorang pedagang pengumpul pada saat musim ikan biasanya harus mendistribusikan loyang ikan, sementara pada musim susah ikan, paling banyak hanya 50 loyang. Rataan seorang pedagang pengumpul memperoleh pendapatan Rp dengan kisaran Rp hingga Rp Berat ikan cakalang yang sering terjual di pasar adalah kg, artinya dalam satu loyang yang biasanya terdapat ekor, maka berat keseluruhannya adalah kg. Apabila ikan cakalang beratnya ± 1 kg/ekor, maka satu loyang biasanya berisi ekor dan apabila ikan cakalang beratnya 5 kg/ekor, maka biasanya terdapat 10 ekor dalam satu loyang. Untuk ikan pelagis kecil yang

119 90 ukuran per kilogramnya terdiri atas 3-5 ekor, maka satu loyang biasanya berisi ekor dengan berat keseluruhan kg. Sementara apabila 1 kg terdiri atas 6-7 ekor, maka satu loyang biasanya berisi ekor dengan berat total kg. Ikan yang dibeli oleh CS hanya jenis, ukuran dan mutu tertentu dengan harga yang cenderung stabil. Apabila pedagang pengumpul menjual ikan ke CS, maka fungsi sortasi harus dilakukannya. Fungsi penyimpanan dilakukan CS untuk kemudian akan dibeli oleh pedagang pengumpul ataupun pedagang pengecer ketika nelayan tidak mendapatkan ikan atau diekspor ke luar negeri Mekanisme Penentuan Harga Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), harga suatu barang adalah nilai pasar (nilai tukar) dari barang tersebut yang dinyatakan dalam jumlah uang. Harga merupakan suatu hal yang penting dan menarik baik bagi penjual, maupun pembeli di pasar. Bagi seorang pedagang, selisih antara harga penjualan dan biaya akan menentukan besarnya laba yang merupakan dasar bagi yang bekerja pada setiap transaksi. Sementara melalui harga, seorang konsumen dapat menunjukkan jenis, mutu dan jumlah barang yang dikehendaki dan bersedia membayarnya dengan mempertimbangkan semua jasa yang diterimanya. Sekembalinya nelayan dari menangkap ikan, maka pemilik jaring akan segera menghubungi para pedagang pengumpul dan menyampaikan informasi berupa jenis dan kuantitas ikan yang tertangkap. Karena biasanya nelayan kembali dari laut pada menjelang pagi hari (subuh), maka apabila pedagang pengumpul telah terhubungi, nelayan akan segera membawa ikan ke pasar dengan mobil pick up. Kegiatan ini berlangsung pada pukul 3, atau 4 pagi, tetapi dapat juga terjadi ketika proses jual beli di pasar berlangsung, yaitu pukul 7 pagi 12 siang, atau bahkan setelah proses tersebut selesai, tergantung dari waktu kembalinya nelayan ke darat setelah melaut. Hampir semua nelayan purse seine, pole and line dan bagan telah memiliki pedagang pengumpul di pasar dan di antaranya telah ada kesepakatan, bahwa apabila nelayan membawa ikan ke pasar, si pedagang pengumpul yang akan menjualnya ke pedagang pengecer, baik dalam kondisi musim ikan banyak ataupun kurang. Di antara nelayan dan pedagang telah

120 91 terbangun suatu ikatan kerjasama selama puluhan tahun. Hubungan kerjasama yang tidak seimbang ini mengakibatkan lemahnya akses nelayan terhadap pasar, sehingga dapat berkontribusi pada kurangnya informasi tentang harga, kurangnya kesempatan untuk berhubungan dengan pelaku-pelaku pasar lainnya, distorsi atau ketidakhadiran input dan output pasar, tingginya biaya transaksi dan pemasaran (Bienabe et al., diacu dalam Tita 2011). Hidayati (2000) mengemukakan bahwa jasa lembaga pemasaran sangat diperlukan dalam proses pemasaran, karena jauhnya jarak tempat produksi dengan konsumsi. Dengan menjual hasil ke pedagang pengumpul desa, maka harga yang diperoleh petani akan lebih tinggi dibandingkan dengan jika menjual hasil ke pedagang pengumpul dusun, namun sedikitnya jumlah produk yang dipasarkan membuat petani merasa lebih efisien, apabila menjual produknya ke pedagang pengumpul dusun. Tidak adanya alternatif tempat meminjam uang, mengakibatkan petani meminjam uang untuk keperluan modal dan kebutuhan lainnya kepada pedagang pengumpul, sehingga terjadi kesepakatan yang bersifat mengikat, walaupun tidak tertulis bahwa petani harus menjual produksi rumput lautnya ke pedagang pengumpul tersebut. Crona (2010) menyatakan bahwa hubungan antara pedagang pengumpul desa dengan nelayan skala kecil telah terbangun sejak adanya proses pemasaran. Pedagang perantara menyediakan nelayan skala kecil suatu jaringan menuju pasar eksternal yang pada akhirnya mengurangi waktu dan upaya yang dibutuhkan untuk memasarkan produknya. Pedagang perantara juga menyediakan modal dalam bentuk kredit yang berfungsi sebagai akses prioritas pengaman terhadap produk (ikan) sesaat setelah ditangkap, sehingga memastikan pasokan produk stabil. Dalam bentuk keterikatan nelayan dengan pedagang, dikenal dua bentuk modal : (1) modal yang dipinjamkan oleh pedagang untuk proses produksi, misalnya bantuan perbaikan, atau pembelian alat tangkap, dan (2) sejumlah uang untuk menopang kehidupan nelayan ketika pendapatan berkurang akibat tidak bisa melaut atau hasil tangkapan berkurang. Walaupun ikan yang akan dijual merupakan hasil tangkapan nelayan, namun nelayan tidak memiliki hak sepenuhnya atas penetapan harga, dan walaupun ada negosiasi, namun pedagang pengumpul lebih mendominasi proses

121 92 negosiasi tersebut. Selama proses penurunan loyang, pedagang pengumpul akan terus memperhatikan kondisi pasar untuk selanjutnya menentukan harga jual ke pedagang pengecer. Ketika proses tersebut selesai dan harga, serta cara pembayaran telah disetujui oleh pedagang pengumpul dan pedagang pengecer, maka pedagang pengecer akan mengangkut, atau memikul loyang yang berisi ikan ke lapak-lapak penjualannya untuk selanjutnya dijual. Cara pembayaran ikan oleh pedagang pengecer dapat dilakukan pada saat ikan diambil untuk dijual, atau setelah ikan habis terjual, tergantung dari kesepakatan bersama. Biaya transportasi ikan ke pasar ditanggung oleh nelayan, sementara pedagang pengumpul biasanya akan membeli satu-dua bungkus rokok, atau membayarkan segelas teh hangat dan sepiring nasi untuk nelayan dan anak buahnya yang membawa ikan pada saat itu. Sejumlah pedagang pengumpul lebih suka menjual ikan hasil tangkapan nelayan ke CS dari pada ke pedagang pengecer, karena selain urusannya lebih mudah, harganyapun stabil. Akan tetapi CS biasanya hanya menerima ikan cakalang dan layang dengan ukuran dan mutu tertentu. Harga ikan di pasar dapat berubah dalam hitungan jam, atau bahkan menit, tergantung dari jumlah dan mutu ikan. Pengamatan di lapangan menunjukkan ketika ikan banyak di pasar, dan hasil tangkapan nelayan tetap terus dibawa ke pasar, maka harga ikan tersebut hanya dapat sama atau lebih rendah dari harga sebelumnya, sekalipun mutunya lebih baik dari ikan yang ada di pasar. Apalagi bila ikan di pasar banyak, maka harga ikan yang baru dibawa akan lebih turun. Di pasar Mardika terdapat kurang lebih 50 orang yang berfungsi sebagai pedagang perantara dan hanya setengahnya yang memiliki ijin dari pengelola pasar. Hanya 5-8 orang pedagang pengumpul yang memegang lebih dari lima (5) jaring, dengan rata-rata satu jaring menghasilkan loyang. Setengah dari jumlah pedagang pengumpul tersebut memegang 3-5 jaring, sementara sisanya tidak sampai tiga (3) jaring. Dalam setiap kegiatan ekonomi, modal adalah unsur yang harus sangat diperhitungkan, baik modal bergerak, atau tidak bergerak. Sistem yang telah terbangun sejak lama dalam proses pemasaran produk perikanan segar mengakibatkan peran pedagang perantara tidak dapat dilihat hanya sebagai

122 93 pelengkap, yang berarti, walau tanpa kehadiran sub sistem ini, proses pemasaran akan tetap berjalan lancar. Sebagian besar pedagang pengumpul yang juga berfungsi sebagai pedagang perantara pada awalnya memulai fungsinya ini sebagai pedagang pengecer juga. Sebelum terbangun sistem seperti ini, para pedagang pengecer harus membeli ikan yang nantinya dijual ke nelayan di pinggir pantai. Itu berarti bahwa pedagang pengecer harus berada di pinggir pantai pada pagi buta. Setelah ikan dibeli, pedagang ikan harus segera ke pasar untuk kemudian menjual ikannya. Ikan dapat langsung dibayar pada saat diambil, atau setelah habis terjual, tergantung kesepakatan antara nelayan dengan pedagang. Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi, saat ini setelah ikan hasil tangkapan nelayan didaratkan, ikan segera dibawa ke pasar. Pedagang pengumpul yang membawahi nelayan tersebut, sebelumnya telah berada di pasar untuk kemudian akan mengkoordinir penjualan ikan-ikan hasil tangkapan nelayan kepada pedagang pengecer. Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan, apakah pada saat pembelian atau setelah ikan habis terjual oleh pedagang pengecer. Pedagang pengecer produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah mempunyai beberapa cara dan strategi untuk menarik konsumen membeli ikan yang dijualnya. Cara yang lazim digunakan adalah dengan menambah satu (1), atau dua (2) ekor ikan kepada konsumen. Umumnya ikan dijual per tumpuk dengan harga Rp5 000 Rp ketika ikan banyak dan Rp ketika ikan hanya sedikit di pasar. Menurunkan harga jarang sekali dilakukan pedagang ikan, namun ketika 1-2 ekor ikan ditambahkan kepada konsumen, secara tidak sengaja pedagang telah menurunkan harga jual ikan. Weisbuch et al. (2000) dalam penelitiannya tentang organisasi pasar dan hubungannya dengan perdagangan, menemukan bahwa keloyalan pembeli terhadap pedagang di pasar ikan Marseille terbagi atas dua (2) tipe: pembeli yang loyal terhadap satu pedagang dan pembeli yang cenderung memilih pedagang secara acak. Gallegati et al. (2011) menunjukkan bahwa tingkat keloyalan tersebut semakin meningkat apabila pembeli memperoleh ikan bermutu dengan harga yang diinginkan. Penelitian yang dilakukan oleh Cirillo (2012) di Boulogne Fish Market menunjukkan bahwa keloyalan dimiliki baik penjual dan pembeli, akan

123 94 tetapi penjual lebih loyal terhadap pembeli daripada sebaliknya. Hal ini mungkin Gambar 11 Tumpukkan ikan yang masih utuh, maupun yang telah dikeluarkan kepala dan isi perutnya. Gambar 12 Tumpukkan ikan yang disusun dengan menggunakan potongan bambu. disebabkan oleh cukup besarnya agen dalam hubungannya dengan kuantitas yang diperdagangkan. Sejumlah pembeli akan secara acak mencari penjual yang dapat memuaskan keinginannya, walau ia telah memiliki beberapa pedagang yang telah loyal kepadanya. Selanjutnya disimpulkan bahwa keloyalan turut memengaruhi harga, membangkitkan dispersi harga dan diskriminasi antar agen. Gambar 11 dan 12 memperlihatkan strategi pedagang menarik konsumen untuk membeli ikannya. Gambar di sebelah kiri memperlihatkan ada dua (2) tumpuk ikan, yang setiap tumpukannya dihargai Rp5 000 oleh pedagang. Setumpuk ikan telah dibersihkan (kepala dan isi perut telah dibuang), sementara tumpukan lainnya dijual utuh lengkap dengan kepala. Ada konsumen yang lebih memilih tumpukan ikan yang telah bersih, karena waktu yang digunakan untuk membersihkan ikan dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya, namun ada juga konsumen yang memilih ikan yang masih utuh, karena selain memang menyenanginya, potongan kepala ikan dan isi perut digunakan untuk makanan ternak. Tumpukan ikan yang disusun dengan menggunakan potongan bambu (Gambar 12) bertujuan untuk menarik perhatian konsumen, karena umumnya hanya ikan yang benar-benar segar saja yang dapat disusun dengan bilah-bilah bambu. Apabila ikan yang benar-benar segar disusun tidak menggunakan

124 95 penyanggah bambu, maka ikan-ikan tersebut akan tergelincir, karena licin akibat adanya lendir yang dikeluarkan dari dalam tubuhnya, sehingga akhirnya tidak tersusun dengan rapi Analisis Keragaan Pasar (Market Performance) Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Analisis keragaan pasar ikan segar di Kawasan Maluku Tengah diukur berdasarkan efisiensi harga yang meliputi margin pemasaran Margin Pemasaran Margin pemasaran adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Walau dipahami bahwa di Kawasan Maluku Tengah terdapat lima (5) bentuk saluran pemasaran, namun empat (4) saluran pemasaran pertama adalah yang paling lazim digunakan oleh nelayan maupun pedagang pengumpul. Hal ini disebabkan karena CS yang berfungsi sebagai tempat pengumpulan ikan untuk dikirim ke pedagang besar di Surabaya dan selanjutnya diekspor ke Luar Negeri, hanya membeli ikan dengan jenis, ukuran dan kualitas tertentu. Oleh karena itu, perhitungan margin pada Tabel 23 hanya dijabarkan berdasarkan empat (4) bentuk saluran pemasaran pertama. Dari tabel tersebut terlihat bahwa apabila saluran pemasaran pendek, maka nelayan akan menerima bagian yang lebih besar, sehingga margin pemasaran kecil. Sebaliknya, suatu saluran pemasaran yang panjang dapat mengakibatkan penerimaan nelayan menjadi kecil dan margin pemasaran menjadi besar. Hanafiah dan Saefuddin (2006) menyatakan bahwa panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor, antara lain :

125 96 Tabel 23 Perhitungan margin pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah No Uraian Nelayan Pedagang Pedagang Konsu- CS Pengumpul Pengecer men Total 1 Saluran 1 - Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/ kg) Margin Pemasaran Saluran 2 - Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/ kg) Margin Pemasaran Saluran 3 - Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/ kg) Margin Pemasaran Saluran 4 - Harga Beli (Rp/kg) Harga Jual (Rp/kg) Margin Pemasaran Sumber : Hasil analisis data primer (2011) a. Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk. Produsen dan pasar (konsumen) produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah ada yang letaknya berdekatan, namun tak sedikit pula yang berjauhan. b. Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen, dengan demikian membutuhkan saluran pendek dan cepat. c. Skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil, maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, maka hal tersebut tidak menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, sehingga saluran pemasaran yang dilalui cenderung menjadi panjang.

126 97 d. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga, karena sejumlah fungsi pemasaran dapat dilakukannya sendiri dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah. Dengan kata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran pemasaran. 5.2 Analisis Fisherman s share Salah satu indikator yang cukup berguna untuk mengetahui efisiensi pasar produk perikanan adalah membandingkan bagian yang diterima nelayan (fishermen s share) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dan sering dinyatakan dalam persentase. Umumnya, bagian yang diterima nelayan akan menjadi lebih sedikit apabila jumlah pedagang perantara bertambah panjang. Tabel 24 Fisherman s share pemasaran ikan segar Harga di Harga di Tingkat Fishermen s Saluran Tingkat Konsumen Share Pemasaran Nelayan (Rp) (Rp) (%) Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran Sumber : Hasil analisis data primer (2011) Perhitungan Fishermen s share bertujuan untuk mengetahui besarnya bagian yang diterima nelayan sebagai produsen pada setiap saluran pemasaran yang terjadi. Share nelayan terbesar terdapat di saluran pemasaran pertama, yang terdiri dari nelayan, pedagang pengecer dan konsumen (Tabel 24). Dengan demikian terlihat bahwa semakin panjang suatu saluran pemasaran, semakin kecil share yang diperoleh nelayan sebagai produsen. Hanafiah dan Saefuddin (2006) menyatakan bahwa banyak orang berpendapat terlampau banyak pedagang perantara yang bersaing pada setiap tindakan dalam proses pemasaran adalah pemborosan dan tidak ada gunanya. Jumlah perantara yang lebih sedikit dianggap akan bekerja dengan biaya per satuan yang lebih rendah, sehingga mengurangi biaya pemasaran dan memperbesar efisiensi. Akan tetapi perlu disadari juga bahwa pengurangan

127 98 pedagang perantara yang bersaing dapat menyebabkan pilihan konsumen terbatas dan mungkin konsumen terpaksa menerima layanan yang lebih buruk dan produk bermutu rendah. Demikian pula dengan anggapan bahwa terlampau banyak pedagang perantara yang bekerja pada saluran pemasaran secara vertikal akan menambah biaya pemasaran dan sebaliknya makin sedikit pedagang perantara makin cepat, makin murah dan makin efisien suatu produk disalurkan ke konsumen. Namun dengan sifat produk perikanan yang banyak dihasilkan di daerah terpencar dan jauh dari konsumen sering mengakibatkan banyak pedagang perantara yang diperlukan untuk bekerja pada tingkat berbeda dalam proses pemasaran. 5.3 Integrasi Pasar Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Integrasi pasar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui efisiensi pasar (Heytens diacu dalam Adiyoga et al., 2006). Ketika pasar belum terintegrasi, sehingga mengakibatkannya tidak efisien, maka kebijakan pemerintah sangat diperlukan. Indikasi ketidakefisienan suatu pasar adalah perbedaan harga yang masih relatif besar antar daerah untuk harga di tingkat produsen, maupun konsumen. Integrasi harga spasial dapat diartikan sebagai transmisi harga antar pasar, yang direfleksikan dalam perubahan harga di pasar berbeda geografis untuk komoditi yang sama. Ravallion (1986) mengatakan bahwa jika terjadi perdagangan antara dua (2) wilayah, kemudian harga di wilayah yang mengimpor komoditi sama dengan harga di wilayah yang mengekspor komoditi, ditambah dengan biaya transportasi yang timbul akibat perpindahan di antara keduanya, maka dapat dikatakan di antara kedua pasar tersebut terjadi integrasi spasial Jenis Ikan yang Dominan Dijual di Pasar di Kawasan Maluku Tengah Tiga (3) jenis ikan dominan dijual di beberapa pasar di Kota Ambon maupun Kawasan Maluku Tengah pada bulan Mei hingga September 2011, ditunjukkan oleh Gambar 13. Terlihat bahwa umumnya ikan yang dominan dijual pada saat itu adalah Selar, Layang, Cakalang, Tongkol dan Madidihang, dengan rata-rata harga per kg berturut-turut Rp17 046, Rp16 566, Rp18 833, Rp dan Rp Penangkapan ikan cakalang banyak menggunakan alat tangkap

128 99 pole and line (huhate), sementara ikan Selar, Layang dan Tongkol ditangkap dengan menggunakan purse seine. Jumlah kemunculan di pasar Pasar Mardika Selar Cakalang Pasar Passo Cakalang Layang Pasar Salahutu Selar Layang Pasar Leihitu Layang Tongkol Pasar Binaya Selar Layang Pasar Piru Cakalang Madidihang Pasar Bula Cakalang Selar Selar Layang Cakalang Tongkol Madidihang Sumber : Analisis data primer (2011) Jenis ikan yang dominan dijual di pasar Gambar 13 Tiga jenis ikan dominan yang dijual di beberapa pasar di Kawasan Maluku Tengah pada bulan Mei hingga September Dalam buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Maluku (2009), dinyatakan bahwa sepanjang tahun 2009 di Provinsi Maluku, ikan Cakalang diproduksi terbanyak ( ton), diikuti Tongkol ton, Layang ton, Kembung ton, Madidihang ton dan Selar ton. Sementara pada tahun 2010, produksi ikan Cakalang masih yang terbanyak ( ton), kemudian Layang sebanyak ton, Tongkol ton, Kembung ton, Selar ton dan Madidihang ton. Ikan Cakalang bukan merupakan satu (1) dari tiga (3) ikan dominan yang dijual di pasar Leihitu, walaupun alat tangkap ikan cakalang banyak terdapat di Leihitu dan sekitarnya, karena mungkin di daerah tersebut terdapat PT Aneka Tata Bahari yang adalah perusahaan perikanan di bidang penyimpanan (Cool Storage), sehingga ikan Cakalang lebih banyak dijual ke perusahaan tersebut. Ikan yang berada di pasar Mardika umumnya dibawa dari sentra-sentra produksi seperti Latuhalat dan sekitarnya (Kecamatan Nusaniwe), Salahutu dan Leihitu

129 100 (Kabupaten Maluku Tengah), serta daerah Kecamatan Leitimur Selatan. Ikan dari Salahutu selain ditangkap di perairan Kecamatan Salahutu (Desa Tulehu dan Waai), banyak juga dibawa dari pulau-pulau sekitar, seperti Haruku, Saparua, dan Nusalaut. Sementara ikan di daerah Leihitu, selain ditangkap di perairan Leihitu, sering juga dibawa dari Desa-desa di bagian barat Pulau Seram Dinamika Harga Ikan Segar Gambar 14 menunjukkan dinamika harga produk perikanan selama empat (4) bulan penelitian (Mei-September 2011). Terlihat dari gambar tersebut bahwa harga ikan di Kawasan Maluku Tengah sangat berfluktuasi. Gambar tersebut juga seakan menegaskan apa yang tertulis di Kompas (5 Desember 2011) bahwa harga produk perikanan di Maluku sangat berfluktuatif. Dari hasil pengamatan di lapangan, fluktuasi harga produk perikanan tersebut bisa terjadi dalam hitungan jam, atau menit tergantung dari banyaknya ikan yang terdapat di pasar, jumlah konsumen yang berbelanja, tidak diterapkannya rantai dingin pada produk selama proses berjualan dan lamanya waktu pedagang berjualan. Di pagi hari ketika jumlah ikan yang dijual di pasar masih sedikit, harga biasanya tinggi. Namun dengan bertambahnya waktu dan semakin banyak ikan yang dibawa ke pasar, maka harganya akan cenderung turun. Dengan sifat dan karakteristik ikan yang mudah busuk, maka apabila dalam penjualannya, pedagang tidak menerapkan rantai dingin, mengakibatkan semakin menurun mutu ikan sehingga turut menurunkan harganya. Hal ini akan diperparah apabila pedagang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghabiskan dagangannya, karena semakin siang, biasanya harga ikan semakin menurun. Di pasar tradisional di kota Ambon maupun kawasan Maluku Tengah, ikan tidak dijual dalam satuan kilogram, melainkan dalam satuan tumpuk untuk ikan-ikan kecil seperti Selar (Selaroides sp), Layang (Decapterus sp), Sardin (Rastrelliger sp) dan lainnya. Sementara untuk ikan-ikan besar seperti Cakalang (Katsuwonus pelamis), Madidihang (Thunnus sp), atau Tongkol (Auxis thazard) lebih banyak dijual dalam satuan ekor. Namun tidak jarang pula ditemui pedagang menjual potongan ikan Cakalang, atau Madidihang dengan ukuran ± 5 x 5 cm dengan tebal 1.5 cm sebanyak 8-10 potong yang dijual per tumpuk

130 101 Rp pada musim banyak ikan atau Rp pada musim susah ikan. Tindakan ini merupakan salah satu strategi pedagang dalam menjual ikan ketika harganya dianggap konsumen terlalu mahal. Harga per tumpuk ikan biasanya relatif stabil, yaitu Rp10 000, Rp15 000, hingga Rp20 000, namun jumlah dan ukuran ikan dalam tumpukan tersebut bervariasi mengikuti kondisi pasar dan mutu ikan. Ikan Cakalang, atau Madidihang juga sering dijual dalam bentuk belahan dua (2) atau empat (4), memanjang dari kepala hingga ekor, yang harganya tergantung pada ketersediaan ikan di pasar pada saat itu. Gambar 14 juga menunjukkan bahwa pada umumnya trend kenaikan maupun penurunan harga terjadi hampir secara bersamaan di pasar-pasar tersebut, walaupun besar kenaikan, maupun penurunan tersebut tidak sama. Kondisi terendah pada harga Rp yang terjadi pada hari ke 56 dan 84, atau pada bulan Juli dan Agustus di pasar Leihitu. Sementara harga tertinggi terjadi di pasar Salahutu pada hari ke 2 dan 27. Rataan Harga Ikan (Rp/Kg) Hari Pengamatan Sumber : Analisis data primer (2011) Gambar 14 Fluktuasi harga ikan segar di beberapa pasar di Kawasan Maluku Tengah. Pada pagi hari ketika ikan di pasar hanya sedikit, maka biasanya ikan dijual Rp20 000, per tumpuk. Seiring dengan bertambahnya waktu dan semakin banyak ikan dibawa ke pasar, harga dapat berkurang, atau jumlah ikan dalam tumpukan dapat bertambah. Apabila mutu ikan yang dijual mulai menurun, maka

131 102 pedagang tidak memiliki pilihan selain menambah jumlah ikan dalam tumpukan, sehingga jika dikonversikan ke satuan kilogram, harga ikan akan lebih murah lagi. Harga rataan ikan di pasar Leihitu berada di bawah pasar lainnya. Ikan umumnya dijual dalam satuan tumpuk seharga Rp , namun ketika dikonversikan ke dalam satuan kilogram, harga ikan jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga ikan di pasar-pasar lainnya. Hal ini mungkin disebabkan kapasitas penawaran produk perikanan melebihi permintaannya. Dari Buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Maluku Tahun 2010 terlihat bahwa Rumah Tangga Perikanan (RTP) terbanyak di Provinsi Maluku terdapat di Kabupaten Maluku Tengah unit. Dari jumlah tersebut, RTP terbanyak di Kabupaten Maluku Tengah terdapat di Kecamatan Leihitu unit dan 48 unit di Kecamatan Leihitu Barat, sementara jumlah nelayan tangkap masing-masing Kecamatan, orang dan orang. Dengan kenyataan tersebut, maka bukanlah suatu hal yang mustahil, apabila harga ikan di pasar Leihitu berada di bawah harga rataan ikan di pasar-pasar lainnya. Penawaran dan permintaan akan suatu produk menentukan, apakah harga produk tersebut berada di atas, atau di bawah harga tingkat umum. Jika penawaran dari dan permintaan akan suatu produk sama dengan penawaran dari dan permintaan akan keseluruhan produk, maka harga-harga dari setiap produk akan mendekati tingkat yang sama dari semua harga. Namun jika penawaran suatu produk relatif lebih besar dari permintaannya, maka harga barang tersebut secara relatif akan berada di bawah tingkat harga umum dan sebaliknya apabila penawaran dari suatu barang lebih kecil dari permintaannya, maka harga barang tersebut secara relatif akan berada di atas tingkat harga umum (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Ketika musim ikan, jumlah ikan yang ditawarkan oleh pedagang banyak sehingga harganya berada di bawah harga tingkat umum. Harga ikan Sardin (Rastrelliger sp) atau Layang (Decapterus sp) sebanyak satu (1) tas kresek besar mencapai Rp Padahal tingkat kesukaan, atau preferensi seseorang, kemampuan konsumsi yang terbatas dan sifat karakteristik ikan yang mudah busuk mengakibatkan ikan tidak dapat dibeli banyak, walaupun harganya murah.

132 Tingkat Integrasi Pasar Produk Perikanan di Kawasan Maluku Tengah Hasil analisis regresi pengujian integrasi pasar produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah ditunjukkan oleh Tabel 25 dan 26. Ketika Pasar Mardika dijadikan sebagai pasar acuan dan pasar Salahutu, Leihitu, Passo, Piru, Binaya dan Bula dijadikan sebagai pasar pengikut, terlihat bahwa nilai koefisien 1 + b 1 pada rataan harga tiga (3) jenis ikan yang dominan dijual pada pasar-pasar lokal atau pengikut (i) tersebut pada waktu t-1 (P 3it-1 ) masing-masing adalah 0.550, 0.206, 0.250, 0.585, dan Hasil nyata yang ditunjukkan 1+b 1 0 mengindikasikan bahwa seluruh pasar pengikut tersegmentasi secara temporal dengan pasar Mardika sebagai pasar acuan. Tabel 25 Hasil analisis pengujian integrasi pasar dengan Pasar Mardika sebagai pasar acuan Pasar Koefisien Pengikut Intersep P 3it-1 (P 3t P 3t-1 ) P 3t-1 IMC R 2 Df Pasar acuan : Mardika Ambon Salahutu * * Leihitu * Passo Ambon * * SBB * 0.228* 0.387* Binaya * 0.203* 0.305* SBT *) nyata pada α 0.05 Sumber : Hasil analisis (2011) Selanjutnya pada analisis b 2 yang merupakan ukuran derajat perubahan harga di pasar acuan yang ditransmisi ke pasar regional (P 3t P 3t-1 ), diperoleh bahwa seluruh pasar pengikut menunjukkan hasil yang nyata, karena keseluruhan nilai b 2 1. Itu berarti bahwa seluruh pasar tidak terintegrasi secara spasial dalam jangka panjang. Integrasi harga spasial dapat diartikan sebagai transmisi harga antar pasar, yang direfleksikan dalam perubahan harga di pasar yang berbeda secara geografis untuk komoditi yang sama. Menurut Ravallion (1986), jika

133 104 terjadi perdagangan antara dua (2) wilayah, kemudian harga di wilayah yang mengimpor komoditi sama dengan harga di wilayah yang mengekspor komoditi, ditambah dengan biaya yang timbul karena perpindahan di antara keduanya maka dapat dikatakan keduanya terjadi integrasi spasial. Pengujian koefisien b 3 -b 1 untuk rataan harga tiga (3) jenis ikan yang dominan dijual di pasar acuan pada waktu t-1 (P 3t-1 ) menunjukkan bahwa keseluruhan pasar menunjukkan hasil yang nyata, karena seluruh nilai koefisien b 3 -b 1 0. Nilai negatif hasil perhitungan koefisien b 3 -b 1 dari masing-masing pasar, Pasar Salahutu (-0.376), pasar Leihitu (-0.228), pasar Passo (-0.391), pasar Piru (-0.198), pasar Binaya (-0.373) dan pasar Bula (-0.128) mengartikan bahwa seluruh pasar tidak terintegrasi secara spasial dalam jangka pendek. Ketidakterintegrasi pasar-pasar tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapatnya aliran informasi (flow of information) pasar, meskipun mungkin ada aliran produk (flow of product) antar pasar tersebut. Ketika penelitian ini dilakukan, hampir di seluruh pelosok di Provinsi Maluku mengalami hujan dan angin kencang yang mengakibatkan laut bergelombang. Hujan dan angin kencang, ditambah dengan terbatasnya infrastruktur informasi pada saat itu, sering mengakibatkan terjadinya gangguan dalam berkomunikasi. Padahal dengan komunikasi yang baik, pedagang dapat memperoleh informasi untuk menunjang kegiatan penjualan. Kesukaan masyarakat Maluku akan ikan yang tingkat kesegarannya tinggi juga turut memengaruhi pedagang untuk hanya menjual ikan di pasar-pasar terdekat. Apalagi bila dalam proses penangkapan, nelayan tidak menerapkan rantai dingin yang baik, sehingga produk dengan cepat dapat mengalami kemunduran mutu. Kondisi laut yang bergelombang pada saat itu juga, mengakibatkan hasil tangkapan nelayan tidak banyak, sehingga hanya dijual di pasar-pasar lokal. Ketidakterintegrasi Pasar Binaya maupun pasar Piru dengan pasar Mardika juga diduga disebabkan oleh umur kedua pasar tersebut. Sebagai pasar yang berada di kabupaten yang tertua di Pulau Seram, Binaya telah mempunyai pangsa pasar tersendiri. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan daerah-daerah ini telah dilihat sebagai pasar potensial di Kawasan Maluku Tengah. Peningkatan jenis dan jumlah transportasi yang menghubungkan Pulau Seram dengan Pulau

134 105 Ambon, maupun pulau Ambon dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia juga telah membawa dampak positif bagi pembangunan ekonomi masyarakat di kedua Kabupaten tersebut, yang pada akhirnya juga turut meningkatkan daya beli masyarakat. Tidak terintegrasinya pasar-pasar pengikut dengan pasar acuan, dalam hal ini pasar Mardika, mengakibatkan belum efisiennya sistem pemasaran di pasarpasar tersebut. Pedagang cenderung untuk menentukan harga lebih tinggi, atau rendah dari harga normal. Rosyidi (2011) menyatakan bahwa harga terjadi karena dua (2) faktor yang terdapat bersama-sama dalam barang, atau jasa yang dijual, yakni faktor manfaat dan kelangkaan. Dari kedua faktor tersebut muncullah pengertian bahwa harga terbentuk karena seimbangnya permintaan dan penawaran. Berbedanya pola permintaan yang dihadapi oleh produsen mengakibatkan perbedaan kurva permintaan individual bahkan permintaan pasar. Sifat dan karakteristik produk perikanan yang musiman dan mudah busuk, apalagi jika pada produk tersebut tidak diterapkan perlakuan rantai dingin yang pada akhirnya turut mempengaruhi harga dan pola permintaan seseorang. Walaupun jarak pasar Passo dekat dengan pasar Mardika dibandingkan jarak pasar lainnya dengan pasar Mardika, namun pasar ini juga tidak terintegrasi dengan pasar Mardika lebih disebabkan oleh kosumen yang berbelanja di pasar ini memiliki kelas (segmen) tersendiri. Hasil analisis pengujian integrasi pasar dengan pasar Binaya yang terletak di Kabupaten Maluku Tengah sebagai pasar acuan, ditunjukkan pada Tabel 26. Pasar Salahutu dan Leihitu secara geografis yang terletak di Pulau Ambon, namun secara administratif tergabung dengan Kabupaten Maluku Tengah yang terletak di Pulau Seram, bersama pasar Piru di Kabupaten Seram Bagian Barat dan pasar Bula di Kabupaten Seram Bagian Timur, dijadikan pasar lokal atau pengikut (i). Koefisien 1 + b 1 pada rataan harga tiga (3) jenis ikan yang dominan dijual di pasar-pasar lokal atau pengikut (i) tersebut pada waktu t-1 (P 3it-1 ) menunjukkan hasil yang nyata, dimana 1 + b 1 0 yang berarti bahwa pasar Binaya sebagai pasar acuan dengan masing-masing pasar pengikut tersebut tidak terintegrasi secara temporal. Analisis koefisien b 2 yang menunjukkan transmisi perubahan harga antara pasar acuan dengan pasar regional (P 3t P 3t-1 ) menghasilkan nilai

135 106 yang nyata dan berada di antara angka 0 dan 1. Nilai koefisien b 2 dari Pasar Piru 1,090 mengartikan bahwa pasar ini lebih terintegrasi secara spasial dalam jangka panjang dengan pasar Binaya dibandingkan dengan pasar lain, dimana pasar Binaya sebagai pasar acuan. Sementara pasar Salahutu menunjukkan angka 0.034, pasar Leihitu dan Bula menggambarkan bahwa transmisi perubahan harga antara pasar Binaya di Kabupaten Maluku Tengah dengan pasar Piru di Kabupaten Seram Bagian Barat lebih cepat dibandingkan dengan pasar-pasar pengikut lainnya. Tabel 26 Hasil analisis pengujian integrasi pasar dengan Pasar Binaya sebagai acuan Pasar Koefisien Pengikut Intersep P 3it-1 (P 3t P 3t-1 ) P 3t-1 IMC R 2 Df Pasar acuan : Binaya Maluku Tengah Salahutu * * Leihitu * SBB * 0.911* SBT *) nyata pada α 0.05 Sumber : Hasil analisis (2011) Pengujian koefisien b 3 -b 1 untuk rataan harga tiga (3) jenis ikan yang dominan dijual di pasar acuan pada waktu t-1 (P 3t-1 ) menunjukkan bahwa keseluruhan pasar menunjukkan hasil nyata, karena seluruh nilai koefisien b 3 -b 1 0 dan b 3 -b 1 < 0. Koefisien b 3 -b 1 menunjukkan nilai negatif (pasar Salahutu , Leihitu dan Bula ) mengartikan bahwa seluruh pasar tersegmentasi dalam jangka pendek. Pasar Piru yang menunjukkan nilai mengartikan bahwa Pasar Piru lebih terintegrasi dengan pasar Binaya dalam jangka pendek dibandingkan dengan pasar-pasar pengikut lainnya dengan pasar Binaya. Ketika Pasar Mardika dijadikan sebagai pasar acuan, maka nilai Integration Market Coeficient (IMC) pasar Salahutu, Leihitu, Passo, SBB, Binaya dan SBT yang merupakan pasar pengikut (reference market) menunjukkan angka > 1 (Tabel 25). Hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak terjadi integrasi jangka pendek antara harga ikan di pasar acuan Mardika dengan pasar-pasar

136 107 lainnya sebagai pasar pengikut. Nilai IMC yang jauh lebih kecil dari 0 menunjukkan derajat integrasi lemah, atau bahkan tidak ada sama sekali. Dengan demikian, perubahan harga yang terjadi di pasar Mardika tidak dapat ditransmisikan dengan baik ke seluruh pasar pengikut. Untuk tiba di pasar Mardika yang terletak di pusat Kota Ambon, produk perikanan hasil tangkapan nelayan Kecamatan Salahutu dan sekitarnya, nelayan Kecamatan Leihitu dan sekitarnya, nelayan Kecamatan Leitimur Selatan dan sekitarnya harus melewati sejumlah pasar, termasuk pasar-pasar yang menjadi lokasi penelitian ini. Sejumlah ikan akan diturunkan terlebih dahulu di pasar-pasar tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang tinggal dan/atau berbelanja di pasar tersebut. Karenanya perubahan harga yang terjadi di pasar Mardika tidak dapat tertransmisikan dengan baik ke pasar-pasar pengikut tersebut. Hanafiah dan Saefuddin (2006) menyatakan bahwa harga terbentuk dari hasil kerjasama banyak faktor, yang digolongkan ke dalam kekuatan penawaran dan permintaan yang besarnya tidak tetap, tetapi berubah-ubah baik dalam jangka pendek maupun panjang. Perubahan permintaan dalam jangka pendek biasanya disebabkan oleh perubahan dalam harga barang pengganti, perubahan dalam preferensi dan taste konsumen dan dalam jangka panjang terjadi karena pertambahan penduduk, perubahan pendapatan per kapita dan perubahan kebiasaan membeli dari konsumen. Sementara perubahan penawaran dalam jangka pendek sering tergantung pada kebutuhan penjual akan uang, biaya penyimpanan dan perkiraan tentang harga-harga mendatang, sedangkan dalam jangka panjang sangat tergantung pada kesediaan produsen untuk memproduksi barangnya. Selain itu, tingkat harga suatu barang di pasaran turut ditentukan oleh tingkat harga umum. Apabila tingkat harga umum rendah, maka harga produk tersebut cenderung rendah, sebaliknya bila tingkat harga umum tinggi, maka harga produk tersebut cenderung tinggi pula. Ketika pasar Binaya yang terdapat di Masohi (Maluku Tengah) dijadikan pasar acuan bagi pasar Salahutu, Leihitu, Piru dan Bula, hanya nilai IMC di pasar Piru yang memberikan nilai positif dan mendekati nilai 0 (Tabel 26). Pasar Salahutu dan Leihitu yang walau terletak di pulau Ambon, namun secara administratif merupakan pasar tingkat Kecamatan pada Kabupaten Maluku

137 108 Tengah. Hal ini mengakibatkan nelayan-nelayan yang ada di sentra produksi Leihitu dan Salahutu lebih mudah mendistribusikan hasil tangkapannya ke Kota Ambon dibandingkan ke Masohi sebagai pusat Kabupaten Maluku Tengah, akibat ketersediaan sarana transportasi yang lebih mudah dengan harga lebih murah. Jumlah penduduk di Kota Ambon yang lebih banyak dari Kabupaten Maluku Tengah, sementara produksi perikanan Kabupaten Maluku Tengah yang lebih besar dari Kota Ambon, juga turut mengakibatkan nelayan-nelayan yang ada di Leihitu dan Salahutu lebih memilih untuk memasok produksi tangkapannya ke pasar-pasar di Kota Ambon dari pada dibawa ke pusat Kabupaten Maluku Tengah (Masohi). Tabel 27 Rangkuman hasil pengujian integrasi pasar ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Pasar Acuan : Mardika Pasar pengikut Terintegrasi temporal Terintegrasi spasial jangka panjang Terintegrasi spasial jangka pendek Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Passo * * * Salahutu * * * Leihitu * * * Piru * * * Binaya * * * Bula * * * Pasar Acuan : Binaya Pasar pengikut Terintegrasi temporal Terintegrasi spasial jangka panjang Terintegrasi spasial jangka pendek Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Salahutu * * * Leihitu * * * Piru * * * Bula * * * Sumber : Hasil analisis (2011) Pengujian terhadap ketiga pasar lainnya seperti pasar Piru, Binaya dan Bula yang terletak di pulau Seram menunjukkan nilai negatif dan menjauhi angka 0. Secara umum, IMC yang bernilai mendekati 0 menunjukkan derajat integrasi pasar yang tinggi. Ini berarti bahwa perubahan harga di pasar Binaya ditransmisikan dengan baik ke pasar Piru. Rangkuman hasil analisis integrasi

138 109 pasar Mardika, maupun pasar Binaya dengan pasar-pasar pengikut yang ada di Kawasan Maluku Tengah disajikan pada Tabel 27. Ketika dua pasar dinyatakan tidak terintegrasi, itu berarti pasar pengikut tidak dapat dengan cepat melakukan penyesuaian terhadap perubahan harga yang terjadi di pasar acuan. Hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya sarana komunikasi yang cukup sehingga informasi tentang kondisi pasar tidak tersampaikan dengan baik. Padahal komunikasi merupakan salah satu faktor penentu integrasi pasar, selain transportasi dan karakteristik produk tersebut (Munir 1997). Selain itu, penjualan ikan dalam satuan tumpuk turut mengakibatkan adanya perbedaan harga yang cukup besar, ketika harga ikan dikonversikan ke dalam satuan kilogram. Walaupun kelihatannya harga ikan di setiap pasar mirip, namun perbedaan jumlah dan berat ikan yang dijual mengakibatkan adanya perbedaan harga antar pasar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selama efisiensi pemasaran tidak terjadi di pasar-pasar yang diuji, kecuali antara pasar Piru (SBB) dengan pasar Binaya (Maluku Tengah). Hal ini mungkin disebabkan karena faktor-faktor pembentuk harga, karakteristik dan daya beli masyarakat di kedua daerah ini lebih mirip dibandingkan dengan faktor-faktor tersebut di pasar-pasar lainnya. Purwoto (2001) menyatakan, saat pasar belum berjalan efisien, kebijakan pemerintah sangat diperlukan agar harga bahan pangan terjangkau oleh daya beli masyarakat dan ketahanan pangan rumahtangga dapat terwujud. 5.4 Analisis Faktor Pembentukkan Harga Ikan Segar Pengujian integrasi pasar produk perikanan yang didasarkan pada model Ravallion (1986) menunjukkan bahwa harga rataan tiga (3) jenis ikan yang dominan dijual, atau didaratkan pada pasar lokal atau pengikut (i) pada waktu t (P 3it ), dipengaruhi oleh harga rata-rata tiga (3) jenis ikan yang dominan dijual, atau didaratkan pada pasar lokal atau pengikut (i) pada waktu t-1 (P 3it-1 ), lag harga rata-rata tiga (3) jenis ikan yang dominan dijual di pasar acuan (P 3t - P 3t-1 ), serta harga rata-rata tiga (3) jenis ikan yang dominan dijual pada waktu t-1 di pasar acuan (P 3t-1 ). Berdasarkan hasil analisis pengujian integrasi pasar pada Tabel 25

139 110 dan 26, maka pembentukkan harga ikan segar di pasar-pasar di Kawasan Maluku Tengah dipengaruhi oleh : 1. Apabila Pasar Mardika Ambon adalah pasar acuan, maka harga ikan di pasar ini adalah P A, sedangkan harga ikan di masing-masing pasar pengikut adalah Pasar Passo (P PS ), Salahutu (P S ), Leihitu (P L ), Piru (P SBB ), Binaya (P MT ), dan Bula (P SBT ), sehingga model persamaannya sebagai berikut : a. Pasar Passo (P PS ) = (1+b 1 )* b (b 3 - b 1 )* Peubah b 2, atau lag harga rataan tiga (3) jenis ikan yang dominan dijual di pasar Mardika (P 3At - P 3At-1 ) dan peubah b 3 -b 1 (P 3At-1 ) menunjukkan nilai negatif (-). Hal ini mengartikan bahwa setiap penambahan satu satuan lag harga rataan tiga (3) jenis ikan yang dominan dipasarkan di Pasar Mardika (P 3At - P 3At-1 ) akan mengurangi harga ikan di Pasar Passo (ceterius paribus) dan setiap penambahan nilai satu satuan harga rataan tiga (3) jenis ikan yang dominan dijual pada waktu t-1 atau hari sebelumnya di pasar Mardika (P 3At-1 ) akan mengurangi harga ikan di pasar Passo (ceterius paribus). Berdasarkan persamaan di atas, maka harga ikan segar di Pasar Passo (P PSt ) pada hari t ditentukan oleh harga ikan segar di Pasar tersebut pada hari sebelumnya (P PSt-1 ) dan harga ikan di Pasar Mardika sebagai pasar acuan pada hari sebelumnya (P Mt-1 ). b. Pasar Salahutu (P S ) = (1+b 1 )* b (b 3 -b 1 )* Bersama dengan Pasar Leihitu, Pasar Salahutu secara geografis terletak di Pulau Ambon, walau secara administratif keduanya berada di bawah Kabupaten Maluku Tengah yang terletak di Pulau Seram. Itu berarti bahwa transportasi dari Kecamatan Leihitu dan Salahutu ke Kota Ambon lebih mudah dan murah dibandingkan dengan transportasi dari kedua Kecamatan tersebut ke Kabupaten Maluku Tengah. Kebutuhan masyarakat Kota Ambon akan produk perikanan yang lebih banyak dari Kabupaten lainnya juga mengakibatkan produk hasil tangkapan nelayan di kedua Kecamatan ini dipasok ke Kota Ambon. Persamaan (b) di atas memperlihatkan bahwa nilai 1+b 1 yang merupakan koefisien rataan harga tiga (3) jenis ikan dominan yang dipasarkan di pasar Salahutu pada hari sebelumnya (P 3St-1 ), b 2 adalah koefisien lag rataan harga tiga (3) jenis ikan yang dominan dipasarkan di pasar Mardika (P 3At - P 3At-1 ) dan

140 111 b 3 -b 1 yang adalah koefisien rataan harga tiga (3) jenis ikan dominan yang dipasarkan pada hari sebelumnya di pasar acuan (P 3At-1 ) menunjukkan nilai positif (+). Masing-masing variabel pada persamaan (b) tersebut secara berturut-turut adalah 0.550, dan Ini mengartikan bahwa setiap penambahan satu satuan harga ikan di pasar Salahutu pada hari sebelumnya, akan menaikkan harga ikan di pasar tersebut (ceterius paribus). Penambahan satu satuan nilai b 2 yang adalah koefisien lag harga rata-rata tiga (3) jenis ikan yang dominan dipasarkan di pasar Mardika (P 3At - P 3At-1 ) akan menaikkan harga ikan di pasar Salahutu (ceterius paribus), sementara penambahan satu satuan nilai b 3 -b 1 yang adalah koefisien rataan harga tiga (3) jenis ikan dominan yang dipasarkan pada hari sebelumnya di pasar Mardika(P 3At-1 )akan meningkatkan harga ikan di pasar Salahutu pada hari tersebut sebesar (ceterius paribus). Berdasarkan persamaan di atas, maka harga ikan segar di Pasar Passo (P PSt ) pada hari ini ditentukan oleh harga ikan segar di Pasar tersebut pada hari sebelumnya (P PSt-1 ) dan harga ikan di Pasar Mardika sebagai pasar acuan (P Mt-1 ) pada hari sebelumnya. c. Pasar Leihitu (P L ) = (1+b 1 )* b (b 3 - b 1 ) Persamaan (c) menunjukkan bahwa nilai b 3 -b 1 yang adalah koefisien rataan harga tiga (3) jenis ikan dominan yang dipasarkan pada hari sebelumnya di pasar Mardika (P 3At-1 ) menunjukkan nilai yang berarti bahwa setiap penambahan satu satuan rataan harga tiga (3) jenis ikan dominan yang dipasarkan pada hari sebelumnya di pasar Mardika (P 3At-1 ) akan menurunkan harga di pasar Leihitu pada saat itu sebesar (ceterius paribus). Pembentukkan harga ikan segar di Pasar Leihitu hanya dipengaruhi oleh harga ikan segar di pasar tersebut pada hari sebelumnya. d. Pasar Piru (P SBB ) = (1+b 1 )* b 2 * (b 3 - b 1 )* e. Pasar Binaya (P MT ) = (1+b 1 )* b 2 * (b 3 - b 1 )* f. Pasar Bula (P SBT ) = (1+b 1 ) b (b 3 - b 1 ) Dari persamaan pembentukkan harga di pasar Piru (d), Binaya (e) dan Bula (f), terlihat bahwa hampir semua peubah bernilai positif (+), kecuali peubah

141 112 b 2 (-0.026) pada pengujian integrasi pasar Bula SBT. Dengan demikian setiap penambahan satu satuan lag rataan harga tiga (3) jenis ikan yang dominan dipasarkan di Pasar Mardika (P 3At - P 3At-1 )akan menurunkan harga di pasar Bula (ceterius paribus). Harga ikan segar di Pasar Piru (P SBB ) dan pasar Binaya (P MT ) dibentuk oleh harga ikan segar di masing-masing pasar tersebut pada hari sebelumnya, lag harga ikan segar di Pasar Mardika dan harga ikan di pasar Mardika pada hari sebelumnya. Sementara harga ikan di Pasar Bula (P SBT ) tidak ditentukan baik oleh harga ikan di pasar tersebut maupun di pasar acuan. Dengan demikian, harga ikan di Pasar Bula (P SBT ) ditentukan oleh kondisi ikan yang ada di pasar tersebut pada setiap hari pengamatan. 2. Apabila pasar acuan adalah Pasar Binaya (P MT ), sedangkan pasar pengikut masing-masing adalah Pasar Salahutu (P S ), Leihitu (P L ), Piru (P SBB ) dan Bula (P SBT ), maka model persamaannya pembentukkan harga di masing-masing pasar sebagai berikut : a. Pasar Salahutu (P S ) = (1+b 1 )* b (b 3 - b 1 )* b. Pasar Leihitu (P L ) = (1+b 1 )* b (b 3 - b 1 ) c. Pasar Piru (P SBB )= (1+b 1 ) b 2 * (b 3 - b 1 )* d. Pasar Bula (P SBT ) = (1+b 1 ) b (b 3 - b 1 ) Dari persamaan-persamaan di atas terlihat bahwa seluruh nilai 1+b 1 yang merupakan koefisien rataan harga tiga (3) jenis ikan dominan yang dipasarkan di masing-masing pasar pengikut (P 3it-1 ), b 2 yang adalah koefisien lag rataan harga tiga (3) jenis ikan yang dominan dipasarkan di pasar acuan (P 3t - P 3t-1 ) dan b 3 -b 1 yang adalah koefisien rataan harga tiga (3) jenis ikan dominan yang dipasarkan pada hari sebelumnya di pasar acuan (P 3t-1 ) menunjukkan nilai positif (+). Peubah rataan harga tiga (3) jenis ikan yang dominan dipasarkan di masing-masing pasar pengikut pada hari sebelumnya (P 3it-1 ) adalah 0.541, 0.209, dan Itu berarti bahwa setiap penambahan satu satuan harga ikan di masing-masing pasar pengikut (Salahutu, Leihitu, Piru dan Bula) pada hari sebelumnya (t-1), akan menaikkan harga ikan pada waktu t di pasar Salahutu 0.541, Leihitu 0.209, Piru dan Bula (ceterius paribus). Peubah b 2 yang merupakan lag harga tiga (3) jenis ikan yang dominan dipasarkan di pasar

142 113 acuan (P 3t - P 3t-1 ) menunjukkan angka sebesar 0.034, 0.067, dan pada masing-masing pasar pengikut. Angka-angka tersebut menerangkan bahwa setiap penambahan nilai lag rataan harga tiga (3) jenis ikan yang dominan dipasarkan di pasar Binaya, akan menaikkan harga ikan pada masing-masing pasar pengikut sebesar, Salahutu 0.034, Leihitu 0.067, Piru dan Bula (ceterius paribus). Peubah b 3 - b 1 yang merepresentasikan rataan harga tiga (3) jenis ikan dominan yang dipasarkan pada hari sebelumnya di pasar acuan (P 3t-1 ) menunjukkan angka sebesar 0.175, 0.005, dan Dengan demikian bahwa setiap penambahan satu satuan rataan harga tiga (3) jenis ikan dominan yang dipasarkan pada hari sebelumnya di pasar acuan Binaya, dapat menaikkan harga ikan di masing-masing pasar pengikut, Salahutu 0.175, Leihitu 0.005, Piru dan Bula (ceterius paribus). Ketika Pasar Binaya dijadikan pasar acuan, maka faktor pembentuk harga ikan segar di Pasar Salahutu, Leihitu, Piru maupun Bula hampir mirip dengan ketika Pasar Mardika menjadi pasar acuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa harga ikan segar di pasar-pasar pengikut lebih banyak dipengaruhi oleh faktor harga ikan segar di masing-masing pasar tersebut pada hari sebelumnya dan harga ikan segar di di pasar acuan pada hari sebelumnya. 5.5 Strategi Pengembangan Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Dalam menentukan strategi pengembangan pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah, dilakukan pemberian bobot (nilai) terhadap setiap unsur SWOT berdasarkan tingkat kepentingan dan kondisi pemasaran. Bobot atau nilai yang diberikan berkisar antara 1 (paling penting) hingga 0 (tidak penting) dan nilai rating diberi skala 4 hingga 1. Untuk faktor internal, apabila peluangnya besar, rating 4 dan jika peluangnya kecil, rating 1. Sebaliknya rating kelemahan akan bernilai -1 apabila kelemahannya besar dan bernilai -4 jika kelemahannya kecil. Untuk faktor eksternal, bobotnya sama dengan internal, 1 (paling penting) hingga 0 (tidak penting) dengan nilai rating 4 hingga 1. Semakin besar peluang, rating 4 dan semakin kecil, rating 1. Nilai rating untuk ancaman merupakan kebalikan dari peluang. Jika ancamannya besar, rating -1, sebaliknya jika nilai ancamannya kecil, rating -4 (Rangkuti, 2002).

143 114 Tabel 28 Analisis Faktor Internal dan Eksternal Uraian Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Bobot Rating Skor Kekuatan 1 Potensi SDI tinggi Pulau yang banyak, memungkinkan ikan ada setiap saat Transportasi cukup lancar Penetapan Provinsi Maluku sebagai lumbung ikan nasional Penetapan Kota Ambon sebagai Kawasan Minapolitan Penetapan Provinsi Maluku sebagai salah satu koridor percepatan pembangunan kawasan ekonomi Indonesia Timur Cold Storage tersedia Kelemahan 1 Kesadaran nelayan mempertahankan mutu ikan rendah Keterbatasan modal yang dimiliki Posisi tawar nelayan rendah Daerah produsen menyebar dan jauh dari daerah konsumsi TPI hanya berada di Kota Ambon dan tidak berfungsi Fasilitas pemasaran terbatas Biaya pemasaran tinggi Fluktuasi harga ikan tinggi Struktur pasar oligopoli Integrasi pasar rendah Jaringan dan informasi pasar lemah Alternatif diversifikasi produk olahan sedikit Total skor kekuatan-kelemahan Peluang 1 Populasi penduduk di Maluku meningkat Kesadaran masyarakat untuk makan ikan meningkat Potensi pasar di luar Maluku Peningkatan pendapatan per kapita dan daya beli Perhatian Pemerintah yang besar terhadap nelayan Ancaman 1 Illegal, Unrepported and Unregulated Fishing di Maluku Patroli laut yang tidak rutin Peredaran ikan impor yang tidak terkontrol Total skor peluang-ancaman Hasil perhitungan di atas, kemudian dimasukkan ke dalam bentuk diagram Grand Strategy. Berdasarkan hasil analisis SWOT, posisi kondisi sistem pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah berada pada kuadran I pada titik (0.80; 2.10) yang berarti mendukung strategi agresif atau Growth Oriented Strategy (Rangkuti 2002) sehingga strategi yang diterapkan dalam kondisi ini haruslah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Gambar 15).

144 115 Berbagai Peluang Kuadran IV Kuadran I (0.80;2.10) Kelemahan Internal Kekuatan Internal Kuadran III Kuadran II Ancaman Eksternal Gambar 15 Diagram Grand Strategy berdasarkan Kondisi Pemasaran Ikan Segar di Maluku Tengah. Kebijakan pertumbuhan agresif, yaitu kebijakan pengembangan sistem pemasaran dari hulu hingga ke hilir. Kebijakan tersebut meliputi penyediaan sarana produksi, penanganan dan pengolahan produk, penguatan kapasitas nelayan dan pengembangan layanan pendukung pemasaran. Selanjutnya berdasarkan faktor-faktor eksternal dan internal yang ada, maka dibuatlah strategistrategi dalam matriks SWOT kualitatif (Tabel 29). a Strategi SO Ketika sejumlah kekuatan (S) dipadukan dengan beberapa peluang (O) yang hadir sebagai akibat peningkatan ekonomi global dewasa ini, maka beberapa strategi SO yang dihasilkan adalah : Pengembangan perikanan tangkap berwawasan lingkungan Pengembangan integrasi sarana dan prasarana pemasaran dan pengolahan Peningkatan ketrampilan penanganan dan pengolahan ikan.

145 116 Tabel 29 Analisis SWOT kualitatif pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah Lingkungan Internal Lingkungan Eksternal Opportunities (O) 1 Peningkatan populasi penduduk di Maluku 2 Peningkatan kesadaran masyarakat untuk makan ikan 3 Peluang pasar di luar Maluku besar 4 Peningkatan pendapatan per kapita dan daya beli 5 Perhatian Pemerintah yang cukup terhadap nelayan Strengths (S) 1 Potensi SDI tinggi 2 Lokasi geografis memiliki pulau banyak, memungkinkan ikan tersedia setiap saat 3 Transportasi antar pulau cukup lancar 4 Penetapan Kota Ambon sebagai Kawasan Minapolitan dan Lumbung Ikan Nasional 5 Penetapan Provinsi Maluku sebagai salah satu pusat koridor percepatan pembangunan kawasan ekonomi Indonesia bagian timur. 6 Cold storage tersedia Strategi SO a. Pengembangan perikanan tangkap berwawasan lingkungan (S1,2,4; O1,2,3,4) 2 Pengembangan integrasi sarana dan prasarana pemasaran dan pengolahan (S1,2,3,4,5,6; O1,2,3, 4,5,6) 3 Peningkatan keterampilan penanganan dan pengolahan ikan (S1,2, 3,4; O1,2,3,4,5,6) Weaknesses (W) 1 Kesadaran nelayan untuk mempertahankan mutu ikan rendah 2 Keterbatasan modal yang dimiliki 3 Posisi tawar nelayan rendah 4 Daerah produksi menyebar dan jauh dari daerah konsumen 5 TPI hanya berada di Kota Ambon dan tidak berfungsi 6 Fasilitas pemasaran terbatas 7 Biaya pemasaran tinggi 8 Fluktuasi harga ikan tinggi 9 Struktur pasar oligopoli 10 Integrasi pasar rendah 11 Jaringan dan informasi pasar lemah 12 Alternatif diversifikasi produk olahan sedikit Strategi WO 1 Peningkatan kerjasama dengan lembaga keuangan dalam penyediaan modal usaha (W2,8;O1,2,3,4,5) b. Peningkatan program-program keterampilan penanganan dan pengolahan produk perikanan (W1,3,11,12; O1,2,3,4,5,6) c. Peningkatan fungsi lembaga-lembaga pemasaran (W4,5,6,7,9,10; O1,2,3,4,5) d. Pembentukan lembaga yang memiliki mandat untuk melaksanakan stabilisasi harga produk perikanan (W7; O1,2,3,4,5) Threats (T) Strategi ST Strategi WT 1 Illegal,Unrepported and Unregulated (IUU) Fishing di Maluku 2 Peredaran ikan impor yang tidak terkontrol 3 Patroli laut tidak rutin 1 Pengawasan terpadu dengan melibatkan masyarakat lokal (S1,3,4; T1,2) 2 Pelarangan ikan impor (S1, 2,4; T2) 3 Pengetatan mekanisme dan fungsi pengawasan (S7,8,9, 10,11; T1,2) 4 Perbaikan distribusi bahan baku (S1,2,3,4,5,7,8,9,10; T2) 1 Peningkatan kapasitas pengamanan laut (W3;T1) 2 Pelarangan penjualan ikan impor (W2,3,10; T2) 3 Peningkatan sarana-prasarana produksi dan pemasaran produk perikanan (W1,2,3,4,5, 6,7,8,9,10,11,12; T1,2) 4 Pengetatan mekanisme dan fungsi pengawasan (W1,2,3,5,6,7,8,9,10, 11; O1,2) Meningkatnya populasi penduduk dan kesadaran untuk mengonsumsi ikan, meningkatnya pendapatan serta daya beli masyarakat merupakan tantangan tersendiri bagi produsen untuk memproduksi ikan sebanyak-banyaknya. Eksploitasi sumber daya ikan yang tidak memperhatikan keseimbangan antara pemanfaatan dan kemampuan (daya) reproduksi, atau daya pulihnya telah mengakibatkan sejumlah tempat di Maluku mengalami tekanan penangkapan. Kondisi aktual sumber daya perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)

146 117 Laut Maluku pada tahun 2010, menunjukkan hampir semua jenis ikan sudah mengalami kondisi eksploitasi maksimum (fully exploited) dan hasil tangkap lebih (over fishing) (Purbayanto, 2011). Esensi pengembangan perikanan tangkap berwawasan lingkungan adalah untuk mengelola sumber daya perikanan secara berkelanjutan dengan memperhatikan aspek kelestarian. Kontrol input melalui pembatasan terhadap upaya penangkapan yang diijinkan merupakan salah satu strategi pengelolaan yang dapat dilakukan, di samping regulasi selektivitas alat tangkap dan pembatasan waktu penangkapan (Purbayanto, 2011). Lebih lanjut Widodo dan Suadi (2006) menyatakan bahwa, prinsip pengaturan perikanan dapat didekati dengan dua metode, yaitu pengaturan input berupa pembatasan upaya melalui perijinan, pembatasan ukuran kapal, pembatasan ukuran alat tangkap dan pembatasan unit waktu, sedangkan pengaturan output penangkapan adalah penetapan jumlah tangkapan yang diperbolehkan, pembagian kuota individu menurut armada, perusahaan dan nelayan. Walau sumber daya ikan di Maluku banyak, namun kemampuan nelayan sebagai produsen maupun pedagang ikan di pasar untuk mempertahankan mutu ikan sangat terbatas, maka harga ikan bisa sangat berfluktuasi, walaupun dalam sehari penjualan. Peningkatan keterampilan penanganan dan pengolahan ikan saat panen dan pasca panen, serta integrasi pengembangan sarana dan prasarana pemasaran dan pengolahan ikan diperlukan, agar sistem pemasaran yang memberikan share yang sebanding dengan usaha dapat tercapai. Keterampilan mengolah ikan juga perlu ditingkatkan agar alternatif ikan olahan yang terdapat di Maluku lebih beragam. Upaya peningkatan daya tahan, mutu dan standardisasi ikan dapat mengakibatkan ikan terdistribusi lebih jauh, sehingga terjadi peningkatan nilai tambah. b Strategi WO Strategi ini didapatkan dengan usaha menekan atau meminimalisasi kelemahan yang ditemukan dalam pemasaran produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah untuk memanfaatkan peluang yang ada saat ini. Beberapa strategi tersebut adalah :

147 118 1) Peningkatan kerjasama dengan lembaga keuangan dalam penyediaan modal usaha. 2) Peningkatan program-program keterampilan penanganan dan pengolahan produk perikanan. 3) Peningkatan fungsi lembaga-lembaga pemasaran. 4) Pembentukan lembaga yang memiliki mandat untuk melaksanakan stabilisasi harga produk perikanan. Keterbatasan modal merupakan masalah yang dihadapi pada hampir semua nelayan dari waktu ke waktu dan kondisi akan terus terjadi bila tidak ada bantuan dari pihak lain terutama Pemerintah. Maka strategi yang harus diusahakan adalah meningkatkan kerjasama dengan lembaga keuangan dalam menyediakan modal usaha dan memudahkan nelayan mengakses kredit untuk memperluas usahanya. Di samping itu, Pemerintah perlu pula membentuk lembaga yang memiliki mandat untuk melaksanakan stabilisasi harga produk perikanan, sehubungan dengan rentang fluktuasi harga produk perikanan di pasar. Lembaga yang nantinya diberikan mandat untuk melaksanakan stabilisasi harga produk perikanan ini akan memiliki tugas, peran dan fungsi yang kurang lebih sama dengan Badan Urusan Logistik (BULOG) yang bukan hanya menjalankan fungsi pemasaran, namun juga bertugas sebagai penjaga ketahanan pangan nasional dan berperan sebagai pengelola komoditas pangan milik pemerintah. Program-program keterampilan penanganan dan pengolahan produk perikanan, serta fungsi lembaga-lembaga pemasaran harus lebih ditingkatkan, agar selain mutu hasil tangkapan nelayan dapat terpelihara, produk-produk perikanan ini juga dapat didistribusikan ke konsumen yang tinggal jauh dari daerah produksi. Dengan demikian pendapatan, serta taraf hidup nelayan dan keluarganya dapat lebih ditingkatkan. c Strategi ST Strategi ini didapatkan dengan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dalam proses pemasaran produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah dalam mengantisipasi ancaman yang ada. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, rumusan strategi yang harus dilakukan adalah : 1) Pengawasan terpadu dengan melibatkan masyarakat lokal.

148 119 2) Pelarangan ikan impor yang mengandung bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat. 3) Pengetatan mekanisme dan fungsi pengawasan. 4) Perbaikan distribusi bahan baku. IUU Fishing yang marak dilakukan di Maluku mengakibatkan sumber daya ikan yang seharusnya tersedia bagi nelayan lokal, dieksploitasi secara tidak bertanggungjawab. Praktik perikanan IUU yang memang terorganisasi dengan baik dan menggunakan teknologi yang lebih maju membuat nelayan lokal terdesak. Nelayan yang menggunakan teknologi sederhana dan skala kecil ini terpaksa keluar dari sumber daya yang pada hakekatnya adalah miliknya sebagai warga negara. Akibatnya, nelayan lokal memperoleh pendapatan yang kecil dan rendah. Praktik perikanan IUU yang jauh masuk ke perairan dekat pantai juga dapat mengganggu sistem pengelolaan sumber daya perikanan lokal berdasarkan hak ulayat dan sistem tradisional lainnya (Nikijuluw, 2008). Maraknya praktik perikanan IUU ini juga merupakan salah satu penyebab negara Indonesia yang dahulunya dikenal sebagai negara pengekspor ikan ke banyak negara lain, sekarang menjadi salah satu negara pengimpor ikan dari banyak negara di dunia, antara lain Cina, India dan Pakistan. Pada dasarnya impor ikan dilakukan karena adanya masalah kelangkaan bahan baku industri pengolahan. Akan tetapi penyalahgunaan izin impor oleh para pengusaha dan lemahnya koordinasi pengawasan, atau pemantauan Pemerintah mengakibatkan peredaran ikan impor tidak terkontrol, sehingga telah terdistribusi hingga ke pelosok daerah. Padahal membanjirnya produk ikan impor tersebut telah sangat merugikan nelayan dan memukul daya saing perikanan nasional. Apalagi, ikan impor yang ditemukan sering mengandung formalin yang membahayakan kesehatan konsumen. Evaluasi dan pengaturan impor, pendataan ulang kebutuhan bahan baku industri pengolahan serta kemampuan produksi nasional dalam memenuhi kebutuhan bahan baku industri (Kompas 2011) serta sistem buka-tutup (Kompas 2011) merupakan strategi yang dilakukan Pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini. Strategi-strategi ini masih menimbulkan pro dan kontra, karena bagi sejumlah pihak, kebijakan Pemerintah untuk membuka impor ikan dinilai kurang

149 120 tepat dan dianggap hanya merupakan jalan pintas menghadapi kelangkaan bahan baku industri pengolahan. Padahal permasalahan utama pada kelangkaan bahan baku industri pengolahan adalah kesemrawutan distribusi bahan baku dari sentra produksi ke pengolahan ikan yang masih terabaikan (Kompas 2011). Oleh karena itu, Pemerintah harus memperbaiki distribusi bahan baku dengan cara menyediakan sarana prasarana produksi serta pemasaran produk perikanan, meningkatkan fungsi-fungsi lembaga pemasaran, mengetatkan mekanisme dan fungsi pengawasan, agar kehidupan nelayan tidak akan semakin terpuruk. d Strategi WT Strategi ini diperoleh melalui usaha meminimalisasi sejumlah kelemahan (W) yang dimiliki dan mengantisipasi ancaman (T) yang hadir, atau untuk menghadapi kemungkinan ancaman yang ada dari lingkungan eksternal pemasaran produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah. Beberapa strategi yang muncul dari perpaduan unsur kelemahan dan ancaman adalah : 1) Peningkatan kapasitas pengamanan laut. 2) Pelarangan penjualan ikan impor yang mengandung bahan kimia. 3) Peningkatan sarana-prasarana produksi dan pemasaran produk perikanan. 4) Pengetatan mekanisme dan fungsi pengawasan. Strategi-strategi ini muncul untuk mengatasi kelemahan seperti rendahnya kesadaran nelayan untuk mempertahankan mutu ikan, serta terbatasnya modal yang dimiliki nelayan sering menyebabkan rendahnya posisi tawar nelayan dalam pemasaran produk hasil tangkapannya. Hal tersebut diperparah lagi dengan daerah produksi yang menyebar dan jauh dari daerah konsumen, tidak berfungsinya Tempat Pelelangan Ikan (TPI), fasilitas pemasaran terbatas, yang juga sering menyebabkan tingginya biaya pemasaran dan tingginya rentang fluktuasi harga di pasar. Kelemahan-kelemahan tersebut mendorong munculnya kelemahan lain Tantangan yang muncul dalam pemasaran produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah adalah adanya perikanan IUU di Maluku dan tidak terkontrolnya peredaran ikan impor hingga ke pelosok pedesaan di Indonesia yang bukan hanya dapat menurunkan pendapatan nelayan namun membahayakan kesehatan masyarakat yang mengonsumsinya.

150 Model Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Model pengembangan sistem pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah ditunjukkan pada Gambar 16. Pemerintah, dalam hal ini beberapa lembaga terkait dengan pemasaran ikan segar seperti Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi, Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, PLN, Pertamina, Bank, BPS dan Lembaga Akademik bersama pihak Swasta, melakukan beberapa kegiatan untuk mewujudkan pemasaran ikan segar yang efisien. Kondisi geografis Provinsi Maluku khususnya Kawasan Maluku Tengah yang terdiri dari banyak pulau mengakibatkan sarana dan prasarana transportasi sangat dibutuhkan, agar pulau-pulau tersebut dapat saling terhubungkan satu dengan lainnya. Tidak memadainya sarana dan prasarana transportasi, komunikasi dan pemasaran mengakibatkan pasar-pasar yang ada di Kawasan Maluku Tengah tersegmentasi. Perbedaan harga yang besar di tingkat nelayan dan konsumen dengan share terbesar di tingkat pedagang juga merupakan permasalahan tersendiri dalam pemasaran. Padahal untuk menghasilkan suatu pasar yang efisien, share tersebut harus terbagi sama untuk semua unsur yang melakukan kegiatan pemasaran tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Daerah melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perhubungan harus menyediakan sarana dan prasarana transportasi agar pulau-pulau yang ada di Provinsi Maluku dapat terhubungkan satu dengan lainnya. Dengan demikian produk yang dihasilkan di suatu pulau dapat terdistribusi dengan baik ke pulau lain. Fluktuasi harga ikan yang cukup besar merupakan masalah yang paling utama dalam pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah. Hal ini disebabkan oleh sifat dan karakteristik ikan segar yang musiman dan mudah busuk. Pada saat musim ikan, ketersediaan ikan di pasar banyak dan pada saat bukan musim ikan, ketersediaan ikan di pasar sedikit. Sesuai hukum ekonomi,

151 122 Pemerintah Swasta Pertamina Lembaga Keuangan Dinas Perhubungan PLN Dinas Koperasi Dinas Perikanan dan Kelautan Dinas Perindustrian BPS Lembaga Akademik Sarana prasarana transportasi dan Meningkatkan kapasitas dan menjamin kebutuhan listrik untuk Cold Storage Menjamin ketersediaan BBM dan es Menyediakan pinjaman dan memberikan bantuan keuangan saat paceklik Memperluas jaringan komunikasi dan mekanisme informasi pasar yang akurat Menggalakan diversifikasi dan kebiasaan makan ikan olahan Membangun pasar yang bersih dan sehat Menyediakan infrastruktur pemasaran (boks penyimpanan ikan, air bersih dan es) Kebutuhan ikan segar untuk masyarakat maupun industri Nelayan Pedagang Konsumen Monitoring dan Evaluasi Kinerja Pemasaran Ikan Segar Gambar 16 Model konseptual pengembangan sistem pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah.

152 123 ketika ketersediaan ikan di pasar melebihi jumlah yang dibutuhkan konsumen, maka harganya akan turun. Kapasitas tampung Cold Storage yang terbatas dan hanya untuk jenis dan kualitas ikan tertentu mengakibatkan pada saat seperti ini, tak jarang ikan harus dibuang, karena pasar tidak mampu menyerap ikan yang ada. Apabila nelayan tidak membawa es ketika melaut dan penanganan ikan pasca panen tidak higienis, maka kesegarannya akan menurun. Penerapan rantai dingin yang seadanya selama proses distribusi dan pemasaran akan lebih mempercepat proses penurunan tingkat kesegaran ikan dan diikuti oleh penurunan harganya. Untuk mengatasi hal ini, maka Pemerintah dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan serta PLN bekerja sama dengan pihak Swasta harus meningkatkan kapasitas dan kebutuhan listrik untuk Cold Storage. Pemerintah juga harus menjamin ketersediaan es yang bersih dan murah baik bagi nelayan maupun pedagang, agar dalam proses penangkapan, distribusi dan pemasaran, tingkat kesegaran ikan tetap terpelihara. Selanjutnya, Dinas Perikanan dan Kelautan melakukan pelatihan kepada nelayan tentang cara menangani ikan dengan baik selama proses penangkapan maupun pasca proses penangkapan agar tingkat kesegaran ikan tidak mudah menurun. Dinas Perikanan dan Kelautan dengan Dinas Perindustrian juga harus merevitalisasi pasar yang ada menjadi pasar yang bersih dan higienis serta menyediakan infrastruktur pemasaran seperti boks penyimpanan ikan, es maupun air bersih agar tingkat kesegaran ikan dapat dipertahankan. Pasar yang bersih dan sehat juga memberikan kenyamanan baik bagi pedagang yang berjualan maupun konsumen yang berbelanja. Melalui lembaga-lembaga terkait seperti Lembaga Akademik, Dinas Kelautan dan Perikanan maupun Badan Pusat Statistika Daerah, Pemerintah melakukan riset mengenai kebutuhan ikan segar untuk masyarakat maupun industri yang ada di Provinsi Maluku, serta bersama Lembaga Akademik dan pihak Swasta, Pemerintah memperluas jaringan informasi pasar yang efisien bagi semua lembaga pemasaran.

153 124 Proses pengembangan sistem pemasaran ikan segar secara ringkas ditunjukkan pada Tabel 30. Tabel 30. Proses Pengembangan Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah Input Process Output Pelaku - Kepastian ketersediaan ikan di pasar dengan harga yang stabil - Pembatasan jenis, ukuran alat tangkap, waktu tangkap dan daerah penangkapan. - Meningkatkan kapasitas Cold Storage dan menjamin kebutuhan listrik untuk Cold Storage. - Menjamin kebutuhan BBM dan es yang murah untuk nelayan melaut. - Memperluas jaringan informasi pasar serta mekanisme informasi pasar yang akurat bagi setiap pelaku pemasaran - Kepastian ketersediaan ikan di pasar dengan harga yang stabil - Dinas Perikanan dan Kelautan - Dinas Perikanan dan Kelautan PLN - Dinas Perikanan dan Kelautan, Pertamina - Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Perindustrian, Lembaga Akademik, Swasta - Memberikan bantuan (bagi nelayan) - Menyediakan pinjaman dengan bunga rendah. - Memberikan bantuan keuangan pada saat paceklik. - Kredit untuk perluasan usaha - Bantuan keuangan saat paceklik - Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Perindustrian, Bank - Memberikan bantuan (bagi pedagang) - Menyediakan pinjaman dengan bunga rendah dan aturan yang tidak berbelit. - Menyediakan infrastruktur pemasaran, seperti box penyimpanan ikan, air bersih dan es yang murah. - Kredit - Infrastruktur pemasaran - Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Perindustrian, Bank - Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Perindustrian

154 125 Lanjutan Tabel 30. Input Process Output Pelaku - Membangun pasar - Pasar yang yang bersih dan sehat higienis serta menyediakan sarana dan prasarana pendukung pemasaran. - Para pengguna pasar harus menjaga kebersihan pasar. - Menyediakan pasar yang bersih dan sehat - Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Perindustrian, Swasta. - Sosialisasi makan ikan olahan, agar masyarakat tidak hanya bergantung pada konsumsi ikan segar - Menggalakan kebiasaan makan ikan olahan dengan cara melakukan pekan pameran produk ikan olahan. Pameran ini dapat menjadi salah satu event Nasional dan sumber pendapatan Daerah. - Menggalakan diversifikasi produk ikan olahan di tingkat nelayan dan pedagang pengolah. - Diversifikasi produk ikan olahan - Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi. - Riset kebutuhan ikan segar untuk masyarakat maupun industri di Maluku, serta mekanisme perluasan informasi pasar bagi semua lembaga pemasaran. - Bekerjasama dengan lembaga terkait seperti Lembaga Akademik, Dinas Kelautan dan Perikanan maupun Dinas Perindustrian Daerah - Data - Lembaga Akademik, BPS. 5.7 Implikasi Penelitian Implikasi teknis, ekonomi, sosial dan lingkungan dari penelitian ini, adalah: 1 Implikasi teknis : pentingnya perbaikan fasilitas penunjang pemasaran seperti peningkatan efektifitas fungsi TPI, penyediaan pabrik es dengan harga yang murah untuk menjaga mutu ikan selama berlangsungnya proses produksi, distribusi maupun pemasaran, peningkatan kapasitas Cold

155 126 Storage agar ketersediaan ikan terjamin setiap saat dengan harga yang stabil. Peningkatan sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi juga merupakan fungsi penting dalam mewujudkan efisiensi sistem pemasaran. Implikasi ekonomi : terintegrasinya pasar dapat mewujudkan suatu sistem pemasaran yang efisien dan efektif. Itu berarti bahwa setiap unsur dalam sistem tersebut memperoleh pendapatan yang sesuai dengan usaha yang dilakukannya. Terintegrasinya pasar juga menjamin ketersediaan ikan di pasar pada setiap waktu dengan harga yang stabil. 2 Implikasi sosial : pasar yang terintegrasi dapat mengurangi terjadinya dominasi seorang pedagang pengumpul baik terhadap nelayan maupun pedagang pengecer dan dominasi pedagang pengecer terhadap konsumen atau sebaliknya. 3 Implikasi lingkungan : pasar yang terintegrasi akan mengurangi masalah tangkap lebih (over fishing) dan pembuangan ikan ke laut karena jumlah ikan yang ditawarkan pedagang jauh melebihi jumlah yang diminta, sehingga dapat mengakibatkan lingkungan laut tercemar. 4 Implikasi Nasional : Potensi perikanan yang tinggi di Maluku mengakibatkan Provinsi ini ditunjuk sebagai salah satu koridor Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN), selain Kendari (Sulawesi Tenggara). SLIN merupakan bagian dari pengembangan Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS) yang digulirkan Pemerintah sebagai upaya untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Selain itu, SLIN juga merupakan perwujudan upaya Pemerintah untuk menekan impor ikan sebagai bahan baku industri pengolahan dan menjamin ketersediaan ikan di seluruh wilayah Indonesia dengan harga yang terjangkau. Dengan demikian, SLIN diharapkan dapat menekan biaya transportasi bahan baku agar efisiensi pasar tercapai, menjamin stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan industri pengolahan serta ekonomi masyarakat. Dalam melaksanakan SLIN, maka sistem distribusi ikan dari sentra produksi yang terletak di wilayah timur Indonesia ke sentra-sentra pasar di wilayah barat harus dibangun dengan optimal dan terpadu sebagai upaya menjamin kontinuitas pasokan bahan baku untuk kebutuhan konsumsi dan

156 127 industri pengolahan perikanan. Program yang dikembangkan Pemerintah pada tahun 2013 tersebut, diharapkan juga dapat membawa multiplier effect bagi nelayan, yang selama ini kurang mendapat jaminan pasar karena tidak didukung oleh sarana dan prasarana produksi, distribusi dan pemasaran yang memadai. Penetapan Maluku sebagai koridor SLIN oleh Pemerintah Pusat seharusnya memperhatikan kondisi sistem produksi dan distribusi ikan segar oleh nelayan. Pemenuhan infrastruktur yang dibutuhkan nelayan harus disiapkan Pemerintah agar selain keberlangsungan pasokan bahan baku yang bermutu baik terjamin, tingkat kesejahteraan nelayan di Maluku juga dapat ditingkatkan dan distribusi pendapatan dalam sistem pemasaran ikan segar berlangsung dengan baik.

157 128

158 129 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Dari hasil penelitian terhadap pengembangan sistem pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah adalah : 1. Pasar ikan segar di Kawasan Maluku Tengah hampir terkonsentrasi (CR 4 = %) dengan struktur pasar mendekati oligopoli dan HHI menunjukkan angka yang berarti pasar berada dalam kondisi persaingan relatif kompetitif. Saluran pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah terdiri atas lima (5) macam, yaitu : a. Nelayan Konsumen. b. Nelayan Pedagang Pengecer Konsumen. c. Nelayan Pedagang pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen. d. Nelayan Pedagang pengumpul Cool Storage Pedagang Pengecer Konsumen. e. Nelayan Pedagang pengumpul Cool Storage Pedagang besar. Seluruh lembaga pemasaran yang ada pada setiap saluran pemasaran ikan segar melakukan fungsi jual, risiko, biaya dan informasi pasar. Pedagang pengecer melakukan seluruh fungsi pemasaran yang ada, sementara lembaga pemasaran lainnya hanya melakukan sebagian. Strategi pedagang untuk menarik pembeli adalah : menurunkan harga jual, menambah satu atau dua ekor ikan kepada pembeli, membersihkan ikan dengan cara membuang kepala dan isi perutnya (khusus untuk ikan sardin), menyusun ikan di atas belahan bambu atau potongan styrofoam dan memberikan layanan potong (khusus untuk ikan cakalang, tatihu dan sebagainya). Nelayan menerima bagian yang lebih besar, apabila saluran pemasaran pendek dan margin pemasaran kecil. Sebaliknya, saluran pemasaran yang panjang mengakibatkan penerimaan nelayan kecil dan margin pemasaran menjadi besar. 2. Jenis ikan yang banyak muncul di pasar lokasi penelitian dilangsungkan pada bulan Mei Oktober 2011 adalah Cakalang, Madidihang, Selar, Layang, dan Tongkol dengan rataan harga per kg berturut-turut Rp18 833,

159 130 Rp17 109, Rp17 046, Rp dan Rp Harga ikan di setiap pasar sangat berfluktuasi, dimana harga ikan di pasar Leihitu berada di bawah rataan harga ikan di pasar. Pasar-pasar di Kawasan Maluku Tengah hampir tidak ada yang terintegrasi, kecuali Pasar Binaya (Maluku Tengah) dengan pasar Piru (SBB). 3. Alternatif strategi pengembangan sistem pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah adalah : a. Strategi Strengths Opportunities (SO) : pengembangan perikanan tangkap berwawasan lingkungan, pengembangan integrasi sarana dan prasarana pemasaran dan pengolahan, serta peningkatan ketrampilan penanganan dan pengolahan ikan, b. Strategi Weaknesses Opportunities (WO) : meningkatkan kerjasama dengan lembaga keuangan dalam menyediakan modal usaha dan memudahkan nelayan mengakses kredit agar dapat memperluas usahanya serta membentuk lembaga yang memiliki mandat untuk melaksanakan stabilisasi harga produk perikanan, c. Strategi Strengths Threats (ST) : melakukan pengawasan terpadu dengan melibatkan masyarakat lokal serta pelarangan ikan impor, memperbaiki distribusi bahan baku dengan cara menyediakan sarana prasarana produksi serta pemasaran produk perikanan, meningkatkan fungsi-fungsi lembaga pemasaran, mengetatkan mekanisme dan fungsi pengawasan, agar kehidupan nelayan tidak akan semakin terpuruk, dan d. Strategi Weaknesses Threats (WT) : peningkatan kapasitas pengamanan laut, pelarangan penjualan ikan impor yang mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan, peningkatan sarana-prasarana produksi serta pemasaran produk perikanan, serta pengetatan mekanisme dan fungsi pengawasan. 4. Model pemasaran ikan segar yang efisien di Kawasan Maluku Tengah harus berpijak pada sejumlah kebijakan dan aturan, pengembangan fasilitas pendukung pemasaran serta riset yang dilakukan Pemerintah bersama sejumlah lembaga terkait untuk menghasilkan suatu sistem yang bersinergi.

160 Saran Dengan memperhatikan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan untuk memperbaiki sistem pemasaran produk perikanan di Kawasan Maluku Tengah adalah : 1. Intervensi dan pengawasan Pemerintah terhadap fluktuasi harga ikan di Kawasan Maluku Tengah sangat diperlukan agar tercipta kestabilan harga. Intervensi ini dapat dilakukan melalui pembentukan lembaga atau institusi yang dapat mengontrol fluktuasi harga dan ketersediaan produk di pasar. 2. Fluktuasi harga produk perikanan selain dipengaruhi oleh musim, juga sangat dipengaruhi oleh mutu produk itu sendiri. Oleh karena itu, Pemerintah perlu mengupayakan pabrik-pabrik es pada sentra-sentra produksi agar mutu produk tetap terjamin, serta menyediakan cold storage di daerah pemasaran untuk mempermudah nelayan menjual produknya dan pedagang dapat membeli ikan ketika musim susah ikan agar dalam waktu tertentu, ikan tetap tersedia. 3. Ketergantungan nelayan terhadap pedagang perantara harus dihapus dengan cara pemberian bantuan, baik dalam bentuk kredit dengan bunga rendah maupun hibah, terutama pada musim bukan ikan agar posisi tawar nelayan dapat meningkat. 4. Sebagai salah satu penentu terintegrasinya pasar, jaringan komunikasi perlu diperluas agar informasi pasar terjangkau ke seluruh lembaga pemasaran yang ada di pelosok Provinsi Maluku. 5. Pembinaan dan pendampingan terhadap usaha pengolahan perikanan tradisional agar jumlah ikan terbuang pada musim ikan dapat diminimalisir dan mutu produk olahan memiliki daya saing. 6. Penelitian sebaiknya dilakukan juga pada bukan musim hujan agar memperoleh gambaran yang baik tentang pemasaran ikan segar di Kawasan Maluku Tengah.

161 132

162 133 DAFTAR PUSTAKA Al-Jabri OS, Omezzine A, Boughanmi H Fresh Fish Markets in Oman. Journal of International Food and Agrbusiness Marketing 14 (2) : Asmarantaka RW Pemasaran Produk-Produk Pertanian dalam Bunga Rampai Agribisnis (Seri Pemasaran). Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Barani M Kebijakan dan Program Kerja Ditjen Perikanan Tangkap. Makalah Ditjen Perikanan Tangkap. Makalah disampaikan pada DIKLATPIM. Jakarta. Basu C The Importance of Porter s Diamond and Porter s Five Forces in Business. Demand Media. (diunduh 23 Juni 2013). [BPS] Maluku Dalam Angka BPS Provinsi Maluku. Ambon. [BPS] Maluku Dalam Angka BPS Provinsi Maluku. Ambon. [BPS] Sensus Ekonomi Nasional. Jakarta Binnekamp MHA, Ingenbleek PTM Market Barriers for Welfare Product Innovations. Netherland Journal of Agricultural 54 (2) : Brinson A, Lee MY, Rountree B Direct Marketing Strategies : The Rise of Community Supported Fishery Programs. Marine Policy 35 (2011) : Chai LG A Review of Marketing Mix: 4Ps or More? International Journal of Marketing Studies 1 (1) : Charles AT Sustainable Fishery Systems. Blackwell Science Ltd. Osney Mead. Oxford UK. Cirillo P, Tedeschi G, Gallegati, M The Bollougne Fish Market : The Social Structure and The Role of Loyalti. Applied Economic Letters 19 (2012) : Routledge Taylor and Francis Group. Cox TL, Chavaz JP An Interregional Analysis Of Price Discrimination And Domestic Policy Reform In The US Dairy Sector. American Journal Agricultural Economics 83 (1) : Crona B, Nyström M, Folke C, Jiddawi N Middlemen, A Critical Social- Ecological Link In Coastal Communities of Kenya and Zanzibar. Marine Policy 34 (2010) : ,

163 134 Dahl DC, Hammond JW Market and Price Analysis The Agricultural Industries. Mc Graw-Hill Inc. New York. Dimyati TT, Dimyati A Operations Research : Model-Model Pengambilan Keputusan. Sinar Baru Algensindo. Bandung. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Maluku Tahun Ambon. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Maluku Tahun Ambon. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Maluku Tahun Ambon. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Buku Tahunan Statistik Perikanan Provinsi Maluku Tahun Ambon. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tengah Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tahun Masohi. Kabupaten Maluku Tengah. Eriyatno Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor. Fafchamps M, Madhin EG, Minten B Increasing Returns And Market Efficiency In Agricultural Trade. Journal of Development Economics 78 : Gallegati M, Giulioni G, Kirman A, Palestrini, A What s that got to do with the price of fish? Buyers behavior on the Ancona fish market. Journal of Economic & Organization. 80 (2011) : Gaspersz V ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Gonarsyah I Pemasaran Pertanian Lanjutan. (Materi Kuliah: tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Goodwin BK, Piggott NE Spatial Market Integration In The Presence of Treshold Effects. American Journal Agricultural Economics 83 (2) : Goodwin BK, Shroeder TC Cointegration Test and Spatial Price Linkages in Regional Cattle Markets. American Journal of Economics 73 : Gordon HS The Economic Theory of A Common Property Resource : The Fishery. Journal of Political Economy 62 :

164 135 Gwin CR A Guide for Industry Study and the Analysis of Firms and Competitive Strategy. (14 Februari 2013). Hanafiah AM, Saefuddin AM Tataniaga Hasil Perikanan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hennessy DA, Roosen J A Cost-Based Model Of Seasonal Production With Application To Milk Policy. Journal of Agricultural Economics. Vol 54 (2): Heytens PJ Testing Market Integration. Food Research Institute Studies. Vol XX (1). Hidayati A Analisis Kinerja Sistem Pemasaran dan Lembaga Penunjang Pemasaran Kaitannya Dengan Pengembangan Produksi Rumput Laut di Kabupaten Lombok Timur [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hutabarat B Analisis Keterpaduan Pasar Gula Pasir di Jawa. Jurnal Agro Ekonomi. Vol 7 (2) : Irawan A, Rosmayanti D Analisis Integrasi Pasar Beras Di Bengkulu. Jurnal Agro Ekonomi. Vol 25 (1) : Kohls RL, Uhl JN Marketing of Agricultural Products. A Prentice-Hall Upper Saddle River. New York. Kompas. 5 Desember Nelayan Terpaksa Membuang Ikan. Kompas : 21 (kolom 1-3). Kotler P Manajemen Pemasaran : Analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. (Terjemahan). PT. Prenhalindo. Jakarta. Kotler P Manajemen Pemasaran. (Terjemahan). PT. Prenhalindo. Jakarta. Kotler P, Amstrong G Dasar-Dasar Pemasaran. Terjemahan Alex Sindoro dan Bambang Sarwiji, Edisi Sembilan, Jilid 1 dan 2. PT Indeks. Jakarta. Kusnendi Model-Model Persamaan Struktural : Satu dan Multigroup Sampel Dengan LISREL. Penerbit Alfabeta. Bandung. Laping W Food Price Differences and Market Integration in China. ACIAR China Grain Market Policy Project Paper No 4. Lindgreen A, Beverland M Relationship Marketing : Fad or Panacea? Journal of International Food & Agribusiness Marketing, Vol. 16(2) :

165 136 Madhin EZG The Role Of Intermediaries In Enhancing Market Efficiency In The Ethiopian Grain Market. Agricultural Economics, Vol. 25 : Market Segmentation Study Guide The Full STP Process. (diunduh 26 Juni 2013). Mc Kie JW Market Structure and Function : Performance versus Behavior. Industrial Organization and Economic Development (In honor of E.S. Mason). Houghton Mifflin Company. Boston. Mohd R Determinants of small and medium enterprises performance in the Malaysian auto-parts industry. African Journal of Business Management, 5(20), Monintja DR Pengelolaan dan Pengembangan Perikanan Tangkap Secara Berkelanjutan (Materi Kuliah: tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muhammad S Kebijakan Pembangunan Perikanan dan Kelautan: Pendekatan Sistem. Universitas Brawijaya Press. Malang. Negassa A, Myers RJ Estimating Policy Effects On Spatial Market Efficiency: An Extension To The Parity Bounds Model. American Journal Agricultural Economics. Vol 89 (2) : Nielsen M, Smit J, Guillen J Market Integration of Fish in Europe. Journal of Agricultural Economics. Vol 60 (2) : Nikijuluw VPH Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Kerjasama P3R dengan PT Pustaka Cidesindo. Jakarta. Nikijuluw VPH Dimensi Sosial Ekonomi Perikanan Ilegal : Blue Water Crime. PT Pustaka Cidesindo. Jakarta. Noviyanti R Kajian Usaha Perikanan Tangkap Pukat Cincin Yang Tambat labuh di PPI Muara Angke Jakarta [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Omezzine A On-Shore Fresh Fish Markets in Oman : A Descriptive Analysis. Journal of International Food and Agribusiness Marketing. Vol 10(1) : Palmer A Introduction to Marketing - Theory and Practice, Oxford University Press. United Kingdom.

166 137 Papavassiliou N Problems of Distribution and Market Orientation in Greece. Journal of Business and Industrial Marketing. Vol 25(7) : Parker PC, Connor JM Estimates of Consumer Loss Due to Monopoly in The US Food Manufacturing Industries. American Journal Agricultural Economics. Vol 61(1) : Pemerintah Provinsi Maluku Penataan Ruang Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil di Provinsi Maluku. Dinas Perikanan dan Maluku. Ambon. Purbayanto A Perencanaan dan Pengembangan Industri Perikanan Tangkap (materi kuliah tidak dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. Purcell WD Agricultural Marketing System, Coordination, Cash and Future Prices. Reston Publishing Company, Inc. A Prentice-Hall Company. Virginia. Purwoto AH, Rahman HPS, Suhartini, HS Korelasi Harga dan Derajat Integrasi Spasial Antara Pasar Dunia dan Pasar Domestik untuk Komoditi Pangan Dalam Era Liberalisasi Perdagangan (Kasus Provinsi Sulawesi Selatan). Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Rad S, Ates HÇ, Delioğlan Ş, Polatöz S, Özçömlekçi Participation of Rural Women in Sustainable Development Demographical and Socio-Economic Determinants. Journal of Sustainable Development. Vol 20 : Rangkuti F Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ravallion M Testing Market Integration. American Journal of Agricultural Economics Vol 68 (1) : Rosyidi S Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Salleh F, Yaakub N, Yunus K, Ghani MA, Sulong WKW Factors Influencing the Night Market Traders Performance in Malaysia. International Journal of Business and Management Vol 7 (14) : Samuelson PA, Nordhaus WD Makro Ekonomi. PT Erlangga. Jakarta. Santoso S SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. Sayaka B Market Conduct of The Corn Seed Industry in East Java. Jurnal Agro Ekonomi Vol 22 (1) :

167 138 Sayaka B Market Performance of The Corn Seed Industry in East Java. Jurnal Agro Ekonomi Vol 21 (1) : Sayaka B Market Structure of The Corn Seed Industry in East Java. Jurnal Agro Ekonomi Vol 24 (2) : Schaffner DJ, Schroder WR, Earle MD Food Marketing : An International Perspective. WCB Mc Graw-Hill. Malaysia. Sekhar CSC Agricultural Market Integration in India : An Analysis of Selected Commodities. Food Policy 37 (2012) : Simatupang P, Situmorang J Integrasi Pasar dan Keterkaitan Harga Karet Indonesia dengan Singapura. Jurnal Agro Ekonomi Vol 7 (2) : Soekartawi Perlu Sentuhan Infromation and Communication Technology (ICT) Dalam Pengembangan Agribisnis di Indonesia dalam Bunga Rampai Agribisnis (Seri Pemasaran). Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Subanidja S Struktur Pasar, Karakteristik dan Kinerja Bank Umum di Indonesia. Jurnal Akuntabilitas Vol 6 (1) : Suliyanto Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran. Ghalia Indonesia. Bogor. Sumodiningrat G Ekonometrika : Pengantar. BPFE Yogyakarta. Swastha B Azas-Azas Marketing. Edisi II. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Timmer CP Corn Marketing dalam Timmer CP. The Corn Economy of Indonesia. Cornell University Press Itacha. New York. Tita DF, D Haese M, Degrande A, Tchoundjeu Z, Van Damme P Forest Policy and Economics. Volume 13 (2011) : Tomek WG, Peterson HH Price Behavior For Marketing Strategies. American Journal of Agricultural Economics. Volume 87 (5): Vollarth T, Hallahan C Testing The Integration Of US - Canadian Meat and Livestock Markets. Canadian Journal of Agricultural Economics 54 : WagenaarA, D Haese M Development of Small Scale Fisheries in Yaman: An Exploration. Marine Policy Vol 31 : Weisbuch G, Kirman A & Herreiner D Market Organization and Trading Relationship. The Economic Journal. 110 (463) :

168 139 Widodo J, Suadi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wilson R Marketing of forestry and its products : a NSW perspective. Australian Forestry. Vol. 69 No. 3 : Yeboah W The Farmapine Model: A Cooperative Marketing Strategy and a Market-Based Development Approach in Sub-Saharan Africa. CHOICES : The magazine of food, farm, and resource issues. 1st Quarter 2005 : 20 (1). Zaibet L, Boughanmi H, Habib Q Assessing Market Efficiency : A Transaction Cost Approach. Journal of International Food & Agribusiness Marketing. Vol. 17 (2) :

169 140

170 LAMPIRAN 141

171 Lampiran 1 Peta Provinsi Maluku 143

172 144 Lampiran 2a Lokasi Penelitian di Pulau Ambon Lampiran 2b Lokasi Penelitian di Pulau Seram

173 145 Lampiran 3 Jenis Ikan Yang Paling Banyak Muncul dan Rataan Harganya di Pasar Pasar Produk Perikanan di Kawasan Maluku Tengah Jenis Ikan No Pasar Selar Layang Cakalang Tongkol Madidihang Lema 1 Mardika Rataan Harga Passo Rataan Harga Leihitu Rataan Harga Salahutu Rataan Harga Piru Rataan Harga Binaya Rataan Harga Bula Rataan Harga

174 146 Lampiran 4 Rataan Harga Ikan di Pasar Produk Perikanan di Kawasan Maluku Tengah No Salahutu Mardika Leihitu Passo Piru Binaya Bula Rataan Harga Ikan/Hari (Rp/kg)

175 147 Lanjutan Lampiran 4 No Salahutu Mardika Leihitu Passo Piru Binaya Bula Rataan Harga Ikan/Hari (Rp/kg)

176 148 Lanjutan Lampiran 4. No Salahutu Mardika Leihitu Passo Piru Binaya Bula Rataan Harga Ikan/Hari (Rp/kg)

177 149 Lanjutan Lampiran 4 No Salahutu Mardika Leihitu Passo Piru Binaya Bula Rataan Harga Ikan/Hari (Rp/kg) Ket : - Merah = berada di bawah rataan harga ikan/hari - Hitam = berada di atas rataan harga ikan/hari 149

178 150 Lampiran 5 Analisis Regresi Linier Pasar Passo-Mardika Model 1 Variables Entered/Removed a Variables Entered mrdkakmrn, passokmrn, lagmrdka b Variables Removed a. Dependent Variable: passohrini b. All requested variables entered. Model R R Square Adjusted R Square Method. Enter Model Summary Std. Error of the Estimate R Square Change Change Statistics F Change df1 df2 Sig. F Change a a. Predictors: (Constant), mrdkakmrn, passokmrn, lagmrdka ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression b 1 Residual Total a. Dependent Variable: passohrini b. Predictors: (Constant), mrdkakmrn, passokmrn, lagmrdka Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. 95.0% Confidence Interval for B Collinearity Statistics B Std. Error Beta LB UB Tolerance VIF (Constant) passokmrn lagmrdka mrdkakmrn a. Dependent Variable: passohrini

179 151 Coefficient Correlations a Model mrdkakmrn passokmrn lagmrdka mrdkakmrn Correlations passokmrn lagmrdka mrdkakmrn Covariances passokmrn lagmrdka a. Dependent Variable: passohrini Collinearity Diagnostics a Model Dimension Eigenvalu Condition Variance Proportions e Index (Constant) passokmrn lagmrdka mrdkakmrn a. Dependent Variable: passohrini

180 152 Lampiran 6 Analisis Regresi Linier Pasar Salahutu-Mardika Mode l 1 Variables Entered/Removed a Variables Variables Method Entered Removed mardikakmrn, lagmardika,. Enter salahutukmrn b a. Dependent Variable: salahutuhrini b. All requested variables entered. Mod el R R Square Adjusted R Square Model Summary Std. Error of the Estimate R Square Change Change Statistics F Change df1 df2 Sig. F Change a a. Predictors: (Constant), mardikakmrn, lagmardika, salahutukmrn ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression b 1 Residual Total a. Dependent Variable: salahutuhrini b. Predictors: (Constant), mardikakmrn, lagmardika, salahutukmrn Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. 95.0% Confidence Interval for B Collinearity Statistics B Std. Error Beta LB UB Tolerance VIF Constant) salahutukmrn lagmardika mardikakmrn a. Dependent Variable: salahutuhrini

181 153 Coefficient Correlations a Model mardikakmrn lagmardika salahutukmrn mardikakmrn Correlations lagmardika salahutukmrn mardikakmrn Covariances lagmardika salahutukmrn a. Dependent Variable: salahutuhrini Collinearity Diagnostics a Model Dimension Eigenvalue Condition Variance Proportions Index (Constant) salahutukmrn lagmardika mardikakmrn a. Dependent Variable: salahutuhrini

182 154 Lampiran 7 Analisis Regresi Linier Pasar Leihitu-Mardika Variables Entered/Removed a Model 1 Variables Entered mardikakmrn, leihitukmrn, lagmardika b a. Dependent Variable: leihituhrini b. All requested variables entered. Variables Removed. Enter Method Model Summary Model R R Adjusted Std. Error of Change Statistics Square R Square the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change a a. Predictors: (Constant), mardikakmrn, leihitukmrn, lagmardika ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression b 1 Residual Total a. Dependent Variable: leihituhrini b. Predictors: (Constant), mardikakmrn, leihitukmrn, lagmardika Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. 95.0% Confidence Interval for B Collinearity Statistics B Std. Error Beta LB UB Tole rance VIF (Constant) leihitukmrn lagmardika mardikakmrn a. Dependent Variable: leihituhrini

183 155 Coefficient Correlations a Model mardikakmrn leihitukmrn lagmardika mardikakmrn Correlations leihitukmrn lagmardika mardikakmrn E Covariances leihitukmrn 8.516E lagmardika a. Dependent Variable: leihituhrini Collinearity Diagnostics a Model Dimension Eigen Condition Variance Proportions value Index (Constant) leihitukmrn lagmardika mardikakmrn a. Dependent Variable: leihituhrini

184 156 Lampiran 8 Analisis Regresi Linier Pasar Leihitu - Mardika Variables Entered/Removed a Model 1 Variables Entered mardikakmrn, lagmardika, pirukmrn b a. Dependent Variable: piruhrini Variables Removed b. All requested variables entered. Method. Enter Model Summary Model R R Adjusted Std. Error of Change Statistics Square R Square the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change a a. Predictors: (Constant), mardikakmrn, lagmardika, pirukmrn ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression b 1 Residual Total a. Dependent Variable: piruhrini b. Predictors: (Constant), mardikakmrn, lagmardika, pirukmrn Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. 95.0% Confidence Interval for B Collinearity Statistics B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound Tole rance VIF (Constant) pirukmrn lagmardika mardikakmrn a. Dependent Variable: piruhrini

185 157 Coefficient Correlations a Model mardikakmrn lagmardika pirukmrn mardikakmrn Correlations lagmardika pirukmrn mardikakmrn Covariances lagmardika pirukmrn a. Dependent Variable: piruhrini Collinearity Diagnostics a Model Dimen Eigenvalue Condition Variance Proportions sion Index (Constant) pirukmrn lagmardika mardikakmrn a. Dependent Variable: piruhrini

186 158 Lampiran 9 Analisis Regresi Linier Pasar Binaya - Mardika Model 1 Variables Entered/Removed a Variables Entered mardikakmrn, lagmardika, binayakmrn b Variables Removed a. Dependent Variable: binayahrini b. All requested variables entered. Model R R Square Adjusted R Square Method. Enter Model Summary Std. Error of the Estimate R Square Change Change Statistics F Change df1 df2 Sig. F Change a a. Predictors: (Constant), mardikakmrn, lagmardika, binayakmrn ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression b 1 Residual Total a. Dependent Variable: binayahrini b. Predictors: (Constant), mardikakmrn, lagmardika, binayakmrn Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. 95.0% Confidence Interval for B Collinearity Statistics B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound Tole rance VIF (Constant) binayakmrn lagmardika mardikakmrn a. Dependent Variable: binayahrini

187 159 Coefficient Correlations a Model mardikakmrn lagmardika binayakmrn mardikakmrn Correlations lagmardika binayakmrn mardikakmrn Covariances lagmardika binayakmrn a. Dependent Variable: binayahrini Collinearity Diagnostics a Model Dimension Eigenvalue Condition Variance Proportions Index (Constant) binayakmrn lagmardika mardikakmrn a. Dependent Variable: binayahrini

188 160 Lampiran 10 Analisis Regresi Linier Pasar Bula - Mardika Variables Entered/Removed a Model 1 Variables Entered mardikakmrn, bulakmrn, lagmardika b a. Dependent Variable: bulahrini Variables Removed b. All requested variables entered. Method. Enter Model Summary Model R R Adjusted Std. Error Change Statistics Square R Square of the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change a a. Predictors: (Constant), mardikakmrn, bulakmrn, lagmardika ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression b 1 Residual Total a. Dependent Variable: bulahrini b. Predictors: (Constant), mardikakmrn, bulakmrn, lagmardika Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. 95.0% Confidence Interval for B Collinearity Statistics B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound Toler ance VIF (Constant) bulakmrn lagmardika mardikakmrn a. Dependent Variable: bulahrini

189 161 Coefficient Correlations a Model mardikakmrn bulakmrn lagmardika mardikakmrn Correlations bulakmrn lagmardika mardikakmrn e Covariances bulakmrn E lagmardika a. Dependent Variable: bulahrini Collinearity Diagnostics a Model Dimension Eigenvalue Condition Variance Proportions Index (Constant) bulakmrn lagmardika mardikakmrn a. Dependent Variable: bulahrini

190 162 Lampiran 11 Analisis Regresi Linier Pasar Salahutu - Binaya Variables Entered/Removed a Model 1 Variables Entered binayakmrn, lagbinaya, salahutukmrn b Variables Removed a. Dependent Variable: salahutuhrini b. All requested variables entered.. Enter Method Model Summary Mode R R Adjusted Std. Error of Change Statistics l Square R Square the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change a a. Predictors: (Constant), binayakmrn, lagbinaya, salahutukmrn ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression b 1 Residual Total a. Dependent Variable: salahutuhrini b. Predictors: (Constant), binayakmrn, lagbinaya, salahutukmrn Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. 95.0% Confidence Interval for B Collinearity Statistics B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound Tole rance VIF (Constant) salahutukmrn lagbinaya binayakmrn a. Dependent Variable: salahutuhrini

191 163 Coefficient Correlations a Model binayakmrn lagbinaya salahutukmrn binayakmrn Correlations lagbinaya salahutukmrn binayakmrn Covariances lagbinaya salahutukmrn a. Dependent Variable: salahutuhrini Collinearity Diagnostics a Model Dimension Eigenvalue Condition Variance Proportions Index (Constant) salahutukmrn lagbinaya binayakmrn a. Dependent Variable: salahutuhrini

192 164 Lampiran 12 Analisis Regresi Linier Pasar Leihitu - Binaya Variables Entered/Removed a Model 1 Variables Entered binayakmrn, leihitukmrn, lagbinaya b Variables Removed a. Dependent Variable: leihituhrini b. All requested variables entered. Method. Enter Model Summary Model R R Adjusted Std. Error of Change Statistics Square R Square the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change a a. Predictors: (Constant), binayakmrn, leihitukmrn, lagbinaya ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression b 1 Residual Total a. Dependent Variable: leihituhrini b. Predictors: (Constant), binayakmrn, leihitukmrn, lagbinaya Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. 95.0% Confidence Interval for B Collinearity Statistics B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound Tole rance VIF (Constant) leihitukmrn lagbinaya binayakmrn a. Dependent Variable: leihituhrini

193 165 Coefficient Correlations a Model binayakmrn leihitukmrn lagbinaya binayakmrn Correlations leihitukmrn lagbinaya binayakmrn Covariances leihitukmrn e-005 lagbinaya e a. Dependent Variable: leihituhrini Collinearity Diagnostics a Model Dimension Eigenvalue Condition Variance Proportions Index (Constant) leihitukmrn lagbinaya binayakmrn a. Dependent Variable: leihituhrini

194 166 Lampiran 13 Analisis Regresi Linier Pasar Piru - Binaya Model 1 Variables Entered/Removed a Variables Entered binayakmrn, lagbinaya, pirukmrn b a. Dependent Variable: piruhrini Variables Removed b. All requested variables entered. Method. Enter Model Summary Model R R Adjusted Std. Error of Change Statistics Square R Square the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change a a. Predictors: (Constant), binayakmrn, lagbinaya, pirukmrn ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression b 1 Residual Total a. Dependent Variable: piruhrini b. Predictors: (Constant), binayakmrn, lagbinaya, pirukmrn Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. 95.0% Confidence Interval for B Collinearity Statistics B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound Tole rance VIF (Constant) pirukmrn lagbinaya binayakmrn a. Dependent Variable: piruhrini

195 167 Coefficient Correlations a Model binayakmrn lagbinaya pirukmrn binayakmrn Correlations lagbinaya pirukmrn binayakmrn Covariances lagbinaya pirukmrn a. Dependent Variable: piruhrini Collinearity Diagnostics a Model Dimension Eigenvalue Condition Variance Proportions Index (Constant) pirukmrn lagbinaya binayakmrn a. Dependent Variable: piruhrini

196 168 Lampiran 14 Analisis Regresi Linier Pasar Bula - Binaya Model 1 Variables Entered/Removed a Variables Entered binayakmrn, bulakmrn, lagbinaya b a. Dependent Variable: bulahrini Variables Removed b. All requested variables entered. Method. Enter Model Summary Model R R Adjusted Std. Error of Change Statistics Square R Square the Estimate R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change a a. Predictors: (Constant), binayakmrn, bulakmrn, lagbinaya ANOVA a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression b 1 Residual Total a. Dependent Variable: bulahrini b. Predictors: (Constant), binayakmrn, bulakmrn, lagbinaya Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. 95.0% Confidence Interval for B Collinearity Statistics B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound Tole rance VIF (Constant) bulakmrn lagbinaya binayakmrn a. Dependent Variable: bulahrini

197 169 Coefficient Correlations a Model binayakmrn bulakmrn lagbinaya binayakmrn Correlations bulakmrn lagbinaya binayakmrn Covariances bulakmrn lagbinaya a. Dependent Variable: bulahrini Collinearity Diagnostics a Model Dimension Eigenvalue Condition Variance Proportions Index (Constant) bulakmrn lagbinaya binayakmrn a. Dependent Variable: bulahrini

198 170 No Lampiran 15. Data volume penjualan (kg/hari) pedagang pengumpul per hari selama periode penelitian Volume Penjualan (kg/hari) Σ %

199 Lanjutan Lampiran 15. Data volume penjualan (jumlah loyang) pedagang pengumpul per hari selama periode penelitian Σ

200 172 Lampiran 16. Biaya Pemasaran dan Keuntungan Pedagang Pengumpul No Pembelian (loyang) Harga (Rp/loyang) Biaya Pembelian Ikan (Rp) Penerimaan (Rp) Komunikasi (Rp) Transportasi (Rp) Konsumsi (Rp) Pajak (Rp) Biaya Total (Rp) Pendapatan (Rp) Jumlah Rataan Mardika Passo Salahutu Leihitu Piru Binaya Bula

201 173 Lampiran 17. Data Umum Pedagang Pengumpul Produk Perikanan di Kawasan Maluku Tengah No Umur Pengalaman Tanggungan Pendidikan (thn) (thn) Keluarga Sumber Modal Jumlah Modal (Rp) 1 56 SMP 30 6 Sendiri , SMP 28 7 Sendiri , SMP 22 4 Sendiri , SMP 20 5 Sendiri , SMP 18 5 Sendiri , SMA 15 7 Sendiri , SMP Sendiri , SD 23 8 Sendiri , SMA 13 8 Sendiri , SMA 14 7 Sendiri , SMP Sendiri , SMP 17 8 Sendiri , SD 19 9 Sendiri , SMP Sendiri , SMA 10 4 Sendiri , SMP 15 7 Sendiri , SMP 12 6 Sendiri , SD 21 9 Sendiri , SD Sendiri , SMP 15 6 Sendiri , SD 23 5 Sendiri , SD 11 9 Pinjam , SMP Pinjam , SMP Pinjam , SD 33 6 Pinjam ,- Rataan 8-173

202 174 Lampiran 18 Data Umum Pedagang Pengecer Produk Perikanan di Kawasan Maluku Tengah No Umur Pengalaman Tanggungan Pendidikan (thn) (thn) Keluarga Sumber Modal Jumlah Modal (Rp) 1 40 SMA 6 4 Sendiri , SMA 5 5 Sendiri , SMA 7 8 Sendiri , SMA 10 6 Sendiri , SMP 3 6 Pinjam , SD 45 7 Sendiri , SMA 11 7 Sendiri , SD 8 8 Sendiri , SMA Sendiri , SMA 5 7 Sendiri , SD 14 8 Sendiri , SMP 11 8 Sendiri , SKP 21 9 Pinjam , SD 12 6 Sendiri , SD 22 4 Sendiri , SMP 7 7 Sendiri , SMP 6 7 Sendiri , SMA 7 9 Sendiri , SD 3 5 Sendiri , SMA 8 6 Sendiri , SD 10 5 Sendiri , SMA 15 6 Sendiri , SMA 12 4 Sendiri , SMP 8 5 Pinjam , SMA 6 6 Sendiri , SMA 20 6 Sendiri , SD 34 5 Sendiri , SD 11 6 Sendiri , SMP 25 5 Sendiri , SMP 5 6 Pinjam ,- 174

203 175 Lanjutan Lampiran 18 Data Umum Pedagang Pengecer Produk Perikanan di Kawasan Maluku Tengah No Umur Pengalaman Tanggungan Pendidikan (thn) (thn) Keluarga Sumber Modal Jumlah Modal (Rp) SPG 10 6 Sendiri , SMA 8 7 Sendiri , SMP 20 8 Sendiri , SMP 12 7 Sendiri , SMA 20 6 Sendiri , SMP 15 8 Sendiri , SMA 13 7 Sendiri , SD 20 9 Sendiri , SMA 5 7 Sendiri , SMA 38 5 Sendiri , SMA 11 6 Sendiri , SMA 10 6 Sendiri , SD 10 7 Sendiri , SR 35 8 Sendiri , D Sendiri , SMA 3 5 Pinjam , SMEA 31 7 Sendiri , SMP Sendiri , SD 34 4 Sendiri , SD 28 6 Pinjam , SD 26 4 Sendiri , SMA 10 4 Sendiri , SMA 20 5 Sendiri , SMP 15 4 Sendiri , SMA 18 3 Sendiri , SD 38 5 Sendiri , SMP 7 7 Sendiri , SMP 6 8 Sendiri , SMA 7 7 Sendiri , SMP 2 6 Pinjam ,- 175

204 176 Lanjutan Lampiran 18. Data Umum Pedagang Pengecer Produk Perikanan di Kawasan Maluku Tengah No Umur Pengalaman Tanggungan Pendidikan (thn) (thn) Keluarga Sumber Modal Jumlah Modal (Rp) SD 3 5 Pinjam , SMA 8 7 Sendiri , SD 10 7 Sendiri , SMA 15 8 Sendiri , SMA 12 4 Sendiri , SMP 8 7 Sendiri , SD 38 6 Sendiri , SMP 7 9 Sendiri , SMP 6 8 Sendiri , SMA 7 6 Sendiri , SD 3 5 Pinjam , SMA 8 4 Pinjam , SD 10 8 Sendiri , SMA 15 9 Sendiri , SMA 12 6 Pinjam , SMP 8 6 Pinjam , SD 38 7 Sendiri , SMP 32 4 Sendiri , SMA 9 5 Sendiri , SMA 25 5 Pinjam , SMP 16 6 Sendiri , SMA 8 4 Pinjam , SMP 29 4 Sendiri , SMP 29 6 Sendiri , SMP 14 3 Sendiri , SMA 8 3 Sendiri , SD 38 6 Sendiri , SMA 12 8 Sendiri , SMP 26 7 Sendiri , SD 22 5 Sendiri ,- 176

205 177 Lanjutan Lampiran 18. Data Umum Pedagang Pengecer Produk Perikanan di Kawasan Maluku Tengah No Umur Pengalaman Tanggungan Pendidikan (thn) (thn) Keluarga Sumber Modal Jumlah Modal (Rp) SD 43 6 Sendiri , SD 42 6 Sendiri , SD 28 8 Sendiri , SD 30 9 Sendiri , SD 22 7 Sendiri , SD 25 5 Sendiri , SD 26 9 Sendiri , SD 40 8 Sendiri , SD 24 8 Sendiri , SD 4 6 Pinjam ,- 177

206 178 Lampiran 19. Rataan Volume Penjualan Pedagang Pengumpul (Kg/Minggu) Minggu Pedagang Total Rataan Mardika Passo Salahutu Leihitu Piru Binaya Bula

207 179 Lanjutan Lampiran 19. Minggu Pedagang Total Total Rataan

208 180 Lampiran 20. Volume Penjualan Pedagang Pengumpul Disusun Dari Yang Terbesar ke Terkecil Minggu Pedagang Total Rataan

209 181 Lanjutan Lampiran 20. Minggu Pedagang Total Total Rataan

210 182 Lampiran 21. Perhitungan Cumulative Ratio (CR) Minggu Pedagang 1 CR (%) 2 CR (%) 3 CR (%) 4 CR (%) 5 CR (%) 6 CR (%) Total

211 183 Lanjutan Lampiran 21. Minggu Pedagang 7 CR (%) 8 CR (%) 9 CR (%) 10 CR (%) 11 CR (%) 12 CR (%) Total

212 184 Lanjutan Lampiran 21. Minggu Pedagang 13 CR (%) 14 CR (%) 15 CR (%) 16 CR (%) 17 CR (%) 18 CR (%) Total

213 Lampiran 22. Dokumentasi 185 Suasana Pasar di Kawasana Maluku Tengah Pada Umumnya Tempat Berjualan Ikan yang Berdekatan Dengan Tempat Pembuangan Sampah Ikan Merah yang Biasanya Dijual Dalam Satuan Kilogram (Kg) di Pasar Binaya Ikan Dipotong Empat Bagian Untuk Memudahkan Pembeli Membelinya

214 186 Ketika musimnya, ikan sardin dijual seharga Rp 5 000,-/ loyang Suasana tawar-menawar ikan antara pedagang pengumpul dan pengecer Setelah menemukan kesepakatan harga, ikan diturunkan Proses penurunan ikan

215 187 Ikan Yang Dibawa dari Pulau-Pulau Kecil Sekitar Pulau Ambon Ikan Yang Dibawa dari Pulau-Pulau Kecil Sekitar Pulau Ambon

Hasil analisis menunjukkan rataan derajat konsentrasi pedagang pengumpul CR 4 sebesar %, yang artinya pasar ikan segar di KMT berbentuk

Hasil analisis menunjukkan rataan derajat konsentrasi pedagang pengumpul CR 4 sebesar %, yang artinya pasar ikan segar di KMT berbentuk ABSTRACT YOLANDA MARLA TANIA NANGKAH APITULEY. Development Model of Fresh Fish Marketing System in the Region of Central Maluku. Supervised by EKO SRI WIYONO, MUSA HUBEIS and VICTOR P.H NIKIJULUW. Fishery

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 49 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan, sejak bulan Mei hingga Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di tujuh (7) pasar (Lampiran 2a dan 2b),

Lebih terperinci

PEMASARAN IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) SEGAR DI PASAR BINAYA KOTA MASOHI

PEMASARAN IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) SEGAR DI PASAR BINAYA KOTA MASOHI PEMASARAN IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) SEGAR DI PASAR BINAYA KOTA MASOHI The Distribution Of Fresh Cakalang (Katsuwonus Pelamis) In Binaya Market, Masohi Yoisye Lopulalan *) *) Staf Pengajar FPIK

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 61 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis 4.1.1 Kota Ambon Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas Kota Ambon adalah 377 Km 2 atau 2/5 dari luas wilayah Pulau Ambon.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan produksi dan distribusi komoditi pertanian khususnya komoditi pertanian segar seperti sayur mayur, buah, ikan dan daging memiliki peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan yang salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang kaya akan keanekaragaman biota laut (perikanan dan kelautan). Dengan luas wilayah perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km. Total

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN NONO SAMPONO SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ii ABSTRACT MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN. Analysis of Northern

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 71 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sistem Pemasaran Ikan Segar di Kawasan Maluku Tengah 5.1.1 Gambaran umum pasar di Kawasan Maluku Tengah Kota Ambon yang terdiri atas lima (5) Kecamatan, memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan Menurut Rosyidi (2007), dalam melakukan kegiatan ekspor suatu perusahaan dapat menentukan sendiri kebijakan mengenai pemasaran

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA M A R D I N PROGRAM STUDI ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN SEKOLAH

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman, hewan, dan ikan. Pertanian juga berarti kegiatan pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan memiliki sumber daya laut yang melimpah. Wilayah perairan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH

ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA KEPALA SEKOLAH Studi Kasus: Sekolah Dasar Negeri Di Kabupaten Sukohardjo Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI

ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang panjang, serta sebagian besar terdiri dari lautan. Koreksi panjang garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan terutama diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan taraf hidup dan kesejahteran nelayan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan 81.000 km panjang garis pantai, memiliki potensi beragam sumberdaya pesisir dan laut yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya kelautan dan perikanan menyebabkan munculnya suatu aktivitas atau usaha di bidang perikanan sesuai dengan kondisi lokasi dan fisiknya. Banyak penduduk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hortikultura tergolong sebagai komoditas komersial bernilai ekonomi tinggi (high value commodity). Kontribusi sub sektor hortikultura pada nilai Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan sejak beberapa abad yang lalu. Ikan sebagai salah satu sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. pangan sejak beberapa abad yang lalu. Ikan sebagai salah satu sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan sejak beberapa

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA Trisnani Dwi Hapsari 1 Ringkasan Ikan

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING

PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING (Capsicum annum L) DENGAN ANALISIS HARGA KOMODITAS DI SENTRA PRODUKSI DAN PASAR INDUK (Suatu Kasus pada Sentra produksi Cabai Merah Keriting di Kecamatan Cikajang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.508 buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

PENGARUH REFORMASI PERPAJAKAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PAJAK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK

PENGARUH REFORMASI PERPAJAKAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PAJAK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGARUH REFORMASI PERPAJAKAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PAJAK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK (Kasus pada : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus) Oleh : HERRY SUMARDJITO PROGRAM

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA.

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA. ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA Oleh : YULISTYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Secara umum sistem pemasaran komoditas pertanian termasuk hortikultura masih menjadi bagian yang lemah dari aliran komoditas. Masih lemahnya pemasaran komoditas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN MELALUI PROGRAM REPLIKA SKIM MODAL KERJA

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN MELALUI PROGRAM REPLIKA SKIM MODAL KERJA KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN MELALUI PROGRAM REPLIKA SKIM MODAL KERJA (Studi Kasus Kelompok Tani Ikan Mekar Jaya di Lido, Bogor) RINI ANDRIYANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK YANG DIAMBIL ALIH KEPEMILIKANNYA OLEH ASING IRVANDI GUSTARI

TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK YANG DIAMBIL ALIH KEPEMILIKANNYA OLEH ASING IRVANDI GUSTARI i TRANSFORMASI BUDAYA ORGANISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BANK YANG DIAMBIL ALIH KEPEMILIKANNYA OLEH ASING IRVANDI GUSTARI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN. Bogor, Januari Martha Prasetyani

SURAT PERNYATAAN. Bogor, Januari Martha Prasetyani ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN STRATEGI PERUSAHAAN PELATIHAN MATHMAGIC, STUDI KASUS PADA LEMBAGA PELATIHAN MATEMATIKA YAYASAN RUMAH AKAL DI BUKIT CIMANGGU, BOGOR MARTHA PRASETYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Pendahuluan Berdasarkan kajian dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA), diperoleh temuan bahwa kelompok komoditas yang

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tren produksi buah-buahan semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini disebabkan terjadinya kenaikan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut tampak pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi dipilih secara purposive karena PTPN

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAN MENDASARI PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMASARAN JERUK SIAM (Citrus nobilis LOUR var) MELALUI TENGKULAK (Studi Kasus Desa Wringinagung Kecamatan Gambiran Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA Oleh AIDI RAHMAN H 24066055 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR TA ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

LAPORAN AKHIR TA ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN AKHIR TA. 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAII EKONOMI TINGG GI Oleh: Henny Mayrowani Nur Khoiriyahh Agustin Dewa Ketut Sadra Swastika Miftahul Azis Erna Maria Lokollo

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara)

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SKRIPSI WINDI LISTIANINGSIH PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengkomsumsi jamur (sebagai bahan pangan maupun bahan baku obat-obatan).

BAB I PENDAHULUAN. mengkomsumsi jamur (sebagai bahan pangan maupun bahan baku obat-obatan). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamur adalah salah satu komoditas yang mempunyai masa depan cerah untuk dikembangkan, seiring semakin banyaknya orang yang mengetahui dan menyadari nilai gizi jamur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan dua per tiga wilayahnya berupa perairan dan mempunyai potensi sumber daya ikan sekitar 6,4 juta ton/tahun. Dengan besarnya potensi tersebut

Lebih terperinci

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT BANK NAGARI ZEDNITA AZRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

Boks 2 MANGENTE POLA PERDAGANGAN BAWANG MERAH DI MALUKU

Boks 2 MANGENTE POLA PERDAGANGAN BAWANG MERAH DI MALUKU Boks 2 MANGENTE POLA PERDAGANGAN BAWANG MERAH DI MALUKU Boks 1 Komoditas Penyumbang Inflasi Ambon Triwulan I-2013 menjabarkan bahwa bawang putih, bawang merah, cakalang asap, dan pisang merupakan komoditas

Lebih terperinci

STRATEGI BISNIS USAHA BATIK MADURA (Studi Kasus pada Galeri TRESNA art di Bangkalan Madura) SKRIPSI

STRATEGI BISNIS USAHA BATIK MADURA (Studi Kasus pada Galeri TRESNA art di Bangkalan Madura) SKRIPSI STRATEGI BISNIS USAHA BATIK MADURA (Studi Kasus pada Galeri TRESNA art di Bangkalan Madura) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Administrasi Bisnis pada Fakultas

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C

PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C54104067 SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konstelasi sistem agribisnis perikanan, pasar merupakan salah satu komponen penting yang menjadi ujung tombak bagi aliran komoditas perikanan setelah dihasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta)

ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta) ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PEMASARAN CPO PRODUKSI P.T. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) (Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN Jakarta) OLEH HENGKY GAMES JS H14053064 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KETERPADUAN PASAR SECARA VERTIKAL DALAM SISTEM PEMASARAN GULA KELAPA D I K E C A M A T A N K A B A T KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI

ANALISIS KETERPADUAN PASAR SECARA VERTIKAL DALAM SISTEM PEMASARAN GULA KELAPA D I K E C A M A T A N K A B A T KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI ANALISIS KETERPADUAN PASAR SECARA VERTIKAL DALAM SISTEM PEMASARAN GULA KELAPA D I K E C A M A T A N K A B A T KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI Diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan Untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS

STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS STUDI KOMPARATIF SISTEM PENGGEMUKAN SAPI KEREMAN DI DAERAH BANTARAN SUNGAI DAN LUAR DAERAH BANTARAN SUNGAI KRUENG ACEH KABUPATEN ACEH BESAR TESIS OLEH : SURYANI 107040002 PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memiliki peran penting bagi suatu negara. Perdagangan internasional memberikan manfaat berkaitan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan penting bagi pembangunan nasional. Peranan sub sektor perikanan dalam pembangunan nasional terutama adalah menghasilkan bahan pangan protein hewani,

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) RONALD FRANSISCO MARBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sub-sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT

TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT NURUL YUNIYANTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN

Lebih terperinci