BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Tengah Rongga yang terdapat antara membran timpani dengan tulang labirin yang terdapat ditulang petrosus berisi antara lain rantai osikuler, tuba eustachius dan sistem vascular. Rongga timpani dibagi menjadi: epitimpani, mesotimpani dan hipotimpani (Ballenger s 2009) Membran Timpani Membran timpani merupakan dinding lateral kavum timpani yang memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran timpani ini berbentuk oval dan mempunyai ukuran panjang vertical rata-rata 9-10 mm, dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, tebal kira-kira 0,1 mm. Membran ini tipis, licin dan berwarna putih mutiara (Dhingra, 2007). Membran timpani terdiri dari tiga lapisan, lapisan luar terdiri dari epitel skuamosa, bagian dalam merupakan lanjutan dari mukosa telinga tengah yang dilapisi epitel kuboidal. Lapisan tengah merupakan lapisan fibrosa yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan radial dan sirkuler (sirkumferensial) (Yates, 2008). Secara anatomis membran timpani dibagi dalam dua bagian yaitu: 1.Pars tensa, merupakan bagian terbesar dari membran timpani merupakan suatu permukaan yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang menebal dan melekat di annulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada tulang temporal. 2. Para flaksida atau membran Shrapnel s, letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh dua lipatan yaitu plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan plika maleolaris posterior (lipatan belakang) (Dhingra 2007). 6

2 Kavum timpani Kavum timpani mempunyai bentuk ireguler antara dinding lateral dan dinding medial kavum timpani berisi udara. Kavum timpani terdiri dari tiga bagian yaitu bagian superior yang berhubungan dengan membran timpani disebut epitimpani atau atik, yang terletak dipinggir atas dari membran timpani. Setentang membran timpani adalah mesotimpani dan di bawah pinggir membran timpani disebut hipotimpani (Colman, 1993; Yates,2008; Ballenger s, 2009). Kavum timpani mempunyai enam dinding yaitu bagian atap, lantai dinding lateral, dinding medial, dinding anterior dan dinding posterior (Helmi, 2005: Dhingra,2007). Atap kavum timpani dibentuk oleh lempengan tulang yang tipis disebut tegmen timpani. Tegmen timpani memisahkan telinga tengah dari fosa kranial media (Helmi, 2005: Dhingra, 2007). Lantai kavum timpani dibentuk oleh tulang tipis yang memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus vena jugularis dan dinding superiornya dibatasi oleh lempeng tulang yang mempunyai ketebalan yang bervariasi, bahkan kadang-kadang hanya dibatasi oleh mukosa dengan kavum timpani (Helmi, 2005: Dhingra, 2007). Dinding medial kavum timpani memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini pada mesotimpani menonjol kearah kavum timpani yang disebut promontorium. Tonjolan ini karena didalamnya terdapat kokhlea (Helmi, 2005: Dhingra, 2007). Dinding posterior kavum timpani kearah superior terdapat sebuah saluran disebut aditus yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpani. Pada bagian posterior ini dari medial ke lateral terdapat eminentia pyramidalis dengan tempat keluarnya khorda timpani. Terdapat juga fosa inkudis yang terletak persis diatas sinus lateral (Helmi, 2005: Dhingra, 2007).

3 Dinding anterior kavum timpani sebagian besar berhadapan dengan arteri karotis, dibatasi lempengan tulang tipis. Dibagian atas dinding anterior terdapat semikanal otot tensor timpani yang terletak persis diatas muara tuba eustachius (Helmi, 2005: Dhingra, 2007). Membran timpani merupakan dinding lateral kavum timpani sedangkan dibagian epitimpani dinding lateralnya adalah skutum yaitu lempeng tulang yang merupakan bagian pars skuamosa tulang temporal (Helmi, 2005: Dhingra, 2007). Ada 5 faktor yang mengatur tekanan pada kavum timpani, yaitu : (Ahmed, 2004) 1. Fungsi ventilasi tuba Eustachius. 2. Proses keluar masuknya gas dari sirkulasi melalui difusi. 3. Ketebalan mukosa telinga tengah. 4. Elastisitas membran timpani. 5. Ukuran pneumatisasi mastoid Tuba Eustachius Fungsi tuba Eustachius adalah sebagai ventilasi telinga tengah yang mempertahankan keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drainase secret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan menghalangi masuknya secret dari nasofaring menuju ke kavum timpani (Healy, 2003; Helmi,2005; Ballenger s, 2009). Lumen tuba Eustachius menghubungkan antara nasofaring (proksimal) dengan telinga tengah (distal). Pada pertengahan terdapat penyempitan yang disebut isthmus. Pertemuan antara bagian tulang rawan dengan bagian tulang rawan bagian tulang tuba Eustachius ini dinamakan junctional portion. Pada dinding lateral nasofaring terdapat penonjolan disebut torus tubarius, yang menonjol ke nasofaring. Penonjolan ini dibentuk oleh kumpulan jaringan lunak yang melapisi tulang rawan tuba Eustachius (Bluestone, 2006).

4 2.1.4 Prosesus Mastoideus Air cell system tulang mastoid merupakan perpanjangan dari rongga pada telinga tengah yang berasal dari kantung pharyngeal pertama. Proses ini terjadi pada perkembangan tulang temporal yang menghasilkan berbagai tingkat variasi pneumatisasi di bagian mastoid. Terjadinya infeksi pada telinga tengah dan mastoid dapat mempengaruhi pneumatisasi air cell system. Air cell system pada mastoid meluas mulai dari aditus ad antrum di epitimpani ke sentral mastoid (antrum) dapat meluas ke berbagai arah. (Ballenger s; 2009) Luasnya pneumatisasi tulang temporal bervariasi untuk masingmasing individu. Hal ini ditentukan oleh dua factor, yaitu factor heriditer dan factor lingkungan. Sel udara mastoid mempunyai peranan penting terhadap fungsi fisiologis telinga tengah. Turmarkin dan Holmquist menyatakan bahwa sel udara mastoid berperan sebagai rongga udara pada telinga tengah dan bertanggung jawab terhadap pengaturan tekanan telinga tengah. Menurut Wittmaack s (teori endodermal) mukosa telinga tengah yang normal merupakan syarat mutlak untuk terjadinya pneumatisasi normal sel udara mastoid, tetapi proses tersebut dapat dihambat oleh inflamasi atau kelainan fungsi tuba Eustachius (Virapongse, 1985: Ahmet, 2004). 2.2 Timpanometri Timpanometri merupakan suatu metode pemeriksaan fungsi telinga tengah yang aman dan cepat pada anak-anak maupun orang dewasa, dimana tekanan udara didalam liang telinga luar diubah untuk mengukur nilai imitans akustik pada permukaan lateral membran timpani(shahnaz & Bork,2008). Timpanometri adalah suatu teknik pemeriksaan yang objektif dari membran timpani, perubahan tekanan udara pada liang telinga tengah, timpanometri menilai mobilitas membran timpani, yang

5 dipengaruhi tekanan udara di belakang membran timpani. Pemeriksaan timpanometri dilaksanakan selama lebih kurang tiga detik sampai pemeriksaan selesai, posisi probe ditempatkan sedemikian rupa pada liang telinga luar (Minessota Dept of Health community, 2009). Dua komponen timpanometri yang menjadi parameter dalam interpretasi hasil pemeriksaan yaitu Compliance (mobilitas) membran timpani dan tekanan ( dalam satuan decapascals (dapa)). Parameter lain pada pemeriksaan timpanometer seperti volume liang telinga (Ear Canal Volume) Acoustic Reflexes (AR) dan Gradients (GR) (Minessota Dept of Health community, 2009). Gambar Skema Alat yang Digunakan untuk Pemeriksaan Timpanometri (Jerger 1976)

6 Gambar Hasil Pemeriksaan Timpanometri (Timpanogram) Volume liang telinga Volume liang telinga merupakan pengukuran jumlah berisi volume udara dalam rongga antara ujung probe timpanometer dan membran timpani. Jika ukuran volume liang telinga < 0.3, ini mengindikasikan bahwa probe harus diletakkan secara benar di liang telinga. Ada kalanya pengukuran liang telinga lebih sempurna dengan menggunakan wax, hasil yang dicapai lebih rendah pada pengukurannya. Ukuran volume lebih dari 2.0 ml merupakan indikasi bahwa ukuran rongga lebih besar dibanding volume liang telinga. Hal ini terjadi pada perforasi membran timpani. Nilai untuk dewasa normal normal: ml. (Minessota Dept of health community, 2009) Compliance (mobilitas) sistem telinga tengah Sistem telinga tengah yang normal dengan membran timpani dan rantai ossicular lebih mudah bergetar, transmisi energy suara ke telinga dalam diubah menjadi gelombang suara oleh gerakan mekanik (Minessota Dept of health community, 2009)

7 Pada timpanometri, gerakan dengan bebas (mobilitas atau compliance) dari membran timpani dan rantai osikular dibedakan oleh jumlah ukuran energy yang penting untuk menggerakkannya. Timpanogram merupakan representasi dari tinggi gelombang dalam satuan millimeter (ml). Beberapa kondisi dari telinga tengah menyebabkan mobilitas sebagian atau keseluruhan dari sistem telinga tengah menjadi berkurang. Kondisi lain dapat diikuti terjadinya gerakan yang berlebihan. Mobilitas yang sangat rendah ataupun sangat tinggi diindikasikan bahwa memerlukan perhatian yang lebih. Ukuran compliance ( Peak Ytm ) untuk dewasa, bila kecil dari 0.3 menunjukkan bahwa telinga tengah lebih kaku dibanding normal. Ukuran compliance lebih besar dari 1.5 menunjukkan bahwa membran timpani lebih lentur. Nilai yang lebih besar dari 3.0 ml menunjukkan disartikulasi rantai osikular Tekanan Udara Pada telinga tengah yang normal, tuba eustachius akan terbuka diikuti udara yang bergerak masuk dan keluar dirongga telinga tengah. Hal ini untuk menjaga tekanan udara di belakang membran timpani sama dengan tekanan atmosfer atau tekanan udara di liang telinga. Jika tuba Eustachius tidak berfungsi secara normal, normal atau tekanan positif akan terjadi didalam telinga tengah. Hasil pengukuran didalam satuan dapa (decapascal) atau mmh2o (millimeter air raksa). Pada umumnya hasil pengukuran timpanometri mulai dari +200 dapa sampai -400 dapa. Ukuran untuk dewasa normal +50 sampai -250 dapa. (Minessota Dept of health community, 2009)

8 2.3 Terminologi Beberapa terminologi atau istilah yang harus diketahui : 1. Imitans : istilah umum yang menunjukan pengabungan akustik impedans dan admitans 2. Impedans : suatu ukuran dimana sebuah sistem dapat menahan aliran energy yang melaluinya (tahanan) 3. Admitans : total aliran energi yang melalui sebuah sistem (masukan) 4. Static Acoustic Admitattance / SAA (Compliance Peak): titik pada sumbu Y dalam timpanogram, di mana kurva mencapai maksimum, pada dasarnya merupakan titik dari kurva, nilai normal anak-anak adalah mmho; mean: 0.5 (ASHA) dan dewasa adalah adalah 0.3-1,4 mmho; mean: Timpanometric Peak Pressure (TPP): Titik pada sumbu x pada timpanogram, dimana compliance peak berada, nilai normalnya adalah: -150 s.d +100 decapascal (dapa). 6. Ear Canal Volume (ECV): nilai normalnya : cm 3 (anakanak) dan 0, cm 3 (dewasa). Volume pada wanita lebih kecil dibanding laki-laki. 7. DecaPascal (dapa) : Satuan unit pengukuran tekanan udara, dimana 1 dapa = 10 pascal. 8. Milim0 (mmh0) : Satuan unit pengukuran imitans, dimana 1 mh0 = 1000 mmh0. (Katz, 1994 ; Stach, 1998 ) 2.4 Peralatan Pada dasarnya alat pengukur impedans terdiri dari 4 bagian yang semuanya dihubungkan ke liang telinga tengah oleh sebuah alat kedap suara sebagai berikut:

9 1. Sebuah alat yang memproduksi nada bolak-balik (oscillator) dengan frekwensi yang tetap (biasanya 220 Hz). 2. Sebuah mikrofon dan meter pencatat sound pressure level dalam liang telinga. 3. Sebuah pompa udara dan manometer yang dikalibrasi dalam millimeter air raksa (-600 mmh2o s.d mmh2o). Suatu mekanisme untuk mengubah dan mengukur tekanan udara dalam liang telinga. (Jerger, 1976 ; Katz, 1994 ) Cara kerja Impedans Meter Timpanometri merupakan salah satu dari tiga pengukuran imitans yang banyak digunakan dalam menilai fungsi telinga tengah secara klinis, disamping imitans static dan ambang reflex akustik (Stach, 1998) Cara kerja timpanometri adalah alat pemeriksaan (probe) yang dimasukkan ke dalam liang telinga memancarkan sebuah nada dengan frekwensi 220 Hz. Alat lainnya mendeteksi respon dari membran timpani terhadap nada tersebut. Secara bersamaan, probe yang menutupi liang telinga menghadirkan berbagai jenis tekanan udara. Pertama positif, kemudian negatif kedalam liang telinga. Jumlah energi yang dipancarkan berhubungan langsung dengan Compliance. Compliance menunjukkan jumlah mobilitas di telinga tengah. Sebagai contoh lebih banyak energi yang kembali kealat pemeriksaan, lebih sedikit energy yang diterima oleh membran timpani. Hal ini menggambarkan suatu compliance yang rendah. Compliance yang rendah menunjukkan kekakuan atau obstruksi pada telinga tengah. Data-data yang didapat membentuk sebuah gambar 2 dimensi pengukuran mobilitas membran timpani. Pada telinga normal, kurva yang timbul menyerupai gambaran lonceng. Penghantaran bunyi melalui telinga tengah akan maksimal bila tekanan udara sama pada kedua sisi membran timpani. Pada telinga yang

10 normal, penghantaran maksimum terjadi pada atau mendekati tekanan atmosfer. Itulah sebabnya ketika tekanan udara didalam liang telinga sama dengan tekanan udara di dalam kavum timpani, imitans dari system getaran telinga tengah yang normal akan berada pada puncak optimal dan aliran energy yang melalui system ini akan maksimal. Tekanan telinga tengah dinilai dengan bermacam-macam tekanan pada liang telinga yang ditutup probe sampai sound pressure level (SPL) berada pada titik minimum. Hal ini menggambarkan penghantaran bunyi yang maksimum melalui telinga tengah. Tetapi bila tekanan udara dalam salah satu liang telinga lebih dari (tekanan positif) atau kurang dari (tekanan negatif) tekanan dalam kavum timpani, imitans system akan berubah dan aliran energy berkurang. Dalam sistem yang normal, begitu tekanan udara berubah sedikit di bawah atau di atas dari tekanan udara yang memproduksi imitans maksimum, aliran energy akan menurun dengan cepat sampai nilai minimum. Pada tekanan yang bervariasi di atas atau di bawah titik maksimum, SPL nada pemeriksaan di dalam liang telinga bertambah, ini menggambarkan sebuah penurunan dalam penghantaran bunyi yang melalui telinga tengah (Stach, 1998). Data timpanometri yang berasal dari etnik dewasa muda China berumur antara 19 sampai 34 tahun dilaporkan oleh Wan dan Wong (2002) pada 100 orang penduduk di China. Wan dan Wang (2002) membandingkan data tersebut dengan data timpanometri oleh Roup et al.(1998) pada 100 orang dewasa muda kaukasian berumur antara 20 hingga 30 tahun. Perbedaan parameter timpanogram antara dua etnik tersebut adalah signifikan secara statistik. Pada dewasa muda China Selatan menunjukkan mean peak Ytm dan mean Vea lebih rendah dan mean TW yang lebih tinggi dibandingkan etnik kaukasian. Perbedaan yang terjadi mungkin dipengaruhi oleh struktur anatomi dan ukuran suatu etnik yang mempengaruhi ukuran rongga telinga tengah dan liang telinga

11 luar. Ukuran rongga telinga tengah dan liang telinga luar masing-masing akan mempengaruhi nilai peak Ytm dan Vea (Wahab & Chahed, 2010). Roup et al memeriksa peak Ytm, TW dan Vea menilai sebanyak 102 remaja suku non Hispanic kaukasian laki-laki dan perempuan. Penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin sebagai salah satu parameter (wahab & Rasyid : 2009) Pada penelitian yang lain tentang data normal timpanometri pada dewasa muda di china selatan menemukan bahwa terdapat perbedaan signifikan terhadap etnis dibanding hasil penelitian yang dilakukan Roup et al, tetapi tidak memperlihatkan hasil yang signifikan pada jenis kelamin(wahab & Rasyid : 2009). Wan dan Wong (2002) menyatakan bahwa faktor perbedaan ukuran tubuh antara populasi dewasa Kaukasian dengan China Selatan mungkin secara tidak langsung mempengaruhi ukuran rongga telinga tengah. Hal ini menunjukkan perbedaan yang signifikan data normal timpanogram yang diperoleh dari penelitian mereka dibanding dengan populasi Kaukasian (Wahab&Chahed: 2010). Menurut Kei et al (2005), nilai peak Ytm dan Vtm meningkat dengan peningkatan umur (Wahab&Chahed: 2010). Analisa statistik menunjukkan bahwa faktor jenis kelamin tidak mempengaruhi nilai setiap parameter timpanogram yang diukur. Hasil ini konsisten dengan penelitian oleh Li et al (2006) yang mendapatkan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada nilai parameter timpanogram berdasarkan faktor jenis kelamin. Morgalis dan Heller (1987) mendapatkan anak-anak lelaki suku Kaukasian menunjukkan nilai Vea 0.1 cm 3 lebih tinggi dibanding anak-anak perempuan. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan usia antara anak lelaki dan perempuan yaitu usia 3.8 hingga 5.6 tahun pada anak lelaki dan 2.8 hingga 5.8 tahun pada anak perempuan. Hal ini memberikan kesan pada perbedaan ukuran liang telinga antara kedua jenis kelamin (Wahab&Chahed: 2010).

12 Huang et al (2000) mendapatkan bahwa semakin kecil ukuran rongga telinga tengah menyebabkan semakin rendah nilai compliance dalam telinga tengah. Hasil penelitian ini mendapatkan nilai rerata peak Ytm, Vea dan TW antara anak lelaki dan perempuan tidak berbeda secara signifikan. Hal ini mungkin disebabkan ukuran rongga telinga tengah dan fisik antara anak lelaki dan perempuan hampir sama. Menurut Martini (2004), persamaan pola perkembangan fisik tubuh biasanya dapat dilihat pada usia muda dibanding usia dewasa. Sementara nilai TW tidak berbeda antara anak lelaki dan perempuan karena nilai TW mempunyai nilai korelasi yang rendah dengan nilai peak Ytm (Koebsell & Margolis 1986) (Wahab&Chahed: 2010) Kerangka Konsep Penelitian Umur Jenis Kelamin Ukuran Timpanogram Vea Peak YTM TW Suku

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Timpanometri merupakan suatu metode pemeriksaan fungsi telinga tengah yang aman dan cepat pada anak-anak maupun orang dewasa, dimana tekanan udara didalam liang telinga

Lebih terperinci

Timpanogram pada Anak Usia 1-5 Tahun

Timpanogram pada Anak Usia 1-5 Tahun Timpanogram pada Anak Usia 1-5 Tahun 1 Desti Kusmardiani, 2 Wijana, 2 Shinta Fitri Boesoirie, 2 Sally Mahdiani 1 Program Pendidikan Dokter Spesialis FK UNPAD 2 Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007).

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 20 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 2.1.1. Membran Timpani Membran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 2.1.1. Membran Timpani Membran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 4 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi Telinga Tengah 1. Membran timpani 2. kavum timpani 3. prossesus mastoideus 4. tuba eustachius Gambar 2.1 Anatomi Telinga Tengah Gambar ini dikutip dari Netter

Lebih terperinci

Gambaran Ukuran Timpanogram Pada Orang Dewasa Normal di RSUP H.Adam Malik Medan. Normal Adult Tympanogram Profile at H. Adam Malik Hospital in Medan

Gambaran Ukuran Timpanogram Pada Orang Dewasa Normal di RSUP H.Adam Malik Medan. Normal Adult Tympanogram Profile at H. Adam Malik Hospital in Medan Gambaran Ukuran Timpanogram Pada Orang Dewasa Normal di RSUP H.Adam Malik Medan Normal Adult Tympanogram Profile at H. Adam Malik Hospital in Medan Harry A. Asroel, Meiza Ningsih, Adlin Adnan, Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah terdiri dari : 1. Membran timpani. 2. Kavum timpani. 3. Tuba Eustachius 4. Prosesus mastoideus. Gambar 2.1. Anatomi Telinga Tengah (Dikutip

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah berasal dari bagian endoderm kantong faringeal

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah berasal dari bagian endoderm kantong faringeal BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Embriologi Telinga Tengah Telinga tengah berasal dari bagian endoderm kantong faringeal pertama, disamping itu bersama-sama dengan telinga luar, telinga tengah juga mempunyai

Lebih terperinci

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat

Lebih terperinci

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan peradangan dan infeksi kronis pada telinga tengah dan rongga mastoid yang ditandai dengan adanya sekret yang keluar terus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Untuk memahami tentang gangguan pendengaran, perlu diketahui dan dipelajari anatomi telinga dan fisiologi pendengaran. Telinga dibagi atas telinga luar,telinga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Otitis media supuratif kronis adalah peradangan kronis mukosa telinga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Otitis media supuratif kronis adalah peradangan kronis mukosa telinga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otitis Media Supuratif Kronis 2.1.1 Definisi Otitis media supuratif kronis adalah peradangan kronis mukosa telinga tengah disertai perforasi membran timpani yang telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis media supuratif kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga tersebut lebih dari tiga

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Definisi meningitis Definisi dari meningitis adalah infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan spinal cord (Meningitis Foundation of America). Mengetahui meningitis disebabkan

Lebih terperinci

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan.

Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. _Bio Akustik_01 Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. Apa sih yang dimaksud gelombang itu? dan apa hubungannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Insiden dan Patogenesis Adenotonsilitis Kronik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Insiden dan Patogenesis Adenotonsilitis Kronik 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adenotonsilitis Kronik 2.1.1 Insiden dan Patogenesis Adenotonsilitis Kronik Radang kronik pada adenoid (tonsila nasofaringea) dan tonsil (tonsila palatina) masih menjadi problem

Lebih terperinci

DATA HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

DATA HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV DATA HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan ditampilkan data-data hasil pengujian dari material uji, yang akan ditampilkan dalam bentuk grafik atau kurva. Grafik grafik ini menyatakan hubungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 6 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) 2.1.1. Definisi Otitis Media merupakan suatu keadaan inflamasi pada mukosa telinga tengah dan rongga mastoid, tanpa melihat pada etiologi

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Otitis Media Supuratif Kronis 2.1.1 Definisi Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tubaeustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. otitis media terbagi atas otitis mediasupuratif

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustacius dan prosesus mastoideus Moore, Dhingra,... Membran timpani Membran timpani di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Disfungsi tuba auditiva akibat karsinoma nasofaring (KNF) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Disfungsi tuba auditiva akibat karsinoma nasofaring (KNF) dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disfungsi tuba auditiva akibat karsinoma nasofaring (KNF) dapat menyebabkan keluhan telinga terasa tersumbat. Keluhan tersebut merupakan hasil dari tekanan telinga tengah

Lebih terperinci

POLA KUMAN AEROB PENYEBAB OMSK DAN KEPEKAAN TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI BAGIAN THT FK USU / RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN. Dr.

POLA KUMAN AEROB PENYEBAB OMSK DAN KEPEKAAN TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI BAGIAN THT FK USU / RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN. Dr. POLA KUMAN AEROB PENYEBAB OMSK DAN KEPEKAAN TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI BAGIAN THT FK USU / RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN Dr. SITI NURSIAH Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Studi Ilmu Penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi telinga Gambar 1 anatomi telinga (Sumber: Kaneshiro N K,2011) 2.1.1. Anatomi telinga luar Anatomi luar terdiri dari, heliks, lipatan heliks, kanal heliks,kanalis auditorius

Lebih terperinci

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB Kegiatan menginhalasi dan mengekshalasi udara dengan tujuan mempertukarkan oksigen dengan CO2 = bernafas/ventilasi Proses metabolisme selular dimana O2 dihirup, bahan2 dioksidasi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.

Lebih terperinci

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA Telinga merupakan salah satu panca indera yang penting bagi manusia yang mempunyai dua fungsi yaitu untuk pendengaran dan keseimbangan. Telinga, menurut anatominya dibagi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis media supuratif kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga tersebut lebih dari tiga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Otitis Media Supuratif Kronis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Otitis Media Supuratif Kronis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronis Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan,

Lebih terperinci

REFERAT OTITIS MEDIA EFUSI DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT DALAM MENEMPUH PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

REFERAT OTITIS MEDIA EFUSI DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT DALAM MENEMPUH PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER REFERAT OTITIS MEDIA EFUSI DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT DALAM MENEMPUH PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER ILMU PENYAKIT THT RSUD KOTA SEMARANG DISUSUN OLEH : Miske Marsogi - 406107023 Nina

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral.

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANATOMI TELINGA TENGAH Telinga tengah merupakan suatu ruang di tulang temporal yang terisi oleh udara dan dilapisi oleh membran mukosa. Pada bagian lateral, telinga tengah berbatasan

Lebih terperinci

ANGKA KEBERHASILAN MIRINGOPLASTI PADA PERFORASI MEMBRANA TIMPANI KECIL, BESAR, DAN SUBTOTAL PADA BULAN JUNI 2003 SAMPAI JUNI 2004

ANGKA KEBERHASILAN MIRINGOPLASTI PADA PERFORASI MEMBRANA TIMPANI KECIL, BESAR, DAN SUBTOTAL PADA BULAN JUNI 2003 SAMPAI JUNI 2004 ANGKA KEBERHASILAN MIRINGOPLASTI PADA PERFORASI MEMBRANA TIMPANI KECIL, BESAR, DAN SUBTOTAL PADA BULAN JUNI 2003 SAMPAI JUNI 2004 Shinta Fitri Boesoirie, Thaufiq S. Boesoirie Bagian Ilmu Kesehatan Telinga,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT 32 BAB 5 HASIL DAN BAHASAN 5.1 Gambaran Umum Sejak Agustus 2009 sampai Desember 2009 terdapat 32 anak adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT RSUP Dr. Kariadi Semarang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Pharynx Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Pharynx terletak di belakang

Lebih terperinci

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Gangguan Pendengaran Menurut World Health Organization (WHO), gangguan pendengaran adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan kehilangan pendengaran di

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh 3 : 1. Prosesus

Lebih terperinci

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh

SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi Oleh Diar Arsyianti ( 406112402734) Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan adanya lubang

Lebih terperinci

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya

Lebih terperinci

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN

12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN 1 Skala vestibuli, berisi perilimf Helikotrema Skala tympani, berisi perilimf Foramen rotundum bergetar Menggerakkan

Lebih terperinci

(6.38) Memasukkan ini ke persamaan (6.14) (dengan θ = 0) membawa kita ke faktor refleksi dari lapisan

(6.38) Memasukkan ini ke persamaan (6.14) (dengan θ = 0) membawa kita ke faktor refleksi dari lapisan 6.6.3 Penyerapan oleh lapisan berpori Selanjutnya kita mempertimbangkan penyerapan suara oleh lapisan tipis berpori, misalnya, dengan selembar kain seperti tirai, atau dengan pelat tipis dengan perforasi

Lebih terperinci

Kesesuaian Temuan Erosi Tulang Dan Kolesteatoma Pada Tomografi Komputer Preoperatif Dengan Temuan Operasi Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya

Kesesuaian Temuan Erosi Tulang Dan Kolesteatoma Pada Tomografi Komputer Preoperatif Dengan Temuan Operasi Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya Kesesuaian Temuan Erosi Tulang Dan Kolesteatoma Pada Tomografi Komputer Preoperatif Dengan Temuan Operasi Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya TESIS Nani Lukmana 0806361074 UNIERSITAS INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal sel karsinoma dan skuamous sel karsinoma. Tumor ganas yang sering terjadi pada bagian bibir,

Lebih terperinci

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, BIOAKUSTIK Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen

Lebih terperinci

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal. HIDUNG Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar

Lebih terperinci

GAMBARAN UKURAN TIMPANOGRAM PADA ORANG DEWASA NORMAL DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Tesis

GAMBARAN UKURAN TIMPANOGRAM PADA ORANG DEWASA NORMAL DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Tesis GAMBARAN UKURAN TIMPANOGRAM PADA ORANG DEWASA NORMAL DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Tesis Oleh: Dr. Meiza Ningsih PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran manusia normal, maka manusia dapat mendengarkan musik dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran manusia normal, maka manusia dapat mendengarkan musik dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua manusia mempunyai indera pendengaran. Ketika indera pendengaran manusia normal, maka manusia dapat mendengarkan musik dengan baik. Mendengarkan musik sama halnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Akustik Papan Partikel Sengon 4.1.1 Koefisien Absorbsi suara Apabila ada gelombang suara bersumber dari bahan lain mengenai bahan kayu, maka sebagian dari energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menempati ruang anterior dan posterior dalam mata. Humor akuos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menempati ruang anterior dan posterior dalam mata. Humor akuos BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Humor Akuos a. Anatomi Fungsional Humor Akuos Humor akuos merupakan cairan jernih bersifat alkaline yang menempati ruang anterior dan posterior dalam mata.

Lebih terperinci

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal Hewan yang digunakan adalah anjing lokal berjumlah 2 ekor berjenis kelamin betina dengan umur 6 bulan. Pemilihan anjing betina bukan suatu perlakuan

Lebih terperinci

Frekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20

Frekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20 Bunyi,telinga dan pendengaran. Gelombang bunyi adalah suatu getaran mekanis dalam suatu gas,cairan dan benda padat yang merambat/berjalan menjauhi sumber. Kita dapat melihat pada gambar tentang diafragma

Lebih terperinci

PRESSUREMETER TEST (PMT)

PRESSUREMETER TEST (PMT) PRESSUREMETER TEST (PMT) Uji pressuremeter (PMT) adalah uji lapangan yang terdiri atas probe silinder panjang yang dikembangkan secara radial di dalam tanah sekelilingnya, dengan menggunakan sejumlah cairan

Lebih terperinci

Alat Indera Manusia 1. Mata Bulu mata Alis mata Kelopak mata 2. Telinga

Alat Indera Manusia 1. Mata Bulu mata Alis mata Kelopak mata 2. Telinga Alat Indera Manusia 1. Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna

Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna BAB IV SISTEM INDERA A. PEMERIKSAAN PENGLIHATAN Tujuan Praktikum Menentukan ketajaman penglihatan dan bitnik buta, serta memeriksa buta warna Dasar teori Mata merupakan organ sensorik yang kompleks, yang

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH DAN KARDIOVASKULAS

SISTEM PEREDARAN DARAH DAN KARDIOVASKULAS SISTEM PEREDARAN DARAH DAN KARDIOVASKULAS ALAT PEREDARAN DARAH JANTUNG PEMBULUH DARAH KAPILER DARAH JANTUNG JANTUNG ATAU HEART MERUPAKAN SALAH SATU ORGAN YANG PENTING DALAM KELANGSUNGAN HIDUP KITA. TELAH

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa BAB 4 HASIL Hasil pengamatan sediaan patologi anatomi apendisitis akut dengan menggunakan mikroskop untuk melihat sel-sel polimorfonuklear dapat dilihat pada gambar 6,7 dan tabel yang terlampir Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga sinus ini

Lebih terperinci

Penghasil Gelombang Bunyi. Gelombang. bunyi adalah gelombang. medium. Sebuah

Penghasil Gelombang Bunyi. Gelombang. bunyi adalah gelombang. medium. Sebuah Bunyi Penghasil Gelombang Bunyi Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal yang merambat melalui sebuah medium Sebuah garpu tala dapat digunakan sebagai contoh penghasil gelombang bunyi Penggunaan Garpu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 6 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) 2.1.1 Definisi Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat

Lebih terperinci

INDERA PENCIUMAN. a. Concha superior b. Concha medialis c. Concha inferior d. Septum nasi (sekat hidung)

INDERA PENCIUMAN. a. Concha superior b. Concha medialis c. Concha inferior d. Septum nasi (sekat hidung) INDERA PENCIUMAN Indera penciuman adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar melalui aroma yang dihasilkan. Seseorang mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M

FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M FISIKA FMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 Alfan Muttaqin/M0207025 Di terjemahkan dalam bahasa Indonesia dari An introduction by Heinrich Kuttruff Bagian 6.6 6.6.4 6.6 Penyerapan Bunyi Oleh

Lebih terperinci

KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS TUGAS REFERAT PENYUSUN Dwi Meutia Julyta 030.13.063 PEMBIMBING Dr. Bima Mandraguna, Sp THT- KL Dr. Aditya Arifianto, Sp THT - KL KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN THT

Lebih terperinci

REVIEW PENGEMASAN MATA KULIAH

REVIEW PENGEMASAN MATA KULIAH REVIEW PENGEMASAN MATA KULIAH No Komp Pengalaman belajar Materi dan rincian Kegiatan Pembelajaran 2a Menjelaskan fisiologi Pengertian ilmu fisiologi manusia secara umum dan Fisiologi manusia prinsip homeostasis

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Getaran dan Gelombang Bunyi

Fisika Umum (MA-301) Getaran dan Gelombang Bunyi Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi Getaran dan Gelombang Hukum Hooke F s = - k x F s adalah gaya pegas k adalah konstanta pegas Konstanta pegas adalah ukuran kekakuan dari

Lebih terperinci

1. Hasil pengukuran ketebalan plat logam dengan menggunakan mikrometer sekrup sebesar 2,92 mm. Gambar dibawah ini yang menunjukkan hasil pengukuran

1. Hasil pengukuran ketebalan plat logam dengan menggunakan mikrometer sekrup sebesar 2,92 mm. Gambar dibawah ini yang menunjukkan hasil pengukuran 1. Hasil pengukuran ketebalan plat logam dengan menggunakan mikrometer sekrup sebesar 2,92 mm. Gambar dibawah ini yang menunjukkan hasil pengukuran tersebut adalah.... A B. C D E 2. Sebuah perahu menyeberangi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi telinga Telinga merupakan organ penginderaan dengan fungsi pendengaran dan keseimbangan. Telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 2/17/2016 2 2/17/2016 3 2/17/2016

Lebih terperinci

PENENTUAN KOEFISIEN ABSORBSI DAN IMPEDANSI MATERIAL AKUSTIK RESONATOR PANEL KAYU LAPIS (PLYWOOD) BERLUBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TABUNG

PENENTUAN KOEFISIEN ABSORBSI DAN IMPEDANSI MATERIAL AKUSTIK RESONATOR PANEL KAYU LAPIS (PLYWOOD) BERLUBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TABUNG PENENTUAN KOEFISIEN ABSORBSI DAN IMPEDANSI MATERIAL AKUSTIK RESONATOR PANEL KAYU LAPIS (PLYWOOD) BERLUBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TABUNG Sonya Yuliantika, Elvaswer Laboratorium Fisika Material, Jurusan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 31 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan leher 4.2. Rancangan Penelitian Desain penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Dasar Teori Serat Alami

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Dasar Teori Serat Alami BAB II DASAR TEORI 2.1 Dasar Teori Serat Alami Secara umum serat alami yang berasal dari tumbuhan dapat dikelompokan berdasarkan bagian tumbuhan yang diambil seratnya. Berdasarkan hal tersebut pengelompokan

Lebih terperinci

Anatomi dan fisiologi tenggorokan Anatomi Tenggorokan 8

Anatomi dan fisiologi tenggorokan Anatomi Tenggorokan 8 Anatomi dan fisiologi tenggorokan 2.3.1 Anatomi Tenggorokan 8 Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGGUNAAN DEKONGESTAN NASAL TOPIKAL DALAM MENURUNKAN TEKANAN TELINGA TENGAH PADA SISWA PENERBANG TNI AU DI PANGKALAN UDARA ADISUTJIPTO

ABSTRAK PENGGUNAAN DEKONGESTAN NASAL TOPIKAL DALAM MENURUNKAN TEKANAN TELINGA TENGAH PADA SISWA PENERBANG TNI AU DI PANGKALAN UDARA ADISUTJIPTO ABSTRAK PENGGUNAAN DEKONGESTAN NASAL TOPIKAL DALAM MENURUNKAN TEKANAN TELINGA TENGAH PADA SISWA PENERBANG TNI AU DI PANGKALAN UDARA ADISUTJIPTO Latar Belakang. Pada penerbangan militer, perubahan ketinggian

Lebih terperinci

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Audiometri dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Definisi Audiogram adalah suatu catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan menggunakan alat berupa audiometer, yang berisi grafik batas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Bunyi Perambatan Gelombang dalam Pipa

2. TINJAUAN PUSTAKA Gelombang Bunyi Perambatan Gelombang dalam Pipa 2 Metode yang sering digunakan untuk menentukan koefisien serap bunyi pada bahan akustik adalah metode ruang gaung dan metode tabung impedansi. Metode tabung impedansi ini masih dibedakan menjadi beberapa

Lebih terperinci

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN

BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN BAB 7. INSTRUMENTASI UNTUK PENGUKURAN KEBISINGAN 7.1. TUJUAN PENGUKURAN Ada banyak alasan untuk membuat pengukuran kebisingan. Data kebisingan berisi amplitudo, frekuensi, waktu atau fase informasi, yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEGAGALAN, ALTERNATIF PERBAIKAN DAN PERKUATAN PADA STRUKTUR GEDUNG POLTEKES SITEBA PADANG ABSTRAK

IDENTIFIKASI KEGAGALAN, ALTERNATIF PERBAIKAN DAN PERKUATAN PADA STRUKTUR GEDUNG POLTEKES SITEBA PADANG ABSTRAK VOLUME 7 NO.1, FEBRUARI 2011 IDENTIFIKASI KEGAGALAN, ALTERNATIF PERBAIKAN DAN PERKUATAN PADA STRUKTUR GEDUNG POLTEKES SITEBA PADANG Febrin Anas Ismail 1 ABSTRAK Pasca gempa 30 September 2009 Gedung Poltekes

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

SKRIPSI ( PENELITIAN OBSERVASIONAL)

SKRIPSI ( PENELITIAN OBSERVASIONAL) PENGARUH BAROTRAUMA AURIS TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN PADA NELAYAN PENYELAM DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBER SKRIPSI ( PENELITIAN OBSERVASIONAL) Oleh : Ulil Abshor NIM 032010101052 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Pengendalian Bising. Oleh Gede H. Cahyana

Pengendalian Bising. Oleh Gede H. Cahyana Pengendalian Bising Oleh Gede H. Cahyana Bunyi dapat didefinisikan dari segi objektif yaitu perubahan tekanan udara akibat gelombang tekanan dan secara subjektif adalah tanggapan pendengaran yang diterima

Lebih terperinci

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING Ginjal dilihat dari depan BAGIAN-BAGIAN SISTEM PERKEMIHAN Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter,

Lebih terperinci

PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK

PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI FUNGSI KEGIATAN 5 PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK Disusun oleh: Nama : Atik Kurniawati NIM : 11708251025 Kelompok : 5 PRODI PENDIDIKAN SAINS PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET SNI 19-6413-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode ini mencakup penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil pemadatan di lapangan atau

Lebih terperinci

BAB II ANATOMI. Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata,

BAB II ANATOMI. Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata, BAB II ANATOMI Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata, sebaiknya terlebih dahulu dipahami tentang anatomi mata dan anatomi operasinya. Dibawah ini akan dijelaskan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bunyi atau Suara dan Sifatnya Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat yang saling beradu satu dengan yang lain secara terkoordinasi sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi bersifat observasional analitik dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi bersifat observasional analitik dengan BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS DAN DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi bersifat observasional analitik dengan desain studi kasus kontrol (case control). B. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian

Lebih terperinci

Kecepatan rambat getaran antara di dalam air taut sebagaimana telah diutarakan di atas (1500 meter /detik) adalah kecepatan rata-rata.

Kecepatan rambat getaran antara di dalam air taut sebagaimana telah diutarakan di atas (1500 meter /detik) adalah kecepatan rata-rata. Alat-alat Bagian Perum Gema ini terdiri atas bagian-bagian 1. Indicator / Recorder, ialah alat bagian untuk menunjukkan hasil pengukuran I penggambarakan secara Grafik dan kedalamankedalaman air meliputi

Lebih terperinci