Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 BAB TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustacius dan prosesus mastoideus Moore, Dhingra,... Membran timpani Membran timpani di bentuk dari dinding lateral kavum timpani yang memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran timpani mempunyai ukuran panjang vertikal ratarata mm, diameter mm dan tebalnya kirakira, mm. Membran timpani miring ke medial dari posterior superior ke anterior inferior, membentuk sudut kirakira antara kavum timpani dan liang telinga luar Moore,. Membran timpani terdiri dari tiga lapisan. Lapisan skuamosa membatasi telinga luar sebelah medial, lapisan mukosa membatasi telinga tengah sebelah lateral dan jaringan fibrosa terletak diantara kedua lapisan tersebut. Lapisan fibrosa terdiri dari serat melingkar dan serat radial yang menjadikan bentuk dan konsistensi membran timpani. Seratserat radial masuk kedalam perikondrium lengan maleus dan kedalam anulus fibrosa, membentuk gambaran kerucut yang penting secara fungsional. Serat melingkar memberikan kekuatan bagi membran timpani telinga tanpa mempengaruhi vibrasi, dibantu oleh beberapa serat tegak lurus yang memperkuat bentuknya. Sifat arsitektur membran timpani membuatnya dapat menyebarkan energi vibrasi secara ideal Austin,. Membran timpani dibagi dalam dua bagian a. Pars tensa, merupakan bagian terbesar dari membran timpani. Bagian pinggirnya menebal membentuk jaringan cincin fibrokartilaginous yang disebut dengan annulus timpanikus yang terdapat didalam sulkus timpanikus. Bagian sentral dari pars tensa melekuk kedalam ke ujung maleus disebut umbo. Refleks cahaya dapat terlihat memancar dari ujung maleus ke pinggir membran timpani di kuadran anteroinferior. b. Pars flaksida Shrapnels membrane, terletak diatas prosesus lateral maleus antara notch of Rivinus dan plika maleolaris anterior dan plika maleolaris posterior Dhingra,. c... Kavum timpani Telinga tengah Telinga tengah kavum timpani terdiri dari suatu ruang yang terletak di antara membran timpani dan kapsul telinga dalam, tulangtulang dan otot yang terdapat di dalamnya beserta penunjangnya, tuba Eustachius dan sistem selsel udara mastoid. Batasbatas superior dan inferior membran timpani membagi kavum timpani menjadi epitimpanum atau atik, mesotimpanum dan hipotimpanum Austin,. Hipotimpanum adalah suatu ruang dangkal yang terletak lebih rendah dari membran timpani. Permukaan tulang pada bagian ini tampak seperti gambaran kerang karena adanya selsel udara berbentuk cangkir. Dinding ini menutupi bulbus yugularis. Kadangkadang suatu celah pada dinding ini menyebabkan sebagian bulbus yugularis dapat masuk kedalam hipotimpanum Austin,. Mesotimpanum, disebelah medial dibatasi oleh kapsul otik, yang letaknya lebih rendah daripada nervus fasial pars timpani. Suatu penonjolan yang melengkung pada bagian basal kohlea terletak tepat disebelah medial membran timpani dan disebut promontorium. Didalam promontorium terdapat beberapa saluransaluran berisi sarafsaraf yang membentuk pleksus timpanikus. Disebelah posterior promontorium pada bagian superior terdapat foramen ovale vestibuler dan pada bagian inferior terdapat foramen rotundum kohlear, yang keduanya terletak pada dasar suatu lekukan. Kedua lekukan tersebut berhubungan pada batas posterior mesotimpanum melalui suatu fosa yang dalam, yaitu sinus timpanikus. Pada

2 foramen ovale terdapat lempeng kaki stapes yang terletak pada bidang sagital. Foramen rotundum terlindung dari penglihatan karena bagian ini terletak pada bidang melintang sebelah anterior suatu tepi penonjolan dari promontorium. Foramen rotundum ditutupi oleh suatu membran yang tipis yaitu membran timpani sekunder. Dinding posterior mesotimpanum dibentuk oleh tulang yang menutupi saraf fasial pars desendens. Tulang ini biasanya mempunyai selsel pneumatisasi dan sering mempunyai hubungan dengan sistem sel udara mastoid. Sebelah superior dinding ini terdapat suatu penonjolan berbentuk kerucut yang disebut eminensia piramid, melindungi muskulus stapedius dan tendonnya. Suatu cabang saraf ke menginervasi otot tersebut. Disebelah lateral eminensia piramid terdapat foramen untuk nervus korda timpani yang berjalan dibagian inferior melalui suatu saluran untuk bergabung dikanalis fasial atau pada foramen stilomastoid Austin,. Suatu ruang yang secara klinis sangat penting ialah sinus posterior atau resesus fasial yang terdapat disebelah lateral kanalis fasial dan prosesus piramidal. Dibatasi sebelah lateral oleh anulus timpanikus posterosuperior, sebelah superior oleh prosesus brevis inkus yang melekat ke fosa inkudis. Ruang ini memanjang dari ruang telinga tengah posterosuperior ke aditus ad antrum dan penyakit sering tersembunyi disini. Pendekatan terhadap ruang ini dari antrum mastoid akan membuka struktur timpanum posterior dan nervus fasial Austin,. Bagian anterior saluran fasial pars timpani ditandai oleh penonjolan berbentuk pengait di ujung oleh posterior saluran otot tensor timpani, yaitu prosesus kokleariform yang membuat tendon muskulus tensor tersebut membelok kelateral kedalam telinga tengah. Saluran muskulus tensor timpani berjalan kedepan ke dalam permukaan superior tuba Eustachius dan merupakan tanda batas anterosuperior mesotimpanum Austin,. Pada dinding anterior mesotimpanum terdapat orificium timpani tuba Eustacius pada bagian superior dan membentuk bagian tulang dinding saluran karotis asenden pada bagian inferior. Dinding ini biasanya mengalami pneumatisasi yang baik dan dapat dijumpai bagianbagian tulang yang lemah Austin,. Dalam epitimpanum terdapat inkus dan maleus. Di bagian superior epitimpanum dibatasi oleh suatu penonjolan tipis os petrosus, yaitu tegmen timpani yang merupakan kelanjutan tegmen mastoid posterior. Dinding medial atik dibentuk oleh kapsul atik yang ditandai oleh tonjolan kanalis semisirkuler lateral. Pada bagian anterior terdapat bagian ampula kanalis superior, dan lebih anterior ada gangglion genikulatum yang merupakan tanda ujung anterior ruang atik. Dinding anterior terpisah dari maleus oleh suatu ruang yang sempit, dan disini dapat dijumpai muara sesel udara yang membuat pneumatisasi pangkal tulang pipi zygoma. Dinding lateral atik dibentuk oleh os skuama yang berlanjut ke arah lateral sebagai dinding liang telinga luar bagian tulang sebelah atas. Di posterior, atik menyempit menjadi jalan masuk ke antrum mastoid, yaitu aditus ad antrum Austin,... Tuba Eustachius Tuba Eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba Eustachius adalah yang bertulang, sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak disebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak dibagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring diatas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tetapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masingmasing disarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis.

3 Tuba Eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani Liston,. Pada orang dewasa perbedaan tinggi muara tuba Eustachius di kavum timpani dan nasofaring sekitar mm. Tuba Eustachius panjangnya sampai mm, pada anak ukurannya lebih pendek dan lebih datar. Dinding tuba Eustachius mempunyai bagian tulang rawan yang merupakan / seluruh panjangnya mulai dari muaranya di kavum timpani, sedangkan / bagian yang lain berdinding tulang rawan, turun ke arah nasofaring. Dinding tulang rawan ini tidak lengkap, dinding bawah dan lateral bawah merupakan jaringan ikat yang bergabung dengan m. tensor dan levator veli palatini. Pada keadaan istirahat, lumen tuba Eustachius tertutup. Terdapat mekanisme pentil pada tuba ini, udara lebih sukar masuk ke kavum timpani dari pada keluar Helmi,. Fungsi tuba Eustachius. Mengatur ventilasi dari telinga tengah dan memelihara keseimbangan tekanan pada kedua sisi dari membran timpani.. Drainase dari telinga tengah.. Melindungi dari tekanan suara nasofaring dan sekret dari nasofaring Kumar,. Tuba biasanya tertutup dan akan terbuka melalui kontraksi aktif otot tensor veli palatini pada saat menelan, atau saat menguap atau membuka rahang. Ventilasi memungkinkan keseimbangan tekanan atmosfer pada kedua sisi membran timpani. Tuba akan membuka melalui kerja otot bilamana terdapat perbedaan tekanan sebesar hingga mmhg. Untuk melakukan fungsi ini, diperlukan otot tensor veli palatini yang utuh Paparella,... Prosesus mastoid Pneumatisasi Sistem sel udara pneumatik tumbuh sehubungan dengan pembesaran tulang temporal sebagai suatu penumbuhan ke luar dari telinga tengah dan antrum. Kelompokkelompok sel udara dapat diklasifikasikan berdasarkan asal perkembangannya. Selsel yang berkembang dari antrum merupakan kelompok terbesar, terbentuk di dalam prosesus mastoid yang membesar. Selsel mastoid terletak di sebelah luar suatu lempeng tulang yang biasanya dijumpai pada pertemuan prosesus antrum os petrosa dan prosesus timpani os skuama sutura petroskuamosa yang dikenal dengan nama septum korner. Sebelah dalam septum ini dijumpai selsel antrum yang merupakan perluasan antrum asli ke arah medial ke dalam os petrosa. Perluasan tersebut dapat terjadi jauh ke dalam petrosa sampai ke pinggir kanalis semisirkuler dan kanal auditori interna. Sinus sigmoid mungkin dikelilingi oleh suatu kelompok sinus yang dapat meluas ke skuama. Perluasan selsel tersebut ke arah anterior dan lateral dapat mencapai zigoma selsel zigoma dan berhubungan dengan atik. Selsel ujung mastoid kadangkadang membentuk suatu daerah koalesens yang besar di ujung prosesus mastoid Austin,. Mastoid terdiri dari sebuah tulang korteks dengan sebuah sarang lebah honeycomb dari sel udara dibawahnya. Tergantung dari pertumbuhan sel udara, mastoid dibagi tiga tipe. Wellpneumatised atau cellular, selsel mastoid pertumbuhannya baik dan septa tipis.. Diploetic, mastoid terdiri dari marrow spaces dan sedikit selsel udara.. Sclerotic atau acellular, tidak dijumpai selsel atau marrow spaces Dhingra,... Vaskularisasi kavum timpani Vaskularisasi kavum timpani berasal dari cabangcabang kecil arteri karotis eksterna. Cabangcabang pembuluh darah kecil tersebut adalah a.timpani

4 anterior yang merupakan cabang dari a. maksilaris yang masuk ke telinga tengah melalui fisura petrotimpani. Arteri ini mendarahi bagian anterior kavum timpani termasuk mukosa membran timpani. a. Arteri timpani posterior yang merupakan cabang stilomastoid yang dapat berasal dari a. aurikularis posterior atau a. oksipital. A.timpani posterior masuk ke kavum timpani bersama korda timpani lalu mendarahi bagian posterior kavum timpani. b. Arteri timpani inferior yang berasal dari cabang asendens a. karotis eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui kanalikulus timpani bersama dengan cabang timpani n. IX lalu mendarahi terutama bagian inferior kavum timpani. c. Arteri petrosus superfisialis dan a. timpani superior yang merupakan cabangcabang a. meningea media yang masuk ke kavum timpani masingmasing melalui lubang kecil di tegmen timpani dan melalui fisura petroskuamosa, lalu mendarahi bagian superior kavum timpani. d. Arteri karotikotimpani yang merupakan satusatunya cabang berasal dari a. karotis interna, masuk ke kavum timpani dengan menembus lamina tulang tipis yang membatasi kanalis karotikus dengan telinga tengah Helmi,. Aliran vena jalan seiring dengan arterinya untuk bermuara pada sinus petrosus superior dan pleksus pterigoideus Helmi,.. Definisi Otitis media supuratif kronis adalah radang telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga otorea tersebut lebih dari bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Batasan waktu bulan tersebut dari negara ke negara bervariasi, WHO menentukan batasan waktu minggu Helmi,. Bailey dan ScottBrowns mengatakan batasan waktu OMSK adalah lebih dari bulan Canter, Kenna,.. Kekerapan Prevalensi OMSK di Indonesia secara umum adalah,. Pasien OMSK merupakan dari pasienpasien yang berobat di poliklinik THT di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta Helmi,. Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun menunjukkan pasien OMSK merupakan dari seluruh kunjungan pasien Aboet,. Di negara lain prevalensinya bervariasi dari negara ke negara, WHO mengklasifikasinya menjadi negara berprevalensi paling tinggi gt, tinggi, rendah, paling rendah lt. Negara berprevalensi paling tinggi termasuk Tanzania, India, Kepulauan Salomon, Guam, Aborigin Australia dan Greenland. Negara dengan prevalensi tinggi termasuk Nigeria, Angola, Mozambique, Republik of Korea, Thailand, Philippines, Malaysia, Vietnam, Micronesia, China, Eskimos. Negara berprevalensi rendah termasuk Brazil, Kenya. Sedangkan negara berprevalensi paling rendah adalah Gambia, Saudi Arabia, Israel, Australia, United Kingdom, Denmark, Finland, American Indians. Indonesia belum masuk daftar, melihat klasifikasi itu Indonesia masuk dalam Negara dengan OMSK prevalensi tinggi Helmi, WHO,. Beberapa peneliti melaporkan bahwa OMSK tipe benigna mempunyai hubungan dengan faktor alergi. Suparyadi pada tahun di Semarang dalam penelitiannya terhadap orang OMSK tipe benigna mendapatkan, penderita kemungkinan

5 mempunyai faktor alergi. Sri Harmadji pada tahun di Surabaya dengan kasus yang sama mendapatkan, dari penderita kemungkinan faktor alergi Harmadji,. Farida et al, pada tahun di Makassar mendapatkan hubungan bermakna kejadian alergi pada OMSK benigna melalui tes kulit cukit sebesar,, menunjukkan bahwa alergi merupakan faktor risiko OMSK benigna Farida et al,. Lasisi et al, pada tahun di Nigeria melaporkan terdapat hubungan antara otitis media supuratif dan alergi pada sekitar pasien dengan alergi Lasisi,.. Etiologi dan Patogenesis.. Etiologi Menurut Ballenger faktorfaktor yang menyebabkan infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis sangat majemuk, antara lain. Gangguan fungsi tuba Eustachius yang kronis akibat a.infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang. b.obstruksi anatomi tuba Eustachius partial atau total.. Perforasi membran timpani yang menetap.. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah.. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanosklerosis.. Terdapat daerahdaerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten dimastoid.. Faktorfaktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan pertahanan tubuh Ballenger,. Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang yang dimulai setelah dewasa. Terjadinya otitis media disebabkan multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan dan sosial ekonomi. Anak lebih mudah mendapat infeksi telinga tengah karena struktur tuba anak yang berbeda dengan dewasa serta kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi saluran napas atas maka otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi. Fokus infeksi biasanya berasal dari nasofaring adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis mencapai telinga tengah melalui tuba Eustacius Helmi,. Secara umum OMSK dapat disebabkan oleh.lingkungan Dalam berbagai penelitian, dijumpai hubungan yang erat antara pasien OMSK dan sosial ekonomi, dimana insidens yang tinggi dijumpai pada sosial ekonomi yang rendah Browning,. Prevalensi lebih tinggi berkisar kali lebih banyak dibanding penduduk dengan sosial ekonomi baik Mangape,. Mayoritas peneliti dari berbagai negara melaporkan faktor yang berpengaruh terhadap otitis media antara lain.kondisi sosial ekonomi.kebersihan perorangan personal hygiene.jumlah keluarga dalam satu keluarga.kondisi tempat tinggal.malnutrisi.kurangnya sarana kesehatan.kurangnya pengobatan pada stadium dini Mangape,.

6 .Genetik Hubungan antara faktor genetik dengan terjadinya OMSK masih menjadi pertanyaan sehubungan dengan adanya kecenderungan pada ras tertentu untuk terjadinya OMSK. Sebagai contoh diduga bahwa ras kulit putih Amerika lebih cenderung menderita OMSK dibandingkan ras negro Amerika Browning,. Peran faktor genetik masih diperdebatkan akhirakhir ini, khususnya apakah insiden OMSK berhubungan dengan ukuran selsel udara mastoid yang diduga telah terganggu secara genetik. Secara histologis, tidak diragukan lagi bahwa dengan adanya proses inflamasi yang berulang, maka selsel udara mastoid menjadi lebih sklerotik secara progresif Browning,..Riwayat otitis media sebelumnya Secara umum dikatakan bahwa otitis media kronis merupakan sekuele dari otitis media akut dan otitis media efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan mengapa satu telinga berlanjut menjadi kondisi yang kronis, sedangkan telinga lainnya tidak Browning,..Faktor infeksi Bakteri hampir selalu dijumpai pada isolasi mukopus atau dari mukosa telinga tengah pada otitis media kronis yang aktif. Proporsi berbagai organisme berbedabeda diantara beberapa penelitian, tetapi organisme yang paling banyak dijumpai adalah bakteri gram negatif, boweltype flora dan kadangkadang dijumpai berbagai organisme yang berbeda dari satu telinga Browning,. Telah terbukti bahwa bakteri dapat menghasilkan substansi yang mempengaruhi fungsi silia sehingga akan menyebabkan stasis sekresi didalam telinga tengah. Selain itu juga diketahui bahwa kolonisasi polimikrobial menyebabkan kerusakan yang lebih hebat dibandingkan dengan monomikrobial Browning,..Infeksi saluran napas Sebagian besar pasien mengeluh keluarnya cairan dari telinga setelah mengalami infeksi saluran napas atas. Dalam hal ini diduga infeksi virus akan mempengaruhi mukosa telinga tengah sehingga kurang resisten terhadap organisme yang secara normal memang ditemukan didalam telinga tengah sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri Browning,..Autoimun Penderita dengan penyakit autoimun cenderung mempunyai insiden yang lebih tinggi terhadap OMSK Browning,..Alergi Walaupun sebagian penulis menganggap alergi merupakan faktor yang penting, tetapi tetap harus dibuktikan bahwa individu dengan alergi mempunyai insidens OMSK yang lebih tinggi dibandingkan dengan nonalergi Browning,.

7 .Gangguan fungsi tuba Eustachius Pada otitis media kronis yang aktif, tuba Eustachius sering mengalami sumbatan akibat edema, tetapi apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder tetap tidak diketahui. Pada telinga yang inaktif, berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba Eustacius dan sebagian besar menduga bahwa tuba telah gagal untuk mengembalikan tekanan negatif dalam telinga tengah menjadi normal Browning,... Klasifikasi Secara klinis, OMSK dibagi dalam dua tipe.tipe tubotimpanik Di sebut juga tipe benigna, meliputi bagian anteroinferior dari telinga tengah dan berhubungan dengan perforasi sentral. Tidak ada dijumpai komplikasi yang serius pada tipe ini..tipe atikoantral Di sebut juga tipe berbahaya atau danger tipe, meliputi bagian posterosuperior dari telinga tengah atik, antrum dan mastoid dan berhubungan dengan perforasi atik atau perforasi marginal. Penyakit ini sering berhubungan dengan proses erosi tulang seperti kolesteatoma, granulasi atau osteitis. Risiko terjadinya komplikasi tinggi pada tipe ini Dhingra,. Tipe jinak benigna biasanya didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan kavum timpani, disebut juga tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah. Tipe bahaya atikoantaral karena proses biasanya dimulai di daerah atik, disebut juga tipe tulang karena penyakit menyebabkan erosi tulang. Di Indonesia tipe bahaya lebih terkenal sebagai tipe maligna Helmi,. Faktor predisposisi predisposing factors pada penyakit tubotimpanal adalah.infeksi saluran napas atas yang berulang, nasal alergi, rinosinusitis kronis..pembesaran adenoid pada anakanak, tonsilitis kronis..mandi dan berenang dikolam renang, mengorek telinga dengan alat yang terkontaminasi..malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.otitis media supuratif akut yang rekuren Ramalingam et al, Kumar,.. Patogenesis Patogenesis OMSK benigna terjadi karena proses patologi telinga tengah, pada tipe ini didahului oleh kelainan fungsi tuba maka disebut juga sebagai penyakit tubotimpanik. Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Terjadinya otitis media disebabkan multifaktor antara lain infeksi virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan dan sosial ekonomi. Anak lebih mudah mendapat infeksi telinga tengah karena struktur tuba anak yang berbeda dengan dewasa serta kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi saluran nafas atas, maka otitis media merupakan komplikasi

8 yang sering terjadi. Fokus infeksi biasanya berasal dari nasofaring adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis, mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadangkadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka terjadilah proses inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap didalam kantong mukosa telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat dan adekuat dan dengan perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah, biasanya proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Bila terjadi perforasi membran timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar ke dunia luar sehingga memungkinkan terjadinya infeksi berulang setiap waktu. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga tengah tetap kering dan pasien tidak sadar akan penyakitnya. Bila terjadi infeksi maka mukosa telinga tengah tampak tipis dan pucat Helmi,. Mukosa telinga tengah yang normal memperlihatkan kurang dalam selsel imunokompeten pada beberapa penelitian sebelumnya, tetapi selsel itu diaktivasi dengan infeksi mikroba, telinga tengah dapat menjadi tempat yang aktif secara imunologi, baik dengan imunitas mukosa atau imunitas sistemik, sama halnya dengan imunitas untuk melawan berbagai kuman patogen. Karena itu dapat juga diterangkan bahwa epitel mukosa telinga tengah dapat diaktivasi untuk menghasilkan berbagai kemokin seperti IL melalui Tolllike receptors dan perekrutan selsel imunokompeten ke telinga tengah bersama sama dengan sistem imun di sistem dibagian lain mukosa dalam mengekspresikan suatu respon imun lokal pada telinga tengah selama suatu otitis media Barenkam et al,. Sebagai respons alergi terjadi sekresi berbagai mediator dan sitokin yang mempengaruhi terjadinya inflamasi dan kondisi ini dapat berulang hingga kronis. Interleukin IL merupakan sitokin yang kadarnya tinggi pada pasienpasien OMSK. Demikian juga tumor necrosis factor TNF. Selain faktor fungsi tuba, patogenesis OMSK juga dipengaruhi oleh faktor mukosa telinga tengah sebagai target organ alergi. Pada biopsi mukosa telinga tengah didapatkan esinophilic cationic protein ECP, IL dan binding major protein BMP yang lebih tinggi pada pasien otitis media dibanding dengan pasien non otitis media Restuti,. Penyakit alergi THT seperti halnya penyakit alergi pada umumnya adalah suatu reaksi abnormal yang bersifat khas, timbul pada orang yang berbakat alergi atopi dan terjadi bila ada kontak dengan suatu bahan tertentu alergen. Penyakit ini sebagai manifestasi reaksi antigen antibodi. Pada kontak pertama dengan antigen/alergen tubuh membentuk antibodi IgE spesifik yang menempel pada permukaan sel mastosit/basofil. Pada keadaan ini orang tersebut sudah siap untuk mendapatkan penyakit alergi. Pada kontak ulang dengan alergen yang sama, maka alergen akan menempel pada IgE pada permukaan sel mastosit/basofil tersebut sehingga menyebabkan degranulasi selsel mastosit/basofil, sehingga terlepaslah bahanbahan mediator antara lain histamin. Bahanbahan mediator ini akan berkumpul pada organ sasaran antara lain pada kulit liang telinga luar, mukosa telinga, hidung dan tenggorok sehingga menimbulkan reaksi alergi. Mukosa kavum timpani merupakan salah satu organ sasaran, hal ini dijelaskan oleh Siegel. Telinga tengah berfungsi sebagai Shock organ.. Merupakan perluasan dari reaksi alergi saluran napas bagian atas Harmadji,.

9 Dari berbagai penelitian, ditemukan bahwa inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada saluran napas atas dan bawah berhubungan dengan sitokinsitokin yang dihasilkan oleh sel Th seperti interleukin IL dan IL. Proses ini merupakan hasil dari infiltrasi eosinofil yang merupakan karakteristik dari respon alergi. IL membantu produksi IgE oleh selsel B dan mengatur adhesi molekul sel vaskular pada sel endotel, yang lebih jauh akan membantu transmigrasi eosinofil ke jaringan. IL bertindak sebagai faktor penstimulasi koloni colony stimulating factor untuk eosinofil, dan membantu proliferasi eosinofil serta diferensiasinya dijaringan Wright et al,. Peningkatan sekresi IgE didalam telinga tengah tinggi pada OMSK dibanding OMA. Maka alergi berperan pada OMSK dan IgE meningkat didalam sekresi otitis media yang merupakan respon mukosa Lasisi,.. Alergi Penyakit alergi merupakan reaksi hipersensitivitas dari organ yang terkena. Istilah atopi adalah didapatkannya IgE hiperresponsif, sedangkan alergi adalah ekspresi klinis dari penyakit yang dimediatori oleh IgE. Pasien atopi dapat mempunyai atau tidak mempunyai gejala alergi. Frekwensi atopi di negaranegara berkembang adalah, tetapi hanya sebagian yang menderita alergi, yaitu asma bronkial alergi, rinitis alergi dan alergi makanan Mahdi,. Pada penyakit karena alergi/atopi bila dirangsang dengan alergen, timbul reaksi pembentukan IgE sedangkan pada orang normal tidak terjadi. IgE antibodi terikat pada Fc reseptor dipermukaan sel mastosit dan basofil, ini tidak berbahaya apabila tidak terpapar dengan antigen yang sama. Ikatan antigen dengan IgE antibodi menjembatani antibodi dengan reseptor dan merangsang lepasnya granula yang berisi histamin serta mediator lainnya Mahdi,. Pada individu yang cenderung alergi, paparan terhadap beberapa antigen menyebabkan beberapa antigen menyebabkan aktivasi sel Th dan produksi IgE. Individu normal tidak mempunyai respon Th yang kuat terhadap sebagian besar antigen asing. Ketika beberapa individu terpapar antigen seperti protein pada serbuk sari pollen, makanan tertentu, racun pada serangga, kutu binatang dan lainlain, respon sel T yang dominan adalah pembentukan sel Th. Individu yang atopi dapat alergi terhadap satu atau lebih alergen diatas. Hipersensitivitas tipe cepat terjadi sebagai akibat dari aktivasi sel Th yang berespon terhadap antigen protein atau zat kimia yang terikat pada protein. Antigen yang menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe cepat reaksi alergik sering disebut sebagai alergen Munasir et al,. Interleukin IL dan IL yaitu sebagian dari sitokin yang disekresi oleh sel Th, akan menstimulasi limfosit B yang spesifik terhadap antigen asing untuk berdiferensiasi menjadi sel plasma yang kemudian memproduksi IgE. Oleh sebab itu, individu yang atopi akan memproduksi IgE dalam jumlah besar sebagai respon terhadap antigen yang tidak akan menimbulkan respon IgE pada sebagian besar orang. Kecenderungan ini mempunyai dasar genetika yang kuat dengan banyak gen yang berperan. Hubungan antara genetik dan imunologik kemungkinan terletak pada keseimbangan antara sel Th dan Th merupakan faktor penting. Sekarang telah diketahui bahwa orangorang dengan penyakit alergi didapatkan peningkatan sel Th mempunyai nilai prediksi peningkatan kadar Th. Produksi

10 sitokinnya seperti IL dan IL akan meningkat, sebaliknya pada orangorang tanpa gejala alergi produksi Th rendah Munasir et al, Mahdi,... Reaksi Hipersensitivitas tipe Alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I, alergen yang masuk kedalam tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE. Reaksi ini diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi yang ditimbulkan terdiri dari dua fase, yaitu reaksi alergi fase cepat RAFC dan reaksi alergi fase lambat RAFL. Reaksi fase cepat berlangsung sampai satu jam setelah kontak dengan alergen, dan mencapai puncaknya pada menit pasca pajanan alergen, sedangkan RAFL berlangsung jam kemudian, dengan puncak reaksi pada jam setelah pajanan dan dapat berlangsung jam Sumarman, Irawati et al,.... Tahap Sensitisasi Reaksi alergi dimulai dengan respons pengenalan alergen oleh sel darah putih, yaitu sel makrofag, monosit atau sel dendritik. Selsel tersebut berperan sebagai antigen presenting sel APC atau sel penyaji dan berada di mukosa saluran napas. Sel penyaji akan menangkap alergen yang menempel pada permukaan mukosa, yang kemudian setelah diproses akan dibentuk fragmen pendek peptida imunogenik. Fragmen ini akan bergabung dengan molekulmolekul HLAkelas II membentuk kompleks peptidmhckelas II yang kemudian akan dipresentasikan pada limfosit T yaitu helper T cell sel Th. Selanjutnya sel APC akan melepaskan sitokin yang salah satunya adalah interleukin IL. Sitokin ini mengaktifkan Th untuk berproliferasi menjadi sel Th dan Th. Sel Th dan Th ini akan memproduksi IL, IL, IL dan IL. Sitokin IL dan IL akan ditangkap reseptornya pada permukaan sel Bistirahat resting B cell, sehingga sel B teraktivasi dan memproduksi immunoglobulin E IgE. IgE disirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE dipermukaan sel mastosit atau basofil sel mediator sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Individu yang mengandung kompleks tersebut dianggap tersensitisasi, dan setiap saat akan mudah masuk ke reaksi hipersensitivitas tipe Sumarman, Irawati et al,... Reaksi Alergi Fase Cepat RAFC Molekul IgE dalam sirkulasi darah akan memasuki jaringan dan ditangkap oleh reseptor IgE yang berada pada permukaan mastosit/basofil, sehingga akan teraktifasi. Bila ada light chain IgE berkontak dengan alergen spesifiknya, maka akan terjadi degranulasi sel yang berakibat terlepasnya mediatormediator alergi yang terbentuk Performed Mediators, terutama histamin. Histamin yang terlepas akan menyebabkan hipersekresi kelenjar mukosa. Efek lain adalah vasodilatasi dan penurunan permeabilitas pembuluh darah dengan akibat pembengkakan mukosa. Selain histamin juga akan dikeluarkan Newly Formed Mediators, antara lain prostaglandin D PGD, Leukotrien C LT C, bradikinin, Platelet Activating Factor PAF, serta berbagai sitokin seperti IL, IL, IL, IL,

11 Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor GMCSF, dan lainlain Sumarman, Irawati et al,. Sel mastosit juga akan melepaskan molekulmolekul kemotaktik. Molekulmolekul tersebut terdiri dari ECTA Eosinophil Chemotactic Factor of Anaphylactic akan menyebabkan penumpukan sel eosinofil dan neutrofil di organ sasaran Sumarman, Irawati et al,... Reaksi Alergi tipe Lambat RAFL Reaksi alergi fase cepat dapat berlanjut terus sebagai RAFL dengan tanda khas, yaitu terlihatnya penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi yang berakumulasi di jaringan sasaran, seperti eosinofil, limfosit, basofil dan mastosit. Hal tersebut juga disertai dengan peningkatan sitokin seperti IL, IL, IL, dan GMCSF dan ICAM Sumarman, Irawati et al,.. Diagnosis.. Diagnosis OMSK Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang teliti pemeriksaan klinis otoskopi yang cermat, serta pemeriksaan penunjang seperti XRay, Scanning, audiometri Abboet,. Diagnosis tepat memerlukan beberapa alat pemeriksaan antara lain lampu kepala yang cukup baik, corong telinga, alat pembersih sekret telinga, alat pengisap sekret, otoskop atau mikroskop/endoskop. Sekret telinga dibersihkan dengan alat pembersih sekret atau alat pengisap sekret, selanjutnya digunakan otoskop untuk melihat lebih jelas lokasi perforasi, kondisi sisa membran timpani dan kavum timpani. Tidak jarang pula diagnosis yang tepat tentang tipe OMSK baru dapat ditegakkan dengan bantuan mikroskop atau endoskop Helmi,. Diagnosis OMSK ditegakkan bila ditemukan perforasi membran timpani dengan riwayat otore menetap atau berulang lebih dari bulan. Sebaiknya diagnosis OMSK disertai dengan keterangan jenis dan derajat ketulian. OMSK yang terbatas di telinga tengah hanya menyebabkan tuli konduktif. Bila terdapat tuli campur ada menandakan komplikasi ke labirin, dapat juga akibat penggunaan obat topikal yang ototoksik Helmi,. Pemeriksaan pencitraan mastoid bukan pemeriksaan rutin tetapi perlu untuk melihat perkembangan pneumatisasi mastoid dan perluasan penyakit. Pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga penting untuk menentukan antibiotik yang tepat, tetapi antibiotik lini pertama tidak harus menunggu pemeriksaan ini. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam diagnosis OMSK adalah tandatanda dini komplikasi Helmi,... Diagnosis Alergi Diagnosis alergi ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis berupa gejala klinis yang timbul sesuai dengan organ yang menjadi sasaran, mulai penyakit, musim, lingkungan, serta riwayat alergi dalam keluarga. Pemeriksaan fisik mencakup pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorok secara lengkap, serta organ lain yang berpotensial menunjukkan alergi King at al,. Pemeriksaan mata dapat menunjukkan adanya tandatanda alergi. Tandatanda tersebut yaitu edema pada konjungtiva, mata berair, mata gatal, garis DennieMorgan pada kelopak mata, serta bayangan gelap di daerah bawah mata allergic schinners. Pada telinga kemungkinan terdapatnya eksema pada kulit liang telinga. Pemeriksaan pada hidung dapat menunjukkan adanya mukosa hidung yang edema, tampak basah, berwarna pucat atau livid serta sekret encer yang banyak King at al,. Gambaran lidah geografik geographic tongue dapat ditemukan pada penderita alergi makanan. Terkadang lidah berwarna merah. Tidak jarang

12 pada penderita alergi ditemukan pembesaran tonsil dan adenoid. Mulut biasanya agak terbuka. Gejala lain pada penderita alergi yaitu adanya kelainan pada kulit berupa eksema dan urtikaria King at al,. Pemeriksaan penunjang untuk alergi yang dilakukan secara invivo yaitu uji kulit. Terdapat berbagai cara untuk uji kulit yang dilakukan yaitu prick test, scratch test, friction test, patch test dan intradermal test. Di antara berbagai test ini yang lebih disukai adalah cara prick test, karena mudah melakukannya, murah, spesifik dan aman. Menurut laporan yang ada di Indonesia, prick test ini hampir tidak pernah menimbulkan efek samping. Tes kulit sebagai sarana penunjang diagnosis penyakit alergi, telah dilakukan sejak lebih tahun yang lalu, karena cara pelaksanaannya cukup sederhana dan terbukti mempunyai korelasi yang baik dengan kadar IgE spesifik atau dengan tes provokasi. Tujuannya adalah untuk menentukan antibodi IgE spesifik dalam kulit pasien, yang secara tidak langsung menggambarkan adanya antibodi yang serupa pada organ yang sakit. Tes kulit hanya dilakukan terhadap alergen yang dicurigai merupakan penyebab keluhan pasien dan terhadap alergenalergen yang ada pada lingkungan pasien Tanjung et al,. Tes kulit cukit sebagai salah satu tes alergi dengan menggunakan ekstrak alergen merupakan alat diagnostik yang jitu yang membuktikan telah terjadinya fase sensitisasi oleh alergen tertentu pada seorang individu. Hasil tes yang positif menunjukkan adanya reaksi hipersensitifitas yang segera pada individu tersebut atau dengan kata lain pada epikutan individu tersebut terdapat komplek Ig E sel mast. Sumarman, Huggins et al,. Keuntungan tes kulit cukit adalah. Lebih mudah dikerjakan dan sederhana.. Tidak merasa sakit.. Karena memakai pelarut gliserin maka lebih stabil dari pada pelarut air.. Relatif lebih aman dengan reaksi anafilaktik yang kecil karena jumlah alergen yang dimasukan juga sedikit.. Lebih cepat meskipun mengadapi penderita yang sensitif sekali, lama mengerjakan tusuk sampai selesai tidak lebih dari jam Rizalina,. Untuk menjamin akurasinya, tes kulit harus dilaksanakan setelah terlampaui masa wash out antihistamin sedatif hari dan antihistamin non sedatif hari, kecuali asetamizol minggu, kortikosteroid bulan. Sumarman, Tes kulit cukit skin prick test memiliki sensitifitas dan spesifitas tinggi. Puluhan alergen dapat dikerjakan pada satu kali tes. Tes dilakukan pada bagian volar lengan bawah dengan penusukan sederhana epikutan sehingga tidak melewati membran basalis yang dapat menimbulkan pendarahan yang bisa menyebabkan hasil tes menjadi tidak akurat. Tes ini menggunakan jarum tuberkulin no atau. Tes kulit tusuk ini hampir tidak menimbulkan rasa sakit, sehingga lebih disukai pasien. Hasil tes dapat di evaluasi dalam waktu singkat menit, serentak untuk alergen. Alergen yang digunakan terdiri atas satu seri alergen hirup, satu seri alergen makanan, larutan histamin sebagai kontrol positif, serta larutan saline atau buffer phosfat sebagai kontrol negatif. Jumlah alergen sebaiknya terbatas sampai sekitar enam alergen utama saja housedust mite spesies, pollen, mold dan binatang peliharaan. Tes kulit untuk alergen hirup lebih memiliki nilai klinis yang berharga daripada makanan. Sumarman,. Beberapa metode yang dilakukan untuk menginterpretasikan hasil tes kulit tusuk. Mengukur diameter bintul wheal yang terjadi dengan menggunakan planimeter. Respon positif dinyatakan apabila ditemukan setiap adanya wheal yang mempunyai ukuran diameter mm diatas kontrol negatif saline Jackola et

13 al,.. Membandingkan bintul yang terjadi pada masingmasing ekstrak alergen yang diberikan dengan kontrol positif histamin dan kontrol negatif saline.. Metode ini disebut metode Pepys dengan penilaian sebagai berikut Madiadipoera, Sumarman, ringan apabila bintul wheal lebih besar dari kontrol negatif dan atau terdapat eritema. sedang apabila bintul lebih kecil dari kontrol positif tetapi mm lebih besar dari kontrol negatif. kuat apabila bintul sama besar dengan kontrol positif sangat kuat apabila bintul lebih besar dari kontrol positif.. Menurut GLORIA Global Resource in Allergy,, bintul wheal yang terjadi dengan diameter gt mm menunjukkan bahwa menghasilkan antibodi IgE terhadap alergen yang spesifik. Kaplan et al,.. Penatalaksanaan Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulangulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan yaitu adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar, terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal, sudah terbentuk jaringan patologik yang irreversibel dalam rongga mastoid, ataupun gizi dan higiene yang kurang. Prinsip terapi OMSK benigna adalah konsevatif dengan medikamentosa. Djaafar et al, Penatalaksanaan terhadap alergi dilakukan bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut,. Terdapat riwayat atopi,. Riwayat alergi pada keluarga, dan. Terdapat gejala alergi saluran napas pada saat diperiksa Mahdi,. Untuk penatalaksananan alergi, yang paling ideal adalah avoidance, yaitu menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi. Terapi medikamentosa yang diberikan berupa antihistamin, antihistamin dikombinasikan dengan dekongestan, kortikosteroid topikal, antikolinergik topikal, anti leukotrien dan anti IgE. Pengobatan masa yang akan datang yaitu berupa DNA rekombinan. Bila pengobatan tidak memberikan hasil yang memuaskan, dapat dipikirkan untuk dilakukan imunoterapi pada alergi inhalan, sedangkan untuk alergi makanan dapat dilakukan dengan eliminasi untuk tipe cepat dan netralisasi untuk tipe lambat Irawati et al,. Untuk keluarga atopi, maka perlu dijelaskan upaya pencegahan sebagai berikut Saat Kehamilan. Penderita tidak diperkenankan merokok, sedapat mungkin menjahui binatang peliharaan, menghindari debu

14 rumah dan tungau. Setelah bayi lahir. Dianjurkan pemberian ASI saja untuk waktu yang lama gt bulan, hindari pemberian makanan tambahan yang potensial alergi telur, ikan, coklat pada umur kurang dari tahun lingkungan sekitar harus bebas dari asap rokok, bulu binatang, debu rumah dan harus mendapat ventilasi dari sinar matahari yang cukup Rizalina,.

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007).

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 20 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 2.1.1. Membran Timpani Membran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 2.1.1. Membran Timpani Membran

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos yang berarti out of place atau di luar dari tempatnya, dan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rinitis alergi 2.1.1. Definisi Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai IgE (Ig-E

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi Rinitis Alergi (RA) menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Otitis Media Supuratif Kronis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Otitis Media Supuratif Kronis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronis Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan,

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Atopi dan uji tusuk kulit Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada tempatnya dan sering digunakan untuk menggambarkan penyakit yang diperantarai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi 1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipotesis Higiene Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi yang terjadi pada tiga puluh sampai empat puluh tahun terakhir, terutama di negara-negara

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rinitis Alergi Rinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan alergi terhadap partikel, antara lain: tungau debu rumah, asap, serbuk / tepung sari yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE yang terjadi setelah mukosa hidung terpapar alergen. 1,2,3 Penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rinitis alergi (RA) adalah manifestasi penyakit alergi pada membran mukosa hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis merupakan negara tropis yang kaya akan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Seiring perkembangan dunia kesehatan, tumbuhan merupakan alternatif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 4 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi Telinga Tengah 1. Membran timpani 2. kavum timpani 3. prossesus mastoideus 4. tuba eustachius Gambar 2.1 Anatomi Telinga Tengah Gambar ini dikutip dari Netter

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya adalah bersin, hidung beringus (rhinorrhea), dan hidung tersumbat. 1 Dapat juga disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan peradangan dan infeksi kronis pada telinga tengah dan rongga mastoid yang ditandai dengan adanya sekret yang keluar terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan (Madiadipora, 1996). Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi rinitis alergi diperkirakan berkisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis, yang mana

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan adanya lubang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urtikaria merupakan salah satu manifestasi keluhan alergi pada kulit yang paling sering dikeluhkan oleh pasien. Urtikaria adalah suatu kelainan yang berbatas pada bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal. HIDUNG Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi telinga Gambar 1 anatomi telinga (Sumber: Kaneshiro N K,2011) 2.1.1. Anatomi telinga luar Anatomi luar terdiri dari, heliks, lipatan heliks, kanal heliks,kanalis auditorius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi adalah reaksi imunologis (reaksi peradangan) yang diakibatkan oleh alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pharmaceutical Care adalah salah satu elemen penting dalam pelayanan kesehatan dan selalu berhubungan dengan elemen lain dalam bidang kesehatan. Farmasi dalam kaitannya

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 31 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan leher 4.2. Rancangan Penelitian Desain penelitian

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telinga adalah organ penginderaan yang berfungsi ganda untuk pendengaran dan keseimbangan dengan anatomi yang kompleks. Indera pendengaran berperan penting dalam

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4-5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PATOGENESIS REAKSI INFLAMASI ALERGI. Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi mukosa hidung yang didasari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PATOGENESIS REAKSI INFLAMASI ALERGI. Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi mukosa hidung yang didasari 6 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PATOGENESIS REAKSI INFLAMASI ALERGI Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi mukosa hidung yang didasari oleh reaksi hipersensitifitas yang diperantarai IgE, 1,2,3 yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Untuk memahami tentang gangguan pendengaran, perlu diketahui dan dipelajari anatomi telinga dan fisiologi pendengaran. Telinga dibagi atas telinga luar,telinga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Allergy Organization (WAO) tahun 2011 mengemukakan bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi dunia. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah terdiri dari : 1. Membran timpani. 2. Kavum timpani. 3. Tuba Eustachius 4. Prosesus mastoideus. Gambar 2.1. Anatomi Telinga Tengah (Dikutip

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah berasal dari bagian endoderm kantong faringeal

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah berasal dari bagian endoderm kantong faringeal BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Embriologi Telinga Tengah Telinga tengah berasal dari bagian endoderm kantong faringeal pertama, disamping itu bersama-sama dengan telinga luar, telinga tengah juga mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada individu dengan kecenderungan alergi setelah adanya paparan ulang antigen atau alergen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika merupakan suatu penyakit yang sering kita jumpai di masyarakat yang dikenal juga sebagai dermatitis atopik (DA), yang mempunyai prevalensi 0,69%,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rhinitis berasal dari dua kata bahasa Greek rhin rhino yang berarti hidung dan itis yang berarti radang. Demikian rhinitis berarti radang hidung atau tepatnya radang

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

POLA KUMAN AEROB PENYEBAB OMSK DAN KEPEKAAN TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI BAGIAN THT FK USU / RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN. Dr.

POLA KUMAN AEROB PENYEBAB OMSK DAN KEPEKAAN TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI BAGIAN THT FK USU / RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN. Dr. POLA KUMAN AEROB PENYEBAB OMSK DAN KEPEKAAN TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI BAGIAN THT FK USU / RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN Dr. SITI NURSIAH Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Studi Ilmu Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing, secara otomatis tubuh akan memberi tanggapan berupa respon imun. Respon imun dibagi menjadi imunitas

Lebih terperinci

2.3 Patofisiologi. 2.5 Penatalaksanaan

2.3 Patofisiologi. 2.5 Penatalaksanaan 2.3 Patofisiologi Otitis media dengan efusi (OME) dapat terjadi selama resolusi otitis media akut (OMA) sekali peradangan akut telah teratasi. Di antara anak-anak yang telah memiliki sebuah episode dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis alergi (RA) merupakan rinitis kronik non infeksius yang paling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis alergi (RA) merupakan rinitis kronik non infeksius yang paling 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rinitis Alergi 2.1.1 Definisi dan klasifikasi Rinitis alergi (RA) merupakan rinitis kronik non infeksius yang paling umum dijumpai. RA didefinisikan sebagai suatu penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis media supuratif kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga tersebut lebih dari tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung selama minimal 12 minggu berturut-turut. Rinosinusitis kronis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Tengah Rongga yang terdapat antara membran timpani dengan tulang labirin yang terdapat ditulang petrosus berisi antara lain rantai osikuler, tuba eustachius dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tubaeustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. otitis media terbagi atas otitis mediasupuratif

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 21 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian intervensi atau uji klinis dengan randomized controlled trial pre- & posttest design. Studi ini mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan masalah yang sering terjadi pada anak anak, misal otitis media akut (OMA) merupakan penyakit kedua tersering pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang diawali oleh mekanisme imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu, yang berikatan

Lebih terperinci

LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI. I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon :

LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI. I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon : Lampiran 1 LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon :. Agama : No. M R : Tanggal : II. Keluhan Utama : III. Keluhan tambahan : - Sakit

Lebih terperinci

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK AD AKTIF TIPE AMAN

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK AD AKTIF TIPE AMAN LAPORAN KASUS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK AD AKTIF TIPE AMAN Oleh : SAIFUL BAHRI ( H1A 005 045 ) DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT THT RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal. Sinusitis juga dapat disebut rinosinusitis, menurut hasil beberapa diskusi pakar yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 6 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) 2.1.1. Definisi Otitis Media merupakan suatu keadaan inflamasi pada mukosa telinga tengah dan rongga mastoid, tanpa melihat pada etiologi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rinitis Alergi RA merupakan masalah global yang menyerang masyarakat disegala usia dan suku bangsa. Berdasarkan Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma-World Health Organization

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh yang menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya (Candra et al., 2011).

Lebih terperinci

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat ringan, sedang-berat dengan rerata usia subyek 26,6 ± 9,2 tahun, umur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian

4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah alergi digunakan pertama kali digunakan oleh Clemens von Pirquet bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1 Reaksi alergi dapat mempengaruhi hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga sinus ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Dermatitis atopik (DA) merupakan inflamasi kulit yang bersifat kronik berulang, disertai rasa gatal, timbul pada tempat predileksi tertentu dan didasari oleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. 9,15

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rinitis Alergi 2.1.1. Definisi Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai imunoglobulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika disebut juga dermatitis atopik yang terjadi pada orang dengan riwayat atopik. Atopik ditandai oleh adanya reaksi yang berlebih terhadap rangsangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinosinusitis kronis (RSK) adalah penyakit inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Pengobatan RSK sering belum bisa optimal

Lebih terperinci

BAB II. Kepustakaan. 2.1 Anatomi telinga luar

BAB II. Kepustakaan. 2.1 Anatomi telinga luar BAB II Kepustakaan 2.1 Anatomi telinga luar Secara anatomi, telinga dibagi atas 3 yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi mengumpulkan dan menghantarkan gelombang bunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Istilah asma berasal dari bahasa Yunani yang artinya terengahengah dan berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif dengan patogenesis yang masih belum dapat dijelaskan dengan pasti hingga saat ini. Pasien dapat

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen RSU. HAJI MAKASSAR RINITIS ALERGI PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen TUJUAN Menembalikan fungsi hidung dengan cara menghindari allergen penyebab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit kronis dan residif, gatal dan ditandai dengan kelainan kulit lain seperti xerosis, ekskoriasi,

Lebih terperinci