BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah berasal dari bagian endoderm kantong faringeal
|
|
- Sudomo Kusnadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Embriologi Telinga Tengah Telinga tengah berasal dari bagian endoderm kantong faringeal pertama, disamping itu bersama-sama dengan telinga luar, telinga tengah juga mempunyai komponen mesodermal dari lengkung faringeal pertama dan kedua. Kavum timpani dibentuk dari kantong faringeal pertama. Kantong faringeal ini telah nyata terlihat pada minggu ke 3 perkembangan dan pada minggu ke 6 telah memanjang dan menjadi pipih pada ujung distalnya dan bersandar pada lekuk brankial pertama. Jaringan ikat segera tumbuh diantara kedua permukaan yang saling berdekatan tersebut dan akan membentuk tunika propria membran timpani dan manubrium maleus. Menjelang minggu ke 8, fundus kantong faringeal yang telah mendatar akan meluas membentuk awal ruang telinga tengah. Ruang ini hanya terdapat pada setengah bagian bawah telinga tengah sedang sisanya berisi jaringan ikat (Austin, 1997). Pada akhir bulan ke 2, bagian proksimal kantong tersebut mengecil dan memanjang disebabkan oleh karena pertumbuhan kepala dan membentuk tuba eustachius sejati. Tuba eustachius mempunyai panjang mm dan terletak mendatar pada saat lahir dan menjadi dua kali lebih panjang yaitu sekitar 35 mm serta terletak dengan posisi 45 0 pada usia dewasa (Austin, 1997; Wright, 1997).
2 2.1.1 Perkembangan membran timpani Membran timpani dibentuk oleh pertemuan antara meatal plug dengan bagian endodermal resesus tubo timpanikus. Daerah pertemuan tersebut miring, sehingga membuat membran timpani terletak miring sesuai dengan sumbu dari liang telinga luar (Anson, 1991). Saraf korda timpani, handle dari stapes dan lapisan mesoderm terdapat diantara meatal plug dan resesus tubo timpanikus (Anson, 1991; Wright, 1997). Membran timpani terdiri dari tiga lapisan : 1. Lapisan luar : lapisan epitel berasal dari ektodermal yang merupakan lanjutan dari kulit liang telinga luar 2. Lapisan tengah : lapisan fibrosa berasal dari mesodermal yang berisi korda timpani dan manibrium maleus 3. Lapisan dalam : lapisan mukosa berasal dari endodermal yang merupakan lanjutan dari membran mukosa telinga tengah (Anson, 1991; Wright, 1997). Pada awal minggu ke 12 di dalam rongga telinga tengah, terbentuk 4 sakus mukosa yang membentuk formasi dari telinga tengah, terdiri dari :
3 a. Sakus antikus yang akan membentuk kantong anterior dari Von Troltsch b. Sakus medius membentuk resesus epitimpanikus dan mengalami pneumatisasi pada bagian petrosa dari tulang temporal c. Sakus superior membentuk kantong posterior dari Von Troltsch dan ruang inkuidal inferior serta mengalami pneumatisasi pada bagian mastoid tulang temporal d. Sakus posterior (sakus postikus), meluas ke posterior membentuk tonjolan foramen rotundum, tonjolan foramen ovale dan sinus timpanikus (Wright, 1997). Lipatan mukosa kavum timpani terbentuk ketika kantong-kantong mukosa tersebut berhubungan satu sama lain. Pada saat terbentuk kavum timpani berisi cairan mukoid yang secara perlahan-lahan diabsorbsi. Pada saat lahir kavum timpani dan struktur tang terdapat didalamnya sebagaimana telinga dalam telah mempunyai bentuk dan ukuran dewasa (Wright, 1997) Perkembangan tulang-tulang pendengaran Stapes, maleus dan inkus berasal dari mesodermal dari dua buah lengkung faringeal pertama. Tulang-tulang pendengaran tersebut
4 berkembang secara ekstra mukosa walaupun dia tetap berada di dalam kavum timpani. Tulang rawan lengkung faringal I (tulang rawan Meckel s) terletak sebelah anterior dari resesus tubo timpanikus (kantong faringeal I) dan tulang rawan lengkung faringeal II (tulang rawan Reichert s) terletak sebelah posterior dari resesus tubo timpanikus (Anson, 1991). Bagian superior dari tulang rawan Meckel s membentuk maleus, inkus, ligamentum maleus anterior dan ligamentum speno-mandibular (Austin, 1997). Pada mulanya maleus dan inkus berupa massa yang tunggal, kemudian pada minggu ke 8 dari kehidupan fetus terpisah dengan terbentuknya sendi diantara maleus dan inkus tersebut. Tulang rawan lengkung ke II (Reichert s) membentuk manubrium maleus dan prosesus longus dari inkus. Prosesus anterior meleus terbentuk secara terpisah dari tulang membran, manubrium maleus meluas ke bawah dan terjepit diantara ektoderm celah faringeal pertama dengan resesus tubo timpanikus sepanjang saraf korda timpani, akhirnya tertanam di dalam setengah atas dari membran timpani. Muskulus tensor timpani juga berasal dari mesodermal lengkung faringeal pertama sehingga mempunyai hubungan dengan maleus (Austin, 1997). Ujung atas dari tulang rawan Reichert s membentuk sebagian besar stapes, prosesus stiloideus, ligamentum stilohioid dan bagian atas dari badan hioid. Fiksasi kongenital dari stapes terjadi oleh karena kegagalan pemisahan telapak kaki stapes (segretion of the foot plate) dari otik kapsul dan harus dibedakan dari otosklerosis (Austin, 1997).
5 Selama minggu ke 4 embriologi, lengkung kedua mesodermal membentuk blastema yang oleh saraf ketujuh dibagi menjadi stapes, interhiale dan laterohiale. Pada minggu ke 5 dan ke 6 arteri stapedius yang merupakan arteri dari lengkung brankial ke 2 menembus stapes primitif dan berubah bentuk menjadi lingkaran, kemudian arteri ini mengalami regresi tapi sering juga persisten, inilah yang sering mengakibatkan perdarahan pada saat operasi telinga tengah. Dalam minggu ke 8 sendi inkudostapedial terbentuk dan pada minggu ke 10 stapes digambarkan berbentuk seperti sanggurdi. Tulang interhiale akhirnya menjadi muskulus stapedius beserta tendonnya sedangkan hubungan antara laterohiale dengan kapsul otik mebentuk dinding anterior kanalis fasialis dari prosesus piramidalis (Wright, 1997). Proses terbentuknya inkus dimulai pada usia 16 minggu, leher maleus terbentuk usia 17 minggu dan stapes usia 19 minggu. Bentuk dan ukuran maleus, inkus dan stapes sama pada saat lahir dan dewasa. Manubrium maleus tidak pernah menjadi tulang dan tetap sebagai tulang rawan. Perubahan bentuk dari maleus dan inkus berlanjut setelah lahir dengan pembentukan tulang sekunder dan tersier sedangkan stapes tetap (Wright, 1997). 2.2 Anatomi Telinga Tengah Telinga adalah organ fungsi pendengaran dan pengatur keseimbangan. Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu
6 telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam (Soetirto, Hendarmin, Bashiruddin, 2004). Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba eustachius dan prosesus mastoideus (Dhingra, 2007). Membran Timpani Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran timpani ini berbentuk oval dan mempunyai ukuran panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, tebal kira-kira 0,1 mm. Membran ini tipis, licin dan berwarna putih mutiara (Dhingra, 2007). Membran timpani terdiri dari tiga lapisan, lapisan luar terdiri dari epitel skuamosa, bagian medial merupakan lanjutan dari mukosa telinga tengah. Lapisan tengah merupakan lapisan fibrosa yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan radial dan sirkuler (sirkumferensial). Lapisan dalam dilapisi epitel kuboidal (Yates dan Anari, 2008). Secara anatomis membran timpani dibagi dalam dua bagian yaitu: 1. Pars Tensa, merupakan bagian terbesar dari membran timpani merupakan suatu permukaan yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang menebal dan melekat di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada tulang dari tulang temporal. 2. Pars Flaksida atau membran Sharpnell, letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh
7 dua lipatan yaitu plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan plika maleolaris posterior (lipatan belakang) (Dhingra, 2007). Kavum Timpani Kavum timpani mempunyai bentuk ireguler, bagian lateral terdapat lekukan, antara dinding lateral dan dinding medial kavum timpani terisi udara. Kavum timpani terdiri dari tiga bagian yaitu supero-inferior berhubungan dengan membran timpani disebut epitimpani atau atik, yang terletak dipinggir atas dari membran timpani. Setentang membran timpani adalah mesotimpani dan dibawah pinggir membran timpani disebut hipotimpani (Colman, 1993; Yates dan Anari, 2008). Kavum timpani mempunyai enam dinding yaitu bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior dan dinding posterior (Helmi, 2005; Dhingra, 2007). Atap kavum timpani dibentuk oleh lempengan tulang yang tipis disebut tegmen timpani. Tegmen timpani memisahkan telinga tengah dari fossa media (Helmi, 2005; Dhingra, 2007). Lantai kavum timpani dibentuk oleh tulang tipis yang memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus vena jugularis yang dinding superiornya dibatasi oleh lempeng tulang yang mempunyai ketebalan yang bervariasi, bahkan kadang-kadang hanya dibatasi oleh mukosa dengan kavum timpani (Helmi, 2005; Dhingra, 2007).
8 Dinding medial kavum timpani memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini pada mesotimpani menonjol kearah kavum timpani yang disebut promontorium. Tonjolan ini oleh karena didalamnya terdapat koklea (Helmi, 2005; Dhingra, 2007). Dinding posterior kavum timpani dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpani. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral terdapat eminensia piramidalis yang terletak di bagain supero-medial dinding posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi eminensia piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani (Helmi, 2005; Dhingra 2007). Dinding anterior kavum timpani sebagian besar berhadapan dengan arteri karotis, dibatasi lempengan tulang tipis. Dibagian atas dinding anterior terdapat semikanal nervus tensor timpani yang terletak persis di atas muara tuba eustachius (Helmi, 2005; Dhingra, 2007). Membran timpani merupakan dinding lateral kavum timpani, sedangkan dibagian epitimpani dinding lateralnya adalah skutum yaitu lempeng tulang yang merupakan bagian pars skuamosa tulang temporal (Helmi, 2005; Dhingra, 2007). Isi kavum timpani terdiri dari : 1. Tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes). 2. Dua otot, yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius.
9 3. Saraf korda timpani, merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari kanalikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. 4. Saraf pleksus timpanikus adalah berasal dari nervus timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik di sekitar arteri karotis interna (Dhingra, 2007). Tuba Eustachius Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan antara kavum timpani dengan nasofaring (Helmi, 2005). Tuba eustachius terdiri dari dua bagian yaitu bagian tulang yang terdapat pada bagian belakang dan pendek (sepertiga bagian) dan bagian tulang rawan yang terletak pada bagian depan dan panjang (duapertiga bagian) (Helmi, 2005). Fungsi tuba eustachius adalah sebagai ventilasi telinga yang mempertahankan keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani (Healy dan Rosbe, 2003; Helmi, 2005). Prosesus Mastoideus
10 Prosesus mastoideus baru terbentuk pada usia satu tahun, antrum mastoideum adalah ruangan pertama dan yang terbesar yang terdiri dari selsel mastoid. Sel-sel ini berhubungan satu dengan lain dan pertumbuhan dari sel-sel mastoid tiap orang berbeda. Pneumatisasi prosesus mastoideus menurut tipe perkembangannya dibagi atas prosesus mastoideus sklerotik, diploik dan pneumatik. Bila drainase tidak baik pada mastoid akan mudah terjadi radang (Helmi, 2005). 2.3 Fungsi Telinga Tengah Telinga tengah sangat penting karena berfungsi sebagai penghantar gelombang suara dari telinga luar ke telinga dalam. Suara yang ditangkap dan dikumpulkan oleh pinna (daun telinga) diarahkan ke liang telinga, kemudian diteruskan ke membran timpani. Gelombang suara ini membentuk suatu tekanan yang kemudian menggetarkan membran timpani. Getaran ini akan menggerakkan tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes). Pergerakan tulang-tulang pendengaran ini selanjutnya akan menggetarkan foramen ovale sehingga mengakibatkan bergetarnya cairan yang berada di telinga dalam. Dari peristiwa ini dapat disimpulkan bahwa telinga tengah berfungsi merubah getaran suara di udara yang ditangkap oleh membran timpani, menjadi getaran mekanis pada tulang-tulang pendengaran dan selanjutnya melalui foramen ovale merubah getaran cairan di dalam labirin (Moore, Ogren & Yonkers, 1989).
11 2.4 Fisiologi Pendengaran Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Gelombang tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang-tulang pendengaran. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reisner yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter kedalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis (Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2004). 2.5 Otitis Media Supuratif Kronis Definisi Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari
12 telinga (otorea) lebih dari tiga bulan baik terus menerus ataupun hilang timbul (Acuin, 2002; Telian dan Schmalbach, 2002). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksi kronis bidang THT di Indunesia yang masih sering menimbulkan ketulian dan kematian (Djaafar, 2001) Kekerapan Angka kejadian OMSK jauh lebih tinggi di negara-negara sedang berkembang dibandingkan dengan negara maju, karena beberapa hal misalnya higiene yang kurang, faktor sosioekonomi, gizi yang rendah, kepadatan penduduk serta masih ada pengertian masyarakat yang salah terhadap penyakit ini sehingga mereka tidak berobat sampai tuntas (Mills, 1997; Djaafar, 2003). Berdasarkan hasil survei epidemiologi yang dilakukan di tujuh propinsi di Indonesia tahun , didapati bahwa prevalensi OMSK secara umum adalah 3,8%. Disamping itu pasien OMSK merupakan 25% dari pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Angka kejadian OMSK yang rendah, di negara maju ditemukan pada pemeriksaan berkala, pada anak sekolah yang dilakukan oleh School Health Service di Inggris Raya sebesar 0,9%, tetapi prevalensi OMSK yang tinggi juga masih ditemukan pada ras tertentu di negara maju, seperti Native American Apache 8,2%, Indian Kanada 6%, dan Aborigin Australia 25% (Djaafar, 2005). Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien
13 OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien (Aboet, 2007), sedangkan pada tahun 2007 dan 2008 adalah 28 dan 29%. Survei prevalensi diseluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya ( juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan (Aboet, 2007) Patogenesis Hingga saat ini patogenesis OMSK masih belum diketahui dengan jelas. Goodhill dan Paparella menyatakan bahwa OMSK merupakan penyakit yang sebagian besar sebagai komplikasi infeksi saluran pernapasan bagian atas, kelanjutan dari otitis media akut yang tidak sembuh. Kemungkinan besar proses primer terjadi pada sistem tuba eustachius, telinga tengah dan selulae mastoidea. Proses ini khas, berjalan perlahan-lahan secara kontinu dan dinamis, berakibat hilangnya sebagian mambran timpani sehingga memudahkan proses menjadi kronik (Ballenger, 1997; Sheahan, Donnelly & Kane, 2001). Faktor-faktor yang menyebabkan proses infeksi menjadi kronik sangat bervariasi, antara lain : 1. Gangguan fungsi sistem tuba eustachius yang kronik akibat infeksi hidung dan tenggorok yang kronik atau berulang, atau adanya obstruksi tuba eustachius parsial atau total.
14 2. Perforasi membran timpani yang menetap. 3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik yang menetap pada telinga tengah. 4. Gangguan aerasi telinga tengah atau rongga mastoid yang sifatnya menetap. Hal ini disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanoslerosis. 5. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelembaban umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh (Ballenger, 1997; Antonelli, 2006) Patologi Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba eustachius sehingga rongga timpani mudah mengalami gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat mengeluarkan sekret terus-menerus atau hilang timbul (Adhikari, 2007). Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses kongesti vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi daerah nekrotik yang berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat penumpukan sekret dalam rongga timpani dapat mempermudah terjadinya perforasi membran timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga timpani selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman dari
15 kanalis auditorius eksternus dan dari luar dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga timpani, menyebabkan infeksi mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus. Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman gambaran patologi ini disebabkan oleh proses yang bersifat kambuhan atau menetap, efek dari kerusakan jaringan, serta pembentukan jaringan parut (Lasisi, 2008; Lin, Lin, Lee et al, 2009). Selama fase aktif, epitel mukosa mukosa mengalami perubahan menjadi mukosa sekretorik dengan sel goblet yang mengekskresi sekret mukoid atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami pross pembentukan jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup membran timpani, sehingga menghalangi drainase, menyebabkan penyakit menjadi persisten (Kenna dan Latz, 2006). Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses penutupannya dapat terjadi pertumbuhan epitel skuamosa masuk ke telinga tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi normal yang akan mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma akuisita sekunder, yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman patogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma ini mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk rangkaiain tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari enzim osteolitik atau kolegenase yang dihasilkan oleh proses kolesteatoma dalam jaringan ikat subepitel. Pada
16 proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi pembentukan membran atrofi dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif (Kenna dan Latz, 2006; Bhat dan Manjunath, 2007) Etiologi OMSK dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : a. Lingkungan Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet dan tempat tinggal yang padat. b. Genetik Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder. c. Otitis media sebelumnya
17 Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis. d. Infeksi Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah baik aerob ataupun anaerob menunjukkan organisme yang multipel. Organisme yang terutama dijumpai adalah gram negatif, bowel-type flora dan beberapa organisme lainnya. e. Infeksi saluran napas atas Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah dan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. f. Autoimun Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis media kronis. g. Alergi
18 Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. h. Gangguan fungsi tuba eustachius. Pada otitis media supuratif kronis aktif, tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui (Ballenger, 1997; Kenna dan Latz, 2006; Akinpelu, Amusa, Komolafe et al, 2007) Klasifikasi Secara klinis OMSK dapat dibagi atas dua tipe yaitu: a. Tipe Tubotimpanal Disebut juga tipe aman/benigna, karena jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Biasanya tipe ini didahului oleh gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah. Perforasi pada tipe ini biasanya letaknya sentral. b. Tipe Atikoantral Disebut juga tipe maligna/berbahaya karena dapat menimbulkan komplikasi yang serius dan mengancam jiwa penderita. Biasanya
19 dapat juga terjadi proses erosi tulang atau kolesteatoma, granulasi atau osteitis. Perforasi letaknya marginal atau atik (Ballenger, 1997, Lasisi, Olaniyan, Mulbi et al, 2007) Gejala dan Tanda a. Telinga berair (otore) Otore (aural discharge) merupakan manifestasi otitis media kronis yang paling sering dijumpai (Mills, 1997). Pada OMSK tipe benigna, cairan yang keluar biasanya bersifat mukopurulen yang tidak berbau busuk. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Sedangkan pada OMSK tipe maligna, sekret yang keluar bersifat purulen dan berbau busuk, berwarna abu-abu kotor kekuning-kuningan oleh karena adanya kolesteatoma yang menyebabkan proses degenerasi epitel dan tulang (Mills, 1997; Djaafar, 2004). Keluarnya sekret dapat didahului oleh infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang (Mills, 1997). Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatoma yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer tanpa disertai rasa nyeri mengarahkan kemungkinan suatu tuberkulosis (Paparella, Adams & Levine, 1997). b. Gangguan pendengaran
20 Pada umumnya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatoma dapat menghantarkan bunyi dengan efektif ke fenestra ovale (Paparella, Adams & Levine, 1997). c. Nyeri Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya duramater atau dinding sinus lateralis atau ancaman pembentukan abses otak (Paparella, Adams & Levine, 1997). d. Vertigo Hal ini merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini memberikan kesan adanya suatu fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang dan sering terjadi pada kanalis semisirkularis horizontal (Paparella, Adams & Levine, 1997; Helmi, 2005). e. Perforasi membran timpani Perforasi membran timpani dapat bersifat sentral, subtotal, total, atik ataupun marginal. Pada perforasi atik atau marginal perlu dicurigai adanya kolesteatoma. Jaringan granulasi atau polip dapat juga ditemukan. (Helmi, 2005).
21 Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna: a. Terdapat abses atau fistel retroaurikuler. b. Terdapat polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah. c. Terlihat kolesteatoma pada telinga tengah terutama di epitimpani. d. Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma). e. Terlihat bayangan kolesteatoma pada foto Rontgen mastoid (Djaafar, 2004) Diagnosis Diagnosis OMSK dapat ditegakkan berdasarkan : a. Anamnesis Anamnesis yang lengkap sangat membantu menegakkan diagnosis OMSK. Biasanya penderita datang dengan riwayat otore menetap atau berulang lebih dari tiga bulan. Penurunan pendengaran juga merupakan keluhan yang paling sering. Terkadang penderita juga mengeluh adanya vertigo dan nyeri bila terjadi komplikasi. b. Pemeriksaan otoskopi Pemeriksaan otoskopi dapat melihat lebih jelas lokasi perforasi, kondisi sisa membran timpani dan kavum timpani. OMSK ditegakkan jika ditemukan perforasi membran timpani. c. Pemeriksaan audiometri
22 Pemeriksaan audiometri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan hantaran tulang serta penilaian diskriminasi tutur, besarnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengarannya. d. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi dari mastoid perlu untuk melihat perkembangan pneumatisasi mastoid dan perluasan penyakit. Foto polos dan CT Scan dapat menunjukkan adanya gambaran kolesteatoma dan keadaan tulang-tulang pendengaran juga dapat diperhatikan. e. Pemeriksaan mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga penting untuk menentukan bakteri penyebab OMSK dan antibiotika yang tepat (Ballenger, 1997; Mills, 1997; Helmi, 2005) Komplikasi Adams (1989) mengemukakan klasifikasi komplikasi sebagai berikut : A. Komplikasi di telinga tengah : 1. Perforasi membran timpani persisten 2. Erosi tulang pendengaran 3. Paralisis saraf fasialis
23 B. Komplikasi di telinga dalam : 1. Fistula labirin 2. Labirinitis supuratif 3. Tuli saraf (sensorineural) C. Komplikasi di ekstradural : 1. Abses ekstradural 2. Trombosis sinus lateralis 3. Petrositis D. Komplikasi ke susunan saraf pusat 1. Menigitis 2. Abses otak 3. Hidrosefalus otitis (Kenna dan Latz, 2006) Penatalaksanaan Ada dua hal yang penting diperhatikan apabila kita merawat penderita OMSK yaitu kelainan patologi yang berperan sebagai sumber infeksi di dalam telinga tengah serta seberapa jauh kelainan patologi tersebut sudah mengganggu fungsi pendengaran (Wang, Nadol, Austin et al, 2000; Yuen, Ho, Wei et al, 2000). Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah konservatif atau medikamentosa. Bila sekret keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga berupa larutan H 2 O 2 3% selama tiga sampai lima hari. Setelah sekret berkurang maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes
24 telinga yang mengandung antibiotika. Secara oral diberikan antibiotika sesuai kultur dan tes sensitivitas (Alper, Dohar, Gulhan et al, 2000; Djaafar, 2004). Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran (Djaafar, 2004). Prinsip pengobatan pada OMSK tipe maligna adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi bila terdapat OMSK tipe maligna maka terapi yang tepat adalah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses retroaurikular, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi (Veldman, Braunius, 1998; Djaafar, 2004). 2.6 Gangguan Pendengaran pada Otitis Media Supuratif Kronis Gangguan pendengaran yang terjadi dapat bervariasi. Pada umumnya gangguan pendengaran yang terjadi berupa tuli konduktif namun dapat pula bersifat tuli saraf atau tuli campuran apabila sudah terjadi gangguan pada telinga dalam misalnya akibat proses infeksi yang berkepanjangan atau infeksi yang berulang. Beratnya ketulian bergantung kepada besar dan letak
25 perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem penghantaran suara di telinga tengah (Djaafar, 2004). Perforasi yang lebih besar dapat menyebabkan lebih banyak kehilangan suara yang ditransmisikan ke telinga dalam (Maqbool, 1993). Suri dkk dalam penelitiannya terhadap penderita OMSK tipe benigna di R.S. Sardjito Yogyakarta menjumpai adanya hubungan yang bermakna antara besarnya perforasi dengan derajat ketulian (Suri, Soekardono & Hulu, 1999). Hal yang sama juga dijumpai oleh Rambe dalam penelitiannya terhadap penderita OMSK di RSUP. H. Adam Malik Medan, bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara besarnya perforasi dengan derajat ketulian (Rambe, 2002). Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi seringkali kolesteatoma bertindak sebagai penghantar suara ke foramen ovale sehingga gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologis sangat hebat (Djaafar, 2004). Pasien akan merasakan pendengaran yang makin buruk apabila liang telinga dipenuhi oleh sekret dan akan berkurang apabila sekret dibersihkan (Ramalingam, 1990). Pada kenyataannya, gangguan pendengaran pada OMSK tidak seluruhnya tuli konduktif murni. Tidak sedikit penderita OMSK menderita tuli sensorineural atau tuli campur. Setiap kali ada infeksi didalam telinga tengah, maka ada kemungkinan produk-produk infeksi akan menyebar melalui fenestra rotundum ke telinga dalam, dan akan mengakibatkan ketulian sensorineural (Sari dan Samiharja, 1999).
26 Rambe pada penelitiannya yang dilakukan antara April 2002 Juli 2002 di RSUP. H. Adam Malik Medan terhadap 94 sampel telinga penderita OMSK, mendapatkan jenis gangguan pendengaran yang terbanyak dijumpai adalah tuli konduktif sebanyak 75 telinga (79,8%), tuli campur sebanyak 16 telinga (17%) dan tuli saraf sebanyak 3 telinga (3,2%) (Rambe, 2002). Wisnubroto pada penelitian retrospektif di RS. Soetomo Surabaya antara tahun , dari data rekam medis penderita OMSK yang telah menjalani pembedahan telinga, tercatat hanya ada 475 rekam medis yang dilengkapi hasil audiogram prabedah. Yang mengalami tuli konduktif terdiri dari 93 (19,6%) kasus OMSK reversibel, 140 (29,5%) kasus OMSK benigna dan 115 (24,2%) sebagian kasus OMSK maligna. Sisanya sebanyak 127 (26,7%) kasus OMSK maligna sudah mengalami tuli perseptif berat sampai total (Wisnubroto, 2003). Morisson (1969) melaporkan bahwa 25% dari kasus dengan peradangan telinga tengah mengalami tuli sensorineural (Yeoh, 1997). English et al (1973) pada penelitian terhadap 404 pasien dengan OMSK, menjumpai adanya suatu hubungan antara lamanya penyakit dengan derajat tuli sensorineural (Yeoh, 1997). Cusimano et al (1989) juga melaporkan bahwa lamanya penyakit mempunyai pengaruh terhadap terjadinya tuli sensorineural dan tidak dijumpai adanya hubungan dengan umur sewaktu terjadinya serangan (Yeoh, 1997).
27 Nani dkk pada penelitiannya untuk mendeteksi ketulian sensorineural terhadap penderita OMSK unilateral di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Ujung Pandang antara April 1996 September 1996 menemukan dari 22 penderita yang ditemukan, terdapat 9 (40,9%) kasus yang terdeteksi adanya ketulian sensorineural (Nani, Mangape & Sedjawidada, 1996). De Azevedo et al pada penelitiannya terhadap 115 penderita OMSK dengan dan tanpa kolesteatoma, mendapatkan 78 penderita OMSK dengan kolesteatoma dan sebanyak 15 penderita (13%) mengalami tuli sensorineural (De Azevedo et al, 2007). Data subdivisi otologi THT-KL RSCM Jakarta antara Januari 2002 Desember 2006, dari 212 penderita OMSK tipe maligna yang menjalani pembedahan telinga, didapatkan 53 penderita (25%) mengalami tuli sensorineural (Restuti, 2007). Insiden tuli campur (mixed hearingloss = MHL) pada OMSK telah dilaporkan oleh banyak penulis. Paparella et al, sebagaimana dikutip oleh Shenoi (1987) mendapatkan 279 kasus MHL diantara 500 telinga dengan OMSK. Gardenghi melaporkan insiden MHL pada OMSK adalah 42%. Sementara Bluvesteis melaporkan insiden MHL pada OMSK ini adalah 38%. Nani (1996) melaporkan terdapat sekitar 5% dari 22 penderita OMSK mengalami MHL. Di RSUP Dr. Kariadi Semarang, insiden MHL juga pernah dilaporkan oleh Pradipto sebesar 12,75% dan Dullah (1996) mendapatkan MHL sebanyak 44,5% dari 54 telinga dengan OMSK (Sari dan Samiharja, 1999).
28 Santoso dan Ahadiah pada penelitiannya terhadap penderita OMSK tipe maligna dengan komplikasi ekstrakranial antara Januari 2004 Desember 2006 di RS. Dr. Soetomo Surabaya, mendapatkan dari 163 penderita ditemukan 56 penderita (34,36%) mengalami komplikasi ekstrakranial dan jenis ketulian yang terbanyak ditemukan adalah MHL (46,43%) (Santoso dan Ahadiah, 2007). Terjadinya MHL pada OMSK ini menunjukkan bahwa lesi fungsional telah terjadi di telinga tengah dan juga telinga dalam (Sari dan Samiharja, 1999). Djafaar dalam penelitiannya yang dilakukan antara di RSCM Jakarta, menjumpai dari 145 pasien OMSK tipe berbahaya yang berobat ditemukan 88 penderita (60%) tuli konduktif sedang berat, 8 orang penderita (6%) dengan tuli campur, 18 penderita (12%) dengan tuli saraf berat, dan sisanya 31 penderita (22%) tidak ada audiogramnya (Djaafar, 2001). 2.7 Audiometri Nada Murni Audiometri nada murni adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengukur sensitivitas pendengaran dengan alat audiometer yang mengunakan nada muni (pure tone) yaitu bunyi yang hanya mampunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik (Feldman dan Grimes, 1997).
29 Walaupun pemeriksaan audiometri nada murni tidak sepenuhnya objektif, tetapi sampai sekarang masih merupakan yang paling banyak dipakai untuk keperluan klinis oleh karena prosedurnya yang sederhana namun dapat banyak memberi informasi tentang keadaan sistem pendengaran (Feldman dan Grimes, 1997). Audiometer yang tersedia di pasaran umumnya terdiri dari enam komponen utama, yaitu: a. Oskilator, yang menghasilkan berbagai nada murni b. Amplifier, untuk menaikkan intensitas nada murni sampai dapat terdengar c. Pemutus (interrupter), yang memungkinkan pemeriksa menekan dan mematikan tombol nada murni secara halus tanpa terdengar bunyi lain (klik) d. Attenuator, agar pemeriksa dapat menaikkan atau menurunkan intensitas ke tingkat yang dikehendaki e. Earphone, yag mengubah gelombang listrik yang dihasilkan oleh audiometer menjadi bunyi yang dapat didengar f. Sumber suara penganggu (masking), yang sering diperlukan untuk meniadakan bunyi ke telinga yang tidak diperiksa (Feldman dan Grimes, 1997).
30 berikut ini : Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal Nada murni (pure tone) : merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. Bising : merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari narrow band (spektrum terbatas) dan white noise (spektrum luas). Frekuensi : nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana (simple harmonic motion). Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz. Intensitas bunyi : dinyatakan dalam db (decibel), dikenal db HL (hearing level), db SL (sensation level) dan db SPL (sound pressure level). Ambang dengar : bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar ini dihubung-hubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian. Nilai nol audiometrik (audiometric zero) : dalam db HL dan db SL, yaitu intensitas nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih
31 dapat didengar oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal (18-30 tahun). Notasi pada audiogram : untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yang diperiksa antara Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa antara Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru sedangkan untuk telinga kanan dipakai warna merah (Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2004). Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli. Jenis ketulian yaitu tuli konduktif, sensorineural atau tuli campur juga dapat ditentukan (Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2004). Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu: Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz 3 Menurut kepustakaan terbaru frekuensi 4000 Hz berperan penting untuk pendengaran, sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga derajat ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang dengar di atas, kemudian dibagi 4 (Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2004).
32 Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz 4 Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran udara (AC) saja (Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2004). Derajat ketulian ISO (International Standard Organization) : 0 25 db : normal >25 40 db : tuli ringan >40 55 db : tuli sedang >55 70 db : tuli sedang berat >70 90 db : tuli berat >90 db : tuli sangat berat (Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2004). Manfaat audiometri nada murni : a. Keadaan fungsi pendengaran masing-masing telinga secara kualitatif (pendengaran normal, tuli konduktif, tuli sensorineural dan tuli campur)
33 b. Derajat gangguan pendengaran (kuantitatif) yaitu normal, tuli ringan, tuli sedang dan tuli berat (Feldman dan Grimes, 1997).
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007).
20 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 2.1.1. Membran Timpani Membran
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 2.1.1. Membran Timpani Membran
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan adanya lubang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
4 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi Telinga Tengah 1. Membran timpani 2. kavum timpani 3. prossesus mastoideus 4. tuba eustachius Gambar 2.1 Anatomi Telinga Tengah Gambar ini dikutip dari Netter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan peradangan dan infeksi kronis pada telinga tengah dan rongga mastoid yang ditandai dengan adanya sekret yang keluar terus
Lebih terperinciLAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI. I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon :
Lampiran 1 LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon :. Agama : No. M R : Tanggal : II. Keluhan Utama : III. Keluhan tambahan : - Sakit
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Untuk memahami tentang gangguan pendengaran, perlu diketahui dan dipelajari anatomi telinga dan fisiologi pendengaran. Telinga dibagi atas telinga luar,telinga
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi telinga Gambar 1 anatomi telinga (Sumber: Kaneshiro N K,2011) 2.1.1. Anatomi telinga luar Anatomi luar terdiri dari, heliks, lipatan heliks, kanal heliks,kanalis auditorius
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Tengah Rongga yang terdapat antara membran timpani dengan tulang labirin yang terdapat ditulang petrosus berisi antara lain rantai osikuler, tuba eustachius dan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Otitis Media Supuratif Kronis
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronis Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral.
Lebih terperinciAudiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL
Audiometri dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Definisi Audiogram adalah suatu catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan menggunakan alat berupa audiometer, yang berisi grafik batas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telinga adalah organ penginderaan yang berfungsi ganda untuk pendengaran dan keseimbangan dengan anatomi yang kompleks. Indera pendengaran berperan penting dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar
Lebih terperinciPemeriksaan Pendengaran
Komang Shary K., NPM 1206238633 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia LTM Pemicu 4 Modul Penginderaan Pemeriksaan Pendengaran Pendahuluan Etiologi penurunan pendengaran dapat ditentukan melalui pemeriksaan
Lebih terperinciAUDIOMETRI NADA MURNI
AUDIOMETRI NADA MURNI I. Definisi Audiometri Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Otitis media supuratif kronis adalah peradangan kronis mukosa telinga
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otitis Media Supuratif Kronis 2.1.1 Definisi Otitis media supuratif kronis adalah peradangan kronis mukosa telinga tengah disertai perforasi membran timpani yang telah berlangsung
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi telinga Telinga merupakan organ penginderaan dengan fungsi pendengaran dan keseimbangan. Telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan
Lebih terperinciOTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK AD AKTIF TIPE AMAN
LAPORAN KASUS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK AD AKTIF TIPE AMAN Oleh : SAIFUL BAHRI ( H1A 005 045 ) DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT THT RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI
Lebih terperinciKEPUSTAKAAN. Aboet A, Radang Telinga Tengah Menahun dalam Pidato pada Pengukuhan Sebagai Guru Besar pada FK USU. Medan.
KEPUSTAKAAN Aboet A, 2007. Radang Telinga Tengah Menahun dalam Pidato pada Pengukuhan Sebagai Guru Besar pada FK USU. Medan. hal:1-11 Acuin J, 2002. Chronic Suppurative Otitis Media in British Medical
Lebih terperinciBAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA
BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA Telinga merupakan salah satu panca indera yang penting bagi manusia yang mempunyai dua fungsi yaitu untuk pendengaran dan keseimbangan. Telinga, menurut anatominya dibagi
Lebih terperinciTelinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya
Lebih terperinciBAB 2 TINJUAN KEPUSTAKAAN
BAB 2 TINJUAN KEPUSTAKAAN 2. 1. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK 2.1.1. DEFINISI OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis media supuratif kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga tersebut lebih dari tiga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pharmaceutical Care adalah salah satu elemen penting dalam pelayanan kesehatan dan selalu berhubungan dengan elemen lain dalam bidang kesehatan. Farmasi dalam kaitannya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah merupakan ruang berisi udara dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membran mukosa. Di ruang ini memiliki beberapa tulang-tulang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
6 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) 2.1.1. Definisi Otitis Media merupakan suatu keadaan inflamasi pada mukosa telinga tengah dan rongga mastoid, tanpa melihat pada etiologi
Lebih terperinciMembahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi. gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan.
_Bio Akustik_01 Membahas bio-akustik berarti berusaha mengurai keterkaitan antara bunyi gelombang bunyi, getaran dan sumber bunyi dengan kesehatan. Apa sih yang dimaksud gelombang itu? dan apa hubungannya
Lebih terperinciIDENTITAS I.1. IDENTITAS RESPONDEN
66 Lampiran 1 STATUS PENELITIAN No. I. IDENTITAS I.1. IDENTITAS RESPONDEN Nama :... Tanggal lahir :... Jenis Kelamin :... Alamat :... Telepon :... No. M R :... Anak ke/dari :... Jumlah orang yang tinggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tubaeustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. otitis media terbagi atas otitis mediasupuratif
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN OMSK 1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (aural toilet)
PENATALAKSANAAN OMSK OMSK Tipe Aman Pengobatan OMSK tipe aman berprinsip pengobatan konservatif atau dengan medikamentosa. Pengobatan OMSK tipe aman secara konservatif, yaitu : 1. Membersihkan liang telinga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah terdiri dari : 1. Membran timpani. 2. Kavum timpani. 3. Tuba Eustachius 4. Prosesus mastoideus. Gambar 2.1. Anatomi Telinga Tengah (Dikutip
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anatomi Organ Pendengaran Telinga adalah organ yang berfungsi dalam pendengaran dan juga keseimbangan tubuh. Telinga dapat dibagi menjadi
Lebih terperinciASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA
ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. otitis media dibagi menjadi bentuk akut dan kronik. Selain itu terdapat sistem
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media merupakan peradangan mukosa telinga tengah yang terdiri atas otitis media non supuratif dan supuratif. Berdasarkan durasi waktu otitis media dibagi menjadi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Anatomi Telinga Luar Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Gangguan Pendengaran Menurut World Health Organization (WHO), gangguan pendengaran adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan kehilangan pendengaran di
Lebih terperinciHUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012.
HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012 Oleh: DENNY SUWANTO 090100132 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
Lebih terperinciKOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS TUGAS REFERAT PENYUSUN Dwi Meutia Julyta 030.13.063 PEMBIMBING Dr. Bima Mandraguna, Sp THT- KL Dr. Aditya Arifianto, Sp THT - KL KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN THT
Lebih terperinci4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian
DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL...
Lebih terperinciPOLA KUMAN AEROB PENYEBAB OMSK DAN KEPEKAAN TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI BAGIAN THT FK USU / RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN. Dr.
POLA KUMAN AEROB PENYEBAB OMSK DAN KEPEKAAN TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI BAGIAN THT FK USU / RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN Dr. SITI NURSIAH Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Studi Ilmu Penyakit
Lebih terperinci1. Pria 35 tahun, pekerja tekstil mengalami ketulian setelah 5 tahun. Dx a. Noise Induced HL b. Meniere disease c. Labirintis d.
THT [TELINGA] Jumlah soal : 30 soal 1. Pria 35 tahun, pekerja tekstil mengalami ketulian setelah 5 tahun. Dx a. Noise Induced HL b. Meniere disease c. Labirintis 2. Tuli Konductive berapa db?? a. > 75
Lebih terperinci11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,
Lebih terperinciTelinga Luar. Dalam kulit kanal auditorius eksterna. Glandula seminurosa. Sekresi substansi lilin. serumen. tertimbun. Kanalis eksternus.
Gangguan pendengaran Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif, tuli sensorineural/saraf/perseptif, atau tuli campur. 1. Tuli konduktif disebabkan kelainan di telinga luar atau telinga tengah.
Lebih terperinciANGKA KEBERHASILAN MIRINGOPLASTI PADA PERFORASI MEMBRANA TIMPANI KECIL, BESAR, DAN SUBTOTAL PADA BULAN JUNI 2003 SAMPAI JUNI 2004
ANGKA KEBERHASILAN MIRINGOPLASTI PADA PERFORASI MEMBRANA TIMPANI KECIL, BESAR, DAN SUBTOTAL PADA BULAN JUNI 2003 SAMPAI JUNI 2004 Shinta Fitri Boesoirie, Thaufiq S. Boesoirie Bagian Ilmu Kesehatan Telinga,
Lebih terperinci12/3/2010 YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN
YUSA HERWANTO DEPARTEMEN THT-KL FK USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN FISIOLOGI PENDENGARAN 1 Skala vestibuli, berisi perilimf Helikotrema Skala tympani, berisi perilimf Foramen rotundum bergetar Menggerakkan
Lebih terperinciTes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah test. Test penala nada tinggi dan nada rendah
TEST PENALA & AUDIOMETRI NADA MURNI Yusa Herwanto Departemen THT-KL FK USU/ Rs.Adam Malik Medan GARPU PENALA (Turning Fork) Tes pendengaran rutin untuk diagnosis gangguan pendengaran Rinne, Weber, Schwabah
Lebih terperinciBAB II KONSEP DASAR. Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang disebabkan oleh suatu infeksi
BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang disebabkan oleh suatu infeksi telinga tengah, jika tidak diobati dapat terjadi osteomilitis (Brunner dan Suddarth, 2000). Mastoiditis
Lebih terperinciKesesuaian Temuan Erosi Tulang Dan Kolesteatoma Pada Tomografi Komputer Preoperatif Dengan Temuan Operasi Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya
Kesesuaian Temuan Erosi Tulang Dan Kolesteatoma Pada Tomografi Komputer Preoperatif Dengan Temuan Operasi Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya TESIS Nani Lukmana 0806361074 UNIERSITAS INDONESIA FAKULTAS
Lebih terperincimemfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.
KONSEP MEDIK A. Pengertian Mastoiditis Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala
Lebih terperinciLAMPIRAN 1. STATUS PENELITIAN
LAMPIRAN 1. STATUS PENELITIAN No. penelitian : Tanggal : No. MR : I. Data-data Pasien : Nama : Umur : tahun Jenis kelamin : Pekerjaan : Alamat : Telepon : II. Keluhan Utama : Telinga berair : ya / tidak,
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN. II. 1 Anatomi Telinga. Telinga terbagi menjadi 3 :
BAB I PENDAHULUAN Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada
Lebih terperinciBIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,
BIOAKUSTIK Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi, Bioakustik membahas bunyi yang berhubungan dengan makhluk hidup, terutama manusia. Bahasan bioakustik: proses pendengaran dan instrumen
Lebih terperinci(Assessment of The Ear)
Pengkajian Pada Telinga (Assessment of The Ear) RIWAYAT KESEHATAN Keluhan Utama Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pola Hidup dan Psikososial Review System 1. Keluhan Utama Kehilangan Pendengaran Nyeri Drainase
Lebih terperinciSENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi. Oleh
SENSASI PENDENGARAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Umum I yang dibina oleh Ibu Dyah Sulistyorini, M, Psi Oleh Diar Arsyianti ( 406112402734) Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bunyi atau Suara dan Sifatnya Bunyi merupakan suatu gelombang berupa getaran dari molekul-molekul zat yang saling beradu satu dengan yang lain secara terkoordinasi sehingga
Lebih terperinciBAB II. Kepustakaan. 2.1 Anatomi telinga luar
BAB II Kepustakaan 2.1 Anatomi telinga luar Secara anatomi, telinga dibagi atas 3 yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi mengumpulkan dan menghantarkan gelombang bunyi
Lebih terperinciBAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat
BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam.
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anatomi Telinga dan Organ Vestibular Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. Gambar 1. Anatomi Telinga. 4 II.1.1 Telinga Luar Telinga luar merupakan
Lebih terperinciKaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.
HIDUNG Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar
Lebih terperinciAUDIOLOGI. dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL BAGIAN THT KL FK USU MEDAN 2009
AUDIOLOGI dr. Harry A. Asroel, Sp.THT-KL BAGIAN THT KL FK USU MEDAN 2009 Definisi : Ilmu yang mempelajari pendengaran MENDENGAR diperlukan 1.Rangsang yg Adekuat bunyi 2.Alat penerima rangsang telinga BUNYI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Batasan istilah
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Batasan istilah Trauma akustik adalah kerusakan sistem pendengaran akibat paparan energi akustik yang kuat dan mendadak seperti pada ledakan hebat, dentuman atau tembakan senjata
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. bunyi. Vibrasi atau getaran media ini digambarkan sebagai suatu gelombang
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bunyi Bunyi adalah suatu efek yang dihasilkan pada organ pendengaran yang disebabkan oleh vibrasi udara atau media lainnya yang berasal dari suatu sumber bunyi. Vibrasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung selama minimal 12 minggu berturut-turut. Rinosinusitis kronis
Lebih terperinciasuhan keperawatan Tinnitus
asuhan keperawatan Tinnitus TINNITUS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mesin memiliki kebisingan dengan suara berkekuatan tinggi. Dampak negatif yang ditimbulkannya adalah kebisingan yang berbahaya bagi karyawan. Kondisi ini dapat mengakibatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinosinusitis kronis (RSK) adalah penyakit inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Pengobatan RSK sering belum bisa optimal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan masalah yang sering terjadi pada anak anak, misal otitis media akut (OMA) merupakan penyakit kedua tersering pada
Lebih terperinci1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH
TES GARPU TALA Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran individu secara kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala frekuensi rendah sampai tinggi 128
Lebih terperinciStruktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia
Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Lodowina Eresyen Rumaratu Nim : 102011092 Email : dewirumaratu@yahoo.co.id Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Manusia
Lebih terperinciBAB V. Fungsi Indera Pendengaran
BAB V Fungsi Indera Pendengaran A. STRUKTUR ANATOMI TELINGA Secara anatomis, telinga manusia dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Telinga bagian luar Telinga bagian luar terdiri dari aurikula
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indera pendengaran dan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telinga Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indera pendengaran dan fungsi keseimbangan tubuh. 9 2.1.1. Anatomi telinga Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan serta keselamatan kerja merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional di tempat kerja. Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka
Lebih terperinciPendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang
MENIERE S DISEASE Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang dari vertigo yang berlangsung dari
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis media supuratif kronis adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga tersebut lebih dari tiga
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri
ABSTRAK Gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Deteksi dini berupa pemeriksaan audiometri banyak digunakan
Lebih terperinciOtitis Media Supuratif Kronik pada Anak
ARTIKEL PENELITIAN Otitis Media Supuratif Kronik pada Anak Muhamad Faris Pasyah, Wijana Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah
Lebih terperinciAnatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.
Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,
Lebih terperinciVertigo. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)
Vertigo DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Pendahuluan Vertigo merupakan masalah yang menyebabkan kesulitan bagi dokter maupun pasien Pasien sulit menjelaskan keluhannya (simptom), dokter juga sulit menangkap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pendengaran Manusia Telinga merupakan alat indera yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang berada di sekitar manusia dan sebagai alat keseimbangan (Soetirtio,
Lebih terperinciFrekuensi suara Frekuensi suara yang dapat didengar adalah antara 20 dan Hz. Orangtua hanya dapat mendengar sampai frekuensi 10 khz. Diatas 20
Bunyi,telinga dan pendengaran. Gelombang bunyi adalah suatu getaran mekanis dalam suatu gas,cairan dan benda padat yang merambat/berjalan menjauhi sumber. Kita dapat melihat pada gambar tentang diafragma
Lebih terperinciGAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG TENGGOROK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI TAHUN
GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG TENGGOROK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI TAHUN 2012-2014 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal. Sinusitis juga dapat disebut rinosinusitis, menurut hasil beberapa diskusi pakar yang
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN
31 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan leher 4.2. Rancangan Penelitian Desain penelitian
Lebih terperinciPENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen
RSU. HAJI MAKASSAR RINITIS ALERGI PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen TUJUAN Menembalikan fungsi hidung dengan cara menghindari allergen penyebab,
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA PENELITIAN
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut, maka dikembangkan suatu kerangka
Lebih terperinciSensasi dan Persepsi
SENSASI Sensasi dan Persepsi Sensasi: Deteksi energi fisik yg dihasilkan /dipantulkan oleh benda-benda fisik Persepsi Sekumpulan tindakan mental yg mengatur impulsimpuls sensorik mjd 1 pola bermakna Proses
Lebih terperinciTahun : Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23
Matakuliah Tahun : 2009 : L0044/Psikologi Faal Sistem Sensoris Pendengaran dan Keseimbangan Pertemuan 23 TELINGA saraf kranial VIII (n. auditorius) terdiri dari 3 bagian : telinga luar, tengah dan dalam
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian dilakukan sampai jumlah sampel terpenuhi.
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
BAB TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustacius dan prosesus mastoideus Moore, Dhingra,... Membran timpani Membran timpani di
Lebih terperinciASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA
ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada tonsil atau yang biasanya dikenal masyarakat amandel merupakan masalah yang sering dijumpai pada anak- anak usia 5 sampai 11 tahun. Data rekam medis RSUD
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang dilaksanakan menggunakan teknologi modern dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan,
Lebih terperinciKRITERIA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
KRITERIA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS Fairuziah Binti Bader Alkatiri Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ziaalkatiri@gmail.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran
Lebih terperinci