REFERAT OTITIS MEDIA EFUSI DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT DALAM MENEMPUH PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REFERAT OTITIS MEDIA EFUSI DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT DALAM MENEMPUH PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER"

Transkripsi

1 REFERAT OTITIS MEDIA EFUSI DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT DALAM MENEMPUH PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER ILMU PENYAKIT THT RSUD KOTA SEMARANG DISUSUN OLEH : Miske Marsogi Nina Amelia Gunawan RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA PERIODE 23 APRIL MEI 2011 SEMARANG

2 HALAMAN PENGESAHAN Nama : Miske Marsogi ( ) : Nina Amelia Gunawan ( ) Universitas : Tarumanagara Fakultas Tingkat : Kedokteran Umum : Program Studi Profesi Dokter Diajukan : Mei 2011 Bagian Judul : Ilmu Penyakit THT : Otitis Media Efusi Bagian Ilmu Penyakit THT RSUD Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Mengetahui Ketua SMF Ilmu Penyakit THT Pembimbing RSUD Kota Semarang dr. Djoko Prasetyo A, Sp. THT dr. Lukman Mus aat Sp. THT 2

3 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas seluruh bimbingan dan kasih karunia-nya, sehingga penulis sanggup menulis referatnya dengan judul OTITIS MEDIA EFUSI, sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang periode 23 April 2011 sampai dengan 23 Mei Selain itu, besar harapan dari penulis bilamana referat ini dapat membantu proses pembelajaran dari pembaca sekalian. Dalam penulisan referat ini, penulis telah mendapat bantuan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. dr. dr. Jhoni Abimanyu, MM. selaku Direktur RSUD Kota Semarang 2. dr. Djoko Trihadi, Sp.PD FCCP, selaku Ketua Diklat RSUD Kota Semarang 3. dr. Djoko Prasetyo A, Sp. THT, selaku Ketua SMF dan selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT di RSUD Kota Semarang 4. dr. Lukman Mus Aat, Sp. THT, selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit THT di RSUD Kota Semarang 5. Bapak Wahyuri selaku staf Poliklinik THT di RSUD Kota Semarang 6. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit THT RSUD Kota Semarang periode 23 April 2011 sampai dengan 23 Mei 2011 Penulis menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran yang bermanfaat untuk mencapai referat yang sempurna. Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca. Semarang, Mei 2011 Penulis 3

4 DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN 2 KATA PENGANTAR 3 DAFTAR ISI 4 BAB I PENDAHULUAN 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA (ANATOMI & FISIOLOGI TELINGA TENGAH) 6 (OTITIS MEDIA EFUSI) 12 BAB III KESIMPULAN 25 DAFTAR ISI 26 4

5 BAB I PENDAHULUAN The American Academy of Pediatrics (AAP) dan The American Academy of family Physician (AAFP) mendefinisikan otitis media akut sebagai suatu infeksi dari telinga tengah dengan onset akut dan terdapatnya efusi telinga tengah serta terdapat tanda-tanda peradangan dari telinga tengah. Otitis media dengan efusi atau disebut juga dengan otitis media serosa (OMS) adalah cairan di dalam telinga bagian tengah tanpa disertai gejala dan tanda infeksi. OMS biasanya terjadi ketika tuba eustachius tertutup dan cairan terperangkap di dalam telinga bagian tengah. Tanda dan gejala dari Otitis Media Akut (OMA) muncul ketika cairan yang terperangkap di dalam telinga tengah terinfeksi oleh bakteri patogen. Bulging dari membrana timpani mamiliki nilai prediktif yang paling tinggi saat mengevaluasi ada tidaknya otitis media serosa. Selain itu dapat pula ditemukan beberapa hal lain yang dapat mengindikasi terjadinya otitis media serosa, misalnya terdapat gerakan membrane timpani yang terbatas pada saat diperiksa dengan pneumatic otoscopy dan terlihat cairan di belakang membrane timpani ketika cairan yang ada di dalam telinga tengah telah terinfeksi (Cook, K. 2008) Otitis media serosa, lebih dikenal sebagai cairan dalam telinga tengah (Middie Ear Effusion), adalah kondisi yang paling sering menyebabkan hilangnya pendengaran pada anak. Normalnya, ruang di belakang gendang telinga yang terdiri dari tulang-tulang pendengaran diisi oleh udara. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya transmisi suara normal. Ruangan ini dapat terisi oleh cairan selama periode flu atau pada kondisi infeksi saluran nafas bagian atas. Ketika flu sembuh, cairan ini secara keseluruhan akan di alirkan keluar dari telinga melalui sebuah saluran yang menghubungkan telinga luar dengan hidung yaitu tuba eustachius. Tuba eustachius tidak dapat kering dengan baik pada anakanak. Cairan yang telah terakumulasi didalam ruang di telinga tengah seringkali terblokir untuk keluar (Levensn, M.J., 2007) ( 1 ) 5

6 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ANATOMI & FISIOLOGI TELINGA TENGAH ANATOMI TELINGA TENGAH Telinga tengah digambarkan seperti sebuah kotak (kubus) dengan batas-batas seperti berikut: Batas luar : membran timpani Batas depan : tuba eustachius yang menghubungkan daerah telinga tengah dengan nsofaring Batas bawah : vena (bulbus) jugularis yang superiolateral menjadi sinus sigmoideus dan ke tengah menjadi sinus cavernous, cabang aurikulus saraf vagus masuk telinga tengah dari dasarnya. Batas belakang: aditus ad antrum yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dangan antrum mastoid. Batas dalam : berturut turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,kanalis fasialis,tingkap oval,tingkap bundar,dan promontorium. 6

7 Batas atas : tegmen timpani MEMBRAN TIMPANI Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang teling dan terlihat terlihat oblik terhdap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membrane Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membrane propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikitserat elastin yang berjalan radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflex cahaya..(cone of light) kearah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani kanan. Reflek cahaya adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani. Di membrane timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflex cahaya yang berupa kerucut. Membrane timpani dibagi dalam 4 kuadran,dengan menarik garis searah prosessus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,sehingga didapatkan bagian atas depan,atas belakang,bawah depan serta bawah belakang untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani. 7

8 KAVUM TIMPANI Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior. Atap kavum timpani. Dibentuk tegmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama. Lantai kavum timpani Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis. Dinding medial. Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding posterior 8

9 Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Dinding anterior Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna. Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius. Kavum timpani terdiri dari : 1. Tulang-tulang pendengaran terdiri dari : Malleus ( hammer / martil). Inkus ( anvil/landasan) Stapes ( stirrup / pelana) 2. Otot-otot pada kavum timpani. Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius ( muskulustapedius) 3. Saraf Korda Timpani Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior. 4. Pleksus Timpanikus Berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna. Saraf Fasial 9

10 Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui meatus akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari dua komponen yang berbeda, yaitu: 1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua (faringeal) yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. digastrik dan m. stapedius. 2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis. TUBA EUSTACHIUS Menghubungkan rongga timpani dgn nasofaring,panjang 3,5 cm. Bagian 1/3 posterior terdapat dinding tulang dan bagian 2/3 anterior terdapat dinding tulang rawan. Dilapisi oleh epitel silindris bertingkat bersilia dan epitel selapis silindris bersilia degan sel goblet dekat farings. Dinding tuba biasanya kolaps,tetapi selama proses menelan dinding tuba akan terpisah dan udara masuk ke rongga telinga tengah sehingga tekanan udara pada kedua sisi membran timpani seimbang dengan tekanan atmosfer. Tuba auditiva meluas dari dinding anterior cavum timpani ke bawah,depan,dan medial sampai ke nasophaynx. Sepertiga posteriornya adalah tulang,dan dua pertiga anteriornya dalah tulang rawan. Berhubungan dengan nasopharinx setelah berjalan diatas tepi atas m. constrictor pharynges superior. Tuba auditiva berfungsi untuk membuat seimbang tekanan udara dalam cavum timpani dengan nasopharing. 10

11 PROSESUS MASTOIDEUS Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga, didalamnya terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Rongga-rongga udara ini ( air cells ) terhubung dengan rongga besar yang disebut antrum mastoid. Kegunaan air cells ini adalah sebagai udara cadangan yang membantu pergerakan normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya dengan rongga telinga tengah juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari telinga tengah ke tulang mastoid yang disebut sebagai mastoiditis Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas : 1. Prosesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel. 2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja. 3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar. ANTRUM MASTOID Merupaka ruangan didalam os temporal yang dilapisi mukosa dgn epitel squamous simplex danmerupakan lanjutan dari cavum timpani. Antrum melanjut ke cavum timpani melalui aditus ad antrum. Atap antrum mastoid adalah tegmen timpani (berbatasan dengan fossa kranii media, bagian medialnya Canalis semisirkularis lateralis dan posterior. Pertemuan antara tegmen dan sinus lateralis disebut sinodural angle. Dasar antrum berbatasan dengan canalis falopii pars horisontalis. ( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) 11

12 BAB III TINJAUAN KEPUSTAKAAN OTITIS MEDIA EFUSI I. DEFINISI Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (=otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/ome, otitis media mucoid). ( 2 ) Adanya cairan di telinga tengah tanpa dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi disebut juga sebagai otitis media dengan efusi. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear). ( 2 ) Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas dua jenis yaitu otitis media serosa akut dan otitis media serosa kronis. Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Batasan antara otitis media serosa akut dan kronis hanya pada cara terbentuknya sekret. Pada otitis media serosa akut sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga, sedangkan pada keadaan kronik sekret terbentuknya secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama (Blakleyp). ( 2 ) II. EPIDEMIOLOGI Infeksi telinga tengah merupakan diagnosa utama yang paling sering dijumpai pada anakanak usia kurang dari 15 tahun yang diperiksa di tempat praktek dokter.( 3 ) Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. ( 4 ) Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia 10 tahun. Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.( 4 ) Pada tahun 1990, 12,8 juta kejadian otitis media terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Anak-anak dengan usia di bawah 2 tahun, 17% memiliki peluang untuk kambuh kembali % anak-anak dengan OMA dapat menjadi OME setelah 30 hari dan 10% lainnya menjadi OME 12

13 setelah 90 hari, sedikitnya 3,84 juta kasus OME terjadi pada tahun tersebut; 1,28 juta kasus menetap setelah 3 bulan. ( 3 ) Statistik menunjukkan 80-90% anak prasekolah pernah menderita OME. Kasus OME berulang (OME rekuren) pun menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi terutama pada anak usia prasekolah, sekitar 28-38%. ( 5, 1 ) Otitis media serosa kronis lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan otitis media serosa akut lebih sering terjadi pada orang dewasa. Otitis media serosa unilateral pada orang dewasa tanpa penyebab yang jelas harus dipikirkan kemungkinan adanya karsinoma nasofaring. ( 2 ) III. ETIOLOGI Otitis media serosa dapat terjadi akibat kondisi-kondisi yang berhubungan dengan pembukaan dan penutupan tuba eustachius yang sifatnya periodik. Penyebabnya dapat berupa kelainan kongenital, akibat infeksi atau alergi, atau dapat dapat juga disebabkan akibat blokade tuba (misalnya pada adenoid dan barotrauma) Tuba eustachia immature merupakan kelainan kongenital yang dapat menyebabkan terjadinya timbunan cairan di telinga tengah. Ukuran tuba eustachius pada anak dan dewasa berlainan dalam hal ukuran. Beberapa anak mewarisi tuba eustachius yang kecil dari kedua orang tuanya, hal inilah yang dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya tendensi atau kecenderungan infeksi telinga tengah dalam keluarga. Selain itu, otitis media serosa juga lebih sering terjadi pada anak dengan cleft palatal (terdapatnya celah pada daerah palatum). Hal ini desebabkan karena otot-otot ini tumbuh tidak sempurna pada anak dengan cleft palate Membrana mukosa dari telinga tengah dan tuba eustachius berhubungan dengan membran mukosa pada hidung, sinus, dan tenggorokan. Infeksi pada area-area ini menyebabkan pembengkakan membrana mukosa yang mana dapat mengakibatkan blokade dari tuba eustachius. Sedangkan reaksi alergi pada hidung dan tenggorokan juga menyebabkan pembengkakan membrana mukosa dan memblokir tuba eustachius. Reaksi alergi ini sifatnya bisa akut, seperti pada hay fever tipe reaksi ataupun bersifat kronis seperti pada berbagai jenis sinusitis kronis. Adenoid dapat menyebabkan otitis media serosa apabila adenoid ini terletak di daerah nasofaring, yaitu area disekeliling dan diantara pintu tuba eustachius. Ketika membesar, adenoid dapat memblokir pembukaan tuba eustachius. (Steward, D, 2008). Kegagalan fungsi tuba eustachi dapat pula disebabkan oleh rinitis kronik, sinusitis, tonsilitis kronik, dan tumor nasofaring. ( 6 ) Selain itu, otitis media serosa kronis dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari otitis media akut (OMA) yang tidak sembuh sempurna. ( 2 ) Terapi antibiotik yang tidak adekuat pada OMA dapat menonaktifkan infeksi tetapi tidak dapat menyebuhkan secara sempurna sehingga akan menyisakan 13

14 infeksi dengan grade rendah. Proses ini dapat merangsang mukosa untuk menghasilkan cairan dalam jumlah banyak. Jumlah sel goblet dan mukus juga bertambah. ( 6 ) IV. KLASIFIKASI ( 2 ) Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas 2 jenis: Otitis media serosa akut: Adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Pada otitis media serosa akut, sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga. Otitis media serosa kronis: Pada keadaan kronis, sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama. V. PATOFISIOLOGI Dalam kondisi normal, mukosa telinga bagian dalam secara konstan mengeluarkan sekret, yang akan dipindahkan oleh sistem mukosilier ke nasofaring melalui tuba eustachius. Sebagai konsekuensi, faktor yang mempengaruhi produksi sekret yang berlebihan, klirens sekret yang optimal, atau kedua-duanya dapat mengakibatkan pembentukan suatu cairan di telinga tengah. ( 6 ) Ada 2 mekanisme utama yang menyebabkan OME : a. Kegagalan fungsi tuba eustachi Kegagalan fungsi tuba eustachi untuk pertukaran udara pada telinga tengah dan juga tidak dapat mengalirkan cairan. b. Peningkatan produksi sekret dalam telinga tengah Dari hasil biopsi mukosa telinga tengah pada kasus OME didapatkan peningkatan jumlah sel yang menghasilkan mukus atau serosa. ( 5 ) 14

15 Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma yang mengalir dari pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibat adanya perbadaan tekanan hidrostatik, sedangkan pada otitis media mukoid, cairan yang ada di telinga tengah timbul akibat sekresi aktif dari kelenjar dan kista yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah, tuba eustachius, 15

16 dan rongga mastoid. Faktor utama yang berperan disini adalah terganggunya fungsi tuba eustachius ( 2 ). Otitis media serosa sering timbul setelah otitis media akut. Cairan yang telah terakumulasi dibelakang gendang telinga selama infeksi akut dapat tetap menetap walau infeksi mulai mengalami penyembuhan. Selain itu, otitis media serosa dapat pula terjadi tanpa didahului oleh infeksi, dan dapat terjadi akibat penyakit gastroesophagal reflux atau hambatan tuba eustachius oleh karena infeksi atau adenoid yang membesar. Otitis media serosa sering sekali terjadi pada anak-anak dengan usia antara 3 bulan sampai 3 tahun ( 7 ). Seringkali mengikuti infeksi traktus respiratorius bagian atas adalah otitis media serosa. Sekresi dan inflamasi menyebabkan suatu oklusi relatif dari tuba eustachius. Normalnya, mukosa telinga tengah mengabsorbpsi udara di dalam telinga tengah. Apabila udara dalam telinga tengah tidak diganti akibat obstruksi relatif dari tuba eustachius, maka akibatnya terjadi tekanan negatif dalam telinga tengah dan menyebabkan suatu efusi yang serius. Efusi pada telinga tengah ini menjadi suatu media pertumbuhan mikroba dan dengan adanya ISPA dapat terjadi penyebaran virus-virus dan atau bakteria dari saluran nafas bagian atas ke telinga bagian tengah ( 8 ). Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau penyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 mmhg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah, sehingga cairan keuar dari pembuluh kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai ruptur pembuluh darah sehingga cairan di telinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah. Saat lahir, tuba Eustahius berada pada bidang paralel dengan dasar tengkorak, sekitar 10 derajat dari bidang horizontal dan memiliki lumen yang pendek dan sempit. Seiring dengan pertambahan usia, terutama saat mencapai usia 7 tahun, lumen tuba eustachius menjadi lebih lebar, panjang, dan membentuk sudut 45 derajat terhadap bidang horizontal telinga. Dengan struktur yang demikian, pada anak usia < 7 tahun, sekresi dari nasofaring lebioh mudah mencapai telinga tengahdan membawa kuma patogen ke telinga tengah. Selain itu terdapat faktor resiko pada anak, baik dari struktur anatomi (adanya anomali kraniofasial, Sindrom Down, Cleft Palate, Hipertrofi Adenoid, GERD), fungsional (Serebral Palsy, Sindrom Down, Imunodefisiensi), maupun dari faktor lingkungannya (Bottle feeding, Menyandarkan botol di mulut pada posisi tengadah (supine position), Perokok pasif, Status ekonomi rendah). ( 5, 6, 1 ) 16

17 VI. MANIFESTASI KLINIS Otitis Media Serosa Akut Gejala yang menonjol pada otitis media serosa akut biasanya pendengaran berkurang. Selain itu pasien juga dapat mengeluh rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda, pada telinga yang sakit (diplacusis binauralis). Kadang-kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala berubah. Rasa sedikit nyeri di dalam telinga dapat terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga tengah. Tapi setelah sekret terbentuk, tekanan negatif ini perlahan-lahan menghilang. Rasa nyeri dalam telinga tidak pernah ada bila penyebab timbulnya sekret ada virus atau alergi. Tinitus, vertigo, atau pusing kadang-kadang ada dalam bentuk yang ringan. Pada otoskopi tampak membrana timpani retraksi. Kadang-kadang tampak gelembung udara atau permukaan cairan dalam cavum timpani. Tuli konduktif dapat dibuktikan dengan garpu tala. ( 2 ). Bakley, B. W (2005) menuliskan bahwa meskipun otitis media serosa seringkali muncul tanpa nyeri, cairan yang terkumpul dalam telinga tengah dapat mengurangi pendengaran, pemahaman pembicaraan, gangguan perkembangan bahasa, belajar serta gangguan tingkah laku. Apalagi bila otitis media serosa sering kali terjadi pada anak-anak. Pada kebanyakan anak, otitis media serosa terjadi secara asimptimatis terutama pada anak-anak dibawah 2 tahun. Karena anak-anak memerlukan pendengaran untuk belajar berbicara, maka hilangnya pendengaran akibat cairan di telinga tengah dapat menyebabkan keterlambatan bicara. Anak-anak mulai belajar mengucapkan kata pada usia 18 bulan. Apabila kejadian ini berulang selama berbulan-bulan pada tahun-tahun belajar bicara, maka terjadi misspronounciation atau kesalahan pelafalan yang berat yang akan membutuhkan terapi bicara ( 9 ). Masalah cairan dalam telinga tengah ini paling sering ditemukan pada anak dan biasanya bermanifestasi sebagai tuli konduktif. Merupakan penyebab tersering gangguan pendengaran pada usia sekolah. Keterlambatan berbahasa dapat terjadi jika keadaan ini berlangsung lama. Anak-anak jarang mengemukakan bahwa mereka mempunya kesulitan dalam pendengaran. Guru dapat mengatakan bahwa anak-anak ini kurang perhatiannya terhadap pelajaran. Umumnya orang dewasa dapat menjelaskan gejala-gejala yang dialaminya secara lebih dramatis, dapat berupa perasaan tersumbat dalam telinganya dan menurunnya ketajaman pendengaran. Mereka dapat merasakan adanya perbaikan pendengaran dengan perubahan posisi kepala. Akibat gerakan cairan dalam telinga tengah dapat terjadi tinitus, tapi pusing jarang menjadi masalah ( 1 ). Pada pemeriksaan fisik memperlihatkan imobilitas gendang telinga`pada penilaian dengan otoskop pneumatik. Setelah otoskop ditempelkan rapat-rapat di liang telinga, diberikan tekanan positif dan negatif. Jika terdapat udara dalam timpanum, maka udara itu akan tertekan sehingga membrana timpani akan terdorong kedalam pada pemberian tekanan positif, dan keluar pada tekanan negatif. 17

18 Gerakan menjadi lambat atau tidak terjadi pada otitis media serosa atau mukoid. Pada otitis media serosa, membrana timpani tampak berwarna kekuningan, sedangkan pada otitis media mukoid terlihat lebih kusam dan keruh. Maleus tampak pendek, retraksi dan berwarna kapur. Kadang-kadang tinggi cairan atau gelembung otitis media serosa dapat tampak lewat membrana timpani yang semitransparan ( 1 ). Otitis Media Serosa Kronik Perasaan tuli pada otitis media serosa kronik lebih menonjol (40-45 db), oleh karena adanya sekret kental atau glue ear. Pada anak-anak yang berumur 5-8 tahun keadaan ini sering diketahui secara kebetulan waktu dilakukan pemeriksaan THT atau dilakukan uji pendengaran. ( 2 ) Pada otoskopi terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning kemerahan atau keabuabuan. ( 2 ) VII. DIAGNOSIS Diagnosis OME seringkali sulit ditegakkan karena prosesnya sendiri yang kerap tidak bergejala (asimptomatik), atau dikenal dengan silent otitis media. Dengan absennya gejala seperti nyeri telinga, demam, ataupun telinga berair, OME sering tidak terdeteksi baik oleh orang tuanya, guru, bahkan oleh anaknya sendiri.( 3 ) Oleh karena itu diperlukan anamnesa yang lengkap dan teliti mengenai keluhan yang dirasakan dan riwayat penyakit pasien, misalnya : Telinga seperti tertutup/ rasa penuh? Tinitus frekuensi rendah? Pendengaran berkurang, diplakusis? Otofoni? Nyeri? (Bila ada, deskripsikan kwantitas dan kwalitasnya) Riwayat alergi? Riwayat infeksi saluran napas atas? Riwayat keluarga? Aktivitas akhir-akhir ini? ( 3 ) Dari anamnesa, selanjutnya bisa dilakukan pemeriksaan fisik untuk memperkuat diagnosa kerja. Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain : Nyeri tarik? Nyeri tekan tragus? 18

19 Inspeksi kondisi liang telinga luar Beberapa instrumen penunjang juga membantu menegakkan diagnosis OME, antara lain: Otoscope Pemeriksaan otoskop bertujuan untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan jelas. Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.( 5, 1, 4 ) Pemeriksaan otoskopik dapat memperlihatkan: Membran timpani yang retraksi (tertarik ke dalam), dan opaque yang ditandai dengan hilangnya refleks cahaya Warna membran timpani bisa merah muda cerah hingga biru gelap. Processus brevis maleus terlihat sangat menonjol dan Processus longus tertarik medial dari membran timpani. Adanya level udara-cairan (air fluid level) ( 5, 3 ) Pneumatic otoscope Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara. Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini.(1,4) Pemeriksaan Tuba Untuk menilai ada tidaknya oklusi tuba, bisa dilakukan pemeriksaan tuba misalnya dengan manuver Valsava, pulitzer balik. Tes Pendengaran dengan Garpu Tala Pemeriksaan dilakukan sebagai salah satu langkah skrining ada tidaknya penurunan pendengaran yang biasa timbul pada otitis media efusi. Pada pasien dilakukan tes Rinne, Weber, dan Swabach. Pada otitis media didapatkan gambaran tuli konduktif ( 2 ) Impedance audiometry (tympanometry) Pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur perubahan impedans akustik sistem membran timpani telinga tengah melalui perubahan tekanan udara di telinga luar. Timpanogram tipe A merupakan gambaran dimana tekanan telinga tengah kurang lebih sama dengan tekanan atmosfer (contoh: gambaran normal), timpanogram tipe B adalah gambaran datar tanpa compliance (contoh: adanya efusi di telinga tengah), timpanogram tipe C (contoh: 19

20 adanya tekanan negatif pada telinga tengah). Pada otitis media efusi, biasanya didapatkan timpanogram tipe B ( 5, 4 ) Pure tone Audiometry Selain dengan Garpu Tala, penilaian gangguan pendengaran bisa dilakukana dengan Audiometri Nada Murni. Tuli konduktif umumnya berkisar antara derajat ringan hingga sedang.(5,3) 20

21 VIII. DIAGNOSA BANDING IX. TATALAKSANA NON BEDAH Tatalaksana otitis media efusi secara medikamentosa dapat dikatakan kontroversial, dan penerapannya tergantung dari setiap negara (3). Terapi medikamentosa dapat berupa decongestan, anti histamin, antibiotik, perasat valsava (bila tidak ada tanda-tanda infeksi jalan napas atas), dan hiposensitisasi alergi. Dekongestan dapat diberikan melalui tetes hidung, atau kombinasi anti histamin dengan dekongestan oral (2). Namun kepustakaan lain menuliskan bahwa antihistamin maupun dekongestan tidak berguna bila tidak ada kongesti nasofaring (1). Dasar dari pemberian antibiotik adalah berdasarkan penelitian dari hasil kultur bakteri cairan otitis media efusi. Cairan serosa dan mukoid yang dikumpulkan pada miringotomi untuk diteliti, hasilnya ditemukan biakan kultur positif pada 40% spesimen. Hasil biakan kultur tersebut mengandung organisme yang identik dengan organisme yang didapat dari timpanosentesis otitis media akut. Maka, pemilihan antibiotik pada otitis media serosa dan mukoid serupa dengan otitis media akut (1). Hasil penelitian terkini, membuktikan bahwa penggunaan antibiotik terbukti efektif hanya pada sejumlah kecil pasien, dan efeknya cenderung bersifat jangka pendek. Oleh karena itu, penggunaannya tidak selalu mutlak, mengingat efek sampingnya (seperti gastroenteritis, reaksi atopik, risiko resistensi) tidak sebanding dengan keefektifannya. (3) Hiposensitisasi alergi hanya dilakukan pada kasus-kasus yang jelas memperlihatkan alergi dengan tes kulit. Bila terbukti alergi makanan, maka diet perlu dibatasi. 21

22 Tatalaksana lain yang masih kontroversial keefektifannya antara lain: penggunaan steroid, dan mucolytik. Penggunaan kedua golongan ini kontroversial karena hasil studi banding dengan placebo, tidak menunjukan perbedaan atau hanya sedikit perbaikan. (8) BEDAH Beberapa pilihan untuk tatalaksana bedah antara lain: miringitomi, pemasangan tuba timpanostomi, adenoidektomi. Pemasangan tuba timpanostomi untuk sebagai ventilasi, yang memungkinkan udara masuk ke dalam telinga tengah, dengan demikian menghilangkan keadaan vakum (1). Tuba timpanostomi terdapat dua macam: short term (contoh: grommets), long term (contoh: T- tubes). Tuba jangka pendek dapat bertahan hingga 12 bulan, sedangkan tuba jangka panjang dapat digunakan hingga bertahun-tahun (3). Tuba ventilasi dibiarkan pada tempatnya sampai terlepas sendiri dalam jangka waktu 6-12bulan. Sayangnya karena cairan seringkali berulang, beberapa anak memerlukan tuba yang dirancang khusus sehingga dapat bertahan lebih dari 12 bulan. Keburukan tuba yang tahan lama ini adalah menetapnya perforasi setelah tuba terlepas. Namun, Pemasangan tuba ventilasi dapat memulihkan pendengaran dan membenarkan membran timpani yang mengalami retraksi berat terutama bila ada tekanan negatif yang menetap. (1) Tindakan miringitomi dan aspirasi efusi tanpa pemasangan tuba timpanostomi dibuktikan hanya berguna untuk efek jangka pendek. Berdasarkan studi oleh Gates, tindakan miringitomi diikuti pemasangan tuba timpanostomi, dapat mempercepat perbaikan pendengaran, mempersingkat durasi penyakit, mengurangi angka rekurens. Luka insisi setelah miringitomi biasanya sembuh dalam 1minggu, namun, biasanya disfungsi tuba eustachius 22

23 membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh (biasanya 6minggu). Oleh karena ini, tindakan miringitomi saja, akan meningkatkan angka rekurens. (8) Manfaat adenoidektomi pada otitis media serosa kronik masih diperdebatkan. Tentunya tindakan ini cukup berarti pada individu dengan adenoid yang besar, dimana tindakan adenoidektomi dapat menghilangkan obstruksi hidung nasofaring, memperbaiki fungsi tuba eustachius, dan mengeliminasi sumber reservoir bakteri (1) (3). Namun sebagian besar anak tidak memenuhi kategori tersebut. Penelitian mutakhir (Gates) melaporkan bahwa adenoidektomi terbukti menguntungkan sekalipun jaringan adenoid tersebut tidak menyebabkan obstruksi (1). Namun, mengingat risiko post operasi (seperti perdarahan), adenoidektomi biasanya baru dipertimbangkan ketika penggunaan tuba timpanostomi gagal untuk menangani otitis media efusi (3). PILIHAN TERAPI Kebanyakan pasien dengan otitis media efusi, tidak membutuhkan terapi, terutama jika gangguan pendengarannya ringan, oleh karena resolusi spontan sering terjadi. Dalam 3 bulan pertama setelah onset atau setelah diagnosis, disarankan untuk diobservasi atau dapat diberikan tatalaksana non bedah terlebih dahulu (3). Dalam jangka waktu tersebut, menurut studi, cairan dapat menghilang hingga 90 persen. Cairan yang tetap bertahan setelah 3 bulan, merupakan indikasi bedah. (1) Keputusan untuk melakukan intervensi bedah tidak hanya berdasarkan lamanya penyakit. Derajat gangguan dan frekuensi parahnya gangguan pendahulu juga perlu dipertimbangkan (1). Intervensi lebih awal dan agresif disarankan perlu dilakukan pada pasien dengan: (1) (8) keterlambatan berbicara dan tumbuh kembang otitis media unilateral gangguan pendengaran bermakna (> 40 db: indikasi 23elative, db: indikasi 23elative) pasien dengan sindrom (contoh: Down Syndrome), atau dengan palatoschizis Sumber lain membagi pilihan terapi berdasarkan onset akut atau kronis. Pada otitis media efusi akut, pengobatan medikal diberikan vasokonstriktor lokal (tetes hidung), anti histamin, perasat valsava bila tidak ada tanda infeksi jalan napas atas. Setelah satu atau dua minggu, bila gejala masih menetap, dilakukan miringitomi, dan bila masih belum sembuh maka dilakukan miringotomi serta pemasangan pipa ventilasi (Grommet). Pada otitis media efusi kronis, pengobatan harus dilakukan miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi Grommet (2). 23

24 X. KOMPLIKASI Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada otitis media efusi ( 8 ): Kurangnya pendengaran Terganggunya proses bicara dan tumbuh kembang Otitis media akut XI. PROGNOSIS Secara umum, prognosis pasien dengan otitis media efusi tergolong baik. Kebanyakan kasus sembuh sendiri tanpa intervensi (8). Angka prevalensi otitis media efusi juga menurun tajam pada anak usia 7 tahun, yang dikaitkan dengan maturasi tuba eustachius dan fungsi imunitas (3) XII. PENCEGAHAN Beberapa tindakan pencegahan yang dapat mengurangi prevalensi otitis media efusi: menghindari rokok atau asap rokok, memperpanjang ASI ekslusif, pada pasien anak disarankan tidak sering ke tempat ramai berisiko (contoh: day care center, tempat ramai lain dengan banyak penderita ISPA, dll) (8). 24

25 BAB III KESIMPULAN Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (=otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/ome, otitis media mucoid). Otitis media serosa, lebih dikenal sebagai cairan dalam telinga tengah (Middie Ear Effusion), adalah kondisi yang paling sering menyebabkan hilangnya pendengaran pada anak. Adanya cairan di telinga tengah tanpa dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi disebut juga sebagai otitis media dengan efusi. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear). Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas dua jenis yaitu otitis media serosa akut dan otitis media serosa kronis. Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Batasan antara otitis media serosa akut dan kronis hanya pada cara terbentuknya sekret. Kebanyakan pasien dengan otitis media efusi, tidak membutuhkan terapi, terutama jika gangguan pendengarannya ringan, oleh karena resolusi spontan sering terjadi. Tatalaksana otitis media efusi secara medikamentosa dapat berupa decongestan, anti histamin, antibiotik, perasat valsava (bila tidak ada tanda-tanda infeksi jalan napas atas), dan hiposensitisasi alergi. Keputusan untuk melakukan intervensi bedah tidak hanya berdasarkan lamanya penyakit, namun perlu turut dipertimbangkan derajat gangguan dan frekuensi parahnya gangguan pendahulu. Beberapa pilihan untuk tatalaksana bedah antara lain: miringitomi, pemasangan tuba timpanostomi, adenoidektomi. 25

26 DAFTAR PUSTAKA Adams L George, 1 R Lawrence, Higler A Peter. 1 Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC. 1997: ( 1 ) Soepardi, Efiaty Arsyad; Iskandar, Nurbaiti. Editor : Otitis Media Non-Supuratif. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorokan-Kepala-Leher. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia p ( 2 ) Sumit K Agrawal, Aguila J Demetrio, Ahn S Min, et al. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2th ed. USA: Mc Graw Hill ( 3 ) Media,Wiki Telinga. [7 screens] Cited 5 May Available from : ( 4 ) Megantara, Imam Informasi Kesehatan THT : Otitis Media Efusi. [5 screens] Cited 5 May Available from : ( 5 ) Dhingra, PL. Editor : Otitis Media With Effusion. Disease of Ear, Nose, and Throat. New Delhi : Churchill Livingstone Pvt Ltd P ( 6 ) Dohar, J. E, et al Definition of Otologic Disease. Cited 8 may Available from : (7 ) Cook. K Otitis Media. Cited 7 May Available from : ( 8 ) Levenson, M. J Fluids in The Middle Ear (Serous Otits Media) in Ear Surgery Information Center. Cited 8 May Available from : SerousOtitisMedia.mnt ( 9 ) 26

2.3 Patofisiologi. 2.5 Penatalaksanaan

2.3 Patofisiologi. 2.5 Penatalaksanaan 2.3 Patofisiologi Otitis media dengan efusi (OME) dapat terjadi selama resolusi otitis media akut (OMA) sekali peradangan akut telah teratasi. Di antara anak-anak yang telah memiliki sebuah episode dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tubaeustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. otitis media terbagi atas otitis mediasupuratif

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 2.1.1. Membran Timpani Membran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007).

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 20 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007). 2.1.1. Membran Timpani Membran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 4 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi Telinga Tengah 1. Membran timpani 2. kavum timpani 3. prossesus mastoideus 4. tuba eustachius Gambar 2.1 Anatomi Telinga Tengah Gambar ini dikutip dari Netter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan masalah yang sering terjadi pada anak anak, misal otitis media akut (OMA) merupakan penyakit kedua tersering pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otitis media efusi (OME) merupakan salah satu penyakit telinga

BAB I PENDAHULUAN. Otitis media efusi (OME) merupakan salah satu penyakit telinga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media efusi (OME) merupakan salah satu penyakit telinga tengah yang biasanya terjadi pada anak. Pada populasi anak, OME dapat timbul sebagai suatu kelainan

Lebih terperinci

4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian

4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telinga adalah organ penginderaan yang berfungsi ganda untuk pendengaran dan keseimbangan dengan anatomi yang kompleks. Indera pendengaran berperan penting dalam

Lebih terperinci

LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI. I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon :

LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI. I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon : Lampiran 1 LAPORAN OPERASI TIMPANOMASTOIDEKTOMI I. Data data Pasien Nama : Umur : tahun Jenis Kelamin : Alamat : Telepon :. Agama : No. M R : Tanggal : II. Keluhan Utama : III. Keluhan tambahan : - Sakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan adanya lubang

Lebih terperinci

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang

Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang MENIERE S DISEASE Pendahuluan Meniere s disease atau penyakit Meniere atau dikenali juga dengan hydrops endolimfatik. Penyakit Meniere ditandai dengan episode berulang dari vertigo yang berlangsung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan peradangan dan infeksi kronis pada telinga tengah dan rongga mastoid yang ditandai dengan adanya sekret yang keluar terus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Untuk memahami tentang gangguan pendengaran, perlu diketahui dan dipelajari anatomi telinga dan fisiologi pendengaran. Telinga dibagi atas telinga luar,telinga

Lebih terperinci

Pemeriksaan Pendengaran

Pemeriksaan Pendengaran Komang Shary K., NPM 1206238633 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia LTM Pemicu 4 Modul Penginderaan Pemeriksaan Pendengaran Pendahuluan Etiologi penurunan pendengaran dapat ditentukan melalui pemeriksaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pharmaceutical Care adalah salah satu elemen penting dalam pelayanan kesehatan dan selalu berhubungan dengan elemen lain dalam bidang kesehatan. Farmasi dalam kaitannya

Lebih terperinci

(Assessment of The Ear)

(Assessment of The Ear) Pengkajian Pada Telinga (Assessment of The Ear) RIWAYAT KESEHATAN Keluhan Utama Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pola Hidup dan Psikososial Review System 1. Keluhan Utama Kehilangan Pendengaran Nyeri Drainase

Lebih terperinci

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal. HIDUNG Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EP3OS) tahun 2012, rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi pada hidung dan sinus paranasalis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi telinga Gambar 1 anatomi telinga (Sumber: Kaneshiro N K,2011) 2.1.1. Anatomi telinga luar Anatomi luar terdiri dari, heliks, lipatan heliks, kanal heliks,kanalis auditorius

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1 Anatomi telinga luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus acusticus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada tonsil atau yang biasanya dikenal masyarakat amandel merupakan masalah yang sering dijumpai pada anak- anak usia 5 sampai 11 tahun. Data rekam medis RSUD

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi Rinitis Alergi (RA) menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4. KONSEP MEDIK A. Pengertian Mastoiditis Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal. Sinusitis juga dapat disebut rinosinusitis, menurut hasil beberapa diskusi pakar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah terdiri dari : 1. Membran timpani. 2. Kavum timpani. 3. Tuba Eustachius 4. Prosesus mastoideus. Gambar 2.1. Anatomi Telinga Tengah (Dikutip

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga Dan Mekanisme Mendengar Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga Tengah Rongga yang terdapat antara membran timpani dengan tulang labirin yang terdapat ditulang petrosus berisi antara lain rantai osikuler, tuba eustachius dan

Lebih terperinci

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGINDERAAN PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU BEBERAPA KESAN TIMBUL DARI LUAR YANG MENCAKUP PENGLIHATAN, PENDENGARAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. otitis media dibagi menjadi bentuk akut dan kronik. Selain itu terdapat sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. otitis media dibagi menjadi bentuk akut dan kronik. Selain itu terdapat sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media merupakan peradangan mukosa telinga tengah yang terdiri atas otitis media non supuratif dan supuratif. Berdasarkan durasi waktu otitis media dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya adalah bersin, hidung beringus (rhinorrhea), dan hidung tersumbat. 1 Dapat juga disertai

Lebih terperinci

HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012.

HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012. HUBUNGAN JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012 Oleh: DENNY SUWANTO 090100132 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

1. Pria 35 tahun, pekerja tekstil mengalami ketulian setelah 5 tahun. Dx a. Noise Induced HL b. Meniere disease c. Labirintis d.

1. Pria 35 tahun, pekerja tekstil mengalami ketulian setelah 5 tahun. Dx a. Noise Induced HL b. Meniere disease c. Labirintis d. THT [TELINGA] Jumlah soal : 30 soal 1. Pria 35 tahun, pekerja tekstil mengalami ketulian setelah 5 tahun. Dx a. Noise Induced HL b. Meniere disease c. Labirintis 2. Tuli Konductive berapa db?? a. > 75

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

KEPERAWATAN DEWASA. Otitis Media Akut dan Kronik. Oleh: KELOMPOK VIIII. Fitriani 023. A. Usmianti. Khumaerah PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

KEPERAWATAN DEWASA. Otitis Media Akut dan Kronik. Oleh: KELOMPOK VIIII. Fitriani 023. A. Usmianti. Khumaerah PROGRAM STUDI KEPERAWATAN Tugas kelompok Dosen pembimbing: Abdul Majid, S.Kep., Ns., M.Kep. KEPERAWATAN DEWASA Otitis Media Akut dan Kronik Oleh: KELOMPOK VIIII Fitriani 023 A. Usmianti Khumaerah PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT 32 BAB 5 HASIL DAN BAHASAN 5.1 Gambaran Umum Sejak Agustus 2009 sampai Desember 2009 terdapat 32 anak adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT RSUP Dr. Kariadi Semarang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANATOMI TELINGA TENGAH Telinga tengah merupakan suatu ruang di tulang temporal yang terisi oleh udara dan dilapisi oleh membran mukosa. Pada bagian lateral, telinga tengah berbatasan

Lebih terperinci

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang disebabkan oleh suatu infeksi

BAB II KONSEP DASAR. Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang disebabkan oleh suatu infeksi BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang disebabkan oleh suatu infeksi telinga tengah, jika tidak diobati dapat terjadi osteomilitis (Brunner dan Suddarth, 2000). Mastoiditis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Gangguan Pendengaran Menurut World Health Organization (WHO), gangguan pendengaran adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan kehilangan pendengaran di

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

Sistem Saraf Tepi (perifer)

Sistem Saraf Tepi (perifer) SISTIM SYARAF TEPI Sistem Saraf Tepi (perifer) Sistem saraf tepi berfungsi menghubungkan sistem saraf pusat dengan organ-organ tubuh Berdasarkan arah impuls, saraf tepi terbagi menjadi: - Sistem saraf

Lebih terperinci

asuhan keperawatan Tinnitus

asuhan keperawatan Tinnitus asuhan keperawatan Tinnitus TINNITUS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya

Lebih terperinci

POLA KUMAN AEROB PENYEBAB OMSK DAN KEPEKAAN TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI BAGIAN THT FK USU / RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN. Dr.

POLA KUMAN AEROB PENYEBAB OMSK DAN KEPEKAAN TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI BAGIAN THT FK USU / RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN. Dr. POLA KUMAN AEROB PENYEBAB OMSK DAN KEPEKAAN TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIKA DI BAGIAN THT FK USU / RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN Dr. SITI NURSIAH Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Studi Ilmu Penyakit

Lebih terperinci

A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all

A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA Paula A. Tahtinen, et all PENDAHULUAN Otitis media akut (OMA) adalah penyakit infeksi bakteri yang paling banyak terjadi pada

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

Gangguan Eustachius Sebabkan Infeksi Telinga. Herlina Arsyadi

Gangguan Eustachius Sebabkan Infeksi Telinga. Herlina Arsyadi Gangguan Eustachius Sebabkan Infeksi Telinga Herlina Arsyadi Sudah beberapa hari ini Dita (2 tahun) rewel. Makannya sedikit dan sulit, minum susunya juga bolong-bolong. Kadang mau kadang tidak. Reni (29

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar

Lebih terperinci

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,

Lebih terperinci

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen RSU. HAJI MAKASSAR RINITIS ALERGI PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen TUJUAN Menembalikan fungsi hidung dengan cara menghindari allergen penyebab,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Telinga dapat dibahagi menjadi 3 bahagian iaitu telinga luar, tengah dan dalam. Telinga luar adalah bagian telinga yang tampak. Itu termasuk keseluruhan bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otitis Media Akut (OMA) merupakan penyakit yang sering dijumpai pada masa anak-anak (Vernacchio et al, 2004). Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 9,3 juta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. 9,15

Lebih terperinci

BAB II. Kepustakaan. 2.1 Anatomi telinga luar

BAB II. Kepustakaan. 2.1 Anatomi telinga luar BAB II Kepustakaan 2.1 Anatomi telinga luar Secara anatomi, telinga dibagi atas 3 yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi mengumpulkan dan menghantarkan gelombang bunyi

Lebih terperinci

1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH

1. TES BATAS ATAS BATAS BAWAH TES GARPU TALA Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran individu secara kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala frekuensi rendah sampai tinggi 128

Lebih terperinci

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE Laporan Kasus Besar Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE 406117055 IDENTITAS PASIEN PEMERIKSAAN SUBJEKTIF AUTOANAMNESIS Rabu, 25 April jam 09.00 1. Keluhan Utama Benjolan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

LAPORAN KASUS (CASE REPORT) LAPORAN KASUS (CASE REPORT) I. Identitas Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : Amelia : 15 Tahun : Perempuan : Siswa : Bumi Jawa Baru II. Anamnesa (alloanamnesa) Keluhan Utama : - Nyeri ketika Menelan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang berlangsung kurang dari tiga minggu (Donaldson, 2010). Yang dimaksud dengan telinga tengah adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Telinga 2.1.1. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.

Lebih terperinci

BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID. Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di

BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID. Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID 2.1. Pengertian Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di Copenhagen sebagai suatu kelainan dentofasial yang disebabkan oleh obstruksi

Lebih terperinci

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil TONSILEKTOMI 1. Definisi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rinitis alergi 2.1.1. Definisi Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang diinduksi oleh inflamasi yang diperantarai IgE (Ig-E

Lebih terperinci

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo

Definisi Vertigo. Penyebab vertigo Definisi Vertigo Vertigo adalah perasaan yang abnormal mengenai adanya gerakan penderita terhadap lingkungan sekitarnya atau lingkungan sekitar terhadap penderita, dengan gambaran tiba-tiba semua terasa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Otitis Media Supuratif Kronis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Otitis Media Supuratif Kronis BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronis Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan,

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN 31 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan leher 4.2. Rancangan Penelitian Desain penelitian

Lebih terperinci

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA BAB I ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA Telinga merupakan salah satu panca indera yang penting bagi manusia yang mempunyai dua fungsi yaitu untuk pendengaran dan keseimbangan. Telinga, menurut anatominya dibagi

Lebih terperinci

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka

Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka TRAUMA KEPALA TRAUMA KEPALA Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan atau laserasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi bersifat observasional analitik dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi bersifat observasional analitik dengan BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS DAN DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi bersifat observasional analitik dengan desain studi kasus kontrol (case control). B. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS. Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus Periode 17 Oktober November 2016

LAPORAN KASUS. Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus Periode 17 Oktober November 2016 LAPORAN KASUS Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus Periode 17 Oktober 2016 12 November 2016 MENIERE S DISEASE Pembimbing: dr. Agus Sudarwi, Sp. THT-KL

Lebih terperinci

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS Nama Mata Kuliah/Bobot SKS Standar Kompetensi Kompetensi Dasar : Sistem Neuropsikiatri / 8 SKS : area kompetensi 5: landasan ilmiah kedokteran : menerapkan ilmu kedokteran

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. II. 1 Anatomi Telinga. Telinga terbagi menjadi 3 :

BAB II PEMBAHASAN. II. 1 Anatomi Telinga. Telinga terbagi menjadi 3 : BAB I PENDAHULUAN Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Referat Serumen 1

BAB I PENDAHULUAN. Referat Serumen 1 BAB I PENDAHULUAN Serumen dapat ditemukan pada kanalis akustikus eksternus. Serumen merupakan campuran dari material sebaseus dan hasil sekresi apokrin dari glandula seruminosa yang bercampur dengan epitel

Lebih terperinci

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK AD AKTIF TIPE AMAN

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK AD AKTIF TIPE AMAN LAPORAN KASUS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK AD AKTIF TIPE AMAN Oleh : SAIFUL BAHRI ( H1A 005 045 ) DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT THT RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan penyakit umum pada masyarakat yang di tandai dengan adanya peradangan pada saluran bronchial.

Lebih terperinci

Vertigo. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)

Vertigo. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Vertigo DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Pendahuluan Vertigo merupakan masalah yang menyebabkan kesulitan bagi dokter maupun pasien Pasien sulit menjelaskan keluhannya (simptom), dokter juga sulit menangkap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Otitis media supuratif kronis adalah peradangan kronis mukosa telinga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Otitis media supuratif kronis adalah peradangan kronis mukosa telinga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otitis Media Supuratif Kronis 2.1.1 Definisi Otitis media supuratif kronis adalah peradangan kronis mukosa telinga tengah disertai perforasi membran timpani yang telah berlangsung

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. LAPORAN KASUS RUMAH SAKIT UMUM YARSI II.1. Definisi Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). II.2. Etiologi Epistaksis dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh memiliki pusat pengaturan yang diatur oleh otak. Otak merupakan organ paling besar dan paling kompleks pada sistem saraf. Sistem saraf merupakan sistem fungsional

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh 3 : 1. Prosesus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anatomi Telinga dan Organ Vestibular Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. Gambar 1. Anatomi Telinga. 4 II.1.1 Telinga Luar Telinga luar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Telinga. Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga Telinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya

Lebih terperinci

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Bronkitis pada Anak 1. Pengertian Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia

Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Struktur dan Mekanisme Pendengaran Pada Manusia Lodowina Eresyen Rumaratu Nim : 102011092 Email : dewirumaratu@yahoo.co.id Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Manusia

Lebih terperinci

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA

ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA ASKEP GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA I. PENGERTIAN Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memulihkan fungsi fisik secara optimal(journal The American Physical

BAB 1 PENDAHULUAN. memulihkan fungsi fisik secara optimal(journal The American Physical BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisioterapi merupakan sebuah profesi yang dinamis dengan dasar teori dan aplikasi klinik yang luas untuk memelihara, mengembangkan, dan memulihkan fungsi fisik secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks diartikan sebagai bagian tambahan, aksesori atau bagian tersendiri yang melekat ke struktur utama dan sering kali digunakan untuk merujuk pada apendiks vermiformis.

Lebih terperinci

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 1 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 Oleh: Sari Wulan Dwi Sutanegara 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. besar dan dapat menjadi sistem pengumpulan data nasional. tidak hanya puhak medis tetapi juga struktural.

BAB V PEMBAHASAN. besar dan dapat menjadi sistem pengumpulan data nasional. tidak hanya puhak medis tetapi juga struktural. BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian mengenai profil otitis media di Kota Surakarta, yang diharapkan dapat dilakukan di skala yang lebih besar dan dapat menjadi sistem pengumpulan

Lebih terperinci

ANGKA KEBERHASILAN MIRINGOPLASTI PADA PERFORASI MEMBRANA TIMPANI KECIL, BESAR, DAN SUBTOTAL PADA BULAN JUNI 2003 SAMPAI JUNI 2004

ANGKA KEBERHASILAN MIRINGOPLASTI PADA PERFORASI MEMBRANA TIMPANI KECIL, BESAR, DAN SUBTOTAL PADA BULAN JUNI 2003 SAMPAI JUNI 2004 ANGKA KEBERHASILAN MIRINGOPLASTI PADA PERFORASI MEMBRANA TIMPANI KECIL, BESAR, DAN SUBTOTAL PADA BULAN JUNI 2003 SAMPAI JUNI 2004 Shinta Fitri Boesoirie, Thaufiq S. Boesoirie Bagian Ilmu Kesehatan Telinga,

Lebih terperinci