MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 56/PUU-XIV/2016

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 56/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR (III) J A K A R T A SELASA, 6 SEPTEMBER 2016

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 56/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah [Pasal 251 ayat (1), ayat (2), ayat (7), dan ayat (8)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Abda Khair Mufti 2. Muhammad Hafidz 3. Amal Subkhan 4. Solihin 5. Totok Ristiyono ACARA Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III) Selasa, 6 September 2016 Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Anwar Usman (Ketua) 2) Aswanto (Anggota) 3) I Dewa Gede Palguna (Anggota) 4) Manahan MP Sitompul (Anggota) 5) Maria Farida Indrati (Anggota) 6) Suhartoyo (Anggota) 7) Patrialis Akbar (Anggota) 8) Wahiduddin Adams (Anggota) Cholidin Nasir Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Abda Khair Mufti 2. Muhammad Hafidz B. Pemerintah 1. Yunan Hilmy 2. Widodo Sigit Pudjianto 3. Wahyu Chandra K. 4. Hotman Sitorus 5. T. Saiful Bahri ii

4 1. KETUA: ANWAR USMAN Sidang Perkara Nomor 56/PUU-XIV/2016 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Pemohon dipersilakan memperkenalkan diri siapa saja yang hadir? 2. PEMOHON: MUHAMMAD HAFIDZ Terima kasih, Yang Mulia. Sebelah kanan saya, Abda Khair Mukti, Pemohon Nomor Urut I. Dan saya Muhammad Hafidz, Nomor Urut II, Yang Mulia. Terima kasih. 3. KETUA: ANWAR USMAN Tampil sendiri, ya. Baik, dari DPR berhalangan karena satu dan lain hal ada suratnya. Dari Kuasa Hukum Presiden? 4. PEMERINTAH: YUNAN HILMY Baik, Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia, dari pemerintah hadir sebelah kiri saya, Bapak Widodo, yang akan membacakan keterangan Presiden dan Saudara Chandra, Kementerian Dalam Negeri. Kemudian saya Yunan Hilmy, Kementerian Hukum dan HAM, Saudara Hotman dari Kementerian Hukum dan HAM. Dan Saudara Saiful Bahri dari Kemendagri. Terima kasih. 5. KETUA: ANWAR USMAN SIDANG DIBUKA PUKUL WIB KETUK PALU 3X Ya, terima kasih. Acara persidangan hari ini sebenarnya untuk mendengarkan keterangan dari DPR dan Kuasa Hukum Presiden, tapi karena dari DPR berhalangan, jadi langsung ke Kuasa Hukum Presiden. Silakan, siapa yang akan membacakan? 6. PEMERINTAH: WIDODO SIGIT PUDJIANTO Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua. Izin untuk membacakan, Yang Terhormat Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah 1

5 Konstitusi Republik Indonesia. Keterangan Presiden atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tetang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini. 1. Nama : Tjahjo Kumolo (Menteri Dalam Negeri) 2. Nama : Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri yang selanjutnya disebut pemerintah. Perkenankanlah kami menyampaikan keterangan baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan atas permohonan pengujian Pasal 251 ayat (1), ayat (2), ayat (7), dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, selanjutnya disebut UU Pemda, terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar Tahun Yang dimohonkan oleh Abda Khair Mufti cs sesuai registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XIV/2016. Selanjutnya perkenankanlah pemerintah menyampaikan keterangan atas pengujian Undang-Undang Pemerintah Daerah tersebut sebagai berikut. I. Pokok permohonan para Pemohon. 1. Bahwa menurut para Pemohon, kewenangan eksekutif review yang dapat membatalkan peraturan daerah kota/kabupaten atau bupati/walikota dan peraturan daerah provinsi atau gubernur merupakan otoritas lokal yang justru akan menjadi kesewenang-wenangan pemerintah pusat dan cenderung mengarah resentralisasi. 2. Bahwa eksekutif review secara represif yang diatur dalam ketentuan Pasal 251 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 merupakan kompetensi Mahkamah Agung (MA) sebagai pengadilan negara tertinggi dari badan peradilan umum, agama, militer dan tata usaha negara sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun Dengan demikian Pasal 251 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bertentangan dengan Pasal 24A ayat (1) Undang- Undang Dasar Tahun Bahwa berdasarkan uraian di atas, menurut para Pemohon maka ketentuan Pasal 251 ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 harus dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai gubernur atau menteri dapat menerima mengajukan permohonan... saya ulangi, gubernur atau menteri dapat mengajukan permohonan pembatalan peraturan daerah kabupaten/kota 2

6 II. dan peraturan bupati/walikota atau peraturan daerah provinsi, peraturan gubernur yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan ke Mahkamah Agung paling lama 14 hari setelah ditetapkan. 4. Bahwa dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 secara tegas hanya diakui penyelenggaraan pemerintahan daerah pada tingkat provinsi atau kabupaten/kota sebagaimana sebagai satu-satunya subjek hukum yang dapat mengajukan keberatan terhadap keputusan pembatalan perda kabupaten/kota oleh gubernur atau menteri atau perda provinsi oleh menteri. 5. Bahwa perda merupakan pengaturan yang bersifat umum yang tidak termasuk dalam pengertian keputusan tata usaha negara sehingga keputusan pembatalan perda sebagaimana dimaksud Pasal 251 ayat (7) dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 merupakan hierarki peraturan perundang-undangan yang ditegaskan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Urutan Perundang-undangan. 8. Dengan demikian keputusan gubernur dan menteri yang membatalkan perda yang erat kaitannya dengan hajat hidup masyarakat dan menurut penilaian masyarakat bahwa perda tersebut harus dipertahankan, maka keputusan gubernur dan menteri yang membatalkan perda dapat dimintakan keberatan ke MA melalui mekanisme pengujian peraturan atau judicial review. 9. Bahwa menurut para Pemohon apabila ketentuan Pasal 251 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dinyatakan inkonstitutional bersyarat, maka untuk enam, memberikan persamaan kedudukan di hadapan hukum, ketentuan Pasal 251 ayat (7) dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 haruslah dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kedudukan Hukum atau Legal Standing Para Pemohon. Uraian tentang kedudukan hukum atau legal standing para Pemohon akan dijelaskan secara lebih rinci dalam keterangan Pemerintah secara lengkap yang akan disampaikan pada persidangan berikutnya atau melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai apakah para Pemohon memiliki kedudukan hukum/legal standing atau tidak sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 3

7 III. Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu, sejak Putusan Nomor 06/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007. Penjelasan Pemerintah terhadap materi yang dimohonkan oleh Para Pemohon. Terhadap permohonan para Pemohon, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut. 1. Pertama sekali Pemerintah sampaikan bahwa ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka filosofis yang terkandung dalam ketentuan tersebut adalah bahwa pemegang kekuasaan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Presiden. Termasuk di dalamnya fungsi evaluasi, klarifikasi, pengawasan atas regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, dapat dianalogikan bahwa regulasi yang diterbitkan oleh tataran pemerintah daerah/kepala daerah haruslah... sekali lagi... haruslah selaras dengan regulasi yang ditata oleh Pemerintah/Presiden, guna mewujudkan tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dalam rangka mencapai cita-cita yang termasuk dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar Tahun Perlu dipahami bersama bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah satu kesatuan yang utuh, segala sesuatu yang ada di dalamnya merupakan satu kesatuan komitmen yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan penuh bijaksana bagi para penyelenggaranya. 2. Bahwa Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 18 ayat (5) telah memberikan kewenangan yang bersifat open legal policy kepada Pemerintah dan DPR untuk mengatur dan menjalankan otonomi seluas-luasnya yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut Pemerintah daerah menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya kecuali urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Bahwa tujuan pasal a quo adalah adanya pengawasan berjenjang dari pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah provinsi kepada pemerintah kabupaten. Dan hal ini penting sebagai perwujudan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah daerah kabupaten adalah bagian dari pemerintah daerah provinsi 4

8 dan bagian dari pemerintah pusat. Dengan kata lain adalah satu kesatuan. 3. Bahwa pembatalan yang dilakukan oleh gubernur bukanlah pembatalan yang sewenang-wenang, tetapi adalah pembatalan yang bersyarat, yaitu pembatalan atas perda kabupaten yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau kesusilaan. 4. Bahwa terhadap pembatalan yang dilakukan oleh gubernur, bupati diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada Menteri Dalam Negeri yang diatur dalam Pasal 251 ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun Pengawasan terhadap kebebasan dan kemandirian berotonomi, tidak dapat dipandang sebagai pengawasan atau kendali terhadap kecenderungan sentralisasi yang berlebihan. Sebaliknya, pengawasan merupakan kendali terhadap desentralisasi berlebihan. Tidak ada otonomi tanpa sistem terhadap pengawa desentralisasi yang berlebihan... ulangi... tidak ada otonomi tanpa sistem pengawasan, pengawasan dimaksud, termasuk pengawasan oleh Pemerintah terhadap pemerintah daerah. 6. Melalui penyerahan dan/atau pelimpahan dan penambahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya menjadi urusan daerah otonom dan urusan pemerintahan yang telah diserahkan atau dilimpahkan dan berada pada daerah tersebut mengakibatkan daerah mempunyai kebebasan untuk membentuk peraturan perundang-undangan di tingkat daerah. Selanjutnya, bagaimana pengawasan terhadap pengaturan lebih lanjut, peraturan daerah, termasuk menyangkut cara membatasi wewenang, tugas, dan tanggung jawab pada daerah-daerah untuk mengatur urusan pemerintahan tertentu. 7. Pengawasan itu sangat penting karena merupakan salah satu usaha untuk menjamin terselenggaranya pemerintahan dan keserasian antara penyelenggara pemerintahan oleh daerah-daerah dengan pemerintah serta menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna dalam suatu ikatan negara kesatuan. Pengawasan atas kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan sifatnya yang dikenal antara lain, pengawasan terhadap peraturan daerah. 8. Pasal 251 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tidaklah bertentangan dengan Pasal 24A ayat 5

9 (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyebutkan Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Hal ini mengingat Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah norma yang mengatur mengenai wewenang Mahkamah Agung sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman dan tidak secara spesifik mengatur pembatasan bagi instansi lainnya untuk melakukan pengawasan produk hukum daerah melalui pembatalan peraturan daerah provinsi, peraturan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan peraturan bupati/walikota dengan menggunakan tolak ukur atau batu uji yang berbeda dengan yang digunakan oleh Mahkamah Agung dimana dalam melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah provinsi, peraturan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan peraturan bupati/walikota, menteri dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat tidak hanya menilainya bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi semata, melainkan lebih luas bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau kesusilaan. 9. Keberadaan Pasal 251 ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang Pemerintahan Daerah juga tidak menghilangkan atau membatasi wewenang Mahkamah Agung untuk melakukan pengujian perda atau peraturan kepala daerah sepanjang terdapat kelompok masyarakat atau perorangan warga negara yang mengajukan permohonan pengujian keberatan atas berlakunya suatu perda atau perkada. Hal mana terbukti dalam data laporan tahunan Mahkamah Agung 2015 dimana sepanjang Januari sampai dengan Desember 2015, Mahkamah Agung telah menerima 72 permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang terbagi atas permohonan pengujian peraturan Pemerintah sebanyak 19, peraturan menteri sebanyak 13, peraturan KPU sebanyak 12, dan peraturan daerah sebanyak 10, sisanya adalah jenis peraturan lain yang jumlah dimohonnya di bawah 10, seperti peraturan Presiden, peraturan gubernur, peraturan walikota, dan qanun Aceh. 10. Sesuai Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, pemerintah daerah diberikan wewenang untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Agar wewenang tersebut dapat dipergunakan sebaik- 6

10 baiknya dan secara bertanggung jawab, maka diperlukan mekanisme untuk mengawasi pelaksanaan kewenangan daerah dalam membentuk perda dan perkada. Pengawasan perda dan perkada diperlukan dalam rangka menjaga kesesuaian peraturan di tingkat daerah dengan peraturan yang berlaku di tingkat nasional. Pengawasan juga diperlukan untuk mengontrol agar peraturan yang dibuat tidak melanggar prinsip-prinsip dasar dalam bernegara seperti perlindungan hak asasi manusia, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. 11. Secara teoretis, jenis pengawasan atau kontrol ini dapat dibedakan atas kontrol yang bersifat intern dan kontrol bersifat ekstern. Kontrol intern di sini diartikan bahwa pengawasan itu dilakukan oleh suatu badan yang secara organisatoris atau struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan sendiri. Bentuk kontrol semacam ini dapat digolongkan dalam jenis teknis administratif atau disebut pula build in control. Dan jenis kontrol yang kedua adalah kontrol yang bersifat eksternal, yaitu kontrol yang dilakukan secara tidak langsung melalui badan-badan peradilan atau judicial control dalam hal terjadi persengketaan atau perkara dengan pihak Pemerintah. 12. Dalam konteks pengawasan atas pembentukan peraturan perundang-undangan, maka teori pengawas intern dan ekstern tersebut diwujudkan dalam bentuk executive review atau judicial review. Executive review merupakan kewenangan mengawasi peraturan perundang-undangan yang dimiliki oleh Pemerintah merupakan dimiliki oleh Pemerintah atau executive power. Sementara itu judicial review merupakan kewenangan mengawasi peraturan perundang-undangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi atau khusus untuk undang-undang atau Mahkamah Agung khusus untuk peraturan perundangundangan di bawah undang-undang dimana kedua mekanisme ini dapat berujung pada pembatalan peraturan perundang-undangan. 13. Dalam konteks pengawasan perda dan perkada untuk kewenangan pengawasan melalui mekanisme judicial review dalam hal ini Mahkamah Agung, telah diatur dalam Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun Sedangkan untuk pengawasan melalui mekanisme executive review belum diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sehingga Pasal 251 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang mengatur mengenai pengawasan perda dan perkada oleh menteri 7

11 dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat merupakan pengaturan yang mengisi kekosongan hukum dalam Undang-Undang Dasar Tahun Perihal belum adanya pengaturan tentang executive review. 14. Sesuai dengan sifatnya, pengawasan terhadap perda dan perkada melalui mekanisme judicial review pengujian oleh Mahkamah Agung mempunyai keterbatasan yaitu pengujian oleh (suara tidak terdengar dengan jelas) terhadap perda dan perkada dilakukan secara pasif dalam arti MA tidak bisa aktif atau atas inisiatif sendiri tanpa adanya permohonan dari kelompok masyarakat atau perorangan warga negara, memeriksa semua perda dan perkada yang telah diundangkan. Melainkan pemeriksaan oleh MA baru bisa dilaksanakan setelah adanya permohonan dari pihak-pihak yang keberatan atas berlakunya satu perda atau perkada, baik Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil. Dengan demikian, upaya pengawasan perda dan perkada oleh menteri dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat merupakan upaya untuk menutupi kelemahan pengawasan perda dan perkada melalui judicial review. 15. Sebagai perbandingan dalam tahun 2015 sebagai perbandingan dalam tahun 2015, Mahkamah Agung hanya menerima permohonan pengujian perdana pengujian perda sebanyak 10 permohonan. Padahal dengan jumlah daerah otonom provinsi kabupaten/kota yang sampai 2014 saja jumlahnya sebanyak 542, terdiri atas 34 provinsi dan 415 kabupaten, dan 93 kota, maka tentu saja akan sangat banyak perda dan perkada yang luput atau lepas dari pengawasan apabila Pemerintah tidak diberikan wewenang untuk melakukan pengawasan atau executive review. Padahal bukan berarti perda dan perkada yang tidak dimohonkan pengujian oleh warga negara kepada MA terjamin sudah pasti tidak mengandung masalah. Sebagai bukti, banyaknya perda dan perkada yang bermasalah meskipun terhadap perda dan perkada tersebut tidak diajukan pengujian ke MA di antaranya adalah pada tahun 2011 berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan ada sekitar perda bermasalah karena bertentangan dengan hak asasi manusia dan cenderung mengabaikan hak-hak minoritas dan mengandung muatan diskriminatif. 16. Keberadaan Pasal 251 ayat 7 dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tidak memiliki kaitan langsung 8

12 dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang dimaksudkan untuk memastikan prinsip persamaan hukum prinsip persamaan dalam hukum dan pemerintahan (equally before the law), dengan kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tanpa kecuali. Artinya bukan hanya warga atau rakyat biasa, tetapi para pejabat tinggi pun wajib menjunjung hukum dan pemerintahan. 17. Kalaupun keberadaan Pasal 251 ayat (7) dan ayat (8) Undang-Undang Pemerintahan Daerah harus dikaitkan secara tidak langsung dengan keberadaan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka dapat diberikan pendapat bahwa keberadaan Pasal 251 ayat (7) dan ayat (8) Undang-Undang Pemerintah Daerah justru untuk memenuhi tujuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu tujuannya equally before the law adalah untuk menjamin masyarakat yang lemah agar mendapatkan kedudukan dan perlakuan yang sama dengan masyarakat yang kuat di depan hukum. Dengan konstruksi tujuan Pasal 27 ayat (1) Undang- Undang Dasar Tahun 1945 yang demikian, maka apabila penyelenggara pemerintahan daerah provinsi dalam kaitannya dengan dibatalkannya perda provinsi oleh Menteri Dalam Negeri dan gubernur dalam kaitannya dengan pembatalan peraturan gubernur oleh Menteri Dalam Negeri diberikan kesempatan oleh Pasal 251 ayat (7) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2015 mengajukan keberatan pembatalan kepada Presiden serta penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam kaitannya dengan dibatalkannya Perda Kabupaten/Kota oleh gubernur dan bupati/walikota dalam kaitannya dengan dibatalkannya peraturan bupati, walikota oleh gubernur diberikan kesempatan Pasal 251 ayat (8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2015 mengajukan keberatan pembatalan kepada Menteri Dalam Negeri, maka hal tersebut harus dimaknai dalam kerangka memberikan jaminan bagi pihak yang lemah agar mendapatkan kedudukan dan perlakuan yang sama dengan pihak yang kuat di depan hukum. 18. Keberadaan Pasal 251 ayat (7) dan ayat (8) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 merupakan perwujudan dari konsep upaya administratif melalui cara banding administratif, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan oleh instansi atasan pejabat yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara tersebut atau instansi yang 9

13 lainnya dari badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara. Dalam konsep banding administratif, pihak yang merasa dirugikan atas keputusan tata usaha negara atau beschikking yang dibuat oleh pejabat tata usaha negara atau pejabat pemerintahan tertentu diberikan jaminan perlindungan hukum untuk dapat mengajukan keberatan terhadap instansi atasan pejabat pembuat keputusan tersebut. 19. Upaya administratif di lingkungan intern pemerintahan sendiri tersebut berkaitan dengan sistem fungsional kontrol atau pengawasan melekat dari pejabat atasan ke pejabat bawahannya, baik yang bersifat preventif maupun represif yang bersifat represif antara lain tindakan pembatalan atau pencabutan terhadap beschikking yang telah diputuskan oleh pejabat bawahannya. 20. Pasal 251 ayat (7) dan ayat (8) Undang-Undang Pemerintah Daerah telah memenuhi ciri upaya penyelesaian sengketa melalui pengajuan banding administratif atau administrative (suara tidak terdengar jelas) yang ditujukan kepada atasan pejabat atau instansi lain dari badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan yang berwenang memeriksa ulang keputusan tata usaha negara yang disengketakan dimana dalam Pasal 251 ayat (7) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Presiden merupakan atasan dari Menteri Dalam Negeri. Sementara dalam Pasal 251 ayat (8) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Menteri Dalam Negeri mewakili Presiden merupakan atasan dari gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. 21. Lebih lanjut dapat Pemerintah sampaikan, Pasal 251 ayat (7) dan ayat (8) undang-undang a quo juga dapat dimaknai sebagai salah satu upaya menyederhanakan proses upaya hukum keberatan terkait pembatalan perda atau perkada oleh Menteri Dalam Negeri atau gubernur sebagai sebagai wakil pemerintah pusat. Upaya pengajuan keberatan lanjutan setelah dari atasan pejabat kepada badan peradilan, dalam hal ini Mahkamah Agung, akan semakin memperpanjang birokrasi dan semakin menjauhkan terwujudnya kepastian hukum, terutama bagi masyarakat di daerah yang terkena dampak berlakunya suatu perda atau perkada yang menjadi objek pembatalan tersebut. Padahal, Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah mengatur adanya jaminan kepastian hukum, yaitu setiap orang berhak atas 10

14 pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 22. Upaya pengajuan keberatan atas keputusan pembatalan perda atau perkada ke badan peradilan Mahkamah Agung, sebagaimana diatur oleh Pasal 145 ayat (3) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebelum diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang mengatur apabila provinsi, kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan perda, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan kepada daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung. Terbukti mengandung kelemahan, salah satunya adalah tidak adanya batas waktu mengenai seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh Mahkamah Agung untuk memeriksa dan memutus keberatan tersebut. Akibatnya tentu akan menimbulkan ketidakpastian hukum atas status suatu perda atau perkada yang telah dibatalkan yang atas keputusan pembatalan tersebut telah diajukan keberatan ke Mahkamah Agung, namun putusan Mahkamah Agung tidak kunjung turun dan diterima. 23. Pemerintah menyadari bahwa penentuan materi muatan sebelum undang-undang merupakan kewenangan dari lembaga pembentuk undang-undang yang bersifat open legal policy. Namun, terkait dengan pengujian Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 pada prinsipnya Pemerintah berpendapat bahwa undang-undang a quo harus dapat menjadi instrumen hukum yang mampu menjamin terwujudnya penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang baik. Kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan Pasal 4 ayat (1) Undang- Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar Tahun Oleh karena itu, tanggung jawab akhir penyelenggaraan pemerintahan termasuk didalamnya penyelenggaraan pemerintahan daerah akan tetap berada pada pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden. Maka konsekuensi logisnya, 11

15 kewenangan untuk membatalkan perda ada di tangan Presiden adalah tidak efektif apabila Presiden yang langsung membatalkan perda. Presiden melimpahkan kewenangan pembatalan perda provinsi kepada menteri sebagai pembantu Presiden yang bertanggung jawab atas otonomi daerah. Sedangkan untuk pembatalan perda kabupaten/kota, Presiden melimpahkan kewenangannya kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah. 25. Dalam rangka menghindari terjadinya kesewenangwenangan dalam pembatalan perda, maka pemerintah daerah provinsi dapat mengajukan keberatan pembatalan perda provinsi yang dilakukan oleh menteri kepada Presiden. Sedangkan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengajukan keberatan pembatalan perda kabupaten/kota yang dilakukan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat kepada menteri. Dari sisi penyelenggaraan pemerintahan daerah keputusan yang diambil oleh Presiden dan menteri bersifat final. 26. Dengan demikian, mengingat bahwa tanggung jawab penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan ada di tangan Presiden, maka pilihan kebijakan pemerintahan termasuk pengaturan mengenai pembatalan perda dan perkada merupakan pilihan hukum atau legal policy. Dari pemerintah dan pilihan kebijakan yang demikian tidaklah dapat diuji, kecuali dilakukan secara sewenang-wenang dan melampaui kewenangan pembuat undang-undang. 27. Bahwa secara prinsip setiap aturan yang dibuat oleh negara adalah semata-mata untuk menciptakan suatu tata kehidupan yang lebih baik, guna menjaga keberlanjutan pemerintahan dan kemajuan di skala aspek kehidupan dalam upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana amanat yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun Demikian halnya dengan ketentuan a quo yang saat ini sedang diujikan. 28. Bahwa pemerintah sangat menghargai usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat dalam hal ikut memberikan sumbangan dan parti... partisipasi pemikiran dalam membangun pemahaman tentang ketatan... ketatanegeraan. Pemikiran-pemikiran masyarakat tersebut akan menjadi sebuah rujukan yang sangat berharga bagi pemerintah pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Atas dasar pemikiran tersebut, pemerintah berharap agar dialog antara masyarakat dan pemerintah tetap terus terjaga dengan satu tujuan bersama untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara demi 12

16 IV. masa depan Indonesia yang lebih baik dan mengemban... mengembangkan dirinya dalam kepemerintahan dengan tujuan ikut berkontribusi positif mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dalam hal alenia keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun Petitum Berdasarkan keterangan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan. 2. Menolak permohonan pengujian Para Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Para Pemohon tidak dapat diterima. 3. Pasal 251 ayat (1), ayat (2), ayat (7), dan ayat (8) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Namun apabila Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon kiranya dapat memberikan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya. Demikian, keterangan ini atas perkenaan dan perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dihaturkan terima kasih. Jakarta, 6 September 2016, hormat kami Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri (Tjahjo Kumolo), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Yasonna H. Laoly). Demikian telah kami bacakan, terima kasih. Wabillahi taufiq wal hidayah. Wassalamualaikum wr. wb 7. KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih. Dari meja hakim mungkin ada yang perlu ditanyakan atau didalami, atau sudah cukup? Oh, ada, Yang Mulia Pak Wahiduddin. 8. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saya ingin nanti mungkin dilengkapi, ya, atau lebih diperjelas dari Pemerintah. Nampaknya memang pengujian yang dimohonkan oleh Pemohon ini, ingin mengembalikan mekanisme keberatan pembatalan peraturan daerah itu sama seperti di Undang-Undang Nomor 32 Tahun Dimana 13

17 keberatan terhadap pembatalan itu diajukan ke Mahkamah Agung, itu saya kira intinya. Tadi memang sudah dijawab, ya. Bahwa memang berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 bahwa pemerintahan daerah itu membentuk perda dan peraturan lainnya. Ini saya kira memang dasar bahwa peraturan daerah itu bagian dari konstitusi kita dan juga di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 jenis hierarkinya juga jelas. Kemudian, di Undang-Undang Dasar Tahun 1945 kita juga dinyatakan bahwa ya, pengujian undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar Tahun 1945 itu MK. Pengujian undang-undang di bawah... undang-undang terhadap undang-undang itu di MA. Nah, kemudian memang konstruksinya tadi digambarkan bahwa pembatalan itu ada dua. Pertama, boleh kita katakan pembatalan aktif atau disebut pengawasan dimana eksekutif membatalkan keputusan yang ada di bawahnya sehingga bedanya kalau di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pembatalan itu di instrumennya adalah peraturan, dulu kan, peraturan Presiden, tapi lalu dibuat oleh peraturan Mendagri. Nah, sekarang ini adalah tidak lagi menyebut Presiden, tapi keputusan menteri. Nah, yang ke bawahnya keputusan gubernur, keputusan apa... kepala daerah di bawahnya. Jadi, memang instrumennya sekarang tampaknya karena ini aktif tanpa harus ada permohonan, sementara kewenangan Mahkamah Agung membatalkan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang itu harus ada permohonan. Tapi tanpa permohonan pun ini tampaknya menteri bisa membatalkan peraturan daerah provinsi, gubernur membatalkan perda kabupaten/kota, kemudian seterusnya saya kira. Jadi, ini tampaknya yang menjadi pertanyaan, berarti tidak ada lagi keberatan yang diajukan ke Mahkamah Agung seperti di Undang- Undang Nomor 32 Tahun Jadi, keberatannya berhenti di ranah eksekutif karena yang diajukan keberatan itu adalah pembatalannya dengan instrumen beschikking, keputusan Mendagri, keputusan gubernur, dan... gubernur saya kira yang paling bawah. Nah, ini perlu di apa... jelaskan lebih lengkap, apa hal-hal seperti ini karena kalau tidak salah ada sekitar empat mungkin terkait pengajuan di MK ini. Tadi juga baru Sidang Panel kita ya, terkait tidak hanya pembatalnya, tapi juga ketika evaluasi, evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah RPJD, RPJMD, APBD, rancangan, kemudian perubahan, pertanggungjawaban, dan tata ruang. Nah, itu juga karena itu sifatnya evaluasi dan pembatalannnya. Bahkan menginginkan ya, tidak hanya perda terkait lima bidang itu, tapi seluruh, tapi menginginkan juga ini ke... kalau ada keberatannya ke Mahkamah Agung. 14

18 Dan kalau tidak salah di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dulu berlakunya pembatalan oleh dulu peraturan Presiden, tapi oleh peraturan menteri itu setelah dicabut oleh perda dari yang membentuknya. Jadi, bisa saja setelah apa peraturan membatalkan, tapi belum dicabut, yaitu tampaknya dulu masih bisa jalan. Jadi, pemungutan pajak retribusi karena belum dicabut oleh apa pembentuknya di levelnya. Jadi, belum dicabut melalui perda provinsi, kabupaten/kota. Nah, ini yang mungkin tadi perlu ditegaskan lagi. Skema perbedaan antara pembatalan perda versi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Nomor 23 Tahun Tadi disebutkan bahwa tampaknya ini seperti banding administratif, begitu ya, banding administratif. Jadi apa tidak dalam rangka yudikatif, begitu, ke atas itu. Nah, ini saya kira tambahan itu saja Pak Kepala Biro yang terhormat. Terima kasih. 9. KETUA: ANWAR USMAN Ya, ada tambahan dari Yang Mulia Pak Patrialis. Silakan. 10. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Terima kasih, Pemerintah yang mewakili Presiden. Ada beberapa hal barangkali Pak yang saya ingin dicatat, ya. Mungkin tidak usah dijawab hari ini karena mungkin ini agak banyak. Ini menarik sebetulnya permohonan ini. Tadi Pak Wahiduddin Adams sudah mengatakan sekarang memang sudah mulai banyak ini permohonan yang hampir serupa meskipun pintu masuknya berbeda. Saya ingin nanti Pemerintah coba dielaborasi lebih jauh. Pertama, tadi dikatakan bahwa kalau peraturan daerah yang di tingkat gubernur dibatalkan oleh menteri dalam negeri itu bisa juga mengajukan keberatan ke presiden ya, betul itu tadi, Pak, ya? Betul. Nah, di sisi lain tadi dijelaskan bahwa kekuasaan pemerintahan ini berada di tangan presiden. Kemudian di dalam pelaksanaan tugasnya presiden menunjuk para menteri, kan begitu. Jadi, sekarang di mana rasiologisnya kalau perda provinsi dibatalkan oleh Mendagri, dia menyatakan keberatan ke presiden padahal Mendagri itu kan adalah presiden juga, begitu kan? Ini pertanyaan pertama. Jadi, rasiolgisnya itu di mana. Apakah mungkin keberatan oleh gubernur itu akan dikabulkan oleh presiden padahal memang presiden sudah menunjuk menteri dalam negeri atau menterilah ya dalam hal ini menteri dalam negeri untuk membatalkan itu? Itu satu. Yang kedua menurut Pemerintah, kita mencoba membicarakan secara proporsional tapi ini berupa pertanyaan, ya. Saya tidak men-judge terlebih dahulu tapi ingin mendapat masukan dari Pemerintah. Apakah 15

19 pembatalan-pembatalan perda itu masuk dalam kualifikasi yudisial atau masuk dalam hierarkis pemerintahan? Itu dua pertanyaan. Yang ketiga, bukankah kita mengetahui kalau fungsi yudisial di negara kita ini sudah diatur oleh Undang-Undang Dasar, yaitu sebuah Mahkamah Agung dan sebuah Mahkamah Konstitusi dengan masingmasing tugas mereka yang berbeda yang ditentukan oleh konstitusi, ya? Kemudian yang keempat, ketika kita bicara masalah peraturan daerah ini berbeda dengan keputusan kepala daerah. Peraturan daerah itu adalah bagian dari fungsi legislasi. Ya, legislasi di daerah yang dibuat oleh kepala daerah bersama-sama dengan anggota DPRD yang sekarang dipilih langsung oleh rakyat secara keseluruhan. Bagaimana bisa produk legislasi dibatalkan oleh pemerintah yang lebih tinggi? Kalau misalnya itu berkenaan dengan keputusan kepala daerah, maka hierarkis pemerintahannya berlaku, ya. Jadi, saya nanti minta tanggapan ya bagaimana elaborasi lebih jauh dari Pemerintah terlepas bisa berbeda, bisa sama, nanti pendapat Pemerintah enggak ada masalah. Nah, di dalam persoalan hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang relasinya dengan peraturan daerah, ini sebetulnya kan ada dua rezim di dalam hal ini. Pertama adalah rezim yang berkenaan dengan pemerintahan di mana pemerintahan daerah itu adalah bagian daripada pemerintah pusat meskipun ada otonomi daerah. Otonomi daerah acuannya adalah tetap NKRI, kan begitu. Ini satu sisi, tapi di sini lain ada rezim yudisial itu. Jadi, ada dua rezim. Kita coba menempatkan itu. Nah, Pemohon ini mengkhawatirkan ya saya hanya ingin menjembatani atau menyampaikan karena Pemohon enggak usah banyak bicara pada hari ini, Pemohon ini justru mengkhawatirkan ke depan jangan terjadi satu kondisi kesewenang-wenangan seakan-akan demikian ya karena Pemohon ini kan, mengkhawatirkan adanya beberapa peraturan-peraturan daerah yang telah mengatur demikian baik berkenaan dengan persoalan kesejahteraan dalam bidang ketenagakerjaan ya, dimana ternyata beberapa peraturan-peraturan daerah itu tidak sama. Ada daerah yang memang sudah mampu memberikan suatu peraturan daerah yang betul-betul mensejahterakan rakyatnya di daerah itu, tapi ada juga yang belum. Nah, mereka ini khawatir kalau ini dianggap sebagai satu sama rata, bisa-bisa perda seperti itu dibatalkan. Jadi, tolong nanti dijawab saja secara tertulis, ya. Terima kasih. 11. KETUA: ANWAR USMAN Oke, terima kasih, Yang Mulia. Ya, jadi gitu Kuasa Hukum Presiden. Ada dua, Yang Mulia, bisa ditanggapi atau dijawab nanti secara tertulis melalui keterangan tambahan. Mungkin ada sesuatu yang ingin disampaikan terlebih dahulu? Silakan. 16

20 12. PEMERINTAH: WIDODO SIGIT PUDJIANTO Terima kasih, Yang Mulia. Jadi, nanti secara... terima kasih, nanti akan kami jawab secara tertulis pada akhirnya. Namun, izin hanya beberapa saja yang pengin kita... ingin kami sampaikan pandangan Pemerintah terkait dengan perda ini. Jadi, memang berawal dari undang-undang... pemahaman Pemerintah demikian, Pasal 4 itu sudah jelas yang dimaksud atau yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan adalah presiden. Presidenlah yang disuruh untuk mensejahterakan rakyat sesuai dengan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun Pemahaman pertama itu. Yang kedua, berikutnya. Kita memahami bahwa luas wilayah yang cukup besar dari Sabang sampai Merauke itu, maka dibentuk pendiri negara mengatakan dibentuklah daerah besar, kecil, yang disebut dengan provinsi dan kabupaten/kota yang dipimpin oleh gubernur, bupati, walikota. Gubernur, bupati, walikota itu sejatinya diberi atau dipinjamkan kewenangan dari presiden. Oleh karena itu, kalau presiden menganggap bahwa diberi kewenangan itu dalam rangka untuk bersama-sama mewujudkan alinea keempat itu. Kalau presiden menganggap bahwa ternyata diberi kewenangan untuk ikut menyejahterakan ternyata belum amanah, maka bisa ditarik. Sebagai contoh, misalkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 kemarin memberi kewenangan kepada kabupaten/kota untuk menyejahterakan melalui pemberian izin tambang, kehutanan, laut, nampi nampaknya perkembangannya tidak signifikan atau dianggap kurang pas, maka diambil alih oleh pemerintah, diberikan kepada gubernur. Berikutnya bupati, walikota, dan gubernur diberi kewenangan empat hal oleh presiden, yaitu untuk bisa membentuk kelembagaan daerah atau perangkat daerah. Kedua, merekrut pegawai namanya PNS daerah. Ketiga, memungut atau menggunakan duit untuk menyejahterakan namanya APBD. Keempat, supaya mengikat kepada... kepada rakyat yang ada di wilayahnya untuk tunduk, yaitu boleh membuat kebijakan yang disebut dengan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Empat hal ini diberikan kewenangan dalam rangka untuk sama-sama mewujudkan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun Berikutnya juga kami sampaikan bahwa pemerintah daerah adalah gubernur plus DPRD adalah penyelenggara pemerintahan. Pemahaman pemerintah adalah ini bagian dari hirarki atau dengan kata lain presiden, menteri, dan gubernur, bupati itu satu gerbong, meskipun partainya lain-lain, sehingga menurut kami tidak etis apabila misalkan ada kepala daerah itu yang melakukan judicial review terhadap undang- 17

21 undang karena dia melanggar sumpahnya, bunyi sumpahnya itu dia taat terhadap menurut undang-undang. Berikutnya. Nah, terhadap hal ini kita tahu bahwa berikutnya dinamika apa itu... lingkungan strategis dan penataan ini menuntut bahwa banyak peraturan... kita tahu, Yang Mulia Majelis Hakim, daerah kita, wilayah kita, sudah tadi saya sebutkan ada 500 sekian lebih itu. Kalau satu daerah itu kita berpandangan bahwa ini bagian dari review dari eksekutif, makanya tidak perlu ini bukan bagian... menurut pemahaman kami bukan bagian dari judicial yang menjadi ranahnya peradilan. Menurut pemahaman Pemerintah begitu. Ini dalam rangka untuk menjamin efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan segera mewujudkan apa itu... kesejahteraan. Coba kita sama-sama bayangkan kalau seandainya perda-perda yang menghambat investasi itu tidak segera dibatalkan oleh Pemerintah, tapi harus melalui Mahkamah Agung, bisa dipastikan mau berapa kali periode ini Presiden itu mengganti, tetap akan... tidak akan dibatalkan. Kami telah membatalkan 3.143, nanti berikutnya juga... itu kita bisa cepat, memang 32 yang dulu melalui apa itu... justru pengalaman dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 di dalam Undang-Undang Nomor 23 ini diubah. Harapan Pemerintah untuk lebih cepat dan ini memahami... ini dipahami sebagai bagian dari kebijakan eksekutif bukan bermaksud ini tidak merupakan bagian dari judicial atau dari ranah pengadilan. Kira-kira demikian secara singkat dan sekali lagi mohon maaf. Dan secara tertulis akan kami perbaiki, dan setelah kami catat tadi memang dari Pak Wahiduddin tadi ada yang cukup apa itu... harus sulit, termasuk Pak Patrialis tadi nanti yang belum bisa kami jawab, sekarang nanti akan saya jawab tertulis. Terima kasih, Pak. 13. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Tapi nanti bisa dikonsultasikan juga sama menterinya karena ini kan jawaban Pemerintah, mewakili Presiden dalam sidang ini. Jadi perlu lebih firm lagi ya, Pak, ya. 14. PEMERINTAH: WIDODO SIGIT PUDJIANTO Ya. 15. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih. 18

22 16. PEMERINTAH: WIDODO SIGIT PUDJIANTO Saya sampaikan, Pak Majelis Ketua. Jadi kami ini sebelum berangkat ini, saya sehari kemarin itu saya sudah laporkan, Pak, besok ini kira-kira poin-poinnya ini. Jadi jawaban kami ini juga sudah sepengetahuan... apa itu... Pak Menteri. Kayak kemarin sore, kemarin siang itu jawaban kami itu juga sudah, sebelumnya sudah saya laporkan dulu baru saya datang ke sini. Kira-kira demikian, Bapak. Terima kasih. 17. KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Terima kasih. Pemohon apakah akan mengajukan ahli atau saksi? 18. PEMOHON: MUHAMMAD HAFIDZ Sedikit, Yang Mulia. Sebelum apa kami menyampaikan bahwa akan mengajukan saksi atau ahli mau meminta gambaran dari Pemerintah melalui Yang Mulia. 19. KETUA: ANWAR USMAN Eh, jangan. Enggak usah. Enggak, nanti... nanti, kan sudah dijawab tadi. Nanti apa yang ingin ditanggapi nanti bisa dalam kesimpulan nanti. 20. PEMOHON: MUHAMMAD HAFIDZ Ya, ahli, Yang Mulia, dua. Yang sedang dalam konfirmasi, yaitu Pak Max dan Pak... satu lagi dari PSHK, Yang Mulia. Max Atmajaya. 21. KETUA: ANWAR USMAN Oh ya, baik. Jadi akan mengajukan ahli, ya. Nanti sebelum sidang supaya diajukan CV-nya ya di Kepaniteraan. Berapa orang rencananya? 22. PEMOHON: MUHAMMAD HAFIDZ Dua, Yang Mulia. 23. KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. 19

23 24. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Max sama siapa? 25. PEMOHON: MUHAMMAD HAFIDZ Imam Nasima. 26. KETUA: ANWAR USMAN Dari PSHK. Kalau begitu, persidangan ini ditunda hari Rabu, tanggal 21 September 2016, pukul WIB. Dengan acara mendengar keterangan DPR, kemudian ahli atau saksi dari Pemohon, ya. Sudah jelas, ya. Begitu ya, dari Kuasa Hukum Presiden. Dengan demikian, sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 6 September 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 20