SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA HARINI NURCAHYA MARIANDAYANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA HARINI NURCAHYA MARIANDAYANI"

Transkripsi

1 POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN GEN Pituitary Positive Transcription Factor1 (Pit-1) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA HARINI NURCAHYA MARIANDAYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Polimorfisme Gen Insulin-Like Growth Factor-I Dan Gen Pituitary Positive Transcription Factor-1 Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal Di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013 Harini Nurcahya Mariandayani NIM G

4

5 RINGKASAN HARINI NURCAHYA MARIANDAYANI. Polimorfisme Gen Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) Dan Gen Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit- 1) Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal di Indonesia. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN, SRI SULANDARI, CECE SUMANTRI. Pelestarian keragaman genetik ternak diperlukan dalam upaya mempertahankan sifat-sifat khas ternak yang dapat dimanfaatkan di masa mendatang. Salah satu cara identifikasi keragaman genetik ayam lokal adalah mengukur morfologi dari tiap jenis ayam lokal Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan didapatkan bobot dan ukuran tubuh dari berbagai umur dan dikaitkan dengan gen-gen pertumbuhan pada beberapa rumpun ayam lokal dapat diaplikasikan untuk seleksi ternak pada berbagai umur. Ayam lokal pertumbuhannya lambat dan beberapa gen telah diketahui secara genetika menunjang pertumbuhan. Untuk mengatasi lambatnya pertumbuhan pada ayam adalah dengan meneliti kandidat gen untuk pertumbuhan yaitu gen IGF-1 dan gen Pit-1. Kedua gen tadi berperan dalam pertumbuhan somatik termasuk otot, tulang, epitel dan sel fibroblast, dan produktifitas ayam, yaitu mengendalikan produksi hormon pertumbuhan dan hormon prolaktin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik gen IGF-1 dan gen Pit-1 dalam kaitannya dengan pertumbuhan ayam lokal di Indonesia. Penelitian ini menggunakan ayam lokal dan ayam broiler dibagi menjadi dua tahapan yaitu 1) Analisis keragaman morfometrik berupa pengamatan fenotipik dengan melakukan pengukuran morfologi, yaitu pengukuran bobot badan dan peubah fenotipik lainnya, seperti panjang shank (PS), panjang paruh (PP), lebar dada (LD), panjang punggung (PP) dan lingkar dada (LD). Selain itu menganalisis frekuensi alel dan frekuensi genotip pada masing-masing rumpun ayam. 2) Analisis polimorfisme nukleotida gen IGF-1 maupun gen Pit-1. Pada analisis gen IGF-1 yaitu menentukan genotip (genotyping) dilakukan pada masing-masing individu ayam lokal maupun ayam broiler sebagai kontrol menggunakan enzim restriksi Pst-1 (PCR-RFLP). Sedangkan analisis pada gen Pit-1 dengan melakukan sekuensing untuk mengidentifikasi karakteristik dan keragaman dari gen Pit-1 tersebut. Kombinasi dari hasil analisis fenotip dan genotip tersebut dicari korelasi keduanya dengan menggunakan uji t (t test) baik antara genotip AA dan AB maupun antar rumpun ayam lokal. Uji t antar rumpun ayam lokal diantaranya kedu dengan sentul, kedu dengan kampung dan kedu dengan pelung. Hasil penelitian bobot badan dan parameter tubuh, ayam broiler tertinggi dibandingkan dengan ke empat rumpun ayam lokal (P<0.01) pada umur delapan minggu. Selanjutnya dari ke empat ayam lokal baik jantan dan betina didapat bahwa ayam pelung mempunyai bobot tertinggi. Hasil pengukuran peubah tubuh ternak ayam umur delapan minggu didapat bahwa kelima karakter ukuran tubuh, ayam broiler secara nyata (P<0.01) lebih besar dibandingkan dengan ke empat rumpun ayam lokal. Hasil pengamatan bobot badan ayam lokal umur 28 minggu

6 menunjukkan bahwa bobot badan ayam pelung lebih besar dibandingkan dengan ayam kedu, ayam sentul dan ayam kampung Hasil analisis komponen utama (pada ayam umur delapan minggu) menunjukkan adanya tiga pengelompokan ayam, yaitu kelompok ayam broiler, kelompok ayam pelung, dan kelompok ayam kedu, ayam kampung dan ayam sentul. Sedangkan pada ayam umur 28 minggu menunjukkan 3 kelompok ayam, yaitu kelompok ayam pelung, kelompok ayam kampung, dan kelompok ayam kedu dan ayam sentul. Ayam kampung memiliki nilai kesamaan 64.70%, karena dipengaruhi oleh nilai campuran dari ayam kedu (17.7%), dan ayam sentul (17.60%). Nilai kesamaan ayam sentul 71.40%, karena dipengaruhi oleh nilai campuran ayam kampung (28.60 %). Ayam kedu memiliki nilai kesamaan 81.20%, dipengaruhi oleh nilai campuran ayam kampung 18.80%, sedangkan nilai kesamaan pada ayam pelung tertinggi yaitu 100% karena tidak dipengaruhi oleh nilai campuran rumpun ayam lain. Peubah pembeda rumpun ayam lokal yang memberikan pengaruh kuat adalah panjang punggung (kanonikal 1) dan lingkar dada (kanonikal 2), dengan nilai total struktur kanonikal yang relatif tinggi. Berdasarkan gen IGF-1 didapat tiga genotip (AA, AB, dan BB) pada ayam broiler, sedangkan pada ayam lokal hanya didapat dua genotip saja yaitu AA dan AB. Genotip AB pada semua rumpun dan semua umur memiliki bobot badan yang lebih tinggi dibanding ayam dengan genotip AA. Hasil analisis panjang punggung dan lingkar dada pada ayam pelung lebih tinggi dibandingkan dengan ayam sentul, kedu dan kampung baik pada genotip AA maupun AB (P<0.05) pada umur 3-5 bulan. Berdasarkan ekson 6 gen Pit-1 didapat polimorfisme nukleotida yang sangat rendah. Hanya ada satu nukleotida yang berbeda dari 179 nukleotida yang dianalisis (178 nt conserved). Hal ini ditunjukkan dengan hasil rekonstruksi pohon filogeni yaitu hanya satu rumpun ayam lokal (ayam sentul SN606 dan SN632) yang terpisah dari rumpun lainnya. Namun demikian masih satu kelompok bila dibandingkan dengan outgroupnya yaitu angsa (Anser anser). Hasil pensejajaran intron 2 gen Pit-1 menunjukkan bahwa 374 nt bersifat kekal dan 13 nt lainnya beragam. Konstruksi pohon filogeni menunjukkan tidak ada hubungan yang jelas antara variasi nukleotida intron 2 gen Pit-1 dengan karakter bobot tubuh maupun genotip. Marka genetik IGF-1 telah dapat menunjukkan pemilahan yang berdasarkan genotip terkait dengan karakter bobot badan yang dimiliki baik oleh ayam lokal maupun ayam pembandingnya (broiler). Namun demikian marka genetik gen Pit-1 tidak memberikan hasil yang begitu jelas untuk pengelompokan karakter yang ada.

7 SUMMARY HARINI NURCAHYA MARIANDAYANI. Polymorphism in Insulin-Like Growth Factor-I ( IGF-1) and Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) Genes and the Effect on Growth of Indonesian Local Chicken. Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN, SRI SULANDARI, CECE SUMANTRI. Conservation in poultry genetic variation is necessary to maintain specific traits in poultry that may be utilized in the future. Morphologic measurement is one of the identification methods on genetic variation in Indonesian local chicken breeds. This study is expected to give a result on data acquisition on body weight and other morphologic character of local chicken breeds at several ages, therefore, the data can be applied to poultry selection. Local chicken growth is known to be low compared to broiler chicken. Growth is dependent on genetic and environmental factors; several genes controlling growth have been thoroughly studied. IGF-1 and Pit-1 genes are among the group of growth genes that have been recently draw attention for thorough research. Those genes play role in somatic growth, i.e., muscle, bone, epithelial and fibroblast cells. Those genes as well control production of growth and prolactin hormone. Therefore this study was designed to explore IGF-1 and Pit-1 genes in accordance with growth in Indonesia endogenous chickens. Local and broiler chickens were the object of this study which applied two steps of analyses. First, phenotypic variation by measuring morphologic characters, such as body weight, length of shank, length of beak, breast width, back width, and breast perimeter. Second, polymorphic analysis in IGF-1 and Pit- 1 genes. Genotyping using PCR-RFLP - restriction enzyme Pst-1 was carried out on each individuals of local and broiler chickens. This study also attempted in correlating phenotypic and genotypic analyses. Results of this study indicated body weight and other morphologic characters of eight weeks-broiler chicken were higher than those of local chicken races (P<0.01). Among local chickens at the age of 28 weeks, pelung was the highest in morphologic characters compared to kedu, sentul, and kampong. Principal Component Analysis (PCA) on chicken morphologic characters of eight week age resulted in three clusters, i.e., broilers, pelung, and kedu, kampong and sentul. On the other hand, the analysis on 28 week aged-chickens resulted in two clusters, pelung and kedu, kampong and sentul. Similarity index of kampong was 64.70%, as it was influenced by composite index of kedu (17.70%) and sentul (17.60%). Similarity index of sentul was 71.40%, influenced by composite index of kampong %. Kedu has similarity index of 81.20%, influenced by kampong 18.80%. Similarity index of pelung was the highest (100%), it was not dependent on composite index of other chickens. Discriminant variable on local chicken contributed significantly on back length (canonical-1) and breast perimeter (canonical-2), its canocial structure value was relatively high. IGF-1 gen composed three genotypes (AA, AB, and BB) in broiler chickens, while that of local chickens was two genotypes (AA and AB). Body weight in all races of chickens at entire ages with AA genotypes was lower compared to chickens with AB genotypes. Body weight of sentul, kedu, and

8 kampong at the ages of one to five months was not significantly different, in spite of the two different genotypes (AA and AB). Back length and breast perimeter of pelung ((P<0.05) were higher compared to sentul, kedu, and kampong, regardless genotyping (AA and AB).. Pit-1 gene in exon 6 resulted very low in nucleotide polymorphism. There was only one nucleotide differed out of 179 nucleotides, the other 178 nucleotides was conserved. Reconstruction of phylogenetic tree strengtened the result that only sentul chickens (SN606 and SN632) located in a separate cluster of other races. However, sentul was in the same cluster if domesticated goose (Anser anser) put as an outgroup in the phylogenetic tree analysis. Pit-1 gene in intron-2 alignment denoted that therein 374 nucleotides were conserve, while 13 nucleotides varied. Reconstruction of phylogenetic tree based on this gene showed that there was no clear relationship between nucleotide variation in intron-2 of Pit-1 gene and body weight as well as the genotype. IGF-1 genetic marker successfully discriminated the genotypes in consideration with body weight in both local and broiler chickens. However, Pit- 1 genetic marker was not able to discriminate characters clustering.

9 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

10

11 POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN GEN Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA HARINI NURCAHYA MARIANDAYANI Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Biosains Hewan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

12 Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Tike Sartika 2. Dr. Jakaria SPt Penguji pada Ujian Terbuka : 1.Prof. Dr. Ir. Sofyan Iskandar M. Rur.Sc 2. Dr. Achmad Farajallah MSi

13 Judul Disertasi Nama NIM : Polimorfisme Gen Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-l) dan Gen Pituitary Positive Transcription Factor-l (Pit-I) Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal di Indonesia : Harini Nurcahya Mariandayani. : G I Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA Ketua Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Anggota Dr Sri Sulandari, MSc Anggota Diketahui oleh : Studi Dr Bambang Suryobroto Tanggal Ujian: 11 Juli 2013 Tanggal Lulus : o1 ~ UG 2013

14 Judul Disertasi Nama NIM : Polimorfisme Gen Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) Dan Gen Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal di Indonesia : Harini Nurcahya Mariandayani : G Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA Ketua Prof Dr. Cece Sumantri M.Agr.Sc Anggota Dr. Sri Sulandari, MSc Anggota Diketahui oleh : Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Bambang Suryobroto Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr Tanggal Ujian Tanggal Lulus : (tanggal pelaksanaan ujian (tanggal penandatanganan terbuka) disertasi oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)

15

16 PRAKATA Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia dan hidayahnya, maka penulisan disertasi berjudul Polimorfisme Gen Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) dan Gen Pituitary Positive Transcription Factor -1(Pit-) Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal di Indonesia dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian mendapat dana dari BPPS Dikti 2008, Dana Rutin dan Hibah Kompetitif LP2M UNAS 2012 dan Hibah Doktor DP2M DIKTI Penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada Bapak Dr.Ir. Dedy Duryadi Solihin DEA, Dr. Sri Sulandari MSc dan Prof. Dr Cece Sumantri M. Agr. Sc. selaku pembimbing yang telah memberi arahan, bimbingan, saran, perhatian dan berbagai kemudahan penggunaan fasilitas penunjang penelitian dan kelancaran penyelesaian sudi. Terima kasih kepada Rektor IPB, Dekan Pascasarjana IPB, Ketua Mayor Biosains Hewan serta seluruh staf pengajar dan administrasi BSH atas bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S3 di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Dekan Fakultas Peternakan IPB atas fasilitas kandang dan penetasan. Terima kasih kepada rekan dalam penelitian yaitu Pipih Suningsih SPt dan Yusuf Kurnia SPt.atas semangat dan kerjasamanya selama penelitian dan kepada Bapak Ade dan Bapak Ilyas, yang telah membantu selama penelitian. Terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Nasional Jakarta dan Dekan Fakultas Biologi yang telah memberikan ijin belajar, kepala LP2M UNAS Prof. Dr. Ernawati Sinaga MSc. serta teman-teman di Fakultas Biologi, Dra Noortiningsih MSi, Dra Nyoman Ayu MSi, Dra Suprihatin MSi, Dra Ida W, Dra Dwi Andayaningsih MSi, Drs Sutarno, MKes, dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas dukungan dan support nya. Terima kasih kepada Kepala dan Staf Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Fapet IPB atas segala fasilitas selama penelitian, Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA, Prof Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc., Eryk Andreas S.Pt M.Si, Ferdy Saputra S.Pt, Irene S.Pt, Dika SSi, Nenahilmia SPt Msi atas bantuan dan persaudaraannya. Terima kasih ditujukan kepada Kepala dan Staf Laboratorium Biologi Molekuler PPSHB; Pak Heri dan teman-teman: Dr. Fahma, Dr. Suriana, Dr. Nurlisa Butet, Dr. Dewi Elfidasari, Dr. Melta Rini, Dr. Wahyu, Dr Islamul Hadi, Bpk Ronny, Andi, Dr. Irma, Bu Catur, Bu Bey, Eppa, mba Handay, Bpk Juswaldi, Bpk Hary P, Chaerul atas kebaikan, bantuan dan keakrabannya. Ibunda tercinta Soemari, keluarga kakak dan adik : Bambang Hendro Santoso, Prof. Dr Bambang Hendro Sunarminto, Effendi Gatot H, Ir. Sahib Agung H, Ir. Benyamin H Santoso MSc, suami tercinta Hadi Suyono, buah hati tersayang Bunga Cahyaputri STP dan Angga Kirana S.Kom, terima kasih atas doa, ketulusan, kesabaran, motivasi, kebaikan yang telah diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat pada masayarakat umumnya dan bidang biologi khususnya. Bogor, Juli 2013 Harini Nurcahya Mariandayani

17

18 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR xiv xv 1. PENDAHULUAN 1 Latar belakang 3 Tujuan penelitian 3 Keluran yang diharapkan 4 Manfaat penelitian 4 Kebaruan penelitian 4 2. KERAGAMAN FENOTIPIK DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK PADA AYAM LOKAL DAN AYAM BROILER MENGGUNAKAN ANALISIS MORFOLOGI 6 Abstrak 6 Pendahuluan 7 Tujuan penelitian 7 Metode penelitian 8 Hasil dan pembahasan 9 Simpulan POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA 16 Abstrak 16 Pendahuluan 17 Tujuan penelitian 18 Metode penelitian 18 Hasil dan pembahasan 20 Simpulan dan saran POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor 1 (Pit-1) DAN POLA PERTUMBUHAN PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA Abstrak 26 Pendahuluan 27 Tujuan penelitian 28 Metode Penelitian 28 Hasil dan pembahasan 30 Simpulan dan saran PEMBAHASAN UMUM 35 Simpulan 38 Saran 38 Daftar Pustaka 39 Lampiran 45 RIWAYAT HIDUP 63

19 DAFTAR TABEL Halaman 1. Rataan, koefisien keragaman bobot badan pada ayam penelitian jantan dan betina umur delapan minggu Rataan ukuran panjang shank, panjang paruh, lebar dada, Panjang punggung dan lingkar dada ayam penelitian jantan dan betina umur delapan minggu Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman bobot badan pada ayam lokal jantan dan betina umur 28 minggu Rataan dan simpangan baku ukuran panjang shank, panjang paruh,lebar dada, panjang punggung dan lingkar dada ayam lokal janntan dan betina umur 28 minggu Persentase nilai kesamaan dan campuran di dalam dan di antara kelompok ayam lokal umur 28 minggu Matrik jarak genetik antar kelompok ayam dari lima rumpun ayam Struktur kanonikal Frekuensi alel, frekuensi genotip dan heterozigositas terhadap genotip IGF-I populasi ayam lokal penelitian Rata-rata bobot hidup ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan Perbedaan genotip AA dan AB dari rata-rata lingkar dada ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan Perbedaan genotip AA dan AB dari rata-rata panjang punggung ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan Primer spesifik (MR1 dan MR5) ekson-6 dan intron-2 gen Pit Jarak genetik kimura 2 parameter gen Pit1 ekson 6 pada lima rumpun ayam penelitian sepanjang 179 nt dan rumpun angsa (ANS) 31

20 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Alur penelitian polimorfisme gen IGF-1 dan gen Pit Penyebaran kelompok ayam lokal dan ayam broiler umur delapan 12 minggu dari lima rumpun ayam menurut ukuran fenotipik 3. Penyebaran kelompok ayam dari empat rumpun ayam lokal umur 28 minggu menurut ukuran fenotipik Pohon fenogram dari lima rumpun ayam : kedu, kampung, sentul, pelung dan broiler pada ayam umur 28 minggu Struktur Gen IGF Hasil elektroforesis PCR-RFLP Pst-I lokus IGF-I ayam penelitian Struktur Gen Pit Posisi Penempelan Primer MR5 pada ekson 6 Gen Pit Posisi Penempelan Primer MR1 pada intron 2 Gen Pit Hasil PCR gen Pit-1 pada ayam lokal Konstruksi pohon filogeni gen Pit-1 ekson 6 ayam penelitian Sepanjang 179 nt dan gen Pit-1 angsa (ANS) sebagai pembanding Hasil PCR intron 2 gen Pit-1 pada ayam lokal Konstruksi pohon filogeni intron 2 gen Pit-1 sepanjang 387 nt 34 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Runutan nukleotida pada ekson 6 (Nie et al dengan Kode akses AJ Runutan nukleotida pada intron 2 (Van As et al dengan kode akess AY356150) Pensejajaran runutan 179 nukleotida gen Pit-1 ekson 6 pada Ayam Lokal (SN= sentul ; KD= Kedu; P= Pelung; KM= kampung) dan ayam broiler serta angsa (ANS) Pensejajaran runutan Pensejajaran Runutan 387 Nukleotida gen Pit-1 intron 2 pada Ayam Lokal (SN= sentul ; KD= Kedu; P= Pelung; KM= kampung) dan ayam broiler Hasil analisa bahan pakan ternak ayam Perbandingan bobot badan antar rumpun ayam lokal pada umur 1-5 bulan Perbandingan lingkar dada antar rumpun ayam lokal Pada umur 1-5 bulan Perbandingan panjang punggung antar rumpun ayam lokal Pada umur 1-5 bulan Hasil sekuensing gen PIT-1 intron 2 sepanjang 387 bp Hasil sekuensing gen PIT-1 intron 2 sepanjang 387 bp Hasil sekuensing gen PIT-1 ekson 6 sepanjang 179 bp 62

21

22 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam lokal Indonesia atau dikenal sebagai ayam kampung merupakan komoditas yang paling banyak dipelihara oleh masyarakat khususnya di pedesaan. Sebagai plasma nutfah ternak Indonesia, ayam lokal ini perlu dipertahankan dan dimurnikan sekaligus perlu dimanfaatkan secara optimal untuk penyediaan protein hewani (Sulandari et al. 2007). Disamping itu dapat merupakan sumber gen yang khas untuk digunakan dalam perbaikan ayam lokal di Indonesia melalui persilangan antar rumpun ayam lokal maupun dengan rumpun ayam lokal yang lain. Keunggulan dari ayam lokal adalah mempunyai kemampuan bertahan dan berkembang biak dengan baik pada iklim tropis, dapat bertahan hidup dalam kondisi kualitas pakan yang rendah serta mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi terhadap penyakit (Suryana dan Hasbianto 1994). Ayam lokal Indonesia yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia memiliki beberapa rumpun dengan karakteristik morfologis yang khas berdasarkan daerah asal. Sampai saat ini telah diidentifikasi sebanyak 31 rumpun ayam lokal, yaitu ayam kampung, pelung, sentul, wareng, lamba, ciparage, banten, nagrak, rintit/walik, siem, kedu hitam, kedu putih, cemani, sedayu, olagan, nusa penida, merawang/merawas, sumatera, balenggek, melayu, nunukan, tolaki, maleo, jepun, ayunai, tukung, bangkok, brugo, bekisar, cangehgar/cukir/alas, dan kasintu (Nataamijaya 2000). Produktifitas ayam lokal relatif masih rendah, sebagai implikasi dari sistem pemeliharaan yang masih dilakukan secara ekstensif. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktifitas ayam lokal diantaranya dengan usaha melaksanakan program seleksi dan persilangan. Program seleksi yang terarah akan memberikan arti ekonomis yang tinggi dalam pemanfaatan ayam lokal, yaitu dengan peningkatan kualitas ayam lokal melalui program persilangan dan pemuliaan karakter spesifik yang dimiliki. Namun demikian, langkah ini mengandung resiko yang besar karena akan mengurangi bahkan mengkontaminasi karakteristik spesifik yang dimiliki oleh masing-masing ayam lokal tersebut. Langkah perbaikan yang tidak merusak keaslian sifat-sifat ayam lokal dapat dilakukan dengan menyeleksi sifat genetik yang terkait dengan karakter kuantitatif unggul seperti pertumbuhan cepat, produksi telur meningkat, bobot tubuh dan karkas besar yang dimiliki oleh masing-masing ayam lokal tersebut. Ayam lokal Indonesia mempunyai keragaman sangat besar dan bervariasi dalam warna bulu, kulit, paruh, bentuk tubuh, penampilan produksi, pertumbuhan, dan reproduksi (Jafendi 2007). Keragaman tersebut muncul disebabkan oleh sistem pemeliharaan dan perkawinan yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi serta faktor adaptasi lingkungan. Di antara ayam lokal tersebut adalah ayam kampung, ayam pelung, ayam kedu dan ayam sentul. Ayam kampung memiliki variasi terutama pada pola warna bulu (Sartika et al. 2008), demikian pula pada ayam kedu, selain keragaman warna bulu terdapat keragaman jengger dan warna kulit (Mulyono et al. 2009). Selanjutnya keragaman warna bulu dan warna kulit juga terdapat pada ayam sentul (Sartika et al. 2004) dan ayam pelung (Iskandar dan Susanti 2007).

23 2 Informasi genetik diperlukan untuk mengetahui mutu genetik suatu ternak yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi maupun persilangan. Salah satu penelitian dasar untuk menggali informasi genetik adalah pengamatan fenotipik dengan pengukuran morfologi, seperti yang pernah dilakukan pada ayam (Udeh et al. 2011; Ojedapo et al.2012); pada itik (Muzani et al. 2005); pada kelinci (Brahmantyo et al. 2006); pada domba (Sumantri et al. 2007; Atmaja et al dan Zhang et al. 2008) dan pada kerbau (Anggraeni et al. 2011). Dengan adanya kemajuan teknologi pada bidang genetika molekuler, maka program seleksi dapat dilakukan lebih dini melalui analisis pada tingkat DNA. Program MAS (Marker Assisted Selection) merupakan program yang menganalisis keterkaitan antara identifikasi keragaman DNA dengan sifat kuantitatifnya dengan demikian dapat dijadikan dasar untuk program seleksi (Montaldo et al. 1998). Penanda genetik merupakan suatu teknik yang digunakan dalam genetika modern sebagai alat bantu mengidentifikasi genotip suatu individu atau sampel yang diambil dari hewan tersebut. Gen Pituitary Specific Positive Transcription Factor-1 (Pit-1, POU1F1 atau GHF1) adalah salah satu penanda genetik yang telah digunakan untuk membantu seleksi dini berdasarkan keterkaitan antara marker ini dengan sifat kuantitatif yang diharapkan. Gen Pit-1 merupakan salah satu gen yang berkaitan erat dengan pertumbuhan dan produktifitas ayam, karena gen Pit-1 mengendalikan ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan dan hormon prolaktin (Miyai et al. 2005). Oleh karena itu dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa gen Pit-1 merupakan kandidat gen yang mempunyai prospek untuk digunakan sebagai penanda genetik dalam program seleksi ayam lokal. Gen ini merupakan faktor regulator positif pada transkripsi khusus untuk ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan (GH), prolaktin (PRL) dan Thyroid Stimulating Hormon β (TSH-β) (Bodner et al. 1988; Miyai et al. 2005; Van As et al. 2004). Aktivasi awal gen Pit-1 dikontrol oleh gen PROP-1 (Phophet of Pit- 1). Protein Pit-1 terutama mengekspresikan laktotrophs, somatotrophs dan thyrotrophs dan mensekresikan PRL, GH dan TSH-β (Simmons 1990). Bioaktifitas yang lain dari gen Pit-1 adalah sebagai aktifator regulasi anterior pituitary (Li et al dan de la Hoya 1998). Dengan demikian dari contoh tersebut, kemampuan mengidentifikasi karakter genetik spesifik dari Pit-1 yang dikaitkan dengan penampilan fenotipik tertentu maka akan menjadi alat yang tajam dalam proses seleksi. Hasil penelitian Jiang et al. (2004) pada ayam lokal china menunjukkan mutasi gen Pit-1 telah berpengaruh nyata terhadap bobot badan ayam umur 8 minggu. Selanjutnya Nie et al. (2005) meneliti 23 SNP (Single Nucleotide Polymorphism) dan 57 bp delesi/insersi gen Pit-1 nyata berhubungan dengan pertumbuhan bobot badan ayam umur 1-8 minggu. Nie et al. (2008) mendeteksi 5 SNP gen Pit-1 berkorelasi dengan keragaan produksi. Genotip BB pada intron-5 gen Pit-1 berpengaruh nyata terhadap bobot badan ayam broiler Iran umur 6 minggu, bobot otot dada dan bobot sayap dibanding genotip AA dan AB (Rodbari et al. 2011). Penelitian dengan angsa lokal china oleh Cheng et al. (2009) mendapatkan 2 mutasi berupa insersi/delesi pada intron 4 gen Pit-1 berpengaruh nyata terhadap bobot badan awal angsa. Sedangkan hasil penelitian Zao et al. (2011) pada intron 4 gen Pit-1, menunjukkan bahwa genotip CC dan TT

24 3 secara signifikan berpengaruh terhadap rata-rata bobot badan angsa umur 6 sampai 8 minggu. Penanda genetik lain yang dapat digunakan untuk mendukung usaha perbaikan genetik ayam lokal adalah gen Insulin Like Growth Factor-I (IGF-1). Gen ini turut mengendalikan pertumbuhan bersama-sama gen lain seperti gen GH, gen PRL, gen TSHβ dan gen lainnya. Menurut Kita et al. (2005) dan Li et al. (2009), gen IGF-1 ini merupakan gen yang berperan penting dalam peningkatan hormon berupa polipeptida yang menentukan laju pertumbuhan pada hewan. Selain itu gen IGF-I memediasi rangsangan aksi pembelahan sel dan dalam proses metabolisme yang berhubungan dengan deposisi protein dan menstimulasi metabolisme protein serta berperan penting terhadap fungsi beberapa organ (Zhou et al. 2005). Oleh karena itu Gen IGF-I merupakan kandidat gen untuk pertumbuhan pada ternak karena berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan, yaitu mengatur pertumbuhan somatik termasuk otot, tulang, epitel dan sel fibroblast (Abbasi dan Kazemi 2011). Selanjutnya Lei et al. (2005) telah menganalisis 5 region UTR gen IGF-I pada ayam dengan tehnik PCR-RFLP memakai enzyme restriksi Pst-1 didapat hasil adanya polimorfisme nukleotida tunggal (single nucleotide polymorphism, SNP) dan telah ditemukan tiga genotip yaitu : AA, AB dan BB. Keterkaitan antara ekspresi gen dengan karakter kuantitatif yang mendukung laju pertumbuhan dan perkembangan ayam adalah produktivitas dan peran/fungsi dari produk gen tersebut (protein/hormon) yang dimanfaatkan oleh hewan dalam proses fisiologi perkembangannya. Hormon pertumbuhan sebagai produk dari gen merupakan salah satu faktor endogenous yang mempengaruhi pertumbuhan selain faktor eksogenous yaitu pakan (Lawrence dan Fowler 1997). Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot badan hidup, bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh terdiri dari otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas (Soeparno 1984). Selanjutnya dinyatakan bahwa ukuran diartikan sebagai dimensi, besar, volume, ukuran relatif, sedangkan bentuk diartikan sebagai model, pola dan karakteristik sebagai pembeda penampilan eksternal. Dengan demikian karakteristik fenotip dengan karakteristik genetik dari masingmasing gen apabila dapat dihubungkan dan dijelaskan dengan pasti maka karakternya akan dapat berguna untuk dasar seleksi dari langkah perbaikan genetik terutama untuk perbaikan ayam lokal. Informasi dasar yang lain seperti ciri spesifik, asal usul, performans dan produktifitas ayam lokal diperlukan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan ayam lokal di Indonesia. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadikan ayam lokal Indonesia lebih dikenal, dikembangkan dan dilestarikan agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (Sulandari et al. 2007). Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi karakteristik gen Pit-1 dan gen IGF-1 dalam kaitannya dengan pertumbuhan ayam lokal di Indonesia. Disamping itu juga, mengkaji keterkaitan aspek fenotipik morfologi ayam lokal dan hubungannya dengan pertumbuhan dan salah satu gen

25 4 penentu pertumbuhan. Adapun tahapan untuk mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis polimorfisme atau variasi gen Pit-1 dan gen IGF-1 yang akan dijadikan penanda genetik pada beberapa ayam lokal di Indonesia. 2. Mengkaji kemungkinan penggunaan gen Pit-1 dan IGF-1 sebagai marka seleksi pada pertumbuhan ayam. 3. Pemanfaatan informasi-informasi gen Pit-1 ayam lokal bagi produktifitas (pertumbuhan) dari berbagai ayam lokal tersebut. 4. Mengkaji keragaman fenotipik ayam pelung, kedu, sentul, kampung dan broiler. 5. Menganalisis jarak genetik ayam lokal di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah (ayam sentul, ayam kedu, ayam kampung dan ayam pelung) serta ayam broiler sebagai pembanding. Demikian pula peubah yang dapat membedakan rumpun ayam yang ada di Indonesia Keluaran yang Diharapkan 1. Peningkatan keragaan pertumbuhan dan produksi ayam lokal 2. Sebagai dasar program seleksi ayam lokal. 3. Sebagai bahan informasi karakteristik gen IGF-1 dan gen Pit-1 Manfaat Penelitian 1. Diketahui informasi dasar adanya keragaman genetik, yaitu adanya variasi dan mutasi dari gen Pit-1 dan gen IGF-1 pada beberapa ayam lokal di Indonesia. 2. Mengetahui adanya fenomena perbedaan pertumbuhan pada ayam lokal dibandingkan dengan ayam broiler dan hubungannya dengan polimorfisme gen Pit-1 dan gen IGF Kandidat gen dapat digunakan sebagai dasar seleksi (MAS) beberapa ayam lokal di Indonesia. 4. Mengetahui hubungan kekerabatan pada ayam lokal berdasarkan karakter fenotipe hasil pengukuran morfologi. Kebaruan Penelitian Kebaruan penelitian ini adalah mampu mengidentifikasi satu gen bersifat polimorfik pada ayam lokal Indonesia yang memiliki keterkaitan khusus dengan pola pertumbuhan pada beberapa ayam lokal Indonesia.

26 5 Ayam Lokal *Mempunyai keunggulan performance, rasa dan tekstur daging, kadar lemak rendah, tetapi pertumbuhan lambat Dasar pemilihan gen IGF-1 : Gen penentu pertumbuhan tulang dan otot. Gen Pit-1 : Pertambahan bobot badan serta kaitan dengan transkripsi gen : gen GH, Prolaktin, TSH β Bahan kajian : Ayam kampung, ayam sentul, ayam pelung, ayam kedu, ayam broiler Morfometrik Polimorfisme gen IGF-1 dan gen Pit-1 Lingkungan : suhu dan kelembaban Isolasi dan purifikasi DNA total Amplifikasi DNA IGF-1 dan Pit-1, genotyping dan sekuensing bobot badan, panjang punggung panjang shank, panjang paruh lebar dada dan lingkar badan Fenomena pertumbuhan ayam lokal Perunutan DNA : IGF-1 dan Pit-1 Konstruksi pohon filogeni Karakteristik gen IGF-1 dan gen Pit-1 ayam lokal Strategi pemuliaan ayam lokal Peningkatan kualitas dan kuantitas ayam lokal di indonesia Gambar 1. Alur penelitian polimorfisme gen IGF-1 dan gen Pit-1.

27 6 1. KERAGAMAN FENOTIPIK DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK PADA AYAM LOKAL DAN AYAM BROILER MENGGUNAKAN ANALISIS MORFOLOGI ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik morfologi dan hubungan kekerabatan pada ayam lokal dan ayam broiler dengan menduga jarak genetiknya. Penelitian ini menggunakan 125 ekor ayam terdiri dari 25 ekor ayam pelung, 25 ekor ayam sentul, 25 ekor ayam kedu, 25 ekor ayam kampung dan 25 ekor ayam broiler sebagai pembanding. Peubah yang diamati, yaitu panjang shank, panjang paruh, panjang punggung, lebar dada dan lingkar dada. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SAS dan SPSS. Hasil pohon fenogram berdasarkan peubah morfologi didapat bahwa ayam umur delapan minggu menunjukkan tiga kelompok terpisah yaitu (1) ayam pelung (2) ayam kedu, ayam kampung dan ayam sentul (3) ayam broiler. Pohon fenogram pada ayam umur 28 minggu tanpa ayam broiler hasilnya menunjukkan 3 kelompok terpisah yaitu: (1) kelompok ayam pelung (2) kelompok ayam kampung dan (3) kelompok ayam sentul dan ayam kedu. Adanya nilai campuran dan jarak genetik yang dekat antara ayam kedu dan ayam sentul diduga akibat telah terjadinya persilangan diantara ayam tersebut. Ayam kampung tercampur dengan ayam sentul (17.60%) dan ayam kedu (17.70 %). Ukuran fenotipik ayam yang memberikan pengaruh kuat terhadap peubah pembeda rumpun ayam adalah panjang punggung dan lingkar dada. (Kata-kata kunci : ayam lokal, jarak genetik, analisis diskriminan, kanonikal) ABSTRACT This research was to study the morphological characteristic and estimating genetic distance between native chicken and broiler chicken. This research was using 25 sentul chickens, 25 kampung chickens, 25 kedu chickens, 25 pelung chickens and 25 broiler chickens. Different body parts were measured, they were the length of shank, beak length, back length, chest depth and chest width. Discriminant and canonical analysis of SAS and SPSS package program were used for analysing of the data. Fenogram tree shows three separate groups: (1) pelung chickens (2) kedu, kampung and sentul chickens (3) broiler chickens (at eight weeks age of chicken). When we reduced number of broiler chicken group, fenogram tree shows three separate groups: (1) pelung chickens (2) kedu and sentul chickens (3) kampong chickens (at 28 weeks age of chicken). Kampong chickens were resulted from mixing with other native chicken such as sentul chickens (17.60 %) and kedu chickens (17.70 %). The total canonical structure analysis shows that the phenotypic size of chickens giving a strong influence on the distinction variable of chicken groups are body length and chest circumference. (Key Words : native chicken, genetic distance, discriminant analysis, canonical)

28 7 PENDAHULUAN Ayam asli Indonesia mempunyai keragaman sangat besar dan bervariasi dalam warna bulu, kulit, paruh, bentuk tubuh, penampilan produksi, pertumbuhan, dan reproduksi (Jafendi 2007). Keragaman tersebut karena sistem pemeliharaan dan perkawinan yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi serta faktor adaptasi lingkungan. Diantara ayam lokal tersebut adalah ayam kampung, ayam pelung, ayam kedu dan ayam sentul. Ayam kampung memiliki variasi terutama pada pola warna bulu (Sartika et al. 2008), demikian pula pada ayam kedu, selain keragaman warna bulu terdapat keragaman jengger dan warna kulit (Mulyono et al. 2009). Selanjutnya keragaman warna bulu dan warna kulit juga terdapat pada ayam sentul (Sartika et al. 2004) dan ayam pelung (Iskandar dan Susanti 2007). Informasi genetik diperlukan untuk mengetahui mutu genetik suatu ternak yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi maupun persilangan. Salah satu penelitian dasar untuk menggali informasi genetik adalah pengamatan fenotipik dengan pengukuran morfologi, seperti yang dilakukan pada ayam (Udeh et al. 2011; Ojedapo et al. 2012); pada itik (Muzani et al. 2005); pada kelinci (Brahmantyo et al. (2006); pada domba (Sumantri et al. 2007; Atmaja et al dan Zhang et al. 2008); pada kerbau (Anggraeni et al. 2011). Jarak genetik merupakan tingkat perbedaan gen (perbedaan genom) diantara suatu populasi atau spesies (Nei I987). Penelitian tentang karakter genetik telah banyak dilakukan dalam memahami proses evolusi genetik suatu bangsa ternak dengan pendekatan analisis molekuler dengan metode randomly amplified polymorphic DNA dan mikrosatelit pada ayam china (Zhang et al. 2010); dengan mikrosatelit pada ayam ethiopia (Hassen et al. 2009); dengan sekuen D-Loop DNA mitokondria pada ayam lombok (Zein dan Sulandari 2008); dengan mikrosatelit pada ayam china (Yu et al ;Bao et al. 2007). Metode pengukuran jarak genetik yang lebih murah dan sederhana dapat dilakukan dengan penentuan pola perbedaan fenotipik yang dapat ditemui dalam setiap individu ternak (Brahmantyo et al. 2003). Metode seperti ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya Sartika et al. (2004) pada ayam kampung, sentul dan kedu hitam; Mulyono et al. (2009) pada ayam kampung, kedu dan wareng; Olawunmi et al. (2009) pada ayam lokal nigeria dan Ahlawat et al. (2011) pada ayam lokal india. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui karakteristik morfologi dan hubungan kekerabatan antar ayam lokal (ayam sentul, ayam kampung, ayam kedu dan ayam pelung) dan ayam broiler. 2. Menganalisis hubungan kekerabatan melalui pendugaan jarak genetik berdasarkan peubah yang dapat membedakan rumpun ayam yang ada di Indonesia.

29 8 Hewan Percobaan METODE PENELITIAN Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam lokal yang ditetaskan dari telur ayam kampung dari Leuwiliang, ayam kedu dari Temanggung, ayam sentul dari Ciamis dan ayam pelung dari Cianjur, sedangkan ayam broiler umur satu hari (day old chick = DOC) dari Bogor. Setelah menetas kemudian ayam-ayam tersebut dipelihara sampai umur delapan minggu (untuk ayam broiler) dan sampai umur 28 minggu (untuk ayam lokal), terdiri dari 25 ekor ayam kampung (7 jantan dan 18 betina), 25 ekor ayam sentul (9 jantan dan 16 betina), 25 ekor ayam kedu (6 jantan dan 19 betina) dan 25 ekor ayam pelung (5 jantan dan 20 betina) dan 25 ekor ayam bukan lokal yaitu broiler strain Starbro (11 jantan dan 14 betina) sebagai pembanding. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial yang dijual di Poultry Shop dan hasil analisis pakan disajikan pada Lampiran 5. Rataan suhu pada pagi hari adalah ± C, pada siang hari ± C dan pada malam hari ± C. Kelembaban rata-rata kandang pada pagi hari ± 1.48%, siang hari ± 10.23% dan malam hari adalah ± 3.14%. Peubah yang Diukur Peubah fenotipik yang diamati adalah bobot badan (BB), panjang shank (PS) atau panjang tulang tarsometatarsus, panjang paruh (PP), lebar dada (LD), panjang punggung (PP) dan lingkar dada (LD). Penimbangan bobot badan dan pengukuran ukuran tubuh dilakukan setiap minggu sekali dari ayam umur satu minggu sampai umur 28 minggu. Pengukuran bobot badan dengan timbangan ayam (gram), panjang shank dan panjang paruh dengan menggunakan jangka sorong (mm), lebar dada dengan menggunakan pita ukur (mm), panjang punggung dan lingkar dada dengan menggunakan pita ukur (cm). Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap. Model matematika dari rancangan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993) : Keterangan : Yijk = µ + α ij + є ijk Yijk = Nilai pengamatan taraf ke-j dan ulangan ke-k µ = Rataan umum pengamatan α i = Pengaruh jenis ayam (i= ayam kampung, kedu, sentul dan pelung) = Pengaruh galat jenis ayam pada ulangan k = i є ijk Analisis nilai rataan, simpangan baku dan analisis ragam (ANOVA) dilakukan menggunakan perangkat lunak statistik SAS 19 (SAS 1989). Jika hasil analisis berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan. Analisis statistik dilakukan

30 9 dengan uji diskriminan menggunakan software SPSS 15 dan jarak genetik menggunakan program R (Claude 2011). Fungsi diskriminan yang digunakan melalui pendekatan jarak Mahalanobis seperti yang dijelaskan oleh Nei (1987). Analisis kanonikal dilakukan untuk menentukan peta pengelompokan ayam, nilai kesamaan dan campuran di dalam dan di antara kelompok ayam. Analisis ini juga digunakan untuk menentukan beberapa peubah yang memiliki pengaruh kuat terhadap terjadinya pengelompokan rumpun ayam (pembeda rumpun ayam). Prosedur analisis menggunakan program SPSS. Bobot Badan dan Parameter Tubuh HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman bobot badan hasil pengamatan ayam lokal dan broiler pada ayam umur delapan minggu disajikan pada Tabel 1. Dari Tabel tersebut didapat bahwa bobot badan dan parameter tubuh ayam jantan maupun betina tertinggi pada ayam broiler dibandingkan dengan ke empat rumpun ayam lokal. Zhang et al. (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan dan reproduksi ayam broiler berbeda dengan ayam lokal cina. Selanjutnya dari ke empat ayam lokal baik jantan dan betina didapat bahwa ayam pelung mempunyai bobot tertinggi yaitu seberat g pada ayam jantan, sedangkan ayam betina adalah g. Tabel 1. Rataan, koefisien keragaman bobot badan pada ayam penelitian jantan dan betina umur delapan minggu. Jenis Jantan Betina Ayam ± sd (g) n kk(%) ± sd (g) n kk(%) Sentul ±57.77 B ±64.22 B Kampung ±64.83 B ±76.85 B Kedu ±32.85 B ±66.78 B Pelung ±47.73 B ±81.94 B Broiler ±95.31 A ± A Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0.05). = rata-rata ukuran; sd = standar deviasi; n = jumlah ayam; kk = koefisien keragaman. Hasil pengukuran peubah tubuh ternak ayam umur delapan minggu disajikan pada Tabel 2. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa ayam broiler memiliki ukuran tubuh yang nyata lebih besar dibandingkan dengan ke empat rumpun ayam lokal (P<0.01) meliputi panjang shank, panjang paruh, lebar dada, panjang punggung dan lingkar dada. Karakteristik morfologi ayam broiler berbeda dengan ayam lokal china (Zhang et al. 2010). Hasil pengukuran parameter tubuh dari ke empat rumpun ayam lokal didapat bahwa panjang shank, lebar dada, panjang punggung dan lingkar dada ayam pelung jantan dan betina lebih besar dibandingkan dengan ke tiga rumpun ayam lokal jantan dan betina lainnya. Fayeye et al. (2006) menyatakan bahwa perbedaan penampilan fenotipik pada ayam selain disebabkan faktor genetik juga karena adanya pengaruh lingkungan.

31 10 Tabel 2. Rataan ukuran panjang shank, panjang paruh, lebar dada, panjang punggung dan lingkar dada ayam penelitian jantan dan betina umur delapan minggu. Ukuran Rumpun Jantan Betina Tubuh Ayam ± sd n kk (%) ± sd n kk (%) Panjang Sentul ± 4.81 B ± B Shank Kedu ± 3.30 B ± B (mm) Kampung ± 5.14 B ± B Pelung ± 2.04 B ± B Broiler ± 2.89 A ± 4 03 A Panjang Sentul ± 0.69 B ± 0.53 B Paruh Kedu ± 1.71 B ± 0.69 B (mm) Kampung ± 0.08 B ± 0.99 B Pelung ± 0.59 B ± 0.58 B Broiler ± 0.43 A ± 0.41 A Lebar Sentul ± 2.97 B ± 5.33 B Dada Kedu ± 2.25 B ± 7.00 B (mm) Kampung ± 3.66 B ± 7.54 B Pelung 36.70± 1.14 B ± 5.47 B Broiler 45.07±20.16 A ± 1.10 A Panjang Sentul ± 0.56 C ± 0,98 C Punggug Kedu ± 0.56 C ± 2,92 C (cm) Kampung ± 0.60 C ± 2,91 C Pelung ± 8.59 B ± 1,70 B Broiler 18.5 ± 0.98 A ± 0,57 A Lingkar Sentul ± 0.91 B ± 1.0 B Dada Kedu ± 7.80 B ± 1.09 B (cm) Kampung ± 2.26 B ± 0.91 B Pelung ± 0.89 B ± 1.13 B Broiler ± 1.26 A ± 1.09 A Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama pada setiap peubah menyatakan berbeda nyata (P<0,05). = rata-rata ukuran; sd = standar deviasi; n = jumlah ayam; kk = koefisien keragaman Hasil pengamatan bobot badan ayam lokal umur 28 minggu disajikan pada Tabel 3, menunjukkan bahwa bobot badan ayam pelung lebih besar dibandingkan dengan ayam kedu, ayam sentul dan ayam kampung. Iskandar dan Susanti (2007) menyatakan bahwa bobot badan ayam pelung lebih besar dibandingkan dengan ayam lokal lainnya. Bobot badan ayam pelung mencapai 2583 g, sedangkan jenis ayam yang lain bobot badan kurang dari 2000 g. Bobot badan ayam pelung betina hasil penelitian ini adalah g lebih tinggi dibandingkan dengan bobot badan ayam sentul, ayam kampung dan ayam kedu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bobot badan pada ayam jantan lebih besar bila dibandingkan ayam betina, demikian pula halnya dengan peubah lain yang diamati, ukuran tubuh ayam jantan lebih besar dibandingkan dengan betina. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Daikwo et al. (2011) pada ayam nigeria; dan Mu in et al. (2010) pada ayam lokal papua, yaitu bobot badan ayam jantan lebih tinggi dibanding ayam betina. Hal ini disebabkan karena dimorfisme

32 11 seksual pada ayam dan perbedaan pertumbuhan antara ayam jantan dan betina (Daikwo et al. 2011). Tabel 3. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman bobot badan pada ayam lokal jantan dan betina umur 28 minggu. Jenis Jantan Betina Ayam ± sd (g) n kk (%) ± sd (g) N kk(%) Sentul ± B ± B Kampung ± B ± B Kedu ± B ± B Pelung ± B ± B Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyat (P<0,05). = rata-rata ukuran; sd = standar deviasi; n = jumlah ayam; kk=koefisien keragaman Hasil pengukuran peubah tubuh pada ayam umur 28 minggu disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa ayam pelung jantan mempunyai ukuran tubuh Tabel 4. Rataan dan simpangan baku ukuran panjang shank, panjang paruh, lebar dada, panjang punggung dan lingkar dada ayam lokal jantan dan betina umur 28 minggu. Ukuran Jenis Jantan Betina Tubuh Ayam ± sd N kk (%) ± sd N kk (%) Panjang Sentul ± 6.71 B ± 3.54 B Shank Kedu ± 2.30 B ± 7.69 B (mm) Kampung 95.15± 3.64 B ± 6.64 B Pelung ± 18.8 A ± 3.85 B Panjang Sentul ± 0.19 B ± 0.58 B Paruh Kedu ± 0.49 B ± 0.53 B (mm) Kampung ± 1.15 B ± 0.69 B Pelung ± 1.35 B ± 0.99 B Lebar Sentul 63.88± 11.8 AB ± 4.77 B Dada Kedu ± 4.74 B ± 5.33 B (mm) Kampung ± 2.25 B ± 7.00 B Pelung 69.82± 3.66 B ± 7.54 B Panjang Sentul ± 0.70 B ± 0.90 B Punggung Kedu ± 0.56 B ± 0.71 B (cm) Kampung ± 0.56 B ± 1.25 B Pelung ± 0.60 B ± 0.73 B Lingkar Sentul ± 1.50 B ± 0.77 B Dada Kedu ± 0.82 B ± 1.05 B (cm) Kampung ± 1.35 B ± 1.75 B Pelung ± 0.87 A ± 0.57 B Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama pada setiap peubah menyatakan berbeda nyata (P<0.05). Masing- masing pada ayam jantan dan betina. = rata- rata ukuran; sd = standar deviasi; n = jumlah ayam; kk = koefisien keragaman.

33 12 yang lebih besar dibandingkan dengan ke tiga rumpun ayam lokal jantan lainnya, namun ayam pelung betina tidak menunjukkan perbedaan dengan ke tiga rumpun ayam lokal betina lainnya. Hasil pengukuran parameter tubuh pada ayam jantan lebih besar dibandingkan ayam betina. Sesuai dengan hasil penelitian Apuno et al. (2011) menunjukkan perbedaan antara ayam jantan dan betina pada parameter tubuh panjang punggung dan panjang shank. Peta Penyebaran Berdasarkan Jenis Ayam Menurut Ukuran Fenotipik Hasil analisis komponen utama pada Gambar 2 (ayam umur delapan minggu) menunjukkan adanya tiga pengelompokan ayam, yaitu kelompok ayam broiler, kelompok ayam pelung, dan kelompok ayam kedu, ayam kampung dan ayam sentul. Gambar 2. Penyebaran kelompok ayam lokal dan ayam broiler umur delapan minggu dari lima rumpun ayam menurut ukuran fenotipik. Keterangan : B = ayam broiler ; P = ayam pelung ; S = ayam sentul ; Ka = ayam kampung ; Ke = ayam kedu Selanjutnya pada Gambar 3 (ayam umur 28 minggu) menunjukkan 3 kelompok ayam, yaitu kelompok ayam pelung, kelompok ayam kampung dan kelompok ayam kedu dan ayam sentul. Ayam pelung merupakan kelompok tersendiri, karena dari hasil pengukuran mempunyai ukuran yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam lokal lainnya. Ayam pelung mempunyai karakteristik yang khas dengan ukuran tubuh relatif lebih besar dibandingkan dengan ayam lokal lain yang ada di Indonesia (Iskandar dan Susanti 2007). Menurut Zein dan Sulandari (2009) bahwa di antara ayam asli Indonesia yaitu ayam lombok, kedu, pelung, gaok, dan sentul berada dalam satu clade dengan ayam hutan merah,

34 13 sehingga dapat dikatakan berdekatan secara geneologis (berbagai leluhur yang sama) dengan ayam hutan merah. Gambar 3. Penyebaran kelompok ayam dari empat rumpun ayam lokal umur 28 minggu menurut ukuran fenotipik. Keterangan : 1. Ayam kampung = ka (biru tua) 3. Ayam kedu = ke (hijau) 2.Ayam sentul = se (merah) 4. Ayam pelung = pe (biru muda) Nilai Campuran Fenotipik Antar Kelompok. Persentase nilai kesamaan dan campuran di dalam dan diantara kelompok ayam lokal umur 28 minggu disajikan pada Tabel 5. Ayam kampung memiliki nilai kesamaan 64.70%, karena dipengaruhi oleh nilai campuran dari ayam kedu (17.7%) dan ayam sentul (17.60%). Nilai kesamaan ayam sentul 71.40%, karena dipengaruhi oleh nilai campuran ayam kampung (28.60 %). Ayam kedu memiliki nilai kesamaan 81.20%, dipengaruhi oleh nilai campuran ayam kampung 18.80%, sedangkan nilai kesamaan pada ayam pelung tertinggi yaitu 100% karena tidak dipengaruhi oleh nilai campuran rumpun ayam lain. Persamaan fenotipik ukuran tubuh bangsa ternak merupakan cerminan dari besarnya campuran kelompok antar bangsa ternak tersebut yang terjadi baik oleh adanya mutasi akibat seleksi oleh peternak maupun mutasi yang terjadi secara alamiah (Brahmantyo et al. 2003).

35 14 Tabel 5. Persentase nilai kesamaan dan campuran di dalam dan di antara kelompok ayam lokal umur 28 minggu. Rumpun Ayam Ayam Sentul AAyamKampung Ayam Kedu Ayam Pelung Sentul Kampung Kedu Pelung Penentuan Jarak Genetik dan Pohon Fenogram Nilai matrik jarak genetik antara masing-masing kelompok ayam disajikan dalam Tabel 6. Tabel tersebut menunjukkan bahwa jarak genetik hasil penelitian ini adalah antara ayam kampung dan ayam pelung lebih kecil bila dibandingkan antara ayam pelung dan ayam sentul serta antara ayam kedu dan ayam pelung Oleh karena itu, pada pohon fenogram (Gambar 4) menunjukkan antara ayam kampung dan pelung dalam satu cluster, hal ini menunjukkan kekerabatan yang dekat berdasarkan pengukuran morfometrik pada penelitian ini. Tabel 6. Matrik jarak genetik antar kelompok ayam dari empat rumpun ayam lokal. Jenis Ayam Ayam Sentul Ayam Kampung Ayam Kedu Ayam Pelung Sentul 0 Kampung Kedu Pelung Antara ayam kedu dan ayam sentul memiliki jarak genetik yang terkecil, yaitu 8.57 sehingga pada pohon fenogram merupakan kelompok tersendiri (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa antara ayam sentul dan kedu mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat, sehingga merupakan satu kelompok. Sartika et al. (2004) menyatakan bahwa antara ayam kedu dan ayam sentul mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat. Gambar 4. Pohon fenogram dari empat rumpun ayam : kedu, kampung, sentul, pelung pada ayam umur 28 minggu

36 15 Jarak genetik ayam yang dilaporkan Zein dan Sulandari (2008) pada ayam lombok berkisar antara dan dan pada ayam kampung berkisar antara dan (Zein dan Sulandari 2012); penelitian Bo et al. (2006) pada ayam lokal cina berkisar antara ; penelitian Al-Atiyat (2010) pada ayam jordan jarak genetik tertinggi 0.37 dan terendah Peubah Pembeda Jenis Ayam Hasil analisis total struktur kanonikal kelompok ayam lokal umur 28 minggu disajikan pada Tabel 7. Analisis diskriminan parameter fenotipik dapat pula digunakan untuk menentukan parameter morfometrik yang menunjukkan penanda bangsa dan disebutkan sebagai peubah pembeda bangsa. Hasil dari Tabel 7 terlihat bahwa yang memberikan pengaruh pada peubah pembeda rumpun ayam lokal adalah panjang punggung (kanonikal 1) dan lingkar dada (kanonikal 2), dengan nilai total struktur kanonikal yang relatif tinggi. Lebar dada dan panjang shank diduga kurang dapat digunakan sebagai peubah pembeda rumpun ayam. Dugaan tersebut berdasarkan hasil analisis terhadap struktur kanonikal dengan adanya angka negatif pada lebar dada (kanonikal 1) dan panjang shank (kanonikal 2). Brahmantyo et al. (2006) menyatakan bahwa apabila hasil analisis terhadap total struktur kanonikal merupakan angka negatif, maka hal ini kurang dapat digunakan sebagai peubah pembeda bangsa. Tabel 7. Struktur kanonikal Kanonikal Parameter tubuh kanonikal-1 kanonikal 2 Lebar dada Panjang shank Panjang paruh Panjang punggung Lingkar dada SIMPULAN Ayam pelung memiliki bobot dan ukuran tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan ayam sentul, ayam kedu dan ayam kampung, demikian pula ayam broiler memiliki ukuran tubuh lebih besar dibanding ke empat ayam lokal. Terdapat nilai campuran antara ayam kampung dengan ayam sentul dan dengan ayam kedu. Hal ini menunjukkan adanya kawin silang di antara rumpun ayam tersebut, sedangkan pada ayam pelung tidak terdapat campuran dengan ke tiga ayam lokal tersebut. Ukuran fenotipik ayam yang memberikan pengaruh terhadap peubah pembeda kelompok ayam adalah panjang punggung dan lingkar dada.

37 16 3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pertumbuhan dikontrol oleh multi gen, diantaranya gen Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-I) dan Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1). Gen IGF-I mempunyai fungsi untuk meningkatkan polipeptida hormon pertumbuhan pada hewan, memediasi rangsangan aksi pembelahan sel, mendeposisi protein pada proses metabolisme, dan menstimulasi metabolisme protein. Ayam lokal Indonesia telah diketahui memiliki pertumbuhan yang relatif lambat dibandingkan dengan ayam broiler, namun demikian perbandingan karakteristik dan deteksi gen IGF-I antara kedua jenis ayam tersebut belum pernah dilakukan. Oleh karena itu tujuan penelitian ini untuk mendeteksi polimorfisme gen Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-I) dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ayam lokal di Indonesia. Ayam lokal yang digunakan dalam penelitian berjumlah 64 ekor dan pada masing-masing rumpun terdiri dari 16 ekor. Polimorfisme gen IGF-1 dianalisis secara PCR-RFLP dan produk PCRnya dipotong menggunakan enzim restriksi Pst-1. Lima karakter morfologi (umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan) dicatat untuk keperluan analisis hubungan antara polimorfisme gen IGF-1 dan pertumbuhannya. Marka genetik IGF-1 telah berhasil memilah genotip individu berdasarkan bobot tubuh untuk ayam lokal maupun ayam broiler. Frekuensi alel A pada ayam lokal Indonesia lebih tinggi dibandingkan ayam broiler (0.813) dan hanya berasal dari dua genotip (AA dan AB). Ayam broiler mempunyai tiga macam genotip yaitu AA, AB dan BB, dengan frekuensi alel B (0.41) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam lokal. Genotip AB pada ayam pelung umur tiga, empat dan lima bulan memiliki bobot badan lebih tinggi dari ke tiga ayam lokal lainnya (P<0.05). ABSTRACT Growth is controlled by multigene, such as Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-I) and Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1). IGF-I gene plays role in enhancing growth hormone polypeptide in animal, mediating response during mitosis, depositing protein in metabolism process, and stimulating protein metabolism. Indonesian native chicken is known to have relatively lower growth rate compare to broiler chicken. However, comparison in characteristics and detection in IGF-I gene polymorphism between the two chicken races have not been applied. Therefore, this research was aimed at detecting Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-I) gene polymorphism and the effect on growth traits in Indonesian native chickens. Indonesia native chickens used in this research were 64 individuals, each race comprise 16 individuals. IGF-1 gene polymorphism was analyzed using PCR-RFLP. The PCR product were digested using restriction enzyme Pst-1. Five morphologic characters (at the age of 1, 2, 3, 4 and 5 months) were recorded to analyze its relationship with IGF-1 gene polymorphism. IGF-1

38 17 genetic marker was successfully separate individual genotypes based on body weight in both native and broiler chickens. Frequency of A allele in Indonesian native chickens was higher than that of broiler chicken (0.813). A allele was produced by two genotypes (AA and AB). On the other hand, broilers comprised three genotypes, i.e., AA, AB, and BB. Frequency of B allele (0.41) in broilers was higher compare to that of native chickens. Key words : Polymorphism, IGF-1, Growth, Native chicken. PENDAHULUAN Pertumbuhan dikendalikan oleh beberapa gen, diantaranya adalah gen Insulin-like growth factor-i (IGF-I) yang merupakan faktor utama dalam peningkatan polipeptida hormon pertumbuhan pada hewan (Kita et al. 2005; Li et al. 2008). Selain itu gen IGF-I memediasi rangsangan aksi pembelahan sel dan dalam proses metabolisme yang berhubungan dengan deposisi protein dan menstimulasi metabolisme protein serta berperan penting terhadap fungsi beberapa organ (Zhou et al. 2005). Oleh karena itu gen IGF-I merupakan kandidat gen untuk pertumbuhan pada ternak karena berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan, yaitu mengatur pertumbuhan somatik termasuk otot, tulang, epitel dan sel fibroblast (Abbasi dan Kazemi 2011). Insulin-like growth factor-i (IGF-I) pada ayam merupakan protein yang tersusun atas 70 asam amino (Kita et al. 2005), terletak pada kromosom 1 dekat dengan sentromer (Klein et al. 1996). Struktur gen IGF-1 terdiri dari 4 ekson dan 3 intron dan panjangnya lebih dari 50 kb yang disajikan pada Gambar 5. Dalam promotor gen IGF-1 terdapat 7 daerah yang mengandung elemen berulang dan dua macam promotor regulator yaitu TATA-box dan CCAAT-box. Selanjutnya Lei et al. (2005) telah menganalisis gen IGF-1 dengan tehnik PCR-RFLP memakai enzim restriksi Pst-1 didapat hasil adanya polimorfisme nukleotida tunggal (single nucleotide polymorphism, SNP) dalam 5 region UTR gen IGF-I pada ayam dan telah ditemukan tiga genotip yaitu : AA, AB dan BB. Beberapa hasil penelitian mengenai polimorfisme gen IGF-1 yang terkait dengan pertumbuhan telah banyak dilaporkan, yaitu pada ayam (Sco et al. 2001; Kita et al. 2005; Li et al. 2009) pada domba (Zhang et al. 2008) dan pada sapi (Curi et al. 2005; Siadkowska et al. 2011; Maskur et al. 2012). Hasil penelitian Lei et al. (2005) didapatkan bahwa gen IGF-1 berpengaruh sangat nyata terhadap bobot badan, bobot telur pada ayam xinghua. Selanjutnya hasil penelitian Mu in et al. (2010), pada ayam lokal di Papua didapatkan hasil bahwa adanya pengaruh yang nyata antara genotip BB terhadap bobot badan ayam yang dianalisis. Sejauh ini penelitian mengenai peran gen IGF-1 terhadap pertumbuhan dari beberapa ayam lokal di Indonesia dan membandingkan dengan ayam ras (broiler) belum pernah dilakukan. Oleh karena itu kajian keragaman genetik memakai marka gen IGF-1 dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan akan dijadikan landasan untuk identifikasi dan karakterisasi sumber daya genetik ayam lokal dalam menunjang usaha peternakan yang berkelanjutan di Indonesia.

39 18 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaman genetik ayam lokal Indonesia berdasarkan gen IGF-1 yang akan dijadikan penanda genetik dan mengkaji keterkaitan aspek fenotipik morfologi ayam lokal dan hubungannya dengan salah satu gen penentu pertumbuhan. METODE PENELITIAN Prosedur Penelitian Penelitian keragaman genetik dilakukan terhadap empat rumpun ayam lokal yaitu ayam sentul, ayam kedu, ayam kampung dan ayam pelung serta ayam broiler sebagai rumpun pembanding. Dari rumpun ayam lokal dan ayam broiler masing-masing dikoleksi 16 sampel darah. Penelitian morfometrik pada ayam umur 8 minggu melibatkan ayam lokal dengan ayam broiler, sedangkan pada umur 28 minggu hanya melibatkan ayam lokal saja tanpa ayam broiler. Pengukuran setiap minggu meliputi bobot badan (BB), panjang shank (PS) atau panjang tulang tarsometatarsus, panjang paruh (PP), lebar dada (LD), panjang punggung (PP) dan lingkar dada (LD). Penelitian Keragaman Genetik Isolasi DNA total dari sampel darah ayam lokal dan ayam broiler dilakukan mengikuti metode Duryadi (1993). Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan hasil penelitian Li et al. (2008), yaitu : IGF-I F: 5 - GACTATACAGAAAGAACCCAC-3 dan IGF-I R: 5 - TATCACTCAAGTGGC TCAGT-3. Amplifikasi gen IGF-1 menggunakan mesin Eppendorf Mastercycler Personal 5332 dengan kondisi PCR sebagai berikut : denaturasi awal selama 5 menit dengan suhu 94 0 C selanjutnya diikuti dengan 94 0 C selama 45 detik. Penempelan (annealing) pada suhu 55 0 C selama 90 detik, pemanjangan pada suhu 72 0 C selama 60 detik (sebanyak 35 siklus), kemudian diakhiri dengan post-pcr (extension) selama 5 menit pada suhu 72 0 C. Produk PCR dipotong dengan enzim restriksi Pst-I (5 CTGCA G.3 ) dengan komposisi sebagai berikut : 2 µl produk PCR ditambahkan 1 µl DW; 0.7 µl buffer RE dan 0.3 µl enzim Pst-I. Campuran tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 0 C selama 16 jam. Produk hasil pemotongan dimigrasikan menggunakan gel agarose 2% dengan tegangan 100 volt selama 30 menit. Marker DNA ukuran 100 bp dipakai untuk membantu mengidentifikasi ukuran pita-pita yang muncul. Hasil elektroforesis diperiksa dengan UV-Transilluminator. Berdasarkan petunjuk Li et al. (2008), alel A diperlihatkan dengan sebuah pita (fragmen DNA berukuran 621 bp) yang tidak terpotong oleh enzim restriksi PSt-1, sedangkan alel B berupa pita yang berukuran 364 bp dan 257 bp hasil pemotongan fragmen 621 bp. Dengan demikian genotip yang terbentuk adalah BB jika hasilnya 2 pita hasil pemotongan berupa fragmen 364 bp dan 257 bp (tanpa pita berukuran 621 bp); genotip AA jika hanya satu pita (fragmen hasil PCR tidak terpotong) sedangkan genotip AB terdiri dari 3 pita yaitu pita berukuran 621 bp, pita berukuran 364 bp, dan pita berukuran 257 bp.

40 19 Analisis Data Keragaman Genetik Hasil analisis RFLP dengan enzim Pst-1 dikelompokkan sesuai dengan titik pemotongan dari enzim Pst-1. Dari titik pemotongan tersebut ditentukan genotip dari masing-masing sampel ayam. Frekuensi alel dan frekuensi genotip dari gen IGF-I pada ayam lokal penelitian, dihitung dengan rumus sebagai berikut (Nei 1987) : Frekuensi Alel A = [(Σ genotip AA + ½ Σ genotip AB) / Total individu] Frekuensi Alel B = [(Σ genotip BB + ½ Σ genotip AB) / Total individu ] Frekuensi Genotip AA = (Σ genotip AA/ Σ individu dalam populasi) Frekuensi Genotip AB = (Σ genotip AB/ Σ individu dalam populasi) Frekuensi Genotip BB = (Σ genotip BB/ Σ individu dalam populasi) Analisis data pengujian antar genotip AA dan AB menggunakan uji t, demikian pula untuk menguji genotip AA maupun genotip antar rumpun ayam lokal. Heterozigositas menggunakan rumus : q h = 1 - xi 2 i=1 Keterangan : h = nilai heterozigositas Xi = frekwensi alel ke i q = jumlah alel Struktur Gen IGF-1 Struktur gen IGF-1 terdiri dari 4 ekson dan 3 intron (Kajimoto dan Rotwein 1991) disajikan pada Gambar 5 mengakses dari Gen Bank dengan kode akses EF sepanjang 622 bp. Promotor 5 UTR E1 E2 E3 E4 Termi I1 I2 I3 nator Gambar 5. Struktur gen IGF-1 (Kajimoto dan Rotwein 1991). Keterangan : E = Ekson; I = Intron Analisis Keragaman Morfometrik. Pengamatan fenotipik dengan melakukan pengukuran morfologi, yaitu melalui pengukuran bobot badan. Pengukuran morfologi pada ayam broiler hanya dilakukan sampai umur 8 minggu, sedangkan pada ayam lokal dilakukan sampai

41 20 dengan umur dewasa kelamin, yaitu umur 28 minggu. Bobot hidup ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, dan 4 bulan, dikoreksi kearah rata-rata bobot hidup ayam lokal jantan penelitian. Tujuannya adalah menghilangkan faktor perbedaan jenis kelamin. Cara mengkoreksi bobot hidup yang dimaksud, dilakukan menurut Mu in et al. (2010) yaitu : (a). Menghitung angka koreksi bobot hidup dari masing-masing umur ayam yang diamati (AKi) dengan cara membagi rata-rata bobot hidup ayam lokal jantan penelitian pada umur pengamatan tertentu (RJi) dengan rata-rata bobot hidup ayam lokal betina penelitian dari umur pengamatan tertentu yang sama (RBi). Jadi, Aki = RJi/RBi, dimana i = 1, 2,,4. (b). Bobot hidup terkoreksi pada umur tertentu (BBTi) adalah bobot hidup ayam betina penelitian pada umur pengamatan tertentu (BBBi) dikalikan dengan AKi; atau bobot hidup ayam jantan penelitian pada umur pengamatan tertentu (BBJi) dikalikan dengan satu. Jadi, pada ayam betina, BBTi = BBBi x AKi, sedangkan pada ayam jantan, BBTi = BBJi x 1, dimana i = 1, 2,.4. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi terhadap marker genetik fragmen DNA spesifik pada ayam lokal dan ayam pembandingnya telah berhasil dilakukan. Produk PCR yang dihasilkan, setelah dilakukan sekuensing kemudian di alignment menggunakan Mega 4 dengan hasil sebesar 624 bp dan hasil ini berbeda sedikit dengan yang dirancang oleh Li et al. (2008), yaitu 621 bp. Hasil digesti dengan enzim restriksi Pst-I terhadap produk PCR dari semua sampel menghasilkan dua macam alel yang dapat dibedakan dengan jelas, yaitu alel A adalah sebuah pita berukuran 624 bp dan alel B adalah dua pita berukuran 346 bp dan 278 bp. Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan yang dilaporkan peneliti terdahulu yaitu (Wang et al. 2004; Li et al. 2008). Alel A ditunjukkan dengan gagalnya enzim restriksi Pst-I menemukan sekuen DNA yang dikenali di sepanjang produk PCR sehingga enzym tersebut tidak memotong produk PCR tersebut. Akibatnya ukuran produk PCR sebelum dan sesudah dipotong dengan enzim restriksi Pst-I tetap sama, yaitu 624 bp. Sebaliknya, alel B ditunjukkan dengan berhasilnya Pst-I menemukan sekuen DNA yang dikenali (5 - CTGCA G-3 ) di sepanjang produk PCR dan berhasil memotong produk PCR tersebut menjadi dua fragmen berukuran 346 bp dan 278 bp (Gambar 6). Fragmen DNA spesifik tersebut mengandung SNP (single nucleotide polymorphism). Mutasi titik yang terjadi di dalam fragmen DNA spesifik dari gen IGF-I tersebut disebabkan adanya substitusi (transversi) sebuah nukleotida guanine (G) dengan thymin (T) dideteksi menggunakan Pst-I. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Li et al. (2008), yaitu hasil substitusinya adalah cytosine (C) dengan thymin (T). Gambar 6 adalah hasil elektroforesis yang memperlihatkan genotip IGF-I yang ditemukan pada beberapa sampel ayam.

42 21 M bp 278 bp 346 bp Gambar 6. Hasil elektroforesis PCR-RFLP Pst-1 lokus IGF-I ayam penelitian Keterangan : Lajur 1: marka DNA 100 hingga 1000 bp); lajur 1-3, 5,7 dan 9 produk PCR genotip AB (624 bp, 346 bp dan 278 bp); lajur 4,6, 8, dan 10: genotip AA (624 bp). Hasil penelitian ini menunjukkan hanya terdapat 2 genotip yaitu AA dan AB pada sampel ayam lokal sedangkan pada ayam broiler ditemukan 3 genotip yaitu AA AB dan BB. Namun demikian ada hal menarik yaitu frekuensi genotip AB pada ayam broiler lebih besar dari pada genotip AB dari ayam lokal. Sebaliknya frekuensi genotip AA ayam lokal lebih besar dari pada frekuensi genotip AA ayam broiler (Tabel 8). Tabel 8 menyajikan frekuensi alel, frekuensi genotip IGF-I dan heterozigositas. Berdasarkan frekuensi alel dari IGF-I terlihat bahwa pada ayam lokal, alel A memiliki nilai cukup besar yaitu dengan frekuensi antara (rata-rata sebesar 0.83), sedangkan pada ayam broiler nilai fekuensi alel A-nya 0.59 lebih rendah dari ayam lokal Indonesia (rata-rata sebesar 0.83). Frekuensi alel B pada ayam broiler 0.41 adalah lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi alel B pada ayam lokal Indonesia, yaitu rata-rata Fenomena yang sama, ditemukan pula pada populasi ayam eksotik: Lohmann (ayam pedaging), memiliki alel B sebesar lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi alel A-nya yaitu (Wang et al. 2004). Tabel 8. Frekuensi alel, frekwensi genotip dan heterozigositas terhadap genotip IGF-I populasi ayam lokal penelitian. Rumpun Frekuensi Genotip (n) Frekuensi Alel Hetero- AA AB BB A B zigositas Ayam Kampung 0.69 (11) 0.31 (5) ±0.25 Ayam Pelung 0.63 (10) 0.37 (6) ±0.09 Ayam Sentul 0.69 (11 ) 0.31 (5) ±0.25 Ayam Kedu 0.69 (11) 0.31 (5) ±0.25 Ayam broiler 0.25 (4) 0.69 (11) 0.06 (1) ±0.28

43 22 Nilai heterozigositas dari ke lima jenis ayam menunjukkan nilai kurang dari 0.5, sehingga dikatakan memiliki keragaman gen yang rendah. Javanmard et al. (2005) menyatakan bahwa apabila nilai heterozigositas dalam suatu populasi kurang dari 0.5, maka populasi tersebut dikatakan mempunyai keragaman gen yang rendah. Efek Gen Polimorfik IGF-I Terhadap Pertumbuhan Ayam Lokal. Hasil perhitungan rata-rata bobot badan ayam penelitian pada umur satu, dua, tiga, empat dan lima bulan yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin sebelum dikoreksi ke arah jantan menunjukkan bahwa bobot hidup ayam lokal jantan lebih tinggi dibandingkan ayam lokal betina pada semua umur pengamatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Daikwo et al. (2011) pada ayam lokal nigeria; dan Mu in et al. (2010) pada ayam lokal papua, yaitu bobot badan ayam jantan lebih tinggi dibanding ayam betina. Faktor hormon kelamin (steroid kelamin) merupakan penyebab terjadinya perbedaan pertumbuhan jantan dan betina (Hammond et al. 1984), sehingga menghasilkan dimorfisme seksual yang jelas. Hasil perhitungan bobot badan ayam lokal umur satu, dua, tiga, empat. dan lima bulan terhadap rumpun ayam serta genotip IGF-I (AA dan AB) disajikan pada Tabel 9. Tabel tersebut menunjukkan bahwa genotip AA pada semua rumpun dan semua umur memiliki bobot badan yang lebih rendah dibanding ayam dengan genotip AB. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mu in et al. (2010) bahwa bobot badan ayam dengan genotip AA lebih rendah dibanding bobot ayam dengan genotip AB pada ayam lokal papua. Hasil uji t antara genotip AA dan AB pada masing-masing rumpun ayam dan pada umur 1 sampai 5 bulan tidak menunjukkan perbedaan (ns). Bobot badan ayam broiler tertinggi yaitu pada genotip BB, selanjutnya genotip AB dan AA. Seperti hasil penelitian Wang et al. (2004) pada ayam Lohman, bahwa genotip BB menunjukkan bobot badan yang tertinggi dibanding genotip AA dan AB. Hasil analisis peubah pembeda pada empat rumpun ayam lokal didapat hanya dua peubah yaitu panjang punggung dan lingkar dada menunjukkan hasil signifikan (Nurcahya 2012, unpublished data). Hasil pengukuran lingkar dada yang disajikan pada Tabel 10 merupakan hasil uji t antara genotip AA dan AB. Hasil uji t tersebut menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara genotip AA dan AB pada masing-masing rumpun ayam dari umur 1 sampai 5 bulan. Demikian pula hasil pengukuran lingkar dada pada umumnya menunjukkan lingkar dada genotip AB lebih besar dibandingkan dengan genotip AA. Pengukuran panjang pungung disajikan pada Tabel 11 merupakan hasil analisis statistik uji t yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan (ns) antara genotip AA maupun genotip AB dari setiap rumpun ayam pada umur 1 sampai 5 bulan. Seperti halnya pada lingkar dada, maka hasil pengukuran panjang punggung juga pada umumnya menunjukkan bahwa genotip AB mempunyai ukuran relatif lebih panjang dibandingkan dengan genotip AA.

44 Tabel 9. Rata-rata bobot hidup ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan Umur bulan) Genotip Sentul (g) Kedu (g) Kampung (g) Pelung (g) Broiler (g) AA ±14.15 a ±14.15 a ±14.15 a ±14.84 b a AB ±20.98 ab ±20.98 b ±20.98 a ±19.15 a b BB c Interaksi ns Ns ns Ns AA ±19.14 c ±19.14 b ±19.14 b ±20.07 a a AB ±28.39 a ±28.39 a ±28.39 b ±25.92 a b BB b Interaksi ns Ns ns Ns AA ±19.75 b ±19.75 b ±19.75 b ±20.71 a AB ±29.29 c ±29.29 b ±29.29 b ±26.74 a BB Interaksi ns Ns ns Ns AA ±20.37 c ±20.37 b ±20.37 c ±21.37 a AB ±30.22 c 739,63±30.22 b ±30.22 b ±27.58 a BB Interaksi ns Ns ns Ns AA ±21.56 c ±21.56 b ±21.56 b ±22.61 a AB ±31.98 c ±31.98 b ±31.98 b ±29.19 a BB Interaksi ns Ns Ns Ns Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05) ; ns = non signifikan

45 24 Tabel 10. Perbedaan genotip AA dan AB dari rata-rata lingkar dada ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan. Umurb ulan) Genotip Sentul (g) Kedu (g) Kampung (gr) Pelung (g) 1 AA 15.05±0.39 a 15.51±0.39 a 13.88±0.39 a 15.35±0.41 a AB 15.10±0.58 a 15.73±0.58 a 15.85±0.58 a 15.75±0.53 a 2 AA 18.80±0.37 a 18.45±0.37 a 17.24±0.37 a 19.53±0.38 a AB 18.36±0.55 a 19.14±0.55 a 19.41±0.55 a 18.29±0.50 a 3 AA 20.70±0.41 a 20.89±0.41 a 20.66±0.41 a 21.23±0.43 a AB 20.00±0.61 a 21.13±0.61 a 22.12±0.61 a 22.92±0.56 a 4 AA 22.63±0.45 a 23.41±0.45 a 23.13±0.45 a 24.63±0.47 a AB 22.22±0.67 a 23.59±0.67 a 24.51±0.67 a 26.77±0.61 a 5 AA 24.73±0.50 a 25.83±0.50 a 25.42±0.50 a 26.30±0.52 a AB 24.20±0.74 a 26.04±0.74 a 26.42±0.74 a 28.61±0.67 a Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0.05). Hasil uji t berdasarkan bobot badan untuk menguji perbandingan antar rumpun ayam baik pada genotip AA maupun AB dari umur 1 bulan sampai 5 bulan disajikan pada Lampiran 6. Pada Lampiran tersebut terlihat bahwa genotip AA dan AB pada ayam sentul, kedu dan kampung tidak berbeda nyata (ns). Selanjutnya antara ayam pelung dengan ke 3 ayam lokal pada genotip AB tidak berbeda nyata, sedangkan genotip AA antara ayam pelung dengan ke 3 ayam lokal lainnya berbeda nyata, kecuali pada ayam sentul. Tabel 11. Perbedaan genotip AA dan AB dari rata-rata panjang punggung ayam lokal penelitian umur 1, 2, 3, 4 dan 5 bulan Umurb ulan) Genotip Sentul (g) Kedu (g) Kampung (g) Pelung (g) 1 AA 7.78±0.21 a 7.56±0.21 a 7.34±0.21 a 13.20±0.22 a AB 7.81±0.32 a 7.59±0.32 a 7.39±0.32 a 13.74±0.29 a 2 AA 11.07±0.19 a 10.21±0.19 a 10.76±0.19 a 14.55±0.20 a AB 11.45±0.28 a 10.56±0.28 a 10.87±0.28 a 14.85±0.25 a 3 AA 13.00±0.12 a 13.08±0.12 a 12.77±0.12 a 17.89±0.12 a AB 13.18±0.17 a 13.09±0.17 a 13.07±0.17 a 18.62±0.16 a 4 AA 15.40±0.15 a 15.03±0.15 a 15.96±0.15 a 19.92±0.15 a AB 15.52±0.22 a 15.28±0.22 a 16.81±0.22 a 20.75±0.20 a 5 AA 17.83±0.18 a 16.94±0.18 a 18.48±0.18 a 21.83±0.19 a AB 17.88±0.27 a 17.05±0.27 a 18.75±0.27 a 22.90±0.25 a Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05). Uji t perbandingan antar rumpun ayam genotip AA maupun AB berdasarkan bobot badan pada umur 2 bulan menunjukkan bahwa dari ke 3 rumpun ayam yaitu kedu, kampung dan sentul menunjukkan tidak terdapat

46 25 perbedaan baik genotip AA maupun AB. Selanjutnya antara ayam pelung dengan ke 3 ayam lokal lain menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada genotip AB. Namun pada genotip AA berbeda nyata dengan ayam kampung dan kedu. Selanjutnya genotip AB pada ayam pelung umur tiga, empat dan lima bulan memiliki bobot badan lebih tinggi dari ke tiga ayam lokal lainnya (P<0.05). Namun antara ayam sentul, kedu dan kampung tidak menunjukkan perbedaan bobot badan baik pada genotip AA maupun AB pada umur dua sampai lima bulan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nagaraja et al. (2000) bahwa genotip IGF-1 tidak memberikan perbedaan bobot badan pada ayam umur 140, 265 dan 365 hari. Perbandingan antar rumpun ayam pada genotip AA maupun genotip AB setelah diuji dengan uji t berdasarkan lingkar dada disajikan pada Lampiran 7. Hasil analisis pada bulan ke 1 dan ke 2 menunjukkan bahwa pada genotip AA maupun AB antar rumpun ayam kedu, sentul dan kampung tidak terdapat perbedaan (ns). Tetapi antara ayam pelung dengan kampung berdasarkan lingkar dada terdapat perbedaan pada genotip AA dan genotip AB pada ayam sentul. Selanjutnya pada umur 3 5 bulan pada genotip AB antara ayam pelung dengan ketiga ayam lokal lain menunjukkan perbedaan yang nyata, sedangkan pada genotip AA tidak menunjukkan perbedaan. Uji t untuk mengetahui perbedaan antar rumpun ayam pada genotip AA maupun genotip AB berdasarkan panjang punggung disajikan pada Lampiran 8, dapat diketahui bahwa pada umur 1 sampai 2 bulan pada ayam kedu, pelung dan sentul antara genotip AA maupun AB tidak terdapat perbedaan kecuali antara ayam sentul dan kampung pada genotip AA dan antara kedu dan kampung pada genotip AA dan AB. Selanjutnya pada umur 3 sampai 5 bulan baik genotip AA maupun AB pada ayam pelung berbeda dengan ke 3 ayam lokal lainnya. SIMPULAN Adanya variasi genetik pada gen IGF-1 sehingga setiap individu dapat dipilah-pilah berdasarkan genotip yang berbeda. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya mutasi titik pada situs restriksi Pst-1 dari basa Guanin (G) menjadi basa Thymin (T). Hanya terdapat dua genotip IGF-1 pada ayam lokal yaitu genotip AA dan AB dengan frekuensi berturut-turut sebesar dan 31.25%. Frekuensi alel A pada ayam lokal (0.83) lebih tinggi dibandingkan ayam broiler (0.59). Genotip AB ayam pelung pada umur empat dan lima bulan memiliki penampilan bobot badan lebih besar dari pada bergenotip AA baik pada sesama rumpun maupun rumpun yang berbeda (Ayam sentul, ayam kampung, ayam kedu). SARAN Disarankan untuk menggunakan ayam bergenotip AB dan BB dalam persilangan ayam lokal, karena kedua genotip tersebut memiliki penampilan bobot badan lebih besar, terutama pada ayam pelung.

47 26 4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) merupakan salah satu gen yang berkaitan erat dengan pertumbuhan dan produktifitas ayam. Gen ini merupakan faktor regulator positif pada transkripsi khusus untuk ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan (GH), prolaktin (PRL) dan Thyroid Stimulating Hormon β (TSH-β). Ayam lokal yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 64 ekor masing-masing rumpun terdiri dari 16 ekor. Polimorfisme gen Pit-1 dianalisis berdasarkan single nucleotida polymorphism (SNP) pada ekson 6 dan intron 2. Keragaman nukleotida gen Pit-1 pada ekson 6 ditunjukkan oleh rendahnya polimorfisme nukleotida, yaitu 178 nukleotida bersifat kekal dan hanya satu nukleotida saja yang bervariasi. Rekonstruksi pohon filogenetik menunjukkan bahwa ayam sentul (SN606 and SN632) terpisah dari kelompok rumpun ayam lainnya. Pensejajaran gen Pit-1 pada intron 2 menunjukkan bahwa 374 nukleotida bersifat kekal, sedangkan 13 nukleotida lainnya beragam. Rekonstruksi pohon filogenetik berdasarkan gen ini juga menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara keragaman nukleotida gen Pit-1 pada intron 2 dengan bobot tubuh dan genotip. Kata-kata kunci : polimorfisme, gen Pit-1, genotip, ayam lokal. ABSTRACT Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) is one of the gene controlling chicken growth and productivity. This gene is a positive regulatory factor on special transcription for gen expression encoding growth hormone (GH), prolactin (PRL), and Thyroid Stimulating Hormon β (TSH-β). Native chickens used in this research was 64 individuals, each race compose with 16 individuals. Pit-1 gene polymorphism was analyzed based on Single Nucleotide Polymorphism (SNP) in exon 6 and intron 2. Pit-1 gene in exon 6 resulted very low in nucleotide polymorphism. There was only one nucleotide differed out of 179 nucleotides, the other 178 nucleotides was conserved. Reconstruction of phylogenetic tree strengtened the result that only sentul chickens (SN606 and SN632) located in a separate cluster of other races. Pit-1 gene in intron 2 alignment denoted that, therein, 374 nucleotides were conserve, while 13 nucleotides varied. Reconstruction of phylogenetic tree based on this gene showed that there was no clear relationship between nucleotide variation in intron 2 of Pit- 1 gene and body weight as well as the genotype. Key words : polymorphism, Pit-1 gene, genotype, native chicken.

48 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Penanda genetik merupakan suatu teknik yang digunakan dalam genetika moderen sebagai alat bantu mengidentifikasi genotip suatu individu atau sampel yang diambil dari hewan tersebut. Gen Pituitary Specific Positive Transcription Factor-1 (Pit-1, POU1F1 atau GHF1) adalah salah satu penanda genetik. Gen Pit- 1 merupakan salah satu gen yang berkaitan erat dengan pertumbuhan dan produktifitas ayam, karena gen Pit-1 mengendalikan ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan dan hormon prolaktin (Miyai et al. 2005). Gen ini merupakan faktor regulator positif pada transkripsi khusus untuk ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan (GH), prolaktin (PRL) dan Thyroid Stimulating Hormon β (TSH-β) (Bodner et al. 1988; Miyai et al. 2005). Aktivasi awal gen Pit-1 dikontrol oleh gen PROP-1 (Phophet of Pit-1). Protein Pit-1 terutama mengekspresikan laktotrophs, somatotrophs dan thyrotrophs dan mensekresikan PRL, GH dan TSH-β (Simmons 1990). Bioaktifitas yang lain dari gen Pit-1 adalah sebagai aktifator regulasi anterior pituitary (Li et al dan de la Hoya 1998). Selain itu gen Pit-1 merupakan regulator ekspresi mrna dari beberapa tipe sel pituitary (Somson et al. 1996). Dengan demikian dari contoh tersebut apabila mampu mengidentifikasi karakter genetik spesifik dari gen Pit-1 dikaitkan dengan penampilan fenotipik tertentu maka akan menjadi alat yang tajam dalam proses seleksi. Sampai saat ini, cdna Pit-1 telah diidentifikasi pada beberapa spesies hewan dan terdiri dari 6 ekson pada mamalia, 7 ekson pada burung dan ikan. Pada mamalia selain perbedaan jumlah ekson, terdapat pula perbedaan dalam panjang prekursornya (Tatsumi 1992; Yamada et al. 1993). cdna Pit-1 pada ayam pertama kali diisolasi dan disekuensing oleh Tanaka et al. (1999) dengan menggunakan isoform, yaitu Pit-1 α*(335 asam amino), Pit-1 β*(363 Asam amino) dan Pit-1 ω*(327 asam amino) (Van As et al. 2000). Berdasarkan hasil tersebut struktur gen Pit-1 α pada ayam telah diidentifikasi berlokasi di kromosom 1 (GGA1) terdiri dari 7 ekson dan 6 intron dengan total ukuran gen sebesar ± 14 kb terdiri dari 336 asam amino (Yamada et al. 1993) dan struktur gen dapat digambarkan seperti pada Gambar 7. Oleh karena itu dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa gen Pit-1 merupakan kandidat gen yang mempunyai prospek untuk digunakan sebagai penanda genetik dalam program seleksi ayam lokal dan perkembangan kajian gen Pit-1 ini menarik untuk dikembangkan terutama pada ayam lokal di Indonesia. Pada penelitian ini gen Pit-1 digunakan sebagai marker genetik dalam melihat keragaman serta kemampuan produksi dari beberapa rumpun ayam di Indonesia. Menurut Nie et al. (2008) gen Pit-1 yang berprospek sebagai marker genetik adalah pada intron 2, sedangkan menurut Jiang et al. (2004) pada ekson 6. Pada kedua fragmen tersebut telah menunjukkan hubungan pertumbuhan ayam dengan pengukuran panjang dan diameter paruh serta kenaikan bobot badan yang signifikan.

49 28 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis adanya polimorfisme dan mengkarakterisasi gen Pit-1 secara parsial pada daerah yang conserve untuk pertumbuhan pada beberapa ayam lokal di Indonesia. 2. Melihat kemungkinan penggunaan gen Pit-1 yang merupakan data dasar untuk digunakan sebagai marka seleksi ayam lokal di Indonesia METODE PENELITIAN Bahan Penelitian ini menggunakan 5 rumpun ayam, yaitu: ayam sentul, ayam kedu, ayam kampung, ayam pelung dan ayam broiler. Pada setiap rumpun ayam digunakan 16 ekor dan seluruh ayam dipelihara di kandang unggas, Fakultas Peternakan IPB Dramaga, Bogor. Kandang yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 120 x 250 cm 2 dengan tinggi 2 meter sebanyak dua buah. Kandang terbuat dari kayu dan dinding diberi alas sekam padi. Pemeliharaan dilakukan mulai dari ayam umur satu hari (DOC = Day Old Chick) sampai ayam berumur 28 minggu (7 bulan) yaitu sampai ayam mencapai dewasa kelamin. Pakan dan air yang diberikan ad libitum sesuai dengan standart NRC (1994). Untuk analisis karakteristik ekson 6 dan intron 2 gen Pit-1, bahan material DNA yang digunakan berasal dari darah. Pengambilan sampel darah pada semua ayam yang akan diteliti dilakukan pada waktu ayam berumur 8 minggu. Sampel darah diambil secara langsung dengan menggunakan spuit dari bagian vena pangkal sayap (vena brachialis). Sampel darah dimasukkan ke dalam tabung yang berisi alkohol absolut untuk mengawetkan sampel. Struktur gen Pit-1 Intron 1 Intron 3 Intron 5 Ekson 6 5 Pro- Termi 3 motor E1 E2a nator E2 E3 E4 E5 E6 a Intron 2 Intron 4 Intron 6 Gambar 7. Struktur gen Pit-1. (Yamada et al. 1993) Keterangan : E = Ekson. Ekstraksi dan Purifikasi DNA Ekstraksi DNA dari darah dilakukan menggunakan modifikasi metode Duryadi (1993). Hasil ekstraksi dimigrasikan pada gel agarose 1.2% dalam larutan 1xTBE (Tris base-boric acid EDTA) dengan menggunakan piranti Submarine Elektrophoresis (Hoefer, USA). DNA total dalam gel yang sebelumnya diwarnai dengan Ethidium bromide (0.5 µg/ml) divisualisasikan dalam piranti Gel Doc dengan bantuan UV transiluminator.

50 29 PCR (Polymerase Chain Reaction) Analisa PCR, yaitu suatu tehnik perbanyakan molekul DNA target dengan ukuran tertentu secara enzimatik melalui mekanisme perubahan suhu. Kondisi PCR yang digunakan untuk mengamplifikasi DNA target dilakukan sebagai berikut: pra-pcr berupa denaturasi pada suhu 94 0 C selama 5 menit, dilanjutkan dengan siklus PCR selama 35x yang terdiri dari tahapan berulang denaturasi pada suhu 94 0 C selama 45 detik, kemudian penempelan primer (annealing) pada suhu 56 0 C (untuk primer MR5) dan 52 0 C (untuk primer MR1) berlangsung selama 45 detik. Selanjutnya suhu dinaikkan menjadi 72 0 C selama 90 detik yang disebut proses elongasi. Proses amplifikasi diakhiri dengan perpanjangan pada suhu 72 0 C selama 10 menit. Primer spesifik yang digunakan adalah MR5 (untuk ekson 6 dengan kode akses AJ236855; Nie et al. 2008) dan MR1 (untuk intron 2 dengan kode akses AY396150; Van As et al. 2000) dari Gallus gallus (Tabel 12). Posisi penempelan dari kedua pasang primer tersebut dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9 dengan produk PCR masing-masing sebesar 179 bp dan 387 bp (Tabel 12). Tabel 12. Primer spesifik (MR1 dan MR5) ekson 6 dan intron 2 gen Pit-1. Marker Kode Akses sekuen Gen Bank Region Primers (forward/reverse) (5' 3') Produk PCR (bp) ggcactttggagaacaaagc/ctc MR5* AJ236855** Exon 6 gtggtgctccttgataa 179 MR1* AY396150*** Intron 2 (gtcaaggcaaatattctgtacc/t gcatgttaatttggctctg) 387 Sumber :* Nie et al. (2008); **Van As et al. (2000) ; *** Nie et al. (2003) F 179 nt R Ekson 6 Gambar 8. Posisi penempelan primer MR5 pada ekson 6 gen Pit-1 F 387 nt R Intron 2 Gambar 9. Posisi penempelan primer MR1 pada intron 2 gen Pit-1.

51 30 Setelah dimigrasikan pada piranti elektrophoresis, produk PCR dalam gel agarose 1.2 % yang sebelumnya diwarnai dengan Ethidium bromide (0.5 µg/ml) divisualisasikan dalam piranti Gel Doc dengan bantuan UV transiluminator. Sekuensing dan Pensejajaran Runutan DNA Produk PCR yang didapat kemudian dilakukan sekuensing lengkap dua arah baik forward dan reverse di Laboratorium First Based-Singapura melalui PT Genetika Science Indonesia, Jakarta. Hasil editing dari sekuen masing-masing rumpun ayam tersebut kemudian disejajarkan. Pensejajaran menggunakan Clustal W yang terdapat pada software MEGA 4.0 (Tamura et al. 2007). Sebagai standar urutan sekuen dipakai data dari Gen Bank asal ayam dari china (Nie et al. 2003) yaitu ekson 6 gen Pit-1 dengan kode akses AJ dan sekuen intron 2 gen Pit-1 dengan kode akses AY Analisis Genetik Hasil sekuen gen Pit-1 diolah dengan program MEGA 4.0 (Tamura et al. 2007). Dari hasil pensejajaran, dibuat matriks persamaan maupun perbedaan nukleotida dan jarak genetik yang dipakai adalah model Kimura 2 - parameter. Berdasarkan jarak genetiknya, dibuat pohon filogeni dengan metode Neighbor- Joining, boostrapped 1000x (Tamura et al. 2007). Amplifikasi Ekson 6 Gen Pit-1. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil amplifikasi PCR pada masing-masing ayam lokal, yaitu ayam kedu, ayam kampung, ayam sentul serta ayam broiler dengan menggunakan primer MR5 untuk ekson 6 gen Pit-1 disajikan pada Gambar 10. Gambar tersebut menunjukkan bahwa fragmen ekson 6 gen Pit-1 menghasilkan pita yang konsisten sebesar 179 bp. Pensejajaran Runutan Nukleotida dan Analisis Filogeni. Hasil sekuensing gen Pit-1 ekson 6 terdiri dari 2 sekuen pada masingmasing ayam, yaitu pada ayam broiler, ayam pelung, ayam kampung, ayam kedu dan ayam sentul, didapat pensejajarannya sepanjang 179 nt.. Berdasarkan hasil pensejajaran tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 178 nt bersifat kekal (conserve) sedangkan nukleotida yang berbedanya (variable) hanya sebanyak 1 nt. Hal ini menunjukkan bahwa polimorfisme nukleotida pada sekuen ekson 6 gen Pit-1 antar rumpun ayam berbeda sangat rendah. Namun demikian setelah dilakukan pensejajaran dengan taxon lain sebagai outgrupnya yaitu angsa ((Anser anser) dari 179 nt sebanyak 173 nukleotida bersifat kekal (conserve) dan sebanyak 6 nt mengalami perbedaan (bersifat variabel).

52 31 500bp 179bp Gambar 10. Hasil PCR gen Pit-1 pada ayam lokal Keterangan : 1 = Marker 100 bp 2-3 = SN606 SN623 (ayam sentul) 4-5 = KD53 - KD87 (ayam kedu) 6-7 = BRO59-BRO712 (ayam broiler) 8-9 = P7 - P22 (ayam pelung) 10-11= KM5-KM6 (ayam kampung) Jarak genetik rumpun ayam sentul, kedu, kampung, pelung dan broiler berdasarkan jarak genetik model Kimura-2 parameter dari basa-basa nukleotidanya, disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Jarak genetik Kimura 2 parameter ekson 6 gen Pit-1 pada lima rumpun ayam penelitian sepanjang 179 nt dan rumpun angsa (ANS) ANS SN606 SN632 KD53 KD87 BRO59 BRO712 P7 P22 KM5 KM6 ANS SN SN KD KD BRO BRO P P KM KM Tabel 13 diolah dengan program MEGA 4 sehingga dihasilkan diagram pohon filogeni seperti pada Gambar 11. Gambar tersebut menunjukkan bahwa ada

53 32 dua kelompok besar (cluster) dari rumpun yang diteliti dan kelompok outgrup (angsa) (cluster A) terpisah secara jelas. Diantara rumpun ayam yang diteliti, rumpun ayam sentul (SN606 dan SN632) memisah dalam kelompok tersendiri (cluster B), sedangkan sisanya mengelompok dalam kelompok lain. Hasil analisis jarak genetik gen Pit-1 ekson 6 antara ayam kedu, kampung, pelung dan broiler adalah 0.00, sedangkan antara ayam sentul dengan keempat jenis ayam (ayam kedu, kampung, pelung dan broiler) adalah Sehingga hasil pohon fenogram menunjukkan bahwa ayam sentul merupakan kelompok tersendiri. Hal ini menunjukkan bahwa pada ayam lokal antara ayam sentul dengan ayam kedu dan kampung mempunyai hubungan kekerabatan yang jauh. Sedangkan hasil penelitian Sartika et al. (2004) dengan metode morfometrik bahwa antara ayam kampung dan ayam sentul mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat. Demikian pula antara ayam broiler dengan ayam pelung dan kedu, memiliki jarak genetik yang dekat karena dalam satu cluster. Sedangkan hasil penelitian Zhang et al. (2010) menunjukkan bahwa antara ayam lokal cina dengan ayam broiler memiliki jarak genetik yang jauh, demikian pula hasil penelitian Azmi et al. (2000) antara ayam lokal malaysia dengan ayam broiler. Hal tersebut berarti ekson 6 gen Pit-1 ayam china berbeda dengan sekuen ekson 6 gen Pit-1 ayam broiler. Sedangkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekson 6 gen Pit- 1 ayam broiler tidak berbeda dengan sekuen ekson 6 gen Pit-1 ayam kedu, pelung dan kampung. KM5 KM6 BRO712 BRO59 P22 P7 KD87 KD53 SN606 SN632 ANS Gambar 11. Konstruksi pohon filogeni ekson 6 gen Pit-1 ayam penelitian sepanjang 179 nt dan gen Pit-1 angsa (ANS) sebagai pembanding.

54 33 Polimorfisme Intron 2 Gen Pit-1 Amplifikasi Intron 2 Gen Pit-1 Amplifikasi PCR intron 2 gen Pit-1 pada masing-masing ayam lokal, yaitu ayam kedu, ayam kampung, ayam sentul serta ayam broiler dengan menggunakan primer spesifik (MR1) disajikan pada Gambar 12. Gambar tersebut menunjukkan bahwa fragmen amplikon menghasilkan pita yang konsisten sebesar 387 bp. Pensejajaran Runutan Nukleotida dan Karakterisasi Intron 2 Gen Pit-1. Hasil sekuensing gen Pit-1 intron 2 terdiri dari 4 sekuen pada ayam broiler dan ayam pelung, 3 sekuen pada ayam kampung dan kedu serta 2 sekuen pada ayam sentul, didapat pensejajarannya sepanjang 387 nt (Lampiran 4). 387 bp Gambar 12. Hasil PCR intron-2 gen Pit-1 pada ayam lokal. Keterangan : 100bp = Marker 100 bp ; 1-2 = SN606 SN623 (ayam sentul) 3-4 = KD53 - KD87 (ayam kedu) 5-6 = BRO59-BRO712 (ayam broiler) 7-8 = P7 - P22 (ayam pelung) ; 9-10= KM5-KM6 (ayam kampung). Hasil pensejajaran intron 2 gen Pit-1 menunjukkan bahwa 374 nt bersifat kekal (concerve) sedangkan nukleotida yang berbedanya (variable) sebanyak 13 nt. Analisis Filogeni Hasil diagram pohon filogeni seperti pada Gambar 13. Gambar tersebut menunjukkan bahwa ada dua kelompok besar (cluster) dari rumpun yang diteliti yaitu runutan nukleotida ayam broiler, kedu, sentul, kampung dan pelung, sedangkan dalam kelompok lain terdapat pula ayam broiler dan ayam kedu. Hal ini dapat dijelaskan bahwa konstruksi pohon filogeni menunjukkan tidak ada hubungan yang jelas antara variasi nukleotida intron 2 Pit-1 dengan karakter bobot tubuh maupun genotip.

55 34 P7 P21 P2 KM16 KM6 KM5 SN610 SN601 KD90 KD49 BRO803 BRO723 BRO632 P22 BR0712 KD83 Gambar 13. Konstruksi pohon filogeni Intron-2 gen Pit-1 sepanjang 387 nt SIMPULAN Polimorfisme marka genetik ekson 6 dan intron 2 gen Pit-1 antar ayam lokal dan ayam broiler relatif rendah. Rekonstruksi pohon filogenetik berdasarkan marka ekson 6 dan intron 2 gen Pit-1 ini tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara keragaman nukleotida gen Pit-1 pada intron 2 dengan bobot tubuh maupun genotip tertentu. SARAN Eksplorasi polimorfisme gen Pit-1 dapat diperluas dengan sekuen target yang lebih besar yaitu daerah coding (Cds) maupun daerah non coding (intron) lain. Hal ini diharapkan dapat diperoleh situs-situs polimorphisme yang spesifik bagi ayam lokal Indonesia.

56 35 PEMBAHASAN UMUM Gen yang dapat digunakan sebagai penanda genetik dalam studi molekuler untuk mempelajari karakteristik genetik antar spesies maupun antar individu diantaranya adalah gen IGF-1. Dikaji dengan metode PCR-RFLP menggunakan enzim Pst-1. Amplifikasi gen IGF-1 pada ayam lokal dan ayam pembandingnya telah berhasil dilakukan. Produk PCR yang dihasilkan setelah dilakukan sekuensing kemudian di alignment menggunakan Mega 4 dengan hasil sebesar 624 bp dan hasil ini berbeda sedikit dengan yang dirancang oleh Li et al. (2008), yaitu 621 bp. Fragmen DNA spesifik tersebut mengandung SNP (single nucleotide polymorphism). Mutasi titik yang terjadi di dalam fragmen DNA spesifik dari gen IGF-I tersebut disebabkan adanya substitusi (transversi) sebuah nukleotida guanine (G) dengan thymin (T) dideteksi menggunakan Pst-I. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Li et al. (2008), yaitu hasil substitusinya adalah cytosine (C) dengan thymin (T). Hasil identifikasi genotip menunjukkan hanya terdapat 2 genotip yaitu AA dan AB pada sampel ayam lokal, sedangkan pada ayam broiler ditemukan 3 genotip yaitu AA AB dan BB. Namun demikian ada hal menarik yaitu frekuensi genotip AB pada ayam broiler lebih besar dari pada genotip AB pada ayam lokal. Sebaliknya frekuensi genotip AA ayam lokal lebih besar dari pada frekuensi genotip AA ayam broiler. Genotip AA pada semua rumpun dan semua umur memiliki bobot badan yang lebih rendah dibanding ayam dengan genotip AB. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mu in et al. (2010) bahwa bobot badan ayam dengan genotip AA lebih rendah dibanding bobot ayam dengan genotip AB pada ayam lokal papua. Bobot badan ayam broiler tertinggi yaitu pada genotip BB, selanjutnya genotip AB dan AA. Seperti hasil penelitian Wang et al. (2004) pada ayam Lohman, bahwa genotip BB menunjukkan bobot badan yang tertinggi dibanding genotip AA dan AB. Selain menganalisis bobot badan dalam kaitannya dengan genotip, dilakukan pula analisis frekuensi alel, frekuensi genotip dan nilai heterozigositas. Nilai heterozigositas dari ke lima jenis ayam menunjukkan nilai kurang dari 0.5, sehingga dikatakan memiliki keragaman gen yang rendah. Javanmard et al. (2005) menyatakan bahwa apabila nilai heterozigositas dalam suatu populasi kurang dari 0.5 pada suatu populasi, maka populasi tersebut dikatakan mempunyai keragaman gen yang rendah. Hasil analisis peubah pembeda pada empat rumpun ayam lokal didapat hanya dua peubah yaitu panjang punggung dan lingkar dada menunjukkan hasil signifikan. Hasil pengukuran panjang punggung dan lingkar dada berdasarkan genotip IGF-1 menunjukkan bahwa pada genotip AA memiliki panjang punggung dan lingkar dada yang rendah dibandingkan dengan panjang punggung dan lingkar dada pada genotip AB dari setiap rumpun dan umur ayam. Perbandingan antar rumpun ayam pada genotip AA maupun genotip AB setelah diuji dengan uji t berdasarkan lingkar dada menunjukkan bahwa pada genotip AA maupun AB antar rumpun ayam kedu, sentul dan kampung tidak terdapat perbedaan (ns). Selanjutnya pada umur 3 5 bulan pada genotip AB antara ayam pelung dengan ketiga ayam lokal lain menunjukkan perbedaan yang nyata, sedangkan pada genotip AA tidak menunjukkan perbedaan. Sedangkan pada umur 3 sampai 5

57 36 bulan baik genotip AA maupun AB pada ayam pelung berbeda dengan ke 3 ayam lokal lainnya Hasil perhitungan rata-rata bobot hidup ayam penelitian pada umur satu, dua, tiga, empat dan lima bulan yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin sebelum dikoreksi ke arah jantan menunjukkan bahwa bobot hidup ayam lokal jantan lebih tinggi dibandingkan ayam lokal betina pada semua umur pengamatan (P<0.05). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Daikwo et al. (2011) pada ayam lokal nigeria; dan Mu in et al. (2010) pada ayam lokal papua, yaitu bobot badan ayam jantan lebih tinggi dibanding ayam betina. Usaha identifikasi dan karakterisasi ayam lokal masih sangat diperlukan. Kegiatan ini dianggap penting karena disamping berguna untuk keperluan plasma nutfah Indonesia, juga berguna dalam membantu program pemuliaan. Identifikasi secara deskriptif fenotipe diperlukan untuk mengetahui ciri khas dari performans ayam lokal tertentu yang dapat dibedakan secara jelas (secara visual) dengan jenis ayam lokal lainnya. Informasi genetik diperlukan untuk mengetahui mutu genetik suatu ternak yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi maupun persilangan. Salah satu penelitian dasar untuk menggali informasi genetik adalah pengamatan fenotipik dengan pengukuran morfologi, seperti yang dilakukan pada ayam (Udeh et al. 2011; Ojedapo et al. 2012). Peubah fenotipik yang diamati adalah bobot badan (BB), panjang shank (PS, panjang paruh (PP), lebar dada (LD), panjang punggung (PP) dan lingkar dada (LD). Bobot badan dan parameter tubuh ayam jantan maupun betina tertinggi pada ayam broiler dibandingkan dengan ke empat rumpun ayam lokal. Zhang et al. (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan dan reproduksi ayam broiler berbeda dengan ayam lokal cina. Bobot badan ayam pelung lebih besar dibandingkan dengan ayam kedu, ayam sentul dan ayam kampung. Iskandar dan Susanti (2007) menyatakan bahwa bobot badan ayam pelung lebih besar dibandingkan dengan ayam lokal lainnya. Pengukuran parameter tubuh dari ke empat rumpun ayam lokal didapat bahwa panjang shank, lebar dada, panjang punggung dan lingkar dada ayam pelung jantan lebih besar dibandingkan dengan ke tiga rumpun ayam lokal jantan lainnya, sedangkan pada betina tidak berbeda nyata untuk pengukuran morfologi yang sama. Fayeye et al. (2006) menyatakan bahwa perbedaan penampilan fenotipik pada ayam selain disebabkan faktor genetik juga karena adanya pengaruh lingkungan. Dengan bantuan analisis multivariate dapat ditentukan bagian/ukuran tubuh tertentu yang dapat menjadi ciri (pembeda) dari kelompok/rumpun suatu ternak. Dari hasil pengukuran ayam umur delapan minggu menunjukkan adanya tiga pengelompokan ayam, yaitu kelompok ayam broiler, kelompok ayam pelung dan kelompok ayam kedu, ayam kampung dan ayam sentul. Selanjutnya pada ayam umur 28 minggu (hanya pada ayam lokal) menunjukkan 3 kelompok ayam, yaitu kelompok ayam pelung, kelompok ayam kampung dan kelompok ayam kedu dan ayam sentul. Ayam pelung merupakan kelompok tersendiri, karena dari hasil pengukuran mempunyai ukuran yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam lokal lainnya. Ayam pelung mempunyai karakteristik yang khas dengan ukuran tubuh relatif lebih besar dibandingkan dengan ayam lokal lain yang ada di Indonesia (Iskandar dan Susanti 2007). Persamaan fenotipik ukuran tubuh bangsa ternak merupakan cerminan dari besarnya campuran kelompok antar bangsa ternak tersebut yang terjadi baik oleh

58 37 adanya mutasi akibat seleksi oleh peternak maupun mutasi yang terjadi secara alamiah (Brahmantyo et al. 2003). Persentase nilai kesamaan dan campuran di dalam dan di antara kelompok ayam lokal umur 28 minggu adalah ayam kampung memiliki nilai kesamaan 64.70%, karena dipengaruhi oleh nilai campuran dari ayam kedu (17.7%), dan ayam sentul (17.60%). Nilai kesamaan ayam sentul 71.40%, karena dipengaruhi oleh nilai campuran ayam kampung (28.60%). Ayam Kedu memiliki nilai kesamaan 81.20%, dipengaruhi oleh nilai campuran ayam kampung 18.80%, sedangkan nilai kesamaan pada ayam pelung tertinggi yaitu 100% karena tidak dipengaruhi oleh nilai campuran rumpun ayam lain. Analisis diskriminan parameter fenotipik dapat pula digunakan untuk menentukan parameter morfometrik yang menunjukkan penanda bangsa dan disebutkan sebagai peubah pembeda bangsa. Peubah pembeda rumpun ayam lokal yang berpengaruh kuat adalah panjang punggung (kanonikal 1) dan lingkar dada (kanonikal 2), dengan nilai total struktur kanonikal yang relatif tinggi. Gen lain yang berperan dalam pertumbuhan adalah gen Pit-1. Peran gen Pit-1 yang merupakan salah satu gen pertumbuhan, maka digunakan sebagai gen untuk mengetahui polimorfisme pada beberapa ayam lokal di Indonesia, diantaranya pada ayam pelung, kedu, sentul, kampung dan ayam broiler sebagai pembanding. Menurut Nie et al. (2008) bagian dari gen Pit-1 yang berprospek sebagai marker genetik adalah pada intron 2 dan pada ekson 6 menurut Jiang et al. (2004). Pada kedua fragmen tersebut telah menunjukkan hubungan pertumbuhan ayam dengan pengukuran panjang dan diameter paruh serta kenaikan bobot badan yang signifikan. Runutan nukleotida ekson 6 dan intron 2 gen Pit-1 pada ayam lokal dan ayam broiler bersifat monomorfik, tidak ada variasi pada semua individu baik di dalam maupun antar populasi. Demikian pula hasil penelitian Sartika (2000) dengan menggunakan daerah kontrol (D-loop) dari DNA mitokondria pada berbagai ayam kampung di Jawa Barat dengan metoda PCR- RFLP menggunakan lima macam enzim restriksi (Alul, Hpall, Mbol, Rsal, NIaIII, dan HaeIII) dan hasilnya monomorfik. Hal ini menunjukkan bahwa nukleotida tersebut bersifat conserve pada level spesies. Menurut Sezutsu et al. (2008) bahwa gen yang bersifat conserve menunjukkan signifikansi fungsional dari protein yang dikodenya, artinya keberadaan produk gen tersebut sangat fital bagi organisme yang memiliki gen tersebut. Hasil analisis jarak genetik gen Pit-1 ekson 6 antara ayam kedu, kampung, pelung dan broiler adalah 0.00, sedangkan antara ayam sentul dengan keempat jenis ayam (ayam kedu, kampung, pelung dan broiler) adalah Oleh karena itu hasil pohon fenogram menunjukkan bahwa ayam sentul merupakan kelompok tersendiri. Menurut Zein dan Sulandari (2009) bahwa di antara ayam asli Indonesia yaitu kedu, pelung, gaok, dan sentul berada dalam satu clade dengan ayam hutan merah, sehingga dapat dikatakan berdekatan secara geneologis (berbagai leluhur yang sama) dengan ayam hutan merah. Selanjutnya antara ayam broiler dengan ayam pelung dan kedu, memiliki jarak genetik yang dekat karena dalam satu cluster. Sedangkan hasil penelitian Zhang et al. (2010) menunjukkan bahwa antara ayam lokal cina dengan ayam broiler memiliki jarak genetik yang jauh, demikian pula hasil penelitian Azmi et al. (2000) antara ayam lokal malaysia dengan ayam broiler.

59 38 SIMPULAN Ukuran fenotipik ayam yang memberikan pengaruh kuat terhadap peubah pembeda rumpun ayam adalah panjang punggung dan lingkar dada. Bobot badan telah dapat mengelompokan rumpun ayam lokal dengan ayam broiler. Diantara kelompok ayam lokal ayam pelung memiliki bobot badan paling besar. Marka genetik IGF-1 telah berhasil memilah genotip individu berdasarkan berat tubuh untuk ayam lokal maupun ayam broiler. Dua genotip ditemukan pada ayam lokal Indonesia (AA dan AB) sedangkan ayam broiler terdiri dari tiga genotip (AA, AB, dan BB). Genotipe AB pada ayam lokal memberikan penampilan bobot tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan genotipe AA. Berdasarkan frekuensi genetiknya terlihat jelas perbedaan besarnya frekuensi antara ayam lokal dengan ayam broiler. Frekuensi alel B ayam lokal lebih rendah dari ayam broiler. Oleh karena itu IGF-1 dapat dijadikan kandidat gen sebagai marka genetik untuk seleksi ayam lokal Indonesia. Marka genetik gen Pit-1 terutama daerah ekson 6 maupun intron 2 kurang berhasil mengungkapkan hubungan polimorfisme nukleotida (SNP) dengan karakter yang terkait dengan ciri pertumbuhan. SARAN Penentuan genotipe berdasarkan marka PCR-RFLP dari fragmen gen IGF- 1 dapat dijadikan marka dasar seleksi (MAS) bagi pemilahan kelompok ayam yang menunjukan perbedaan pertumbuhan. Disarankan untuk menggunakan ayam bergenotip AB dan BB sebagai parent stock dari seleksi persilangan ayam lokal, karena genotip AB dan BB memiliki penampilan bobot badan lebih besar terutama pada ayam pelung. Perlu dilakukan pencarian lokasi daerah polimorfisme lain baik pada ekson dan intron gen Pit-1 yang masih dapat memilah hubungan polimorfismenya dengan karakter terkait dengan ciri pertumbuhan.

60 39 DAFTAR PUSTAKA Abbasi HA, Kazemi M Detection of polymorphism of the insulin-like growth factor-i (IGF-I) gene in Mazandaran native chicken using PCR- RFLP method.african J of Biotech. 10(61): Ahlawat SP, Vijh KR, Tantia SM, Mishra B, Bharanikumar TS Genetic diversity animal of five chicken breeds of india. Korean J Genetics 29 (2): Al-Atiyat R Genetic dversity of indigenous chicken ecotypes in Jordan. African J of Biotech. 9(41): Anggraeni A, Sumantri C, Praharani CL, Dudi, Andreas E Genetic distance estimation of local swamp buffaloes through morphology analysis approach. JITV 16(3): Apuno AA, Mbap ST, Ibrahim T Characterization of local chickens (Gallus gallus domesticus) in shelleng and song local government areas of adamawa street Nigeria. Agric Biology J of North America 2(1):6-14. Atmaja DS, Kurnianto E dan Sutiyono B Ukuran-ukuran tubuh domba betina beranak tunggal dan kembar di kecamatan Bawen dan Jambu kabupaten Semarang. Animal Agric J 1(1): Azmi M, Ali AS, Kheng WK DNA fingerprinting of red jungle fowl village chickens and broilers. Asian-Aus J Anim Sci (13)8: Bao WB, Shu JT, Musa HH, Chen Analysis of pairwise genetic distance and its relation with geographical distance of 15 chinese chicken breeds. Int J Trop Med 2(3): Bodner M, Castrillo JL, Theill LE, Deerinck T, Ellisman M, Karin M The pituitary-specific transcription factor GHF-1 is a homeobox-containing protein. Cell. 55: Bo YY, Yu WJ, Mekki DM, Ping TQ, Fang LH Evaluation of genetic diversity and genetic distance between twelve chinese indigenous chicken breeds based on microsatelite markers. Int J of Poult Sci. 5(6): Brahmantiyo B, Prasetyo H, Setioko AR, Mulyono RH Pendugaan jarak genetik dan faktor peubah pembeda galur itik (alabio, bali, khaki campbell, mojosari dan pegagan) melalui analisis morfometrik. JITV 8:(l):l-7. Brahmantyo B, Martojo, Mansjoer H, Raharjo YC Estimation of genetic distance of rabbit by morphometric analysis. JITV 11(3): Cheng JH, Qiao N, Zhao WM, Xu Q, Zhang HB Genetic variation 0n Pit- 1 gene in Chinese indigenous and western goose populations. Claude J Morphometrics with R. Springer 550. North Broadway (US): Baltimore. Curi HN, de Oliveira, Silveira AC, Lopes CR Association between IGF-I, IGF-IR and GHRH gene polymorphisms and growth and carcass traits in beef cattle. Livestock Production Science 94: Daikwo IS, Okpe AA, and Ocheja JO Phenotypic characterization of local chickens in Dekina. Int J of Poult Sci (10): , De la Hoya M, Vila V, Jimenez O, Castrillo JL Anterior pituitary development and Pit-1/GHF-1 transcription factor. Cell Mol Life Sci. 54:

61 40 Duryadi D Role possible du comportement dans l evolution de Deux Souris Mus macedonicus et Mus spicilequs en Europe Centrale [thesis doctorat]. France Montpelier II, Sciences et Technique du Languadoc. Fayeye TR, Ayorinde KL, Ojo V, Adesina OM Frequency and influence of some major genes on body weight and size parameters of nigerian lokal chicken. Livestock Res Rural Dev 18:1-8. Hammond JJR, Bowman JC, Robinson TR Hammond s Farm Animals.5th ed. Pergamon Press. Hassen HF, Neser WC, Kock A, Marle Köster EV Study on the genetic diversity of native chickens in northwest Ethiopia using microsatellite markers. African J Biol. 8(7): Iskandar S dan Susanti T Karakter dan manfaat ayam pelung di Indonesia. Balai Penelitian Ternak. J Wartazoa 17(3): Jafendi HPS Pemanfaatan dan kegunaan ayam lokal Indonesia. Dalam: Diwyanto K, Prijono SN, (Ed.). Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Jakarta (ID): LIPI Press. Javanmard AN, Asadazadeh, Banabazi MH, Tavakolian J The allele and genotype frequencies of bovine pituitary specific-transcription factor and leptin genes in Iranian cattle and buffalo population using PCR-RFLP. Iranian J. Biotech. 3: Jiang R, Li J, Qu L, Li H, Yang N A new single nucleotide polymorphism in the chicken pituitary-specific transcription factor (POU1F1) gene associated with growth rate. Anim Genet 35: Kajimoto Y, Rotwein P Structure of the chicken insulin-like growth factor -I gene reveals conserved promoter elements. J Biol Chem. 266: Kita K, Nagao K, Okumura I Nutritional and tissue specificity of IGF-I and IGFBP-2 gene expression in growing chickens. - A Review. Asian- Aust. J. Anim. Sci. 18 (5): Klein S, Morrice DR, Sang H, Crittenden LB, Burt DW Genetic and physical mapping of chicken IGF-I gene to chromosome 1 and conservation of synteny with other vertebrate genomes. J. Hered. 87: Lawrence TLJ, Fowler VR Growth of Animal. 2 nd Edit. London (UK): CABI Publishing. Lei MM, Nie QH, Peng X, Zhang DX, Zhang XQ Single Nucleotide Polymorphisms of the Chicken Insulin-Like Factor Binding Protein 2 Gene Associated with Chicken Growth and Carcass Traits. J. Poult Sci 84: Li S, Crenshaw EB, Rawson EJ, Simmons DM, Swanson LW, Rosenfel M Dwarf locus mutants lacking three pituitary cell types result from mutations in the POU-domain gene Pit-1. Nature 347: Li H, Zhu WK, Chen X, Wu QP, Tang, Gao YS Associations between GHR and IGF-I gene polymorphism, and reproductive traits in Wenchang chickens. Turkey J. Vet. Anim. Sci. 32: Li HWQ, Zhu KW, Chen X, Wu QP, Tang YS, Gao WT, Song WJ, Xu HL Polymorphism in NPY and IGF-I genes associate with reproductive traits in Wenchang chicken. African J of Biotech. 8(19):

62 41 Maskur C, Arman C, Sumantri E, Gurnadi, Muladno A Novel Single Nucleotide Polymorphism in Exon 4 of Insulin-Like Growth Factor-1 Associated with Production Traits in Bali Cattle. Media Peternakan 8: Miyai S, Yoshimura S, Iwasaki Y, Takekoshi S, Lloyd RV, Osamura R Induction of GH, PRL, and TSH beta mrna by transfection of Pit-1 in a human pituitary adenoma-derived cell line. Cell Tissue Res322: Montaldo HH, Herrera CAM Use of molecular markers and major genes in the genetic I mprovement of livestock. J. of Biotech. 1:2-10. Mu in MA, Supriyantono, Uhi HT Polimorfisme gen Insulin-like growth factor-i (IGF-I) dan efeknya terhadap pertumbuhan ayam lokal. JITV 14(4): Mulyono H.R, Sartika T, Nugraha, RD A Study of morphometricphenotipic characteristic of Indonesian chicken: kampung, sentul and wareng-tangerang, based on discriminant analysis, wald-anderson criteria and mahalanobis minimum distance. The 1st International Seminar on Animal Industry Muzani A, Brahmantiyo B, Sumantri C, Tapyadi A Pendugaan jarak genetik pada itik cihateup cirebon dan mojosasari. J Media Peternakan 28 (3):l09-l16. Nagaraja SC, Aggrey SE, Yao J, Zadworny D, Fairfull RW and Kuhnlein U Traits association of a genetic marker near the IGF-I gene in egglaying chickens. J. Heredity. 91: Nataamijaya AG The Native Chicken of Indonesia. Buletin Plasma Nutfah 6(I):5-12. Nei M Molecular Evolutionary Genetic. Columbia University Press. USA. Nie Q, Lei M, Zhang X, Zeng H, Ouyang J Cloning and sequencing of chicken Pit-1/GHF-1 gene intron 1 and 4. Animal Science (1). College, South China Agricultural University, Wushan, Tianhe, Guangzhou, Guangdong. China. Nie Q, Lei M, Ouyang J, Zeng H, Yang G, Zhang X Identification and characterization of single nucleotide polymorphisms in 12 chicken growthcorrelated genes by denaturing high performance liquid chromatography. Genet Sel Evol37: Nie Q, Meixia Fang, Liang Xie,Min Zhou,Zhangmin Liang, ZipinLuo,Guohuang Wang, Wensen Bi, Canjian Liang,Wei Zhang,and Xiquan Zhang The Pit-1 gene polymorphisms were associated with chicken growth traits. Genet 9:20. NRC (National Research Council). Nutrient Requirements of Poultry,1994. Ninth Revised Edition, National Academy Press Washington, D.C. Ojedapo LO, Amao SR, Ameen SA, Adedeji TA, Ogundipe RI, and Ige AO Prediction of body weight and other linear body measurement of two commercial layer strain chickens. Asian J of Anim Sci Olawunmi OO, Salako AF, Afuwape AA Morphometric differentiation and asessment of function of the yulani and yoruba ecotype indigenous chickens of nigeria. J Int Morphol 26(4): Rodbari Z, Masoud A, Hamid RS, Amirinia C Identification of a single nucleotide polymorphism of the pituitary-specific transcriptional factor 1

63 42 (Pit-1) and its association with body composition trait in Iranian commercial broiler line. African J of Biotech. 10(60): Sartika T, Iskandar S, Praseto H, Takahashi, Mitsuru H Kekerabatan genetik ayam kampung, pelung, sentul dan kedu hitam dengan menggunakan penanda DNA mikrosatelit: I. Grup pemetaan pada makro kromosom. JITV 9(2): Sartika T, Wati DK, Iman Rahayu HS, Iskandar S Perbandingan genetik eksternal ayam wareng dan ayam kampung yang dilihat dari laju introgresi dan variabilitas genetiknya. JITV 13(4): SAS Institute SAS/STAT Guide for Personal Computer. Version 6 Edit. SAS Institut Cary, NC. USA. Sco DS, Yun JS, Kang WJ, Jeon GJ, Hong KH, Ko Y Association of insulin-like growth factor-i gene polymorhism with serum IGF-I concentration and body weight in Korea native Ogol Chicken. Asian-Aust J Anim. Sci. 14: Sezutsu H, Yukuhiro K Dynamic rearrangement within the Antheraea pernyi silk fibroin gene is associated with four types of repetitive units. J Mol Evol 51: Siadkowska, Lech Zwierzchowski, Jolanta Oprządek,Nina Strzałkowska, Emil Bagnicka, Józef Krzyżewski Effect of polymorphism in IGF-1 geneon production traits in Polish Holstein-Friesian cattle. Animal Science Papers and Report. 24(3): Simmons DM, Voss JW, Ingraham HA, Holloway JM, Broide RS, RosenfeldMG, Swanson LW Pituitary cell phenotypes involve cell-specific Pit-1 mrna translation and synergistic interactions with other classes of transcription factors. Genes Dev. 4: Somson MW, Wu W, Dasen JS, Flynn SE, Norman DJ, O'Connell SM, Gukovsky I, Carriere C, Ryan AK, Miller AP, Zuo L, Gleiberman AS, Andersen B, Beamer WG, Rosenfeld MG Pituitary lineage determination by the Prophet of Pit-1 homeodomain factor defective in Ames dwarfism. Nature 1(384): Soeparno, Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Steel RRGD and Torrie JH, Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sulandari S, Zein MSA, Payanti S, Sartika T, Astuti M, Widyastuti T, Sujana E, Darana S, Setiawan I, Garnida D Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi. Bogor (ID): LIPI. Sulandari S, Zein MSA Analisis D-loop DNA mitokondria untuk memposisikan ayam hutan merah dalam domestikasi ayam di Indonesia. Media Peternakan 32(1): Sumantri C, Einstiana A, Salamena JF, Inounu J Keragaan dan hubungan phylogenik antar domba lokal di Indonesia melalui pendekatan analisis morfologi. JITV 12(1): Susanti T, Iskandar S, Sopiyana S Karakteristik kualitatif dan ukuranukuran tubuh ayam Wareng Tangerang. Prosiding Seminar Nasional

64 43 Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 6 September Puslitbangnak, Bogor. hlm: Suryana dan Hasbianto A Usaha Tani Ayam Buras Indonesia: Permasalahan dan Tantangan. J. Litbang Pertanian 27(3). Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S, 2007 MEGA 4 Molecular Evolutionary Genetics Analysis MEGA. Software version 4,0. Molecular Biology and Evolution. 29: Tanaka M, Yamamoto I, Ohkubo T, Wakita M, Hoshino S, Nakashima K cdna cloning and developmental alterations in gene expression of the two Pit-1/GHF-1 transcription factors in the chicken pituitary. Gen Comp Endocrinol. 114: Tatsumi K, Notomi T, Amino N, Miyai K Nucleotide sequence of the complementary DNA for human Pit-1/GHF-1. Biochim Biophys Acta. 129: Udeh I, Isikwenu JO, Ukughere G Performance characteristics and prediction of bodyweight using linear body measurements in four strains of broiler chickens. Int J Anim Veter Adv 3(1): Van As P, Buys N, Onagbesan OM, Decuypere E Complementary DNA cloning and ontogenic expression of pituitary-specific transcription factor of chickens (Gallus domesticus) from the pituitary gland. Gen Comp Endocrinol 120: Van As, Careghi P, Bruggeman C, Onagbesan V, Van der Geyten OM, Darras S, Decuypere E Regulation of growth hormone expression by thyrotropin-releasing hormone through the pituitary-specific transcription factor Pit-1 in chicken pituitary. Acta Vet. Hung 52: Wang WK, Ouyang J, Ouyang HLI, Lin S, Sun H Polymorphism of insulin-like growth factor I gene in six chicken breeds and its relationship with growth traits. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 17: Yamada S, Hata J, Yamashita S Molecular cloning of fish Pit-1 cdna and its functional binding to promoter of gene expressed in the pituitary. J Biol Chem. 268: Yu YB, Yu WJ, Mekki DM, Ping TQ, Fang LH Evaluation of genetic, diversity and genetic distance between twelve chinese indigenous chicken breeds based on microsatelite markers. IntJ Sci 5 (6): Zao WM, Zhao RX, Qiao N, Xu Q, Huang ZY, Zhang Y, Li X and Chen GH Association of 5-flanking region of Pit-1 gene polymorphism with growth traits in goose. J of Anim and Vet Advances 10(5): Zein MSA, Sulandari S Genetic Diversity of lombok chickens based on D-loop mitochondrial DNA sequences. JITV 13(4): Zein MSA, Sulandari S Investigasi asal usul ayam Indonesia menggunakan sekuens hypervariable-1 D-loop DNA mitokondria.j Vet 10(1): Zein MSA, Sulandari S Genetic diversity and haplogroups distributions of kampung chickens using hypervariable-i mitochondrial DNA control region. JITV 17(2): Zhang X, Leung FC, Chan DKO, Yang WC Genetic diversity of chinese native chicken breeds based on protein polymorphism randomly amplified

65 44 polymorphic DNA and microsatelite polymorphism. J Poult Sci. 8(1): Zhang C, Wei Zhang, Hailing Luo, Wenbin Yue1, Mingyu Gao, Zhihai Jia A new single nucleotide polymorphism in the IGF-I gene and its association with growth traits in the nanjiang huang goat. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 21(8): Zhou H, Mitchell AD, McMurtry JP, Ashwell CM, Lamont SJ Insulin-like growth factor-i gene polymorphism associations with growth, body composition, skeleton integrity and metabolic traits in chickens. Poult Sci. 84:

66 45 LAMPIRAN. Lampiran 1. Runutan nukleotida pada ekson 6 Gen Pit-1 (Nie et al 2003 dengan code access AY356150) adalah sebagai berikut : 781 agaaccacca taagtatttc tgccaaagaa gccctggaga ggcactttgg agaacaaagc 841 aagccttctt ctcaggaaat catgaggatg gctgaggggc ttaatcttga gaaagaagtc 901 gtaagagttt ggttttgcaa cagaagacaa agggaaaaaa gagtgaagac aagtctgcat 961 cagaacgcct ttagctctat tatcaaggag caccacgagt gc cggtaa Keterangan : Ekson 6 adalah dari 795 samp ai dengan 1008 (warna merah) Primer Forward dari 821 sampai dengan 841= 20 bp (warna biru) Primer Reverrse complement adalah 980 sampai 1000 (warna ungu) Gen target : 179 bp Lampiran 2. Runutan nukleotida pada intron 2 Gen Pit-1 (Van et al dengan kode access AJ236855) adalah sebagai berikut : 1 tatggaaatc aagcctctac ctatggggtg atggcaggta agagacagcc tcaactgaat 61 gagctattag cataatgagt ttggtcagct ttcctttagg ggaataagtt caaaacagtt 121 gcctaaagac aggactcaag ttaaggcact acaaatgatg ttagcaaattggggttcagt 181 gtcctcgact taaacctctg tgtctctcag cacatcccct ctatcttacc cctctcttta 241 agacaggggc agtgctgctc tttttgctta actatgtcca ctttgccttt tgagggatta 301 ggaattactt atctgatata cggggtatt atcaatatct aggatcccgg agcctactat 361 ttcttttgtc tccaaatacc aggaccagat gggaaaagac aaagcaatga atctacacaa

67 tgtttactga agctactgtt agctaccata cttctgtcat aaagatgtca aggcaaatat 481 tctgtacc[ta agatgacttt gtgtgtatag aatcctagtg taagtagtat cagtgagcat 541 taaccttgta tttaataacg acaacattta ggatcaagat tagaagacag tgggatagct 601 ttaaagtcca gaaacacttt cagtcagtgt atgatttttc caaatcctac aaggctgtat 661 aaattacttt catacagatg atcatgtatt tttacactta aaggtattct agcatcccac 721 tcacatccta ggctaagtat gttactctgt gcaagtttaa atagccttca gtgaaa]caga 781 gccaaattaa catgcaaccc agaagataaa tgttactcaa agataatcta gatcaaactc 841 catgtttgat ttcgcttaag actgatgaaa gtactacagt aaatcagcat ggatgaatat 901 atctgcatag ggtcttctta gagacagaga gtagtgcaaa tattcaaatg ttctcatctc 961 atggataaat tcacatctgt tgcaagtgtt cctggaactg ttcagatccc caggtaaaat 1021 ccgtaggtac taaacaatag atattaaaaa taggtattgc tcagaagttt tttttttttg 1081 gttccaaaat aaatgcatct tcatctttct cctttctttc ctttaatatt cttctttgtc 1141 tctaggcatc aagcctgcaa ctccagagat gctatcagca agtctctccc ag Keterangan : Intron 2 : dari 467 sampai dengan 796 (warna merah ) Primer Forward : 467 sampai dengan 488.= 21 bp ( warna biru) Primer Reverse complement : = 20 bp (warna ungu ) Gen target : 329 Lampiran 3. Pensejajaran Runutan 179 Nukleotida ekson 6gen Pit-1 pada Ayam Lokal (SN= sentul ; KD= Kedu; P= Pelung; KM= kampung) dan ayam broiler serta angsa (ANS). begin data; dimensions ntax=11 nchar=179; format missing=? gap=- matchchar=. datatype=protein interleave=yes;

68 47 matrix [!Domain=Data;] [ ] [ ] ANS GGCACTTTGGAGAACAAAGTAAGCCTTCTTCTCAGGAAATTATGAGGATG SN606...C... SN632...C... KD53...C...C... KD87...C...C... P7...C...C... P22...C...C... BRO59...C...C... BRO712...C...C... KM5...C...C... KM6...C...C... [ 1] [ ] [ ] ANS GCTGAGGGGCTCAATCTTGAGAAAGAAGTTGTGAGAGTTTGGTTTTGCAA SN606...T...C..A... SN632...T...C..A... KD53...T...C..A... KD87...T...C..A... P7...T...C..A... P22...T...C..A... BRO59...T...C..A... BRO712...T...C..A... KM5...T...C..A... KM6...T...C..A... [ ] [ ] [ ] ANS CAGAAGACAAAGGGAAAAAAGAGTAAAGACAAGTTTGCATCAGAACGCGT SN606...G...C...C. SN632...G...C...C. KD53...G...C...C. KD87...G...C...C. P7...G...C...C. P22...G...C...C. BRO59...G...C...C. BRO712...G...C...C. KM5...G...C...C. KM6...G...C...C.

69 48 [ ] [ ] [ ] ANS TTAGTTCTATTATCAAGGAGCATCACGAG SN606...C...C... SN632...C...C... KD53...C...C... KD87...C...C... P7...C...C... P22...C...C... BRO59...C...C... BRO712...C...C... KM5...C...C... KM6...C...C... ; end; Lampiran 4. Pensejajaran Runutan 387 Nukleotida intron 2gen Pit-1 pada ayam lokal (SN=sentul ; KD= Kedu; P= Pelung; KM= kampung) dan ayam broiler. begin data; dimensions ntax=19 nchar=387; format missing=? gap=- matchchar=. datatype=nucleotide interleave=yes; matrix. [!Domain=Data;] [ ] [ ] BR0712 GTCAAGGCAAATATTCTGTACCTAAGATGACTTTGTGTGTATAGAATCCT BRO59... BRO BRO BRO KD49... KD73... KD83... KD90... SN SN SN KM5... KM6... KM16... P2... P7... P21... P22...

70 49 [ 1] [ ] [ ] BR0712 AGTGTAAGTAGTATCAGTGAGCATTAACCTTGTATTTAATAACGACAACA BRO59... BRO BRO BRO KD49... KD73...T... KD83... KD90...T... SN SN SN KM5...T... KM6...T... KM16...T... P2...T... P7... P21...T... P22... [ ] [ ] [ ] BR0712 TTTAGGATCAAGATTAGAAGTAGAGAGCTACAATCAAAAGTAATTTTCCT BRO59... BRO BRO BRO KD49... KD73... KD83... KD90... SN SN SN KM5... KM6... KM16... P2... P7... P21... P22...

71 50 [ ] [ ] [ ] BR0712 ATTTTTATACTTTTCACTAGTTTAAAGACAGTGGGATAGCTTTAAAGTCC BRO59... BRO BRO BRO KD49... KD73... KD83... KD90... SN SN SN KM5... KM6... KM16... P2... P7... P21... P22... [ ] [ ] [ ] BR0712 AGAAACACTTTCAGTCAGTGTATGATTTTTTCAAATCATACAAGGCTGTA BRO59...C...C... BRO BRO BRO KD49... KD73... KD83... KD90... SN SN SN KM5... KM6... KM16... P2... P7... P21... P22...

72 51 [ ] [ ] [ ] BR0712 TAAACTACTTTCATACAGATGATCATGTATTTTTACACTTAAAGGTATTC BRO59... BRO BRO BRO KD49... KD73... KD83... KD90... SN SN606...T... SN KM5... KM6... KM16... P2...T... P7...T... P21...T... P22...T... [ ] [ ] [ ] BR0712 TAGCATCCCACTCACATCCTAGGCTAAGTATGTTACTCTGTGCAAGTAAA BRO59...TT. BRO632...TT. BRO723...TT. BRO803...TT. KD49...TT. KD73...ACTCT..CAAG...TT. KD83...T.. KD90...TT. SN601...TT. SN606...AGTT. SN610...TT. KM5...TT. KM6...TT. KM16...TT. P2...TT. P7...TT. P21...TT. P22...TT.

73 52 [ ] [ ] [ ] BR0712 AATAGCCTTCAGTGAAACAGAGCCAAATTAACATGCA BRO59... BRO BRO BRO KD49... KD73... KD83... KD90... SN SN SN KM5... KM6... KM16... P2... P7... P21... P22... ; end;

74 53

75 Lampiran 5. Hasil Analisa Bahan Pakan Ternak Ayam. No No. Uji JENIS SAMPEL Sampel AIR (%) SNI (Maks) Sampel ABU (%) SNI (Maks) PROTEIN KASAR (%) Sampel SNI (Maks) LEMAK KASAR (%) Sampel SNI (Maks) SERAT KASAR (%) Sampel SNI (Maks) Sampel Ca (%) SNI (Maks) Sampel P (%) SNI (Maks) Broiler Star Finisher ,5 8,0 21,5 19,0 5,9 7,4 3,5 6,0 1,07 0,9-1,2 0,57 0,6-1, Ayam Petelur ,5 14,0 18,7 16,0 6,7 7,0 3,7 7,0 4,20 3,25-4,25 0,73 0,6-1,0 METODE SNI Butir 5.1 AOAC 2005 Metode AOAC 2005 Metode AOAC 2005 Metode SNI Butir 11 AOAC 2005 Metode AOAC 2005 Metode Keterangan : - Angka yang dicetak tebal dan bergaris bawah tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) - Angka yang hanya dicetak tebal masih sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) berdasarkan angka ketidakpastian yaitu sampel No 1 - Sampel No 1 disesuaikan dengan SNI Pakan Broiler Starter/BR1.

76 54 Lampiran 6. Perbandingan antar Rumpun Ayam lokal berdasarkan Bobot Badan (bulan 1-5)

77 Lanjutan Lampiran 6. 55

78 56 Lampiran 7. Perbandingan antar Rumpun Ayam lokal berdasarkan lingkar dada (bulan 1-5)

79 Lanjutan Lampiran 7. 57

80 58 Lampiran 8. Perbandingan antar Rumpun Ayam lokal berdasarkan panjang punggung (bulan 1-5)

81 Lanjutan Lampiran 8. 59

82 Lampiran 9. Hasil sekuensing gen Pit-1 intron 2 sepanjang 387 bp.

83 Lampiran 10. Hasil sekuensing gen Pit-1 intron 2 sepanjang 387 bp.

4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK

4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK 26 4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) merupakan salah satu gen yang berkaitan

Lebih terperinci

3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK

3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK 16 3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pertumbuhan dikontrol oleh multi gen, diantaranya gen Insulin-Like Growth

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam Kampung

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam Kampung TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Ayam di dunia berasal dari daerah Selatan India, pegunungan Himalaya, Assam, Burma, Ceylon dan beberapa daerah di pulau Sumatra dan Jawa. Ditemukan empat spesies ayam liar yang

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Nama : Rohmat Diyono D151070051 Pembimbing : Cece Sumantri Achmad Farajallah Tanggal Lulus : 2009 Judul : Karakteristik Ukuran Tubuh dan Polimorfisme

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

Keragaman Fenotipik dan Pendugaan Jarak Genetik pada Ayam Lokal dan Ayam Broiler Menggunakan Analisis Morfologi

Keragaman Fenotipik dan Pendugaan Jarak Genetik pada Ayam Lokal dan Ayam Broiler Menggunakan Analisis Morfologi Jurnal Veteriner Desember 2013 Vol. 14 No. 4: 475-484 ISSN : 1411-8327 Keragaman Fenotipik dan Pendugaan Jarak Genetik pada Ayam Lokal dan Ayam Broiler Menggunakan Analisis Morfologi (PHENOTYPIC VARIATION

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI

STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI STUDI UKURAN DAN BENTUK TUBUH AYAM KAMPUNG, AYAM SENTUL DAN AYAM WARENG TANGERANG MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA SKRIPSI VINDHA YULI CANDRAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

Identifikasi sifat-sifat Kualitatif ayam Wareng Tangerang. Andika Mahendra

Identifikasi sifat-sifat Kualitatif ayam Wareng Tangerang. Andika Mahendra IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF AYAM WARENG TANGERANG DI UPT BALAI PEMBIBITAN TERNAK DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DESA CURUG WETAN KECAMATAN CURUG KABUPATEN TANGERANG Andika Mahendra*, Indrawati Yudha

Lebih terperinci

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR.... Viii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Kegunaan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) MUHAMMAD IQBAL SYUKRI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

MORFOMETRIK AYAM SENTUL, KAMPUNG DAN KEDU PADA FASE PERTUMBUHAN DARI UMUR 1-12 MINGGU SKRIPSI YUSUP KURNIA

MORFOMETRIK AYAM SENTUL, KAMPUNG DAN KEDU PADA FASE PERTUMBUHAN DARI UMUR 1-12 MINGGU SKRIPSI YUSUP KURNIA MORFOMETRIK AYAM SENTUL, KAMPUNG DAN KEDU PADA FASE PERTUMBUHAN DARI UMUR 1-12 MINGGU SKRIPSI YUSUP KURNIA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN BOBOT TELUR TERHADAP BOBOT TETAS DAN MORTALITAS AYAM KEDU JENGGER MERAH DAN JENGGER HITAM SKRIPSI. Oleh CHOIRUL USTADHA

PENGARUH PERBEDAAN BOBOT TELUR TERHADAP BOBOT TETAS DAN MORTALITAS AYAM KEDU JENGGER MERAH DAN JENGGER HITAM SKRIPSI. Oleh CHOIRUL USTADHA i PENGARUH PERBEDAAN BOBOT TELUR TERHADAP BOBOT TETAS DAN MORTALITAS AYAM KEDU JENGGER MERAH DAN JENGGER HITAM SKRIPSI Oleh CHOIRUL USTADHA PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G352090161 Mochamad Syaiful Rijal Hasan. Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Polymorphism of fecundities genes (BMPR1B and BMP15) on Kacang, Samosir

Lebih terperinci

KERAGAMAN FENOTIPIK MORFOMETRIK TUBUH DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU RAWA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA

KERAGAMAN FENOTIPIK MORFOMETRIK TUBUH DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU RAWA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA KERAGAMAN FENOTIPIK MORFOMETRIK TUBUH DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU RAWA DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI RIZKI KAMPAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG

KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG KARAKTERISTIK MORFOLOGI UKURAN TUBUH KERBAU MURRAH DAN KERBAU RAWA DI BPTU BABI DAN KERBAU SIBORONGBORONG SKRIPSI GERLI 070306038 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

Pendahuluan Meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pangan protein hewani meningkatkan permintaan daging ayam di

Pendahuluan Meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pangan protein hewani meningkatkan permintaan daging ayam di JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2017, VOL.17, NO. 1 Karakteristik Morfometrik Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam Generasi Pertama di Satker Ayam Maron-Temanggung (Morphometrical Caracteristics of Red Comb

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA

PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PENGKLASIFIKASIAN UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL-GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN ANALISIS FAKTOR SKRIPSI AJI SURYANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO

PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna

Lebih terperinci

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH KADARWATI D24102015 Skripsi ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAHE MERAH DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH AYAM KAMPUNG PERIODE PERTUMBUHAN (UMUR MINGGU) SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAHE MERAH DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH AYAM KAMPUNG PERIODE PERTUMBUHAN (UMUR MINGGU) SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG JAHE MERAH DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN UKURAN TUBUH AYAM KAMPUNG PERIODE PERTUMBUHAN (UMUR 16 22 MINGGU) SKRIPSI Oleh NUR FITRIANI FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Lebih terperinci

The Origin of Madura Cattle

The Origin of Madura Cattle The Origin of Madura Cattle Nama Pembimbing Tanggal Lulus Judul Thesis Nirmala Fitria Firdhausi G352080111 Achmad Farajallah RR Dyah Perwitasari 9 Agustus 2010 Asal-usul sapi Madura berdasarkan keragaman

Lebih terperinci

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60 BAB 1 PENDAHULUAN Di wilayah Indonesia, sejauh ini,ditemukan keturunan tiga bangsa besar ternak sapi potong yaitu bangsa sapi Ongole, bangsa sapi Bali dan bangsa sapi Madura serta peranakan beberapa bangsa

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA Nurgiartiningsih, V. M. A Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD)

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan 7 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Karakterisasi Sifat Kualitatif dan Sifat Kuantitatif Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam generasi pertama dilaksanakan pada bulan Maret 2016 - Oktober

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PENYAJIAN RANSUM YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMANS AYAM KAMPUNG SUPER SKRIPSI. Oleh NIANURAISAH

PENGARUH FREKUENSI PENYAJIAN RANSUM YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMANS AYAM KAMPUNG SUPER SKRIPSI. Oleh NIANURAISAH PENGARUH FREKUENSI PENYAJIAN RANSUM YANG BERBEDA TERHADAP PERFORMANS AYAM KAMPUNG SUPER SKRIPSI Oleh NIANURAISAH PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO

KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO KUALITAS KIMIA DAGING DADA AYAM BROILER YANG PAKANNYA DITAMBAHKAN CAMPURAN MINYAK IKAN KAYA ASAM LEMAK OMEGA-3 SKRIPSI DANNI HARJANTO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa

BAHAN DAN METODE. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan ialah : 1. Kambing Kacang di desa Paya Bakung, desa Hamparan Perak dan desa Klambir Lima Kampung, kecamatan Hamparan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI LIDIA FAFARITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

POLA PERTUMBUHAN DAN KORELASI UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL KOTA PADANG SUMATERA BARAT PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA

POLA PERTUMBUHAN DAN KORELASI UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL KOTA PADANG SUMATERA BARAT PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA SKRIPSI POLA PERTUMBUHAN DAN KORELASI UKURAN-UKURAN TUBUH DOMBA LOKAL KOTA PADANG SUMATERA BARAT PADA JENIS KELAMIN YANG BERBEDA Oleh : Wirdayanti 10981006613 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH (The Correlation between body measurements and body weight of Wonosobo Rams in Wonosobo

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I.PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

Gambar 1. Ayam Kampung Betina dan Ayam Kampung Jantan

Gambar 1. Ayam Kampung Betina dan Ayam Kampung Jantan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Penyebaran Ayam Kampung Ayam Kampung jenis ayam asli Indonesia. Ayam Kampung dikelompokkan ke dalam 31 galur ayam lokal (Nataamijaya, 2008). Ayam lokal dapat digolongkan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini

Lebih terperinci

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT HASNELLY Z. dan RAFIDA ARMAYANTI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung

Lebih terperinci

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 i ABSTRACT RINI WIDAYANTI. The Study of Genetic

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL Disertasi HARY SUHADA 1231212601 Pembimbing: Dr. Ir. Sarbaini Anwar, MSc Prof. Dr. Ir. Hj. Arnim,

Lebih terperinci

PERFORMANS ORGAN REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG PROTEIN SEL TUNGGAL SKRIPSI RESI PRAMONO

PERFORMANS ORGAN REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG PROTEIN SEL TUNGGAL SKRIPSI RESI PRAMONO PERFORMANS ORGAN REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG PROTEIN SEL TUNGGAL SKRIPSI RESI PRAMONO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS

PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana Peternakan di Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PERIODE BROODING DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP PRODUKSI KARKAS AYAM KEDU HITAM UMUR 10 MINGGU SKRIPSI. Oleh : BUDI WIHARDYANTO UTOMO

PENGARUH LAMA PERIODE BROODING DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP PRODUKSI KARKAS AYAM KEDU HITAM UMUR 10 MINGGU SKRIPSI. Oleh : BUDI WIHARDYANTO UTOMO PENGARUH LAMA PERIODE BROODING DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP PRODUKSI KARKAS AYAM KEDU HITAM UMUR 10 MINGGU SKRIPSI Oleh : BUDI WIHARDYANTO UTOMO S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA TESIS POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA NI LUH MADE IKA YULITA SARI HADIPRATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 TESIS POLIMORFISME

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT AKHIR, POTONGAN KARKAS DAN MASSA PROTEIN DAGING AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI.

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT AKHIR, POTONGAN KARKAS DAN MASSA PROTEIN DAGING AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI. PENGARUH PEMBERIAN PAKAN SUMBER PROTEIN BERBEDA TERHADAP BOBOT AKHIR, POTONGAN KARKAS DAN MASSA PROTEIN DAGING AYAM LOKAL PERSILANGAN SKRIPSI Oleh HENI PRATIWI PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN JARAK GENETIK AYAM MERAWANG (STUDI KASUS DI BPTU SAPI DWIGUNA DAN AYAM, SEMBAWA DAN PULAU BANGKA, SUMATERA SELATAN)

PENDUGAAN JARAK GENETIK AYAM MERAWANG (STUDI KASUS DI BPTU SAPI DWIGUNA DAN AYAM, SEMBAWA DAN PULAU BANGKA, SUMATERA SELATAN) PENDUGAAN JARAK GENETIK AYAM MERAWANG (STUDI KASUS DI BPTU SAPI DWIGUNA DAN AYAM, SEMBAWA DAN PULAU BANGKA, SUMATERA SELATAN) (Morphometric Evaluation of Merawang Chicken: a Case Study at BPTU Sapi Dwiguna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performance of Male and Female Talang Benih Duck Growth Reared Intensively Kususiyah dan Desia Kaharuddin Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN

PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Lebih terperinci

POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG SKRIPSI RIVA TAZKIA

POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG SKRIPSI RIVA TAZKIA POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG SKRIPSI RIVA TAZKIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09

ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09 ANALISIS POLA PITA ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium D.C) BERDASARKAN PRIMER OPC-07, OPD-03, OPD-20, OPM-20, OPN-09 SKRIPSI Oleh: ANN SINAGA 110301242/PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI

ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI ANALISIS PENGEMBANGAN STRATEGIC BUSINESS UNIT UNTUK MENINGKATKAN POTENSI INOVASI KESATUAN BISNIS MANDIRI INDUSTRI PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN RURIN WAHYU LISTRIANA PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FAUZAN LATIEF.

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI NURLAELA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NWUAELA. D24101054.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1

II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1 II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1 A. Keberadaan Ayam Kampung di Indonesia Ayam Kampung merupakan hasil domestikasi ayam Hutan Merah (red jungle fowl/gallus gallus) yang telah dipelihara oleh nenek moyang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Kuswardani (2012) Gambar 1. Ayam Ketawa Jantan (A), Ayam Pelung Jantan (B) Sumber: Candrawati (2007)

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber: Kuswardani (2012) Gambar 1. Ayam Ketawa Jantan (A), Ayam Pelung Jantan (B) Sumber: Candrawati (2007) TINJAUAN PUSTAKA Ayam Lokal Indonesia Ayam diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfium Vertebrata, kelas Aves, super order Carinatae, ordo Galliformes dan spesies Gallus gallus

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik ternak tinggi, namun sumber daya genetik tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN NIFI TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN

PENGARUH PERSILANGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) STRAIN GIFT DENGAN STRAIN NIFI TERHADAP NILAI HETEROSIS PANJANG, LEBAR, DAN BERAT BADAN ARTIKEL ILMIAH Oleh Ikalia Nurfitasari NIM 061810401008 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2012 ARTIKEL ILMIAH diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MORFOMETRIK UKURAN TUBUH AYAM KUB DAN SENTUL MELALUI PENDEKATAN ANALISIS DISKRIMINAN

PERBANDINGAN MORFOMETRIK UKURAN TUBUH AYAM KUB DAN SENTUL MELALUI PENDEKATAN ANALISIS DISKRIMINAN PERBANDINGAN MORFOMETRIK UKURAN TUBUH AYAM KUB DAN SENTUL MELALUI PENDEKATAN ANALISIS DISKRIMINAN (Comparative Morphometrics of Body Measurement of KUB and Sentul Chicken by Discriminant Analysis) Tike

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAGING DADA AYAM BROILER PADA BERBAGAI LAMA POSTMORTEM DI SUHU RUANG SKRIPSI

SIFAT FISIK DAGING DADA AYAM BROILER PADA BERBAGAI LAMA POSTMORTEM DI SUHU RUANG SKRIPSI SIFAT FISIK DAGING DADA AYAM BROILER PADA BERBAGAI LAMA POSTMORTEM DI SUHU RUANG SKRIPSI YUNITA ANGGRAENI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 RINGKASAN

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF PADA ITIK LOKAL (Anas platyrhyncos), ENTOK (Cairina moschata) DAN TIKTOK JANTAN SKRIPSI. Oleh M.

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF PADA ITIK LOKAL (Anas platyrhyncos), ENTOK (Cairina moschata) DAN TIKTOK JANTAN SKRIPSI. Oleh M. IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF PADA ITIK LOKAL (Anas platyrhyncos), ENTOK (Cairina moschata) DAN TIKTOK JANTAN SKRIPSI Oleh M. AZHAR NURUL HUDA FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (1): 23-28 ISSN : 0852-3681 E-ISSN : 2443-0765 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci