BAB II KAJIAN PUSTAKA. menarik di dalam suatu citra, dan dapat didefinisikan sebagai deduksi logis otomatis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. menarik di dalam suatu citra, dan dapat didefinisikan sebagai deduksi logis otomatis"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Visi Komputer Visi komputer dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengenalan objek yang menarik di dalam suatu citra, dan dapat didefinisikan sebagai deduksi logis otomatis terhadap properti objek tiga dimensi dari satu atau beberapa citra. Tugas-tugas seperti pengidentifikasian tanda tangan, pengidentifikasian tumor pada suatu citra regsonansi magnetik, pengenalan objek pada citra satelit, pengidenifikasian wajah, penempatan sumber daya mineral dari suatu citra, penghasilan gambaran tiga-dimensi dari potongan citra dua dimensi, dan pengenalan suatu kode ZIP, dianggap berada dalam ruang lingkup visi komputer. Manusia memiliki kemampuan untuk menguraikan tulisan tangan yang ceroboh, mengenal dan mengklasifikasikan citra, mengidentifikasikan citra yang terhalang sebagian pada lingkungan yang noisy, mengidentifikasikan objek dengan orientasi dan skala yang berbeda, serta kedalaman persepsi. Pengembangan sistem visi komputer untuk melaksanakan tugas-tugas seperti ini membutuhkan proses yang kompleks. Biasanya, untuk setiap aplikasi yang diberikan, keseluruhan tugas tidak dapat dilaksanakan pada sebuah tahapan tunggal. Oleh karena itu, sistem visi komputer seringkali dibagi ke dalam beberapa tahapan, dan setiap tahapan melaksanakan satu fungsi atau lebih. Sistem visi komputer tertentu terdiri dari tahapan-tahapan seperti perolehan citra, preprocessing, pengekstraksian fitur, penyimpanan objek secara asosiatif, pengaksesan suatu basis pengetahuan, dan pengenalan. 7

2 8 Visi komputer meliputi pengolahan citra dan pengenalan pola. Pengolahan citra berkaitan dengan manipulasi dan analisis gambar. Sub-area utama pada pengolahan citra, yaitu: a. Digitisasi dan kompresi b. Enhancement, restorasi, dan rekonstruksi c. Pencocokan d. Pendeskripsian dan pengenalan Digitisasi adalah proses pengkonversian gambar menjadi bentuk diskrit, dan kompresi mencakup coding efisien atau pendekatan gambar digital untuk menghemat tempat penyimpanan atau kapasitas channel. Teknik perbaikan dan restorasi berkaitan dengan peningkatan kualitas dari citra dengan kontras yang rendah, blur, ataupun noisy. Teknik pencocokan dan pendeskripsian berkaitan dengan perbandingan dan pelapisan gambar yang satu dengan gambar yang lainnya, pembagian gambar menjadi beberapa bagian, serta pengukuran hubungan antara bagian-bagian tersebut (Kulkarni, 2001, p1). Salah satu tantangan utama dalam merancang algoritma pengolahan citra adalah dalam memahami kriteria yang digunakan untuk menaksir hasil yang diharapkan. Hal ini termasuk pengukuran sensitivitas parameter, kekuatan algoritma, dan keakuratan hasil. Secara umum, evaluasi kinerja meliputi pengukuran beberapa kelakuan pokok dari suatu algoritma yang dapat mencapai keakuratan, kekuatan, atau ekstensibilitas. Hal ini memungkinkan penekanan karakteristik intrinsik dari suatu algoritma dan penaksiran keuntungan serta batasan-batasannya (Manohar et al, p1). Pengenalan pola berkaitan dengan identifikasi objek dari citra atau pola yang diamati. Pada pengenalan pola konvensional, sebuah vektor observasi dipetakan terlebih dahulu terhadap sebuah bidang fitur. Teknik pengenalan pola tertentu meliputi fungsi

3 9 diskriminan, serta metode parametrik dan nonparametrik statistik. Selama 30 tahun ini, banyak teknik digital yang telah dikembangkan untuk tugas-tugas pengolahan citra dan pengenalan pola, serta digunakan pada aplikasi-aplikasi seperti visi robot, pengenalan karakter, pengenalan pembicaraan, penginderaan jauh, pengintaian militer, pengidentifikasian tanda tangan, diagnosis citra medis, pendeteksian sumber daya mineral, dan survei geologi. Berbagai langkah di dalam sebuah sistem visi komputer dapat dilihat pada Gambar 2.1. Sistem terdiri dari enam tahap: perolehan citra, preprocessing, pengekstrasian fitur, penyimpanan asosiatif, basis pengetahuan,dan pengenalan. Tahaptahap ini pada dasarnya dibagi ke dalam tiga tingkatan pengolahan, yaitu tingkat rendah, menengah, dan tinggi. Langkah pertama adalah perolehan citra, yaitu langkah untuk memperoleh sebuah citra digital. Citra yang dimaksud adalah sebuah fungsi intensitas cahaya dua dimensi,, dimana dan adalah koordinat spasial dan nilai pada titik, sebanding dengan tingkat keterangan atau keabuan citra pada titik tersebut. Citra digital adalah citra, yang koordinat spasial dan keterangannya telah didigitisasikan. Citra digital dapat dianggap sebagai sebuah matriks dimana setiap baris dan kolom mengidentifikasikan sebuah titik pada citra, dan nilai elemen matriks tersebut merepresentasikan tingkat keabuan pada titik tersebut. Elemen pada array digital disebut elemen gambar atau piksel. Tahap perolehan citra adalah mengenai pengambilan citra oleh suatu sensor. Sensor yang dimaksud dapat berupa sebuah kamera atau sebuah scanner. Sifat sensor dan citra yang dihasilkan ditentukan oleh aplikasinya. Setelah sebuah citra digital didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah preprocessing, yang sebanding dengan pengolahan visi awal atau pengolahan tingkat rendah. Terdapat beberapa teknik preprocessing, di antaranya adalah manipulasi skala

4 10 keabuan, penapisan noise, isolasi daerah, perbaikan geometris, restorasi, rekonstruksi, dan segmentasi. Teknik perbaikan citra dapat diklasifikasikan ke dalam dua metode, yaitu domain spasial dan domain frekuensi. Metode domain spasial didasarkan pada manipulasi langsung terhadap nilai keabuan pada piksel di dalam suatu citra. Metode domain frekuensi didasarkan pada modifikasi transformasi Fourier pada suatu citra. Pada teknik manipulasi skala keabuan, perbaikan pada setiap titik di dalam citra mungkin hanya bergantung pada nilai keabuan titik tersebut, atau mungkin bergantung pada nilai keabuan titik tersebut dan sekitarnya. Kategori ini termasuk dalam pemrosesan titik. Pendekatan dimana perbaikan pada setiap piksel bergantung pada nilai keabuan piksel tersebut dan piksel-piksel di sekitarnya menggunakan penutup (masks) atau jendela (windows) yang mendefinisikan piksel sekitarnya. Terdapat banyak implementasi piranti keras dan piranti lunak untuk mengimplementasikan teknik perbaikan tersebut. Sistem penglihatan manusia membutuhkan variabilitas dalam pencahayaan. Tahap preprocessing pada suatu sistem pengenalan mesin mungkin berkaitan dengan persepsi keterangan seperti permasalahan restorasi dan rekonstruksi citra. Sistem perolehan citra pada prakteknya tidaklah sempurna. Sistem ini memiliki resolusi terbatas. Metode restorasi citra berkaitan dengan penafsiran citra asli dari citra yang telah rusak. Teknik restorasi memperbaiki kerusakan sistem yang mungkin telah dialami oleh suatu citra. Tingkat pengolahan selanjutnya adalah tingkat menengah. Pengolahan pada tingkat ini berusaha untuk membangun sebuah koalisi bukti (tokens) yang didapatkan pada pengolahan tingkat rendah dan untuk mengekstraksi entitas-entitas yang penting. Salah satu teknik pengolahan tingkat menengah yang terkenal adalah pengekstraksian fitur, yang terdiri dari pemetaan sebuah vektor observasi ke dalam bidang fitur. Tujuan

5 11 utama dari pengekstraksian fitur adalah untuk mengurangi data dengan mengukur fiturfitur tertentu yang membedakan pola inputan. Untuk mengekstraksi fitur, dapat dilakukan dengan memilih sebuah subset dari vektor input yang diamati, atau dapat dilakukan dengan mentransformasikan vektor observasi inputan menjadi sebuah vektor fitur menggunakan beberapa fungsi dasar ortogonal. Pada beberapa aplikasi, vektor observasi didapatkan dengan melakukan sampling terhadap citra inputan yang merepresentasikan data yang terkorelasi dengan baik. Untuk pengurangan dimensi saat menyimpan suatu informasi, vektor observasi dipetakan ke dalam sebuah domain bidang fitur. Data di dalam domain yang telah ditransformasikan kemudian dapat disusun berdasarkan derajat kepentingan dari isi dan kualitas pola yang diperoleh. Dalam 30 tahun ini, banyak sekali teknik yang telah dikembangkan untuk mengekstraksi fitur, di antaranya: transformasi Fourier, invarian waktu (moment invariant), distribusi Wigner, transformasi Hough, polinomial ortogonal, fungsi Gabor, dan lain-lain. Masalah pengenalan objek invarian seringkali dilakukan pada tahap pengekstraksian fitur, karena untuk mengingat perbedaan skala, translasi, dan rotasi pada suatu citra, sistem pengenalan harus dilatih menggunakan contoh-contoh latihan dengan jumlah yang besar. Untuk mendapatkan fitur invarian, properti dari transformasi Fourier sering digunakan. Sistem penglihatan manusia juga sensitif terhadap variasi tekstural pada permukaan objek. Fitur tekstur sering digunakan untuk mengenali objek. Secara umum, tekstur dikenal sebagai dasar persepsi. Terdapat banyak metode statistik dan struktural seperti model jaringan syaraf untuk menganalisis fitur. Metode statistik untuk menganalisis fitur didasarkan pada hubungan antara nilai keabuan piksel-piksel di dalam suatu citra. Tahap pengekstraksian fitur juga berkaitan dengan pengekstraksian fitur tekstur.

6 12 Tiga tahap terakhir tahap asosiatif, basis pengetahuan, dan pengenalan termasuk ke dalam pengolahan tingkat tinggi. Ingatan manusia seringkali dapat mengingat informasi lengkap dari informasi parsial atau petunjuk-petunjuk yang halus. Penyimpanan asosiatif adalah suatu penyimpanan di mana alamat setiap data didasarkan pada isi data tersebut (content-addressable). Kemampuan untuk mendapatkan suatu representasi internal atau untuk menyimpulkan sebuah representasi yang kompleks dari suatu bagian membentuk dasar penyimpanan asosiatif. Fungsi dasar penyimpanan asosiatif adalah untuk menyimpan pasangan pola asosiatif melalui sebuah proses pengorganisasian sendiri (self-orginizing) dan untuk memproduksi sebuah pola tanggapan yang sesuai pada presentasi pola stimulus yang sama. Penyimpanan asosiatif juga berguna untuk pengenalan objek invarian. Tahap pengenalan berkaitan dengan proses pengklasifikasian. Tahap ini memberikan sebuah label kepada sebuah objek berdasarkan informasi yang disediakan oleh deskriptornya. Teknik klasifikasi konvensional dikelompokkan ke dalam dua teknik: supervised dan unsupervised. Pada cara supervised, classifiers belajar dengan bantuan training sets. Sedangkan pada cara unsupervised, classifier belajar tanpa bantuan training sets. Metode statistik dan classifiers jaringan saraf berhasil digunakan di dalam beberapa masalah pengenalan. Namun, dalam prakteknya, terdapat beberapa masalah, dimana metode statistik tidak sesuai dan metode deskriptif lebih sesuai. Metode deskriptif seringkali didasarkan pada peraturan klasifikasi yang memetakan vektor fitur input ke dalam kategori output. Peraturan klasifikasi dalam hal ini dapat disimpan di dalam basis pengetahuan. Interaksi antara basis pengetahuan dan modul lain di dalam sebuah sistem pengenalan dapat dilihat pada Gambar 2.1. Basis pengetahuan berinteraksi tidak hanya dengan tahap pengektraksian fitur dan pengenalan, tetapi juga

7 13 dengan penyimpanan asosiatif. Seringkali pengetahuan dasar mengenai sebuah objek juga dapat dimasukkan (encoded) ke dalam basis pengetahuan. Basis pengetahuan mungkin saja sesederhana daerah terperinci dari suatu citra, dimana informasi yang menarik diketahui keberadaannya, sehingga membatasi pencarian yang harus dilakukan untuk mencari informasi tersebut. Basis pengetahuan juga bisa kompleks. Rancangan suatu sistem pengenalan mesin perlu mencakup semua tahap pengolahan sebelumnya. Basis pengetahuan Input Perolehan citra Preprocessing Pengekstraksian fitur Pengenalan Output Penyimpanan asosiatif Gambar 2.1 Sistem visi komputer Visi komputer dapat dideskripsikan sebagai suatu deduksi otomatis terhadap struktur atau properti tiga dimensi dari satu atau beberapa citra dua dimensi dan pengenalan objek dengan bantuan dari properti-properti tersebut. Citra yang dimaksud dapat bersifat monokrom ataupun berwarna, dan dapat diambil dari satu atau beberapa kamera. Properti struktural yang akan dideduksi tidak hanya berupa properti geometris, tetapi juga properti material. Properti geometris meliputi bentuk, ukuran, dan lokasi objek, sedangkan properti material meliputi keterangan atau kegelapan suatu permukaan, warnanya, dan teksturnya. Tujuan dari suatu sistem visi komputer adalah untuk menyimpulkan keadaan fisik dari citra yang noisy ataupun berambigu. Visi komputer sulit direalisasikan karena formasi citra adalah suatu pemetaan many-to-one. Berbagai

8 14 objek dengan properti geometris dan material yang berbeda dapat memiliki citra yang identik. Sistem visi komputer kompleks dan seringkali diimplementasikan dengan beberapa modul. Pendekatan modular mempermudah pengontrolan dan pengawasan kinerja sistem. Berbagai tahapan atau modul dari suatu sistem visi dapat diimplementasikan menggunakan metode statistik konvensional, jaringan saraf, teknik logika fuzzy, dan algoritma genetika. Biasanya jumlah tahapan dalam suatu sistem visi dan kompleksitasnya bergantung pada sistem aplikasi yang sedang dirancang. Aplikasi visi komputer meliputi otomatisasi pada jalur perakitan, penginderaan jauh, robotika, komunikasi komputer dan manusia, alat bantu untuk tunanetra, dan lain-lain. Input Perolehan citra Preprocessing Pengekstraksian fitur Pengenalan Output Pengolahan awal Pengolahan tingkat tinggi Gambar 2.2 Sistem visi komputer Salah satu pendekatan yang mengimplementasikan sistem visi komputer adalah dengan mengemulasi sistem penglihatan manusia. Permasalahan dengan pendekatan ini adalah bahwa sistem penglihatan manusia sangat kompleks dan tidak dimengerti dengan baik. Sistem penglihatan manusia yang melampaui mata manusia terpotong-potong dan spekulatif. Oleh karena itu, pada saat ini, tidak mungkin dapat mengemulasi sistem penglihatan manusia secara persis. Namun, studi mengenai sistem biologis memberikan petunjuk-petunjuk untuk mengembangkan sistem visi komputer. Visi komputer berkaitan dengan masalah pengolahan tingkat rendah dan tingkat tinggi, seperti maslaah kognitif. Tahapan pada sistem visi komputer ditunjukkan pada Gambar 2.2. Pengolahan

9 15 awal atau pengolahan tingkat rendah berkaitan dengan pengolahan pada retina, sedangkan pengolahan tingkat tinggi berkaitan dengan pemakaian kognitif dari pengetahuan (Kulkarni, 2001, pp8-11). Visi komputer adalah transformasi data dari sebuah citra atau video menjadi sebuah keputusan atau representasi baru. Semua transformasi dilakukan dengan menetapkan beberapa tujuan tertentu. Data input mungkin berupa informasi kontekstual seperti kamera dipasang di dalam sebuah mobil atau laser range finder mengindikasi adanya suatu objek dalam jarak 1 meter. Keputusan yang didapatkan mungkin berupa terdapat seseorang pada layar ini atau ada 14 sel tumor pada bagian ini. Representasi baru dapat diartikan sebagai pengubahan sebuah citra berwarna menjadi sebuah citra keabuan atau penghilangan gerakan kamera dari sederetan citra (Bradski dan Kaehler, 2008, p2). 2.2 Sistem Penglihatan Manusia Sistem penglihatan manusia kompleks dan meliputi pengolahan pada mata dan pengenalan pada otak. Sistem visi komputer dirancang untuk menjalankan tugas-tugas spesifik dan sistem ini harus sama dengan sistem penglihatan biologis. Sistem penglihatan biologis menarik para ahli, sebagaimana studi terhadap sistem tersebut berguna dalam merancang sistem visi komputer. Pada dasarnya, sebuah sistem visi komputer berkaitan dengan deduksi permukaan dan properti objek tiga dimensi dari citra dua dimensi. Sistem ini meliputi pendeteksian pinggiran (edge), segmentasi, dan pengekstrasian fitur menggunakan tekstur, bayangan, stereo, gerakan, dan pengenalan. Sebuah sistem visi komputer, seperti sistem perekayasaan lainnnya, memiliki dua komponen piranti keras dan piranti lunak

10 16 dan terdiri dari tahapan seperti perolehan citra, preprocessing, pengekstraksian fitur, penyimpanan objek secara asosiatif, pengaksesan basis pengetahuan, dan pengenalan. Komponen piranti lunak dari sistem visi berkaitan dengan algoritma dan implementasi tahapan-tahapan tersebut. Berbagai metode seperti metode statistik konvensional, jaringan syaraf, teknik logika fuzzy, algoritma genetika, atau teknik syaraf fuzzy, dapat digunakan untuk mengimplementasikan berbagai tahap pada sistem visi komputer. Komponen piranti keras dari sistem visi komputer berkaitan dengan peralatan pencitraan seperti digitizers, scanners, kamera, dan peralatan display, serta perekam film, alat penyimpanan, dan sebuah komputer. Untuk mengolah citra pada komputer digital, citra tersebut harus didigitisasikan terlebih dahulu. Citra digital biasanya didapatkan dari kamera digital (Kulkarni, 2001, pp28-29). 2.3 Persepsi Persepsi memiliki subjek yang sangat luas dan kompleks. Para peneliti beragumentasi bahwa melihat hanyalah suatu aksi mekanis. Sistem penglihatan manusia sensitif terhadap stimulus seperti titik, garis, bentuk, warna, arah, tekstur, skala, dan gerakan. Stimulus ini hanya merepresentasikan karakteristik fisik dan tidak dapat mendefinisikan apa yang dipersepsikan oleh otak. Kanizsa (1979) berpendapat bahwa persepsi penglihatan bukanlah bagian integral dari apa yang disebut dengan kecerdasan. Beliau mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses, yang dimulai dengan input panca indera dan menuju ke dunia fenomenal yang koheren dan signifikan, dimana seseorang dapat berkelakuan dengan aman dan sesuai. Istilah persepsi mencegah pemisahan perbedaan antara penglihatan dengan pemikiran. Dalam persepsi, sulit untuk memutuskan titik dimana aspek panca indera berakhir dan proses kejiwaan dimulai.

11 17 Sebuah pemikiran mungkin digunakan untuk melaksanakan proses-proses seperti pengkategorisasian, pemahaman hubungan, dan pertimbangan oleh induksi dan deduksi. Sistem penglihatan manusia mengalami banyak ketidaksesuaian dalam pembuatan kesimpulan. Pada pengolahan informasi visual, otak manusia melampaui informasi yang diberikan. Ada dua cara untuk melakukannya, yaitu membuat sebuah identifikasi dan membuat sebuah kesimpulan. Tujuan dari visi komputer adalah untuk menyimpulkan keadaan dunia fisik dari citra dunia yang noisy dan berambigu. Peneliti visi komputer tidak mengemulasi penglihatan manusia dengan mudah, karena apa yang diketahui mengenai sistem penglihatan manusia melampaui mata adalah sangat spekulatif. Sebagai tambahan, kekeliruan penglihatan manusia didemonstrasikan secara luas oleh adanya ilusi, ketidakkonsistenan, dan ambiguitas. Sistem visi komputer juga dapat dipekerjakan atau dirancang untuk melaksanakan tugas-tugas yang melampaui penglihatan manusia. Dondis (1973) membagi tiga tingkatan mengenai otak manusia dalam memahami informasi visual, yaitu representasional, abstrak, dan simbolis. Tingkat representasional berkaitan dengan laporan langsung. Mata melaporkan sebuah laporan visual mengenai apa yang ada di depannya. Tingkat ini berkaitan dengan karakteristik fisik dari objek, seperti bentuk, warna, tekstur, keterangan, skala, dan lain-lain. Abstraksi berkaitan dengan pereduksian dari semua yang dilihat menjadi elemen visual dasar dan memutuskan pemahaman dari pesan visual. Abstraksi menyampaikan arti pokok dari pengalaman substansi yang dialami panca indera secara langsung kepada susunan syaraf. Tingkat tertinggi pengolahan informasi visual di dalam sistem penglihatan manusia adalah tingkat simbolis. Simbol adalah semua hal, mulai dari sebuah gambar sederhana, hingga sebuah sistem yang sangat kompleks dari arti yang dilampirkan,

12 18 seperti bahasa atau angka. Dewasa ini, hanya sedikit yang mengetahui tentang tigkat abstrak dan simbolis. Singkat kata, dapat dikatakan bahwa representasi adalah apa yang kita lihat dan kita kenal dari lingkungan, abstraksi adalah reduksi dari kejadian visual menjadi elemen dasar dari komponen visual, dan simbolisme adalah dunia dari sistem coded yang diciptakan sewenang-wenang oleh otak. Marr (1982) menyatakan bahwa retina dan lapisan visual ada untuk mewujudkan sebuah variasi dari modul-modul yang memanfaatkan isyarat sperti tekstur, warna, gerakan, bayangan, dan aspek stereoskopis dari layar. Ada beberapa modul yang berbeda, seperti modul bayangan, modul tekstur, modul warna, dan lain-lain. Modulmodul ini terlihat beroperasi hampir secara terpisah antara satu dengan lainnya. Hasilnya hanya terintegrasi pada akhir persepsi visual. Hal menarik ke dua yang ditemukan oleh Marr adalah cara modul-modul menyelesaikan ambiguitas dua dimensi dari sebuah citra dengan membuat asumsi pasti mengenai kenyataan fisik. Sebagai contoh, beberapa asumsi yang dipakai dalam persepsi adalah bahwa ukuran suatu objek di dalam citra digunakan untuk menafsir jarak objek tersebut dari pengamat, semakin jauh suatu objek, semakin kecil citranya, dan bentuk dari suatu objek berubah karena perspektif pengamat yang berubah (Kulkarni, 2001, pp38-39). 2.4 Peralatan Input-Output Sebuah diagram skematis dari sistem visi komputer ditunjukkan pada gambar 2.3. Kamera pada sebuah sistem visi komputer memiliki peran yang sama dengan mata pada sistem penglihatan manusia. Secara umum, kamera menghasilkan citra-citra optik pada sebuah film. Tanggapan film terhadap energi cahaya yang ada tidak semuanya linear. Resolusi suatu film umum adalah 40 garis/mm, yang berarti bahwa sebuah citra

13 x 1400 mungkin didigitisasikan dari sebuah film dengan slide 35 mm. Digitizers dapat diklasifikasikan secara luas ke dalam dua bentuk: digitizer mekanik dan flying spot scanner. Pada digitizer mekanik, film dan sebuah rakitan penginderaan ditransportasikan secara mekanis melewati satu sama lainnya sementara rekaman dibuat. Di sini, sebuah film disusun di atas sebuah drum, yang berputar dengan kecepatan yang konstan, dan sinar laser men-scan film tersebut. Sinar cahaya dimodulasi sesuai dengan nada (tone) citra. Sinyal analog kemudian didigitisasikan untuk menghasilkan citra digital. Pada flying spot scanner, sebuah layar difokuskan pada permukaan fotosensitif, yang di-scan oleh berkas elektron. Kamera televisi adalah peralatan yang menarik untuk aplikasi visi komputer. Sama seperti cara retina menerima citra, citra terbalik dari suatu objek dipetakan ke permukaan fotosensitif pada kamera. Citra pada permukaan fotosensitif lalu ditransformasikan ke dalam citra digital, yang kemudian diproses lebih lanjut. Objek Sistem pencitraan Sampling dan kuantisasi Pemrosesan komputer Display Gambar 2.3 Diagram skematis dari sistem visi komputer Peralatan lain yang digunakan dalam formasi citra terdiri dari fotosensor solidstate yang dikenal sebagai charge-coupled devices (CCDs). CCDs menyerupai MOSFET (metal-oxide semiconductor field-effect transistor) dan dapat dianggap sebagai sebuah array monolitis dari kapasitor MOS dengan jarak yang sangat dekat yang membentuk sebuah shift register (Kulkarni, 2001, p40).

14 Sampling dan Kuantisasi Sebuah citra dapat direpresentasikan oleh sebuah fungsi kontinu,, dimana, adalah sebuah nilai keabuan pada titik,. Agar dapat mengolah citra pada komputer digital, citra tersebut harus didigitisasikan terlebih dahulu. Proses digitisasi meliputi sampling dan kuantisasi. Suatu citra perlu di-sample pada titik array diskrit. Sampling meliputi dua pilihan, yaitu tessellation, atau pelapisan bidang dengan pola spasial dari titik sampling, dan interval sampling. Berbagai tessellations telah dipelajari, seperti segi empat, segi tiga, dan segi enam. Tessellation segi empat adalah yang paling umum. Interval sampling ditentukan dengan menggunakan teorema sampling. Teorema sampling menyatakan bahwa terdapat kemungkinan untuk merekonstruksi fungsi dari sample diskritnya apabila tingkat sampling minimal sama dengan atau lebih besar dari dua kali frekuensi sinyal tertinggi. Teorema sampling dapat ditingkatkan menjadi fungsi dua dimensi. Tahapan setelah sampling adalah kuantisasi. Pertanyaan yang timbul pada tahap ini misalnya berapa banyak tingkat diskrit yang harus dipilih untuk merepresentasikan suatu nilai keabuan. Semakin tinggi jumlah tingkat diskrit, semakin baik representasinya. Namun, jumlah bit yang dibutuhkan untuk merepresentasikan suatu citra meningkat berdasarkan jumlah tingkat diskrit. Biasanya, citra dikuantisasi pada tingkat diskrit 256 sehingga setiap piksel dapat direpresentasikan dengan 1 byte. Dengan tingkat diskrit 256, 0 merepresentasikan warna hitam, 255 merepresentasikan warna putih, dan nilai-nilai di antaranya merepresentasikan warna abu-abu. Tingkat sampling sangat penting bagi citra dengan detil-detil yang kecil. Pada citra yang sedikit bervariasi, penting untuk memiliki kuantisasi yang baik, tetapi

15 sampling boleh kasar. Sedangkan layar dengan detil yang banyak butuh sampling yang baik, namun kuantisasi boleh kasar (Kulkarni, 2001, p45) Teknik Preprocessing Teknik preprocessing berkaitan dengan pengolahan awal dan meliputi teknikteknik seperti koreksi geometris dan radiometris, perbaikan, kompresi data, penapisan, pendeteksian tepi, perhitungan orientasi permukaan, dan lain-lain. Tidak ada sistem pencitraan yang sempurna di dalam prakteknya, dan citra selalu mengalami degradasi atau blur. Pada perbaikan citra, dilakukan manipulasi terhadap citra untuk meningkatkan kualitas citra tersebut. Pada dasarnya, teknik perbaikan adalah prosedur heuristik. Teknik-teknik perbaikan yang sering digunakan adalah stretching, ekualisasi histogram, penghilangan noise, penapisan, dan perbaikan tepi. Pada kebanyakan masalah praktis, nilai keabuan pada citra jatuh di antara rentang yang sempit, dan oleh karena itu, kebanyakan citra praktis tidak menunjukkan kontras yang baik. Pada stretching kontras, setiap piksel dalam citra input diberikan sebuah nilai keabuan baru. Nilai keabuan pada citra yang telah ditransformasikan menyebar ke seluruh rentang keabuan dari 0 (hitam) hingga 255 (putih). Tujuan dari perestorasian citra adalah untuk meningkatkan kualitas citra tersebut. Restorasi adalah suatu proses yang berusaha untuk memperbaiki atau merekonstruksi citra asli dari sebuah citra yang diamati atau terdegradasi dengan menggunakan beberapa pengetahuan pokok mengenai fenomena degradasi. Pada restorasi, sebuah sistem pencitraan dibuat dan proses inverse diaplikasikan untuk memperbaiki citra aslinya (Kulkarni, 2001, p47).

16 Pengekstraksian Fitur dan Pengenalan Kemampuan untuk mengenali pola adalah dasar visi komputer. Istilah pola di sini adalah sebuah deskripsi struktural dan kuantitatif dari suatu objek. Secara umum, satu atau beberapa deskriptor membentuk pola. Bidang pola berkorespondensi dengan sebuah pengukuran atau sebuah bidang observasi. Vektor pola terkadang dirujuk sebagai vektor observasi. Vektor pola seringkali berisi informasi yang berlebih-lebihan. Oleh karena itu, vektor pola dipetakan ke sebuah vektor fitur. Sistem pengenalan pola biasanya mempertimbangkan akan dipetakan terlebih dahulu ke vektor fitur manakah sebuah bidang fitur. Vektor fitur digunakan untuk memutuskan termasuk kelas manakah suatu sample input. Tujuan dari pengekstraksian fitur adalah untuk mengurangi data dengan memperoleh fitur atau properti pasti yang membedakan pola input. Salah satu pendekatan yang terkenal untuk merepresentasikan batasan-batasan adalah tanda tangan. Salah satu cara sederhana untuk menghasilkan tanda tangan adalah dengan memetakan jarak dari pusat ke batasan sebagai suatu fungsi dari suatu sudut. Pemetaan ini mengurangi representasi batasan menjadi sebuah fungsi satu dimensi yang dapat didigitisasikan menjadi sebuah vektor. Deskriptor seperti kode rantai (chain code) dan rasio area dengan keliling digunakan untuk mengkarakterisasi bentuk. Scanner digunakan untuk mendapatkan citra. Salah satu scanner yang digunakan dalam penginderaan jauh adalah thematic mapper (TM). Jenis scanner ini memperoleh citra dalam tujuh pita spektrum yang berkorespondensi dengan rentang spektrum dari infrared ke ultraviolet. Citra spektrum penginderaan jauh digunakan pada berbagai aplikasi, di antaranya adalah pertanian, kehutanan, sumber daya mineral, hidrologi, geografi, perpetaan, meteorologi, dan pengintaian militer (Kulkarni, 2001, p54).

17 Deteksi Wajah Citra berisi wajah manusia adalah pusat dari interaksi antara manusia dengan komputer. Banyak penelitian yang telah dilakukan menggunakan citra wajah, termasuk pengenalan wajah, penjejakan wajah, perkiraan pose, pengenalan ekspresi, dan pengenalan gestur. Kebanyakan metode-metode mengenai topik ini mengasumsikan wajah manusia di dalam sebuah citra atau sederetan citra telah diidentifikasi dan dilokalisasikan. Untuk membangun sistem otomatis yang mengekstraksi informasi dari citra berisi wajah manusia, penting untuk mengembangkan algoritma yang kuat dan efisien untuk mendeteksi wajah manusia. Diberikan sebuah citra tunggal atau sederetan citra, tujuan dari pendeteksian wajah adalah untuk mengidentifikasi dan melokasikan semua wajah manusia tanpa memperhatikan posisi, skala, orientasi, pose, dan kondisi pencahayaannya. Hal ini merupakan masalah yang menantang karena wajah manusia merupakan objek yang tidak kaku dengan tingkat variabilitas yang tinggi dalam hal ukuran, bentuk, warna, dan tekstur (Yang, 2000, p3). Pendeteksian wajah pada citra merupakan suatu langkah penting menuju interaksi manusia dan komputer berbasis visi yang cerdas. Pendeteksian wajah ini merupakan langkah awal dalam berbagai penelitian di bidang pengolahan wajah, termasuk pengenalan wajah, perkiraan pose, dan pengenalan ekspresi. Berbagai teknik telah diusulkan untuk mendeteksi wajah di dalam citra maupun video (Manohar et al, p4). Tugas pendeteksian wajah semakin banyak dibutuhkan pada dunia modern. Hal ini dikarenakan perkembangan sistem keamanan sebagai jawaban untuk melawan terorisme. Sebagai tambahan, algoritma ini telah banyak digunakan dalam antarmuka

18 24 pengguna interaktif, industri periklanan, layanan hiburan, coding video, dan lain-lain (Degtyarev dan Seredin, p1). Pendeteksian wajah merupakan suatu tugas yang penting dalam visi komputer. Pendeteksian wajah biasanya dijalankan sebagai langkah preprocessing untuk analisis wajah yang lebih jauh, terutama untuk pengenalan. Kesulitan intrinsik dalam pendeteksian wajah adalah kenyataan bahwa adanya wajah merupakan kejadian langka di dalam citra, dan juga classifier yang sangat baik mungkin menghasilkan hasil palsu dalam jumlah yang sangat besar dikarenakan banyaknya pengujian yang harus dilakukan pada citra berdimensi standar (Destrero, 2006, p5). Pendeteksian wajah adalah mengenai pencarian ada atau tidaknya wajah di dalam suatu citra (biasanya dalam skala keabuan), dan jika ada, maka akan dikembalikan lokasi dan isi setiap wajah pada citra tersebut. Hal ini adalah langkah pertama di dalam sistemsistem otomatis yang menganalisa informasi yang terdapat di dalam wajah (seperti identitas, jenis kelamin, ekspresi, umur, ras, dan pose). Jika beberapa sistem terdahulu bekerja menggunakan wajah-wajah frontal, saat ini telah banyak dikembangkan sistem yang mampu mendeteksi wajah yang dirotasikan secara in-plane ataupun out-of-plane dengan baik. Kemajuan teknologi computing telah memudahkan pengembangan modul visi real-time yang berinteraksi dengan manusia dalam beberapa tahun terakhir ini. Ada banyak contoh, terutama dalam bidang biometrik dan interaksi manusia dengan komputer sebagaimana informasi yang ada di dalam suatu wajah perlu dianalisis agar sistem dapat bertindak dengan sesuai. Untuk sistem-sistem biometrik yang menggunakan wajah sebagai modul input non-intrusif, penting sekali untuk melokasikan wajah pada layar sebelum algoritma pengenalan dapat diaplikasikan. Suatu antarmuka

19 25 pengguna berbasis visi yang cerdas harus dapat memberitahukan fokus perhatian pada penggunanya agar dapat ditanggapi dengan sesuai. Agar aplikasi seperti kosmetik digital dapat mendeteksi fitur wajah dengan akurat, wajah perlu dilokasikan dan diregister terlebih dahulu untuk mempermudah pengolahan lebih lanjut. Telah terbukti bahwa pendeteksian wajah memiliki peran yang penting dan kritis dalam keberhasilan suatu sistem pengolahan wajah. Masalah pendeteksian wajah merupakan masalah yang menantang, karena perlu mencatat setiap variasi penampilan yang mungkin, yang disebabkan oleh perubahan pencahayaan, fitur wajah, penghalang, dan lain-lain. Sebagai tambahan, suatu sistem pendeteksian wajah harus dapat mendeteksi wajah yang muncul dengan rotasi in-plane, skala, dan pose yang berbeda-beda. Meskipun demikian, kemajuan luar biasa telah dibuat selama dekade terakhir ini dan telah ada banyak sistem yang menunjukkan kinerja real-time yang menakjubkan. Kemajuan algoritma ini juga telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam mendeteksi objek-objek lain seperti manusia/pejalan kaki, dan mobil (Yang, p1). Pendeteksian wajah adalah suatu metode untuk mencari semua wajah yang mungkin pada lokasi yang berbeda-beda dan dengan ukuran yang berbeda pula di dalam suatu citra. Pendeteksian wajah memiliki banyak aplikasi visi komputer. Pendeteksian wajah meliputi banyak tantangan penelitian, seperti skala, rotasi, pose, dan variasi pencahayaan. Teknik yang digunakan untuk pendeteksian wajah telah diteliti selama bertahun-tahun dan banyak kemajuan yang diusulkan dalam literatur. Kebanyakan metode pendeteksian wajah mendeteksi wajah frontal dengan kondisi pencahayaan yang baik. Menurut Yang G. Dan Huang T.S. (1997), metode-metode ini dapat

20 26 dikategorisasikan ke dalam empat jenis, yaitu: knowledge-based, appearance-based, feature invariant, dan template matching. Metode knowledge-based menggunakan aturan human-coded untuk menggambarkan fitur wajah, seperti dua mata yang simetris, satu hidung di tengah, dan satu mulut di bawah hidung. Metode feature invariant mencoba mencari fitur wajah yang invarian terhadap pose, kondisi pencahayaan, atau rotasi. Warna kulit, edges, dan bentuk, termasuk ke dalam kategori ini. Metode template matching mengkalkulasi korelasi antara suatu citra pengujian dan templates wajah yang telah dipilih sebelumnya. Kategori terakhir, appearance-based, mengadopsi teknik pembelajaran mesin untuk mengekstraksi fitur diskriminatif dari set latih yang telah diberi label sebelumnya. Metode eigenfaces, support vector machines, jaringan syaraf, statistical classifiers, dan pendeteksian wajah Viola Jones berbasis AdaBoost termasuk dalam kelas ini. Metode appearance-based memperoleh hasil yang sangat baik dalam hal keakuratan dan kecepatan (Anila dan Devarajan, 2010, p54). Secara dasar (Rasolzadeh, 2008), ada empat pendekatan berbeda dalam permasalahan deteksi wajah, yaitu: 1. Metode berbasis pengetahuan: Aturan didapatkan berdasarkan pengetahuan manusia mengenai fitur terdefinisi dari wajah sesorang manusia. Mayoritas dari aturan-aturan ini membahas tentang hubungan antar fitur. 2. Metode invarian fitur: algoritma dirancang untuk mencari fitur struktural dari wajah yang invarian terhadap masalah umum mengenai pose, halangan, ekspresi, kondisi citra, dan pengrotasian. 3. Metode pencocokan template: dengan suatu set sample yang diberikan, sebuah set pola wajah standar yang serupa dapat dihasilkan. Hubungan antara citra sample dan

21 27 set pola yang telah didefinisikan dapat dihitung dan digunakan untuk menarik kesimpulan. 4. Metode berbasis penampilan: mirip dengan metode pencocokan template. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keakuratan yang lebih tinggi dengan variasi yang lebih besar pada data latih. 2.9 Pendeteksian Objek Viola Jones Kerangka kerja pendeteksian objek Viola Jones adalah kerangka kerja pendeteksian objek pertama yang memberikan tingkat pendeteksian objek secara realtime. Kerangka kerja ini diusulkan pada tahun 2001 oleh Paul Viola dan Michael Jones dalam makalah mereka yang berjudul Robust Real-Time Object Detection. Makalah tersebut mendeskripsikan sebuah kerangka kerja pendeteksian objek visual, yang mampu mengolah citra dengan sangat cepat dan memberikan tingkat pendeteksian yang tinggi. Terdapat tiga kontribusi utama dalam kerangka kerja pendeteksian objek Viola Jones (Kumar et al, 2010, p889). Kontribusi pertama adalah suatu representasi citra baru yang disebut dengan citra integral. Citra integral memungkinkan evaluasi fitur yang sangat cepat. Seperti Papageorgiou et al., Viola Jones menggunakan suatu kumpulan fitur yang mirip dengan fungsi Haar Basis. Agar dapat menghitung fitur-fitur tersebut dengan cepat pada berbagai skala, Viola Jones memperkenalkan suatu representasi citra integral. Citra integral dapat dihitung menggunakan sedikit operasi per piksel. Setelah citra integral dihitung, maka fitur Haar-like juga dapat dihitung pada berbagai skala dan tempat dalam waktu yang konstan.

22 28 Kontribusi ke dua dalam Viola Jones adalah metode untuk membangun suatu classifier dengan memilih sedikit fitur penting menggunakan algoritma AdaBoost. Di dalam setiap citra sub-window, jumlah total fitur Haar-like sangat banyak, jauh lebih besar dari pada jumlah piksel. Agar klasifikasi dapat berjalan dengan cepat, proses pembelajaran harus menyisihkan sejumlah besar fitur yang ada, dan fokus pada sejumlah kecil fitur-fitur penting. Penyeleksian fitur pada metode Viola Jones didapatkan dari modifikasi sederhana terhadap AdaBoost. Setiap tahapan pada proses boosting, yang memilih sebuah classifier lemah baru, dapat dilihat sebagai proses penyeleksian fitur. AdaBoost menyediakan sebuah algoritma pembelajaran yang efektif dan batas-batas yang kuat terhadap kinerja generalisasi. Kontribusi ke tiga adalah metode untuk menggabungkan classifier yang lebih kompleks secara berturut-turut di dalam suatu struktur cascade (bertingkat) yang meningkatkan kecepatan detektor secara dramatis dengan memfokuskan perhatian pada daerah-daerah yang menjanjikan di dalam citra. Pemrosesan yang lebih kompleks hanya akan dijalankan pada daerah-daerah yang menjanjikan ini. Sub-windows yang tidak ditolak oleh classifier terdahulu akan diproses oleh sederetan classifier lainnya, di mana setiap tingkatan akan sedikit lebih kompleks dibandingkan tingkatan sebelumnya. Jika suatu classifier menolak sub-window, maka tidak akan ada proses lebih lanjut untuk sub-window tersebut. Cascade deteksi wajah memiliki 32 classifiers, dengan total lebih dari operasi. Namun, struktur bertingkat ini mampu mendeteksi dalam waktu yang sangat cepat. Pada set data yang sulit, berisi 507 wajah dan 75 juta sub-window, wajah terdeteksi menggunakan sekitar 270 instruksi mikroprosesor per sub-window. Sebagai

23 29 perbandingan, sistem ini lebih cepat 15 kali dari pada implementasi sistem pendeteksian yang dibuat oleh Rowley et al (Viola dan Jones, 2001, pp1-2). Walupun dapat dilatih untuk mendeteksi variasi dari kelas-kelas objek, pada dasarnya, sistem pendeteksian objek Viola Jones dimotivasi oleh permasalahan pendeteksian wajah. Algoritma ini diimplementasikan pada OpenCV sebagai cvhaardetectobjects() (Anonym 1) Fitur Fitur Haar-like adalah fitur citra digital yang digunakan di dalam pengenalan objek. Sejumlah fitur Haar-like mewakili wilayah persegi pada citra dan menjumlahkan semua piksel pada daerah tersebut. Jumlah yang didapatkan digunakan untuk mengkategorisasikan citra. Pada citra sample 20x20, terdapat lebih dari fitur, yang harus diseleksi menjadi 200 fitur baik (Podolsky dan Frolov, p2). Sistem pendeteksian objek Viola Jones mengklasifikasikan citra berdasarkan nilai dari fitur-fitur sederhana. Ada beberapa alasan untuk menggunakan fitur dan bukan piksel. Salah satu alasan utamanya adalah bahwa fitur dapat meng-encode pengetahuan domain ad-hoc yang sulit dipelajari menggunakan data latih dengan jumlah yang terbatas. Alasan lainnya adalah bahwa sistem berbasis fitur beroperasi lebih cepat dari pada sistem berbasis piksel. Fitur sederhana yang digunakan mirip dengan fitur dasar Haar yang digunakan oleh Papageorgiou et al. Viola Jones menggunakan tiga jenis fitur. Nilai dari sebuah fitur dua-persegi adalah selisih jumlah piksel di antara kedua daerah persegi tersebut. Setiap daerah tersebut memiliki bentuk serta ukuran yang sama, dan berbatasan secara horizontal ataupun secara vertikal. Nilai dari sebuah fitur tiga-persegi adalah hasil

24 30 pengurangan antara jumlah piksel pada kedua persegi yang berada di luar dengan jumlah piksel pada persegi yang berada di tengah. Sedangkan nilai dari sebuah fitur empatpersegi adalah selisih antara setiap pasangan diagonal persegi (Viola dan Jones, 2001, p3). Gambar 2.4 Fitur persegi Haar-like Citra Integral Fitur persegi dapat dihitung dengan cepat menggunakan suatu representasi citra yang disebut citra integral. Nilai citra integral pada titik, adalah jumlah piksel yang ada di atas dan di sebelah kiri titik tersebut.,,, Di mana, adalah citra integral dan, adalah citra asli.,, 1,, 1,, Di mana, adalah jumlah baris kumulatif,, 1 0 dan 1, 0.

25 31 Gambar 2.5 Nilai citra integral pada titik (x,y) adalah jumlah semua piksel yang berada di atas dan di kiri titik tersebut Dengan menggunakan citra integral, jumlah dari setiap persegi dapat dihitung dengan menggunakan empat referensi array. Perbedaan antara jumlah dua persegi dapat dihitung dengan delapan referensi. Fitur dua persegi dapat dihitung dengan enam referensi array, delapan untuk fitur tiga persegi, dan sembilan untuk fitur empat persegi (Viola dan Jones, 2001, pp4-5). Gambar 2.6 Nilai citra integral pada lokasi 1 adalah jumlah piksel pada persegi. Nilai pada lokasi 2 adalah, pada lokasi 3 adalah, dan pada lokasi 4 adalah. Jumlah piksel pada persegi adalah

26 32 Gambar 2.7 Citra integral Fungsi Klasifikasi Pembelajaran Detektor dengan resolusi dasar 24x24 memiliki jumlah fitur persegi sebanyak Jumlah ini jauh lebih besar dari pada jumlah piksel. Walaupun setiap fitur dapat dihitung dengan sangat efisien, namun menghitung keseluruhan set merupakan sesuatu yang sangat mahal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Viola dan Jones, sangat sedikit dari fitur-fitur ini dapat dikombinasikan untuk membentuk suatu classifier yang efektif. Tantangan utamanya adalah pencarian fitur-fitur tersebut. Viola Jones menggunakan suatu bentuk variasi dari AdaBoost untuk memilih fitur-fitur dan untuk melatih classifier. Pada bentuk aslinya, algoritma pembelajaran AdaBoost digunakan untuk meningkatkan kinerja klasifikasi terhadap suatu algoritma pembelajaran sederhana (misalnya perceptron sederhana). Hal ini dilakukan dengan menggabungkan sekumpulan fungsi klasifikasi lemah untuk membentuk sebuah classifier yang lebih kuat. Dalam hal ini, algoritma pembelajaran sederhana disebut sebagai sebuah pembelajar lemah. Sebagai contoh, algoritma pembelajaran perceptron mencari ke sejumlah perceptron yang mungkin dan mengembalikan perceptron dengan

27 33 kesalahan klasifikasi terendah. Pembelajar ini disebut lemah karena fungsi klasifikasi yang terbaik sekalipun tidak dapat mengklasifikasikan data latih dengan baik. Agar dapat ditingkatkan, pembelajar lemah dipanggil untuk menyelesaikan sederetan masalah pembelajaran. Setelah tahap pertama pembelajaran, data-data akan diberi bobot kembali untuk memperjelas kesalahan klasifikasi yang dilakukan oleh classifier lemah sebelumnya. Classifier kuat akhir akan mendapatkan bentuk perceptron, sebuah kombinasi berbobot dari classifiers lemah yang diikuti dengan sebuah threshold. Dengan menggambarkan suatu analogi antara classifier lemah dengan fitur-fitur, AdaBoost merupakan suatu prosedur yang efektif untuk mendapatkan sejumlah kecil fitur-fitur baik dengan variasi yang signifikan. Salah satu metode praktis untuk menyelesaikan analogi ini adalah dengan membatasi pembelajar lemah terhadap sejumlah fungsi klasifikasi yang masing-masing bergantung pada sebuah fitur tunggal. Untuk mendukung tujuan ini, algoritma pembelajaran lemah dirancang untuk memilih sebuah fitur persegi yang dapat memisahkan data positif dan negatif dengan paling baik. Untuk setiap fitur, pembelajar lemah menentukan fungsi klasifikasi threshold yang optimal sedemikian rupa sehingga jumlah minimum kesalahan klasifikasi bisa didapatkan. Dalam prakteknya, tidak ada fitur yang dapat melaksanakan tugas klasifikasi dengan kesalahan yang rendah. Fitur yang diseleksi pada proses awal memiliki tingkat kesalahan antara 0.1 dan 0.3. Fitur yang diseleksi pada tahap selanjutnya, dengan tugas yang semakin sulit, memiliki tingkat kesalahan antara 0.4 dan 0.5.

28 34 Tabel 2.1 Algoritma boosting untuk mempelajari sebuah query secara online Diberikan citra,,,, di mana 0,1 untuk data negatif dan positif berturut-turut. Inisialisasikan bobot,, untuk 0,1 berturut-turut, di mana dan adalah jumlah negatif dan positif berturut-turut. Untuk 1,, : 1. Normalisasikan bobot,,,, sehingga adalah distribusi probabilitas. 2. Untuk setiap fitur,, latih sebuah classifier yang dibatasi agar menggunakan sebuah fitur tunggal. Kesalahan dievaluasi sehubungan dengan,. 3. Pilih classifier,, dengan kesalahan terendah. 4. Perbaharui bobot:,, di mana 0 jika data diklasifikasi dengan benar, 1 jika sebaliknya, dan. Classifier kuat akhir-nya adalah:

29 35 di mana Penelitian awal yang dilakukan oleh Viola Jones menunjukkan bahwa classifier yang dibentuk dari 200 fitur memiliki hasil yang masuk akal. Dengan angka pendeteksian 95%, classifier tersebut mendapatkan 1 positif palsu dari data latih. Untuk masalah pendeteksian wajah, fitur persegi awal yang diseleksi oleh AdaBoost memiliki peran penting dan mudah diinterpretasikan. Fitur pertama yang diseleksi tampaknya fokus pada properti bahwa wilayah mata biasanya lebih gelap dari pada wilayah hidung dan pipi. Fitur ini relatif lebih besar dibandingkan dengan subwindow pendeteksian, dan mungkin sedikit kurang sensitif terhadap ukuran dan lokasi wajah. Fitur ke dua yang diseleksi bergantung pada properti bahwa mata lebih gelap dari pada daerah hidung yang memisahkan kedua mata. Gambar 2.8 Fitur pertama dan ke dua yang diseleksi oleh AdaBoost Secara ringkas, classifier 200-fitur membuktikan bahwa boosted classifier yang dibuat dari fitur persegi merupakan teknik yang efektif untuk pendeteksian objek. Untuk

30 36 masalah pendeteksian, hasil ini menarik tetapi tidak cukup untuk beberapa tugas dunia nyata. Untuk masalah komputasi, classifier ini mungkin lebih cepat dari pada sistem lain yang telah dipublikasikan, membutuhkan 0.7 detik untuk men-scan sebuah citra 384x288 piksel. Namun sayangnya, teknik paling mudah untuk meningkatkan kinerja pendeteksian, dengan menambahkan fitur pada classifier, akan langsung meningkatkan waktu komputasi (Viola dan Jones, 2001, pp6-9) Attentional Cascade Cascade classifier adalah suatu pohon keputusan degenerasi, dimana pada setiap tahap, sebuah classifier dilatih untuk mendeteksi hampir semua objek yang menarik (contoh: wajah frontal) sembari menolak suatu fraksi tertentu dari pola bukan objek. AdaBoost merupakan suatu algoritma pembelajaran untuk meningkatkan kinerja klasifikasi terhadap suatu algoritma pembelajaran sederhana. AdaBoost menggabungkan sekumpulan fungsi klasifikasi lemah untuk membentuk suatu classifier yang kuat (Podolsky dan Frolov, p2). AdaBoost merupakan singkatan dari Adaptive Boosting, yaitu suatu algoritma pembelajaran mesin yang dirumuskan oleh Yoav Freund dan Robert Schapire. AdaBoost merupakan suatu meta-algorithm, dan dapat digunakan bersamaan dengan banyak algoritma pembelajaran lain untuk meningkatkan kinerjanya. AdaBoost bersifat adaptif, dimana classifiers berikutnya dibangun untuk mendukung data-data yang mengalami kesalahan klasifikasi oleh classifier sebelumnya. AdaBoost sensitif terhadap data yang noisy dan outliers. Dalam beberapa hal, AdaBoost menjadi kurang rentan terhadap masalah overfitting, jika dibandingkan dengan algoritma pembelajaran pada umumnya (Anonym 2).

31 37 Boosted classifier yang lebih kecil dan efisien, yang dapat dibangun, menolak banyak sub-window negatif ketika mendeteksi hampir semua data positif. Classifiers sederhana digunakan untuk menolak mayoritas sub-window sebelum classifiers yang lebih kompleks dipanggil untuk mendapatkan tingkat positif palsu yang rendah. Tahap-tahap pada cascade dibuat dengan melatih classfiers menggunakan AdaBoost. Dimulai dengan classifier kuat dua fitur, filter wajah yang efektif bisa didapatkan dengan mengatur threshold classifier kuat untuk meminimalkan negatif palsu. Threshold awal AdaBoost,, dirancang untuk mendapatkan tingkat kesalahan yang rendah pada data latih. Threshold yang lebih rendah menghasilkan tingkat deteksi yang lebih tinggi dan tingkat positif palsu yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil percobaan, classifier dua-fitur dapat disesuaikan untuk mendeteksi 100% wajah dengan tingkat positif palsu sebesar 40%. Kinerja pendeteksian dari classifier dua-fitur jauh dari sistem deteksi objek yang bisa diterima. Meskipun begitu, classifier tersebut dapat mengurangi secara signifikan jumlah sub-window yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut dengan operasi-operasi yang sangat sedikit: 1. Evaluasi fitur-fitur perseginya (membutuhkan antara 6 hingga 9 referensi array per fitur). 2. Hitung classifier lemah untuk setiap fitur (membutuhkan satu operasi threshold per fitur). 3. Gabungkan classifiers lemahnya (membutuhkan sebuah perkalian per fitur, sebuah penambahan, dan sebuah threshold).

32 38 Sebuah hasil positif dari classifier pertama memicu evaluasi classifier ke dua yang juga telah disesuaikan untuk mendapatkan tingkat pendeteksian yang sangat tinggi. Sebuah hasil positif dari classifier ke dua memicu classifier ke tiga, dan selanjutnya. Sebuah hasil negatif menyebabkan penolakan langsung terhadap sub-window tersebut. Struktur cascade merefleksikan kenyataan bahwa di dalam setiap citra, mayoritas sub-window yang ada adalah negatif. Karena itulah, cascade berusaha menolak negatif sebanyak mungkin pada tahapan seawal mungkin. Seperti pohon keputusan, classifiers berikutnya dilatih menggunakan data-data yang telah melewati semua tahapan sebelumnya. Hasilnya, classifier ke dua akan menghadapi tugas yang lebih sulit dari pada yang pertama (Viola dan Jones, 2001, pp11-12). Gambar 2.9 Gambaran skematis sebuah cascade pendeteksian Pendeteksian objek Viola Jones merupakan suatu classifier kuat yang dibentuk dari beberapa classifier lemah. Classifier lemah ini memungkinkan pengolahan yang cepat, yaitu hanya dengan melakukan penjumlahan bobot pada fitur-fitur persegi.

33 39 Dengan menggabungkan classifier lemah ini ke dalam suatu cascade, sebuah classifier akhir dibuat agar dapat mengeliminasi daerah bukan wajah dengan cepat, serta mempertahankan semua daerah wajah. Untuk mengolah citra secara real-time, tahapan cascade awal memiliki jumlah fitur yang terbatas dan berusaha untuk menghilangkan windows yang memiliki kemungkinan rendah sebagai wajah. Sebagaimana tahapan cascade berjalan, classifier yang lebih kompleks dengan jumlah yang lebih besar digunakan untuk mengurangi klasifikasi positif palsu. Jika salah satu tahapan cascade mengklasifikasikan sebuah window sebagai bukan wajah, maka tidak ada proses lebih lanjut untuk window tersebut. Hal ini memastikan bahwa hanya daerah dengan kemungkinan besar sebagai wajah yang akan menjalankan komputasi yang lebih intensif (Harvey, 2009, pp8-9). Gambar 2.10 Contoh cascade pendeteksian wajah Viola Jones Melatih Cascade Classifiers Diberikan sebuah cascade classifiers yang telah dilatih, jumlah positif palsu pada cascade tersebut adalah:

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Berikut adalah beberapa definisi dari citra, antara lain: rupa; gambar; gambaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sebuah fungsi dua dimensi, f(x, y), di mana x dan y adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

Teknik face-detection yang akan digunakan adalah teknik yang

Teknik face-detection yang akan digunakan adalah teknik yang BAB III TEORI PENDETEKSIAN WAJAH 3.1 Teori Viola Jones Detection Teknik face-detection yang akan digunakan adalah teknik yang dikembangkan oleh Paul Viola dan Michael Jones-yang biasa dikenal sebagai pendeteksi

Lebih terperinci

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Pengolahan Citra / Image Processing : Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Teknik pengolahan citra dengan mentrasformasikan citra menjadi citra lain, contoh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan citra digital merupakan salah satu subjek dari teknologi informasi yang sangat menarik dan menantang saat ini. Proses pengolahan citra digital bertujuan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI. banyak dipelajari dan dikembangkan saat ini, baik oleh para pelajar, maupun para ahli.

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI. banyak dipelajari dan dikembangkan saat ini, baik oleh para pelajar, maupun para ahli. BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Pendeteksian Objek Viola Jones Pendeteksian objek merupakan salah satu topik dalam visi komputer yang cukup banyak dipelajari dan dikembangkan saat ini, baik oleh para

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Konsep Dasar Pengolahan Citra Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Definisi Citra digital: kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik (array) dua-dimensi yang berisi nilai-nilai real

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma Representasi Citra Bertalya Universitas Gunadarma 2005 Pengertian Citra Digital Ada 2 citra, yakni : citra kontinu dan citra diskrit (citra digital) Citra kontinu diperoleh dari sistem optik yg menerima

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. CV Dokumentasi CV berisi pengolahan citra, analisis struktur citra, motion dan tracking, pengenalan pola, dan kalibrasi kamera.

BAB II DASAR TEORI. CV Dokumentasi CV berisi pengolahan citra, analisis struktur citra, motion dan tracking, pengenalan pola, dan kalibrasi kamera. BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan skripsi ini, meliputi pustaka OpenCV, citra, yaitu citra grayscale dan citra berwarna, pengolahan citra meliputi image enhancement

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature

Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature Dosen Pembimbing : 1) Prof.Dr.Ir. Mauridhi Hery Purnomo M.Eng. 2) Dr. I Ketut Eddy Purnama ST., MT. Oleh : ATIK MARDIYANI (2207100529)

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Digital Gambar atau citra merupakan informasi yang berbentuk visual. Menurut kamus Webster citra adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu objek atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Fotogrametri adalah suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan sekitarnya melalui proses

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

Model Citra (bag. 2)

Model Citra (bag. 2) Model Citra (bag. 2) Ade Sarah H., M. Kom Resolusi Resolusi terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Resolusi spasial 2. Resolusi kecemerlangan Resolusi spasial adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-kisi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian ini. Terdapat beberapa dasar teori yang digunakan dan akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Citra Digital

Lebih terperinci

DATA/ INFO : teks, gambar, audio, video ( = multimedia) Gambar/ citra/ image : info visual a picture is more than a thousand words (anonim)

DATA/ INFO : teks, gambar, audio, video ( = multimedia) Gambar/ citra/ image : info visual a picture is more than a thousand words (anonim) Pengantar DATA/ INFO : teks, gambar, audio, video ( = multimedia) Gambar/ citra/ image : info visual a picture is more than a thousand words (anonim) Citra : gambar pada bidang 2D. Secara matematis : citra

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal,

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal, BAB II LANDASAN TEORI II.1 Citra Digital Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal, melainkan sebuah representasi dari citra asal yang bersifat analog [3]. Citra digital ditampilkan

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahan CBIR ( Content Based Image Retrieval) akhir-akhir ini merupakan salah satu bidang riset yang sedang berkembang pesat (Carneiro, 2005, p1). CBIR ini menawarkan

Lebih terperinci

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

Pengolahan Citra : Konsep Dasar Pengolahan Citra Konsep Dasar Universitas Gunadarma 2006 Pengolahan Citra Konsep Dasar 1/14 Definisi dan Tujuan Pengolahan Citra Pengolahan Citra / Image Processing Proses memperbaiki kualitas citra agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menginterprestasi sebuah citra untuk memperoleh diskripsi tentang citra tersebut melalui beberapa proses antara lain preprocessing, segmentasi citra, analisis

Lebih terperinci

One picture is worth more than ten thousand words

One picture is worth more than ten thousand words Budi Setiyono One picture is worth more than ten thousand words Citra Pengolahan Citra Pengenalan Pola Grafika Komputer Deskripsi/ Informasi Kecerdasan Buatan 14/03/2013 PERTEMUAN KE-1 3 Image Processing

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA Copyright @ 2007 by Emy 2 1 Kompetensi Mampu membangun struktur data untuk merepresentasikan citra di dalam memori computer Mampu melakukan manipulasi citra dengan menggunakan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH Fitri Afriani Lubis 1, Hery Sunandar 2, Guidio Leonarde Ginting 3, Lince Tomoria Sianturi 4 1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

Identifikasi Wajah Manusia untuk Sistem Monitoring Kehadiran Perkuliahan menggunakan Ekstraksi Fitur Principal Component Analysis (PCA)

Identifikasi Wajah Manusia untuk Sistem Monitoring Kehadiran Perkuliahan menggunakan Ekstraksi Fitur Principal Component Analysis (PCA) Identifikasi Wajah Manusia untuk Sistem Monitoring Kehadiran Perkuliahan menggunakan Ekstraksi Fitur Principal Component Analysis (PCA) Cucu Suhery #1, Ikhwan Ruslianto *2 # Prodi Sistem Komputer Fakultas

Lebih terperinci

PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS Sinar Monika 1, Abdul Rakhman 1, Lindawati 1 1 Program Studi Teknik Telekomunikasi, Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan perkembangan komputer dan alat pengambilan gambar secara digital yang semakin berkembang saat ini, sehingga menghasilkan banyak fasilitas untuk melakukan proses

Lebih terperinci

Tidak ada tepat satu teori untuk menyelesaikan problem pengenalan pola Terdapat model standar yang dapat dijadikan teori acuan

Tidak ada tepat satu teori untuk menyelesaikan problem pengenalan pola Terdapat model standar yang dapat dijadikan teori acuan Terdapat banyak jenis pola: Pola visual Pola temporal Pola logikal Tidak ada tepat satu teori untuk menyelesaikan problem pengenalan pola Terdapat model standar yang dapat dijadikan teori acuan Statistik

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dibahas mengenai konsep-konsep yang mendasari ekstraksi unsur jalan pada citra inderaja. Uraian mengenai konsep tersebut dimulai dari ekstraksi jalan, deteksi tepi,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Program aplikasi ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual C# 2008 Express Edition. Proses perancangan menggunakan pendekatan Object Oriented

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tubuh Manusia Tubuh manusia merupakan salah satu objek pendeteksian yang sedang populer, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya jurnal mengenai perancangan program pendeteksian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA

APLIKASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA APLIKASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA Anita T. Kurniawati dan Afrilyan Ruli Dwi Rama Teknik Informatika-ITATS, Jl. Arief Rahman Hakim 100 Surabaya Email:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 16 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Retrival Citra Saat ini telah terjadi peningkatan pesat dalam penggunaan gambar digital. Setiap hari pihak militer maupun sipil menghasilkan gambar digital dalam ukuran giga-byte.

Lebih terperinci

Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1)

Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1) Fourier Descriptor Based Image Alignment (FDBIA) (1) Metode contour tracing digunakan untuk mengidentifikasikan boundary yang kemudian dideskripsikan secara berurutan pada FD. Pada aplikasi AOI variasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media

BAB II LANDASAN TEORI. Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Webcam Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media yang berorientasi pada image dan video dengan resolusi tertentu. Umumnya webcam adalah sebuah perngkat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini Wawan Kurniawan Jurusan PMIPA, FKIP Universitas Jambi wwnkurnia79@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini merupakan penelitian di bidang pemrosesan citra. Bidang pemrosesan citra sendiri terdapat tiga tingkatan yaitu operasi pemrosesan citra tingkat rendah,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer (Sutoyo & Mulyanto, 2009). Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m.

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan, maka diperlukan alat dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. 3.1.1 Alat Penelitian Adapun

Lebih terperinci

Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma, 2005

Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma, 2005 Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra Bertalya Universitas Gunadarma, 2005 Definisi Citra Citra (Image) adalah gambar pada bidang dua dimensi. Secara matematis, citra merupakan fungsi terus menerus (continue)

Lebih terperinci

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom Pengantar Pengolahan Citra Ade Sarah H., M. Kom Pendahuluan Data atau Informasi terdiri dari: teks, gambar, audio, dan video. Citra = gambar adalah salah satu komponen multimedia yang memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Proses pencocokan citra dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengukur pasangan titiktitik sekawan antara citra satu dengan citra lainnya untuk objek yang sama pada

Lebih terperinci

Sistem Deteksi Wajah Dengan Modifikasi Metode Viola Jones

Sistem Deteksi Wajah Dengan Modifikasi Metode Viola Jones Jurnal Emitor Vol.17 No. 01 ISSN 1411-8890 Sistem Deteksi Wajah Dengan Modifikasi Metode Viola Jones Adinda Rizkita Syafira Program Studi Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Surakarta,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Penelitian mengenai pengenalan wajah termotivasi oleh banyaknya aplikasi praktis yang diperlukan dalam identifikasi wajah. Pengenalan wajah sebagai salah satu dari teknologi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Implementasi dan Evaluasi yang dilakukan penulis merupakan implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan perangkat lunak dari sistem secara keseluruhan

Lebih terperinci

Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation

Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation Daryanto 1) 1) Prodi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jember Email: 1) daryanto@unmuhjember.ac.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu sarana transportasi darat yang penting untuk menghubungkan berbagai tempat seperti pusat industri, lahan pertanian, pemukiman, serta sebagai

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

BAB II CITRA DIGITAL

BAB II CITRA DIGITAL BAB II CITRA DIGITAL DEFINISI CITRA Citra adalah suatu representasi(gambaran),kemiripan,atau imitasi dari suatu objek. DEFINISI CITRA ANALOG Citra analog adalahcitra yang bersifat kontinu,seperti gambar

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisa Program Aplikasi Dalam proses identifikasi karakter pada plat nomor dan tipe kendaraan banyak menemui kendala. Masalah-masalah yang ditemui adalah proses

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING Mohamad Aditya Rahman, Ir. Sigit Wasista, M.Kom Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengenalan kata dalam dunia teknologi informasi merupakan suatu permasalahan yang tidak asing dalam bidang kecerdasan buatan. Pengenalan kata dalam bidang kecerdasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Face Recognition Face recognition dapat dipandang sebagai masalah klasifikasi pola dimana inputnya adalah citra masukan dan akan ditentukan output yang berupa label kelas dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Istilah citra biasanya digunakan dalam bidang pengolahan citra yang berarti gambar. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, di mana dan adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Model Pengembangan Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi fitur yang terdapat pada karakter citra digital menggunakan metode diagonal

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

pengambilan citra video, pemrosesan citra pada setiap frame,, pendeteksian objek

pengambilan citra video, pemrosesan citra pada setiap frame,, pendeteksian objek BAB IV MODEL SISTEM 4.1. Model Sistem Aplikasi yang dibangun adalah aplikasi yang dapat mengolah citra yang diambil dari kamera video, dan menganalisisnya untuk mengetahui keberadaan suatu objek. Ada beberapa

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan dan algoritma yang akan digunakan pada sistem pengenalan wajah. Bagian yang menjadi titik berat dari tugas akhir

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. melacak badan manusia. Dimana hasil dari deteksi atau melacak manusia itu akan

BAB III METODE PENELITIAN. melacak badan manusia. Dimana hasil dari deteksi atau melacak manusia itu akan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Model Pengembangan Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk membuat sebuah aplikasi untuk mengatur kontras pada gambar secara otomatis. Dan dapat meningkatkan kualitas citra

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer.

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat perkembangan teknologi sekarang ini, penggunaan komputer sudah hampir menjadi sebuah bagian dari kehidupan harian kita. Semakin banyak muncul peralatan-peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telinga, wajah, infrared, gaya berjalan, geometri tangan, telapak tangan, retina,

BAB I PENDAHULUAN. telinga, wajah, infrared, gaya berjalan, geometri tangan, telapak tangan, retina, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem biometrika merupakan teknologi pengenalan diri dengan menggunakan bagian tubuh atau perilaku manusia. Sidik jari, tanda tangan, DNA, telinga, wajah, infrared,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi internet berkembang dengan sangat pesat dan sangat mudah sekali untuk mengaksesnya. Akan tetapi, didalamnya terdapat banyak konten yang

Lebih terperinci

DETEKSI WAJAH METODE VIOLA JONES PADA OPENCV MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN PYTHON

DETEKSI WAJAH METODE VIOLA JONES PADA OPENCV MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN PYTHON DETEKSI WAJAH METODE VIOLA JONES PADA OPENCV MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN PYTHON Dedi Ary Prasetya 1, Imam Nurviyanto 2 1,2 Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini diperlukan sebuah desain dan metode penelitian agar dalam pelaksanaaannya dapat menjadi lebih teratur dan terurut. 3.1. Desain Penelitian Bentuk dari desain

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDETEKSI UANG LOGAM DENGAN METODE EUCLIDEAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDETEKSI UANG LOGAM DENGAN METODE EUCLIDEAN Jurnal Teknik Informatika Vol. 1 September 2012 1 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDETEKSI UANG LOGAM DENGAN METODE EUCLIDEAN Wahyu Saputra Wibawa 1, Juni Nurma Sari 2, Ananda 3 Program Studi

Lebih terperinci

Aplikasi Rekursifitas pada Algoritma Viola Jones

Aplikasi Rekursifitas pada Algoritma Viola Jones Aplikasi Rekursifitas pada Algoritma Viola Jones Maulana Akmal - 13516084 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Pembentukan Citra oleh Sensor Mata Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Bayangan obyek pada retina mata dibentuk dengan mengikuti konsep sistem optik dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sudah tidak diragukan lagi bahwa penerapan teknologi komputer dan teknologi informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sudah tidak diragukan lagi bahwa penerapan teknologi komputer dan teknologi informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah tidak diragukan lagi bahwa penerapan teknologi komputer dan teknologi informasi telah memiliki pengaruh sampai ke fondasi kehidupan sehari-hari manusia.

Lebih terperinci

MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA. Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM

MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA. Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM Semester Genap Tahun Akademik 2014 / 2015 Angkatan XIII Disusun

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai

Lebih terperinci

Model Citra (bag. I)

Model Citra (bag. I) Model Citra (bag. I) Ade Sarah H., M. Kom Defenisi Citra Citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Jenis dari citra ada 2, yaitu: 1. Citra analog (kontinu) : Dihasilkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana komputer dapat mengenali obyek yang diamati (Fairhurst, 1988, p. 5). Computer vision adalah ilmu yang

Lebih terperinci

DETEKSI DAN SEGMENTASI OTOMATIS DERET PADA CITRA METERAN AIR

DETEKSI DAN SEGMENTASI OTOMATIS DERET PADA CITRA METERAN AIR DETEKSI DAN SEGMENTASI OTOMATIS DERET PADA CITRA METERAN AIR Naser Jawas STIKOM Bali Jl. Raya Puputan, No.86, Renon, Denpasar, Bali Email: naser.jawas@gmail.com ABSTRAK Meter air adalah sebuah alat yang

Lebih terperinci

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner Dosen Pengampu: Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Genap 2016/2017 Definisi Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat

Lebih terperinci

DETEKSI DAN REPRESENTASI FITUR MATA PADA SEBUAH CITRA WAJAH MENGGUNAKAN HAAR CASCADE DAN CHAIN CODE

DETEKSI DAN REPRESENTASI FITUR MATA PADA SEBUAH CITRA WAJAH MENGGUNAKAN HAAR CASCADE DAN CHAIN CODE DETEKSI DAN REPRESENTASI FITUR MATA PADA SEBUAH CITRA WAJAH MENGGUNAKAN HAAR CASCADE DAN CHAIN CODE Riandika Lumaris dan Endang Setyati Teknologi Informasi Sekolah Tinggi Teknik Surabaya riandika.lumaris@gmail.com

Lebih terperinci