DAMPAK PEMBANGUNAN PUSAT PERBELANJAAN MODERN TERHADAP PENYERAPAN DAN PENGURANGAN TENAGA KERJA DI KOTA BOGOR OLEH EKA SARI NINGSIH H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK PEMBANGUNAN PUSAT PERBELANJAAN MODERN TERHADAP PENYERAPAN DAN PENGURANGAN TENAGA KERJA DI KOTA BOGOR OLEH EKA SARI NINGSIH H"

Transkripsi

1 DAMPAK PEMBANGUNAN PUSAT PERBELANJAAN MODERN TERHADAP PENYERAPAN DAN PENGURANGAN TENAGA KERJA DI KOTA BOGOR OLEH EKA SARI NINGSIH H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 RINGKASAN EKA SARI NINGSIH. Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor (dibimbing oleh DIDIN S. DAMANHURI). Pembangunan pusat perbelanjaan menunjukkan peningkatan yang besar mulai tahun Dalam kurun waktu lima tahun, , luas pusat perbelanjaan meningkat lebih dari 80 persen dari 1,4 juta m 2 menjadi 2,4 juta m 2. Fenomena tingginya pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan ini terjadi hampir di seluruh kota di Pulau Jawa. Pada Desember 2004, total kumulatif pusat perbelanjaan untuk daerah Jakarta mencapai 1,89 juta m 2 dan untuk Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi (Debotabek) sebesar m 2. Peningkatan pembangunan pusat perbelanjaan modern juga terjadi di Kota Bogor. Peningkatan pembangunan pusat perbelanjaan modern mengisyaratkan adanya peningkatan kebutuhan ruang untuk aktivitas perekonomian. Besarnya pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan modern juga berdampak pada pertumbuhan pasar tradisional. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh AC Nielsen diketahui bahwa pertumbuhan pasar tradisional mengalami penurunan baik dari jumlah pasar maupun pangsa pasar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat terjadi tidaknya pergeseran preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern, melihat dampak pembangunan pusat perbelanjaan terhadap realisasi tata ruang Kota Bogor. Selain itu, pembangunan pusat perbelanjaan modern juga dilihat dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor serta menganalisis dampaknya terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada sektor perdagangan eceran kecil di sekitar pusat perbelanjaan modern. Pada penelitian ini, untuk mengkaji terjadinya pergeseran tempat belanja penduduk dilakukan analisis perhitungan laju pertumbuhan pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional serta analisis data penurunan omset pasar tradisional. Untuk mengetahui dampak pembangunan pusat perbelanjaan modern terhadap tata ruang kota dilakukan analisis kesesuaian lokasi pusat perbelanjaan modern dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor. Pada penelitian ini juga digunakan metode perhitungan elastisitas permintaan tenaga kerja dan koefisien korelasi Rank Spearman untuk mengetahui penyerapan dan pengurangan tenaga kerja yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern yang ditandai oleh tingginya laju pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan modern dan penurunan omset penjualan pedagang eceran pasar tradisional sebesar 20 persen dari sebelum adanya pusat perbelanjaan modern. Pembangunan pusat perbelanjaan modern menyebabkan terjadinya peningkatan simpul kemacetan, penurunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan peralihan fungsi penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW Kota Bogor. Dengan menggunakan Microsoft

3 Excel diperoleh hasil bahwa pembangunan pusat perbelanjaan modern memiliki hubungan yang kuat dan searah dengan penyerapan tenaga kerja serta mengakibatkan terjadinya PHK pada pedagang eceran lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, telah terjadi pergeseran preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional Pemerintah Kota Bogor sebaiknya melaksanakan program yang mendukung keberadaan pasar tradisional di masa yang akan datang, seperti melakukan program pemugaran dan perbaikan sarana dan fasilitas yang tersedia di pasar tradisional, melalui peningkatan pelayanan kebersihan sehingga pasar tradisional yang terkesan kotor dan bau dapat menjadi lebih nyaman serta mampu menarik penduduk untuk tetap berbelanja di pasar tradisional. Pembangunan pusat perbelanjaan modern telah menyebabkan terjadinya persaingan usaha dan menurunkan omset penjualan dan tenaga kerja pedagang di pasar tradisional. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bogor sebaiknya membuat peraturan tentang penempatan pusat perbelanjaan dalam tata ruang kota seperti pembatasan jumlah dan perizinan bagi pembangunan pusat perbelanjaan modern baru terutama di pusat kota. Pemberian izin pembangunan pusat perbelanjaan modern sebaiknya diarahkan pada wilayah pinggiran kota dan dilakukan dengan mempertimbangkan lokasi pembangunannya seperti pertama, jarak bangunan dari persimpangan jalan dengan batas minimal sejauh 200 meter dari persimpangan jalan karena jika dibangun di persimpangan jalan berpotensi meningkatkan kemacetan. Kedua, jarak dengan sarana perdagangan eceran lainnya yang tidak saling berdekatan sehingga pembangunan pusat perbelanjaan tidak menganggu aktivitas perdagangan di lokasi yang berbeda.

4 DAMPAK PEMBANGUNAN PUSAT PERBELANJAAN MODERN TERHADAP PENYERAPAN DAN PENGURANGAN TENAGA KERJA DI KOTA BOGOR Oleh EKA SARI NINGSIH H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Eka Sari Ningsih Nomor Register Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Penelitian : Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Prof. DR. H. Didin S. Damanhuri, SE. MS. DEA NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP Tanggal Kelulusan :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, September 2007 Eka Sari Ningsih H

7 Skripsi ini Kupersembahkan Kepada Orang tua Ku Terima Kasih Atas Kasih, Kepercayaan, Keikhlasan, Pendidikan dan Semua Hal yang Kalian Berikan Dibalik Terima Kasih Tersimpan Permohonan MaafKu Bogor, September 2007 Eka Sari Ningsih

8 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Eka Sari Ningsih lahir di Bogor pada hari Senin tanggal 4 Maret 1985 dari pasangan Mochamad Nuh dan Samsiah. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Jenjang pendidikan yang dilalui penulis diawali dari bangku sekolah dasar dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1997 di SD Negeri Empang 2 Bogor. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1997 sampai tahun 2000 di SLTP Negeri 3 Bogor. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama mengikuti pendidikan di bangku kuliah, penulis aktif dalam organisasi Hipotesa, kegiatan kepanitiaan dan pelatihan seperti Hipotex-R, Expo-Kewirausahaan FEM-IPB, serta Pelatihan Karya Tulis Ilmiah 2.

9 i KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas curahan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor. Penulis sadar bahwa pencapaian ini bukan karya yang luar biasa, namun melalui karya ini penulis berharap agar dalam proses penyusunan hingga hasil yang dicapai dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis sendiri maupun pembaca. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berarti. 2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si., selaku dosen penguji yang memberikan masukan. 3. Jaenal Effendi, M.A., selaku dosen komisi pendidikan yang memberikan masukan tata cara penulisan agar lebih baik. 4. Dr. Ir. Anny Ratnawati, M.S., selaku dosen pembimbing akademik atas bantuan dan bimbingannya. 5. Dosen-dosen Ilmu Ekonomi, serta petugas TU IE, dan TU FEM. 6. Orang tua (M. Nuh dan Samsiah), serta adik-adik (Panji, Intan, Fikri) tercinta yang dengan sabar, tabah, dan ikhlas mendidik dan menguatkan jiwa dan raga. 7. Keluarga Alm. Didi Suhaedi khususnya Mama Juriah yang selalu memberikan semangat dan doa. 8. Keluarga Tata Suwarta, Keluarga besar di Ciawi, Kp. Gudang dan Bojongneros yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 9. Sahabat terbaik (Aci, Ephee, Kikie, Lea, Maiva, Nadia, Pritta, Windy, Yanti).

10 ii 10. Teman satu bimbingan (Anadia Rahmadini, Rizki Amelia, Halida Fatimah) serta teman-teman IE angkatan 40 khususnya Eva DP. 11. Yayasan Crescent Peduli yang telah memberikan bantuan dana penelitian pada proses penyelesaian skripsi ini. Bogor, September 2007 Eka Sari Ningsih H

11 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Definisi dan Jenis Pasar Definisi dan Jenis Pusat Perbelanjaan Definisi dan Konsep Perdagangan Teori Tenaga Kerja Konsep Kesempatan Kerja Elastisitas Tenaga Kerja Koefisien Korelasi Rank Spearman Tata Ruang Wilayah Kota Hasil Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Hipotesa Penelitian IV. METODOLOGI PENELITIAN Wilayah Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis... 29

12 iv Pergeseran Pasar Tradisional ke Pusat Perbelanjaan Modern Pengaruh Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja Penyerapan Tenaga Kerja Pengurangan Tenaga Kerja V. GAMBARAN UMUM WILAYAH Kondisi Umum Geografi dan Pemerintahan Kependudukan Ketenagakerjaan Sosial Perdagangan Perekonomian Kota Bogor Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Struktur Ekonomi VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Pergeseran Pasar Tradisional ke Pusat Perbelanjaan Modern Pengaruh Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Tata Ruang Kota Bogor Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja Penyerapan Tenaga Kerja Pengurangan Tenaga Kerja VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 75

13 v DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1. Jumlah Rumah Tangga, Rumah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk di Kota Bogor PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (Jutaan Rupiah) Jumlah Murid dan Sekolah di Kota Bogor Tahun Perkembangan Perdagangan, Tenaga Kerja, dan Investasi di Kota Bogor Tahun Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (Persen) Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Jumlah Pasar Tradisional dan Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor dalam Lima Tahun Terakhir Penurunan Omset Penjualan Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bogor (Persen) Persentase Luasan Penggunaan Lahan di Kota Bogor Jumlah dan Sebaran Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor Mei Pertumbuhan Jumlah Pusat Perbelanjaan dan Jumlah Tenaga Kerja Penurunan Jumlah Tenaga Kerja Pada Pedagang di Pasar Tradisional (Pedagang)... 68

14 vi DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 3.1. Skema Kerangka Pemikiran Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor Daerah Asal Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor Jenis Kelamin Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor... 66

15 vii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor Elastisitas Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor Koefisien Korelasi Rank Spearman Data Penurunan Omset dan Tenaga Kerja Pedagang di Pasar Tradisional 76

16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap Ibukota provinsi di Pulau Jawa pada awal tahun 1990-an sudah memiliki pusat perbelanjaan modern. Di luar Pulau Jawa, hanya kota-kota dengan penduduk lebih dari satu juta jiwa yang memiliki pusat perbelanjaan, seperti Medan, Palembang, Makassar, Manado dan Balikpapan. Pertumbuhan pusat perbelanjaan pada tahun 1997 mengalami stagnasi akibat adanya krisis moneter yang melanda Indonesia. 1 Pembangunan pusat perbelanjaan kembali menunjukkan peningkatan yang besar mulai tahun Pertumbuhan pusat-pusat perbelanjaan meningkat seiring dengan terjadinya perbaikan dibidang ekonomi. Dalam kurun waktu lima tahun, , luas pusat perbelanjaan meningkat lebih dari 80 persen dari 1,4 juta meter persegi menjadi 2,4 juta meter persegi yang meliputi 78 pusat perbelanjaan. 2 Pertumbuhan pusat perbelanjaan yang tinggi memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan bisnis perdagangan eceran di Indonesia. Pertumbuhan bisnis perdagangan eceran di Indonesia merupakan yang tertinggi di wilayah Asia Tenggara 3. Pertumbuhan yang tinggi ini menarik perusahaan asing khususnya 1 Jar, Pusat Perbelanjaan di Era Otonomi Daerah. [Republika Online]. http// [18 Maret 2005]. 2 Anonim, Jakarta Kota Mal Jaya Raya. http// edisi 36/XXXV/30 oktober [05 November 2006]. 3 ibid

17 2 yang bergerak di sektor perdagangan eceran untuk mengembangkan usahanya di Indonesia. Besarnya pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan dan banyaknya perusahaan perdagangan eceran asing yang mengembangkan usahanya di Indonesia berdampak pada pertumbuhan pasar tradisional. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh AC Nielsen diketahui bahwa pertumbuhan pasar tradisional mengalami penurunan baik dari jumlah pasar maupun pangsa pasar. Pangsa pasar modern pada tahun 2003 sebesar 26,3 persen dan diperkirakan pada tahun 2005 menjadi 30 persen. Peningkatan pangsa pasar modern ini menunjukkan telah terjadi penurunan pangsa pasar tradisional. Dengan kondisi demikian, mengindikasikan terjadinya pergeseran preferensi penduduk dari pasar tradisional ke pasar modern. Pergeseran ini dikhawatirkan akan mematikan pasar tradisional dalam jangka panjang. Padahal, pasar tradisional merupakan salah satu tempat yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, karena melibatkan jutaan pedagang yang berarti menopang kehidupan jutaan penduduk Indonesia. Fenomena tingginya pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan ini terjadi hampir diseluruh kota di Pulau Jawa. Pada tahun 2005, jumlah total kumulatif pusat perbelanjaan di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jadebotabek) mencapai 3,47 juta m 2. Total kumulatif yang melampaui angka 3 juta ini, mengindikasikan terjadinya peningkatan jumlah pusat perbelanjaan yang mencapai hampir seratus persen dari tahun Pada Desember 2004, total kumulatif pusat perbelanjaan untuk daerah Jakarta mencapai

18 3 1,89 juta m 2 dan untuk Debotabek sebesar m 2. 4 Peningkatan total kumulatif pusat perbelanjaan yang tinggi semakin menurunkan pangsa pasar tradisional di Jabodetabek pada tahun-tahun ke depan. Pertumbuhan pusat perbelanjaan ini juga salah satunya diakibatkan oleh adanya peningkatan jumlah penduduk yang sangat besar, seperti yang terjadi di Kota Bogor. Kota Bogor merupakan daerah penyangga Ibukota negara, Jakarta. Sebagai daerah penyangga arus migrasi penduduk ke Kota Bogor setiap tahunnya cukup tinggi, yakni mencapai orang pada tahun Arus migrasi yang tinggi dan angka kelahiran yang tinggi mendorong laju pertumbuhan dan kepadatan penduduk Kota Bogor. Tabel 1.1. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kota Bogor Tahun Rumah Tangga Penduduk Luas Wilayah (Km 2 ) Kepadatan Penduduk (per Km 2 ) Sumber : BPS, 2006 Tabel 1.1 menerangkan bahwa kepadatan penduduk di Kota Bogor setiap tahunnya mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah penduduk mengindikasikan pentingnya ketersediaan fasilitas penunjang kebutuhan hidup yang memadai, salah satunya fasilitas pusat perbelanjaan. Fasilitas pusat perbelanjaan di Kota Bogor meningkat sangat cepat dalam beberapa tahun terakhir. Pusat perbelanjaan juga diyakini dapat memacu 4 Jar, Loc. Cit

19 4 pertumbuhan ekonomi daerah dan memacu perubahan budaya dari agraris menjadi budaya jasa yang sesuai dengan visi Kota Bogor yakni Menjadi Kota Jasa yang Aman dan Nyaman dengan Masyarakat Madani. Adanya pusat-pusat perbelanjaan oleh pemerintah Kota Bogor diharapkan mampu meningkatkan Laju pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang sudah mencapai angka 5,96 persen pada tahun Keyakinan tersebut didasarkan atas kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang sangat besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor. Tabel 1.2. PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (Jutaan Rupiah) Sektor Pertanian 10, , , , , Pertambangan dan Penggalian Industri 779, , , , ,002, Pengolahan Listrik, Gas dan 85, , , , , Air Bersih Bangunan 227, , , , , Perdagangan, 908, , , ,029, ,071, Hotel, dan Restoran Pengangkutan 264, , , , , dan Komunikasi Keuangan, 325, , , , , Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa 221, , , PDRB 2,823, ,986, ,1686, ,361, ,567, Sumber : BPS, 2006 Adanya optimisme pemerintah Kota Bogor terhadap kemajuan pembangunan daerah dan peningkatan LPE Kota Bogor akibat pembangunan 5 Anonim, Kehadiran Pusat Perbelanjaan Mendongkrak LPE Kota Bogor. [12 Juni 2004].

20 5 pusat perbelanjaan modern serta besarnya kontribusi sektor perdagangan yang merupakan aktivitas ekonomi utama di pusat perbelanjaan terhadap PDRB Kota Bogor membuat pembangunan pusat perbelanjaan dipilih sebagai bahan penelitian Perumusan Masalah Pembangunan pusat perbelanjaan memiliki pengaruh terhadap kemajuan perekonomian Kota. Dengan meningkatnya perekonomian kota terjadi pula peningkatan kebutuhan ruang untuk aktivitas ekonomi sehingga berdampak terhadap pengalokasian lahan di daerah perkotaan yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK). Jumlah pusat perbelanjaan di Kota Bogor bertambah secara cepat, hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya jumlah pusat perbelanjaan di sekitar jalanjalan utama di Kota Bogor. Maraknya pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor juga memiliki pengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pada tingkat nasional diketahui bahwa pertumbuhan pusat perbelanjaan yang pesat ini memberikan dampak terhadap perkembangan pasar tradisional baik dari segi jumlah pasar maupun dari segi pangsa pasar, yakni dengan kecenderungan menurunkan pertumbuhan pasar tradisional. Untuk itu perlu dianalisis apakah pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Bogor juga menyebabkan terjadinya pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Banyaknya pusat perbelanjaan modern memudahkan masyarakat dalam mengakses barang dan jasa yang mereka inginkan. Pusat perbelanjaan modern

21 6 juga membuka kesempatan usaha bagi masyarakat Kota Bogor, baik sebagai wirausaha maupun pegawai pusat perbelanjaan. Sehingga pusat perbelanjaan diharapkan mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai bagi penduduk Kota Bogor. Berdasarkan hal diatas, maka permasalahan yang menjadi perhatian dari penelitian ini adalah : 1. Pembangunan pusat perbelanjaan yang semakin banyak apakah telah menyebabkan terjadinya pergeseran preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern seperti yang terjadi pada tingkat nasional? 2. Apakah pengaruh yang ditimbulkan oleh banyaknya pembangunan pusat perbelanjaan modern terhadap tata ruang Kota Bogor? 3. Bagaimana dampak pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Bogor terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor dan pemutusan hubungan kerja pada sektor perdagangan eceran kecil yang berada disekitar pusat perbelanjaan tersebut? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dibuat, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu : 1. Mengetahui terjadi tidaknya pergeseran preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern.

22 7 2. Mengetahui dampak pembangunan pusat perbelanjaan terhadap realisasi tata ruang Kota Bogor. 3. Menganalisis pengaruh pembangunan pusat perbelanjaan terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor serta menganalisis pengaruhnya terhadap pemutusan hubungan kerja pada sektor perdagangan eceran kecil di sekitar pusat perbelanjaan Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan gambaran mengenai terjadi tidaknya pergeseran preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui dampak adanya pembangunan pusat perbelanjaan terhadap tata ruang Kota Bogor. Penelitian ini berguna untuk mengetahui pengaruh pembangunan pusat perbelanjaan, apakah pusat perbelanjaan memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap penyerapan tenaga kerja atau tidak, dan apakah pembangunan pusat perbelanjaan memiliki pengaruh terhadap pemutusan hubungan kerja pada sektor perdagangan eceran kecil di sekitar pusat perbelanjaan atau tidak. Penelitian juga berguna sebagai bahan rujukan pengambilan kebijakan di sektor perdagangan dan pembangunan daerah di wilayah Kota Bogor, seperti kebijakan izin usaha, izin membuat bangunan, serta kebijakan perdagangan baik skala besar maupun eceran.

23 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada pengaruh pusat perbelanjaan modern yang berlokasi di Kota Bogor. Pengaruh yang dianalisis adalah pengaruhnya terhadap tenaga kerja yang diserap dan tenaga kerja di tempat pedagang eceran lain di sekitar pusat perbelanjaan serta pengaruhnya terhadap pasar tradisional yang ada di Kota Bogor. Pembangunan pusat perbelanjaan juga dianalisis dampaknya terhadap tata ruang Kota Bogor. Pusat perbelanjaan yang dianalisis adalah pusat perbelanjaan modern kategori Pusat Perbelanjaan Terlengkap (Power Center) yang terdiri dari komposisi berbagai penyewa (Mix Tenant) dan dominasi perusahaan jangkar (Anchor Tenant), biasanya berupa departement store, shopping mall, dan sebagainya.

24 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Definisi dan Jenis Pasar Pasar diartikan dengan sederhana oleh Pontoh sebagai Pertemuan antara penjual dan pembeli di satu tempat yang bernegosiasi sehingga mencapai kesepakatan dalam bentuk jual beli atau tukar menukar. 6 Ini yang disebut sebagai pasar langsung. Berdasarkan definisi di atas, ada empat hal penting yang menandai terbentuknya pasar: pertama, ada penjual dan pembeli; kedua, mereka bertemu di sebuah tempat tertentu; ketiga, terjadi kesepakatan di antara penjual dan pembeli sehingga terjadi jual beli atau tukar menukar; dan keempat, antara penjual dan pembeli kedudukannya sederajat. Pasar seperti ini disebut sebagai pasar tradisional. Ada juga pasar modern di mana pembeli dan penjual bertemu tetapi tidak terjadi transaksi yang didasarkan pada proses tawar menawar. Barang yang diperjualbelikan memiliki label harga yang tidak bisa ditawar, jika barang dan harga yang ditawarkan sesuai, maka pembeli bisa membelinya dan jika tidak pembeli boleh tidak melakukan transaksi jual beli. Berkembangnya teknologi telah menyebabkan adanya pasar dimana pembeli dan penjual tidak harus bertemu di satu tempat, juga tidak harus terjadi tawar menawar. Misalnya pasar e-commerce (jual beli melalui internet). Para 6 Pontoh, Pasar. http//coen_husain_pontoh.blogspot.com/ pasar [03 November 2007].

25 10 ekonom menyebut pasar seperti ini sebagai pasar tidak langsung. Pasar tidak langsung seperti ini, juga terlihat pada perdagangan di bursa saham (disebut sebagai pasar bursa/pasar modal) atau bursa uang (disebut sebagai pasar uang). Wikipedia mendefinisikan pasar secara umum sebagai sebuah tempat bertemunya penjual dan pembeli yang melayani transaksi jual-beli. 7 Dengan demikian, pasar terdiri dari beberapa jenis, yaitu: 1. Pasar tradisional Pasar Tradisional biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai yang dibuka oleh penjual. Pasar jenis ini, kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging dan lainlain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. 2. Pasar Modern Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) oleh pembeli. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah pasar swalayan dan hypermarket. 7 Wikipedia, Pasar. [05 November 2006].

26 11 Departemen Perindustrian dan Perdagangan mendefinisikan : Pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh Pemerintah, Swasta atau Koperasi yang dalam bentuknya berupa Mal, Supermarket, Departement Store, dan Shopping Centre dimana pengelolaannya dilaksanakan secara modern dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada disatu tangan, bermodal relatip kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti Definisi dan Jenis Pusat Perbelanjaan Fanning dalam Dinas Tata Kota DKI Jakarta mendefinisikan pusat perbelanjaan (shopping center) sebagai : Pengembangan tanah, dibawah kepemilikan individu ataupun bersama, yang dibangun diatasnya berupa kumpulan bangunan perdagangan (retail) secara terorganisir dan terdiri dari berbagai unit pertokoan yang menawarkan berbagai fasilitas ruang belanja dan parkir. 9 Dinas Tata Kota DKI Jakarta menyatakan: Mall, supermall atau plaza didefinisikan sebagai sarana atau tempat usaha untuk melakukan usaha, perdagangan, rekreasi, restoran, dan sebagainnya yang diperuntukan bagi kelompok, perorangan, perusahaan atau koperasi untuk melakukan penjualan barang-barang dan atau jasa, dan terletak dalam bangunan yang menyatu. 10 Dari definisi tersebut di atas, inti dari pusat perbelanjaan adalah adanya ruang atau bangunan yang menyatu yang di dalamnya ada berbagai aktivitas usaha perdagangan dan rekreasi. 8 Departemen Perindustrian dan Perdagangan Keputusan Menteri Nomor 107/Mpp/Kep/2/1998 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern. Jakarta : Deperindag. Pasal 1 ayat 1 9 Fanning dalam Dinas Tata Kota DKI Jakarta Kajian Kapasitas Ruang Pusat-Pusat Perbelanjaan. Jakarta : Dinas Tata Kota DKI Jakarta. hal Dinas Tata Kota DKI Jakarta, Ibid. hal 45.

27 12 Klasifikasikan pusat perbelanjaan menurut bentuk perdagangannya terbagi menjadi empat jenis 11, yaitu : 1. Pusat Perbelanjaan Terlengkap (Power Centre), yang terdiri dari komposisi beberapa penyewa (Mix Tenant) dan dominasi perusahaan jangkar (Anchor Tenant). Biasanya berupa departement store, shopping mall, dan sebagainya. 2. Pusat Perbelanjaan yang Menawarkan Potongan Harga (Discount Centre), merupakan pusat perbelanjaan yang menawarkan diskon tertentu setiap hari, konsepnya berupa kios yang menjual barang dibawah harga pasar (Off Price Outlet). 3. Pusat Perbelanjaan yang Menawarkan Barang Tertentu (Convinience Centre), berupa penyewa tunggal pada supermarket dalam skala kecil, biasanya menjual,produk tertentu atau spesialisasi perdagangan tertentu. 4. Pusat Perkulakan, sebagai bentuk usaha perdagangan grosir Definisi dan Konsep Perdagangan Kegiatan perdagangan terjadi karena adanya keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu daerah. Konsep perdagangan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ricardo dalam Salvatore, yakni; Meskipun sebuah negara kurang efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi dua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan antara kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian komparatif yang paling kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar Ibid, hal Ricardo dalam Salvatore Ekonomi Internasional edisi kelima jilid 1. Jakarta : Erlangga. Bab 2 Hukum Keunggulan Komparatif hal 27.

28 13 Berdasarkan hukum komparatif yang dikembangkan Ricardo berarti bahwa setiap daerah akan memiliki keuntungan dari adanya perdagangan meskipun daerah tersebut sama sekali tidak memiliki keuntungan absolut dari semua barang yang diproduksinya. Perdagangan berdasarkan pembagian sektor ekonomi yang dilakukan oleh BPS termasuk kedalam sektor tersier. Sektor tersier atau dikenal sebagai sektor jasa, adalah sektor yang tidak memproduksi dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk jasa, sektor yang tercakup adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa lainnya. Kegiatan perdagangan menurut BPS terbagi kedalam dua kelompok, yaitu perdagangan besar dan perdagangan eceran Perdagangan Besar mencakup kegiatan pengumpulan dan penjualan kembali barang baru atau bekas oleh pedagang dari produsen atau importir ke pedagang besar lainnya atau pedagang eceran. 2. Perdagangan Eceran mencakup kegiatan pedagang yang umumnya melayani konsumen perorangan atau rumah tangga, tanpa merubah sifat, baik barang bekas atau baru. Berdasarkan definisi di atas, maka aktivitas perdagangan yang dilakukan di pusat perbelanjaan termasuk ke dalam perdagangan eceran yang melayani langsung konsumen. 13 Badan Pusat Statistik PDRB. Jakarta : BPS.

29 Teori Tenaga Kerja Angkatan kerja (labour force) menurut Rusli : Angkatan kerja merupakan konsep yang memperlihatkan economically active population, sedangkan bukan angkatan kerja adalah mereka yang tergolong non-economically active population. Konsep man power juga menunjuk pada labour force. 14 Angkatan kerja ini berbeda dengan penduduk usia kerja, karena tidak semua penduduk usia kerja tergolong dalam angkatan kerja. Konsep dan definisi ketenagakerjaan menurut Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Bogor adalah sebagai berikut: 15 a. Penduduk Usia Kerja Penduduk usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas. b. Angkatan Kerja Angkatan kerja mencakup penduduk usia kerja yang kegiatan utamanya bekerja atau mencari pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja mencakup penduduk usia kerja yang kegiatan utamanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan melakukan kegiatan lainnya. c. Angkatan Kerja yang Bekerja Angkatan kerja yang bekerja adalah angkatan kerja yang melakukan kegiatan ekonomi (dengan maksud untuk memperoleh uang atau pendapatan) atau membantu melakukan kegiatan ekonomi paling sedikit satu jam tidak terputus selama seminggu sebelum pencacahan (pengumpulan data). 14 Said Rusli Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta : LP3ES. Bab 9 Angkatan Kerja, Partisipasi Angkatan Kerja, Pengangguran dan Kesempatan Kerja hal Kantor Tenaga Kerja dan Sosial Perencanaan Tenaga Kerja Daerah (PTKD) Kota Bogor. Bogor : Kantor Tenaga Kerja dan Sosial Kota Bogor. hal 7.

30 15 d. Pengangguran Terbuka Penganggur terbuka adalah angkatan kerja yang tidak bekerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyatakan bahwa Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun orang lain. 16 Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain Konsep Kesempatan Kerja sektor, yaitu : Rusli dengan menggunakan data sensus penduduk, menyatakan bahwa : Jumlah penduduk yang bekerja biasanya dipandang mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Dalam pengertian ini, kesempatan kerja bukanlah lapangan pekerjaan yang masih terbuka, walaupun komponen yang terakhir ini akan menambah kesempatan kerja yang ada diwaktu yang akan datang. 18 BPS mengklasifikasikan lapangan pekerjaan (Industry) ke dalam beberapa 1. Pertanian, Perburuan, Kehutanan dan Perikanan (Agriculture, Hunting, and Fishing) 2. Pertambangan dan Penggalian (Mining and Quarriying) 3. Industri Pengolahan (Manufacturing) 16 Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Jakarta : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pasal 1 ayat Ibid. Pasal 1 ayat Said Rusli, Op. Cit. hal 109.

31 16 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih (Electricity) 5. Bangunan (Construction) 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran (Wholesale and Retail Trade, Restaurants and Hotels) 7. Pengangkutan dan Transportasi (Transport and Communication) 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan (Financing, Insurance, Real Estate and Business Services) 9. Jasa-jasa (Community, Social and Personal Services/Public Service) Elastisitas Tenaga Kerja Perubahan pendapatan dalam suatu sektor perekonomian akan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Namun besarnya perubahan pendapatan secara sektoral tidak selalu diikuti oleh perubahan yang sama pada penyerapan tenaga kerja yang terjadi. Hubungan antara pertumbuhan pendapatan tersebut dengan penyerapan tenaga kerja dinyatakan dengan elastisitas permintaan tenaga kerja. Elastisitas permintaan tenaga kerja oleh Simanjuntak didefinisikan sebagai persentase perubahan permintaan akan tenaga kerja sehubungan dengan perubahan satu persen pada tingkat upah 19. Dalam penelitian ini elastisitas tenaga kerja menunjukkan penyerapan tenaga kerja yang terjadi karena adanya perbedaan laju pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan modern dengan laju pertumbuhan tenaga kerja yang bekerja di pusat perbelanjaan modern. 19 Payaman J. Simanjuntak Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta : LPFEUI. Bab 5 Analisa Permintaan Akan Tenaga Kerja hal 76

32 17 Besar kecilnya elastisitas permintaan tenaga kerja tergantung dari kemungkinan substitusi tenaga kerja dengan faktor produksi lainnya, misalnya modal, elastisitas permintaan terhadap barang yang dijual di pusat perbelanjaan modern, proporsi biaya tenaga kerja terhadap seluruh biaya produksi, elastisitas persediaan dari faktor produksi lainnya Koefisien Korelasi Rank Spearman Walpole menyatakan bahwa Koefisien korelasi Rank Spearman merupakan suatu ukuran non-parametrik bagi hubngan antara dua peubah. 20 Dengan demikian koefisien korelasi Rank Spearman adalah suatu alat analisis untuk mengetahui hubungan yang terjadi antara dua variabel ekonomi. Hasil estimasi koefisien korelasi Rank Spearman dapat menunjukkan pengaruh dari suatu aktivitas ekonomi terhadap aktivitas ekonomi lainnya. Pada penelitian ini koefisien korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara pertumbuhan laju pembangunan pusat perbelanjaan dengan pertumbuhan laju penyerapan tenaga kerja yang terjadi. 20 Ronald E. Walpole Pengantar Statistika. Edisi ke-6. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Bab 13 Statistika Nonparametrik hal. 451

33 Tata Ruang Wilayah Kota Tata ruang wilayah kota mencerminkan pengembangan sektoral dan pemanfaatan tata kota yang optimal dan diimplementasikan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota. RTRW Kota berisi : 21 a. Pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya b. Pengelolaan kawasan pedesaan, perkotaan, dan kawasan tertentu c. Sistem kegiatan pembangunan, dan sistem pemukiman pedesaan dan perkotaan d. Sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan e. Penatagunaan sumber daya manusia dan sumber daya buatan. RTRW Kota menjadi pedoman untuk : 22 a. Perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan,dan keseimbangan perkembangan antar wilayah kota serta keserasian antar sektor c. Penetapan lokasi investasi, yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat di kota d. Penyusunan rencana rinci tata ruang di kota e. Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan. 21 RTRW Kota Bogor dalam Marisan Analisis Inkonsistensi Tata Ruang Dilihat Dari Aspek Fisik Wilayah: Kasus kabupaten dan Kota Bogor. Tesis Program Pascasarjana. Bogor : IPB. hal ibid

34 19 Pengembangan ruang suatu kota dipengaruhi oleh RTRW regional, yaitu RTRW Propinsi Jawa Barat. Pada RTRW Propinsi Jawa Barat terdapat kebijakan yang terkait dengan Kota Bogor, yaitu 23 : 1. Kota Bogor diarahkan sebagai Kota Hierarki II A dengan kegiatan utamanya adalah pemukiman dan perdagangan regional yang merupakan pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya 2. Kota Bogor termasuk kota yang dilalui oleh pengembangan tol Bogor- Sukabumi-Padalarang 3. Pengaktifan kembali jalur kereta api Bandung-Sukabumi-Bogor-Jakarta. Kondisi lingkungan kawasan Propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta dipengaruhi oleh kawasan yang berada diatasnya, yakni Kota Bogor itu sendiri, Puncak, dan Cianjur. Adanya keterkaitan antar wilayah menjadikan Pemerintah menyusun suatu peraturan mengenai pengembangan wilayah Kota Bogor, Puncak, dan Cianjur secara khusus, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 menyatakan bahwa Kota Bogor Merupakan salah satu kota yang termasuk dalam Kawasan Bopuncur, dengan pemanfaatan ruang terbatas, sesuai fungsinya yaitu sebagai kawasan konservasi air dan tanah serta memiliki nilai strategis sebagai kawasan yang dapat memberikan perlindungan terhadap kawasan Propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta Chaerawati Analisis Permintaan Angkutan Umum Di Kota Bogor dan Pengaruhnya Terhadap Tata Ruang. Skripsi Fakultas Ekonomi Dan Manajemen. Bogor : IPB. hal Radnawati Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kota Depok Sebagai Kawasan Konservasi Air Menggunakan Data Satelit Multi Temporal. Tesis Program Pascasarjana. Bogor : IPB. hal 3

35 Hasil Penelitian Terdahulu Mislan pada tahun 2003 melakukan analisis mengenai dampak pembangunan pusat perdagangan Jodoh di Kota Batam terhadap kondisi sosial ekonomi pedagang. Penelitian ini membahas dampak sosial bagi pedagang setelah dilakukan relokasi tempat usaha dari pasar ilegal yaitu Pasar Pagi Jodoh ke Pusat Perdagangan Jodoh. Penelitian ini menitikberatkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan berkembangnya usaha pedagang dipasar tradisional dan perbedaan dampak ekonomi dan sosial pada pedagang. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa dampak ekonomi relokasi Pasar Pagi ke Pusat Perdagangan Jodoh adalah positif, diketahui dari peningkatan Rentabilitas Modal Sendiri (RMS) yang diperoleh pedagang secara rata-rata dimana nilai RMS di pasar Jodoh lebih tinggi 0,9 % dibanding nilai RMS di pasar Pagi. Dampak relokasi bagi pedagang adalah meningkatnya martabat sebagai pedagang karena berusaha di tempat yang legal dan adanya ketenangan berusaha. Pada tahun 2006 Hartati melakukan analisis mengenai pergeseran subsektor pedagang eceran dari tradisional ke modern di Indonesia. Penelitian ini mengkaji pergeseran sarana perdagangan eceran dari tradisional ke modern dengan indikator jumlah pasar dan omset penjualan serta mengkaji kebijakan yang diterapkan pemerintah dalam perdagangan eceran tradisional dan modern. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran perdagangan eceran pada tingkat nasional dan propinsi. Pergeseran tersebut diketahui dari jumlah pasar tradisional yang menurun dan jumlah pasar modern yang meningkat. Laju pertumbuhan pasar tradisional juga cenderung bernilai negatif sedangkan laju

36 21 pertumbuhan pasar modern bernilai positif. Analisis peningkatan omset penjualan, kedua pasar baik modern maupun tradisional memiliki omset penjualan yang terus meningkat. Marisan pada tahun 2006 melakukan penelitian yang berjudul Analisis Inkonsistensi Tata Ruang dilihat dari Aspek Fisik Wilayah : Kasus Kabupaten dan Kota Bogor. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsistensi pemanfaatan lahan di Kota Bogor yang sesuai dengan RTRWK tahun mencapai 94,24 persen dan terjadi inkonsistensi sebesar 5,76 persen. Inkonsistensi terbesar terjadi karena adanya penutupan Tanaman Pertanian Lahan Kering (TPLK) dan penutupan Tanaman Pertanian Lahan Basah (TPLB). Dengan pusat perubahan berada dikawasan Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Bogor Timur. Inkonsistensi pemanfaatan lahan terbesar di Kabupaten Bogor sebagian besar disebabkan oleh penutupan TPLK. Kawasan sebelah utara Kabupaten Bogor merupakan pusat perubahan penutupan lahan dari pertanian ke non pertanian sesuai dengan tingginya aktivitas ekonomi di wilayah tersebut. Penelitian Fazrian tahun 2005 yang diberi judul Peran Agroindustri Dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Kota Bogor, menunjukkan bahwa agroindustri di Kota Bogor mempengaruhi penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan per kapita. Pada setiap peningkatan tenaga kerja sektor agroindustri akan meningkatkan pendapatan per kapita. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada fokus penelitian yang menitikberatkan pada dampak pembangunan pusat perbelanjaan modern terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengurangan penggunaan tenaga

37 22 kerja pada sektor perdagangan eceran kecil informal yang berada disekitar pusat perbelanjaan tersebut. Penelitian ini meneliti pusat perbelanjaan serta dampak yang ditimbulkan yang terdapat di Kota Bogor.

38 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Wilayah Penelitian Penelitian ini bersifat studi kasus di wilayah Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Juli Pemilihan lokasi Kota Bogor dilakukan secara sengaja untuk melihat keterkaitan pembangunan pusat perbelanjaan modern terhadap penyerapan dan pengurangan kesempatan kerja dengan pertimbangan: a. Sektor perdagangan merupakan penyumbang pertama terbesar terhadap PDRB Kota Bogor. b. Pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sehingga diperlukan penelitian untuk melihat dampaknya terhadap penyerapan dan pengurangan tenaga kerja pada sektor perdagangan eceran, tata kota dan pasar tradisional. c. Aspek finansial berupa biaya untuk pencarian data dan pengolahannya yang relatif tidak mahal Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui metode wawancara dengan pengelola dan pemilik kios pusat perbelanjaan modern. Pusat perbelanjaan modern yang dianalisis adalah pusat perbelanjaan modern, yakni setiap barang yang diperjualbelikan dilengkapi label harga yang pasti, menggabungkan unsur

39 28 rekreasi, mengutamakan pelayanan kenyamanan dalam berbelanja, dan berada pada satu manajemen, serta merupakan pusat perbelanjaan yang termasuk ke dalam klasifikasi Power Center, yakni terdiri dari komposisi beberapa penyewa (Mix Tenant) dan dominasi perusahaan jangkar (Anchor Tenant). Berdasarkan data Dinas Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Bogor jumlah pasar modern di Kota bogor terdapat 12 unit. Dari 12 unit pasar modern berdasarkan definisi pusat perbelanjaan modern dan power center hanya empat unit yang termasuk ke dalam penelitian ini, yakni Ekalokasari Plaza, Pangrango Plaza, Bogor Trade Mall (BTM), dan Botani Square seperti yang tersaji pada Tabel 4.1. Metode wawancara terstruktur dilakukan pada setiap kios yang beroperasi di pusat perbelanjaan tersebut. Tabel 4.1. Pasar Modern di Kota Bogor Pusat Perbelanjaan Modern Power Center No. Pasar Modern Label Harga Pasti Rekreasi Satu manajemen Mix Tenant Anchor Tenant 1 Pangrango Plaza V V V V V 2 Ekalokasari Plaza V V V V V 3 Bogor Trade Mall V V V V V 4 Botani Square V V V V V 5 Pusat Grosir Bogor X V X V X 6 ADA Swalayan V V V X X 7 Plaza Jambu 2 V V X V V 8 Plaza Jembatan V V X V V Merah 9 Shangrilla Plaza X X X V X 10 Dewi Sartika X X X V X 11 Plaza Bogor X V X V V 12 Plaza Bogor Indah V V X V V Sumber : Disperindagkop, 2007(Hasil Olahan) Keterangan : V = Ada X = Tidak ada

40 29 Metode wawancara juga dilakukan untuk memperoleh data primer dari pedagang di pasar tradisional. Pedagang yang menjadi responden adalah pedagang yang beroperasi di Pasar Bogor dan Pasar Kebon Kembang. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari BPS, BAPEDA, Disperindagkop, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, Dinas Tata Ruang Kota Bogor, Pengelola Pusat Perbelanjaan di Kota Bogor. Data yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu data jumlah orang yang bekerja di pusat perbelanjaan, data jumlah pusat perbelanjaan, data jumlah pasar tradisional, dan data PDRB Kota Bogor atas dasar harga konstan Metode Analisis Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menyajikan data yang berhubungan dengan kondisi perekonomian dan kependudukan Kota Bogor. Pembangunan pusat perbelanjaan diduga menyebabkan terjadinya pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern, hal tersebut dianalisis melalui perhitungan laju pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional. Dampak pembangunan pusat perbelanjaan terhadap tata ruang kota dilihat dari penurunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan kesesuaian antara lokasi pembangunan pusat perbelanjaan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor. Dampak pembangunan pusat perbelanjaan modern terhadap ketenagakerjaan di Kota Bogor diukur melalui elastisitas tenaga kerja dan perhitungan Rank Spearman.

41 Pergeseran Pasar Tradisional ke Pusat Perbelanjaan Modern Pembangunan pusat perbelanjaan modern memungkinkan terjadinya pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Untuk itu, dilakukan penyajian data-data yang berkaitan dengan sektor perdagangan khususnya perdagangan eceran baik tradisional maupun modern yang mampu menunjukkan kecenderungan pergeseran tersebut. Salah satunya melalui perhitungan metode laju pertumbuhan sebagai berikut : Laju pertumbuhan = Y' - Y Y X 100 % (1.1) Dengan ; Y = Jumlah Pusat Perbelanjaan Modern/Pasar Tradisional Tahun 2007 Y = Jumlah Pusat Perbelanjaan Modern/Pasar Tradisional Tahun Pengaruh Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Tata Ruang Kota Pembangunan pusat perbelanjaan modern juga memiliki pengaruh terhadap tata ruang kota. Pembangunan pusat perbelanjaan modern menyebabkan terjadinya peralihan fungsi penggunaan lahan sehingga perlu dianalisis dampaknya. Untuk itu, dilakukan analisis dengan melihat kesesuaian lokasi pembangunan pusat perbelanjaan modern dengan RTRW Kota Bogor Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja Pembangunan pusat perbelanjaan seharusnya mampu menyerap tenaga kerja di Kota Bogor. Namun pembangunan pusat perbelanjaan juga dapat

42 31 menimbulkan pengurangan tenaga kerja pada usaha perdagangan eceran disekitar pusat perbelanjaan tersebut Penyerapan Tenaga Kerja Pengukuran besarnya tingkat penyerapan tenaga kerja sebagai akibat adanya pembangunan pusat perbelanjaan dilakukan dengan menghitung elastisitas tenaga kerja. Adapun pengukuran elastisitas tenaga kerja yang digunakan sebagai berikut: Persentase Perubahan Pusat Perbelanjaan Elastisitas = (1.2) PersentasePerubahan Tenaga Kerja Nilai elastisitas yang diperoleh menunjukkan hubungan antara pembangunan pusat perbelanjaan dan penyerapan tenaga kerja. Apabila nilai elastisitas lebih besar dari satu, berarti laju penyerapan tenaga kerja lebih besar dari laju pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan. Untuk memperkuat analisis hubungan antara pembangunan pusat perbelanjaan dan penyerapan tenaga kerja, dilakukan perhitungan Rank Spearman. Perhitungan Rank Spearman dilakukan untuk melihat kuat tidaknya hubungan antara pembangunan pusat perbelanjaan dan penyerapan tenaga kerja. Adapun perhitungan korelasi Rank Spearman sebagai berikut : 2 6 d i i= r s = n( n 1) n (1.3)

43 32 dengan : d i = selisih antara peringkat pertumbuhan pusat perbelanjaan (x i )dan pertumbuhan tenaga kerja di pusat perbelanjaan (y i ) n = banyaknya pasangan data Nilai r s antara -1 sampai +1, nilai 1 berarti terjadi korelasi sempurna antara pembangunan pusat perbelanjaan modern dengan penyerapan tenaga kerja. Tanda positif menunjukkan bahwa pertumbuhan pusat perbelanjaan modern juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor. Sedangkan tanda negatif menunjukkan bahwa pertumbuhan pusat perbelanjaan modern tidak diikuti dengan peningkatkan penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor Pengurangan Tenaga Kerja Analisis pengurangan tenaga kerja dilakukan untuk melihat apakah dengan pembangunan pusat perbelanjaan yang semakin banyak telah menyebabkan terjadinya pengurangan tenaga kerja pada pedagang eceran di sekitar pusat perbelanjaan tersebut. Untuk mengetahui terjadi tidaknya pengurangan tenaga kerja ini dilakukan pengamatan langsung di lapangan dan wawancara kepada pedagang. Pengambilan sampel pedagang dilakukan dengan teknik pengambilan sample non-probabilitas, setiap pedagang tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih. Jumlah pedagang yang diamati sesuai dengan asumsi kenormalan lebih dari sama dengan 30 pedagang, yakni sebanyak 32 pedagang. Pedagang yang menjadi sample adalah pedagang yang beroperasi di Pasar Bogor dan Pasar Kebon Kembang.

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP PENDAPATAN DAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DI KOTA BOGOR

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP PENDAPATAN DAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DI KOTA BOGOR DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP PENDAPATAN DAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DI KOTA BOGOR (STUDI KASUS RUMAH TANGGA PENGOJEG PENGGUNA KREDIT MOTOR) OLEH ANADIA RAHMADINI H14103075 DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE OLEH MUHAMAD ROYAN H

ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE OLEH MUHAMAD ROYAN H ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE 1993-2004 OLEH MUHAMAD ROYAN H14102112 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN MUHAMAD

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

I. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perdagangan merupakan salah satu sektor yang berperan penting sebagai penggerak dalam pembangunan ekonomi nasional (Hartati, 2006). Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk. Pasar menurut

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H14103069 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA

KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA Oleh : Novita Delima Putri 1 Fadillah Hisyam 2 Dosen Universitas

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2005 Oleh TUTI RATNA DEWI H14103066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN JUMLAH PASAR MODERN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR OLEH DIAN AGUSTINA H14052628 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK)

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK) ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK) Oleh ANNISA ANJANI H14103124 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H

PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI BANGKA BELITUNG (ANALISIS INPUT OUTPUT) Oleh: SIERA ANINDITHA CASANDRI PUTRI H14104109 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H14102048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR Oleh DIYAH RATNA SARI H14102075 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H14102059 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mall, menurut Ma ruf (2005), adalah suatu tempat berkumpulnya para peritel yang mampu menjual aneka barang dan jasa yang dibutuhkan pribadi dan rumah tangga, namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan pasar tradisional menjadi topik yang menyulut perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Liberalisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

DAMPAK PENGUASAAN LAHAN DAN PEMBANGUNAN PROPERTI TERHADAP MASALAH SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KAWASAN SEGITIGA EMAS JAKARTA

DAMPAK PENGUASAAN LAHAN DAN PEMBANGUNAN PROPERTI TERHADAP MASALAH SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KAWASAN SEGITIGA EMAS JAKARTA DAMPAK PENGUASAAN LAHAN DAN PEMBANGUNAN PROPERTI TERHADAP MASALAH SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KAWASAN SEGITIGA EMAS JAKARTA OLEH ANDROMEDA ARISTI RACHMI H14104074 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

DAMPAK EFISIENSI LOKASI INDUSTRI TERHADAP NILAI TAMBAH SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERIK PRIYADI SIMATUPANG H

DAMPAK EFISIENSI LOKASI INDUSTRI TERHADAP NILAI TAMBAH SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERIK PRIYADI SIMATUPANG H DAMPAK EFISIENSI LOKASI INDUSTRI TERHADAP NILAI TAMBAH SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERIK PRIYADI SIMATUPANG H14102031 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG PERIODE OLEH ADHITIA KUSUMA NEGARA H

KONTRIBUSI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG PERIODE OLEH ADHITIA KUSUMA NEGARA H KONTRIBUSI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG PERIODE 2003-2007 OLEH ADHITIA KUSUMA NEGARA H14052528 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H14084017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DEWI

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perekonomian pada suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan sejauh

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H

ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H ANALISIS KESEMPATAN KERJA DAN MIGRASI PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TENGAH PADA PRA DAN ERA OTONOMI DAERAH OLEH LINA SULISTIAWATI H14053044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H14102066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan masyarakat dalam sebuah pemukiman tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan akan berbagai fasilitas pendukung yang dibutuhkan warga setempat. Fasilitas umum yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA (1996-2004) OLEH ESTI FITRI LESTARI H14102060 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI OLEH EVI NOVIANTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI OLEH EVI NOVIANTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI OLEH EVI NOVIANTI H14103109 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO : IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN PROVINSI GORONTALO 2001-2008: IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DWI MUSLIANTI H 14094014 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket,

BAB I PENDAHULUAN. menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007, toko modern atau yang sekarang biasa disebut pasar modern adalah pasar dengan sistem pelayanan mandiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H14102010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN CITRA MULIANTY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN PROPERTI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KOTA BOGOR OLEH NINDYA RASMI M H

DAMPAK PEMBANGUNAN PROPERTI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KOTA BOGOR OLEH NINDYA RASMI M H DAMPAK PEMBANGUNAN PROPERTI TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KOTA BOGOR OLEH NINDYA RASMI M H14104113 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBINAAN PASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km 2 yang

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km 2 yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km 2 yang terdiri dari 28 Kecamatan, 294 Pekon dan 10 kelurahan. Kabupaten Lampung Tengah merupakan Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penyedia dan pemenuh kebutuhan pangan di Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan perekonomian nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN 2013 Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 Statistik Dasar UU NO. 16 TAHUN 1997 (TENTANG STATISTIK) Statistik yang pemanfaatannya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

PERMOHONAN DUKUNGAN DANA PEMERINTAH PUSAT

PERMOHONAN DUKUNGAN DANA PEMERINTAH PUSAT PERMOHONAN DUKUNGAN DANA PEMERINTAH PUSAT UNTUK KEGIATAN : REHABILITASI PASAR KANDANGAN KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI &

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING DAN PREFERENSI MASYARAKAT DALAM BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL OLEH DEVI NURMALASARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING DAN PREFERENSI MASYARAKAT DALAM BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL OLEH DEVI NURMALASARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING DAN PREFERENSI MASYARAKAT DALAM BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL OLEH DEVI NURMALASARI H14103018 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode 1982-2003) OLEH M. FAHREZA H14101011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia memiliki tanah yang subur

Lebih terperinci

sehingga mempunyai ciri-ciri dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap

sehingga mempunyai ciri-ciri dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang mencakup perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap-sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional menempatkan manusia sebagai titik sentral sehingga mempunyai ciri-ciri dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat Pembangunan mengandung makna yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlalunya kerusuhan yang pernah terjadi pada sekitar tahun merupakan fenomena tersendiri. Pusat perbelanjaan yang dapat berupa

I. PENDAHULUAN. berlalunya kerusuhan yang pernah terjadi pada sekitar tahun merupakan fenomena tersendiri. Pusat perbelanjaan yang dapat berupa I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pusat perbelanjaan yang tumbuh semakin pesat di Jakarta setelah berlalunya kerusuhan yang pernah terjadi pada sekitar tahun 1998 merupakan fenomena tersendiri. Pusat perbelanjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam industri yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat ekonomi yang terjadi. Bagi

Lebih terperinci

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H 14104053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan

Lebih terperinci