BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
|
|
- Ivan Halim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah satu organ genetalia pria yang terletak disebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram (Purnomo, 2011). Bila mengalami pembesaran atau hiperplasy organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli atau lebih dikenal Benigna Prostat Hiperplasy (BPH). Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat yang disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua bagian prostat meliputi jaringan kelenjar/ jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pers prostatika (Soetomo, 1994). Penyebab Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) belum pasti namun hampir merupakan fenomena yang sering ditemukan pada laki-laki usia lanjut. Frekuensi terjadinya Benigna Prostat Hiperplasy meningkat seiring dengan pertambahan usia, dan merupakan penyebab morbiditas utama laki-laki usia lanjut (Isselbacher, 1992). Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun (Brunner & Suddart, 2002). Di Indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umum diperkirakan hampir 50 % pria Indonesia yang berusia diatas 50 tahun, dengan usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit pembesaran prostat jinak (PPJ) atau Benigna Prostat Hiperplasy (BPH). Selanjutnya, 5 % pria di Indonesia sudah masuk dalam lingkungan usia diatas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat dari 200 juta lebih bilangan rakyat Indonesia maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria yang
2 2 berusia 60 tahun. Secara umumnya dinyatakan bahwa 2,5 juta pria Indonesia menderita penyakit Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) atau pembesaran prostat jinak (PPJ) ini. Indonesia semakin hari semakin maju dan berkembang, dengan berkembangnya sebuah negara maka usia harapan hidup pasti bertambah dengan sarana yang semakin maju, maka kadar penderita BPH secara pastinya turut meningkat (Furqan, 2003). Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) yang bergejala pada pria berusia tahun mencapai 15 %. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia tahun prevalensinya mencapai hampir 25 % pada usia 60 tahun sebanyak 50 % tahun mencapai angka sekitar 43 %. Angka kejadian Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) di Indonesia sebagai gambaran hospital prevalensi di Rumah Sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumber Waras ( ) terdapat 1040 kasus (Istiqomah, 2010). Tidak jauh berbeda dengan kasus Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) yang terjadi di jawa tengah, kasus tertinggi gangguan prostat berdasarkan laporan rumah sakit terjadi di Kabupaten Grobogan yaitu sebesar kasus (66,33 %) dibandingkan dengan jumlah keseluruhan kasus gangguan prostat di kabupaten atau kota lain di Jawa Tengah. Bila dibandingkan kasus keseluruhan penyakit tidak menular lain di Kota Grobogan sebesar 46,81 %. Sedangkan kasus tertinggi kedua adalah kota Surakarta 488 kasus (6,75 %) dan dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penyakit tidak menular lain di kota Surakarta maka proporsi kasus ini adalah 3,52 %. Rata-rata kasus gangguan prostat di Jawa Tengah adalah 206,48 (Profil Kesehatan Profinsi Jawa Tengah, 2003). Di berbagai daerah di Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan modalitas terapi pasien Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) tidak sama karena perbedaan fasilitas dan sumber daya manusia di tiap-tiap daerah. Dari hasil penelitian yang dilakukan Ferawaty (2007) dijumpai adanya korelasi positif antara klinis hiperplasia prostat dengan kejadian inkontinensia urin tipe overflow pada pasien pria lanjut usia (koefisien
3 3 korelasi = 0,778;p<0,0001). Pasien yang mengalami Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) akan mengalami gangguan pengeluaran urin (obstruksi saluran uretra). Gejala obstruksi yaitu pancaran melemah, rasa tidak puas saat miksi, jika akan miksi memerlukan waktu lama/ hesitancy, harus mengedan/ straining, kencing terputus-putus/ intermittency dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena over flow (Mansjoer, 2004). Obstruksi saluran kemih harus segera diatasi karena dapat menimbulkan komplikasi, diantaranya iritasi urin akut yang terjadi buli-buli mengalami dekompensasi, infeksi saluran kemih, hematuri, hidroureter dan hidronefrosis karena tekanan intravesika meningkat dan akan menimbulkan kerusakan fungsi ginjal (Heffner dan Schush, 2006). Untuk menangani komplikasi yang terjadi pada pasien Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) penatalaksanaan yang dilakukan ada yaitu yang pertama terapi medikmentosa, diantaranya : penghambat adrenergic alfa, penghambat enzim 5 alfa reduktase, dan fitofarmaka (Purnomo, 2011), yang kedua terapi pembedahan/ prostatectomy dan yang ketiga tindakan invasif minimal endourologi serta watcfull waiting. Tindakan yang sering dilakukan untuk penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) adalah pembedahan Prostatectomy yaitu pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar prostat (Susan, 1998). Trans vesica prostatectomy (TVP)/ open prostatectomy/ prostatektomi terbukti merupakan tindakan pembedahan yang sering dilakukan dalam penanganan PPJ dengan mekanisme pengangkatan kelenjar melalui insisi abdomen. Trans vesica prostatectomy (TVP) dibagi menjadi tiga yaitu prostatektomi suprapubik, prostatektomi perineal dan prostatektomi retropubik. Open prostatektomy dianjurkan untuk prostat dengan ukuran (>100 gram). Pasien yang telah dilakukan tindakan pembedahan bukan berarti tidak timbul masalah lain, masalah yang dapat terjadi setelah tindakan trans vesica prostatectomy (TVP) seperti pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak, retensi urine, inkontinensia urine, impotensi dan
4 4 terjadi infeksi (Purnomo, 2011). Dari 168 pasien yang menjalani trans vesica prostatectomy (TVP), 15 % diperlukan tranfusi darah pasca operasi. Komplikasi lain yang biasa terjadi adalah perforasi usus, infeksi luka bedah, disfungsi ereksi, diamati pada 164 pasien (98%), perubahan berkemih pada 32 pasien (19%) dan perubahan usus (11%). Diantara perubahan perubahan eliminasi urin ditemukan, yang paling sering (64%) adalah inkontinensia urin (Escudero, 2006). Salah satu masalah yang sering ditemui pada pasien pasca prostatectomy yaitu inkontinensia urin, masalah ini merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan. Dilihat dari sisi pembedahan dan proses penyembuhan luka, trans vesica prostatectomy (TVP) akan memerlukan waktu untuk penyembuhan luka pasca operasi pada saluran kemih khususnya vesica urinary dan otot pelvic yang melemah (Brunner Sudart, 2002). Inkontinensia urin pada dasarnya bukan konsekuensi normal penuaan, tetapi perubahan traktus urinarius (Juniardi, 2008). Inkontinensia urin merupakan komplikasi jangka panjang umum pasca operasi prostatectomy, penyembuhan kontrol berkemih secara spontan pasca operasi memakan waktu 1-2 tahun. Ditemukan 88 % dari 48 pasien dan 56 % dari 52 pasien mengalami inkontinensia setelah 3 bulan (Van Poppel, 2000 ). Penatalaksanaan inkontinensia urin terdiri atas tiga kategori utama, yaitu terapi non farmakologis (intervensi perilaku), farmakologis, dan pembedahan. Terapi non-farmakologis merupakan intervensi keperawatan yang bersifat independent yang dapat dilakukan pada pasien dengan inkontinensia urin antara lain : behavioral oriented seperti bladder training, kegel exercise, dan pengaturan diit (Kozier et.al, 2003). Salah satu terapi non-farmakologis yaitu kegel exercise merupakan nama latihan yang menguatkan otot dasar panggul (Kegel, 1948). Kegel Exercise diartikan sebagai penguatan otot Pubococsigeus secara sadar dengan melakukan gerakan kontraksi berulang-ulang untuk menurunkan
5 5 incointinence (Memorial Hospital, 2009). Kegel exercise merupakan suatu upaya untuk mencegah suatu timbulnya inkontinensia urin. Mekanisme kontraksi dan meningkatnya tonus otot dapat terjadi karena adanya rangsangan sebagai dampak dari latihan. Otot dapat dipandang sebagai suatu motor yang bekerja dengan jalan mengubah energy kimia menjadi tenaga mekanik berupa kontraksi dan pergerakan untuk menggerakkan serat otot yang terletak pada interaksi aktin dan myosin. Proses interaksi tersebut diaktifkan oeh ion kalsium dan adenotrifosfat (ATP), yang kemudian dipecah menjadi adenodifosfat (ADP) untuk memberikan energy bagi kontraksi otot detrusor (Asikin N, 1984). Rangsangan melalui neuromuskuler akan meningkatkan rangsangan pada syaraf otot polos untuk memproduksi asetilkolin dimana asetilkolin akan meningkatkan permeabilitas membrane otot sehingga mengakibatkan kontraksi otot. Energi yang lebih banyak diperoleh dari proses metabolisme dalam mitokondria untuk menghasilkan adenotrifosfat (ATP) yang digunakan otot polos pada kandung kemih sebagai energi untuk kontraksi dan akhirnya dapat meningkatkan tonus otot polos kandung kemih (Guyton, 1995). Cara latihan kegel adalah dengan melakukan kontraksi pada otot pubococcygeus dan menahan kontraksi tersebut dalam hitungan 10 detik, kemudian kontraksi dilepaskan. Pada tahap awal bisa dimulai dengan menahan kontraksi selama 3 hingga 5 detik. Dengan melakukan secara bertahap otot ini akan semakin kuat, latihan ini diulang 10 kali setelah itu mencoba berkemih dan menghentikan urin ditengah (Johnson, 2002). Untuk menguatkan otot dasar panggul, sehingga memperkuat fungsi sfingter eksternal pada kandung kemih. Latihan ini terus dikembangkan dan dilakukan pada lansia yang mengalami masalah inkotinensia stres. Suatu penelitian mencatat bahwa jika seorang wanita melakukan kegel exercise secara konsisten dengan benar selama satu bulan maka akan mendapatkan hasil memuaskan perubahan yang positif (Northup, 2007). Cockburn dan Chiarelli (2003) dalam penelitiannya juga membuktikan
6 6 bahwa kegel exercise adekuat untuk menurunkan kejadian inkontinensia urin pada ibu yang melahirkaan dengan bantuan forcep. Kejadian inkontinensia urin lebih sedikit pada kelompok (38,4%) dari 676 responden. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Gombong dan RSUD Kebumen merupakan rumah sakit tipe C yang sama-sama melayani pasien rawat inap, rawat jalan, pemeriksaan baik radiologi maupun pemeriksaann laboratorium, hemodialisa, instalasi bedah sentral, instalasi gawat darurat, apotik baik untuk pasien umum, askes pegawai dan jamkesmas, yang ruangnya ada ruang VIP, utama kelas 1, utama Kelas 2, kelas 3, dan khusus ruang/ bangsal diperuntukan untuk pasien Jamkesmas. Dengan didukung tenaga kesehatan baik dokter umum, dokter spesialis, perawat D3 maupun S1, bidan, apoteker, petugas gizi dan tenaga non medis baik administrasi, sopir, petugas kebersihan dan penjaga keamanan. (RSUD Kebumen dan RS PKU Muhammadiyah Gombong, 2013). Berdasarkan hasil observasi studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada 26 Desember 2013 di RSUD Kebumen dan RS PKU Muhammadiyah Gombong menunjukan bahwa selama bulan januari sampai dengan desember tahun 2013 terdapat 141 pasien trans vesica prostatectomy (TVP). Berdasarkan wawancara dengan perawat bangsal masih kurangnya perhatian khusus pencegahan inkontinensia pada pasien trans vesica prostatectomy (TVP) dari perawat. Dari hasil observasi tidak terdapat standar operasional prosedur (SOP) tentang kegel exercise yang baku di dalam ruang rawat inap tersebut. Dari fakta-fakta yang terjadi, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Kegel Exercise Terhadap Pencegahan Inkontinesia urin pada pasien Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) Pasca transvesica prostatectomy (TVP).
7 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh pengaruh kegel exercise terhadap pencegahan inkontinesia urin pada pasien Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) pasca trans vesica prostatectomy (TVP). C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengidentifikasi pengaruh kegel exercise terhadap pencegahan inkontinesia urin pada pasien Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) pasca trans vesica prostatectomy (TVP). 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kejadian inkontinensia urin pada pasien Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) pasca trans vesica prostatectomy (TVP) setelah pemberian kegel exercise. b. Mengetahui kejadian inkontinensia urin pada pasien Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) pasca trans vesica prostatectomy (TVP) yang tidak diberikan kegel exercise. c. Mengetahui efektifitas pemberian kegel exercise pada pasien Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) pasca trans vesica prostatectomy (TVP). D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Instansi Rumah Sakit Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas dan motivasi dalam penatalaksaan pasien paska operasi di Rumah Sakit khususnya pasien dengan Benigna Prostat Hiperplasy (BPH). 2. Bagi Institusi Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi, wawasan, bahan referensi,bacaan dan data untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penatalaksanaan pencegahan
8 8 inkontinensia urin pada pasien Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) pasca trans vesica prostatectomy (TVP). 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Dengan adanya penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan pengalaman tentang penatalaksanaan pencegahan inkontinensia urin pada pasien Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) pasca operasi. Memperkaya riset penelitian di Indonesia, sehingga menjadi motivasi untuk mengembangkan dan memajukan ilmu keperawatan di Indonesia untuk penatalaksanaan pencegahan inkontinensia pada pasien Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) pasca trans vesica prostatectomy (TVP). E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengaruh kegel exercise terhadap pencegahan inkontinensia urin pada pasien Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) pasca trans vesica prostatectomy (TVP) di Kabupaten Kebumen belum ada yang melakukan, namun ada beberapa penelitian yang hampir mirip dengan penelitian ini : 1. Penelitian yang dilakukan Chank C1, Chen T2, Liao Y1 (2009) Pengaruh pelvic floor exercise terhadap inkontinensia pada pasien lansia pasca operasi BPH di rumah sakit Chang Gung Memorial Dengan krtiteria inklusi adalah 1) usia 60 tahun keatas, 2) diagnosis dengan BPH oleh dokter 3) disiapkan untuk TURP, perawatan laser thulium, dan foto selektif penguapan operasi. Jumlah 61 pasien menyeleseaikan studi, 32 pada kelompok eksperimen yang menerima intervensi pelvic floor exercise dan 29 pada kelompok non-intervensi tetap perawatan rutin. Pengumpulan data meliputi demografi, international prostat symptom score (IPSS), laju aliran urin maksimal (Qmax) dan urin sisa- void. Hasil dari penelitian tersebut skor IPSS dari kelompok eksperimen secara signifikan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol setiap saat ( β = -4,490, p <0,001 ). Kedua skor obstruktif ( β = 0.231, p < 0,001) dan skor iritasi (β = 0,086, p < 0,001)
9 9 lebih rendah pada kelompok perlakuan. Semua 5 komponen IPSS menunjukkan kecenderungan yang sama. Peningkatan Qmax ( z = 1,936, p = 0,03 ) dan rata-rata aliran urin ( z = 2,183, p = 0,017 ) keduanya secara signifikan lebih tinggi pada kelompok eksperimen, Namun, volume berkemih serupa dalam dua kelompok. Interpretasi hasil ini membuktikan bahwa melakukan pelvic floor exercise secara efektif dapat mengurangi LUTS, mengurangi skor IPSS pada pasien paska TURP. Dalam penelitian ini menggunakan metode studi crosssectional kuasi-ekperimental. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Angellita Intan Septiastri Cholina Trisa Siregar (2011) dengan judul Latihan kegel dengan penurunan inkontinensia urin pada lansia tujuan penelitian ini untuk melihat efektivitas latihan kegel terhadap penurunan gejala inkontinensia urin pada lansia. Desain penelitian adalah quasy-experiment. Penetapan sampel menggunakan teknik purposiv sampling diperoleh 13 orang intervensi dan 13 orang kontrol. Hasil analisa data menunjukkan bahwa gejala inkontinensia urin sebelum latihan kegel pada kelompok intervensi sebanyak 53,8% ringan dan 46,2% sedang. Sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 61,5% ringan dan 38,5% sedang. Setelah dilakukan intervensi, gejala inkontinensia urin pada kelompok intervensi sebanyak 100% ringan sedangkan pada kelompok kontrol 61,5% ringan dan 38,5% sedang. Hasil uji paired t-test pada kelompok intervensi menunjukkan bahwa gejala inkontinensia urin berbeda antara pre-post latihan kegel ( t= 17,725, p= 0,000). Selanjutnya dengan uji independent t-test, penelitian ini juga menunjukkan bahwa penurunan gejala inkontinensia urin pada kelompok intervensi berbeda dengan kelompok kontrol (t= -3,215, p=0,004). Penelitian ini menunjukkan bahwa latihan kegel efektif terhadap penurunan gejala inkontinensia urin pada lansia. Dengan demikian perawat dapat mengajarkan latihan kegel sebagai intervensi nonfarmakologis untuk mengatasi inkontinensia urin.
Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH.
2 Penyebab BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler belum dapat mengungkapkan dengan jelas terjadinya BPH. BPH terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormonal oleh proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proporsi penduduk usia lanjut dewasa yang bertambah memiliki tantangan dalam mempertahankan derajat kesehatan, oleh karena disertai pula dengan peningkatan jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) merupakan kondisi patologis yang paling umum terjadi pada pria lansia dan penyebab kedua untuk intervensi medis pada pria diatas usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hyperplasia beberapa atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yaitu berupa pembesaran prostat atau hiperplasia prostat. Kelainan kelenjar prostat dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun yang dilakukan pemerintah tanpa kesadaran individu dan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keluar kandung kemih melalui kateter urin secara terus menerus. kemih yang disebut dengan bladder training.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat memiliki peranan penting dalam melakukan perawatan pasien yang terpasang kateter. Selama kateter urin terpasang, otot detrusor kandung kemih tidak secara aktif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TEORI 1. Lanjut Usia (Lansia) Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 yang termuat dalam pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 tahun, tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan
Lebih terperinciEDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH
EDUKASI KLIEN BPH POST TURP DI RUMAH Disusun Oleh : NILA NOPRIDA S. Kp NIM : 2014-35-020 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2015 Booklet Edukasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. I DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: POST OPERASI BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH) HARI KE-0 DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDANARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring peningkatan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, semakin meningkat pula kualitas hidup dan kesehatan masyarakat yang salah
Lebih terperinciPengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif
EDITORIAL Pengobatan Hipertrofi Prostat Non Operatif Shahrul Rahman* * Doktor Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Pendahuluan Kelenjar prostat adalah salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia atau lebih dikenal dengan singkatan BPH merupakan kelainanan adenofibromatoushyperplasia paling sering pada pria walaupun tidak mengancam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan adalah bagian dari pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang terus berlanjut, dengan bertambahnya umur, maka organorgan tubuh akan mengalami penuaan dan penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan dialami oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti merasakan keluarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat jinak (BP H) merupakan penyakit jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. BPH dapat mengakibatkan keadaan pembesaran prostat jinak
Lebih terperinciSKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN
HUBUNGAN STATUS GIZI BERDASAR KADAR ALBUMIN SERUM DENGAN KEJADIAN INFEKSI LUKA OPERASI PASCA APENDEKTOMI PADA PASIEN APENDISITIS AKUT DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak merupakan suatu keadaan terjadinya proliferasi sel stroma prostat yang akan menyebabkan pembesaran dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di Indonesia setelah infeksi saluran kemih 1. Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau yang dikenal pembesaran prostat jinak sering ditemukan pada pria dengan usia lanjut. BPH adalah kondisi dimana terjadinya ketidakseimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin, 2011). dapat menimbulkan komplikasi apabila dibiarkan tanpa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan salah satu pengalaman yang tidak terlupakan bagi seorang ibu hamil. Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alamiah. Memasuki masa tua berarti mengalami perubahan baik secara fisiologi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses menua pada manusia pada hakekatnya merupakan proses yang alamiah. Memasuki masa tua berarti mengalami perubahan baik secara fisiologi maupun psikologi. Kemunduran
Lebih terperinciTUGAS MANDIRI 1 Bladder Training. Oleh : Adelita Dwi Aprilia Reguler 1 Kelompok 1
TUGAS MANDIRI 1 Bladder Training Oleh : Adelita Dwi Aprilia 135070201111005 Reguler 1 Kelompok 1 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 1. Definisi Bladder
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua bukanlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jaringan lunak yang menyebabkan jaringan kolagen pada fasia, ligamen sekitar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama kehamilan produksi hormon progesteron dan hormon relaksin meningkat sehingga menimbulkan efek negatif terhadap integritas struktur jaringan lunak yang menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran prostat jinak (PPJ) atau disebut juga benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat
Lebih terperinciDEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE
DEFINISI, KLASSIFIKASI DAN PANDUAN TATALAKSANA INKONTINENSIA URINE Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/ RSCM Definisi Inkontiensia Urine
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah proses penurunan secara bertahap kemampuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi normal tubuh dan memulihkannya kembali apabila terjadi kerusakan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penuaan (Madjid dan Suharyanto, 2009). tindakan untuk mengatasi BPH yang paling sering yaitu Transurethral
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertropi prostat jinak (benign prostatic hypertrophy. BPH) merupakan kondisi yang belum di ketahui penyebabnya, di tandai oleh meningkatnya ukuran zona dalam
Lebih terperinciTUGAS MADIRI BLADDER TRAINING
TUGAS MADIRI BLADDER TRAINING Disusun untuk memenuhi tugas Blok Urinary Oleh: Puput Lifvaria Panta A 135070201111004 Kelompok 3 Reguler 2 PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Lebih terperinci: ENDAH SRI WAHYUNI J
PERBANDINGAN ANTARA LATIHAN PELVIC FLOOR MUSCLE TREATMENT (PFMT) SECARA INDIVIDU DAN BERKELOMPOK TERHADAP INKONTINENSIA URIN PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SKRIPSI DISUSUN UNTUK MEMENUHI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkemih adalah pengeluaran urin dari tubuh, berkemih terjadi sewaktu sfingter uretra interna dan eksterna didasar kandung kemih berelaksasi. Derajat regang yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia (BPH) dilaporkan terus meningkat yang banyak dijumpai pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kehidupan globalisasi saat ini, kasus kejadian benigna Prostat Hiperplasia (BPH) dilaporkan terus meningkat yang banyak dijumpai pada pria umur 50 tahun dan
Lebih terperinciSKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1
PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA PADA USIA ANTARA 50-59 TAHUN DENGAN USIA DIATAS 60 TAHUN PADA PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI DI RS. PKU (PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT) MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Lebih terperinciBAB II HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA ANATOMI KELENJAR PROSTAT
BAB I PENDAHULUAN Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Mochtar. 2005). Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih (Fadlol & Mochtar. 2005). Penduduk
Lebih terperinciMETODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI
METODE PELVIC FLOOR MUSCLE TRAINING DALAM MENURUNKAN INKONTINENSIA URIN PADA LANSIA DI DESA DARUNGAN KECAMATAN PARE KABUPATEN KEDIRI 1 Didit Damayanti, 2 Linda Ishariani STIKES PARE KEDIRI Email: didit.damayanti@ymail.com
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tujuan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkemihan merupakan salah satu sistem yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesica urinaria
Lebih terperinciEfektivitas Bladder Training Terhadap Retensi Urin Pada Pasien Post Operasi BPH
Efektivitas Bladder Training Terhadap Retensi Urin Pada Pasien Post Operasi BPH 1) Mahasiswa 2) Dosen pembimbing I 3) Dosen Pembimbing II Di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen Dwi Wiyono 1),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Dalam bab ini membahas tentang berbagai teori yang berkaitan dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH), Inkontinensia Urin dan Kegel Exercise. 1. Benigna Prostat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Monako dengan rata-rata usia 90 tahun (Mubarak, 2012). atau World Health Organization (WHO) tahun 1999 meliputi: Usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan
Lebih terperinciGANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT. Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S
GANGGUAN MIKSI DAN DEFEKASI PADA USIA LANJUT Dr. Hj. Durrotul Djannah, Sp.S Secara biologis pada masa usia lanjut, segala kegiatan proses hidup sel akan mengalami penurunan Hal-hal keadaan yang dapat ikut
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian. Tabel 5.1
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian Berikut ini disajikan deskripsi sampel berdasarkan umur dan indeks massa tubuh pada Tabel 5.1:
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 2007, Badan Pusat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan masyarakat ada beberapa kegiatan atau aktivitas fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Berkemih Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi berkemih, keadaan ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sering dijumpai di masyarakat dan praktek sehari-hari. Pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin pada usia lanjut merupakan salah satu keluhan utama dari demikian banyak masalah geriatrik yang sering dijumpai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlangsung sesuai waktu dan umur (Irianto, 2014). Penyakit degeneratif. dan tulang salah satunya adalah asam urat (Tapan, 2005).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dewasa ini penyakit tidak menular kurang lebih mempunyai kesamaan dengan beberapa sebutan lainnya seperti salah satunya penyakit degeneratif (Bustan, 2007). Disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebocoran urin merupakan keluhan terbanyak yang tercatat pada Papyrus Ebers (1550 SM), dengan terapi menggunakan buah beri untuk mengatasinya. Pada tahun 2001 Asia Pacific
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hiperplasia prostat merupakan salah satu keluhan atau penyakit
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat merupakan salah satu keluhan atau penyakit yang menyebabkan pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk menurunkan atau menghilangkan
Lebih terperinciPengkajian : Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada individu yang mengalami masalah eliminasi urine : 1. inkontinensia urine 2.
BLADDER TRAINING BLADDER TRAINING Bladder training biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia) yang berhubungan dengan dysfungsi urologik. Pengkajian : Manifestasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan
Lebih terperinciPerubahan Kualitas Hidup Penderita Pembesaran Prostat Jinak Pasca-prostatektomi Terbuka
Perubahan Kualitas Hidup Penderita Pembesaran Prostat Jinak Pasca-prostatektomi Terbuka Usul M. Sinaga, Harry B., Aznan Lelo Abstrak: Pembesaran kelenjar prostat jinak pada laki-laki terbanyak dijumpai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Prostat Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan begitu kompleksnya masalah hidup sekarang ini menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehatlah manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam maupun luar tubuh (Padila, 2013). Menjadi tua merupakan proses
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benign Prostate Hyperplasia (BPH) 2.1.1. Pengertian BPH Menurut Anonim (2009) dalam Hamawi (2010), BPH secara umumnya dinyatakan sebagai Pembesaran Prostat Jinak. Maka jelas
Lebih terperinciBAB III ELABORASI TEMA
BAB III ELABORASI TEMA 3.1 Pengertian Tema yang akan diangkat dalam perancangan Rumah Sakit Islam Ini adalah Habluminallah wa Habluminannas yang berarti hubungan Manusia dengan Tuhan dan hubungan Manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 2006). Kateterisasi urin ini dilakukan dengan cara memasukkan selang plastik
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urin (Brockop, 2006). Kateterisasi
Lebih terperinciKanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah
Lebih terperinciSurvey inkontinensia urin yang dilakukan oleh Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo tahun 2008 terhadap 793 pen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak terkendali dan tanpa melihat frekuensi maupun jumlahnya yang mana keadaan ini
Lebih terperinciAulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked
Authors : Aulia Rahman, S. Ked Endang Sri Wahyuni, S. Ked Nova Faradilla, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 0 PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Teknik Relaksasi...,Bayu Purnomo Aji,Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,2017
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan kateter merupakan tindakan keperawataan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asli ke perifer dan menjadi kaspul bedah (Rahardjo, 1995). Benigna Prostat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan suatu keadaan dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA POST PROSTATECTOMY DI RUANG FLAMBOYAN RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA POST PROSTATECTOMY DI RUANG FLAMBOYAN RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: VITA DAMAYANTI J200120008 PROGRAM STUDI DIPLOMA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding vagina ke dalam liang vagina atau sampai dengan keluar introitus vagina, yang diikuti oleh organ-organ
Lebih terperinciPENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI
PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Operasi atau pembedahan merupakan salah satu bentuk terapi pengobatan dan merupakan upaya yang dapat mendatangkan ancaman terhadap integritas tubuh dan jiwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lain, dengan bantuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM sudah banyak dicapai dalam kemajuan
Lebih terperinciPENGARUH BLADDER TRAINING
PENGARUH BLADDER TRAINING TERHADAP FUNGSI ELIMINASI BUANG AIR KECIL (BAK) PADA IBU POST PARTUM SPONTAN DI KLINIK NURSYAWALIAH DAN KLINIK SULASTRI MEDAN TAHUN 2014 REZEKI DWI YARSIH 135102016 KARYA TULIS
Lebih terperinciAnita Widiastuti Poltekkes Semarang Prodi Keperawatan Magelang
PERBEDAAN KEJADIAN INKONTINENSIA URIN PADA PASIEN POST KATETERISASI YANG DILAKUKAN BLADDER TRAINING SETIAP HARI DENGAN BLADDER TRAINING SEHARI SEBELUM KATETER DIBUKA DI BPK RSU TIDAR MAGELANG Anita Widiastuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada ginjal. dan uretra (urethrolithiasis) (Basuki, 2009).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di Indonesia. BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate) dan angka. kematian bayi (Neonatal Mortality Rate). (Syaiffudin, 2002).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan keluarga dan masyarakat ditentukan oleh kesehatan ibu dan anak. Salah satu keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan berdasarkan angka kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meliputi sebagai berikut : bayi terlalu besar, kelainan letak janin, ancaman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sectio caesaria merupakan proses persalinan atau pembedahan melalui insisi pada dinding perut dan rahim bagian depan untuk melahirkan janin. Indikasi medis dilakukannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dilihat dari usia harapan hidup (UHH) (Mubarak,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi merupakan hal yang saling berkaitan. Selama ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan
Lebih terperinciKEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012 BLADDER TRAINNING A. PENGERTIAN Bladder training adalah salah upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami
Lebih terperincidisebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,
Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya tiap tahun semakin meningkat. Di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat kedua dengan jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pemasangan Kateter Urin Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit umum yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit umum yang masih menimbulkan beban kesehatan yang signifikan pada populasi usia kerja,dan merupakan tiga penyakit
Lebih terperinciGAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. Karya Tulis Ilmiah
GAMBARAN TINGKAT NYERI PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL Karya Tulis Ilmiah Disusun untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kandung kemih atau pada uretra disebut sebagai urolithiasis yang terbentuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembentukan batu pada sistem urinaria seperti pada ginjal, ureter, dan kandung kemih atau pada uretra disebut sebagai urolithiasis yang terbentuk dari kata ouron (urin)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ dalam abdomen yang mengalami
Lebih terperinciBab IV. Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pada ibu dan janin sehingga menimbulkan kecemasan semua orang termasuk
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi saat persalinan (Sectio Caesarea) mempunyai komplikasi pada ibu dan janin sehingga menimbulkan kecemasan semua orang termasuk pada keluarga yang mempunyai
Lebih terperinci