Konsumsi Energi Indonesia: Seberapa Boros?

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Konsumsi Energi Indonesia: Seberapa Boros?"

Transkripsi

1 Artikel ini dimuat di JURNAL ENERGI edisi Juli Sept Konsumsi Energi Indonesia: Seberapa Boros? Oleh: Gamil Abdullah Yang dimaksud konsumsi energi dalam artikel ini adalah jumlah satuan energi primer yang terpakai. Sedangkan energi primer adalah energi yang terkandung dalam sumber energi yang langsung disediakan oleh alam dan belum mengalami konversi. Minyak bumi, gas alam, batubara, panas bumi, tenaga air, tenaga angin, radiasi matahari, ombak laut, dan bahan radioaktif adalah contoh-contoh sumber energi primer. Listrik, BBM, elpiji untuk memasak, dan jenis-jenis energi lain yang siap pakai termasuk energi sekunder. Namun perlu dicatat bahwa energi sekunder inipun asalnya dari energi primer yang mengalami proses konversi. BBM berasal dari minyak bumi. Elpiji bisa berasal dari minyak bumi, bisa juga dari gas alam. Energi listrik di rumah-rumah asalmuasalnya bisa dari batubara, minyak, gas, panas bumi, tenaga air, atau jenis sumber energi primer lainnya yang mengalami proses konversi di mesin-mesin pembangkit tenaga listrik. Karena bentuk asli sumber energi primer yang beragam, maka untuk keperluan studi diperlukan penyeragaman satuan energi. Dalam bauran energi (energy mix), satuan energi yang digunakan oleh lembaga kajian bermacam-macam. Ada GJ (giga joule), BOE (barrel of oil equivalent setara barel minyak), BTU (British thermal unit), dan TOE (tonne of oil equivalent setara ton minyak). Pada artikel ini saya menggunakan satuan TOE karena sering digunakan oleh International Energy Agency (IEA) sebuah badan yang berada di bawah naungan kelompok negara OECD. Satu TOE didefinisikan sebagai berat (atau lebih tepatnya massa) suatu sumber energi primer yang kandungan energinya setara dengan kalori yang dihasilkan dari hasil pembakaran satu ton minyak mentah. 1 TOE nilai kalorinya sekitar 42 GJ. Indonesia diklaim oleh berbagai pengamat dan lembaga kajian baik dalam maupun luar negeri sebagai negara yang sangat boros energi. Tapi betulkah demikian? Jika memang boros, seberapa boros jika dibandingkan negara-negara lain? Atau, apakah klaim sangat boros energi tersebut dapat dikatakan seratus persen benar? Akan kita tinjau tolak ukur tingkat efisiensi energi dari sisi elastisitas dan intensitas energi, Rasio GDP terhadap Konsumsi Energi, dan dari analisa singkat Kurva S pertumbuhan kebutuhan energi. Elastisitas dan Intensitas Energi Menurut data dari BP Statistical Review of World Energy 2009, konsumsi energi primer tahunan Amerika Serikat, Jepang, dan Indonesia di tahun 2008 masing-masing besarnya 2299 juta, 507,5 juta, dan 124,4 juta TOE. Dengan jumlah penduduk AS, Jepang, dan Indonesia masing-masing sekitar 306 juta, 127 juta, dan 225 juta jiwa berarti konsumsi energi per kapita di ketiga negara Page 1

2 tersebut besarnya 7,51 TOE, 4 TOE, dan 0,55 TOE dalam setahun. Sepintas terlihat di antara ketiga negara tersebut Indonesia merupakan negara yang paling efisien konsumsi energinya karena energi per kapita-nya terendah. Ternyata konsumsi energi per kapita bukanlah tolak ukur untuk menentukan tingkat efisiensi energi. Para ahli menggunakan parameter elastisitas dan intensitas energi untuk mengukur sejauh mana tingkat efisiensi sebuah negara dalam mengkonsumsi energi. Elastisitas energi adalah persentase pertumbuhan kebutuhan energi yang diperlukan untuk mencapai persentase tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu. Sedangkan intensitas energi adalah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan domestik bruto (GDP) sebesar 1 juta dollar AS. Menurut riset yang yang dilakukan oleh PT Energy Management Indonesia (EMI), angka elastisitas energi di Indonesia mencapai 1,84. Artinya, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 1% saja, maka pasokan energi harus naik 1,84%. Kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia katakanlah 6%, maka diperlukan tambahan pasokan energi sebesar 11%. Masih menurut EMI, dengan angka elastisitas tersebut Indonesia termasuk negara paling boros energi di ASEAN. Indonesia cukup tertinggal dalam hal konservasi dan penghematan energi. Negara tetangga lain di bawah angka tersebut. Malaysia, misalnya, angka elastisitasnya 1,69. Thailand 1,16, Singapura 1,1. Vietnam bahkan juga di bawah angka elastisitas Indonesia. Jepang, angka elastisitasnya hanya 0,1. Untuk beberapa negara Eropa, angka elastisitas energinya malah minus. Artinya, saat ekonomi tumbuh, laju konsumsi energinya justru menurun. Ini menunjukkan upaya konservasi dan diversifikasi energi berjalan sangat baik. Dari sisi angka intensitas energi, untuk meningkatkan GDP sebesar 1 juta dollas AS Indonesia membutuhkan tambahan energi sebesar 482 TOE. Sementara rata-rata intensitas energi lima negara tetangga di kawasan ASEAN hanya sekitar 358 TOE. Bahkan angka intensitas energi Jepang hanya 92 TOE. Tingginya angka elastisitas dan intensitas energi menurut banyak kalangan mengindikasikan rendahnya daya saing industri kita karena terjadi inefisiensi energi. Mengacu pada Perpres No. 5/2006, tahun 2025 nanti Pemerintah menargetkan angka elastisitas energi Indonesia turun di bawah 1 melalui berbagai upaya konservasi, efisiensi, dan diversifikasi energi. Energi dalam Aktivitas Ekonomi Sebagian besar aktivitas yang sering kita saksikan atau kita lakukan sendiri dalam kehidupan sehari-hari pada dasarnya adalah aktivitas yang berkaitan dengan ekonomi, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk melakukan sebuah aktivitas tentunya diperlukan input agar aktivitas tersebut dapat berlangsung. Input aktivitas ekonomi adalah berbagai sumber daya seperti energi, sumber daya finansial, kapital (peralatan dan mesin-mesin), ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia, dan berbagai sumber daya lainnya. Page 2

3 Sedangkan output aktivitas ekonomi berupa tingkat kemakmuran yang dihasilkan. Hal ini tercermin dari berbagai indikator ekonomi baik yang sifatnya kuantitatif maupun kualitatif seperti pendapatan per kapita (GDP per kapita), indeks pembangunan manusia, tingkat kompetisi (competitiveness), tingkat pengangguran, daya beli, dan indikator ekonomi lainnya. Di antara berbagai input aktivitas ekonomi, energi sebetulnya merupakan elemen yang paling dominan. Banyak yang tidak menyadari bahwa setiap aktivitas, setiap gerakan, dan setiap transaksi membutuhkan energi baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika kita pergi ke kantor atau berbelanja dengan menggunakan kendaraan bermotor, itu artinya kita memanfaatkan energi gerak kendaraan dari hasil proses pembakaran bahan bakar di dalam blok mesin kendaraan. Lampu penerangan, alat pendingin ruangan, dan alat-alat listrik lainnya yang kita gunakan seharihari di rumah juga mengkonsumsi energi. Berbagai transaksi elektronik lewat mesin ATM, jaringan komputer, bahkan lewat telpon genggam juga menggunakan energi ada yang diambil langsung dari sumber listrik, ada yang tersimpan dalam baterai. Manusia sendiri mampu berpikir dan melakukan aktivitas karena memiliki cukup energi yang tersimpan dalam tubuh melalui asupan makanan yang dicerna oleh sistem metabolisme yang kompleks. Sumber daya lain yang juga merupakan input aktivitas ekonomi seperti mesin-mesin juga menggunakan energi untuk menggerakkannya. Bahkan sebagian dari sumberdaya finansial digunakan untuk membeli energi. Pendek kata, kehidupan sehari-hari takkan pernah lepas dari energi. Pendapatan domestik bruto atau GDP (Gross Domestic Product) merupakan indikator ekonomi yang sifatnya dapat diukur langsung secara kuantitatif. Inilah yang sering dijadikan tolak ukur kemakmuran sebuah negara. Semakin besar GDP per kapita suatu negara, makin makmur negara itu. Makanya tidak heran jika negara-negara maju menempati peringkat papan atas dalam hal pendapatan per kapitanya. Rasio GDP terhadap Konsumsi Energi Karena dari sisi elastisitas dan intensitas energi Indonesia diklaim sebagai negara yang sangat boros energi, dan mengingat peranan energi yang sangat dominan sebagai sumber daya input Page 3

4 dalam aktivitas ekonomi, maka mari kita lihat cara memperhitungkan tingkat efisiensi energi dari sebuah sudut pandang lain, yaitu dengan cara membandingkan pendapatan per kapita terhadap konsumsi energi per kapita. Atau singkatnya Rasio GDP terhadap Konsumsi Energi. Ini secara matematis menyatakan berapa pendapatan ekonomi yang dihasilkan dari setiap unit energi yang dikonsumsi. Saya melakukan exercise terhadap 13 negara: Amerika Serikat, Inggeris (UK), Switzerland, Norwegia, Jepang, Korea Selatan, China, India, Singapura, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Malaysia. Data GDP nominal saya ambil dari Sedangkan data konsumsi energi primer saya ambil dari BP Statistical Review of World Energy June Mekipun BP tidak memasukkan panas bumi, energi matahari, energi angin, dan beberapa energi terbarukan lainnya dalam statistik energi primernya, namun jika hanya untuk meng-exercise ketiga belas negara tersebut datanya masih cukup memadai. Data GDP dan Konsumsi energi primer tahun 2008 untuk ketiga belas negara saya tampilkan dalam bentuk tabel. Lalu rasio GDP terhadap konsumsi energi saya urutkan dari besar ke kecil dan saya tampilkan dalam bar chart. Satuan Rasio GDP terhadap Konsumsi Energi adalah US Dollar per TOE. Artinya berapa dollar Amerika Serikat yang dapat dihasilkan (sebagai output aktivitas ekonomi) untuk setiap TOE energi yang dikonsumsi sebuah negara. Page 4

5 Dari ketiga belas negara, ternyata Switzerland yang paling efisien konsumsi energinya; katakanlah demikian jika Rasio GDP terhadap Konsumsi Energi ini bisa dijadikan sebagai tolak ukur tingkat efisiensi energi. Switzerland, negara yang hidup dari industri jasa, dalam setiap TOE energi yang dikonsumsinya bisa menghasilkan pendapatan US$ 17 ribu lebih. Amerika Serikat, negara adidaya yang sering jadi rujukan negara-negara lain, hanya menghasilkan US$ 6281 per TOE, lebih rendah dari Filipina yang menghasilkan US$ 6676 per TOE. Indonesia menghasilkan US$ 4114 dalam setiap TOE energi yang dikonsumsi. China ternyata paling tidak efisien konsumsi energinya dari 13 negara yang saya exercise. China hanya menghasilkan US$ 2447 dari setiap TOE energi yang dikonsumsinya. Filipina yang paling tinggi di antara sesama negara ASEAN. Memang biasanya terbatasnya ketersediaan sumber daya energi domestik (banyak melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan energi) dapat menstimulasi sebuah negara menjadi lebih efisien dalam mengkonsumsi energi. Apalagi di Filipina, sepengetahuan saya, tidak ada kebijakan subsidi energi seperti di Indonesia. Akan halnya Indonesia sendiri, jika dibandingkan sesama negara ASEAN selain Filipina, posisi Indonesia masih lebih baik dari Malaysia, Thailand, dan Singapura. Bahkan lebih baik dari Korea Selatan, India, dan China. Memang rasio GDP terhadap konsumsi energi belum tentu secara langsung mencerminkan tingkat kemakmuran sebuah negara. Malaysia, Korea Selatan, Singapura, Thailand, dan China memiliki GDP per kapita lebih tinggi dari Indonesia, walau rasio GDP terhadp konsumsi energi mereka lebih rendah. Namun, paling tidak, seberapa efisien konsumsi energi sebuah negara bisa dilihat dari perspektif lain, tidak semata berdasarkan parameter elastisitas dan intensitas energi. Page 5

6 Kurva S Pertumbuhan Kebutuhan Energi Metode Kurva S merupakan salah satu cara yang sering digunakan untuk memonitor progres sebuah proyek. Cara yang sama dapat diterapkan untuk hal-hal lain, termasuk menganalisa evolusi pertumbuhan kebutuhan energi sebuah negara. Saya membagi Kurva S pertumbuhan energi ke dalam empat fase, yaitu fase pra-industrialisasi, fase pembangunan (industrialisasi), fase ekuilibrium, dan fase lanjutan. Fase pra-industrialisasi adalah periode ketika sebuah negara belum mengalami industrialisasi atau belum begitu intensif melakukan pembangunan fisik. Pada fase ini tentunya kebutuhan akan energi relatif kecil. Untuk Indonesia dapat dikatakan fase ini terjadi antara tahun 1945 sampai Fase pembangunan (industrialisasi) adalah periode dimana industrialisasi sangat intensif sehingga memacu pertumbuhan ekonomi dan selanjutnya menyebabkan kebutuhan energi meningkat pesat. Indonesia saat ini berada di fase kedua ini. Fase ekuilibrium adalah periode dimana supply-demand energi sebuah negara sudah mencapai titik keseimbangan, yaitu ketika negara tersebut sudah mapan dan mampu menyeimbangkan berbagai kebutuhan nasionalnya, sehingga pertambahan kebutuhan energinya sangat rendah. Untuk fase selanjutnya tergantung lagi pada kondisi sebuah negara. Apakah ada industrialisasi lanjutan atau tidak. Di fase lanjutan ini permintaan energi bisa naik, stagnan, atau turun tergantung keberhasilan manajemen energi negara tersebut dalam melakukan konservasi, efisiensi, dan diversifikasi energi. Bahwa bangsa kita masih berbudaya tidak efisien, sehingga memicu terjadinya pemborosan energi, dengan sportif kita mesti mengakui. Tetapi sebetulnya besarnya angka elastisitas energi bukanlah karena budaya tidak efisien semata, melainkan lebih karena didorong oleh beberapa faktor berikut: Page 6

7 Supply-demand energi di Indonesia belum mencapai titik ekuilibrium. Contohnya saja di sub sektor energi listrik, akhir tahun 2009 rasio elektrifikasi nasional baru mencapai sekitar 65% - masih jauh di bawah 100%; artinya rata-rata di seluruh wilayah Indonesia masih ada 35 dari 100 rumah tangga yang belum dialiri listrik. Pertumbuhan industri dan pemukiman yang pesat memerlukan tambahan pasokan energi yang besar untuk mengimbanginya. Jika dilihat dari mapping konsumsi energi per kapita yang dirilis oleh IEA dalam World Energy Outlook 2008, Indonesia termasuk dalam range terendah, bahkan lebih rendah dari beberapa negara ASEAN. Ini mengindikasikan bahwa permintaan energi di Indonesia memang akan meningkat terus. Pasca diterpa krisis moneter 1998 beberapa sektor pembangunan di Indonesia sempat kehilangan momentum. Tentunya banyak langkah pemerintah yang sifatnya tancap gas untuk mengejar berbagai proses pembangunan yang pernah tertunda. Energi adalah salah satu sektor yang sempat kehilangan momentum pembangunan. Berdasarkan butir-butir di atas, Indonesia memang masih membutuhkan banyak tambahan pasokan energi dari tahun ke tahun sebelum mencapai titik ekuilibrium. Sedangkan negara-negara maju yang rasio elektrifikasinya sudah 100% dan supply-demand energinya sudah mencapai titik ekuilibrium, ditambah dengan budaya efisien, angka elastisitas energinya sangat rendah, bahkan ada yang negatif. Dari analisa singkat Kurva S ini saya mengatakan bahwa tidak fair jika menentukan boros atau tidaknya konsumsi energi hanya berdasarkan angka elastisitas dan intensitas. Mesti dilihat kondisi sebuah negara terkait tingkat kemajuannya. Ketika industri dan ekonominya sedang tumbuh pesat, maka kebutuhan energinya akan meningkat secara signifikan. Ketika negara tersebut sudah mapan dan mampu menyeimbangkan berbagai kebutuhan nasionalnya, angka elastisitas energinya akan rendah. Meskipun demikian, himbauan untuk melakukan penghematan dan diversifikasi energi wajib kita dukung demi generasi anak cucu sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sumber energi yang tersedia di alam bukanlah tidak terbatas. Oleh karena itu manusia mesti pandai mengelolanya secara arif. Penutup Sesuatu yang secara tidak sengaja saya temukan ketika membuat artikel ini adalah bahwa GDP nominal Indonesia yang menurut data IMF pada tahun 2008 mencapai US$ 511,8 miliar menempatkan Indonesia sebagai negara yang masuk 20 besar kekuatan ekonomi dunia. Meskipun masuk 20 besar ini masih menuai kritik dari berbagai kalangan karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sebetulnya hingga saat ini masih didukung oleh berbagai keunggulan komparatif (bukan kompetitif) seperti jumlah penduduk yang banyak (Nomor 4 di dunia), perdagangan luar negeri yang masih mengandalkan komoditi primer berbasiskan sumber daya alam, upah tenaga kerja Page 7

8 yang tergolong murah, serta pasar empuk bagi para investor global. Amerika Serikat dengan GDP nominal US$ 14,44 triliun tetap berada di peringkat teratas. China di tahun 2008 dengan GDP nominal US$ 4,9 triliun berada di peringkat ketiga di bawah Jepang yang GDP-nya US$ 4,91 triliun. Di tahun 2009, menurut berbagai sumber, China telah menempati urutan kedua sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar. Hal yang dapat disimpulkan dari kajian singkat ini adalah bahwa tingkat efisiensi konsumsi energi Indonesia tidaklah terlalu jelek. Andai sikap hidup efisien dapat lebih membudaya sebagai way of life bangsa, tentu efisiensi energi masih bisa ditingkatkan lagi. Apalagi jika pengelolaan energi dilakukan dengan baik dan benar. Dengan semua carut marut tata kelola pemerintahan yang ada seperti kasus cicak-buaya, makelar kasus, makelar proyek, penggelapan pajak, adanya sel-sel mewah dalam penjara, dan skor indeks persepsi korupsi yang masih berada di kuartil bawah masih bisa menempatkan Indonesia sebagai negara yang masuk dalam kelompok 20 besar kekuatan ekonomi dunia. Maka sebetulnya Indonesia memiliki peluang dan potensi tidak sekedar mimpi untuk bisa menjadi negara yang paling tidak masuk dalam kelompok sepuluh besar kekuatan ekonomi dunia dalam satu dasawarsa mendatang. Sindrom negara gagal akan sirna jika Indonesia segera melakukan lompatan kuantum untuk memperbaiki skor indeks tata kelola pemerintahannya agar paling tidak berada di kuartil ketiga (skor di atas 70). Selain memperbaiki tata kelola pemerintahan, segenap komponen bangsa juga mesti bersatu-padu. Jangan seperti sekarang, nyaris setiap hari kita disuguhi berita saling bertikai. Pertikaian internal akan melemahkan ketahanan dan pertahanan nasional. {eof} DISCLAIMER: Artikel ini merupakan hasil kajian dan pendapat pribadi penulis. Tidak dimaksudkan untuk mencerminkan pendapat atau kebijakan instansi tempat penulis bekerja. Tentang Penulis: Gamil Abdullah berpengalaman kerja lebih dari 20 tahun di bidang industri hulu migas, panas bumi, dan industri penunjang migas. Menyandang gelar Sarjana Teknik Perminyakan (1989) dan Magister Teknik Studi Pembangunan (2005) keduanya dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Di samping masih aktif bekerja di instansi yang menangani sektor hulu migas, penulis adalah seorang pembelajar yang tertarik dengan isu-isu energi, tata kelola pemerintahan, dan industri penunjang migas. Tulisan-tulisan tentang opini pribadinya dapat diakses di ********* ga ********* Page 8

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara telah digunakan sebagai sumber energi selama beratus-ratus tahun dan telah diperdagangkan secara internasional mulai jaman Kekaisaran Romawi. Batubara tidak

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 7.1 Pada tahun 2030, menjamin akses universal 7.1.1* Rasio elektrifikasi Indikator nasional yang sesuai dengan indikator layanan energi yang global (Ada di dalam terjangkau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik tentang energi saat ini menjadi perhatian besar bagi seluruh dunia. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu hingga sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai pola pengelolaan energi diperlukan perubahan manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini telah diketahui bahwa permintaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan berkembangnya perekonomian dan industri, maka disadari pula pentingnya penghematan energi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009 BADAN PUSAT STATISTIK No. 72/12/Th. XII, 1 Desember PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$11,88 miliar atau mengalami peningkatan sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA Pada bagian ini dibahas efisiensi energi dalam perekonomian Indonesia, yang rinci menjadi efisiensi energi menurut sektor. Disamping itu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian tentang penilaian energi. Hal-hal yang melatarbelakangi dan tujuan dari penelitian dijelaskan pada bagian ini. 1.1. Latar Belakang Energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan energi di Asia Tenggara terus meningkat dan laju pertumbuhannya merupakan yang tercepat di dunia sejak tahun 1990. Energy Information Administration (EIA)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 66/11/Th.XIV, 1 November PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER MENCAPAI US$17,82 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$17,82

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000,

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama tiga tahun dari 2005, 2006, dan 2007 perekonomian Indonesia tumbuh cukup signifikan (rata-rata di atas 6%), menjadikan Indonesia saat ini secara ekonomi cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 22/05/Th. XI, 2 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET A. Perkembangan Ekspor Nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 11,90 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 12,96

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.25/05/32/Th.XVIII, 02 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,12 MILYAR Nilai ekspor

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai emerging country, perekonomian Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh tinggi. Dalam laporannya, McKinsey memperkirakan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

POINTERS MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Dialog Energi Media Indonesia Indonesia & Diversifikasi Energi Menentukan Kebijakan Energi Indonesia 14 April 2015

POINTERS MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Dialog Energi Media Indonesia Indonesia & Diversifikasi Energi Menentukan Kebijakan Energi Indonesia 14 April 2015 POINTERS MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Dialog Energi Media Indonesia Indonesia & Diversifikasi Energi Menentukan Kebijakan Energi Indonesia 14 April 2015 Yang Saya Hormati: 1. Pimpinan Media Indonesia; 2.

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER No.68/11/32/Th.XVII, 16 November A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR OKTOBER MENCAPAI US$2,23 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup dan kontinu sangat penting dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan

Lebih terperinci

FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR. Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada)

FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR. Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada) 1 Formatted: Font: 10 pt, Italic, FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR Formatted: Not Different first page Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015.

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015. BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.09/02/32/Th.XVIII, 01 Februari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER MENCAPAI US$2,15 MILYAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan Sembuh Dari Penyakit Subsidi : Beberapa Alternatif Kebijakan Hanan Nugroho Penyakit subsidi yang cukup lama menggerogoti APBN/ ekonomi Indonesia sesungguhnya bisa disembuhkan. Penyakit ini terjadi karena

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2005

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2005 No. 53 / VIII/ 1 Nopember PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER EKSPOR Nilai ekspor Indonesia bulan mencapai US$ 7,38 milyar, lebih tinggi 4,94 persen dibanding ekspor bulan Agustus sebesar

Lebih terperinci

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia SIARAN PERS DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021 3858216, 23528400. Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Ekspor Indonesia

Lebih terperinci

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Menteri Negara PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta, 27 April 2006 Permasalahan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI No.20/32/Th.XVIII, 01 April A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$ 1,97 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut International Finance Corporation (IFC), Indonesia memiliki cadangan minyak bumi, batu bara dan gas alam yang berlimpah. Selama beberapa dekade, Indonesia

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN ENERGI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI NTT

KETERSEDIAAN ENERGI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI NTT KETERSEDIAAN ENERGI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI NTT Oleh: Fred Benu I. Pengantar Panitia Pelaksana Seminar dan Workshop Internasional Energi Baru Terbarukan meminta saya untuk membawakan makalah tentang Ketersediaan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di suatu negara. Fluktuasi harga minyak mentah dunia mempengaruhi suatu negara

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang sangat penting bagi sebuah bangsa. Beberapa peranan strategis energi antara lain sumber penerimaan negara, bahan bakar dan bahan baku

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER No.72/12/32/Th.XVII, 15 Desember A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$2,03 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan dan target untuk mendukung pengembangan dan penyebaran teknologi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan dan target untuk mendukung pengembangan dan penyebaran teknologi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan masih sangat bergantung pada iklim kebijakan yang kuat. Di tahun 2013 terdapat sejumlah peningkatan kebijakan dan target

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah konsumsi minyak bumi Indonesia sekitar 1,4 juta BOPD (Barrel Oil Per Day), sedangkan produksinya hanya sekitar 810 ribu BOPD (Barrel Oil Per Day). Kesenjangan konsumsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

DEPUTI MENTERI NEGARA BIDANG USAHA PERTAMBANGAN, INDUSTRI STRATEGIS, ENERGI DAN TELEKOMUNIKASI

DEPUTI MENTERI NEGARA BIDANG USAHA PERTAMBANGAN, INDUSTRI STRATEGIS, ENERGI DAN TELEKOMUNIKASI MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA YANG DIWAKILI OLEH: ROES ARYAWIJAYA DEPUTI MENTERI NEGARA BIDANG USAHA PERTAMBANGAN, INDUSTRI STRATEGIS, ENERGI DAN TELEKOMUNIKASI Kondisi Pengelolaan Energi, Ketenagalistrikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. Dibandingkan dengan kondisi permintaan energi beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 24/04/32/Th.XVII, 15 April PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR Nilai ekspor

Lebih terperinci

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2015

PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2015 PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR - IMPOR SUMATERA SELATAN MEI 2006 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. / /Th., 2007 No. 28/05/16/Th.XVII, 15 No. 37/07/16/Th.XVII, 1 Juli PERDAGANGAN LUAR NEGERI EKSPOR IMPOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Maret 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI 2016 No. 23/05/16/Th.X, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAMBI 2016 MARET Nilai Ekspor Asal Provinsi Jambi sebesar US$ 155,15 Juta, dan Nilai Impor sebesar US$ 3,29 Juta. Nilai ekspor asal Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tugas dari seorang manajer adalah mengambil keputusan secara tepat

BAB I PENDAHULUAN. Tugas dari seorang manajer adalah mengambil keputusan secara tepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tugas dari seorang manajer adalah mengambil keputusan secara tepat untuk perusahaan. Bagi seorang manajer keuangan, salah satu tugasnya adalah mengambil keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi yang terjadi di dalam masyarakat yang memiliki angka tingkat mobilitas yang tinggi, kebutuhan transportasi menjadi hal yang penting bagi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

PEGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT INOVASI DAN UNGGULAN RISET DALAM MENDUKUNG PUSAT PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL MAUPUN NASIONAL

PEGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT INOVASI DAN UNGGULAN RISET DALAM MENDUKUNG PUSAT PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL MAUPUN NASIONAL PEGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT INOVASI DAN UNGGULAN RISET DALAM MENDUKUNG PUSAT PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL MAUPUN NASIONAL GUSTI MUHAMMAD HATTA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI DISAMPAIKAN PADA SEMINAR

Lebih terperinci

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global Benyamin Lakitan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Rakorda MUI Lampung & Jawa Jakarta, 22 Juli 2008 Isu Global [dan Nasional] Krisis Pangan Krisis Energi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu masalah terbesar yang dihadapi oleh negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Suatu masalah terbesar yang dihadapi oleh negara-negara di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Suatu masalah terbesar yang dihadapi oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia adalah masalah energi. Saat ini Indonesia telah mengalami krisis energi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 dan 2009 merupakan tahun-tahun yang penuh tantangan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 dan 2009 merupakan tahun-tahun yang penuh tantangan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2008 dan 2009 merupakan tahun-tahun yang penuh tantangan bagi ekonomi dunia. Pada kedua tahun tersebut pertumbuhan ekonomi dunia akan menurun dari 4,9%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi fosil. Jumlah konsumsi energi fosil tidak sebanding dengan penemuan

BAB I PENDAHULUAN. energi fosil. Jumlah konsumsi energi fosil tidak sebanding dengan penemuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin menipisnya cadangan energi fosil menjadi perhatian serius di tingkat nasional dan internasional. Bisa dikatakan dunia sudah menghadapi krisis energi fosil. Jumlah

Lebih terperinci