BAB I PENDAHULUAN. energi fosil. Jumlah konsumsi energi fosil tidak sebanding dengan penemuan

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin menipisnya cadangan energi fosil menjadi perhatian serius di tingkat nasional dan internasional. Bisa dikatakan dunia sudah menghadapi krisis energi fosil. Jumlah konsumsi energi fosil tidak sebanding dengan penemuan sumber energi fosil baru sehingga cadangan terbukti dari tahun ke tahun semakin berkurang jumlahnya. Secara ekonomis hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan harga energi fosil (minyak bumi) yang dipengaruhi kelangkaan sumber energinya. Indonesia yang saat ini sudah menjadi negara pengimpor minyak tentu merasakan beban yang berat akibat kenaikan minyak dunia. Pemerintah berkewajiban memenuhi kebutuhan energi meskipun harganya mahal untuk mempertahankan laju roda ekonomi nasional. Impor minyak dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan produksi minyak yang sudah tidak mencukupi kebutuhan nasional. Ketersediaan energi harus terus dijaga untuk menjaga stabilitas perekonomian. Beban pemerintah semakin berat karena masih mempunyai kewajiban memberikan subsidi energi. Konsumsi energi yang terus meningkat akan menyebabkan dana subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah setiap tahunnya meningkat. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan 1

2 (APBN-P) 2014, subsidi energi mendapat anggaran Rp 350,3 triliun, naik dibandingkan APBN 2014 yang sebesar Rp 282,1 triliun 1. Secara politis, subsidi energi memang masih dibutuhkan para politisi bangsa ini untuk menggaet konstituennya. Penyediaan energi murah menjadi tema untuk menarik perhatian masyarakat dalam kampanye. Bahkan dalam kampanye pemilihan presiden , kedua pasangan calon presiden tidak ada yang secara eksplisit mengatakan akan menaikkan harga BBM untuk mengurangi beban pemerintah yang akan datang 2. Menjadi lebih ironi lagi jika dibandingkan dengan pengembangan sumber energi baru dan energi terbarukan. Potensi energi ini di Indonesia sangat besar, yaitu panas bumi MW, tenaga air mencapai MW, biomassa MW, dan biodiesel untuk 10 juta hektare lahan yang akan menghasilkan 40 juta kiloliter biodiesel setiap tahun 3. Sangat mengherankan sampai dengan saat ini potensi-potensi tersebut belum dikembangkan secara optimal dan ketergantungan Indonesia masih cukup besar pada energi fosil. Konservasi energi masih merupakan barang langka di negeri ini. Penggunaan energi masih boros terbukti dari angka elastisitas energi Indonesia yang masih di atas 1 (satu), yaitu 1,2 pada tahun 2012 (diolah dari Agung Wahyu 1..., 2014, Editorial ESDMMAG, Jakarta, Kementerian ESDM didownload dari tanggal 8 Juni Pri Agung Rakhmanto, 2014, Mendalami Prioritas Kebijakan Sektor Energi, dimuat di Harian Bisnis Indonesia edisi cetak 7 Juli 2014, didownload dari mendalami-prioritas-kebijakan-sektor-energi tanggal 5 Juni Prakosa, Rangga dan Retno Ayuningtyas, 2014, RI Mampu Jadi Lumbung Energi dibaca dari tanggal 8 Juni

3 Kencono, dkk, 2014:3) 4. Ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan energi lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi. Penggunaan energi belum secara efisien dimanfaatkan untuk menggerakkan laju perekonomian. Intensitas energi juga bisa menunjukkan tingkat efisiensi pemakaian energi suatu negara. Indikator ini menunjukkan seberapa banyak energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 USD Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2009 intensitas energi Indonesia 0,24 KTOE/USD konstan 2005, lebih tinggi jika dibandingkan dengan Jepang, Jerman, Thailand, dan Malaysia pada tahun yang sama berturut-turut adalah 0,12; 0,12; 0,23; dan 0,22 KTOE/USD Konstan 2005 (IEA(2010) dalam Toorsilo Hartadi ed., 2012:17) 5. Data ini menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan Bangsa Indonesia untuk menghasilkan 1 USD PDB lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tersebut. Data ini menunjukkan adanya ketidakefisienan dalam penggunaan energi. Selain itu, pengelolaan energi di Indonesia sampai dengan saat ini masih menitik beratkan pada proses penyediaan dan perluasan akses kepada masyarakat. Peningkatan eksploitasi bahan bakar minyak dan pembangunan listrik perdesaan masih jadi program unggulan pemerintah. Di sisi lain, konsumsi energi dilepaskan meningkat dengan cepat. Buktinya adalah disahkannya program mobil murah yang tentu akan berakibat pada peningkatan konsumsi bahan bakar minyak. 4 Agung Wahyu Kencono, dkk, 2014, 2013 Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia, Jakarta, PUSDATIN ESDM didownload dari tanggal 28 Oktober Toorsilo Hartadi (editor), 2012, PERENCANAAN EFISIENSI DAN ELASTISITAS ENERGI 2012, Jakarta, BPPT Press didownload dari tanggal 12 Januari

4 Konsumsi energi di Indonesia sangat besar dan setiap tahun mengalami kenaikan signifikan yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi dan laju pertambahan penduduk. Pada tahun 2000 konsumsi energi final (termasuk biomassa) tercatat 777,925 juta BOE dan di tahun 2012 menjadi 1.160,598 juta BOE 6. Sedangkan untuk bahan bakar minyak walaupun terjadi penurunan tetapi tetap menduduki porsi terbesar sumber energi yang digunakan. Konsumsi bahan bakar minyak di tahun 2000 sebesar 40,53% dan sampai dengan tahun 2012 masih sebesar 34,33% (diolah dari Agung Wahyu Kencono, dkk, 2014:24) 7. Besaran pemakaian bahan bakar minyak ini harus segera dikendalikan karena menjadi beban berat bagi pemerintah. Komposisi subsidi energi (bahan bakar minyak dan listrik) di dalam struktur APBN mengambil porsi terbesar diantara subsidi-subsidi yang lain. Pada 2012, pengeluaran negara yang diperuntukan untuk subsidi energi mengalami peningkatan sebesar 19% atau setara dengan Rp 51 trilliun, dibandingkan dengan pengeluaran subsidi periode sebelumnya sebesar Rp 261,35 trilliun pada 2011 menjadi Rp 306,5 trilliun pada Beban subsidi energi semakin berat ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia diatas asumsi APBN. Anggaran pembangunan menjadi terbatas hanya untuk pemenuhan subsidi bahan energi. Laju konsumsi energi yang tinggi dan besarnya porsi minyak bumi juga akan berakibat menipisnya cadangan energi fosil. Sumber energi tersebut termasuk ke dalam energi tidak terbarukan sehingga jika dieksploitasi secara besar-besaran 6 Agung Wahyu Kencono, dkk,op.cit Agung Wahyu Kencono, dkk,op.cit.24 8 Atena Falahti, dkk, 2013, Kajian Supply Demand Energi, Jakarta, PUSDATIN ESDM didownload dari 4

5 maka kandungannya akan cepat habis. Indonesia yang semula masuk ke dalam jajaran negara-negara pengekspor minyak bumi, saat ini sudah berubah menjadi negara pengimpor minyak bumi dikarenakan kebutuhannya sudah tidak dapat terpenuhi dari hasil pengeboran dalam negeri. Efek lain yang juga harus diperhatikan adalah faktor lingkungan. Pemakaian bahan bakar minyak tentu akan menghasilkan berbagai polutan, yaitu Cox, Nox, Sox dan partikel kecil lainnya. Semakin banyak bahan bakar minyak yang dibakar maka kualitas udara akan menurun. Peningkatan pertumbuhan penggunaan energi bisa mengancam kualitas lingkungan hidup. Selama kurun waktu , sektor transportasi mengalami pertumbuhan terbesar yang mencapai 6,92% per tahun, diikuti sektor komersial (4,58%), sektor industri (2,51%), sektor rumah tangga 0,92%, dan sektor lainnya mengalami penurunan sebesar 0,94%. (Agus Sugiyono, dkk. ed., 2014:11). Data tersebut membuat isu lingkungan sangat penting menjadi perhatian. Di level internasional, mencuatnya isu perubahan iklim memberi tekanan negara-negara untuk lebih memperhatikan lingkungannya dalam pembangunan. Masyarakat internasional menuntut penggunaan teknologi energi bersih terkait dengan isu pemanasan global (global warming).desakan peningkatan peran ini juga berlaku bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Pembangunan didorong bersifat ramah lingkungan sehingga menghasilkan penurunan emisi gas rumah kaca. Kepedulian terhadap lingkungan secara global sudah menjadi isu penting untuk disikapi secara serius oleh Bangsa Indonesia. 5

6 Dari sisi penyediaan, eksplorasi sumber energi masih lebih banyak pada sumber energi tak terbarukan. Terbukti cadangan energi fosil di Indonesia dari hari ke hari semakin menipis. Data pada tahun 2000 cadangan minyak total (terbukti dan potensial) sebesar 9,61 billion barrel sedang pada tahun 2012 tercatat tinggal 7,41 billion barrel 9. Sedangkan sumber energi terbarukan, seperti panas matahari, panas bumi, air dan lainnya, pemanfaatannya belum optimal. Kondisi ini menyebabkan Indonesia telah menjadi pengimpor minyak dan beberapa tahun ke depan kandungan minyaknya dapat habis jika tidak ditemukan sumber minyak baru. Persoalan-persoalan tersebut sangat mengancam masyarakat Indonesia dalam hal keamanan pasokan energi dan lingkungan. Ditambah lagi dengan konsumsi energi yang selalu meningkat setiap tahunnya, yaitu rata-rata 7-8% per tahun dalam satu dasawarsa ini 10.Harus segera dilakukan suatu kebijakan yang dapat mengatasi hal-hal itu demi mewujudkan penyediaan energi yang berkelanjutan (energy sustainability).penyediaan energi berkelanjutan meliputi antara lainmemperluas akses kepada kecukupan pasokan energi, andal dan terjangkau dengan memperhatikan seluruh sarana/prasarana yang diperlukan (energy security) dan dampak lingkungan yang ditimbulkan Agung Wahyu Kencono, dkk,op.cit Aang Darmawan, 2012, Kajian Analisis Isu-Isu Sektor, ESDM, Jakarta, Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral didownload dari tanggal 1 November , 2006, INDONESIA BUKU PUTIH Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025, Kementerian Negara 6

7 Salah satu upaya pengendalian yang dipilih oleh pemerintah adalah konservasi energi.konsep konservasi energi mencakup seluruh tahapan pengelolaan energi. Pada proses perencanaan sudah dipertimbangkan upaya-upaya yang akan digunakan untuk mendorong efisiensi pemakaian energi, termasuk regulasi pengaturannya. Tahap pelaksanaan identik dengan penghematan dan efisiensi konsumsi energi. Dalam tahap akhir evaluasi pengelolaan energi sangat berkaitan dengan konservasi energi untuk menentukan langkah kebijakan selanjutnya. Konsep konservasi energi tidak bisa lepas dari setiap tahapan proses pengelolaan energi serta pelaksanaan konservasi energi dilakukan pada sisi suplai (Supply Side) dan pemanfaatan (Demand Side) energi. Manfaat pelaksanaan konservasi energi menurut Hanan Nugroho (2005) sebagai berikut: - Penghematan konsumsi dan biaya konsumsi energi, dengan melakukan konservasi maka seolah-olah menemukan sumber energi baru. Sebagai ilustrasi jika Indonesia dapat menghemat konsumsi BBMnya sekitar 10 persen saja itu berarti telah ditemukan lapangan minyak baru sebesar penghematan yang dilakukan. Penghematan biaya dengan melakukan konservasi energi sangat besar - Memberikan dampak lebih baik terhadap lingkungan. Disepakati bahwa sumber utama pemanasan global adalah pembakaran bahan bakar fosil atau aktivitas manusia yang berkaitan dengan penggunaan energi. Riset dan Teknologi Republik Indonesia didownload dari tanggal 23 Oktober

8 Penghematan energi melalui konservasi energi tentu juga akan mengurangi polutan dari pembakaran bahan bakar fosil. Selain manfaat-manfaat tersebut, penghematan dan efisiensi penggunaan energi berarti akan ada energi sisa. Energi sisa ini dapat digunakan untuk masyarakat yang selama ini belum menikmati akses energi. Jumlah masyarakat yang dapat mengakses energi akan bertambah. Distribusi pemerataan energi dapat dilakukan lebih luas merupakan manfaat berikutnya dari kebijakan konservasi energi. Pemerintah sebenarnya sudah mencantumkan kebijakan konservasi energi dalam kebijakan energi nasional. Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) 1981 yang selanjutnya direvisi pada tahun 1987 dan 1991, KUBE 1998, KEN 2003, Blue Print Pengelolaan Energi Nasional (Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN)) selalu mencatumkan konservasi energi sebagai salah satu fokus kebijakan energi. Tetapi sayangnya konservasi dengan sasaran efisiensi energi tersebut gagal karena adanya kontradiksi antara kebijakan konservasi dengan kebijakan pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM) 12. Sedangkan menurut Hanan Nugroho (2005) penyebab konservasi energi di Indonesia tidak berkembang sebagai berikut: 12..., 2012, POLICY PAPER KESELARASAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN) DENGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL (RUEN) DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) (LAPORAN AKHIR), DIREKTORAT SUMBER DAYA ENERGI, MINERAL DAN PERTAMBANGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL didownload dari pdf tanggal 23 Oktober

9 - Adanya pandangan di kalangan masyarakat bahwa Indonesia adalah negara yang dianugerahi dengan kekayaan sumberdaya energi yang berlimpah, dan karena itu menggunakan energi secara hemat tidak dianggap sebagai sebuah keharusan. - Pemahaman konservasi energi sebagai tindakan praktis juga belum berkembang di kalangan masyarakat karena masih langkanya penyebarluasan informasi atau kampanye mengenai teknik-teknik konservasi energi. Peraturan perundang-undangan mengenai konservasi energi pun belum dikembangkan. - Pembentukan Badan Khusus di kalangan pemerintah/swasta yang menangani masalah konservasi energi juga belum didirikan. Selama ini peran masyarakat dalam kegiatan konservasi energi baru sebatas sebagai obyek pelaku dari kebijakan ini. Gerakan hemat energi dan mematikan satu lampu pada saat beban puncak (jam ) merupakan contoh pelaksanaan konservasi energi. Masyarakat disini hanya sekedar melaksanakan kegiatan yang telah dicanangkan. Sedangkan peranan kelompok masyarakt atau NGO yang bergerak di sektor energi menurut L. A. Alexandra (2012) ada empat, yaitu 1) melakukan kegiatan pendidikan/kepedulian publik, baik itu mendukung atau menolak kebijkan resmi pemerintah; 2) memberdayakan masyarakat untuk membangkitkan sumber energinya sendiri (misal pembangkit listrik mikro hidro); 3) mengambil peran mengawasi kebijakan-kebijakan pemerintah; dan 4) terlibat dalam advokasi dengan membantu pemerintah mengubah kebijakan energi tertentu. 9

10 Peraturan perundangan yang telah dikeluarkan setelah era reformasi 1998 sehubungan dengan konservasi energi adalah Undang-Undang Nomor 30 tentang Energi dan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi. Kedua peraturan perundangan tersebut merupakan payung hukum pelaksanaan konservasi energi di Indonesia saat ini. Pelaksanaan konservasi energi dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap kedua peraturan tersebut, termasuk analisis partisipasi masyarakat dalam pengelolaan konservasi energi. Pengelolaan energi yang berkelanjutan dapat terwujud dengan elaborasi peran aktif dari masyarakat umum. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pokoknya adalah: Bagaimana Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi mengatur tentang kebijakan konservasi energi. Rumusan masalah pokok tersebut akan dijawab dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa makna konservasi energi? Termasuk tipe kebijakan apakah konservasi energi itu? 2. Siapa saja pelaku yang terlibat dalam konservasi energi di Indonesia? 3. Bagaimana konservasi energi diatur oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi? 10

11 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian tersebut, maka tujuan pokok dari penelitian tesis ini adalah bagaimana pengaturan konservasi energi di Indonesia, yaitu teridentifikasikannya makna konservasi energi, tipe kebijakan apa, siapa saja aktor yang terlibat dalam konservasi energi di Indonesia, bagaimana desentralisasi dilimpahkan. Berikutnya penelitian ini akan mengidentifikasikan bagaimana efisiensi energi, pelibatan masyarakat dan insentif/disinsentif dalam konservasi energi di Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Konservasi Energi. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini bisa memberikan manfaat berupa: 1. Manfaat Akademis Sebagai masukan dalam kajian administrasi publik yakni kajian Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi yang ditinjau dari perspektif analisis isi. 2. Manfaat Praktis Dapat mengetahui isi kebijakan konservasi energi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumbangan pikiran kepada pemerintah mengenai sistem konservasi energi dalam rangka pengelolaan energi yang berkelanjutan. 11

12 E. Keaslian Penelitian Studi-studi yang membahas tentang kebijakan konservasi energi di Indonesia selama ini berkutat pada sisi teknis pelaksanaannya. Seperti yang dilakukan Hanan Nugroho (2005), Perencana Energi Bappenas, dalam tulisannya yang berjudul Konservasi Energi sebagai Keharusan yang Terlupakan dalam Manajemen Energi Nasional Indonesia: Belajar dari Jepang dan Muangthai menyatakan bahwa konservasi energi di Indonesia belum mendapat perhatian yang memadai. Manajemen tanah air di tanah air selama ini lebih memprioritaskan pada bagaimana menyediakan energi atau memperluas akses terhadap energi kepada masyarakat. Dalam tulisan ini, Hanan Nugroho juga mengungkapkan pentingnya pelaksanaan konservasi energi dan penyebab kegagalan pelaksanaannya di Indonesia. Dalam tulisan itu juga diungkapkan pengalaman berharga mengenai pelaksanaan konservasi energi di jepang dan Muangthai (Thailand). Berikutnya APEC juga mengeluarkan laporan mengenai review efisiensi energi di Indonesia. Laporan ini merupakan hasil studi Kelompok Kerja Energi APEC yang dituangkan dalam Peer Review on Energy Efficiency in Indonesia, June Isi laporannya mengenai analisis implementasi efisiensi energi di Indonesia yang didasarkan pada teknis pelaksanaan dan peraturan perundangan yang memayunginya. 12

13 Dalam penelitian ini peneliti ingin mengisi kekosongan kajian konservasi energi dari metode analisis isi. Penelitian akan mengkaji isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan kebijakan, yaitu Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2009 tentang Konservasi Energi. Metode yang yang digunakan adalah analisis isi dengan unit kajian pemaknaan, pelaksanaan dan sistem konservasi energi serta pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan ini. 13