BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. mendasari penelitian ini. Kecanduan Game online yang dimaksudkan dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. mendasari penelitian ini. Kecanduan Game online yang dimaksudkan dalam"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Pada BAB II ini akan dijelaskan mengenai kajian teori apa saja yang mendasari penelitian ini. Kecanduan Game online yang dimaksudkan dalam penelitian ini, akan dibahas secara lebih mendalam dengan menggunakan istilah populernya yakni Game Online Addiction. 2.1 Game Online Addiction Pengertian Game Online Adams & Rollings (2007) mendefinisikan game online sebagai permainan (games) yang dapat diakses oleh banyak pemain, di mana mesin-mesin yang digunakan pemain dihubungkan oleh suatu jaringan (umumnya internet). Banyaknya pemain merupakan aspek yang penting dalam pengertian game online di sini. Pada prinsipnya permainan yang dimainkan seorang diri (solitaire) melalui internet dapat dimasukkan dalam istilah game online, namun pada penelitian ini permainan yang termasuk di dalam istilah yang diwakili dengan game online hanyalah permainan yang dimainkan secara massal Jenis-jenis Game Online Fiutami (Kusumadewi, 2009) menjelaskan mengenai jenis jenis permainan game online bisa dibagi ke dalam beberapa kategori seperti Massively Multiplayer Online Role Playing Game (MMORPG), Massively Multiplayer Online Real Time Strategy (MMORTS), Massively Multiplayer Online First Person Shooter (MMOFPS), dan lain-lain. Berikut penjelasannya: 12

2 a. MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing Games) Merupakan salah satu jenis internet game dimana pemain bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan pemain yang lain. Kemampuan tertentu yang dimiliki oleh karakter diperoleh melalui pengalaman, dan biasanya berhubungan dengan kemampuannya bertempur dan atau untuk melawan musuh. Dalam permainan lebih ditekankan pada aspek kolaborasi dan sosial, bukan kompetisi. Interaksi sosial dalam permainan jenis ini sangat diperlukan, karena pemain harus berkolaborasi dengan pemain lain untuk mencapai tujuan yang lebih rumit dan harus bergabung dalam organisasi atau suku dari pemain lain agar mengalami peningkatan dalam permainan (Wan & Chiou, 2007). Pemain dituntut untuk berimajinasi sedemikian rupa sehingga karakter yang diinginkan terbentuk sempurna. Game jenis ini juga biasanya menyediakan fasilitas ruang chatting (mengobrol), animasi yang bergerak dan berekspresi, sampai membentuk tim untuk melawan musuh ataupun monster-monster yang ada. Saat ini, permainan yang populer di dunia adalah World of Warcraft, Guild Wars dari Amerika, Final Fantasy dari Jepang, dan Lineage dari Korea. Di Indonesia, permainan yang popular dari jenis ini adalah Ragnarok, Perfect World, Seal Online, Ran Online, Audition Ayo Dance, Risk Your Life (RYL), Tantra, Gunbound, Getamped, DotA, Atlantica dan masih banyak lagi. Menurut Yee (2005) terdapat 5 faktor motivasi seseorang bermain jenis game MMORPG: 13

3 1. Relationship, didasari oleh keinginan untuk berinteraksi dengan pemain lain, serta adanya kemauan seseorang untuk membuat hubungan yang mendapat dukungan sejak awal, dan yang mendekati masalah-masalah dan isu-isu yang terdapat di kehidupan nyata. 2. Manipulation, didasari oleh pemain yang membuat pemain lain sebagai objek dan memanipulasi mereka untuk kepuasan dan kekayaan diri. Pemain yang didasari oleh factor ini, sangat senang berlaku curang, mengejek, dan mendominasi pemain lain. 3. Immersion, didasari oleh pemain yang sangat menyukai menjadi orang lain. Mereka senang dengan alur cerita dari dunia khayal dengan menciptakan tokoh yang sesuai dengan cerita sejarah dan tradisi dunia tersebut. 4. Escapism, didasari oleh pemain yang senang bermain di dunia maya hanya sementara untuk menghindar, melupakan dan pergi dari stress dan masalah di kehidupan nyata. 5. Achievement, didasari oleh keinginan untuk menjadi kuat di lingkungan dunia virtual, melalui pencapaian tujuan dan akumulasi dari item-item yang merupakan simbol kekuasaan. b. MMORTS (Massively Multiplayer Online Real Time Strategy) Adalah salah satu jenis internet games yang di dalamnya terdapat kegiatan mendirikan gedung, pengembangan teknologi, konstruksi bangunan serta pengolahan sumber daya alam. MMORTS merupakan kategori dari game komputer yang menggabungkan real-time strategy (RTS) dengan banyak pemain secara bersamaan di internet. Game yang popular dari jenis 14

4 ini adalah WarCraft, Command and Conqueror, Total Annihilation, StarCraft, The Sims, City Ville, Farm Ville, dan lain-lain. c. MMOFPS (Massively Multiplayer Online First Person Shooter) Merupakan salah satu jenis internet games yang menekankan pada penggunaan senjata. MMOFPS banyak mendapat tentangan dari berbagai pihak dibandingkan dengan jenis permainan lainnya karena dalam MMOFPS sangat menonjolkan kekerasan dan agresifitas. Biasanya sepanjang permainan yang ada hanya pertarungan dan pembunuhan. Para pemain dapat bermain secara sendiri- sendiri (single) atau juga bisa membentuk tim (team) dalam melawan musuh. Sampai saat ini hanya sedikit sekali MMOFPS yang baru dibuat. Hal tersebut dikarenakan sangat banyaknya jumlah pemain yang bermain pada saat bersamaan di internet sehingga terdapat masalah teknis dan infrastruktur pada internet. Contoh game dari MMOFPS ini adalah WarRock, Cross Fire, Point Blank, Counter Strike, dan lain-lain.di Indonesia sendiri, contoh yang terkenal dari jenis ini adalah Counter Strike (CS). Menurut sumber yang sama, game ini sangat disukai oleh anak-anak dan remaja laki-laki, karena game ini mengandalkan keterampilan dalam kecepatan bertindak, memompa adrenalin dan membutuhkan ketepatan menembak Pengertian Game online addiction Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yee (2002) mengenai kecanduan terhadap MMORPG (Massive Multiplayer Online Roleplaying Games), kecanduan didefinisikan sebagai suatu perilaku tidak sehat atau merugikan diri sendiri yang berlangsung terus-menerus yang sulit diakhiri oleh individu yang bersangkutan. 15

5 Suatu perilaku yang tidak sehat atau merugikan diri sendiri ini menjadi suatu aspek yang penting dalam definisi kecanduan Yee. Individu yang memiliki hobi sehat, seperti olahraga atau menari, dapat merasa terganggu atau frustrasi jika tidak dapat melakukan hobi tersebut dikarenakan misalnya, cuaca yang buruk. Individu yang memiliki hobi sehat juga dapat merasa bahwa berada di lapangan atau lereng memberikan sejenis kepuasan yang meningkatkan selfesteem. Namun, hanya jika seseorang melakukan aktivitas yang kurang baik atau merugikan diri sendiri barulah istilah kecanduan menjadi pantas digunakan, dan perilaku seperti ini terlihat pada pemain game online. Akibat dari perilaku merugikan ini dapat dilihat lebih jelas ketika pemain ditanya secara langsung apakah kebiasaan bermain mereka ini membawa pada masalah dalam kehidupan nyata sehari-hari. Masalah dalam kehidupan nyata ini dibagi menjadi masalah akademis, masalah kesehatan, masalah keuangan dan masalah relasi. Jika kebiasaan bermain mereka ini membawa pada masalah dalam kehidupan nyata maka dapat dikatakan itu merupakan suatu perilaku yang merugikan diri sendiri yang menjadi aspek penting yang menentukan terjadinya kecanduan (Yee, 2002). Digunakannya istilah game online addiction ini merupakan suatu hal yang masih kontroversial. Namun, berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, ditemukan data yang mendukung bahwa istilah ini dapat diterima dan digunakan (Yee, 2002). Data-data tersebut seperti: sebanyak 64,45% remaja laki-laki dan 47,85% remaja perempuan usia tahun yang bermain game online menyatakan bahwa mereka menganggap diri mereka kecanduan terhadap game online.; juga sebanyak 25,3% remaja laki-laki dan 19,25% remaja perempuan 16

6 usia tahun yang bermain game online mencoba untuk berhenti main namun tidak berhasil (Yee, 2002). Dengan para pemainnya menganggap diri mereka kecanduan dan tidak berhasil berhenti tidak lantas membuat istilah game online addiction ini dapat diterima begitu saja. Satu hal yang juga merupakan bukti penting adalah keterkaitan erat antara gejala kecanduan game online dengan kecanduan zat terlarang. Dua gejala yang menjadi ciri utama kecanduan zat terlarang adalah ketergantungan (dependence) dan penarikan diri (withdrawal). Individu-individu yang kecanduan suatu zat membutuhkan zat tersebut untuk menopang suatu perasaan wajar dan kesejahteraannya. Individu-individu yang mengalami ketergantungan pada suatu zat, menderita dari penarikan atau pemberhentian (withdrawal) ketika mereka tidak mengkonsumsi zat tersebut. Withdrawal ditandai dengan kemarahan, kecemasan, kejengkelan, dan frustrasi. Kedua gejala kecanduan ini ditemui pada pemain game online dalam penelitian mengenai kecanduan game online (Game online addiction). Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi zat terlarang, yaitu: 1. Karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi. 2. Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua. 3. Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll. 17

7 4. Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll. 5. Cinta dan Hubungan Heteroseksual 6. Permasalahan Seksual 7. Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua 8. Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama Kecanduan juga bisa ditinjau berdarkan teori belajar sosial milik Albert Bandura, yang difokuskan pada konsep Resiprocal Determinism, dimana konsep ini menjelaskan model perubahan perilaku. Terdapat tiga sumber pengaruh dalam teori ini yang saling berinteraksi, yaitu: individu, perilakunya, dan lingkungan. Perilaku yang ditampilkan oleh seseorang akan membantu membentuk lingkungannya, yang kemudian memberikan timbale balik pada dirinya. Model perubahan perilaku tersebut akan dijelaskan seperti gambar 2.1 berikut: P (person) E (environtment) B (behavior) Gambar 2.1 Resiprocal Determinism 18

8 Pada gambar tersebut, dijelaskan bagaimana hubungan antara Person (P) = individu atau kognitif (persepsi), Behavior (B) = perilaku, dan Environtment (E) = lingkungan, yang saling berpengaruh dan bergantung satu dengan yang lainnya. Dalam masa perkembangan, remaja lebih terampil dalam pembelajaran melalui pengamatan, dimana tingkah laku individu sebagian besar diperoleh dari hasil belajar melalui observasi atau hasil pengamatantingkah laku orang lain. Seringkali terbukti bahwa pengamatan (observation) lebih efektif daripada ikut partisipasi langsung. Hal tersebut dikarenakan karena adanya proses kognitif yang mendasari observational learning (belajar melalui pengamatan) Sejarah Game Online Addiction Istilah Game Online Addiction muncul sebagai perpanjangan dari Internet Addiction yang pertama kali dicetuskan oleh Goldberg pada tahun Istilah Internet Addiction mulanya digunakan untuk menggambarkan efekefek negatif dari penggunaan Internet yang berlebihan pada kehidupan pribadi. Serupa dengan penyalahgunaan zat, seperti kecanduan zat kimia, kecanduan tersebut dapat merusak secara fisik atau emosional dari ketergantungan semacamnya (Goldberg dalam Sally, 2006). Young (1996) menggunakan istilah Pathological Internet Use ketika menyampaikan suatu karya tulis pada pertemuan American Psychological Association s (APA). Namun kemudian, ia menggunakan frase Internet Addiction ketika berbicara dengan masyarakat umum (Sally, 2006). Young mendefinisikan Internet Addiction sebagai suatu penyakit pada pengendalian impuls (impulse-control disorder) yang tidak melibatkan suatu zat yang memabukkan (intoxicant) (Young, 1996). Meskipun belum sepenuhnya diterima (masih menjadi perdebatan apakah kecanduan terhadap Internet akan 19

9 dimasukkan dalam DSM V atau tidak), namun istilah ini kian sering digunakan dalam banyak penelitian dan mulai spesifik pada kecanduan terhadap salah satu aspek dari Internet saja, seperti game online. Yee (2002), melakukan penelitian deskriptif tentang kecanduan MMORPG yang merupakan salah satu bagian dari game online. Penelitian ini menunjukkan bahwa kecanduan MMORPG merupakan suatu fenomena yang nyata Kriteria Game Online Addiction Seperangkat kriteria digunakan untuk membedakan pemakaian internet yang kecanduan dan yang normal. Ini digunakan sebagai kriteria untuk membedakan pemain game online yang kecanduan dan yang tidak. Bila seperangkat kriteria dapat digunakan secara efektif dalam mendiagnosis, maka kriteria semacam ini dapat digunakan dalam pelayanan klinis dan memfasilitasi penelitian-penelitian di kemudian hari mengenai kecanduan internet (atau kecanduan game online). Namun, diagnosis yang tepat dipersulit dengan fakta bahwa istilah adiksi (kecanduan) tidak terdaftar pada Dignostic and Statistical Manual of Mental Disorders - Fourth Edition (DSM-IV; American Psychiatric Association, 1994 dalam Young, 1996). Dengan menggunakan Pathological Gambling sebagai contoh, Young (1996) mengembangkan suatu kuesioner singkat dengan delapan kriteria yang digunakan sebagai alat untuk membedakan pengguna yang kecanduan dan yang tidak kecanduan Internet. Delapan kriteria tersebut dimodifikasi oleh Center for Internet Addiction Recovery untuk mengubah alat tersebut menjadi alat yang membedakan pengguna game online yang kecanduan dan yang tidak kecanduan. Hal ini dilakukan dengan mengubah istilah-istilah yang mengacu 20

10 pada Internet menjadi istilah-istilah yang mengacu pada game online. Berikut ini merupakan hasil modifikasinya: 1. Merasa terikat dengan game online (memikirkan mengenai aktivitas online pada saat sedang offline atau mengharapkan sesi online berikutnya) 2. Merasakan kebutuhan untuk bermain game online dengan jumlah waktu yang terus meningkat untuk mencapai sebuah kegembiraan yang diharapkan 3. Pernah secara berulang-ulang membuat upaya-upaya untuk mengendalikan, mengurangi, atau berhenti bermain game online namun tidak berhasil 4. Merasa gelisah, murung, depresi, atau lekas marah ketika mencoba untuk mengurangi atau menghentikan bermain game online 5. Pernah terancam bahaya kehilangan relasi signifikan yang disebabkan oleh bermain game online 6. Pernah terancam bahaya kehilangan pekerjaan, kesempatan karir atau kesempatan pendidikan yang disebabkan oleh bermain game online 7. Pernah berbohong pada anggota keluarga, terapis atau orang lain untuk menyembunyikan seberapa jauh keterlibatannya dengan game online 8. Bermain game online sebagai suatu cara untuk melarikan diri dari masalah-masalah atau untuk mengurangi suatu kondisi perasaan yang menyusahkan (misal perasaan-perasaan tidak berdaya, bersalah, cemas, depresi) Delapan (8) kriteria inilah yang akan digunakan sebagai pedoman untuk mengukur apakah responden tersebut tergolong dalam orang yang kecanduan game online (game online addiction) atau tidak, dengan menyajikannya dalam bentuk pertanyaan. 21

11 2.2 Keterampilan Sosial Pengertian Keterampilan Sosial Pengertian mengenai keterampilan sosial, banyak dijelaskan dan di definisikan oleh para professional dari berbagai disiplin ilmu. Hal ini yang menyebabkan pengertian keterampilan sosial disesuaikan dengan sudut pandang ilmunya yang berbeda-beda. Pengertian mengenai keterampilan sosial dalam penelitian ini, difokuskan pada pendapat dua orang tokoh, yang secara umum berkaitan dengan penelitian yang hendak dilakukan. Dua orang tokoh tersebut ialah Riggio dan Goleman yang mengatakan bahwa keterampilan sosial adalah: Menurut Riggio (Loton, 2007): A cluster of skills used in decoding, sending and regulating non-verbal and verbal information in order to facilitate positive and adaptive social interactions. Menurut Goleman (2007): keterampilan sosial adalah kemampuan untuk mengerti orang lain dan bagaimana interaksi terhadap situasi sosial yang bebeda. Keterampilan sosial menjadi modal dalam bergaul dan berinteraksi dengan lingkungan sosial agar dapat diterima di dalam lingkungan sosial tersebut Dari definisi-definisi di atas, keterampilan sosial merupakan sekumpulan keterampilan atau kemampuan individu dalam berinteraksi dengan orang lain dengan melakukan decoding, mengirimkan dan mengatur informasi non-verbal maupun verbal, yang dapat diterima atau dihargai secara sosial dan membawa manfaat, baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun keduanya dengan tujuan untuk memfasilitasi interaksi sosial yang positif dan adaptif. 22

12 2.2.2 Model Keterampilan Sosial Riggio, dkk. (dalam Loton, 2007) memaparkan 3 model keterampilan sosial dan keterampilan emosi. Kerangka tersebut dibuat berdasarkan penelitian mengenai komunikasi interpersonal, yang mengajukan bahwa komunikasi emosional dan komunikasi sosial dapat dikonseptualisasikan menjadi tiga keterampilan dasar: keterampilan dalam ekspresi atau biasa dikenal sebagai encoding skills, keterampilan dalam mengenali dan melakukan decoding kesan dari orang lain, dan keterampilan dalam mengatur dan mengendalikan perilaku komunikasi. Dari ketiga keterampilan tersebut, masing-masing terdapat di dalam domain emosional (keterampilan emosional) dan dalam domain verbal atau sosial (keterampilan sosial). Berikut penjelasan singkat yang di sajikan dalam tabel, yang juga selanjutnya di jelaskan secara lebih rinci mengenai 3 model keterampilan sosial dan keterampilan emosi tersebut: Tabel 2.1. Kerangka Kerja Keterampilan Emosional dan Sosial Keterampilan Emotional expressivity Emotional sensitivity Emotional control Social expressivity Social sensitivity Social control Definisi Keterampilan dalam berkomunikasi secara nonverbal, khususnya dalam mengirimkan pesan-pesan emosional, ekspresi sikap yang non-verbal, dominasi, dan orientasi interpersonal. Keterampilan dalam menerima dan menginterpretasikan komunikasi emosional dan nonverbal dari orang lain. Keterampilan dalam mengendalikan dan mengatur ekspresi emosi dan ekspresi non-verbal diri, khususnya saat menyampaikan atau menyembunyikan emosi dengan isyarat. Keterampilan ekspresi verbal dan kemampuan untuk melibatkan orang lain dalam wacana sosial. Keterampilan dalam menginterpretasikan komunikasi verbal orang lain; kemampuan untuk memahami situasi sosial, norma sosial, dan juga peran. Keterampilan dalam bermain peran dan presentasi sosial-diri 23

13 Emotional Expressivity (EE) Mengacu pada keterampilan umum dalam menyampaikan pesan nonverbal. Dimensi ini merefleksikan kemampuan individu untuk mengekspresikan, secara spontan dan akurat, merasakan keadaan emosional sebaik memiliki kemampuan untuk mengekspresikan perilaku secara non-verbal dan tanda-tanda orientasi interpersonal. Individu yang memiliki keterampilan EE adalah individu yang hidup dan berenergi dan dapat dikarakteristikkan sebagai individu yang emosional. Individu yang memiliki EE tinggi dapat terpengaruh secara emosional atau menginspirasikan orang lain karena kemampuannya memperlihatkan keadaan emosional yang mereka rasakan (Friedman & Riggio, dalam Loton, 2007). Mereka cenderung kurang dapat mengontrol emosi, karena kespontanan emosional yang mereka miliki Emotional Sensitivity (ES) Mengacu pada keterampilan umum dalam menerima dan menginterpretasikan komunikasi non-verbal dari orang lain. Individu yang memiliki skor ES yang tinggi adalah individu yang mudah tertarik dan menyimak tanda-tanda emosional non-verbal pada orang lain. Karena individu dengan ES yang tinggi, dapat menginterpretasikan komunikasi emosional secara cepat dan efisien, mereka dapat lebih mudah menjadi orang yang terpengaruh secara emosional oleh orang lain-merasakan kedaan emosional orang lain dengan penuh pengertian (Friedman & Riggio, dalam Loton, 2007) Emotional Control (EC) Mengacu pada kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur perilaku emosional dan non-verbal yang tampak. Individu dengan EC tinggi kemungkinan besar dapat menjadi actor emosional yang baik, dapat memperagakan tanda- 24

14 tanda emosi, dan mampu menggunakan tanda konflik emosional untuk menutupi keadaan emosional yang sebenarnya (misalnya, tertawa seadanya saat mendengar gurauan; memasang wajah senang untuk menutupi kesedihan). Orang dengan EC tinggi cenderung untuk membiasakan tampilan yang kuat, merasa emosi, juga mengatur melawan tampilan keadaan spontan dan keadaan emosional yang ekstrim Social Expressivity (SE) Mengacu pada keterampilan bicara verbal dan kemampuan untuk menyatukan orang lain dalam interaksi sosial. Orang-orang dengan SE tinggi tampak outgoing dan ramah karena kemampuan mereka untuk memulai percakapan dengan orang lain. Individu tersebut seringkali dapat berbicara dengan spontan, terkadang tanpa kendali yang jelas Social Sensitivity (SS) Mengacu pada kemampuan untuk menginterpretasi dan memahami komunikasi verbal dan pengetahuan umum dari norma-norma yang mengatur tingkah laku sosial yang tepat. Individu membantu orang lain (misalnya, menjadi pengamat dan pendengar yang baik). Karena pengetahuan mereka akan norma dan peraturan sosial, orang dengan SS yang tinggi dapat menjadi individu yang terlalu mengkhawatirkan tingkah laku yang tampak pada mereka dan orang lain Social Control (SC) Mengacu pada keterampilan umum dalam presentasi-diri dalam lingkungan sosial. Individu dengan SC tinggi adalah individu yang diplomatis, beradaptasi secara sosial, dan percaya diri. Orang-orang dengan SC yang tinggi sangat mampu dalam berperan untuk memainkan berbagai peran sosial dan dengan mudah dapat mengambil posisi atau orientasi dalam sebuah diskusi. 25

15 Individu-individu dengan SC tinggi adalah individu yang bergaya sosial dan bijaksana, sehingga mereka dapat menyesuaikan tingkah laku personal mereka untuk masuk dalam apa yang mereka anggap pantas dalam situasi sosial apapun. 2.3 Remaja Pengertian Remaja Masa remaja adalah masa transisi perkembangan yang melibatkan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial dari masa anak-anak (childhood) ke masa dewasa (adulthood) (Papalia, et. Al., 2008). Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang melibatkan perubahan aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Monks dkk. (2006) mengkategorikan masa remaja berlangsung pada usia tahun, yang dibagi dalam tiga bagian, yaitu masa remaja awal dengan batasan usia tahun, masa remaja tengah untuk usia tahun dan remaja akhir tahun. Adapun penelitian ini lebih ditekankan pada masa remaja karena keberhasilan perkembangan pada masa tersebut akan menentukan keberhasilan pada masa selanjutnya. Menurut Erik Erickson dalam Santrock (2007) dan Papalia et al (2008) masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/confussion, identity moratorium, identity foreclosure, dan identity achieved. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 26

16 a. Identity diffusion, yaitu individu yang belum mengalami krisis, dan belum membuat komitmen. Mereka juga belum memutuskan mengenai pilihan pekerjaan atau ideologis tetapi mereka juga tidak menunjukan minat terhadap masalah tersebut. b. Identity moratorium, yaitu individu yang tengah berada pada masa krisis tetapi belum memiliki komitmen atau kalaupun ada masih sangat kabur. c. Identity foreclosure, yaitu individu yang sudah membuat komitmen, tetapi belum mengalami krisis. Hal ini paling sering terjadi ketika orangtua memaksa komitmen tertentu pada anak remaja mereka, biasanya dengan cara otoriter, sebelum remaja memiliki kesempatan mengeksplorasi berbagai pendekatan, ideologi, atau karir. d. Identity achievement, yaitu individu yang sudah melalui masa krisis dan sudah sampai pada sebuah komitmen Tugas Perkembangan Masa Remaja Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugastugas perkembangan remaja menurut Hurlock (dalam Ali & Asrori, 2005) adalah berusaha : a. Mampu menerima keadaan fisiknya; b. Mampu menerima dan mamahami peran seks usia dewasa; c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis; d. Mencapai kemandirian emosional; e. Mencapai kemandirian ekonomi; 27

17 f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat; g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua; h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa; i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan; j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. Masa awal remaja adalah masa transisi perkembangan yang tidak hanya meliputi dimensi fisik, namun juga terjadi perubahan dalam dimensi kognitif dan kompetensi sosial, otonomi, self-esteem, dan intimacy (Papalia, 2008). Di masa ini seorang remaja mulai mengalami kesulitan dalam menghadapi sebuah perubahan dalam waktu bersamaan dan mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk melewati masa tersebut. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah masa yang beresiko. Gunarsa S dan Gunarsa Y (2009) menyebutkan beberapa karakteristik remaja, yaitu: keadaan emosi yang labil, sikap menentang orang tua maupun orang dewasa lainnya, pertentangan dalam dirinya menjadi sebab pertentangan dengan orang tuanya, eksperimentasi atau keinginan yang besar dari remaja untuk melakukan kegiatan orang dewasa yang dapat ditampung melalui saluran ilmu pengetahuan, eksplorasi atau keinginan untuk menjelajahi lingkungan alam sekitar yang sering disalurkan melalui penjelajahan atau petualangan, banyaknya fantasi atau khalayan dan bualan, dan kecenderungan membentuk kelompok dan melakukan kegiatan berkelompok. 28

18 2.3.3 Remaja dalam Perkembangan Sosial Perkembangan kehidupan sosial remaja ditandai dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam hidup mereka. Sebagian besar waktu remaja dihabiskan untuk melakukan interaksi sosial dengan teman-teman sebayanya (Desmita 2009). Teman sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama. Fungsi utama dari teman sebaya adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga, sehingga hubungan dengan teman sebaya yang buruk dapat membawa anak ke perilaku yang buruk dan begitu sebaliknya (Santrock 2007). Kelompok teman sebaya memiliki peranan yang sangat penting dalam penyesuaian diri remaja dan sebagai persiapan bagi kehidupan di masa yang akan datang, serta berpengaruh pula pada pandangan dan perilaku. Hal ini disebabkan remaja sedang berusaha untuk membebaskan diri dari keluarganya dan tidak tergantung kepada orang tuanya (Drajat dalam Ruhidawati 2005). Remaja pada umumnya sudah mampu menunjukkan pergaulan yang sebenarnya dengan ditandai oleh pergaulan yang tidak hanya berjenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan yang berbeda jenis kelaminnya (heteroseksual). Pada fase ini, remaja sudah mulai keluar dari lingkungan keluarganya dan memasuki lingkungan pergaulan sosial dalam masyarakat yang lebih luas dan di dalam lingkungan yang baru inilah para remaja membentuk kelompok-kelompok (Gunarsa S & Gunasa Y 2003). Studi-studi kontemporer tentang remaja juga menunjukkan bahwa interaksi yang positif dengan teman sebaya diasosiasikan dengan penyesuaian sosial yang positif (Santrock 2007). Hartup dalam Desmita (2009) mencatat bahwa pengaruh teman sebaya memberikan fungsi-fungsi sosial dan psikologis 29

19 yang penting bagi remaja. Kelly dan Hansen dalam Desmita (2009) menyebutkan enam fungsi positif dari teman sebaya, yaitu: 1. Mengontrol impuls-impuls agresif, yaitu melalui interaksi dengan teman sebaya, remaja belajar bagaimana memecahkan pertentanganpertentangan dengan cara-cara yang lain selain dengan tindakan agresi langsung. 2. Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen. Teman-teman dan kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru mereka. Dorongan yang diperoleh remaja dari teman-teman sebaya mereka ini akan menyebabkan berkurangnya ketergantungan remaja pada dorongan keluarga mereka. 3. Meningkatkan keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih matang. Percakapan dan perdebatan dengan teman sebaya akan membantu remaja untuk belajar mengekspresikan ide-ide dan perasaanperasaan serta mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah. 4. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran berdasarkan jenis kelamin. Sikap-sikap seksual dan tingkah laku peran jenis kelamin terutama dibentuk melalui interaksi dengan teman-teman sebaya. 5. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Pergaulan dengan kelompok teman sebaya akan membantu remaja untuk mencoba mengambil keputusan atas diri mereka sendiri. Remaja mengevaluasi 30

20 nilai-nilai yang dimilikinya dan yang dimiliki oleh teman sebayanya, serta memutuskan mana yang benar. 6. Meningkatkan harga diri (self-estem). Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki keterampilan sosial (social skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Keterampilan-keterampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan sebagainya. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek psikososial dengan maksimal (Murtadin, 2002). 2.4 Dinamika Psikologis Kecanduan Game Online (Game Online Addiction) dan Keterampilan Sosial pada Remaja Laki-laki Perkembangan teknologi dalam bidang internet, khususnya game online, menjadi fenomena baru saat ini. Pengguna internet, khususnya game online tersebut, sebagian besar adalah kalangan remaja khususnya laki-laki, yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yee (2002), bahwa terdapat sebanyak 64,45% remaja laki-laki yang bermain game online menyatakan bahwa mereka menganggap diri mereka kecanduan terhadap game online (mengalami 31

21 game online addiction); dan sebanyak 25,3% remaja laki-laki yang bermain game online mencoba untuk berhenti main namun tidak berhasil (Yee, 2002). Sesuai dengan hasil penelitian-penelitian yang dilakukan saat ini, dimana telah menemukan banyak hubungan antara game online dengan ketergantungan dan perilaku penurunan interaksi sosial, bermain yang berlebih (Fisher, Griffiths, Hunt, dalam Loton, 2007), penurunan tajam pada keterlibatan dalam hubungan sosial, dan peningkatan kesendirian dan depresi, serta mengalami kesulitan berinteraksi secara sosial dalam kehidupan nyata, dan juga berhubungan dengan kerusakan pada faktor sosial, psikologi, dan kehidupan (Young, 1996). Pada masa remaja, perkembangan dalam aspek sosial merupakan hal yang sangat penting, khususnya dalam keterampilan sosialnya. Keterampilan sosial merupakan aspek yang sangat penting dalam proses penyesuaian diri remaja, agar bisa berkembang menjadi individu dengan pribadi yang sehat. Hal ini perlu diperhatikan mengingat masa remaja dapat dikatakan sebagai masa yang paling sulit dan masa yang rawan dalam tugas perkembangan manusia ini terjadi, karena masa remaja adalah masa pancaroba atau masa transisi, dan masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa (Indreswari, dkk., 2006). Keterampilan sosial juga memiliki pengaruh terhadap masa selanjutnya selama berlangsungnya kehidupan seseorang (Kusumadewi, 2009). Untuk menghindari hal buruk dari kecanduan game online (game online addiction) pada remaja laki-laki terhadap keterampilan sosialnya yang merupakan aspek penting dalam penyesuaian diri remaja, maka kekurangan keterampilan sosial pada masa remaja perlu segera diidentifikasi agar tidak berlanjut dan memberikan efek negatif di masa selanjutnya. 32

22 2.5 Kerangka Pemikiran Internet Game Online Keterampilan Sosial Kecanduan Remaja Emotional Expressivity Emotional Sensitivity Emotional Control Soacial Expressivity Perempuan Laki - Laki Social Sensitivity Social Control 33

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN

5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN 5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN Dalam bab ini berisikan kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian, diskusi mengenai temuan fakta di lapangan, dan saran yang diberikan sehubungan dengan hasil penelitian

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ONLINE GAME 2.1.1 Definisi Online Game Online game adalah permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang digunakan pemain dihubungkan oleh internet

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. 8 Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. 8 Universitas Indonesia 2. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Kecanduan 2. 1. 1. Definisi Kecanduan Definisi mengenai kecanduan adalah sebagai berikut: An activity or substance we repeatedly crave to experience, and for which we are willing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan yang terdiri dari gambaran umum partisipan (usia, pendidikan, pihak

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan yang terdiri dari gambaran umum partisipan (usia, pendidikan, pihak BAB IV HASIL PENELITIAN Bab ini membahas tentang hasil pengambilan data penelitian yang telah dilakukan yang terdiri dari gambaran umum partisipan (usia, pendidikan, pihak yang mengenalkan game online,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam bab ini terdiri dari pembahasan mengenai teori bermain, teori online game yang terdiri dari definisi online game dan jenis jenis online game. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini teknologi memiliki peranan penting dalam berkomunikasi. Internet menyuguhkan fasilitas dalam berkomunikasi dan hiburan. Penggunanya tidak hanya para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data untuk kepentingan tugas, untuk akses jual-beli yang saat ini disebut

BAB I PENDAHULUAN. data untuk kepentingan tugas, untuk akses jual-beli yang saat ini disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, perkembangan teknologi di era globalisasi menyebabkan munculnya beberapa teknologi baru yang mutakhir. Salah satunya adalah dengan kemunculan

Lebih terperinci

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

Daftar Lampiran 1: Contoh Alat Ukur 1. Internet Addiction Disorder (IAD) 2. Social Skills Inventory (SSI)

Daftar Lampiran 1: Contoh Alat Ukur 1. Internet Addiction Disorder (IAD) 2. Social Skills Inventory (SSI) Daftar Lampiran 1: Contoh Alat Ukur 1. Internet Addiction Disorder (IAD) 2. Social Skills Inventory (SSI) xii 1. Internet Addiction Disorder (IAD) Petunjuk: Pada bagian ini terdapat 18 pernyataan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan teknologi sekarang, banyak perusahan-perusahan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan teknologi sekarang, banyak perusahan-perusahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pesatnya kemajuan teknologi sekarang, banyak perusahan-perusahan menawarkan solusi dalam memberikan hiburan kepada masyarakat. Kita menggunakan banyak perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Salah satunya dengan kehadiran dan keberadaan game online akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Salah satunya dengan kehadiran dan keberadaan game online akibatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Maraknya perkembangan dunia internet, membawa banyak pengaruh bagi siswa. Salah satunya dengan kehadiran dan keberadaan game online akibatnya terjadi pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Permasalahan Peneliti berusaha untuk menemukan jawaban dari masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu: Apakah terdapat hubungan antara kecanduan internet game online dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu pasar teknologi yang paling menjajikan di Asia (www.the-marketeers.com). Hal ini terkait dengan pertumbuhan pengguna Internet

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja 7 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal dari bahasa Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya waktu belajar yang digunakan peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya waktu belajar yang digunakan peserta didik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan yang dilaksanakan pada saat ini banyak sekali menghadapi problematika dan rintangan, di antaranya pengaruh teknologi yang semakin pesat dan maju, siswa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecanduan Game Online. mengalami efek psikis, dan kadang-kadang untuk menghindari ketidaknyamanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecanduan Game Online. mengalami efek psikis, dan kadang-kadang untuk menghindari ketidaknyamanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecanduan Game Online 1. Pengertian Kecanduan Game Online Kecanduan atau addiction adalah suatu keadaan interaksi antara psikis terkadang juga fisik dari organisme hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan individu sosial yang dalam kesehariannya tidak pernah lepas dari individu lain, dimana individu tersebut harus mampu berinteraksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan internet saat ini semakin pesat dan menarik pengguna dari berbagai kalangan masyarakat terutama mahasiswa. Pengguna internet di Indonesia telah mencapai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kreativitas, penggunaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kreativitas, penggunaan BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan teori-teori yang berkaitan dengan kreativitas, penggunaan internet, games online serta kerangka berpikir dan hipotesis. 2.1 Pengembangan Kreativitas pada Anak 2.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang sehingga mendorong diperolehnya temuan-temuan baru

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang sehingga mendorong diperolehnya temuan-temuan baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat ternyata membawa perubahan dalam segala lapisan masyarakat. Kreativitas manusia semakin berkembang sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja sejak dahulu dianggap sebagai masa pertumbuhan yang sulit, dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun orang tua. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep remaja 1. Pengertian Batasan remaja menurut WHO adalah suatu masa dimana secara fisik individu berkembang dari saat pertama kali menunjukan tanda-tanda seksual sekunder

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kecanduan Internet Kandell (dalam Panayides dan Walker, 2012) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Sampel peneliti terbagi dalam 2 kelompok yaitu gamers DotA dan gamers

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Sampel peneliti terbagi dalam 2 kelompok yaitu gamers DotA dan gamers BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Simpulan Sampel peneliti terbagi dalam 2 kelompok yaitu gamers DotA dan gamers Ragnarok Online. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan tingkat

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama dekade terakhir internet telah menjelma menjadi salah satu kebutuhan penting bagi sebagian besar individu. Internet adalah sebuah teknologi baru yang berdampak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini, sering ditemukan baik dalam tulisan ilmiah atau artikel

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini, sering ditemukan baik dalam tulisan ilmiah atau artikel BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangMasalah Dewasa ini, sering ditemukan baik dalam tulisan ilmiah atau artikel populer yang menekankan perlunya perangsangan terhadap kreativitas sejak kecil. Kreativitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompetensi Sosial. memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Sosial 1. Pengertian kompetensi sosial Waters dan Sroufe (Gullotta dkk, 1990) menyatakan bahwa individu yang memiliki kompetensi sosial dapat memanfaatkan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menguraikan beberapa teori terkait dengan judul yang peneliti sampaikan diatas. Di dalam bab ini akan menguraikan teori mengenai identitas diri pada remaja beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak remaja sebenarnya tidak mempunyai masa yang jelas. Remaja. tergolong kanak-kanak, mereka masih harus menemukan tempat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak remaja sebenarnya tidak mempunyai masa yang jelas. Remaja. tergolong kanak-kanak, mereka masih harus menemukan tempat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak remaja sebenarnya tidak mempunyai masa yang jelas. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Remaja belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan komunikasi dengan manusia lainnya. Selain menggunakan media

BAB I PENDAHULUAN. melakukan komunikasi dengan manusia lainnya. Selain menggunakan media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi komunikasi dan media berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Kini media baru atau internet menawarkan cara baru untuk melakukan komunikasi dengan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bekerja sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal abad ke-21, istilah internet sudah dikenal berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, terlepas dari usia, tingkat pendidikan, dan status sosial.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA (ADOLESENCE) PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir logis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang sangat pesat semakin memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang praktis dan berguna bagi setiap lapisan masyarakat. Melalui internet

BAB I PENDAHULUAN. yang praktis dan berguna bagi setiap lapisan masyarakat. Melalui internet BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi saat ini sangatlah pesat. Salah satu produk teknologi yang sangat banyak digunakan adalah internet. Internet menjadi media yang praktis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang paling penting, karena pada masa ini

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran dan fungsi ibu dalam kehidupan seorang anak sangat besar. Anak akan lebih merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson BAB II LANDASAN TEORI A. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih banyak daripada anak yang tidak mengalaminya, tetapi mereka memiliki gejala yang lebih sedikit dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 100 BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi menyangkut normalitas dan linieritas. Uji asumsi ini dilakukan untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ketika menjalani rutinitas tersebut, manusia memiliki titik jenuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PERILAKU PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA WANITA DEWASA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

PSIKOLOGI REMAJA. Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS. Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi

PSIKOLOGI REMAJA. Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS. Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi PSIKOLOGI REMAJA Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi Masa yang paling indah adalah masa remaja. Masa yang paling menyedihkan adalah masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern yang ada di dunia ini. Game online merupakan sebuah permainan

BAB I PENDAHULUAN. modern yang ada di dunia ini. Game online merupakan sebuah permainan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Game online adalah sebuah perwujudan dari berkembangnya teknologi modern yang ada di dunia ini. Game online merupakan sebuah permainan yang dimainkan di depan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan orang lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Peran internet menjadi kebutuhan sumber informasi utama pada berbagai kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah menggunakan internet untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belajar merupakan tugas utama seorang siswa. Seorang siswa dalam kesehariannya belajar diharapkan untuk dapat mencurahkan perhatiannya pada kegiatan akademik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan individu, masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang disebut juga masa transisi. Siswa SMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kuantitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kuantitatif BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mengambarkan suatu gejala,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencarian jati diri untuk melakukan hal hal yang baru. dapat memberikan hal hal baru untuk memecahkan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. pencarian jati diri untuk melakukan hal hal yang baru. dapat memberikan hal hal baru untuk memecahkan masalah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa perkembangan transisi antara masa kanak kanak dan masa dewasa awal, dimana terjadinya perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap masalah yang muncul akan selalu memerlukan penyelesaian, baik penyelesaian dengan segera maupun tidak. Penyelesaian masalah merupakan sesuatu yang harus

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN. : Ilmu-ilmu Kesehatan / Ilmu Keperawatan

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN. : Ilmu-ilmu Kesehatan / Ilmu Keperawatan Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Dewi Angriani Lubis Nim : 2011-33-064 Fakultas / Jurusan : Ilmu-ilmu Kesehatan / Ilmu Keperawatan Mengadakan penelitian

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci