EVALUASI KESESUAIAN FISIK DAN FUNGSI EKOLOGIS RUANG TERBUKA HIJAU LANSKAP CENTRAL BUSINESS DISTRICT (CBD) SENTUL CITY BOGOR MUTTY EBTESSAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI KESESUAIAN FISIK DAN FUNGSI EKOLOGIS RUANG TERBUKA HIJAU LANSKAP CENTRAL BUSINESS DISTRICT (CBD) SENTUL CITY BOGOR MUTTY EBTESSAM"

Transkripsi

1 EVALUASI KESESUAIAN FISIK DAN FUNGSI EKOLOGIS RUANG TERBUKA HIJAU LANSKAP CENTRAL BUSINESS DISTRICT (CBD) SENTUL CITY BOGOR MUTTY EBTESSAM DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Evaluasi Kesesuaian Fisik dan Fungsi Ekologis Ruang Terbuka Hijau Lanskap Central Bussines District (CBD) Sentul City, Bogor adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini. Bogor, Februari 2011 MUTTY EBTESSAM A

3 RINGKASAN MUTTY EBTESSAM. Evaluasi Kesesuaian Fisik dan Fungsi Ekologis Ruang Terbuka Hijau pada Lanskap Central Business District (CBD) di Sentul City, Bogor. Dibimbing oleh ALINDA F. M. ZAIN. Peningkatan populasi dalam kawasan perkotaan mengakibatkan tingginya permintaan akan area pemukiman. Maka kota-kota satelit dibangun dengan menawarkan berbagai tipe rumah tinggal, seperti BSD City, Kota Baru Parahyangan, dan Sentul City. Kota satelit menyediakan area perdagangan utama yang komersial dengan banyak bangunan-bangunan fasilitas umum seperti tempat beribadah, pertokoan, dan perkantoran. Selain itu, kota satelit mempunyai sarana rekreasi, pedestrian dan area parkir yang luas. Sekumpulan area itu sering disebut dengan nama Central Business District (CBD). Pada umumnya CBD memiliki kondisi fisik berupa aksesibilitas, sirkulasi, area parkir, dan bangunan. Selain itu, CBD memiliki sekumpulan vegetasi atau RTH yang berfungsi estetik. Namun kondisi RTH CBD secara fisik dan ekologis masih belum diketahui kesesuaiannya. Maka pada penelitian ini dilakukan evaluasi yang berhubungan dengan kondisi fisik dan fungsi ekologis RTH terhadap fungsinya sebagai pereduksi angin dan pengontrol radiasi matahari. Penilitian dilaksanakan pada kawasan kota satelit Sentul City, karena memiliki RTH yang sudah dinilai sesuai secara estetik dan mendapatkan rekor MURI, namun belum diketahui kesesuaiannya secara fisik dan ekologis. Analisis yang digunakan dalam studi ini adalah deskriptif dan spasial. Analisis deskriptif digunakan untuk menentukan kesesuaian fisik dan fungsi ekologis RTH (pohon). Terdapat tujuh kriteria standar untuk kesesuaian fisik dan fungsi ekologis pohon sebagai pereduksi angin. Tujuh kriteria standar tersebut adalah kerapatan ideal 75% - 85%, pohon tinggi >15m, daerah bebas cabang yang cukup rendah, jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan kontinu, morfologi daun, ditanam beberapa baris, dan orientasi penanaman pohon. Serta enam kriteria standar untuk kesesuaian fisik dan fungsi ekologis pohon sebagai pengontrol radiasi matahari. Enam kriteria standar tersebut adalah berdaun tebal, rindang, dan evergreen, bentuk tajuk menyebar, bulat, kubah dan tidak beraturan, jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan kontinu, bermassa daun padat,sempit/tebal, morfologi daun, dan orientasi penanaman pohon. Analisis spasial digunakan untuk membedakan area pepohonan yang sesuai (4), cukup sesuai (3), kurang sesuai (2) atau tidak sesuai (1) dengan standar fungsi ekologis pohon. Evaluasi merupakan tahapan selanjutnya dengan menggunakan metode penilaian berdasarkan persentase pembobotan sebagai berikut; sesuai ( 81%), cukup sesuai (61% - 80%), kurang sesuai (41% - 60%), dan tidak sesuai ( 40%). Penilaian pada tahapan analisis dan evaluasi dilakukan dengan membandingkan nilai aktual yang diperoleh berdasarkan kondisi eksisting di lapang dengan kualitas standar berdasarkan para ahli tanaman dan kondisi fisik. Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi untuk kesesuain fisik RTH pada Marketing Office dan Plaza Niaga 1 dinyatakan kurang sesuai untuk mereduksi angin dan mengontrol radiasi matahari. Pada RTH Graha Utama dan Graha Madya serta Taman Budaya dan Alam Fantasia dinilai cukup sesuai sebagai pereduksi angin dan pengontrol radiasi matahari. kemudian untuk fungsi ekologis pohon sebagai pereduksi angin area Marketing Office dinilai

4 kurang sesuai (55%), Plaza Niaga 1 dinilai kurang sesuai (53%), Graha Utama dan Graha Madya dinyatakan cukup sesuai (70%), serta Taman Budaya dan Alam Fantasia dinilai cukup sesuai (64%). Sedangkan untuk fungsi ekologis pohon sebagai pengontrol radiasi matahari Marketing Office dinilai cukup sesuai (78%), Plaza Niaga 1 dinilai cukup sesuai (79%), Graha Utama dan Graha Madya dinilai cukup sesuai (80%), serta Taman Budaya dan Alam Fantasia dinilai cukup sesuai (78%). Selanjutnya tahapan sintesis yang menghasilkan suatu rekomendasi mengenai kesesuaian fisik dan fungsi ekologis RTH pada empat kawasan CBD, Sentul City. Selain itu, rekomendasi juga berkaitan dengan identifikasi dan analisis karakteristik pohon terhadap fungsi ekologisnya berupa pereduksi angin dan pengontrol radiasi matahari. Terdapat tiga macam rekomendasi yaitu rekomendasi RTH (pohon) sebagai pereduksi angin, rekomendasi RTH (pohon) sebagai pengontrol radiasi matahari, serta rekomendasi modifikasi angin dan radiasi matahari. Hasil rekomendasi berupa deskriptif dalam bentuk uraian maupun gambar.

5 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 EVALUASI KESESUAIAN FISIK DAN FUNGSI EKOLOGIS RUANG TERBUKA HIJAU LANSKAP CENTRAL BUSINESS DISTRICT (CBD) SENTUL CITY BOGOR MUTTY EBTESSAM Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

7 Judul Skripsi : Evaluasi Kesesuaian Fisik dan Fungsi Ekologis Ruang Terbuka Hijau Lanskap Central Business District (CBD) Sentul City, Bogor Nama : Mutty Ebtessam NRP : A Departemen : Arsitektur Lanskap Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Alinda F.M. Zain, M.Si NIP: Mengetahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP: Tanggal lulus:

8 RIWAYAT HIDUP Mutty Ebtessam, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 1988 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Untung Suropati dan Munandiah. Penulis mengawali pendidikan formalnya dengan lulus pada tahun 1998 dari jenjang pendidikan dasar di SD Negeri 07 Jakarta Selatan dan SD negeri 03 Pulo Asem Jakarta Timur. Pada tahun 2003, penulis menamatkan pendidikan jenjang menengah pertamanya di SLTP Negeri 92 Perhubungan Jakarta Timur. Kemudian tahun 2006 penulis lulus dari jenjang pendidikan menengah atas di SMA Negeri 36 Perhubungan Jakarta Timur. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selanjutnya, pada tahun 2006 penulis diterima di Mayor Arsitektur Lanskap, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian Bogor, Institut Pertanian Bogor. Selama perkuliahan penulis aktif mengikuti keorganisasian dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap) selama dua tahun sebagai pengurus Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM). Serta menjadi asisten pada mata kuliah Analisis Tapak (ARL 310) di Departemen Arsitektur Lanskap.

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan atas karunia dan hidayah yang telah diberikan oleh Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Fungsi Ekologis RTH lanskap Central Business District (Studi Kasus: Sentul City, Bogor). Skripsi ini merupakan hasil dari suatu penelitian yang telah dilakukan oleh penulis guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat dukungan dan bantuan berupa pemikiran, tenaga, waktu, serta dana. Maka penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada 1. Kedua orang tua, Ibu (Munandiyah) dan Bapak (Untung Suropati) atas dukungan moral dan doa yang senantiasa diberikan kepada penulis; 2. Dr. Ir. Alinda F.M. Zain, M.Sc selaku dosen pembimbing penelitian, skripsi dan akademik yang senantiasa memberikan dukungan, dorongan, pemikiran dan perbaikan hingga terselesaikannya penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan baik; 3. Dr.Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr dan Dr.Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran hingga terbentuknya skripsi ini; 4. Bapak Adrian selaku direktur perencanaan dan desain Sentul City yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Sentul City; 5. Ibu Baby, Mas Rizki, dan Mas Anggi selaku pengelola lanskap Sentul City yang telah membantu dalam pencarian data primer dan data sekunder; 6. Adik penulis (Iqbal) dan para sanak saudara; 7. Sahabat seperjuangan bimbingan (Amindut, Chan-chan, dan Biji) yang telah bersama-sama turun lapang dan menyusun skripsi; 8. Sahabat seperjuangan Sentul Mania (Komti, Putri, Kempoy, Freshtea, dan Galih) yang telah membantu dalam pengambilan data primer; 9. Sahabat Tengtongers 43 (Raja Ronald Armis, Juniar Adi Nugraha, Novi Zulfiyanita, Nining Irianti, Jibril Susanto, Sumantris Indri, Anita Desianti,

10 Chandra Nurnovita, Andhika Galih, Nur Azmi, Fitriyana budiwati, Sahlan, Ray Agung Sucika Pratama, Balqis Nailufar, Prita Indah, Junatan Muakhor, Trista Prasidya Wegangsulangjani, Wemby Novitasari, Annisa Elok, Rina Dwica Desyana, Ziffy Hilya Aniqa, Nur Rahmaan Colorado, Priambudi Trie Putra, Tri Utomo Zaelan Noviandi, Putri Wulandari, Perthy Astria, Presti Ameliawati, Yudha Kartana, Benediktus Endy, Hanni Adriani, Agnes Kristandi, Mahmud Harris, Esti Budiarti, Lipur Listyarini, Tati Supartini, Maria Agustina Kaka, Dewa Ayu Sendy, Irvan Nugraha, Dedi Ruspendi, Dicky Hartanto, Moh Sanjiva Revi, Wiwiek Dwi Serlan, Rani Anggraeni, Vina Pratiwi, Cici Nurfatimah, Florenthius Agung, Sugiarto, Rido Monthazeri, Sakina Intan, Dian Khaerunnisa, Yogi Ismet, Purwanti Lukmaniah, Sistri Puwasti Hesa, Yumi Rahmi, Kukuh Widodo, Rosyidamayanti, Dessy Silitonga, Pratitou Arafat, dan Nurika Naulie Faizah); 10. Sahabat Yasminers (Mei, Imel, Mb Arrin, Puworjo, Tami, Fuji, Rekha, Tika, Anjar, Saidah, Bapo-ex dan sepupunya); 11. Sahabat perjuangan hidup dari SMP-SMA (Dwi, Ruth, Qonay, Tia, Fauzaiah, Aulia, Widya, Gita, Mia, Endah, Sapi). Penulis senantiasa menerima kritik dan saran demi kelancaran dan kesempurnaan penelitian dan skripsi ini. Semoga bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Bogor, Desember 2010 Mutty Ebtessam

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat Kerangka Pemikiran... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Bussines District (CBD) Fungsi Ekologis Tanaman dalam Lanskap Modifikasi Angin dalam Lanskap Modifikasi Radiasi Matahari dalam Lanskap Ruang Terbuka Hijau (RTH) Evaluasi BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Persiapan Inventarisasi Analisis Evaluasi Sintesis BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak, Luas, dan Aksesibilitas Topografi Iklim Tanah Vegetasi BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Analisis RTH (Pohon) Sebagai Pereduksi Angin Analisis RTH (Pohon) Sebagai Pengontrol Radiasi Matahari Analisis Modifikasi Angin dan Radiasi Matahari Evaluasi Evaluasi RTH (Pohon) Sebagai Pereduksi Angin... 48

12 5.2.2 Evaluasi RTH (Pohon) Sebagai Pengontrol Radiasi Matahari Evaluasi Modifikasi Angin dan Radiasi Matahari Sintesis Rekomendasi RTH (Pohon) Sebagai Pereduksi Angin Rekomendasi RTH (Pohon) Sebagai Pengontrol Radiasi Matahari Rekomendasi Modifikasi Angin dan Radiasi Matahari BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 76

13 DAFTAR TABEL Halaman 1. Nilai Albedo untuk Vegetasi dan Perkerasan Jenis, Interpretasi, dan Sumber Data yang Diperlukan Kriteria Penilaian Fungsi Ekologis Pohon Persentase Pembobotan Penilaian Suhu dan Kelembaban Tahun Status Kesuburan Tanah Jenis dan Jumlah Pohon Pada 4 Area CBD Penilaian Kriteria Standar Pohon Sebagai Pereduksi Angin Penilaian Kesesuaian Fisik dan Fungsi Ekologis RTH Sebagai Pereduksi Angin Penilaian Kriteria Standar Fungsi Ekologis RTH Sebagai Pengontrol Radiasi Matahari Penilaian Kesesuaian Fisik dan Fungsi Ekologis RTH Sebagai Pengontrol Radiasi Matahari di Empat Area CBD Sentul City Data Analisis Kecepatan Angin Berdasarkan Skala Beaufort Data Analisis Pengukuran Suhu dengan Thermohygrometer Evaluasi RTH (Pohon) Untuk Pereduksi Angin Pada Empat Lokasi CBD Evaluasi RTH (Pohon) Untuk Pengontrol Radiasi Matahari Pada Empat Lokasi CBD... 55

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pemikiran Diagram Kecepatan Angin dengan Pohon Diagram Kecepatan Angin dengan Dinding Radiasi Matahari Membentuk Garis Lurus Neraca Radiasi Matahari Radiasi Cahaya Tampak dan Inframerah Vegetasi Mengontrol Radiasi Matahari dan Memberikan Manfaat Kepada Manusia Peta Lokasi Penilitian Bagan Tahapan Penilitian Peta Lokasi Sentul City Peta Letak dan Aksesibilitas Marketing Office Peta Letak dan Aksesibilitas Plaza Niaga Peta Letak dan Aksesibilitas Graha Utama dan Graha Madya Peta Letak dan Aksesibilitas Taman Budaya dan Alam Fantasia Penanaman Pohon Pada Bagian Utara Marketing Office Penanaman Pohon Pada Bagian Selatan Plaza Niaga Penanaman Pohon Pada Graha Utama dan Graha Madya Penanaman Pohon Pada Taman Budaya dan Alam Fantasia Bentuk Tajuk Pohon Pepohonan Mereduksi Kecepatan Angin Suhu Lebih Rendah Pada Naungan Pohon Pohon Sebagai Pelindung Manusia dan Bangunan dari Angin Foto Area Parkir dan Sirkulasi Marketing Office Foto Area Parkir, Sirkulasi, dan Bangunan Plaza Niaga I Foto Area Parkir, Sirkulasi, dan Bangunan Graha Utama, Graha Madya Foto Area Parkir dan Sirkulasi Taman Budaya dan Alam Fantasia Pohon Tinggi dapat Mereduksi Angin dengan Baik Pohon dengan Daerah Bebas Cabang yang Rendah Pohon yang Dipadukan dengan Semak... 62

15 30. Rekomendasi Orientasi Penanaman Pohon Penanaman Pohon yang Rapat, Tajuk Bersinggungan, dan Kontinu Pohon Berdaun Padat dapat Mengurangi Radiasi Matahari Lebih Baik Orientasi Penanaman Pohon Terhadap Arah Datang Radiasi Matahari Rekomendasi Perlindungan dari Angin Rekomendasi Perlindungan dari Radiasi Matahari Rekomendasi untuk Memodifikasi Angin dan Radiasi Matahari... 69

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Skala Beaufort Luas RTH Pada Empat Kawasan CBD Sentul City Peta Analisis Karakteristik Pohon Area Marketing Office Peta Analisis Karakteristik Pohon Area Plaza Niaga I Peta Analisis Karakteristik Pohon Area Graha Utama dan Graha Madya Peta Analisis Karakteristik Pohon Area Taman Budaya dan Alam Fantasia Peta Kesesuaian Pohon sebagai Pereduksi Angin Pada Marketing Office Peta Kesesuaian Pohon sebagai Pereduksi Angin Pada Plaza Niaga I Peta Kesesuaian Pohon sebagai Pereduksi Angin Pada Graha Utama dan Graha Madya Peta Kesesuaian Pohon sebagai Pereduksi Angin Pada Area Taman Budaya dan Alam Fantasia Peta Kesesuaian Pohon sebagai Pengontrol Radiasi Matahari Pada Marketing Office Peta Kesesuaian Pohon sebagai Pengontrol Radiasi Pada Plaza Niaga I Peta Kesesuaian Pohon sebagai Pengontrol Radiasi Pada Graha Utama dan Graha Madya Peta Kesesuaian Pohon sebagai Pengontrol Radiasi Pada AreaTaman Budaya dan Alam Fantasia... 91

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Simonds, 1983) menerangkan bahwa suatu kota idealnya memiliki suatu kompleks kota yang terdiri atas blok pemerintahan, distrik, wilayah kegiatan bisnis, blok gedung perkantoran, pusat kebudayaan, blok kegiatan hiburan dan tempat perdagangan utama. Berdasarkan hal itu, kota memiliki fasilitas yang beragam dan lengkap dalam memenuhi kebutuhan manusia seperti fasilitas pemukiman, pendidikan, perdagangan, perkantoran, pusat-pusat bisnis, pemerintahan dan rekreasi. Menurut Ekcbo (1964), dalam sebuah kota terjadi kegiatan utama yang bukan pertanian, dengan susunan fungsinya sebagai tempat pemukiman, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung, yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut, yang meliputi; keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan (Tim Departemen ARL Faperta IPB). Berdasarkan pernyataan diatas, RTH kota dapat berfungsi secara ekologis dan estetik dalam kawasan perkotaan dengan berbagai fasilitas yang dimilikinya. Salah satu fasilitas terpenting dalam suatu kota adalah area perdagangan atau lebih dikenal dengan sebutan Central Business District (CBD). Central Business District merupakan kawasan bisnis komersial pada pusat kota yang meliputi pertokoan, perkantoran dengan gedung-gedung tinggi, restoran, mal, bioskop serta sirkulasi jalan besar yang memudahkan keluar dan masuk kawasan tersebut. Pada umumnya kawasan CBD terdiri dari banyak bangunan dan perkerasan dengan beberapa tanaman hias yang membentuk RTH. RTH tersebut direncanakan dengan memperhatikan penanaman vegetasi yang estetik dan sedikit memperhatikan fungsi ekologisnya. Menurut Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki

18 2 fungsi utama yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Karena itu, diperlukan suatu evaluasi yang berkaitan dengan kesesuaian fisik dan fungsi ekologis RTH lanskap CBD. Indikator kesesuaian fisik dan fungsi ekologis berupa pereduksi angin dan pengontrol radiasi matahari. Agar terbentuk suatu lanskap CBD yang tidak hanya estetik tetapi juga ekologis, serta memberikan kenyaman dan keamanan pada penggunanya. Salah satu kawasan CBD yang sedang berkembang terletak pada kota satelit Sentul City, Bogor. Kawasan tersebut secara estetik sudah dinilai sesuai namun secara fisik dan ekologis belum diketahui kesesuaiannya maka dilakukan evaluasi yang berkaitan dengan kesesuaian fisik dan fungsi ekologis. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan umum untuk mengevaluasi kesesuaian fisik dan fungsi ekologis RTH pada kawasan CBD, Sentul City. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik pohon pada kawasan CBD, Sentul City yang berkaitan dengan fungsi ekologisnya berupa pereduksi angin dan pengontrol radiasi matahari. 1.3 Manfaat Penelitian Studi ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa mengetahui tingkat kesesuaian fisik dan fungsi ekologis pohon pada lanskap CBD, Sentul City. Studi ini juga bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi pihak pengembang Sentul City dalam membuat perencanaan yang berkaitan dengan fisik dan fungsi ekologis RTH khususnya pohon. 1.4 Kerangka Pikir Terjadinya peningkatan populasi manusia pada kawasan urban lanskap menyebabkan tingginya permintaan terhadap area permukiman. Maka muncul lah beberapa kota satelit seperti BSD City, Kota Baru Parahyangan, dan Sentul City. Penelitian ini dilakukan pada kota satelit Sentul City karena memiliki RTH yang sudah dinilai sesuai secara estetik dan mendapatkan rekor MURI, namun belum

19 3 diketahui kesesuaiannya secara fisik dan ekologis. Kawasan Sentul City memiliki berbagai fasilitas yang dapat mendukung berbagai kegiatan seperti fasilitas perdagangan, perkantoran, dan rekreasi atau hiburan. Fasilitas tersebut sering disebut dengan nama Central Business District (CBD). Kawasan CBD mempunyai Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dapat mendukung kesesuaian fisik dan fungsi ekologis area tersebut. Kesesuaian fisik dan fungsi ekologis RTH yang dimaksud dalam studi ini adalah yang berkaitan dengan angin dan radiasi matahari. Dengan kata lain, RTH yang berfungsi sebagai pereduksi angin dan pengontrol radiasi matahari. Kedua aspek tersebut dianalisis dengan membandingkan kondisi aktual dengan kriteria standar berdasarkan literatur. Hal selanjutnya yang dilakukan adalah mengevalusi hasil analisis. Hasil yang dinyatakan tidak sesuai maupun sesuai dengan kriteria standar akan diberikan rekomendasinya, sebagai bahan pertimbangan penanaman pohon dimasa datang. Sentul City Kota Satelit Urban Lanskap CBD Ruang Terbuka Hijau Kesesuaian Fisik Fungsi Ekologis Pereduksi Angin Pengontrol Radiasi Matahari Kriteria Standar Evaluasi Tidak Sesuai dengan Kriteria Standar Sesuai dengan Kriteria Standar Rekomendasi Gambar 1 Kerangka Pemikiran

20 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial serta kegiatan ekonomi. Salah satu sarana di perkotaan adalah CBD yang terletak di pusat kota dengan berbagai fasilitas kota serta jalur sirkulasi utama yang memudahkan pengguna keluar dan masuk kawasan CBD. Kawasan CBD mempunyai karakteristik sebagai area perdagangan utama yang komersial dengan banyak bangunan-bangunan fasilitas umum seperti tempat beribadah, pertokoan, perkantoran, hotel atau penginapan. Selain itu, dalam kawasan CBD juga terdapat tempat rekreasi, alun-alun kota, pedestrian dan area parkir yang luas. Lanskap sebagai bagian dari kawasan CBD mempunyai keterikatan dan peranan yang besar untuk mendukung segala aktivitas yang berlangsung di dalam kawasan ini. Kehadiran lanskap pada suatu kawasan CBD disamping mendukung aktivitas juga dapat memenuhi kebutuhan rekreasi bagi masyarakat di sekitarnya. Menurut Simonds (1983), lanskap pada kawasan CBD biasanya terdiri dari tiga bagian yaitu: 1) Daerah untuk pejalan kaki, 2) Jalur sirkulasi, dan 3) Ruang terbuka, dimana ruang terbuka dibagi menjadi dua yakni: 1) Ruang terbangun dan 2) Ruang terbuka hijau. 2.2 Fungsi Ekologis Tanaman dalam Lanskap (Soemarwoto, 1994) mengartikan ekologi sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya. Pada penelitian Harti (2004), menjelaskan bahwa secara umum pengaruh komponen vegetasi akan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap penurunan suhu udara sekitarnya apabila lingkungan memiliki vegetasi yang rapat dan padat, sedangkan untuk lingkungan dengan dominasi perkerasan dan tanah serta aktivitas kendaraan yang ramai menyebabkan kondisi selang suhu lingkungan memiliki sebaran suhu

21 5 udara tinggi. Tanaman sebagai salah satu ruang luar yang utama dapat difungsikan untuk merakayasa lingkungan sehingga dapat menyamankan gedung, mereduksi kebisingan di sekitar sumber bunyi, mengurangi pencemaran udara sekitarnya, mengarahkan sirkulasi dan melembutkan lingkungan luar (Nurisjah dan Pramukanto, 1995). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan tanaman memberikan kenyamanan dengan perbaikan iklim mikro. Menurut Robinette (1993), vegetasi dapat mengontrol pengaruh sinar matahari dengan cara : (1) Menyaring radiasi langsung dari sinar matahari, (2) Permukaan tanah mengalami perbedaan suhu setiap saat tergantung radiasi panas yang diterimanya pada permukaan yang berbeda, (3) Melalui penahan radiasi matahari secara keseluruhan, (4) Melalui radiasi yang dipantulkan. Maka dengan pengaturan sinar matahari yang datang dapat memberikan rasa nyaman bagi pengguna tapak dan tidak memberikan efek silau jika sinar matahari terpantul oleh perkerasan pada area CBD, yang pada umumnya banyak perkerasan dan bangunan. Terdapat suatu perbandingan radiasi yang dipantulkan oleh suatu benda dengan radiasi yang datang pada benda tersebut dalam (%) disebut albedo. Tabel 1 Nilai Albedo untuk Vegetasi dan Perkerasan Vegetasi Albedo (%) Rumput Padang Rumput Lapangan Hijau 3-15 Vegetasi Berkayu 5-20 Hutan Semak Hutan Pohon Berjarum 5-16 Hutan Rawa 12 Perkerasan Aspal 5-15 Beton Batubata Batu Atap Beraspal dan Kerikil 8-18 Genteng Atap Atap Batu 10 Atap Ilalang Besi Berombak Cat Putih Cat Merah, Cokelat, Hijau Cat Hitam 2-15 Sumber: Brown dan Gillespie (1995) Berdasarkan (Tabel 1) semakin terang warna suatu permukaan, semakin kering dan permukaan halus maka semakin besar nilai albedonya. Hal sebaliknya terjadi bila permukaan banyak mengandung uap air, berwarna gelap dan

22 6 permukaan kasar atau bergelombang maka makin kecil nilai albedo, yang menandakan indikator radiasi banyak mengalami absorpsi atau penyerapan. Pada permukaan tanaman mempunyai nilai albedo yang rendah. Hal tersebut menandakan bahwa tanaman dapat menyerap radiasi dengan baik. 2.3 Modifikasi Angin dalam Lanskap Angin adalah elemen mikroklimat yang dapat dimodifikasi secara signifikan oleh komponen lanskap dan juga berpengaruh kuat terhadap kenyamanan suhu manusia, pemakaian energi pada bangunan atau gedung serta banyak lagi lainnya dalam lanskap (Brown dan Gillespie, 1995). Angin mempunyai suatu karakteristik diantaranya adalah : (1) Bergerak dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah, (2) Hampir semua kandungan dari angin adalah gas, maka normalnya angin tidak dapat dilihat, (3) Jika kelembaban udara lebih kering dari kulit manusia maka sejumlah angin akan berevaporasi dari kulit dan angin akan masuk ke dalam kulit yang akan menimbulkan efek sejuk, (4) Jika suhu udara lebih dingin dari suhu kulit manusia maka panas akan dipindahkan ke udara dan kulit akan terasa lebih dingin. Menurut Geiger dalam Brown dan Gillespie (1995), banyak objek lanskap yang dapat mempengaruhi angin, pengaruhnya berupa : (1) Mengurangi kecepatan angin, (2) mengalihkan arah angin, dan (3) meningkatkan kecepatan angin. Sedangkan menurut Brooks (1988), vegetasi dapat mengontrol atau memodifikasi angin dengan cara menghalangi, memecah, mengalihkan, dan mengarahkan. Gambar 2 Diagram Kecepatan Angin dengan Pohon (Sumber: Geiger dalam Brown dan Gillespie, 1995)

23 7 Berdasarkan ilustrasi tersebut dapat dikatakan bahwa beberapa molekul angin naik ke atas melewati pohon, lewat diantara daun dan ranting, kemudian terhenti oleh pohon. Menurut Dahlan (1992), agar tanaman dapat berfungsi sebagai penahan angin yang baik diperlukan beberapa syarat, diantaranya: (1) Memiliki dahan yang kuat dan cukup lentur, (2) Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin, (3) Tajuk tidak terlalu rapat dan terlalu jarang, (4) Kerapatan ideal 75% - 85%, (5) Tinggi tanaman harus cukup, (6) Jalur tanaman yang cukup tebal agar dapat menahan angin dengan baik, (7) Mempunyai perakaran yang kuat, banyak serta masuk ke dalam tanah, (8) Mempunyai daerah cabang yang cukup rendah sehingga angin tidak dapat menerobos dari bawah. Menurut Grey dan Denekke (1978), vegetasi dapat mengontrol angin dengan kriteria sebagai berikut; morfologi daun (tebal, bentuk jarum) dan jarak tanam yang rapat. Karena itu pohon merupakan elemen lanskap yang paling efektif dalam memodifikasi kecepatan dan arah angin dibandingkan elemen lainnya. Elemen lain tersebut dapat diilustrasikan dengan tembok yang berketinggian 2m dari tanah yang disajikan dalam diagram pada Gambar 3. Gambar 3 Diagram Kecepatan Angin dengan Dinding (Sumber: Geiger dalam Brown dan Gillespie, 1995) Berdasarkan ilustrasi di atas, tembok merupakan barrier yang bersifat impermeable. Ketika itu, pola kecepatan angin yang datang membentuk suatu area kecil dari penurunan kecepatan angin tetapi jarak penurunannya terlalu luas (Geiger dalam Brown dan Gillespie, 1995). Pada area perkotaan ketinggian gedung-gedung dapat menahan angin dengan pergerakan angin yang lebih cepat pada level yang tinggi dan mengarahkannya ke permukaan tanah. Angin ini

24 8 menjadi sangat tidak menyenangkan karena dekat dengan pintu masuk gedung dan mengakibatkan tingginya suhu dingin di pedestrian saat musim dingin. Salah satu solusi yang mungkin dalam masalah ini adalah dengan membelokkan angin sebelum sampai ke permukaan tanah (Geiger dalam Brown dan Gillespie, 1995). 2.4 Modifikasi Radiasi Matahari dalam Lanskap Radiasi merupakan perpindahan energi berupa rambatan gelombang elektromagnetik tanpa membutuhkan medium perantara. Matahari adalah sumber energi utama bagi atmosfer, lautan, dan semua benda hidup yang ada di bumi (Turyanti dan Effendy, 2006). Menurut Brown dan Gillespie (1995), radiasi melintas dalam garis lurus, garis pararel dan tidak bergelombang sampai radiasi tersebut ditangkap atau dipantulkan oleh suatu benda. Radiasi matahari langsung yang melintas dalam garis pararel lurus dan dapat membentuk bayangan yang dapat diprediksi, terlihat dalam Gambar 4. Gambar 4 Radiasi Matahari Membentuk Garis Lurus (Sumber: Brown dan Gillespie, 1995) Terdapat neraca radiasi matahari yang menerangkan bahwa, dari 100% radiasi matahari yang datang hanya 46% yang sampai secara langsung ke permukaan bumi, 6% yang dipantulkan permukaan, 19% diserap udara (uap air, debu, ozon), 4% diserap awan, 17% dipantulkan awan dan 8% dipantulkan oleh

25 9 udara. (Turyanti dan Effendy, 2006). Neraca radiasi matahari disajikan dalam Gambar 5. Gambar 5 Neraca Radiasi Matahari (Sumber: Turyanti dan Effendy, 2006) Gambar 6 menerangkan mengenai bayangan yang terbentuk dari pohon berdaun lebat yang mengandung sangat sedikit radiasi cahaya tampak dan banyak mengandung radiasi cahaya inframerah yang bermanfaat dalam input energy budget. Hal ini terjadi karena daun banyak menyerap dan menggunakan cahaya tampak untuk pertumbuhannya tetapi banyak memantulkan dan meneruskan cahaya inframerah yang tidak dibutuhkannya (Brown dan Gillespie, 1995). Gambar 6 Radiasi Cahaya Tampak dan Inframerah (Sumber: Brown dan Gillespie, 1995)

26 10 Menurut Dahlan (1992), suhu udara pada area pepohonan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi tanaman. Karena daun dapat memantulkan sinar infra merah sebesar 70% dan cahaya tampak sekitar 6% - 12%. Cahaya hijau adalah cahaya tampak yang paling banyak dipantulkan oleh daun yakni sebesar 10% - 20%, tergantung dari warna daun dan morfologi daun. Sedangkan cahaya jingga dan merah adalah cahaya yang paling sedikit dipantulkan oleh daun yaitu 3% - 10%. Terdapat 70% cahaya yang masuk ke dalam jaringan mesofil yang akan diserap oleh kloroplas. Sinar Ultra-Violet paling sedikit dipantulkan oleh daun yakni sebesar 3%. Sinar yang diserap dengan baik oleh daun adalah sinar infra merah yakni sebesar 97%. Terdapat empat strategi dasar untuk mengontrol radiasi matahari dengan menggunakan vegetasi yaitu dengan cara admission, menghalangi, menyerap, dan memantulkan. Vegetasi menghasilkan bayangan, menangkap dan menyerap 60% - 90% radiasi matahari yang datang. Karena itu suhu permukaan tanah yang ternaungi vegetasi dapat dikurangi dengan mudah oleh bayangan vegetasi tersebut (Brooks, 1988). Menurut Grey dan Denekke (1978), daun dapat menangkap, memantulkan, menyerap, dan meneruskan radiasi matahari yang dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Vegetasi Mengontrol Radiasi Matahari dan Memberikan Manfaat Kepada Manusia (Sumber: Grey dan Denekke,1978) 2.5 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Berbagai fungsi yang terkait dengan keberadaan RTH (fungsi ekologis, sosial, ekonomi dan arsitektural) dan nilai estetika yang dimilikinya (obyek lingkungan) tidak hanya dapat meningkatkan kualitas lingkungan untuk

27 11 kelangsungan kehidupan perkotaan tetapi juga dapat menjadi nilai kebanggaan dan identitas kota. Untuk mendapatkan RTH yang fungsional dan estetik dalam suatu sistem perkotaan maka luas minimal, pola, struktur, bentuk dan distribusinya harus menjadi pertimbangan dalam membangun dan mengembangkan RTH kota (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum). Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruangruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung, yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan. Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu: (1) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung), (2) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman). Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi dua yaitu: (1) bentuk RTH kawasan, (2) bentuk RTH jalur. Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi lima:(1) RTH kawasan perdagangan, (2) RTH kawasan perindustrian, (3) RTH kawasan permukiman, (4) RTH kawasan pertanian, dan (5) RTH kawasan-kawasan khusus (Direktorat Jendral Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum 2.6 Evaluasi Menurut Napisah (2009), evaluasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menelaah atau menduga hal-hal yang sudah diputuskan sehingga diketahui kelemahan dan kelebihan keputusan tersebut. Selanjutnya ditentukan langka-langkah alternatif perbaikan untuk mengurangi kelemahan tersebut. Napisah juga menambahkan bahwa kegiatan evaluasi dilakukan berdasarkan suatu standar dengan diikuti pemberian saran untuk perbaikan dalam kegiatan selanjutnya. (Hidayah, 2010) Untuk keberhasilan evaluasi terdapat empat hal yang perlu dilakukan diantaranya desain data, pengumpulan data, analisis data, dan presentasi.

28 12 1. Desain data adalah pendefinisian dengan jelas mengenai tujuan evaluasi, pertanyaan apa yang harus dijawab, informasi apa yang dibutuhkan, bagaimana cara pengumpulannya, dan bagaimana menggunakan informasi tersebut. 2. Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi yagn benar dan akurat yang mendukung pencapaian hasil evaluasi harus dikumpulkan. Untuk itu, perlu diketahui apakah informasi tersebut memang tersedia dan bagaimana cara memperolehnya, siapa yang bertanggung jawab untuk melakukan wawancara dengan para karyawan kunci, meninjau kebijakan dan prosedur, dan memastikan bahwa data akan tersedia untuk diakses. 3. Informasi yang telah didapat dan dikumpulkan tidak memiliki arti apa-apa sepanjang belum dianalisis dan diinterpretasikan sehingga dapat menjadi bahan pendukung dalam membuat simpulan hasil evaluasi. Dengan analisis, evaluator akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait. 4. Presentasi adalah pengidentifikasian temuan dan rekomendasi yang oleh evaluator perlu didiskusikan dengan pihak lain untuk mendapatkan masukan bagi perbaikan dan penyempurnaan hasil-hasil analisis.

29 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kawasan CBD yang diteliti yaitu Marketing Office, Plaza Niaga 1, Graha Utama dan Graha Madya serta Taman Budaya dan Alam Fantasia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2010,serta penyusunan hasil studi sampai bulan Desember Keterangan: 1 = Marketing Office 2 = Plaza Niaga 1 3 = Graha Utama, Graha Madya 4 = Taman Budaya Alam Fantasia Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

30 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta Sentul City (PT. Sentul City Tbk.), citra satelit (googlemaps.com), data titik pohon (Global Possitioning System, GPS), dan data iklim Sentul City (Stasiun BMKG Dramaga). Alat yang digunakan yaitu GPS e-trex Summit HC, kamera digital, Thermohygrometer, dan Personal Computer (PC) Compaq S550 Pentium 4, dengan beberapa program pendukung, diantaranya AutoCAD 2006, ArcView GIS 3.2, Adobe Photoshop CS3, Microsoft Word 2007, dan Microsoft Excel Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan tersaji dalam bagan tahapan penelitian pada Gambar 9. CBD, Sentul City Ruang Terbuka Hijau Kesesuaian Fisik Fungsi Ekologis Pohon Pereduksi Angin Pengontrol Radiasi Matahari Inventarisasi Membandingkan Kondisi Aktual dengan Standar Literatur Mengolah Data dengan Arc View Evaluasi Analisis & Evaluasi Sesuai dengan Kriteria Standar Tidak Sesuai dengan Kriteria Standar Rekomendasi Sintesis Gambar 9 Bagan Tahapan Penelitian

31 Persiapan Pada tahapan ini yang dilakukan adalah penetapan tujuan penelitian, penyusunan rencana kerja, pengumpulan dan pemilihan data sekunder dari berbagai studi pustaka atau penelitian sebelumnya mengenai evaluasi fungsi ekologis RTH, kriteria pohon sebagai pereduksi angin dan pengontrol radiasi matahari serta perkiraan biaya penelitian. Kemudian dilakukan persiapan administrasi dan keperluan penelitian seperti, surat perizinan pada lokasi penelitian, yaitu PT. Sentul City Tbk Inventarisasi Tahapan inventarisasi kondisi tapak dilakukan dengan cara studi literatur dan survei lapang untuk mengetahui kondisi fisik dan fungsi ekologis RTH lanskap CBD yang eksisting. Tahapan ini ditujukan untuk mendapatkan data yang diperlukan, terdapat dua jenis data yang diambil yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh saat melakukan survei lapang yang meliputi pengamatan kecepatan angin dengan Skala Beaufort, pengambilan data suhu dengan Thermohygrometer, mengidentifikasikan karakteristik pohon, mengamati kondisi fisik, pengambilan gambar atau foto dan pemetaan pohon dengan GPS pada kawasan CBD Sentul City. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur, penelitian sebelumnya dan pihak pengembang Sentul City. Terdapat pula data spasial berupa peta yang diperoleh dari pihak pengembang CBD Sentul City dan pemetaan pohon kawasan CBD berdasarkan GPS. Data primer dan data sekunder mengenai kesesuaian fisik dan fungsi ekologis RTH khususnya pohon pada lanskap CBD Sentul City terhadap angin dan radiasi matahari yang diperoleh akan dibandingkan dengan standar berdasarkan studi literatur. Hasil perbandingan tersebut akan menghasilkan suatu data yang dapat dianalisis secara deskriptif dan spasial. Data spasial yang diperoleh akan dibandingkan secara spasial pada tiap lokasi RTH lanskap CBD Sentul City, dengan begitu akan terlihat perbedaan antara kawasan yang ditumbuhi vegetasi atau RTH dengan kawasan terbangun seperti perkerasan dan bangunan. Selain itu, akan terlihat dominasi tanaman pada RTH lanskap CBD yang dapat dinilai fungsi ekologisnya dari segi pereduksi angin dan pengontrol

32 16 radiasi matahari. Data spasial tersebut akan menghasilkan suatu peta yang dapat dianalisis secara spasial. Tahapan ini bertujuan untuk mengumpulkan data primer maupun sekunder dan berbagai informasi yang dapat mendukung penelitian. Secara rinci jenis data, interpretasi data dan sumber data inventarisasi disajikan pada Tabel 2. Table 2 Jenis, Interpretasi, dan Sumber Data yang Diperlukan Aspek No Jenis Data Interpretasi Data Sumber Data 1. Peta RTH CBD Jumlah, jenis, dan lokasi Lapang (pemetaan pohon dengan GPS) Data Primer 2. Foto/gambar pohon Kondisi fisik pohon Lapang (pengambilan foto) 3. Angin Kecepatan dan arah angin Lapang (Skala Beaufort) 4. Radiasi Matahari Suhu Lapang (Thermohygrometer) 5. Peta Sentul City Batas CBD PT. Sentul City Tbk., googlemaps.com 6. Iklim Kecepatan angin, radiasi Stasiun klimatologi matahari, suhu, dan RH Dramaga Data Data standar fungsi pemecah angin dan 7. Sekunder ekologis pohon pengontrol radiasi matahari Studi pustaka 8. Data standar Aksesibilitas, sirkulasi, area kesesuaian fisik parkir, bangunan Studi pustaka 9. Topografi, kondisi PT Sentul City Tbk, Kesesuaian dengan tanaman tanah studi pustaka Analisis Data yang sudah diperoleh dari tahapan persiapan, pengamatan, dan penilaian dapat dianalisis dengan: a. Analisis deskriptif Analisis ini dilakukan dengan membandingkan kondisi fisik dan fungsi ekologis pohon yang eksisting dengan standar kondisi fisik dan ekologis pohon yang telah didapatkan dari studi literatur. Kondisi fisik dan fungsi ekologis pohon yang dianalisis meliputi pereduksi angin dan pengontrol radiasi matahari. Pereduksi angin dapat dianalisis dengan menggunakan Skala Beaufort dan data iklim dari Stasiun BMGK Dramaga. Radiasi matahari dapat dianalisis menggunakan data yang diperoleh dari Thermohygrometer dan Stasiun BMGK Dramaga. b. Analisis spasial Analisis ini dilakukan dengan mengolah data yang telah diperoleh dari hasil menitikkan posisi pohon pada area CBD menggunakan GPS. Pengolahan

33 17 data ini menggunakan software ArcView 3.2. Setelah data tersebut diolah, dapat dinilai fungsi ekologis pohon secara spasial. Penilaian tersebut dilakukan dengan memberikan warna-warna yang berbeda pada tiap area pepohonan yang membentuk RTH dalam kawasan CBD. Tujuannya untuk membedakan area pepohonan yang sesuai, cukup sesuai, kurang sesuai atau tidak sesuai dengan standar fungsi ekologis pohon. Analisis ini dilakukan untuk menilai secara spasial area pepohonan lanskap CBD berdasarkan analisis deskripsi yang telah dilakukan dan mengetahui kekurangan serta kelebihan dari masing-masing lokasi sehingga dapat ditentukan alternatif perbaikannya secara spasial. Menurut Brown dan Gillespie, (1995) pada dasarnya semak mempunyai pengaruh terhadap angin yang sama dengan pohon, perbedaannya hanya terletak pada luas areanya. Semak dapat dengan efektif melindungi area yang kecil, dimana orang duduk serta mereduksi angin di sekitar area rumah. Maka pada penelitian ini yang dinilai fungsi ekologis RTH pada kawasan CBD hanya sebatas pohon dengan ketinggian 2m. Secara rinci kriteria penilaian fungsi ekologis pohon yang membentuk RTH lanskap CBD kawasan Sentul City disajikan dalam Tabel 3. Pada tabel tersebut terdapat penilaian dari 1 hingga 4, dimana nilai 1 = tidak sesuai, nilai 2 = kurang sesuai, nilai 3 = cukup sesuai, dan nilai 4 = sesuai. Penilain dilakukan berdasarkan kondisi eksisting setiap pohon pada tiap tapak CBD. Kemudian membandingkannya dengan masing-masing karakteristik standar pohon untuk pereduksi angin dan pengontrol radiasi matahari. Terdapat tujuh karakteristik pohon untuk pereduksi angin dan enam untuk pengontrol radiasi matahari. Karakteristik pereduksi angin antara lain kerapatan ideal 75% - 85%, pohon tinggi >15m, daerah bebas cabang yang cukup rendah, jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan kontinu, morfologi daun, ditanam beberapa baris serta orientasi penanaman pohon. Karakteristik untuk pengontrol radiasi matahari adalah berdaun tebal, rindang, dan evergreen, bentuk tajuk menyebar, bulat, kubah dan tidak beraturan, jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan kontinu, bermassa daun padat, morfologi daun, dan orientasi penanaman pohon.

34 18 Tabel 3 Kriteria Penilaian Fungsi Ekologis Pohon Variabel Aspek Fungsi Pereduksi Arah dan Kecepatan Angin Kriteria Penilaian Penilaian Nilai Standar a. Kerapatan ideal 75% - 85% b. Pohon tinggi >15m c. Daerah bebas cabang yang cukup rendah d. Jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan kontinu e. Morfologi daun f. Ditanam beberapa baris g. Orientasi penanaman pohon Total a. Berdaun tebal, rindang, dan evergreen b. Bentuk tajuk menyebar, bulat, kubah dan tidak beraturan Pengontrol c. Jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan Radiasi Matahari kontinu. d. Bermassa daun padat,sempit/tebal e. Morfologi daun f. Orientasi penanaman pohon Total Sumber : Dahlan (1992); Brown dan Gillespie (1995); Grey dan Denekke (1978); Brooks (1988); Vitasari (2004); De Chiara dan Koppelman (1989); Carpenter et al. (1975). (Irwan, 2008) menerangkan mengenai karakteristik untuk kesesuian fisik RTH yang dikelompokkan menjadi tiga bentuk dan dua struktur, antara lain: 1. Bergerombol atau menumpuk, yaitu RTH dengan komunitas vegetasi yang terkonsentrasi pada suatu area dengan jumlah pohon minimal 100 batang dengan jarak tanam rapat dan tidak beraturan. 2. Menyebar, yaitu RTH yang tidak mempunyai pola tertentu dengan komunitas vegetasi yang tumbuh menyebar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil. 3. Berbentuk jalur, yaitu komunitas vegetasi yang tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran, dan sebagainya. 4. Berstrata dua, yaitu komunitas vegetasi yang hanya terdiri dari pepohonan dan rumput atau penutup tanah lainnya. 5. Berstrata banyak, yaitu komunitas vegetasi yang terdiri dari pepohonan, rumput, semak, dan penutup tanah dengan jarak tanam rapat serta tak beraturan.

35 Evaluasi Pada tahapan ini diberikan suatu penilaian evaluasi secara deskriptif dalam bentuk tabel maupun uraian singkat mengenai kondisi fisik dan fungsi ekologis RTH CBD di Sentul City. Penilaian ini dilakukan dengan membuat suatu tabel kesesuaian kondisi fisik dan fungsi ekologis setiap pohon. Penilaian dilakukan dengan memberikan persentase pembobotan yang dikelompokan menjadi empat kategori kesesuaian, yaitu tidak sesuai, kurang sesuai, cukup sesuai, dan sesuai. Pengelompokan dilakukan dengan lima selang, yang membagi sempurna bobot dari 100% menjadi lima bagian sama besar, yaitu masing-masing 25%. Namun, untuk menaikkan standar penilaian, pada bobot terendah penilaian menjadi 40%. Tabel 4 Persentase Pembobotan Penilaian Kriteria Persentase Pembobotan Sesuai 81% Cukup Sesuai 61% - 80% Kurang Sesuai 41% - 60% Tidak Sesuai 40% Untuk mendapatkan persentase pembobotan dilakukan perhitungan sederhana, sebagai berikut: Persentase Pembobotan = Nilai Aktual x 100% Nilai Standar Jika hasil penilaian memperlihatkan ketidaksesuain dengan standar kondisi fisik dan fungsi ekologis RTH maka dapat dilakukan perbaikan penanaman pohon yang membentuk suatu RTH. Perbaikan tersebut ditujukan untuk meningkatkan kemampuan mereduksi angin dan mengontrol radiasi matahari. Namun, jika hasil penilaian memperlihatkan kesesuain dengan standar kondisi fisik dan fungsi ekologis RTH maka diperlukan suatu pengelolaan yang berkelanjutan. Agar kondisi fisik dan RTH tersebut dapat berfungsi secara berkesinambungan Sintesis Tahapan ini adalah tahap akhir dari evaluasi kesesuaian kondisi fisik dan fungsi ekologis RTH lanskap CBD yang akan menghasilkan suatu rekomendasi. Jika hasil evaluasi menyatakan kondisi fisik dan fungsi ekologis RTH sesuai

36 20 dengan kriteria berdasarkan literatur. Maka perlu dilakukan implementasi pengelolaan berlanjut pada kawasan CBD. Namun, jika hasil evaluasi menunjukkan ketidaksesuaian dengan kriteria berdasarkan literatur maka perlu diusulkan rekomendasi. Rekomendasi tersebut diarahkan untuk meningkatkan kualitas RTH lanskap CBD terhadap fungsinya sebagai pereduksi angin dan pengontrol radiasi matahari yang disajikan dalam bentuk deskriptif berupa gambar dan uraian singkat.

37 21 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak, Luas, dan Aksesibilitas Kawasan Sentul City mempunyai akses langsung yang terdekat yaitu Tol Jagorawi dan Tol Ringroad Sentul City. Selain itu, terdapat akses menuju kawasan Sentul City melalui kompleks perumahan Bogor Baru menuju Desa Cihampar kemudian ke Desa Cijayanti dengan kondisi jalan beraspal. Lokasi Sentul City berbatasan dengan Desa Cipambuan, Desa Cijayanti dan Desa Kadungmangu di sebelah utara. Sedangkan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Nanggrak dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Cijayanti, Desa Cikeas, dan Desa Cadas Ngampar. Sebelah timur dibatasi oleh Desa Hambalang dan Desa Karang Tengah. Berdasarkan kondisi AMDAL Royal Sentul Highlands (1993), kawasan permukiman sentul mempunyai luas Ha yang terletak pada batas kawasan seluas 3.001,4 Ha. Kawasan ini mencangkup delapan desa yang dikelilingi oleh beberapa gunung. Kawasan ini dilalui oleh aliran Sungai Citeureup, Sungai Cikeas, Sungai Citarunggul, dan Sungai Cijayanti. se Sentul City Gambar 10 Peta Lokasi Sentul City Lokasi studi meliputi empat area CBD di Sentul City yaitu Marketing Office, Plaza Niaga I, Graha Utama dan Graha Madya, serta Taman Budaya dan Alam Fantasia. Area Marketing Office dapat diakses melalui Jl. Thamrin yaitu jalan utama pada Sentul City, dengan pintu masuk dan pintu keluar yang berbeda.

38 22 Terdapat satu pintu masuk dengan lebar 7,8m dan dua pintu keluar dengan lebar masing-masing sebesar 6,8m dan 3,5m. Area ini memiliki luas sebesar 6278 m 2. Plaza Niaga I merupakan area perniagaan dengan luas total 3,4 ha. Area tersebut dapat diakses melalui Jl. Thamrin dengan satu pintu masuk dan satu pintu keluar untuk kendaraan bermotor dan manusia atau pengguna. Pintu masuk terletak di bagian depan bangunan Plaza Niaga 1 yang mengarah ke Jl. Thamrin. Sedangkan, pintu keluar terletak di samping bangunan yang mengarah ke jalan kecil yang terhubung langsung ke Jl. Thamrin dengan lebar keduanya sebesar 3m. Area Graha Utama dan Graha Madya memiliki luas total 1,2 ha. Akses masuk area ini hanya dapat melalui Jl. Thamrin. Pintu masuk dan pintu keluar menjadi satu yang dipisahkan dengan pos jaga atau loket parkir dengan lebar jalan 4,5m. Pintu tersebut terhubung langsung dengan Jl. Thamrin dan jalan yang menuju Cluster Mediterania. Area Taman Budaya dan Alam Fantasia memiliki luas masing-masing sebesar 4,8 ha dan 3,1 ha. Area ini hanya dapat diakses melalui Jl. Siliwangi dengan pintu masuk dan keluar kawasan ini menjadi satu namun masing-masing area mempunyai pintu masuk dan pintu keluar tersendiri. Berikut disajikan gambaran letak dan aksesibilitas empat area CBD Sentul City. Gambar 11 Peta Letak dan Aksesibilitas Marketing Office

39 23 Gambar 12 Peta Letak dan Aksesibilitas Plaza Niaga I Gambar 13 Peta Letak dan Aksesibilitas Graha Utama dan Graha Madya

40 24 Gambar 14 Peta Letak dan Aksesibilitas Taman Budaya dan Alam Fantasia 4.2 Topografi Sentul City berada pada ketinggian m dpl. Kawasan tersebut secara umum berbukit-bukit dengan kemiringan lereng berkisar antara 0% - 45%. Kondisi tersebut disiasati oleh perencana dengan lanskap jalan yang berkelokkelok dan bangunan yang terletak di atas jalan dan di bawah jalan. Selain itu, dapat disiasati dengan penanaman RTH yang sesuai dengan tapak atau membiarkan tanaman tumbuh pada kavling-kavling kosong untuk mencegah terjadinya longsor pada tapak dengan kemiringan yang cukup tajam. Karena kondisi topografi Sentul City yang bervariasi maka diperlukan tanaman yang sesuai dengan kondisi tersebut. Sehingga tanaman tersebut dapat mendukung fungsi-fungsi ekologis pada tapak. 4.3 Iklim Berdasarkan data BMG Dramaga, kawasan Sentul City memiliki suhu rata-rata sebesar 26ºC dengan kelembaban rata-rata 81% pada tahun Kawasan tersebut terkena penyinaran matahari dengan rata-rata lama penyinaran

41 25 65,9% dan intensitasnya sebesar 274,8 Joule/ cm 2. Kecepatan angin yang melalui kawasan Sentul City berkisar antara 1 m/s 1,2m/s dengan rata-rata 1m/s. Arah angin pun selalu ke arah barat. Data-data tersebut tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Suhu dan Kelembaban Tahun 2009 No Bulan Suhu Kelembaban Penyinaran Matahari Angin (ºC) (%) LP Intensitas Kecepatan Arah 1. Januari W 2. Februari 25, W 3. Maret 25, W 4. April 26, W 5. Mei 26, W 6. Juni 26, W 7. Juli 25, W 8. Agustus 26, W 9. September 26, W 10 Oktober W 11. November 26, W 12. Desember 26, W Jumlah 311,4 981, Rata-rata Keterangan : LP : Lama Penyinaran %; Intensitas: Joule/cm 2 ; Kec.Angin : m/s Sumber: BMKG Dramaga, Bogor 4.4 Tanah Berdasarkan data Amdal Bukit Sentul (2000), kawasan sentul memiliki kesuburan tanah yang rendah. Hal ini terbukti dengan kondisi tanah yang kurang menyerap air sehingga tanah yang berumput pun tergenang oleh air dan menyebabkan tanah menjadi lembek. Berikut status kesuburan tanah yang tersaji pada Tabel 6. Tabel 6 Status Kesuburan Tanah Kandungan Status No. Klasifikasi KTK KB P 2O 5 Organik Kesuburan 1 Typic Hapludult S R SR-R S R 2 Typic Dystropept S SR-R SR-R S R 3 Oxic Dystropept R-S SR-R SR R-S R 4 Typic Humitropept R SR SR S-T R 5 Aquic Dystropept S S S S S Keterangan : KTK : Kapasitas Tukar Kation S : Sedang KB : Kejenuhan Basah R: Rendah SR : Sangat Rendah T: Tinggi 4.5 Vegetasi Jumlah pohon yang membentuk RTH pada kawasan Marketing Office sebanyak 49 pohon dengan 4 jenis pohon yang berbeda. Pada area Plaza Niaga 1

42 26 jumlah pohon yang membentuk RTH sebanyak 111 dengan 7 jenis pohon yang berbeda. Pada area Graha Utama dan Graha Madya terdapat 110 pohon dengan 19 jenis pohon yang berbeda. Sedangkan pada area Taman Budaya dan Alam Fantasia terdapat 921 pohon dengan 42 jenis pohon yang berbeda. Jadi jumlah pohon secara keseluruhan adalah 1191, dengan 48 jenis pohon yang berbeda. Tabel 7 Jenis dan Jumlah Pohon Pada 4 Area CBD No Marketing Office Plaza Niaga 1 Graha Utama dan Taman Budaya dan Graha Madya Alam Fantasia 1 Alstonia scholaris Acacia mangium Alstonia scholaris Acacia mangium 2 Phoenix roebeleni Bauhinia purpurea Averrhoa bilimbii Alstonia scholaris 3 Samanea saman Erythrina cristagali Bauhinia blakeana Araucaria cunninghamii 4 Terminalia mantaly Mangifera indica Bauhinia purpurea Araucaria heterophylla 5 Paraserianthes falcataria Cerbera odollam Arthocarpus heterophylla 6 Rosytonea regia Elaeis guineensis Averrhoa bilimbii 7 Samanea saman Erythrina cristagali Bambusa sp. 8 Ficus elastica Bauhinia blakeana 9 Hevea brasiliensis Bauhinia purpurea 10 Lagerstomia indica Bixa orellana 11 Mangifera indica Callistemon citrinus 12 Manilkara kauki Ceiba petandra 13 Nephelium lapaceum Cerbera odullam 14 Paraserianthes falcataria Cinnamomum inners 15 Plumeria sp. Cocos capitata 16 Pterocarpus indicus Diallum indum 17 Samanea saman Elaeis guinensis 18 Spathodea campanulata Erythrina cristagali 19 Terminalis catappa Erythrina indica-picta 20 Eucalyptus deglupta 21 Ficus benjamina 22 Ficus elastica 23 Gmelina arborea 24 Hibiscus tiliaceus 25 Livistonia australis 26 Mangifera indica 27 Mimusop elengi 28 Nichelia campaka 29 Paraserianthes falcataria 30 Phoenix roebelini 31 Pinus merkusii 32 Pisonia alba 33 Plumeria sp. 34 Psidium guajava 35 Pterocarpus indicus 36 Samanea saman 37 Spathodea campanulata 38 Swietenia mahogany 39 Syzygium polyanthum 40 Tamarindus indica 41 Terminalia catappa 42 Theretia peruvisma (Sumber: Data Survei, Mei 2010)

43 27 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Analisis RTH (Pohon) Sebagai Pereduksi Angin Analisis ini dilakukan pada empat area CBD di Sentul City, yakni Marketing Office, Plaza Niaga I, Graha Utama dan Graha Madya, serta Taman Budaya dan Alam Fantasia. Analisis bertujuan untuk mengetahui kesesuaian kondisi fisik dan fungsi ekologis RTH sebagai pereduksi angin area CBD Sentul City. Analisis dilakukan dengan membandingkan kondisi aktual dengan kriteria standar RTH sebagai pereduksi angin berdasarkan literatur. Berikut disajikan penilaian terhadap masing-masing kriteria pada Tabel 8. Tabel 8 Penilaian Kriteria Standar Pohon Sebagai Pereduksi Angin Kriteria Standar Poin Keterangan 1 Kerapatan < 65% 2 Kerapatan 65% - 75% Kerapatan ideal 75% - 85% 3 Kerapatan > 85% 4 Kerapatan 75% - 85% 1 Tinggi pohon < 5m 2 Tinggi pohon 5m 9m Pohon tinggi > 15m 3 Tinggi pohon 10m 15m 4 Tinggi pohon >15m 1 Percabangan > 2,5m Daerah bebas cabang yang 2 Percabangan 2m- 2,5m cukup rendah 3 Percabangan 1,5m 2m 4 Percabangan < 1,5m Jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan dan kontinu Morfologi daun Ditanam beberapa baris Orientasi penanaman pohon 1 Tidak rapat, tajuk tidak bersinggungan, tidak kontinu 2 Rapat, tajuk tidak bersinggungan, tidak kontinu 3 Rapat, tajuk bersinggungan, tidak kontinu 4 Rapat, tajuk bersinggungan, kontinu 1 Daun besar 2 Daun lebar 3 Daun menengah 4 Daun kecil 1 Tidak ada barisan dan menyebar 2 Satu baris 3 Dua baris 4 Tiga baris 1 Di balik arah angin 2 Di samping arah angin, tidak rapat 3 Di samping arah angin, rapat 4 Di depan arah angin Keterangan: 1 : tidak sesuai, 2: kurang sesuai, 3: cukup sesuai, 4: sesuai Sumber: Dahlan (1992); Brown dan Gillespie (1995); Grey dan Denekke (1978); Brooks (1988); Vitasari (2004); De Chiara dan Koppelman (1989); Irwan (2008); Frick dan Suskiyanto (2007).

44 28 Marketing Office Area ini memiliki empat jenis pohon yang berbeda dengan jumlah total 49 batang. Fisik RTHnya ialah berbentuk menyebar dengan struktur berstrata dua. Karena RTH area ini terdiri dari sekumpulan pohon yang ditanam secara tak teratur dan rumput. Analisis pohon yang sesuai atau tidak sesuai berdasarkan fungsi ekologisnya sebagai pereduksi angin dinilai dengan tujuh kriteria standar. Pertama adalah kriteria kerapatan ideal 75% - 85%, pohon yang dinilai sesuai adalah Terminalia mantaly. Adapun pohon yang dinilai sesuai untuk kriteria pohon tinggi > 15m adalah Alstonia scholaris (40m) dan Samanea saman (25m). Sedangkan yang dinilai tidak sesuai adalah Phoenix roebeleni karena memiliki tinggi 4m. Untuk karakteristik daerah bebas cabang yang cukup rendah tidak ada pohon yang dinilai sesuai, namun terdapat pohon yang dinilai tidak sesuai yakni Alstonia scholaris, karena memiliki tinggi bebas cabang > 2,5m. Kriteria selanjutnya adalah jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan dan kontinu. Pohon yang dinilai sesuai untuk kriteria tersebut yaitu Phoenix roebeleni dan Terminalia mantaly. Pohon yang dinilai tidak sesuai yaitu Alstonia scholaris. Kemudian kriteria morfologi daun, pohon yang dinilai sesuai adalah Samanea saman dan Terminalia mantaly. Karena memiliki daun yang kecil dan rapat sehingga angin dapat terpecah dengan baik. Kriteria berikutnya adalah pohon yang ditanam beberapa baris, agar dapar mereduksi angin dengan baik dan berfungsi sebagai winbreak. Pohon yang dinilai sesuai yaitu Terminalia mantaly, karena ditanam hingga tiga baris. Sedangkan pohon yang dinilai tidak sesuai adalah Alstonia scholaris dan Samanea saman, karena ditanam tidak berbaris dan menyebar. Kriteria terakhir yaitu orientasi penanaman yang sesuai dengan arah datang angin. Pohon yang dinilai sesuai dalam hal ini adalah Phoenix roebeleni, karena ditanam di depan arah datang angin yakni disebelah utara area Marketing Office, seperti yang tersaji pada Gambar 15. Sedangkan Alstonia scholaris dinilai tidak sesuai, karena ditanam di balik arah angin. Kriteria-kriteria tersebut secara rinci disajikan pada Tabel 9.

45 29 Gambar 15 Penanaman Pohon Pada Bagian Utara Marketing Office Plaza Niaga I Area perniagaan ini memiliki tujuh jenis pohon dengan jumlah 111 batang yang tersebar di sekitar area tersebut. Fisik RTHnya ialah berbentuk bergerombol atau menumpuk dengan struktur RTH berstrata dua. Karena pepohonan pada Plaza Niaga terkonsentrasi pada suatu suatu area dengan jarak tanam yang rapat dan tak beraturan dengan jumlah pohon diatas 100 batang. Pohon-pohon itu membentuk suatu RTH yang dapat dinilai fungsi ekologisnya terhadap kecepatan angin. Maka dilakukan analisis terhadap tujuh kriteria standar fungsi ekologis pohon sebagai pereduksi angin. Kriteria pertama berupa kerapatan ideal 75% - 85%, adapun pohon yang dinilai sesuai yakni Acacia mangium, Paraserianthes falcataria, dan Samanea saman. Sedangkan pohon yang tidak sesuai adalah Mangifera indica, karena ditanam tidak rapat atau renggang dengan pohon lainnya. Selanjutnya kriteria pohon tinggi > 15m, pohon yang dinilai sesuai adalah Mangifera indica (25m), Paraserianthes falcataria (30m), dan Samanea saman (25m). Kriteria ketiga adalah daerah bebas cabang yang cukup rendah. Pohon yang dinilai sesuai adalah Erythrina cristagali dan yang tidak sesuai yakni Rosytonea regia. Kriteria selanjutnya berupa jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan dan kontinu. Pohon yang sesuai dengan kriteria tersebut adalah Acacia mangium, Erythrina cristagali, dan Rosytonea regia. Adapun yang dinilai tidak sesuai adalah Mangifera indica. Karena pohon tersebut ditanam soliter, tidak bersinggungan, dan kontinu. Kriteria berikutnya adalah morfologi daun, pohon yang dinilai sesuai adalah Acacia mangium dan Samanea saman. Karena memiliki daun yang kecil

46 30 dan rapat sehingga dapat memecah angin dengan baik. Kriteria selanjutnya yaitu pohon yang ditanam beberapa baris sehingga ketahanan terhadap angin semakin kuat. Pada area ini tidak terdapat pohon yang dinilai sesuai karena pohonpohonnya ditanam maksimal dalam dua baris, sehingga dinilai cukup sesuai. Pohon yang dimaksud adalah Acacia mangium, Paraserianthes falcataria, dan Samanea saman. Sedangkan, pohon yang dinilai tidak sesuai karena tidak dalam satu baris pun dan soliter yakni Mangifera indica. Kriteria terakhir adalah orientasi penanaman pohon. Pada area ini tidak terdapat pohon yang dinilai sesuai karena pohon yang ditanam kebanyakan diletakkan di balik arah angin. Pohon tersebut antara lain Acacia mangium, Bauhinia purpurea, Mangifera indica, Paraserianthes falcataria, dan Samanea saman, yang tersaji dalam Gambar 16 Kriteria-kriteria tersebut secara rinci disajikan pada Tabel 9. Gambar 16 Penanaman Pohon Pada Bagian Selatan Plaza Niaga I Graha Utama dan Graha Madya Area Graha Utama dan Graha Madya memiliki jumlah pohon 110 batang dengan 19 jenis yang berbeda. Fisik RTHnya ialah berbentuk jalur dengan struktur berstrata banyak. Karena RTH area ini terdiri dari sekumpulan pohon yang ditanam secara teratur mengelilingi area ini. Selain pohon yang membentuk RTH, terdapat juga rumput, penutup tanah, dan semak. Pohon-pohon tersebut akan dianalisis berdasarkan kriteria standar fungsi ekologis sebagai pereduksi angin. Kriteria standar yang pertama adalah kerapatan ideal 75% - 85%. Pohon yang dinilai sesuai untuk kriteria tersebut adalah Bauhinia blakeana, Bauhinia purpurea, Ficus elastica, Hevea brasiliensis, Lagerstomia speciosa, Manilkara

47 31 kauki, Paraserianthes falcataria, Pterocarpus indicus, Samanea saman, dan Spathodea campanulata. Kriteria selanjutnya adalah pohon tinggi > 15m. Pohon yang dinilai sesuai adalah Alstonia scholaris (40m), Elaeis guineensis (20m), Ficus elastic (24m), Hevea brasiliensis (30m), Lagerstomia speciosa (15m), Manilkara kauki (15m), Paraserianthes falcataria (30m), Pterocarpus indicus (30m), Samanea saman (25m), Spathodea campanulata (25m), dan Terminalia catappa (27m). Kriteria ketiga adalah daerah bebas cabang yang cukup rendah. Pohon yang sesuai dengan kriteria tersebut adalah Bauhinia blakeana, Bauhinia purpurea, Erythrina cristagali, dan Mangifera indica. Sedangkan pohon yang dinilai tidak sesuai yaitu Alstonia scholaris dan Spathodea campanulata, karena memiliki daerah bebas cabang yang tinggi > 2,5m. Kriteria berikutnya adalah jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan dan kontinu. Pohon yang ditanam sesuai dengan kriteria tersebut antara lain Bauhinia blakeana, Bauhinia purpurea, Cerbera odollam, Elaeis guineensis, Hevea brasiliensis, dan Manilkara kauki. Kriteria kelima berupa morfologi daun, pohon yang sesuai adalah Hevea brasiliensis, Paraserianthes falcataria, dan Samanea saman. Karena pohon tersebut memiliki daun yang kecil dan lebat sehingga angin dapat dipecah dengan baik. Selanjutnya kriteria pohon yang ditanam dalam beberapa baris. Pohon yang diberi poin 4 (sesuai) adalah Hevea brasiliensis. Adapun pohon yang dinilai tidak sesuai adalah Averrhoa bilimbii, Cerbera odollam, Lagerstomia speciosa, Mangifera indica, Nephelium lapaceum, Plumeria sp., dan Terminalia catappa. Karena pohon tersebut ditanam tidak berbaris, soliter, atau menyebar. Kriteria terakhir adalah orientasi penanaman pohon. Pohon yang ditanam di depan arah angin adalah Hevea brasiliensis dan yang ditanam di balik arah angin yaitu Averrhoa bilimbii, Nephelium lapaceum, Plumeria sp., dan Terminalia catappa. Berikut penanaman pohon Graha Utama dan Graha Madya yang disajikan pada Gambar 17 dan perincian penilaian kriteria pada Tabel 9.

48 32 Gambar 17 Penanaman Pohon Pada Graha Utama dan Graha Madya Taman Budaya dan Alam Fantasia Taman Budaya dan Alam Fantasia memiliki 42 jenis pohon yang berbeda dengan jumlah 921 pohon. Fisik RTHnya ialah berbentuk jalur dan menyebar dengan struktur berstrata banyak. Karena RTH area ini terdiri dari sekumpulan pohon yang ditanam secara teratur mengelilingi area ini. Serta beberapa pohon yang ditanam melengkung dan mengikuti bentukan area. Selain pohon yang membentuk RTH, terdapat juga rumput, penutup tanah, dan semak. Pohon-pohon itu akan dianalisis untuk mengetahui kesesuaiannya sebagai pereduksi angin. analisis dilakukan dengan membandingkan kondisi aktual di lapang dengan kondisi standar dari literatur. Kriteria yang diperoleh dari kondisi standar ada tujuh buah. Kriteria pertama yaitu kerapatan ideal 75% - 85%, pohon yang dinilai sesuai adalah Acacia mangium, Arthocarpus heterophylla, Bambusa sp., Bauhinia blakeana, Bauhinia purpurea, Cinnamomum inners, Diallum indum, Eucalyptus deglupta, Ficus benjamina, Ficus elastic, Gmelina arborea, Hibiscus tiliaceus, Paraserianthes falcataria, Pinus merkusii, dan Pterocarpus indicus. Kriteria selanjutnya adalah pohon tinggi > 15m. Pohon yang dinilai sesuai antara lain Acacia mangium (15m), Alstonia scholaris (40m), Araucaria cunninghamii (30m), Araucaria heterophylla (60m), Arthocarpus heterophylla (20m), Bambusa sp. (30m), Diallum indum (20m), Elaeis guinensis (20m), Erythrina indica-picta (18m), Eucalyptus deglupta (60m), Ficus benjamina (24m), Ficus elastica (24m), Gmelina arborea (30m), Paraserianthes falcataria (30m), Pinus merkusii (30m),

49 33 dan Pterocarpus indicus (30m). Pohon yang tidak sesuai dengan kriteria ini adalah Phoenix roebelini (4m) dan Pisonia alba (3m). Kriteria berikutnya berupa daerah bebas cabang yang cukup rendah. Pohon yang dinilai sesuai untuk kriteria ini yaitu Araucaria cunninghamii, Araucaria heterophylla, Bambusa sp., Bixa orellana, Callistemon citrinus, Erythrina cristagali, Erythrina indica-picta, Mangifera indica, Phoenix roebelini, Psidium guajava, dan Pterocarpus indicus. Sedangkan pohon yang dinilai tidak sesuai yakni Cocos capitata, Livistonia australis, dan Spathodea campanulata. Selanjutnya kriteria berupa jarak tanam yang rapat, tajuk bersinggungan, dan kontinu. Pohon yang sesuai dengan kriteria itu yaitu Acacia mangium, Bixa orellana, Callistemon citrinus, Ceiba petandra, Cerbera odullam, Cinnamomum inners, Cocos capitata, Diallum indum, Elaeis guinensis, Erythrina cristagali, Erythrina indica-picta, Eucalyptus deglupta, Ficus benjamina, Ficus elastic, Gmelina arborea, Hibiscus tiliaceus, Nichelia campaka, Paraserianthes falcataria, Phoenix roebelini, Pinus merkusii, Pisonia alba, dan Samanea saman. Kriteria kelima adalah morfologi daun, karena daun yang kecil dan rapat dapat mereduksi angin dengan baik. Sedangkan, daun yang besar dan lebar mudah gugur dan sobek jika diterpa angin sepoi lemah berdasarkan Skala Beaufort. Pohon yang sesuai adalah Acacia mangium, Araucaria cunninghamii, Araucaria heterophylla, Bambusa sp., Callistemon citrinus, Pinus merkusii, Swietenia mahogany, dan Tamarindus indica. Kemudian pohon yang dinilai tidak sesuai adalah Gmelina arborea. Kriteria pohon yang ditanam beberapa baris berfungsi sebagai windbreak yang baik. Pohon yang dinilai sesuai adalah Averrhoa bilimbii, Cerbera odullam, Cinnamomum inners, Eucalyptus deglupta, Ficus benjamina, Ficus elastic, Gmelina arborea, Nichelia campaka,, Paraserianthes falcataria, Pinus merkusii, Pterocarpus indicus, Samanea saman, Spathodea campanulata, Swietenia mahogany, Syzygium polyanthum, Tamarindus indica, dan Terminalia catappa. Terdapat juga pohon yang dinilai tidak sesuai yaitu Arthocarpus heterophylla, Bixa orellana, dan Mangifera indica. Karena ditanam tidak berbaris dan menyebar, serta soliter. Kriteria terakhir berupa orientasi penanaman pohon. Pohon yang ditanam di depan arah angin adalah Cerbera odullam, Cinnamomum

50 34 inners, Eucalyptus deglupta, Ficus elastica, Gmelina arborea, dan Pinus merkusii. Pohon yang ditanam di balik arah angin merupakan pohon yang dinilai tidak sesuai yaitu Theretia peruvisma. Berikut penanaman pohon pada Taman Budaya dan Alam Fantasia yang tersaji dalam Gambar 18 dan rincian penilaian kriteria-kriteria tersebut pada Tabel 9. Gambar 18 Penanaman Pohon Pada Taman Budaya dan Alam Fantasia Tabel 9 Penilaian Kesesuaian Fisik dan Fungsi Ekologis RTH sebagai Pereduksi Angin di Empat Area CBD Sentul City Marketing Office Plaza Niaga I Graha Utama dan Graha Madya No Nama Pohon Penilaian Nilai Jml Latin Lokal a b c d e f g Aktual 1. Alstonia scholaris Pulai Phoenix roebeleni Palem Phoenix Samanea saman Ki Hujan Terminalia mantaly Nilai Standar Ketapang Kencana Jumlah 49 Jumlah Rata-rata No Nama Pohon Penilaian Nilai Nilai Jml Latin Lokal a b c d e f g Aktual Standar 1. Acacia mangium Akasia Bauhinia purpurea Bunga Kupu-kupu Erythrina cristagali Dadap Merah Mangifera indica Mangga Paraserianthes falcataria Sengon Rosytonea regia Palem Raja Samanea saman Ki Hujan Jumlah 111 Jumlah Rata-rata No Nama Pohon Penilaian Nilai Jml Latin Lokal a b c d e f g Aktual 1. Alstonia scholaris Pulai Averrhoa bilimbii Belimbing Bauhinia blakeana Daun Kupu-Kupu Bauhinia purpurea Bunga Kupu-Kupu Cerbera odollam Bintaro Elaeis guineensis Kelapa Sawit Nilai Standar 7. Erythrina cristagali Dadap Merah Ficus elastica Beringin Karet Hevea brasiliensis Karet

51 35 Taman Budaya Dan Alam Fantasia 10. Lagerstomia speciosa Bungur Mangifera indica Mangga Manilkara kauki Sawo Kecik Nephelium lapaceum Rambutan Paraserianthes falcataria Sengon Plumeria sp. Kamboja Pterocarpus indicus Angsana Samanea saman Ki Hujan Spathodea campanulata Kecrutan Terminalia catappa Ketapang Jumlah 110 Jumlah Rata-rata No Nama Pohon Penilaian Nilai Nilai Jml Latin Lokal a b c d e f g Aktual Standar 1. Acacia mangium Akasia Alstonia scholaris Pulai Araucaria cunninghamii Cemara Gunung Araucaria heterophylla Cemara Norflok Arthocarpus heterophylla Nangka Averrhoa bilimbii Belimbing Bambusa sp. Bambu Bauhinia blakeana Daun Kupu-kupu Bauhinia purpurea Bunga Kupu-kupu Bixa orellana Kesumba Callistemon citrinus Sikat Botol Ceiba petandra Kapuk Cerbera odullam Bintaro Cinnamomum inners Kayu Manis Cocos capitata Kelapa Gading Diallum indum Asem Kranji Elaeis guinensis Kelapa sawit Erythrina cristagali Dadap Merah Erythrina indicapicta Dadap Kuning Eucalyptus deglupta Kayu Putih Ficus benjamina Beringin Ficus elastica Beringin Karet Gmelina arborea Jati Hibiscus tiliaceus Waru Livistonia australis Lettuce Palm Mangifera indica Mangga Mimusop elengi Tanjung Nichelia campaka Cempaka Paraserianthes falcataria Sengon Phoenix roebelini Palem phoenix Pinus merkusii Pinus Pisonia alba Cabbage Tree Plumeria sp. Kamboja Psidium guajava Jambu Pterocarpus indicus Angsana Samanea saman Ki Hujan Spathodea campanulata Kecrutan Swietenia mahogany Mahoni

52 Syzygium polyanthum Salam Tamarindus indica Asam Jawa Terminalia catappa Ketapang Theretia peruvisma Kembang Jepun Jumlah 921 Jumlah Rata-rata 17,88 28 Ket: a: Kerapatan ideal 75% - 85%. e: Morfologi daun. b: Pohon tinggi >15m. f: Ditanam beberapa baris. c: Daerah bebas cabang yang cukup rendah. g: Orientasi penanaman pohon. d: Jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan kontinu. 40% = tidak sesuai, 41% - 60% = kurang sesuai, 61% - 80% = cukup sesuai, 81% : sesuai Sumber: Dahlan (1992); Brown dan Gillespie (1995); Grey dan Denekke (1978); Brooks (1988); Vitasari (2004); De Chiara dan Koppelman (1989); Irwan (2008); Frick dan Suskiyanto (2007) Analisis RTH (Pohon) Sebagai Pengontrol Radiasi Matahari Analisis dilakukan pada empat area CBD di Sentul City, yakni Marketing Office, Plaza Niaga I, Graha Utama dan Graha Madya, serta Taman Budaya dan Alam Fantasia. Analisis bertujuan untuk mengetahui kesesuaian kondisi fisik dan fungsi ekologis RTH sebagai pengontrol radiasi matahari area CBD Sentul City. Analisis dilakukan dengan membandingkan kondisi aktual dengan kriteria standar RTH sebagai pereduksi angin berdasarkan literatur. Kriteria tersebut antara lain berdaun tebal, rindang, dan evergreen, bentuk tajuk menyebar, bulat, kubah dan tidak beraturan, jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan kontinu, bermassa daun padat, ditanam secara kontinu/ teratur, dan morfologi daun. Analisis dilakukan dengan membandingkan kondisi aktual dengan kriteria standar RTH sebagai pereduksi angin berdasarkan literatur. Berikut disajikan penilaian terhadap masing-masing kriteria pada Tabel 10. Tabel 10 Penilaian Kriteria Standar Fungsi Ekologis RTH Sebagai Pengontrol Radiasi Matahari Kriteria Standar Poin Keterangan 1 Tidak tebal, tidak rindang, dan evergreen Berdaun tebal, rindang, dan 2 Cukup tebal, tidak rindang, dan evergreen evergreen 3 Tebal, tidak rindang, and evergreen 4 Tebal, rindang, dan evergreen Tajuk menyebar, bulat, kubah, dan tak beraturan Jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan kontinu Bermassa daun padat, sempit atau tebal 1 Tajuk palmae 2 Tajuk kerucut, kolumnar 3 Tajuk oval, menjuntai 4 Tajuk menyebar, bulat, kubah, dan tak beraturan 1 Tidak rapat, tidak bersinggungan, dan tidak kontinu 2 Rapat, tidak bersinggungan, dan tidak kontinu 3 Rapat, bersinggungan, dan tidak kontinu 4 Rapat, bersinggungan, dan kontinu 1 Bermassa daun tidak padat, tidak sepit/tebal 2 Bermassa daun padat dengan tajuk kerucut

53 37 3 Bermassa daun padat tidak tebal dengan tajuk sesuai 4 Bermassa daun padat, sempit atau tebal 1 Berdaun kecil dan jarang 2 Berdaun menengah dan jarang Morfologi daun 3 Berdaun menengah dan rapat 4 Berdaun lebar, besar, dan rapat 1 Ditanam pada bagian Utara-Selatan dan tidak menaungi 2 Ditanam pada bagian Timur-Barat dan tidak menaungi. Orientasi penanaman 3 Ditanam pada bagian Utara-Selatan dan menaungi 4 Ditanam pada bagian Timur-Barat dan menaungi. Keterangan: 1 : tidak sesuai, 2: kurang sesuai, 3: cukup sesuai, 4: sesuai Sumber: Dahlan (1992); Brown dan Gillespie (1995); Grey dan Denekke (1978); Brooks (1988); Vitasari (2004); De Chiara dan Koppelman (1989); Irwan (2008); Frick dan Suskiyanto (2007). Gambar 19 Bentuk Tajuk Pohon (Sumber: Carpenter et al., 1975) Marketing Office Area ini memiliki empat jenis pohon yang dapat dianalisis berdasarkan fungsi ekologisnya sebagai pengontrol radiasi matahari. Fungsi ekologis tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan kriteria standar berdasarkan literatur yang diperoleh. Kriteria standar tersebut terdiri dari enam kriteria yang dapat mendukung fungsi pohon sebagai pengontrol radiasi matahari. Kriteria pertama adalah pohon yang berdaun tebal, rindang, dan evergreen. Pohon yang sesuai dengan kriteria tersebut adalah Samanea saman. Kriteria selanjutnya yaitu pohon dengan tajuk menyebar, bulat, kubah, dan tak beraturan. Pohon yang dinilai 4 (sesuai) adalah Alstonia scholaris, Samanea saman, dan Terminalia mantaly. Sedangkan pohon yagn dinilai 1 (tidak sesuai) yaitu Phoenix roebeleni. Kriteria ketiga berupa jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan kontinu. Pohon yang masuk dalam kriteria tersebut yaitu Phoenix roebeleni dan Terminalia mantaly. Terdapat juga pohon yang tidak sesuai dengan kriteria itu yakni Alstonia scholaris. Selanjutnya berupa kriteria pohon bermassa daun padat, sempit atau tebal. Pohon yang sesuai dengan kriteria tersebut adalah Alstonia scholaris.

54 38 Kriteria berikutnya yaitu morfologi daun. Daun yang baik sebagai penaung adalah yang besar dan lebar atau kecil dan rapat. Pohon yang mempunyai daun seperti itu adalah Alstonia scholaris. Karena pohon tersebut memiliki daun yang kecil dan rapat. Kriteria terakhir yaitu orientasi penanaman pohon. Pohon yang sesuai ditanam pada bagian Timur Barat dan menaungi objek yang ingin dilindungi. Pohon yang diberi poin 4 (sesuai) adalah Phoenix roebeleni, Samanea saman, dan Terminalia mantaly. Secara rinci penilaian kriteria-kriteria tersebut disajikan pada Tabel 11. Plaza Niaga I Pohon pada area ini dianalisis berdasarkan enam kriteria pohon yang sesuai sebagai pengontrol radiasi matahari. Kriteria pertama yaitu pohon berdaun tebal, rindang, dan evergreen. Pohon yang sesuai dengan kriteria tersebut adalah Acacia mangium, Mangifera indica, Paraserianthes falcataria, dan Samanea saman. Sedangkan, pohon yang dinilai tidak sesuai adalah Rosytonea regia. Kriteria selanjutnya adalah pohon bertajuk menyebar, bulat, kubah, dan tak beraturan. Pohon yang memiliki tajuk seperti itu adalah Acacia mangium, Bauhinia purpurea, Erythrina cristagali, Mangifera indica, Paraserianthes falcataria, dan Samanea saman. Pohon yang dinilai tidak sesuai adalah Rosytonea regia, karena memiliki tajuk palmae. Kriteria ketiga yaitu jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan kontinu. Pohon yang sesuai dengan kriteria tersebut adalah Acacia mangium, Paraserianthes falcataria, Rosytonea regia, dan Samanea saman. Adapun pohon yang dinilai tidak sesuai yaitu Mangifera indica. Karena ditanam berjauhan dan soliter. Selanjutnya, kriteria berupa pohon bermassa daun padat, sempit atau tebal. Pohon yang dinilai 4 (sesuai) adalah Acacia mangium, Paraserianthes falcataria, dan Samanea saman. Kemudian, pohon yang dinilai 1 (tidak sesuai) adalah Rosytonea regia. Kriteria berikutnya adalah morfologi daun. Pohon yang memiliki daun lebar, besar, dan padat atau berdaun kecil dan padat merupakan daun yang sesuai untuk pengontrol radiasi matahari. Karena pohon tersebut dapat memberikan naungan yang baik dari radiasi matahari. Pohon yang dinilai sesuai adalah Acacia mangium, Mangifera indica, Paraserianthes falcataria, dan Samanea saman.

55 39 Kriteria terakhir adalah orientasi penanaman pohon. Pohon yang sesuai untuk pengontrol radiasi matahari ditanam pada bagian Timur Barat dari objek yang ingin dinaungi. Pada area ini tidak terdapat pohon yang sesuai dengan kriteria tersebut. Karena pohon-pohon pada area ini ditanam pada bagian Utara Selatan dari objek yang ingin dinaungi. Adapun pohon yang dinilai tidak sesuai karena tidak menaungi dan ditanam pada bagian Utara Selatan objek yang ingin dinaungi. Pohon tersebut adalah Mangifera indica. Secara rinci penilaian kriteriakriteria tersebut disajikan pada Tabel 11. Graha Utama dan Graha Madya Area CBD ini memiliki 110 pohon dengan 19 jenis yang berbeda. Pohonpohon tersebut akan dianalisis fungsi ekologisnya sebagai pengontrol radiasi matahari. Fungsi ekologis pohon sebagai pengontrol radiasi matahari memiliki enam kriteria standar yang akan dibandingkan dengan kondisi aktual pohon pada lokasi studi. Kriteria pertama adalah pohon berdaun tebal, rindang, dan evergreen. Pohon yang dinilai 4 (sesuai) untuk kriteria ini yaitu Alstonia scholaris, Ficus elastica, Nephelium lapaceum, Pterocarpus indicus, Samanea saman, Spathodea campanulata, dan Terminalia catappa. Kriteria selanjutnya adalah pohon bertajuk menyebar, bulat, kubah, dan tak beraturan. Karena tajuk seperti itu dapat berfungsi dengan baik sebagai penaung dan memberikan suhu yang nyaman di bawah tajuknya. Semua pohon pada area ini dinilai memenuhi kriteria tersebut kecuali Elaeis guineensis dan Plumeria sp. Karena Elaeis guineensis mempunyai tajuk palmae dan Plumeria sp. Memiliki tajuk menyebar namun tidak rapat. Sehingga fungsinya sebagai penaung kurang mencukupi. Kriteria ketiga ialah jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan kontinu. Sehingga pohon pohon dapat membentuk sekumpulan tajuk yang dapat mengontrol radiasi matahari yang datang. Pohon yang dinilai sesuai untuk kriteria ini adalah Bauhinia blakeana, Bauhinia purpurea, Elaeis guineensis, Ficus elastic, Hevea brasiliensis, Manilkara kauki, Paraserianthes falcataria, Pterocarpus indicus, dan Terminalia catappa. Karena pohon-pohon tersebut ditanam secara kontinu dan rapat hingga tajuknya bersinggungan. Terdapat juga pohon yang dinilai tidak sesuai yaitu Averrhoa bilimbii dan Nephelium lapaceum.

56 40 Kriteria selanjutnya yaitu pohon bermassa daun padat, sempit atau tebal. Pohon yang masuk kriteria tersebut ialah Alstonia scholaris, Ficus elastic, Hevea brasiliensis, Mangifera indica, Manilkara kauki, Pterocarpus indicus, dan Terminalia catappa. Kriteria berikutnya adalah morfologi daun. Pohon yang dinilai sesuai adalah pohon yang memiliki daun lebar atau besar. Namun pohon berdaun kecil pun dapat dinilai sesuai dengan syarat bermassa daun padat atau rapat. Pohon yang sesuai dengan kriteria tersebut adalah Alstonia scholaris, Ficus elastica, Hevea brasiliensis, Mangifera indica, Manilkara kauki, Nephelium lapaceum, Pterocarpus indicus, Spathodea campanulata, dan Terminalia catappa. Kriteria terakhir yaitu orientasi penanaman pohon. Pohon yang ditanam dengan orientasi yang sesuai adalah Ficus elastica dan Hevea brasiliensis. Sedangkan pohon yang ditanam dengan tidak memperhatikan orientasi adalah Averrhoa bilimbii. Secara rinci penilaian kriteria-kriteria tersebut disajikan pada Tabel 11. Taman Budaya dan Alam Fantasia Taman Budaya dan Alam Fantasia memiliki 921 pohon yang dapat dianalisis berdasarkan enam kriteria standar untuk fungsi ekologis pohon sebagai pengontrol radiasi matahari. Pertama ialah pohon berdaun tebal, rindang, dan evergreen. Terdapat 15 pohon yang dinilai sesuai dengan karakteristik tersebut yaitu Acacia mangium, Arthocarpus heterophylla, Bambusa sp., Bauhinia blakeana, Bauhinia purpurea, Cinnamomum inners, Diallum indum, Eucalyptus deglupta, Ficus benjamina, Ficus elastic, Gmelina arborea, Hibiscus tiliaceus, Paraserianthes falcataria, Pinus merkusii, dan Pterocarpus indicus. Selanjutnya, kriteria berupa tajuk pohon menyebar, bulat, kubah, dan tak beraturan. Pohon yang dinilai 4 (sesuai) ada 29 pohon yaitu Acacia mangium, Arthocarpus heterophylla, Averrhoa bilimbii, Bauhinia blakeana, Bauhinia purpurea, Bixa orellana, Callistemon citrinus, Ceiba petandra, Cerbera odullam, Cinnamomum inners, Diallum indum, Erythrina cristagali, Erythrina indica-picta, Eucalyptus deglupta, Ficus benjamina, Ficus elastic, Gmelina arborea, Hibiscus tiliaceus, Mangifera indica, Paraserianthes falcataria, Nichelia campaka, Psidium guajava, Pterocarpus indicus, Samanea saman, Spathodea campanulata, Swietenia mahogany, Syzygium polyanthum, Tamarindus sp., dan Terminalia catappa.

57 41 Pohon yang dinilai 1 (tidak sesuai) adalah Cocos capitata, Elaeis guinensis, Livistonia australis, dan Phoenix roebelini. Karakteristik ketiga adalah jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan kontinu. Pohon yang dinilai sesuai dengan karakteristik tersebut yaitu Araucaria cunninghamii, Araucaria heterophylla, Bambusa sp., Bixa orellana, Callistemon citrinus, Erythrina cristagali, Erythrina indica-picta, Mangifera indica, Phoenix roebelini, Psidium guajava, dan Pterocarpus indicus. Adapun pohon yang dinilai tidak sesuai yaitu Cocos capitata, Livistonia australis, dan Spathodea campanulata. Kriteria selanjutnya ialah pohon bermassa daun padat, sempit atau tebal. Pohon yang dinilai 4 (sesuai) ada 24 antara lain Acacia mangium, Alstonia scholaris, Araucaria cunninghamii, Araucaria heterophylla, Arthocarpus heterophylla, Averrhoa bilimbii, Bambusa sp, Diallum indum, Ficus benjamina, Ficus elastic, Gmelina arborea, Hibiscus tiliaceus, Mangifera indica, Mimusop elengi, Nichelia campaka, Paraserianthes falcataria, Phoenix roebelini, Pinus merkusii, Psidium guajava, Pterocarpus indicus, Samanea saman, Spathodea campanulata, Swietenia mahogany, dan Syzygium polyanthum. Kemudian kriteria berupa morfologi daun. Pohon yang sesuai adalah pohon yang memiliki daun lebar, besar, dan padat. Namun, pohon berdaun kecil dan lebat dapat juga menjadi penaung yang baik. Pohon yang dinilai sesuai adalah Acacia mangium, Alstonia scholaris, Araucaria cunninghamii, Araucaria heterophylla, Bambusa sp., Ficus benjamina, Gmelina arborea, Swietenia mahogany, Syzygium polyanthum, dan Terminalia catappa. Adapun pohon yang dinilai tidak sesuai yaitu Callistemon citrinus dan Cocos capitata. Kriteria terakhir yaitu orientasi penanaman pohon yang dapat melindungi objek dari radiasi matahari. Pohon yang dinilai sesuai ditanam pada bagian Timur Barat dan menaungi objek. Pohon yang masuk dalam kriteria ini adalah Bambusa sp., Bauhinia blakeana, Bauhinia purpurea, Ceiba petandra, Cinnamomum inners, Eucalyptus deglupta, Ficus benjamina, Ficus elastic, Paraserianthes falcataria, Pinus merkusii, Pterocarpus indicus, Samanea saman, Spathodea campanulata, Swietenia mahogany, dan Syzygium polyanthum. Sedangkan pohon yang dinilai tidak sesuai yaitu pohon yang ditanam pada bagian Utara Selatan dan tidak menaungi objek. Pohon yang dimaksud

58 42 adalah Araucaria cunninghamii, Araucaria heterophylla, dan Livistonia australis. Secara rinci penilaian kriteria-kriteria tersebut disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Penilaian Kesesuaian Fisik dan Fungsi Ekologis RTH sebagai Pengontrol Radiasi Matahari di Empat Area CBD Sentul City Marketing Office Plaza Niaga I Graha Utama dan Graha Madya No Nama Pohon Penilaian Nilai Nilai Jml Latin Lokal a b c d e f Aktual Standar 1. Alstonia scholaris Pulai Phoenix roebeleni Palem Phoenix Samanea saman Ki Hujan Terminalia mantaly Ketapang Kencana Jumlah 49 Jumlah Rata-rata 18,75 24 No Nama Pohon Penilaian Nilai Nilai Jml Latin Lokal a b c d e f Aktual Standar 1. Acacia mangium Akasia Bauhinia purpurea Bunga Kupu-kupu Erythrina cristagali Dadap Merah Mangifera indica Mangga Paraserianthes falcataria Sengon Rosytonea regia Palem Raja Samanea saman Ki Hujan Jumlah 111 Jumlah Rata-rata 19,16 24 No Nama Pohon Penilaian Nilai Nilai Jml Latin Lokal a b c d e f Aktual Standar 1. Alstonia scholaris Pulai Averrhoa bilimbii Belimbing Bauhinia blakeana Daun Kupu-Kupu Bauhinia purpurea Bunga Kupu-Kupu Cerbera odollam Bintaro Elaeis guineensis Kelapa Sawit Erythrina cristagali Dadap Merah Ficus elastica Beringin Karet Hevea brasiliensis Karet Lagerstomia speciosa Bungur Mangifera indica Mangga Manilkara kauki Sawo Kecik Nephelium lapaceum Rambutan Paraserianthes falcataria Sengon Plumeria sp. Kamboja Pterocarpus indicus Angsana Samanea saman Ki Hujan Spathodea campanulata Kecrutan Terminalia catappa Ketapang Jumlah 110 Jumlah Rata-rata No Nama Pohon Penilaian * Nilai Nilai Jml Latin Lokal a b c d e f Aktual Standar 1. Acacia mangium Akasia Alstonia scholaris Pulai Araucaria cunninghamii Cemara Gunung Araucaria heterophylla Cemara Norflok Arthocarpus heterophylla Nangka Averrhoa bilimbii Belimbing Bambusa sp. Bambu Bauhinia blakeana Daun Kupu-kupu Bauhinia purpurea Bunga Kupu-kupu Bixa orellana Kesumba Callistemon citrinus Sikat Botol Ceiba petandra Kapuk Cerbera odullam Bintaro

59 Cinnamomum inners Kayu Manis Cocos capitata Kelapa Gading Diallum indum Asem Kranji Elaeis guinensis Kelapa sawit Erythrina cristagali Dadap Merah Erythrina indica-picta Dadap Kuning Eucalyptus deglupta Kayu Putih Ficus benjamina Beringin Ficus elastica Beringin Karet Taman 23. Gmelina arborea Jati Budaya 24. Hibiscus tiliaceus Waru Dan Alam 25. Livistonia australis Lettuce Palm Fantasia 26. Mangifera indica Mangga Mimusop elengi Tanjung Nichelia campaka Cempaka Paraserianthes falcataria Sengon Phoenix roebelini Palem phoenix Pinus merkusii Pinus Pisonia alba Cabbage Tree Plumeria sp. Kamboja Psidium guajava Jambu Pterocarpus indicus Angsana Samanea saman Ki Hujan Spathodea campanulata Kecrutan Swietenia mahogany Mahoni Syzygium polyanthum Salam Tamarindus sp. Asam Jawa Terminalia catappa Ketapang Peruviana peruvisma Kembang Jepun Jumlah 921 Jumlah Rata-rata 18,73 24 Ket: a : Berdaun tebal, rindang, evergreen d : Bermassa daun padat, sempit/ tebal b : Tajuk spreading, bulat, dome, irregular e : Morfologi daun c : jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan,kontinu f : Orientasi penanaman pohon 40% = tidak sesuai, 41% - 60% = kurang sesuai, 61% - 80% = cukup sesuai, 81% : sesuai Sumber: Dahlan (1992); Brown dan Gillespie (1995); Grey dan Denekke (1978); Brooks (1988); Vitasari (2004); De Chiara dan Koppelman (1989); Irwan (2008); Frick dan Suskiyanto (2007) Analisis Modifikasi Angin dan Radiasi Matahari Marketing Office Analisis kecepatan angin pada area ini dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari. Sehingga dapat diketahui peningkatan atau pengurangan kecepatan angin pada lokasi ini. Analisis dilakukan dengan cara memperhatikan keadaan sekitar kemudian menyesuaikannya dengan deskripsi dan indikator yang ada pada Skala Beaufort. Berdasarkan Skala Beaufort diketahui bahwa angin pada area ini semakin meningkat ketika sore hari. Hal tersebut terjadi karena cuaca pada sore hari yang mendung atau hujan yang disertai angin cukup kencang. Selain dari faktor cuaca, perubahan kecepatan angin juga dapat dipengaruhi oleh keberadaan bangunan dan ruang terbuka hijau. Kurangnya ruang terbuka yang tersedia sehingga area-area yang sering dilalui manusia kurang terlindungi dari terpaan angin yang cukup kencang pada sore hari. Sedangkan bangunan dapat memblok kecepatan angin secara langsung, namun berakibat pada area dibawah bangunan.

60 44 Karena angin bergerak dari atas bangunan ke bawah bangunan dengan membawa angin yang dingin. Sehingga pengguna yang melalui area tersebut merasa kurang nyaman dengan angin tersebut (Brown dan Gillespie,1995). Untuk menyiasati hal tersebut dapat dilakukan penambahan pohon yang dapat berfungsi sebagai pereduksi angin. Pohon tersebut dapat diletakkan pada area yang rawan terkena terpaan angin dan belum terlindungi dengan baik. Pohon yang baik sebagai pereduksi angin adalah mempunyai karakteristik fisik yang sesuai seperti perakaran yang kuat, tahan angin atau tidak mudah tumbang, dan daun tidak mudah gugur oleh angin yang lemah (Dahlan, 1992). Data pengukuran angin dengan Skala Beaufort pada area ini tersaji dalam Tabel 12. Selanjutnya analisis mengenai radiasi matahari pada area ini menggunakan pengukur suhu Thermohygrometer. Untuk mengetahui perbedaan suhu pada area yang terkena radiasi matahari langsung dengan area yang ternaungi dari radiasi matahari. Pada studi ini diambil sampel dari empat area yang berbeda dalam satu kawasan. Tujuannya adalah untuk memperoleh kevalidan data survei. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa suhu pada area terbuka atau yang terkena radiasi matahari langsung yakni area parkir dan sirkulasi lebih tinggi. Sedangkan suhu pada area yang ternaungi yakni area di bawah pohon lebih rendah. Jadi pohon dapat mengurangi efek dari radiasi matahari. Karena tajuk pohon dapat memantulkan, meneruskan, dan menyerap radiasi matahari yang datang (Grey dan Denekke, 1978). Maka diperlukan penambahan pohon yang dapat menaungi area yang masih terbuka agar dapat memberikan kenyamanan kepada manusia yang sering melalui area tersebut. Pohon yang sesuai untuk ditanam pada area tersebut memiliki kriteria seperti rindang, jarak tanam rapat, tajuk bersinggungan, dan bermassa daun padat. Data pengukuran suhu dengan Thermohygrometer area ini disajikan pada Tabel 13. Plaza Niaga 1 Analisis kecepatan angin yang dilakukan pada kawasan ini sama dengan analisis pada Marketing Office yakni menggunakan Skala Beaufort. Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa kecepatan angin mengalami peningkatan ketika sore hari sama halnya seperti area Marketing Office.

61 45 Kurangnya RTH pada kawasan ini menyebabkan angin yang bertiup kencang tidak dapat terpecah dengan baik. Sehingga mengakibatkan angin yang melintas pada area ini cenderung cepat dan kurang melindungi pengguna yang melintas. Keberadaan dari sekumpulan pohon yang membentuk ruang terbuka hijau, bangunan, dan perkerasan, mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap kenyamanan manusia terhadap kecepatan angin yang terjadi. Misalnya, pohon dengan tajuknya yang rapat dapat melindungi suatu area yang sering dilalui oleh manusia dengan menahan, memecah, dan mengurangi kecepatan angin. Sehingga angin yang terbentuk ketika mencapai area tersebut merupakan angin yang nyaman bagi manusia atau sejuk. Sedangkan bangunan merupakan penahan angin yang sifatnya keras atau impermeable. Sehingga angin yang terbentuk setelah melewati bangunan tersebut dapat menjadi angin yang tidak menyenangkan (Brown dan Gillespie, 1995). Karena tidak terpecah dengan baik dan menimbulkan angin kencang atau angin yang kurang sejuk. Jadi pohon merupakan pereduksi angin yang baik dibandingkan dengan bangunan atau perkerasan lainnya. Data pengukuran angin dengan Skala Beaufort pada area ini tersaji dalam Tabel 12. Selanjutnya analisis radiasi matahari pada kawasan Plaza Niaga 1. Kawasan ini memiliki area perkerasan dan bangunan yang lebih luas daripada area terbuka hijaunya. Akibatnya kondisi pada siang hari di kawasan tersebut sangat panas karena minimnya pohon peneduh. Untuk menganalisis radiasi matahari pada kawasan ini digunakan pengukur suhu Thermohygrometer, sehingga dapat diketahui perbedaan suhu antara area yang ternaungi pohon dengan area yang tidak ternaungi. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui perbedaan suhu antara area yang ternaungi dengan area tanpa naungan pohon. Pada area yang tidak ternaungi menunjukan suhu yang tinggi. Artinya radiasi matahari pada area tersebut cukup tinggi sehingga menimbulkan suasana yang panas. Hal sebaliknya terjadi pada area yang ternaungi pohon. Karena pohon dapat mengurangi radiasi matahari yang datang. Sehingga ketika radiasi mencapai permukaan tanah tidaklah dalam intensitas yang tinggi. Karena sudah dipantulkan, diserap, dan diteruskan terlebih dahulu oleh tajuk pepohonan. Maka area ini memerlukan penambahan pohon untuk memodifikasi radiasi matahari yang

62 46 datang. Agar pengguna dapat merasakan kenyamanan ketika berkunjung ke Plaza Niaga I. Data pengukuran suhu dengan Thermohygrometer area ini disajikan pada Tabel 13. Graha Utama dan Graha Madya Pada kawasan ini dilakukan analisis untuk mengetahui perbedaan kecepatan angin. Analisis dilakukan saat pagi, siang dan sore hari, dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan atau penurunan kecepatan angin. Selain itu, juga untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perubahan kecepatan angin dalam kawasan ini. Analisis dilakukan dengan menggunakan Skala Beaufort seperti yang dilakukan pada dua kawasan sebelumnya. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa pada area ini pun, angin bertambah kuat ketika sore hari. Karena cuaca pada sore hari yang semakin mendung dan hujan yang disertai oleh angin. Selain itu, terdapat faktor lain yang mempengaruhi kecepatan angin yang bertiup pada area ini. Faktor tersebut antara lain pepohonan yang membentuk ruang terbuka hijau. Sehingga dapat mengurangi kecepatan angin yang bertiup. Karena pohon dapat memecah angin dengan baik. Maka ketika angin melewati area ini, kecepatannya telah berkurang karena sudah direduksi atau dipecah oleh pepohonan. Data pengukuran angin dengan Skala Beaufort pada area ini tersaji dalam Tabel 12. Selanjutnya analisis radiasi yang dilakukan dengan membandingkan suhu antara area yang ternaungi pohon dengan area tanpa naungan. Dengan begitu dapat diketahui intensitas radiasi matahari yang datang. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan alat pengukur suhu, yakni Thermohygrometer. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa area yang ternaungi pohon memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan area tanpa naungan. Hal tersebut terjadi karena tajuk pepohonan dapat mengontrol radiasi matahari dengan baik. Ketika radiasi matahari mencapai permukaan tajuk pohon terjadi proses pemantulan, penyerapan, dan penerusan radiasi oleh daun (Grey dan Denekke, 1978). Data pengukuran suhu dengan Thermohygrometer area ini disajikan pada Tabel 13.

63 47 Taman Budaya dan Alam Fantasia Analisis kecepatan angin pada area ini dilakukan dengan menggunakan Skala Beaufort. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui adanya perubahan kecepatan angin ketika sore hari. Hal ini disebabkan oleh cuaca yang mendung dan hujan yang disertai angin dengan skala sepoi kuat menurut Skala Beaufort. Kecepatan angin dapat dikurangi dengan adanya pepohonan yang melindungi area ini. Karena kumpulan tajuk pohon yang rapat dapat memecah, menahan, dan membelokkan angin ke arah area yang jarang dilalui manusia. Berikutnya akan dibahas mengenai analisis radiasi matahari pada kawasan Taman Budaya dan Alam Fantasia. Kawasan ini memiliki cukup banyak pohon bertajuk besar, sehingga dapat menaungi lokasi ini dari radiasi matahari. Untuk mengetahui perbedaan intensitas radiasi matahari dapat digunakan Thermohygrometer. Sebab suhu dapat menentukan banyak atau sedikitnya intensitas radiasi matahari yang datang. Sama halnya dengan ketiga lokasi sebelumnya, bahwa area dengan naungan pohon memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan area tanpa naungan. Penyebabnya pun sama, yakni tajuk pepohonan yang rapat dapat mengurangi intensitas radiasi matahari yang datang. Sehingga saat radiasi matahari sampai ke permukaan tanah yang ternaungi pohon, intensitasnya sudah berkurang. Berikut disajikan data kecepatan angin berdasarkan Skala Beaufort dan pengukuran suhu dengan Thermohygrometer pada Tabel 12 dan Tabel 13. Tabel 12 Data Analisis Kecepatan Angin Berdasarkan Skala Beaufort Lokasi Waktu Kecepatan Angin (m/s) Deskripsi Pagi Udara ringan hingga sepoi sedang Marketing Office Siang Udara ringan hingga sepoi sedang Sore 2 16,5 Sepoi lemah hingga angin ribut lemah Pagi Udara ringan hingga sepoi sedang Plaza Niaga I Siang Udara ringan hingga sepoi sedang Sore 2 10,5 Sepoi lemah hingga sepoi segar Graha Madya Pagi Udara ringan hingga sepoi sedang dan Graha Siang 2 8 Sepoi lemah hingga sepoi sedang Utama Sore 2 13,5 Sepoi lemah hingga sepoi kuat Taman Budaya Pagi Udara ringan hingga sepoi sedang dan Alam Siang Udara ringan hingga sepoi sedang Fantasia Sore 2 13,5 Sepoi lemah hingga sepoi kuat (Sumber : Data Survei, Agustus 2010)

64 48 Gambar 20 Pepohonan Mereduksi Kecepatan Angin (Sumber: Grey dan Denekke,1978) Tabel 13 Data Analisis Pengukuran Suhu dengan Thermohygrometer Lokasi Tempat Titik Ukur Suhu ( o C) Mei Juni Pintu Masuk Marketing Office Area Parkir Naungan Pohon Pintu Masuk Plaza Niaga I Area Parkir Naungan Pohon Pintu Masuk Graha Madya dan Area Parkir Graha Utama Naungan Pohon Pintu Masuk 30,5 30,5 Taman Budaya dan Area Parkir Alam Fantasia Naungan Pohon (Sumber : Data Survei, Mei-Juni 2010) Gambar 21 Suhu Lebih Rendah Pada Naungan Pohon (Sumber: Brown dan Gillespie, 1995)

65 Evaluasi Evaluasi RTH (Pohon) Sebagai Pereduksi Angin Evaluasi dilakukan pada empat lokasi studi yaitu Marketing Office, Plaza Niaga 1, Graha Utama dan Graha Madya, serta Taman Budaya dan Alam Fantasia. Evaluasi berkaitan dengan fungsi pohon sebagai pereduksi angin. Terdapat tujuh kriteria standar yang digunakan untuk menilai kesesuaian pohonpohon pada tiap area CBD sebagai pereduksi angin. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan membandingkan kondisi aktual dan kriteria standar. Maka dapat dilakukan evaluasi untuk mengetahui sesuai atau tidak sesuainya pohon sebagai pereduksi angin pada kondisi aktual. Hal itu dapat diketahui dari nilai persentase pembobotan yang telah diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut: Persentase Pembobotan = Nilai Aktual x 100% Nilai Standar Marketing Office Berdasarkan persentase pembobotan yang telah diperoleh, area ini memiliki satu pohon yang dinilai tidak sesuai sebagai pereduksi angin. Pohon tersebut adalah Alstonia scholaris (39%), karena memiliki daerah bebas cabang yang rendah, ditanam tidak rapat, tajuk tidak bersinggungan, ditanam menyebar dan tidak sesuai orientasi penanamannya. Sehingga pohon tersebut pada area Marketing Office tidak sesuai sebagai pereduksi angin. Kemudian, ada dua pohon yang dinilai kurang sesuai dan satu pohon yang dinilai cukup sesuai. Jadi area ini tidak memiliki pohon yang dinilai sesuai untuk pereduksi angin. Maka, area Marketing Office memerlukan penambahan pohon yang dapat berfungsi dengan baik sebagai pereduksi angin. Pohon tersebut dapat ditanam di lokasi yang sering dilalui oleh pengguna dan dilewati oleh angin yang cukup kuat. Secara detail penilaian evaluasi terhadap kriteria-kriteria tersebut disajikan pada Tabel 14. Plaza Niaga 1 Berdasarkan persentase pembobotan yang diperoleh, Plaza Niaga I tidak memiliki pohon yang dinilai sesuai sebagai pereduksi angin. Karena terdapat beberapa kriteria pohon yang dinilai rendah untuk pereduksi angin. Hanya ada satu dari tujuh pohon yang dinilai cukup sesuai, yaitu Acacia mangium (61%).

66 50 Enam pohon lainnya dinilai kurang sesuai, karena tidak memenuhi kriteria standar sebagai pereduksi angin. Jadi secara keseluruhan pohon-pohon pada area ini dinilai kurang sesuai sebagai pereduksi angin karena nilai pembobotannya sebesar 53%. Maka Plaza Niaga I memerlukan penambahan pohon yang dapat berfungsi sebagai pereduksi angin. Sehingga pengguna dapat merasa nyaman dan aman jika berada pada area yang dilewati oleh angin sepoi kuat. Area pada Plaza Niaga I yang membutuhkan penambahan pohon adalah area parkir, sekeliling bangunan, dan sirkulasi. Secara rinci penilaian evaluasi terhadap kriteria-kriteria tersebut disajikan pada Tabel 14. Graha Utama dan Graha Madya Area perkantoran ini memiliki 19 jenis pohon yang tersebar pada seluruh bagian. Hanya satu pohon yang dinilai sesuai untuk pereduksi angin adalah Hevea brasiliensis (93%). Pohon lainnya dinilai cukup sesuai dan kurang sesuai. Terdapat 16 pohon yang dinilai cukup sesuai karena memiliki pembobotan sebesar 61% - 80%. Serta dua pohon yang dinilai kurang sesuai yaitu Averrhoa bilimbii (46%) dan Plumeria sp. (50%). Secara keseluruhan pepohonan pada area Graha Utama dan Graha Madya dinilai cukup sesuai sebagai pereduksi angin dengan nilai pembobotan 70%. Jadi area ini tidak memerlukan penambahan pohon karena fungsinya sudah dinilai cukup sesuai. Pepohonan pada area ini memerlukan perawatan dan pengelolaan yang baik. Sehingga fungsinya sebagai pereduksi angin dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Penilaian evaluasi terhadap kriteria-kriteria tersebut disajikan pada Tabel 14. Taman Budaya dan Alam Fantasia Pada Taman Budaya dan Alam Fantasia memiliki 42 jenis pohon dengan jumlah 921 pohon. Sehingga area ini cukup terlindungi oleh pepohonan. Berdasarkan penilaian pembobotan yang telah dilakukan area ini hanya memiliki satu pohon yang dinilai sesuai yakni Pinus merkusii (82%). Pepohonan lainnya dinilai cukup sesuai dan kurang sesuai. Pohon yang dinilai cukup sesuai berjumlah 28 batang dan kurang sesuai berjumlah 13 batang. Secara keseluruhan pepohonan pada area ini dinilai cukup sesuai sebagai pereduksi angin dengan nilai

67 51 pembobotan 64%. Agar pohon yang dinilai kurang sesuai menjadi sesuai sebagai pereduksi angin. Maka dibutuhkan penambalan beberapa pohon pada titik-titik dimana pohon yang kurang sesuai berada. Kemudian pohon yang telah dinilai sesuai dan cukup sesuai, hanya memerlukan perawatan dan pengelolaan yang baik. supaya fungsinya sebagai pereduksi angin dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Sehingga pengguna yang sering datang ke area ini merasa nyaman dan aman, karena terlindungi dari angin yang cukup kuat. Berikut penilaian evaluasi RTH (pohon) sebagai pereduksi angin pada Tabel 14. Tabel 14 Evaluasi RTH (Pohon) Untuk Pereduksi Angin Pada Empat Lokasi CBD Marketing Office Plaza Niaga I Graha Utama dan Graha Madya Taman Budaya Dan No Nama Pohon Nilai Nilai Persentase Latin Lokal Aktual Standar Pembobotan 1. Alstonia scholaris Pulai % 2. Phoenix roebeleni Palem Phoenix % 3. Samanea saman Ki Hujan % 4. Terminalia mantaly Ketapang Kencana % Jumlah Rata-rata % No Nama Pohon Nilai Nilai Persentase Latin Lokal Aktual Standar Pembobotan 1. Acacia mangium Akasia % 2. Bauhinia purpurea Bunga Kupu-kupu % 3. Erythrina cristagali Dadap Merah % 4. Mangifera indica Mangga % 5. Paraserianthes falcataria Sengon % 6. Rosytonea regia Palem Raja % 7. Samanea saman Ki Hujan % Jumlah Rata-rata % No Nama Pohon Nilai Nilai Persentase Latin Lokal Aktual Standar Pembobotan 1. Alstonia scholaris Pulai % 2. Averrhoa bilimbii Belimbing % 3. Bauhinia blakeana Daun Kupu-Kupu % 4. Bauhinia purpurea Bunga Kupu-Kupu % 5. Cerbera odollam Bintaro % 6. Elaeis guineensis Kelapa Sawit % 7. Erythrina cristagali Dadap Merah % 8. Ficus elastica Beringin Karet % 9. Hevea brasiliensis Karet % 10. Lagerstomia speciosa Bungur % 11. Mangifera indica Mangga % 12. Manilkara kauki Sawo Kecik % 13. Nephelium lapaceum Rambutan % 14. Paraserianthes falcataria Sengon % 15. Plumeria sp. Kamboja % 16. Pterocarpus indicus Angsana % 17. Samanea saman Ki Hujan % 18. Spathodea campanulata Kecrutan % 19. Terminalia catappa Ketapang % Jumlah Rata-rata % No Nama Pohon Nilai Nilai Persentase Latin Lokal Aktual Standar Pembobotan 1. Acacia mangium Akasia %

68 52 Alam Fantasia 2. Alstonia scholaris Pulai % 3. Araucaria cunninghamii Cemara Gunung % 4. Araucaria heterophylla Cemara Norflok % 5. Arthocarpus heterophylla Nangka % 6. Averrhoa bilimbii Belimbing % 7. Bambusa sp. Bambu % 8. Bauhinia blakeana Daun Kupu-kupu % 9. Bauhinia purpurea Bunga Kupu-kupu % 10. Bixa orellana Kesumba % 11. Callistemon citrinus Sikat Botol % 12. Ceiba petandra Kapuk % 13. Cerbera odullam Bintaro % 14. Cinnamomum inners Kayu Manis % 15. Cocos capitata Kelapa Gading % 16. Diallum indum Asem Kranji % 17. Elaeis guinensis Kelapa sawit % 18. Erythrina cristagali Dadap Merah % 19. Erythrina indica-picta Dadap Kuning % 20. Eucalyptus deglupta Kayu Putih % 21. Ficus benjamina Beringin % 22. Ficus elastica Beringin Karet % 23. Gmelina arborea Jati % 24. Hibiscus tiliaceus Waru % 25. Livistonia australis Lettuce Palm % 26. Mangifera indica Mangga % 27. Mimusop elengi Tanjung % 28. Nichelia campaka Cempaka % 29. Paraserianthes falcataria Sengon % 30. Phoenix roebelini Palem phoenix % 31. Pinus merkusii Pinus % 32. Pisonia alba Cabbage Tree % 33. Plumeria sp. Kamboja % 34. Psidium guajava Jambu % 35. Pterocarpus indicus Angsana % 36. Samanea saman Ki Hujan % 37. Spathodea campanulata Kecrutan % 38. Swietenia mahogany Mahoni % 39. Syzygium polyanthum Salam % 40. Tamarindus indica Asam Jawa % 41. Terminalia catappa Ketapang % 42. Theretia peruvisma Kembang Jepun % Jumlah Rata-rata 17, % Keterangan: 40% = tidak sesuai, 41% - 60% = kurang sesuai, 61% - 80% = cukup sesuai, 81% : sesuai Sumber: Dahlan (1992); Brown dan Gillespie (1995); Grey dan Denekke (1978); Brooks (1988); Vitasari (2004); De Chiara dan Koppelman (1989); Irwan (2008); Frick dan Suskiyanto (2007) Evaluasi RTH (Pohon) Sebagai Pengontrol Radiasi Matahari Evaluasi dilakukan pada empat lokasi studi yaitu Marketing Office, Plaza Niaga 1, Graha Utama dan Graha Madya, serta Taman Budaya dan Alam Fantasia. Evaluasi berkaitan dengan fungsi pohon sebagai pengontrol radiasi matahari. Terdapat enam kriteria standar yang digunakan untuk menilai kesesuaian pohon-pohon pada tiap area CBD sebagai pengontrol radiasi matahari. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan membandingkan kondisi aktual dan kriteria standar. Maka dapat dilakukan evaluasi untuk mengetahui sesuai atau

69 53 tidak sesuainya pohon sebagai pengontrol radiasi matahari. Hal itu dapat diketahui dari nilai persentase pembobotan yang telah diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut: Persentase Pembobotan = Nilai Aktual x 100% Nilai Standar Marketing Office Pada area ini terdapat dua jenis pohon yang dinilai sesuai sebagai pengontrol radiasi matahari karena memenuhi hampir semua kriteria standar. Pohon tersebut adalah Samanea saman (83%) dan Terminalia mantaly (88%). Sedangkan dua pohon lainnya dinilai cukup sesuai, yaitu Alstonia scholaris (79%) dan Phoenix roebeleni (63%). Secara keseluruhan pepohonan pada area ini dinilai cukup sesuai (78%) sebagai pengontrol radiasi matahari. Namun, area ini tetap membutuhkan beberapa penambahan pohon penaung untuk menaungi area parkir yang masih terbuka. Karena penanaman pohon pada area ini kurang menyebar dan mengakibatkan beberapa area terlihat terbuka atau tanpa naungan. Untuk pohon yang telah dinilai sesuai dan cukup sesuai memerlukan perawatan dan pengelolaan yang baik, agar dapat mempertahankan atau meningkatkan fungsinya sebagai pengontrol radiasi matahari. Penilaian evaluasi RTH (pohon) untuk pengontrol radiasi matahari pada area ini tersaji dalam Tabel 15. Plaza Niaga 1 Area perniagaan ini memiliki tiga jenis pohon yang dinilai sesuai sebagai pengontrol radiasi matahari. Pohon tersebut adalah Acacia mangium (96%), Paraserianthes falcataria (96%), dan Samanea saman (96%). Adapun tiga jenis pohon yang dinilai cukup sesuai yaitu Bauhinia purpurea (71%), Erythrina cristagali (79%), dan Mangifera indica (71%). Serta satu pohon yang dinilai kurang sesuai yaitu Rosytonea regia (46%). Secara keseluruhan pepohonan pada area ini dinilai cukup sesuai sebagai pengontrol radiasi matahari. Namun, pepohonan tersebut ditanam secara tidak merata pada seluruh area Plaza Niaga I. Sehingga terdapat banyak bagian pada area ini yang tidak ternaungi pohon dengan baik dan mengakibatkan kekurangnyamanan saat melintas pada area tersebut. Bagian yang tidak ternaungi pohon adalah area parkir, sirkulasi, dan sekeliling

70 54 bangunan. Hal itu mengakibatkan kendaraan yang parkir menjadi cepat panas karean terkena radiasi matahari secara langsung. Begitu juga pada sirkulasi dan sekeliling bangunan yang menjadi tidak nyaman ketika dilewati oleh pengguna pada siang hari yang terik. Maka pada Plaza Niaga I memerlukan penambahan pohon pada tiga area tersebut, yang dapat berfungsi dengan baik sebagai pengontrol radiasi matahari. Untuk pohon yang dinilai sesuai dan cukup sesuai memerlukan perawatan dan pengelolaan yang baik agar fungsinya sebagai pengontrol radiasi matahari dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Penilaian evaluasi RTH (pohon) untuk pengontrol radiasi matahari pada area ini tersaji dalam Tabel 15. Graha Utama dan Graha Madya Graha Utama dan Graha Madya memiliki 19 pohon, diantaranya ada yang dinilai sesuai, cukup sesuai, dan kurang sesuai sebagai pengontrol radiasi matahari. Pohon yang dinilai sesuai ada sembilan, cukup sesuai ada tujuh, dan pohon yang dinilai tidak sesuai ada tiga. Secara keseluruhan pepohonan pada area ini dinilai cukup sesuai dengan pembobotan 80%. Dengan begitu pepohonan pada area ini sudah dinilai cukup sesuai dan tidak memerlukan penambahan pohon untuk pengontrol radiasi matahari. Namun, pohon-pohon tersebut harus dirawat dan dikelola dengan baik, agar fungsinya sebagai pengontrol radiasi matahari dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Penilaian evaluasi RTH (pohon) untuk pengontrol radiasi matahari pada area ini tersaji dalam Tabel 15. Taman Budaya dan Alam Fantasia Taman Budaya dan Alam Fantasia memiliki 20 pohon diantara 42 pohon yang dinilai sesuai sebagai pengontrol radiasi matahari. Adapun 18 pohon yang dinilai cukup sesuai dan empat pohon yang dinilai kurang sesuai sebagai pengontrol radiasi matahari. Secara keseluruhan pepohonan pada area ini dinilai cukup sesuai. Namun, pohon-pohon tersebut ditanam secara kurang merata di seluruh area terutama pada Alam Fantasia. Sehingga area tersebut memerlukan beberapa penambahan pohon yang dapat berfungsi dengan baik sebagai pengontrol radiasi matahari. Penambahan pohon dapat dilakukan pada lokasi-

71 55 lokasi yang masih terbuka tanpa naungan pohon. Lokasi tersebut adalah area parkir dan sirkulasi di Alam Fantasia. Sedangkan pada area Taman Budaya tidak memerlukan penambahan pohon karena penyebarannya sudah merata pada lokasilokasi yang sering dilalui oleh manusia. Pohon-pohon yang dinilai sesuai dan cukup sesuai pada dua area tersebut memerlukan perawatan dan pengelolaan yang baik agar fungsinya dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Berikut penilaian pembobotan pohon untuk pengontrol radiasi matahari yang tersaji pada Tabel 15. Tabel 15 Evaluasi RTH (Pohon) Untuk Pengontrol Radiasi Matahari Pada Empat Lokasi CBD Marketing Office Plaza Niaga I Graha Utama dan Graha Madya Taman Budaya Dan No Nama Pohon Nilai Nilai Persentase Latin Lokal Aktual Standar Pembobotan 1. Alstonia scholaris Pulai % 2. Phoenix roebeleni Palem Phoenix % 3. Samanea saman Ki Hujan % 4. Terminalia mantaly Ketapang Kencana % Jumlah Rata-rata 18, % No Nama Pohon Nilai Nilai Persentase Latin Lokal Aktual Standar Pembobotan 1. Acacia mangium Akasia % 2. Bauhinia purpurea Bunga Kupu-kupu % 3. Erythrina cristagali Dadap Merah % 4. Mangifera indica Mangga % 5. Paraserianthes falcataria Sengon % 6. Rosytonea regia Palem Raja % 7. Samanea saman Ki Hujan % Jumlah Rata-rata 19, % No Nama Pohon Nilai Nilai Persentase Latin Lokal Aktual Standar Pembobotan 1. Alstonia scholaris Pulai % 2. Averrhoa bilimbii Belimbing % 3. Bauhinia blakeana Daun Kupu-Kupu % 4. Bauhinia purpurea Bunga Kupu-Kupu % 5. Cerbera odollam Bintaro % 6. Elaeis guineensis Kelapa Sawit % 7. Erythrina cristagali Dadap Merah % 8. Ficus elastica Beringin Karet % 9. Hevea brasiliensis Karet % 10. Lagerstomia speciosa Bungur % 11. Mangifera indica Mangga % 12. Manilkara kauki Sawo Kecik % 13. Nephelium lapaceum Rambutan % 14. Paraserianthes falcataria Sengon % 15. Plumeria sp. Kamboja % 16. Pterocarpus indicus Angsana % 17. Samanea saman Ki Hujan % 18. Spathodea campanulata Kecrutan % 19. Terminalia catappa Ketapang % Jumlah Rata-rata % Nama Pohon Nilai Nilai Persentase No Latin Lokal Aktual Standar Pembobotan 1. Acacia mangium Akasia %

72 56 Alam Fantasia 2. Alstonia scholaris Pulai % 3. Araucaria cunninghamii Cemara Gunung % 4. Araucaria heterophylla Cemara Norflok % 5. Arthocarpus heterophylla Nangka % 6. Averrhoa bilimbii Belimbing % 7. Bambusa sp. Bambu % 8. Bauhinia blakeana Daun Kupu-kupu % 9. Bauhinia purpurea Bunga Kupu-kupu % 10. Bixa orellana Kesumba % 11. Callistemon citrinus Sikat Botol % 12. Ceiba petandra Kapuk % 13. Cerbera odullam Bintaro % 14. Cinnamomum inners Kayu Manis % 15. Cocos capitata Kelapa Gading % 16. Diallum indum Asem Kranji % 17. Elaeis guinensis Kelapa sawit % 18. Erythrina cristagali Dadap Merah % 19. Erythrina indica-picta Dadap Kuning % 20. Eucalyptus deglupta Kayu Putih % 21. Ficus benjamina Beringin % 22. Ficus elastica Beringin Karet % 23. Gmelina arborea Jati % 24. Hibiscus tiliaceus Waru % 25. Livistonia australis Lettuce Palm % 26. Mangifera indica Mangga % 27. Mimusop elengi Tanjung % 28. Nichelia campaka Cempaka % 29. Paraserianthes falcataria Sengon % 30. Phoenix roebelini Palem phoenix % 31. Pinus merkusii Pinus % 32. Pisonia alba Cabbage Tree % 33. Plumeria sp. Kamboja % 34. Psidium guajava Jambu % 35. Pterocarpus indicus Angsana % 36. Samanea saman Ki Hujan % 37. Spathodea campanulata Kecrutan % 38. Swietenia mahogany Mahoni % 39. Syzygium polyanthum Salam % 40. Tamarindus sp. Asam Jawa % 41. Terminalia catappa Ketapang % 42. Peruviana peruvisma Kembang Jepun % Jumlah Rata-rata 18, % Keterangan: 40% = tidak sesuai, 41% - 60% = kurang sesuai, 61% - 80% = cukup sesuai, 81% : sesuai Sumber: Dahlan (1992); Brown dan Gillespie (1995); Grey dan Denekke (1978); Brooks (1988); Vitasari (2004); De Chiara dan Koppelman (1989); Irwan (2008); Frick dan Suskiyanto (2007) Evaluasi Modifikasi Angin dan Radiasi Matahari Marketing Office Berdasarkan analisis yang telah dilakukan mengenai kecepatan angin pada area ini yang berhubungan dengan fungsi pohon sebagai pereduksi angin. Terjadi peningkatan kecepatan angin ketika sore hari yang disebabkan oleh cuaca. Untuk melindungi pengguna yang melintas saat itu di area sekitar bangunan, sirkulasi maupun area parkir, diperlukan suatu perisai yang mampu menahan, membelokkan, atau pun mengurangi kecepatannya. Perisai yang dapat berfungsi

73 57 dengan baik adalah vegetasi atau pepohonan (Brown dan Gillespie, 1995). Dengan begitu perlu dilakukan penambahan penanaman pohon untuk mereduksi angin yang melintas. Selain itu, pepohonan yang ditanam juga dapat memberikan perlindungan pada bangunan dari angin kencang yang menerpa. Berikut disajikan salah satu contoh yang memperlihatkan pohon sebagai pelindung bagi manusia dan bangunan dari kecepatan angin yang datang pada Gambar 22. Gambar 22 Pohon sebagai Pelindung Manusia dan Bangunan Dari Angin (Sumber : Carpenter et al.1975 dan Brown dan Gillespie,1995) Untuk evaluasi radiasi matahari yang datang, diperlukan beberapa pohon peneduh pada area parkir dan sirkulasi. Karena pohon yang tersedia bertajuk kecil dan kurang mampu mengontrol radiasi matahari. Hal itu mengakibatkan kendaraan yang parkir cepat panas karena tidak terlindung dari radiasi matahari. Pengguna yang memarkirkan mobilnya juga merasa kurang nyaman karena panas. Pada akses masuk dan keluar area dibutuhkan sedikit pohon peneduh untuk memberikan rasa nyaman saat pengguna dengan kendaraan memasuki area. Berikut foto eksisting area parkir dan sirkulasi yang tersaji pada Gambar 23. Gambar 23 Foto Area Parkir dan Sirkulasi Marketing Office

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A34203039 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN INDRA SAPUTRA. A34203039.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 10 Peta Lokasi Sentul City

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 10 Peta Lokasi Sentul City 21 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak, Luas, dan Aksesibilitas Kawasan Sentul City mempunyai akses langsung yang terdekat yaitu Tol Jagorawi dan Tol Ringroad Sentul City. Selain itu, terdapat akses menuju kawasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN INDAH CAHYA IRIANTI. A44050251.

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN Oleh: Syahroji A34204015 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SYAHROJI. Perancangan

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR Oleh : Annisa Budi Erawati A34201035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Nama NRP : Pengaruh

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Desa Ancaran memiliki iklim yang dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18 C dan 32 C serta curah hujan berkisar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A34202008 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

EVALUASI FUNGSI EKOLOGIS POHON PADA RTH LANSKAP PERMUKIMAN SENTUL CITY, BOGOR (Studi Kasus: Cluster Bukit Golf Hijau) CHANDRA NURNOVITA

EVALUASI FUNGSI EKOLOGIS POHON PADA RTH LANSKAP PERMUKIMAN SENTUL CITY, BOGOR (Studi Kasus: Cluster Bukit Golf Hijau) CHANDRA NURNOVITA EVALUASI FUNGSI EKOLOGIS POHON PADA RTH LANSKAP PERMUKIMAN SENTUL CITY, BOGOR (Studi Kasus: Cluster Bukit Golf Hijau) CHANDRA NURNOVITA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A34203058 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Dengan ini

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN. Disusun oleh: DENI HERYANI A

PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN. Disusun oleh: DENI HERYANI A PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN Disusun oleh: DENI HERYANI A34203018 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DENI

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK Oleh: Medyuni Ruswan A34201045 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota 5 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota Kota merupakan suatu organisme yang kompleks yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang terjalin menjadi satu oleh suatu jaringan jalan dan jalur transportasi, saluran air,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

RINGKASAN. Denpasar, bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik).

RINGKASAN. Denpasar, bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik). RINGKASAN INE NILASARI. Perencanaan Lanskap Jalan Westertz By Pass di Kotamadya Denpasar, Bali @i bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik). Jalan Western By Pass dengan panjang keseluruhan.t 13 km merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu 19 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu Lokasi penelitian adalah Kelurahan Lenteng Agung RW 08. Waktu sejak pelaksanaan studi hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 10 bulan (Maret 2011- Januari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING

: JONIGIUS DONUATA : : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING LAPORAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA ( Taman Nostalgia Kupang ) NAMAA NIM KELAS MK : JONIGIUS DONUATA : 132 385 018 : A : PERHUTANAN KOTA PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA. Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A

PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA. Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A34201037 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota Karakter merupakan sifat dan ciri khas yang dimiliki oleh suatu kelompok, baik orang maupun benda. Karakter lanskap merupakan suatu area yang mempunyai keharmonisan

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian (Sumber: Wikimapia.org)

Gambar 1 Lokasi penelitian (Sumber: Wikimapia.org) 10 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini bertempat di sebidang lahan pertanian di Desa Krajan, Kelurahan Pangulah Utara dan Selatan, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

4/AGIZ.200' PENGARUH TAMAN LINGKUNGAN TERHADAP SURU UDARA SEKIT ARNY A. CITRA INDA HARTl A

4/AGIZ.200' PENGARUH TAMAN LINGKUNGAN TERHADAP SURU UDARA SEKIT ARNY A. CITRA INDA HARTl A 4/AGIZ.200'-1 097 PENGARUH TAMAN LINGKUNGAN TERHADAP SURU UDARA SEKIT ARNY A CITRA INDA HARTl A02499033 DEPARTEMEN BUDI DAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004 RINGKASAN CITRA INDA

Lebih terperinci

PENYUSUNAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PEMELIHARAAN POHON PENGISI JALUR HIJAU JALAN DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR OLEH : RR. RIALUN WULANSARI A

PENYUSUNAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PEMELIHARAAN POHON PENGISI JALUR HIJAU JALAN DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR OLEH : RR. RIALUN WULANSARI A PENYUSUNAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PEMELIHARAAN POHON PENGISI JALUR HIJAU JALAN DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR OLEH : RR. RIALUN WULANSARI A 34201036 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A

PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A44050670 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/ Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI TAMAN KOTA SEBAGAI TAMAN TERAPEUTIK

STUDI EVALUASI TAMAN KOTA SEBAGAI TAMAN TERAPEUTIK STUDI EVALUASI TAMAN KOTA SEBAGAI TAMAN TERAPEUTIK (Studi Kasus: Taman Cilaki Atas, Kota Bandung) AZI MUHAMAD ALIF HIDAYAH DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian 12 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada akhir bulan Maret 2011 hingga bulan Juni 2011. Penelitian ini dilakukan di Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memiliki

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG. Oleh Mufidah Atho Atun A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG. Oleh Mufidah Atho Atun A PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA ISLAM SUNAN BONANG Oleh Mufidah Atho Atun A34204020 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN MUFIDAH ATHO ATUN.

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA OLEH: MOCH SAEPULLOH A44052066 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A34204014 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang BAB 5 KONSEP PERANCANGAN Konsep perancangan pada redesain kawasan wisata Gua Lowo di Kabupaten Trenggalek menggunakan tema Organik yang merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan) IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan) YUNI PUJIRAHAYU DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA Estetika 4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Hospital. Tapak berupa

BAB III METODOLOGI. Hospital. Tapak berupa BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan pusat kota atau Central Business District (CBD) Bandung, Jawaa Barat, tepatnya di Santosa Bandung International Hospital.

Lebih terperinci

STUDI ELEMEN MENTAL MAP LANSKAP KAMPUS UNIVERSITAS INDONESIA, DEPOK HADRIAN PRANA PUTRA

STUDI ELEMEN MENTAL MAP LANSKAP KAMPUS UNIVERSITAS INDONESIA, DEPOK HADRIAN PRANA PUTRA STUDI ELEMEN MENTAL MAP LANSKAP KAMPUS UNIVERSITAS INDONESIA, DEPOK HADRIAN PRANA PUTRA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN HADRIAN PRANA PUTRA.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Leaf Index Area (LAI) Lokasi Sampel Kerapatan daun atau kerindangan, biasa diukur dengan nilai indeks luas daun atau Leaf Area Index (LAI) (Chen & Black 1992 diacu dalam

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar perancangan meliputi pembahasan mengenai pemanfaatan penghawaan dan pencahayaan alami pada City Hotel yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak

BAB III METODOLOGI. Gambar Peta Lokasi Tapak 12 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi ini dilaksanakan pada wilayah pemakaman Tanah Kusir di jalan Bintaro Raya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Tapak yang berada di sebelah timur Kali Pesanggrahan

Lebih terperinci

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI i PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ii PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi (07.00) secara keseluruhan dalam kondisi nyaman.

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo Dirthasia G. Putri 1 Latar Belakang KOTA PONOROGO Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan kerangka struktur pembentuk kota. Ruang terbuka Hijau (RTH)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Terbuka Hijau atau RTH merupakan salah satu komponen penting perkotaan. Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian berlokasi di Yayasan Pengembangan Insan Pertanian Indonesia (YAPIPI) yang secara administratif berlokasi di Kp. Bojongsari RT 03 RW 05 Kecamatan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang kemudian disintesis. Sintesis diperoleh berdasarkan kesesuaian tema rancangan yaitu metafora

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN Kerangka kajian yang digunakan dalam proses perancangan Hotel Resort Batu ini secara umum, diuraikan dalam beberapa tahap antara lain: 3.1 Pencarian Ide/Gagasan Tahapan kajian

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMELIHARAAN LANSKAP DI KAWASAN PERMUKIMAN SENTUL CITY, BOGOR, JAWA BARAT SARI INDAH OKTAVIARNI A

PENGELOLAAN PEMELIHARAAN LANSKAP DI KAWASAN PERMUKIMAN SENTUL CITY, BOGOR, JAWA BARAT SARI INDAH OKTAVIARNI A PENGELOLAAN PEMELIHARAAN LANSKAP DI KAWASAN PERMUKIMAN SENTUL CITY, BOGOR, JAWA BARAT SARI INDAH OKTAVIARNI A34204018 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan kualitas estetika pohon-pohon dengan tekstur tertentu pada lanskap jalan dan rekreasi yang bervariasi. Perhitungan berbagai nilai perlakuan

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN PURI MAYANG KELURAHAN MAYANG MANGURAI, KECAMATAN KOTA BARU, KOTA JAMBI. Oleh : ANGGIE OCTAVIANI A

PEMELIHARAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN PURI MAYANG KELURAHAN MAYANG MANGURAI, KECAMATAN KOTA BARU, KOTA JAMBI. Oleh : ANGGIE OCTAVIANI A Skripsi PEMELIHARAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN PURI MAYANG KELURAHAN MAYANG MANGURAI, KECAMATAN KOTA BARU, KOTA JAMBI Oleh : ANGGIE OCTAVIANI A34203012 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Lanskap Simonds (1983) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses penyusunan kebijaksanaan atau merumuskan apa yang harus dilakukan, untuk memperbaiki keadaan

Lebih terperinci

TREND DESAIN PENANAMAN PADA LANSKAP PERMUKIMAN BOGOR NIRWANA RESIDENCE

TREND DESAIN PENANAMAN PADA LANSKAP PERMUKIMAN BOGOR NIRWANA RESIDENCE i TREND DESAIN PENANAMAN PADA LANSKAP PERMUKIMAN BOGOR NIRWANA RESIDENCE RINA DWICA DESYANA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 iii RINGKASAN RINA DWICA DESYANA.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci