PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI"

Transkripsi

1 i PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ii PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini. Bogor, Februari 2012 Pirka Setiawati NRP A

3 iii RINGKASAN PIRKA SETIAWATI. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau Terhadap Iklim Mikro (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur). (Di bawah bimbingan Alinda F. M. Zain). Pesatnya pertumbuhan populasi dari tahun ke tahun semakin bertambah, Seiring pertambahan tersebut aktivitas manusia di bumi pun ikut meningkat. Aktivitas-aktivitas ini membutuhkan ruang tidak sedikit, yang mengakibatkan banyak pengalihfungsian lahan dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi lahan terbangun, sehingga proporsi RTH semakin berkurang. Salah satu bentuk RTH di wilayah perkotaan adalah kebun raya. Kebun raya ialah tempat yang memiliki berbagai macam varietas tumbuhan yang ditanami untuk tujuan kegiatan penelitian, pendidikan, dan tujuan ornamental (Mamiri, 2008). Kebun Raya Cibodas (KRC) merupakan salah satu kebun raya yang berada di Indonesia, bagian dari RTH kota Cianjur. Tujuan utama penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro di KRC. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yang digunakan terdiri dari dua yaitu deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk melihat dan membandingkan pengaruh antar struktur RTH yang telah diukur suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin berdasarkan hasil pengukuran dan karakteristik struktural. Metode kuantitatif digunakan dalam menganalisis kenyamanan berdasarkan perhitungan suhu udara dan kelembaban udara untuk memperoleh nilai Temperature Humidity Index (THI) serta Skala Beaufort untuk menganalisis kenyamanan berdasarkan kecepatan angin. Penelitian dilakukan dengan empat tahapan, yaitu : (1) persiapan dan survei lokasi penelitian, (2) pengumpulan data, (3) pengolahan data dan analisis, dan (4) perumusan rekomendasi. Penelitian ini mengukur unsur-unsur iklim dan menganalisis karakteristik struktural pada struktur RTH yaitu pohon, semak, dan lawn/rumput. Alat yang digunakan yaitu seperangkat Mini Microclimate Station HeavyWeather sebagai alat ukur iklim. Unsur iklim yang dilakukan pengukuran yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Dengan membagi KRC menjadi tiga lokasi berdasarkan radius yakni Lokasi 1 (pusat KRC), Lokasi 2 (tengah KRC), dan Lokasi 3 (tepi KRC). Berdasarkan hasil pengukuran suhu udara pada tiga struktur RTH di tiga lokasi didapatkan urutan perbandingan yang berbeda-beda. Pada Lokasi 1 memiliki perbandingan nilai suhu udara antar struktur RTH sebagai berikut: pohon (25,2 C) < semak (25,3 C) < lawn/rumput (25,8 C). Pada Lokasi 2, pohon (24,2 C) < semak (26,5 C) < lawn/rumput (29,6 C). Begitu juga pada Lokasi 3, pohon (24,4 C) < semak (28,3 C) < lawn/rumput (32,1 C). Jika dilihat berdasarkan hasil pengukuran suhu udara secara keseluruhan menunjukkan bahwa pohon memiliki suhu udara paling rendah dibandingkan semak dan

4 iv lawn/rumput, hal tersebut dapat diperkirakan karena pohon memiliki naungan yang dapat mereduksi suhu udara lebih besar dibandingkan struktur RTH lainnya. Pada hasil pengukuran kelembaban udara, hasil yang didapatkan berbanding terbalik dengan suhu udara seperti teori yang menyatakan bahwa suhu udara berbanding terbalik dengan kelembaban udara (Handoko, 1994). Dari pengukuran suhu udara dan kelembaban udara dilakukan analisis kenyamanan dengan perhitungan THI. Berdasarkan perhitungan tersebut, seluruh lokasi masih pada kategori nyaman untuk manusia karena nilai THI dibawah 27 (Laurie, 1986). Namun terdapat dua titik yang masuk pada kategori tidak nyaman yaitu pada lawn/rumput di Lokasi 2 & 3. Selain itu, unsur iklim yang diukur yaitu kecepatan angin. Hasil pengukuran pada tiga lokasi yaitu dengan perbandingan antar struktur RTH sebagai berikut pada Lokasi 1, semak (0,3 m/s) < pohon (0,4 m/s) < lawn/rumput (0,6 m/s), Lokasi 2 dengan lawn/rumput (0,1 m/s) < semak (0,5 m/s) < pohon (0,7 m/s), sedangkan Lokasi 3 : pohon dan semak (0,2 m/s) < lawn/rumput (0,3 m/s). Setelah itu kecepatan angin tersebut dianalisis menggunakan Skala Beaufort dan sebagian besar masuk pada kategori tenang di KRC masih pada batas nyaman dan aman manusia. Berdasarkan analisis pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro, analisis tersebut dilakukan dengan melihat pengaruhnya berdasarkan karakteristik struktural yaitu bentuk tajuk, tinggi, penanaman, dan kepadatan tajuk dari setiap strukturnya. Berdasarkan analisis tersebut, dihasilkan bahwa pada pohon di tiga lokasi dengan dominasi bentuk tajuk piramidal, penanaman tunggal, dan kepadatan tajuk sedang, maka pohon-pohon tersebut memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan kondisi iklim mikro yang nyaman pada RTH. Pada struktur semak, analisis karakteristik struktural tersebut dilakukan sama seperti pohon. Dominasi bentuk tajuk piramidal, bulat, dan horisontal, penanaman tunggal, dan kepadatan tajuk yang cukup padat, maka dihasilkan semak-semak sama seperti pohon memiliki pengaruh yang cukup baik dalam menciptakan kenyamanan. Sementara itu, lawn/rumput tidak memiliki kemampuan yang baik dalam iklim mikro kecuali dengan pengaruh lingkungan sekitar lokasi. Tahap akhir setelah dilakukan analisis yaitu rekomendasi. Rekomendasi yang dibuat yaitu berdasarkan hasil analisis yang disesuaikan untuk menciptakan iklim mikro yang nyaman pada RTH. Setelah dilakukan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa setiap struktur RTH memiliki pengaruh yang berbeda-beda dalam menciptakan iklim mikro yang nyaman. Kata Kunci: Ruang Terbuka Hijau, Iklim Mikro, Kebun Raya, Struktur Ruang Terbuka Hijau.

5 v Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 vi PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) PIRKA SETIAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 vii Judul Nama NRP Departemen : Pengaruh Ruang Terbuka Hijau Terhadap Iklim Mikro (Studi Kasus Kebun Raya Cibodas, Cianjur) : Pirka Setiawati : A : Arsitektur Lanskap Disetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, MSi NIP Diketahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP Tanggal disetujui :

8 viii KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Pengaruh Ruang Terbuka Hijau Terhadap Iklim Mikro (Studi Kasus di Kebun Raya Cibodas, Cianjur). Skripsi ini dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis di Kebun Raya Cibodas dan merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada pihak-pihak yang telah memberikan motivasi, saran, dan nasehat yang membantu penulis kepada : 1. keluarga besar penulis khususnya kedua orang tua; 2. Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, masukan, dan arahannya selama perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini; 3. Ir. Qodarian Pramukanto, MSi selaku dosen pembimbing akademik; 4. peneliti dan staf Kebun Raya Cibodas khususnya Bapak Agus Darmawan selaku pembimbing lapang selama penelitian; 5. teman satu bimbingan skripsi yaitu Prita Permatasari dan Dimas Musa Wiguna 6. Dewi Kurniati dan Prinsa Paruna yang telah banyak membantu dalam penyusunan dan seluruh ARL 44; 7. special thanks for Yusuf Iskandarsyah; 8. Dan seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis, Kebun Raya Cibodas maupun pihak-pihak lainnya yang memerlukan. Bogor, Februari 2012 Pirka Setiawati

9 ix RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Juni Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Ayahanda Suhendar dan Ibunda Siti Aisyah. Penulis memulai pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Insan Kamil Bogor pada tahun 1995 dan menyelesaikannya pada tahun Pada tahun 2002 penulis lulus dari SD Insan Kamil Bogor. Kemudian pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SMP Insan Kamil Bogor. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis lulus SMA Insan Kamil Bogor. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Selanjutnya tahun 2008, penulis mulai pendidikan sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa penulis juga mengikuti beberapa kegiatan dengan menjadi panitia di beberapa acara antara lain dalam acara Masa Perkenalan Departemen (MPD) tahun 2009, The International Symposium of Green City tahun 2009, Workshop Nasional Mahasiswa Arsitektur Lanskap tahun 2010, dan Workshop Green City tahun Penulis juga menjadi asisten mahasiswa Mata Kuliah Analisis Tapak tahun 2011.

10 x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR LAMPIRAN xvi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Hipotesis Manfaat Kerangka pikir... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kebun Raya Iklim dan Iklim Mikro Unsur-Unsur Iklim Mikro Kenyamanan Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Batasan Penelitian Alat dan Bahan Metode dan Tahapan Penelitian IV. KONDISI UMUM 4.1 Sejarah Kebun Raya Keadaan Fisik Kebun Raya Fungsi Kebun Raya Penggunaan Area Kebun Raya Titik-Titik Lokasi Pengambilan Data... 36

11 xi V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Analisis Pengaruh Struktur RTH Semak Terhadap Iklim Mikro Analisis Pengaruh Struktur RTH Rumput Terhadap Iklim Mikro Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH Terhadap Suhu Udara Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH Terhadap Kelembaban Udara Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH Terhadap Kecepatan Angin Analisis Kenyamanan Analisis Kenyamanan Berdasarkan Nilai Temperature Humidity Index (THI) Analisis Kenyamanan Berdasarkan Skala Beaufort VI. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

12 xii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Jenis dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH)... 6 Tabel 2 Alat dan Bahan Penelitian...16 Tabel 3 Data yang Dibutuhkan untuk Penelitian...18 Tabel 4 Teknik Pengambilan Data Tabel 5 Parameter Analisis Pengaruh Struktur RTH Terhadap Suhu Udara Tabel 6 Parameter Analisis Pengaruh Struktur RTH Terhadap Kelembaban Udara Tabel 7 Parameter Analisis Pengaruh Struktur RTH Terhadap Kecepatan Angin Tabel 8 Skala Beaufort Tabel 9 Analisis Karakteristik Struktural Pohon Tabel 10 Analisis Karakteristik Struktural Semak Tabel 11 Analisis Karakteristik Struktural Lawn/Rumput Tabel 12 Hasil Pengukuran Lapang Unsur Iklim Suhu Udara Tabel 13 Hasil Perhitungan Selisih Suhu Udara Tabel 14 Hasil Pengukuran Lapang Unsur Iklim Kelembaban Udara Tabel 15 Hasil Pengukuran Lapang Unsur Iklim Kecepatan Angin Tabel 16 Nilai THI Berdasarkan Data Pengukuran Lapang Tabel 17 Nilai THI Berdasarkan Data Pengelola KRC Tabel 18 Skala Beaufort (Analisis)... 81

13 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian... 4 Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian Gambar 3 Seperangkat Alat Mini Microclimate Station HeavyWeather Gambar 4 Bagan lokasi pengambilan data iklim mikro Gambar 5 Teknik Menentukan Titik-Titik Pengukuran Gambar 6 Tampilan Softwear yang Digunakan Gambar 7 Bagan Alur Tahapan Penelitian Gambar 8 Titik-Titik Lokasi Pengambilan Data Gambar 9 Titik-Titik Pengambilan Data Lokasi Gambar 10 Titik-Titik Pengambilan Data Lokasi Gambar 11 Titik-Titik Pengambilan Data Lokasi Gambar 12 Grafik Suhu Pada Pohon Antar Lokasi...44 Gambar 13 Grafik Kelembaban Pada Pohon Antar Lokasi Gambar 14 Grafik Kecepatan Angin Pada Pohon Antar Lokasi...46 Gambar 15 Grafik Suhu Pada Semak Antar Lokasi...52 Gambar 16 Grafik Kelembaban Pada Semak Antar Lokasi...53 Gambar 17 Grafik Kecepatan Angin Pada Semak Antar Lokasi...54 Gambar 18 Grafik Perbandingan Suhu Pada Lawn Antar Lokasi Gambar 19 Grafik Kelembaban Pada Lawn Antar Lokasi...61 Gambar 20 Grafik Kecepatan Angin Pada Lawn Antar Lokasi...62 Gambar 21 Grafik Suhu Pada Lokasi Gambar 22 Grafik Suhu Pada Lokasi Gambar 23 Grafik Suhu Pada Lokasi Gambar 24 Grafik Kelembaban Pada Lokasi Gambar 25 Grafik Kelembaban Pada Lokasi Gambar 26 Grafik Kelembaban Pada Lokasi Gambar 27 Grafik Kecepatan Angin Pada Lokasi Gambar 28 Grafik Kecepatan Angin Pada Lokasi Gambar 29 Grafik Kecepatan Angin Pada Lokasi

14 xiv

15 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan populasi dari tahun ke tahun semakin bertambah, Seiring pertambahan tersebut aktivitas manusia di bumi pun ikut meningkat. Aktivitas-aktivitas ini membutuhkan ruang tidak sedikit, yang mengakibatkan banyak pengalihfungsian lahan dari ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun, sehingga proporsi ruang terbuka hijau semakin berkurang. Padahal proporsi pembagian ruang di Indonesia sudah diatur oleh undang-undang. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, pada pasal 29 menyatakan bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) terdiri dari ruang terbuka publik dan ruang terbuka privat dengan proporsi RTH pada wilayah kota minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah kota, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat dan sisanya merupakan ruang terbangun. RTH memiliki fungsi ekologis dan estetis. Fungsi ekologis RTH yaitu menciptakan iklim mikro yang nyaman, menyerap air hujan, dan memelihara ekosistem. RTH memiliki elemen utama berupa tanaman. Tanaman memiliki kemampuan untuk melakukan evapotranspirasi yang menyebabkan penurunan suhu. Semakin banyak jumlah dan jenis tanaman yang terdapat di suatu RTH, maka semakin meningkatkan kemampuan RTH dalam menanggulangi permasalahan lingkungan yang terkait dengan unsur-unsur iklim mikro seperti suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, radiasi, dan angin. RTH pada perkotaan perlu dipertahankan keberadaannya agar dapat memberikan kenyamanan bagi manusia. Fungsi estetis RTH antara lain dapat menghasilkan keindahan dan melembutkan arsitektur bangunan (Mamiri, 2008). Menurut Purnomohadi (2002) RTH yang ditumbuhi tanaman dapat berfungsi memberikan kesejukan dan kenyamanan. Fungsi dari tanaman bergantung pada karakteristik tanaman tersebut, misal pohon dengan tajuk berbeda maka menghasilkan suhu udara, kelembaban udara, menyerap sinar matahari yang berbeda pula. Struktur tanaman sangat menentukan kondisi iklim mikro sekitarnya. Salah satu bentuk RTH di wilayah perkotaan adalah kebun raya.

16 2 Kebun raya merupakan tempat yang memiliki berbagai macam varietas tumbuhan yang ditanam untuk tujuan kegiatan penelitian, pendidikan, dan tujuan ornamental (Mamiri, 2008). Kebun Raya Cibodas yang merupakan salah satu kebun raya yang berada di Indonesia, bagian dari RTH kota Cianjur yang terletak di Kompleks Hutan Gunung Gede Pangrango, Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Cianjur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh RTH terhadap iklim mikro pada Kebun Raya Cibodas, selain itu, penelitian ini merupakan bagian riset mengenai iklim mikro pada beberapa RTH dengan ketinggian di atas permukaan laut yang berbeda. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Apakah terdapat perbedaan suhu udara pada struktur RTH yang berbeda; 2) Apakah terdapat perbedaan kelembaban udara pada struktur RTH yang berbeda; 3) Apakah terdapat perbedaan kecepatan angin pada struktur RTH yang berbeda; 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk 1) Melakukan pengukuran iklim mikro pada struktur RTH yang berbeda di Kebun Raya Cibodas. 2) Mengetahui pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro. 1.4 Hipotesis Berdasarkan uraian tersebut di atas, terdapat pengaruh nyata setiap struktur RTH (pohon, semak, dan rumput) terhadap suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1) Suhu udara struktur pohon < struktur semak < struktur rumput. 2) Kelembaban udara struktur pohon > struktur semak > struktur rumput. 3) Kecepatan angin struktur pohon < struktur semak < struktur rumput.

17 3 1.5 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk kita mengenai pentingnya menentukan struktur RTH yang sesuai untuk memperbaiki kualitas iklim mikro dengan memperbaiki kualitas RTHnya. Selain itu, memberikan rekomendasi untuk pengelola Kebun Raya Cibodas. 1.6 Kerangka Pikir Iklim di suatu kota dipengaruhi oleh suhu udara, angin, kelembaban udara, curah hujan, dan radiasi matahari. Ruang Terbuka Hijau kota merupakan elemen kota yang dapat mengameliorasi iklim dan memberikan kenyamanan. Secara kuantitatif, hubungan antara struktur RTH yang berbeda terhadap iklim mikro belum banyak diketahui sehingga diperlukan pengukuran iklim mikro pada berbagai struktur RTH. Data hasil pengukuran iklim mikro selanjutnya dianalisis untuk diketahui tingkat kenyamanannya serta hubungannya dengan berbagai struktur RTH (Gambar 1).

18 4 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kebun Raya Cibodas Memperbaiki Iklim Mikro Memiliki Berbagai Struktur Pengukuran Iklim Mikro : Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Kecepatan Angin Pada Pohon, Semak, dan Lawn/Rumput Menggunakan Alat Ukur Digital (Mini Microclimate Station HeavyWeather) Data Iklim Mikro Analisis Diketahui Pengaruh Struktur RTH berbeda Rekomendasi Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

19 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi, baik yang sudah tumbuh secara alami maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung atau konservasi. Ruang terbuka hijau diklasifikasikan berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2009). ` Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dinyatakan bahwa RTH memiliki proporsi 30% dari luas wilayah kota. Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan menurut Permendagri No.1 Tahun 2007 Pasal 2 dijelaskan, yaitu : 1) menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan. 2) mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan. 3) meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. RTH memiliki fungsi utama yaitu fungsi bio-ekologis dan fungsi tambahan yakni fungsi arsitektural, sosial, dan ekonomi. Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam lingkungan perkotaan secara seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi (Purnomuhadi, 2006). Sedangkan menurut Simond (1983) fungsi dari RTH antara lain : (1) sebagai penjaga kualitas lingkungan, (2) sebagai penyumbang ruang nafas yang segar dan keindahan visual, (3) sebagai paru-paru kota, (4) sebagai penyangga sumber air tanah, (5) mencegah erosi, dan (6) unsur dan sarana pendidikan. Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasikan menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olahraga, dan pemakaman), sedangkan berdasarkan sifat dan karakter

20 6 ekologisnya RTH diklasifikasikan menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linier), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linier). Kemudian berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya, RTH diklasifikasikan menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, pertahanan dan keamanan, olahraga, dan alamiah (Laboratorium Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap, 2005 dalam Listyanti,2009). Setiap jenis RTH memiliki fungsi masing-masing secara lebih spesifik pada lahan dan ruang yang berperan penting bagi kehidupan sekitar (Tabel 1). Tabel 1 Jenis dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Jenis RTH Fungsi Ekologis Lahan Habitat, resapan air, keseimbangan ekosistem Estetika Tajuk, tegakan, pengarah, pengaman, pengisi dan pengalas Pelayanan umum Pelindung, penyangga, pemakaman Konservasi Pelestarian, perlindungan, dan pemanfaatan plasma nutfah, keanekaragaman hayati, penelitian Produksi Peningkatan produktivitas budidaya pertanian dan kehutanan Ruang Mengurangi pencemaran, meredam kebisingan, memperbaiki iklim mikro, penyangga kehidupan Keindahan, keserasian, nuansa Kenikmatan, pendidikan, kesenangan, kesehatan, interaksi. Ekonomi, kenyamanan Pelayanan masyarakat dan penyangga lingkungan kota Kenyamanan spasial, visual, audial dan thermal Seiring dengan adanya peraturan-peraturan tentang pemenuhan RTH kota, kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kesegaran udara, kenyamanan serta keindahan maka RTH berupa taman banyak dibangun. Beberapa lokasi dalam kota diantaranya hotel, tempat wisata, pusat-pusat perbelanjaan, kawasan industri, jalur hijau jalan dan ditengah persimpangan jalan (traffic island), serta daerah penyangga dalam bentuk taman kota (city park), hutan kota (urban forest), maupun hanya sekedar sabuk hijau (green belt) (Nazarudin, 1996).

21 7 2.2 Kebun Raya Kebun raya didefinisikan sebagai suatu kawasan yang mengkoleksi berbagai jenis tumbuhan dengan dasar ilmiah, informasi ilmiah yang terdokumentasi dengan baik mengenai koleksi tumbuhan-tumbuhan tersebut. Selain itu kebun raya juga didefinisikan sebagai lembaga independen, badan pemerintahan, atau suatu badan yang berkerja sama dengan institusi pendidikan dan universitas (LIPI, 2010). Menurut Pushpangadan dalam Mamiri (2008) botanic garden memegang peranan dalam konservasi spesies tumbuhan yang langka dan terancam punah. Fungsi kebun raya menurut PPRI No. 39 tahun 2002 ialah sebagai tempat konservasi ex-situ, tempat penelitian, tempat pendidikan lingkungan, dan tempat wisata. 2.3 Iklim dan Iklim Mikro Cuaca adalah gambaran kondisi fisik atmosfir (kelembaban udara, suhu udara, tekanan dan angin) yang mempunyai peran penting membentuk ekosistem. Iklim merupakan gambaran pola cuaca jangka panjang pada kawasan tertentu. Cuaca dan iklim sangat penting tidak hanya karena mempengaruhi aktivitas manusia, tetapi juga menentukan distribusi biomas dan ekosistem. Iklim merupakan kerja sama dari seluruh elemen fisik sebagai suatu sistem ekologi (Simonds, 2006). Berdasarkan luas wilayah, iklim dapat dipilah menjadi iklim makro, iklim meso, dan iklim mikro. Iklim makro memiliki jangkauan wilayah yang sangat luas, meliputi luasan satu zona iklim, kontinen, sampai pada bumi secara keseluruhan (global). Iklim meso mengkaji tentang variasi dan dinamika iklim dalam satu satuan zona iklim (intra-zona iklim). Sementara variasi dalam skala terkecil termasuk dalam cakupan iklim mikro, misalnya keadaan udara sekitar atau di bawah kanopi pohon, atau keadaan udara di dalam rumah kaca (Lakitan, 1994). Iklim mikro menurut Tromp (1980) dalam Margaretha (2007) berhubungan dengan tanaman di atas wilayah yang khas. Iklim mikro menggambarkan kondisi iklim lingkungan sekitar yang berhubungan langsung

22 8 dengan organisme hidup dekat permukaan bumi maupun pada lingkungan terbatas. Dalam Kartasapoetra (2006), menjelaskan bahwa kondisi iklim mikro di lingkungan bervegetasi lebih baik dibandingkan dengan lapangan terbuka. Dalam Brown dan Gillespie (1995), dinyatakan bahwa iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas (kecil), yang dipengaruhi oleh radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara dan curah hujan. Unsur-unsur iklim mikro memiliki peranan yang penting dalam menentukan kenyamanan suatu wilayah/kawasan karena unsur-unsur iklim tersebut secara langsung mempengaruhi kegiatan/aktivitas manusia yang berada di dalamnya. Menurut Laurie (1986) iklim ideal bagi manusia adalah udara yang bersih dengan suhu udara kurang lebih 27 C sampai dengan 28 C, dan kelembaban udara antara 40% sampai dengan 75%, udara yang tidak terperangkap dan tidak berupa angin kencang, serta keterlindungan terhadap hujan. Menurut Miller (1970) dalam Margaretha (2007) menyatakan bahwa iklim mikro banyak dipengaruhi oleh faktor lokal diantaranya karakteristik vegetasi, badan air yang kecil seperti danau, juga aktivitas manusia dapat mengubah kemurnian pada iklim mikro pada udara dan permukaan. Beberapa faktor pengendali iklim mikro diantaranya intensitas energi radiasi matahari, albedo permukaan yang bervariasi dengan warna komposit dan karakteristiknya ada permukaan bumi, distribusi daratan atau lautan dan pengaruh pegunungan atau bentuk topografi dan angin. Unsur-unsur iklim mikro terdiri dari penerimaan radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan dan arah angin. Unsur-unsur iklim tersebut mudah terpengaruh oleh perubahan pemanasan dan pendinginan permukaan tanah dan tumbuhan sekitar (Handoko, 1995). 2.4 Unsur-Unsur Iklim Mikro Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh gabungan beberapa unsur, yaitu radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, awan, presifikasi, evaporasi, tekanan udara, dan angin. Unsur-unsur iklim ini berbeda pada tempat yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu disebabkan karen adanya faktor iklim atau disebut juga dengan pengendali iklim, yaitu: (1)

23 9 ketinggian tempat, (2) latitude/ garis lintang, (3) daerah tekanan, (4) arus laut, dan (5) permukaan tanah (Kartasapoetra, 2006). Dalam Brown dan Gillespie (1995), dinyatakan bahwa unsur-unsur iklim memiliki peranan yang penting, dalam menentukan kenyamanan suatu wilayah/kawasan. Unsur-unsur iklim mikro yang mempengaruhi kenyamanan manusia sebagai berikut Suhu Udara Suhu udara merupakan gambaran umum keadaan energi suatu benda. Namun, tidak semua bentuk energi yang dikandung suatu benda dapat diwakili oleh suhu udara, seperti energi kinetik. Suhu udara dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer dan merupakan unsur iklim yang sangat penting. Suhu udara ini berubah sesuai dengan tempat dan waktu (Wikipedia, 2011). Suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama setiap periode 24 jam (variasi diurnal). Fluktuasi suhu udara berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari oleh bumi akan menyebabkan suhu udara meningkat. Pada variasi diurnal, suhu maksimum tercapai beberapa saat setelah radiasi maksimum. Suhu dipermukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor: (1) jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim; (2) pengaruh daratan atau lautan; (3) pengaruh ketinggian tempat, Braak memberikan rumusan sebagai berikut: makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka suhu akan semakin rendah; (4) pengaruh angin secara tidak langsung; (5) tipe tutupan lahan, tanah yang ditutupi vegetasi yang memiliki suhu udara lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi; (6) pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer; (7) tipe tanah, tanah yang gelap indeks suhunya lebih tinggi; (8) pengaruh sudut datang sinar matahari, sinar yang tegak lurus akan membuat suhu udara lebih panas daripada yang datangnya miring (Prawirowardoyo, 1996 dan Kartosapoetra, 2006). Suhu udara menggambarkan panas dinginnya suatu benda. Menurut Handoko (1995), suhu udara sangat erat berhubungan dengan radiasi matahari. Pada siang hari radiasi terlebih dahulu akan memanaskan tajuk bagian atas

24 10 kemudian makin ke bawah dan akhirnya lantai hutan. Pada malam hari pendinginan dimulai dari tajuk bagian atas dan akhirnya lantai hutan sehingga suhu udara terendah terdapat pada tajuk bagian atas dimana panas yang hilang relatif lebih besar daripada bagian hutan lainnya. Oleh sebab itu, tajuk hutan bagian atas merupakan suatu permukaan radiasi yang aktif. Pada umumnya, daerah bervegetasi yang tumbuh baik mampu menekan suhu udara rata-rata tahunan sebesar 1 C sampai 2 C. Fluktuasi suhu udara harian di daerah yang bervegetasi sangat rapat akan jauh lebih kecil dibandingkan daerah terbuka. T rata-rata harian = (2T T T )/4 T : suhu Di daerah tropis, manusia akan merasa relatif nyaman jika berada pada suhu udara sekitar C. Suhu udara yang cukup panas pada suatu area selain karena radiasi matahari yang tinggi yaitu rata-rata 50%, juga karena pantulan dari perkerasan jalan, bangunan maupun pantulan perkerasan lainnya yang ada pada tapak (Laurie, 1986) Kelembaban Udara Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara. Menurut Handoko (1995), kelembaban udara dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi, maupun defisit tekanan uap air. Tekanan uap jenuh tergantung suhu udara, dimana semakin tinggi suhu udara maka kapasitas untuk menampung uap air dan kelembaban udara rendah. Kelembaban udara juga berhubungan dengan keseimbangan energi, karena merupakan ukuran banyaknya energi radiasi berupa bahang laten yang dipakai untuk menguapkan air terdapat di permukaan yang menerima radiasi. Makin banyak air yang diuapkan makin lembab udaranya (Lakitan,1994). Kelembaban udara yaitu banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Angka kelembaban relatif berkisar antara 0-100%, dimana 0% artinya udara kering, sedangkan 100% artinya udara jenuh dengan uap air, dimana akan terjadi titiktitik air. Keadaan kelembaban yang tertinggi ada di khatulistiwa, sedangkan yang terendah pada lintang 40 C, yang curah hujannya relatif kecil (Prawirowardoyo, 1996).

25 11 Keterkaitan suhu udara dan kelembaban udara berhubungan dengan pengembangan dan pengerutan udara. Semakin tinggi suhu udara, kapasitas udara menampung uap air persatuan volume udara juga semakin besar. Oleh sebab itu, pada tekanan uap aktual yang tetap, kelembaban udara (RH) akan lebih kecil bila suhu udara meningkat dan akan menurun jika suhu udara turun. RH mencapai maksimum pada pagi hari sebelum matahari terbit, yang dapat menyebabkan proses pengembunan bila udara bersentuhan dengan bidang atau permukaan yang suhu udaranya lebih rendah dari suhu udara titik embun (Handoko, 1995). Perubahan kelembaban udara tidak terlalu jelas karena suhu harian yang juga sangat kecil. Besarnya kelembaban udara relatif suatu area merupakan faktor yang dapat menstimulasi curah hujan. Di Indonesia, kelembaban udara relatif ratarata harian atau bulanan relatif tetap sepanjang tahun, dengan kelembaban udara relatif tertinggi pada musim hujan dan terendah pada musim kemarau. Kelembaban udara relatif yang tinggi merupakan suatu kondisi lingkungan yang tidak nyaman bagi manusia. Kelembaban udara relatif yang ideal dimana manusia dapat beraktivitas dengan nyaman adalah sekitar 40-75% (Laurie, 1989). Pada dasarnya manusia lebih toleran terhadap kelembaban udara relatif yang lebih tinggi daripada terhadap suhu udara yang tinggi. Walaupun peningkatan kelembaban udara di daerah tropis menyebabkan kenyamanan manusia berkurang, namun gerakan air akan menimbulkan kesejukan dari segi psikologis. Posisi suatu area terhadap elemen air mempengaruhi efek penyejukan air terhadap iklim mikro area tersebut, dimana area yang terletak pada sisi arah datangnya angin dari danau tidak akan mendapatkan keuntungan dari efek penyejukan oleh angin yang bertiup melintasi danau (Brooks, 1988). Elemen penutup permukaan lahan yang berbeda sifatnya akan memberikan tingkat kelembaban udara yang berbeda pula. Pepohonan dapat meningkatkan kelembaban udara relatif lingkungan yang dinaunginya dan diperlukan untuk memberikan keteduhan yang dapat menurunkan suhu udara lingkungan (Lakitan, 1994).

26 Angin Angin merupakan gerakan atau perpindahan massa udara dari satu tempat ke tempat yang lain secara horizontal. Massa udara adalah udara dalam ukuran yang sangat besar yang mempunyai sifat fisik (suhu udara dan kelembaban udara) yang seragam dalam arah yang horizontal (Kartasapoetra, 2006). Namun menurut Lakitan (1994) angin dapat bergerak secara horizontal maupun vertikal dengan kecepatan yang bervariasi dan berfluktuasi secara dinamis. Faktor pendorong bergeraknya massa udara adalah perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat lainnya. Angin selalu bertiup dari tempat dengan tekanan udara tinggi ke tempat dengan tekanan udara yang lebih rendah. 2.5 Kenyamanan Kenyamanan merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan pengaruh keadaan lingkungan fisik atmosfer atau iklim terhadap manusia. Kondisi yang nyaman adalah kondisi dimana sebagian besar energi manusia dibebaskan untuk kerja produktif, yang berhubungan dengan usaha pengaturan suhu tubuh yang minimum. Kondisi nyaman menunjukan keadaan yang bervariasi untuk setiap individu, sehingga kenyamanan bersifat subyektif dan berhubungan dengan keadaan tingkat aktivitas, pakaian, suhu udara, kecepatan angin, rata-rata suhu pancaran radiasi dan kelembaban udara (Gates, 1972). Menurut Lakitan (1994), kenyamanan suatu daerah juga sangat dipengaruhi oleh iklim mikro setempat, karena secara langsung unsur-unsur iklim akan terlibat dalam aktivitas dan metabolisme manusia yang ada di dalamnya. Namun untuk menentukan tingkat kenyamanan suatu daerah, kita tidak dapat menggunakan semua parameter iklim secara langsung. Suhu udara dan kelembaban udara merupakan parameter iklim yang biasa digunakan dalam mempelajari masalah kenyamanan udara (Gates, 1972 dan Brooks, 1988) yang dinyatakan dalam bentuk Indeks Suhu Kelembaban atau Temperature Humidity Index (THI). Menurut Laurie (1986) dinyatakan bahwa Indeks Kenyamanan dalam kondisi nyaman ideal berada pada kisaran THI Nilai THI ini dipengaruhi oleh besarnya suhu udara ( C) dan kelembaban udara (%). Semakin tinggi suhu

27 13 udara maka kelembaban udara harus diturunkan untuk mendapatkan nilai THI yang sama, dan begitu pula sebaliknya. Elemen lanskap yang banyak mempengaruhi kenyamanan di suatu tapak yaitu tanaman. Tanaman memberikan manfaat yang sangat besar bagi bumi. Tanaman dapat mengurangi sinar dan pantulannya, baik dari cahaya matahari maupun sinar lampu kendaraan, dan menutupi pemandangan yang tidak diinginkan, membentuk ruang yang pribadi, dan dapat menegaskan pandangan ke arah pemandangan yang diinginkan. Carpanter et al (1975) mengatakan tanaman dapat mengontrol radiasi matahari dan suhu tanaman mampu merubah dan memodifikasi suhu udara melalui pengontrolan radiasi matahari dengan proses evapotranspirasi. Tanaman memberikan keteduhan dengan adanya efek bayangan yang dapat melindungi pengguna suatu tapak dari panas matahari dan menyaring radiasi matahari 60% - 90%, serta dapat mempercepat hilangnya radiasi yang diserap. Dengan fungsinya ini, tanaman dapat menciptakan rasa nyaman pada suatu tapak. Menurut Vitasari (2004), pohon yang baik dalam memberikan naungan adalah pohon yang memiliki kriteria tinggi sedang yaitu < 15 meter, bentuk tajuk spreading, globular, dome, irigular, dan piramida. Daun memiliki kerapatan yang tinggi dengan massa daun padat, percabangan 5 meter di atas tanah, serta ditanam secara kontinyu agar mendapatkan hasil yang maksimal. Menurut Simonds (1983), pohon yang memiliki batas kanopi yang tinggi berguna untuk menangkap radiasi matahari. Kriteria tanaman yang dapat digunakan untuk menghalangi sinar matahari dan menurunkan suhu yaitu : a) memiliki tajuk yang lebar b) bentuk daun lebar dengan kerapatan tinggi c) ketinggian kanopi lebih dari 2 meter. 2.6 Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro RTH di kota memiliki tiga manfaat sekaligus yakni ekologis, estetika, dan sosial. RTH sangat penting, mengingat tumbuh-tumbuhan mempunyai peranan sangat penting dalam alam, yaitu dapat dikategorikan menjadi fungsi lanskap (sosial dan fisik), fungsi lingkungan (ekologi) dan fungsi estetika (keindahan).

28 14 Akan tetapi keberadaan RTH di kota yang memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas akan menurunkan kenyamanan kota karena terjadi penuruanan kapasitas dan daya dukung wilayah. Selain memperluas RTH, apabila Pemerintah kota dapat mengembangkan dan membangun RTH yang berstruktur dengan keanekaragam tumbuhan dan jumlah yang banyak serta ditata dengan baik. Dengan demikian, RTH tersebut dapat memenuhi tingkat kenyamanan yang dikehendaki, karena RTH dapat memodifikasi iklim mikro. Kualitas RTH berkaitan dengan jumlah pepohonan yang rindang. Semakin banyak jumlah pohon yang rindang di perkotaan, maka radiasi matahari tidak langsung sampai ke bumi tetapi tertahan oleh tajuk pohon sehingga suhu udara disekitarnya menjadi menurun atau rendah yang memberikan kenyaman kepada masyarakat di sekitarnya. Perubahan iklim terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang cukup panjang antara tahun. Walaupun terjadi terjadi secara perlahan, menurut Astani (2007) perubahan iklim memberikan dampak yang sangat besar pada kehidupan manusia. Sebagian besar wilayah menjadi panas, sementara bagian lainya akan berubah menjadi dingin. Kenyamanan menjadi faktor penting bagi penduduk dalam memilih tempat tinggal, sedangkan unsurunsur iklim sangat menentukan kenyamanan. Faktor iklim yang berpengaruh pada kenyamanan diantaranya suhu udara, radiasi matahari, curah hujan, kelembaban udara, dan angin. Setiap kawasan memiliki nilai dari unsur-unsur iklim tersendiri tergantung pada kawasannya.

29 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini yaitu dimulai pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan September Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian adalah Kebun Raya Cibodas (KRC) yang berada di Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Cianjur, Jawa Barat (Gambar 2). Gambar 2 Lokasi Penelitian U Tanpa Skala Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian Sumber: dan LIPI (Kebun Raya Cibodas)

30 Batasan Penelitian Penelitian yang dilakukan di KRC hanya sebatas menganalisis pengaruh RTH terhadap iklim mikro dengan membandingkan data hasil pengukuran lapang secara berkala pada struktur RTH yang terdapat di KRC. Unsur iklim mikro yang yang diukur pun hanya tiga unsur seperti yang telah disebutkan pada kerangka pikir sebelumnya yaitu suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin. Selain itu, dilakukan analisis karakteristik struktural hanya pada setiap struktur RTH yang diukur iklim mikronya. Hasil dari penelitian ini yaitu dapat terlihatnya perbedaan iklim mikro pada area KRC yang dibedakan menjadi tiga lokasi sebagai perbandingan. 3.3 Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan data, pengolahan dan analisis data serta untuk keperluan penyajian hasil, alat dan bahan tersebut yaitu (Tabel 2). Tabel 2 Alat dan Bahan Penelitian Alat/Bahan Tiga perangkat alat pengukur iklim mikro digital Mini Microclimate Station HeavyWeather Tipe WS2355 Tiga Tripod kamera Kamera Digital Peta Kawasan KRC AutoCad 2009 Software HeavyWeather Kegunaan Mengukur iklim mikro Meletakkan alat pengukur iklim mikro Merekam kondisi lokasi pengambilan data Data map awal dalam menuntun turun lapang Menentukan titik pengambilan data Menampilkan data iklim mikro dari alat Salah satu alat penting yang digunakan selama penelitian adalah alat pengukur iklim mikro digital Mini Microclimate Station HeavyWeather. Alat pengukur iklim mikro tersebut terdiri dari beberapa bagian seperti yang terlihat pada Gambar 3 yaitu alat pengukur kecepatan angin, alat pengukur suhu udara dan kelembaban udara, dan monitor sebagai perekam data.

31 17 Pengukur Kecepatan dan Arah Angin Pengukur Suhu dan Kelembaban Layar Penampil Dan Penyimpan Data Gambar 3 Seperangkat Alat Mini Microclimate Station HeavyWeather Tipe WS Metode dan Tahapan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yang digunakan terdiri dari dua yaitu deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk melihat dan membandingkan pengaruh antar struktur RTH yang telah diukur suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin berdasarkan hasil pengukuran dan karakteristik struktural. Dan metode kuantitatif digunakan dalam menganalisis kenyamanan berdasarkan

32 18 perhitungan suhu udara dan kelembaban udara untuk memperoleh nilai Temperature Humidity Index (THI) serta Skala Beaufort untuk menganalisis kenyamanan berdasarkan kecepatan angin. Penelitian ini dilakukan dengan empat tahapan, yaitu : (1) persiapan dan survei lokasi penelitian, (2) pengumpulan data, (3) pengolahan data dan analisis, dan (4) perumusan rekomendasi Tahap Persiapan dan Survei Lokasi Penelitian Tahap awal yang dilakukan untuk memulai penelitian yaitu melakukan perijinan kepada pengelola Kebun Raya Cibodas dengan menyerahkan surat ijin dari Departemen Arsitektur Lanskap IPB. Setelah menerima surat balasan bahwa diijinkan untuk melakukan penelitian, tahap selanjutnya yaitu survei untuk menentukan beberapa lokasi yang akan digunakan sebagai lokasi penelitian yang diawali dengan melihat peta lalu dilanjutkan dengan survei lapang sebagai tahap pengecekan lokasi (ground check), serta mempersiapkan alat yang akan digunakan. Persiapan alat berupa seperangkat alat Heavyweather dan alat pengolah data (perangkat keras dan perangkat lunak) Tahap Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan tahapan pengambilan atau pengumpulan data yang telah ditentukan sebelumnya yaitu data unsur-unsur iklim dari setiap struktur RTH. Data-data yang diibutuhkan untuk penelitian didapatkan dari beberapa sumber seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Data yang Dibutuhkan Saat Penelitian Jenis Data Parameter Sumber Lokasi Letak Kebun Raya Cibodas (KRC) Luas KRC Iklim -temperatur KRC, Lapang -Kelembaban KRC, Lapang -Kecepatan Angin Vegetasi Nama Spesies dan Presentase Penutupan KRC, Lapang KRC, Lapang

33 19 Langkah awal, sebelum dilakukan pengambilan data primer, pembagian tempat pengambilan data iklim mikro ditentukan terlebih dahulu. Tempat pengambilan data iklim mikro dapat dilihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4, terlihat bahwa pengambilan data iklim mikro akan dilakukan pada struktur RTH pohon, semak, dan lawn/rumput yang tersebar pada sembilan titik dan tiga lokasi. Untuk menentukan lokasi tersebut pada KRC, dilakukan beberapa tahap penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro (Gambar 5). Pada Gambar 5, terlihat bahwa lokasi penelitian terbagi menjadi tiga buah lokasi. Pembagian lokasi tersebut dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh lokasi terhadap iklim mikro. Pada setiap lokasi, dilakukan pengukuran di tiga buah titik pengambilan data. Ketiga buah titik berfungsi sebagai ulangan pada pengukuran di setiap lokasi. Pada masing-masing titik dilakukan pengukuran iklim mikro pada struktur RTH pohon, semak, dan lawn/rumput.

34 20 Pusat KRC KRC Tengah KRC Tepi KRC Gambar 4 Bagan Lokasi Pengambilan Data Iklim Mikro

35 21 Penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro sesuai Gambar 4 dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu: 1) membagi lokasi penelitian menjadi tiga lokasi yaitu Lokasi 1(pusat), Lokasi 2 (tengah), dan Lokasi 3 (tepi) pada peta. Pembagian area dilakukan dengan cara membagi area KRC menjadi tiga lingkaran dari pusat hingga ke tepi; 2) menentukan lokasi pengukuran iklim mikro dengan metode sampling vegetasi garis. Metode ini dilakukan dengan cara membuat garis-garis imajiner pada peta. Setelah itu, dilakukan survai untuk mengetahui sebaran struktur RTH; 3) memilih tiga buah garis yang melewati RTH yang memiliki keragaman struktur. Garis yang dipilih adalah garis yang melewati RTH dengan keanekaragaman struktur seperti pohon, semak, dan lawn/rumput; dan 4) memilih tiga buah titik pada setiap garis yang mewakili setiap area. Titik yang dipilih harus memiliki struktur RTH pohon, semak, dan lawn/rumput di dalamnya. Titik pengambilan data yang terletak di Lokasi 1 (pusat) adalah titik 1, 2, dan 3. Titik pengambilan data yang terletak di Lokasi 2 (tengah) adalah titik 4, 5, dan 6. Titik pengambilan data yang terletak di Lokasi 3 (tepi) adalah titik 7, 8, dan 9. Setelah titik ditentukan, pada setiap titik, ditentukan struktur RTH pohon, semak, dan lawn/rumput yang digunakan untuk pengukuran. Struktur RTH pohon, semak, dan lawn/ rumput yang dipilih pada setiap titik untuk pengambilan data adalah struktur RTH yang dilewati oleh garis imajiner. Jarak antar struktur RTH yang berbeda pada satu titik yaitu sekitar 5 meter. Tahap penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro dapat dilihat pada Gambar 5.

36 22 1. Membagi KRC ke dalam 3 lokasi 2. Membuat garis-garis imajiner pada peta 3. Menentukan 3 buah garis U 4. Menentukan titik pengambilan data Tanpa Skala Gambar 5 Tahap Penentuan Lokasi Pengambilan Data Iklim Mikro Setelah struktur RTH yang digunakan pengambilan data ditentukan, dilakukan identifikasi struktur RTH dan pengukuran iklim mikro. Pengukuran iklim mikro dilaksanakan dengan jadwal sesuai pada Tabel 4. Pengukuran pun dilakukan pada hari-hari kerja yaitu senin hingga jumat. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi pengaruh suhu tubuh yang dihasilkan dari pengunjung yang datang.

37 23 Tabel 4 Teknik Pengambilan Data Lokasi Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Keterangan : Alat Ukur Hari Phn 1 Smk 1 Lawn 1 : Seperangkat Alat Ukur I : Seperangkat Alat Ukur II : Seperangkat Alat Ukur III Titik Pengambilan Phn Smk Lawn Phn 3 : Seperangkat Mini Microclimate Station HeavyWeather Smk 3 Lawn 3 Data yang diperoleh dari lokasi penelitian diantaranya, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Ketiga data tersebut diperoleh menggunakan seperangkat alat Mini Microclimate Station HeavyWeather. Cara kerja alat tersebut yaitu: 1) meng-install Software HeavyWeather pada komputer sebagai langkah awal untuk penggunaan seperangkat alat tersebut; 2) mengatur alat yang bekerja sebagai alat yang menampilkan data-data dari setiap alat pengukur iklim Mini Microclimate Station HeavyWeather, pengumpul data dan sekaligus sebagai penyimpan data. Alat diatur berdasarkan teknik pengambilan data yang telah ditentukan. Pada penelitian ini alat diatur untuk menampilkan data per menit selama satu jam setiap harinya. Setelah pengaturan, alat siap digunakan di lapang; 3) memasangkan alat untuk mengukur kecepatan angin pada tiang/tripod kamera dengan keteinggian 1 meter dari permukaan tanah; 4) meletakkan alat pengukur suhu udara dan kelembaban udara berdekatan dengan alat pengukur kecepatan angin dengan ketinggian 20 cm dari permukaan tanah;

38 24 5) selanjutnya alat tersebut diletakkan pada titik pengambilan data, lalu kemudian kabel yang terdapat pada alat pengukur angin disambungkan pada alat pengukur suhu udara dan kelembaban udara yang berperan sebagai stasiun penerima data selanjutnya data tersebut akan di transfer pada alat penampil data kemudian akan disimpannya; dan 6) langkah terakhir setelah waktu pengambilan data selesai, kemudian alat penyimpan data tersebut disambungkan dengan komputer yang telah diinstall sebelumnya untuk mentransfer data yang didapatkan, lalu data tersebut di munculkan dalam bentuk tabel pada program Microsoft Excel. Data diambil setiap menit dari alat Mini Microclimate Station HeavyWeather yang dilakukan pengukuran selama satu jam sehingga dihasilkan 60 data dengan menggunakan 3 alat yang berbeda tersebut secara bersama-sama. Data diambil pada pukul WIB, waktu tersebut merupakan waktu dimana radiasi matahri secara maksimal sehingga akan didapatkan kondisi terburuk dari setiap unsur iklim yang diukur. Alat ini diletakkan pada jari-jari tajuk pohon (di bawah tajuk pohon), jari-jari tajuk semak (di bawah tajuk semak), dan pada titik lawn/rumput yang tidak ternaungi. Kemudian data tersebut ditampilkan pada Software HeavyWeather selanjutnya ditransfer pada Software Miscrosoft Excel sehingga data dapat diolah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada Gambar 6 merupakan tampilan dari Software HeavyWeather.

39 25 Kecepatan dan Arah Angin Kelembaban Udara Curah Hujan Suhu udara Tombol untuk melihat data yang telah terkumpul a) Software HeavyWeather b) Data yang Terekam Gambar 6 Data-data yang Terekam Dari Alat Mini Microclimate Station HeavyWeather

40 Tahap Pengolahan Data dan Analisis Pengolahan data suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Miscrosoft Exel Setelah pengumpulan data selesai, didapatkan data karakteristik struktural dan iklim mikro pada berbagai struktur RTH yang tersebar di berbagai titik pengambilan data. Titik-titik pada setiap lokasi yang sama berfungsi sebagai ulangan sehingga data iklim mikro pada struktur RTH yang sama maupun berbeda dalam satu lokasi dirata-ratakan. Data iklim mikro pada struktur RTH yang sama dikelompokkan sesuai lokasinya. Untuk mencari hubungan antara struktur RTH dan iklim mikro yang telah dihasilkan, dilakukan analisis deskriptif dengan cara membandingkan hasil pengukuran iklim mikro dengan karakteristik struktur RTH. Untuk mengetahui pengaruh struktur RTH terhadap unsur iklim mikro dilakukan analisis dengan parameter penilaian. Parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 untuk analisis pengaruh struktur RTH terhadap suhu udara, Tabel 6 untuk analisis pengaruh struktur RTH terhadap kelembaban udara, dan Tabel 7 untuk analisis pengaruh struktur RTH yang dapat mengarahkan angin. Tabel 5 Parameter Analisis Pengaruh Struktur RTH Terhadap Suhu Udara Karakteristik Struktural Meningkatkan Suhu Udara Menurunkan Suhu Udara Bentuk Tajuk Kolumnar Piramidal Horisontal Bulat Penanaman Berjejer Tunggal Berkelompok Tinggi Tinggi (>15 m) Sedang (6-15 m) Rendah (1-6 m) Sangat rendah (<1 m) Kepadatan tajuk Padat Sedang Rendah Sumber : Scudo (2002)

41 27 Tabel 6 Parameter Analisis Pengaruh Struktur RTH Terhadap Kelembaban Udara Karakteristik Struktural Meningkatkan RH Menurunkan RH Bentuk Tajuk Kolumnar Piramidal Horisontal Bulat Penanaman Berjejer Tunggal Berkelompok Tinggi Tinggi (>15 m) Sedang (6-15 m) Rendah (1-6 m) Sangat rendah (<1 m) Kepadatan tajuk Padat Sedang Rendah Sumber : Scudo (2002) Tabel 7 Parameter Analisis Pengaruh Struktur RTH Terhadap Kecepatan Angin Karakteristik Struktural Menghalangi Menyimpang Menyaring Mengarahkan Angin kan Angin Angin Angin Kolumnar Piramidal Bentuk Tajuk Horisontal Bulat Berjejer Penanaman Tunggal Berkelompok Tinggi Sedang Tinggi Rendah Sangat Rendah Padat Kepadatan Tajuk Sedang Rendah Sumber : Scudo (2002)

42 28 Pada struktur RTH rumput berasal dari spesies yang sama oleh sebab itu, analisis pengaruh struktur RTH rumput terhadap iklim mikro tidak dilihat dari karakteristik strukturalnya, melainkan dari kondisi lingkungannya. Parameter analisis kondisi lingkungan terhadap suhu udara dan kelembaban udara yang diamati yaitu ada/tidaknya naungan di sekitar lokasi pengamatan. Sementara itu, untuk parameter kecepatan angin, diamati dengan melihat ada/tidaknya struktur pengarah dan penghalang angin di sekitar lokasi pengamatan. Selain dilakukan analisis pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro pada setiap struktur RTH, dilakukan pula analisis kenyamanan diantaranya sebagai berikut. Analisis kenyamanan berdasarkan data suhu udara dan kelembaban udara maka dapat dihitung Temperature Humadity Indeks (THI). Menurut Lutgens dan Rarbuck (1982) dalam dahlan (2004), untuk mengkaji indeks kenyamanan di suatu lokasi digunakan rumus: THI = 0,8T + RH x T 500 THI : Temperature Humadity Index T : suhu udara ( C) RH : kelembaban nisbi udara (%) indeks kenyamanan di suatu lokasi dikategorikan sebagai berikut : THI = ( nyaman) THI > 27 (tidak nyaman) (Laurie, 1986). Kecepatan angin pun dianalisis untuk mengetahui kenyamanan angin pada lokasi pengukuran dengan menggunakan Tabel Skala Beaufort (Tabel 8) sebagai acuan analisis kecepatan angin berdasarkan data hasil pengukuran lapang dengan menggunakan alat mini Microclimate Station HeavyWeather. Analisis kecepatan angin dengan menggunakan tabel Skala Beaufort tersebut sebagai parameter kecepatan angin agar dapat diketahui kecepatan angin di area KRC untuk kenyamanan pengunjung.

43 29 Tabel 8 Skala Beaufort Skala Beaufort Tingkatan Kecepatan (m/s) 0 Tenang <0,3 1 Teduh 0,3-2 2 Sepoi lemah Sepoi lembut Sepoi sedang Sepoi segar 8,1-10,6 6 Sepoi kuat 10,8-13,6 7 Angin ribut lemah 13,9-16,9 8 Angin ribut sedang 17,2-20,6 9 Angin ribut kuat 20,8-24,4 10 Badai 24,7-28,3 11 Badai Amuk 28,6-32,5 12 Topan >32,8 Tingkatan sepoi lemah dengan kecepatan angin 2 3 m/s merupakan batas nyaman untuk manusia karena pada tingkatan tersebut angin sudah berasa pada kulit Perumusan rekomendasi Tahap ini merupakan tahap akhir yang akan menghasilkan rekomendasi. Rekomendasi untuk RTH ini selanjutnya bertujuan untuk perbaikan aspek fungsi ekologis RTH pada setiap kota dengan karakteristik yang berbeda-beda. Rekomendasi ini dilakukan jika telah diketahui kebutuhan RTH dengan karakteristik tertentu khususnya yang terlihat berdasarkan struktur RTH. Rekomendasi diperoleh dari hasil analisis yang sudah dilakukan dan dapat berguna sebagai masukan bagi pengelola kebun raya atau bentuk RTH lainnya pada masa yang akan datang. Agar lebih jelas dapat melihat tahapan penelitian pada Gambar 7 berikut ini.

44 30 Persiapan Survai Lapang Pengumpulan Data Sekunder Persiapan Pengumpulan Data Pengukuran Iklim Mikro Analisis Deskriptif kualitatif Analisis Deskriftif Kuantitatif Pengolahan Data dan Analisis Rekomendasi Penyajian Hasil Gambar 7 Bagan Alur Tahapan Penelitian

45 31 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Sejarah Kebun Raya Kebun raya Cibodas didirikan pada tanggal 11 April 1852 oleh Johannes Ellias Teijsmann, seorang kurator Kebun Raya Bogor, dengan nama Bergtuin te Tjibodas (Kebun Pegunungan Cibodas). Pada awalnya dimaksudkan sebagai tempat aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan asal luar negeri yang mempunyai nilai penting dan ekonomi yang tinggi, salah satunya adalah Pohon Kina (Cinchona calisaya). Kemudian berkembang menjadi bagian dari Kebun Raya Bogor dengan nama Cabang Balai Kebun Raya Cibodas. Mulai tahun 2003 status Kebun Raya Cibodas menjadi lebih mandiri sebagai Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas di bawah Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dalam kedeputian Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 4.2 Keadaan Fisik Kebun Raya Kebun Raya Cibodas (KRC) merupakan salah satu kebun raya yang terdapat di Indonesia. KRC terletak di Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Cianjur, Jawa Barat. Pintu Gerbang utama KRC terletak di kaki Gunung Gede Pangrango, sekitar 40 km sebelah tenggara Bogor, 25 km sebelah tenggara Cianjur dan terletak 4 km dari Desa Cimacan yang terletak di tepi jalan raya utama yang menghubungkan Jakarta dan Bogor dengan Bandung melalui jalur puncak. Kebun Raya Cibodas berada di lereng utama Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) dengan ketinggian m diatas permukaan laut. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, sebelah tenggara berbatasan dengan Kabupaten Bogor, sebelah selatan dan barat berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dengan luas KRC 84,99 hektar. Kebun Raya Cibodas memiliki kelembaban udara rata-rata : 89,28%, temperatur maksimal 26,44 C, temperatur minimal 17,04 C, temperatur rata-rata 21,74 C, jumlah hari hujan : 68 hari dan jumlah hari cerah 170 hari (Januari- Desember 2010). KRC termasuk daerah basah dengan curah hujan per tahun

46 32 sebesar 3380 mm. Letak KRC yang berada di lereng gunung TNGP membuat KRC berhawa sejuk. Topografi sangat bervariasi mulai dari datar, bergelombang, berbukit hingga curam. 4.3 Fungsi Kebun Raya Pada awalnya KRC berfungsi sebagai area penanaman tanaman yang sudah tidak bisa ditampung oleh Kebun Raya Bogor. Pada saat itu KRC bernama Bergtuin te Tjibodas (Kebun Pegunungan Cibodas). Akan tetapi kebun raya cibodas berfungsi untuk inventarisasi, eksplorasi, dan konservasi tumbuhan dari dataran tinggi basah, menyediakan jasa pelayanan landscape floriculture, fasilitas penelitian, dan pendidikan serta area wisata dan rekreasi masyarakat. Kebun Raya Cibodas memiliki status sebagai unit pelaksanaan teknis konservasi tumbuhan Kebun Raya Cibodas dibawah Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dalam Kadeputian Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kebun Raya Cibodas secara keseluruhan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. KRC-LIPI memiliki koleksi tanaman berupa 700 jenis koleksi biji dan 4852 koleksi herbarium. Koleksi tanaman KRC terbagi kedalam koleksi di kebun dan koleksi di rumah kaca. Koleksi di kebun berupa tanaman-tanaman khas seperti pohon kina (Cinchona pubescens), pohon bunya-bunya (Araucararia bidwill), rhododendron (Rhododendron javanicum), cemara (Cupressus Spp) dan koleksi lainnya. Koleksi di rumah kaca berupa koleksi anggrek, kaktus, dan sekulen serta koleksi lainnya. Selain flora, terdapat pula fauna berupa burungburung endemik khas pegunungan seperti burung puyuh dan perenjak jawa serta terdapat satwa primata (lutung). Fungsi Kebun Raya Cibodas menurut Laporan Tahunan 2009 UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas : 1) pelayanan, inventarisasi, eksplorasi, konservasi, dan reintroduksi jenis tumbuhan dataran tinggi basah khususnya kawasan barat Indonesia yang memiliki nilai ilmu pengetahuan dan potensi ekonomi, pengembangan dan pendokumentasian biodata jenis tumbuhan koleksi yang berkaitan dengan konservasi ex-situ;

47 33 2) memberikan pelayanan jasa ilmiah di bidang arsitektur lanskap, permasyarakatan ilmu pengetahuan dalam bidang konservasi tumbuhan dan introduksi tumbuhan; dan 3) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. Tujuan dari KRC menurut Rencana Strategis Kebun Raya : 1) mengkonservasi tumbuhan Indonesia dan tumbuhan tropika; 2) melakukan reintroduksi atau pemulihan tumbuhan langka; 3) memfasilitasi pembangunan kawasan konservasi ex-situ tumbuhan; 4) meningkatkan jumlah dan mutu penelitian terhadap konservasi dan pendayagunaan; 5) meningkatkan pendidikan lingkungan; dan 6) meningkatkan pelayanan jasa dan informasi mengenai kebun raya. Tugas dari Kebun Raya Cibodas sebagai tempat konservasi yaitu penambahan koleksi, pengelolaan pangkalan data, perluasan lahan konservasi, reintroduksi dan introduksi, penelitian, pendidikan lingkungan, serta pariwisata dan pelayanan umum. 4.4 Penggunaan Area Kebun Raya KRC dibagi kedalam tiga area yaitu (1) area pelayanan, (2) area koleksi, dan (3) area rekreasi. Area pelayanan meliputi area penerimaan (welcome area) dan wisma tamu (guest house). Area koleksi meliputi Taman Rhododendron, Taman Sakura, Taman Lumut, Jalan Araucaria, kebun koleksi paku-pakuan, koleksi kayu putih, koleksi magnolia, koleksi tanaman obat, dan rumah kaca. Area rekreasi meliputi Air Terjun Cibogo, lawn area, kolam, dan Air Terjun Ciismun. Kebun raya ini juga menawarkan objek-objek rekreasi yang menarik dan memiliki nilai estetika (vantage point). Objek-objek ini berada pada area pelayanan yaitu area penerimaan (welcome area) dan wisma tamu (guest house), area koleksi yaitu Taman Rhododendron, Taman Sakura, koleksi paku-pakuan, Jalan Araucaria, serta area rekreasi yaitu Jalan Air, lawn area, kolam, Air Terjun Cibogo dan Air Terjun Ciismun. Selain area rekreasi, KRC juga didukung oleh fasilitas gazebo, bangku taman, dan fasilitas lainnya. Area-area rekreasi ini dapat

48 34 diakses baik dengan menggunakan kendaraan maupun berjalan kaki. Akses objek rekreasi KRC : 1) Area Penerimaan (Welcome Area) Area penerimaan berfungsi sebagai area pelayanan KRC, pembelian tiket, serta area rekreasi. Di area ini terdapat papan nama KRC, papan peta KRC, loket tiket, perpustakaan, rumah anggrek, shelter, dan lawn area. 2) Wisma Tamu (Guest House) Wisma tamu berfungsi sebagai tempat istirahat bagi pengunjung. Wisma tamu ini yaitu Guest House Sakura dan Guest House Medinila. Bangunan wisma tamu memiliki kondisi fisik yang baik dan terawat. Wisma tamu KRC berbahan material kayu. Selain itu terdapat pekarangan yang ditanami rumput dan bungabungaan di depan wisma tamu ini. 3) Taman Rhododendron Taman Rhododendron berfungsi sebagai area koleksi rhododendron sekaligus rekreasi bagi pengunjung KRC. Tanaman Rhododendron yang terdapat di taman ini yaitu vegetasi asli Indonesia yaitu Rhododendron aegregoride dan jenis introduksi yaitu Rhododendron mucronutum dan Rhododendron sinense. Selain itu terdapat juga tanaman kaktus dan tanaman lainnya. Taman ini memiliki akses jalan berupa jalan berpaving yang terjal. 4) Taman Sakura Taman Sakura merupakan taman koleksi yang mengkoleksi sakura (Prunus cerasoides) yang berasal dari Himalaya. Taman ini memiliki luas 5000 m 2 dan ditanami 200 pohon sakura. Tanaman ini berbunga dua kali dalam setahun sehingga jika tidak sedang berbunga tanaman ini terlihat kering tanpa daun (meranggas) sehingga taman terkesan panas. Selain itu taman ini juga memiliki beberapa jenis tanaman sakura yaitu Prunus costata yang berasal dari Papua dan Prunus arborea yang berasal dari Jawa. Taman Sakura dilewati oleh jalan air yang mengalir membelah taman ini sehingga selain dapat berekreasi pasif di area lawn. Pengunjung juga dapat rekreasi aktif (bermain air) pada area ini. Di Taman Sakura terdapat beberapa gazebo sebagai tempat istirahat dan lawn sebagai tempat rekreasi.

49 35 5) Kebun Koleksi Paku-Pakuan Kebun koleksi berfungsi untuk mengkoleksi tanaman paku-pakuan KRC. Di kebun ini telah tedapat koleksi paku-pakuan sebanyak 24 jenis yang berasal dari seluruh Indonesia. Di kebun ini terdapat Dicsonia blumei yaitu paku sutra yang berasal dari Australia. Tanaman ini memiliki penampilan yang menarik karena berwarna keemasan dan memiliki bulu-bulu yang menutup pucuk dan pangkal daun sepert sutra yang berwarna kuning keemasan. Beberapa jenis pakupakuan yang ada di taman ini yaitu Cyatea contaminami, Adiantum spp, Iselligueia feei, dan Todea barbara. Di kebun koleks juga terdapat rumah kaca untuk tanaman paku-pakuan. 6) Jalan Araucaria Jalan Araucaria merupakan salah satu jalan di KRC yang berfungsi sebagai akses menuju area lawn, kolam besar, wisma tamu dan Air Terjun Ciismun serta berfungsi sebagai area koleksi tanaman bunya-bunya. Jalan ini merupakan jalan berbatu yang disisi kanan kirinya diapit oleh pohon Araucaria yang menjulang tinggi sehingga membentuk suatu jalan lorong. Di sisi tepi Jalan Araucaria dialiri oleh air jernih. Tanaman bunya-bunya (Araucaria bidwilii) berasal dari Australia dan ditanam sejak tahun Pada sisi tepi jalan juga disediakan tempat duduk sebagai tempat istirahat dan dapat melihat pemandangan yang ada di sekitar Jalan Araucaria. 7) Jalan Air Jalan Air merupakan jalan aspal yang dilalui air dan berfungsi sebagai area rekreasi aktif bagi pengunjung. Pada area ini tidak terdapat fasilitas rekreasi tetapi pengunjung dapat bermain air pada area ini. Aliran air jalan ini membelah Taman Sakura. 8) Padang Rumput (Lawn) Lawn area berfungsi sebagai area piknik, social gathering, bermain, area outbound, serta pelaksanaan acara-acara pengunjung. Lawn area diapit oleh deretan pohon Araucaria, cemara dan pohon-pohon lainnya. Di atas lawn terdapat bangunan kafe KRC. Area ini memiliki topografi dari landai hingga berlereng.

50 36 9) Kolam Kolam berfungsi sebagai area rekreasi bagi pengunjung KRC. Kolam terletak di bawah area lawn. Pada kolam ini terdapat ar mancur, tumbuhan air, dan ikan sebagai daya tarik kolam. Selain itu di area ini juga terdapat tempat duduk dan gazebo sebagai tempat istirahat. 10) Air Terjun Cibogo Air Terjun Cibogo merupakan area rekreasi aktif bagi pengunjung KRC. Pada area ini tidak terdapat sarana dan fasilitas tetapi pengunjung dapat bermain air di area ini. Air terjun buatan ini terdapat di dekat Jalan Air dan Taman Sakura. 11) Air Terjun Ciismun Air terjun ini merupakan air terjun yang terbentuk secara alami yang berfungsi sebagai area rekreasi air di KRC. Jalan menuju air terjun ini merupakan jalan berbatu dan terdapat jalan turun yang berbentuk tangga berbatu dengan kondisi rusak. Area air terjun ini diapit oleh dua dinding lereng. Terdapat beberapa area dinding lereng yang gundul tanpa penutup lahan oleh vegetasi. Selain itu terdapat susunan batu-batuan yang dibuat oleh pengelola KRC yang berada di aliran air yang berasal dari air terjun. Air terjun ini lebih tinggi dan lebih besar dibandingkan air terjun Cibogo. Vegetasi pada area ini berupa semak khas dataran tinggi berupa tanaman paku-pakuan. Di dalam area ini terdapat toilet dan bangunan warung. 4.5 Titik-Titik Lokasi Pengambilan Data Lokasi pengambilan data terdiri atas beberapa area objek wisata KRC dan beberapa area yang bertepatan dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP). Lokasi pengambilan data ditentukan dengan mengambil pola menjari dengan bantuan garis linier yang disesuaikan dengan bentuk tapak yakni menyerupai bentuk jajar genjang seperti telah dijelaskan pada tahapan penelitian. Hal ini dilakukan agar didapatkan radius pada tiga lokasi tersebut. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 8.

51 37

52 38 Lokasi 1 terdapat pada area kolam besar yang merupakan salah satu objek menarik bagi pengunjung. Pada area ini lebih didominasi oleh hamparan rumput yang luas dengan beberapa pohon cemara dan semak sebagai elemen lanskap pendukungnya. Lokasi 1 memiliki topografi yang cenderung datar hingga landai sehingga pada area ini banyak digunakan oleh keluarga maupun suatu kelompok tertentu sebagai tempat berkumpul dan menikmati keindahan alam pegunungan. Titik-titik pengambilan data berada di tengah hamparan rumput (lawn). Titik lokasi tersebut terdiri dari tiga titik yang memiliki struktur pohon, tiga titik yang memiliki struktur semak, dan tiga titik yang memiliki struktur hamparan rumput (lawn area). Struktur pohon sebagai sample diambil cemara norflok (Araucaria heterophylla) di satu titik dan Araucaria cunninghamii di dua titik lainnya. Pengambilan data untuk struktur semak pada lokasi yang ditentukan berkendala dengan jarak yang jauh. Untuk mengatasi kondisi tersebut, sample struktur semak diganti dengan pohon cemara (Araucaria cunninghamii) yang baru ditanam dan memiliki tinggi masih dibawah 2 meter di dua titik pada lokasi 1. Pada 1 titik lainnya terdapat semak yaitu Calliandra calothyrsus dan pada titik lawn area (hamparan rumput) sendiri, rumput yang terdapat di tiga titik pengambilan data tersebut memiliki jenis rumput yang sama yaitu Axonopus compressus. Aktivitas pengunjung sering berpusat pada Lokasi 1 karena merupakan area yang menjadi pusat wisata dengan berbagai macam fasilitas yang dapat menunjang wisata pada KRC ini. Secara keseluruhan setiap lokasi memiliki 9 titik pengambilan data berdasarkan struktur RTH yang diukur data iklimnya. Jarak antar titik di Lokasi 1 kurang lebih 5 meter. Titik-titik pengambilan data tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.

53 39

54 40 Lokasi 2 terdapat pada area-area yang berbatasan dengan taman nasional dan area objek wisata tanaman obat. Pada Lokasi 2 ini struktur RTH yang terdapat di dalamnya cenderung lebih masiv atau rapat. Kebalikan dari Lokasi 1, Lokasi 2 justru di dominasi oleh pohon, sehingga area lawn sangat terbatas. Hal ini dimungkinkan karena area-area ini berbatasan dengan tebing/jurang sehingga didominasi oleh pohon sebagai penyangga agar tidak terjadi longsor pada saat musim hujan dikarenakan area KRC termasuk area yang sering terjadi hujan. Pada titik pengambilan yang pertama, pohon yang berperan sebagai sample yaitu pohon kayu putih (Eucalyptus saligna), pada semak yaitu kucai (Carex morowii) dan lawnnya yaitu Axonopus compressus. Titik pengambilan kedua, pohon yang dijadikan sample yaitu Eugenia formosa, sedangkan semak yang digunakan sebagai sample yaitu Fagraera sp dan untuk lawn yaitu Axonopus compressus. Titik pengambilan yang terakhir, pohon yang digunakan sebagai sample yaitu Castanopsis jamaica, semak liar dan lawnnya yaitu Axonopus compressus. Area-area tersebut berada di tepi jalan lingkar KRC, akan tetapi dua dari tiga titik tersebut berada di tepi tebing. Titik-titik pengambilan data pada Lokasi 2 dapat dilihat pada Gambar 10. Lokasi 3 merupakan lokasi yang berada pada bagian tepi KRC. Pada lokasi ini antara titik 1 dengan dua titik lainnya berjauhan karena berada pada radius luar. Struktur RTH pada Lokasi 3 merupakan struktur yang paling kondusif jika dibandingkan dengan lokasi yang lainnya. Ini dikarenakan pada Lokasi 3 setiap titik pengambilan data memiliki struktur RTH yang lengkap yaitu pohon, semak dan lawn area. Pada titik pengambilan pertama berada di area objek wisata kolam luar, pohon yang dijadikan sample yaitu Araucaria cunninghammii, semak Chamaedorea sp, dan lawn area sama seperti titik-titik lokasi lainnya yaitu Axonopus compressus. Titik pengambilan yang kedua sama seperti titik pengambilan yang pertama, pohon yang digunakan yaitu Araucaria cunninghammii, semak Duranta sp, dan lawnnya Axonopus compressus. Pada titik pengambilan yang terakhir berbeda dari titik-titik pengambilan yang lainnya, pohon yang digunakan sebagai sample Pinus mercusii, semak Castanospermum australe, lawnnya Axonopus compressus. Posisi titik-titik tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.

55 41

56 42

57 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap iklim mikro. Pada siang hari, pohon mampu menyerap radiasi matahari, memberi naungan, dan melakukan transpirasi sehingga dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara (Grey & Deneke, 1978). Selain dapat mempengaruhi suhu udara dan kelembaban udara, pohon juga dapat mempengaruhi kecepatan angin. Menurut Scudo (2002), terdapat beberapa karakteristik struktural pohon yang dapat mempengaruhi iklim mikro antar lain: bentuk tajuk, penanaman, ukuran tanaman, dan kepadatan tajuk. Berikut ini merupakan karakteristik struktural pohon yang dapat menurunkan suhu udara. 1) Memiliki tajuk piramidal atau bulat. Tajuk pohon dengan bentuk bulat dan piramidal memiliki daerah bebas cabang yang lebih rendah sehingga kemampuan tajuknya dalam menyerap radiasi matahari lebih tinggi. 2) Ditanam berjejer atau berkelompok. Pohon yang ditanam secara berjejer atau berkelompok memiliki kemampuan menyerap radiasi matahari sangat tinggi. 3) Memiliki tinggi yang sedang (6-15 meter). Pohon dengan tinggi sedang memiliki kemampuan menaungi serta mengurangi suhu udara permukaan paling baik. 4) Memiliki kepadatan tajuk tinggi. Semakin padat tajuk pohon, maka kemampuan dalam menyerap radiasi matahari akan semakin tinggi. Selain pohon dengan kemampuan menurunkan suhu udara, terdapat pula karakteristik struktural pohon yang dapat meningkatkan suhu udara yaitu: memiliki tajuk horisontal atau kolumnar; ditanam secara tunggal; memiliki ukuran sangat rendah, rendah, atau tinggi (< 6 meter dan > 15 meter); serta memiliki kepadatan tajuk rendah sampai sedang. Pohon juga dapat mempengaruhi angin, karena pohon memiliki kemampuan untuk mengarahkan, menyimpangkan,

58 44 menghalangi, serta menyaring. Berikut merupakan karakteristik struktural pohon yang dapat mengarahkan angin. 1) Memiliki tajuk kolumnar, piramidal, atau bulat. Pohon dengan tajuk tersebut memiliki ukuran yang tidak terlalu lebar sehingga angin tidak menyebar dan dapat diarahkan. 2) Ditanam secara berjejer/berkelompok. Pohon yang ditanam dengan berjejer/berkelompok memiliki kemampuan yang baik dalam mengarahkan angin. 3) Memiliki ukuran antara rendah sampai tinggi (kurang dari 6 meter sampai lebih dari 15 meter). Pohon dengan ukuran tersebut memiliki kemampuan cukup baik dalam menjangkau angin sehingga angin mudah diarahkan. 4) Memiliki kepadatan sedang/rendah. Pohon dengan kepadatan tajuk tersebut akan cenderung menyaring angin dibanding mengarahkan. Sementara itu, kemampuan dalam menyaring datau mengurangi kecepatan angin dapat dipilih pohon dengan kepadatan tajuk tinggi/sedang. Hasil pengukuran suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada struktur RTH pohon di antar lokasi pengukuran ini bertujuan untuk melihat pengaruh lingkungan luar dengan berbagai aktivitas yang dapat mempengaruhi iklim mikro terhadap setiap lokasinya. dapat dilihat pada Gambar 12, 13, dan 14. Gambar 12 Grafik Suhu Udara Pada Pohon Antar Lokasi

59 45 Pada Gambar 12 tersebut, terlihat bahwa suhu udara pohon pada ketiga lokasi yaitu di bawah 27 C. Jika dilihat laju perubahan selama pengukuran berlangsung, suhu udara cenderung menurun. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh keberadaan lokasi pengamatan yang berada di daerah dataran tinggi sehingga suhu udara cenderung rendah. Selain itu, perbedaan suhu udara antar lokasi juga dapat disebabkan karena jarak tanam dari pohon yang berbeda-beda. Lokasi 1 jarak tanam sangat tidak rapat karena sistem penanaman yang tunggal, Lokasi 2 berbanding terbalik dengan Lokasi 1 karena ditanam secara berkelompok sehingga jarak tanam cenderung rapat, sedangkan Lokasi 3, memiliki jarak tanam yang tidak rapat namun penanaman berkelompok. Perbandingan suhu udara berdasarkan Gambar 12 yaitu suhu udara di Lokasi 2 < Lokasi 3 < Lokasi 1. Hal tersebut dapat menunjukan bahwa lokasi pengamatan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap suhu udara, begitu pula dengan lingkungan luar KRC. Berdasarkan perbandingan suhu udara tersebut maka lokasi 1 yang berada di pusat KRC yang memiliki suhu udara paling tinggi. Pada kelembaban udara juga dilakukan perbandingan berdasarkan lokasi sama seperti suhu udara. Pengambilan data kelembaban udara pada setiap pohon di ketiga lokasi dilakukan secara bersamaan dengan pengambilan data suhu udara dan angin. Gambar 13 Grafik Kelembaban Udara Pada Pohon Antar Lokasi

60 46 Kelembaban pada menit-menit awal pada Gambar 13 cenderung rendah pada tiga lokasi tersebut namun laju kelembaban meningkat pada menit-menit akhir. Perbandingan kelembaban udara mulai dari yang lebih rendah yaitu lokasi 1 < Lokasi 3 < Lokasi 2. Hal tersebut dipengaruhi oleh suhu udara, karena suhu udara dan kelembaban udara berbanding terbalik (Handoko, 1994). Sehingga didapatkan laju grafik kelembaban udara yang berbanding terbalik dengan laju grafik suhu udara. Nilai kelembaban udara setiap lokasi tersebut berkisar antara 70 % 83 %, ini merupakan kelembaban udara yang sedikit diatas batas nyaman sehingga lokasi dengan kelembaban udara diatas 75% masuk pada kategori lokasi yang lembab. Selain itu, hasil pengukuran kecepatan angin pun dibandingkan antar lokasi untuk mengetahui pengaruh dari luar KRC terhadap iklim mikronya. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Grafik Kecepatan Angin Pada Pohon Antar Lokasi Berdasarkan Gambar 14 dari data hasil pengukuran kecepatan angin terlihat perbandingan kecepatan berdasarkan laju perubahan dari yang terendah yaitu Lokasi 3 < Lokasi 1 < Lokasi 2. Struktur pohon pada Lokasi 2 memiliki kecepatan angin yang lebih besar dibandingkan lokasi lainnya. Hal tersebut dapat terjadi diduga karena jika dilihat pada titik-titik pengambilan data di Lokasi 2, lokasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya. Selain itu, penanaman yang berkelompok pada Lokasi 2 dapat menjadi faktor memiliki kecepatan angin

61 47 paling tinggi. Karena dengan penanaman yang tunggal/berkelompok dapat mengarahkan angin sehingga angin yang datang akan lebih maksimal dibandingkan dengan pohon dengan penanaman tunggal yang cenderung memecah angin. Hal itu yang terjadi pada Lokasi 1 yaitu pohon dengan sistem penanaman tunggal. Pada Lokasi 1 laju perubahan kecepatan angin selama waktu pengukuran relatif sedang hingga akhir. Pada Lokasi 3, titik-titik pengambilan data berbatasan dengan bangunan-bangunan yang ada di luar area KRC sehingga angin yang datang dari arah horizontal akan dipecahkan. Selain faktor-faktor sekitar lokasi pengamatan saja yang mempengaruhi hasil pengukuran. Namun, karaktersitik struktural menjadi faktor utama yang dapat menyebabkan suhu udara di setiap lokasi berbeda-beda. Karakteristik struktural pohon setiap lokasi memiliki kemampuan yang berbeda-beda pula dalam menciptakan iklim mikro yang nyaman. Hal tersebut dapat dilihat pada analisis berikut ini pada Tabel 9. Tabel 9 Analisis Karakteristik Struktural Pohon : Analisis Suhu Udara : Analisis Kelembaban Udara : Analisis Angin : Meningkatkan Suhu, RH, Tidak mengarahkan angin : Menurunkan Suhu, RH, mengarahkan angin : Keduanya

62 48 Berdasarkan analisis pada Tabel 9 tersebut, Pada Lokasi 1 dengan suhu udara : titik 1 (Araucaria heterophylla : 24,8 C); titik 2 (Araucaria cunninghamii : 25,5 C); & titik 3 (Araucaria cunninghamii : 25,2 C), secara umum ketiga titik memiliki karakteristik struktural untuk menaikkan suhu udara sangat baik karena ketiga sample ditanam secara tunggal, termasuk pohon tinggi, dan kepadatan tajuk yang padat. Hasil pengukuran suhu udara pada Lokasi 1 masih berada di bawah batas nyaman manusia yaitu di bawah 27 C, sehingga kemampuan yang dimiliki setiap strukturnya untuk meningkatkan suhu udara dapat dimanfaatkan untuk merekayasa iklim. Namun, ketiga bentuk tajuk pada Lokasi 1 ini yaitu bentuk piramidal yang berkemampuan untuk menurunkan/mereduksi suhu udara, sehingga dapat menjadi penyeimbang dalam menciptakan suhu udara yang nyaman bagi manusianya. Analisis karakteristik struktural berdasarkan kelembaban udara dipengaruhi oleh teori yang menyatakan bahwa suhu udara berbanding terbalik dengan kelembaban udara sehingga kemampuan setiap pohon untuk meningkatkan dan menurunkan kelembaban udara tergantung pada suhu udaranya. Hasil pengukuran kelembaban udara pada Lokasi 1 yaitu (Araucaria heterophylla : 75,0%); (Araucaria cunninghamii : 72,2%); & (Araucaria cunninghamii : 73,0%). Kelembaban udara Lokasi 1 masih berada pada kategori nyaman yaitu di bawah 75%, karakteristik pohon di ketiga titik pengambilan data yaitu kepadatan tajuk yang padat untuk transmisi, penanaman tunggal dan jarak tanam yang tidak rapat, sehingga dari karakteristik tersebut Lokasi 1 memiliki kemampuan untuk menurunkan kelembaban udara yang sangat baik. Akan tetapi, sama halnya dengan suhu udara, bentuk tajuk pada Lokasi 1 yaitu bentuk piramidal dapat menjadi penyeimbang dalam kemampuannya untuk meningkatkan kelembaban udara. Selain itu, karakteristik struktural pohon dari Lokasi 1 ini dianalisis pula dengan melihat kemampuannya dalam mengarahkan angin. Pada Lokasi 1 dengan kecepatan angin hasil pengukuran yaitu (Araucaria heterophylla : 0,3 m/s); (Araucaria cunninghamii : 0,4 m/s); & (Araucaria cunninghamii : 0,6 m/s), nilai kecepatan tersebut masih berada dibatas nyaman karena terhitung masih sangat kecil/pelan. Analisis karakteristik struktural pohon

63 49 berdasarkan Tabel 9, pada Lokasi 1 menunjukkan bahwa kemampuan pohonpohon tersebut untuk mengarahkan angin sangat besar, hanya terkendala pada penanaman pada lokasi ini yang tunggal sehingga dapat menyebabkan angin menyebar tidak terarah. Karakteristik berbeda ditunjukkan oleh Lokasi 2, yang karakteristik pohonnya sangat beragam. Lokasi 2 memiliki keberagaman karakteristik pada setiap pohonnya. Kombinasi dari ketiga karakteristik struktural tersebut dapat meningkatkan dan menurunkan suhu udara maupun keduanya dengan seimbang. Namun, jika dilihat dari nilai suhu udara masing-masing titik yaitu titik 4 (Eucalyptus saligna : 24,5 C); titik 5 (Eugenia formosa : 23,1 C); & titik 6 (Castanopsis jamaica : 25,1 C), ketiganya memiliki nilai dibawah 27 C sehingga kemampuan untuk meningkatkan suhu dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam menciptakan suhu udara yang nyaman bagi kegiatan manusia. Walaupun berdekatan dengan material yang dapat menghasilkan panas jika terkena sinar matahari, akan tetapi Lokasi 2 yang berada pada topografi bergelombang diperkirakan tetap dapat menyeimbangkan naik turunnya suhu udara dengan faktor-faktor yang dimilikinya tersebut. Kemampuan tersebut juga mempengaruhi kemampuan pohon di Lokasi 2 untuk meningkatkan maupun menurunkan kelembaban udara. Pada Lokasi 2 memiliki kelembaban udara hasil pengukuran yaitu (Eucalyptus saligna : 80,6%); (Eugenia formosa : 80,1%); & (Castanopsis jamaica : 76,1%), yang berada diatas batas nyaman karena kelembaban udara dari seluruh titik pengambilan data berada di atas 75%. Lokasi 2 memiliki karakteristik yang sangat beragam sehingga kemampuan dalam meningkatkan, menurunkan maupun keduanya dimiliki dengan seimbang. Namun, jika dilihat dari nilai kelembaban udara Lokasi 2 yang berada diatas batas nyaman, kemampuan untuk menurunkan kelembaban udara dimanfaatkan secara maksimal agar dapat tercipta kelembaban udara yang nyaman untuk manusia. Selain suhu udara dan kelembaban udara, masih terdapat unsur iklim yang dapat menciptakan kenyamanan yaitu dari kemampuan pohon dalam mengarahkan angin. Kecepatan angin pada lokasi ini yaitu (Eucalyptus saligna : 0,1 m/s); (Eugenia formosa : 1,1 m/s); & (Castanopsis jamaica : 0,2 m/s). Setiap titik menunjukkan perbedaan kecepatan angin yang cukup besar. Hal tersebut

64 50 diperkirakan dapat terjadi karena topografi di Lokasi 2 cukup bergelombang. Akan tetapi, kecepatan angin tersebut masih diatas batas nyaman karena kecepatan angin masih dibawah 2 m/s. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 9 dengan karaktersitik beragam yaitu struktur pohon pada Lokasi 2 memiliki kemampuan untuk mengarahkan angin sangat baik. Hal tersebut didukung oleh penanaman pada lokasi ini yang secara berkelompok sehingga kemampuan tersebut dapat dimanfaat secara maksimal. Selain itu, Lokasi 3 memiliki karakteristik yang hampir sama seperti Lokasi 1. Karakteristik struktural pada Lokasi 3 sangat cocok untuk meningkatkan suhu udara karena penanaman yang tunggal pada pohon tinggi dengan tajuk yang padat. Karakteristik struktural pada lokasi ini hampir mirip dengan lokasi 1. Suhu udara di Lokasi 3 yaitu : titik 7 (Eucalyptus saligna : 24,5 C); titik 8 (Eugenia formosa : 23,1 C); & titik 9 (Castanopsis jamaica : 25,1 C), suhu udara yang masih berada di bawah 27 C sehingga nyaman untuk manusia. Oleh karena itu, kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan suhu udara harus tetap menjaga agar suhu udara tetap pada suhu udara yang nyaman. Berbanding terbalik dengan kemampuan pohon dalam meningkatkan maupun menurunkan kelembaban udara. Lokasi 3 memiliki nilai kelembaban udara yaitu (Eucalyptus saligna : 79,0%); (Eugenia formosa : 74,4%); & (Castanopsis jamaica : 76,5%), sama dengan lokasi 2 yaitu diatas batas nyaman. Dengan karakteristik yang sama seperti Lokasi 1, maka kemampuan yang dimiliki struktur pohon Lokasi 3 sama seperti Lokasi 1 yaitu menurunkan kelembaban udara. Kemampuan ini dapat mendukung untuk menciptakan kelembaban udara yang nyaman karena pada lokasi ini kelembaban udara berada sedikit diatas batas nyaman yaitu 75%. Nilai kelembaban yang ideal sehingga menimbulkan tingkat kenyamanan yang tinggi terutama bagi orang Indonesia yaitu 40-75%, nilai tersebut tidak terlalu kering dan tidak juga terlalu lembab (Laurie, 1986). Selain itu juga, kemampuan pohon pada Lokasi 3 dalam mengarahkan angin cukup baik. Karakteristik struktural Lokasi 3 sama seperti Lokasi 1. Oleh karena itu, kemampuan yang dihasilkan dari struktur pohon tersebut sama. Selain itu, kecepatan angin pada Lokasi 3 juga tidak jauh berbeda dengan Lokasi 1 tapi Lokasi 3 jauh lebih kecil kecepatan anginnya, yaitu (Eucalyptus saligna : 0,2

65 51 m/s); (Eugenia formosa : 0,1 m/s); & (Castanopsis jamaica : 0,2 m/s). Sehingga kemampuan untuk mengarahkan cukup dibutuhkan agar pada titik-titik lokasi yang banyak dijadikan lokasi berkegiatan manusia dapat tetap berada pada situasi nyaman. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis yang telah diuraikan, dengan karakteristik struktural yang cenderung homogen jika dirata-ratakan pohon dapat menurunkan suhu udara sebesar 0,8 C. Dan telah diketahui pula bahwa suhu udara di seluruh area KRC pada pohon memiliki suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin yang masih pada batas nyaman. Oleh karena itu, tidak diperlukan modifikasi pada struktur RTH agar suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin tetap berada pada kondisi nyaman untuk kegiatan manusia. Pada Lokasi 2 yang memiliki kelembaban diatas 75% untuk menurunkan kelembaban tersebut sebaiknya pengaturan jarak tanam pada lokasi ini sehingga radiasi matahari dapat masuk lebih banyak sehingga mereduksi kelembaban udara Analisis Pengaruh Struktur RTH Semak Terhadap Iklim Mikro Struktur semak tidak jauh berbeda dengan struktur pohon, yaitu memiliki kemampuan dalam menyerap radiasi matahari, memberikan nauangan, dan melakukan transpirasi sehingga dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara. Namun, karena ukuran semak lebih kecil dari pada pohon maka kemampuannya dalam menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara tidak semaksimal pohon (Brown & Gillespie, 1995). Semak juga memiliki pengaruh terhadap angin, hanya saja dalam skala lebih kecil dari pohon. Semak sama seperti pohon, terdapat beberapa karakteristik struktural semak yang dapat mempengaruhi iklim mikro diantaranya: bentuk tajuk, penanaman, ukuran tanaman, dan kepadatan tajuk (Scudo, 2002). Semak dengan tajuk piramidal dan bulat, ditanam berjejer/berkelompok, memiliki tinggi yang sedang (1-2 meter), serta memiliki kepadatan tajuk tinggi dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara. Sementara itu, semak dengan tajuk kolumnar/horisontal; ditanam secara tunggal; memiliki ukuran sangat rendah, rendah, atau tinggi (0,5-1 dan 2-3 meter); serta memiliki

66 52 kepadatan tajuk rendah sampai sedang memiliki kemampuan untuk meningkatkan suhu udara dan menurunkan kelembaban udara. Selain berpengaruh dalam suhu udara dan kelembaban udara sama seperti halnya pohon, semak juga berpengaruh terhadap angin. Semak memiliki fungsi untuk mengarahkan angin, menyimpan, menghalangi, maupun menyaring angin. Semak yang dapat mengarahkan angin yaitu semak dengan karakteristik sebagai berikut. Semak yang memiliki bentuk tajuk kolumnar, piramidal, atau bulat; ditanam berjejer/berkelompok; memiliki ukuran rendah hingga tinggi (0,5-3 meter); dan memiliki kepadatan tajuk yang sedang/rendah. Untuk melihat pengaruh antara struktur RTH terhadap iklim mikro, dilakukan pengukuran iklim mikro yang meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada waktu yang sama seperti pengukuran pada pohon yaitu pukul WIB. Hasil pengukuran suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada struktur semak dapat dilihat pada Gambar 15, 16, dan 17. Gambar 15 Grafik Suhu Udara Pada Semak Antar Lokasi Dari gambar di atas, dapat dikatakan bahwa suhu udara semak secara keseluruhan pada menit awal pengukuran lebih tinggi dari pada suhu udara di menit akhir. Suhu udara semak yaitu berkisar antara 25 C - 32 C. Suhu udara yang berada diatas 28 C merupakan suhu udara yang tidak nyaman untuk manusia. Perbandingan suhu udara berdasarkan Gambar 15 yaitu suhu udara semak pada

67 53 Lokasi 1 < Lokasi 2 < Lokasi 3. Pada Lokasi 1 terlihat memiliki suhu udara lebih rendah daripada lokasi lainnya, hal ini dikarenakan tingkat penutupan awan saat pengukuran Lokasi 1 tinggi, sehingga suhu udara pun rendah. Semakin tinggi tingkat penutupan awan maka suhu udara rendah, dan sebaliknya semakin rendah tingkat penutupan awan maka suhu udara akan tinggi. Pada Gambar 15 terlihat pula bahwa suhu udara semak pada Lokasi 2 dan Lokasi 3 relatif mirip. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor kerapatan vegetasi pada lokasi-lokasi tersebut relatif sama. Penanaman semak berbeda halnya dengan pohon tetapi ada pula semak yang ditanam seperti pohon secara tunggal, jika semak ditanam secara bersama dalam pola desain atau tanam tertentu maka kerapatannya akan berbeda dengan semak yang ditanam tunggal (Asiani, 2007). Faktor-faktor tersebut berdasarkan kondisi yang terdapat di lokasi pengamatan.jika dilihat perbandingan pada suhu udara semak dapat membuktikan tujuan dilakukannya perbandingan struktur semak antar lokasi yaitu melihat ada/tidaknya pengaruh lingkungan luar KRC terhadap iklim mikro. Namun, hal tersebut juga masih dipengaruhi dengan kondisi sekitar lokasi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pengukuran juga dilakukan untuk mengetahui kelembaban udara pada semak. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 Grafik Kelembaban Udara Pada Semak Antar Lokasi

68 54 Berdasarkan Gambar 16, kelembaban udara di ketiga lokasi tersebut berada diantara 60-80%. Perbandingan kelembaban udara berdasarkan laju perubahan Lokasi 3 < Lokasi 2 < Lokasi 1. Kelembaban udara pada Lokasi 2 dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi/ kerindangan yang cukup rapat sehingga kelembaban udara juga cenderung tinggi. Jika dilihat perbandingan kelembaban udara pada semak ini merupakan perbandingan yang berbanding terbalik dengan suhu udaranya. Hal ini kembali membuktikan bahwa kelembaban udara berbanding terbalik dengan suhu udara. Selain suhu udara dan kelembaban udara, yang diukur bersama-sama yaitu kecepatan angin pada struktur semak. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17 Grafik Kecepatan Angin Pada Semak Antar Lokasi Berdasarkan Gambar 17 dari data hasil pengukuran lapang terlihat laju perubahan kecepatan angin setiap lokasi untuk struktur semak ini relatif kecil. Perbandingan kecepatan angin yaitu Lokasi 3 < Lokasi 1 < Lokasi 2. Pada Lokasi 2 merupakan lokasi dengan kecepatan angin paling besar. Hal tersebut dapat terjadi sama halnya seperti struktur pohon yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu ketinggian tempat. Lokasi 2 merupakan lokasi pangambilan data yang titik-titik pengukurannya lebih tinggi dibandingkan lokasi lainnya.

69 55 Kecepatan angin pada Lokasi 1 dan Lokasi 3 relatif beriringan selama waktu pengukuran tersebut. Hal ini dapat terjadi karena dua lokasi tersebut memiliki ketinggian yang relatif sama sehingga angin yang datang pada lokasilokasi tersebut tidak sebesar/sekencang Lokasi 2. Selain itu, kondisi Lokasi 1 dan Lokasi 3 yang tidak terlalu rindang menyebabkan kecepatan angin relatif beriringan. Faktor penting yang mempengaruhi hasil pengukuran suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin pada semak ini sama seperti pada struktur pohon dalam menciptakan iklim mikro yang nyaman. oleh karena itu, dilakukan analisis karaktersitik struktural dan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Analisis Karakteristik Struktural Semak : Analisis Suhu Udara : Analisis Kelembaban Udara : Analisis Angin : Meningkatkan Suhu, RH, Tidak mengarahkan angin : Menurunkan Suhu, RH, mengarahkan angin : Keduanya Berdasarkan analisis pada Tabel 10 tersebut, setiap lokasi memiliki karakteristik struktur semak yang beragam namun, kemampuan meningkatkan dan menurunkan suhu udara sama seperti pohon.

70 56 Secara umum ketiga sample semak pada Lokasi 1 dengan suhu udara yaitu : titik 1 (Araucaria cunninghamii : 24,8 C); titik 2 (Araucaria cunninghamii : 24,4 C); & titik 3 (Calliandra calothyrsus : 26,2 C), memiliki karakteristik struktural untuk meningkatkan suhu udara sangat baik karena 2 dari 3 sample ditanam secara tunggal dan kepadatan tajuk yang padat. Karakteristik tersebut dapat menjadi pelengkap dari karakteristik pohon yang dimiliki Lokasi 1 untuk menciptakan suhu udara yang nyaman. Namun, ketiga bentuk tajuk pada Lokasi 1 ini berkemampuan untuk menurunkan suhu udara, hal tersebut dapat menjadi penyeimbang dalam menciptakan suhu udara yang nyaman bagi manusianya. Berdasarkan kelembaban udara, secara umum Lokasi 1 memiliki nilai kelembaban udara yaitu (Araucaria cunninghamii : 75,5%); (Araucaria cunninghamii : 75,7%); & (Calliandra calothyrsus : 72,2%), sedikit diatas batas nyaman. Hasil analisis suhu udara menunjukkan lebih besar berkemampuan untuk menaikkan suhu udara itu artinya berarti berkemampuan besar untuk menurunkan kelembaban udara. Kondisi tersebut dapat digunakan untuk menurunkan kelembaban udara pada lokasi ini dengan maksimal karena berdasarkan hasil pengukuran nilai kelembaban udara Lokasi 1 cukup tinggi. Namun, analisis karakteristik struktural semak dalam melihat kemampuannya dalam mengarahkan angin, Lokasi 1 yang memiliki kecepatan angin (Araucaria cunninghamii : 0,1 m/s); (Araucaria cunninghamii : 0,4 m/s); & (Calliandra calothyrsus : 0,5 m/s), kecepatan angin tersebut berada dibawah batas nyaman. Hasil analisis struktural pada Tabel 10 menunjukkan semak pada Lokasi 1 kemampuan mengarahkan angin dan tidak mampu mengarahkan anginnya seimbang. Sehingga kemampuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengkombinasikan kemampuan seluruh struktur RTH agar tercipta angin yang nyaman serta aman untuk kegiatan manusia. Keadaan berbeda terjadi pada lokasi 2 dengan nilai suhu udara yaitu : titik 4 (Carex morowii : 26,8 C); titik 5 (Fagraera sp : 28,3 C); & titik 6 (semak liar : 27,3 C), diperkirakan faktor lingkungan di lokasi ini diduga memiliki kemampuan untuk meningkatkan suhu udara yang sangat baik sama halnya dengan struktur pohon, karena berdekatan dengan material yang dapat menghasilkan panas jika

71 57 terkena radiasi matahari seperti aspal dan bebatuan. Berbeda dengan pohon yang banyak ditanam secara berkelompok yang memiliki kemampuan untuk menurunkan suhu, semak pada Lokasi 2 ditanam secara tunggal sehingga berkemampuan untuk meningkatkan suhu udara yang baik tetapi hal tersebut dapat sangat membahayakan karena suhu udara semak di lokasi ini diambang batas nyaman. Jika kemampuan tersebut dimanfaatkan secara maksimal akan menimbulkan suhu udara yang tidak nyaman untuk kegiatan manusia. Padahal kemampuan berbanding terbalik yaitu dengan hasil analisis kemampuan semak dalam meningkatkan maupun menurunkan kelembaban udara. Pada lokasi 2 mempunyai nilai kelembaban udara yaitu (Carex morowii :70,0%); (Fagraera sp : 60,3%); & (semak liar : 65,1%), yang masih pada batas nyaman masih berada di bawah 75%. Dengan melihat hasil analisis suhu udara yang berkemampuan lebih besar untuk meningkatkan suhu udara sehingga struktur semak Lokasi 2 untuk kelembaban udara memiliki kemampuan menurunkan kelembaban udara. Akan tetapi, dengan nilai kelembaban udara berdasarkan pengukuran lapang yang cukup nyaman untuk manusia maka kemampuan struktur semak untuk menurunkan kelembaban udara tersebut sebaiknya diminimalisir agar kelembaban udara pada lokasi tersebut tetap pada batas nyaman. Hasil pengukuran semak di dua lokasi itu pun memiliki nilai yang masih cukup kecil sehingga masih di bawah batas nyaman, nilai-nilai tersebut berturutturut yakni (Carex morowii : 0,1 m/s); (Fagraera sp : 0,8 m/s); & (semak liar : 0,7 m/s). Analisis karakteristik struktural terhadap kemampuan dalam mengarahkan angin, menghasilkan proporsi kemampuan mengarahkan maupun tidak mengarahkan angin dari struktur semak-semak tersebut seimbang. Pada lokasi selanjutnya yaitu Lokasi 3, karakteristik yang dimilikinya mendominasi kemampuan untuk meningkatkan suhu udara dengan penanaman secara tunggal dan kepadatan tajuk yang padat. Selain itu pengaruh faktor lingkungan pada titik-titik lokasi yang berdekatan dengan aspal jalan diperkirakan akan semakin memperkuat kemampuan karakteristik semak Lokasi 3 untuk meningkatkan suhu udaranya. Selain itu, kemampuan tersebut dapat membuat kondisi di lokasi ini semakin tidak nyaman untuk manusia karena Lokasi 3

72 58 memiliki suhu udara yang berada di atas batas nyaman yaitu titik 7 (Chamaedorea sp : 28,9 C); titik 8 (Duranta sp : 28,6 C); & titik 9 (Castanospermum australe : 27,3 C). Lokasi 3 memiliki nilai kelembaban udara yaitu (Chamaedorea sp : 66,0%); (Duranta sp : 59,4%); & (Castanospermum australe : 65,0%) sama dengan Lokasi 2 yaitu pada kategori nyaman. Berdasarkan analisis karakteristik struktur semak Lokasi 3 ini memiliki kemampuan untuk menurunkan kelembaban udara yang baik. Akan tetapi, dengan hasil pengukuran yang masih pada kondisi nyaman sehingga kemampuan untuk menurunkan kelembaban udara di Lokasi 3 harus tetap pada batas nyaman agar tingkat kelembaban udara pada Lokasi 3 tidak terlalu kering sehingga dapat membuat tidak nyaman untuk kegiatan manusia. Struktur semak memiliki hasil analisis yang berbeda dengan struktur pohon sebelumnya yang didominasi oleh kemampuan pohon untuk mengarahkan angin sangat baik hampir di setiap lokasi pengamatan. Struktur semak yang memiliki tinggi mulai dari rendah hingga sangat rendah sangat mempengaruhi kemampuan setiap semak tersebut dalam mengarahkan angin. Begitu pula yang terjadi pada Lokasi 3, analisis struktural tersebut memhasilkan proporsi kemampuan mengarahkan maupun tidak mengarahkan seimbang. Hasil pengukuran semak di dua lokasi itu pun memiliki nilai yang masih cukup kecil sehingga masiih di bawah batas nyaman, nilai-nilai tersebut berturut-turut yakni (Chamaedorea sp : 0,2 m/s); (Duranta sp : 0,1 m/s); & (Castanospermum australe : 0,3 m/s). Setelah diketahui bahwa semak suhu udara sedikit diatas batas nyaman, akan tetapi kelembaban udara dan kecepatan angin masih pada batas nyaman di seluruh area KRC. Oleh karena itu, diperlukan sedikit modifikasi pada struktur RTH semak agar dapat mereduksi suhu udara namun tetap mempertahankan kelembaban udara dan kecepatan angin agar tetap pada keadaan yang nyaman. Semak memiliki kemampuan mereduksi suhu udara lebih buruk dari pohon disebabkan oleh ukurannya yang lebih kecil daripada pohon. Untuk menurunkan suhu udara pada struktur RTH semak, dapat dilakukan melalui beberapa modifikasi.

73 59 Setelah didapatkan hasil pengukuran dan dilakukan analisis karakteristik struktural semak pada area KRC ini jika dirata-ratakan dapat menurunkan suhu udara sebesar 0,6 C. Kemampuan tersebut lebih kecil dari pada pohon, dapat dikarnakan karakteristik struktural semak yang juga berukuran lebih kecil. Pemilihan semak dengan karakteristik struktural yang baik dalam menurunkan suhu udara dapat memaksimalkan kemampuan semak dalam menurunkan suhu udara. Sama halnya dengan pohon, semak yang baik dalam menurunkan suhu udara memiliki beberapa karakteristik struktural seperti bentuk tajuk piramidal atau bulat, ditanam berjejer atau berkelompok, memiliki tinggi yang sedang (1-2 meter), dan memiliki kepadatan tajuk tinggi. Contoh spesies semak yang memiliki karakteristik-karakteristik tersebut antara lain: kaliandra (Caliandra sp.), kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis), kembang pukul delapan (Turnera subulata), dll Analisis Pengaruh Struktur RTH Rumput Terhadap Iklim Mikro Rumput merupakan struktur RTH dengan tinggi kurang dari 0,5 meter dan dengan karakter ujung daun yang runcing. Rumput memiliki kemampuan dalam memantulkan dan menyerap radiasi matahari serta menghasilkan evapotranspirasi sehingga suhu udara dapat direduksi. Dalam hal mengontrol angin, rumput memiliki kemampuan mereduksi kecepatan angin karena rumput menutupi permukaan tanah dan membuat permukaan tanah menjadi lebih kasar. Akan tetapi, ukuran rumput yang cukup rendah menyebabkan kemampuannya dalam mereduksi kecepatan angin tidak maksimal dan tidak memiliki kemampuan dalam mengarahkan angin. Rumput merupakan struktur RTH yang tidak memiliki karakteristik struktural seperti pohon dan semak, oleh karena itu, untuk mempermudah analisis maka diamati berdasarkan kondisi lingkungan sekitar lokasi pengukuran. Menurut Robinette (1977), struktur naungan yang ada pada RTH mampu mempengaruhi suhu udara dan kelembaban udara pada RTH tersebut. Struktur naungan itu dapat berupa struktur bangunan maupun tanaman. Berdasarkan hal tersebut, maka mengamati struktur lain yang terdapat di sekitar titik pengukuran lawn/rumput menjadi hal penting. Untuk melihat pengaruh antara struktur RTH rumput terhadap iklim mikro dilakukan pengukuran suhu udara, kelembaban

74 60 udara, dan kecepatan angin di atas hamparan rumput. Pengukuran dilakukan pada pukul WIB. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Gambar 18, 19, dan 20. Gambar 18 Grafik Suhu Udara Pada Lawn/Rumput Antar Lokasi Berdasarkan gambar di atas, suhu udara lawn area yaitu berkisar antara C terdapat suhu udara yang tidak nyaman untuk manusia karena berada di atas 28 C. Menurut Laurie (1986), suhu udara yang nyaman untuk manusia antar 27 C - 28 C. Laju perubahan suhu udara yang terjadi di setiap titik pengambilan data sangat berbeda. Pada Lokasi 1 suhu udara lebih rendah dibandingkan dengan lokasi lainnya. Selain itu selama satu jam, pengukuran laju perubahan menunjukan bahwa suhu udara di lokasi tersebut cenderung terus menurun. Hal ini diduga dipengaruhi oleh tingkat penutupan awan yang menutupi sinar matahari pada Lokasi 1 tinggi, sehingga suhu yang dihasilkan lebih rendah. Berbeda dengan Lokasi 1, suhu udara pada Lokasi 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan dua lokasi lainnya. Hal tersebut dapat terjadi karena pada Lokasi 2 keberadaan titik-titik pengambilan data berdekatan dengan aspal jalan raya yang dapat diduga pula mempengaruhi suhu udara karena terjadi pemanasan pada elemen-elemen tersebut. Perbandingan suhu berdasarkan Gambar 18 yaitu suhu udara Lokasi 1 < Lokasi 3 < Lokasi 2. Dengan perbandingan tersebut, maka menunjukkan bahwa lokasi tidak berpengaruh nyata terhadap suhu udara.

75 61 Gambar 19 Grafik Kelembaban Udara Pada Lawn/Rumput Antar Lokasi Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Gambar 19, terlihat bahwa laju perubahan setiap lokasi sangat berbeda. Pada Lokasi 1 laju perubahan cenderung meningkat sedangkan pada dua lokasi lainnya laju perubahan yang terjadi cenderung menurun hingga akhir waktu pengukuran terjadi peningkatan yang tidak terlalu tinggi. Perbandingan kelembaban udara dari yang terendah yaitu Lokasi 2 < Lokasi 3 < Lokasi 1. Hal yang mempengaruhi yaitu kerapatan vegetasi yang cenderung rapat. Perbandingan tersebut merupakan kebalikan dari perbandingan suhu udara pada rumput. Selain suhu udara dan kelembaban udara pada lawn/rumput pun dilakukan pengukuran kecepatan angin bersamaan dengan pengukuran unsur iklim lainnya. Struktur RTH lawn/ hamparan rumput merupakan struktur yang tidak memiliki naungan, hanya ruang terbuka dengan permukaan tanah hanya dilapisi oleh rumput. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 20.

76 62 Gambar 20 Grafik Kecepatan Angin Pada Lawn/Rumput Antar Lokasi Berbeda dengan kecepatan angin pada struktur semak, struktur lawn/hamparan rumput, Perbandingannya yaitu Lokasi 3 < Lokasi 2 < Lokasi 1. Hal tersebut dapat terjadi akibat kondisi cuaca pada saat pengukuran di Lokasi 1 yang berawan dan berangin cukup kencang dan Lokasi 1 merupakan lokasi dengan lawn paling luas dibanding lokasi lainnya dan lebih sedikit penghalang sehingga mengakibatkan kecepatan angin pada lokasi ini lebih besar dibandingkan lokasi lainnya. Berdasarkan Gambar 20 hasil pengukuran lapang, pada Lokasi 2 dan 3 laju perubahan relatif sama, tidak mengalami perubahan yang meningkat tajam pada setiap menitnya. Selain itu, terlihat di beberapa menit lokasi-lokasi tersebut tidak memiliki kecepatan angin. Dengan begitu artinya pada menit tersebut tidak terdapat angin yang datang pada lokasi pangambilan data. Struktur lawn/rumput ini merupakan struktur yang tidak memiliki naungan kecuali jika dihubungkan dengan sekitarnya seperti vegetasi lain dan bangunan. Oleh sebab itu, analisis karaktersitik sedikit berbeda dengan struktur semak dan pohon. Pada struktur lawn/rumput dengan menganalisis karakteristik lingkungan antar lokasi. Analisis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

77 63 Tabel 11 Analisis Karakteristik Lingkungan Lawn (Rumput) : Analisis Suhu Udara : Analisis Kelembaban Udara : Analisis Angin : Meningkatkan Suhu, RH, Tidak mengarahkan angin : Menurunkan Suhu, RH, mengarahkan angin : Keduanya Berdasarkan analisis (Tabel 11) tersebut, pada Lokasi 1 dengan faktor-faktor yang secara keseluruhan memiliki kemampuan untuk meningkatkan suhu udara yang baik. Namun, hal tersebut dapat membuat kenyamanan di Lokasi 1 menjadi kurang nyaman karena suhu udara yang melebihi batas nyaman manusia, Lokasi 1 memiliki nilai suhu udara yaitu: 25,7 C; 25,2 C; & 26,6 C. Dengan begitu, kemampuan tersebut dapat dikombinasikan dengan struktur RTH lainnya yang ada pada lokasi yang sama. Pada Lokasi 2, hasil analisis menunjukkan kemampuan berbeda yaitu untuk meningkatkan maupun menurunkan memiliki proporsi yang seimbang. Hal tersebut dapat bermanfaat sebagai pendukung terciptanya suhu udara yang nyaman untuk kegiatan manusia dengan struktur RTH lainnya. Suhu udara pada lokasi ini diatas batas nyaman yaitu 31,8 C; 36,9 C; 32,1 C. Kemampuan untuk menurunkan suhu udara sangat dibutuhkan untuk membuat lokasi ini kembali nyaman dengan bantuan struktur RTH lainnya yang berada di sekitarnya. Lokasi 3 memiliki kemampuan yang sama seperti Lokasi 1, sehingga sangat diperlukan perpaduan struktur RTH lainnya agar kenyamanan pada lokasi-lokasi tersebut tetap terjaga. Suhu udara pada lokasi ini sudah diatas batas nyaman yaitu 31,5 C; 31,4 C; & 33,3 C. Pada analisis karakteristik lingkungan lawn/rumput untuk suhu udara, mayoritas lokasi didominasi kemampuannya untuk meningkatkan suhu udara dengan faktor pendukung yang berada di setiap lokasi. Oleh sebab itu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini yaitu dimulai pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan September 2011. Lokasi yang dipilih

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA

KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA KAJIAN PENCAHAYAAN LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR ARSYAD KHRISNA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN ARSYAD KHRISNA A44052252. Kajian Pencahayaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR Oleh : Annisa Budi Erawati A34201035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi (07.00) secara keseluruhan dalam kondisi nyaman.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 5 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Lokasi yang dipilih adalah taman yang berada di Kecamatan Menteng Kota Jakarta Pusat yaitu Taman Menteng, Taman Suropati, dan Taman Situ Lembang. Waktu

Lebih terperinci

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut OLEH NAMA : ANA MARIYANA BR SINAGA NPM : E1B009024 HARI / TANGGAL : RABU, 03 NOVEMBER 2010 KELOMPOK : IV CO-ASS : GATRA BAYU JAGA NOVA SAMOSIR PENDAHULUAN Suhu

Lebih terperinci

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengujian kenyamanan termal ruang luar di Koridor Jalan Tugu-Kraton menjadi salah satu alat ukur tingkat kenyamanan di Kota Yogyakarta. terdiri dari kenyamanan ruang,

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO STUDI KASUS KEBUN RAYA BOGOR PRITA AYU PERMATASARI

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO STUDI KASUS KEBUN RAYA BOGOR PRITA AYU PERMATASARI PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO STUDI KASUS KEBUN RAYA BOGOR PRITA AYU PERMATASARI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN BAB 6 HASIL PERANCANGAN Perancangan Hotel Resort Kota Batu yang mengintegrasikan konsep arsitektur tropis yang mempunyai karakter beradaptasi terhadap keadaan kondisi iklim dan cuaca di daerah Kota Batu

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Nama NRP : Pengaruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu

METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu 19 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu Lokasi penelitian adalah Kelurahan Lenteng Agung RW 08. Waktu sejak pelaksanaan studi hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 10 bulan (Maret 2011- Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A34203058 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Dengan ini

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

Gambar 17. Tampilan Web Field Server IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KALIBRASI SENSOR Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN BAB 3 14 Variasi Suhu Udara Harian Pemanasan Siang Hari Pemanasan permukaan bumi pada pagi hari secara konduksi juga memanaskan udara di atasnya. Semakin siang, terjadi perbedaan suhu yang besar antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Kebun Raya Cibodas

METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Kebun Raya Cibodas 10 METODE Waktu dan Tempat penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Juli 2010. Penelitian dilakukan di Kebun Raya Cibodas, Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

PENGARUH KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA MAKASSAR

PENGARUH KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA MAKASSAR PENGARUH KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO DI KOTA MAKASSAR Andi Muhammad Zubair [1] Prof. Dr.Eng. H.Muh.Wihardi Tjaronge, ST.M.Eng [2] Dr. Eng. M. Isran Ramli, ST.MT [1] Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di kota Jakarta mendorong perkembangan dari berbagai sektor, yaitu: hunian, perkantoran dan pusat perbelanjaan/ bisnis. Tanah Abang terletak di

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke 6 (KELEMBABAN UDARA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST. MT. js1 1. Kelembaban Mutlak dan Relatif Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air

Lebih terperinci

Pokok Bahasan Analisis Program, Tapak dan Lingkungan. Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT.

Pokok Bahasan Analisis Program, Tapak dan Lingkungan. Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT. Pokok Bahasan Analisis Program, Tapak dan Lingkungan Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT. Instructional Designer Rehulina Apriyanti, ST., MT. Lia Rosmala S., ST.,MT. Multimedia

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE)

LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Magister Desain Kawasan Binaan (MDKB) LANSKAP PERKOTAAN (URBAN LANDSCAPE) Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP., MAgr, PhD. Pendahuluan Tujuan : Memberi pemahaman tentang: - Pengertian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Evaluasi Kualitas Estetik 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Desa Ancaran memiliki iklim yang dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin muson, dengan temperatur bulanan berkisar antara 18 C dan 32 C serta curah hujan berkisar

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN JEMBATAN TENGKU AGUNG SULTANAH LATIFAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHM AT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A34202008 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota 5 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota Kota merupakan suatu organisme yang kompleks yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang terjalin menjadi satu oleh suatu jaringan jalan dan jalur transportasi, saluran air,

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Iklim, karakternya dan Energi Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T Cuaca Cuaca terdiri dari seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer atau planet lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI

KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI KAJIAN LANSKAP PERTIGAAN JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR INDAH CAHYA IRIANTI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN INDAH CAHYA IRIANTI. A44050251.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA Estetika 4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Temperatur dan Kelembaban Relatif Udara Outdoor

Temperatur dan Kelembaban Relatif Udara Outdoor TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Temperatur dan Kelembaban Relatif Udara Outdoor Nasrullah (1), Ramli Rahim (2), Baharuddin (2), Rosady Mulyadi (2), Nurul Jamala (2), Asniawaty Kusno (2) (1) Mahasiswa Pascasarjana,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah perkotaan pada umumnya tidak memiliki perencanaan kawasan yang memadai. Tidak terencananya penataan kawasan tersebut ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik

Lebih terperinci

5/16/2013 SUHU / TEMPERATUR. This page was created using Nitro PDF SDK trial software. To purchase, go to

5/16/2013 SUHU / TEMPERATUR. This page was created using Nitro PDF SDK trial software. To purchase, go to IV. Suhu dan Kelembaban Udara - Pengertian Suhu - Variasi suhu - Pengaruh Suhu terhadap pertanian - Pengertian Kelembaban - Variasi Kelembaban - Pengaruh Kelembaban terhadap pertanian SUHU / TEMPERATUR

Lebih terperinci

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu

METODOLOGI. Tempat dan Waktu METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor. Tempat penelitian adalah di sepanjang koridor Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor (Gambar 2). Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadan ruang terbuka publik di dalam suatu kota semakin terbatas. Pembangunan gedung-gedung tinggi dan kawasan industri yang merupakan trademark dari kemajuan suatu

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 12 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE Penelitian di lapang berlangsung dari April 2011 sampai Juni 2011. Kegiatan penelitian ini berlokasi di Kawasan Industri Karawang International

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta Timur, Kota Jakarta, Propinsi DKI Jakarta dengan sampel tujuh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dan lokasi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci