PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY"

Transkripsi

1 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 RINGKASAN ACHMAD SUBANDY. D Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Persuteraan Alam di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing utama Pembimbing anggota : Ir. Hj Dewi Ulfah Wardani, MS : Dr. Ir. Mien Kaomini, MSc Kegiatan sutera alam merupakan salah satu upaya untuk mendukung program rehabilitasi lahan dengan meningkatkan daya dukung lahan melalui budidaya tanaman murbei yang dikombinasi dengan pemeliharaan ulat sutera dan penanganan pasca panennya. Pengembangan usaha persuteraan alam dipandang sebagai salah satu usaha yang mempunyai harapan yang baik untuk mensejahterakan masyarakat dengan memanfaatkan lahan hutan yang masih terlantar. Tujuan penelitian adalah : 1) mengetahui gambaran kondisi usaha persuteraan alam di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, 2) mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang dimiliki petani sutera alam untuk mengembangkan usaha persuteraan alam di daerah tersebut, 3) merumuskan strategi pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Penelitian ini merupakan suatu survey pada usaha persuteraan alam di Kecamatan Rancakalong. Data dikumpulkan selama bulan Juli sampai dengan September Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja dengan memilih orang-orang yang aktif pada kegiatan usaha persuteraan alam sebagai sumber informasi. Sampel diambil sebanyak 42 orang dari populasi 60 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Analisis data yang digunakan adalah analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) dengan mengevaluasi faktor-faktor internal dan eksternal. Tahap selanjutnya yaitu perumusan strategi dengan menggunakan matriks SWOT. Kondisi alam yang dimiliki wilayah Kecamatan Rancakalong sesuai untuk mengembangkan usaha persuteraan alam. Kegiatan usaha persuteraan alam yang dilakukan petani Rancakalong meliputi kegiatan kelompok tani, budidaya tanaman murbei dan ulat sutera serta pemintalan benang. Struktur organisasi masih sangat sederhana, hanya ada ketua kelompok, bagian penanganan produksi dan penanganan pemasaran. Lahan yang dipakai oleh kelompok tani sutera sebagai budidaya tanaman murbei dan pemeliharaan ulat sutera adalah 2 Ha di Desa Legog Bitung dan 2 Ha di Desa Sukasirnarasa. Bibit murbei yang ditanam adalah Morus cathayana, M multicaulis, dan M nigra. Petani Rancakalong memiliki cara pemeliharaan ulat kecil dan ulat besar yang berbeda. Ada tujuh tahap proses produksi pemintalan benang petani sutera Rancakalong yaitu: (a) pemasakan kokon, (b) pencarian ujung serat (filamen), (c) reeling (d) re-reeling, (e) winding, (f) doubling, (g) twisting. Dari analisis yang telah dilakukan, didapat hasil identifikasi faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan yang berpengaruh terhadap usaha pengembangan persuteraan alam di Rancakalong. Pada kekuatan menghasilkan sembilan faktor yaitu (1) kondisi alam (iklim, tanah dan topografi) yang sesuai, (2) peran kelompok tani sutera dalam penanganan langsung kegiatan usaha, (3) adanya fasilitas dan 2

3 peralatan yang cukup memadai, (4) jumlah modal yang dimiliki petani cukup memadai, (5) adanya kualitas benang sutera yang bagus, (6) kapasitas dan karakteristik petani yang mendukung (umur, tingkat pendidikan dan pengalaman usaha), (7) adanya pembeli benang sutera sebagai pelanggan tetap, (8) adanya pelatihan dan pembinaan bagi petani sutera, (9) pemanfaatan limbah hasil budidaya sebagai hasil sampingan. Pada unsur kelemahan dihasilkan enam faktor diantaranya (1) hama dan penyakit pada ulat dan murbei, (2) struktur organisasi kelompok tani sutera masih sangat sederhana dan adanya deskripsi tugas rangkap, (3) petani kurang memperhatikan ketersediaan pakan, (4) jumlah produksi benang sutera belum memenuhi harapan, (5) tidak ada data keuangan yang menunjang, (6) manajemen ruang pemeliharaan kurang bagus. Hasil identifikasi faktor eksternal berupa peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap usaha pengembangan persuteraan alam di Rancakalong. Pada peluang dihasilkan empat faktor yaitu (1) kerjasama yang saling menguntungkan dengan supplier (KOPPUS Sabilulungan III), (2) kebutuhan bahan dari benang sutera (batik, bordir, dan interior) meningkat, (3) adanya dukungan dari pemerintah berupa bantuan dana dan penyuluhan, (4) peluang kenaikan harga benang sutera yang menguntungkan petani. Sedangkan ancaman menghasilkan tiga faktor yaitu (1) fungsi lembaga persuteraan tidak berjalan dengan baik, (2) tidak adanya dukungan dari lembaga koperasi dan bank, (3) ancaman pesaing dari Tasikmalaya, Garut dan Sukabumi. Berdasarkan hasil analisis didapatkan perumusan strategi pengembangan usaha persuteraan alam yaitu meningkatkan kuantitas produksi pemeliharaan ulat sutera, meningkatkan penjualan dengan promosi, meningkatkan keuntungan dengan memperbaiki manajemen produksi, meningkatkan mutu pelayanan kepada konsumen dan meningkatkan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait. Kata kunci : Sutera alam, faktor internal, faktor eksternal, strategi 3

4 ABSTRACT The Formulation of Strategy for Natural Silk Business Development on Rancakalong Subdistrict, Sumedang Regency Subandy A, D. I. Wardani, M. Kaomini The aims of this research were: (1) to describe the condition of natural silk business in Rancakalong Subdistrict, Sumedang Regency; (2) to identify the internal and external factors influencing the farmers ability in developing natural silk business in the area; (3) to formulate a strategy for natural silk business development in Rancakalong Subdistrict, Sumedang Regency. This study was a survey on natural silk business in Rancakalong. The data was collected from July 2006 until September The samples in this research were obtained from a number of people who were actively involved in natural silk business. The samples consisted of 42 respondents out of 60 people. The data used in this research were primary and secondary data, and the data analysis used was SWOT analysis (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) by evaluating the internal and external factors. The next stage was the formulation of strategy using SWOT matrix. The development strategy for natural silk business which was formulated based on the result of the analysis were as follows: increasing the quality of silkworm production in the existing area, increasing the sale through promotion, increasing profit by improving the production management, increasing the quality of service to the consumers, and increasing the coordination with related institutions. Keywords : natural silk, internal factor, external factor, strategy 4

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG ACHMAD SUBANDY D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

6 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG Oleh ACHMAD SUBANDY D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 22 Januari 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Dewi Ulfah Wardani, MS Dr. Ir. Mien Kaomini, MSc. NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr. NIP

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Desember 1983 di Jakarta. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Atang Sutardja, SH dan Ibu Anah Supyanah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN Cilandak Timur 07 Pagi, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTPN 212, Cilandak Timur, Jakarta, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMU Bunda Kandung, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Penulis diterima sebagai Mahasiswa pada jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan (HIMASEIP). 7

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil aalamiin Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas segala limpahan dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Penyusunan skripsi yang berjudul perumusan strategi pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran kondisi usaha persuteraan alam di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang dimiliki petani sutera alam untuk mengembangkan usaha persuteraan alam di daerah tersebut, dan merumuskan strategi pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Skripsi ini diharapkan memberikan manfaat bagi pihak pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan untuk pengembangan usaha persuteraan alam di Kabupaten Sumedang. Penulis berharap agar tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca secara umum. Penulis sangat menghargai saran dan kritik yang membangun demi perbaikan tulisan ini selanjutnya. Bogor, 22 Januari 2008 Penulis 8

9 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv RIWAYAT HIDUP... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan Penelitian... 3 Kegunaan Penelitian... 3 KERANGKA PEMIKIRAN... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 6 Persuteraan Alam... 6 Budidaya Murbei... 6 Pemeliharaan Ulat Sutera... 8 Pemintalan Pola Kemitraan Pemasaran Kebijakan Sosial Ekonomi Sosial Budaya Pemerintah Kelembagaan Analisis SWOT Kajian Terdahulu METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Desain Data dan Instrumentasi Pengumpulan Data Analisis Data Analisis SWOT

10 KEADAAN UMUM LOKASI Kabupaten Sumedang Kecamatan Rancakalong Keadaan Wilayah Demografi Kehutanan HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah Persuteraan Rancakalong Kegiatan Usaha Persuteraan Kelompok Tani Kegiatan Budidaya Murbei Kegiatan Budidaya Ulat Sutera Pemeliharaan Ulat Kecil Pemeliharaan Ulat Besar Pemanenan Kokon Seleksi Kokon Pengeringan Kokon Kegiatan Pemintalan Benang Sutera Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Usaha Persuteraan Alam Identifikasi Faktor Internal Sumberdaya Manusia Produksi Keuangan Usaha Pemasaran Pembinaan dan Pelatihan Identifikasi Faktor Eksternal Ekonomi Sosial, Budaya dan Demografi Pemasok Persaingan Pemerintahan Kelembagaan Terkait Proses Perumusan Strategi Perumusan Strategi Pengembangan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Matriks SWOT Data Penduduk Kecamatan Rancakalong Pada Akhir tahun Produksi Kokon Petani Sutera Rancakalong Karakteristik Individu Petani Sutera di Kecamatan Rancakalong Hasil Produksi Benang Sutera Petani Sutera Rancakalong Nilai Tukar Rupiah terhadap Harga Benang Sutera untuk Produksi Sutera di Indonesia Tahun Matriks SWOT

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai negara yang berbasis pertanian, Indonesia perlu terus memantapkan peranannya dalam pembangunan ekonomi. Menjelang era perdagangan bebas di tahun 2010, potensi berupa tanah, air, agroklimat dan sumberdaya manusia harus lebih didayagunakan sehingga mampu memanfaatkan peluang dalam dan luar negeri serta mampu memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja. Persuteraan alam sebagai salah satu kegiatan agribisnis dengan rangkaian usaha yang cukup panjang menjadi bagian dari pengembangan di bidang kehutanan yang dikaitkan dengan kegiatan agroindustri. Selain itu, kegiatan ini sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh sebagian masyarakat Indonesia terutama di daerah-daerah dengan lingkungan sosial budaya yang mendukung kegiatan tersebut seperti Sulawesi Selatan dan Jawa Barat. Kegiatan sutera alam merupakan salah satu upaya untuk mendukung program rehabilitasi lahan dengan meningkatkan daya dukung lahan melalui budidaya tanaman murbei yang dikombinasi dengan pemeliharaan ulat sutera dan penanganan pasca panennya. Pengembangan usaha persuteraan alam dipandang sebagai salah satu usaha yang mempunyai harapan yang baik untuk mensejahterakan masyarakat dengan memanfaatkan lahan hutan yang masih terlantar. Usaha kegiatan persuteraan alam khususnya produksi kokon dan benang sutera dirasakan sangat menguntungkan, karena cepat mendatangkan hasil dan bernilai ekonomi tinggi. Teknologi yang digunakan relatif sederhana, karena dapat dilakukan sebagai usaha pokok maupun sampingan yang merupakan usaha keluarga. Disamping bersifat padat karya, dapat juga menjadi sumber pendapatan masyarakat yang menguntungkan, sehingga kegiatan ini merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan peranan sektor kehutanan dalam mendorong perekonomian masyarakat di pedesaan. Di Jawa Barat terdapat petani yang memanfaatkan 2.620,90 ha lahan murbei untuk mengembangkan ulat sutera. Lahan-lahan tersebut terdapat di Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Majalengka, Sumedang, Subang serta Purwakarta (Andikarya, 2003). 13

14 Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan (2005), Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah yang memiliki prospek yang baik bagi pengembangan usaha persuteraan alam karena secara geografis klimatis, edafis, topografis, maupun ketenagakerjaan (sumberdaya manusia) memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh hasil yang maksimal perlu ditunjang oleh pengadaan sarana yang cukup, teknik yang memadai dan pemasaran yang terjamin, sehingga keterlibatan pemerintah, swasta maupun petani sangat diharapkan. Berdasarkan hal di atas penelitian yang komprehensif terhadap pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, sangat diperlukan. Penelitian dapat dilakukan dengan menganalisis variabel faktor internal meliputi sumberdaya manusia, keuangan usaha, pemasaran, produksi, penyuluhan dan pelatihan serta variabel faktor eksternal yang terdiri dari ekonomi, sosial, budaya dan demografi, kemitraan, pemasok, persaingan, pemerintah dan lembaga yang terdapat pada usaha persuteraan alam Kecamatan Rancakalong. Kecamatan Rancakalong sebagai salah satu daerah yang memiliki pengembangan usaha sutera alam diharapkan memberikan dampak terhadap perkembangan usaha persuteraan alam di Kabupaten Sumedang khususnya dan propinsi Jawa Barat umumnya. Rumusan Masalah Produksi sutera alam Indonesia masih sangat rendah, rata-rata per tahun produksi kokon kering sebesar 250 ton atau setara dengan 31,25 ton benang. Kapasitas produksi industri pemintalan benang sebesar 87,5 ton atau setara dengan kebutuhan kokon sebesar 700 ton. Sehubungan dengan itu industri pemintalan benang belum beroperasi optimal masih kekurangan kokon sekitar 450 ton pertahun. Sedangkan kebutuhan kokon nasional saat ini sebanyak 2400 ton per tahun, kebutuhan bahan baku industri benang sutera berupa kepompong ulat sutera (kokon) masih harus impor (Munaf, 2005). Menurut Atmosoedarjo et al. (2000), untuk memenuhi kebutuhan kokon maka kita harus tetap impor dari Brazil, Turki, Cina, serta Uzbekistan sebagai sentra produksi sutera dunia. Permintaan di dalam negeri akan barang yang terbuat dari benang sutera sangat tinggi, sedangkan perkembangan produksi kokon di beberapa sentra produksi selalu tidak menentu. Situasi ini dihadapi juga oleh usaha persuteraan alam yang terdapat di Kabupaten Sumedang, khususnya Kecamatan Rancakalong. 14

15 Tidak jarang petani sutera alam meninggalkan usaha tani sutera dan beralih pada komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan. Masalah yang dihadapi seperti, keterbatasan modal, aspek sumberdaya maupun sarana dan prasarana yang belum optimal perlu diatasi mengingat potensi wilayah yang mendukung serta peluang pasar yang masih terbuka. Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian : 1. Faktor-faktor internal dan eksternal apa saja yang dihadapi petani ulat sutera di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, untuk mengembangkan usaha persuteraan alam? 2. Alternatif strategi apakah yang dapat dilaksanakan petani sutera di Kecamatan Rancakalong untuk dapat mengembangkan usaha persuteraan alam sesuai kondisi internal dan eksternal yang dimiliki? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui gambaran kondisi usaha persuteraan alam di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang 2. Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang dimiliki petani sutera alam untuk mengembangkan usaha persuteraan alam di daerah tersebut 3. Merumuskan strategi pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi petani dan pihak pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan untuk pengembangan usaha persuteraan alam di Kabupaten Sumedang. KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian mengenai usaha persuteraan alam ini dibatasi pada ruang lingkup budidaya murbei dan budidaya ulat sutera sampai pemintalan benang sutera dengan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang dimiliki petani sutera alam di daerah Kecamatan Rancakalong. Faktor-faktor internal meliputi sumberdaya manusia, keuangan usaha, pemasaran, produksi, penyuluhan dan pelatihan. 15

16 Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor ekonomi, sosial, budaya dan demografi, kemitraan, pemasok, persaingan, pemerintah dan kelembagaan yang terdapat di usaha persuteraan alam Kecamatan Rancakalong. Tahap terakhir dalam rangkaian perumusan Strategi Pengembangan Usaha Persuteraan Alam di Kecamatan Rancakalong adalah matriks SWOT untuk menggambarkan bagaimana kelemahan dan ancaman yang dihadapi dapat diatasi dengan kekuatan dan peluang yang dimiliki yang akan menghasilkan kemungkinankemungkinan strategi bagi pengembangan usaha di wilayah tersebut. 16

17 Analisis Kasus USAHA PERSUTERAAN ALAM Budidaya Murbei Budidaya Ulat Sutera Pemintalan Benang Sutera Faktor Internal Faktor Ekstenal Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Matriks SWOT Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Persuteraan Alam Gambar 1. Kerangka Pemikiran 17

18 TINJAUAN PUSTAKA Persuteraan Alam Kegiatan persuteraan alam sudah dikenal dan dibudidayakan oleh sebagian masyarakat di Indonesia terutama di daerah-daerah yang sosial budayanya mendukung, misalnya di Sulawesi Selatan, Jawa Barat dan beberapa daerah lainnya. Kegiatan tersebut bersifat padat karya sehingga dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat yang menguntungkan dan dapat pula dijadikan ajang untuk mengentaskan kemiskinan (Atmosoedarjo et al., 2000) Tanaman murbei berkembang di Indonesia sejalan dengan perkembangan serikultur pada zaman kerajaan beberapa ratus tahun yang lalu, tetapi serikultur modern baru dimulai pada tahun Upaya pengembangan sutera di Indonesia dikenalkan oleh bangsa Jepang kepada veteran perang, namun perkembangannya sangat lambat (Andikarya, 2003). Menurut Perum Perhutani (2005), pelaksanaan kegiatan persuteraan alam di lapangan terdiri dari kegiatan pertanaman murbei (produksi daun), pembibitan ulat sutera (produksi bibit ulat sutera), pemeliharaan ulat sutera (produksi kokon), penanganan kokon, pemintalan (produksi benang sutera), pertenunan (produksi kain) dan pemasaran hasil produksinya. Simanjuntak (2003), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mendukung pengembangan usaha persuteraan alam adalah pemilihan lahan / tanah yang dibutuhkan kebun murbei dengan tinggi tempat m dari permukaan laut, ph tanah , temperatur o C, dan curah hujan mm/tahun, pemeliharaan ulat kecil membutuhkan suhu yang ideal o C dengan kelembaban 70-80% dan pemeliharaan ulat besar membutuhkan suhu o C dengan kelembaban 70-80%. Budidaya Murbei Menurut Hindra (2005), tanaman murbei merupakan dasar kegiatan persuteraan alam, karena daun murbei merupakan pakan satu-satunya ulat sutera (Bombyx mori). Di Indonesia terdapat 100 jenis murbei, yang dikenal hanya ada 6 jenis yaitu Morus cathayana, M alba, M multicaulis, M nigra, M australis, dan M macroura. Jenis yang dianjurkan ditanam karena keunggulannya, baik produktivitas maupun kualitas daunnya adalah Morus cathayana, M multicaulis, M alba Kanva-2 (dari India), M 18

19 multicaulis (Cina 2) dan M alba (Calafat). Jenis-jenis tersebut sudah beradaptasi cukup baik dengan kondisi lingkungan di Indonesia Adapun sistematika tanaman murbei : Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Classis : Dicotyledoneae Ordo : Urticalis Famili : Moraceae Genus : Morus Species : M. alba; M nigra; M multicaulis; M alba varietas Kanva - 2; M khumpai; M cathayana dan lain sebagainya (Hindra, 2005). Menurut Hindra (2005), tahapan kegiatan pertanaman murbei adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan lokasi Lokasi untuk pertanaman murbei dipilih pada tanah yang subur, rata atau tidak terlalu miring, dekat dengan sumber air dan tidak berbatu-batu. Letak kebun murbei sebaiknya dekat dengan ruang pemeliharaan ulat, agar tidak kesulitan dalam mengangkut daunnya. 2. Pengadaan bibit murbei Bibit / stek murbei yang akan ditanam harus berasal dari tanaman murbei yang baik, sehat, cukup umur, diameter 1-1,5 cm dan merupakan jenis unggul pada daerah tersebut. Stek murbei mempunyai 4 mata, panjang sekitar 20 cm, bagian atas dipotong agak miring dan bagian bawah rata. 3. Pemeliharaan tanaman Untuk mengamankan tanaman murbei sebaiknya kebun dipagar dan diadakan pengairan. Tanaman murbei yang baru ditanam atau masa pemeliharaan agar menggunakan pupuk organik (pupuk kandang), tetapi apabila tidak tersedia pupuk kandang dapat menggunakan pupuk anorganik. 4. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit bertujuan agar produksi daun murbei tinggi dan aman sampai dimanfaatkan untuk pemeliharaan ulat. Pengendalian hama 19

20 penyakit dapat berupa pembersihan lapangan, pemangkasan ulang, penyemprotan maupun upaya-upaya lainnya. Dalam pelaksanaan penyemprotan agar diperhatikan masa residu, karena ulat sutera termasuk serangga yang akan keracunan apabila memakan murbei yang masih mengandung pestisida. 5. Pemanenan daun Pemanenan daun adalah pengambilan daun dari kebun murbei untuk pemeliharaan ulat sutera. Persyaratan daun untuk ulat kecil tidak sama dengan ulat besar. Ulat kecil membutuhkan daun yang kandungan airnya relatif banyak, lunak dan muda. Ulat kecil membutuhkan daun umur pangkas 1-1,5 bulan, pemberian daun dengan dirajang, sedang ulat besar membutuhkan daun umur pangkas 2,5 bulan dengan pemberian beserta batangnya. Produksi daun dengan cabang rata-rata umur pangkas 1-1,5 bulan sebesar 150 gram/pohon dan untuk pangkas 2,5 bulan sebesar 750 gram/pohon. 6. Kandungan unsur Daun murbei adalah satu-satunya makanan ulat sutera jenis Bombyx mori, yang mana untuk pertumbuhannnya memerlukan zat-zat makanan yang ada didalamnya. Susunan kimia daun murbei terdiri dari air, protein, dekstrin, garamgaram anorganik (phosfat, kalium, kalsium, dan lain-lain), vitamin (provitamin A, B1, B2, C dan sebagainya), karbohidrat, serat bahan ekstraksi, macam-macam gula dan asam-asam organik. Jenis murbei M. cathayana menghasilkan 0,3-0,9 kg/pohon pada umur 1-2 tahun, setelah dua tahun 0,8-1,2 kg/pohon setiap periode panen (selang 2-3 bulan). Tanaman murbei produksi daunnya mulai menurun pada umur 10 tahun dan lebih dari 15 tahun tergolong tanaman tua yang mempunyai produktivitas rendah (Atmosoedarjo et al., 2000). Pemeliharaan Ulat Sutera Menurut Samsijah dan Andadari (1995), pemeliharaan ulat dapat berhasil dengan baik pada ruangan khusus dalam bangunan pemeliharaan ulat kecil dengan kondisi temperatur, kelembaban, cahaya, dan aliran udara yang dapat diatur. Syaratsyarat pemeliharaan bangunan pemeliharaan ulat kecil adalah: 1) bangunan tempat pemeliharaan harus dekat dengan kebun murbei; 2) lingkungan di sekitar bangunan bersih; 3) ruang pemeliharaan bersih dan kering serta tersedia jendela yang cukup 20

21 untuk pergantian udara; 4) tersedia ruang atau tempat penyimpanan daun murbei yang terpisah dari ruang pemeliharaan; dan tempat pembuangan kotoran ulat diletakkan jauh dari bangunan. Atmosoedarjo et al. (2000), menyatakan bahwa pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di lokasi pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara, cahaya, dan sebagainya. Sangat penting untuk menyesuaikan iklim mikro di tempat pemeliharaan, supaya cocok dengan pertumbuhan masing-masing instar ulat sutera, sehingga dapat memproduksi kokon sebanyak mungkin. Keadaan cuaca di luar ruang pemeliharaan juga sangat berpengaruh, tidak saja pada iklim mikro, akan tetapi juga kepada nilai gizi dari daun murbei. Selain suhu tinggi, di beberapa bagian daerah tropik terdapat juga musim kering dan musim hujan yang jelas. Suhu dan cuaca sangat penting untuk mempertahankan nilai gizi daun murbei karena di musim kemarau tanaman murbei tumbuhnya menjadi lamban dan akhirnya memproduksi daun yang kasar dan mudah layu (Atmosoedarjo et al., 2000). Menurut Atmosoedarjo et al. (2000), faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pemeliharaan ulat sutera adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan musim-musim pemeliharaan untuk mendapatkan panen yang mantap. 2. Pemanfaatan fasilitas-fasilitas dan tenaga kerja yang ada secara optimal. 3. Pemilihan teknik yang tepat untuk meningkatkan produktivitas lahan dan tenaga kerja untuk menghasilkan kokon yang berkualitas tinggi. 4. Pengaturan kegiatan, sehingga para pekerja tidak kewalahan. Atmosoedarjo et al. (2000) menyatakan bahwa pada umumnya jumlah box telur digunakan sebagai unit untuk menyatakan skala pemeliharaan. Satu box berisi butir telur, dengan berat 10,6 20,8 g. Hasil kokon yang diharapkan dari satu box telur adalah kg untuk varietas-varietas bivoltin. Satu box telur dari Candiroto berisi telur/box, dengan hasil kokon diharapkan 40 kg/box. Untuk memelihara satu box telur ( telur) luas ruang pemeliharaan yang diperlukan adalah 16 m 2 dan diperlukan daun murbei (termasuk tunas) sebanyak 600 kg, atau 450 kg daun saja. 21

22 Jumlah ulat yang akan dipelihara tergantung kepada tenaga kerja yang ada, tersedianya daun murbei, luas ruangan pemeliharaan, peralatan, dan sebagainya. Bila tambahan tenaga kerja mudah di dapat, maka tenaga tambahan dapat digunakan pada instar V sampai naik untuk mengokon, yaitu pada waktu ulat makan dengan rakusnya. Dalam pemeliharaan ulat sutera kebersihan ruangan dan peralatan penting sekali diperhatikan, karena debu dan kotoran yang terdapat pada tempat dan peralatan pemeliharaan merupakan sumber berbagai penyakit. Oleh karena itu sebelum dan sesudah pemeliharaan ulat sutera hendaknya dilakukan desinfeksi ruangan dan peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan. Desinfeksi ruangan serta alat-alat pemeliharaan dilakukan 2-3 hari sebelum ulat dipelihara dengan menggunakan kaporit yang dilarutkan 200 kali, disemprotkan secara merata dengan volume penyemprotan 1,5-2,0 liter larutan/m 2. Desinfeksi tubuh ulat dilakukan setiap pagi menit sebelum pemberian pakan, mulai instar IV sampai mengokon. Desinfeksi tubuh ulat dilakukan dengan menggunakan campuran kaporit dan kapur dengan perbandingan 1 : 9 ditaburkan secara merata di atas tubuh ulat. Desinfektan cukup efektif untuk mencegah timbulnya penyakit pada ulat sutera dan berpengaruh nyata terhadap mortalitas ulat yang cukup rendah, yaitu 2,286 % - 16,571%. Alat yang digunakan sebagai tempat mengokon adalah seriframe dapat menampung 250 kokon, dengan jaminan kokon rangkap yang dihasilkan sedikit. Satu box memerlukan 60 seriframe. Panen kokon dilaksanakan setelah 6-7 hari dari ulat mulai mengokon. Pemintalan Atmosoedarjo et al. (2000) menyatakan Reeling benang sutera, atau silk reeling, dalam arti luas adalah produksi benang sutera melalui proses pengeringan kokon segar, penyimpanan, penyortiran dan pemasakan kokon kering, reeling dan rereeling sampai menjadi benang sutera. Proses reeling sutera adalah penyatuan beberapa filamen untuk dipintal menjadi benang sutera. Ada banyak jenis alat pintal sutera, yang terpenting di antaranya adalah mesin reeling otomatis. Industri reeling sutera di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: industri reeling sutera tradisional, semi otomatis dan otomatis. Reeling tradisional, 22

23 yang banyak digunakan oleh para pengrajin sutera di Sulawesi Selatan, Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan beberapa daerah lainnya, menggunakan alat pintal generasi pertama, yang sangat sederhana, dengan menggunakan tenaga manusia. Sedangkan industri reeling semi otomatis dan otomatis menggunakan mesin modern, yang digerakkan dengan listrik (generasi kedua dan ketiga). Mesin reeling otomatis, pada umumnya, hanya digunakan untuk kokon berkualitas prima yang memiliki keseragaman tinggi, sehingga memungkinkan dipintal secara otomatis dengan kecepatan tinggi. Mesin semi otomatis dapat digunakan untuk mengolah kokon kelas di bawahnya. Benang sutera yang diolah dengan mesin otomatis, memiliki kualitas paling baik, disusul berturut-turut mesin semi otomatis dan cara tradisional (Atmosoedarjo et al., 2000). Pola Kemitraan Program kemitraan di bidang persuteraan alam menurut Atmosoedarjo et al. (2000), dimaksudkan sebagai suatu bentuk upaya kerjasama yang berlandaskan kepada semangat kebersamaan antara yang kuat dan yang lemah dalam rangka pemberdayaan yang lemah, agar tidak menjadi korban dalam persaingan usaha dan tujuan-tujuan pembangunan persuteraan nasional tercapai. Untuk menggabungkan aset-aset yang dimiliki petani/perajin persuteraan alam dan yang dimiliki sektor ekonomi skala besar perlu adanya kerjasama antara keduanya dalam bentuk pola-pola kemitraan. Oleh sebab itu pola-pola kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan kedua belah pihak perlu diciptakan dengan dasar aset-aset yang dimiliki oleh masing-masing pihak tersebut. Pemerintah dalam hal ini berperan memberikan fasilitas antara lain pembinaan, bimbingan dan memberikan permodalan dengan fasilitas bunga rendah (Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial/RLPS, 2003) Menurut Ditjen RLPS (2003), dalam rangka pengembangan kemitraan yang perlu dilaksanakan antara lain: 1. Penyusunan pedoman pola-pola kemitraan. 2. Mengembangkan usaha persuteraan alam dengan pola kemitraan 3. Mengadakan pertemuan, tukar menukar informasi antar para pihak yang menangani usaha persuteraan alam dengan pola kemitraan dan pameran produksi persuteraan alam. 23

24 Pemasaran Menurut Atmosoedarjo et al. (2000), perdagangan benang sutera mentah (raw silk) cukup ramai di kalangan pengrajin sutera. Pemasoknya adalah para pemintal dan pembelinya pada umumnya adalah pengrajin tenun. Beberapa koperasi bertindak sebagai pedagang perantara untuk menjembatani kebutuhan pengrajin tenun yang menjadi anggotanya. Perum Perhutani (2005), menyatakan pemasaran produksi persuteraan alam merupakan rangkaian akhir yang sangat menentukan, karena pemasaran merupakan jaminan bahwa kegiatan persuteraan alam ini dapat berlangsung terus atau berhenti. Untuk menjamin pemasaran kokon di petani, kegiatan persuteraan alam harus dilaksanakan pada daerah yang asesibilitasnya relatif baik, dekat dengan lokasi pengolahan kokon atau dengan tempat yang membutuhkan produk persuteraan alam. Pemasaran kokon pada umumnya masih pasar tunggal, artinya kokon petani ditampung oleh satu badan usaha, sehingga harganya masih ditentukan oleh badan usaha tersebut. Di Sulawesi Selatan sudah ada pasar bebas kokon, sehingga petani lebih leluasa untuk menjual kokonnya dengan harga pasar. Untuk memperkuat posisi tawar, petani harus bersatu dalam suatu kelompok tani, atau menjadi plasma dari badan usaha tersebut (Hindra, 2005). Kebijakan Kebijakan Pengembangan Persuteraan Nasional dilakukan selama 5 tahun dalam kurun waktu tahun 2005 sampai dengan 2009, yang bertujuan mendorong percepatan kegiatan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, dan terpenuhinya kebutuhan pasar yang cukup terbuka, terutama kebutuhan pasar dalam negeri. Langkah-langkah pembinaan yang dilakukan dengan menentukan arah kebijakan dan program pembinaan yang lebih terpadu dan terkoordinasi antar instansi pembina dan stakeholder (Munaf, 2005). Menurut Munaf (2005), strategi yang ditempuh dalam kebijakan pengembangan persuteraan nasional: (1) Pencapaian sasaran pengembangan persuteraan Indonesia selama lima tahun; (2) Pengembangan persuteraan berdasarkan pengembangan sentra dengan pendekatan klaster yaitu mengintegrasikan seluruh komponen produktif industri sutera dari hulu ke hilir sehingga keunggulan komparatif produk persuteraan menjadi keunggulan kompetitif (produk-produk 24

25 sutera berdaya saing); (3) Pembentukan Silk Solution Center dibutuhkan sebagai daya penggerak bagi masyarakat persuteraan untuk memajukan persuteraan nasional. Sosial Ekonomi Penyusunan perencanaan persuteraan alam untuk suatu lokasi perlu disertai dengan perhitungan yang matang, sehingga dari segi ekonomi dapat menguntungkan petani. Lokasi yang direncanakan untuk kegiatan persuteraan alam sebaiknya sudah tersedia sarana dan prasarana sebagai pendukung dan penguasaan teknologi, sehingga petani dapat melaksanakan kegiatannya (Perum Perhutani, 2005). Sosial Budaya Menurut Perum Perhutani (2005), sosial budaya wilayah sangat menentukan bagi pengembangan suatu kegiatan, termasuk kegiatan persuteraan alam. Apabila masyarakat sudah mengenal budaya persuteraan alam, maka untuk pengembangan lebih lanjut hanya mendorong dan memberikan motivasi, dan masyarakat dapat langsung menerapkannya. Budaya baju sutera dan sarung sutera akan mendorong masyarakat untuk memenuhi keperluannya sendiri. Pemerintah Menurut Perum Perhutani (2005), faktor pendukung yang sangat menentukan dalam penyusunan perencanaan adalah dukungan pemerintah, baik pemerintah pusat, propinsi maupun kabupaten. Apabila pada wilayah tersebut kegiatan persuteraan alam sudah merupakan kegiatan prioritas dan didukung oleh biofisik, agroklimat, sosial ekonomi dan budaya, maka daerah tersebut dapat direncanakan untuk kegiatan persuteraan alam. Apabila pemerintah daerah belum memprioritaskan daerah tersebut sebaiknya wilayah tersebut tidak direncanakan untuk kegiatan persuteraan alam. Kelembagaan Kelembagaan menentukan jalannya pengembangan persuteraan alam. Dalam materi kelembagaan perlu direncanakan dengan baik tentang sistem pembinaan melalui kelompok tani dan peraturan perundangan yang mendukung kegiatan tersebut. Dengan adanya kelembagaan yang baik, maka alur pembinaan akan teratur, tidak terjadi tumpang tindih dan petani akan mudah apabila memerlukan pelayanan kegiatan persuteraan alam (Perhutani, 2005). 25

26 Analisis SWOT SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi oleh dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) (Rangkuti, 2000). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat dimaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities). Namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi saat ini (Rangkuti, 2000). Kekuatan adalah sumberdaya, keterampilan, atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin dilayani oleh perusahaan. Kekuatan dapat terkandung dalam sumberdaya keuangan, citra, kepemimpinan pasar, hubungan dengan konsumen, dan fakta lainnya. Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan. Fasilitas, sumberdaya keuangan, kapabilitas manajemen, keterampilan pemasaran, dan citra merek dapat merupakan sumber kelemahan. Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan penting merupakan salah satu sumber peluang. Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan perusahaan. 26

27 Kajian Penelitian Terdahulu Munajat (1998) menganalisis pendapatan usaha sutera alam maupun analisis optimalisasi pola usaha tani di Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha sutera alam tidak menguntungkan sehingga perlu kebijakan mengurangi konsumsi daun murbei untuk mendorong petani melakukan usaha sutera alam, karena usaha sutera alam akan lebih efisien. Kebijakan tersebut akan berimplikasi pada peningkatan volume pemeliharaan ulat sutera oleh petani. Kebijakan menaikkan harga mendorong petani melakukan usaha sutera alam karena usaha tersebut menjadi sangat menarik secara ekonomis dengan harga yang lebih tinggi dari sebelumnya. Kedua kebijakan tersebut mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di wilayah Kabupaten Sukabumi. Penelitian lain telah dilakukan oleh Sudarisman (1998) terhadap perusahaan Indo Jado Sutera Pratama. Telah diketahui bahwa dalam pengusahaan sutera alam perusahaan telah melakukan pembinaan finansial dengan memberikan kredit sebesar Rp ,-, pemberian kredit ini memotivasi petani untuk ikut serta menjadi mitra perusahaan dalam memproduksi kokon. Andarwati (2000) menganalisis strategi pemasaran kain sutera alam di Arman Sutera dengan metode SWOT. Hasil analisis menunjukkan bahwa kekuatan perusahaan adalah lokasi show room yang strategis di pusat perbelanjaan di Ujung Pandang, jasa pengiriman barang, dan tenaga kerja manajer pengembangan cabangcabang yang bertugas mempermudah jalur distribusi dengan menentukan lokasi show room yang strategis. Kelemahan yang dimiliki perusahaan, yaitu nama yang belum terkenal, citra berbelanja di show room milik Arman Sutera mahal, dan kurang efektifnya promosi. Peluang yang dihadapi Arman Sutera adalah berkembangnya bisnis eceran, berkembangnya teknologi di bidang informasi, komunikasi dan transportasi, berkembangnya budaya memakai aksesoris dari sutera dan surat kebijakan pemerintah dalam pengembangan persuteraan. Sedangkan ancamannya yaitu kondisi perekonomian yang tidak stabil, kenaikan tarif listrik, telepon dan BBM, serta persaingan memperoleh pemasok karena meningkatnya jumlah pesaing. Melihat faktor-faktor di atas dapat diperoleh 4 alternatif strategi. Pertama, strategi SO dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, perusahaan dapat mempertahankan dan mengembangkan show room yang ada dengan 27

28 mempertahankan variasi, kualitas, dan kuantitas bahan. Kedua, strategi WO dengan cara meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, perusahaan harus meningkatkan kegiatan pengenalan melalui promosi dan bauran pemasaran. Ketiga, strategi ST dengan menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, perusahaan harus menjaga hubungan baik dengan pemasok untuk menjaga kontinuitas dan kualitas barang. Keempat, strategi WT dengan cara meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman, perusahaan harus menanamkan citra yang baik tentang industri sutera dengan memberi kepuasan pada konsumen. Penelitian Nukman (2002) pada mitra Jado Sutera Pratama tentang kelayakan finansial pada tahap perencanaan pengembangan proyek menunjukkan bahwa usaha tani sutera alam ini layak untuk dilaksanakan. Nilai B/C Ratio yang diperoleh pada peternak luasan lahan murbei sekitar 1,00 hektar maupun luasan lahan murbei 1,00-1,50 hektar dengan faktor diskonto 6% masing-masing adalah sebesar 1,201 dan 1,176. Nilai NPV masing-masing Rp ,92 dan Rp ,90. Nilai IRR masing-masing adalah 56,35% dan 53,34%. 28

29 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Persuteraan Alam ini dilaksanakan di dua desa yaitu Desa Sukasirnarasa dan Desa Legog Bitung, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Waktu pelaksanaan dilakukan selama 2 bulan yaitu Juli sampai dengan September Populasi dan Sampel Populasi Populasi keseluruhan adalah petani sutera yang melakukan kegiatan usaha persuteraan alam di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Populasi seluruhnya berjumlah 60 orang yang tersebar di dua Desa Kecamatan Rancakalong. Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja dengan memilih petani-petani yang aktif berdasarkan sumber informasi yang didapat dari para petani sutera alam yang berada di Kecamatan Rancakalong. Sebanyak 42 orang petani sebagai sampel petani sutera terdiri dari 20 orang petani sutera Desa Legog Bitung dan 22 petani sutera Desa Sukasirnarasa. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah analisis survai yaitu mengetahui gambaran kondisi usaha, menganalisis situasi dan memutuskan tindakan apa yang harus segera dilakukan untuk memecahkan masalah yang terjadi pada usaha persuteraan alam di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Instrumentasi Instrumentasi yang digunakan adalah wawancara langsung kepada petani sutera Rancakalong. Daftar pertanyaan wawancara secara garis besar melihat kondisi internal usaha persuteraan alam di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, seperti permodalan, sumberdaya, pendapatan, teknologi yang dipakai, pemasaran, faktor manajemen yang berhubungan dengan persuteraan alam, serta pelatihan dan pendidikan yang didapat para petani mengenai persuteraan alam. 29

30 Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara langsung dengan petani sutera dan para pakar di bidangnya. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan data umum dari Badan Pusat Statistik, perusahaan swasta (mitra usaha), dan instansi-instansi pemerintah seperti, Sub Dinas Pertanian Kecamatan Rancakalong, Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan Kabupaten Sumedang, Perguruan Tinggi, serta publikasi ilmiah. Sejumlah pakar diambil guna mendukung penelitian ini. Sebanyak 6 orang pakar terdiri dari 2 orang petani sutera alam yang berpengalaman, dua orang dari Pemerintah Daerah (Birokrat) dan dua orang dari Dinas terkait yang berada di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Analisis Data Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara deskriptif kualitatif dilakukan untuk mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal yang dimiliki petani sutera Rancakalong, sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan untuk menentukan strategi pengembangan usaha sutera alam di Rancakalong. Menurut Rangkuti (2006), proses penyusunan perencanaan strategi tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis, dan tahap pengambilan keputusan. Analisis data dengan menggunakan analisis SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman). Perangkat analisis yang digunakan adalah Internal Factor (IF) dan External Factor (EF), serta perumusan strategi pengembangan persuteraan alam di Rancakalong menggunakan alat analisis yaitu Matriks SWOT. a. Internal Factor dan External Faktor Langkah yang singkat dalam melakukan penilaian internal adalah dengan menggunakan Internal Factor. Internal Factor digunakan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki petani sutera dalam mengembangkan usaha budidaya murbei, ulat sutera dan pemintalan benang sutera dengan melihat beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu: sumberdaya manusia, keuangan usaha, pemasaran, produksi, pelatihan dan pembinaan. Begitu juga dengan External Faktor, 30

31 digunakan untuk mengarahkan perumus strategi untuk merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, politik, hukum, dan teknologi menganalisis faktor eksternal, dan mengklasifikasikannya menjadi peluang dan ancaman (David, 1997). b. Matriks SWOT Matriks SWOT (Tabel 1) digunakan untuk menetapkan strategi berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Matriks ini menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat kemungkinan strategi. Tabel 1. Matriks SWOT Internal Eksternal OPPORTUNITIES (O) Tentukan 1 10 peubah peulang eksternal STRENGTHS (S) Tentukan 1 10 kekuatan internal STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang WEAKNESSES (W) Tentukan 1 10 kelemahan internal STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang THREATS (T) Tentukan 1 10 peubah ancaman eksternal STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman Sumber : Rangkuti, Strategi SO adalah strategi yang dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar besarnya. 2. Strategi ST adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. 3. Strategi WO adalah strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada 4. Strategi WT adalah strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman (Rangkuti, 2000). 31

32 KEADAAN UMUM LOKASI Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang berada di sebelah Timur Propinsi Jawa Barat, berada pada 60 40' ' Lintang Selatan dan ' Bujur Timur, di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Subang, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kota Bandung. Jarak dari Ibukota Propinsi sekitar 45 km dan berada di antara jalur dua jalan tujuan wisata yakni Bandung dan Cirebon. Di bidang agama, masyarakat Kabupaten Sumedang merupakan masyarakat religius yang mempunyai sikap toleransi beragama yang cukup tinggi. Luas wilayah Kabupaten Sumedang mencapai ha, dengan jumlah penduduk sekitar jiwa yang tersebar di 26 wilayah kecamatan. Sebagian besar luas wilayah Kabupaten Sumedang berada pada ketinggian lebih dari 100 meter dari permukaan laut (dpl) dengan luas mencapai km 2 atau 87,61%. Sisanya sebesar km 2 berada pada ketinggian 100 meter sebanyak 16 kecamatan sedang dua kecamatan yang lain berada di bawah ketinggian 100 meter yaitu Tomo dan Ujungjaya. Berdasarkan visi dan misi yang diemban Kabupaten Sumedang, kegiatan terfokus pada pertanian karena sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2004), selama tahun 2004 kondisi curah hujan di Kabupaten Sumedang mencapai mm, hal ini mengalami kenaikan dibanding tahun Penelusuran lebih jauh, curah hujan banyak berada pada bulan Januari, Februari, Maret, dan April sampai dengan Juli sedangkan bulan Agustus sampai dengan Desember tidak terjadi hujan sama sekali. Secara rinci kondisi geografis tanah di Kabupaten Sumedang adalah latosol dengan luas mencapai 54,77 % dari luas kabupaten. Kecamatan yang luas tanahnya di atas 60% berjenis latosol adalah Rancakalong, Sumedang Selatan, Sumedang Utara, Situraja, Darmaraja, Cibuge, Jatigede dan Tanjungkerta. Namun dibeberapa Kecamatan ada juga yang berjenis andosol dan grumosol. Hampir di setiap Kecamatan penggunaan tanahnya adalah untuk pekarangan, tegal, ladang dan kolam, sedangkan perkebunan hanya berada di Kecamatan Pamulihan, Rancakalong, Sumedang Selatan dan Buahdua. 32

33 Menurut sumber pengairannya, kondisi luas sawah di tahun 2004 juga tidak berbeda dengan tahun 2003 baik pengairan teknis maupun tadah hujan. Khusus sawah tadah hujan, kecamatan yang menggantungkan kesuburan sawahnya dari curah hujan paling luas berada di Kecamatan Jatigede mencapai ha dimana dari luas tersebut hanya dapat melakukan penanaman satu kali. Sedang kecamatan yang tidak menggantungkan pada tadah hujan untuk lahan sawahnya adalah Kecamatan Situraja. Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang/BPS (2005), Hutan sebagai penyangga air bagi keperluan pertanian ternyata cukup menopang karena Kabupaten Sumedang dikelilingi hutan yang cukup luas, terdiri atas hutan negara ( km 2 ) dan hutan rakyat ( km 2 ) atau 37,5% dari luas keseluruhan adalah hutan. Dengan adanya luas hutan yang cukup besar secara tidak langsung mendukung kondisi kehidupan pertanian di Kabupaten Sumedang karena resapan air yang diberikan dari hutan ditolerir cukup memadai untuk masalah pertanian. Kecamatan Rancakalong Keadaan Wilayah Kecamatan Rancakalong terletak di sebelah barat Kota Sumedang, dengan batas wilayah sebagai berikut : 1) Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Medar 2) Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pamulihan 3) Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sumedang Utara 4) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Subang dan pegunungan lahan kehutanan yang membentang arah utara dan selatan. a. Topografi Kecamatan Rancakalong berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut, kemiringan antara , dengan persentase yaitu datar 30%, landai 27%, bergelombang 22%, dan berbukit/pegunungan 21%. b. Jenis Tanah a) Aluvial 25% meliputi daerah sekitar aliran sungai Ciherang dan Cisugan b) Podsolik Merah Kuning 26% tersebar di wilayah 14 desa. c) Grumasol 12% dari seluruh desa d) Latosol 9% di 14 desa e) Glei 12% di 6 desa 33

PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY

PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei 10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.

Lebih terperinci

Oleh : Lincah Andadari

Oleh : Lincah Andadari POTENSI HIBRID ULAT SUTERA HARAPAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI SUTERA. Oleh : Lincah Andadari Kementerian Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Geografis dan Luas Kecamatan Sukanagara secara administratif termasuk dalam Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Letak Kabupaten Cianjur secara geografis

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asal dan Penyebaran Tanaman Murbei Usaha persuteraan alam merupakan suatu kegiatan agroindustri yang memiliki rangkaian kegiatan yang panjang. Kegiatan tersebut meliputi penanaman

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat,

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat, BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persuteraan alam merupakan kegiatan yang menghasilkan komoditi yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat, tidak memerlukan tempat luas

Lebih terperinci

Kayu bawang, faktor-faktor yang mempengaruhi, strategi pengembangan.

Kayu bawang, faktor-faktor yang mempengaruhi, strategi pengembangan. Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Agroforestry Koordinator : Ir. Budiman Achmad, M.For.Sc. Judul Kegiatan : Paket Analisis Sosial, Ekonomi, Finansial, dan Kebijakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT

IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT SKRIPSI SANDY KARTIWA SUTISNA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SANDY

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PADA RESTORAN BAKMI JAPOS CABANG BOGOR SKRIPSI MARLIA PRATIWI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN MARLIA PRATIWI.

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT... RINGKASAN EKSEKUTIF... RIWAYAT HIDUP PENULIS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFRTAR LAMPIRAN... i ii v vii ix xii xiii xiv I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG

TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG Tipologi Usaha Sutera Alam di Kecamatan... Nurhaedah dan Wahyudi Isnan TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG Nurhaedah Muin * dan Wahyudi Isnan Balai Litbang Lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TIM SUTERA BALITBANGHUT PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR 1 FAKTOR KEBERHASILAN

Lebih terperinci

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM TIM SUTERA BALITBANGHUT KEBUTUHAN SUTERA ALAM NASIONAL BENANG SUTERA 900 TON/THN RENDEMEN 1:8 KOKON 7.200 TON/THN KONDISI 2012 PRODUKSI KOKON 163.119 TON PRODUKSI BENANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Permenhut Nomor P. 56/Menhut-II/2007, Persuteraan Alam adalah kegiatan agro-industri dengan hasil kokon atau benang sutera, terdiri dari kegiatan budidaya tanaman

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BAB III ISU-ISU STRATEGIS 3.1 Isu Strategis Dalam penyusunan renstra Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor tentunya tidak terlepas dari adanya isu strategis pembangunan Kota Bogor, yaitu : a. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kegiatan persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dilakukan secara terintegrasi oleh kelompok tani di Desa Pallis mulai dari pemeliharaan murbei sampai pertenunan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Salak Tanaman salak memiliki nama ilmiah Salacca edulis reinw. Salak merupakan tanaman

Lebih terperinci

VII. FORMULASI STRATEGI

VII. FORMULASI STRATEGI VII. FORMULASI STRATEGI 7.1 Tahapan Masukan (Input Stage) Tahapan masukan (input stage) merupakan langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melalui langkah kedua dan langkah ketiga didalam tahap formulasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Persuteraan Alam Budi daya ulat sutera jenis Bombyx mori (Lepidoptera, Bombycidae) sudah dikembangkan di negara China sejak 2500 tahun SM, yakni pada era Dinasti Han.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas tanaman hortikultura khususnya buah-buahan mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan mengingat bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Biaya Produksi Persuteraan Alam Biaya produksi usaha persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dan Enrekang terdiri dari biaya produksi kokon, biaya produksi benang,

Lebih terperinci

Renstra BKP5K Tahun

Renstra BKP5K Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN Revitalisasi Bidang Ketahanan Pangan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, taraf

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI AYU PRIHARDHINI SEPTIANINGRUM PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian yang dilakukan ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa perlu dilaksanakan pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret. Pengembangan

Lebih terperinci

PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU

PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU Almasdi Syahza Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PPKPEM) Universitas Riau Email: asyahza@yahoo.co.id:

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar ini mencakup pengertian yang digunakan untuk menunjang dan menciptakan data akurat yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang 33 BAB III OBYEK LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN 3.1.1 Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi terletak antara 106 derajat 49 sampai 107 derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, dari jumlah penduduk tersebut sebagian bekerja dan menggantungkan sumber perekonomiannya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS

KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Supriadi R 1), Marhawati M 2), Arifuddin Lamusa 2) ABSTRACT

PENDAHULUAN. Supriadi R 1), Marhawati M 2), Arifuddin Lamusa 2) ABSTRACT e-j. Agrotekbis 1 (3) : 282-287, Agustus 2013 ISSN : 2338-3011 STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BAWANG GORENG PADA UMKM USAHA BERSAMA DI DESA BOLUPOUNTU JAYA KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI Business

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI

ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI Preview Sidang 3 Tugas Akhir ARAHAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT PETANI JERUK SIAM BERDASARKAN PERSPEKTIF PETANI DI KECAMATAN BANGOREJO, KABUPATEN BANYUWANGI Disusun: Nyimas Martha Olfiana 3609.100.049

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil dikumpulkan melalui sektor pertekstilan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan studi kasus pada Sondi Farm yang terletak di Kampung Jawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

Oleh/ by: Abd. Kadir., Bugi K. Sumirat ABSTRACT ABSTRAK. Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Makasar, Sulawesi Selatan.

Oleh/ by: Abd. Kadir., Bugi K. Sumirat ABSTRACT ABSTRAK. Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Makasar, Sulawesi Selatan. ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN PETANI SUTERA PADA BEBERAPA TEKNIK PEMELIHARAAN ULAT SUTERA DI KABUPATEN SOPPENG (Cost and income contribution analysis on cocoon farming that apply various technique in silk-worm

Lebih terperinci

I. DESKRIPSI KEGIATAN

I. DESKRIPSI KEGIATAN I. DESKRIPSI KEGIATAN 1.1 JUDUL KKN PPM Manggis. 1.2 TEMA Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produksi Buah Manggis Sebagai Komoditas Ekspor Unggulan 1.3 LOKASI Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN OLEH AMELIA 07 114 027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 i ANALISIS

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS SITUASI USAHA PERKEBUNAN DAN AGROINDUSTRI NENAS DI KABUPATEN SUBANG DAN KARAWANG

VII. ANALISIS SITUASI USAHA PERKEBUNAN DAN AGROINDUSTRI NENAS DI KABUPATEN SUBANG DAN KARAWANG VII. ANALISIS SITUASI USAHA PERKEBUNAN DAN AGROINDUSTRI NENAS DI KABUPATEN SUBANG DAN KARAWANG 1. Lokasi Penelitian Lapang Penelitian lapang dilakukan di Kabupaten Subang, Jawa Barat, khususnya usaha perkebunan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT Oleh: NIA YAMESA A14105579 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KARET RAKYAT DI KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN (Studi Kasus : Kelurahan Langgapayung, Kecamatan Sungai Kanan)

STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KARET RAKYAT DI KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN (Studi Kasus : Kelurahan Langgapayung, Kecamatan Sungai Kanan) STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KARET RAKYAT DI KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN (Studi Kasus : Kelurahan Langgapayung, Kecamatan Sungai Kanan) Fritz Mesakh Tarigan Silangit *), Tavi Supriana **),

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung

VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI. Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung VI. STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PDAM KABUPATEN SUKABUMI Dari hasil penelitian pada PDAM Kabupaten Sukabumi yang didukung oleh wawancara terhadap para responden dan informasi-informasi yang diperoleh dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori)

PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori) PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori) PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR Kebutuhan nasional benang sutera adalah 800 ton per tahun, sementara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 10 1.3. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan atau kontribusi yang sangat besar dalam pembangunan ekonomi suatu negara terutama negara yang bercorak agraris seperti Indonesia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nama ilmiah tanaman murbei adalah Morus spp merupakan genus dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nama ilmiah tanaman murbei adalah Morus spp merupakan genus dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Murbei (Morus alba) Nama ilmiah tanaman murbei adalah Morus spp merupakan genus dari family Moraceae. Pada umumnya tanaman murbei dikaitkan dengan budidaya ulat sutera untuk produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu B. Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu B. Pengumpulan Data 13 BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Kegiatan ini dibatasi sebagai studi kasus pada komoditas pertanian sub sektor tanaman pangan di wilayah Bogor Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO SYAHMIDARNI AL ISLAMIYAH Email : syahmi1801@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN PRODUK OLAHAN WORTEL (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani Kartini Di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur)

STRATEGI PEMASARAN PRODUK OLAHAN WORTEL (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani Kartini Di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur) STRATEGI PEMASARAN PRODUK OLAHAN WORTEL (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani Kartini Di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur) Oleh : DESTI FURI PURNAMA H 34066032 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan 68 V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan tingkat produksi gula antar daerah. Selain itu Jawa Timur memiliki jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi Lampung, sebagai dasar perekonomian dan sumber pemenuh kebutuhan hidup. Selain itu,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data 19 III. METODE KAJIAN Kajian ini dilakukan di unit usaha Pia Apple Pie, Bogor dengan waktu selama 3 bulan, yaitu dari bulan Agustus hingga bulan November 2007. A. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah 152.220 Ha yang terbagi kedalam luasan darat seluas 118.944 Ha (78,14%) dan pesawahan seluas 33.276 Ha (21,86%).

Lebih terperinci