PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH DALAM PELAKSANAAN SISTEM TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) DI HPHTI PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT S

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH DALAM PELAKSANAAN SISTEM TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) DI HPHTI PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT S"

Transkripsi

1 PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH DALAM PELAKSANAAN SISTEM TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) DI HPHTI PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT S. SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH Rr. AJENG DWI HAPSARI HAYUNINGTYAS E PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH DALAM PELAKSANAAN SISTEM TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) DI HPHTI PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT S. SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Oleh : Rr. Ajeng Dwi Hapsari Hayuningtyas E PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

3 Judul Penelitian : Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah dalam Pelaksanaan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) di HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah Nama Mahasiswa : Rr. Ajeng Dwi Hapsari Hayuningtyas NRP : E Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP Tanggal lulus :

4 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 29 Januari 1985 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Z. Suryo Sukmono dan Ibu Eko Sriwidowati R. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis dimulai dari TK Pertiwi Pekalongan yang diselesaikan pada tahun Pada tahun yang sama penulis masuk Sekolah Dasar Negeri 2 Sarirejo Kaliwungu dan lulus pada tahun Pendidikan Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Negeri 2 Kendal. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMU Negeri 1 Kendal dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan, Departemen Manajemen Hutan, Program Studi Budidaya Hutan melalui program Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2005 penulis mengambil minat studi di Laboratorium Silvikultur. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis aktif dalam organisasi Rimbawan Pecinta Alam Fakultas Kehutanan IPB. Penulis juga telah mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) yang terdiri dari Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Kamojang-Sancang, Jawa Barat dan Praktek Umum Pengenalan Hutan (PUPH) di KPH Indramayu Jawa Barat. Pada tahun 2006 penulis mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma Unit Sungai Seruyan, Kalimantan Tengah. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan penulis melaksanakan kegiatan penelitian di HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah dalam Pelaksanaan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) di HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah dibawah bimbingan Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah dalam Pelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) di HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menilai perubahan kondisi tanah biak sifat fisik maupun sifat kimia tanah pada jalur tanam dalam sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur. Dengan diperolehnya data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam perencanaan dan pengembangan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) di areal HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan untuk perbaikan dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkannya. Bogor, September 2006 Penulis

6 RINGKASAN Rr. AJENG DWI HAPSARI H. (E ). Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah dalam Pelaksanaan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) di HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Dibawah Bimbingan Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc Dalam konteks kegiatan pengusahaan hutan, praktek penebangan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan hutan, baik berupa kerusakan pada tegakan tinggal maupun kerusakan tanahnya yang mengakibatkan potensi hutan alam kian menurun, sedangkan permintaan akan hasil hutan semakin meningkat seiring dengan pertambahan populasi dunia. Salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas hutan alam bekas tebangan adalah dengan menerapkan sistem pengelolaan hutan yang berbasis pada kelestarian hutan dan lingkungan, yaitu sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) yang dilaksanakan dalam bentuk jalur tanam dan jalur antara yang berselang-seling yang secara bertahap diperlebar sesuai dengan umur tanaman. Namun, permasalahan yang muncul dalam sistem TPTJ adalah adanya pembuatan jalur tanam dengan lebar jalur yang bervariasi menyebabkan pembukaan lahan pada tahap awal cukup besar yang akan mengikis permukaan tanah sampai terbuka. Akibatnya ruang terbuka untuk masuknya cahaya sampai ke lantai hutan menjadi lebih besar yang mengakibatkan terjadinya perubahan suhu permukaan tanah sehingga terjadi penurunan bahan organik tanah. Dengan adanya penurunan bahan organik tanah menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimia tanah yang akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Penelitian ini dilakukan di areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih adalah areal hutan yang dikelola dengan sistem TPTJ umur 3 tahun (TJ3), 5 tahun (TJ5), dan 7 tahun (TJ7) serta hutan bekas tebangan 1 bulan (TO) dan hutan primer (HP) sebagai kontrol. Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kesuburan Tanah Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai April Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah utuh (undisturbed soil sample) untuk penetapan sifat fisik tanah, dan contoh tanah terganggu atau tidak utuh (disturbed soil sample) untuk penetapan sifat kimia tanah. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah utuh meliputi ring sample, sekop atau cangkul, pisau lapangan, kertas label, kotak untuk menyimpan tanah, meteran serta alat tulis. Untuk pengambilan contoh tanah terganggu menggunakan bor tanah, kantong plastik transparan, kertas label, karet ikat, sekop atau cangkul, meteran serta alat tulis. Pada setiap plot penelitian dipilih dua petak contoh dengan menggunakan metode purposive sampling (secara sengaja), sehingga jumlah seluruh petak contoh adalah 5 plot x 2 petak = 10 unit petak contoh dengan ukuran setiap petak contoh 200 m x 200 m. Metode penelitian mencakup pengambilan contoh tanah untuk sifat fisik dan kimia pada kedalaman 0-10 cm dan cm pada tiap plot penelitian. Untuk plot penelitian yang dikelola dengan sistem TPTJ, pengambilan contoh tanah dilakukan pada jalur tanam. Pengambilan contoh tanah utuh ini dilakukan sebanyak 2 titik pada setiap petak contoh dalam jalur tanam, sedangkan pengambilan contoh tanah terganggu dilakukan sebanyak satu titik pada jalur tanam yang merupakan komposit atau gabungan dari 5 titik pengambilan sampel. Analisi data statistik menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) untuk mengetahui pengaruh penerapan sistem TPTJ terhadap perubahan kondisi tanah tiap plot penelitian. Jika hasil sidik ragam adalah tolak Ho (signifikan) maka dilakukan uji lanjutan berupa uji Duncan untuk mengetahui tingkat signifikansi nilai tengah masing-masing peubah tanah, dengan tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan untuk mengetahui hubungan keeratan antara stabilitas agregat dengan kadar liat dan bahan organik tanah maka dilakukan uji korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai bobot isi tanah pada seluruh plot penelitian berada pada kisaran 1,02-1,39 g/cm 3 atau termasuk dalam kategori sedang, yaitu 1-1,5 g/cm 3 (Poerwowidodo, 2000) dan tidak berbeda nyata antar plot. Nilai bobot isi terendah adalah pada hutan primer dan peningkatan terbesar terjadi pada hutan bekas tebangan 1 bulan sebesar 0,25%. Dengan meningkatnya BI menyebabkan porositas menurun sehingga menghambat pergerakan udara dan air, akibatnya penetrasi dan perkembangan akar pun terhambat. Penurunan terbesar adalah pada TO sebesar 9,15% dan terus meningkat sampai pada TJ7 menjadi 61,70%. Secara

7 kuantitatif BI mempunyai kecenderungan meningkat pada lapisan yang lebih dalam, sedangkan porositas semakin menurun pada lapisan yang lebih dalam. Perubahan nilai stabilitas agregat antara HP dan TPTJ adalah berbeda nyata dimana HP termasuk dalam kategori stabil, sedangkan pada areal TPTJ kurang stabil-tidak stabil (Sitorus et al., 1980). Nilai stabilitas agregat tanah tertinggi adalah pada plot hutan primer sebesar 77,75% dan terus menurun pada plot TPTJ. Kestabilan agregat suatu tanah ditentukan oleh kandungan liat, bahan organik, dan bahan anorganik. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa stabilitas agregat berkorelasi negatif dengan bahan organik dan kadar liat serta tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%. Berbeda dengan hasil penelitian Idawu (2003) yang menyatakan bahwa bahan organik menunjukkan hubungan linier positif dengan stabilitas agregat dan berpengaruh signifikan pada taraf 1%. Sifat fisik lain yang juga berpengaruh terhadap kesuburan tanah adalah tekstur tanah yang tidak mudah berubah, oleh karenanya tekstur suatu tanah dianggap sebagai sifat dasar tanah. Tekstur tanah pada hutan primer, tanaman umur 3, 5 dan 7 tahun termasuk dalam kelas tekstur lempung liat berpasir, sedangkan pada plot hutan bekas tebangan 1 bulan mempunyai tekstur tanah pasir berlempung (Sitorus et al., 1980). Namun kedua kelas tekstur tersebut sama-sama didominasi oleh pasir yang mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap/menahan air dan unsur hara, akibatnya tanah menjadi lebih padat dan perkembangan akar terhambat. Kandungan C-organik pada seluruh plot penelitian termasuk dalam kategori rendah sampai sedang, yaitu berkisar antara 1,22%-2,20%, dan tergolong rendah untuk N-total yaitu antara 0,12%-0,20% (Pusat Penelitian Tanah, 1982). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan C-organik dan N-total di seluruh plot TPTJ ternyata lebih besar dan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan hutan primer, dengan kandungan terbesar pada TJ5 yang meningkat sebesar 0,98% dan 0,08% dari HP (Tabel 4). Perbedaan nyata kandungan C-organik hanya terlihat pada TO dan TJ5 untuk kedalaman 0-10 cm, sedangkan kedalaman cm tidak berbeda nyata. Namun hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa kandungan C-organik dan N-total semakin meningkat pada areal TPTJ. Dengan demikian terjadi pemulihan kandungan bahan organik pada plot TPTJ yang relatif sama atau mendekati hutan primer meskipun masih berada dalam kategori rendah sampai sedang. Secara kuantitatif C-organik dan N-total mempunyai kecenderungan menurun pada lapisan bawah (kedalaman cm). Selain bahan organik, kemasaman tanah juga merupakan salah satu parameter sifat tanah yang amat penting guna memprediksi tingkat kesuburannya. Sesuai dengan jenis tanahnya Podsolik Merah Kuning yang mempunyai sifat ph rendah, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi tanah pada seluruh plot penelitian bersifat sangat masam, yaitu 4,01-4,47 (Pusat Penelitian Tanah, 1982) dan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan kondisi tanah. Hal ini berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme menjadi berkurang karena rendahnya nilai ph tersebut. Kandungan ph tanah tertinggi adalah pada plot hutan primer dan semakin menurun pad plot TPTJ. Hal ini didukung juga oleh hasil penelitian Rasiah et al. (2003) yang menunjukkan nilai ph di hutan primer sebesar 5,62 lebih besar dibanding hutan yang ditanami sebesar 5,39.

8 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA Sistem silvikultur TPTJ... 4 Dampak penebangan terhadap kualitas tanah... 5 Kerusakan tanah... 6 Tinjauan Umum Tentang Meranti KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak, luas dan fungsi hutan Topografi Geologi dan tanah Iklim Hidrologi Pengelolaan Hutan Kondisi Vegetasi Kawasan Lindung... 19

9 ii METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Parameter Tanah yang dikumpulkan Prosedur Pelaksanaan Penelitian Metode Penelitian Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sifat Fisik Tanah Sifat Kimia Tanah Pembahasan Pengaruh Penerapan Sistem TPTJ terhadap Sifat Fisik Tanah Pengaruh Penerapan Sistem TPTJ terhadap Sifat Kimia Tanah KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 47

10 iii DAFTAR TABEL No Teks Halaman 1. Gambaran kemiringan lapangan areal konsesi PT. SBK Tahapan pelaksanaan dan tata waktu kegiatan dalam sistem TPTJ Rencana alokasi kawasan lindung di areal PT. SBK blok Seruyan Indikator tanah terpilih dan metode analisisnya Perubahan bobot isi dan porositas pada plot penelitian Perubahan stabilitas agregat pada plot penelitian Korelasi stabilitas agregat dengan bahan organik dan kadar liat Perubahan tekstur tanah pada plot penelitian Perubahan C-organik dan N-total pada plot penelitian Perubahan ph tanah pada plot penelitian... 32

11 iv DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1. Teknis penerapan sistem TPTJ di HPH PT. Sari Bumi Kusuma Lay-out pengambilan contoh tanah pada tiap petak contoh Perubahan bobot isi pada seluruh plot penelitian Perubahan porositas pada seluruh plot penelitian Perubahan stabilitas agregat pada seluruh plot penelitian Perubahan C-organik pada seluruh plot penelitian Perubahan N-total pada seluruh plot penelitian Perubahan ph pada seluruh plot penelitian Areal plot penelitian Tanaman meranti umur 3 tahun pada sistem TPTJ Tanaman meranti umur 5 tahun pada sistem TPTJ Tanaman meranti umur 7 tahun pada sistem TPTJ... 54

12 v DAFTAR LAMPIRAN No Teks Halaman 1. Hasil sidik ragam bobot isi pada kedalaman 0-10 cm Hasil sidik ragam bobot isi pada kedalaman cm Hasil sidik ragam porositas pada kedalaman 0-10 cm Hasil sidik ragam porositas pada kedalaman cm Hasil sidik ragam stabilitas agregat pada kedalaman 0-10 cm Hasil sidik ragam stabilitas agregat pada kedalaman cm Hasil sidik ragam C-organik pada kedalaman 0-10 cm Hasil sidik ragam C-organik pada kedalaman cm Hasil sidik ragam N-total pada kedalaman 0-10 cm Hasil sidik ragam N-total pada kedalaman cm Hasil sidik ragam ph pada kedalaman 0-10 cm Hasil sidik ragam ph pada kedalaman cm Dokumentasi... 54

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam penting bagi Indonesia yang terletak di daerah tropika basah, karena mempunyai nilai ekologis yang strategis baik di tingkat lokal, regional maupun global. Sementara itu hutan juga mempunyai arti ekonomis karena hasil hutan terutama kayunya merupakan salah satu sumber devisa bagi negara. Dalam konteks kegiatan pengusahaan hutan, praktek penebangan merupakan salah satu faktor penyebab utama terjadinya kerusakan hutan, selain faktor lain seperti api yang menjadi sumber terjadinya kebakaran hutan. Kerusakan hutan alam produksi akibat penebangan dapat berupa kerusakan pada tegakan tinggal, serta kerusakan tanahnya. Secara teknis, penebangan hutan alam akan mengakibatkan menurunnya kelimpahan dan keragaman jenis didalam hutan alam sampai dalam bentuk perubahan struktur dan bentuk komunitas flora fauna dan berakhir pada kerusakan ekosistem. Terdapat kecenderungan bahwa potensi hutan alam kian menurun, sedangkan permintaan akan hasil hutan semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dunia. Sesuai dengan karakteristik hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi, maka salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas hutan alam bekas tebangan adalah dengan menerapkan sistem pengelolaan hutan yang berbasis pada kelestarian hutan dan lingkungan, yaitu sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Pengelolaan hutan dengan sistem silvikultur TPTJ dilaksanakan dalam bentuk jalur tanam dan jalur antara yang berselang-seling yang secara bertahap diperlebar sesuai dengan umur tanaman. Jalur tanam merupakan jalur yang terdiri dari jalur bersih selebar 3 meter. Dalam jalur tanam akan dilakukan penanaman jenis-jenis komersial setempat terutama jenis Dipterocarpaceae dengan jarak antar tanaman 5 meter, sedangkan jalur antara merupakan jalur di antara 2 jalur tanam selebar 15 meter yang masih mempertahankan komposisi jenis vegetasi hutan alam.

14 2 Pada dasarnya metode yang digunakan dalam sistem TPTJ adalah sistem tebang pilih dengan limit diameter 40 cm. Dengan adanya penurunan limit diameter tebangan ini menjadi salah satu faktor meningkatnya produksi kayu dalam kawasan hutan sehingga produksi kayu pun meningkat. Namun, permasalahan yang muncul dalam sistem TPTJ adalah adanya pembuatan jalur tanam dengan lebar jalur yang bervariasi menyebabkan pembukaan lahan pada tahap awal cukup besar yang akan mengikis permukaan tanah sampai terbuka. Dalam pembuatan jalur tanam, pohon-pohon di tebang menyebabkan tajuk tegakan kian terbuka semakin besar. Dengan demikian, ruang terbuka untuk masuknya cahaya sampai ke lantai hutan menjadi lebih besar yang mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu permukaan tanah sehingga menyebabkan penurunan bahan organik tanah. Dengan adanya penurunan bahan organik tanah menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimia tanah yang akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Perubahan sifat fisik tanah tersebut meliputi bobot isi, porositas, tekstur tanah, dan stabilitas agregat, sedangkan perubahan sifat kimia tanah meliputi ph tanah, kandungan C-organik dan N-total. Dengan penurunan bahan organik tanah menyebabkan bobot isi tanah semakin meningkat, porositas tanah dan stabilitas agregat menurun yang menjadikan tanah semakin padat sehingga kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman, sedangkan pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah yaitu menyebabkan penurunan kandungan C-organik dan N-total serta ph tanah yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Sebagai suatu sistem silvikultur hutan alam bekas tebangan yang nantinya akan diaplikasikan dalam skala luas, maka perubahan kondisi tanah tersebut perlu dievaluasi sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

15 3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menilai perubahan kondisi tanah baik sifat fisik (bobot isi, porositas, tekstur, dan stabilitas agregat) maupun sifat kimia (ph tanah, C-organik, dan N-total) pada jalur tanam dalam sistem silvikultur TPTJ. Manfaat Penelitian Dengan tersedianya data kuantitatif kualitas tanah diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam perencanaan dan pengembangan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) di areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit S. Seruyan Kalimantan Tengah.

16 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Dalam mendorong tercapainya kondisi hutan yang mampu berfungsi secara optimal, produktif, serta dikelola dengan efektif dan efisien, akan dikembangkan pembangunan sistem silvikultur yang intensif dalam pemanfaatan sumberdaya hutan. Sistem silvikultur merupakan cara utama untuk mewujudkan hutan dengan struktur dan komposisi yang dikehendaki, yang disesuaikan dengan lingkungan setempat (Anonim, 2005). Salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas hutan alam adalah melalui sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), dimana pembangunan hutan tanaman meranti dapat dilakukan secara intensif dan kompetitif dalam jalur-jalur di hutan bekas tebangan. Sistem TPTJ adalah regime silvikultur hutan alam yang mengharuskan adanya tanam pengkayaan pada areal pasca penebangan secara jalur, yaitu 22 m jalur antara dan 3 m jalur tanaman, dengan limit diameter tebang dalam jalur berkisar 40 cm. Jalur bebas naungan secara bertahap diperlebar sesuai dengan perkembangan tanaman maksimal 10 m (Mulyana et al., 2005). Inti kegiatan TPTJ adalah pembinaan tanaman pada jalur-jalur tanam yang semula ditebang di antara kondisi hutan alam. Adanya kegiatan pembinaan ini memberikan kesempatan dilakukannya berbagai tindakan intensif dan pemilihan jenis tanaman, termasuk kemungkinan digunakannya jenis-jenis unggulan dari hasil budidaya dan rekayasa genetik (bioteknologi). Tindakan intensif tersebut antara lain berupa penyiangan, pendangiran, prunning, pemupukan, penjarangan, dan perlindungan terhadap hama dan penyakit. Termasuk didalamnya kegiatankegiatan pemuliaan pohon dan pengembangan teknologi perbenihan. Kelebihan sistem TPTJ dibanding dengan TPI maupun TPTI adalah bahwa dengan TPTJ kelestarian produksi akan dapat terjamin dan jauh meningkat karena mekanisme kontrol dapat dilakukan secara optimal dengan areal bekas tabangan tetap dapat dijaga dan dipelihara. Selain itu, sistem ini juga berperan dalam peningkatan penyerapan tenaga kerja 100% lebih tinggi dibanding sistem yang lainnya (Mulyana et al., 2005). Mekanisme membangun hutan tanaman yang

17 5 prospektif, sehat dan lestari jelas dapat dilakukan lewat TPTJ yang terus menerus akan disempurnakan menuju regime silvikultur intensif. Dampak Penebangan Terhadap Kondisi Tanah Pemanfaatan hutan dalam bentuk penebangan yang tidak memperhatikan aspek kelestarian dapat menyebabkan berbagai dampak negatif terhadap tanah, air, flora dan fauna, perubahan iklim, dan unsur hara. Dampak negatif terhadap tanah antara lain rusaknya sifat fisik dan kimia tanah, terganggunya siklus hidroorologi, menstimulasi erosi, dan meningkatkan sedimen tersuspensi dalam tubuh air. Akibatnya tanah menjadi miskin hara dan hanya beberapa jenis tumbuhan tertentu yang dapat bertahan hidup di atas tanah tersebut (Pratiwi dan Budi M, 2002). Kerusakan lantai hutan akan mengakibatkan berkurangnya laju infiltrasi air ke dalam tanah dan meningkatkan laju aliran permukaan. Intensitas aliran permukaan yang tinggi dapat menyebabkan erosi, yang membawa partikelpartikel tanah ke dalam aliran sungai. Sesungguhnya erosi selalu terjadi secara alami, tetapi kerusakan hutan dalam bentuk penebangan pohon akan meningkatkan intensitas erosi. Sebagai akibatnya adalah lapisan tanah menjadi lebih tipis, infiltrasi air ke dalam solum terhambat dan produktivitas tanah akan menurun karena hilangnya lapisan tanah atas. Selain itu, penebangan hutan yang tidak memperhatikan aspek konservasi dapat mengakibatkan terganggunya siklus beberapa unsur hara (Borman et al., 1974 dalam Pratiwi dan Budi M, 2002). Penebangan hutan yang tidak memperhatikan aspek konservasi dapat mengakibatkan terganggunya siklus beberapa unsur hara, terutama unsur hara makro berupa karbon (C), nitrogen (N), phospor (P) dan sulfur (S). Penurunan jumlah karbon didalam tanah dapat disebabkan antara lain oleh pemanenan kayu/pohon, pembakaran sisa-sisa tumbuhan, peningkatan dekomposisi, pengembalian yang kurang dari C-organik, erosi C-organik, dan lain-lain. Dengan adanya penebangan pohon, kondisi tanah yang lembab dan didukung oleh iklim mikro yang lebih panas akan mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tumbuhan yang tertinggal (Pratiwi dan Budi M, 2002).

18 6 Kerusakan Tanah Sumberdaya alam tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Kerusakan tanah dapat terjadi disebabkan oleh : (1) Kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran, (2) Proses salinisasi, (3) Penjenuhan tanah oleh air (waterlogging), dan (4) Erosi. Kerusakan tanah oleh satu atau lebih proses tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan atau menghasilkan barang dan jasa (Arsyad, 2000). Menurut Barrow (1991) dalam Setiawan (2004) degradasi lahan didefinisikan sebagai fenomena hilangnya dan berkurangnya manfaat atau potensi dari suatu lahan. Hilangnya atau berubahnya suatu komposisi flora dan fauna yang tidak digantikan terjadi pada lahan yang terdegradasi. Anonimous (1993) dalam Setiawan (2004) menyatakan bahwa ada dua kategori proses degradasi tanah, yaitu (1) Berkaitan dengan pemindahan bahan atau materi tanah (erosi oleh air atau angin), dan (2) Menurunnya kondisi tanah tersebut (proses degradasi terhadap sifat fisik dan kimia tanah). Salah satu bentuk kerusakan tanah adalah meningkatnya bobot volume tanah di daerah penebangan dibandingkan di luar daerah penebangan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas penebangan hutan menyebabkan pemadatan tanah sehingga menurunkan laju infiltrasi (Pratiwi dan Budi M, 2002). 1. Sifat fisik tanah a. Bobot isi tanah Bobot isi tanah mencerminkan tingkat kepadatan tanah. Makin besar nilainya maka tanah makin padat sehingga kurang menguntungkan untuk perkembangan perakaran tanaman. Meningkatnya kandungan bahan organik tanah umumnya akan menurunkan bobot volume tanah. Di areal hutan alam yang letaknya lebih tinggi, bobot isi tanah berkisar antara 0,75 g/cc hingga 0,98 g/cc (Purwanto dan Gintings, 1994). Tanah-tanah yang tersusun dari partikel halus dan tidak beraturan mempunyai struktur yang baik, ruang porinya tinggi, sehingga bobot volumenya rendah (sekitar 1,2 Mg/m 3 ). Tanah yang baru berkembang mengandung bahan

19 7 organik tinggi, karena kepadatan jenis bahan organik rendah, maka bobot volume tanah rendah (Islami dan Utomo, 1995). Dalam kegiatan penebangan hutan menyebabkan lapisan atas (topsoil) berpindah dan sub soil terbuka sehingga kehilangan bahan organik lebih cepat dibandingkan penambahan pada lapisan atasnya. Selain itu, aktivitas peralatan berat dalam penebangan dan penyaradan menyebabkan berat jenis tanah meningkat sehingga terjadi pemadatan tanah dan menurunkan laju infiltrasi (Pratiwi dan Budi M, 2002). b. Stabilitas agregat Agregat tanah adalah kumpulan partikel-partikel tanah yang terbentuk secara alami, dimana gaya antar partikel lebih kuat dari gaya diantara agregat-agregat tanah yang berdekatan. Selanjutnya Hillel (1980) dalam Larry (2003) mendefinisikan agregat adalah susunan partikel-partikel tanah yang merupakan peralihan antara keadaaan partikel-partikel tanah yang terpisah-pisah dengan keadaan tanah yang berbentuk gumpalan padat. Mekanisme pembentukan agregat ini merupakan fase penting dalam masalah struktur tanah, karena tipe struktur tanah ditentukan oleh jumlah dan sifat agregat. Untuk penilaian kemantapan (kestabilan) agregat digunakan istilah indeks stabilitas agregat (ISA). Indeks stabilitas ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap kestabilan agregat karena gangguan dari luar. Gangguan ini dapat berupa pukulan butir-butir hujan, aliran permukaan dan aliran pengairan. Semakin besar ISA berarti agregat tanah semakin mantap dan semakin kecil ISA berarti semakin tidak mantap agregat tanah. Pada tanah yanh stabilitas agregatnya kurang mantap, bila terkena gangguan dari luar akan mudah hancur, butir-butir halus hasil hancuran akan menyumbat pori-pori tanah, sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk, dan permeabilitas lambat (Kristiyanto, 2004). Stabilitas agregat menunjukkan ketahanan agregat tanah terhadap pengaruh perusakan air dan manipulasi mekanik. Air dapat menyebabkan kerusakan agregat tanah melalui proses penghancuran dan perendaman (dispersi) agregat oleh daya perusak butir-butir jatuh. Pengolahan tanah dapat menyebabkan menurunnya

20 8 stabilitas agregat karena pemadatan maupun perusakan agregat oleh alat-alat berat pengolahan atau penebangan (Baver et al., 1972 dalam Kristiyanto, 2004). Stabilitas agregat suatu tanah ditentukan oleh kandungan liat, bahan organik, dan bahan anorganik. Korelasi bahan organik dengan pembentuk agregat tidak nyata apabila kadar bahan organik turun. Dengan adanya aktivitas alat berat dalam penebangan hutan akan menyebabkan hilangnya atau menurunnya bahan organik yang lebih cepat. Hal ini akan berpengaruh terhadap penurunan stabilitas agregat karena bahan organik merupakan faktor pengikat agregat yang penting, bahan organik memungkinkan partikel-partikel lepas menjadi terikat dan stabil. c. Porositas tanah Pori-pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi oleh udara dan air). Baver et al. (1976) mendefinisikan porositas tanah sebagai presentase volume tanah yang tidak terisi oleh bahan padat. Jumlah ruang pori ditentukan oleh cara butiran padat tersusun. Bila mereka berhimpitan, seperti halnya lapisan bawah yang kompak atau pasir, maka jumlah pori sedikit. Tetapi bila butiran padatan tersusun secara porous, seperti tanah bertekstur rendah maka ruang pori per unit volume banyak (Soepardi, 1983). Ruang pori ini dipengaruhi pleh beberapa faktor, yaitu kedalaman tanah, cara pengolahan tanah, dan ukuran pori. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar dan pori-pori halus. Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah (Hardjowigeno, 2003). Porositas tanah tinggi jika bahan organik tinggi. Dengan adanya aktivitas alat berat dalam penebangan hutan maka kandungan bahan organik tanah semakin menurun sehingga porositas tanah pun menurun. Gent et al. (1984) dalam Ohse et al. (2002) menunjukkan bahwa bobot volume meningkat dan porositas tanah menurun karena deforestasi. d. Tekstur tanah Tekstur tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk dideskripsi dan dianalisis. Sifat ini seringkali penting untuk menentukan

21 9 pemilihan jenis pohon hutan. Tekstur tanah merupakan salah satu parameter sifat tanah yang relatif tetap (Purwanto I, dan Gintings AN, 1995). Tekstur tanah menyangkut ukuran partikel mineral dan secara spesifik menyinggung perbandingan relatif dari berbagai ukuran partikel dalam tanah. Berdasarkan ukuran butir-butir primer, tekstur tanah digolongkan dalam tiga fraksi utama yaitu pasir, debu dan liat. Bahan-bahan yang lebih besar dari 2 mm yaitu kerikil dan batu tidak termasuk dalam tekstur tanah. Dalam hubungannya dengan pengusahaan hutan, salah satunya adalah penebangan hutan berakibat meningkatnya suhu dan kelembaban tanah yang mempunyai pengaruh kurang baik terhadap sifat fisik berkaitan dengan perkembangan tanah menuju suatu kondisi dengan kandungan liat tinggi (tekstur liat). Hal ini menyebabkan persentase ruang pori kapiler meningkat, aerasi menjadi buruk, tanah mudah terdispersi, menurunnya kapasita infiltrasi dan sejumlah sifat lain yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman hutan (Purwanto I, 1995). 2. Sifat kimia tanah a. Reaksi tanah (ph tanah) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph (Hardjowigeno, 2003). Pada nilai ph yang sangat rendah tanah dikatakan bereaksi masam, sedangkan pada ph yang tinggi tanah dikatakan bereaksi alkalin (basis). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ph tanah diantaranya kadar humus, aluminium silikat, hidroksida (terutama Al dan Fe) dan garam-garam terlarut dalam tanah (Buckman and Brandy, 1960 dalam Purwanto dan Gintings, 1994). Hardjowigeno (2003) mengemukakan pentingnya ph tanah, yaitu : 1. Menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada ph tanah sekitar netral karena pada ph tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air.

22 10 2. Menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun. Pada tanahtanah masam banyak ditemukan ion-ion Al di dalam tanah, yang kecuali memfiksasi unsur P juga merupakan racun bagi tanaman. 3. Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme, antara lain bakteri dan jamur berkembang dengan baik pada ph 5,5, sedangkan bakteri pengikat nitrogen dari udara dan bakteri nitrifikasi hanya dapat berkembang dengan baik pada ph > 5,5. Sifat reaksi (ph) tanah merupakan salah satu parameter sifat tanah yang amat penting guna memprediksi tingkat kesuburannya. Ohse et al. (2002) menyatakan bahwa nilai ph lebih tinggi pada areal hutan bekas tebangan (5,77-5,90) dibandingkan pada areal hutan primer (5,41-5,69). Pada nilai ph sekitar 6,5-7,0 kondisi reaksi tanah adalah ideal (Purwanto dan Gintings, 1995). b. Nitrogen Nitrogen adalah unsur hara yang paling penting membatasi hasil panen di wilayah tropika maupun wilayah iklim-sedang. Tambahan nitrogen pada tanah berasal dari hujan dan debu, penambatan secara tak-simbiosis, penambatan secara simbiosis, serta kotoran hewan dan manusia. Kehilangan nitrogen dari tanah disebabkan oleh penguapan, pencucian, denitrifikasi, pengikisan, dan penyerapan oleh tanaman (Sanchez, 1992). Hardjowigeno (2003) mengemukakan bahwa nitrogen dalam tanah berasal dari : 1. Bahan organik tanah Bahan organik halus, nitrogen tinggi, C/N rendah Bahan organik kasar, nitrogen rendah, C/N tinggi Bahan organik merupakan sumber N yang utama di dalam tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik adalah suhu, kelembaban, tata udara tanah, pengolahan tanah, ph dan jenis bahan organik. Kandungan N tanah pada temperatur yang tinggi pada tanahtanah yang ditumbuhi rumput-rumputan dibandingkan vegetasi hutan, sampai suatu batas tertentu kecepatan vegetasi dan kandungan N tanah meningkat sesuai suplai air.

23 11 2. Pengikatan oleh mikroorganisme dan nitrogen udara 3. Pupuk, misal ZA, urea dan lain-lain 4. Air hujan Buckman dan Bardy (1972) dalam Ramdaniah (2001) menyatakan bahwa jumlah N dalam tanah tergantung pada jumlah bahan organik dalam tanah tersebut. Tanah yang memiliki bahan organik tinggi akan mampu mempertahankan N yang lebih banyak. Siklus N di hutan alam yang tidak terganggu merupakan siklus tertutup.. Siklus ini merupakan siklus internal antara tanah, tumbuhan dan mikroorganisme. Jumlah N organik yang dijumpai di dalam ekosistem dapat terganggu jika siklus ini terganggu. Penebangan hutan akan menginterupsi siklus N dengan mencegah pengambilan N oleh tumbuhan dan meningkatkan laju mineralisasi. Dengan demikian penyebab hilangnya N dari dalam tanah antara lain pemanenan kayu, pembakaran sisa-sisa tumbuhan setelah penebangan, dan pencucian N dalam bentuk nitrat ke dalam air (Pratiwi dan Budi M, 2002). c. C-Organik C-Organik adalah penyusun utama bahan organik. Bahan organik antara lain terdiri dari sisa tanaman dan hewan dari berbagai tingkat dekomposisi. Soepardi (1983) menerangkan bahwa sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan. Di dalam daun, ranting, cabang dan akar tanaman menyediakan sejumlah bahan organik tiap tahunnya. Bahan-bahan tersebut akan melapuk dan diangkut ke lapisan lebih dalam yang selanjutnya satu dengan tanah. Peranan bahan organik secara umum mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Stevenson (1982) dalam Ramdaniah (2001) menyatakan peranan bahan organik terhadap tanah yaitu meningkatkan ketersediaan unsur hara dari hasil dekomposisinya, memantapkan agregat tanah, sebagai penyangga perubahan tanah, meningkatkan KTK tanah, serta sebagai sumber energi bagi aktifitas mikroorganisme tanah tertentu. Kadar bahan organik dalam lapisan tanah pertanian berkisar dari rendah hingga 5% pada tanah mineral dan bisa mendekati 60% di tanah organik. Di

24 12 bawah lapisan olah kadar bahan organik (karbon) memperlihatkan kecenderungan menurun. Penurunan jumlah karbon didalam tanah dapat disebabkan oleh pemanenan kayu/pohon, pembakaran sisa-sisa tumbuhan, peningkatan dekomposisi, pengembalian yang kurang dari C-organik, dan lain-lain. Ohse et al. (2002) menunjukkan bahwa jumlah karbon secara signifikan menurun dengan berkurangnya komposisi bahan organik tanah karena aktivitas penebangan yang menyebabkan perubahan vegetasi hutan. Kandungan C pada tanah menurun berdasarkan peningkatan radiasi sinar matahari pada lantai hutan dan karena penurunan suplai serasah akibat perubahan vegetasi hutan. Tinjauan Umum Tentang Meranti Menurut Samingan (1982), Shorea termasuk dalam famili Dipterocarpaceae. Marga Shorea (meranti) meliputi sekitar 100 jenis, terdiri dari 4 kelompok yaitu meranti merah, meranti putih, meranti kuning, dan meranti balau (selangan batu). Diantara kelompok tersebut meranti merah merupakan kelompok meranti terpenting, baik dari segi perolehan devisa maupun dari segi dominasinya di hutan-hutan hujan dataran rendah. Di Indonesia keturunan jenis meranti tumbuh alami di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Maluku. Meranti tumbuh pada ketinggian mulai dari permukaan laut sampai 800 m dpl. Ketinggian meranti mencapai 50 m, panjang batang bebas cabang sampai 30m, diameter umumnya sekitar 100 cm. Warna kayu teras bervariasi dari hampir putih, cokelat pucat, merah jambu, merah muda, merah kelabu, merah-cokelat muda dan merah sampai merah tua atau cokelat tua. Kayu gubal berwarna lebih muda dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, berwarna putih, putih kotor, kekuning-kuningan atau kecokelat-cokelatan sangat muda, biasanya kelabu, tebal 2-8 cm. Tekstur kayu meranti agak kasar sampai kasar dan merata, lebih kasar dari meranti putih dan meranti kuning. Penyebaran meranti merah meliputi daerah Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Meranti merah tumbuh dalam hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A, B dan C. Jenis-jenis ini tumbuh pada tanah latosol, podsolik merah kuning, dan podsolik kuning sampai pada ketinggian 1300 mdpl (PROSEA 1999).

25 13 Berdasarkan hasil penelitian uji spesies meranti di beberapa lokasi (ITTO PD 41) ada beberapa jenis meranti cepat tumbuh yang dapat direkomendasikan untuk materi pembangunan hutan tanaman meranti prospektif, antara lain Shorea leprosula, Shorea johorensis, Shorea parvifolia, Shorea platyclados, Shorea macrophylla, Shorea selanica, dan Shorea smithiana.

26 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dalam areal HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih adalah areal hutan yang dikelola dengan sistem TPTJ umur 3 tahun (TJ3), 5 tahun (TJ5), dan 7 tahun (TJ7) serta hutan bekas tebangan 1 bulan (TO) dan hutan primer (HP). Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kesuburan Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai April Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah utuh (undisturbed soil sample) untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah, dan contoh tanah utuh terganggu atau tidak utuh (disturbed soil sample) untuk penetapan sifat-sifat kimia tanah. Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah utuh antara lain ring sample, sekop atau cangkul, pisau lapangan, kertas label, kotak untuk menyimpan tanah, meteran serta alat tulis, sedangkan alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah terganggu adalah bor tanah, kantong plastik transparan, kertas label, karet ikat, sekop atau cangkul, meteran serta alat tulis. Parameter tanah yang dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang meliputi data mengenai sifat fisik tanah (tekstur, bobot volume, porositas dan stabilitas agregat) dan sifat kimia tanah (ph tanah, C-Organik dan N-total). Prosedur Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilakukan pada 5 tipe lahan yang terdiri dari 3 lahan TPTJ yaitu umur 3 tahun, 5 tahun, dan 7 tahun, hutan bekas tebangan 1 bulan dan hutan alam (primer) sebagai pembanding.

27 21 Pada setiap plot penelitian atau tipe lahan dipilih dua petak contoh dengan menggunakan metode purposive sampling (secara sengaja), sehingga jumlah seluruh petak contoh adalah 5 plot x 2 petak = 10 unit petak contoh. Setiap petak contoh berukuran 200 m x 200 m. Selanjutnya pada setiap petak contoh dilakukan pengambilan data sifat fisik dan kimia tanah. Pemilihan hutan alam sebagai ekosistem yang relatif stabil dimaksudkan sebagai pembanding terhadap sistem TPTJ yamg kondisi ekosistemnya terganggu. Metode Penelitian Metode penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap persiapan, tahap pengambilan data di lapangan, dan tahap analisis data di laboratorium. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilaksanakan yaitu studi pustaka sebagai kerangka dasar bagi kegiatan selanjutnya, termasuk informasi tentang daerah penelitian, serta persiapan peralatan untuk pengambilan data di lapangan. Tahap Pengambilan Data di Lapangan Tahap pengambilan data di lapangan yaitu pengambilan contoh tanah untuk sifat fisik dan kimia tanah pada kedalaman 0-10 cm dan cm pada tiap plot penelitian. Untuk plot penelitian yang dikelola dengan sistem TPTJ, pengambilan contoh tanah dilakukan pada jalur tanam. 1. Sifat fisik tanah Pengambilan contoh tanah utuh untuk parameter sifat fisik adalah sebagai berikut : a. Ratakan dan bersihkan lapisan atas tanah yang akan diambil dari penutupan serasah dan batuan, kemudian letakkan tabung ring sample tegak lurus pada lapisan tanah tersebut. Tiap tabung diberi label nomor dan dilengkapi dengan sepasang tutup plastik b. Gali tanah di sekeliling tabung dengan sekop c. Tekan tabung hingga ¾ bagiannya masuk ke dalam tanah kemudian tabung lain diletakkan di atas tabung pertama, dan ditekan kembali sampai bagian bawah dari tabung kedua masuk ke dalam tanah kira-kira 1 cm

28 22 d. Setelah itu tabung beserta tanah di dalamnya digali dengan menggunakan sekop atau cangkul e. Pisahkan tabung kedua dari tabung pertama dengan hati-hati, kemudian kelebihan tanah yang ada pada bagian atas dan bawah dikerat/dibersihkan hingga rata. f. Tutup tabung dengan plastik, kemudian disimpan dalam kotak khusus yang sudah disediakan dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Pengambilan contoh tanah utuh ini dilakukan sebanyak 2 titik pada setiap petak contoh dalam jalur tanam sehingga jumlah keseluruhan adalah 2 titik x 10 petak contoh x 2 kedalaman = 40 contoh tanah. 2. Sifat kimia tanah Pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat kimia adalah contoh tanah terganggu pada setiap plot penelitian sebanyak satu titik pada jalur tanam yang merupakan komposit atau gabungan dari beberapa titik pengambilan sampel. Pengambilan contoh tanah ini dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Gali tanah dengan menggunakan bor tanah sesuai dengan kedalaman yang akan diteliti yaitu 0-10 cm dan cm, kemudian dicampur rata/dikompositkan berdasarkan lokasi. b. Masukkan contoh tanah yang dikompositkan ke dalam kantong plastik sebanyak ± 1 kg, kemudian beri label pada masing-masing kantong plastik dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Dengan demikian jumlah contoh tanah terganggu yang diambil adalah sebanyak 1 titik x 10 petak contoh x 2 kedalaman = 20 contoh tanah. Jumlah total contoh tanah yang diteliti antara contoh tanah utuh dan terganggu adalah = 60 contoh tanah.

29 23 3m 22 m 3m 22 m 200 m 25 m 25 m 200 m Gambar 2. Lay-out pengambilan contoh tanah pada setiap petak contoh Keterangan : 1) = titik pengambilan contoh tanah utuh 2) = titik pengambilan contoh tanah terganggu 3) 3 m = jalur tanam 4) 22 m = jalur antara Analisis Data Setelah pengambilan contoh tanah di lapangan, selanjutnya contoh tanah tersebut dianalisa di laboratorium Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB untuk memperoleh indikator kualitas tanahnya dengan menggunakan metode analisa yang dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini : Tabel 4 Indikator terpilih kualitas tanah dan metode analisisnya Indikator Sifat Tanah Metode Analisa Tekstur Pipet Fisik Tanah Bobot volume Ring Soil Sample Stabilitas agregat Wet Sieving Porositas Gravimetrik ph Gelas Elektrode Kimia Tanah C-Organik Walkey Black N-total Kjedahl

30 24 Analisis Data Statistik Berdasarkan data sifat fisik dan kimia tanah yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) untuk mengetahui pengaruh penerapan sistem TPTJ terhadap perubahan kondisi tanah tiap plot penelitian, dengan hipotesa sebagai berikut : Ho : Penerapan sistem TPTJ tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan kondisi tanah H 1 : Penerapan sistem TPTJ berpengaruh nyata terhadap perubahan kondisi tanah sedangkan kriteria pengambilan keputusan dari hipotesa yang diuji adalah : Jika F hitung < F tabel maka Ho ditolak dan H 1 diterima Jika F hitung > F tabel maka Ho diterima dan H 1 ditolak Jika hasil sidik ragam adalah tolak Ho (signifikan) maka dilakukan uji lanjutan berupa uji Duncan untuk mengetahui tingkat signifikansi nilai tengah masing-masing peubah tanah, dengan tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan untuk mengetahui hubungan keeratan antara stabilitas agregat dengan kadar liat dan bahan organik tanah maka dilakukan uji korelasi Pearson. Software yang digunakan untuk pengolahan data adalah SPSS 11.0.

31 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Hasil penelitian perubahan kondisi tanah pada hutan primer dan areal TPTJ digunakan untuk mempelajari sejauh mana pengaruh sistem TPTJ umur 0, 3, 5, dan 7 tahun terhadap kondisi tanah serta kemampuannya untuk pulih kembali. Perubahan kondisi tanah yang diamati pada kedalaman 0-10 cm dan cm meliputi sifat fisik dan sifat kimia tanah. Sifat fisik tanah Hasil analisa sifat fisik tanah pada hutan primer, TPTJ tanaman umur 0, 3, 5, dan 7 tahun disajikan pada Tabel 5. Adapun parameter sifat fisik yang diamati adalah bobot isi tanah, porositas, tekstur dan stabilitas agregat. Tabel 5 Perubahan bobot isi dan porositas pada plot penelitian dengan kedalaman 0-10 cm dan cm Plot Bobot isi (g/cm 3 ) Porositas (%) (0-10) (10-20) (0-10) (10-20) HP 1,04 a 1,00* 1,25 ab 1,00* 60,75 a 1,00* 52,78 ab 1,00* TO 1,29 a 0,25* 1,39 b 0,14* 51,60 a -9,15* 47,65 a -5,13* TJ3 1,06 a 0,02* 1,23 ab -0,02* 60,10 a -0,65* 53,80 ab 1,02* TJ5 1,08 a 0,04* 1,12 a -0,13* 59,45 a -1,3* 57,63 b 4,85* TJ7 1,02 a -0,02* 1,12 a -0,13* 61,70 a 0.95* 57,85 b 5,07* Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf pengujian 0,05 * = Selisih nilai sifat fisik tanah (bobot isi dan porositas) antar plot penelitian terhadap hutan primer HP = Hutan Primer TJ5 = Tanaman umur 5 tahun TO = Hutan bekas tebangan 1 bulan TJ7 = Tanaman umur 7 tahun TJ3 = Tanaman umur 3 tahun Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5, perubahan sifat fisik tanah setelah penerapan sistem TPTJ tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan hutan primer baik pada kedalaman 0-10 cm maupun cm. Secara umum nilai bobot isi tanah pada seluruh plot penelitian berada pada kisaran 1,02-1,39 g/cm 3 atau termasuk dalam kategori sedang, yaitu 1-1,5 g/cm 3 (Poerwowidodo, 2000). Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai bobot isi tanah pada plot hutan primer lebih rendah dibandingkan dengan plot TPTJ dan mempunyai kecenderungan meningkat pada lapisan yang lebih dalam (kedalaman cm).

32 26 Bobot isi pada hutan primer meningkat sebesar 0,25 g/cm 3 pada hutan bekas tebangan 1 bulan (TO) menjadi 1,29 g/cm 3 dan merupakan perubahan nilai bobot isi terbesar dari seluruh plot penelitian. Penurunan bobot isi terjadi pada plot tanaman umur 7 tahun (TJ7) sebesar 0,02 g/cm 3 dari hutan primer menjadi 1,02 g/cm 3, namun perubahan nilai bobot isi tersebut masih berada dalam kisaran nilai yang sama dan secara statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata atau dengan kata lain relatif sama antara hutan primer dengan areal TJ7. Perubahan nilai bobot isi tanah pada seluruh plot penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. BI (g/cm3) 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 1,29 1,39 1,25 1,23 1,12 1, ,06 1,08 1,02 HP TO TJ3 TJ5 TJ7 Plot penelitian (0-10) cm (10-20) cm Keterangan : HP = Hutan primer TJ5 = Tanaman umur 5 tahun TO = Hutan bekas tebangan 1 bulan TJ7 = Tanaman umur 7 tahun TJ3 = Tanaman umur 3 bulan Gambar 3. Perubahan nilai bobot isi tanah pada seluruh plot penelitian Selain bobot isi, penerapan sistem TPTJ juga berpengaruh terhadap porositas tanah. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai porositas tanah terendah adalah pada plot hutan bekas tebangan (TO) yang menurun sebesar 9,15% dari hutan primer menjadi 51,60%, sedangkan nilai tertinggi terjadi pada plot tanaman umur 7 tahun (TJ7) yang meningkat sebesar 0,95% dari hutan primer menjadi 61,70%. Secara kuantitatif nilai porositas tersebut semakin menurun pada

33 27 kedalaman cm untuk seluruh plot penelitian (Gambar 4) dan secara statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Tabel 5). Porositas (%) ,70 60,75 60,10 59,45 57,63 57,85 52,78 51,60 53,80 47,65 HP TO TJ3 TJ5 TJ7 Plot penelitian (0-10) cm (10-20) cm Keterangan : HP = Hutan primer TO = Hutan bekas tebangan 1 bulan TJ3 = Tanaman umur 3 bulan TJ5 = Tanaman umur 5 tahun TJ7 = Tanaman umur 7 tahun Gambar 4. Perubahan porositas tanah pada seluruh plot penelitian Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan pemulihan sifat fisik tanah khususnya bobot isi dan porositas yang tidak berbeda nyata atau relatif sama dengan hutan primer. Selain bobot isi dan porositas, parameter lain yang diamati diantaranya stabilitas agregat yang dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. Namun untuk peubah stabilitas agregat terjadi penurunan yang cukup besar pada areal TPTJ dibandingkan dengan hutan primer dimana nilai stabilitas agregat pada plot TPTJ berkisar antara 30,25%-44,75% dan termasuk dalam kriteria kurang stabil sampai tidak stabil, sedangkan pada plot hutan primer nilai stabilitas agregat tergolong stabil (Sitorus et al., 1980). Berdasarkan Tabel 6 diperoleh hasil bahwa nilai stabilitas agregat tanah tertinggi adalah pada plot hutan primer (77,75%) dan terus menurun pada plot TPTJ. Penurunan terbesar terjadi pada tanaman umur 5 tahun sebesar 40% menjadi 37,75% dan kembali meningkat pada tanaman umur 7 tahun sebesar 2,5% menjadi 40,25%.

34 28 Tabel 6 Perubahan stabilitas agregat pada plot penelitian dengan kedalaman 0-10 cm dan cm Stabilitas agregat (%) Plot (0-10) (10-20) HP 77,75 b 1,00* 61,00 b 1,00* TO 44,75 a -33,00* 31,75 a -29,25* TJ3 38,25 a -39,50* 33,25 a -27,75* TJ5 37,75 a -40,00* 32,25 a -28,75* TJ7 40,25 a -37,50* 30,25 a -30,75* Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf pengujian 0,05 * = Selisih nilai sifat fisik tanah (bobot isi dan porositas) antar plot penelitian HP = Hutan Primer TJ5 = Tanaman umur 5 tahun TO = Hutan bekas tebangan 1 bulan TJ7 = Tanaman umur 7 tahun TJ3 = Tanaman umur 3 tahun Secara statistik perubahan kandungan stabilitas agregat setelah penerapan sistem TPTJ adalah berbeda nyata jika dibandingkan dengan hutan primer dan semakin menurun secara kuantitatif pada kedalaman cm seperti terlihat pada Gambar 5. Stabilitas Agregat (%) , ,75 38,25 37,75 40,25 31,75 33,25 32,25 30,25 HP TO TJ3 TJ5 TJ7 Plot penelitian (0-10) cm (10-20) cm Keterangan : HP = Hutan primer TO = Hutan bekas tebangan 1 bulan TJ3 = Tanaman umur 3 bulan TJ5 = Tanaman umur 5 tahun TJ7 = Tanaman umur 7 tahun Gambar 5. Perubahan nilai stabilitas agregat pada seluruh plot penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^ m. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, di mulai pada bulan Mei sampai Juli 2010, meliputi pelaksanaan survei di lapangan dan dilanjutkan dengan analisis tanah di

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) 1. Cara memperbaiki tanah setelah mengalami erosi yaitu dengan cara?? Konservasi Tanah adalah penempatansetiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 sampai Januari 2012. Lokasi penelitian yaitu di RPH Jatirejo, Desa Gadungan, Kecamatan Puncu,

Lebih terperinci

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 5 II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 2.1. Karakteristik tanah tropika basah Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas di kawasan tropika basah, tetapi

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

Sifat Kimia Tanah pada Hutan Primer dan Areal TPTJ

Sifat Kimia Tanah pada Hutan Primer dan Areal TPTJ Sifat Kimia Tanah pada Hutan Primer dan Areal TPTJ Hasil analisis kimia tanah yang meliputi status bahan organik tanah dan kuantitas N tersedia pada hutan primer, hutan bekas tebangan 1 bulan dan areal

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tropis merupakan sumber utama kayu dan gudang dari sejumlah besar keanekaragaman hayati dan karbon yang diakui secara global, meskupun demikian tingginya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tambang merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat potensial. Penambangan telah menjadi kontributor terbesar dalam pembangunan ekonomi Indonesia selama lebih

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas Comosus) Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih kurang 1.200 meter diatas permukaan laut (dpl). Di daerah tropis Indonesia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

Lebih terperinci

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September ) KONSERVASI TANAH DAN AIR: PEMANFAATAN LIMBAH HUTAN DALAM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TERDEGRADASI 1) Oleh : Pratiwi 2) ABSTRAK Di hutan dan lahan terdegradasi, banyak dijumpai limbah hutan berupa bagian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan tanah untuk penelitian berupa tanah podsolik yang diambil dari Jasinga, Kabupaten Bogor. Pengambilan bahan tanah podsolik dilakukan pada minggu ke-3 bulan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat 111 0 39 00-112

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan milik petani yang mempunyai tanaman jati pada hutan rakyat di Desa Karanglayung, Desa Babakan Asem dan Desa Conggeang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan komoditas strategis kacang-kacangan yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36,

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, TINJAUAN PUSTAKA Limbah Pabrik Kelapa Sawit Dalam proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit (TBS) menjadi minyak sawit mentah (MSM) dihasilkan sisa produksi berupa limbah. Limbah padat dengan bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan kondisi

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi

Lebih terperinci

II. PEMBENTUKAN TANAH

II. PEMBENTUKAN TANAH Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan April 2017 di Rumah Kaca dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian. Alat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal penggunaan dan pengelolaan suatu lahan, maka hal pokok yang perlu diperhatikan adalah tersedianya informasi faktor

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Tegakan Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan biomassa kayu

Lebih terperinci

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keterpurukan sektor kehutanan sudah berjalan hampir 14 tahun belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Masih besarnya angka laju kerusakan hutan serta bangkrutnya

Lebih terperinci

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri.

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri. Restorasi Organik Lahan Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri Ex-Tambang Restorasi Perubahan fungsi lahan pada suatu daerah untuk pertambangan,

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tanaman Jagung - Akar Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar Agroforestri jarak pagar di bawah tegakan mahoni di BKPH Babakan Madang berada di dua macam jenis tegakan yaitu mahoni muda dan mahoni tua.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci