BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh untuk menjaga keluarnya substansi-subtansi penting dari dalam tubuh dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh untuk menjaga keluarnya substansi-subtansi penting dari dalam tubuh dan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar (Aiache, dkk., 1993). Kulit berfungsi sebagai sistem epitel pada tubuh untuk menjaga keluarnya substansi-subtansi penting dari dalam tubuh dan masuknya subtansi-subtansi asing ke dalam tubuh (Chien, 1987). Meskipun kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa-senyawa obat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik baik yang bersifat setempat maupun sistemik (Aiache, dkk., 1993). Dari suatu penelitian diketahui bahwa pergerakan air melalui lapisan kulit yang tebal tergantung pada pertahanan lapisan stratum corneum yang berfungsi sebagai rate-limiting barrier pada kulit (Swarbirck dan Boylan, 1995). Sawar kulit terutama disusun oleh lapisan tanduk (stratum corneum), namun demikian lapisan tanduk (stratum corneum) mempunyai permeabilitas yang sangat rendah dengan kepekaan yang sama seperti kulit utuh. Lapisan tanduk merupakan pelindung kulit yang paling efisien (Aiache, dkk., 1993) Anatomi dan fisiologi kulit Secara histopatologis kulit tersusun atas tiga lapisan utama yaitu: a. Lapisan epidermis b. Lapisan dermis c. Lapisan subkutan(wasitaatmadja, 1997). 8

2 Gambar 2.1 menunjukkan struktur anatomi kulit (Saurabh, et al., 2014). Gambar 2.1 Struktur kulit Lapisan epidermis Epidermis mempunyai ketebalan yang bervariasi, tergantung pada ukuran sel dan jumlah lapisan sel, mulai dari 0,8 mm pada telapak tangan dan 0,06 mm pada kelopak mata (Tortora dan Grabowski, 2006). Lapisan epidermis tersusun dari beberapa lapisan yaitu: a. Stratum korneum Stratum korneum merupakan lapisan epidermis paling luar, terdiri dari beberapa sel yang mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, sangat sedikit mengandung air. Stratum korneum atau sel induk merupakan sel mati yang terdiri atas keratin (70%) dan lipid (20%). Diantara sel induk terdapat cairan intraseluler yang tersusun atas lapisan lipid bilayer (Walters, et al., 2002). 9

3 b. Stratum granulosum Stratum granulosum tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut (Trenggono, dkk., 2007). Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki (Wasitaatmadja, 1997). c. Stratum lusidum Stratum lusidum terletak tepat dibawah stratum korneum, merupakan lapisan tipis, jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki (Trenggono, dkk., 2007). d. Stratum germinativum Stratum germinativum merupakan lapisan terbawah epidermis. Lapisan ini tersusun atas sel-sel yang aktif melakukan mitosis. Stratum germinativum dapat dibagi menjadi dua, yaitu stratum basale dan stratum spinosum (Langley dan Leroy, 1980). Stratum basale terdiri atas sel-sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal, dan pada taut dermoepidermal berbaris seperti pagar (palisade) (Wasitaatmadja, 1997). Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel berbentuk poligonal dengan ukuran bermacam-macam akibat proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti sel terletak di tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan kulit makin gepeng bentuknya (Wasitaatmadja, 1997) Lapisan dermis Berbeda dengan epidermis yang tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan. Didalam dermis terdapat aneka kulit seperti folikel rambut, papila rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (Trenggono, dkk., 2007). 10

4 Lapisan subkutan Lapisan subkutan merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan saluran getah bening. Tebal jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasi, di abdomen 3 cm, sedangkan di daerah kelopak mata dan penis sangat tipis. Lapis lemak ini juga berfungsi sebagai bantalan (Wasitaatmadja, 1997) Fungsi kulit Kulit merupakan organ yang mempunyai fungsi penting bagi tubuh. Fungsi tersebut antara lain: a. Fungsi perlindungan Kulit melindungi tubuh dari berbagai gangguan eksternal, baik fisik, kimiawi, maupun biologis. Lapisan epidermis yang tersusun rapat bertujuan untuk mencegah kehilangan cairan tubuh yang berlebihan (Langley dan Leroy, 1980). b. Fungsi pengaturan panas Pengaturan suhu tubuh oleh kulit dilakukan dengan cara pengeluaran keringat dan vasodilatasi atau vasokonstriksi pada pembuluh darah kapiler kulit (Langley dan Leroy, 1980). 11

5 c. Fungsi sensori Ujung-ujung saraf sensori untuk mendeteksi perubahan lingkungan sekitar, seperti panas, dingin, tekanan, dan rabaan tersebar di lapisan dermis dan subkutan (Langley dan Leroy, 1980). d. Fungsi absorpsi Senyawa larut lemak dapat diabsorpsi melalui kulit. Sedangkan senyawa larut air tidak mudah diabsorpsi. Absorpsi ini dapat melalui celah antarsel, kelenjar sebum, atau akar rambut. Adanya fungsi absorpsi ini memberikan kesempatan untuk pengembangan rute transdermal (Luciano dan Dorothy, 1978). e. Fungsi ekskresi Pengeluaran keringat tidak hanya untuk mengatur suhu tubuh, namun juga menjadi cara untuk mengekskresikan senyawa sisa metabolisme tubuh, seperti urea, asam urat, amonia, dan NaCl (Luciano dan Dorothy, 1978). f. Fungsi metabolisme Kulit mempunyai peranan dalam membentuk prekursor vitamin D dengan bantuan sinar matahari (Langley dan Leroy, 1980). 2.2 Prinsip Dasar Difusi Melalui Membran Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, misalnya suatu membran polimer. Perjalanan suatu zat melalui suatu batas bisa terjadi karena permeasi molekular sederhana atau gerakan melalui pori dan lubang 12

6 (saluran) (Martin dkk, 1993). Obat akan mengalami difusi sesuai gradien konsentrasi dengan gerakan yang acak (Swarbrick dan Boylan, 1995). 2.3 Hukum Fick Pertama Sejumlah M benda yang mengalir melalui satu satuan penampang melintang, S, dari suatu pembatas dalam satu satuan waktu t dikenal sebagai aliran dengan simbol, J (Martin, dkk., 1993). Dimana: M = massa (gram) dm J = Sdt. (1) S = luas permukaan batas (cm 2 ) Sebaliknya aliran berbanding lurus dengan perbedaan konsentrasi dc/dx: J = - D dc dx (2) Dimana: D = koefisien difusi (cm 2 /detik) C = konsentrasi (gram/cm 3 ) X = jarak (cm) pergerakan yang tegak lurus dengan permukaan sawar Persamaan (2) dikenal sebagai hukum Fick pertama. Persamaan ini memberikan aliran (laju difusi melalui satuan luas) dalam aliran pada keadaan tunak. Dalam percobaan difusi, larutan dalam kompartemen reseptor yangdiambil, diganti secara terus menerus dengan pelarut baru untuk menjaga agar selalu dalam keadaan sink. Parameter penetrasi perkutan secara in vitro dihitung dari data penetrasi dengan menggunakan persamaan berikut: 2 δ D = 6 τ ( 3 ) 13

7 Js = DK C m s = Kp Cs ( 4 ) δ Dimana: D δ τ = koefisien difusi (cm 2 /jam) = ketebalan membran (cm) = lag time (jam) Kp = koefisien permeabilitas melalui membran (jam -1. cm -2 ) Cs = konsentrasi zat aktif dalam salep (mcg) Js = fluks (mcg/jam.cm 2 ) Km = koefisien partisi kulit/pembawa (cm/jam 2 )(Martin, dkk., 1993). 2.4 Sistem Penyampaian Obat Melalui Kulit Penyampaian obat secara transdermal menjadi alternatif yang lebih diinginkan untuk meningkatkan efisiensi pengobatan serta lebih aman daripada penyampaian obat secaraoral. Pasiensering lupameminum obat atau menjadi bosan harus mengkonsumsi beberapa jenis obat dengan frekuensi yang beberapa kali sehari. Selain itu, penyampaian obat oral sering menyebabkan gangguan lambung dan inaktivasi sebagian obat karena first pass metabolism di hati. Selain itu, absorpsi keadaan tunak suatu obat melalui kulitselama beberapa jam ataupun hari menghasilkan level dalam darah yang lebih disukai daripada yang dihasilkan dari obat oral (Kumar, et al., 2010) Keuntungan sistem penyampaian obat melalui kulit Sistem penyampaian obat melalui kulit memiliki beberapa keuntungan, antara lain: a. Durasi kerja yang panjang sehingga frekuensi pemberian obat berkurang b. Kenyamanan pemberian obat 14

8 c. Meningkatkan bioavailabilitas d. Menghasilkan level plasma yang lebih seragam e. Mengurangi efek samping obat dan meningkatkan terapi karenamempertahankan level plasma sampai akhir interval terapi f. Kemudahan penghentian pemakaian obat g. Meningkatkan kepatuhan pasien (Kumar, et al., 2010) Kerugian sistem penyampaian obat melalui kulit Sistem penyampaian obat melalui kulit memiliki beberapa kerugian, antara lain: a. Kemungkinan terjadinya iritasi lokal b. Kemungkinan terjadinya eritema, gatal, dan edema lokal yang disebabkan obat ataupun bahan tambahan dalam formulasi sediaan (Kumar, et al., 2010) Rute penyampaian obat melalui kulit Ada dua jalur utama obat berpenetrasi menembus stratum korneum, yaitu: jalur transepidermal dan jalur pori. Gambar 2.2 menunjukkan jalurpenetrasi obat(trommer danneubert, 2006). Gambar 2.2 Jalur penetrasi obat melalui stratum korneum 15

9 Obat dapat menembus kulit melalui dua cara yaitu: a. Jalur transepidermal dibagi lagi menjadi jalur transselular dan jalur interselular. Pada jalur transelular, obat melewati kulit dengan menembus secara langsung lapisan lipid stratum korneum dan sitoplasma dari keratinosit yang mati. Jalur ini merupakan jalur terpendek, tetapi obat mengalami resistansi yang signifikan karena harus menembus struktur lipofilik dan hidrofilik. Jalur yang lebih umum bagi obat untuk berpenetrasi melalui kulit adalah jalur interselular(hadgraft, 2004).Jalur ini memegang peranan penting dalam permeasi obat karena sebagian besar obat menembus stratum korneum melalui jalur ini, bagian interseluler atau celah antar sel stratum korneum tersusun atas lipid bilayer (Walters, et al., 2002). b. Melalui pori, pada jalur iniobat berpenetrasi melalui ruang antar korneosit. Jalur melalui pori dapat dibagi menjadi jalur transfolikular dan transglandular. Karena kelenjar dan folikel rambut hanya menempati sekitar 0,1% dari total luas kulit manusia, oleh karena itu kontribusi rute ini terhadap penetrasi dianggap kecil(moser, et al., 2001). Tetapi, jalur transfolikular dapat menjadi jalur yang penting bagi penetrasi obat yang diberikan secara topical(lademann, et al., 2003). 2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Obat Secara Transdermal Faktor fisikokimia obat Faktor-faktor fisikokimia obat yang dapat mempengaruhi pelepasan melalui kulit yaitu (Prakash dan Thiagarajan, 2012): 16

10 a. Ukuran molekul dan berat molekul obat Ukuran molekul obat berbanding terbalik dengan penetrasi melalui kulit. Molekul obat yang lebih besar dari 500 dalton memberikan masalah dalam pemberian perkutan. Berat molekul yang lebih kecil memberikan penyerapan yang lebih baik. Jadi ukuran molekul obat tidak boleh terlalu besar supaya tidak menimbulkan masalah dalam penyerapan obat. b. Koefisien partisi dan kelarutan Koefisien partisi menentukan kelarutan atau difusi obat dalam sistem minyak dan air. Obat yang memiliki kelarutan yang baik dalam minyak dan air sangat cocok untuk penyerapan perkutan, sebab kulit tersusun dari lipid bilayer sehingga obat larut dan bisa diserap, tetapi pada saat yang sama harus memiliki sifat hidrofil untuk berdifusi kedalam kulit dalam lingkungan berair. Jadi obat harus memiliki koefisien partisi yang optimal. Koefisien partisi obat dapat mengubah kelarutan obat dengan memodifikasi struktur kimia obat tanpa mempengaruhi aktivitas farmakologi obat. c. Konsentrasi obat Penyerapan obat melalui kulit merupakan difusi pasif. Obat bergerak dengan konsentrasi gradien yaitu dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan efek permeasi. d. Kondisi ph ph molekul obat menentukan ionisasi obat pada permukaan kulit. Obat yang tidak terionosasi memiliki penyerapan yang lebih baik daripada obat yang terionisasi, shingga ph memainkan peranan penting dalam menentukan tingkat penetrasi obat. 17

11 2.5.2 Karakteristik formulasi Karakteristik formulasi juga dapat mempengaruhi permeasi molekul obat ke dalam kulit, yaitu (Lombry, et al., 2000): a. Laju pelepasan obat Laju pelepasan obat dipengaruhi oleh afinitas pembawa obat dan sifat fisikokimia obat seperti kelarutan obat, partisi antar muka obat dari formulasi menentukan tingkat laju pelepasan obat. b. Bahan tambahan Berbagai bahan polimer dalam formulasi dapat mempengaruhi pelepasan obat atau permeasi obat melalui kulit dengan mengubah sifat fisikokimia obat atau fisiologi kulit. c. Adanya peningkat penetrasi Peningkat penetrasi digunakan untuk meningkatkan penyampaian obat melalui kulit. Dengan mengubah struktur kulit (modifikasi fisikokimia dan fisiologis) dapat membuka pori-pori kulit untuk penyerapan. Peningkat penetrasi bisa berupa bahan kimia yang secara fisik dapat berinteraksi dengan struktur kulit Kondisi fisiologis dan patologis kulit Kondisi fisiologis dan patologis dari kulit dapat mempengaruhi pelepasan obat melalui kulit, antara lain adalah (Ramteke, et al., 2012): a. Hidrasi kulit Hidrasi kulit menyebabkan pembengkakan stratum korneum kulit dan memberikan sifat fluiditas ke dalam kulit. Hidrasi juga dapat meningkatkan 18

12 kelarutan dan partisi obat ke dalam membran, sehingga perembesan molekul obat menjadi lebih mudah melalui kulit yang terhidrasi. b. Suhu kulit Peningkatan suhu kulit dapat meningkatkan penyerapan obat secara perkutan, yaitu dengan cara fluidisasi lipid dan adanya vasodilatasi pembuluh darah pada kulit sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke kulit yang dapat meningkatkan penyerapan melalui kulit. c. Usia kulit Hal ini diasumsikan bahwa kulit muda dan kulit tua lebih permeabel dibandingkan dengan kulit orang dengan usia pertengahan. d. Aliran darah Perubahan sirkulasi perifer tidak mempengaruhi kenaikan penyerapan transdermal. Aliran darah dapt meningkatkan gradien konsentrasi di kulit dan mengurangi waktu tinggal molekul obat dalam dermis. e. Patologi kulit Penyakit kulit dan cedera pada kulit menyebabkan pecahnya lapisan lipid dari stratum korneum yang mengubah penetrasi obat ke dalam kulit. Bahan patogen dapat menyebabkan terganggunya lapisan kulit dan dapat membuat pori-pori pada kulit. f. Tempat pemakaian Kulit berbeda secara anatomi seperti ketebalan stratum korneum, jumlah folikel rambut dan luas permukaan kelenjar keringat. Perbedaan ini tergantung pada tempat pemakaian pada kulit, orang ke orang dan spesies ke spesies, sehingga penyerapan juga berbeda. 19

13 g. Flora kulit dan enzim Berbagai enzim metabolisme dan mikroba yang terdapat pada kulit dapat memetabolisme obat yang melewati kulit. Hanya sedikit obat dalam bentuk aktif yang mencapai sirkulasi di kulit, misalnya pemberian testosteron hanya diserap 95% karena adanya metabolisme di kulit Karakteristik molekul obat yang cocok untuk diformulasi menjadisediaan transdermal Obat-obat/molekul obat yang ideal sebagai sediaan transdermal harus memiliki syarat antara lain (Mishra, 1998): a. Koefisien partisi molekul obat harus tinggi b. Memiliki kelarutan yang cukup, baik dalam minyak maupun ke dalam air c. Obat harus bersifat non-ionik d. Memiliki massa molekul yang rendah, yaitu lebih kecil dari 600 Da e. Titik lebur partikel obat harus rendah (<200 0 C) f. ph antara 5-9 g. Dosis obat yang diberikan berkisar antara mg/hari. 2.6 Peningkat Penetrasi (Enhancer) Peningkat penetrasi dapat digunakan dalam formulasi obat transdermal untuk memperbaiki fluks obat yang melewati membran. Fluks obat yang melewati membran dipengaruhi oleh koefisien difusi obat melewati stratum corneum, konsentrasi efektif obat yang terlarut dalam pembawa, koefisien partisi antara obat dengan stratum corneum dan dengan tebal lapisan membran. Peningkat penetrasi yang efektif dapat meningkatkan penghalangan dari stratum corneum (Williams 20

14 dan Barry, 2004). Peningkatan penetrasi obat dapat dilakukan menggunakan peningkat penetrasi kimia (Sharma, et al., 2012) Peningkat penetrasi secara kimia Tujuan peningkat penetrasi adalah untuk meningkatkan permeabilitas barier stratum korneum tanpa merusak sel.sifat enhancer kimia yang ideal adalah: a. Inert secara farmakologi. b. Non-toksik, non-iritasi dan non-alergenik. c. Onset of action obat cepat dan durasi kerja obat yang digunakan sesuaidan dapat diperkirakan. d. Dengan penghilangan enhancer, stratum korneum segera pulih kembali. e. Bekerja saru arah, yaitu dapat membantu masuknya zat dari luar ke dalam tubuh, tapi mencegah keluarnya material endogen dari dalam tubuh. f. Memiliki efikasi yang baik dan kompatibel secara fisika dan kimia dengan berbagai bahan obat. g. Merupakan pelarut yang baik bagi obat sehingga hanya dibutuhkan jumlah obat yang minimal. h. Mudah disapukan pada kulit dan cocok dengan kulit. i. Dapat di formulasi dengan mudah pada lotion, suspensi, salep, krem, gel dan aerosol. j. Tidak mahal, berbau, berasa dan berwarna (Ramteke, et al., 2012) 2.6.3Mekanisme kerja enhancerkimia Enhancer kimia secara umum dapat bekerja dengan salah satu atau lebih mekanisme utama berikut ini (Touitou dan Barry, 2007). a. Mempengaruhi lipid interseluler stratum korneum sehingga menurunkan barier lipid bilayer terhadap molekul obat. Pengaruhnya ini dapat berupa 21

15 fluidisasi, ekstraksi lipid, perubahan polaritas, atau pemisahan fase yang mengakibatkan terbentuknya celah yang memungkinkan senyawa polar menembusnya. Senyawa yang bekerja dengan mempengaruhi lipid adalah azone, terpen, asam olet, DMSO dan etanol. b. Mengubah sifat melarutkan stratum korneum sehingga meningkatkan koefisien partisi obat ataupun bekerja sebagai kosolven jaringan. Contoh senyawa dengan mekanisme aksi ini adalah pirolidon. c. Mempengaruhi keratin intraseluler stratum korneum dengan cara mendenaturasi atau mengubah konformasinya sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan hidrasi. d. Memodifikasi aktivitas termodinamik sediaan permeasi cepat pelarut dari sediaan ataupun penguapannya menyebabkan senyawa obat berada pada kondisi aktif secara termodinamik dan mendorong obat untuk menembus stratum korneum Jenis-jenis enhancer kimia Beberapa senyawa telah diketahui berperan sebagai enhancerkimiaseperti: a. Golongan alkohol (etanol, benzil alkohol) b. Golongan asam karboksilat (asam oleat) c. Golongan amida (urea, laktam) d. Dimetilsulfoksida (DMSO) e. Minyak essensial dan terpenoid f. Pirolidon (Pathan dan Setty, 2009) Lipid bilayer Lipid bilayer terdiri dari fosfolipid yang memiliki dua bagian yaitu bagian yang bersifat hidrofilik dan bagian yang bersifat hidrofobik (lipofilik). Bagian 22

16 hidrofilik terdiri atas gliserol, fosfat dan gugus tambahan seperti kolin, serin dan lain-lain. Sedangkan bagian lipofilik terdiri atas asam lemak. Mekanisme asam lemak dalam meningkatkan penetrasi yaitu dengan cara mengganggu struktur lipid bilayer stratum korneum secara reversibel dengan berikatan pada gugus polar lipid bilayer sehingga memungkinkan penetrasi obat melalui stratum korneum. Semakin panjang rantai asam lemak maka penetrasi obat semakin meningkat. Asam lemak dapat meningkatkan senyawa-senyawa yang bersifat hidrofilik atau lipofilik (Swarbrick dan Boylan, 1995). Jalur hidrofilik dan lipofilik dari penetrasi obat dan mekanisme aksi peningkat penetrasi (Enhancer) dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Trommer dan Neubert, 2006). Gambar 2.3 Jalur hidrofilik dan lipofilik dari penetrasi obat dan mekanisme aksi peningkat penetrasi (Enhancer) Bagian hidrofilik disebut kepala, sedangkan bagian lipofilik disebut sebagai ekor. Mekanisme aksi peningkat penetrasi melalui lipid bilayer yaitu dengan cara interaksi antara enhancer dengan gugus polar dari lipid stratum 23

17 korneum, interaksi antar gugus-gugus lipid dan perubahan susunan lipid sehingga menyebabkan fasilitasi difusi dari obat-obat hidrofilik. Bahan enhancer juga bekerja dengan cara memecah susunan molekul interseluler, terutama lipid bilayer yang mempertahankan barrier tahanan difusi (Trommer dan Neubert, 2006). 2.7 Indometasin Uraian bahan a. Rumus bangun: Gambar 2.4 Rumus bangun indometasin b. Rumus molekul : C 19 H 16 ClNO 4 c. Berat molekul : 357,80 d. Nama kimia : Asam 1-(4-klorbenzoil)-5-metoksi-2-metilindol-3-il-asetat e. Pemerian : Hablur atau serbuk kuning pucat hingga kuning kecoklatan, tidak berbau atau hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa. f. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 50 bagian etanol (95%) P, dalam 30 bagian kloroform P, dan dalam 45 bagian eter P (Ditjen POM, 1979). 24

18 2.7.2Efek indometasin terhadap inflamasi Indometasin merupakan salah satu obat antiinflamasi nonsteroid yang paling efektif untuk pengobatan reumatoid artritis, ankylosing spondylitis, osteoartritis, dan acute gouty arthritis (Ramarao dan Diwan, 1998). Mekanisme kerja indometasin sebagai antiinflamasi yaitu dengan cara menghambat kedua isoenzim siklooksigenase (COX), COX-1 dan COX-2 secara kompetitif. Di mana enzim COX-1 dan COX-2 dapat mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin G-2 (PGG-2), dan tromboksan yang digunakan oleh tubuh untuk menjalankan berbagai respon fisiologis (Tjay dan Rahardja, 2008). 2.8 Etanol Uraian bahan a. Rumus bangun : Gambar 2.5 Rumus bangun Etanol b. Rumus molekul : C 2 H 6 O c. Berat molekul : 46,07 d. Pemerian : cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, sedikit berbau dan menimbulkan rasa panas Efek etanol terhadap penetrasi obat melalui kulit Etanol banyak digunakan dalam formulasi sediaan farmasi sebagai kosolven. Di sisi lain etanol dapat meningkatkan penetrasi obat menembus stratum korneum. Mekanisme kerjanya mengubah sifat kelarutan stratum korneum hingga koefisien partisi obat ke dalam jaringan meningkat. Selain itu 25

19 etanol meningkatkan aktivitas termodinamik obat karena etanol cepat menembus melewati stratum korneum dan memiliki sifat cepat menguap sehingga membuat obat dalam sediaan mencapai kondisi jenuh dan memberikan daya dorong permeasi yang kuat. Ketika digunakan dalam konsentrasi tinggi dan dalam jangka waktu yang panjang, etanol mengubah struktur lipid bilayer stratum korneum dengan mengekstraksi lipid (Trommer dan Neubert, 2006). Etanol dapat digunakan untuk meningkatkan penetrasi dari levonorgestrel, estradiol dan hidrokortison. Efek peningkatan penetrasi etanol tergantung dari konsentrasi yang digunakan (Swarbrick dan Boylan, 1995). 2.9 Gliserin Uraian Bahan a. Rumus bangun : Gambar 2.6 Rumus bangun Gliserin b. Rumus molekul : C 3 H 8 O 3 c. Berat molekul : 92,09 d. Pemerian : cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopik, netral terhadap lakmus. e. Kelarutan : dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap. 26

20 2.9.2 Efek gliserin terhadap penetrasi obat melalui kulit Gliserin adalah contoh dari komponen NMF (Natural Moisturizing Factor) yang juga digunakan dalam aplikasi perawatan kulit. NMF adalah sekelompok molekul higroskopis yang secara alami terdapat dalam kulit dan melindungi kulit dari pengeringan parah (Bjorklund, et al, 2013). Pelembab seperti gliserin dapat digunakan untuk meningkatkan hidrasi stratum korneum, akibatnya akan menyebabkan peningkatan difusi dari obat-obat hidrofilik (Trommer dan Neubert, 2006).Dengan adanya penambahan gliserin dapat meningkatkan penetrasi obat melalui kulit karena gliserin dapat meningkatkan hidrasi kulit. Gliserin dapat meningkatkan hidrasi kulit dengan cara menjaga dan mempertahankan konsentrasi air pada kulit sehingga kulit tetap lembab dan terjaga konsentrasi air pada kulit sehingga stratum korneum akan lembut dan obat akan semakin mudah menembus membran (Choi et al., 2005 dan Harding et al., 2000) Gel Alginat Alginat adalah polisakarida alam yang umumnya terdapat pada dinding sel dari semua spesies algae coklat (phaeophyceac). Asam alginat ditemukan, diekstraksi pertama sekali dan dipatenkan oleh seorang ahli kimia dari inggris Stanford tahun 1880 dengan mengekstraksi Laminaria stenophylla. Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula danselulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman. Dengan kemampuan alginat yang dapat membentuk gel, sehingga banyak digunakan untuk berbagai aplikasi industri, termasuk makanan dan obat-obatan (Anderson, 2012). Alginat banyak digunakan untuk keperluan medis antara lain untuk bahan memperbaiki dan regenerasi jaringan seperti pembuluh darah, kulit, ikatan sendi. 27

21 Hal ini disebabkan karena sifatnya yang biodegradable dan biocompatible, dan tidak menyebabkan toksik. Alginat semakin banyak digunakan dalam berbagai bentuk fisik antara lain larutan, dispersi, gel, serat dan lain-lain (Sun dan Huaping, 2013). Alginat memiliki sifat-sifat utama: 1. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan 2. Kemampuan untuk membentuk gel 3. Kemampuan membentuk film (natrium atau kalsium alginat) dan serat (kalsium alginat) (Sun dan Huaping, 2013). Kelarutan alginat dan kemampuannya mengikat air bergantung pada jumlah ion karboksilat, berat molekul dan ph. Kemampuan mengikat air meningkat jika jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium alginat kurang dari 500, sedangkan ph dibawah 3 terjadi pengendapan (Sun dan Huaping, 2013). Gel atau jelly adalah suatu sistem dispersi semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Ditjen, POM, 1995). Sebagian gel menjadi encer setelah pengocokan dan segera menjadi setengah padat atau padat kembali setelah dibiarkan atau didiamkan untuk beberapa waktu tertentu, peristiwa ini dikenal sebagai peristiwa tiksotrofi (Ansel, 1989). Penyerapan senyawa pada pemberian transdermal berkaitan dengan pemilihan bahan pembawa sehingga bahan aktif dapat berdifusi dengan mudah kedalam struktur kulit. Bahan pembawa dapat mempengaruhi keadaan dengan mengubah permeabilitas kulit dalam batas fisiologik dan bersifat reversibel terutama dengan meningkatkan kelembaban kulit (Aiache, dkk., 1993). 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gerakan melalui pori dan lubang (saluran) (Martin, et al., 1993).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gerakan melalui pori dan lubang (saluran) (Martin, et al., 1993). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prinsip Dasar Difusi Melalui Membran Difusi didefenisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan

Lebih terperinci

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit FISIOLOGI KULIT Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang paling menjanjikan untuk meningkatkan jumlah obat yang disampaikan ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang paling menjanjikan untuk meningkatkan jumlah obat yang disampaikan ke BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Penghantaran Obat Transdermal Saat ini, penghantaran obat transdermal menjadi metodepenggunaan obat yang paling menjanjikan untuk meningkatkan jumlah obat yang disampaikan

Lebih terperinci

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL NATRIUM DIKLOFENAK SECARA IN VITRO

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL NATRIUM DIKLOFENAK SECARA IN VITRO EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL NATRIUM DIKLOFENAK SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh : RORO MEGA AYU PUTRI MAHANANI K 100 050 215 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah C 64 H 124 O 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah C 64 H 124 O 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tween 80 Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan, dengan nama kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah C 64 H 124 O 26 dan rumus

Lebih terperinci

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit

Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit Dewa Ayu Swastini ANATOMI FISIOLOGI KULIT FUNGSI KULIT : Pembatas terhadap serangan fisika kimia Termostat suhu tubuh Pelindung dari serangan mikroorganisme dan

Lebih terperinci

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO PENETRASI PERKUTAN IN VITRO DISPERSI PADAT PENTAGAMAVUNON-0 (PGV-0) DENGAN PENGOMPLEKS POLIVINILPIROLIDON (PVP) DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METIL CELULOSA (HPMC) SKRIPSI Oleh: RATNA EKASARI K 100

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dapat diberikan melalui kulit untuk mendapatkan efek pada tempat pemakaian, jaringan di dekat tempat pemakaian, ataupun efek sistemik. Meskipun terdapat banyak

Lebih terperinci

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis KULIT MANUSIA FUNGSI KULIT Membantu mengontrol temperatur tubuh Melindungi tubuh dari kuman Melindungi struktur dan organ vital dari perlukaan Terlibat dalam proses pembuangan sampah sisa metabolisme tubuh

Lebih terperinci

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL PIROKSIKAM SECARA IN VITRO SKRIPSI

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL PIROKSIKAM SECARA IN VITRO SKRIPSI EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL PIROKSIKAM SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh : UTY SUKRIA SANY K 100 050 214 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO KOMPLEKS INKLUSI PENTAGAMAVUNON-0 (PGV-0) DENGAN β-siklodekstrin DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METILCELULOSE (HPMC)

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO KOMPLEKS INKLUSI PENTAGAMAVUNON-0 (PGV-0) DENGAN β-siklodekstrin DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METILCELULOSE (HPMC) PENETRASI PERKUTAN IN VITR KMPLEKS INKLUSI PENTAGAMAVUNN-0 (PGV-0) DENGAN β-sikldekstrin DALAM SEDIAAN GEL HIDRKSIPRPIL METILCELULSE (HPMC) SKRIPSI LEH : RAHMI PRATIWI MURTIASTUTI K 0000070 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salep merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan pada kulit sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 1. Berikut ini merupakan kandungan keringat, kecuali?? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 Air NaCl Urea Glukosa Kulit merupakan salah satu alat ekskresi. Kulit mengeluarkan

Lebih terperinci

Struktur Anatomi Dan Fungsi Kulit Manusia Anatomi Kulit.

Struktur Anatomi Dan Fungsi Kulit Manusia Anatomi Kulit. Struktur Anatmi Dan Fungsi Kulit Manusia Anatmi Kulit. Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan kulit terluar biasa disebut lapisan ari atau epidermis, di bawah lapisan ari adalah lapisan jangat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

Biofarmasetika sediaan perkutan

Biofarmasetika sediaan perkutan Biofarmasetika sediaan perkutan Pendahuluan Konsep pemakaian sediaan obat pada kulit telah lama diyakini dapat dilakukan zaman mesir kuno, papyrusyang telah mencantumkan berbagai sediaan obat untuk pemakaian

Lebih terperinci

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990).

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990). BAB 1 PENDAHULUAN Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah yang dalam keadaan istirahat melebihi nilai normal, nilai normal tiap orang berbeda beda disini terdapat variasi yang amat besar umumnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : BAB II TIJAUA PUSTAKA 2.1 Uraian Umum 2.1.1 Simetidin 2.1.1.1 Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : Rumus struktur H 3 C H CH 2 S H 2 C C H 2 H C C H CH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi merupakan bentuk respon pertahanan terhadap terjadinya cedera karena kerusakan jaringan. Inflamasi tidak hanya dialami oleh orang tua, tetapi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO 0 PENETRASI PERKUTAN IN VITRO DISPERSI PADAT PENTAGAMAVUNON-0 DENGAN PENGOMPLEKS HIDROKSIPROPIL BETA SIKLODEKSTRIN DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METIL SELULOSE SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah

Lebih terperinci

Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut:

Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut: Histologi kulit Kulit merupakan organ tubuh paling luar dan membatasi bagian dalam tubuh dari lingkungan luar. Luas kulit pada orang dewasa sekitar 1.5 m 2 dan beratnya sekitar 15% dari berat badan secara

Lebih terperinci

FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL

FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL PHARM.DR.JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD Seminar Perkembangan Mutakhir di bidang Ilmu dan Teknologi Kosmetika PT Dwipar Loka Ayu dan PT Dwi Pardi

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benzokain biasa digunakan sebagai anastetik lokal. Benzokain dibuat sediaan topikal karena khasiat anastetik obat ini lemah, sehingga hanya digunakan pada anastesi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT Pendahuluan Obat adalah zat yang dapat memberikan perubahan dalam fungsi-fungsi biologis melalui aksi kimiawinya. Pada umumnya molekul-molekul obat berinteraksi dengan molekul

Lebih terperinci

Luka dan Proses Penyembuhannya

Luka dan Proses Penyembuhannya Luka dan Proses Penyembuhannya Anatomi Kulit Epidermis Dermis Subkutan 1 Epidermis Merupakan lapisan kulit terluar, tidak terdapat serabut saraf maupun pembuluh darah Berupa sel-sel berlapis gepeng yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Buah Anggur Buah merupakan salah satu jenis makanan yang banyak mengandung vitamin serta mineral yang sangat dibutuhkan oleh manusia, buah anggur merah merupakan salah

Lebih terperinci

HKSA DENGAN SIFAT MEMBRAN SEL

HKSA DENGAN SIFAT MEMBRAN SEL HKSA DENGAN SIFAT MEMBRAN SEL Proses absorpsi dan distribusi obat Absorpsi Distribusi m.b. m.b. m.b. (membran biologis) Reseptor O O O O + R (OR) Obat + + + Kompleks Respons biologis P P P (Protein) (OP)

Lebih terperinci

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA 1. Bidang farmakologi Farmakokinetika dapat menerangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya

Lebih terperinci

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Kompetensi Dasar : Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Indikator : 1. Menyebutkan organ-organ penyusun sistem ekskresi pada manusia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Meksiko Selatan, Amerika Tengah, dan benua Amerika yang beriklim tropis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Meksiko Selatan, Amerika Tengah, dan benua Amerika yang beriklim tropis. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Buah Jambu Biji Tanaman jambu biji bukan merupakan tanaman asli indonesia. Dari berbagai sumber pustaka menyebutkan bahwa tanaman jambu biji diduga berasal dari Meksiko

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

Studi Biofarmasetika Sediaan yang. Diberikan Melalui Kulit

Studi Biofarmasetika Sediaan yang. Diberikan Melalui Kulit MAKALAH Studi Biofarmasetika Sediaan yang Diberikan Melalui Kulit Disusun Oleh : Hariyanto I. H., S.Farm., Apt. NIP. 19850106 200912 1009 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Lebih terperinci

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai BAB I PENDAHULUAN Pada saat ini, penggunaan obat melalui rute transdermal banyak digunakan dan menjadi salah satu cara yang paling nyaman dan inovatif dalam sistem penghantaran obat ke dalam tubuh. Penghantaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neonatus bearti baru saja dilahirkan. Dalam dunia kedokteran, neonatus didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 hari atau 4 minggu

Lebih terperinci

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker. BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem penghantaran secara transdermal merupakan bentuk penghantaran dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik. Macam-macam formulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penampilan kulit adalah indikator utama dari usia. Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet.

Lebih terperinci

STUDI EFEK ETANOL DAN GLISERIN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI DARI BASIS GEL ALGINAT SECARA IN VITRO SKRIPSI

STUDI EFEK ETANOL DAN GLISERIN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI DARI BASIS GEL ALGINAT SECARA IN VITRO SKRIPSI STUDI EFEK ETANOL DAN GLISERIN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI DARI BASIS GEL ALGINAT SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: DESMA SUSANTI SINAGA NIM 111501030 PROGRAM SARJANA FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui BAB 1 PENDAHULUAN Absorbsi obat dalam tubuh tergantung dari kemampuan obat berpenetrasi melewati membran biologis, struktur molekul obat, konsentrasi obat pada tempat absorpsi, luas area absorpsi, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI ORGANEL SEL. Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. Sri Sugiwati, SSi., MSi.

STRUKTUR DAN FUNGSI ORGANEL SEL. Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. Sri Sugiwati, SSi., MSi. STRUKTUR DAN FUNGSI ORGANEL SEL Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. Sri Sugiwati, SSi., MSi. 1 SEL Semua mahluk hidup terdiri dari sel-sel yaitu ruangruang kecil berdinding membran berisi cairan kimia pekat

Lebih terperinci

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3)

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3) Riswanto, S. Pd, M. Si SMA Negeri 3 Rantau Utara 3 Gerakan zat melintasi membran sel 3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3) A Bagaimana struktur dari membran sel? (Book 1A, p. 3-3) Struktur membran sel dapat

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lobak mulai dikenal bangsa China sekitar tahun 500 SM. Lobak sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lobak mulai dikenal bangsa China sekitar tahun 500 SM. Lobak sering BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Lobak Lobak mulai dikenal bangsa China sekitar tahun 500 SM. Lobak sering disebut dengan lobak cina/lobak oriental. Tanaman lobak memiliki akar tunggang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan bidang farmasi terutama obat-obatan semakin meningkat, sejalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan bidang farmasi terutama obat-obatan semakin meningkat, sejalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan bidang farmasi terutama obat-obatan semakin meningkat, sejalan dengan berkembangnya kemajuan ilmu dan teknologi. Berbagai sediaan farmasi telah dibuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan obat antiinflamasi non steroid yang digunakan secara luas untuk pengobatan rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB II

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB II BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil terapi yang optimal tidak hanya memerlukan pemilihan obat yang tepat tetapi juga pemberian obat yang efektif. Kulit manusia adalah permukaan yang mudah di akses

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( )

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( ) DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI (12330713) PENDAHULUAN Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia farmasi pun tidak ketinggalan. Semakin hari semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan derivat sederhana fenilasetat yang menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat diperoleh suatu produk farmasi yang baik. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Suatu zat ada yang dapat larut dalam dua pelarut yang berbeda, dalam pelarut polar dan pelarut non polar. Dalam praktikum ini akan diamati kelarutan suatu zat dalam

Lebih terperinci

Paryono/Anatomi/Poltekkes Surakarta TUJUAN PEMBELAJARAN :

Paryono/Anatomi/Poltekkes Surakarta TUJUAN PEMBELAJARAN : H. Paryono, S.Kep,Ns,M.Kes TUJUAN PEMBELAJARAN : Menyebutkan bagian-bagian kulit Menyebutkan jenis jaringan yang menyusun epidermis dan dermis Menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi warna kulit. Menguraikan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cairan ekstrasel terdiri dari cairan interstisial (CIS) dan cairan intravaskular. Cairan interstisial mengisi ruangan yang berada di antara sebagian sel tubuh dan menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelarutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada

Lebih terperinci

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). 2 3 4 Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). Antar muka dapat berada dalam beberapa jenis, yang dapat berwujud padat, cair atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Buah Labu Kuning Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima, Cucurbita ficifolia, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata, dan Cucurbita pipo L (Anonim,

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik (Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kacang hijau (Phaseolus radiatusl.) merupakan salah satu komoditas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kacang hijau (Phaseolus radiatusl.) merupakan salah satu komoditas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Kacang Hijau 2.1.1 Tanaman kacang hijau Kacang hijau (Phaseolus radiatusl.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi oleh

Lebih terperinci

Toksikokinetik racun

Toksikokinetik racun Toksikokinetik racun Mekanisme kerja suatu racun zat terhadap suatu organ sasaran pada umumnya melewati suatu rantai reaksi yang dapat dibedakan menjadi 3 fase utama : Fase Toksikokinetik Fase Eksposisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minyak canola telah dipopulerkan beberapa ribu tahun yang lalu, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minyak canola telah dipopulerkan beberapa ribu tahun yang lalu, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Canola Minyak canola telah dipopulerkan beberapa ribu tahun yang lalu, dan semakin meningkat penggunaan serta pengolahannya pada tahun 1960 (Rieger, dkk., 2002).Canola

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk berupa spiral pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk berupa spiral pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Pepaya 2.1.1 Pepaya (Carica papaya L.) Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk

Lebih terperinci

- - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - sbl1ekskresi

- - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - sbl1ekskresi - - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian sbl1ekskresi Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana cara

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 11 PENDAHULUAN Vitamin C digunakan secara topikal untuk mencegah penuaan dini melalui mekanisme antioksidan dan prekursor sintesis kolagen. Aktivitas antioksidan vitamin C didasarkan pada nilai potensial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Asam Laktat Rumus Bangun Asam Laktat Rumus Kimia C 3 H 6 O 3 BM 90,08 Asam laktat terdiri dari campuran asam laktat dan hasil kondensasinya seperti laktoil asam laktat,

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci