BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang paling menjanjikan untuk meningkatkan jumlah obat yang disampaikan ke

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang paling menjanjikan untuk meningkatkan jumlah obat yang disampaikan ke"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Penghantaran Obat Transdermal Saat ini, penghantaran obat transdermal menjadi metodepenggunaan obat yang paling menjanjikan untuk meningkatkan jumlah obat yang disampaikan ke sirkulasi sistemik melalui kulit. Penyampaian obat transdermal melalui kulit ke sirkulasi sistemik menyediakan rute yang nyaman dan menawarkan banyak manfaat, seperti penghilangan first pass metabolism, peningkatan efisiensi terapi dan memelihara kestabilan obat dalam plasma, mengurangi frekuensi penggunaan obat, mengurangi efek samping dan meningkatkan kepatuhan pasien (Jadhav dan Sreenivas, 2012). Parameter obat yang ideal dipilih sebagai sediaan transdermal yakni memiliki berat molekul < 500 Daltons, ph 5-9, titik lebur < C, kelarutan dalam air > 1 mg/ml dan lipofilisitas 10<Ko/w<1000 (Patel, et al., 2011). Menurut Ansari, et al., (2011) kandidat obat yang cocok untuk pelepasan obat transdermal yaitu: reaksi terhadap kulit tidak mengiritasi, indeks terapi rendah, bioavabilitas oral obat rendah, waktu paruh obat 10 jam atau kurang, dosis obat rendah. Contoh formulasi obat transdermal seperti gel, krim, salep, patch dan sebagainya. Gel transdermal lebih populer karena kemudahan penggunaan dan penyerapan yang lebih baik (Saroha, et al., 2013). Pelepasan obat transdermal merupakan cara pelepasan obat secara terkontrol dan berkelanjutan melalui kulit ke dalam saluran sistemik. Aplikasi topikal dengan penghantaran obat menuju epidermis atau jaringan dermis kulit untuk mencapai efek terapi lokal yang mana fraksi obat akan dihantarkan ke dalam saluran sirkulasi darah. Di kulit stratum korneum adalah penghalang utama 6

2 untuk penetrasi obat. Pemahaman yang benar mengenai struktur dan fungsi kulit dan bagaimana mengubahnya akan memudahkan dalam pengembangan pelepasan obat secara transdermal (Yadav, et al., 2012). 2.2 Kulit Kulit merupakan organ yang sangat luas hingga 15% dari total berat badan (Richardson dan Certed, 2003). Kulit sebagai lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia. Meskipun kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa obat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan efek terapetik atau efek toksik. Pada penelitian efek sistemik, zat aktif harus masuk ke peredaran darah yang selanjutnya dibawa ke jaringan yang kadang-kadang terletak jauh dari tempat pemakaian dan pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek farmakologi (Aiache, dkk., 1993). Kulit memiliki fungsi utama sebagai lapisan pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terusmenerus (keratinasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan sel kulit melanin untuk melindungi kulit dari sinar ultraviolet, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007). Secara mikroskopik kulit dibagi menjadi dua lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Struktur kulit dapat dilihat pada Gambar

3 Gambar 2.1 Struktur kulit (Ramteke, et al., 2012) Epidermis Ketebalan epidermis yaitu 0,1-1 mm. Keratinosit menjadi komponen utama (>90%) dan bertanggung jawab sebagai fungsi penghalang. Sel-sel lain yang terdapat pada epidermis yaitu melanosit dan sel Langerhans (Ramteke, et al., 2012). Epidermis memiliki jenis sel utama keratinosit yang merupakan hasil pembelahan sel pada lapisan epidermis yang paling dalam yaitu stratum basale (lapisan basal) yang tumbuh terus ke arah permukaan kulit. Keratinosit mengalami diferensiasi terminal untuk membentuk sel-sel lapisan permukaan (stratum korneum). Selama diferensiasi, filamen keratin pada korneosit mengalami agregasi dimana proses ini disebut keratinisasi, dan berkas-berkas filamen membentuk suatu jaringan intraselular kompleks dalam matriks protein yang merupakan derivat pada stratum granulosum (lapisan glanular). Epidermis merupakan epitel gepeng yang berlapis dengan beberapa lapisan yang terlihat jelas pada Gambar

4 Gambar 2.2 Epidermis (Graham, dkk., 2005) 1. Stratum korneum Merupakan sel-sel gepeng yang mengalami keratinisasi, tanpa inti sel dan sitoplasma. Sel-sel yang berdekatan saling tumpang-tindih dan bersamasama dengan lemak interselular membentuk pertahanan yang sangat efektif. Ketebalan stratum korneum bervariasi yang paling tebal terletak pada telapak tangan dan telapak kaki (Graham, dkk., 2005). Stratum korneum terdiri atas sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air (Tranggono dan Latifah, 2007). Lapisan terluar kulit yang berperan sebagai suatu penghalang fisik bagi zat yang berkontak dengan kulit. Stratum korneum terdiri dari sepuluh sampai dua puluh lapisan sel yang terdapat di seluruh tubuh. Setiap sel berbentuk pipih, memiliki panjang sekitar µm, lebar µm, dan tebal 0,15-0,2 µm dengan luas permukaan µm 2 di mana satu dengan yang lainnya terkumpul membentuk suatu susunan yang menyerupai batu bata (Pathan dan Setty, 2009). 9

5 2. Stratum granulosum Merupakan lapisan yang berada di atas stratum spinosum yang terdiri dari sel-sel pipih dan banyak mengandung partikel gelap yang disebut granula keratohialin (Graham, dkk., 2005). Stratum granulosum tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut (Tranggono dan Latifah, 2007). 3. Stratum spinosum Lapisan sel runcing seperi paku dengan sel Langerhans yang tersebar diantaranya. Sel-sel ini merupakan pertahanan imunologis dalam melawan antigen dari luar (Graham, dkk., 2005).Lapisan stratum spinosum memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri. Inti dari lapisan ini besar dan berbentuk oval dan setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein (Tranggono dan Latifah, 2007). 4. Stratum basale Terdiri dari sel kolumnar yang melekat pada membran basale. Berselang-selang dari sel basale terdapat melanosit yang berperan dalam produksi melanin (Graham, dkk., 2005) Dermis Dermis merupakan lapisan kulit terbesar hingga 90% dari kulit, terdiri dari jaringan ikat yang menopang epidermis (Ramteke, et al., 2012). Dermis adalah lapisan yang terletak di bawah epidermis dan merupakan bagian terbesar dari kulit. Gambaran utama dermis berupa anyaman serat-serat yang saling mengikat yang sebagian besar merupakan serat kolagen tetapi sebagian lagi berupa serat elastin. Dermis terdiri dari fibroblas, sel mast dan makrofag. Fidroblas 10

6 membentuk matriks jaringan ikat pada dermis yang biasanya berdekatan dengan serat kolagen dan elastin. Sel mast berisi granula yang kandungannya mencakup mediator-mediator seperti histamin, prostaglandin, leukotrien dan faktor-faktor kemotaksis eusinofil dan neutrofil. Makrofag merupakan sel fagositik yang berasal dari sumsum tulang. Dermis juga mengandung pembuluh darah, limfe, saraf dan reseptor sensoris. Di bawah dermis terdapat sebuah lapisan lemak subkutan yang memisahkan kulit dengan otot yang ada di bawahnya (Graham, dkk., 2005). Dermis merupakan lapisan paling tebal atau jaringan ikat yang mengandung darah, lapisan getah bening, kelenjar keringat dan saraf kulit (Bavaskar, et al., 2015). Peranan utama dermis adalah sebagai pemberi nutrisi pada epidermis dan merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3-5 mm, (Aiache, dkk., 1993) Penetrasi obat melalui kulit Obat dapat mempenetrasi kulit yang utuh setelah pemakaian topikal melalui dinding folikel rambut, kelenjar keringat atau kelenjar lemak atau antara sel-sel dari selaput tanduk. Sebenarnya bahan obat yang dipakai mudah memasuki kulit yang rusak atau pecah-pecah, akan tetapi penetrasi semacam itu bukan absorbsi perkutan yang benar. Apabila kulit utuh, maka cara utama untuk penetrasi obat umumnya melalui lapisan epidermis, lebih baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat (Ansel, 2008). Sediaan topikal digunakan untuk mendapatkan efek lokal di lokasi aplikasi berdasarkan penetrasi obat ke dalam lapisan yang mendasari kulit atau mukosa membran. Keuntungan utama sistem pelepasan topikal adalah untuk menghindari 11

7 first pass effect, menghindari resiko ketidaknyamanan terapi intravena, perubahan ph, dan waktu pengosongan lambung. Dalam segala keanekaragamannya formulasi semi-solid mendominasi sediaan sistem pelepasan topikal (Sharma, et al., 2012).Untuk mengurangi resistensi stratum corneum dan variabilitas biologinya, peningkat penetrasi (promotor untuk mempercepat absorpsi) digabungkan ke dalam sediaan kulit (Jadhav dan Sreenivas, 2012). Ada dua jalur utama obat berpenetrasi menembus stratum korneum, yaitu: jalur transepidermal dan jalur pori. Gambar 2.3 Jalur penetrasi obat melalui stratum korneum (Trommer dan Neubert, 2006) Jalur transepidermal dibagi lagi menjadi jalur transselular dan jalur interselular. Pada jalur transelular, obat melewati kulit dengan menembus secara langsung lapisan lipid stratum korneum dan sitoplasma dari keratinosit yang mati. Jalur ini merupakan jalur terpendek, tetapi obat mengalami resistensi yang signifikan karena harus menembus struktur lipofilik dan hidrofilik. Jalur yang lebih umum bagi obat untuk berpenetrasi melalui kulit adalah jalur interselular. Pada jalur ini, obat berpenetrasi melalui ruang antar korneosit (Trommer dan Neubert, 2006). Jalur melalui pori dapat dibagi menjadi jalur transfolikular dan 12

8 transglandular. Kelenjar dan folikel rambut hanya menempati sekitar 0,1% dari total luas tubuh manusia, oleh karena itu kontribusi rute ini terhadap penetrasi dianggap kecil. Tetapi, jalur transfolikular dapat menjadi jalur yang penting bagi penetrasi obat yang diberikan secara topikal. Hal ini karena folikel rambut menyediakan suatu reservoir yang efisien bagi zat yang berpenetrasi melalui kulit. Pada jalur transfolikular, zat hanya dapat berpenetrasi melalui folikel rambut yang terbuka. Untuk membuka folikel rambut yang tertutup dapat dilakukan pemijatan ringan (Lademann, et al., 2004) Difusi melalui membran Difusi merupakan suatu proses ketika obat melewati membran agar molekul-molekul menurunkan gradien konsentrasinya. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi tanpa memerlukan energi, sehingga mencapai kesetimbangan dikedua membran. Kebanyakan zat aktif merupakan basa atau asam organik, maka dalam keadaan terlarut sebagian molekul berada dalam bentuk terionkan dan sebagian dalam bentuk tak terionkan. Hanya fraksi zat aktif yang tak terionkan dan larut dalam lemak yang dapat melalui membran dengan cara difusi pasif (Aiache, dkk., 1993). Gambar 2.4 Multilayer kulit yang memperlihatkan permeasi obat transdermal untuk pelepasan sistemik (Jadhav dan Sreenivas, 2012). 13

9 Ketika obat digunakan secara topikal maka obat akan mengalami difusi pasif menuju permukaan jaringan kulit selanjutnya. Perpindahan massa melewati stratum corneum menuju ke bagian lapisan epidermis selanjutnya dan kemudian ke dalam lapisan dermis hingga ke sirkulasi darah Faktor-faktor yang mempengaruhi penyampaian obat melalui kulit Faktor biologis Hal-hal yang termasuk ke dalam faktor biologis yang mempengaruhipenyampaian obat melalui kulit, yaitu meliputi (Barry, 1983): a. Kondisi dan umur kulit Kulit utuh merupakan suatu sawar (barrier) difusi yang efektif dan efektivitasnya berkurang bila terjadi perubahan dan kerusakan pada sel-sel lapisan tanduk. Difusi obat melalui kulit juga tergantung pada umur subyek, di mana kulit bayi dan anak anak lebih permeabel dibandingkan kulit orang dewasa. b. Aliran darah Secara teoritis, perubahan sirkulasi pada daerah perifer, atau perubahan aliran darah pada kulit (jaringan dermis), dapat mempengaruhi absorbsi perkutan. Di mana dengan meningkatnya aliran darah, maka waktu yang dimiliki zat aktif untuk berada pada jaringan dermis akan berkurang, dengan demikian gradien konsentrasi zat aktif yang berpenetrasi melalui kulit akan meningkat. c. Tempat pemakaian Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama akan berbeda dan hal ini tergantungpada ketebalan stratum korneum dan kerapatan folikel rambut, maupun kelenjar keringat yang terdapat di kulit. 14

10 d. Perbedaan spesies Kulit mamalia dari spesies yang berbeda akan menunjukkan beberapa perbedaan karakteristik dari segi anatomi Faktor fisikokimia Hal-hal yang termasuk ke dalam faktor fisikokimia yang mempengaruhi penyampaian obat melalui kulit, yaitu: a. Hidrasi kulit Peningkatan hidrasi kulit bisa membuka struktur stratum korneum sehingga penetrasi meningkat (Benson, 2005). b. Temperatur Secara klinis, temperatur kulit akan meningkat dengan digunakannya suatu pembawa yang bersifat oklusif, seperti vaselin. Pada penggunaan suatu pembawa yang bersifat oklusif, kelenjar keringat tidak dapat mengeluarkan air maupun panas sehingga menyebabkan meningkatnya suhu sekitar kulit. Jika suhu meningkat, maka kelembaban (hidrasi) pun akan meningkat. Dalam keadaan terhidrasi permeabilitas kulit akan meningkat, sehingga memudahkan absorbsi zat aktif melalui kulit (Barry, 1983). c. Bobot molekul dan polaritas senyawa Dipandang dari segi bobot molekulnya, senyawa dengan bobot molekul yangrendah akan berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan senyawa denganbobot molekul tinggi (Barry, 1983). d. Konsentrasi zat aktif Berdasarkan hukum Fick, jumlah zat aktif yang diserap pada setiap satuan luas permukaan dan satuan waktu adalah sebanding dengan konsentrasi senyawa 15

11 dalam media pembawa (Barry, 1983). e. Koefisien partisi Koefisien partisi didefenisikan sebagai pembagian konsentrasi dalam lemakdengan konsentrasi dalam fase air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin besar dan difusi transmembran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Aiache, dkk., 1993). f. Lipofilisitas Peningkatan lipofilisitas obat menyebabkan berkurangnya permeasi. Sebuah studi serupa dengan nalbuphine dan prodrugnya yang menunjukkan bahwa peningkatan lipofilisitas menyebabkan rasio peningkat penetrasi menurun (Sung, et al., 2003). g. Formulasi Faktor lain yang mempengaruhi penetrasi senyawa bioaktif melalui kulit adalah jenis formulasi yang dirancang untuk masuknya obat. Konsentrasi obat mempengaruhi penghantaran topikal. Selanjutnya, peningkatan viskositas pada formulasi menurunkan penetrasi obat ke dalam kulit yang mungkin disebabkan oleh penurunan difusi (Regnier, et al., 1998). h. Tempat pengolesan Jumlah yang diserap oleh molekul yang sama, akan berbeda tergantung pada anatomi tempat pengolesan. Perbedaan ketebalan kulit terutama disebabkan oleh perbedaan ketebalan lapisan tanduk (stratum corneum) pada setiap bagian tubuh (Aiache, dkk., 1993). 16

12 2.3 Peningkat Penetrasi Obat Peningkat penetrasi dapat digunakan dalam formulasi obat transdermal untuk memperbaiki fluks obat yang melewati membran. Fluks obat yang melewati membran dipengaruhi oleh koefisien difusi obat melewati stratum corneum, konsentrasi efektif obat yang terlarut dalam pembawa, koefisien partisi antara obat dengan stratum corneum dan dengan tebal lapisan membran. Peningkat penetrasi yang efektif dapat meningkatkan penghalangan dari stratum corneum (Williams dan Barry, 2004). Peningkatan penetrasi obat dapat dilakukan menggunakan peningkat penetrasi kimia (Sharma, et al., 2012) Kriteria peningkat penetrasi Menurut Saroha, et al., (2013) peningkat penetrasi yang ideal, diantaranya: 1. Efeknya ke dalam kulit bersifat reversible dan tidak menyebabkan kerusakan pada sel. 2. Secara farmakologi inert 3. Tidak toksik, tidak mengiritasi, dan tidak menimbulkan alergi. 4. Mudah bercampur dengan obat dan bahan tambahan lainnya. 5. Efek cepat 6. Saat penetrasi berlangsung mencegah hilangnya bahan endogen tubuh seperti cairan tubuh, elektrolit. 7. Penetrasi berlangsung searah saja, hanya memungkinkan molekul obat yang melewati kulit sedangkan bahan endogen tubuh tidak hilang Mekanisme enhancer Atas dasar konsep partisilemak dan protein,ada tiga mekanismepeningkatan penetrasi yaitu: 17

13 1. Gangguan lipid: enhancer mengubah struktur organisasi lipid stratum korneum dan membuatnya permeabel terhadap obat. Banyak enhancer bekerja dengan cara ini misalnya: Azone, terpen, asam lemak, dimetil sulfoxide (DMSO) dan alkohol. 2. Mengubah protein: Ionik surfaktan, dan desil metil sulfoksida berinteraksi dengan keratin di korneosit dan mengubah struktur protein yang padat sehingga membuatnya lebih permeabel. 3. Promotor partisi: Banyak pelarut mengubah sifat kelarutan dari lapisan tanduk dengan demikian meningkatkan partisi obat. Etanol meningkatkan penetrasi nitro gliserin dan estradiol melalui stratum corneum (Jadhav dan Sreenivas, 2012) Jenis-jenis enhancer Beberapa senyawa telah diketahui berperan senagai enhancer kimia antara lain (Trommer dan Neubert, 2006): a. Sulfoksida dan senyawa yang mirip b. Azone c. Pirolidon d. Asam lemak e. Ester f. Minyak atsiri, terpen, dan terpenoid g. Surfaktan h. Propilen glikol i. Urea dan turunannya 18

14 2.4 Uraian Bahan Ketoprofen Gambar 2.5 Struktur kimia ketoprofen Ketoprofen mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 100,5% C 16 H 14 O 3, dihitung terhadap zat yang sudah dikeringkan. Pemeriannya yaitu serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak atau hampir tidak berbau.mudah larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter; praktis tidak larut dalam air. Berat molekul ketoprofen yaitu 254,3 (Ditjen, POM., 1995). Nilai pka ketoprofen 4,07 (Meloun, et al., 2007). Ketoprofen adalah senyawa obat turunan asam propionat yang menghambat cyclooxygenase secara nonselektif dan lipoxygenase, yang bekerja sebagai antiinflamasi, dan analgetik. Sebagaimana anti-inflamasi non-steroid lainnya, ketoprofen bekerja menghambat sintesa prostaglandin. Ketoprofen banyak digunakan dalam pengobatan atritis reumatoid, osteoartritis dan keadaan nyeri lainnya (Katzung, 2002) Natrium alginat Asam alginat adalah polimer glycuronan yang terdiri dari campuran asam β-(1 4)-D- asam mannosyluronic dan α-(1 4)-L- asam gulosyluronic, formula umumnya (C6H8O)n dengan berat molekul biasanya (Rowe, et al., 2009). 19

15 Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat dari natrium alginat yakni mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terjadinya kelat antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium (Thom, dkk., 1982). Natrium alginat adalah produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah. Natrium alginat larut dengan lambat di dalam air, membentuk larutan kental, tidak larut dalam etanol dan ester. Alginat diperoleh dari spesies Macrocrystis pyrifera, Laminaria, Ascophylum dan Sargassum (Belitz dan Grosch, 1987) Etanol Gambar 2.6 Struktur etanol Etanol dalam berbagai konsentrasi secara luas digunakan dalam formulasi sediaan farmasi dan kosmetik. Penggunaan etanol secara topikal dikembangkan untuk pelepasan obat transdermal sebagai peningkat penetrasi (Rowe, et al., 2009). Sebagai pelarut etanol mampu meningkatkan kelarutan obat. Perembesan etanol ke dalam stratum corneum bisa mengubah kelarutan jaringan dan memperbaiki partisi obat ke dalam membran. Sebagai peningkat penetrasi juga memiliki aktivitas mengubah termodinamik obat sehingga terjadi peningkatan konsentrasi obat yang mana menguapnya etanol juga menyebabkan tercapainya kelarutan dalam kondisi jenuh sehingga peningkatan penetrasi lebih tinggi (Raut, et al., 2014). 20

16 2.4.4 Gliserin Gliserin digunakan diberbagai jenis formulasi farmasetik, termasuk sediaan oral, mata, topikal dan sediaan parenteral. Pada formulasi sediaan topikal dan kosmetik, gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien. Gliserin digunakan juga sebagai pelarut dan cosolvent. Gliserin digunakan juga sebagai plasticizer dalam pembuatan kapsul lunak gelatin dan supositoria gelatin (Rowe, et al., 2009). Gliserin atau gliserol memiliki rumus kimia C 3 H 8 O 3 yang dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap (Ditjen, POM., 1995). 21

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dapat diberikan melalui kulit untuk mendapatkan efek pada tempat pemakaian, jaringan di dekat tempat pemakaian, ataupun efek sistemik. Meskipun terdapat banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah C 64 H 124 O 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah C 64 H 124 O 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tween 80 Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan, dengan nama kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah C 64 H 124 O 26 dan rumus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit FISIOLOGI KULIT Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh untuk menjaga keluarnya substansi-subtansi penting dari dalam tubuh dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh untuk menjaga keluarnya substansi-subtansi penting dari dalam tubuh dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar (Aiache, dkk., 1993). Kulit berfungsi sebagai sistem epitel pada tubuh untuk menjaga keluarnya

Lebih terperinci

Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit

Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit Dewa Ayu Swastini ANATOMI FISIOLOGI KULIT FUNGSI KULIT : Pembatas terhadap serangan fisika kimia Termostat suhu tubuh Pelindung dari serangan mikroorganisme dan

Lebih terperinci

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL NATRIUM DIKLOFENAK SECARA IN VITRO

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL NATRIUM DIKLOFENAK SECARA IN VITRO EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL NATRIUM DIKLOFENAK SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh : RORO MEGA AYU PUTRI MAHANANI K 100 050 215 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990).

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990). BAB 1 PENDAHULUAN Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah yang dalam keadaan istirahat melebihi nilai normal, nilai normal tiap orang berbeda beda disini terdapat variasi yang amat besar umumnya

Lebih terperinci

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis

Struktur Kulit (Cutaneous Membran) EPIDERMIS DERMIS SUBCUTANEOUS/Hypodermis KULIT MANUSIA FUNGSI KULIT Membantu mengontrol temperatur tubuh Melindungi tubuh dari kuman Melindungi struktur dan organ vital dari perlukaan Terlibat dalam proses pembuangan sampah sisa metabolisme tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi merupakan bentuk respon pertahanan terhadap terjadinya cedera karena kerusakan jaringan. Inflamasi tidak hanya dialami oleh orang tua, tetapi dapat terjadi

Lebih terperinci

Biofarmasetika sediaan perkutan

Biofarmasetika sediaan perkutan Biofarmasetika sediaan perkutan Pendahuluan Konsep pemakaian sediaan obat pada kulit telah lama diyakini dapat dilakukan zaman mesir kuno, papyrusyang telah mencantumkan berbagai sediaan obat untuk pemakaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gerakan melalui pori dan lubang (saluran) (Martin, et al., 1993).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gerakan melalui pori dan lubang (saluran) (Martin, et al., 1993). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prinsip Dasar Difusi Melalui Membran Difusi didefenisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan

Lebih terperinci

Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut:

Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut: Histologi kulit Kulit merupakan organ tubuh paling luar dan membatasi bagian dalam tubuh dari lingkungan luar. Luas kulit pada orang dewasa sekitar 1.5 m 2 dan beratnya sekitar 15% dari berat badan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salep merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan pada kulit sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO PENETRASI PERKUTAN IN VITRO DISPERSI PADAT PENTAGAMAVUNON-0 (PGV-0) DENGAN PENGOMPLEKS POLIVINILPIROLIDON (PVP) DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METIL CELULOSA (HPMC) SKRIPSI Oleh: RATNA EKASARI K 100

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Buah Anggur Buah merupakan salah satu jenis makanan yang banyak mengandung vitamin serta mineral yang sangat dibutuhkan oleh manusia, buah anggur merah merupakan salah

Lebih terperinci

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri

Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Kompetensi Dasar : Menjelaskan struktur dan fungsi sistem ekskresi pada manusia dan penerapannya dalam menjaga kesehatan diri Indikator : 1. Menyebutkan organ-organ penyusun sistem ekskresi pada manusia.

Lebih terperinci

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL PIROKSIKAM SECARA IN VITRO SKRIPSI

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL PIROKSIKAM SECARA IN VITRO SKRIPSI EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL PIROKSIKAM SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh : UTY SUKRIA SANY K 100 050 214 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 1. Berikut ini merupakan kandungan keringat, kecuali?? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.2 Air NaCl Urea Glukosa Kulit merupakan salah satu alat ekskresi. Kulit mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan obat antiinflamasi non steroid yang digunakan secara luas untuk pengobatan rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. Obat ini dapat menyebabkan masalah gastrointestinal

Lebih terperinci

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO 0 PENETRASI PERKUTAN IN VITRO DISPERSI PADAT PENTAGAMAVUNON-0 DENGAN PENGOMPLEKS HIDROKSIPROPIL BETA SIKLODEKSTRIN DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METIL SELULOSE SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah

Lebih terperinci

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai BAB I PENDAHULUAN Pada saat ini, penggunaan obat melalui rute transdermal banyak digunakan dan menjadi salah satu cara yang paling nyaman dan inovatif dalam sistem penghantaran obat ke dalam tubuh. Penghantaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan derivat sederhana fenilasetat yang menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan

Lebih terperinci

Luka dan Proses Penyembuhannya

Luka dan Proses Penyembuhannya Luka dan Proses Penyembuhannya Anatomi Kulit Epidermis Dermis Subkutan 1 Epidermis Merupakan lapisan kulit terluar, tidak terdapat serabut saraf maupun pembuluh darah Berupa sel-sel berlapis gepeng yang

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat OAINS dari turunan asam propionat yang memiliki khasiat sebagai antipiretik, antiinflamasi dan analgesik pada terapi rheumatoid arthritis

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar UV yang terlalu lama pada kulit dapat menyebabkan timbulnya penyakit kulit seperti kanker kulit dan reaksi alergi pada cahaya/fotoalergi (Ebrahimzadeh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelarutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lobak mulai dikenal bangsa China sekitar tahun 500 SM. Lobak sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lobak mulai dikenal bangsa China sekitar tahun 500 SM. Lobak sering BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Lobak Lobak mulai dikenal bangsa China sekitar tahun 500 SM. Lobak sering disebut dengan lobak cina/lobak oriental. Tanaman lobak memiliki akar tunggang dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem penghantaran secara transdermal merupakan bentuk penghantaran dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik. Macam-macam formulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan

BAB I PENDAHULUAN. telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini perkembangan sistem pengantaran obat pada bidang farmasi telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan transdermal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Buah Mangga 2.1.1 Buah mangga Buah mangga termasuk kelompok buah yang berdaging. Panjang buah 2,5 cm sampai 30 cm. Bentuk buah ada yang bulat, bulat telur atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Sebagai pelindung utama tubuh dari kerusakan fisika, kimia dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diduga berasal dari Amerika Selatan. Pada waktu bangsa Spanyol menduduki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diduga berasal dari Amerika Selatan. Pada waktu bangsa Spanyol menduduki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Kentang Tanaman kentang telah banyak dibudidayakan di berbagai benua, negara, provinsi, dan daerah. Menurut beberapa literatur dan catatan, tanaman kentang diduga berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan bidang farmasi terutama obat-obatan semakin meningkat, sejalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan bidang farmasi terutama obat-obatan semakin meningkat, sejalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan bidang farmasi terutama obat-obatan semakin meningkat, sejalan dengan berkembangnya kemajuan ilmu dan teknologi. Berbagai sediaan farmasi telah dibuat,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. xerosis yang akan menyebabkan berkurangnya elastisitas kulit sehingga lapisan

BAB I PENDAHULUAN. xerosis yang akan menyebabkan berkurangnya elastisitas kulit sehingga lapisan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumit pecah adalah suatu keadaan klinis yang di tandai dengan terdapatnya fisura pada tumit. Fisura yang terjadi pada tumit pecah akibat dari kulit kering atau xerosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan sediaan yang digunakan di luar badan guna membersihkan, menambah daya tarik, dan memperbaiki bau badan tetapi tidak untuk mengobati penyakit (Tranggono

Lebih terperinci

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker. BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL

FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL PHARM.DR.JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD Seminar Perkembangan Mutakhir di bidang Ilmu dan Teknologi Kosmetika PT Dwipar Loka Ayu dan PT Dwi Pardi

Lebih terperinci

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011). BAB 1 PENDAHULUAN Obat dapat diberikan kepada pasien melalui sejumlah rute pemberian yang berbeda. Rute pemberian obat dapat dilakukan secara peroral, parenteral, topikal, rektal, intranasal, intraokular,

Lebih terperinci

Penghantaran obat secara transdermal dibuat dalam bentuk patch. Dimana patch terdiri dari berbagai komponen, namun komponen yang paling penting dari

Penghantaran obat secara transdermal dibuat dalam bentuk patch. Dimana patch terdiri dari berbagai komponen, namun komponen yang paling penting dari BAB 1 PENDAHULUAN Penghantaran obat untuk sirkulasi umum melalui kulit merupakan alternatif yang lebih diinginkan daripada pemberian secara oral. Pasien sering lupa untuk meminum obatnya, dan sebagian

Lebih terperinci

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO KOMPLEKS INKLUSI PENTAGAMAVUNON-0 (PGV-0) DENGAN β-siklodekstrin DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METILCELULOSE (HPMC)

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO KOMPLEKS INKLUSI PENTAGAMAVUNON-0 (PGV-0) DENGAN β-siklodekstrin DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METILCELULOSE (HPMC) PENETRASI PERKUTAN IN VITR KMPLEKS INKLUSI PENTAGAMAVUNN-0 (PGV-0) DENGAN β-sikldekstrin DALAM SEDIAAN GEL HIDRKSIPRPIL METILCELULSE (HPMC) SKRIPSI LEH : RAHMI PRATIWI MURTIASTUTI K 0000070 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2 bagian yaitu kulit luar (epidermis) dan kulit bagian dalam (dermis). Saat tubuh

I PENDAHULUAN. 2 bagian yaitu kulit luar (epidermis) dan kulit bagian dalam (dermis). Saat tubuh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh kita manusia sebagai sebuah sistem, terdiri dari berbagai bagian yang berbeda fungsi dan saling melengkapi. Selain berfungsi sebagai organ panca indra, jaringan kulit

Lebih terperinci

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu BAB 1 PENDAHULUAN Terbutalin sulfat merupakan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit asma bronkial. Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan peradangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benzokain biasa digunakan sebagai anastetik lokal. Benzokain dibuat sediaan topikal karena khasiat anastetik obat ini lemah, sehingga hanya digunakan pada anastesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Buah Labu Kuning Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima, Cucurbita ficifolia, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata, dan Cucurbita pipo L (Anonim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroorganisme yang hidup di kulit (Jawetz et al., 1991). Kulit merupakan organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB II

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB II BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil terapi yang optimal tidak hanya memerlukan pemilihan obat yang tepat tetapi juga pemberian obat yang efektif. Kulit manusia adalah permukaan yang mudah di akses

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam BAB 1 PENDAHULUAN Klorfeniramin maleat merupakan obat antihistamin H 1 Reseptor yang dapat menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, serta bekerja dengan mengobati

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neonatus bearti baru saja dilahirkan. Dalam dunia kedokteran, neonatus didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 hari atau 4 minggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses normal seiring dengan pertambahan usia, kulit akan mulai mengendur dan berkerut. Hal ini disebabkan fungsi fisiologis dari organ terutama kulit mulai

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI MANUSIA 2: INTEGUMEN. by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta

SISTEM EKSKRESI MANUSIA 2: INTEGUMEN. by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta 1 SISTEM EKSKRESI MANUSIA 2: INTEGUMEN by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta INTEGUMEN 2 Terletak di paling luar tubuh 15 % dari berat tubuh Luasnya sekitar 1,5 1,75 m Memiliki ketebalan 400 600

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pasien yang mengalami gagal jantung

Lebih terperinci

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt KEGUNAAN FARMAKOKINETIKA 1. Bidang farmakologi Farmakokinetika dapat menerangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rosmawati, 2016), Penentuan formula tablet floating propranolol HCl menggunakan metode simple lattice design

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tubuh manusia terbentuk atas banyak jaringan dan organ, salah satunya adalah kulit. Kulit adalah organ yang berfungsi sebagai barrier protektif yang dapat mencegah

Lebih terperinci

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( )

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( ) DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI (12330713) PENDAHULUAN Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi, perkembangan di dunia farmasi pun tidak ketinggalan. Semakin hari semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. luas. Ketebalan kulit bervariasi di berbagai bagian tubuh. Sel-sel kulit yang paling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. luas. Ketebalan kulit bervariasi di berbagai bagian tubuh. Sel-sel kulit yang paling BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit adalah organ terbesar dari tubuh dan meliputi wilayah yang sangat luas. Ketebalan kulit bervariasi di berbagai bagian tubuh. Sel-sel kulit yang paling tipis pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh kita yang melindungi bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun mekanik, gangguan panas atau dingin, dan gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Meksiko Selatan, Amerika Tengah, dan benua Amerika yang beriklim tropis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Meksiko Selatan, Amerika Tengah, dan benua Amerika yang beriklim tropis. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Buah Jambu Biji Tanaman jambu biji bukan merupakan tanaman asli indonesia. Dari berbagai sumber pustaka menyebutkan bahwa tanaman jambu biji diduga berasal dari Meksiko

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

Studi Biofarmasetika Sediaan yang. Diberikan Melalui Kulit

Studi Biofarmasetika Sediaan yang. Diberikan Melalui Kulit MAKALAH Studi Biofarmasetika Sediaan yang Diberikan Melalui Kulit Disusun Oleh : Hariyanto I. H., S.Farm., Apt. NIP. 19850106 200912 1009 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

PENGERTIAN KOSMETIKA. PENGERTIAN : Sediaan/paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan

PENGERTIAN KOSMETIKA. PENGERTIAN : Sediaan/paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan I.TEORI PENGERTIAN KOSMETIKA PENGERTIAN : Sediaan/paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir &organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk : membersihkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minyak canola telah dipopulerkan beberapa ribu tahun yang lalu, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minyak canola telah dipopulerkan beberapa ribu tahun yang lalu, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Canola Minyak canola telah dipopulerkan beberapa ribu tahun yang lalu, dan semakin meningkat penggunaan serta pengolahannya pada tahun 1960 (Rieger, dkk., 2002).Canola

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci