BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Jika uraian dalam bab sebelumnya diarahkan kepada upaya untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Jika uraian dalam bab sebelumnya diarahkan kepada upaya untuk"

Transkripsi

1 1 BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Jika uraian dalam bab sebelumnya diarahkan kepada upaya untuk mendeskripsikan temuan-temuan penelitian sesuai dengan fokus dan pertanyaan penelitian yang diajukan, maka dalam bab berikut ini akan disajikan uraian yang berisi pembahasan terhadap seluruh temuan penelitian, terutama yang ditekankan pada fokus penelitian. Melalui bab ini, efektivitas dari implementasi kebijakan percepatan Wajar Dikdas 9 tahun dalam rangka membantu meringankan beban pendidikan bagi anak dari keluarga miskin akan dijawab. Melalui bab ini pula, alasan mengani masih banyaknya anak dari keluarga miskin yang belum tersentuh kebijakan akan dibahas. Bukan hanya itu, melalui bab ini pula akan dimunculkan beberapa isu strategis yang bisa dijadikan landasan dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun dikaitkan dengan upayanya untuk membantu meringankan beban pendidikan bagi anak dari keluarga miskin. A. Kajian Terhadap Arah Kebijakan yang Ditempuh Secara umum, dari hasil penelitian terungkap bahwa meskipun kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun di Kabupaten Cianjur ini telah memiliki arah yang jelas dan dukungan kebijakan yang kuat, namun pada tataran implementasinya masih menunjukan banyak kelemahan dan kekurangan. Lebih-lebih jika dikaitkan dengan upaya untuk menenuntaskan 220

2 2 Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin sesuai dengan fokus penelitian ini. Adalah misi dan visi Kabupaten Cianjur yang secara eksplisit telah menjadikan pembangunan bidang pendidikan sebagai salah satu agenda sentralnya. Bahkan dari empat misi yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) sekaligus menjadi acuan perencanaan pembangunan di Kabupaten Cianjur, satu misi diantaranya berisi tentang arti pentingnya pembangunan pendidikan dengan fokus pada penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun. Bukan hanya itu, adalah Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur yang secara eksplisit dan dengan begitu tegas telah menetapkan bahwa dari tujuh tujuan dan sasaran prioritas yang sekaligus merupakan arah kebijakan yang akan ditempuhnya, agenda penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun merupakan salah satu prioritasnya. Bahkan arah kebijakan ini juga ditunjang oleh dua tujuan atau sasaran yang lainnya, yakni upaya untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dan upaya peningkatan mutunya, dua besaran sasaran program yang apabila bisa diimplementasikan akan sangat besar sumbangannya dalam upaya mempercepat program penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun. Jelasnya, kebijakan yang ditujukan kepada upaya pemerataan, maka pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun diharapkan bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat, tidak terkecuali masyarakat yang kurang beruntung alias miskin yang selama ini masih banyak menyisakan sasaran.

3 3 Melalui kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan mutu, maka implementasi kebijakan percepatan Wajar Dikdas 9 tahun diharapkan bisa dilakukan tidak hanya dalam rangka mengejar target kuantitas yang ditandai dengan peningkatan angka partisipasi sekolah, baik APK maupun APM, melainkan lebih jauh lagi mampu memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan dasar yang sangat diniscayakan setiap warga masyarakat, khususnya bagi anak dari keluarga miskin sebagai modal utama untuk bisa mengakses hak-hak hidupnya, sebut pula memberdayakannya. Dari hasil kajian peneliti, pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun yang dilakukan di Kabupaten Cianjur saat ini memiliki landasan yang cukup kuat dan strategis. Tidak saja karena didukung oleh kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan dan ditetapkan pemerintah pusat dan provinsi Jawa Barat, melainkan diperkuat pula oleh visi dan misi pemerintah Kabupaten Cianjur yang secara eksplisit tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) yang kemudian dijabarkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur Dikaitkan dengan kebijakan pemerintah pusat, khususnya kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun merupakan realisasi dari Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2006 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun (Wajar Dikdas 9 Tahun) dan Pemberantasan Buta Aksara. Dikaitkan dengan kebijakan pemerintah Provinsi Jawa Barat, pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun merupakan bagian dari upaya strategis dalam rangka pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang

4 4 ditargetkan bisa mencapai angka 80 pada tahun 2010 sebagaimana bisa ditelaah dalam chart di bawah ini : RATA-RATA LAMA SEKOLAH INDEKS PENDIDIKAN MELEK HURUF PENCAPAIAN VISI JAWA BARAT MELALUI IPM 80 TH 2010 INDEKS KESEHATAN UMUR HARAPAN HIDUP INDEKS DAYA BELI PENDAPATAN PER KAPITA WAJAR DIKDAS 9 TAHUN GAMBAR 5.1 :. KETERKAITAN DAN NILAI STRATEGIS PELAKSANAAN WAJAR DIKDAS 9 TAHUN DENGAN PENCAPAIAN IPM JAWA BARAT Dari gambar di atas nampak bahwa pelaksanaan program akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun disamping memiliki posisi yang strtaegis dalam menunjang peningkatan rata-rata lama sekolah (RLS) dan peningkatan buta aksara sebagai faktor penentu indeks pendidikan sebagai salah satu komponen penting peningkatan IPM. Tidak sampai di situ, keberhasilan pelaksanaan Wajar Dikdas juga secara tidak langsung akan besar pula sumbangannya terhadap upaya untuk mendukung peningkatan dua indeks IPM yang lainnya, yakni indeks kesehatan dan daya beli. Namun sebaliknya, upaya untuk meningkatkan Wajar Dikdas sendiri pada akhirnya akan pula banyak ditentukan oleh keberhasilan peningkatan derajat kesehatan dan juga tingkat daya beli masyarakat. Di situlah pula arti pentingnya mengintegrasikan pelaksanaan Wajar Dikdas itu dalam kaitannya dengan upaya untuk meningkatkan sektor pembangunan yang lainnya, dalam hal ini adalah pembangunan disektor kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat. Asumsinya, semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka akan semakin meningkat pula sikap, kesadaran dan perilaku kesehatannya. Padahal

5 5 menurut Hendrik Blumm, faktor sikap dan perilaku masyarakat ini akan sangat menentukan derajat kesehatan mereka. Juga, semakin tinggi pendidikan sebuah masyarakat, maka akan semakin besar pula pengtetahuan dan keterampilan yang memunginkan mereka bisa mengakses peluang untuk meningkatkan taraf kesejahteraannya. Itulah gambaran mengenai letak strategisnya pelaksanaan wajar Dikdas 9 tahun dalam upaya untuk mendukung peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM). Menurut kajian peneliti, itulah pula peluang yang sesungguhnya bisa dijadikan salah satu kekuatan utama untuk menarik dukungan seluruh sektor, termasuk dukungan masyarakat dalam pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun di kabupaten Cianjur. Di situlah pula kemampuan para stakeholders di bidang pendidikan untuk melakukan advokasi tentang arti pentingnya pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun diuji dan ditantang. Tidak sampai di situ, letak strategisnya pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun itu diperkuat pula oleh visi dan misi kabupaten Cianjur yang secara eksplisit telah mencantumkan program perecepatan Wajar Dikdas 9 tahun sebagai prioritas dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan. Yang tidak bisa diabaikan, adalah kebijakan Bupati Cianjur yang sejak dilantik secara resmi menjadi Bupati Cianjur telah mendeklarasikan tentang Pendidikan Gratis untuk tingkat SD/MI sampai dengan SLTP yang sudah sering disampaikan dalam berbagai kesempatan penting. Intinya, tidak dibenarkan bagi sekolah (SD/MI dan SLTP) yang mendapatkan bantuan dari pemerintah melakukan pungutan biaya apa pun kepada siswa atau orang tua siswa. Pernyataan politis itu sekaligus merupakan isyarat tentang besarnya

6 6 perhatian sekaligus komitmen pimpinan tertinggi Kabupaten Cianjur dalam mendukung kelancaran akselerasi program penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun. Singkatnya, dilihat dari aspek formulasinya, juga dilihat dari letak strategisnya, termasuk dari target yang telah ditetapkannya, sesungguhnya tidak ada alasan bagi pemerintah Kabupaten Cianjur untuk tidak bisa menjabarkan arah kebijakan itu kepada berbagai program yang mendukung upaya penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun. B. Kajian Terhadap Program Implementasi Seperti telah diuraikan dalam bab sebelumnya, tidak sedikit bentukbentuk program telah dilaksanakan oleh Kabupaten Cianjur dalam mengimplementasikan kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun sebagai penjabaran dari arah kebijakan yang telah ditetapkannya. Namun dari hasil penelitian terungkap bahwa tidak semua program yang dilaksanakan ternyata bisa menjawab dan mengakomodasi kebutuhan dan tuntutan anak dari keluarga miskin sebagai salah satu kelompok sasaran yang menjadi target kebijakan. Alasannya banyak, mulai dari persoalan yang berkaitan dengan lemahnya pelaksanaan fungsi dan tugas Tim Koordinasi yang telah dibentuk, termasuk lemahnya pelaku atau implementor kebijakan, lemahnya pendataan sebagai langkah awal untuk mengetahui sasaran yang akan digarap dengan kebijakan, kurang realistiknya target yang ingin dicapai, lemahnya sosialisasi sampai kepada miskinnya sumberdaya untuk mengoptimalkan dan mendukung kelancaran implementasi berbagai bentuk program intervensinya. 1. Kajian Terhadap Penentuan Target

7 7 Dikaitkan dengan sasaran yang yang ingin dicapainya, dari hasil analisis terungkap bahwa arah kebijakan Wajar Dikdas 9 Tahun di Kabupaten Cianjur juga ternyata telah dipertegas dengan rencana pencapaian target yang sebagai salah satu tolok ukur penting untuk melihat kinerjanya. Persisnya, dalam rangka percepatan Wajar Dikdas 9 tahun ini Kabupaten Cianjur memiliki target untuk bisa meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) dari posisi 76,03 pada tahun 2004 menjadi 104 pada tahun 2008, atau kenaikan sebesar 27,97 poin persen dalam kurun waktu lima tahun, sekitar 5,59 poin persen setiap tahunnya. Bandingkan dengan tren kenaikan APK dalam periode empat tahun sebelumnya, periode yang meningkat sebesar 26,86 poin persen, atau sekitar 6,71 poin persen setiap tahunnya. Itu semua mengandung arti bahwa target yang dirumuskan lima tahun terakhir ini boleh dikatakan cukup realistik jika dibandingkan dengan tren pencapaian APK dalam periode empat tahun sebelumnya, bahkan secara kuantitatif sedikit lebih rendah. Tidak jauh dari itu, Angka Partisipasi Murni (APM) ditargetkan naik dari posisi tahun 2004 sebesar 68,99 menjadi 98,50 pada tahun 2008, atau meningkat sebesar 29,51 poin dalam kurun waktu lima tahun, sekitar 5,90 poin setiap tahunnya. Bandingkan juga dengan trend peningkatan APM dalam periode empat tahun sebelumnya, periode , yang meningkat sebesar 30,67 poin persen, atau meningkat sebesar 7,77 poin persen setiap tahunnya. Itu semua juga mengandung arti bahwa jika dilihat dari trend dan kemampuan pencapaian target beberapa tahun sebelumnya, maka penentuan target peningkatan APM ini cukup realistik, bahkan masih berada di bawah tren

8 8 peningkatan APM empat tahun sebelumnya. Namun persoalannya akan menjadi lain ketika target sebesar itu tidak dikaitkan dengan sukung dengan optimalisasi sumber daya dalam melaksanakan program-program pendukungnya, bahkan mungkin menjadi kurang realistik jika dikatkan dengan sisa sasarannya yang kebanyakan merupakan anak dari keluarga miskin dengan karakteristik sosial dan budayanya nya yang begitu kompleks. Dengan target sebesar itu, pada tahun 2008 Kabupaten Cianjur menargetkan dirinya untuk bisa menjadi daerah dengan kategori tuntas Wajar Dikdas Paripurna. Bahkan target lebih jauhnya, pada tahun 2011 nanti Kabupaten Cianjur punya ambisi untuk mencapai status wajib belajar 12 tahun - Wajar Dikmen, sebuah target yang luhur jika dikaitkan dengan kebijakan pemerintah provinsi maupun pusat yang telah mentargetkan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun pada tahun Bukan hanya itu, penentuan target sebesar itu juga merupakan sebuah keniscayaan jika dikaitkan dengan besarnya target yang mesti dicapai kabupaten Cianjur untuk bisa meningkatkan rata-rata lama sekolah (rate of years schooling) dari 6,68 tahun pada tahun 2005 menjadi 7,31 tahun pada tahun Dengan angka itu, dan dengan didukung oleh peningkatan indikator makro lainnya indikator kesehatan dan daya beli, Kabupaten Cianjur diharapkan mampu meningkatkan pencapaian IPM-nya dari posisi 72,27 pada tahun 2005 menjadi 76,3 pada tahun 2008 sesuai dengan target akselerasi peningkatan IPM yang telah ditetapkan Provinsi Jawa Barat. Singkatnya, dari hasil kajian terungkap bahwa ada kecenderungan kalau proses dan besarnya penentuan target itu lebih banyak ditentukan oleh kebijakan

9 9 yang dibuat oleh pemerintah provinsi dan bahkan pemerintah pusat, dan karenanya bersifat top down, ketimbang banyak mempertimbangkan kondisi riel yang dihadapi kabupaten Cianjur, sehingga dilihat dari lima prinsip penentuan target yang harus memenuhi kriteria SMART-nya (specific, measurable, achievable, relaistic dan time bound), maka hanya tiga kriteria, yakni specific, measurable dan time bound-nya yang secara jelas sudah dipenuhinya. Sementara dua kriteria penting lainnya, kriteria achievable (prinsip harus dapat dicapai) dan realistiknya (prinsip kesesuaian dengan kondisi rielnya) masih dipertanyakan, dan akan dibahas dalam uraian mengenai pencapaian kinerjanya pada pembahasan berikutnya. 2. Kajian Terhadap Keberadaan Tim Koordinasi Dari hasil penelitian terungkap bahwa kehadiran lembaga koordinasi yang sekaligus merupakan koordinator sekaligus implementor, bahkan menjado motor penggerak dari pelaksanaan kebijakan ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Ketua Umum Tim, dalam hal ini Sekretaris Daerah (Sekda), yang diharapkan bisa memutarkan jalannya roda organisasi yang melibatkan banyak pihak yang ada dibawah kewenangannya, misalnya, karena kesibukannya nyaris tidak pernah hadir dalam rapat-rapat Tim yang dilakukan. Demikian halnya dengan anggota Tim yang lainnya, terutama anggota yang mewakili Polres dan Kodim dan beberapa Dinas lain juga nyaris tak pernah terlibat dalam kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Padahal keberadaan mereka selaku implementor, termasuk sikap dan pelakunya (disposisi) dalam bahasa George C Edward (1990), atau dukungan sumber daya

10 10 (manusia) dalam bahasanya Donald Van Meter (1975), merupakan salah satu variable yang akan menentukan keberhasilan melaksanakan sebuah kebijakan. Singkatnya, demikian dari hasil pengamatan peneliti, hanya dari Unsur Dinas P dan K serta Kantor departemen Agama yang berperan aktif. Salah satu alasannya, disamping karena hampir semua institusi yang ditetapkan menjadi anggota Tim Koordinasi itu tidak terlebih dahulu diajak bicara kecuali sebatas ditunjuk dan ditetapkan SK Bupati, juga tidak pernah melakukan pertemuan untuk menjelaskan peran dan fungsinya. Maka benar apa yang dikatakan Peter Senge (1992), bahwa hampir dalam kebanyakan organisasi, relatif hanya sedikit orang yang mengikuti (enrolled), dan bahkan beberapa saja yang komit (committed), mayoritas orang berada dalam posisi pemenuhan (complant). Mereka mendukung visi pada tingkat tertentu, tetapi mereka tidak benar-0benar mengikuti (enrolled) atau komit (committed). Tidak mengherankan pula jika keterlibatan mereka pada umumnya menjadi kurang bahkan nyaris tidak berfungsi kecuali sebatas tertulis dalam SK Bupati. Kami tidak dilibatkan, bahkan kami tidak tahu kalau dalam SK Bupati tertuang sebagai anggota Tim Koordinasi, demikian ungkap beberapa kepala Dinas Instansi ketika diwawancarai. Menurut pendapat peneliti, itulah pula awal dari lemahnya komitmen yang akan mempengaruhi kinerja Tim dalam menjalankan tugas pada tahap berikutnya. Hal tersebut juga ditegaskan Argyris (1964), dikutip Nyoman Sumaryadi (2005) yang menegaskan bahwa

11 11 keberhasilan sebuah organisasi, dalam hal ini Tim Koordinasi, dianggap tercapai apabila proses internal organisasi berjalan lancar. Lebih jauh ditegaskan Daniel Katz dan Robert Kahn, dalam Bryant & White (1987), bahwa pada tingkat pertama, keberhasilan implementasi sebuah kebijakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkannya dapat dilihat dari konteks proses internal organisasi melalui kerjasama, yang antara lain ditinjau dari berjalannya koordinasi dengan baik dan efektif Kalau pun ada beberapa pihak yang terlibat, terutama Tim yang ada pada tingkat kecanatan dan Desa, demikian hasil pengamatan peneliti, maka perannya tidak lebih dari sebatas melakukan kegiatan pendataan dan pemetaan sasaran sebagai bagian kecil dari tugas merumuskan perencanaan atau program. Sementara pelaksanaan tugas dan fungsi yang lainnya, terutama menyangkut kegiatan sosialisasi, termasuk penggerakan masyarakatnya, ternyata lebih banyak dilakukan oleh petugas internal dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Itu pun dilakukan hanya dengan memanfaatkan forum-forum pertemuan internal yang ada. Dengan kata lain, tidak ada gerakan yang meniscayakan arti pentingnya kebersamaan dan pelibatan banyak pihak dalam implementasi Wajar Dikdas sebagaimana yang sering didengang-dengungkan. 3. Kajian Terhadap Kegiatan Sosialisasi Jika Tim Koordinasi dibangun dalam rangka memperkuat kelembagaan yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak dalam implementasi pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun di semua tingkatan, dan karenanya hadir menjadi salah satu aktor atau pelaku kebijakan, maka kegiatan sosialisasi

12 12 ditujukan dalam rangka meyakinkan arti pentingnya pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas 9 Tahun bisa dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Namun dari hasil penelitian terungkap bahwa sosialisasi kebijakan yang dalam kajian teoretis merupakan salah satu faktor yang akan menentukan keberhasilan dalam implementasi sebuah kebijakan, termasuk dalam implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun, ternyata belum secara optimal dilakukan, lebih-lebih jika dikaitkan dengan esensi sebuah gerakan yang meniscayakan arti pentingnya kesemarakan dan keserentakan dalam melakukan sebuah kegiatan. Konkritnya, demikian terungkap dari hasil penelitian, bahwa dari aspek pelaku atau implementor, maka praksis sosialisasi Wajar Dikdas 9 tahun dilapangan baru banyak dilakukan oleh pejabat dan petugas, terutama petugas dan pejabat dari lingkup Dinas Pendidikan. Sementara keterlibatan pihak-pihak lain, terutama dari kalangan tokoh masyarakat masih jauh dari esensi sebuah gerakan. Ini semua terjadi, disamping karena sosialisasinya yang memang kurang intens, cakupannya yang sempit, juga karena pelaksanaannya yang tidak terkoordinasi dengan baik. Kami tidak pernah diikutsertakan dalam perumusan rencananya, apalagi dalam pelaksanaannya, kata beberapa tokoh masyarakat yang sempat diwawancarai. Dari aspek waktu, gerakan sosialisasi juga berlangsung hanya pada momentum-momentum khusus, sebut saja selama pada masa pencanangan, tetapi tidak berlangsung lama dan terus menerus sebagaimana yang diharapkan. Bahkan dari dimensi ruang atau tempat, sosialisasi Wajar Dikdas Juga

13 13 cenderung berlangsung hanya pada tempat-tempat yang secara langsung berkaitan dengan urusan pendidikan seperti sekolah artau ruang-ruang rapat, sementara banyak ruang strategis lain seperti mesjid atau majlis ta lim belum banyak disentuh dan termanfaatkan. Maka tidak mengherankan kalau muncul kesan bahwa pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun ini dipersepsi dan terkesan masih merupakan tugas dan urusannya pemerintah semata, bahkan cenderung dianggap merupakan tugasnya Dinas Pendidikan. Singkatnya, sosialisasi atau kominikasi kebijakan yang menurut George Edward (1990) merupakan salah satu variable penting yang akan menentukan keberhasilan implementasi kebijakan belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. 4. Kajian Terhadap Pendataan Sasaran Sebagai bagian dari langkah perencanaan, upaya ini dilakukan tidak saja dalam rangka membuat peta atau potret tentang pencapaian pendidikan dasar yang telah dicapai oleh masing-masing wilayah kecamatan sampai dengan Desa atau kelurahan, namun sekaligus juga dilakukan dalam rangka mempersiapkan dan memperjelas sasaran yang akan menjadi fokus penggarapan kegiatan Wajar Dikdas 9 tahun menurut berbagai tingkatannya. Namun dari hasil penelitian pula terungkap bahwa dari aspek mekanismenya sebagaimana telah ditetapkan, pelaksanaan pendataan sasaran ini tidak berjalan sepenuhnya sesuai dengan tahapan yang telah ditetapkan. Wujud konkritnya, pendataan yang mestinya dilakukan secara langsung atau sensus, di beberapa daerah dilakukan hanya dengan menggunakan data sekunder, yakni

14 14 hanya dengan cara merekap data yang telah ada, yakni data hasil pemutaakhiran yang dilakukan BKKBN setiap tahunnya. Dari aspek substansinya, pelaksanaan pendataan sasaran tersebut juga baru sebatas dilaksanakan dalam rangka mengungkap nama dan alamat, sementara alasan atau motif mereka tidak bersekolah, apalagi sampai mengungkap klasifikasi anak miskin dan tidak miskin dengan kondisi sosial kulturalnya yang memang berbeda, sama sekali absen dari perhatian. Itulah pula yang kemudian akan menjadi salah satu penyebab munculnya kesulitan dalam merumuskan dan menyampaikan pesan sosialisasi atau motivasi dan penenrtuan progran intervensi yang perlu dilakukan dalam tahap berikutnya. Maka tidak mengherankan jika masalah akurasi dan validitas hasil pendataannya pun layak dipertanyakan, bahkan dipersoalkan. Padahal tingkat efektivitas dari semua program yang akan dijalankan akan sangat tergantung kepada tingkat akurasi data sasaran yang akan digarap. Singkatnya, dari tahap persiapan implementasinya saja koordinasi, sosialisasi dan pendataan sasaran, masih ada gap atau diskrepansi antara yang semestinya dilakukan dengan yang benar-benar dilakukan. Itulah pula temuan penelitian yang kemudian akan mempengaruhi keberhasilan melakukan implementasinya. 5. Kajian Terhadap Pelaksanaan Program dan Kinerjanya Sebagaimana telah dibahas dalam bab sebelumnya, tidak sedikit bentukbentuk pelayanan program Wajar Dikdas 9 tahun telah digulirkan oleh pemerintah Kabupaten Cianjur sebagai bentuk implementasi dari arah kebijakan yang telah ditetapkan, baik yang dilakukan melalui jalur pendidikan formal,

15 15 termasuk melalui jalur pendidikan alternatifnya seperti SMP Cerdas Seatap, SMP Pertbuka, maupu jalur pendidikan Non Formal. Bersamaan dengan itu, tidak sedikit pula hasil telah dicapai sebagai dampak dari pelaksanaan program-program tersebut. Gambarannya, meskipun jumlah anak usia 7-15 tahun meningkat cukup berarti dari posisi tahun 2004 sebesar menjadi anak pada posisi tahun 2008, namun tren peningkatan anak yang bisa mengakses pendidikan jauh meningkat lebih besar lagi. Peresisnya, jika jumlah anak yang bisa mengakses pendidikan dasar 9 tahun pada tahun 2004 tercatat sebanyak orang, atau sekitar 81,7 persen dari jumlah total anak usia 7-15 tahun sebanyak orang, maka pada tahun 2008 meningkat menjadi anak, atau menjadi 92,6 persen dari total anak usia 7-15 tahun sebanyak orang. Implikasinya, jumlah anak usia 7-15 tahun yang tidak atau belum bisa mengakses pendidikan dar 9 tahun menurun dari 18,52 persen pada tahun 2004 menjadi 7,34 persen pada tahun Artinya, intervensi program yang telah dilakukan pemerintah Kabupaten Cianjur selama ini, secara kuantitatif telah berhasil memberikan sumbangan dalam meningkatkan akses anak dari keluarga miskin dalam menikmati salah satu hak dasarnya, pendidikan dasar 9 tahun sebagaimana bisa dilihat dalam figur di bawah ini :

16 16 Tabel 5.2 Trend Peningkatan Anak Usia 7-15 Tahun yang Bisa Mengakses Pendidikan Wajar Dikdas 9 Tahun URAIAN Jml Anak Usia 7-15 tahun (Usia Wajar Dikdas 9 Tahun Jumlah total anak usia 7-15 Tahun yang Tertampung Jumlah anak usia 7-15 tahun yang belum/ tidak Tertampung Prosentase anak yang tidak tertampung TAHUN ,52 13,23 10,97 9,69 7,34 Dengan kata lain, ada pengaruh yang cukup berarti dari implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun yang dilakukan selama ini, paling tidak jika dilihat dari aspek kuantitatifnya sesuai dengan tujuan penelitian ini. Dampak lebih jauhnya, rata-rata lama sekolah (rate of year schooling) meningkat dari 6,42 tahun pada tahun 2004 menjadi 6,92 tahun pada tahun Dampak lebih jauhnya, Indeks Pembangunan Pendidikan (IP) sebagai salah satu indikator yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), cenderung terus mengalami peningkatan sebagaimana bisa ditelaah dalam tabel berikut ini : Tabel 5.3 Sumbangan kinerja Wajar Dikdas 9 tahun terhadap Peningkatan IPM Kabupaten Cianjur Tahun RLS Melek Huruf Indeks Pendidikan IPM ,42 96,51 78,61 66, ,47 96,67 78,82 66, ,60 96,79 79,19 67, ,88 97,46 80,26 68, ,92 92,66 80,48 68,72

17 17 Singkatnya, dilihat dari aspek peningkatan akses, baik yang dilakukan melalui pemberian pelayanan pendidikan melalui jalur formal maupun jalur non formal, termasuk didalamnya upaya peningkatan akses melalui jalur pendidikan alternatif, maka hasil kajian menunjukan bahwa implementasi kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun dalam lima tahun belakangan ini, dari , secara kuantitatif telah berhasil meningkatkan akses anak usia 7-15 tahun dalam menikmati pendidikan dasarnya. Dilihat menurut jalur pendidikannya, hasil kaijian mengungkap bahwa jalur pendidikan formal reguler, yakni SD/MI dan SMP/MTs, cenderung dan tetap menjadi pilihan utama, yakni mencapai sekitar 91,27 persen dari total siswa usia 7-15 tahun yang ada pada tahun Bandingkan dengan jumlah siswa usia yang sama yang memilih jalur pendidikan formal non reguler seperti SMP Cerdas Seatap, SMP Terbuka dan sejenisnya serta jalur pendidikan non formal yang besarnya hanya mencapai siswa, atau hanya sekitar 8,73 persen dari total jumlah siswa yang ada pada tahun Itu semua menunjukan bahwa jalur pendidikan formal reguler, tetap merupakan pilihan pertama dan utama masyarakat, termasuk masyarakat miskin, dan karenanya memiliki nilai strategis dalam upaya peningkatan akses pendidikan dasar 9 tahun. Dari hasil kajian pula terungkap bahwa dilihat dari tren peningkatannya dalam lima tahun terakhir ini, periode , prosentase peningkatan anak usia 7-15 tahun yang memanfaatkan atau mengikuti jalur pendidikan non reguler dan pendidikan non formal cenderung mengalami peningkatan yang jauh

18 18 lebih tinggi dibanding dengan prosesntase peningkatan anak yang mengikuti pendidikan dasar jalur non formal (paket A dan B) dan pendidikan formal reguler. Bahkan dari hasil kajian terungkap bahwa dilihat dari prosentasenya, jumlah siswa yang mengikuti pendidikan dasar melalui jalur formal justeru mengalami penurunan. Tren itu terjadi bukan karena jalur pendidikan formal reguler yang kurang diminati, melainkan lebih oleh karena kemampuan daya tampung dibanding dengan peminatnya yang tidak seimbang. Dan ketika jalur pendidikan formal reguler itu kelebihan daya tampung, maka hampir bisa dipastikan kalau anak dari keluarga miskin dengan segala ketidakberdayaannya yang akan banyak tersisihkan. Persisnya, jika prosentase siswa yang mengikuti pendidikan melalui jalur pendidikan formal reguler tercatat sebesar 97,67 persen dari juml;ah total siswa, maka pada prosentasenya pada tahun 2008 turun menjadi hanya 91,26 persen. Sebaliknya, prosentase siswa yang mengikuti jalur formal non reguler dan pendidikan non formal naik dari 2,33 persen pada tahun 2004 menjadi 8,73 persen pada tahun Semua itu menunjukan bahwa tujuan penyediaan layanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan non formal dan non reguler yang disediakan pemerintah selama ini cukup efektif, atau paling tidak membantu, dalam upaya untuk menjaring anak dari keluarga miskin yang tidak tertampung melalui jalur pendidikan formal reguler. Tabel di bawah ini sengaja diangkat untuk memperjelas perbedaan tren peningkatan prosentase pertahunnya :

19 19 Tabel 5.4 Perbandingan Trend Jumlah dan Prosentase Siswa usia 7-15 tahun yang Mengikuti Jalur Pendidikan Formal Reguler dengan Jalur Pendidikan Non Formal dan Formal Non Reguler URAIAN Jumlah Total Siswa Usia Wajar Dikdas 9 tahun Jumlah siswa yang mengikuti jalur pendidikan formal reguler TAHUN KETERANGAN Dalam Periode lima tahun naik sebanyak siswa Dalam periode 5 tahun naik sebanyak siswa Prosentase 97,66 96,35 95,01 93,07 91,26 Jml Siswa yang mengkuti jalur pendidikan non formal dan formal non reguler Turun sebesar 6,41 persen Dalam periode 5 tahun naik sebanyak siswa Prosentase 2,33 3,64 4,98 6,92 8,73 Naik sebesar 6,4 persen Dari hasil kajian terhadap temuan yang telah disajikan pada bab sebelumnya terungkap pula bahwa jalur pendidikan non formal melalui program PKBM-nya (Paket A dan B), serta program SMP Cerdas Seatap sebagai kelanjutan dari Program / Proyek PPK IPM yang dikembangkan Provinsi Jawa Barat, disamping program Wajar Dikdas 9 Tahun melalui jalur pendidikan pesantren, ternyata merupakan jalur pendidikan yang banyak diminati anak dari keluarga miskin dalam menyelesaikan pendidikan dasarnya. Hal itu terjadi tidak saja karena program-program tersebut relatif banyak mendapatkan bantuan dukungan dari pemerintah, juga ada kecenderungan bahwa tidak sedikit anak tamatan SD atau MI di Kabupaten Cianjur yang karena motivasi orang tuanya, karena nilai budaya religious yang dianutnya, disamping

20 20 karena kemiskinannya, cenderung lebih banyak memilih jalur pendidikan pesantren ketimbang pendidikan umum. Di situlah pula letak strategisnya bagi pemerintah Kabupaten Cianjur yang terkenal dengan kota santri -nya ini untuk meningkatkan dan mengembangkan jalur pendidikan non formal di lingkungan pesantren. Dengan kata lain, jalur pendidikan yang mengintegrasikan Wajar Dikdas dengan sistem penyelenggaraan pendidikan di pesantren. a. Pencapaian Dibanding Target Namun dari hasil kajian terungkap pula bahwa meskipun berbagai bentuk program yang dilaksanakan selama ini telah berhasil membantu meningkatkan akses pendidikan dasar bagi anak dari keluarga miskin, tetapi jika dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan, maka hasilnya ternyata masih jauh dari yang diharapkan sebagaimana bisa ditelaah dalam tabel di bawah ini: Figur 5.5 Pencapaian Dibanding Target yang Telah ditetapkan NO INDIKATOR 1 Angka Partisipasi Kasar (APK) 2 Angka Partisipasi Murni (APM) POSISI 2004 TARGET 2008 PENCAPAIAN 2008 KETERANGAN 76, % 87,67 Minus 16,33 point persen dibanding target 68,99 96,40 % 83,87 Minus 12,53 point persen dibanding target Jelasnya, dari target pencapaian APK tahun 2008 sebesar 104 persen, ternyata hanya bisa dicapai sebesar 87,67 persen, atau minus sebesar 16,33 poin persen. Demikian halnya untuk pencapaian APM. Dari target tahun

21 sebesar 96,40 persen, ternyata hanya bisa dicapai sebesar 83,87 persen, atau minus sebesar 12,53 poin persen. Dengan kata lain, masih ada gap antara target dengan pencapaian. Angka absolutnya, dari jumlah total anak usia 7-15 tahun tahun 2008 sebanyak orang sebagaimana telah disajikan dalam bab sebelumnya, hampir anak diantaranya ternyata belum bisa tersentuh dengan kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun yang digulirkan pemerintah Kabupaten Cianjur selama ini. Dan sesuai dengan hasil kajian, hampir bisa dipastikan bahwa sebagian besarnya - kalaupun tidak sampai seluruhnya- dari mereka yang belum tersentuh itu kebijakan itu adalah anak dari keluarga miskin dengan karakteristiknya yang begitu kompleks. Itu semua menunjukan bahwa dari banyak aspeknya, target yang dibuat oleh Kabupaten Cianjur seperti telah dibahas dalam uraian sebelumnya menjadi tidak achievable dan bahkan tidak realistik jika dikaitkan dengan kemampuan dan kondisi riel pemerintah Kabupaten Cianjur dalam melakukan langkah intervensinya. Tegasnya, terget itu dibuat dan ditetapkan lebih banyak berdasarkan kepada upaya untuk mengejar besarnya target yang telah ditentukan pemerintah provinsi, bahkan mungkiun kepentingan politik ketimbang pertimbangan riel di lapangan. b. Beberapa Faktor Penyebab Tidak Tercapainya Target Banyak faktor bisa diangkat untuk menjelaskan tidak tercapainya target tersebut. Tidak saja karena menyangkut lemahnya tugas dan fungsi koordinasi dari Tim Wajar Dikdas yang telah dibentuk, atau karena kurangnya sosialisasi serta kurang akuratnya sasaran yang menjadi target

22 22 kebijakan sebagaimana telah dibahas sebelumnya, tetapi secara substantif, program-program yang digulirkannya itu sendiri ternyata belum sepenuhnya bisa menjawab dan memenuhi tuntutan dan kebutuhan riel yang dihadapi anak dari keluarga miskin. Dari upaya peningkatan daya tampung sekolah yang dilakukan pemerintah ternyata sangat tidak sebanding dengan besarnya laju pertambahan penduduk usia Wajar Dikdas 9 tahun (7-15 tahun) sebagai akibat dari tinnginya laju pertumbuhan penduduk. Persisnya, seperti telah diuraikan pada bab sebelumnya, rata-rata penambahan jumlah anak usia wajar Dikdas 9 tahun, anak usia 7-15 tahun, setiap tahunnya bertambah sebanyak anak. Padalah pemerintah melalui penambahan ruang kelas baru (RKB) dan unit sekolah baru (USB), rata-rata setiap tahunnya hanya bisa menampung sebanyak anak, atau hanya sekitar 47,7 persen dari kebutuhan. Fakta itu sekaligus juga menunjukan bahwa meskipun target pencapaian Wajar Dikdas 9 Tahun sebagaimana yang telah ditetapkan dan dibahas di atas tidakterlalu tinggi, bahkan masih berada di bawah rata-rata pencapaian empat tahun sebelumnya, namun jika dibandingkan dengan kemampuan pemerintah untuk melayaninya, sebut pula kemampuan pemerintah untuk meningkatkan daya tampung sekolahnya, maka penentuan target itu menjadi sangat tidak realistik. Dengan kata lain, ada inkonsistensi antara kebijakan yang dibuat dengan implementasinya, antara rumusan dengan implementasinya. Tegasnya, ada gap atau diskrepansi antara pelayanan yang disediakan dengan tuntutan masyarakat.

23 23 Itulah faktor yang selama ini menjadi salah satu penyebab banyak anak dari keluarga miskin yang tidak tertampung dalam jalur pendidikan dasar formal. Itulah pula yang menjadi salah satu alasan mengapa jalur pendidikan non formal dan jalur pendidikan formal non reguler menjadi salah satu alternatif strategis, bahkan menjadi satu-satunya pilihan, dan karenanya cenderung meningkat sebagaimana bisa dilihat dalam tabel di atas. Itu pun, dalam realitasnya, tidak seluruh anak dari keluarga miskin, karena berbagai alasannya, tetap masih tidak bisa mengaksesnya. Di pihak lain, meskipun selama ini juga tidak sedikit upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam rangka meringankan beban anak dari keluarga miskin melalui pemberian berbagai bantuan seperti BOS, Beasiswa Miskin (BSM) dan sejenisnya, namun dari hasil penelitian terungkap bahwa besarnya jumlah bantuan itu ternyata masih jauh dari kebutuhan dan karenanya belum bisa menjawab sepenuhnya masalah yang dihadapi anak dari keluarga miskin. Masalah lainnya, meskipun ada pos atau bagian dari dana BOS yang mestinya diberikan kepada anak dari keluarga miskin untuk membantu biaya transportasi yang memang sangat membutuhkannya, misalnya, namun tidak banyak sekolah yang bisa melakukannya karena sebagian besarnya habis untuk mendanai operasional sekolah. Padahal dari hasil penelitian terungkap, tidak sedikit anak dari keluarga miskin yang terpaksa drop out karena masalah besar atau mahalnya biaya transportasi ini. Demikian halnya dengan sumber bantuan yang diberikan dalam bentuk program yang disebut dengan Bantuan Siswa Miskin atau BSM,

24 24 selain jumlah kuota yang diberikan oleh pemerintah jauh lebih sedikit dibanding dengan jumlah anak miskin yang perlu mendapat bantuan dan karenanya ada gap. Sekedar gambaran, dari jumlah siswa miskin tingkat SD yang diajukan untuk mendapatkan BSM pada tahun 2008 sebesar anak, yang bisa dipenuhi tingkat provisnsi hanya sebanyak anak, atau sekitar 50 persen dari kebutuhan. Parahnya, karena keterbatasan yang dimilikinya, kekurangan itu belum bisa dipenuhi oleh dukungan anggaran yang khusus disediakan pemerintah daerah. Masalah lainnya, dari hasil penelitian juga terungkap bahwa pengelolaannya pun, sebagian besarnya, tidak langsung diberikan kepada anak melainkan dilakukan oleh sekolah dengan alasan bahwa kalau diberikan kepada anak, dikhawatirkan tidak digunakan untuk membiayai kebutuhan pendidikannya. Yang memprihatinkan, dari hasil penelitian terungkap bahwa ketika dana itu dikelola oleh pihak sekolah pun, sebutlah dibelikan untuk pakaian seragam atau buku tulis, banyak murid dan orang tua yang mengeluh kalau bentuk-bentuk bantuan yang diberikan sekolah itu tidak selamanya sesuai dengan kebutuhan riel pendidikan yang dirasakan anak dari keluarga miskin. Terbatasnya dukungan anggaran yang diberikan pemerintah dalam mendukung program akselerasi Wajar Dikdas 9 tahun ini merupakan persoalan tersendiri yang bisa diangkat untuk menjelaskan tidak tercapainya target. Sebagaimana secara deskriptif telah disajikan dalam bab sebelumnya, kendatipun besaran jumlah anggaran untuk mendukung program Wajar Dikdas 9 tahun ini mengalami peningkatan dari Rp. 19,9 Milyar pada tahun

25 menjadi 62,6 milyar pada tahun 2008, namun sebagian besarnya lebih banyak digunakan untuk pembangunan fisik berupa rehabilitasi dan pembangunan ruang kelas baru, termasuk pembangunan unit sekolah baru. Itu pun sebagian besarnya merupakan bantuan anggaran yang bersumber dari pemerintah pusat (DAK) dan sumber anggaran provinsi Jawa Barat (Rolesharing). Sebaliknya, dukungan anggaran untuk Wajar Dikdas 9 tahun yang disediakan pemetrintah Kabupaten Cianjur justeru mengalami penurunan dari Rp. 19,9 milyar pada tahun 2004 menjadi hanya Rp. 14,4 milyar pada tahun Itupun penggunaan anggarannya bukan diperuntukan untuk mendanai program-program yang secara langsung bisa membantu pendidikan anak dari keluarga miskin karena seagian besarnya diperuntukan untuk mendukung pelaksanaan Wajar Dikdas secara umum. Bahkan dari hasil kajian terungkap, tidak ada dukungan anggaran yang disediakan itu yang secara khusus dan langsung diperuntukan dalam rangka membantu meringankan biaya pendidikan bagi anak dari keluarga miskin. Dilihat dari aspek supply side-nya, singkatnya, walaupun selama ini telah banyak program dilakukan pemerintah dalam rangka membantu meringankan beban pendidikan bagi anak dari keluarga miskin, namun karena keterbatasan bantuan yang diberikannya, atau karena kekeliruan dalam mengelolanya, semua program itu belum mampu menjawab persoalan pendidikan yang dihadapi anak dari keluarga miskin. Dengan kata lain, masih ada gap atau diskrepansi antara layanan yang diberikan pemerintah dengan tuntutan riel anak dari keluarga miskin.

26 26 C. Kajian Terhadap Anak dari Keluarga Miskin yang Tidak Bisa Mengakses Pendidikan Dasar Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa membicarakan masalah pendidikan bagi anak dari keluarga miskin, apalagi menanganinya, bukanlah merupakan persoalan sederhana, apalagi diangap gampang. Dari hasil penelitian sebagaimana telah dideskripsikan dalam bab sebelumnya terungkap bahwa begitu banyak faktor dominan saling terkait yang sekaligus menjadi alasan anak dari keluarga miskin di Kabupaten Cianjur selama ini terpaksa meninggalkan bangku sekolah, baik karena dropout di tengah jalan, maupun karena memang tidak melanjutkan sekolah. Beban berat ekonomi keluarga, jauhnya jarak dari tempat tinggal ke sekolah, kurangnya kesadaran anak dan orang tua akan arti pentingnya pendidikan, perasaan rendah diri atau minder dengan berbagai alasannya, lingkungan sosial dan sekolah yang kurang mendukung, rendahnya pendidikan orang tua, kurangnya dukungan masyarakat, termasuk lingkungan internal sekolah yang kurang kondusif, adalah beberapa faktor penting yang dari hasil penelitian terungkap sebagai penyebab anak dari keluarga miskin selama ini tidak bisa mengakses pendidikan dasar 9 tahun. Yang menarik, dari hasil kajian pula terungkap bahwa masing-masing faktor tersebut tidak bisa diposisikan secara terpisah dari faktor yang lainnya, melainkan melekat atau hadir tidak terpisahkan dari satu atau bahkan semua faktor yang lainnya dalam sebuah dinamika sistem sebagaimana bisa ditelaah dalam figur di bawah ini :

27 27 RENDAHNYA MOTIVASI ANAK SIKAP MINDER JAUHNYA JARAK DARI TEMPAT RENDAH DIRI ANAK TINGGAL KE SEKOLAH LINGKUNGAN SOSIAL DAN KULTUR YANG KURANG MENDUKUNG BEBAN BERAT BIAYA SEKOLAH ANAK DARI KELUARGA MISKIN TDK BISA MENGAKSES PENDIDIKAN DASAR LINGKUNGAN SEKOLAH YANG TIDAK MENDUKUNG RENDAHNYA KESADARAN ORANG TUA AKAN ARTI PENTINGNYA PENDIDIKAN HIMPITAN EKONOMI KELUARGA RENDAHNYA PENDIDIKAN ORANG TUA LINGKUNGAN KELUARGA GAMBAR 5.6 DIAGRAM CAUSAL LOOP : FAKTOR SALING TERKAIT PENYEBAB ANAK TIDAK BISA MENGAKSES PENDIDIKAN DASAR Dari diagram diatas, paling tidak ada beberapa hal penting yang bisa diangkat dan dibahas. Pertama, bahwa membahas masalah ketidakmampuan ekonomi anak dari keluarga miskin dalam mengakses pendidikan dasar 9 tahun pada prinsipnya merupakan masalah yang demikian kompleks karena melibatkan banyak masalah lain yang saling yang saling terkait dan menentukan. Dan realitas kompleks itulah yang belum banyak dipertimbangkan dalam mengimplementasikan Wajar Dikdas 9 Tahun selama ini. Kedua, di balik faktor ketidakmampuan anak dari keluarga miskin yang selama ini sering dianggap sebagai penyebab utama sekaligus menjadi isu sentral, sesungguhnya terdapat banyak faktor yang satu sama lain saling

28 28 berkaitan dalam sebuah dinamika sistem yang melibatkan banyak aktor dan sektor. Bahkan dari sudut pemikiran sistem sebagaimana tergambar dalam diagram, maka faktor ketidakmampuan anak dari keluarga miskin yang selama ini banyak diangkat kepermukaan, sesungguhnya hanya merupakan akibat yang tidak diinginkan (unintended effect) yang muncul karena banyak faktor lain yang saling berkaitan itu. Itulah pula realitas kompleks yang selama ini belum banyak diperhitungkan dan diintervensi dalam mengimplementasikan kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin Beberapa faktor ketidakberuntungan (disadvantages) berkait dengan kondisi ekonomi yang serba tidak memadai, ketidakberuntungan karena kelemahan fisik dan mental yang mereka miliki, ketidakberuntungan karena kerentanannya (vulnerability), ketidakberuntungan karena ketidakberdayaannya ketika harus berhadapan dengan kelompok masyarakat mampu (powerless) sampai ketidakberuntungan karena keterasingan kehidupannya dari masyarakat mampu, adalah beberapa saja yang mesti terakomodasi sekaligus terjawab dengan kebijakan atau pelayanan program yang akan dirumuskan. Di situlah pula relavansinya untuk mengintegrasikan atau mensinergikan pelaksanaan kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun ini dengan berbagai pendekatan dan program terkait integrated program. Keniscayaan ini ini juga relavan dengan pemikiran Chambers dengan konsepnya yang dikenal dengan sebutan integrated poverty yang intinya menegaskan bahwa kemiskinan pada umumnya selalu melibatkan banyak faktor kemalangan atau

29 29 tidakberuntungan (disadvantages) yang satu sama lain saling terkait melingkari kehidupan orang miskin. Itu sebabnya, apa pun bentuk atau rumusan kebijakan yang akan dijalankan mesti dijabarkan kedalam berbagai program yang mampu menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan kompleks yang sering dihadapi anak dari keluarga miskin tersebut. Itulah pula yang menurut hasil penelitian dan kajian belum banyak dilakukan dalam mengimplementasikan program Wajar Dikdas 9 taun selama ini. Program peningkatan pendapatan ekonomi keluarga atau apa pun namanya yang diharapkan bisa membantu memberdayakan sekaligus meningkatkan ekonomi keluarga miskin, adalah merupakan salah satu program yang mesti diangkat sebagai bagian integral dari dari upaya untuk mempercepat penuntasan Wajar Dikdas bagi anak dari keluarga miskin. Fakta selama inin menunjukan, tidak sedikit anak dari keluarga miskin yang terpaksa ditarik orang tuanya dari sekolah hanya karena anaknya harus membantu kerja orang tuanya. Bukan hanya itu, program pengendalian laju pertumbuhan penduduk melalui pelaksanaan program KB, misal lain, juga harus dijadikan salah satu kebijakan yang keberhasilannya akan banyak berpengaruh dalam upaya untuk mempercepat penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun. Paling tidak, melalui akselerasi pengendalian angka kelahiran ini akan membantu meringankan beban pemerintah karena laju pertumbuhan anak usia Wajar Dikdas bisa dikendalikan sesuai dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan daya tampungnya. Bahkan dari hasil penelitian terungkap bahwa tidak jarang anak meninggalkan

30 30 bangku sekolah hanya karena untuk membantu orang tua mengurus anggota keluarga yang lainnya (mengasuh adik-adiknya yang memang banyak). Singkatnya, karena kemiskinan mereka tidak bisa menikmati pendidikan dengan alasan jauhnya jarak dari tempat tinggal ke sekolah. Karena kemiskinan, mereka tidak bisa menikmati pendidikan dasar karena orang tuanya, atau bahkan anaknya sendiri kurang memiliki kesadaran akan arti pentingnya pendidikan. Karena kemiskinan, mereka tidak bersekolah karena merasa minder dengan teman-teman sekolah yang lainnya. Karena kemiskinan, mereka hruas meninggalkan bangku sekolah untuk membantu orang tuanya. Karena kemiskinan, singkatnya, mereka tidak banyak memiliki peluang untuk bisa mengakses haknya untuk memperoleh pendidikan dasar sebagaimana dialami oleh teman-teman sebayanya dari keluarga mampu. Celakanya, kondisi itu diperparah oleh lingkungan sosial dan internal sekolah yang belum kondusif mendukung mereka bisa mengakses pendidikan dasarnya. Karena begitu kompleks, luas dan beratnya masalah yang dihadapi anak dari keluarga miskin, adalah tidak mungkin jika penanganannya pun hanya mengandalkan intervensi berdasarkan kemampuan yang hanya dimiliki pemerintah. Dan di situlah pula arti pentingnya pelibatan peran serta masyarakat, tentu dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya dalam implementasi kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun ini bagi anak dari keluarga miskin. Partsisipasi masyarakat di sini tidak selamanya harus dimaknai sebatas pemberian bantuan materi semata. Termasuk dalam pengertian partisipasi di sini adalah keterlibatan masyarakat dalam memberikan pengertian, mendorong

31 31 sekaligus menggerakan anak dari keluarga miskin untuk bisa menamatkan pendidikan dasar 9 tahunnya. Itulah pula yang selama ini belum banyak dilakukan. Padahal tidak sedikit anak dari keluarga miskin yang tidak bisa mengakses pendidikan selama ini, salah satunya, diakibatkan oleh karena masyarakat, terutama tokoh masyarakat yang belum melakukan peran dan fungsi penggerakan masyarakatnya. Intinya, apa yang tidak bisa ditangani atau dilakukan pemerintah karena keterbatasan yang dimilikinya, atau karena kekeliruan dalam memanej dan melaksanakan program-program implementasinya, saatnya kini dan ke depan bisa dibantu oleh masyarakat. Dan itulah pula yang saat ini belum banyak dilakukan. Padahal seperti telah banyak diungkapkan oleh para pakar, tingginya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan kebijakan yang diambil pemerintah. D. Beberapa Issu Strategis Dari pembahasan terhadap temuan hasil penelitian tersebut, paling tidak ada lima isu strategis yang bisa diangkat dari hasil penelitian ini, yaitu : 1. Memperkuat komitmen pemerintah daerah Meskipun pemerintah Kabupaten Cianjur selama ini telah memiliki arah kebijakan yang jelas berkait dengan upaya untuk mempercepat penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun, namun masih banyak hal yang harus dibenahi dalam menjabarkan dan mengimplementasikannya. Hal itu terjadi karena implementasi program akselerasi Wajar Dikdas 9 tahun yang digulirkan selama ini belum secara optimal memperoleh dukungan sumber daya yang memadai, termasuk dukungan anggarannya. Bahkan sebagian

32 32 besar anggarannya masih banyak mengandalkan dukungan anggaran yang bersumber dari pemerintah pusatdisamping dari pemerintah provinsi 2. Meningkatkan integrasi program Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin dengan program sektor tekait lainnya Berbicara mengenai upaya penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin adalah berbicara mengenai banyak sektor terkait yang mesti terlibat dalam penanganannya. Itu sebabnya, upaya penanganannya pun mesti dilakukan secara terpadu dan integral, tidak parsial. Semakin terintegrasi dalam penanganannya, maka akan semakin effektif hasil yang dicapainya. 3. Peningkatan mutu pendidikan, disamping peningkatan pemerataannya Selama ini ada kecenderungan kalau pelaklsanaan program akselerasi peningkatan Wajar Dikdas 9 tahun ini lebih banyak diarahkan kepada aspek pencapaian kuantitatifnya yang ditandai dengan peningkatan angka partisipasi sekolah, sementara pencapaian dari aspek mutunya cenderung terabaikan. Tidak mengherankan jika masih ada pihak masyarakat, khsusnya dari kalangan masyarakat tidak mampu alias miskin yang kurang memiliki kesadaran akan arti pentingnya pendidikan. 4. Pelibatan partisipasi masyarakat dalam Akselerasi Wajar Dikdas 9 tahun Karena keterbatasan yang dimilikinya, hampir bisa dipastikan bahwa tidak mungkin seluruh beban dan tanggung jawab dalam rangka penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin ini hanya diserahkan kepada kemampuan pemerintah atau negara. Itu sebabnya, kehadiran

33 33 partisipasi masyarakat, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai kepada proses evaluasinya akan memiliki makna yang signifikan dalam proses penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun. 5. Pendekatan Sosi-kultural Dari hasil penelitian terungkap bahwa dari sekian banyak faktor yang selama ini bisa diangkat sebagai penyebab kurang efektifnya pencapaian kinerja implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin ini, adalah karena program-program yang dilaksanakannya belum sepenuhnya mempertimbangkan nilai-nilai sosialkultural anak dari keluarga miskin dengan karakteristiknya yang begitu kompleks. Itu pula sebabnya, semakin akomodatif dan adaptif pelaksanaan program-program Wajar Dikdas itu dengan nilai sosial dan kultural masyarakat miskin, maka akan semakin efektif hasil-hasil yang dicapainya.

GARA-GARA GAK SEKOLAH JADI PUZZING DECH...

GARA-GARA GAK SEKOLAH JADI PUZZING DECH... GARA-GARA GAK SEKOLAH JADI PUZZING DECH... PENGHARGAAN 3 FOKUS MENUNTASKAN WAJAR DIKDAS 9 TAHUN MERINTIS WAJAR DIKMEN 12 TAHUN MENINGKATNYA KEPEDULIAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB IV. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Cianjur. 114 B. Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikan 135

DAFTAR ISI. BAB IV. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Cianjur. 114 B. Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikan 135 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.i HALAMAN PERNYATAAN......... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii HALAM PENGESDAHAN KETUA PROGRAM STUDI... ABSTRAK iv KATA PENGANTAR... vi UCAPAN TERIMA KASIH ix DAFTAR ISI.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pemerintah menetapkan PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pemerintah menetapkan PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan bagi masyarakat oleh pemerintah ditandai dengan dicanangkannya program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak pertama kali dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tahun 1984, sampai saat ini pemerintah telah lebih dari dua dasawarsa melaksanakan kebijakan program

Lebih terperinci

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT IV. PROFIL PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting di seluruh aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan kepribadian manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sensitif menghadapi era globalisasi. Oleh karena itu, pendidikan memiliki

I. PENDAHULUAN. sensitif menghadapi era globalisasi. Oleh karena itu, pendidikan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi dalam segala aspek kehidupan telah memacu bangsa Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu cara meningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Bappeda Kabupaten Lahat dalam mewujudkan pencapaian tata pemerintahan yang baik (good gavernance) dan memenuhi tuntutan serta harapan masyarakat atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses dan sekaligus sistem yang bermuara dan berujung pada pencapaian suatu kualitas manusia tertentu yang dianggap dan diyakini

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Pemerintah. Kabupaten Gowa ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Pemerintah. Kabupaten Gowa ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Pemerintah Kabupaten Gowa ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor: 3 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun

Lebih terperinci

PAPARAN SAKIP SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2017

PAPARAN SAKIP SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2017 PAPARAN SAKIP SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2017 Oleh : Drs. ABIMANYU, M.Si DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN NGAWI Selaras 1 VISI MISI KE 2 NGAWI SEJAHTERA, BERAKHLAK, BERBASIS PEDESAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang pendidikan. Peningkatan pendidikan yang bermutu di Indonesia termaktub dalam amanah konstitusi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR : 21 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa percepatan penurunan angka

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Pendidikan telah menjadi sebuah kekuatan bangsa khususnya dalam proses pembangunan di Jawa Timur. Sesuai taraf keragaman yang begitu tinggi, Jawa Timur memiliki karakter yang kaya dengan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1 1.1. Latar Belakang RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Bupati Mandailing Natal yang akan dilaksanakan dan diwujudkan dalam suatu periode masa jabatan. RPJMD Kabupaten Mandailing Natal

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kabupaten Aceh Singkil merupakan suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat pencapaian pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. Bahkan pendidikan menjadi domain

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Dinas Pendidikan Kota Probolinggo Tahun 2016 ini disusun untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan dalam

Lebih terperinci

Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada

Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada BAB I PENDAHULUAN 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu hal yang

Lebih terperinci

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal.

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Pada misi IV yaitu Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal terdapat 11

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN TULANG BAWANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN TULANG BAWANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR : 900/ /SK/III.08/TB/I/2016 TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbincang tentang persoalan pendidikan memang tidak ada habisnya. Semakin dibicarakan dan didialektikakan semakin tidak menemukan ujungnya. Bukan karena pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu sarana untuk membangun masyarakat. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan dunia. Manusia Indonesia

Lebih terperinci

Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014

Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun 2014 STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK)

Lebih terperinci

VI. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL. Pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional merupakan Gambaran

VI. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL. Pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional merupakan Gambaran VI. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL 6.1. Faktor Pendukung Kegiatan Keaksaraan Pelaksanaan Kegiatan Keaksaraan Fungsional merupakan Gambaran bahwa Pemerintah Kabupaten karawang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Karawang yang sejahtera, tertib, aman dan bersih yang menjadi

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Karawang yang sejahtera, tertib, aman dan bersih yang menjadi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Kabupaten Karawang hakekatnya adalah ingin mewujudkan Kabupaten Karawang yang sejahtera, tertib, aman dan bersih yang menjadi landasan dalam proses pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Perkembangan IPTEK yang pesat memaksa kita untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat dunia saat ini menimbulkan persaingan yang semakin ketat antar bangsa dan dalam berbagai kehidupan. Untuk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan. kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan. kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Pendidikan sebagai sarana strategis

Lebih terperinci

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi BAB 4 P E N U T U P Kata Pengantar Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi Bab 4 Berisi : Gorontalo di susun sebagai bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Kesimpulan dari hasil penyusunan Gorontalo

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR DINAS PENDIDIKAN Jl. Perintis Kemerdekaan No. 3 Cianjur INAS PENDIDIKAN KABUPATEN CIANJU

PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR DINAS PENDIDIKAN Jl. Perintis Kemerdekaan No. 3 Cianjur INAS PENDIDIKAN KABUPATEN CIANJU PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR Jl. Perintis Kemerdekaan No. 3 Cianjur 43285 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena memasuki tahun 2011 ini Dinas Pendidikan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan Kemiskinan merupakan masalah multidimensi. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan

Lebih terperinci

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 memperlihatkan angka transisi atau angka melanjutkan ke SMP/sederajat dan ke SMA/sederajat dalam kurun waktu 7 tahun terakhir. Sebagaimana angka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 373 ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pembinaan yang bersifat umum dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22 BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR 336 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA BANDUNG PADA PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Visi SKPD adalah gambaran arah atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas dan fungsi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rencana Strategis ( Renstra ) Dinas Kesehatan 2012 2017 Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, merupakan penjabaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu bersaing dalam era keterbukaan, pemerintah memandang perlu

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu bersaing dalam era keterbukaan, pemerintah memandang perlu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar mampu bersaing dalam era keterbukaan, pemerintah memandang perlu untuk menciptakan dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I BAB I PENDAHULUAN Penyusunan Rencana Strategis Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016, merupakan tindak lanjut atas ketentuan Undang-undang Nomer 25 tahun 2004

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan panjang. Namun sampai saat ini masih banyak penduduk miskin yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah Dasar (selanjutnya disingkat menjadi SD) merupakan pendidikan yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015

Evaluasi Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015 Rapat Koordinasi TKPK Tahun 2015 dengan Tema : Evaluasi Pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015 Soreang, 27 November 2015 KEBIJAKAN PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN Peraturan Presiden

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salam Sejahtera,

KATA PENGANTAR. Salam Sejahtera, KATA PENGANTAR Salam Sejahtera, Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan karunianya, penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Kabupaten Rote Ndao Tahun 2015 dapat diselesaikan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004 ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004 (Penelitian Naturalistis Fenomenologis di SMK Negeri 1 Ambal) TESIS Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik dan transparan, walaupun perencanaan yang baik dapat dibuat

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik dan transparan, walaupun perencanaan yang baik dapat dibuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan Pembangunan daerah harus diawali dengan pelaksanaan perencanaan yang baik dan transparan, walaupun perencanaan yang baik dapat dibuat dengan tidak mudah.

Lebih terperinci

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis ISU-ISU STRATEGIS 3.1 Analisis Situasi Strategis S etiap organisasi menghadapi lingkungan strategis yang mencakup lingkungan internal dan eksternal. Analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkembangan jaman telah berdampak pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dimana perkembangan ini telah membawa perubahan dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di Indonesia sebagai Negara terbesar keempat dari jumlah penduduk, memiliki peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sesungguhnya masih menjadi isu strategis di Indonesia. Tidak hanya di tingkat masyarakat, namun juga pada sisi para pengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Lamandau ( ) 1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Lamandau ( ) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

DR. H. Sofyan Sauri, M.Pd (Ketua) Anggota : 1. Drs. H. Ade Sadikin Akhyadi, MSi 2. Drs. Yadi Ruyadi, MSi

DR. H. Sofyan Sauri, M.Pd (Ketua) Anggota : 1. Drs. H. Ade Sadikin Akhyadi, MSi 2. Drs. Yadi Ruyadi, MSi Program Akselerasi Peningkatan APK Dalam Rangka Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Melalui Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Mahasiswa UPI Di Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat dan Kabupaten

Lebih terperinci

Analisis Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun

Analisis Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Fitri Nur Millah, Analisis Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pelaksanaan Program Analisis Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Fitri Nur Millah

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pasal 217 ayat (1) huruf e UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang Undang No. 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang

Lebih terperinci

Renja Kecamatan Pusomaen 2017 KATA PENGANTAR.

Renja Kecamatan Pusomaen 2017 KATA PENGANTAR. TAHUN 2017 KATA PENGANTAR. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. bahwa dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TULANG BAWANG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Komp.Perkantoran Pemda Tulang Bawang Jl. Cendana Gunung Sakti Kec. Menggala Kab.Tulang Bawang Provinsi Lampung 34596 Telp (0726)

Lebih terperinci

Agenda Utama Kabupaten/Kota: PERCEPATAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR YANG BERMUTU

Agenda Utama Kabupaten/Kota: PERCEPATAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR YANG BERMUTU Agenda Utama Kabupaten/Kota: PERCEPATAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR YANG BERMUTU Oleh Mamat Supriatna* BATAS TUNTAS TAHUN 2008 merupakan batas akhir program penuntasan wajib belajar pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Renstra RS. Ernaldi Bahar Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Renstra RS. Ernaldi Bahar Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menghadapi situasi nasional dan global yang cepat mengalami perubahan serta dalam semangat otonomi daerah diperlukan kesiapan yang mantap di semua sektor pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan

Lebih terperinci

HASIL PEMETAAN PROGRAM WAJAR DIKDAS 9 TAHUN DI 6 KECAMATAN DI KABUPATEN GARUT

HASIL PEMETAAN PROGRAM WAJAR DIKDAS 9 TAHUN DI 6 KECAMATAN DI KABUPATEN GARUT HASIL PEMETAAN PROGRAM WAJAR DIKDAS 9 TAHUN DI 6 KECAMATAN DI KABUPATEN GARUT MAKALAH Disampaikan dalam Seminar Hasil Pemetaan dan Pendataan Program Wajar Dikdas di Aula Dinas Pendidikan Kabupaten Garut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR TAHUN 2013 TANGGAL BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka Pemerintah Kota Metro sejak tahun 2010 telah mencanangkan Program

BAB I PENDAHULUAN. maka Pemerintah Kota Metro sejak tahun 2010 telah mencanangkan Program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan Visi Kota Metro menjadi Kota Pendidikan maka Pemerintah Kota Metro sejak tahun 2010 telah mencanangkan Program Jam Belajar Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya kebutuhan akan pendidikan sebagai suatu investasi. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. khususnya kebutuhan akan pendidikan sebagai suatu investasi. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin kompleks, telah menjadikan kebutuhan manusia semakin kompleks pula, khususnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan pembangunan daerah Kota Yogyakarta maka dibuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN PK BPS

PEDOMAN PENYUSUNAN PK BPS PEDOMAN PENYUSUNAN PK BPS BADAN PUSAT STATISTIK 2012 D A F T A R I S I hal Daftar Isi i Bab I Pendahuluan A Latar Belakang 1 B Pengertian 2 C Tujuan Penetapan Kinerja 2 D Ruang Lingkup Penetapan Kinerja

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG TENTANG PAGU INDIKATIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2008 BERITA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK) WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK) WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA Angka Partisipasi Kasar (APK) Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera utara ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK) WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KABUPATEN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : / BAP-I/IV/2011 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : / BAP-I/IV/2011 TENTANG Jalan Panji No. 70 Kelurahan Panji Telp. (0541) 661322. 664977 T E N G G A R O N G 75514 KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : 600.107/ BAP-I/IV/2011 TENTANG

Lebih terperinci

RENSTRA DINAS KETAHANAN PANGAN BAB I PENDAHULUAN

RENSTRA DINAS KETAHANAN PANGAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 2018 telah disahkan dengan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 050/28 Tahun 2014.

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama para pemangku kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan seutuhnya serta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan seutuhnya serta masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan Rencana Strategis Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2016, merupakan tindak lanjut atas ketentuan Undang-undang Nomer 25 tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 07 TAHUN 2013 Rencana Pembangunan TANGGAL Jangka : 11 Menengah JUNI 2013 Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan pembangunan memainkan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF PENDIDIKANJAWA TIMUR

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF PENDIDIKANJAWA TIMUR BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF PENDIDIKANJAWA TIMUR 5.1. Matriks Rencana Program, Kegiatan, Indikator Kinerja, dan Pendanaan Indikatif Berdasarkan

Lebih terperinci