ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK) WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK) WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA"

Transkripsi

1 Angka Partisipasi Kasar (APK) Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera utara ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK) WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA Liesna Andriany Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan UISU Abstrak Salah satu kebijakan penting dalam meningkatkan pelayanan pendidikan di Kabupaten Serdang Bedagai adalah penuntasan pelaksanaan wajib belajar (Wajar) pendidikan dasar 9 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka partisipasi kasar (APK) SD dan SMP Kabupaten Serdang Bedagai. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang. Tolok ukur keberhasilan kebijaksanaan pendidikan adalah ada pada implementasinya. Populasi penelitian ini seluruh penduduk usia 7 12 tahun dan penduduk usia tahun yang tinggal di Kabupaten Serdang Bedagai dengan menggunakan sampel random acak. Pengumpulan datanya dengan teknik observasi, wawancara, kuesioner, dan pencatatan dokumen. Hasil temuan menunjukkan APK SD/MI di Kabupaten Serdang Bedagai termasuk kategori tuntas paripurna. Sedangkan rerata APK untuk tingkat SMP/MTs termasuk kategori tuntas madya.walaupun pelaksanaan Wajar pendidikan dasar 9 tahun di Kabupaten Serdang Bedagai dapat dikatakan berhasil, namun masih terdapat sejumlah masalah yang perlu mendapat perhatian dari kalangan pemerintah, sekolah, maupun masyarakat. Kata-Kata Kunci : Angka Partisipasi Kasar, Pendidikan Dasar PENDAHULUAN Setiap generasi ingin mewariskan sesuatu kepada generasi penerusnya. Yang diwariskan dapat merupakan produk budaya pada generasi sebelumnya atau mungkin merupakan produk budaya pada zamannya. Sesuatu itu bisa berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai. Sementara proses pewarisan tersebut acapkali menggunakan pendidikan sebagai alat atau sarananya. Negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat juga berkepentingan untuk mendidik warga negaranya. Maka pada tahun 1984 pemerintah telah mencanangkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Enam Tahun sebagai suatu gerakan yang diselenggarakan di seluruh Indonesia. Kemudian pada tahun 1994 melalui Inpres nomor 1 Tahun 1994 ditingkatkan menjadi Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Hal ini berarti bahwa setiap anak Indonesia yang berumur 7 sampai dengan 15 tahun diwajibkan untuk mengikuti Pendidikan Dasar 9 Tahun sampai tamat. Begitu juga dengan pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai dengan usianya yang relatif muda juga sangat konsen terhadap pendidikan, khususnya program Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar 9 Tahun. Dikatakan kabupaten yang berusia masih muda karena Kabupaten Serdang Bedagai sebelum tahun 2004 masuk wilayah Kabupaten Deli Serdang. Kemudian pada tanggal 4 Januari 2004 resmi berdiri sendiri menjadi sebuah kabupaten dengan nama Kabupaten Serdang Bedagai. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki 11 kecamatan dan awal Desember 2006, Kabupaten Serdang Bedagai telah memiliki 17 kecamatan dan 243 desa. Untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas Kabupaten Serdang Bedagai berusaha meningkatkan mutu pendidikan yang memadai. Namun seperti juga daerahdaerah lain di Indonesia, persoalan pendidikan di daerah masih sekitar sarana dan prasarana yang tidak lengkap, jumlah dan mutu tenaga pengajar yang kurang dengan keterbatasan yang tidak merata. Akibatnya, kegiatan belajar mengajar yang

2 Angka Partisipasi Kasar (APK) Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera utara mengarah pada upaya perbaikan hasil belajar sulit terwujud. Banyak pihak menilai pelayanan pendidikan di era otonomi daerah tidak menunjukkan perubahan berarti, bahkan cenderung memburuk (Sudja, 2008). Permasalahan ini antara lain disebabkan pengelolaan APBD yang belum sepenuhnya mendukung pelaksanaan desentralisasi pendidikan, sehingga menjadi kendala pencapaian berbagai sasaran program yang telah ditetapkan, khususnya dalam meningkatkan pelayanan pendidikan dasar. Berdasarkan penelitian Dr. Deding Ishak Ibnu Sudja (2008), kebijakan anggaran yang digulirkan pemerintah daerah dalam upaya menuntaskan Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar 9 Tahun belum optimal dan memberikan kepuasan pada masyarakat selaku stakeholder penerima layanan. Program pemerintah dalam kebijaksanaan pendidikan Wajib Belajar 9 tahun ini tidak dapat tercapai sesuai yang direncanakan bila tidak adanya partisipasi masyarakat untuk mendukungnya. Serta adanya berbagai keterbatasan pemerintah juga menjadi kendala dalam mewujudkan program ini. Dengan demikian sangat penting untuk diteliti Kemampuan Angka Partisipasi Kasar (APK) dalam Pelaksanaan Wajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dengan lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan angka partisipasi kasar Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kabupaten Serdang Bedagai. HASIL YANG DIHARAPKAN Dengan penelitian ini diharapkan Setiap anak yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun mendapat kesempatan belajar 9 tahun sampai tamat Masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan Peningkatan mutu lulusan baik lulusan Sekolah Dasar (SD) maupun lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP). KAJIAN PUSTAKA Kebijaksanaan Pendidikan dan Implementasinya Secara etimologis, kebijaksanaan merupakan terjemahan dari kata policy, dalam bahasa Inggris yang berarti mengurus masalah atau kepentingan umum, atau berarti juga administrasi pemerintah (Imron, 2002: 13-14). Kata asal tersebut menghasilkan tiga jenis pengertian yang sekarang ini dikenal, yaitu politic, policy, dan polici (Supandi, 1988). Politic berarti seni dan ilmu pemerintahan (The art and science of goverment), policy berarti hal-hal mengenai kebijaksanaan pemerintah, sedangkan polici berarti hal-hal yang berkenaan dengan pemerintahan. Adapun kebijaksanaan pendidikan merupakan terjemahan dari educational policy. Educational policy sendiri merupakan penggabungan antara kata education dan policy. Menurut Carter (dalam Imron, 2002:18) kebijaksanaan pendidikan (educational policy) sebagai suatu pertimbangan yang didasarkan atas sistem nilai dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situasional; pertimbangan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengoperasikan pendidikan yang bersifat melembaga; pertimbangan tersebut merupakan perencanaan umum yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan, agar tujuan yang bersifat melembaga bisa tercapai. Dengan demikian kebijaksanaan pendidikan merupakan suatu proses dimana pertimbangan-pertimbangan itu mesti diambil dalam rangka pelaksanaan pendidikan yang bersifat melembaga. Kebijaksanaan pendidikan dipandang sebagai bagian dari kebijaksanaan pemerintah secara keseluruhan. Maka, mengenai kebijaksanaan pendidikan tentulah tidak dapat terlepas dari kebijaksanaan pemerintah (public policies) secara umum. Apa yang berkembang di dunia pendidikan sendiri, dalam realitasnya sering berasal dari perkembangan-perkembangan di bidang lain. Setelah kebijaksanaan dirumuskan, disahkan dan dikomunikasikan kepada khalayak, kemudian ia dilaksanakan atau diimplementasikan. Implementasi ini, adalah

3 Angka Partisipasi Kasar (APK) Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera utara aktualitas kebijaksanaan pendidikan secara konkritdi lapangan. Realitas tidaknya rumusan kebijaksanaan pendidikan yang telah disahkan, bergantung kepada bagaimana pelaksanaannya di lapangan. Menurut Nakamura (1988) implementasi kebijaksanaan sebagai keberhasilan mengevaluasi masalah dan menerjemahkannya ke dalam keputusankeputusan yang bersifat khusus. Sedangkan Imron (2002: 65) mendefenisikan implementasi kebijaksanaan pendidikan adalah pengupayaan agar rumusan-rumusan kebijaksanaan pendidikan berlaku di dalam praktik. Tolok ukur keberhasilan kebijaksanaan pendidikan adalah ada pada implementasinya. Rumusan kebijaksanaan yang dibuat, bukan sekadar agar berhenti sebagai rumusan, melainkan harus secara fungsional dilaksanakan. Sebaik apa pun rumusan kebijaksanaan, jika tidak diimplementasikan, akan tidak dirasakan gunanya. Sebaliknya, sesederhana apa pun rumusan kebijaksanaan, jika sudah diimplementasikan, akan lebih berguna, apa pun dan seberapa pun gunanya. Terimplementasikan tidaknya suatu kebijaksanaan pendidikan, berhasil tidaknya implementasi kebijaksanaan pendidikan, ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut, pertama adalah kompleksitas kebijaksanaan-kebijkasanaan yang telah dibuat. Semakin kompleks suatu kebijaksanaan pendidikan dibuat, semakin rumit dan lama implementasinya. Faktor sumber-sumber potensial yang dapat mendukung pelaksanaan kebijaksanaan juga merupakan hal yang penting, seperti tersedia tidaknya sumber potensial baik SDM manusianya maupun sarana dan prasarananya. Begitu juga dengan faktor keahlian pelaksana kebijaksanaan pendidikan. Semakin ahli pelaksana kebijaksanaan, baik keahlian yang bersifat teknis, profesional dan manajerial, semakin baik implementasi kebijaksanaan pendidikan. Demikian juga dukungan dari khalayak sasaran dalam hal ini masyarakat terhadap kebijaksanaan yang diimplementasikan juga merupakan salah satu faktor penentu. Ini sangat penting, karena kebijaksanaan pendidikan memang dilaksanakan dengan melibatkan khalayak atau rakyat kebanyakan. Faktor-faktor efektivitas dan efisiensi birokrasi. Faktor ini sangat penting, sebab tidak jarang, khalayak justru ingin memberikan dukungan terhadap kebijaksanaan pendidikan bisa merasa kesulitan hanya karena tidak bagusnya birokrasi yang menjadi pendukungnya. Masyarakat sudah berniat baik untuk mendukung, tetapi mengalami kesulitan setelah berhubungan dengan birokrasi dan aparatnya. Maka, memberikan dukungan terhadap kebijaksanaan yang dilaksanakan pun menjadi tidak mudah, disebabkan prasyarat untuk itu juga tidak mudah. Kebijaksanaan pendidikan dibuat dan diimplementasikan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Oleh karena masalah-masalah masyarakat yang bermaksud dipecahkan, maka dalam pelaksanaannya memerlukan dukungan dan partisipasi masyarakat. Partisipasi adalah suatu term yang menunjuk kepada adanya keikutsertaan secara nyata dalam suatu kegiatan. Partisipasi masyarakat dalam kebijaksanaan pendidikan menurut Imron (2002:80) adalah keikutsertaan masyarakat dalam memberikan gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan. Muhadjir (1982) menggolongkan partisipasi masyarakat ke dalam tipologinya, yaitu partisipasi kuantitatif dan partisipasi kualitatif. Partisipasi kuantitatif menunjukkan kepada frekuensi keikutsertaan terhadap implementasi kebijaksanaan, sementara partisipasi kualitatif menunjukkan kepada tingkat dan derajatnya. Sedangkan Koentjoroningrat (1982) menggolongkan partisipasi masyarakat berdasarkan posisi individu dalam kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus; kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai individu dalam aktivitas bersama pembangunan. Negara Indonesia yang menjunjung tinggi demokrasi, diyakini bahwa pemerintahan dibuat dari, oleh dan untuk rakyat. Kebijaksanaan-kebijaksanaan negara termasuk kebijaksanaan pendidikannya, sebagai bagian dari perangkat untuk menjalankan pemerintahan di negara tersebut, juga berasal dari, oleh dan untuk rakyat. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam kebijaksanaan pendidikan bukanlah

4 Angka Partisipasi Kasar (APK) Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera utara jargon baru lagi. Hal itu adalah satu keniscayaan. Keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan kebijaksanaan, tidak saja sekadar dipandang sebagai loyalitas rakyat atas pemerintahannya, melainkan juga tak kalah penting adalah bahwa kebijaksanaan tersebut hendaknya dianggap oleh masyarakat sebagai miliknya. Dengan adanya perasaan memiliki terhadap kebijaksanaan pendidikan, masyarakat akan semakin banyak sumbangannya dalam pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan. Wajib Belajar (Wajar) 9 Tahun Uluran pemerintah di bidang pendidikan dimaksudkan untuk mengemban amanat konstitusi. Amanat tersebut, tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yang berbunyi antara lain mencerdaskan kehidupan bangsa. Rumusan yang dihasilkan oleh para pendiri republik tersebut sangat dalam maknanya, tetapi dalam setiap periode mengalami berbagai interpretasi sesuai dengan perkembangan. Berkembangnya tujuan pendidikan dari GBHN satu ke GBHN berikutnya mengindikasikan bahwa apa yang telah dikemukakan dalam Undang-Undang Dasar tersebut ialah mencerdaskan kehidupan bangsa, haruslah dapat diinterpretasikan sesuai dengan kurun zamannya. Program Wajar pendidikan dasar dilakukan baik melalui jalur sekolah maupun jalur luar sekolah. Program jalur sekolah meliputi program 6 tahun di SD dan program 3 tahun di SMP. Pola-pola yang diterapkan di tingkat SD antara lain SD Reguler, SD Kecil, SD Pamong, SD Terpadu, Madrasah Ibtidaiyah, Pondok Pesantren, SDLB, dan Kelompok Belajar Paket A. Sedang pola-pola untuk tingkat SMP adalah SMP Reguler, SMP Kecil, SMP Terbuka, SMP Terpadu, Madrasah Tsanawiyah, MTs Terbuka, Pondok Pesantren, SLTPLB, SLB, dan kelompok Belajar Paket B. Dari pola-pola tersebut yang menjadi pola andalan adalah SMP Reguler, SMP Kecil, dan SMP Terbuka. SMP Reguler dan SMP Kecil dikembangkan melalui pembangunan unit sekolah baru (UGS) dan penambahan ruang kelas baru (RKB). Untuk meningkatkan daya tampung, di daerahdaerah tertentu masih diterapkan double shift (murid masuk pagi dan siang/sore hari). SMP Terbuka dikembangkan untuk menampung siswa yang tidak dapat belajar secara reguler pada waktu modul tertentu. Pola ini lebih menekankan agar siswa belajar mandiri dan berkelompok melalui buku modul dan bimbingan guru pamong dan guru bina. Angka Partisipasi Kasar (APK) Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Angka Partisipasi Kasar (APK) SD adalah persen anak yang masih sekolah di SD atau MI terhadap anak usia 7-12 tahun. Misalnya APK SD sama dengan jumlah siswa yang duduk di bangku SD dibagi dengan jumlah penduduk kelompok usia 7 sampai 12 tahun. APK sering disebut juga dengan Gross Enrollment Rate (GER). Indikator ini juga sering digunakan untuk melihat kondisi pendidikan di Indonesia maupun juga di negara lain. APK SD memang cenderung tinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Hal ini disebabkan SD merupakan pendidikan dasar formal pertama yang musti dilalui oleh anak usia sekolah. Apalagi Pemerintah punya komitmen untuk mendorong anak untuk mengenyam pendidikan dasar (SD dan SMP). Kegunaan APK adalah untuk menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang. Cara menghitung APK didapat dengan membagi jumlah penduduk yang sedang bersekolah (atau jumlah siswa), tanpa memperhitungkan umur, pada jenjang pendidikan tertentu dengan jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tersebut. Rumus APK h = Dimana

5 Angka Partisipasi Kasar (APK) Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera utara adalah jumlah penduduk yang pada tahun t dari berbagai usia sedang sekolah pada jenjang pendidikan h adalah jumlah penduduk yang pada tahun t berada pada kelompok usia a yaitu kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan h METODE PENELITIAN Populasi penelitian ini adalah seluruh penduduk usia 7 12 tahun dan penduduk usia tahun yang tinggal di Kabupaten Serdang Bedagai dengan menggunakan sampel random acak. Pengumpulan datanya dengan teknik observasi, wawancara, kuesioner, dan pencatatan dokumen. HASIL PELAKSANAAN WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Kabupaten Serdang Bedagai memiliki 11 Kecamatan yang terdiri dari Kecamatan, Kecamatan, Kecamatan, Kecamatan Sei Rampah, Kecamatan Tanjung Beringin, Kecamatan, Kecamatan, Kecamatan, Kecamatan, Kecamatan Dolok Masihul, dan Kecamatan. Jumlah sekolah SD / MI yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 171 buah dan sekolah SMP / MTs sebanyak 64 buah. Angka Partisipasi Kasar (APK) Sekolah Dasar Jumlah penduduk usia 7 12 tahun di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2009 dapat dilihat pada tabel berikut

6 Tabel Penduduk Usia 7 12 Tahun No Kecamatan Usia 7 12 tahun 1 Tanjung Beringin 204 orang 1314 orang 985 orang 1232 orang 892 orang 867 orang 744 orang 214 orang 478 orang 655 orang 731 orang Total 8316 orang Dari data di atas diketahui jumlah keseluruhan anak yang seharusnya mengikuti pendidikan di SD/MI di Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 8316 orang. Jumlah penduduk usia sekolah SD yang terbanyak di Kecamatan sebanyak 1314 orang, sedangkan jumlah penduduk usia sekolah SD yang paling sedikit di antara Kecamatan yang ada di Kecamatan Serdang Bedagai adalah Kecamatan sebanyak 214 orang. Selanjutnya dapat dilihat penduduk usia 7 12 tahun yang mengenyam pendidikan baik di SD maupun di Madrasyah Ibtidaiyah dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel Siswa SD / MI No Kecamatan Siswa SD / MI 1 Tanjung Beringin 903 orang 1511 orang 886 orang 1947 orang 599 orang 783 orang 428 orang 114 orang 277 orang 797 orang 451 orang Total Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa jumlah siswa SD/MI di Kabupaten Serdang Bedagai berjumlah orang. Seimbang dengan banyaknya jumlah penduduk usia 7 12 tahun masing-masing kecamatan, Kecamatan lah yang memiliki siswa SD / MI terbanyak yaitu 1511 orang, dan Kecamatan merupakan orang kecamatan yang jumlah siswa SD/MI nya paling sedikit yaitu sebanyak 114 orang. Berdasarkan data di atas dapat diketahui jumlah siswa yang putus sekolah di Kabupaten Serdang Bedagai (lihat tabel 3) berikut.

7 Tabel Penduduk Putus Sekolah SD No Kecamatan Usia 7-12 tahun Tanjung Beringin Siswa SD / MI Penduduk Putus Sekolah 301 (197) (142) 280 % 4,85 1,19 1,65 1,87 4,97 2,17 3,24 4,51 4,49 1,61 7,50 Total ,97 Jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai usia 7 12 tahun berjumlah orang dan yang mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar atau di Madrasyah Ibtidaiyah sebanyak orang, dengan demikian ada 620 orang penduduk usia 7 12 tahun yang Di Kecamatan anak yang berusia di atas 12 tahun sebanyak 197 orang (1,19%) dan di Kecamatan sebanyak 142 orang (1,61%). Angka ini merupakan hal yang perlu mendapat perhatian tersendiri. Terjadinya keterlambatan tamat sekolah SD / tidak mengenyam pendidikan atau putus MI dikarenakan beberapa faktor. Faktor sekolah di SD / MI ( 1,97%) dari jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai yang berusia 7 12 tahun. Di Kecamatan dan Kecamatan terdapat perbedaan jumlah penduduk usia 7 12 tahun dengan jumlah siswa SD / MI, lebih banyak jumlah penduduk usia 7-12 tahun dibandingkan siswa yang sekolah di SD / MI. Hal ini terjadi karena adanya anak SD / MI yang berusia di atas 12 tahun yang berarti seharusnya di atas tersebut antara lain diakibatkan (1) terlambat masuk sekolah SD, faktor sosial ekonomi yang lemah, dan (3) faktor budaya masyarakat yang belum mengutamakan pendidikan. Untuk mengetahui APK usia 7 12 tahun di SD/MI dengan membandingkan penduduk usia 7 12 tahun dengan jumlah anak yang bersekolah di SD / MI. APK usia 7 12 tahun di SD/MI dapat dilihat pada tabel berikut ini. usia 12 tahun sudah duduk di sekolah SMP. Tabel Angka Partisipasi Kasar SD / MI No Kecamatan Penduduk umur 7 Jumlah siswa APK SD/MI (%) 1 12 tahun SD /MI , , , ,13 Tanjung Beringin , , , , , , ,50 Total ,05 Dilihat dari indikator APK kecenderungan keberhasilan Wajar menunjukkan pola yang hampir sama, setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai rata-rata di atas

8 95 %, menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara menginstruksikan meningkatkan APK persentase peserta didik sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah/pendidikan yang sederajat terhadap penduduk usia 7 12 tahun sekurang-kurangnya menjadi 95 % pada akhir tahun 200 Dengan demikian tingkat pencapaian partisipasi Wajar pendidikan dasar 9 tahun untuk usia 7 12 tahun di Kabupaten Serdang Bedagai dapat dikatakan berhasil, walaupun masih ada satu kecamatan di bawah yang dicanangkan oleh Presiden yaitu Kecamatan, namun perbedaannya tidak terlalu mencolok (92,50 %). Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP / MTs Setelah menamatkan pendidikan Sekolah Dasar anak umur tahun wajib melanjutkan dan mengikuti pendidikan di jenjang yang lebih tinggi yaitu tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau ke Madrasyah Tsanawiyah (MTs). Selanjutnya dapat dilihat jumlah penduduk umur tahun yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai yang seharusnya sudah duduk di sekolah tingkat SMP / MTs (lihat tabel 4). Tabel Penduduk umur tahun No Kecamatan Usia tahun 1 Tanjung Beringin 416 orang 111 orang 622 orang 508 orang 332 orang 501 orang 578 orang 729 orang 813 orang 577 orang 1618 orang Total 3805 orang Dari data di atas dapat dilihat bahwa penduduk Kabupaten Serdang Bedagai yang berumur tahun pada tahun 2008 berjumlah 3805 orang, yang merupakan anak yang seharusnya mengikuti pendidikan pada tingkat SMP. Jumlah penduduk berumur tahun yang paling banyak di antara kecamatan yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai adalah Kecamatan sebanyak 508 orang, kedua terbanyak adalah Kecamatan sejumlah 111 orang. Kecamatan merupakan kecamatan yang memiliki jumlah penduduk berumur tahun yang paling sedikit dengan jumlah 729 orang. Penduduk umur tahun yang mengikuti pendidikan di SMP dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini. Tabel Siswa SMP/MTs No Kecamatan Siswa SMP/MTs Tanjung Beringin 345 orang 921 orang 397 orang 386 orang 158 orang 456 orang 216 orang 573 orang 711 orang 667 orang

9 1 592 orang Total orang Pada tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa di antara kecamatan yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai, Kecamatan yang memiliki siswa di tingkat SMP / MTs terbanyak adalah kecamatan dengan jumlah siswa 386 orang, kemudian diikuti Kecamatan dengan jumlah siswa sebanyak 921 orang. Sedangkan kecamatan yang memiliki siswa SMP / MTs yang paling sedikit adalah Kecamatan berjumlah 573 orang. Sembilan kecamatan yang lain rata-rata memiliki siswa SMP / MTs berkisar antara dua ribu sampai tiga ribu orang. Bila dilihat dari data jumlah penduduk usia tahun dengan jumlah siswa SMP / MTs dapat diketahui penduduk yang putus sekolah (lihat tabel 6). Tabel 6 Penduduk Putus Sekolah SMP / MTs No Kecamatan Usia Siswa SMP / Penduduk Putus tahun MTs Sekolah % ,01 2,67 13, ,62 Tanjung Beringin , (90) 26 2,99 14,04 21,40 5,63 2,51 1,61 Total ,35 Penduduk umur tahun yang tidak memiliki kesempatan mengikuti pendidikan (putus sekolah) pada tingkat SMP / MTs di Kabupaten Serdang Bedagai mencapai 383 orang atau 4,35 % dari jumlah penduduk umur tahun (3805 orang). Persentase tertinggi penduduk yang putus sekolah di tingkat SMP / MTs adalah Kecamatan 21,40 % (156 orang), kemudian di susul oleh Kecamatan sebanyak 14,04 % (362 orang) dan Kecamatan sebanyak 13,87 % (225 orang). Selebihnya masingmasing kecamatan yang penduduk umur tahun berkisar 5 % sampai 7 % saja. Walaupun begitu hal ini juga perlu mendapat perhatian khusus. Namun ada kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai ini yang jumlah penduduk umur tahunnya lebih sedikit dari jumlah siswa SMP / MTsnya, dengan kata lain jumlah siswa SMP / MTsnya melebihi jumlah penduduk umur tahun sehingga surplus 2,51 % (surplus 90 orang). Hal ini dikarenakan beberapa faktor yaitu (1) terlambat tamat dari SD / MI, (2) sosial ekonomi lemah, dan (3) sikap budaya yang belum mendukung pentingnya pendidikan. Dengan diketahuinya jumlah penduduk umur tahun yang bersekolah di tingkat SMP / MTs dapat diketahui angka partisipasi kasar SMP / MTs. Tabel berikut ini berisi tentang angka partisipasi kasar SMP / MTs di Kabupaten Serdang Bedagai. Tabel 7 Angka Partisipasi Kasar SMP / MTs No Kecamatan Penduduk umur tahun Jumlah siswa SMP / MTs APK SMP / MTs (%)

10 1 Tanjung Beringin 416 orang 111 orang 622 orang 508 orang 332 orang 501 orang 578 orang 729 orang 813 orang 577 orang 1618 orang 345 orang 921 orang 397 orang 386 orang 158 orang 456 orang 216 orang 573 orang 711 orang 667 orang 592 orang 94,99 97,33 86,13 98,38 92,54 97,00 85,96 78,60 94,37 102,52 98,39 Total 3805 orang orang 93,29 Indikator angka partisipasi kasar SMP / MTs keberhasilan program wajib belajar pendidikan 9 tahun di Kabupaten Serdang Bedagai menunjukkan pola yang bervariasi. Kecamatan merupakan kecamatan yang angka partisipasi kasarnya mencapai 102,52 % ini adalah angka yang menunjukkan keberhasilan yang absolut. Namun ada juga kecamatan yang persentase angka partisipasi kasarnya di bawah instruksi presiden tahun 2006 yaitu Kecamatan Dolok Merawan 78,60 % (729 orang), Kecamatan 85,96 % (216 orang) dan Kecamatan 86,13 % (397 orang). Sedangkan kecamatan-kecamatan lainnya seperti Kecamatan 95,15 % (416 orang), Kecamatan Tanjung Beringin 92,54 % (332 orang), dan Kecamatan 94,37 % (813 orang) merupakan kecamatan yang sudah mendekati seperti yang dicanangkan dalam instruksi presiden (95 %). Sementara Kecamatan 97,33% (111 orang), Kecamatan 98,38 % (508 orang), Kecamatan 97,00 % (501 orang), dan Kecamatan 98,39 % (618 orang) adalah kecamatan yang sudah melebihi dari pencanangan Instruksi Presiden. Pelaksanaan Wajib Belajar di Kabupaten Serdang Bedagai Salah satu kebijakan penting dalam meningkatkan pelayanan pendidikan di Kabupaten Serdang Bedagai adalah penuntasan pelaksanaan Wajar pendidikan dasar 9 tahun. Penuntasan Wajar pendidikan dasar 9 tahun sampai tahun 2009 terlihat pencapaian yang memuaskan terutama di jenjang SD / MI, realitas pencapaian angka partisipasi kasar SD / MI sudah mencapai 97,05%. Jika mengikuti standar Depdiknas, kategori tuntas Wajar pendidikan dasar 9 tahun di Kabupaten Serdang Bedagai pada kategori tuntas paripurna (tuntas paripurna, angka partisipasi kasar antara 96% - 100%). Sedangkan di jenjang SMP /MTs, realitas pencapaian APK SMP/ MTs mencapai 93,29%. Bila dilihat dari kategori standar Depdiknas maka kategori tuntas untuk tingkat SMP / MTs di Kabupaten Serdang Bedagai adalah kategori tuntas madya (tuntas madya, APK antara 86 % - 90 %). Pelaksanaan Wajar pendidikan dasar 9 tahun, khususnya pada tahun 2009 dapat dikatakan berhasil, namun terdapat sejumlah kendala, yang harus mendapat perhatian di masa yang akan datang. Masalah-masalah tersebut meliputi: a. Kurangnya daya tampung siswa SMP, khususnya di daerah pedesaan. b. Tingginya angka putus sekolah tingkat SD/MI (1620 orang) dan tingkat SMP / MTs (383 orang). c. Rendahnya pendidikan dasar yang diukur berdasarkan Nilai Ebtanas Murni (NEM) sebagai salah satu indikator mutu pendidikan. d. Rendahnya partisipasi sebagian kelompok masyarakat dalam mendukung wajib belajar, sebagai akibat dari adanya hambatan transportasi, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat setempat. e. Koordinasi wajib belajar khususnya di tingkat kabupaten dan kecamatan belum berjalan dengan efektif. Oleh karena itu, kebijakan, strategi dan program penuntasan Wajar pendidikan dasar 9 tahun yang akan datang hendaknya lebih memperhatikan kelima faktor penghambat tersebut.

11 KIMPULAN Salah satu kebijakan penting dalam meningkatkan pelayanan pendidikan di Kabupaten Serdang Bedagai adalah penuntasan Wajar pendidikan dasar 9 tahun. Dilihat dari tingkat pencapaian angka partisipasi kasar SD/MI setiap kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2009 rerata mencapai 97,05%. Terlihat dari realitas angka partisipasi kasar SD/MI bahwa kategori tuntas Wajar pendidikan dasar untuk tingkat SD/MI di Kabupaten Serdang Bedagai termasuk kategori tuntas paripurna. Sedangkan rerata angka partisipasi kasar SMP/MTs di Kabupaten Serdang Bedagai untuk tingkat SMP/MTs 93,29% termasuk kategori tuntas madya. Walaupun pelaksanaan Wajar pendidikan dasar 9 tahun di Kabupaten Serdang Bedagai dapat dikatakan berhasil, namun masih terdapat sejumlah masalah yang perlu mendapat perhatian dari kalangan pemerintah, sekolah, maupun masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Imron, Ali. 200 Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Proses, Produk dan Masa Depannya. Jakarta: Bumi Aksara. Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Peningkatan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Departemen Pendidikan Nasional. Pelaksanaan Wajib Belajar 9 Tahun. w.w.w.diknas.go.id. Koentjoroningrat. 198 Kebudayaan dan Mentalitas Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Nakamura, Robert T. and Frank Smallwood. 198 The Politics of Policy Implementations. New York: St. Martin s Press. Supandi dan Achmad Sanusi, 198 Kebijaksanaan dan Keputusan Pendidikan. Jakarta: P2LPTK. Sudja, Deding Ishak Ibnu Sudja. Menyoal Kebijakan Anggaran Pendidikan Dasar. w.w.w.diknasgo.id. w.w.w.serdangbedagaikab.go.id.babak Baru Sergai

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu bersaing dalam era keterbukaan, pemerintah memandang perlu

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu bersaing dalam era keterbukaan, pemerintah memandang perlu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar mampu bersaing dalam era keterbukaan, pemerintah memandang perlu untuk menciptakan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting di seluruh aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan kepribadian manusia.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 31 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 31 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 31 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PROGRAM WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 memperlihatkan angka transisi atau angka melanjutkan ke SMP/sederajat dan ke SMA/sederajat dalam kurun waktu 7 tahun terakhir. Sebagaimana angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah Dasar (selanjutnya disingkat menjadi SD) merupakan pendidikan yang paling penting keberadaannya. Setiap orang mengakui bahwa tanpa menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN DAN PEMBERANTASAN BUTA AKSARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat pencapaian pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. Bahkan pendidikan menjadi domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memegang peranan sentral dalam pembangunan bangsa dan negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa akan datang banyak

Lebih terperinci

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal.

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Pada misi IV yaitu Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal terdapat 11

Lebih terperinci

4.1 Target Dasar Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2033 menyebutkan pada Pasal 17 ayat (1 dan 2) bahwa : (1) Pendidikan Dasar merupakan

4.1 Target Dasar Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2033 menyebutkan pada Pasal 17 ayat (1 dan 2) bahwa : (1) Pendidikan Dasar merupakan 4.1 Target Dasar Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2033 menyebutkan pada Pasal 17 ayat (1 dan 2) bahwa : (1) Pendidikan Dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi pendidikan menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan global mengharuskan Indonesia harus mampu bersaing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan global mengharuskan Indonesia harus mampu bersaing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan global mengharuskan Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara di dunia internasional. Kecenderungan tersebut yang kemudian mendorong bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22 BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR 336 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KOTA BANDUNG PADA PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB BELAJAR DUA BELAS TAHUN DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG

Lebih terperinci

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis ISU-ISU STRATEGIS 3.1 Analisis Situasi Strategis S etiap organisasi menghadapi lingkungan strategis yang mencakup lingkungan internal dan eksternal. Analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 129a/U/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 129a/U/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129a/U/2004 TENTANG BIDANG PENDIDIKAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

kualifikasi S1/D IV,S2 atau lebih. guru dan murid. a) Angka Partisipasi Sekolah (APS)

kualifikasi S1/D IV,S2 atau lebih. guru dan murid. a) Angka Partisipasi Sekolah (APS) serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Adapun yang dibahas yaitu : Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Fasilitas Pendidikan, Angka Putus Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor penting yang secara langsung memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor penting yang secara langsung memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sektor penting yang secara langsung memberikan kontribusi terbesar dalam mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah sektor pendidikan.

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF PENDIDIKANJAWA TIMUR

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF PENDIDIKANJAWA TIMUR BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF PENDIDIKANJAWA TIMUR 5.1. Matriks Rencana Program, Kegiatan, Indikator Kinerja, dan Pendanaan Indikatif Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang pendidikan. Peningkatan pendidikan yang bermutu di Indonesia termaktub dalam amanah konstitusi

Lebih terperinci

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai

Tahun), sampai saat ini pemerintah masih dihadapkan pada berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 6 mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu sarana untuk membangun masyarakat. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan dunia. Manusia Indonesia

Lebih terperinci

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pemerintah menetapkan PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pemerintah menetapkan PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan bagi masyarakat oleh pemerintah ditandai dengan dicanangkannya program wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebangkitan nasional tahun 1908, para pemimpin pergerakan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebangkitan nasional tahun 1908, para pemimpin pergerakan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejak kebangkitan nasional tahun 1908, para pemimpin pergerakan kemerdekaan Indonesia dan para pendiri negara ini sangat sadar akan pentingnya pendidikan. Jika sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkembangan jaman telah berdampak pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dimana perkembangan ini telah membawa perubahan dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan tempat dimana proses pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Pada proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan pembangunan daerah Kota Yogyakarta maka dibuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD

Lebih terperinci

HASIL PEMETAAN PROGRAM WAJAR DIKDAS 9 TAHUN DI 6 KECAMATAN DI KABUPATEN GARUT

HASIL PEMETAAN PROGRAM WAJAR DIKDAS 9 TAHUN DI 6 KECAMATAN DI KABUPATEN GARUT HASIL PEMETAAN PROGRAM WAJAR DIKDAS 9 TAHUN DI 6 KECAMATAN DI KABUPATEN GARUT MAKALAH Disampaikan dalam Seminar Hasil Pemetaan dan Pendataan Program Wajar Dikdas di Aula Dinas Pendidikan Kabupaten Garut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 5 WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 5 WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Pengertian Ujian Akhir Nasional Makalah Tujuan Standarisasi dan Partisipasi Pemerintah Dalam Pendidikan

Pengertian Ujian Akhir Nasional Makalah Tujuan Standarisasi dan Partisipasi Pemerintah Dalam Pendidikan Pengertian Ujian Akhir Nasional Makalah Tujuan Standarisasi dan Partisipasi Pemerintah Dalam Pendidikan Ditulis oleh : Sanjaya Yasin Pengertian Ujian Akhir Nasional - Ujian Akhir Nasional adalah salah

Lebih terperinci

pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, tenaga kerja, koperasi

pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, tenaga kerja, koperasi pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, tenaga kerja, koperasi usaha kecil dan menengah, penanaman modal, kebudayaan, pemuda dan olahraga, kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Pasal 0 PELAKSANAAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 1 Tahun 1994 Tanggal 15 April 1994 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pasal 0 PELAKSANAAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 1 Tahun 1994 Tanggal 15 April 1994 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 1994 PELAKSANAAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR Pasal 0 PELAKSANAAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 1 Tahun 1994 Tanggal 15 April 1994 Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6 DAFTAR TABEL DATA NONPENDIDIKAN Tabel 1 : Keadaan Umum Nonpendidikan 1 Tabel 2 : Luas wilayah, penduduk seluruhnya, dan penduduk usia sekolah 2 Tabel 3 : Jumlah desa, desa terpencil, tingkat kesulitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam perkembangan kehidupan masyarakat serta berperan untuk meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan sangat penting karena

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG DUKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DAN RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DENGAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS PENDIDIKAN KOTA PONTIANAK

BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS PENDIDIKAN KOTA PONTIANAK BAB II GAMBARAN PELAYANAN DINAS PENDIDIKAN KOTA PONTIANAK 2.1. Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi SKPD Dinas Pendidikan Kota Pontianak merupakan unsur pelaksana bidang pendidikan dipimpin oleh

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Manajemen Pendidikan TK / RA 915,000,000

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Manajemen Pendidikan TK / RA 915,000,000 PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR No. SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TARGET 1 Meningkatnya aksesbilitas dan kualitas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat dunia saat ini menimbulkan persaingan yang semakin ketat antar bangsa dan dalam berbagai kehidupan. Untuk menghadapi

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Kata Kunci: Aksesibilitas dan Partisipasi Masyarakat, Pendidikan Dasar 9 Tahun, dan Daerah Perbatasan

Kata Kunci: Aksesibilitas dan Partisipasi Masyarakat, Pendidikan Dasar 9 Tahun, dan Daerah Perbatasan AKSESIBILITAS DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DI DAERAH PERBATASAN KABUPATEN SAMBAS DAN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Oleh: Eusabinus Bunau, Clarry Sada, Laurensius Salem,

Lebih terperinci

Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya.

Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya. INDIKATOR PENDIDIKAN Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya. 4 Lokasi: Kantor Bupati OKU Selatan Pemerintah

Lebih terperinci

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua TUJUAN 2 Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua 35 Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target 3: Memastikan pada 2015 semua anak-anak di mana pun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DR. H. Sofyan Sauri, M.Pd (Ketua) Anggota : 1. Drs. H. Ade Sadikin Akhyadi, MSi 2. Drs. Yadi Ruyadi, MSi

DR. H. Sofyan Sauri, M.Pd (Ketua) Anggota : 1. Drs. H. Ade Sadikin Akhyadi, MSi 2. Drs. Yadi Ruyadi, MSi Program Akselerasi Peningkatan APK Dalam Rangka Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Melalui Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Mahasiswa UPI Di Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat dan Kabupaten

Lebih terperinci

C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA

C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA Analisis capaian kinerja dilaksanakan pada setiap sasaran yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan setiap urusan pemerintahan daerah baik urusan wajib maupun urusan pilihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan seutuhnya serta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan seutuhnya serta masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia dan setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DAN MEKANISME PENGGALIAN SUMBANGAN SUKARELA DARI MASYARAKAT KATEGORI MAMPU DALAM IKUT MEMBANTU PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG

PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG Sirojuzilam, Abdiyanto, Bastari, A. Kadir, dan Binsar S Abstrak Dalam upaya pembangunan regional, masalah yang

Lebih terperinci

Indikator Sarana Prasarana Pendidikan

Indikator Sarana Prasarana Pendidikan Indikator Sarana Prasarana Pendidikan Junaidi, Junaidi (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Jambi) Pemerataan sarana dan prasarana pendidikan merupakan suatu prasyarat awal dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa agar dalam penyelenggaraan pendidikan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan juga penting bagi terciptanya kemajuan dan kemakmuran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM, KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR 481 TAHUN 2018 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU RAUDHATUL ATHFAL, MADRASAH IBTIDAIYAH, MADRASAH TSANAWIYAH, MADRASAH ALIYAH, DAN

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun)

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun) URUSAN WAJIB: PENDIDIKAN PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1 Meningkatnya Budi Pekerti, 1 Persentase pendidik yang disiplin Tata Krama

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun. Sekolah) yang menyediakan bantuan bagi Sekolah dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun. Sekolah) yang menyediakan bantuan bagi Sekolah dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional di Indonesia dilaksanakan dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional di Indonesia dilaksanakan dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional di Indonesia dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG WAJIB BELAJAR DUA BELAS TAHUN DI KABUPATEN LAMANDAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNG MAS, Menimbang

Lebih terperinci

4. Kecamatan Sipora Selatan dengan luas wilayah 268,47 km 2 (4,47%) dan. 5. Kecamatan Sipora Utara dengan luas wilayah 383,08 km 2 (6,37%) dan

4. Kecamatan Sipora Selatan dengan luas wilayah 268,47 km 2 (4,47%) dan. 5. Kecamatan Sipora Utara dengan luas wilayah 383,08 km 2 (6,37%) dan 4. Kecamatan Sipora Selatan dengan luas wilayah 268,47 km 2 (4,47%) dan ibukota Sioban. 5. Kecamatan Sipora Utara dengan luas wilayah 383,08 km 2 (6,37%) dan ibukota adalah Sido Makmur. 6. Kecamatan Siberut

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Pendidikan telah menjadi sebuah kekuatan bangsa khususnya dalam proses pembangunan di Jawa Timur. Sesuai taraf keragaman yang begitu tinggi, Jawa Timur memiliki karakter yang kaya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Pendidikan merupakan fondasi utama dalam perkembangan peradaban. Sejak adanya manusia maka sejak itu pula pendidikan ada. Perkembangan pendidikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENDIDIKAN BERBASIS KAWASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH 1 1 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN PELAJARAN DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 4 A. Latar Belakang... 4 B. Tujuan... 4 C. Ruang Lingkup... 5 BAB II. KEADAAN UMUM...

Lebih terperinci

BAB IV BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

BAB IV BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR BAB IV LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR 41 LANGKAH-LANGKAH TEROBOSAN PENDIDIKAN TAMAN

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI SATU ATAP

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI SATU ATAP SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI SATU ATAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) Nama SKPD : DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA Visi : Terwujudnya Layanan Pendidikan, Pemuda Olahraga Rote Ndao yang berkembang, bermutu, unggul terjangkau Misi : 1 Memperluas

Lebih terperinci

PROFIL PENDIDIKAN PROVINSI SUMATERA BARAT 2014 ISBN : 978-602-1196-66-3 Nomor Publikasi : 13520.15.08 Katalog BPS : 4301003.13 Ukuran buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : ix + 40 Naskah : Bidang Statistik

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 49 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 49 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 49 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR : 260 TAHUN 2009 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH PADA SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH/SEKOLAH

Lebih terperinci

Jurnal Geografi Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

Jurnal Geografi Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian Jurnal Geografi Volume 13 No 1 (43 dari 100) Jurnal Geografi Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH (APS) PADA MASYARAKAT PESISIR DAN PERAN ORANG TUA DALAM

Lebih terperinci

PROYEKSI SISWA TINGKAT NASIONAL TAHUN 2012/ /2021

PROYEKSI SISWA TINGKAT NASIONAL TAHUN 2012/ /2021 PROYEKSI SISWA TINGKAT NASIONAL TAHUN 2012/2013 2020/2021 SD SMP SM PT KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN 2013 PROYEKSI SISWA TINGKAT NASIONAL TAHUN 2012/2013-2020/2021

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 6 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang :

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : Dinas Dikbudpora Tahun : 2016 PENDIDIKAN A. Pendidikan Umum * Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 1. Jumlah Sekolah * 249 Sekolah Ada Disdikbudpora 1). Taman Kanak-Kanak (TK)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan panjang. Namun sampai saat ini masih banyak penduduk miskin yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mulai tahun 2011 akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan yang dilakukan melalui mekanisme

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan keagamaan

Lebih terperinci

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA S A L I N A N BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI MALINAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PROGRAM WAJIB BELAJAR 16 (ENAM BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sensitif menghadapi era globalisasi. Oleh karena itu, pendidikan memiliki

I. PENDAHULUAN. sensitif menghadapi era globalisasi. Oleh karena itu, pendidikan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang terjadi dalam segala aspek kehidupan telah memacu bangsa Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu cara meningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dewasa ini, maka banyak terjadi perubahan diberbagi aspek kehidupan. Demikian pula dengan

Lebih terperinci

/ KEPUTUSAN MENTER! PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

/ KEPUTUSAN MENTER! PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA / KEPUTUSAN MENTER! PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129a/U /2004 TENTANG BIDANG PENDIDIKAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Menirnbang: a. Bahwa dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ten tang

Lebih terperinci

Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada

Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada BAB I PENDAHULUAN 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu hal yang

Lebih terperinci

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA Imam Gunawan Tiap tiap negara memiliki peraturan perundang undangan sendiri. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai peraturan perundang udangan yang bertingkat,

Lebih terperinci

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2013/2014 KABUPATEN KARANGASEM

PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2013/2014 KABUPATEN KARANGASEM 1 PROFIL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH TAHUN 2013/2014 KABUPATEN KARANGASEM A. PENDAHULUAN Profil Pendidikan Dasar dan Menengah (Profil Dikdasmen) disusun bersumber pada isian instrumen Profil Dikdasmen

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Amandemen 2001) Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara

I. PENDAHULUAN. Amandemen 2001) Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45 Amandemen 2001) Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan,

Lebih terperinci