BAB II LANDASAN TEORI. Barata, 2007) yang mengatakan bahwa intensi adalah hal yang berkaitan dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Barata, 2007) yang mengatakan bahwa intensi adalah hal yang berkaitan dengan"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Membeli 1. Defenisi Intensi Sebelum terjadinya suatu perilaku, ada hal yang menjadi prediktor utama dalam menentukan perilaku, yaitu intensi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Schiffman (dalam Barata, 2007) yang mengatakan bahwa intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku tertentu. Corsini (2002) dalam The Dictionary of Psychology mendefinisikan intensi sebagai suatu keputusan untuk berperilaku secara tertentu. Selain itu, menurut Ajzen (2005), intensi dapat dijelaskan melalui teori perilaku terencana yang merupakan pengembangan dari teori tindakan beralasan. Intensi merefleksikan kesediaan individu untuk mencoba melakukan suatu perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Dalam referensi lainnya, Ajzen (dalam Teo & Lee, 2010), mengemukakan definisi intensi yaitu indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan digunakan untuk melakukan sebuah perilaku. Intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku (Ajzen, 2005). Berdasarkan uraian di atas, maka intensi adalah suatu kemungkinan individu untuk melakukan suatu perilaku tertentu.

2 2. Aspek Pembentuk Intensi Intensi dapat dijelaskan melalui teori perilaku terencana yang merupakan pengembangan dari teori tindakan beralasan oleh Fishbein dan Ajzen (Ajzen, 2005). Teori perilaku terencana didasarkan pada asumsi bahwa individu dapat berperilaku secara bijaksana, sehingga mereka memperhitungkan semua informasi yang ada baik secara implisit maupun eksplisit dan mempertimbangkan akibat dari perilaku mereka. Teori ini mengatakan bahwa intensi seseorang untuk menunjukkan atau tidak menunjukkan suatu perilaku adalah faktor yang paling menentukan apakah suatu perilaku terjadi atau tidak. Berdasarkan teori ini pula, Ajzen (2005) mengemukakan bahwa intensi terdiri dari tiga aspek, yaitu : 1) Attitude toward the behavior Sikap atau attitude berasal dari Bahasa Latin, yaitu aptus yang berarti sesuai atau cocok dan siap untuk bertindak atau berbuat sesuatu (Ismail & Zain, 2008). Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu. Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu perilaku. Dengan perkataan lain, seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya.

3 2) Subjective norm Faktor kedua intensi yaitu norma subjektif didefinisikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak suatu perilaku. Individu memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan yang dilakukannya. Apabila individu meyakini apa yang menjadi norma kelompok, maka individu akan mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya. Ajzen (2005) mengasumsikan bahwa norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply). Keyakinan normatif berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent atau orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh referent, tetapi juga ditentukan oleh motivation to comply. Secara umum, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Sebaliknya, individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan tidak menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan tidak adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, maka hal ini akan menyebabkan dirinya memiliki subjective norm yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005).

4 3) Perceived behavior control Kontrol perilaku menggambarkan tentang perasaan self efficacy atau kemampuan diri individu adalam melakukan suatu perilaku. Hal senada juga dikemukakan oleh Ismail dan Zain (2008), yaitu kontrol perilaku merupakan persepsi individu mengenai kontrol yang dimiliki individu tersebut sehubungan dengan tingkah laku tertentu. Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu untuk melakukan suatu perilaku. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku. Pengalaman masa lalu individu terhadap suatu perilaku bisa dipengaruhi oleh informasi yang didapat dari orang lain, misalnya dari pengalaman orang-orang yang dikenal seperti keluarga, pasangan dan teman. Ajzen (dalam Ismail & Zain, 2008) menjelaskan bahwa perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kontrol, misalnya berupa ketersediaan sumber daya dan kesempatan bahkan keterampilan tertentu. Kontrol perilaku merepresentasikan kepercayaan seseorang tentang seberapa mudah individu menunjukkan suatu perilaku. Ketika individu percaya bahwa dirinya kekurangan sumber atau tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan suatu perilaku, (kontrol perilaku yang rendah) individu tidak akan memiliki intensi yang kuat untuk menunjukkan perilaku tersebut (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995). Dalam beberapa situasi, satu atau dua faktor saja dapat digunakan untuk menjelaskan intensi, dan kebanyakan ketiga faktor ini masing-masing berperan dalam menjelaskan intensi. Sebagai tambahan, tiap individu memiliki perbedaan bobot dari

5 antara ketiga faktor tersebut mana yang paling mempengaruhi individu tersebut dalam berperilaku (Ajzen, 2005). Sehingga kesimpulannya seseorang akan melakukan suatu perilaku tertentu jika orang tersebut mengevaluasi perilaku tersebut secara positif, ditambah individu tersebut mendapatkan tekanan dari sosial untuk melakukan perilaku tersebut, serta individu tersebut percaya bisa dan memiliki kesempatan untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005). 3. Defenisi Intensi Membeli Howard dan Sheth (dalam Tirtiroglu & Elbeck, 2008) mendefenisikan intensi membeli sebagai kemungkinan seorang konsumen berencana membeli produk tertentu pada jangka waktu tertentu dan hal itu terjadi setelah konsumen menyimpan informasi yang relevan untuk menentukan keputusan membeli. Sedangkan menurut Spears dan Singhs (dalam Liu, Chu-Chi & Chen, 2006) intensi membeli adalah rencana yang dilakukan individu secara sadar yang merupakan usaha untuk membeli sebuah produk. Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan intensi membeli merupakan intensi perilaku yang berkaitan dengan keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu guna memiliki, membuang, dan menggunakan produk. Menurut Assael (dalam Barata, 2007) intensi membeli merupakan tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan pembelian konsumen. Proses ini akan dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk (need arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer information processing), selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk

6 tersebut. Hasil evaluasi inilah yang akhirnya memunculkan niat atau intensi untuk membeli. Infosino (dalam Sun & Morwitz, 2008) mendefinisikan intensi membeli sebagai kesediaan individu untuk membayar dan kemungkinan individu untuk membeli suatu produk. Sehingga, pengetahuan akan intensi membeli dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengetahui kecenderungan konsumen terhadap suatu produk maupun dalam memprediksi perilaku konsumen di masa mendatang (Barata, 2007). Berdasarkan uraian di atas, maka intensi membeli adalah kecenderungan individu untuk membeli suatu produk di masa yang akan datang. 4. Aspek Intensi Membeli Menurut Ajzen (2005), Intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku. Hal ini dapat juga berlaku pada perilaku membeli. Dengan mengukur intensi membeli individu, dapat meramalkan bahwa individu tersebut akan melakukan perilaku membeli. Terdapat 3 aspek intensi membeli yang berasal dari aspek-aspek intensi berperilaku dari Ajzen (2005), yaitu sebagai berikut: Sikap konsumen terhadap perilaku membeli Seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya. Sehingga apabila individu yakin perilaku membeli yang dia lakukan akan menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut memiliki sikap yang positif terhadap perilaku membeli, begitupun sebaliknya. Norma subjektif terhadap perilaku membeli

7 Aspek ini berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari referent atau orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Sehingga individu yang yakin bahwa kebanyakan referent akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku membeli, dan adanya motivasi untuk melakukan perilaku membeli pada suatu produk, maka hal ini akan menyebabkan individu tersebut memiliki subjective norm yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk. Kontrol perilaku terhadap perilaku membeli Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktorfaktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu untuk melakukan suatu perilaku. Dalam hal ini, contoh dari faktor-faktor yang memfasilitasi adalah misalnya adanya uang yang dapat digunakan individu untuk membeli suatu produk. Contoh lainnya adalah adanya transportasi dan waktu yang memungkinkan individu untuk membeli suatu produk. Sedangkan contoh faktorfaktor yang menghalangi individu untuk membeli suatu produk adalah tidak adanya dana, waktu dan habisnya suatu produk yang ingin dibeli seseorang. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Membeli Menurut Ajzen, (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan membeli pada konsumen yaitu : a. Faktor Individu

8 Faktor individu terdiri dari lima kategori yaitu sebagai berikut : 1) Sikap Sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu. Intensi membeli dipengaruhi secara kuat oleh sikap terhadap suatu produk. 2) Kepribadian Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda yang dapat mempengaruhi intensi membelinya. Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang terdapat pada seseorang yang menyebabkan respon yang relatif konsisten terhadap lingkungannya (Kotler & Keller, 2012). 3) Nilai Intensi membeli konsumen juga dipengaruhi oleh nilai. Perbedaan nilai yang dianut oleh tiap konsumen akan menyebabkan adanya perbedaan intensi membeli. 4) Emosi Respon individu tidak hanya didasarkan pada pengaruh kognitif dan rasional saja, tetapi juga dipengaruhi oleh emosi (Kotler & Keller, 2012). 5) Intelijensi Intelijensi juga berpengaruh pada intensi membeli konsumen. b. Faktor Sosial Selain faktor individu, faktor sosial juga mempengaruhi intensi membeli, yaitu: 1) Usia dan Jenis Kelamin

9 Perbedaan umur dan jenis kelamin seseorang akan mempengaruhi intensi membeli individu tersebut. 2) Ras dan Etnis Ras dan etnis adalah bagian dari budaya. Perilaku seseorang dipelajari dari lingkungan sekitarnya. Sehingga nilai, persepsi, keinginan dan perilaku antara seseorang yang tinggal pada daerah tertentu dapat berbeda dengan orang lain yang berada di lingkungan yang lain pula (Kotler & Keller, 2012). 3) Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi intensi membeli konsumen. 4) Pendapatan Keadaan ekonomi seseorang juga akan mempengaruhi pilihan produk yang akan dibelinya. Keadaan ekonomi terdiri dari penghasilan, tabungan dan aset, hutang, dan sikap terhadap membelanjakan uang atau menabung (Kotler & Keller, 2012). 5) Agama Agama dipertimbangkan memegang peranan penting terhadap intensi seseorang. c. Faktor Informasi 1) Pengalaman Salah satu aspek dalam intensi membeli adalah kontrol perilaku. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku. 2) Pengetahuan Pengetahuan juga berperan dalam intensi membeli konsumen. Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan di dalam memori dan meliputi

10 aturan-aturan yang luas mengenai ketersediaan dan karakteristik dari suatu produk, dimana membeli suatu produk dan bagaimana menggunakan suatu produk (Engel, et al, 1995). 3) Paparan Media Paparan media mempengaruhi intensi membeli konsumen pada suatu produk. B. Desain Botol Parfum 1. Definisi Produk Produk adalah sesuatu yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen (Ulrich & Eppinger, 2008). Suatu produk yang ditawarkan kepada konsumen bertujuan untuk memperoleh pendapatan (income) melalui sistem perdagangan umum yang berlaku (Yuty, 2008). Produk yang ditawarkan kepada konsumen dapat berbentuk objek fisik maupun jasa (Wentz, 1996). Menurut Jain (2001), produk adalah sekumpulan atribut yang memuaskan kebutuhan konsumen. Sedangkan menurut Kotler & Keller (2012), produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen. Produk yang dipasarkan bisa berupa barang fisik, jasa, pengalaman, tempat, infomasi, ide, dan organisasi. Dengan demikian, konsep produk tidak hanya terbatas pada objek fisik saja, tetapi termaksuk segala sesuatu yang dapat memuaskan kebutuhan dapat disebut sebagai produk (Kotler & Amstrong, 2001). Jadi, istilah produk adalah sesuatu yang lebih luas dari sekedar barang berwujud atau jasa. Konsumen yang akan memutuskan kejadian apa yang ingin dialaminya, hiburan yang ingin ditontonnya di TV, tempat yang ingin dikunjunginya saat liburan,

11 oganisasi yang akan disumbangnya, dan ide yang akan diikutinya (Kotler & Amstrong, 2001). Dalam penelitian ini, parfum adalah salah satu contoh produk. Berdasarkan uraian di atas, maka produk adalah sesuatu yang ditawarkan perusahaan ke pasar untuk memenuhi berbagai permintaan maupun kebutuhan konsumen dalam rangka memuaskan kebutuhan konsumen tersebut. a. Parfum Kata parfum sendiri berasal dari bahasa latin per fumum yang berarti melalui asap. Riwayat parfum telah ada sejak zaman Mesopotamia kuno sekitar lebih dari 4000 tahun yang lalu. Pada zaman dahulu, orang-orang menggunakan tanaman herbal, rempahrempah dan bunga yang dicampurkan bersama untuk membuat wewangian. Selanjutnya pada pertengahan abad ke-15 parfum mulai dicampur minyak dan alkohol. Meskipun demikian, parfum baru mengalami kemajuan pesat pada abad ke-18 dengan munculnya beragam aroma wewangian dan botol yang indah (Wikipedia, 2011). Penggunaan parfum tertua berasal dari pembakaran dupa dan herbal yang digunakan dalam kegiatan keagamaan, campuran getah pohon, dan kemenyan yang dikumpulkan dari pohon. Bangsa Mesir adalah yang pertama sekali memasukkan parfum dalam budaya mereka. Diikuti oleh bangsa Cina kuno, Hindu, Israel, Carthaginians, Arab, Yunani, dan Roma (Hickey, 2010). 2. Desain a. Definisi Desain Menurut Kotler & Keller (2012), desain adalah sejumlah fitur-fitur yang berdampak pada bagaimana suatu produk terlihat, dirasakan, dan berfungsi pada

12 konsumen. Desain merujuk pada pengorganisasian berbagai elemen dalam kemasan (Kotler & Amstrong, 2001). Hal tersebut senada dengan definisi yang dikemukakan oleh Eames (dalam Morris, 2009), yaitu desain adalah sebuah rencana dalam menyusun elemen-elemen terbaik yang digunakan untuk menyempurnakan sesuatu dengan tujuan tertentu. Desain dipahami sebagai alat persaingan yang ampuh untuk meningkatkan nilai suatu produk (Stokholm, 2003). Desain juga dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas luas dari inovasi desain dan teknologi yang digagaskan, dibuat, dipertukarkan (melalui transaksi jual-beli) dan fungsional. Desain merupakan hasil kreativitas budidaya manusia yang diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, yang memerlukan perencanaan, perancangan maupun pengembangan desain, yaitu mulai dari tahap menggali ide atau gagasan, dilanjutkan dengan tahapan pengembangan, konsep perancangan, sistem dan detail, pembuatan prototype dan proses produksi, evaluasi, dan berakhir dengan tahap pendistribusian. Jadi dapat disimpulkan bahwa desain selalu berkaitan dengan pengembangan ide dan gagasan, pengembangan teknik, proses produksi serta peningkatan pasar (Wardani, 2003). Berdasarkan uraian di atas, maka desain adalah suatu pengembangan ide dan gagasan yang dilakukan secara sadar pada sejumlah fitur-fitur yang berdampak pada bagaimana suatu produk terlihat, dirasakan, dan berfungsi pada konsumen. b. Peran Desain Produk Menurut Bagas (dalam Wardani, 2003), untuk menilai suatu hasil akhir dari produk sebagai kategori nilai desain yang baik biasanya ada tiga unsur yang mendasarinya, yaitu fungsional, estetika, dan ekonomi. Kriteria pemilihannya adalah

13 function and purpose, utility and economic, form and style, image and meaning. Unsur fungsional dan estetika sering disebut fit-form-function, sedangkan unsur ekonomi lebih dipengaruhi oleh harga dan kemampuan daya beli masyarakat. Desain yang baik berarti mempunyai kualitas fungsi yang baik, tergantung pada sasaran dan filosofi mendesain pada umumnya, bahwa sasaran berbeda menurut kebutuhan dan kepentingannya, serta upaya desain berorientasi pada hasil yang dicapai, dilaksanakan dan dikerjakan seoptimal mungkin. Ada sejumlah alasan mengapa desain suatu produk dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk. Desain suatu produk menentukan kesan pertama konsumen terhadap produk dan dapat mengkomunikasikan manfaat produk tersebut secara cepat. Selain itu, tampilan suatu produk dapat meningkatkan nilai produk itu sendiri karena banyak konsumen memilih membeli produk yang terlihat estetis (Schoorman & Cruesen, 2005). Schoorman & Cruesen (2005), membagi peran desain produk menjadi enam, yaitu sebagai berikut: 1. Communication of aesthetic Nilai estetika dari suatu produk berkaitan dengan kesenangan yang didapat dari melihat produk, tanpa mempertimbangkan kegunaan produk tersebut. Ketika produk alternatif lain memiliki fungsi dan harga yang hampir sama, konsumen akan memilih produk yang menarik bagi mereka secara estetis. Beberapa penelitian telah menentukan sifat-sifat dari suatu produk yang berhubungan dengan estetika, salah satunya adalah warna suatu produk. 2. Symbolic

14 Penampilan suatu produk dapat mengkomunikasikan pesan produk tersebut. Sebuah produk misalnya dapat terlihat ceria, membosankan, mahal, dan kekanakan. 3. Functional Nilai fungsional dari suatu produk berkaitan dengan fungsi kegunaan produk yang ditunjukkan. Kegunaan suatu produk bisa langsung terlihat jelas dari penampilannya. Contohnya adalah adanya pegangan pada sebuah produk menunjukkan bahwa produk tersebut mudah dibawa. 4. Ergonomic product information Nilai ergonomis suatu produk membutuhkan suatu penyesuaian produk tersebut dengan kualitas manusia. Secara teknik, fungsi ergonomis suatu produk dapat diimplementasikan pada sebuah produk dengan cara membuat produk menjadi mudah digunakan. Hal ini mencakup aspek emosional dalam hal tidak adanya rasa frustasi ketika menggunakan suatu produk dan produk tersebut memberikan pengalaman penggunaan yang menyenangkan. Konsumen dapat membentuk kesan tentang kemudahan penggunaan suatu produk atas dasar penampilan produk tersebut. 5. Attention drawing Mendapatkan perhatian konsumen adalah langkah awal bagi suatu produk yang memungkinkan konsumen untuk membeli suatu produk. Atensi adalah pembagian kapasitas pengolahan informasi pada suatu stimulus. Secara umum, kemampuan suatu produk dalam menarik perhatian konsumen dapat ditingkatkan melalui ukuran ataupun penggunaan warna yang cerah. 6. Categorization

15 Konsumen menggunakan tampilan produk untuk mengkategorisasikan suatu produk. Contohnya adalah, bentuk umum produk sabun mandi padat adalah berbentuk kotak. c. Desain Botol Parfum Sejarah awal disain kemasan produk dimulai dari adanya kebutuhan manusia untuk memiliki barang. Sejak tahun 8000 SM material-material alami seperti anyaman rumput dan kain, kulit pohon, daun, kerang, kerajinan tanah liat, dan peralatan kaca yang kasar digunakan sebagai peti kemas untuk menyimpan barang. Sayur labu yang berongga dan kandung kemih binatang mengilhami bentuk botol kaca, dan kulit binatang serta daun merupakan asal muasal kantung kertas dan pembungkus plastik (Klimchuk & Krasovec, 2007). Menurut Cenadi (2000), kunci utama untuk membuat sebuah desain kemasan yang baik adalah kemasan tersebut harus sederhana, fungsional dan menciptakan respons emosional positif yang secara tidak langsung berkata, Belilah Saya. Kemasan harus dapat menarik perhatian secara visual, emosional dan rasional. Sebuah desain kemasan yang bagus memberikan sebuah nilai tambah terhadap produk yang dikemasnya. Menurut penelitian, dari seluruh kegiatan penginderaan manusia, 80% adalah penginderaan melalui penglihatan atau kasatmata (visual). Karena itulah, unsur-unsur grafis dari kemasan antara lain: warna, bentuk, merek, ilustrasi, huruf dan tata letak merupakan unsur visual yang mempunyai peran terbesar dalam proses penyampaian pesan secara kasatmata (visual communication).

16 Agar berhasil, maka penampilan sebuah kemasan harus mempunyai daya tarik. Daya tarik pada kemasan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu daya tarik visual (estetika) dan daya tarik praktis (fungsional) (Cenadi, 2000). 1. Daya tarik visual (estetika) Daya tarik visual mengacu pada penampilan kemasan. Semua unsur grafis pada tampilan kemasan tersebut dikombinasikan untuk menciptakan suatu kesan dan dapat memberikan daya tarik visual secara optimal. Daya tarik visual sendiri berhubungan dengan faktor emosi dan psikologis yang terletak pada bawah sadar manusia. Sebuah desain yang baik harus mampu mempengaruhi konsumen untuk memberikan respons positif tanpa disadarinya. Sering terjadi konsumen membeli suatu produk yang tidak lebih baik dari produk lainnya walaupun harganya lebih mahal. Dalam hal ini dapat dipastikan bahwa terdapat daya tarik tertentu yang mempengaruhi konsumen secara psikologis tanpa disadarinya. 2. Daya tarik praktis (fungsional) Daya tarik praktis merupakan efektivitas dan efisiensi suatu kemasan yang ditujukan kepada konsumen maupun distributor. Misalnya, untuk kemudahan penyimpanan atau pemajangan produk. Beberapa daya tarik praktis lainnya yang perlu dipertimbangkan antara lain : Dapat melindungi produk. Mudah dibuka atau ditutup kembali untuk disimpan. Porsi yang sesuai untuk produk makanan atau minuman. Dapat digunakan kembali. Mudah dibawa, dijinjing atau dipegang.

17 Memudahkan pemakai untuk menghabiskan isinya dan mengisi kembali dengan jenis produk yang dapat diisi ulang. Botol parfum sendiri pertama kali digunakan oleh bangsa Mesir sekitar tahun 1000 SM. Saat itu, bangsa Mesir telah menemukan kaca, dan botol parfum adalah salah satu yang paling umum digunakan dengan menggunakan material kaca (Hickey, 2010). Menurut Bolan (dalam Pfeiffer, 2008) kaca dianggap sebagai kemasan yang ideal yang dapat menjadi daya tarik dan juga indah. Selain itu, kaca dapat mengkomunikasikan kualitas sebenarnya dari suatu produk dan menunjukkan kemewahan produk tersebut. Meskipun bahan kaca mahal dibandingkan dengan bahan kemasan lain, tetapi kaca dapat memberikan kemewahan pada suatu produk, sehingga biaya dari kaca dapat diimbangi oleh kemampuannya dalam meningkatkan penjualan. Pada akhirnya desain kemasan suatu produk berfungsi dalam memasarkan produk dengan mengkomunikasikan kepribadian atau fungsi produk konsumsi secara unik (Klimchuk & Krasovec, 2007). C. Pengaruh Desain Botol Parfum Terhadap Intensi Membeli Menurut penelitian Borgave & Chaudari (2010), konsumen menjadi lebih percaya diri dan merasakan kesenangan saat menggunakan parfum. Dari hasil penelitian tersebut juga didapat bahwa wangi parfum adalah alasan utama konsumen memilih parfum yang akan mereka gunakan. Tetapi selain wangi parfum, desain botol parfum juga berperan sebagai daya tarik parfum yang dapat mempengaruhi pembelian parfum. Hasil penelitian Safiq, Raza, dan Rehman (2011) juga menunjukkan bahwa desain suatu produk berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan intensi membeli konsumen. Intensi membeli merupakan tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan

18 pembelian konsumen. Proses ini akan dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk (need arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer information processing), selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk tersebut. Hasil evaluasi konsumen inilah yang akhirnya memunculkan niat atau intensi untuk membeli (Assael dalam Barata, 2007). Agar sebuah produk bisa dilihat dan dikenali oleh konsumen, suatu produk harus dapat menarik perhatian konsumen terlebih dahulu. Desain kemasan yang terdapat pada suatu produk adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk menarik perhatian konsumen (Wang & Chou, 2010). Desain yang baik dapat memberikan kontribusi dalam hal kegunaan produk dan juga penampilannya. Selain itu, desain yang baik juga dapat menarik perhatian, meningkatkan kinerja produk, memotong biaya produksi, dan memberikan keunggulan bersaing pada produk di pasaran (Kotler & Amstrong, 2001). Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh desain produk yang baik pada kesuksesan penjualan. Bahkan untuk produk industri, penampilan suatu produk memiliki pengaruh terhadap pilihan konsumen terhadap produk tersebut (Schoorman & Cruesen, 2005). Botol produk adalah salah satu elemen dalam tampilan suatu produk. Hasil penelitian Bloch menyatakan bahwa botol suatu produk dapat digunakan untuk menarik perhatian konsumen (Ricardo, 2008). Warna cerah, kemasan yang lebih tinggi, dan bentuk yang tidak biasa dapat digunakan untuk menarik perhatian konsumen dan mempengaruhi pembelian terhadap suatu produk (Hawkins, Mothersbaugh, dan Best,

19 2007). Hal ini menunjukkan bahwa penampilan fisik dan tekstur dari permukaan botol parfum sama pentingnya dengan parfum itu sendiri (Liu, 2003). Penelitian juga menunjukkan bahwa bentuk-bentuk yang tidak biasa dan unik pada suatu produk dipersepsikan oleh konsumen memiliki isi yang lebih banyak daripada saat produk tersebut dikemas dengan bentuk yang khas (Hawkins, et al, 2007). Hal tersebut dikarenakan kebanyakan konsumen yang sibuk tidak berhenti untuk melihat secara rinci terhadap suatu produk. Hal ini membuktikan bahwa kemasan suatu produk adalah faktor penting yang mempengaruhi keputusan membeli konsumen (Wang & Chao, 2010). Desain produk dapat menjadi alat promosi yang dapat menarik perhatian konsumen dan telah terbukti dalam meningkatkan jumlah penjualan. Bahkan jika produk tersebut tidak diiklankan, jumlah penjualan dapat terus tumbuh dengan baik karena kemasannya (Wang & Chao, 2010). E. Hipotesis Berdasarkan teori-teori yang dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ho : Tidak ada pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli. Ha : Ada pengaruh desain botol parfum terhadap intensi membeli.

BAB I PENDAHULUAN. orang-orang menggunakan tanaman herbal, rempah-rempah dan bunga dan dicampurkan

BAB I PENDAHULUAN. orang-orang menggunakan tanaman herbal, rempah-rempah dan bunga dan dicampurkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parfum adalah produk yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi saat ini aroma parfum yang ditawarkan sudah semakin beragam, baik yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INTENSI Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi 2.1.1 Definisi Intensi Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjek individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Intensi merupakan perkiraan seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Membeli Smartphone Samsung Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Intensi Membeli Smartphone Samsung Pada Mahasiswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Membeli Smartphone Samsung Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Intensi Membeli Smartphone Samsung Pada Mahasiswa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Membeli Smartphone Samsung Pada Mahasiswa 1. Pengertian Intensi Membeli Smartphone Samsung Pada Mahasiswa Menurut Schiffman (dalam Barata, 2007), intensi adalah hal yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kemasan dan desain kemasan telah menjadi faktor penting dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Kemasan dan desain kemasan telah menjadi faktor penting dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Kemasan dan desain kemasan telah menjadi faktor penting dalam memasarkan bermacam-macam produk dan merupakan kunci penting dalam mengkomunikasikan keunggulan produk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI MEMBELI KEMBALI 1. Definisi Intensi Membeli Kembali Sebelum terjadinya suatu perilaku, ada hal yang menjadi prediktor utama dalam menentukan perilaku, yaitu intensi. Hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang A. Teori Planned Behavior BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan oleh Fishbein

Lebih terperinci

PERFUME BOTTLE S DESIGN AND ITS INFLUENCED TO PURCHASING INTENTION IN ADOLESCENTS

PERFUME BOTTLE S DESIGN AND ITS INFLUENCED TO PURCHASING INTENTION IN ADOLESCENTS PERFUME BOTTLE S DESIGN AND ITS INFLUENCED TO PURCHASING INTENTION IN ADOLESCENTS Evy Deliani and Zulkarnain Departemen Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (USU)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana atau Theory of Planned Behavior (selanjutnya disingkat TPB, dikemukakan olehajzen (1991). Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut perangkat komunikasi yaitu ponsel (handphone) bukan lagi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut perangkat komunikasi yaitu ponsel (handphone) bukan lagi menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi komunikasi dan informasi semakin mengalami kemajuan yang pesat. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan tersebut perangkat

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Icek Ajzen dan Martin Fishbein bergabung untuk mengeksplorasi cara untuk memprediksi

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 39 BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI MEMBELI 1. Definisi Intensi Teori perilaku berencana merupakan pendekatan teoritis yang digunakan untuk menjelaskan intensi dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemasaran modern. Bauran pemasaran dapat didefinsikan sebagai serangkaian alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemasaran modern. Bauran pemasaran dapat didefinsikan sebagai serangkaian alat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bauran Pemasaran Bauran pemasaran merupakan salah satu konsep utama dalam dunia pemasaran modern. Bauran pemasaran dapat didefinsikan sebagai serangkaian alat pemasaran taktis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian Gartner (2009), pasar komputer di seluruh dunia mengalami. produk komputer dewasa ini ialah komputer tablet.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian Gartner (2009), pasar komputer di seluruh dunia mengalami. produk komputer dewasa ini ialah komputer tablet. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelian merupakan perilaku konsumen yang diaplikasikan dalam berbagai hal, termasuk pada bidang teknologi. Salah satu produk teknologi yang banyak dibeli konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat ketat bagi para pelaku bisnis, sehingga berdampak pada adanya tuntutan bagi setiap manajemen perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan dapat membeli suatu secara online. Seiring dengan. pintar, akses internet yang mudah dan praktis, kini berbelanja online

BAB I PENDAHULUAN. bahkan dapat membeli suatu secara online. Seiring dengan. pintar, akses internet yang mudah dan praktis, kini berbelanja online BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Internet telah signifikan memainkan peran dalam kehidupan kita sehari-hari dimana seseorang bisa berbicara melalui internet antara berbagai wilayah, mendapat informasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya teknologi informasi yang semakin pesat ini, menimbulkan pemikiran baru bagi pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya agar dapat bersaing dengan pelaku

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menganalisis tentang preferensi konsumen terhadap paket wisata Kusuma Agrowisata. Kerangka pemikiran teoritis disusun berdasarkan penelusuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran Pemasaran adalah proses untuk merencanakan dan melaksanakan perancangan, penetapan harga, promosi, dan distribusi dari ide, barang, dan layanan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat dewasa ini telah membuat kehidupan banyak masyarakat menjadi lebih mudah. Dalam beberapa tahun belakangan ini, internet merupakan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. teknologi, dan perubahan gaya hidup manusia modern, maka jenis dan tingkat

LANDASAN TEORI. teknologi, dan perubahan gaya hidup manusia modern, maka jenis dan tingkat II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Kegiatan pemasaran adalah kegiatan penawaran suatu produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena mengenai perilaku konsumen dapat di lihat dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena mengenai perilaku konsumen dapat di lihat dalam kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena mengenai perilaku konsumen dapat di lihat dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu dari perilaku konsumen tersebut adalah prilaku membeli. Seperti yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen dalam melakukan pembelian selalu berusaha dipahami oleh pemasar demi mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan dan diinginkan konsumen pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen Menurut Kotler dan Keller (2009:213) Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal.

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan produk saat ini merupakan sebuah dampak dari semakin banyak dan kompleksnya kebutuhan manusia. Dengan dasar tersebut, maka setiap perusahaan harus memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh setelah penyentuhan sel telur dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunitas Berkaitan dengan kehidupan sosial, ada banyak definisi yang menjelaskan tentang arti komunitas. Tetapi setidaknya definisi komunitas dapat didekati melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen Theory of planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1980; Fishbein

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Konsumen Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam memproduksi dan meyalurkan barang-barang dan jasa. Dalam masyarakat industri yang sudah maju, seperti

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha Fishbein dan Ajzein (Sarwono, 2002) mengembangkan suatu teori dan metode untuk memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perilaku Konsumen Pemahaman tentang perilaku konsumen berkaitan dengan segala cara yang dilakukan orang untuk mendapatkan barang konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Keputusan Pembelian. akan dikemukakan definisi mengenai keputusan membeli menurut para ahli.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Keputusan Pembelian. akan dikemukakan definisi mengenai keputusan membeli menurut para ahli. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Keputusan Pembelian 1. Pengertian Keputusan Membeli Untuk mendapat gambaran mengenai keputusan membeli, berikut ini akan dikemukakan definisi mengenai keputusan membeli menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. membeli (Rahmah, 2011). Dalam hal ini adalah perilaku membeli Samsung smart

BAB II LANDASAN TEORI. membeli (Rahmah, 2011). Dalam hal ini adalah perilaku membeli Samsung smart BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Membeli Intensi membeli adalah motivasi atau keinginan yang menunjukkan adanya usaha atau kesiapan seseorang untuk menampilkan perilaku membeli. Semakin besar intensi seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keras untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Dalam persaingan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. keras untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Dalam persaingan yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketatnya persaingan antar perusahaan membuat produsen harus berfikir lebih keras untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Dalam persaingan yang semakin kompetitif ini

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen Terhadap Pembelian Produk Aqua (Studi pada Masyarakat Desa Slimbung Kecamatan Ngadiluwih

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA

BAB II TUJUAN PUSTAKA BAB II TUJUAN PUSTAKA A. INTENSI 1. Definisi Intensi Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk BAB II LANDASAN TEORI A. Proses Pengambilan Keputusan Membeli Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. khususnya adalah bisnis baru yang mendatangkan keuntungan (Uddin & Bose,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. khususnya adalah bisnis baru yang mendatangkan keuntungan (Uddin & Bose, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Kewirausahaan Kewirausahaan adalah praktek dalam memulai suatu organisasi, lebih khususnya adalah bisnis baru

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengambilan keputusan membeli merupakan suatu proses pemecahan masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Pengambilan keputusan membeli merupakan suatu proses pemecahan masalah BAB II LANDASAN TEORI A. TIPE PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMBELI 1. Pengertian Pengambilan Keputusan Membeli Pengambilan keputusan membeli merupakan suatu proses pemecahan masalah (John Dewey dalam Engel, Blackwell

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Tujuan

BAB II LANDASAN TEORI. memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Tujuan BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Tujuan pemasaran yaitu membuat agar penjualan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan dasar-dasar teori dari berbagai penjelasan para ahli yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengkajian terhadap fenomena ataupun

Lebih terperinci

HARGA DIRI DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PADA MAHASISWI JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

HARGA DIRI DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PADA MAHASISWI JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS HARGA DIRI DAN INTENSI MEMBELI PRODUK FASHION PADA MAHASISWI JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS Kartika Prasetyaningtyas, Endang Sri Indrawati Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl.

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parfum merupakan suatu produk yang tidak asing lagi bagi kehidupan manusia saat ini. Jenis parfum yang ditawarkan sangat beragam baik yang dikhususkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan teknologi di era globalisasi saat ini mengalami peningkatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan teknologi di era globalisasi saat ini mengalami peningkatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Peningkatan teknologi di era globalisasi saat ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan dilihat dari minat masyarakat yang lebih memutuskan melakukan pembelian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2002) memberikan definisi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengertian produk menurut Kotler & Armstrong (2001, p346) adalah segala

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengertian produk menurut Kotler & Armstrong (2001, p346) adalah segala BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Produk Pengertian produk menurut Kotler & Armstrong (2001, p346) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. Para pemasar mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara

BAB II KERANGKA TEORITIS. Para pemasar mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Perilaku Konsumen Setiap manusia mempunyai karakter dan kepribadian yang berbeda dengan orang lain, sehingga menghasilkan perilaku yang berbeda pula dalam membelanjakan uangnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan penjualan. Pemasar perlu memiliki strategi pemasaran agar

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan penjualan. Pemasar perlu memiliki strategi pemasaran agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keputusan pembelian oleh konsumen merupakan sasaran utama pemasar dalam menciptakan penjualan. Pemasar perlu memiliki strategi pemasaran agar konsumen mengambil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini, akan dijelaskan beberapa hal mengenai definisi kontrol diri, aspek kontrol diri, faktor yang mempengaruhi kontrol diri, definisi perilaku konsumtif, faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

THEORY OF REASONED ACTION

THEORY OF REASONED ACTION THEORY OF REASONED ACTION THEORY OF REASONED ACTION INTRODUCTION Akar teori : Psikologi Sosial Menjelaskan bagaimana dan mengapa sikap mempengaruhi perilaku 1872, Charles Darwin studi tentang sikap terhadap

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses bagi perusahaan akan mengetahui adanya cara dan falsafah yang terlibat didalamnya. Cara dan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang perilaku berpindah merek telah dilakukan oleh Purwanto Waluyo dan Pamungkas dan Agus Pamungkas (2003) dengan judul Analisis Perilaku Brand

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Merek Didalam suatu produk yang dijual ke pasar oleh produsen terdapat nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :

Lebih terperinci

BAB II. LANDASAN TEORI

BAB II. LANDASAN TEORI 9 BAB II. LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2011) pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Pengertian Persepsi Ada beberapa pengertian persepsi menurut para ahli, yaitu: Persepsi menurut Pride dan Ferrel dalam Fadila dan Lestari (2013:45), persepsi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN v vii ix 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup Penelitian 7 2 TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah anugrah yang mulia namun ibu rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 jam, selama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang memerlukan

BAB II LANDASAN TEORI. maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang memerlukan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Sehubungan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang memerlukan penjelasan. Dalam

Lebih terperinci

BAB 2 MODEL DAN KERANGKA KERJA PERILAKU KONSUMEN

BAB 2 MODEL DAN KERANGKA KERJA PERILAKU KONSUMEN BAB 2 MODEL DAN KERANGKA KERJA PERILAKU KONSUMEN Dalam bab ini dibahas mengenai model dan kerangka kerja perilaku konsumen yang dikaitkan dengan ruang lingkup perilaku konsumen pada bab sebelumnya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1 Perilaku Konsumen Dalam rangka memasarkan produknya, sangatlah penting bagi pemasar untuk mempelajari perilaku konsumen. Dengan mempelajari perilaku konsumen,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Konsumen 1. Pengertian Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen adalah sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan (perceived) sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan (Amir,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produk 2.1.1 Pengertian Produk Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian,dibeli, dipergunakan, atau dikonsumsi dan dapat memuaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Faktor pribadi Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu: a. Usia dan Tahap Siklus Hidup Seseorang membeli barang dan jasa yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. sebuah produk (Aaker, 1991). Model asli dari ekuitas merek pelanggan

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. sebuah produk (Aaker, 1991). Model asli dari ekuitas merek pelanggan BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Ekuitas Merek Dalam hal ekuitas merek dapat kita pahami bahwa ide utama dari ekuitas merek adalah bahwa kekuatan merek terletak dalam benak konsumen. Ekuitas merek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ukuran iklan (air time untuk media penyiaran), penggunaan warna (spot atau full

BAB II LANDASAN TEORI. ukuran iklan (air time untuk media penyiaran), penggunaan warna (spot atau full BAB II LANDASAN TEORI A. Daya Tarik Iklan Iklan yang disiarkan melalui media televisi haruslah mampu untuk menarik penonton maupun target pasarnya. Selain konsep dan tema iklan yang menarik, sebuah iklan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Banyak ahli yang telah memberikan definisi atas pemasaran ini. Definisi tersebut sering berbeda antara para ahli yang satu dengan ahli yang lain. Perbedaan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Pemasaran Menurut Philip Kotler (2000), pemasaran adalah proses perencanaan pelaksanaan dari perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang-barang,

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Nilai Hedonis Kata hedonis diambil dari bahasa Yunani hedonismos dari akar kata hedone yang artinya kesenangan. Menurut Hrichman dan Holbook (1982) bahwa nilai

Lebih terperinci

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan Penelitian Tujuan Umum 6 6 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kelompok acuan yang dipakai dan pengetahuan terhadap minat beli produk pangan IPB baik pada mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS. Dalam telaah teoritis, dibahas landasan teori dan penelitian terdahulu

BAB II TELAAH TEORITIS. Dalam telaah teoritis, dibahas landasan teori dan penelitian terdahulu BAB II TELAAH TEORITIS Dalam telaah teoritis, dibahas landasan teori dan penelitian terdahulu sebagai acuan dasar teori dan analisis. Dalam bab ini dikemukakan konsepkonsep tentang citra merek, gaya hidup,

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penjualan Pribadi (Personal Selling) Menurut Kotler (2010: 29), pemasaran adalah suatu proses sosial-manajerial yang membuat seorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Yang Melandasi Permasalahan Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam masalah, maka perlu dikemukakan suatu landasan teori yang bersifat ilmiah. Dalam

Lebih terperinci

Consumer Behavior Lecturers: Mumuh Mulyana Mubara Mumuh Mulyana Mubar k, SE.

Consumer Behavior Lecturers: Mumuh Mulyana Mubara Mumuh Mulyana Mubar k, SE. Consumer Behavior Sessi Consumer Behavior Lecturers: Mumuh Mulyana Mubarak, SE. 2 1 Model Perilaku Engel et. al. 1994 Pengambilan Keputusan Konsumen Pengaruh Lingkungan Perbedaan Individu Proses keputusan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsumen dan Perilaku Konsumen Menurut Sumarwan (2002), konsumen terdiri dari dua jenis yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di

BAB II LANDASAN TEORI. skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di BAB II LANDASAN TEORI Perdagangan Internasional Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain. Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala bisnis

Lebih terperinci

PENGARUH INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION TERHADAP EKUITAS MEREK BERDASARKAN REAKSI PELANGGAN PT SEMEN BATURAJA(PERSERO) TBK

PENGARUH INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION TERHADAP EKUITAS MEREK BERDASARKAN REAKSI PELANGGAN PT SEMEN BATURAJA(PERSERO) TBK PENGARUH INTEGRATED MARKETING COMMUNICATION TERHADAP EKUITAS MEREK BERDASARKAN REAKSI PELANGGAN PT SEMEN BATURAJA(PERSERO) TBK Nama NPM Program study Konsentrasi Dosen : KGS.M.Fajri Wijaya : 2012510077P

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Minat Beli Ulang Hal yang penting bagi perusahaan adalah mempengaruhi pelanggan agar mereka mengambil keputusan untuk membeli produk atau jasa yang disediakan. Pembelian sebagai

Lebih terperinci

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 oleh : Yoga Adi Prabowo (190110080095) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Golput atau golongan putih merupakan suatu

Lebih terperinci

ASTIA CHOLIDA ABSTRAK

ASTIA CHOLIDA ABSTRAK STUDI MENGENAI INTENSI MENGGUNAKAN KEMASAN AIR MINUM PAKAI ULANG SEBAGAI PERILAKU RAMAH LINGKUNGAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN ASTIA CHOLIDA ABSTRAK Kebutuhan air minum adalah

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Konsumsi dan Konsumen Konsumsi berasal dari bahasa Belanda consumptie. Pengertian konsumsi secara tersirat dikemukakan oleh Holbrook

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu fungsi pokok yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemasaran adalah fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemasaran adalah fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2009:6) : Pemasaran adalah fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Merek 2.1.1 Pengertian Citra Merek Citra merek dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat suatu merek dari produk tertentu.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Sebagaimana diketahui bahwa merek merupakan pembeda antar satu produk dengan produk

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Sebagaimana diketahui bahwa merek merupakan pembeda antar satu produk dengan produk 11 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Merek (Brand) Sebagaimana diketahui bahwa merek merupakan pembeda antar satu produk dengan produk lainnya. Kita menyimpan memori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Jayanti dkk. (2013) Green consumer behavior merupakan perilaku

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Jayanti dkk. (2013) Green consumer behavior merupakan perilaku BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Green Consumer Behavior Menurut Jayanti dkk. (2013) Green consumer behavior merupakan perilaku konsumen yang dalam setiap tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok merupakan salah satu penyebab yang menimbulkan munculnya berbagai penyakit dan besarnya angka kematian. Hal ini wajar, mengingat setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibukota negara Indonesia. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi, yaitu: Jakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Definisi Perilaku Konsumtif Perilaku konsumtif adalah sebagai bagian dari aktivitas atau kegiatan mengkonsumsi suatu barang dan jasa yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Kegiatan pemasaran merupakan salah satu dari hal terpenting bagi perusahaan untuk membantu organisasi mencapai tujuan utamanya adalah mendapatkan laba atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perilaku Konsumen 1.2.1 Perilaku Konsumen Menurut Pater dan Olson (2013:6), perilaku konsumen sebagai dinamika interaksi antara pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perilaku Konsumen dan Proses Keputusan Pembelian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perilaku Konsumen dan Proses Keputusan Pembelian 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemasaran Menurut Kotler (1999:4), pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dengan mana seseorang atau kelompok memperoleh apa yang dibutuhkan dan inginkan melalui penciptaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penulis dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis untuk penyusunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penulis dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis untuk penyusunan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai tolak ukur dan acuan untuk menyelesaikannya, penelitian terdahulu memudahkan penulis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. Strategi Pertumbuhan Pertumbuhan perusahaan tidak saja memiliki potensi pangsa pasar untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan, tetapi juga mampu meningkatkan vitalitas perusahaan

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori Teori Kemasan. 1. Sejarah Kemasan

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori Teori Kemasan. 1. Sejarah Kemasan BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1 Landasan Teori 4.1.1 Teori Kemasan 1. Sejarah Kemasan Sejarah desain kemasan berkaitan dengan setiap aspek perubahan budaya manusia. Perkembangan teknologi, material, produksi,

Lebih terperinci