BAB II TUJUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TUJUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TUJUAN PUSTAKA A. INTENSI 1. Definisi Intensi Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku tertentu. Chaplin (1999) menyatakan bahwa intensi merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu. Intensi menurut Corsini (2002) adalah keputusan bertindak dengan cara tertentu, atau dorongan untuk melakukan suatu tindakan, baik itu secara sadar atau tidak sadar. Menurut Sudarsono (1993) menyatakan intensi adalah niat, tujuan, keinginan untuk melakukan sesuatu, mempunyai tujuan. Horton (1984) mengatakan bahwa intensi terkait dalam 2 hal yang saling berhubungan yaitu, kecenderungan untuk membeli dan rencana dari keputusan membeli. Jadi intensi berhubungan dengan perilaku. Individu melakukan perilaku tersebut, apabila ia benar-benar ingin melakukannya untuk membentuk intensi. Ajzen (2005), menyatakan bahwa intensi adalah indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan digunakan untuk melakukan perilaku. Menurut Theory of Planned Behavioral, intensi untuk melakukan suatu perilaku merupakan prediktor paling kuat bagi munculnya perilaku tersebut. Menurut Ajzen (1991) yang menjadi 13

2 faktor utama dalam theory of planned behavior ini adalah intensi seseorang untuk memunculkan suatu perilaku. Berdasarkan theory of planned behavior, intensi adalah fungsi dari tiga penentu utama, pertama adalah faktor personal dari individu tersebut, kedua bagaimana pengaruh sosial, dan ketiga berkaitan dengan kontrol yang dimiliki individu (Ajzen, 2005). Berdasarkan uraian diatas, maka intensi adalah suatu keputusan atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu perilaku tertentu baik secara sadar atau tidak. 2. Aspek-aspek Intensi Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) intensi memiliki empat aspek, yaitu: 1. Sasaran (Target): yaitu sasaran yang ingin dicapai jika menampilkan suatu perilaku. 2. Action: merupakan suatu tindakan yang mengiringi munculnya perilaku. 3. Context: mengacu pada situasi yang akan memunculkan perilaku. 4. Time (waktu): yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau jangka waktu yang tidak terbatas. 14

3 3. Faktor- faktor Intensi Ajzen (2005) mengemukakan intensi merupakan fungsi dari tiga faktor, yaitu: 1. Faktor Personal merupakan sikap individu terhadap perilaku berupa evaluasi positif atau negatif terhadap perilaku yang akan ditampilkan. 2. Faktor sosial diistilahkan dengan kata norma subjektif yang meliputi persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku. 3. Faktor kendali yang disebut perceived behavioral control yang merupakan perasaan individu akan mudah atau sulitnya menampilkan perilaku tertentu. Menurut Ajzen (2005) ketiga faktor yaitu sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control dapat memprediksi intensi individu dalam melakukan perilaku tertentu. Hubungan antara intensi dan ketiga faktor yang mempengaruhinya dapat dilihat dalam gambar 1. Gambar 1. Teori Planned Behavior 15

4 Umumnya seseorang menunjukkan intensi terhadap suatu perilaku jika mereka telah mengevaluasinya secara positif, mengalami tekanan sosial untuk melakukannya, dan ketika mereka percaya bahwa mereka memiliki kesempatan dan mampu untuk melakukannya. Sehingga dengan menguatnya intensi seseorang terhadap perilaku tersebut, maka kemungkinan individu untuk menampilkan perilaku juga semakin besar (Ajzen, 2005). Apabila ketika control diri mereka lebih besar dalam memiliki kesempatan dan mampu untuk melakukannya akan langsung mempengaruhi ke perilaku mereka. B. Sikap 1. Definisi Sikap Menurut Allport sikap merupakan suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang yang didalamnya terdapat pengalaman individu yang akan mengarahkan dan menentukan respon terhadap berbagai objek dan situasi ( Sarwono, 2009). Sikap merupakan penyataan atau pertimbangan evaluatif mengenai objek, orang, atau peristiwa (Robin, Amaliah 2008). Del & David (2007) sikap merupakan cara seseorang unuk berfikir, merasakan, dan tindakan untuk berperilaku dengan cara yang tetap menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu. Petty & Cacippo mengatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat oleh manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu tersebut (Azwar, 2007). Menurut Ajzen (2005) sikap merupakan suatu evaluasi untuk merespon secara positif ataupun negatif. Secara umum, semakin seseorang tersebut memiliki 16

5 evaluasi bahwa suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi positif maka seseorang akan cenderung bersikap favorable terhadap perilaku tersebut, sebaliknya semakin seseorang yang memiliki evaluasi negatif maka seseorang akan cenderung bersikap unfavorble terhadap perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Ajzen (2005) sikap merupakan evaluasi individu baik positif maupun negatif terhadap objek sikap berupa benda institusi, orang, kejadian, perilaku, maupun minat tertentu. Sikap ditentukan dari evaluasi seseorang mengenai konsekuensi suatu perilaku yang diasosiasikan dengan suatu perilaku, dengan melihat kuatnya hubungan antara konsekuensi tersebut dengan suatu perilaku. Maka dapat disimpulkan bahwa jika seseorang memiliki belief yang kuat bahwa suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi yang positif, maka sikap terhadap perilaku tersebut akan positif. Akan tetapi jika belief terhadap perilaku tersebut negatif, maka sikap yang terbentuk terhadap suatu perilaku tersebut akan negatif. Berdasarkan uraian diatas, maka sikap adalah evaluasi konsumen terhadap suatu keyakinan yang secara positif atau negatif terhadap suatu objek. 2. Aspek Sikap Ajzen (2005) sikap terhadap perilaku diartikan sebagai derajat penilaian positif atau negatif individu terhadap perilaku. Berdasarkan theory of planned behavior, sikap seseorang terhadap perilaku diperoleh dari beberapa aspek, yaitu: 1. Behavioral belief Behavioral belief merupakan belief individu akan konsekuensi yang dihasilkan apabila seseorang menampilkan suatu perilaku tertentu. 17

6 2. Outcome evaluation Outcome evaluation merupakan evaluasi individu terhadap konsekuensi atau hasil dari perilaku yang ditampilkan. Individu yang yakin bahwa dengan menampilkan suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi yang positif, akan memiliki kecenderungan yang besar untuk melakukan perilaku tersebut. berikut ini : Hubungan kedua aspek diatas dapat digambarkan dalam persamaan Persamaan diatas menjelaskan bahwa perilaku yang merupakan hasil kali dari merupakan sikap terhadap suatu sebagai behavioral belief dan sebagai evaluation of outcome. Jadi, individu yang percaya bahwa sebuah perilaku dapat menghasilkan outcome yang positif maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif terhadap sebuah perilaku, begitu juga sebaliknya. C. Norma Subjektif 1. Definisi Norma Subjektif Norma merupakan harapan bersama tentang bagaimana seseorang harus berperilaku dalam kelompok (Burn, 2004). Baron & Byrne (2002) menyatakan bahwa norma subjektif adalah persepsi individu tentang apakah orang lain akan menerima, mendukung atau mewujudkan tindakan tersebut. Norma subjektif 18

7 didefinisikan merupakan pengaruh orang lain yang penting. Hal ini dipersepsikan sebagai sesuatu yang dipikirkan orang lain yang penting (important person) yang harus dilakukan orang tersebut dengan perilaku tertentu (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995). Ajzen (2005) mengatakan norma subjektif sebagai persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk menampilakan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Norma subjektif diartikan sebagai persepsi individu tentang tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku (Ajzen, 2005). Norma subjektif merupakan fungsi yang didasarkan oleh belief yang disebut normative belief, yaitu belief mengenai setuju dan tidak setuju yang berasal dari referent atau orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu (significant others) seperti orang tua, pasang, teman dekat, rekan kerja atau lainnya terhadap suatu perilaku (Ajzen, 2005). Ketika seseorang ingin menampilkan perilaku, maka ia akan menyesuaikan perilaku tersebut dengan norma kelompoknya sehingga kecenderungan untuk menampilkan perilaku akan semakin besar jika kelompok bisa menerima perilaku tersebut. Kelompok ini bisa saja berupa orangtua, saudara, teman dekat, dan orang yang berkaitan dengan perilaku tersebut. 2. Aspek Norma Subjektif Norma Subjektif diartikan sebagai dukungan orang-orang terdekat untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku (Ajzen, 2005). Norma subjektif ditentukan oleh dua aspek yaitu: 19

8 1. Normative belief (keyakinan normatif) Normative belief adalah keyakinan seseorang mengenai setuju atau tidak setuju yang berasal dari referent. Referent merupakan orang atau kelompok sosial yang sangat berpengaruh bagi seseorang baik itu orang tua, pasangan (istrri atau suami), teman dekat, rekan kerja dan lain-lain tergantung pada tingkah laku yang dimaksud. Keyakinan normatif (normative belief) berasal dari keyakinan seseorang mengenai orang-orang terdekatnya (significant others) yang mendukung atau menolak pada tampilan perilaku tersebut. Keyakinan normatif didapat dari significant others tentang apakah individu perlu, harus, atau dilarang melakukan perilaku tertentu dan dari seseorang yang berhubungan langsung dengan perilaku tersebut. 2. Motivation to comply (keinginan untuk mengikuti) Motivation to comply adalah motivasi individu untuk menampilkan atau mematuhi perilaku yang diharapkan significant others. Individu yang percaya bahwa significant others menyetujui suatu perilaku, maka ini akan menjadi tekanan sosial bagi individu untuk melakukan perilaku tersebut dan begitu sebaliknya. Hubungan antara dua aspek norma subjektif diatas dapat digambarkan pada persamaan berikut ini : 20

9 Berdasarkan rumus di atas norma subjektif (SN) didapat dari penjumlahan hasil kali dari normative belief dengan motivation to comply. D. Perceived Behavioral Control 1. Definisi Perceived Behavioral control Ajzen (2005) mengatakan perceived behavioral control atau kontrol perilaku sebagai keyakinan atau fungsi mengenai ada atau tidaknya faktor yang mendukung atau tidak mendukung untuk menampilkan perilaku tersebut. Keyakinan ini diperoleh dari pengalaman masa lalu akan tetapi biasanya dipengaruhi oleh informasi sekunder, seperti informasi yang diperoleh dari observasi seseorang dari pengalaman, teman, dan faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi intensitas berperilaku. Maka semakin banyak informasi dan kesempatan seseorang maka semakin kuat kontrol perilaku yang dimiliki. Jadi, kontrol perilaku merupakan persepsi mengenai mampu atau tidak mampu atau bisa atau tidak bisanya seseorang menampilkan perilaku tersebut. Apabila individu merasa banyak faktor yang mendukung dan sedikit faktor yang menghambat untuk dapat melakukan suatu perilaku, maka lebih besar kontrol yang mereka rasakan atas perilaku tersebut, dan begitu juga sebaliknya (Ajzen, 2005). Theory of planned behavior, perceived behavioral control (Ajzen, 2005) akan bersama-sama dengan intensi dapat digunakan secara langsung untuk memunculkan perilaku. Terdapat dua alasan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Yang pertama, intensi untuk memunculkan perilaku akan lebih berhasil jika disertai dengan adanya perceived behavioral control. Yang kedua, adanya 21

10 hubungan langsung antara perceived behavioral control dengan munculnya perilaku, dimana perceived behavioral control dapat digunakan untuk mengukur kontrol aktual. 2. Aspek Perceived Behavioral Control Perceived behavioral control merupakan persepsi individu mengenai mudah atau sulitnya perilaku tersebut dilakukan (Ajzen, 2005). Perceived behavioral control ditentukan oleh dua kombinasi, yaitu (Ajzen, 2005): 1. Control Belief Control belief merupakan keyakinan individu mengenai apakah ia mampu atau tidak mampu untuk memunculkan suatu perilaku. 2. Power of Control belief Power of control belief adalah kekuatan atau keyakinan individu untuk seberapa besar perasaan tersebut mempengaruhi keputusan seseorang untuk memunculkan perilaku tersebut. Hubungan antara dua aspek perceived behavioral control di atas dapat digambarkan dalam persamaan berikut : Persamaan diatas menunjukkan bahwa PBC dipengaruhi oleh gabungan dari yang merupakan control belief dan yang merupakan power of control yang memfasilitasi atau menghalangi timbulnya perilaku. 22

11 E. Pakaian Bekas Pakaian merupakan barang yang dipakai oleh seseorang seperti baju, celana, dan sebagainya (Uswatun, 2014). Pakaian berfungsi untuk menjaga pemakainya merasa nyaman dari cuaca atau iklim yang panas dan dingin sebagai suatu pelindung tubuh. Pakaian juga sebagai salah satu alat komunikasi kepada masyarakat sebagai status sosial dan gaya hidup. Bekas merupakan benda atau barang yang sudah dipakai oleh orang lain. Menurut kamus Bahasa Indonesia pakaian bekas merupakan pakaian yang sudah pernah dipakai, dan tidak baru lagi (Uswatun, 2014). Karimah (2014) menyatakan bahwa pakaian bekas adalah pakaian yang sudah pernah dipakai sebelumnya dan menjadi salah satu target masyarakat untuk mendapatkan gaya yang berbeda dengan yang lain, biasanya pakaian bekas berasal dari Singapura, Malaysia, Korea, dan Hongkong. Pakaian bekas adalah pakaian yang sudah dipakai sebelumnya oleh orang lain, barang cacat dari pabrik, atau barang yang sudah tidak laku lagi (Virano, Winarto, Andadari, 2008). Aisyah (2003) mengatakan pakaian bekas adalah barang yang dibeli dan dipakai oleh konsumen pertama kemudian dijual kembali kepada konsumen kedua. Pada tahun 1970-an pakaian bekas dijual di Pematang Siantar masyarakat mengenalnya dengan Burjer atau buruk-buruk sian Jerman, pada awal 1980 pakaian bekas dijual di Kabanjahe, Kabupaten Karo. Masyarakat Kabanjahe menyebutnya dengan Kajebo singkatan dari Kabanjahe botik, pada tahun di Kota Medan dikenal dengan Monza singkatan dari Monginsidi Plaza, pada awal 2000-an yang menjual pakaian bekas pindah ke jalan Bintang, 23

12 Perumnas, jalan Pancing, dan jalan Simalingkar, dan pada tahun 2010 tempat menjual pakaian bekas mulai terkenal dengan sebutan Pamela ini merupakan singkatan dari Pajak Melati. Semua barang datang dari Tanjung Balai melalui pelabuhan yang dibungkus dalam bentuk bal. Bal merupakan istilah tempat untuk menyatukan atau mengkumpulkan pakaian bekas yang dibungkus dengan goni platih dan diikat dengan raeat baja. (Komunikasi Personal, EG 3 Juni 2015). Bal merupakan suatu kemasan pakaian bekas import berbentuk segi empat yang memiliki berbagai merek dan kode tergantung jenis pakaian yang dihendaki, bal juga terdiri dari beberapa merek yang menentukan harga dari suatu bahan serta kualitas pakaian yang ada didalamnya (Aisyah, 2003). Khususnya di kota Medan pakaian bekas sudah ada di Indonesia sekitar tahun 1983-an hingga sekarang. Di kota Medan istilah pakaian bekas dikenal dengan sebutan Monza. Monza merupakan singkatan dari Monginsidi Plaza, karena jalan Mongonsidi merupakan tempat pertama kali menjual pakain bekas di kota Medan (Rini, 2013). Pasar Monza ini muncul disaat plaza-plaza di Medan mulai tumbuh subur, di pasar ini ada menjual baju, celana, pakaian dalam, jaket, kaos kaki, tas, sepatu, karpet, dan lain-lain. Barang-barang yang ada di pasar Monza ini berasal dari Jepang, Amerika, Thailand, dan Korea (Yustita, 2013). Barang-barang yang ditawarkan dijual dengan harga yang relatif murah tentu saja dengan kualitas yang tinggi (Yustita, 2013). Jenis yang dijual di Monza beragam dngan ukuran, merek, dan model yang beragam. Pada tahun 1990-an merupakan masa keemasan bagi Monza. Pada saat itu sering ditemukan merek-merek ternama seperti Arrow, 24

13 Crocodile, Bonia, Louis Vitton, Elle, dan Guest yang dijualkan dengan harga cukup murah. Pakaian bekas yang dijual di Monginsidi Plaza mulai surut perlahan-lahan dan mulai bergeser ke Pajak Melati Medan atau yang sering dikenal dengan Pamela (Rini, 2013). Pada tahun 2000-an hingga sekarang Pamela dikenal tempat penjual pakaian bekas atau monza terbesar di kota Medan (Hidayat, 2014). Barang yang dijual di pamela ini sama dengan barang yang dijual di monza dulu, dengan kualitas yang tinggi dan harga yang murah. Pada saat hari pekan setiap hari selasa, jumat, dan minggu pamela ramai dengan konsumen yang mencari pakaian bekas (Hidayat, 2014). Bukan hanya dipajak melati saja, tetapi monza atau pakaian bekas ada juga dijual di sambuh, pajak petisah, jalan simalingkar, dan jalan pancing. Pada hari pekan merupakan hari pembukaan bal. Pakaian bekas yang dikirim dari luar negeri dikirim dan dikemas dalam bentuk bal. Dari uraian diatas, pakaian bekas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pakaian yang sudah dipakai, cacat dari pabrik, atau pakaian yang sudah tidak musim lagi. Pakaian bekas ini berasal dari luar negeri atau pakaian bekas import yang dijual di kota Medan seperti pajak Melati, pajak Petisah, pajak Sambu, jalan Pancing, jalan Simalingkar, dan jalan padang Padang Bulan (depan Pajak USU). 25

14 F. DINAMIKA ANTARA VARIABEL 1. Dinamika Sikap terhadap Intensi Membeli Pakaian Bekas Del dan David (2007) sikap menyatakan cara seseorang untuk berpikir, merasakan, dan tindakan untuk berperilaku dengan cara yang tetap menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu. Sikap merupakan penilaian positif atau negatif, suka atau tidak suka individu terhadap perilaku tertentu. Ajzen (2005) menyatakan sikap merupakan evaluasi individu secara positif ataupun negatif pada benda, situasi, orang, kejadian, perilaku, atau minat. Apabila individu memiliki evaluasi pada suatu perilaku yang positif maka individu akan cenderung favorable terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya apabila individu memilki evaluasi yang negatif maka individu tersebut akan cenderung unfavorable terhadap perilaku tersebut. Sikap akan mempengaruhi intensi individu dalam menampilkan atau tidak memunculkan perilaku tersebut. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Rahmah (2011) yang menyatakan bahwa sikap secara signifikan memberi pengaruh atau sumbangan terhadap intensi membeli referensi kuliah ilegal. Sikap menunjukkan pengaruh yang positif atau tinggi terhadap intensi membeli buku referensi kuliah ilegal, maka semakin banyak minat mahasiswa membeli buku referensi ilegal. Penelitian yang dilakukan oleh Cahayadi (2013) menyatakan bahwa sikap secara parsial berpengaruh positif terhadap niat pedagang pasar untuk memanfaatkan fasilitas pembiayaan pada koperasi jasa keuangan syariah. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Ajzen dan juga didukung oleh hasil penelitian terdahulu, dapat dilihat bahwa sikap memiliki peran dalam 26

15 mempengaruhi intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Jika dikaitkan dengan penelitian ini maka ketika individu memliki sikap yang positif terhadap pakaian bekas maka semakin tinggi intensi individu untuk membeli pakaian bekas. Sebaliknya, semakin negatif sikap individu terhadap pakaian bekas maka semakin rendah intensi individu untuk membeli pakaian bekas. 2. Dinamika Norma Subjektif terhadap Intensi Membeli Pakaian Bekas Ajzen (2005) menyatakan bahwa norma subjektif merupakan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Norma subjektif yang berasal dari significant others atau orangorang terdekat seperti orang tua, pasangan, saudara, serta teman dekat yang akan mempengaruhi intensi individu dalam menampilkan atau tidak menampilkan perilaku. Ajzen (2005) berpendapat norma subjektif ditentukan oleh keyakinan normatif (normative belief) dan keinginan untuk mengikuti (motivation to comply). Apabila individu yakin bahwa significant others mengharapkan atau mendukung perilaku tersebut maka individu akan melakukan perilaku tersebut dan akan termotivasi untuk melakukannya. Sebaliknya apabila individu yakin bahwa significant others tidak mendukung atau tidak menyukai maka individu tidak melakukan perilaku dan akan menjauhi perilaku tersebut. Hasil penelitian Arum dan Mangkunegara, (2010) menyatakan bahwa norma subjektif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi wanita melakukan SADARI (pemeriksaan payudara sendiri), norma subjektif yang lebih memiliki significant others dalam melakukan pemeriksaan payudara sendiri. Penelitian Fausiah, Muis, dan Wahyu (2013) menyatakan bahwa norma subjektif 27

16 memiliki pengaruh yang searah terhadap intensi karyawan untuk berperilaku K3, yang berarti semakin tinggi pengaruhh rujukan sosial di lingkungan kerja unit PLTD PT. PLN (Persero) Sektor Tello maka diharapkan pula semakin tinggin intensi karyawan untuk berperilaku K3. Penelitian Saragih (2014), menunjukkan bahwa norma subjektif terbukti berhubungan dengan intensi melanjutkan program MP2 di Fakultas Psikologi USU. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat dilihat bahwa norma subjektif memiliki peran dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan perilaku. Dalam penelitian ini perilaku membeli pakaian bekas, ketika norama subjektif yang ada disekitar individu mendukung dan menerima untuk membeli pakaian bekas maka semakin tinggi intensi seseorang untuk berperilaku membeli pakaian bekas. Sebaliknya apabila norma subjektif yang ada tidak mendukung dan menerima individu untuk membeli pakaian bekas maka semakin rendah pula intensi individu tersebut dalam membeli pakaian bekas. 3. Dinamika Perceived Behavioral Control terhadap Intensi Intensi Membeli Pakaian Bekas Perceived behaviral control merupakan persepsi individu mengenai keyakinan atau fungsi mengenai ada atau tidaknya faktor yang mendukung atau tidak mendukung untuk menampilkan perilaku tersebut (Ajzen, 2005). Perceived behavioral control ditentukan oleh keyakinan seseorang mengenai faktor pendukung atau penghambat untuk melakukan perilaku tersebut (control beliefs) dan ditentukan oleh seberapa besar faktor kontrol mempengaruhi keputusan 28

17 individu untuk melakukan perilaku atau tidak melakukan perilaku tersebut (Power of control). Semakin banyak faktor yang memfasilitasi untuk menampilkan perilaku seperti kesempatan ataupun sumberdaya, maka semakin besar intensi individu untuk menampilkan perilaku. Dalam penelitian Rahmah (2010) dikatakan bahwa perceived behavioral control memiliki pengaruh yang signifikasi terhadap intensi membeli buku referensi kuliah ilegal. Selain itu penelitian Mas ud (2012) menunjukkan bahwa perceived behavioral control yang dimiliki nasabah bank berpengaruh signifikan dan positif terhadap keinginan menggunakan ATM. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin baik kontrol perilaku yang dipersepsikan nasabah bank terhadap produk layanan bank, maka keinginan untuk menggunakan ATM BCA semakin meningkat. Pratiwi (2014) menunjukkan bahwa perceived behavioral control memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi intensi menggunakan bus Transjakarta pada karyawan Plaza Mandiri yang memiliki kendaraan peribadi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Maradona (2009) menyatakan bahwa perceived behavioral control memiliki hubungan yang positif terhadap intensi kepatuhan pelayanan. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perceived behavioral control berperan dalam mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan atau memunculkan perilaku tersebut. Dalam penelitian ini, individu yang memiliki perceived behavioral control yang tinggi maka seseorang terhadap perilaku membeli pakaian bekas, maka semakin tinggi pula intensi untuk membeli pakaian bekas. Sebaliknya apabila perceived behavioral control individu 29

18 tersebut rendah terhadap perilaku membeli pakaian bekas, maka semakin rendah pula intensi indivudi tersebut untuk membeli pakaian bekas. 4. Dinamika Sikap, Norma Subjektif, Perceived Behavioral Control terhadap Intensi Membeli Pakaian Bekas Corsini (2002) menyatakan intensi adalah keputusan bertindak dengan cara tertentu, atau dorongan untuk melakukan suatu tindakan, baik itu secara sadar atau tidak sadar. Ajzen (2005), yaitu intensi adalah indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan digunakan untuk melakukan perilaku tertentu. Semakin besar intensi seseorang terhadap suatu perilaku, semakin besar juga kemungkinan seseorang untuk melakukan perilaku tersebut. Ajzen (2005) menyatakan terdapat 3 aspek yang mempengaruhi intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku, yaitu sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control. Sikap merupakan evaluasi individu baik itu positif atau negatif mengenai perilaku tertentu. Jika individu memilki sikap yang positif terhadap perilaku maka intensi akan semakin besar untuk dimunculkan oleh perilaku. Norma subjektif merupakan persepsi terhadap dorongan sosial untuk memunculkan suatu perilaku, jika lingkungan sosial individu mendukung untuk memunculkan perilaku maka semakin besar intensi individu memunculkan perilaku tersebut. Perceived behavioral control merupakan keyakinan individu terhadap faktor yang mendukung atau menghalangi perilaku, semakin tinggi faktor pendukung atau semakin rendah faktor yang menghalangi munculnya perilaku maka semakin besar intensi individu dalam menampilkan perilaku tersebut. 30

19 Penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2011) menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi membeli buku secara ilegal pada mahasiswa. Hasil penelitian Arum & Mangkunegara (2010) menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control memiliki pengaruh yang signifikan terhdap intensi wanita melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI). Hasil penelitian Fausiah, Muis, dan Wahyu (2013) menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif, perceived behavioral control memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi karyawan untuk berperilaku K3 di unit PLTB PT PLN (Persero) Sektor Tello wilayah Sulsebaru. Penelitian lain yang dilakukan oleh Maradona (2009) menyatakan bahwa sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control memiliki hubungan positif terhadap intensi kepatuhan pelayanan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control memiliki peran dalam intensi individu dalam melakukan suatu perilaku. Dimana dalam penelitian ini akan melihat intensi individu membeli pakaian bekas. Semakin positif sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control yang positif terhadap perilaku membeli pakaian bekas, maka intensi individu tersebut akan semakin tinggi untuk membeli pakaian bekas, dan sebaliknya apabila semakin negatif sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap membeli pakaian bekas, maka semakin rendah pula intensi individu untuk membeli pakaian bekas. 31

20 G. HIPOTESIS Hipotesis utama dalam penelitian ini adalah sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control secara bersama-sama berperan menjadi prediktor positif terhadap intensi membeli pakaian bekas. Hipotesis tambahan dalam penelitian ini yaitu: 1. Sikap berpersan secara signifikan terhadap intensi membeli pakaian bekas. Semakin positif sikap individu terhadap perilaku membeli pakaian bekas, maka semakin tinggi intensi individu tersebet untuk membeli pakaian bekas. Sebaliknya, apabila semakin negatif sikap individu terhadap perilaku membeli pakaian bekas, maka semakin rendah pula intensi individu untuk membeli pakaian bekas. 2. Norma subjektif berperan secara signifikasi terhadap intensi membeli pakaian bekas. Semakin banyak dukungan dari sekitar orang-orang yang berada disekitar individu untuk membeli pakaian bekas, maka semakin kuat intensi invidu untuk membeli pakaian bekas. 3. Perceived behavioral control berperan secara signifikasi terhadap intensi membeli pakaian bekas. Semakin positif peran perceived behavioral control individu untuk membeli pakaian bekas, maka semakin kuat intensi individu untuk membeli pakaian bekas. 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang A. Teori Planned Behavior BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan oleh Fishbein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INTENSI Intensi menurut Fishbein dan Ajzen (1975), merupakan komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Intensi didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen Theory of planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1980; Fishbein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi 2.1.1 Definisi Intensi Intensi didefinisikan sebagai dimensi probabilitas subjek individu dalam kaitan antara diri dan perilaku. Intensi merupakan perkiraan seseorang

Lebih terperinci

THEORY OF REASONED ACTION

THEORY OF REASONED ACTION THEORY OF REASONED ACTION THEORY OF REASONED ACTION INTRODUCTION Akar teori : Psikologi Sosial Menjelaskan bagaimana dan mengapa sikap mempengaruhi perilaku 1872, Charles Darwin studi tentang sikap terhadap

Lebih terperinci

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Theory of Planned Behavior/TPB digunakan sebagai model dan kerangka teori karena sudah banyak diterapkan dan teruji dalam menangkap hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana atau Theory of Planned Behavior (selanjutnya disingkat TPB, dikemukakan olehajzen (1991). Teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Theory of Planned Behaviour Theory of Planned Behavior (TPB) tampaknya sangat cocok untuk menjelaskan niat, dalam hal ini adalah tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Icek Ajzen dan Martin Fishbein bergabung untuk mengeksplorasi cara untuk memprediksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunitas Berkaitan dengan kehidupan sosial, ada banyak definisi yang menjelaskan tentang arti komunitas. Tetapi setidaknya definisi komunitas dapat didekati melalui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975) 9 TINJAUAN PUSTAKA Teori Perilaku yang telah Direncanakan (Theory of Planned Behavior) Para teoritikus sikap memiliki pandangan bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek sudah dapat dijadikan prediktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) berdampak negatif terhadap produk-produk dalam negeri. Produk-produk dalam negeri akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. membeli (Rahmah, 2011). Dalam hal ini adalah perilaku membeli Samsung smart

BAB II LANDASAN TEORI. membeli (Rahmah, 2011). Dalam hal ini adalah perilaku membeli Samsung smart BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Membeli Intensi membeli adalah motivasi atau keinginan yang menunjukkan adanya usaha atau kesiapan seseorang untuk menampilkan perilaku membeli. Semakin besar intensi seseorang

Lebih terperinci

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 oleh : Yoga Adi Prabowo (190110080095) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Golput atau golongan putih merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING. untuk menampilkan perilaku memilih/menggunakan homeschooling sebagai jalur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING. untuk menampilkan perilaku memilih/menggunakan homeschooling sebagai jalur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INTENSI MENGGUNAKAN HOMESCHOOLING Intensi menggunakan homeschooling sebagai jalur pendidikan adalah motivasi atau keinginan yang menunjukkan adanya usaha atau kesiapan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh setelah penyentuhan sel telur dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku yang dilakukan oleh individu, dan merupakan ubahan yang menjembatani antara sikap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok adalah perilaku membakar dedaunan (tembakau) yang dilinting atau diletakkan pada pipa kecil lalu menghisapnya melalui mulut dan dilakukan secara berulang-ulang

Lebih terperinci

II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Kepatuhan Pajak Menurut Norman. D.Nowak dalam Zain (2004) kepatuhan Wajib Pajak diartikan sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya teknologi informasi yang semakin pesat ini, menimbulkan pemikiran baru bagi pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya agar dapat bersaing dengan pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era pasar bebas berdampak pada adanya persaingan yang sangat ketat bagi para pelaku bisnis, sehingga berdampak pada adanya tuntutan bagi setiap manajemen perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek pada suatu wilayah yang memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan ruang lingkup masalah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millenium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang terjadi sekarang ini sudah sangat berkembang pesat dibandingkan dengan waktu waktu sebelumnya, misalnya yang terdapat pada bidang

Lebih terperinci

Studi Mengenai Intensi Membuang Sampah di Sungai Cikapundung pada Ibu-Ibu RW 15 Kelurahan Tamansari Bandung. ¹Raisha Ghassani, ²Umar Yusuf

Studi Mengenai Intensi Membuang Sampah di Sungai Cikapundung pada Ibu-Ibu RW 15 Kelurahan Tamansari Bandung. ¹Raisha Ghassani, ²Umar Yusuf Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Mengenai Intensi Membuang Sampah di Sungai Cikapundung pada Ibu-Ibu RW 15 Kelurahan Tamansari Bandung ¹Raisha Ghassani, ²Umar Yusuf 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia berkembang pesat. Muncul berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa

BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa 2. 1. Rerangka Teori 2.1.1 Pengertian Pajak dan Wajib Pajak Menurut UU KUP No. 16 Tahun 2009, pasal 1 ayat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha Fishbein dan Ajzein (Sarwono, 2002) mengembangkan suatu teori dan metode untuk memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang mencangkup program pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan akibat dari tindakan mereka. Ajzen. pertimbangan tersebut akan membentuk intensi untuk melakukan suatu

TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan akibat dari tindakan mereka. Ajzen. pertimbangan tersebut akan membentuk intensi untuk melakukan suatu 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Planned Behaviour (TPB) Manusia pada umumnya berperilaku dengan cara yang masuk akal, mereka mempertimbangkan perilakunya berdasarkan informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Planned Behavior (TPB) Dalam Theory of Planned Behavior (TPB) perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya niat untuk berperilaku.

Lebih terperinci

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut 1. Pengertian Sikap Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun & Acocella,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan dapat dibedakan menjadi Tiga bagian, yakni kebutuhan pimer, sekunder, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan dapat dibedakan menjadi Tiga bagian, yakni kebutuhan pimer, sekunder, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan dapat dibedakan menjadi Tiga bagian, yakni kebutuhan pimer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang mendasar dan harus dipenuhi. Hakikatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi yang efektif dan efisien.hal tersebut tentunya bisa dicapai dengan

BAB I PENDAHULUAN. strategi yang efektif dan efisien.hal tersebut tentunya bisa dicapai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padadasarnyaperananbisnis harus mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan dan mengembangkan usahanya.para pelaku bisnis harus menerapkan strategi yang efektif dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab ini, akan dibahas mengenai variabel penelitian, responden penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian dan metode analisis data. 3.1. Variabel Penelitian Varibel

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Menjadi ibu rumah tangga adalah sebuah anugrah yang mulia namun ibu rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24 jam, selama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Teori

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty)

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty) 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty) Salah satu bentuk kecurangan yang terjadi dibidang pendidikan dinamakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 39 BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI MEMBELI 1. Definisi Intensi Teori perilaku berencana merupakan pendekatan teoritis yang digunakan untuk menjelaskan intensi dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibukota negara Indonesia. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi, yaitu: Jakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi tersebut seharusnya kongruen dengan nilai-nilai yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi tersebut seharusnya kongruen dengan nilai-nilai yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Legitimasi Teori legitimasi didasarkan pada adanya fenomena kontak sosial antara sebuah organisasi dengan masyarakat, di mana diperlukan sebuah tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan. Hal ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Konsumen Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam memproduksi dan meyalurkan barang-barang dan jasa. Dalam masyarakat industri yang sudah maju, seperti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Teori

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 2 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Dependen : Intensi merokok 2. Variabel Independen : Norma

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemasaran didefinisikan secara luas, dan beberapa ahli dibawah ini

TINJAUAN PUSTAKA. Pemasaran didefinisikan secara luas, dan beberapa ahli dibawah ini II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pemasaran Pemasaran didefinisikan secara luas, dan beberapa ahli dibawah ini mengemukakan menurut pandangan mereka masing-masing. Kotler dan Amstrong (2008: 5) mengartikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Label Halal Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini untuk menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan hasil dan analisis data yang telah dilakukan pada bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku merokok merupakan salah satu penyebab yang menimbulkan munculnya berbagai penyakit dan besarnya angka kematian. Hal ini wajar, mengingat setiap tahunnya

Lebih terperinci

4. INTERPRETASI DAN ANALISIS DATA

4. INTERPRETASI DAN ANALISIS DATA 4. INTERPRETASI DAN ANALISIS DATA Pada bagian ini akan diuraikan hasil penelitian yang telah dilakukan. Hasil ini diperoleh berdasarkan kuesioner yang disebarkan kepada 134 partisipan yang tersebar pada

Lebih terperinci

Bab 5. Penutup. 5.1 Kesimpulan

Bab 5. Penutup. 5.1 Kesimpulan Bab 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab permasalahan mengenai hal-hal yang mempengaruhi minat siswa untuk melajutkan sekolah melalui Teori Planned Behavior seperti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di beberapa bidang, beberapa diantaranya yaitu bidang teknologi dan transportasi. Dengan adanya

Lebih terperinci

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion 1 Tivanny Salliha P 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas memiliki faktor penting dalam era global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang berlimpah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui perilaku para anggotanya, para karyawannya, kebijakan-kebijakannya, dan peraturan-peraturannya.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TAX COMPLIANCE PENYETORAN SPT MASA (Survei pada Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Boyolali)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TAX COMPLIANCE PENYETORAN SPT MASA (Survei pada Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Boyolali) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TAX COMPLIANCE PENYETORAN SPT MASA (Survei pada Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Boyolali) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Ahmad Farras Adibuddin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proporsi yang terkait secara sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena (fakta) (Cooper dan Schindler,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT MAHASISWA KOS UNTUK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI TEMBALANG SEMARANG ABSTRACT

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT MAHASISWA KOS UNTUK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI TEMBALANG SEMARANG ABSTRACT FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT MAHASISWA KOS UNTUK BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI TEMBALANG SEMARANG Muhammad Saifuddin Gehapasa *) *) mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel dan Definisi Operasional Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstruk dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini dimulai dengan penjelasan mengenai intensi sebagai variabel terikat dalam penelitian ini, kemudian peneliti mencoba menjelaskan sejarah singkat theory of planned behavior

Lebih terperinci

ANALISIS NIAT PERILAKU ANGGOTA KOMUNITAS HIJABERS SURABAYA DALAM MENGGUNAKAN TABUNGAN SYARIAH: PERSPEKTIF THEORY OF PLANNED BEHAVIOR

ANALISIS NIAT PERILAKU ANGGOTA KOMUNITAS HIJABERS SURABAYA DALAM MENGGUNAKAN TABUNGAN SYARIAH: PERSPEKTIF THEORY OF PLANNED BEHAVIOR Jurnal Manajemen Teori dan Terapan Tahun 8. No. 3, Desember 2015 ANALISIS NIAT PERILAKU ANGGOTA KOMUNITAS HIJABERS SURABAYA DALAM MENGGUNAKAN TABUNGAN SYARIAH: PERSPEKTIF THEORY OF PLANNED BEHAVIOR Cecia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN v vii ix 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup Penelitian 7 2 TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. khususnya adalah bisnis baru yang mendatangkan keuntungan (Uddin & Bose,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. khususnya adalah bisnis baru yang mendatangkan keuntungan (Uddin & Bose, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Kewirausahaan Kewirausahaan adalah praktek dalam memulai suatu organisasi, lebih khususnya adalah bisnis baru

Lebih terperinci

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen 55 PEMBAHASAN Berdasarkan karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa profil contoh mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pada contoh yang hanya mengikuti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat. sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat. sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan sekaligus sebagai investasi, Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan.

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama satu dekade terakhir, kebijakan harga BBM jenis Premium sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, pemerintah menaikkan BBM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keras untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Dalam persaingan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. keras untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Dalam persaingan yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketatnya persaingan antar perusahaan membuat produsen harus berfikir lebih keras untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Dalam persaingan yang semakin kompetitif ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian ini. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori Intensi yang

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian ini. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori Intensi yang BAB II LANDASAN TEORI Pada bab II akan dibahas mengenai teori yang berkaitan dengan variabel penelitian ini. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori Intensi yang mengacu pada teori dari Icek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Theory of Planned. dikemukakan oleh Bandura (2000) tentang seberapa baik dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Theory of Planned. dikemukakan oleh Bandura (2000) tentang seberapa baik dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alasan Pemilihan Teori Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB) sebagai landasan berpikir. Peneliti memilih teori tersebut dikarenakan beberapa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dunia kerja adalah dunia dimana aspek manusia, peralatan dan lingkungan saling berinteraksi. Interaksi ketiganya dapat mempengaruhi kinerja dari

Lebih terperinci

ANALISIS PENERIMAAN NASABAH TERHADAP PRODUK BARU PERBANKAN PermataRancang Dana BANK PERMATA

ANALISIS PENERIMAAN NASABAH TERHADAP PRODUK BARU PERBANKAN PermataRancang Dana BANK PERMATA ANALISIS PENERIMAAN NASABAH TERHADAP PRODUK BARU PERBANKAN PermataRancang Dana BANK PERMATA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerimaan nasabah dalam hal niat menabung mereka pada produk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Barata, 2007) yang mengatakan bahwa intensi adalah hal yang berkaitan dengan

BAB II LANDASAN TEORI. Barata, 2007) yang mengatakan bahwa intensi adalah hal yang berkaitan dengan BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Membeli 1. Defenisi Intensi Sebelum terjadinya suatu perilaku, ada hal yang menjadi prediktor utama dalam menentukan perilaku, yaitu intensi. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Lebih terperinci

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi terhadap Intensi Perilaku Prolingkungan pada Mahasiswa Universitas Islam Bandung

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi terhadap Intensi Perilaku Prolingkungan pada Mahasiswa Universitas Islam Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi terhadap Intensi Perilaku Prolingkungan pada Mahasiswa Universitas Islam Bandung 1 Arifianisa, 2 Endah Nawangsih 1,2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih

BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara ke-4 dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih menjadi tantangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior

TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior TINJAUAN PUSTAKA Theory of Planned Behavior Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa niat merupakan satu faktor internal (individual) yang memengaruhi perilaku konsumen. Salah satu teori yang membahas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Tugas Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) adalah senatiasa. untuk melakukan peningkatan jumlah penerimaan pajak.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Tugas Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) adalah senatiasa. untuk melakukan peningkatan jumlah penerimaan pajak. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan pendapatan terbesar negara ini untuk membiayai segala pengeluaran yang dikeluarkan oleh negara ataupun pemerintahan. Sektor perpajakan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan

BAB II LANDASAN TEORI. tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI KNOWLEDGE SHARING 1. Definisi Intensi Intensi, menurut Ajzen dan Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut perangkat komunikasi yaitu ponsel (handphone) bukan lagi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut perangkat komunikasi yaitu ponsel (handphone) bukan lagi menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan teknologi komunikasi dan informasi semakin mengalami kemajuan yang pesat. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan tersebut perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi dari ilmu pengetahuan yaitu keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah dibakukan secara sistematis, atau keseluruhan pemikiran, gagasan, ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kesempatan untuk mendapatkan perangkat lunak ilegal.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kesempatan untuk mendapatkan perangkat lunak ilegal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar organisasi di semua sektor, baik industri, bisnis, maupun pemerintahan bergantung pada sistem informasi dalam menjalankan aktivitasnya. Penggunaan komputer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Tanjung Balai adalah sebuah kota yang berdiri sendiri sebagai kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Tanjung Balai adalah sebuah kota yang berdiri sendiri sebagai kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Tanjung Balai adalah sebuah kota yang berdiri sendiri sebagai kota otonomi (kotamadya dan sebelummnya juga sebagai ibu kota Kabupaten Asahan) yang dipimpin oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gambaran menakutkan (Mangkuprawira, 2011). Hal itu biasanya muncul pada

BAB I PENDAHULUAN. gambaran menakutkan (Mangkuprawira, 2011). Hal itu biasanya muncul pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pensiun dikenal sebagai fenomena yang dialami oleh seseorang yang usianya sudah dianggap lanjut sehingga dianggap tidak lagi produktif dan menurut

Lebih terperinci

Nani Dewi S, Widiastuti: Analisis Intensi Mahasiswa Dalam Memilih Universitas Darma Persama (UNSADA) & Ardi Winata Jakarta

Nani Dewi S, Widiastuti: Analisis Intensi Mahasiswa Dalam Memilih Universitas Darma Persama (UNSADA) & Ardi Winata Jakarta ANALISIS INTENSI MAHASISWA DALAM MEMILIH UNIVERSITAS DARMA PERSADA (UNSADA) JAKARTA Nani Dewi Sunengsih Widiastuti Ardi Winata ABSTRACT The purpose of this study was to determine the intentions of the

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya diharapkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya diharapkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah generasi penerus bangsa yang dibutuhkan negara dan suatu bentuk investasi negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMK YPM 3 Sepanjang Taman Sidoarjo merupakan sekolah menengah kejuruan yang berdiri atas naungan Yayasan Pendidikan dan Sosial Ma arif.

Lebih terperinci

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR Lampiran 1 RAHASIA KUESIONER PLANNED BEHAVIOR IDENTITAS Nama (inisial) : Usia : Jenis kelamin : L / P (lingkari salah satu) Pendidikan : Lamanya menjalani hemodialisis : PETUNJUK PENGISIAN Berikut ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi konsumen wanita, kosmetik adalah salah satu kebutuhan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Bagi konsumen wanita, kosmetik adalah salah satu kebutuhan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi konsumen wanita, kosmetik adalah salah satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Keinginan mereka yang besar untuk memiliki kulit yang lebih halus dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Mengkaji perilaku nelayan artisanal di Indonesia, khususnya di pantai Utara Jawa Barat penting dilakukan. Hal ini berguna untuk mengumpulkan data dasar tentang perilaku nelayan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang sangat cepat membuat pihak-pihak di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang sangat cepat membuat pihak-pihak di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi persaingan bisnis menjadi sangat tajam pada semua bidang usaha, baik usaha di pasar domestik maupun di pasar internasional. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia, hal tersebut terlihat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia, hal tersebut terlihat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sektor pajak merupakan sektor yang sangat diandalkan oleh pendapatan Negara Indonesia, hal tersebut terlihat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran

Lebih terperinci

Pengkuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behavior

Pengkuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behavior Pengkuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behavior Hawa'im Machrus Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran Abstract This paper aimed to explain the measurement

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku terhadap pelanggaran, ketidakjujuran, dan penyimpangan akademik atau biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan era globalisasi yang semakin maju membuat wanita

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan era globalisasi yang semakin maju membuat wanita BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan era globalisasi yang semakin maju membuat wanita Indonesia memiliki kesempatan dan peran yang sama dengan pria untuk berpartisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pakaian juga mempunyai fungsi lain yang dapat menunjukkan lambang status atau identitas

BAB I PENDAHULUAN. pakaian juga mempunyai fungsi lain yang dapat menunjukkan lambang status atau identitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakaian merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kebutuhan manusia selain pangan dan papan. Karena pakaian merupakan hal yang selalu melekat pada tubuh kita. Pakaian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior) BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior) Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) merupakan perluasan dari

Lebih terperinci

ASTIA CHOLIDA ABSTRAK

ASTIA CHOLIDA ABSTRAK STUDI MENGENAI INTENSI MENGGUNAKAN KEMASAN AIR MINUM PAKAI ULANG SEBAGAI PERILAKU RAMAH LINGKUNGAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN ASTIA CHOLIDA ABSTRAK Kebutuhan air minum adalah

Lebih terperinci