POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp."

Transkripsi

1 POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. DEWI MAHARANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skirpsi ini. Bogor, Januari 2009 DEWI MAHARANI C

3 RINGKASAN DEWI MAHARANI. Potensi Jeruk Nipis Citrus aurantifolia untuk Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan MUNTI YUHANA. Ikan lele dumbo Clarias sp. merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan permintaannya cukup tinggi. Namun dalam budidaya lele dumbo sering ditemukan adanya penyakit. Penyakit yang biasa menyerang ikan lele adalah penyakit bercak merah atau MAS (Motile Aeromonad Septicaemia) yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Penggunaan bahan alami jeruk nipis Citrus aurantifolia diduga dapat menjadi alternatif pengganti antibiotik dalam mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi jeruk nipis untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri A. hydrophila pada ikan lele dumbo. Penelitian terdiri dari beberapa tahap, yang pertama uji LD 50, untuk mengetahui tingkat kepadatan bakteri yang dapat menyebabkan kematian ikan sebanyak 50% populasi dalam waktu satu minggu. Selanjutnya adalah uji in vitro untuk mengetahui dosis efektif dari jeruk nipis dan yang terakhir adalah uji in vivo. Analisis data menggunakan uji Anova dan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada selang kepercayaan 95%, serta secara deskriptif. Uji LD 50 menghasilkan konsentrasi bakteri A. hydrophila 10 5 cfu/ml dapat mematikan 50% populasi ikan uji dalam waktu 1 minggu. Hasil uji in vitro menunjukkan bahwa sari jeruk nipis berpotensi sebagai antibakteri yang terlihat dari zona hambat yang terbentuk pada dosis 5%. Hasil uji in vivo menunjukkan respon makan perlakuan pencegahan yang lebih baik dibandingkan perlakuan pengobatan dan kontrol positif. Pertambahan bobot rata-rata perlakuan pencegahan sebesar 40.16% dan pengobatan sebesar 37.66% tidak berbeda nyata dengan kontrol positif sebesar 51.21%. Rata-rata skor gejala klinis perlakuan pencegahan lebih kecil dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan pengobatan dan kontrol positif. Mortalitas perlakuan pencegahan sebesar 0% dan pengobatan sebesar 13.33% berbeda nyata terhadap kontrol positif sebesar 26.67%. Pengamatan organ dalam menunjukkan perlakuan pencegahan normal, mendekati kontrol negatif, sedangkan perlakuan pengobatan terjadi perubahan warna organ dalam, mendekati kontrol negatif. Kualitas air yang terukur sebelum dan setelah uji in vivo masih termasuk dalam kisaran toleransi ikan lele dumbo. Dari hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa perlakuan pencegahan dengan dosis sari jeruk nipis 5% berpotensi mencegah infeksi bakteri A. Hydrophila pada ikan lele dumbo, sedangkan perlakuan pengobatan dengan dosis sari jeruk nipis 10% tidak berpotensi mengobati infeksi bakteri A. Hydrophila pada ikan lele dumbo.

4 POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. DEWI MAHARANI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 Judul Skripsi Nama Mahasiswa : Potensi Jeruk Nipis Citrus aurantifolia untuk Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. : Dewi Maharani Nomor Pokok : C Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Dinamella Wahjuningrum Dr. Munti Yuhana NIP NIP Diketahui Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP Tanggal Lulus :

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2008 sampai dengan November 2008, dengan judul Potensi Jeruk Nipis Citrus aurantifolia untuk Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Orangtua dan kakak-kakakku tercinta atas doa dan dukungannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini 2. Dr. Dinamella Wahjuningrum selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dari awal masa perkuliahan sampai penyelesaian skripsi 3. Dr. Munti Yuhana selaku pembimbing yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi 4. Dr. Tatag Budiardi selaku dosen tamu yang memberikan arahan untuk kesempurnaan skripsi ini 5. Pak Ranta, Pak Aam, Bang Abe, Pak Mar, Mbak Yuli, Kang Asep atas kerjasamanya yang baik dalam menyelesaikan skripsi 6. Temen-teman BDP 41 untuk doa, semangat, bantuan dan kebersamaannya selama penelitian dan penyusunan skripsi Semoga karya ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga semua pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Terima kasih. Bogor, Januari 2009 Penulis

7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 13 Januari 1986 dari Ayah Moehammad Roem dan Ibu Handayaningsih. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan IAIN Jakarta dan lulus tahun 1998, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Pamulang dan lulus tahun 2001, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Ciputat dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan memilih Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan magang di Animal Health Laboratory Disease (AHDL) PT. Charoen Pokphand, Ancol Jakarta. Penulis juga pernah melakukan praktek lapang di PT. Paloma Agung, Sumbawa dan Balai Budidaya Laut (BBL) Lombok. Penulis menjadi asisten mata kuliah Ikhtiologi semester ganjil 2005/2006 dan 2006/2007, Fisiologi Hewan Air semester genap 2005/2006 dan 2006/2007 dan Manajemen Kesehatan Akuakultur semester genap 2007/2008. Selain itu penulis juga aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2006/2007. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul Potensi Jeruk Nipis Citrus aurantifolia untuk Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp..

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo Clarias sp Bakteri Aeromonas hydrophila Jeruk nipis Citrus aurantifolia Swingle III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Uji LD Pembuatan Sari Jeruk Nipis Uji In Vitro Uji In Vivo Persiapan Wadah Adaptasi Ikan Uji Uji In Vivo Parameter yang Diamati Respon Makan dan Uji Refleks Ikan Pertambahan Bobot Rata-rata Gejala Klinis dan Pengukuran Diameter Klinis Mortalitas Pengamatan Organ Dalam Analisa Kualitas Air Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji LD Uji In Vitro Uji In Vivo Respon Makan dan Uji Refleks Ikan Pertambahan Bobot Rata-rata Gejala Klinis dan Pengukuran Diameter Klinis Mortalitas Pengamatan Organ Dalam Kualitas Air Pembahasan ix x xi vii

9 V. KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

10 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kandungan buah jeruk nipis Respon makan ikan lele dumbo selama uji in vivo Pengamatan organ dalam ikan lele dumbo Kisaran kualitas air selama uji in vivo ix

11 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Lele Dumbo Clarias sp Pewarnaan Gram (kiri) (Anonim, 2004) dan scanning elektron micrograph (kanan) (Anonim, 2007) dari bakteri Aeromonas hydrophila 5 3. Jeruk Nipis Citrus aurantifolia Skema metode penelitian (uji in vivo) Rata-rata diameter zona hambat sari jeruk nipis terhadap bakteri A.hydrophila Zona hambat jeruk nipis Pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo (%) selama uji in vivo Skor rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo pada uji in vivo Mortalitas (%) ikan lele dumbo pada uji in vivo Kulit ikan lele dumbo yang terkoyak akibat kanibalisme x

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Pembuatan sari jeruk nipis Penyiapan media bakteri Aeromonas hydrophila Metode uji in vitro Setting akuarium pada uji in vivo Metode penyiapan dan penyuntikan bakteri Hasil penentuan LD 50 bakteri A. hydrophila terhadap ikan lele dumbo menurut Reed and Muench (1939) ph jeruk nipis pada masing-masing dosis Hasil uji in vitro Pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo selama uji in vivo Uji statistik parameter pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo Skor gejala klinis pada ikan lele dumbo Gejala klinis pada ikan lele dumbo perlakuan pencegahan dan pengobatan Uji statistik skor gejala klinis ikan lele dumbo Tingkat mortalitas ikan lele dumbo (%) selama uji in vivo Uji statistik parameter mortalitas ikan lele dumbo Kualitas air selama uji in vivo xi

13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo Clarias sp. adalah ikan yang cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Perkembangan lele dumbo di Indonesia cukup pesat dibandingkan lele lokal karena ukuran tubuhnya yang dapat tumbuh lebih cepat. Lele dumbo pertama kali didatangkan ke Indonesia pada tahun 1986 yang merupakan hasil persilangan antara lele asli dari Taiwan dengan lele yang berasal dari Afrika (Khairuman dan Amri, 2002). Dahulu pada awal ikan lele dumbo didatangkan ke Indonesia, budidaya lele dumbo merupakan monopoli lembaga milik pemerintah ataupun perusahaan swasta dengan modal yang besar. Namun dengan adanya perkembangan teknologi, sekarang ini membudidayakan ikan lele bisa dilakukan oleh seorang petani dengan modal yang cukup terbatas (Khairuman dan Amri, 2002). Ikan ini juga dapat dipelihara dengan padat tebar yang tinggi dalam lahan yang terbatas. Hal inilah yang mendorong usaha budidaya lele berkembang sangat cepat, karena dengan modal yang terbatas, keuntungan tetap bisa diperoleh. Produksi lele ukuran konsumsi secara nasional mengalami kenaikan sebesar 18.3% per tahun dari ton (1999) menjadi ton (2003). Revitalisasi lele sampai dengan akhir tahun 2009 ditargetkan mencapai produksi ton atau meningkat rata-rata 21.64% per tahun (Mahyuddin, 2007). Seiring dengan meningkatnya permintaan, produksi lele juga harus ditingkatkan jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan pasar. Untuk meningkatkan hasil produksi, dilakukan budidaya secara intensif dengan tingkat kepadatan yang tinggi. Dalam budidaya intensif, dapat diperkirakan target produksi yang akan dihasilkan dalam jangka waktu tertentu. Namun budidaya intensif juga memiliki kelemahan. Tingkat kepadatan yang tinggi menyebabkan kualitas air mudah menurun sehingga patogen mudah berkembang, ditambah lagi sistem ketahanan tubuh ikan juga ikut menurun akibat penurunan kualitas air. Hal ini menyebabkan ikan lele mudah terkena penyakit. Penyakit yang sering berkembang dalam budidaya intensif lele dumbo adalah penyakit bercak merah atau sering dikenal dengan Motile Aeromonad

14 2 Septicemia (MAS) yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Sekitar tahun 1980, terdapat kasus kematian puluhan ton ikan di daerah Jawa Barat akibat serangan bakteri Aeromonas (Kordi, 2004). Pada awalnya, penyakit bercak merah diobati dengan menggunakan antibiotik seperti oxytetracycline, streptomysin, atau kloramfenikol yang disuntikkan atau dicampurkan dalam pakan. Sayangnya, penggunaan antibiotik selain mahal, tidak ramah lingkungan, juga dapat menyebabkan resistensi pada bakteri. Hal ini menyebabkan manusia beralih menggunakan bahan-bahan alami sebagai pengganti antibiotik karena tidak berbahaya bagi kesehatan. Selain itu, penggunaan bahan-bahan alami juga lebih murah dibandingkan antibiotik serta mudah didapat. Bahan-bahan alami yang telah banyak digunakan sebagai antibakteri pada ikan antara lain daun paci-paci (Abdullah, 2008), bawang putih (Normalina, 2007) dan lain sebagainya. Beruntung, Indonesia sebagai negara agraris yang memiliki iklim tropis memiliki kekayaan alam yang luar biasa, beragam jenis tanaman terdapat di negara ini sehingga masih banyak sekali jenis tanaman berkhasiat obat lainnya yang belum tergali potensinya secara maksimal. Salah satunya adalah tanaman yang sudah sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, jeruk nipis Citrus aurantifolia. Tanaman ini mudah didapat dan sudah lama dikenal mengandung khasiat obat. Jeruk nipis biasa digunakan untuk memasak, obat batuk hingga mengobati jerawat. Buahnya mengandung banyak air, vitamin C, asam sitrat, flavonoid dan minyak atsiri. Namun, penggunaan jeruk nipis sebagai bahan pengendalian infeksi bakteri pada ikan belum dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui potensi jeruk nipis untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri A. hydrophila pada ikan lele dumbo. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi jeruk nipis C. aurantifolia untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri A. hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp.

15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Dumbo Clarias sp. Ikan lele dumbo Clarias sp. (Gambar 1) banyak ditemukan di Benua Afrika dan Asia Tenggara. Penyebutan ikan lele di berbagai daerah di Indonesia berbedabeda, misalnya ikan kalang (Sumatera), ikan lele (Jawa), ikan keling (Sulawesi) atau ikan pintet (Kalimantan). Dalam perdagangan internasional, ikan lele dikenal dengan sebutan catfish (Mahyuddin, 2007). Gambar 1. Lele Dumbo Clarias sp. Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Ostariophyta Sub ordo : Siluroidae Famili : Clariidae Genus : Clarias Species : Clarias sp. Ikan lele memiliki tubuh yang licin, berlendir dan tidak bersisik. Secara morfologi, bentuk tubuh lele memanjang, agak bulat pada bagian tengahnya dan bagian belakang berbentuk pipih. Kepala lele picak, dengan panjang yang hampir mencapai seperempat panjang tubuhnya. Terdapat empat pasang sungut peraba (barbels) di sekitar mulutnya yang berfungsi sebagai alat peraba saat mencari makan atau saat bergerak. Terdapat pula alat olfaktori di dekat sungut yang

16 4 berfungsi untuk perabaan dan penciuman serta penglihatan lele yang kurang berfungsi dengan baik (Mahyuddin, 2007). Sebagai alat bantu untuk berenang, lele dumbo memiliki tiga buah sirip tunggal, yakni sirip punggung (dorsal), sirip dubur (anal), dan sirip ekor (caudal). Ikan ini juga memiliki sirip berpasangan, yaitu sirip dada (pectoral) dan sirip perut (ventral). Sirip dada dilengkapi dengan tulang keras dan runcing yang biasa disebut patil untuk membela diri. Lele dumbo memiliki alat pernafasan tambahan yaitu aborescent organ yang dapat membantunya mengambil oksigen langsung dari udara, sehingga mampu hidup di dalam perairan dengan kadar oksigen yang rendah atau dalam lumpur. Menurut Khairuman dan Amri (2002), kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan lele adalah perairan dengan suhu C, oksigen terlarut (DO) minimum 3 mg/l, ph atau derajat keasaman 6.5-8, kandungan karbondioksida (CO 2 ) kurang dari 15 ppm, NH 3 sebesar 0.05 mg/l, NO 2 sebesar 0.25 mg/l dan NO 3 sebesar 250 mg/l. Sedangkan untuk ammonia total, konsentrasi yang baik untuk budidaya lele menurut Mahyuddin (2007) adalah maksimum 1 mg/l. Ikan lele dumbo tergolong ikan yang sangat responsif terhadap pakan, baik dalam habitat asli di alam maupun di dalam kolam pemeliharaan (Khairuman dan Amri, 2002). Oleh karena itu, ikan lele dumbo dapat tumbuh cepat dalam waktu yang relatif singkat. Pada ikan lele ukuran fingerling, metabolisme dalam tubuh ikan belum stabil sehingga proses pembentukan imunitas di dalam tubuhnya belum sempurna (Viveen et al.,1987 dalam Riyanto, 1993). Seiring dengan pertumbuhan ikan, maka ikan juga dalam proses membangun sistem kekebalan tubuh dan mekanisme pertahanan tubuh lainnya (Kabata, 1985). 2.2 Bakteri Aeromonas hydrophila Bakteri Aeromonas hydrophila (Gambar 2) merupakan bakteri penyebab penyakit bercak merah atau Motile Aeromonad Septicemia (MAS). Menurut Kabata (1985), bakteri A. hydrophila menyebabkan penyakit Haemorrhagic septicemia, yaitu penyakit yang merusak jaringan dan organ pembuat sel darah. A. hydrophila memiliki sinonim atau sering juga disebut A. formicans atau A. liquefacians (Austin dan Austin, 1993). Bakteri ini telah ditemukan di seluruh

17 5 dunia pada beberapa jenis ikan air tawar, amfibi, reptil dan manusia. A. hydrophila tersebar luas di air tawar dan di dasar sedimen yang mengandung bahan organik tinggi (Aoki, 1999). Tanda-tanda awal adanya infeksi penyakit ini pada ikan adalah hilangnya nafsu makan, diikuti dengan banyaknya lendir yang keluar, pendarahan pada kulit, kerusakan pada sirip dan insang, hilangnya keseimbangan renang dan akhirnya berujung pada kematian (Djajadiredja et al., 1982). 2.5 µm Gambar 2. Pewarnaan Gram (kiri) (Anonim, 2004) dan scanning elektron micrograph (kanan) (Anonim, 2007) dari bakteri Aeromonas hydrophila Klasifikasi A. hydrophila menurut Holt et al., (1998) : Filum Kelas Ordo Famili Genus Species : Protophyta : Schizomycetes : Pseudomonadales : Vibrionaceae : Aeromonas : Aeromonas hydrophila Walaupun demikian, berdasarkan bukti dari studi tentang genetik molekular, Colwell et al. (1986) dalam Austin dan Austin (1993) mengajukan agar Aeromonas digolongkan dari famili Vibrionaceae menjadi famili Aeromonadaceae. Menurut Aoki (1999), A. hydrophila bersifat Gram negatif dengan bentuk batang dan motil (bergerak aktif) karena memiliki satu flagel (monotrichous polar flagellum). Bakteri ini mempunyai ukuran diameter µm dan panjang µm. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 28 C, tetapi pertumbuhan ditemukan juga pada suhu 37 C. Koloni bakteri ini pada agar nutrien berwarna putih dan bundar. Dari hasil uji biokimia, bakteri ini bersifat fakultatif anaerobik, mampu mengubah karbohidrat menjadi asam atau asam dan gas, katalase dan

18 6 oksidase sitokrom positif. Kisaran ph untuk A. hydrophila adalah (Kordi, 2004). A. hydrophila sangat mudah menyerang ikan yang keadaannya stres, antara lain karena penurunan kualitas air, tingkat kepadatan yang tinggi, penanganan (handling) yang tidak baik ataupun kelarutan oksigen yang rendah. Bakteri ini juga dengan mudah menyerang ikan yang telah terinfeksi parasit atau ikan yang tubuhnya luka (infeksi sekunder). Kabata (1985) mengungkapkan bahwa ikan yang terserang penyakit ini umumnya tubuhnya berwarna gelap, menunjukkan pendarahan, borok atau tukak dan perut menggembung berisi cairan kemerahan. Pada kasus di Thailand, ikan lele yang terinfeksi A. hydrophila memperlihatkan tingkah laku yang tidak normal, berenang lambat, tidak mau makan, megap-megap di permukaan atau diam lesu di dasar kolam. Gejala awal penyakit ini antara lain kulit terasa kering dan kasar, melepuh dan berwarna pucat. Luka yang terjadi pada kulit dapat bertambah parah sampai ke dalam otot. Borok berkembang menjadi tukak dan dapat bertambah parah hingga tulang terlihat. Pendarahan terjadi pada pada organ internal, ginjal dan limpa tampak berair. Ginjal membengkak dan lunak, hati juga dapat membengkak dan berwarna kuning. Bagian dubur juga dapat membengkak dan berwarna kemerahan. Penyakit ini bersifat musiman dan cenderung meningkat selama musim panas. Menurut Snieszko dan Axelrod (1971), gejala dropsi (kembung) sering telihat pada ikan mas ketika suhu berubah dari dingin menjadi panas atau hangat dan menyebabkan kematian dalam beberapa hari. Pada gejala dropsi, terlihat akumulasi asam, berwarna bening atau kuning pada abdomen, terlihat pula kerusakan patologi dari hati, limpa, ginjal dan sepanjang usus. Menurut Amlacher (1961) dalam Snieszko dan Axelrod (1971), gejala penyakit hemorrhagic septicemia dapat dibedakan menjadi empat; yaitu akut, dimana septisemia fatal, berkembang dengan sangat cepat dengan sedikit gejala yang terlihat, dapat ditemukan pula penyumbatan organ secara internal, pendarahan pada bagian bawah usus, perut dan otot. Kemudian yang kedua adalah sub-akut dengan gejala dropsi, lepuh, abses dan sisik yang menonjol keluar. Selanjutnya kronis dengan gejala tukak, bisul dan abses. Bentuk kronis

19 7 berkembang lebih lambat, dapat pula dikenali dengan adanya lepuh tipis yang dapat berubah menjadi abses sampai ke otot. Terakhir bentuk laten yang tidak memperlihatkan gejala namun terdapat penyakit di dalamnya. Bakteri dapat diisolasi dari organ internal, usus, darah dan selaput perut, tetapi tidak ada tandatanda yang dapat terlihat secara eksternal maupun internal. Munro (1982) dalam Hanafi (2006) mengatakan bahwa bakteri A. hydrophila yang patogen diduga memproduksi faktor-faktor eksotoksin yang penting dalam patogenitas terhadap penyakit. Bakteri A. hydrophila memproduksi enzim dan toksin yang dikenal sebagai produk ekstraseluler yaitu hemolisin, enterotoksin, sitotoksin dan protease. Produksi toksin ekstraseluler yang mengandung enzim protease dan hemolisin dari A. hydrophila bersifat racun bagi ikan. Apabila disuntikan ke tubuh ikan, produk ekstraseluler ini dapat menimbulkan kematian dan perubahan jaringan. Di samping menghasilkan eksotoksin, bakteri A. hydrophila juga memproduksi endotoksin yang merupakan suatu toksin yang dihasilkan di dalam tubuh organisme dan hanya dibebaskan jika organisme tersebut hancur (Pelczar dan Chan, 1988 dalam Husein, 1993). Endotoksin yang diproduksi A. hydrophila terdiri dari protein, lipid dan polisakarida. Endotoksin atau lipopolisakarida (LPS) dari bakteri Gram negatif adalah toksik karena dapat menginduksi berbagai kondisi patologi termasuk shock, hemoragi, demam dan kematian (Munro, 1982 dalam Hanafi, 2006). 2.3 Jeruk Nipis Citrus aurantifolia Jeruk nipis Citrus aurantifolia (Gambar 3) memiliki beberapa nama yang berbeda di Indonesia, antara lain jeruk nipis (Sunda), jeruk pecel (Jawa), jeruk dhurga (Madura), lemo (Bali), mudutelong (Flores) dan lain sebagainya. Jeruk nipis sendiri bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Jeruk nipis diduga berasal dari kawasan Asia Tenggara terutama dataran Cina, kemudian menyebar luas ke berbagai negara di dunia. Lingkungan tumbuh yang optimal untuk tanaman ini adalah dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan) m dpl, dengan suhu udara berkisar 25 C - 30 C.

20 8 Gambar 3. Jeruk Nipis Citrus aurantifolia Klasifikasi jeruk nipis adalah sebagai berikut (Rukmana, 1996) : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rutales Famili : Rutaceae Genus : Citrus Species : Citrus aurantifolia Swingle Tanaman jeruk nipis memiliki susunan tubuh yang terdiri atas pohon, daun, bunga, buah dan akar. Pohon jeruk nipis berukuran relatif kecil, berkayu dan bercabang banyak. Tinggi pohonnya dapat mencapai m atau lebih. Pada bagian batang, cabang dan ranting terdapat banyak duri dengan tata letak berjauhan dan ukurannya relatif pendek. Daun jeruk nipis berbentuk bulat telur, memiliki tangkai daun bersayap dan ujung daun agak tumpul. Bila daun digosokgosok dengan tangan, akan menebar aroma khas yang harum (Rukmana, 1996). Tanaman jeruk nipis pada umur 2 ½ tahun sudah mulai berbuah. Buah yang dihasilkan berbentuk bundar dengan ujung runcing, pada waktu muda berwarna hijau namun setelah tua (matang) berubah menjadi kuning cerah. Buah yang telah tua mempunyai diameter sekitar cm dan tebal kulitnya antara mm. Cita rasa buah sangat masam dan berbau sedap dengan kadar asam sitrun + 6%. Daging buah berwarna putih atau kehijauan, berair asam, wangi dan kadar vitamin C-nya tinggi (Sarwono, 1994). Immunostimulan merupakan senyawa kimia, obat, atau bahan lain yang mampu meningkatkan mekanisme respon spesifik dan non spesifik ikan

21 9 (Anderson, 1992 dalam Darmanto, 2003). Beberapa faktor nutrisi seperti vitamin B dan C terbukti mempunyai efek imunostimulan (Iwama dan Nakanishi, 1996 dalam Darmanto, 2003). Buah jeruk nipis telah lama dikenal sebagai bahan alami yang mempunyai khasiat obat. Trisbiantara (2008) mengemukakan bahwa kandungan vitamin C yang tinggi dari jeruk nipis sangat berguna sebagai antioksidan dan meningkatkan daya tahan tubuh sehingga kuman-kuman patogen (kuman yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit) dapat dimatikan oleh tubuh. Menurut Robinson (1991) dalam Affandi dan Tang (2002), vitamin C dosis tinggi mampu meningkatkan ketahanan tubuh ikan, vitamin C ini mempunyai peranan dalam sintesa protein yang diperlukan dalam pembentukan respon imun dan biosintesa kolagen untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Vitamin C dibutuhkan untuk diferensiasi aktivitas limfoid organ (Dieter dan Breitenbach, 1971 dalam Affandi dan Tang, 2002). Protein berguna untuk memperbaiki jaringan tubuh yang mengalami kerusakan ataupun memperbaharui jaringan yang sudah tua. Kandungan dalam tiap 100 g buah jeruk nipis dapat dilihat pada Tabel 1 (Trisbiantara, 2008). Tabel 1. Kandungan buah jeruk nipis Kandungan Jumlah Vitamin C 27 mg Kalsium 40 mg Fosfor 22 mg Hidrat arang 12.4 g Vitamin B mg Zat Besi 0.6 mg Lemak 0.1 g Kalori 37 g Protein 0.8 g Air 86 g Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bermanfaat, misalnya asam sitrat, asam amino (triptofan, lisin), minyak atsiri, damar, glikosida, asam sitrun, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang vitamin B1 dan C. Selain itu, jeruk nipis juga mengandung senyawa saponin dan flavonoid yaitu

22 10 hesperidin, tangeretin, naringin, eriocitrin, eriocitrocide. Hesperidin bermanfaat untuk anti inflamasi, anti oksidan dan menghambat sintesis prostaglandin (Chang dalam Adina et al., 2008). Jeruk nipis juga mengandung 7% minyak essensial yang mengandung citral, limonen, fenchon, terpineol, bisabolene dan terpenoid lainnya. Oboh et al. (1992) dalam Taiwo (2007) telah membuktikan efek antimikroba dari tanaman ini pada beberapa bakteri seperti Bacillus sp., Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella sp. Efek farmakologis dan hasil penelitian dari Pertiwi (1992) dalam Trisbiantara (2008) menunjukkan bahwa minyak atsiri daun jeruk nipis mempunyai hambatan terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus pada kadar 20%, 40% dan 80%. Serta terdapat aktivitas hambatan terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada kadar 40% dan 80%.

23 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai November 2008 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Teaching Farm, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium berukuran 50x30x25 cm sebanyak 12 buah, instalasi aerasi, selang, ember, saringan ikan, syringe, penggaris, alat bedah, oven, autoclave, penangas air, erlenmeyer, cawan petri, tabung reaksi, ose, ependorf, mikropipet, tip, batang penyebar, aluminium foil, kertas Whatman no.42, pisau, saringan, corong, pinset, bunsen dan korek api. Bahan yang digunakan adalah ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) dengan panjang 9-10 cm yang berasal dari Laboratorium Lapangan Departemen Budidaya Perikanan IPB, sari jeruk nipis Citrus aurantifolia, bakteri Aeromonas hydrophila yang berasal dari Balai Riset Perikanan Air Tawar (Bariskanwar), Sempur Bogor. Media bakteri TSA (Tripticase Soy Agar), LB, PBS (Phosphat Buffer Saline), kaporit, akuades, spirtus, alkohol dan pelet komersil. 3.3 Metode Penelitian Uji LD 50 Uji LD 50 dilakukan untuk mengetahui tingkat kepadatan bakteri yang dapat menyebabkan kematian ikan sebanyak 50% populasi dalam waktu satu minggu. Ikan untuk uji LD 50 dimasukkan ke dalam akuarium sebanyak enam ekor untuk masing-masing akuarium. Kemudian secara intramuskular ikan disuntikkan dengan bakteri A. hydrophila sebanyak 0.1 ml/ekor. Kepadatan bakteri yang digunakan adalah 10 7, 10 6, 10 5, dan 10 4 cfu/ml. Pada akhir pengamatan dicatat jumlah kematian ikan dari masing-masing akuarium. Kepadatan bakteri yang dapat menyebabkan ikan mati sebanyak 50% populasi dalam waktu satu minggu digunakan sebagai patokan kepadatan bakteri dalam uji in vitro dan in vivo.

24 Pembuatan Sari Jeruk Nipis Untuk mendapatkan sari jeruk nipis, pertama-tama buah jeruk nipis dibelah menjadi empat bagian. Kemudian masing-masing bagian diperas dan disaring agar ampas jeruk nipis dapat terpisah. Sari jeruk nipis yang telah didapatkan ditempatkan dalam wadah kaca. Kemudian dilakukan pengenceran sari jeruk nipis agar didapatkan berbagai konsentrasi. Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil sari jeruk nipis dari wadah kaca ke dalam eppendorf, kemudian ditambahkan akuades steril sampai mendapat konsentrasi yang diinginkan (Lampiran 1). Konsentrasi pengenceran sari jeruk nipis yang dilakukan adalah 5%, 10%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% Uji In Vitro Uji in vitro dilakukan untuk mengetahui daya antibakteri dari jeruk nipis dan menentukan dosis terbaiknya dalam menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila. Dosis terbaik yang didapatkan dari uji in vitro akan digunakan dalam uji in vivo. Uji ini dilakukan dengan menggunakan metode Kirby-Bauer (Lay, 1994) atau kertas cakram. Dalam uji in vitro, pertama-tama disiapkan isolat murni bakteri A. hydrophila, kemudian secara aseptik diambil isolat bakteri tersebut sebanyak satu ose dan dibiakkan dalam media LB (Lampiran 2). Setelah umur bakteri dalam media LB mencapai 18 jam, bakteri dapat dipanen dan dilakukan pengenceran berseri sampai kepadatan 10 5 (sesuai dengan kepadatan bakteri yang didapatkan dari uji LD 50 ). Setelah itu disiapkan media TSA (Lampiran 2) dalam cawan petri sebagai media tempat hidup bakteri A. hydrophila. Isolat cair bakteri A. hydrophila dengan kepadatan 10 5 diambil sebanyak 0.1 ml menggunakan mikropipet dan disebar menggunakan batang penyebar dalam cawan petri. Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode kertas cakram, sehingga perlu disiapkan kertas cakram steril. Kertas cakram yang digunakan adalah kertas Whatman no.42 berdiameter 6 mm yang mempunyai kemampuan dalam menyerap bahan sebanyak 15 µm. Sebelum digunakan, kertas cakram disterilkan menggunakan autoclave selama 15 menit. Setelah itu, kertas cakram direndam dalam larutan jeruk nipis berbagai konsentrasi. Setelah + 15 menit, kertas cakram

25 13 diambil secara aseptik dan dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah disebar bakteri. Kemudian cawan petri diinkubasi selama 24 jam dan diukur zona hambat yang terbentuk (Lampiran 3) Uji In Vivo Persiapan Wadah Akuarium yang digunakan berjumlah 12 buah, diletakkan dalam 2 buah rak yang berhadapan (Lampiran 4). Sebelum digunakan akuarium terlebih dahulu didesinfeksi menggunakan kaporit 100 mg/l, kemudian didiamkan atau dijemur sampai benar-benar kering. Air yang akan digunakan juga didesinfeksi menggunakan kaporit 30 mg/l dan Na-thiosulfat sebanyak 30% dari jumlah kaporit kemudian diberi aerasi kuat. Setelah proses desinfeksi selesai, akuarium dapat diisi dengan air yang telah didesinfeksi. Sekeliling akuarium ditutup dengan plastik hitam untuk menghindari stres pada ikan lele Adaptasi Ikan Uji Ikan lele yang akan digunakan untuk uji in vivo diadaptasikan terlebih dahulu untuk menghindari stres karena perpindahan tempat. Sebelum dimasukkan ke dalam akuarium, ikan terlebih dahulu direndam dalam larutan PK 4 ppm selama + 5 menit, hal ini bertujuan untuk mematikan parasit dan penyakit yang mungkin menempel pada tubuh ikan. Kemudian ikan ditimbang bobot dan diukur panjang tubuhnya untuk data awal sebelum dimulai perlakuan. Setelah itu ikan dapat dimasukkan ke dalam akuarium dengan kepadatan lima ekor ikan dalam satu akuarium. Ikan diadaptasikan selama tiga hari dan diberi makan pelet komersil dengan kadar protein 28% pada pagi dan sore hari. Dilakukan pula penyiponan dan penggantian air setiap hari untuk menjaga kualitas air Uji In Vivo Uji in vivo dilakukan dengan dua macam perlakuan, yaitu pencegahan dan pengobatan, serta kontrol positif dan kontrol negatif (Gambar 4). Masing-masing perlakuan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Dalam uji in vivo, pakan tetap diberikan dua kali dalam satu hari yaitu pagi dan sore hari, serta dilakukan

26 14 penyiponan dan pergantian air setiap hari untuk menjaga kualitas air. Sebelum dilakukan penyuntikan bakteri, terlebih dahulu disiapkan bakterinya (Lampiran 5). Pada perlakuan pencegahan, ikan disuntik secara intramuskular dengan sari jeruk nipis dosis 5% (dosis yang didapatkan dari uji in vitro) sebanyak 0.1 ml/ekor. Penyuntikan dilakukan tujuh hari sebelum uji tantang atau H-7. Kemudian uji tantang dilakukan pada hari ke-0 dengan cara ikan disuntik secara intramuskular dengan bakteri A. hydrophila kepadatan 10 5 (kepadatan bakteri yang didapatkan dari uji LD 50 ) sebanyak 0.1 ml/ekor. Pada perlakuan pengobatan, ikan disuntik secara intramuskular dengan sari jeruk nipis dosis 10% (dua kali lipat dari dosis pencegahan) sebanyak 0.1 ml/ekor. Penyuntikan dilakukan dua hari setelah uji tantang atau H+2. Pada hari ke-0, ikan kontrol positif disuntik secara intramuskular dengan bakteri A. hydrophila kepadatan 10 5 sebanyak 0.1 ml/ekor. Sedangkan pada kontrol negatif, ikan disuntik dengan PBS (Lampiran 2) sebanyak 0.1 ml/ekor juga secara intramuskular. Injeksi jeruk nipis Injeksi A. hydrophila Pencegahan Injeksi A. hydrophila Injeksi jeruk nipis Pengobatan Injeksi A. hydrophila Kontrol Positif Injeksi PBS Kontrol Negatif Gambar 4. Skema metode penelitian (uji in vivo)

27 Parameter yang Diamati Pengamatan masing-masing perlakuan dilakukan selama 14 hari yang terdiri dari beberapa parameter, antara lain: Respon Makan dan Uji Refleks Ikan Pengujian terhadap respon makan dilakukan dengan cara ikan diberi pakan kemudian diamati responnya, kemudian diamati pula banyaknya pakan yang tersisa. Untuk uji refleks ikan, bagian luar akuarium ditepuk kemudian diamati respon dari ikan uji tersebut Pertambahan Bobot Rata-rata Pengukuran bobot tubuh ikan uji dilakukan pada awal dan akhir perlakuan dengan menggunakan timbangan digital. Ikan pada masing-masing akuarium ditimbang bobot biomassanya, kemudian dihitung nilai rataan bobot tiap perlakuan dan pertambahan bobotnya. Pertambahan bobot tubuh ikan dihitung dengan menggunakan rumus: Pertambahan bobot (%) = Wt Wo Wo x 100% Keterangan : ΔW = pertambahan bobot (%) Wo = bobot awal (g) Wt = bobot akhir (g) Gejala Klinis dan Pengukuran Diameter Kelainan Klinis Pengamatan terhadap gejala klinis dilakukan setiap hari setelah ikan uji diinfeksi bakteri A. hydrophila. Pengukuran diameter klinis dilakukan dengan mengukur luas tukak dengan menggunakan penggaris, kemudian data yang diperoleh diberi skor (skoring). Dari nilai skor tersebut dapat diketahui kondisi tubuh ikan uji, semakin tinggi nilai skor maka kondisi tubuh ikan semakin buruk. Nilai skor kelainan klinis dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut (modifikasi dari Normalina, 2007):

28 16 Sn = ikan sembuh nilai skor 0 N = ikan normal nilai skor 0 R = ikan radang nilai skor 1 H = ikan hemoragi nilai skor 2 T = ikan tukak nilai skor 3 M = ikan mati nilai skor 4 Diameter klinis dibagi menjadi 4 kelompok : - bila diameter kelainan klinis berada diantara ( cm) diberi angka 1 - bila diameter kelainan klinis berada diantara ( cm) diberi angka 2 - bila diameter kelainan klinis berada diantara ( cm) diberi angka 3 - bila diameter kelainan klinis berada diantara ( cm) diberi angka Mortalitas Pengamatan terhadap mortalitas ikan uji dilakukan setiap hari, mulai dari awal hingga akhir perlakuan. Kematian ikan dicatat untuk mengetahui mortalitas ikan uji dan dihitung dengan menggunakan rumus: Mortalitas (%) = Jumlah ikan yang mati (ekor) x 100% Jumlah populasi (ekor) Pengamatan Organ Dalam Pada akhir perlakuan, ikan uji dibedah untuk mengetahui keadaan organ dalam tubuh ikan tersebut kemudian dilakukan pembandingan antara perlakuan pencegahan, pengobatan, kontrol positif dan kontrol negatif Analisis Kualitas Air Selama perlakuan kualitas air dijaga dengan disipon dan dilakukan pergantian air sekali sehari sebanyak 10-20%. Suhu air diukur setiap hari menggunakan termometer. Selain itu, dilakukan pula pengukuran terhadap ph, DO (dissolved oxigen) dan TAN pada awal dan akhir perlakuan.

29 Analisis Data Data hasil uji in vitro dianalisis menggunakan uji Anova, kemudian jika hasilnya berbeda nyata dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada selang kepercayaan 95%. Data hasil pengamatan uji in vivo dianalisis secara deskriptif, juga menggunakan uji Anova dan jika hasilnya berbeda nyata dilakukan uji lanjut BNT pada selang kepercayaan 95%. Data dianalisis menggunakan program Microsoft Excel 2003 dan SPSS 11.

30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji LD 50 Hasil perhitungan LD 50 bakteri A. hydrophila terhadap ikan lele dumbo didapatkan konsentrasi bakteri sebanyak 10 5 cfu/ml (Lampiran 6). Dengan konsentrasi tersebut dapat membuat populasi ikan lele dumbo mati sebanyak 50% dalam waktu 7 hari Uji In Vitro Dari hasil uji in vitro, dapat diketahui bahwa sari jeruk nipis dapat berfungsi sebagai bahan antibakteri, hal ini dapat terlihat dari zona hambat yang terbentuk di sekitar kertas cakram dalam cawan petri yang telah disebar bakteri A. hydrophila dengan kepadatan 10 5 cfu/ml (Gambar 5 dan 6). Adanya zona hambat diduga berkaitan dengan ph asam dari sari jeruk nipis pada masing-masing dosis (Lampiran 7). Diameter rata-rata zona hambat (mm) a b b b b b b b K 5% 10% 20% 40% 60% 80% 100% Dosis jeruk nipis Keterangan : Huruf dalam grafik yang berbeda menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05) Gambar 5. Rata-rata diameter zona hambat sari jeruk nipis terhadap bakteri A.hydrophila Berdasarkan diameter zona hambat yang dihasilkan, terlihat bahwa rata-rata zona hambat cenderung semakin meningkat seiring dengan meningkatnya dosis sari jeruk nipis yang diberikan. Tetapi, terlihat penurunan zona hambat pada dosis

31 19 20%, kemudian meningkat kembali pada dosis 40%. Zona hambat terbesar terlihat pada dosis 80% dengan rata-rata zona sebesar 11 mm lalu menurun kembali pada dosis 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pada dosis 80% merupakan puncak aktivitas antibakteri dari sari jeruk nipis sehingga menghasilkan zona hambat yang paling besar. Dosis 5% Dosis 10% Dosis 20% Dosis 40% Bakteri A. hydrophila Kertas cakram Zona hambat Dosis 60% Dosis 80% Dosis 100% Gambar 6. Zona hambat jeruk nipis Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan dosis sari jeruk nipis berbeda nyata terhadap kontrol (Lampiran 8). Kemudian dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT), hasilnya menunjukkan semua perlakuan dosis berbeda nyata terhadap kontrol (Lampiran 8). Oleh sebab itu, digunakan dosis 5% yang merupakan dosis paling kecil dan tidak berbeda nyata dengan dosis lainnya (Lampiran 8) agar lebih efisien dan efektif Uji In Vivo Respon Makan dan Uji Refleks Ikan Ikan lele merupakan ikan yang sangat responsif terhadap pakan, ikan ini merupakan omnivora yang dapat memakan pakan alami, keong sampai pelet atau pakan buatan. Respon ikan terhadap pakan yang diberikan dapat menjadi salah satu indikator kondisi tubuh ikan. Ikan yang sehat akan makan dengan lahap dan responsif terhadap pakan yang diberikan, sebaliknya ikan yang kondisinya tidak baik biasanya nafsu makannya juga akan menurun.

32 20 Tabel 2. Respon makan ikan lele dumbo selama uji in vivo Hari ke-(dari penyuntikan A. hydrophila) PENCEGAHAN PENGOBATAN K POSITIF K NEGATIF U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U Keterangan : - = Respon makan tidak ada = Penyuntikan jeruk nipis + = Respon makan sedikit = Penyuntikan A. hydrophila ++ = Respon makan baik = Penyuntikan PBS +++ = Respon makan sangat baik Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa respon makan ikan pada perlakuan pencegahan hari H-7 sedikit bahkan cenderung tidak ada, hal ini disebabkan adanya penyuntikan sari jeruk nipis ke dalam tubuh ikan sehingga ikan mengalami stres dan tidak mau makan. Tetapi memasuki hari selanjutnya nafsu ikan mulai kembali normal dan cenderung sangat baik sampai hari ke-0. Ketika dilakukan uji tantang dengan penyuntikan bakteri A. hydrophila pada hari ke-0, ikan menurun kembali nafsu makannya, bahkan cenderung tidak mau makan. Nafsu makan ikan mulai membaik memasuki hari ke-3. Tetapi nafsu makan ikan tidak terlihat sebaik seperti sebelum disuntikkan bakteri sampai akhir perlakuan. Pada perlakuan pengobatan, ikan terlihat sangat baik nafsu makannya dari awal perlakuan sampai hari ke-0, yaitu ketika dilakukan penyuntikan bakteri. Setelah dilakukan penyuntikan bakteri ikan terlihat tidak nafsu makan. Pada hari ke-2 ketika dilakukan penyuntikan sari jeruk nipis ikan terlihat makan sedikit. Kurangnya nafsu makan telihat sampai hari ke-5, lalu mulai membaik sampai akhir perlakuan. Pada kontrol positif nafsu makan ikan sangat baik dari awal sampai hari ke- 0. Setelah dilakukan penyuntikan bakteri ikan terlihat tidak nafsu makan dan

33 21 makan hanya sedikit. Memasuki hari ke-6 ikan mulai membaik nafsu makannya tetapi tidak sebaik seperti sebelum dilakukan penyuntikan bakteri. Sedangkan pada kontrol negatif nafsu makan ikan terlihat sangat baik dari awal hingga akhir perlakuan. Hasil pengamatan uji refleks menunjukkan bahwa refleks ikan paling kuat terjadi pada kontrol negatif, ikan dengan lincah langsung bergerak menjauhi dinding akuarium ketika dinding tersebut ditepuk. Sebaliknya, pada kontrol positif ikan cenderung diam, tidak langsung menjauhi sumber tepukan. Pada perlakuan pencegahan dan pengobatan tingkah laku ikan juga cenderung kurang aktif ketika terdapat tepukan di dinding akuarium. Ikan tidak langsung menjauhi sumber tepukan melainkan menunggu beberapa saat, kemudian berenang menjauhi sumber tepukan Pertambahan Bobot Rata-rata Pertambahan bobot rata-rata (%) a a a b Pencegahan Pengobatan Kontrol positif Kontrol negatif Perlakuan Keterangan : Huruf dalam grafik yang berbeda menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05) Gambar 7. Pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo (%) selama uji in vivo Dari Gambar 7, dapat terlihat bahwa pertumbuhan paling baik terjadi pada kontrol negatif, yaitu sebesar 87.27% dengan jumlah ikan tetap 15 ekor sampai akhir perlakuan. Sedangkan pertumbuhan paling rendah terjadi pada perlakuan pengobatan sebesar 37.66% dengan jumlah total ikan pada akhir perlakuan adalah 13 ekor ikan. Pertambahan bobot rata-rata pada perlakuan pencegahan yaitu 40.16% dengan jumlah ikan pada akhir perlakuan 14 ekor, sedangkan kontrol positif sebesar 51.21% dengan total ikan pada akhir perlakuan adalah 11 ekor ikan (Lampiran 9). Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95% menunjukkan

34 22 bahwa pertambahan bobot rata-rata kontrol positif tidak berbeda nyata dengan perlakuan pencegahan dan pengobatan. Sedangkan kontrol negatif berbeda nyata terhadap kontrol positif, perlakuan pencegahan dan pengobatan (Lampiran 10) Gejala Klinis dan Pengukuran Diameter Klinis Gejala klinis didapatkan dari pengukuran diameter tukak yang terdapat pada tubuh ikan, kemudian dilakukan skoring. Gejala klinis menunjukkan seberapa parah tubuh ikan terinfeksi bakteri, semakin tinggi skor yang didapat, berarti kerusakan pada tubuh ikan juga semakin parah. Skor rata-rata gejala klinis Hari ke- pasca infeksi bakteri Pengobatan Pencegahan Kontrol Positif Gambar 8. Skor rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo pada uji in vivo Gambar 8 menunjukkan bahwa skor rata-rata gejala klinis paling kecil terlihat pada perlakuan pencegahan, sebaliknya paling besar terlihat pada kontrol positif. Pada pencegahan, skor rata-rata gejala klinis pada hari pertama adalah 1.53 dan mengalami peningkatan sampai hari ke-3 menjadi 2.53, lalu memasuki hari ke-4 mengalami penurunan sampai akhir perlakuan menjadi Pada perlakuan pencegahan, setelah dilakukan penyuntikan bakteri pada hari ke-0, hari selanjutnya mulai terlihat gejala klinis. Pada hari ke-1, skor gejala klinis mulai meningkat dan berlanjut sampai hari ke-3, lalu pada hari selanjutnya rata-rata skor mulai menurun sampai akhir perlakuan (Lampiran 11). Pada hari pertama setelah dilakukan penyuntikan bakteri, terdapat 11 ekor ikan (78.6%) yang mengalami radang dan 3 ekor ikan (21.4%) terlihat normal. Radang berkembang menjadi tukak (borok) pada hari ke-3, tetapi hanya 5 ekor ikan (35.7%) yang mengalaminya, 3 ekor ikan (21.4%) terlihat mengalami penyembuhan, 3 ekor ikan (21.4%) terlihat normal, sedangkan 3 ekor lainnya (21.4%) tetap mengalami

35 23 radang tetapi diameter radang terlihat lebih kecil. Radang dan tukak terlihat semakin kecil pada hari selanjutnya sampai akhir perlakuan, bahkan ada penambahan 1 ekor ikan yang mengalami penyembuhan. Pada akhir perlakuan, terdapat 7 ekor ikan (50%) terlihat sehat, 2 ekor ikan (13.3%) mengalami radang dengan diameter yang kecil dan 5 ekor ikan (35.7%) mengalami tukak (Lampiran 12). Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan pencegahan berbeda nyata dengan kontrol positif (Lampiran 13). Pada perlakuan pengobatan, skor gejala klinis terlihat lebih besar daripada pada pencegahan, namun demikian skor pengobatan masih lebih baik dibandingkan kontrol positif. Skor rata-rata awal adalah 3.47 kemudian meningkat sampai hari ke-3 menjadi 7.20 lalu mengalami penurunan sampai hari ke-7 menjadi Pada pencegahan, semua ikan mengalami peradangan pada hari pertama setelah penyuntikan bakteri (Lampiran 11). Hari selanjutnya dilakukan penyuntikan sari jeruk nipis sebagai pengobatan dan 11 ekor ikan (73.3%) mengalami hemoragi atau pendarahan dan kerusakan jaringan, sedangkan sisanya (26.6%) telah mengalami tukak. Setelah dilakukan penyuntikan, terlihat peningkatan gejala klinis menjadi tukak, 12 ekor ikan (80%) mengalami tukak dan 1 ekor ikan (6.7%) mengalami kematian. Memasuki hari ke-4, terdapat 1 ekor ikan lagi yang mati, sedangkan ikan yang lain mulai mengalami penurunan diameter gejala klinis. Penurunan gejala klinis terus terjadi sampai akhir perlakuan, bahkan terdapat ikan yang sembuh pada hari ke-4 dan ke-6 (Lampiran 12). Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan pengobatan tidak berbeda nyata dengan kontrol positif (Lampiran 13). Pada kontrol positif, terlihat skor gejala klinis paling besar. Skor rata-rata pada hari pertama adalah 4.93 dan mengalami kenaikan sampai hari ke-3 menjadi 7.27 lalu hari selanjutnya mengalami penurunan sedikit tetapi pada akhir perlakuan skor meningkat menjadi Pada kontrol positif, 2 ekor ikan (13.3%) mengalami hemoragi sehari setelah dilakukan penyuntikan bakteri, 3 ekor ikan (20%) mengalami kematian, sedangkan 10 ekor ikan (66.7%) mengalami peradangan. Hari selanjutnya 3 ekor ikan tetap mengalami peradangan (25%), 6 ekor ikan (50%) mengalami hemoragi dan 3 ekor ikan (25%) mengalami tukak.

36 24 Hari ke-3 rata-rata ikan mengalami tukak dan terus berlanjut sampai akhir perlakuan (Lampiran 12). Pada hari ke-7, terdapat satu ekor ikan lagi yang mati. Pada kontrol negatif tidak terdapat gejala klinis karena tidak dilakukan penyuntikan bakteri A. hydrophila. Tidak terlihat adanya peradangan, kerusakan jaringan, hemoragi atau tukak Mortalitas Mortalitas (%) Hari pasca infeksi bakteri Pencegahan Pengobatan K Positif K Negatif Gambar 9. Mortalitas (%) ikan lele dumbo pada uji in vivo Dari Gambar 9 terlihat bahwa tingkat mortalitas tertinggi terjadi pada kontrol positif sebesar 26.67%. Kemudian diikuti oleh perlakuan pengobatan sebesar 13.33%, kematian terjadi di hari ke-3 dan ke-4 dan terus konstan sampai akhir perlakuan. Pada perlakuan pencegahan, tidak terjadi kematian karena penyuntikan sari jeruk nipis maupun infeksi bakteri. Kematian terjadi pada hari H- 3, tetapi hal ini bukan disebabkan penyuntikan jeruk nipis karena tidak terlihat adanya peradangan di sekitar area suntikan, melainkan karena kanibalisme antara sesama ikan yang ditandai dengan kulit ikan yang koyak karena dimakan oleh ikan yang lain (Gambar 10). Gambar 10. Kulit ikan lele dumbo yang terkoyak akibat kanibalisme

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. DEWI MAHARANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA Carica papaya L. UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN IKAN LELE DUMBO Clarias sp YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila AGUNG SETIAJI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Uji Postulat Koch

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Uji Postulat Koch II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian 2.1.1 Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Pewarnaan Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS CAMPURAN MENIRAN

EFEKTIVITAS CAMPURAN MENIRAN EFEKTIVITAS CAMPURAN MENIRAN Phyllanthus niruri DAN BAWANG PUTIH Allium sativum DALAM PAKAN UNTUK PENGENDALIAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. EKA HIDAYATHUS SHOLIKHAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Lapangan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh para pembudidaya karena berpotensi menimbulkan kerugian yang sangat besar. Kerugian yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) Induk lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan 18 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan September November 2011 yang bertempat di Laboratorium Bioteknologi Lantai 3 Program Studi Budidaya Perairan Universitas Lampung,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA AGNIS MURTI RAHAYU DEPARTEMEN

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji 2.2 Persiapan Pakan Uji

II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji 2.2 Persiapan Pakan Uji II. METODOLOGI 2.1 Persiapan Wadah dan Ikan Uji Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak terpal dengan ukuran 2 m x1m x 0,5 m sebanyak 12 buah (Lampiran 2). Sebelum digunakan, bak terpal dicuci

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Dalam memenuhi besarnya permintaan terhadap persediaan ikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa 2.1.1 Klasifikasi Rhizophora stylosa Menurut Cronquist (1981), taksonomi tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan air tawar yang termasuk kedalam famili Cyprinidae yang bersifat herbivore. Ikan ini menyebar di Asia Tenggara, di Indonesia

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penyiapan media bakteri Aeromonas hydrophila

Lampiran 1. Penyiapan media bakteri Aeromonas hydrophila Lampiran 1. Penyiapan media bakteri Aeromonas hydrophila a. Media TSA (Trypticase Soy Agar) Untuk membuat media TSA, dilarutkan 4 gram TSA dalam 100 ml akuades yang ditempatkan dalam erlenmeyer dan dipanaskan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada Mei - Juni 2014 di Laboratorium Basah Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Klasifikasi Ikan Lele Dumbo Klasifikasi ikan lele dumbo menurut (Saanin,1984) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub kingdom : Metazoa Phylum

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Parameter pada penelitian pembesaran ikan lele ini meliputi derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian, perhitungan jumlah bakteri

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada April hingga Juni 2008. Isolasi dan identifikasi bakteri, cendawan serta parasit dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen

Lebih terperinci

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI

MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI MANIPULASI SUHU MEDIA TERHADAP KINERJA PRODUKSI UDANG RED CHERRY (Neocaradina denticulate sinensis) BONNE MARKUS SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTERMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeromonas salmonicida 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi A. salmonicida A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak motil, tidak membentuk spora,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan September 2004 di

IV. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan September 2004 di IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan September 2004 di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh berupa data identifikasi bakteri uji, data uji LD 50, data uji in vitro, dan data uji in vivo. Data hasil uji in vivo antara lain persentase akumulasi

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri

Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri A 2 lup biakan bakteri padat Inkubasi+shaker (suhu kamar, 18-24 jam) a b b b 0.1 ml 0.1 ml 0.1ml 1:10-1

Lebih terperinci

Gambar 9a-d. Gejala Klinis Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia)

Gambar 9a-d. Gejala Klinis Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas sebagai ikan uji yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dilakukan dengan mengamati kerusakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Pembenihan Ikan dan Kolam Percobaan Ciparanje untuk penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Wadah

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Wadah III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2007. Bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni Lokasi penelitian di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2014. Lokasi penelitian di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di

TINJAUAN PUSTAKA. keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi tanaman jeruk nipis 1. Klasifikasi Klasifikasi jeruk nipis menurut (Sarwono,2001) adalah sebagai berikut : Regnum Devisi Sub Divisi Class Subclass Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.) BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Balai Uji Standar Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta dan Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Mangrove Excoecaria agallocha 2.1.1 Klasifikasi Excoecaria agallocha Klasifikasi tumbuhan mangrove Excoecaria agallocha menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pemilihan Ikan Uji dan Bakteri (Patogen dan Probiotik)

METODE PENELITIAN. Pemilihan Ikan Uji dan Bakteri (Patogen dan Probiotik) METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, mulai Januari Juni 2011 di Laboratorium Patologi Ikan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor, Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Conqruist (1981), teh diklasifikasikan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Conqruist (1981), teh diklasifikasikan sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Teh 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Teh (Camelia sinensis) Menurut Conqruist (1981), teh diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisio Class Ordo Familia

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Persiapan Ikan Uji Ikan nila (Oreochromis niloticus) BEST didatangkan dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor yang berukuran rata-rata 5±0,2g, dipelihara selama ±

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

Oleh: SA'DIYAH L/ C SKRIPSI

Oleh: SA'DIYAH L/ C SKRIPSI 0 I-' PEMANFAATAN BUAH MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa UNTUK PENCEGAHAN rnfeksi PENYAKIT MAS Motile Aeromonad Septicaemia DITINJAU DARI GAMBARAN DARAH IKAN PATIN Pangasionodon hypophthalmus Oleh: SA'DIYAH

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b MELALUI Artemia DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP PASCA LARVA UDANG WINDU Penaeus monodon ASRI SUTANTI SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010, di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010, di Laboratorium 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010, di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang, Bandar Lampung dan Laboratorium Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan sebagai obat tradisional. Obat tradisional merupakan obat yang berasal dari tumbuhan,

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan, dimulai dengan pemeliharaan udang vaname ke stadia uji, persiapan wadah dan media, pembuatan pakan meniran, persiapan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei hingga November 2006 di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo 1.2 Robi Hendrasaputro, 2 Rully, dan 2 Mulis 1 robihendra40@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu minuman terpopuler di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu minuman terpopuler di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu minuman terpopuler di dunia. Kepopulerannya dikarenakan teh memiliki aroma dan rasa yang atraktif (Kokhar and Magnusdottir,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Lele Sangkuriang Lele Sangkuriang merupakan jenis lele hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik (back cross) antara induk betina generasi kedua (F2) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan patin siam (P. hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi air tawar yang bernilai ekonomis penting karena beberapa kelebihan yang dimiliki seperti

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Identifikasi Bakteri Uji Peningkatan Virulensi Bakteri Uji

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Identifikasi Bakteri Uji Peningkatan Virulensi Bakteri Uji II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua uji utama yaitu uji in vitro dan uji in vivo. Identifikasi dan peningkatan virulensi bakteri uji, penentuan nilai LD 50 (Lethal Dosage

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Prosedur Penelitian Isolasi dan Seleksi Bakteri Proteolitik Isolasi Bakteri Proteolitik BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Kegiatan isolasi dan seleksi bakteri proteolitik dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Nutrisi, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor, kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012).

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di tiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi dan dapat dipelihara pada padat penebaran tinggi. Ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nila merah (Oreochromis sp.) merupakan salah satu jenis komoditas perikanan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Permintaan pasar untuk ikan Nila merah sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data KKP menunjukkan bahwa produksi ikan mas pada tahun 2010 mencapai 282.695 ton, dengan persentasi

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) menurut Lukito (2002), adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2010 yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2010 yang III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2010 yang bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang, Bandar Lampung dan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bunga Rosella 1. Klasifikasi Dalam sistematika tumbuhan, kelopak bunga rosella diklasifikasikan sebagai berikut : Gambar 1. Kelopak bunga rosella Kingdom : Plantae Divisio :

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

Gambar 2. Ikan Lele Dumbo

Gambar 2. Ikan Lele Dumbo BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepenus) Ikan Lele dumbo (Gambar 1) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan memiliki bentuk tubuh panjang, agak bulat, kepala

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Enterococcus faecalis merupakan mikroorganisme normal yang bisa ditemukan di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias mossambicus dan lele lokal Taiwan spesies Clarias fuscus. Perkawinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias mossambicus dan lele lokal Taiwan spesies Clarias fuscus. Perkawinan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Identifikasi dan Klasifikasi Lele Dumbo Lele dumbo adalah ikan introduksi yang didatangkan ke Indonesia tahun 1985. Lele dumbo merupakan lele hibrid

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS PADA BERBAGAI KEPADATAN DALAM AKUARIUM DENGAN LANTAI GANDA, SERTA PENERAPAN SISTEM RESIRKULASI DEDY AKBAR SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1 Klasifikasi Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi

Lebih terperinci

mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

mampu menghambat pertumbuhan bakteri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk nipis (Citrus aurantifolia, Swingle) merupakan salah satu tanaman yang memiliki efek terapeutik untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Bagian tanaman

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi 8 III. METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan September-Oktober

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Materi Penelitian Bahan yang akan digunakan meliputi ikan plati, kultur mikroorganisme yang diisolasi dari asinan sawi, Paramaecium sp.,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Jatinangor

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci