Gambar 9a-d. Gejala Klinis Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 9a-d. Gejala Klinis Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia)"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas sebagai ikan uji yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dilakukan dengan mengamati kerusakan fisik, uji refleks dan respon ikan terhadap pakan. Gejala klinis ikan uji mulai terlihat dalam waktu jam setelah dilakukan penyuntikan dengan dosis 0,1 ml dengan kepadatan bakteri 10 8 cfu/ml. Gejala klinis yang pertama tampak adalah terjadinya peradangan (inflamasi) pada daerah bekas suntikan (Gambar 9a) kemudian dilanjutkan dengan terlepas sisik (Gambar 9b), kerusakan sirip (Gambar 9c) serta mata menjadi menonjol (exopthalmia) (Gambar 9d). Gejala klinis yang muncul tidak terjadi secara merata pada semua ikan, hal ini dikarenakan daya tahan tubuh ikan yang berbeda-beda serta perbedaan tingkat kelimpahan bakteri yang menyerang organ target ikan tersebut. Oleh karena itu, ikan uji ditunggu hingga memperlihatkan gejala klinis yang merata pada semua ikan. Setelah itu ikan uji diberikan perlakuan perendaman dengan menggunakan ekstrak daun teh tua dengan konsentasi yang berbeda-beda selama 48 jam. Apabila proses perendaman telah selesai, maka air akuarium diganti 100% dengan air normal biasa tanpa perlakuan kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengamatan hingga 14 hari. Inflamasi Sisik Terkelupas dan luka (a) Inflamasi/Peradangan (b) Sisik Terkelupas Sirip Rontok Mata Menonjol (c) Kerusakan Sirip (d) Mata Menonjol Gambar 9a-d. Gejala Klinis Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) 31

2 Kerusakan Fisik Pada pengamatan hari ke-1 perlakuan kontrol (A = 0 ppm) kerusakan fisik ikan uji terjadi semakin parah yang ditandai dengan inflamasi yang dicirikan dengan timbulnya warna kemerahan (hiperemi) (Gambar 10a) pada bekas suntikan kemudian berlanjut menjadi luka terbuka (Gambar 10b). Terjadi kerusakan pada sirip ikan terutama sirip ekor dan sirip punggung yang mengakibatkan terganggunya aktivitas pergerakan ikan. Kerusakan ini disebabkan oleh toksin yang dimiliki oleh bakteri Aeromonas hydrophila yaitu endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin adalah LPS yang mengakibatkan peradangan dan dapat melindungi bakteri dari sifat bakterisidal serum inang, sedangkan eksotoksin memiliki komponen-komponen yang dapat membantu dalam melawan pertahanan tubuh inang (Angka 2005). Pada hari ke-7, kerusakan fisik sudah sangat parah dengan terlihatnya borok dan tukak pada pada bekas suntikan (Gambar 10c). Beberapa ikan terlihat kehilangan otot daging pada daerah bekas suntikan dibagian (dorsal) dan sirip ekor. (a) Hiperemi dan Inflamasi (b) Luka Terbuka (c) Borok Gambar 10a c. Gejala Klinis Benih Ikan Mas Perlakuan A (0 ppm) Hasil pengamatan hari ke-1 setelah dilakukan perendaman dalam ekstrak daun teh tua pada perlakuan B (75 ppm) dan C (150 ppm) terjadi kerusakan fisik pada ikan uji dengan terlepasnya sisik pada bekas suntikan yang menimbulkan luka terbuka (ulcer) namun tidak disertai dengan pendarahan (hemoragi) (Gambar 11a dan Gambar 12a). Hal ini diduga terjadi karena daun teh memiliki kandungan katekin yang dapat memperkuat pembuluh darah (Soraya 2007) sehingga benih ikan mas yang direndam dalam ekstrak daun teh tua tidak mengalami pendarahan.

3 33 Gejala klinis lain yang dominan terlihat pada semua perlakuan adalah pembengkakan pada mata dan perut. Hal ini sesuai dengan pendapat Cipriano (2001) yang menyebutkan bahwa kondisi patologis penyakit MAS ditandai dengan adanya luka terbuka (dermal ulceration), ekor dan sirip membusuk serta pembengkakan mata (exophtalmia). Pada perlakuan B (75 ppm) gejala klinis kerusakan pada fisik benih ikan mas masih terlihat sampai hari ke-5 (Gambar 11b) dan mulai berangsur-angsur membaik pada hari ke-10 yang ditandai dengan semakin mengecilnya luka dengan munculnya kulit baru yang sedikit demi sedikit menutupi luka (Gambar 11c), ini merupakan tanda dimana senyawa antibakteri dalam ekstrak daun teh tua sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila. Pada hari ke-14 gejala klinis kerusakan fisik ikan berupa luka kecil masih terlihat namun pembengkakan pada mata dan perut sudah tidak terlihat lagi (Gambar 11d). (a) Hari ke-1 (b) Hari ke-5 (c) Hari ke-10 (d) Hari Ke-14 Gambar 11a d. Gejala Klinis Benih Ikan Mas Perlakuan B (75 ppm) Pada perlakuan C (150 ppm) ikan uji yang sudah menunjukkan gejala klinis penyakit MAS pada hari ke-1 (Gambar 12a) semakin parah pada pengamatan hari ke-5 yang ditandai dengan semakin banyak sisik yang terlepas dan luka yang semakin membesar serta terjadi pembengkakan pada mata dan perut (Gambar 12b). Kondisi ikan uji semakin membaik pada hari ke-10 yang ditandai dengan luka yang mengecil namun masih terlihat pembengkakan pada

4 34 mata dan perut (Gambar 12c). Hal ini diduga karena senyawa antibakteri yang terkandung dalam ekstrak daun teh tua telah bekerja optimum dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila sehingga gejala klinis penyakit MAS sudah mulai berkurang dan semakin menunjukkan kondisi yang baik pada pengamatan hari berikutnya. Pada hari ke-14 beberapa ikan sudah tidak terlihat lagi luka pada tubuhnya dan pembengkakan pada mata dan perut tidak tampak lagi (Gambar 12d). Kondisi fisik ikan pada hari ke-14 sudah mendekati seperti kondisi ikan sebelum di infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. (a) Hari ke-1 (b) Hari ke-5 (c) Hari ke-10 (d) Hari Ke-14 Gambar 12a d. Gejala Klinis Benih Ikan Mas Perlakuan C (150 ppm) Kondisi ikan uji perlakuan D (225 ppm) dan E (300 ppm) pada hari ke-1 sampai hari ke-10 menunjukkan gejala klinis kerusakan fisik berupa luka pada daerah bekas suntikan, pembengkakan di bagian perut dan mata yang menonjol (Gambar 13 dan 14). Tubuh ikan uji terlihat berwarna kemerahan di daerah sekitar perut dan operculum (Gambar 13a dan Gambar 14a). Hal ini diduga terjadi karena ikan uji keracunan saponin akibat kelebihan konsentasi ekstrak daun teh tua yang diberikan yaitu pada konsentrasi 225 ppm dan 300 ppm. Dosis tinggi saponin dapat mengakibatkan hemolisis (penghancuran sel darah merah) (Musalam 2001 dalam Afizia 2010).

5 35 Pada pengamatan hari ke-14 ikan uji pada perlakuan D (225 ppm) dan E (300 ppm) sudah tidak terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Hal ini sejalan dengan hasil histopatologi limpa dengan sedikit ditemukannya Melano Macrophage Centre (). Namun kerusakan fisik pada ikan uji masih terlihat, hal ini terjadi karena ikan uji keracunan senyawa dalam ekstrak daun teh tua pada konsentrasi tinggi seperti saponin yang dapat menghemolisis sel darah merah sehingga proses penyembuhan dan perbaikan jaringan yang rusak menjadi terhambat. (a) Hari ke-1 (b) Hari ke-5 (c) Hari ke-10 (d) Hari Ke-14 Gambar 13a-d. Gejala Klinis Benih Ikan Mas Perlakuan D (225 ppm) (a) Hari ke-1 (b) Hari ke-5 (c) Hari ke-10 (d) Hari Ke-14 Gambar 14a d. Gejala Klinis Benih Ikan Mas Perlakuan E (300 ppm)

6 Respon Pakan Pengamatan respon terhadap pakan dilakukan setiap hari selama 14 hari dengan melihat reaksi benih ikan mas sebagai ikan uji pada saat pemberian pakan dan jumlah pakan yang tersisa. Pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali sehari pada pagi, siang dan sore hari. Pada pengamatan hari ke-1 sampai hari ke- 14 ikan uji pada perlakuan A (0 ppm) tidak memberikan respon pakan yang baik. Hal ini terjadi karena ikan mengalami stres pasca penyuntikan dan terjadi infeksi dari bakteri Aeromonas hydrophila, sehingga ikan menjadi kurang merespon atau bahkan tidak merespon terhadap pakan. Menurut Irianto (2005) stres merupakan suatu keadaan saat suatu hewan tidak mampu mengatur kondisi fisiologis yang normal karena berbagai faktor merugikan yang mempengaruhi kesehatannya. Nabib dan Pasaribu (1989) dalam Setiaji (2009) menjelaskan bahwa penolakan terhadap makanan sering dialami pada ikan yang tidak sehat. Pada perlakuan B (75 ppm), C (150 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm) ikan uji memberikan respon yang sedikit terhadap pakan pada pengamatan hari ke-1 dan 2. Kemudian mengalami peningkatan pada pengamatan hari ke-3 sampai hari ke-14 dengan memberikan respon pakan yang sudah kembali normal seperti biasa. Hal ini disebabkan karena ikan uji sudah tidak stres dan telah mengalami masa penyembuhan setelah perendaman dengan menggunakan ekstrak daun teh tua. Senyawa aktif antibakteri dalam ekstrak daun teh tua diduga sudah aktif dan bekerja efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila selama proses penyembuhan. Hasil pengamatan uji respon pakan benih ikan mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dapat dilihat pada Lampiran Uji Refleks Pengujian refleks ikan dilakukan dengan cara menepuk dinding akuarium perlakuan. Pengamatan hari ke-1 dan 2 ikan uji pada semua perlakuan tidak memberikan respon terhadap kejutan hal ini disebabkan karena ikan uji mendapatkan serangan dari bakteri Aeromonas hydrophila sehingga mengalami penurunan respon terhadap kejutan.

7 37 Terjadi perubahan tingkah laku ikan setelah di infeksi bakteri Aeromonas hydrophila, seperti gerakan ikan yang terlihat lambat, beberapa ikan berenang mendekati permukaan atau berada disekitar aerasi dan berenang dengan posisi tubuh yang miring akibat daya keseimbangan tubuh yang berkurang dan kerusakan pada sirip ikan akibat serangan bakteri Aeromonas hydrophila. Hal ini sesuai dengan pendapat Nabib dan Pasaribu (1989) dalam Yuhana et al. (2008) cara bergerak seekor ikan yang tidak sehat bisa lebih lambat atau lebih cepat dari biasanya, berenang kian-kemari secara cepat, berputar-putar, menyusuri tepi, rotating atau berenang dengan perut diatas merupakan tanda fatal. Penyebabnya bisa karena adanya suatu peradangan dan penyumbatan pembuluh darah, atau suatu racun (Yuhana et al. 2008). Pada hari ke-3 ikan uji pada semua perlakuan mulai memberikan respon refleks dengan cara berenang menjauhi sumber tepukan. Namun pada hari ke-7 perlakuan A (0 ppm) terjadi penurunan bahkan tidak ada respon refleks pada ikan uji yang terjadi akibat serangan bakteri Aeromonas hydrophila yang semakin parah. Sedangkan pada perlakuan B (75 ppm), C (150 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm) ikan uji masih memberikan respon refleks yang baik sampai akhir pengamatan. Ini menandakan bahwa ikan uji pada perlakuan B, C, D dan E yang mendapatkan perlakuan perendaman dalam ekstrak daun teh tua telah mengalami penyembuhan. Hasil pengamatan uji refleks pada benih ikan mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dapat dilihat pada Lampiran Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil analisis data rata-rata kelangsungan hidup benih ikan mas (Lampiran 14), benih ikan mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dengan perendaman berbagai konsentrasi ekstrak daun teh tua selama 48 jam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup. Hasil uji berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan B (75 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm) tidak berbeda nyata, namun apabila dibandingkan dengan perlakuan A (0 ppm) dan C (150 ppm) memberikan hasil yang berbeda nyata (Tabel 4).

8 38 Tabel 4. Rata-rata Kelangsungan Hidup Hasil Uji Beda Jarak Nyata Duncan Kelangsungan Hidup (%) Rata-rata Perlakuan Kelangsungan Signifikasi Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Hidup (%) A (0 ppm) a B (75 ppm) 93,33 60,00 60,00 71,11 b C (150 ppm) 93,33 86,67 98,33 93,33 c D (225 ppm) 60,00 53,33 53,33 55,56 b E (300 ppm) 80,00 60,00 80,00 73,33 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata. Perlakuan B (75 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm) memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap kelangsungan hidup dibandingkan dengan perlakuan A (0 ppm) sehingga perlakuan perendaman dengan menggunakan ekstrak daun teh tua lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa perendaman ekstrak daun teh tua. Benih ikan mas pada perlakuan A mengalami kematian total pada hari ke-10 dengan kerusakan fisik yang parah. Rendahnya tingkat kelangsungan hidup benih ikan mas pada perlakuan A (0 ppm) yaitu sebesar 0% dikarenakan ikan mengalami penurunan daya tahan tubuh akibat serangan bakteri Aeromonas hydrophila yang mengganggu fungsi organ-organ tubuh dan dalam beberapa hari dapat menyebabkan kematian pada ikan tersebut. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan mas pada masing-masing konsentrasi dapat dilihat pada gambar A Kelangsungan Hidup (%) (0 ppm) B (75 ppm) C (150 ppm) D (225 ppm) E (300 ppm) Kelangsungan Hidup (%) Gambar 15. Grafik Kelangsungan Hidup benih Ikan Mas

9 39 Perbandingan perlakuan B (75 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm) terhadap perlakuan C (150 ppm) memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Tingkat kelangsungan hidup perlakuan C (150 ppm) yaitu sebesar 93,33 % lebih besar dibandingkan dengan perlakuan B (75 ppm) yang hanya memberikan tingkat kelangsungan hidup sebesar 71,33 % (Gambar 15), hal ini diduga karena konsentrasi ekstrak yang digunakan kecil sehingga kandungan senyawa-senyawa antibakteri dalam ekstrak daun teh tua masih sedikit. Hal ini menyebabkan aktivitas senyawa antibakteri kurang bekerja secara optimal sehingga kurang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila. Pada perlakuan D (225 ppm) dan E (300 ppm) tingkat kelangsungan hidup benih ikan mas lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan C (150 ppm) yaitu secara berturut-turut sebesar 55,56 % dan 73,33 % (Gambar 15). Konsentrasi ekstrak daun teh tua yang diberikan pada perlakuan D (225 ppm) dan E (300 ppm) lebih besar dibandingkan dengan perlakuan C (150 ppm). Namun, peningkatan konsentrasi tidak selalu menghasilkan kelangsungan hidup yang tinggi karena ekstrak daun teh tua mengandung saponin yang bersifat racun bagi ikan pada konsentrasi tinggi. Saponin merupakan senyawa triterpenoid yang dapat digunakan sebagai zat anti bakteri, namun pada konsentrasi tinggi saponin dapat bersifat toksik ikan dan saponin dapat menghemolisis sel darah merah (Musalam 2001 dalam Afizia 2010). Kandungan saponin yang tinggi ditandai dengan terbentuknya busa pada permukaan air di media pemeliharaan (Gambar 16). Busa Gambar 16. Konsentrasi Tinggi Ekstrak Daun Teh Tua Menimbulkan Busa pada Media Pemeliharaan

10 40 Mortalitas benih ikan mas pada perlakuan D (225 ppm) dan E (300 ppm) terjadi karena benih ikan mas mengalami keracunan akibat perendaman dengan konsentrasi tinggi ekstrak daun teh tua. Larutan ekstrak daun teh tua yang dibiarkan dalam waktu yang lama, akan menyebabkan penumpukan dan akumulasi senyawa metabolit sekunder dari daun teh tua seperti katekin dan saponin yang akan merubah warna dan rasa larutan ekstrak daun teh tua. Hal ini ditandai dengan perbedaan warna media pemeliharaan pada saat awal diberi ekstrak dan akhir (48 jam) perlakuan perendaman. Warna media pemeliharaan terlihat semakin keruh dan pekat yang diindikasi memiliki rasa yang semakin pahit dan sepat (Gambar 17). Hal ini sejalan dengan yang terjadi di dalam tubuh ikan, kandungan senyawa dalam ekstrak daun teh tua terutama katekin dan saponin akan terakumulasi dalam tubuh ikan sehingga terjadi banyak kematian setelah pengamatan hari ke-10 (Gambar 18). Semakin lama perendaman maka semakin banyak jumlah katekin dan saponin yang terakumulasi dalam tubuh ikan. (a) Awal Perendaman (b) Akhir Perendaman Gambar 17a-b. Kondisi Media Pemeliharan pada Awal dan Akhir Perendaman Pada perlakuan D (225 ppm) jumlah akumulasi endapan katekin dan saponin dalam tubuh ikan mencapai puncak pada hari ke-10, 11 dan 12 dengan total kematian sebanyak 6-7 ekor (Lampiran 15). Sedangkan pada perlakuan E (300 ppm) mengalami puncak jumlah akumulasi endapan katekin dan saponin yang menyebabkan kematian pada hari ke-12, 13 dan 14 dengan total kematian sebanyak 3-6 ekor (Gambar 18).

11 Mortalitas Harian (%) A (0 ppm) B (75 ppm) C (150 ppm) D (225 ppm) E (300 ppm) 0 *24 Jam *48 Jam Waktu Pengamatan Gambar 18. Grafik Mortalitas Harian Ikan Uji Tiap Perlakuan Perlakuan C (150 ppm) merupakan perlakuan yang terbaik dengan menghasilkan tingkat kelangsungan hidup tertinggi sebesar 93,33 %, hal ini terjadi karena kandungan alkaloid, flavonoid, katekin, tanin dan saponin pada konsentrasi tersebut mampu memberikan efek antibakteri secara optimum dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila. Katekin merupakan kandungan utama polifenol dalam daun teh. Katekin teh hijau bersifat antimikroba yang disebabkan oleh adanya gugus pyrogallol dan gugus galloil. Senyawa katekin dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma bakteri. Pecahnya membran sitoplasma menyebabkan keluarnya semua organel-organel sel yang menyebabkan terhentinya proses metabolisme sel bakteri sehingga menyebabkan kematian sel bakteri (Volk and Wheller, 1993 dalam Rustanty 2009). Penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak daun teh tua dapat menghambat pertumbuhan bakteri dari genus Aeromonas hydrophila. Hal ini sejalan dengan pernyataan Alamsyah (2006) bahwa teh hijau dapat menghambat mikroba pembentuk racun dalam makanan seperti Aeromonas sobria, S. aureus, Clostridium perfringens, dan Clostridium botulinum. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa ekstrak daun teh tua dapat menghambat pertumbuhan bakteri dari genus Aeromonas.

12 Kelangsungan Hidup (%) 42 Berdasarkan analisis regresi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara perendaman ekstrak daun teh tua terhadap kelangsungan hidup benih ikan mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Hubungan korelasi antara kedua variabel tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan kuartik dengan persamaan : y = 2E-07x 4-8E-05x x x - 5E-11. Persamaan garis tersebut memiliki hubungan determinasi (R 2 ) sebesar 0,93 artinya konsentrasi perendaman ekstrak daun teh tua terhadap kelangsungan hidup memberikan pengaruh sebesar 93%. Perhitungan analisis regresi dapat dilihat pada Lampiran 16. Pada grafik persamaan regresi (Gambar 19) dapat dilihat bahwa perlakuan perendaman ekstrak daun teh tua terhadap kelangsungan hidup benih ikan mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila mencapai titik optimum dengan pemberian konsentrasi sebesar 133,58 ppm yang menghasilkan kelangsungan hidup sebesar 95,18 % dan mencapai titik minimum serta titik belok pada konsentrasi 258,51 ppm dengan kelangsungan hidup sebesar 45,10 %. Oleh karena itu, batas toleransi pemberian ekstrak daun teh tua pada benih ikan mas yaitu pada konsentrasi 258,51 ppm y = 2E-07x 4-8E-05x x x + 2E-10 R² = Konsentrasi Ekstrak Daun Teh Tua (ppm) Gambar 19. Grafik Hasil Analisis Regresi Kuartik

13 Histopatologi Organ Limpa Limpa merupakan salah satu organ target yang diserang bakteri Aeromonas hydrophila yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan limpa. Kerusakan tersebut disebabkan toksin bakteri yang mengakibatkan organ-organ tersebut hilang integritas strukturalnya. Bakteri ada di dalam sarung retikuler dari elipsoid limpa yang merupakan pusat dari aktivitas pagositik makropag, bakteri merusak sel endothelial dan retikuler dari elipsoid. Perubahan patologis terjadi pada limpa dari ikan yang diinjeksi dengan Aeromonas hydrophila. Hemoragi (perdarahan) juga terjadi pada organ internal, ginjal dan limpa (Herwig 1979). Limpa merupakan salah satu organ yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Limpa yang normal berwana merah-ungu karena kandungan darahnya. Jaringan limpa terdiri atas pulpa putih dan pulpa merah (Gambar 20). Fungsi limpa yaitu mengakumulasi limfosit dan makrofag, degradasi eritrosit, tempat cadangan darah dan sebagai organ pertahanan terhadap infeksi partikel asing yang masuk ke dalam darah dengan menghasilkan antibodi humoral terhadap antigen yang diangkut melaui darah (Khairinal 2012). Histopatologi organ yang diamati pada penelitian ini adalah organ limpa pada enam sample benih ikan mas yang berbeda yaitu benih ikan mas sebelum diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila (ikan sehat), benih ikan mas setelah diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila (ikan sakit), dan benih ikan mas setelah pengobatan atau pemberian perlakuan. Hasil analisis histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesembuhan dengan melihat kerusakan jaringan pada organ limpa setelah pengobatan yang dibandingkan dengan histolopatologi limpa ikan sehat dan ikan sakit. Benih ikan mas yang dijadikan sampel histolopatologi ikan sehat adalah benih ikan mas yang belum diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Berdasarkan hasil analisis histopatologi jaringan limpa menunjukkan bahwa benih ikan mas tidak mengalami kerusakan yang terlihat dari struktur jaringan limpa terlihat normal dengan warna merah-ungu yang terdiri dari pulpa putih dan pulpa merah (Gambar 20).

14 44 pulpa merah pulpa putih Gambar 20. Histopatologi Jaringan Limpa Ikan Sebelum di Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila (Pembesaran 400x) (Sumber : Laporan Hasil Uji BUSKI, 2013) Perubahan histopatologi jaringan limpa yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dicirikan dengan munculnya peradangan (splenitis) yang ditandai dengan adanya folikel limfoid yang mengalami Melano Macrophage Centre () dalam jumlah banyak (Gambar 21). Jaringan limpa berwarna pucat diduga terjadi karena dalam aliran darah terdapat antigen bakteri Aeromonas hydrophila. Toksik yang dikeluarkan bakteri Aeromonas hydrophila mengalir dalam aliran darah kemudian masuk ke dalam sel endotel pembuluh darah yang akan menyebabkan kerusakan pada endotel sehingga akan merangsang pembentukan cytokine sebagai mediator inflamasi. Mekanisme ini yang akan merangsang pembentukan (Maryadi 2009). Menurut Bellati (1985) dalam Maryadi (2009) fungsi makrofag dalam respon imun adalah menghilangkan benda-benda asing dan bahan yang bersifat merusak (Maryadi 2009). Makrofag merupakan salah satu sel yang berperan penting dalam respon imun dengan fagositosis dan sebagai antigen presenting cells (APC) (Afifudin 2009). Gambar 21. Histopatologi Jaringan Limpa Ikan yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila (Pembesaran 100x) (Sumber : Laporan Hasil Uji BUSKI, 2013)

15 45 Perbedaan histopatologi jaringan limpa pada perlakuan B (75 ppm), C (150 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm) terletak pada jumlah Melano Macrophag Centre () yang ditemukan. Jumlah Melano Macrophag Centre () pada perlakuan B (75 ppm) (Gambar 22a) relatif lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan C (150 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm) (Gambar 22 b-d). Hal ini menandakan bahwa perlakuan C (150 ppm), D (225 ppm) dan E (300 ppm) mengalami tingkat kesembuhan yang lebih baik dibandingkan dengan pada perlakuan B (75 ppm). Pemberian perlakuan ekstrak daun teh tua pada benih ikan mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila mengalami penyembuhan yang cukup baik dengan memperlihatkan kondisi histopatologi jaringan limpa yang telah mendekati histopatologi jaringan limpa seperti ikan sehat (Gambar 20) serta jumlah yang ditemukan sedikit. (a) Perlakuan B (75 ppm) (b) Perlakuan C (150 ppm) (c)perlakuan D (225 ppm) (d) Perlakuan E (300 ppm) Gambar 22a-d. Histopatologi Jaringan Limpa Ikan (Pembesaran 100x) (Sumber : Laporan Hasil Uji BUSKI, 2013)

16 Kualitas Air Kualitas air adalah kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya dinyatakan dalam kisaran nilai tertentu (Boyd, 1990). Pengamatan kondisi kualitas air digunakan sebagai parameter pendukung untuk memberikan informasi bahwa media pemeliharaan benih ikan mas tetap dalam kondisi terkontrol. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada awal penelitian, pertengahan penelitian dan akhir penelitian. Beberapa parameter kualitas air yang diukur selama penelitian meliputi suhu, ph, DO dan ammonia. Data hasil pengukuran kualitas air selama penelitian berlangsung dapat dilihat pada Tabel 5 dan Lampiran 17. Tabel 5. Data Hasil Pengamatan Kualitas Air Parameter yang Perlakuan Optimum Diamati A B C D E Ikan Bakteri Awal Penelitian Suhu ( o C) 25,5 25,5-26,0 25,5-26,0 25,5 25,5-26, a b ph 7,38 7,38 7,38 7,38 7,38 6,5-9,0 c 4,7-11 b DO (mg/l) 5,3-5,7 5,1-5,4 5,6-6,6 5,2-6,3 5,4-6,8 >3 d Amonia (mg/l) ,6 d Pertengahan Penelitian Suhu ( o C) 26,0 26,0 26,0-27,0 26,0-26,5 26,0 ph 8,39-8,63 8,36-8,61 8,49-8,53 8,29-8,62 8,36-8,58 DO (mg/l) 3,4-4,9 3,0-5,9 4,4-5,9 5,0-8,5 3,2-4,8 Amonia (mg/l) 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Akhir Penelitian Suhu ( o C) ph - 7,61-7,80 7,56-7,75 7,67-7,94 7,53-7,61 DO (mg/l) - 3,2-5,9 3,5-5,4 3,9-5,4 3,2-6,4 Amonia (mg/l) - 0,0-0,.5 0,0-0,.5 0,5 0,0-0,.5 Keterangan : a Huet 1971 dalam Sulistiawati 2011 b Kabata 1985 c Boyd 1982 dalam Sitawati 2002 d Boyd 1990 Suhu yang terukur berkisar antara 25,5-27,0 o C. Nilai tersebut masih berada pada kisaran optimum untuk pemeliharaan benih ikan mas yaitu antara o C (Huet 1971). Pengukuran nilai ph selama penelitian berkisar antara 7,38-8,63 dengan kisaran nilai optimum antara 6,5-9,0 (Boyd 1982 dalam Sitawati 2002). ph merupakan parameter aktivitas ion hidrogen (H + ) dalam suatu larutan yang dinyatakan dengan asam atau basa.

17 47 Oksigen terlarut (DO) adalah jumlah mg/l gas oksigen yang terlarut dalam air. Kandungan oksigen terlarut (DO) yang terukur berkisar antara 3,0-8,5 mg/l masih berada dalam batas optimum yaitu lebih besar dari 3 mg/l (Boyd 1990). Hasil pengukuran selama penelitian nilai amonia berkisar antara 0-0,5 mg/l. Nilai tersebut masih berada dalam batas nilai optimum yaitu lebih kecil dari 0,6 mg/l. Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap kadar amonia yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah (Boyd 1990). Berdasarkan hasil pengukuran parameter kualitas air selama penelitian, dapat dinyatakan bahwa kondisi kualitas air selama penelitian memenuhi standar optimum untuk pemeliharaan benih ikan mas sehingga kematian benih ikan mas selama penelitian bukan disebabkan oleh kondisi perairan melainkan karena serangan bakteri Aeromonas hydrophila.

18 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Parameter pada penelitian pembesaran ikan lele ini meliputi derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian, perhitungan jumlah bakteri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh para pembudidaya karena berpotensi menimbulkan kerugian yang sangat besar. Kerugian yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kandungan Metabolit Sekunder Daun Rhizophora mucronata Lamk. Kandungan metabolit sekunder pada daun Rhizophora mucronata Lamk. diidentifikasi melalui uji fitokimia. Uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Dalam memenuhi besarnya permintaan terhadap persediaan ikan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pembuatan Ekstrak Daun Nangka. (a) (b) (c)

Lampiran 1. Pembuatan Ekstrak Daun Nangka. (a) (b) (c) Lampiran 1. Pembuatan Ekstrak Daun Nangka (a) (b) (c) (d) (e) Keterangan : (a) Daun nangka segar dicuci kemudian dikeringkan (kering udara). (b) Daun nangka kering dihaluskan dengan cara diblender. (c)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui 41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Uji LD-50 Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan air tawar yang termasuk kedalam famili Cyprinidae yang bersifat herbivore. Ikan ini menyebar di Asia Tenggara, di Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh berupa data identifikasi bakteri uji, data uji LD 50, data uji in vitro, dan data uji in vivo. Data hasil uji in vivo antara lain persentase akumulasi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daya Rekat Telur Ikan Komet Daya rekat merupakan suatu lapisan pada permukaan telur yang merupakan bagian dari zona radiata luar yang mengandung polisakarida dan sebagian

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HAMA DAN PENYAKIT IKAN

HAMA DAN PENYAKIT IKAN HAMA DAN PENYAKIT IKAN I. MENCEGAH HAMA DAN PENYAKIT IKAN Hama dan penyakit ikan dapat dibedakan berdasarkan penyerangan yaitu hama umumnya jenis organisme pemangsa (predator) dengan ukuran tubuh lebih

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012).

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di tiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan patin siam (P. hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi air tawar yang bernilai ekonomis penting karena beberapa kelebihan yang dimiliki seperti

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh selama pelaksanaan kegiatan penelitian ini meliputi : 1) pengujian kerentanan ikan nila terhadap infeksi bakteri Streptococcus agalactiae; 2) distribusi bakteri

Lebih terperinci

Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri

Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri Lampiran 1a. Pengenceran konsentrasi bakteri dalam biakan murni dengan teknik pengenceran berseri A 2 lup biakan bakteri padat Inkubasi+shaker (suhu kamar, 18-24 jam) a b b b 0.1 ml 0.1 ml 0.1ml 1:10-1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahan alam yang berasal dari tumbuhan sebagai obat tradisional telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk menangani berbagai masalah kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem imun bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh, dan membuang atau memperbaiki sel yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Darah Gambaran darah merupakan salah satu parameter yang menjadi indikasi adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi (mikroorganisme)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan Sampel Ascidian Didemnum molle Pengambilan sampel dilakukan pada Bulan Maret 2013 di perairan Kepulauan Seribu meliputi wilayah Pulau Pramuka, Pulau Panggang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Uji Postulat Koch

II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Uji Postulat Koch II. METODOLOGI 2.1 Metode Penelitian 2.1.1 Karakterisasi Sifat Biokimia dan Fisiologi A. hydrophila Pewarnaan Gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang penting dan luas yang digunakan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ikan Gurami ( Osphronemus gouramy) Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ikan Gurami ( Osphronemus gouramy) Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurami ( Osphronemus gouramy) 2.1.1 Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Menurut Saanin jilid 2 (1995), klasifikasi ikan gurami (Osphronemus gouramy) adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kecerahan Warna Timbulnya warna ikan secara alami disebabkan tersedianya karotenoid dari makanan alami (Simpson et al. 1981 dalam Utomo dkk 2006), sedangkan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu minuman terpopuler di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu minuman terpopuler di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu minuman terpopuler di dunia. Kepopulerannya dikarenakan teh memiliki aroma dan rasa yang atraktif (Kokhar and Magnusdottir,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat

PEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat PEMBAEIASAN Penambahan Spirulina platensis dalam pakan ikan sebanyak 296, 4% dan 6% baik secara kontinyu maupun diskontinyu dapat meningkatkan respon kekebalan ikan patin. Peningkatan ini dapat dilihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6. 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terhadap Awal Kebusukan Daging Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi daun salam sebagai perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan 4.1.1 Kultur Bakteri Vibrio harveyi Isolat bakteri Vibrio harveyi murni diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara (BBPBAP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perilaku Kanibalisme Ketersediaan dan kelimpahan pakan dapat mengurangi frekuensi terjadinya kanibalisme (Katavic et al. 1989 dalam Folkvord 1991). Menurut Hecht dan Appelbaum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeromonas salmonicida 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi A. salmonicida A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak motil, tidak membentuk spora,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data KKP menunjukkan bahwa produksi ikan mas pada tahun 2010 mencapai 282.695 ton, dengan persentasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda Hasil pengamatan secara mikroskopis yang dilakukan terhadap 90 ekor sampel ikan nila (Oreochromis nilotica),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2012-Mei 2013 dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk melihat onset, durasi, kematian dan tahapan anestesi Acepromazine (ACP). Selanjutnya, hasil penelitian dengan menggunakan ACP yang diberikan secara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Lapangan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu ikan budidaya yang banyak diminati oleh masyarakat.perkembangan dan perawatan lele dumbo yang mudah menjadi alasan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Ekstrak Daun Meniran (Phyllanthus niruri, L.) Terhadap. Pertumbuhan Staphylococcus aureus.

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Ekstrak Daun Meniran (Phyllanthus niruri, L.) Terhadap. Pertumbuhan Staphylococcus aureus. 87 BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Ekstrak Daun Meniran (Phyllanthus niruri, L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus. Taraf perlakuan ekstrak Daun Meniran dengan berbagai konsentrasi menunjukan hasil

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang menyebabkan gangguan penglihatan. Kebanyakan lensa mata menjadi agak keruh setelah berusia lebih dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Determinasi Bahan Deteminasi dilakukan untuk memastikan kebenaran dari bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu tanaman asam jawa (Tamarindus indica L.). Determinasi

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas

HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Mortalitas Virus H 5 N yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang saat ini menjadi primadona di sub sektor perikanan. Ikan ini di pasaran memiliki nilai

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci