REFERAT ONKOLOGI TUMOR SINONASAL. Oleh: Bayu Lesmono Pembimbing Utama. dr. Nur Akbar Aroeman., Sp.T.H.T.K.L (K)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REFERAT ONKOLOGI TUMOR SINONASAL. Oleh: Bayu Lesmono Pembimbing Utama. dr. Nur Akbar Aroeman., Sp.T.H.T.K.L (K)"

Transkripsi

1 REFERAT ONKOLOGI TUMOR SINONASAL Oleh: Bayu Lesmono Pembimbing Utama dr. Nur Akbar Aroeman., Sp.T.H.T.K.L (K) DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER RSHS/FK UNPAD BANDUNG 2015

2 LEMBAR PENGESAHAN Judul Referat : Tumor Sinonasal Tanggal : 25 September 2015 Presentan : Bayu Lesmono Pembimbing Utama : dr. Nur Akbar Aroeman., Sp.T.H.T.K.L (K) Pembimbing Pendamping : - dr. Dindy Samiadi, MD., Sp.T.H.T.K.L (K). FAAOHNS - dr. Bogi Soeseno., Sp.T.H.T.K.L (K - dr. Yussy Afriani Dewi., Mkes., Sp.T.H.T.K.L (K). FICS - dr. Agung Dinasti Permana., Mkes., Sp.T.H.T.K.L. FICS Mengetahui Pembimbing Utama: dr. Nur Akbar Aroeman., Sp.T.H.T.K.L (K)

3 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN DAFTAR ISI i DAFTAR GAMBAR ii BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II EPIDEMIOLOGI 2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung Sinus Paranasal 4 BAB III ETIOLOGI DAN FALTOR RESIKO 7 BAB IV PATOFISIOLOGI Klasifikasi Tumor Tumor Jinak Tumor Ganas 12 BAB V DIAGNOSIS 1. Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang 23 BAB VI PENATALAKSANAAN 1. Pembedahan Radioterapi Kemoterapi 36 BAB VII KOMPLIKASI 38 BAB VIII PROGNOSIS 39 DAFTAR PUSTAKA 41

4 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur Dinding Lateral Hidung 3 Gambar 2. Anatomi Sinus Paranasalis 4 Gambar 3. Karsinoma Sel Skuamosa 14 Gambar 4. Undifferentiated Carcinoma 15 Gambar 5. Rhabdomyosarcoma 16 Gambar 6. Chondrosarcoma 17 Gambar 7. Foto Polos Kepala 24 Gambar 8. CT-Scan 25 Gambar 9. T1 Terbatas Mukosa Sinus Maksilaris 32 Gambar 10. Tumor Pada Kavum Nasi dan Sinus Etmoidalis 32 Gambar 11. T2 Erosi dan Destruksi Tulang 32 Gambar 12. Tumor Menginvasi Dinding Posterior Sinus 32 Gambar 13. Gambaran Tumor T4a 33 Gambar 14. Gambaran Tumor T4b 33

5 BAB I PENDAHULUAN Tumor sinonasal adalah penyakit di mana terjadinya pertumbuhan sel (ganas) pada sinus paranasal dan rongga hidung. Lokasi hidung dan sinus paranasal (sinonasal) merupakan rongga yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini. Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, angka kejadian jenis yang ganas hanya sekitar 1% dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher. Asal tumor primer juga sulit untuk ditentukan, apakah dari hidung atau sinus karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah mencapai tahap lanjut dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus. 1,2 Lokasi rongga hidung dan sinus paranasal membuat tumor sangat dekat dengan struktur vital. Masalah ini diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi awal yang terjadi (misalnya epistaksis unilateral, obstruksi nasi) mirip dengan kondisi awal yang umum dikeluhkan tanpa adanya keluhan spesifik lainnya. Oleh karena itu, pasien dan dokter sering mengabaikan atau meminimalkan presentasi awal dari tumor dan mengobati tahap awal keganasan sebagai gangguan sinonasal jinak. Pengobatan keganasan sinonasal paling baik dilakukan oleh tim dokter ahli dengan berbagai disiplin ilmu.

6 BAB II EPIDEMIOLOGI Keganasan pada sinonasal jarang terjadi. Umumnya ditemukan di Asia dan Afrika daripada di Amerika Serikat. Di bagian Asia, keganasan sinonasal adalah peringkat kedua yang paling umum setelah karsinoma nasofaring. Pria yang terkena 1,5 kali lebih sering dibandingkan wanita,dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia tahun. Sekitar 60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30% terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sel-sel udara ethmoid (sinus), dengan minoritas sisa neoplasma ditemukan di sinus frontal dan sphenoid. 3,4 2.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung Secara umum, hidung dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian luar (eksternal) dan bagian dalam (internal). Di bagian luarnya, hidung dibentuk oleh tulang, kulit dan otot. Osteokartilago hidung dibungkus oleh beberapa otot yang berfungsi dalam pergerakan hidung meski minimal. Kulit yang melapisi tulang hidung dan tulang rawan hidung merupakan kulit yang tipis dan mudah untuk digerakkan serta mengandun banyak kelenjar sebasea. Sedangkan dibagian

7 dalamnya terdiri atas dua kavum berbentuk seperti terowongan yang dibatasi oleh septum nasi. 3 Gambar 1. (kiri) Struktur dinding lateral hidung. (kanan) Anatomi septum nasi Setiap kavum nasi terhubung dengan nostril dibagian depan dan choana dibagian belakang. Didalam cavum nasi anterior inferior terdapat vestibulum yang berisi kelenjar sebasea dan rambut hidung dan dibagian lateralnya terdapat tiga susun turbin konka yang disebut konka nasalis superior, media dan inferior. 5 Vaskularisasi hidung berasal dari arteri karotis baik eksterna maupun interna. Persarafan hidung terdiri atas fungsi sensorik dan autonom. Cabang sensorik nya terbagi tiga yaitu, nervus ethmoidalis anterior, cabang ganglion sphenopalatina dan cabang saraf infraorbitalis, sedangkan fungsi autonomnya yang berasal dari serat saraf parasimpatis yang berasal dari nervus petrosus superfisial terbesar. 5 Secara umum fungsi hidung terdiri atas fungsi respirasi, indera penciuman sebab didalamnya terdapat nervus olfaktorius dan bulbus olfaktori, konka dan vaskular didalamnya melembabkan udara inspirasi, cilia dan rambut hidung yang terdapat pada

8 anteroinferior cavum nasi melindungi saluran pernapasan atas, memperbaiki kualitas resonansi suara yang dikeluarkan, serta fungsi refleks nasal Sinus Paranasalis Sinus paranasalis dibagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok anterior dan posterior. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Sinus maxillaris, frontalis dan ethmoidalis anterior masuk dalam kelompok anterior, kesemua sinus ini bermuara pada meatus medius. Sedangkan kelompok posterior terdiri atas sinus ethmoidalis posterior dan sinus sphenoidalis. Sinus ethmoidalis bermuara dengan meatus superius cavum nasi dan sinus sphenoidalis bermuara pada resesus sphenoethmoidalis. 1,5 Gambar 2. Anatomi sinus paranasalis. (kiri) Potongan frontal. (kanan) Tampak depan Sinus paranasal dilapisi dengan pseudostratified epitel kolumnar, atau epitel pernapasan, juga disebut sebagai membran Schneiderian (epitel). Sinus maksilaris

9 adalah sinus paranasal pertama yang mulai berkembang dalam janin manusia. Kapasitasnya pada orang dewasa rata-rata 14,75 ml. Sinus maksilaris mengalirkan sekret ke dalam meatus media. 1 Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior. 1 Sinus etmoid berongga rongga, terdiri dari sel sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Sel sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior dan bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis. 1 Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus

10 adalah adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Dibagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid. 1 Sinus frontalis mempunyai kapasitas total volume 6-7 ml. Sinus frontalis mengalirkan sekretnya ke dalam resesus frontalis sedangkan sinus sfenoidalis mempunyai kapasitas total volume 7,5 ml. Sinus sfenoidalis mengalirkan sekretnya ke dalam meatus superior bersama dengan etmoid posterior. Mukosa sinus terdiri dari ciliated pseudostratified, columnar epithelial cell, sel goblet, dan kelenjar submukosa menghasilkan suatu selaput lendir bersifat melindungi. Selaput lendir mukosa ini akan menjerat bakteri dan bahan berbahaya yang dibawa oleh silia, kemudian mengeluarkannya melalui ostium dan ke dalam nasal untuk dibuang. 2 Secara umum, fungsi dari sinus-sinus ini adalah melembabkan dan menghangatkan udara inspirasi, melindungi komponen beberapa organ dalam tengkorak akibat adanya perbedaan suhu intrakranial, berperan dalam resonansi suara dan meringankan tempurung kepala agar tidak terlalu berat akibat adanya beberapa komponen organ yang di bebankan pada tengkorak. 5

11 BAB III ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh banyak faktor (multifaktor) dan bersifat individual atau tidak sama pada setiap orang. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya tumor sinonasal antara lain : 1. Penggunaan tembakau Penggunaan tembakau (termasuk di dalamnya adalah rokok, cerutu, rokok pipa, mengunyah tembakau, menghirup tembakau) adalah faktor resiko terbesar penyebab kanker pada kepala dan leher Alkohol Peminum alkohol berat dengan frekuensi rutin merupakan faktor resiko kanker kepala dan leher Inhalan spesifik Menghirup substansi tertentu, terutama pada lingkungan kerja, mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker kavum nasi dan sinus paranasal, termasuk diantaranya adalah : a. Debu yang berasal dari industri kayu, tekstil, pengolahan kulit/kulit sintetis, dan tepung. b. Debu logam berat : kromium, asbes

12 c. Uap isoprofil alkohol, pembuatan lem, formaldehyde, radium d. Uap pelarut yang digunakan dalam memproduksi furniture dan sepatu. 1,4,7,8,9 4. Sinar ionisasi : Sinar radiasi; Sinar UV 9 5. Virus : Virus HPV, Virus Epstein-barr 7,9 6. Usia, Penyakit keganasan ini lebih sering didapatkan pada usia antara 45 tahun hingga 85 tahun Jenis Kelamin Keganasan pada kavum nasi dan sinus paranasalis ditemukan dua kali lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita. 7 Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelahnya. Paparan terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif juga menjadi faktor resiko tambahan. 1,4,8

13 BAB IV PATOFISIOLOGI Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh multifaktor seperti yang sudah dipaparkan diatas dan bersifat individual. Faktor resiko terjadinya tumor sinonasal semisal bahan karsinogen seperti bahan kimia inhalan, debu industri, sinar ionisasi dan lainnya dapat menimbulkan kerusakan ataupun mutasi pada gen yang mengatur pertumbuhan tubuh yaitu gen proliferasi dan diferensiasi. Dalam proses diferensiasi ada dua kelompok gen yang memegang peranan penting, yaitu gen yang memacu diferensiasi (proto-onkogen) dan yang menghambat diferensiasi (antionkogen). Untuk terjadinya transformasi dari satu sel normal menjadi sel kanker oleh karsinogen harus melalui beberapa fase yaitu fase inisiasi dan fase promosi serta progresi. Pada fase inisiasi terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas akibat suatu onkogen, sedangkan pada fase promosi sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas akibat terjadinya kerusakan gen. Sel yang tidak melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh promosi sehingga tidak berubah menjadi sel kanker. Inisiasi dan promosi dapat dilakukan oleh karsinogen yang sama atau diperlukan karsinogen yang berbeda. 9,10 Sejak terjadinya kontak dengan karsinogen hingga timbulnya sel kanker memerlukan waktu induksi yang cukup lama yaitu sekitar tahun. Pada fase induksi ini belum timbul kanker namun telah terdapat perubahan pada sel seperti

14 displasia. Fase selanjutnya adalah fase in situ dimana pada fase ini kanker mulai timbul namun pertumbuhannya masih terbatas jaringan tempat asalnya tumbuh dan belum menembus membran basalis. Fase in situ ini berlangsung sekitar 5-10 tahun. Sel kanker yang bertumbuh ini nantinya akan menembus membrane basalis dan masuk ke jaringan atau organ sekitarnya yang berdekatan atau disebut juga dengan fase invasif yang berlangsung sekitar 1-5 tahun. Pada fase diseminasi (penyebaran) sel-sel kanker menyebar ke organ lain seperti kelenjar limfe regional dan atau ke organ-organ jauh dalam kurun waktu 1-5 tahun. 9,10 Sel-sel kanker ini akan tumbuh terus tanpa batas sehingga menimbulkan kelainan dan gangguan. Sel kanker ini akan mendesak (ekspansi) ke sel-sel normal sekitarnya, mengadakan infiltrasi, invasi, serta metastasis bila tidak didiagnosis sejak dini dan di berikan terapi Klasifikasi Tumor Tumor Jinak a. Papiloma Skuamosa Tumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa. Secara makroskopis mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak mengkilap. Etiologinya mungkin disebabkan oleh virus, namun perubahan epitel pada papiloma skuamosa dapat bervariasi dalam berbagai derajat diskeratosis. Lesi seringkali diamati pada sambungan mukoutaneus hidung anterior, terutama pada batas kaudal anterior dan septum. Untuk kepentingan

15 diagnosis ataupun pengobatan, eksisi lesi dilakukan dengan anestesi lokal dan di periksakan untuk biopsi. 1,8 b. Papiloma Inversi Papiloma inversi ini membalik ke dalam epitel permukaan. Jarang ditemukan pada hidung dan sinus paranasalis, seringkali berasal dari dinding lateral hidung dan secara makroskopis terlihat hanya seperti gambaran polip. Tumor ini bersifat sangat invasif, dapat merusak jaringan sekitarnya. Tumor ini sangat cenderung untuk residif dan dapat berubah menjadi ganas (pada 10% kasus). Lebih sering dijumpai pada laki-laki usia tua. Terapi pada tumor ini adalah bedah radikal misalnya rinotomi lateral atau maksilektomi media. 1,7,8 c. Displasia Fibrosa Displasa fibrosa sering mengacu pada tumor fibro-oseus tak berkapsul yang melibatkan tulang-tulang wajah dan sering mengenai sinus paranasalis. Etiologinya tidak diketahui, tumor ini merupakan tumor yang tumbuh lambat, jarang disertai nyeri dan cenderung timbul sekitar waktu pubertas dimana pasien datang dengan alasan kosmetik akibat asimetri wajah. Karena pertumbuhan tumor kembali melambat dengan bertambahnya usia, maka kebutuhan akan pengobatan bergantung pada derajat deformitas atau ada tidaknya nyeri. Meskipun reseksi total diperlukan pada terapi tumor ini tapi pada mayoritas kasus hanya

16 dilakukan pengangkatan sebagian tumor saja untuk memulihkan kontur dan fungsi wajah. 8 d. Angiofibroma Nasofaring Juvenil Tumor jinak angiofibroma nasofaring sering bermanifestasi sebagai massa yang mengisi rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh rongga sinus paranasal dan mendorong bola mata keanterior. 1, Tumor Ganas a. Karsinoma Sel Skuamosa Karsinoma sel skuamosa adalah jenis yang paling umum yang sering ditemukan pada karsinoma sinonasal, sekitar 60% dari semua kasus. Kebanyakan karsinoma sel skuamosa sinonasal yang timbul dalam hidung atau sinus maksila, tapi ketika pertama kali dilihat tumor biasanya sudah melibatkan hidung, sel ethmoidal dan antrum/maksila. Karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal dari epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe keratinizing dan nonkeratinizing. Karsinoma sel skuamosa sinonasal terutama ditemukan di dalam sinus maksilaris (sekitar 60-70%), diikuti oleh kavum nasi (sekitar 10-15%) dan sinus sfenoidalis dan frontalis (sekitar 1%). Gejala berupa rasa penuh atau hidung tersumbat, epistaksis, rinorea, nyeri, parastesia, pembengkakan pada hidung, pipi atau palatum, luka yang tidak kunjung sembuh atau ulkus, adanya massa pada kavum

17 nasi, pada kasus lanjut dapat terjadi proptosis, diplopia atau lakrimasi. 1,8,11,12 Pemeriksaan radiologis, CT scan atau MRI didapatkan perluasan lesi, invasi tulang dan perluasan pada struktur-struktur yang bersebelahan seperti pada mata, pterygopalatine atau ruang infratemporal. Secara makroskopik, karsinoma sel skuamosa kemungkinan berupa exophytic, fungating atau papiler. Biasanya rapuh, berdarah, terutama berupa nekrotik, atau indurated, demarcated atau infiltratif. 3 Secara umum, lesi dini (T1-T2) dapat dilakukan terapi bedah maupun radioterapi, sedangkan pada tahap lanjut (T3-T4) dilakukan multimodal terapi seperti terapi bedah diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi post operatif. 4 i. Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carcinoma Secara histologi, tumor ini identik dengan karsinoma sel skuamosa dari lokasi mukosa lain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa, di dalam bentuk keratin ekstraseluler atau keratin intraseluler (sitoplasma merah muda, sel-sel diskeratotik) dan/atau intercellular bridges. Tumor tersusun di dalam sarang-sarang, massa atau sebagai kelompok kecil sel-sel atau sel-sel individual. Invasi ditemukan tidak beraturan. Sering terlihat reaksi stromal desmoplastik. Karsinoma ini dinilai dengan diferensiansi baik, sedang atau buruk. 1,3,7,8

18 ii. Mikroskopik Non-Keratinizing Karsinoma (Cylindrical Cell, transitional) Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang di karakteristikkan dengan pola plexiform atau ribbon-like growth pattern. Dapat menginvasi ke dalam jaringan dibawahnya dengan batas yang jelas. Tumor ini dinilai dengan diferensiasi sedang ataupun buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal sebagai skuamosa, dan harus dibedakan dari olfactory neuroblastoma atau karsinoma neuroendokrin. 3,7 Gambar. 3 Karsinoma sel skuamosa, non-keratinizing. b. Undifferentiated Carcinoma Merupakan karsinoma yang jarang ditemukan, sangat agresif dan histogenesisnya tidak pasti. Undifferentiated carcinoma berupa massa yang cepat memperbesar sering melibatkan beberapa tempat (saluran sinonasal) dan melampaui batas-batas anatomi dari saluran sinonasal. Gambaran mikroskopik berupa proliferasi hiperselular dengan pola pertumbuhan yang bervariasi, termasuk trabekular, pola seperti lembaran,

19 pita, lobular, dan organoid. Sel-sel tumor berukuran sedang hingga besar dan bentuk bulat hingga oval dan memiliki inti sel pleomorfik dan hiperkromatik, anak inti menonjol, sitoplasma eosinofilik, rasio inti dan sitoplasma tinggi, aktivitas mitosis meningkat dengan gambaran mitosis atipikal. 7,8 Gambar. 4 Undifferentiated Carcinoma c. Rhabdomyosarkoma Kejadian Rhabdomyosarcoma pada daerah kepala dan leher berkisar antara 35-45% kasus, 10% terjadi pada traktus sinonasal. Secara histologi, tumor Rhabdomyosarcoma ini terbagi atas lima kategori besar yaitu, embrional (paling sering), alveolar, botryoid embrional, spindel sel embrional dan anaplastik. Jenis embrional dan alveolar merupakan tumor yang sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda meskipun begitu kejadian anaplastik pun juga sering terjadi pada usia dewasa. Angka keberhasilan terapi dan bertahan hidup dalam jangka lima tahun 35% lebih rendah pada orang dewasa. 4,7,8,12

20 Rhabdomyosarcoma yang terjadi pada traktus sinonasal atau tumor diluar parameningeal orbita akan berkembang lebih agresif dibanding tumor yang berada dilokasi yang lain. Metastase sistemik maupun regional sering terjadi. Penatalaksanaan yang diperlukan melibatkan banyak modalitas terapi seperti kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan. 4,7,8,12 Gambar. 5 Rhabdomyosarcoma d. Chondrosarkoma Chondrosarcoma merupakan tumor dengan pertumbuhan tumor lambat yang berasal dari struktur kartilago. Angka kejadiannya berkisar antara 5-10% pada kepala dan leher, terbanyak pada maxilla dan mandibula. Tumor ini berkembang dari tingkat I ke tingkat III berdasarkan pada kecepatan mitosis, seluler, dan ukuran sel. Ukuran tumor memiliki korelasi dengan kemajuan agresivitas, kecepatan metastasis dan kemampuan bertahan hidup pasien. Pilihan terapi untuk Chondrosarcoma adalah pembedahan. Radiasi pasca pembedahan dianjurkan utamanya jika

21 ditemukan hasil grade tumor yang tinggi setelah pemeriksaan histologi. 7,12 Gambar. 6 Chondrosarcoma e. Limfoma Maligna Sinonasal Limfoma pada sinonasal ditemukan sekitar 5.8-8% dari limfoma ekstranodal pada kepala dan leher. Meskipun jarang, tumor ini merupakan tumor ganas non epithelial yang sering ditemukan pada keganasan hidung. Kebanyakan limfoma yang timbul di dalam kavum nasi berasal dari sel natural killer (NK). Meskipun demikian, beberapa laporan kasus mengindikasikan bahwa limfoma primer dapat juga berasal dari sel B dan T. Limfoma pada sinonasal jarang ditemukan di negara barat, umumnya dijumpai di negara-negara Asia. Limfoma sinonasal dengan origin sel T maupun sel NK sering ditemukan pada usia muda dan berkaitan dengan infeksi virus Epstein-Barr. Nekrosis koagulatif luas dan apoptotic bodies selalu ditemukan. Terkadang hiperlasia pseudoepiteliomatosa pada pelapis epitel skuamosa dapat ditemukan, menyerupai karsinoma sel

22 skuamosa berdiferensiasi baik. Terapi pada tumor ini adalah radioterapi untuk lesi lokal dan kemoterapi untuk keterlibatan sistemik dan rekurensi sistemik. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada segala jenis tipe limfoma ini adalah 52%. 3,4,7,12,13 f. Adenokarsinoma Sinonasal Adenokarsinoma dikenal sebagai tumor glandular maligna dan tidak menunjukkan gambaran spesifik. Adenokarsinoma dijumpai 10 hingga 14% dari keseluruhan tumor ganas nasal dan sinus paranasal. Secara klinis merupakan neoplasma agresif lokal, sering ditemukan pada lakilaki dengan usia antara 40 hingga 70 tahun. Tumor ini timbul di dalam kelenjar salivari minor dari traktus aerodigestivus bagian atas. Sering ditemukan pada sinus maksilaris dan etmoid. Gejala utama berupa hidung tersumbat, nyeri, massa pada wajah dengan deformasi dan atau proptosis dan epistaksis, bergantung pada lokasinya. Gambaran histologi yang dapat ditemukan adalah tipe cribriform, tubular, dan solid. Tipe cribriform paling sering ditemukan dengan gambaran khas penampakan swiss cheese. Adenokarsinoma menyebar dengan menginvasi dan merusak jaringan lunak dan tulang di sekitarnya dan jarang bermetastasis. Terapi pembedahan dan adjuvant radioterapi adalah pengobatan pilihan yang umum digunakan untuk terapi pada adenokarsinoma. Prognosisnya jelek dan biasanya penderita meninggal dunia disebabkan penyebaran lokal tanpa adanya metastasis. 3,4,7,12

23 g. Olfactory Neuroblastoma Esthesioneuroblastoma (ENB) atau dikenal dengan nama neuroblastoma olfaktorius adalah tumor ganas yang muncul dari epitel olfaktorius pada dinding superior nasi. Merupakan 7-10% keganasan yang ditemukan di sinonasal pada kisaran usia dan tahun baik pada wanita maupun laki-laki. Secara mikroskopis, tumor terdiri dari gambaran sel bulat berbentuk rosette, pseudorosette, ataupun berbentuk lembaran dan cluster. Tumor ini mengekspresikan penanda neuroendokrin seperti neuron-specific enolase (NSE), chromogranin, dan synaptophysin yang sangat berguna dalam membedakannya dengan small cell carcinoma lainnya. Terapi bedah eksisi tumor dengan batas bebas tumor merupakan pilihan terapi pada tumor ini. Penambahan terapi dengan radioterapi postoperatif meningkatkan angka kesembuhan pada penyakit ini. 4,7,12 h. Mukosal Melanoma Maligna Sekitar 1% kasus melanoma maligna ditemukan pada 20% kasus melanoma maligna dengan origin kepala dan leher. Umumnya didapatkan pada daerah kavum nasi kemudian pada sinus maxillaris dan kavum oral. Biasanya ditemukan pada usia 50 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita, dapat ditemukan pada kedua jenis kelamin. Secara makroskopik, didapatkan massa polipoid berwarna keabu-abuan atau hitam kebiru-biruan pada 45% kasus. Tumor ini

24 menyebar melalui aliran darah atau secara limfatik. Metastasis nodul servikal dapat ditemukan pada pemeriksaan awal. Melanoma bisa terjadi sebagai sindrom autosomal dominan familial sekitar 8% dari 12 % semua kasus. Terapi bedah yaitu reseksi tumor dengan batas yang jelas adalah pilihan utama pengobatan dilanjutkan dengan pemberian radioterapi lokoregional. 3,4,7,13

25 BAB V DIAGNOSIS 1. Anamnesis Anamnesis yang lengkap dan menyeluruh sangat diperlukan dalam penegakkan diagnosis keganasan di hidung dan sinus paranasal. Kurang lebih 9-12 % keganasan di hidung dan sinus paranasal stadium awal bersifat asimptomatis. Riwayat terpapar bahan-bahan kimia karsinogen yang dihubungkan dengan pekerjaan atau lingkungan perlu diketahui untuk mencari kemungkinan faktor resiko. 1 Gejala yang dikeluhkan oleh pasien tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Gejala yang dikeluhkan dapat dikategorikan sebagai berikut: 1 1. Gejala nasal. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Jika ada Sekret, sering sekret yang timbul bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik. 1,7,13 2. Gejala orbital. Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora. 1,7,14 3. Gejala oral.

26 Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut. 1,4,7 4. Gejala fasial Perluasan tumor akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika sudah mengenai nervus trigeminus. 1,4,7 5. Gejala intrakranial Perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang keluar melalui hidung ini terjadi apabila tumor sudah menginvasi atau menembus basis cranii. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf otak lainnya bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anestesia dan parestesia daerah yang dipersarafi nervus maksilaris dan mandibularis. 1,4,7 2. Pemeriksaan Fisik Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah terdapat asimetri atau tidak. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui rinoskopi anterior dan posterior. Permukaan yang licin merupakan pertanda tumor jinak sedangkan permukaan yang berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di sinus maksila.

27 Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan tumor pada stadium dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini jarang bermetastasis ke kelenjar leher Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Biopsi Biopsi adalah pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk pemeriksaan dibawah mikroskop. Apusan sampel di ambil untuk mengevaluasi sel, jaringan, dan organ untuk mendiagnosa penyakit. Ini merupakan salah satu cara untuk mengkonfirmasi diagnosis apakah tumor tersebut jinak atau ganas. Untuk yang ukuran kecil, tumor dapat diangkat seluruhnya, sedangkan untuk ukuran besar maka tumor hanya diambil sebagian untuk contoh pemeriksaan tumor yang sudah diangkat. 7 Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) dengan cara seperti inilah yang dijadikan gold standart atau diagnosis pasti suatu tumor. Bila hasilnya jinak, maka selesailah pengobatan tumor tersebut, namun bila ganas atau kanker, maka ada tindakan pengobatan selanjutnya apakah berupa operasi kembali atau diberikan kemoterapi atau radioterapi. 7 b. Pemeriksaan Endoskopi Pemeriksaan endoskopi menggunakan alat endoskop yaitu berupa pipa fleksibel yang ramping dan memiliki penerangan pada ujungnya sehingga dapat membantu untuk melihat area sinonasal yang tidak dapat terjangkau dan terevaluasi dengan baik melalui pemeriksaan rhinoskopi. Pemeriksaan endoskopi

28 dapat merupakan pemeriksaan penunjang sekaligus dapat berfungsi sebagai media biopsi dan juga terapi bedah pada tumor sinonasal yang jinak. 7 c. Pemeriksaan X-ray Normal sinus x-ray dapat menunjukkan sinus dipenuhi dengan gambaran seperti udara.. Tanda-tanda kanker pada pemeriksaan x-ray sebaiknya dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT scan. 7 Gambar 7. Foto polos kepala tampak kista didalam sinus maksilaris

29 d. CT - Scan Gambar 8. CT Scan Sinus Paranasal menunjukkan sebuah tumor yang berbentuk lobus tajam sehingga terjadi peningkatan di kedua rongga hidung yang dapat meluas ke sinus etmoid, sinus sphenoid dan nasofaring. Lesi menonjol ke dalam orbit kiri dan kedua sinus maksilaris. CT scan lebih akurat dari pada plain film untuk menilai struktur tulang sinus paranasal. Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten yang berat, neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan dengan gejala persisten setelah pengobatan medis yang adekuat seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan CT scan axial dan coronal dengan kontras. CT scan merupakan pemeriksaan superior untuk menilai batas tulang traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak. Penggunaan kontras dilakukan untuk menilai tumor, vaskularisasi dan hubungannya dengan arteri karotis. 3

30 e. Pemeriksaan MRI MRI menggunakan medan magnet. Dipergunakan untuk membedakan daerah sekitar tumor dengan jaringan lunak, membedakan sekret di dalam nasal yang tersumbat yang menempati rongga nasal, menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan temuan imaging pada sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi ionisasi. Coronal MRI image terdepan untuk mengevaluasi foramen rotundum, vidian canal, foramen ovale dan kanalis optik. Sagital image berguna untuk menunjukkan replacement signal berintensitas rendah yang normal dari Meckel cave signal berintensitas tinggi dari lemak di dalam fossa pterygopalatine oleh signal tumor yang mirip dengan otak. 3,7 f. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) PET scan adalah cara untuk membuat gambar organ dan jaringan dalam tubuh. Sejumlah kecil zat radioaktif disuntikkan ke tubuh pasien. Zat ini diserap terutama oleh organ dan jaringan yang menggunakan lebih banyak energi. Karena kanker cenderung menggunakan energi secara aktif, sehingga menyerap lebih banyak zat radioaktif. Scanner kemudian mendeteksi zat ini untuk menghasilkan gambar bagian dalam tubuh. Sering digunakan untuk keganasan kepala dan leher untuk staging dan surveillance. 3,7 4. Staging Sistem TNM adalah suatu cara untuk melukiskan stadium kanker. Sistem TNM didasarkan atas 3 kategori. Masing masing kategori dibagi lagi menjadi

31 subkategori untuk melukiskan keadaan masing masing pada T, N, dan M dengan memberi indeks angka dan huruf, yaitu: 1. T = Tumor primer a. Indeks angka : Tx, Tis, T0, T1, T2, T3, dan T4. b. Indeks huruf : T1a, T1b, T1c, T2a, T2b, T3b, dst. 2. N = Nodus regional, metastase kelenjar limfe regional a. Indeks angka : N0, N1, N2, dan N3. b. Indeks huruf : N1a, N1b, N2a, N2b, dst. 3. M = Metastase jauh Indeks angka saja : M0 dan M1. 7 Tiap tiap indeks angka dan huruf mempunyai arti sendiri sendiri untuk tiap jenis atau tipe kanker, jadi arti indeks untuk kanker mamma tidak sama dengan kulit, dsb. Untuk satu jenis kanker tertentu tidak semua indeks harus dipakai. Rinciannya sebagai berikut :

32 Penentuan stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010, yaitu: Sinus Maksillaris 3,7,12 Tx T0 Tis T1 Tumor primer tidak dapat ditentukan Tidak terdapat tumor primer Karsinoma in situ Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi tulang. Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum T2 dan atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid. Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, T3 jaringan subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis. Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa T4a pterigoid, fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal. Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, T4b otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus trigeminal V2, nasofaring atau klivus.

33 Kavum Nasi dan Ethmoidal 3,7,12 Tx T0 Tis T1 Tumor primer tidak dapat ditentukan Tidak terdapat tumor primer Karsinoma in situ Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor T2 meluas dan melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi tulang T3 Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris, palatum atau fossa kribriformis. Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, T4a kulit hidung atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid, sinus sfenoidalis atau frontal. Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, dura, otak, T4b fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari V2, nasofaring atau klivus. Kelenjar Getah Bening Regional (N) 3,7 Nx N0 N1 Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjar Tidak ada pembesaran kelenjar Pembesaran kelenjar ipsilateral 3 cm

34 Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel N2 kelenjar ipsilateral <6 cm atau metastasis bilateral atau kontralateral < 6 cm N2a N2b N2c N3 Metastasis satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm Metastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak lebih dari 6 cm Metastasis kelenjar bilateral atau kontralateral, tidak lebih dari 6 cm Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm Metastasis Jauh (M) 3,7 Mx M0 M1 Metastasis jauh tidak dapat dinilai Tidak terdapat metastasis jauh Terdapat metastasis jauh

35 Stadium Tumor Ganas dan Sinus Paranasal 3,7 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 Iva T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVb T4b Semua N M0 Semua T N3 M0 IVc Semua T Semua N M1

36 Gambar 9. T1 terbatas pada mukosa sinus maksilaris Gambar 10. Pada kavum nasi dan sinus etmoidalis, T1 didefinisikan sebagai tumor yang terbatas pada salah satu bagian, dengan atau tanpa invasi tulang Gambar 11. T2 menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan atau meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid Gambar 12. Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis

37 Gambar 13. A. T4a menunjukkan invasi tumor pada anterior orbita. B. T4a menunjukkan invasi tumor pada sinus sfenoidalis dan fossa kribriformis Gambar 14. Potongan koronal T4b menunjukkan tumor menginvasi apeks orbita dan atau dura, otak atau fossa kranial medial

38 BAB VI PENATALAKSANAAN Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis menggunakan pendekatan holistik multidisiplin ilmu. Setiap pasien menerima rencana pengobatan yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pilihan pengobatan utama untuk tumor sinus paranasal meliputi: 1. Pembedahan Terapi bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif dengan reseksi bedah. Pengobatan terapi bedah ini umumnya berdasarkan staging dari masingmasing tumor. Secara umum, terapi bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi dini (T1-T2). Terkadang, pembedahan dengan margin/batas yang luas tidak dapat dilakukan karena dekatnya lokasi tumor dengan struktur-struktur penting pada daerah kepala, serta batas tumor yang tidak jelas. Radiasi post operatif sangat dianjurkan untuk mengurangi insiden kekambuhan lokal. Pada beberapa kasus eksisi paliatif ataupun debulking perlu dilakukan untuk mengurangi nyeri yang hebat, ataupun untuk membebaskan dekompresi saraf optik dan rongga orbita, serta untuk drainase sinus paranasalis yang mengalami obstruksi. Jenis reseksi dan pendekatan bedah yang akan dilakukan bergantung pada ukuran tumor dan letaknya/ekstensinya. 4,7

39 Tumor yang berlokasi di kavum nasi dapat dilakukan berbagai pendekatan bedah seperti reseksi endoskopi nasal, transnasal, sublabial, sinus paranasalis, lateral rhinotomy atau kombinasi dari bedah endoskopi dan bedah terbuka (open surgery). Tumor tahap lanjut mungkin membutuhkan tindakan eksenterasi orbita, total ataupun parsial maksilektomi ataupun reseksi anterior cranial base, dan kraniotomi. Maksilektomi kadang-kadang direkomendasikan untuk tatalaksana kanker sinus paranasal, dan umumnya dapat menyelamatkan organ vital seperti mata yang berada dekat dengan kanker sedangkan reseksi kraniofasial atau skull base surgery sering direkomendasikan untuk keganasan pada sinus paranasal. Terapi ini mengharuskan untuk membebaskan beberapa jaringan tambahan disamping dilakukannya maksilektomi. 1,7,13 Kontraindikasi absolut untuk terapi pembedahan adalah pasien dengan gangguan nutrsi, adanya metastasis jauh, invasi tumor ganas ke fascia prevertebral, ke sinus kavernosus, dan keterlibatan arteri karotis pada pasien-pasien dengan resiko tinggi, serta adanya invasi bilateral tumor ke nervus optik dan chiasma optikum. Keuntungan dari pendekatan bedah endoskopik adalah mencegah insisi pada daerah wajah, angka morbiditas rendah, dan lamanya perawatan di rumah sakit lebih singkat. 4,13 Reseksi luas dari tumor kavum nasi dan sinus paranasalis dapat menyebabkan kecacatan/kerusakan bentuk wajah, gangguan berbicara dan kesulit an menelan. Tujuan utama dari rehabilitasi post pembedahan adalah penyembuhan luka, penyelamatan/preservasi dan rekonstruksi dari bentuk wajah, restorasi pemisahan

40 oronasal, hingga memfasilitasi kemampuan berbicara, menelan, dan pemisahan kavum nasi dan kavum cranii. 1,4,7 2. Radioterapi Terapi radiasi juga disebut radioterapi kadang-kadang digunakan sendiri pada stadium I dan II, atau dalam kombinasi dengan operasi dalam setiap tahap penyakit sebagai adjuvant radioterapi (terapi radiasi yang diberikan setelah dilakukannya terapi utama seperti pembedahan). Pada tahap awal kanker sinus paranasal, radioterapi dianggap sebagai terapi lokal alternatif untuk operasi. Radioterapi melibatkan penggunaan energi tinggi, penetrasi sinar untuk menghancurkan sel-sel kanker di zona yang akan diobati. Terapi radiasi juga digunakan untuk terapi paliatif pada pasien dengan kanker tingkat lanjut. Jenis terapi radiasi yang diberikan dapat berupa teleterapi (radiasi eksternal) maupun brachyterapi (radiasi internal). 2,9 3. Kemoterapi Kemoterapi biasanya diperuntukkan untuk terapi tumor stadium lanjut. Selain terapi lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam tubuh adalah dengan menggunakan terapi sistemik (terapi yang mempengaruhi seluruh tubuh) dalam bentuk suntikan atau obat oral. Bentuk pengobatan ini disebut kemoterapi dan diberikan dalam siklus (setiap obat atau kombinasi obatobatan biasanya diberikan setiap tiga sampai empat minggu). Tujuan kemoterapi untuk terapi tumor sinonasal adalah sebagai terapi tambahan (baik sebagai adjuvant maupun neoadjuvant), kombinasi dengan radioterapi (concomitant),

41 ataupun sebagai terapi paliatif. Kemoterapi dapat mengurangi rasa nyeri akibat tumor, mengurangi obstruksi, ataupun untuk debulking pada lesi-lesi masif eksternal. Pemberian kemoterapi dengan radiasi diberikan pada pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk rekurensi seperti pasien dengan hasil PA margin tumor positif setelah dilakukan reseksi, penyebaran perineural, ataupun penyebaran ekstrakapsular pada metastasis regional. 4

42 BAB VII KOMPLIKASI Komplikasi keganasan sinus terkait dengan pembedahan dan rekonstruksi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi yaitu : 1. Perdarahan : untuk menghindari perdarahan arteri etmoid anterior dan posterior dan arteri sfenopalatina dapat dikauter atau diligasi Kebocoran cairan otak : cairan otak dapat bocor dekat dengan basis cranii. Tanda dan gejala yang terjadi termasuk rinorhea yang jernih, rasa asin dimulut, dan tanda halo. Perawatan konservatif dengan tirah baring dan drainase lumbal dapat dilakukan selama 5 hari bersama antibiotik. Jika gagal, harus dilakukan intervensi pembedahan Epifora : hal ini sering terjadi saat pembedahan disebabkan oleh obstruksi pada aliran traktus lakrimalis. Endoskopik lanjutan dan tindakan dakriosisto rhinostomi mungkin perlu dilakukan Diplopia : perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci untuk menghindari komplikasi ini. Jika terjadi diplopia, penggunaan kacamata prisma merupakan terapi yang paling sederhana. 4

43 BAB VIII PROGNOSIS Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi prognosis keganasan pada sinonasal. Faktor-faktor tersebut seperti perbedaan diagnosis histologi, asal tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status batas sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan banyak lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini. 1,3 Angka ketahanan hidup 5 tahun berdasarkan penelitian Patel dkk, low-grade neoplasma seperti esthesioneuroblastoma 78%, adeno- karsinoma 52%, karsinoma sel skuamos 44%, undifferentiated carcinoma 37%, serta mucosal melanoma 18%. 4 Walaupun demikian, pengobatan multimodalitas akan memberikan hasil yang terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor. 1

44 Karsinoma sinonasal adalah penyakit di mana sel-sel kanker ditemukan dalam jaringan sinus paranasal dan jaringan sekitar hidung. Pria terkena 1,5 kali lebih sering dibandingkan wanita, dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia tahun. Sekitar 60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30% terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sinus ethmoidal dengan minoritas sisa neoplasma ditemukan di sinus frontal dan sphenoid. 3 Paparan asap hasil sisa industri, terutama debu kayu, merupakan faktor resiko utama yang telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan. Pasien dengan tumor sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis menggunakan pendekatan holistik multidisiplin ilmu. 4,7 Tingkat rata-rata ketahanan hidup bagi pasien dengan tumor sinus maksilaris sekitar 40% selama 5 tahun. Tumor yang berada pada tahap awal memiliki angka kesembuhan hingga 80%. Pasien dengan tumor yang dioperasi dan dilakukan terapi radiasi memiliki tingkat kelangsungan hidup kurang dari 20%. 3

45 DAFTAR PUSTAKA 1. Roezin A, Armiyanto. Tumor Hidung dan Sinonasal. dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher: edisi 6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal : Slomski G, Ph.D. Paranasal Sinus Cancer, Gale Encyclopedia of Cancer [cited on April 4 th 2013]. Available from : literature-and-arts.html 3. Agussalim, dr. Tumor Sinonasal Universitas Sumatera Utara.[cited on April 4 th 2013]. Available from : /24571/.../Chapter%20II.pdf 4. Carrau RL, MD. Malignant Tumor of the Nasal Cavity and Sinuses. [cited on April 4 th 2013]. Available from : / overview#showall 5. Dhingra P. Anatomy of Nose. in : Disease of Ear, Nose, and Throat 4 th edition India. Elsevier. p 130-5,141, Karanvilof B. Sinus Anatomy and Function. [cited on April 11 th 2013]. Available from :

46 7. American Society of Clinical Oncology. Nasal Cavity and Paranasal Sinus Cancers USA. [cited on April 4 th 2013]. Available from : cancer.net/cancer-types/nasal-cavity-and-paranasal-sinus-cancer 8. Hilger PA, Adam GL. Penyakit Hidung dan Tumor-Tumor Ganas Kepala Leher. dalam : BOEIS Buku Ajar Penyakit THT : edisi 6. Effendi H, Santoso RAK, editor. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal : 235-7, Siregar, BH. Head and Neck, Breast, Soft Tissue, Skin Tumor Makassar. Oncology Surgery Dept. of Hasanuddin University. hal : Surakardja, IDG. Onkologi Klinik Fakultas kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. hal : Hermans, Robert. Neoplasms of the Sinonasal Cavities. in : Head and Neck Cancer Imaging. Hermans R, ed. University Hospitals Leuven. Belgium. p Sargi RB, Casiano RR. Surgical Anatomy of the Paranasal Sinuses. in : Rhinologic and Sleep Apnea Surgical Techniques. Kountakis SE, Onerci M, eds Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p Holman PR, Weisman RA, Kavanagh et al. Lymphoma, Myeloproliferative Disorders, Leukemia, and Malignant Melanoma. In : Head and Neck Manifestation of Systemic Disease. Harris JP, Weisman MH, eds Informa Healthcare USA, Inc. New York. p Salam KS, Choudhury AA, Hossain MD, et al. Clinicopathological Study of Sinonasal Malignancy. Bangladesh J Otorhinolaryngol 2009; 15(2):55-9.

47 15. Loevner L, Bradshaw J. Paranasal Sinuses and Adjacent Spaces. Radiology Dept. of the University of Pennsylvania, USA and the Radiology Dept. of the Medical Centre Alkmaar, the Netherlands. [cited on April 4 th 2013]. Available from :

Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K)

Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K) TUMOR HIDUNG DAN SINUS PARANASAL Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K) Tumor jinak sering ditemukan, sedangkan tumor ganas jarang ± 3% dari tumor kepala leher & 1% dari seluruh keganasan. Gejala klinis tumor

Lebih terperinci

Prevalensi Kanker Sinonasal di Poliklinik THT-KL RS.Hasan Sadikin Bandung, Januari 2013 Juli 2015

Prevalensi Kanker Sinonasal di Poliklinik THT-KL RS.Hasan Sadikin Bandung, Januari 2013 Juli 2015 Prevalensi Kanker Sinonasal di Poliklinik THT-KL RS.Hasan Sadikin Bandung, Januari 2013 Juli 2015 Evy Shavilla, Nur Akbar Aroeman, Yussy Afriani Dewi, Agung Dinasti Permana Departement of Otorhinolaringology-Head

Lebih terperinci

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tumor ganas sinonasal merupakan penyebab kesakitan dan kematian di bidang

TINJAUAN PUSTAKA. Tumor ganas sinonasal merupakan penyebab kesakitan dan kematian di bidang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumor Ganas Sinonasal Tumor ganas sinonasal merupakan penyebab kesakitan dan kematian di bidang otorinolaringologi di seluruh dunia. Kebanyakan tumor ini berkembang dari sinus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

KARSINOMA NASOFARING

KARSINOMA NASOFARING KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga sinus ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. 9,15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak. BAB 2 TUMOR 2.1 Definisi Tumor Sel mempunyai tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak. Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi

Lebih terperinci

TUMOR NASOFARING. Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF)

TUMOR NASOFARING. Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF) TUMOR NASOFARING TUMOR NASOFARING Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF) - Limfoma non Hogdkin - Karsinoma kistik adenoid - Adenocarcinoma & tumor kel. ludah minor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM TRAUMA MUKA DAN HIDUNG DEPT. THT FK USU / RSHAM PENDAHULUAN Hidung sering fraktur Fraktur tulang rawan septum sering tidak diketahui / diagnosis hematom septum Pemeriksaan dapat dilakukan dengan palpasi

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE Laporan Kasus Besar Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE 406117055 IDENTITAS PASIEN PEMERIKSAAN SUBJEKTIF AUTOANAMNESIS Rabu, 25 April jam 09.00 1. Keluhan Utama Benjolan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Karsinoma rongga mulut merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat kanker terus meningkat

Lebih terperinci

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15 Kanker payudara adalah penyakit dimana selsel kanker tumbuh di dalam jaringan payudara, biasanya pada ductus (saluran yang mengalirkan ASI ke puting) dan lobulus (kelenjar yang membuat susu). Kanker atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi Hidung Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri (Corbridge, 1998).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini jumlah penderita kanker di seluruh dunia semakin meningkat. Dari kasus kanker baru yang jumlahnya diperkirakan sembilan juta setiap tahun lebih dari setengahnya

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah penyakit penting dan serius dapat bermanifestasi sebagai ulser di mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, tuberkulosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kepala dan Leher Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal, hipofaring, laring dan telinga. Yang

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal 2.1.1 Anatomi Hidung Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian, yaitu paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kepala dan leher merupakan istilah luas yang mengacu kepada keganasan epitel sinus paranasalis, rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. Hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering kedelapan di seluruh dunia. Insiden penyakit ini memiliki variasi pada wilayah dan ras yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid. BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID Dalam dunia medis, radioterapi sudah menjadi perawatan yang sangat umum digunakan. Penggunaannya pun dilakukan untuk berbagai macam penyakit kanker termasuk untuk penyakit

Lebih terperinci

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG OSTEOSARCOMA PADA RAHANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : AFRINA ARIA NINGSIH NIM : 040600056 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal. Sinusitis juga dapat disebut rinosinusitis, menurut hasil beberapa diskusi pakar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik yang menarik untuk dipelajari. Sinus paranasalis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

LAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70

LAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70 Lampiran 1 Data Sampel Penelitian LAMPIRAN No MR Nama Sex Usia Suku Std PA VEG F 1 7.57.97 HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2 7.72.01 SD Jawa Adeno P 22 IVb 8.4.47 SS Jawa Adenoid P 70 IVb cystic 4 8.46.18

Lebih terperinci

Pendahuluan. Etiologi dan Epedimiologi

Pendahuluan. Etiologi dan Epedimiologi Pendahuluan Kanker mata adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis tumor yang terjadi di berbagai bagian mata. Hal ini terjadi ketika sel-sel dalam atau di sekitar mata berubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut, maka dikembangkan suatu kerangka

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal

BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal sel karsinoma dan skuamous sel karsinoma. Tumor ganas yang sering terjadi pada bagian bibir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya adalah bersin, hidung beringus (rhinorrhea), dan hidung tersumbat. 1 Dapat juga disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Sinus Paranasal Sinus frontal, maksila dan etmoid anterior merupakan kelompok sinus paranasal bagian anterior. Ketiga sinus ini bermuara pada meatus media. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kanker adalah kelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkendali (Kaplan, Salis & Patterson, 1993). Dalam keadaan

Lebih terperinci

Tumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan Intrakranial dan Metastasis ke Paru

Tumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan Intrakranial dan Metastasis ke Paru 150 Laporan Kasus Tumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan Intrakranial dan Metastasis ke Paru Sukri Rahman, M. Abduh Firdaus Abstrak Keganasan hidung dan sinus paranasal (sinonasal) merupakan tumor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.

Lebih terperinci

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal. HIDUNG Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar

Lebih terperinci

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis Fraktur Le Fort terjadi pada 10-20% dari fraktur wajah. Fraktur ini terjadi karena terpajan kekuatan yang cukup. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama, penyebab lain yang mungkin yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ovarium merupakan kelenjar kelamin (gonad) atau kelenjar seks wanita. Ovarium berbentuk seperti buah almond, berukuran panjang 2,5 sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tumor dengan bentuk dan susunan serabut-serabut yang bervariasi, dan oleh Mallory

BAB 1 PENDAHULUAN. tumor dengan bentuk dan susunan serabut-serabut yang bervariasi, dan oleh Mallory 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fibrosarkoma atau fibroblastic sarcoma 1,2,3 atau malignant mesenchymal tumor 1,4 adalah tumor ganas yang berasal dari sel-sel mesenkim, yang terdiri dari sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah kesehatan gigi dewasa ini tidak hanya membahas gigi geligi saja, tetapi telah meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. ANATOMI FISIOLOGI LIDAH 1. Anatomi lidah Lidah terletak didasar mulut, ujung dan pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi bawah. Lidah secarara anatomi terbagi atas 3 bagian, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Prevalensi kanker kepala dan leher (KKL) di Indonesia cukup tinggi. Kanker kepala dan

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah satu penyakit THT, Sinusitis adalah peradangan pada membran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker masih menjadi masalah serius bagi dunia kesehatan. Hal ini terbukti dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat kanker di seluruh dunia. Terdapat 14

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kanker Paru Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal,

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh.

BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA. pada jaringan lunak yang mendukung, mengelilingi, dan melindungi organ tubuh. BAB 2 DEFINISI, ETIOLOGI, KLASIFIKASI, DAN STADIUM EWING S SARCOMA Sarcoma adalah suatu tipe kanker yang jarang terjadi dimana penyakit ini berkembang pada struktur pendukung tubuh. Ada 2 jenis dari sarcoma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EP3OS) tahun 2012, rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi pada hidung dan sinus paranasalis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

45-Year-Old Male with Inverted Papilloma on the Left Nasal Cavity

45-Year-Old Male with Inverted Papilloma on the Left Nasal Cavity Laki-Laki 45 Tahun dengan Inverted Papilloma pada Cavum Nasi Sinistra Lana Asfaradilla 1, Hadjiman Yotosudarmo 2 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIS. PEMERIKSAAN HIDUNG Dan PEMASANGAN TAMPON BLOK 2.6 GANGUAN RESPIRASI

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIS. PEMERIKSAAN HIDUNG Dan PEMASANGAN TAMPON BLOK 2.6 GANGUAN RESPIRASI PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIS PEMERIKSAAN HIDUNG Dan PEMASANGAN TAMPON BLOK 2.6 GANGUAN RESPIRASI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI & PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN PADANG 2016 Konstributor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Hidung Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi kavum nasi kanan dan

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda

BAB I PENDAHULUAN. Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang. berasal dari selubung meninges pada otak dan korda BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Meningioma adalah tumor jinak pada CNS yang berasal dari selubung meninges pada otak dan korda spinalis. Walaupun sel asalnya masih belum dapat dipastikan, kemungkinan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Massa regio colli atau massa pada leher merupakan temuan klinis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Massa regio colli atau massa pada leher merupakan temuan klinis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Massa regio colli atau massa pada leher merupakan temuan klinis yang sering, insidennya masih belum diketahui dengan pasti. Massa pada leher dapat terjadi pada semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur os nasal merupakan fraktur paling sering ditemui pada trauma muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior wajah merupakan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Limfoma Limfoma merupakan kanker pada sistem limfatik. Penyakit ini merupakan kelompok penyakit heterogen dan bisa diklasifikasikan menjadi dua jenis utama: Limfoma Hodgkin dan limfoma Non-Hodgkin. Limfoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang berasal dari lapisan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang berasal dari lapisan BAB I PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang berasal dari lapisan epitel mukosa nasofaring, dan merupakan tumor paling umum yang mengenai nasofaring. Karsinoma nasofaring dikenal sebagai

Lebih terperinci

ARVEOLAR SOFT PART SARCOMA

ARVEOLAR SOFT PART SARCOMA ARVEOLAR SOFT PART SARCOMA OLEH: Dr.FITRIANI LUMONGGA DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 PENDAHULUAN Alveolar soft part sarcoma merupakan neoplasma ganas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat pada jaringan payudara, bisa berasal dari komponen kelenjarnya (epitel maupun lobulusnya) dan

Lebih terperinci

REFERAT DEVIASI SEPTUM NASI

REFERAT DEVIASI SEPTUM NASI REFERAT DEVIASI SEPTUM NASI LANIRA ZARIMA N. H1A 008 038 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). 1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung Hidung dari luar berbentuk seperti piramid dengan bagian-bagiannya berupa pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (hip),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningioma merupakan neoplasma intracranial extraaxial yang paling banyak ditemukan. Pada populasi dewasa sekitar 30% dari tumor sistem saraf pusat, sedangkan

Lebih terperinci

INDERA PENCIUMAN. a. Concha superior b. Concha medialis c. Concha inferior d. Septum nasi (sekat hidung)

INDERA PENCIUMAN. a. Concha superior b. Concha medialis c. Concha inferior d. Septum nasi (sekat hidung) INDERA PENCIUMAN Indera penciuman adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar melalui aroma yang dihasilkan. Seseorang mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinosinusitis kronis (RSK) adalah penyakit inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Pengobatan RSK sering belum bisa optimal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan ruang atau rongga berbentuk kubus yang terletak di belakang rongga hidung atau koana, tepat di bawah dasar tengkorak yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang mempunyai spektrum sangat luas dan kompleks. Penyakit ini dimulai dari neoplasma ganas yang paling jinak sampai neoplasma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tumor odontogenik memiliki kelompok-kelompok lesi yang kompleks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tumor odontogenik memiliki kelompok-kelompok lesi yang kompleks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor odontogenik memiliki kelompok-kelompok lesi yang kompleks dengan tipe histopatologis dan sifat klinis yang bermacam-macam. Sembilan persen dari seluruh pembengkakan

Lebih terperinci