BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Utami Budiman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Sinus Paranasal Sinus frontal, maksila dan etmoid anterior merupakan kelompok sinus paranasal bagian anterior. Ketiga sinus ini bermuara pada meatus media. Sedangkan sel-sel etmoid posterior dan sinus sfenoid merupakan kelompok sinus paranasal bagian posterior. Sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid bermuara ke meatus superior (Barnes,2005;Soetjipto 2007;Leung,2014) Sinus maksila Sinus maksila merupakan sinus paranasal terbesar. Pada saat lahir rongga sinus maksila berbentuk tabung dengan ukuran 7 x 4 x 4 mm, ukuran posterior lebih panjang daripada anterior, sedangkan ukuran tinggi dan lebar hampir sama panjang. Pada usia tahun dasar sinus maksila telah mencapai tinggi yang sama dengan dasar kavum nasi. Diatas umur 12 tahun pertumbuhan sinus maksila ke arah inferior, berhubungan erat dengan erupsi gigi permanen, sehingga ruang yang semula ditempati oleh tugas-tugas gigi permanen akan mengalami pneumatisasi yang mengakibatkan volume sinus maksila bertambah besar kearah inferior (Ballenger,1994; Leung,2014). Sinus maksila atau antrum Highmore adalah suatu rongga pneumatik berbentuk pyramid yang tak teratur dengan dasarnya menghadap ke fosa nasalis dan puncaknya ke arah apeks prosesus zigomatikus os maksila. Sinus ini merupakan sinus terbesar diantara sinus paranasal. Pada saat lahir volume sinus maksila dan sekitarnya berukuran 6-8 ml dan penuh dengan cairan. Sinus mempunyai beberapa dinding, dinding anterior, dinding anterior dibentuk oleh permukaan maksila os maksila, yang disebut fosa kanina. Dinding posterior dibentuk 5
2 6 oleh dinding lateral rongga hidung. Dinding superior dibentuk oleh dasar orbita dan dinding inferior oleh prosesus alveolaris dan palatum (Ballenger, 1994; Leung,2014). Dasar sinus maksila berdekatan dengan tempat tumbuhnya gigi premolar kedua, gigi molar ke satu dan ke dua, bahkan kadang-kadang gigi tumbuh ke dalam rongga sinus dan hanya tertutup oleh mukosa.proses supuratif yang terjadi sekitar gigi-gigi ini dapat menjalar ke mukosa sinus melalui pembuluh darah atau limfe, sedangkan pencabutan gigi ini dapat menimbulkan hubungan dengan rongga sinus melalui fistel oroantral yang akan mengakibatkan sinusitis (Ballenger,1994; Leung,2014) Sinus frontal Sinus frontal mulai berkembang sepanjang bulan keempat masa kehamilan yang merupakan suatu perluasan ke arah atas dari sel etmoidal anterosuperior. Sinus frontal jarang tampak pada pemeriksaan foto polos sebelum umur 5 atau 6 tahun, setelah itu pelan-pelan tumbuh, total volume 6-7 ml. Sinus frontal mengalirkan sekretnya ke dalam resesus frontalis (Ballenger,1994) Sinus etmoid Sinus etmoid mulai berkembang dalam bulan ketiga pada proses perkembangan janin. Sinus etmoid anterior merupakan invaginasi dari dinding lateral hidung dan bercabang ke samping dengan membentuk sinus etmoid posterior dan terbentuk pada bulan keempat kehamilan. Saat dilahirkan, sel ini diisi oleh cairan sehingga sukar untuk dilihat dengan rontgen. Saat usia satu tahun, etmoid baru dapat dideteksi melalui foto polos dan setelah itu membesar dengan cepat hingga umur 12 tahun. Jumlah sel berkisar 4-17 sel pada sisi masing-masing dengan total volume rata-rata ml. Etmoid anterior mengalirkan sekret ke dalam meatus media, sedangkan etmoid posterior mengalirkan sekretnya ke dalam meatus superior ( Ballenger,1994; Leung,2014).
3 Sinus sfenoid Sinus sphenoid mulai tumbuh sepanjang bulan keempat masa kehamilan yang merupakan invaginasi mukosa dari bagian superoposterior rongga hidung. Sinus ini berupa suatu takikan kecil di dalam os sphenoid sampai umur 3 tahun ketika pneumatisasi mulai lebih lanjut. Pertumbuhan cepat untuk menjangkau tingkatan sella tursica pada umur 7 tahun dan menjadi ukuran orang dewasa setelah berumur 18 tahun, total volume 7,5 ml. Sinus sphenoid mengalirkan sekretnya ke dalam meatus superior bersama dengan etmoid posterior (Ballenger, 1994; Leung,2014). Gambar 2.1 Anatomi dari kavum nasi dan sinus paranasal (dikutip dari AJCC Cancer Staging,2002)
4 8 2.2 Epidemiologi Tumor sinus paranasal dijumpai sekitar 3% dari seluruh tumor kepala dan leher, dan 1% dari seluruh tumor ganas di tubuh. Dengan insidensi pada pria 2:1 dibandingkan pada wanita. Dimana 60% tumor sinonasal berkembang didalam sinus maksilaris, 20-30% didalam rongga nasal,10-15% didalam sinus ethmoidalis, dan 1% didalam sinus sfenoidalis dan frontalis. Apabila hanya melibatkan sinus-sinus paranasal tersendiri, 77% tumor maligna muncul didalam sinus maksilaris, 22% didalam sinus ethmoidalis dan 1% didalam sinus sfenoidalis dan frontalis. Neoplasma maligna pada tempat-tempat ini dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan dalam jumlah yang signifikan ( Barnes,2005; Roezin,2007). Di India, tumor ganas dan sinus paranasal berkisar sekitar 0,44% dari seluruh tumor ganas (0,57% pada pria dan 0,44% pada wanita). Paling banyak ditemukan pada sinus maksilaris dan diikuti pada sinus etmoidalis, sinus frontal sinus sfenoidalis (Dingra, 2010). Insidensi tertinggi keganasan sinonasal ditemukan di Jepang yaitu 2 sampai 3,6 per penduduk pertahun. Di Departemen THT FKUI RSCM Jakarta keganasan ini ditemukan 10-15% dari seluruh tumor ganas THT( Roezin,2007). Di Departemen THT-KL FK USU/RSUP.HAM Medan, kasus tumor ganas sinonasal pada periode bulan januari 2005 hingga bulan desember 2009 terdapat 51 kasus tumor ganas sinonasal, sebagian besar ditemukan 44 kasus (86,3%) pada stadium lanjut (Salim,2010). 2.3 Etiologi Tumor ganas sinonasal etiologinya belum diketahui, tetapi diduga beberapa zat hasil industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu kayu, kulit, formaldehid, kromium, minyak isopropil dan lain-lain. Pekerja dibidang ini mendapat kemungkinan terjadi keganasan hidung dan sinus paranasal jauh lebih besar (Barnes et al,2005; Roezin,2007).
5 9 Alkohol, asap rokok, makanan yang diasinkan atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi keganasan, sebaliknya buah-buahan dan sayuran mengurangi keganasan ( Roezin,2007; Dingra, 2010). Lebih dari 80% tumor ganas adalah karsinoma sel skuamosa. sisanya adalah adenokarsinoma, adenoid kistik karsinoma, melanoma dan berbagai jenis sarkoma. Karsinoma sel skuamous merupakan tumor sinonasal yang terbanyak. Dilaporkan pada pria kulit putih dengan umur dekade 5-6. Prognosis berhubungan dengan luas dan letak tumor (Roezin,2007; Dingra, 2010). Adenokarsinoma sebanyak 10-20% dari seluruh tumor sinonasal. Awalnya kebanyakan di sinus etmoid dan rongga hidung, dihubungkan dengan paparan serbuk kayu (Roezin,2007; Leivo,2007;Dingra, 2010). Karsinoma kistik adenoid pada sinonasal sebanyak 14-20% dari seluruh karsinoma kistik adenoid di kepala dan leher. Karakteristiknya adalah perluasan yang cepat ke struktur neurovaskular, submukosa dan didiagnosa pertama kali pada stadium yang sudah lanjut (Roezin,2007; Dingra, 2010). Melanoma pada sinonasal bisa berupa primer maupun metastase. Walaupun 20% dari melanoma yang ada di kepala dan leher, kurang dari 1% timbul dari sinonasal. Kebanyakan pada rongga hidung, kemudian di sinus maksilaris, etmoid, dan frontal (Roezin,2007; Dingra, 2010). Sarkoma neurogenik jarang di kepala dan leher dan umumnya berhubungan denga neurofibromatosis. Sifatnya agresif dan sering muncul dengan metastase jauh ( Dingra, 2010;Leung,2014). 2.4 Gejala Klinis Tumor nasal dan sinus paranasal dalam keadaan tertentu tidak memberikan gejala yang tetap, dimana tanda yang paling sering pada tumor sinonasal sama dengan gejala pada infeksi sinus, seperti hidung tersumbat, epistaksis, sakit kepala, nyeri wajah, hidung berair, dan bisa asimptomatik pada 9-12% pasien, tergantung dari perkembangan
6 10 penyakit. Gejala orbital, seperti diplopia, proptosis, hilang penglihatan dan epipora, dapat timbul dengan adanya invasi atau ekspansi ke mata. Memasuki dasar tengkorak hingga fossa kranial anterior menimbulkan nyeri kepala, neuropati kranial, bahkan sindrom lobus frontalis. Tumor juga bisa menembus maksila dan timbul massa di palatum (Roezin,2007;Lalwani,2008;Dingra,2010). 2.5 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi (Roezin,2007;Lalwani,2008; Dingra,2010) Anamnesis Penting untuk dilakukan anamnesis yang teliti, biasanya perlu ditanyakan apakah ada obstruksi hidung, hidung berdarah, diplopia, pasien mengeluh apakah gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah (Ballenger,1994;Roezin,2007) Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai pembengkakan wajah sebelah atas seperti sisi batang hidung dan daerah kantus medius, penonjolan daerah pipi dan pembengkakan palatum durum, palatum mole, tepi alveolar atau lipatan mukosa mulut. Perluasan tumor keintrakranial menyebabkan sakit kepala hebat, gangguan visus. Dapat disertai likuorea yaitu cairan otak yang keluar dari hidung.pemeriksaan dilanjutkan dengan memeriksa kavum nasi dan nasofaring melalui rinoskopi anterior dan posterior. Sekret yang keluar harus diperiksa dengan teliti. Sekret yang berbau busuk mungkin berasal dari nekrosis jaringan yang sering berhubungan dengan proses suatu neoplasma (Ballenger,1994;Roezin,2007).
7 Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologi merupakan bagian sangat penting pada diagnosis, staging dan follow up keganasan sinonasal. Foto polos berfungsi sebagai diagnosis awal, terutama jika ada erosi tulang dan perselubungan padat unilateral, harus dicurigai keganasan. CT scan merupakan sarana terbaik karena lebih jelas memperlihatkan tumor dan destruksi tulang. MRI dapat membedakan jaringan tumor dari jaringan normal tetapi kurang baik dalam memperlihatkan destruksi tulang (Roezin,2007;Ziemmer,2014). Pemeriksaan dengan Positron emission tomography (PET) digunakan untuk staging dan mengamati tumor ganas pada leher dan kepala. Kombinasi PET dan CT scan menunjukkan secara detail anatomi serta perluasan dari tumor dan membantu dalam rencana pembedahan. Angiography dengan carotid flow study digunakan untuk pasien yang akan menjalani operasi dengan tumor yang berada disekeliling arteri carotis atau dapat juga digunakan untuk mendapatkan batas tumor dengan jelas. Foto polos paru diperlukan untuk melihat adanya metastase tumor secara hematogen seperti sarkoma, melanoma dan adenoid kistik karsinoma. Evaluasi metastase penting bila akan melakukan reseksi secara luas. Apabila tumor telah meluas ke meningen atau otak dapat dilakukan pemeriksaan lumbal dan brain puncture serta spine imaging (Roezin,2007;Ziemmer,2014) Pemeriksaan histopatologi Karsinoma sel skuamosa merupakan gambaran histopatologi yang paling sering pada keganasan sinonasal. Disamping karsinoma sel skuamosa, keganasan sinonasal berupa adenokarsinoma, adenoid sistik karsinoma, melanoma maligna, neuroblastoma olfaktori, karsinoma tidak berdiferensiasi, limfoma serta sarkoma. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Jika tumor tampak dirongga hidung atau rongga mulut, maka biopsi mudah dan harus segera
8 12 dilakukan. Biopsi tumor maksila, dapat dilakukan melalui tindakan sinoskopi atau melalui operasi Caldwell-Luc yang insisinya melalui sulkus gingivo-bukal. Jika dicurigai tumor vaskuler, misalnya hemangioma atau angiofibroma, jangan dilakukan biopsi karena akan sangat sulit menghentikan perdarahan yang terjadi (Roezin,2007; Ziemmer,2014). 2.6 Klasifikasi TNM dan Stadium Stadium tumor ganas sinonasal menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) tahun 2010 yaitu: (NCCN 2010) Tumor Primer (T) Tx : Tumor primer tidak bisa ditentukan TO : Tidak tampak tumor primer Tis : Karsinoma insitu Sinus maksilaris T1 : Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi tulang T2 : Tumor menyebabkan erosi atau destruksi tulang hingga palatum atau meatusmedia tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris,jaringan subkutaneus. T3 : Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, subkutaneus jaringan dinding dasar dan medial orbita, fossa pteriogoid,sinus etmoidalis. T4a :Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid, fossa infra temporal,fossa kribriformi, sinus sphenoidalis atau frontal. T4b :Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa Kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus trigeminal (V 2 ), nasofaring atau klivus.
9 Kavum nasi dan sinus etmoidalis T1 : Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang T2 : Tumor berada didua bagian dalam satu region atau tumor meluas dan melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi tulang. T3 : Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris, palatum atau Fossa kribiformis. T4a : Tumor menginvasi salah satu bagian anterior orbita, kulit nasal atau pipi, meluas minimal ke fossa pterigoid, sinus sphenoidalis atau frontal. T4b : Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, dura, otak, fossa kranial medial, Nervus kranialis selain dari V 2, nasofaring atau klivus. Kelenjar getah bening regional (N) Nx : Pembesaran kelenjar limfe regional tidak dapat ditentukan NO : Tidak ada metastasis kekelenjar limfe regional N1 : Metastasis kelenjar limfe ipsilateral diameter 3 cm N2 : Metastasis tunggal kelenjar limfe ipsilateral diameter 3-6 cm, atau 6cm multipel kelenjar limfe ipsilateral < 6 cm atau metastasis bilateral atau kontralateral diameter 6 cm N2a : Metastasis 6cm tunggal kelenjar limfe ipsilateral diameter3-6cm N2b : Metastasis multiple pada kelenjar limfe ipsilateral diameter 6cm N2c: Metastasis pada kelenjar limfe bilateral atau kontralateral,diameter 6cm N3 : Metastasis kelenjar limfe diameter lebih dari 6 cm Metastasis jauh (M) MO : Tidak ada metastasis jauh MI : Ada metastasis jauh
10 Stadium karsinoma sinus maksila dan sinus ethmoid (NCCN 2010) Stadium I T1 N0 M0 Stadium II T2a N0 M0 Stadium III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 Stadium IV T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 Stadium IVB Semua T N3 M0 T4a Setiap N M0 Stadium IVC Semua T Semua N M1 2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan dari tumor sinus paranasal ialah pembedahan atau lebih sering bersama dengan modalitas terapi lainnya seperti terapi radiasi dan kemoterapi sebagai adjuvant, dimana sampai saat ini masih merupakan pengobatan utama untuk keganasan hidung dan sinus paranasal, penyakit stadium lanjut jika diobati, membutuhkan multimodalitas terapi, yaitu operasi dengan radiasi sebelum atau setelah operasi. Katz et al, mencatat angka harapan hidup 5 tahun bagi pasien yang menerima radiasi setelah operasi adalah 79% dibandingkan dengan
11 15 pasien yang diobati dengan radioterapi saja adalah 49%. Kemoterapi sebagai tambahan radioterapi dan pembedahan telah menunjukkan peningkatan hasil pengobatan pada satadium III/IV (Roezin,2007;Glesson, 2008). Pembedahan masih diiindikasikan walaupun menyebabkan morbiditas yang tinggi bila terbukti dapat mengangkat tumor secara lengkap. Pembedahan dikontraindikasikan pada kasus yang telah bermetastasis jauh, sudah meluas kesinus kavernosus bilateral atau tumor sudah mengenai kedua orbita. Untuk tumor ganas, tindakan operasi seradikal mungkin. Biasanya dilakukan maksilektomi, dapat berupa maksilektomi medial, total atau radikal (Roezin,2007;Glesson,2008). Maksilektomi radikal dilakukan pada tumor yang sudah mengenai seluruh dinding sinus maksila dan sering juga masuk kerongga orbita, sehingga pengangkatan maksila dilakukan secara en bloc disertai eksenterasi orbita. Jika tumor sudah masuk kerongga intrakranial dilakukan reseksi kraniofasial atau kalau perlu kraniotomi, tindakan dilakukan dalam tim bersama dokter bedah saraf (Roezin,2007). Penatalaksanaan setelah operasi adalah rehabilitasi yang bertujuan untuk penyembuhan luka primer, memelihara atau rekonstruksi bentuk wajah dan pemulihan oronasal yang terpisah kemudian memperlancar proses bicara dan menelan. Rehabilitasi setelah reseksi pembedahan dapat dicapai dengan dental prosthesis atau reconstructive flap seperti flap otot temporalis dengan atau tanpa inklusi tulang kranial, pedicled atau microvascular free mycutaneous dan cutaneous flap (Ziemer,2014). Pada umumnya prognosis keganasan sinus paranasal pada umumnya kurang baik, karena sebagian besar pasien datang pada stadium lanjut. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi prognosis keganasan hidung dan sinus paranasal,cara tepat dan akurat. Faktorfaktor tersebut seperti, perbedaan diagnosis histologi, asal tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status batas sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status immunologis,lamanya follow up dan
12 16 banyak lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini. Walaupun demikian pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan memberikan hasil yang terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka bertahan hidup selama 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor (Roezin,2007 ). 2.8 Karsinoma Sel Skuamosa Karsinoma sel skuamosa (SCC) merupakan bagian dari tumor sinonasal yang berasal dari epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal dimana etiologinya berhubungan dengan faktor lingkungan, merokok, alkohol dan terpapar dengan bidang industri seperti nikel,kromium dan debu kayu termasuk tipe keratinizing dan non keratinizing( Barnes,2005;Thompson,2006). Enam puluh persen tumor sinonasal berkembang di dalam sinus maksilaris, diikuti didalam kavum nasi 22%, di dalam sinus etmoidalis 15%, dan <3% dijumpai dalam sinus sfenoidalis dan frontalis. Dengan mayoritas dijumpai SCC dan variannya (55%), diikuti oleh non-epithelial neoplasms(20%), glandular tumours (15%), undifferentiated carcinoma (7%) dan miscellneous tumours (3%). (Dhingra, 2008;Thompson 2006). Secara makroskopik, KSS kemungkinan berupa exophytic, fungating atau papiler. Biasanya rapuh, mudah berdarah, terutama berupa nekrotik, atau indurated, demarcated atau infiltratif (Barnes, 2005) Mikroskopik keratinizing squamous cell carcinoma Secara histologi keratinizing squamous cell carcinoma menunjukkan selnya berkeratin, intercellular bridges dan squamous perals. Sel tumor biasanya besar, nukleus hiperkromatin dengan tingkat variabel dari nukleus anaplasia. Tumor tersusun didalam sarang-sarang, massa atau sel-sel individual, dimana invasinya tidak beraturan (Barnes, 2005; Thompson,2006).
13 17 Gambar 2.2 Karsinoma sel skuamosa, keratinizing Pulau-pulau sel-sel tumor dengan invasi yang tidak beraturan (Thompson,2006) Mikroskopik non-keratinizing (cylindrical cell, transitional) carcinoma Bentuk dari non-keratinizing carcinoma berupa sarang yang padat dengan batas yang relatif halus, sel tumor berbentuk bulat atau oval dengan inti menonjol, variasi sitoplasmanya terdiri dari acidophilic ke amphophilic sampai vacuolated. Tumor ini dinilai dengan diferensiasi sedang ataupun buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal sebagai skuamosa, dan harus dibedakan dari olfactory neuroblastoma atau karsinoma neuroendokrin (Barnes, 2005; Thompson,2006).
14 18 Gambar 2.3 Karsinoma sel skuamosa, non-keratinizing. Pulau-pulau sel-sel tumor kohesif menginvasi ke dalam stroma dibawahnya (Thompson,2006). 2.9 Protein p53 Gen p53 dijumpai pertama kali pada tahun 1979 sebagai transformation-related protein53 yang pada manusia terletak pada lengan pendek kromosom 17, terentang sepanjang 2,8 kb mrna, terdiri atas 11 ekson dan diekspresikan pada hampir semua jaringan tubuh, p53 merupakan bagian dari gen supresor tumor, dimana fungsi dari p53 adalah untuk menghambat siklus sel, diferensiasi,apoptosis penuaan sel dan angiogenesis (Fearon,2000;Macdonal,2004;Bai,2006). Pada sel normal,tp53 dan komponen pada jalur p53 berada dalam keadaan inaktif dan akan menjadi aktif bila sel memberikan respon terhadap stress sehingga sel tersebut menjadi hancur dan terjadi perbaikan DNA pada sel atau yang mengalami apoptosis, oleh karena itu Tp53 sering disebut sebagai The Guardian of the Genome (Fearon,2000;Klein 2002;Macdonal,2004; Roezin,2007).
15 19 Dalam keadaan sehat protein p53 secara terus menerus diproduksi dan didegradasi.jika gen p53 mengalami kerusakan, misalnya akibat mutagen (kimia, radiasi dan virus), maka fungsi sebagai supresor akan berkurang, sehingga terjadi pembelahan yang tidak terkontrol. Pada keganasan sel, gen p53 adalah gen yang paling banyak bermutasi (ditemukan >50% dari seluruh kasus kanker) Waktu paruh p53 wild type kurang dari 30 menit dan merupakan protein yang labil dan terdiri atas region yang tidak terstruktur sedangkan p53 mutan mempunyai waktu paruh lebih panjang sehingga dapat terdeteksi dengan pulasan imunohistokimia (Handayani, 2011). Wild-type p53 protein berisi 393 asam amino dan terdiri dari domain struktur dan fungsional, dimana gen p53 homolog dengan p63 dan p73 yang memiliki domain struktur yang sama dan termasuk domain oligomerisasi dan ketiga protein ini dapat menginduksi apoptosis. Kerusakan DNA yang mengarah untuk penggandaan DNA, ATM (Ataxia Telangiectasia Mutasi), protein kinase serta CHK2 kinase diaktifkan kemudian p53 difosforilasi kelokasi yang berbeda yang mengarah ke siklus dependent, dimana kerusakan DNA menyebabkan penghambatan replikasi sehingga ATR (ATM dan Rad3-related) kinase menjadi aktif akibatnya ATR dan Chk 1 phosphorylate diaktifkan dan p53 menjadi aktif (Bai,2006). Gen p53 dapat juga berinteraksi dengan protein 90 kd. Protein 90 kd adalah produk gen MDM2 berupa fosfoprotein nuclear yang disebut MDM2, yang merupakan sasaran transkripsi bagi p53, tetapi di lain pihak MDM2 juga dapat mengikat p53 pada domain transaktivasinya. Interaksi ini memblok kemampuan p53 untuk mengaktifkan fungsi transkripsinya dan mengontrol pertumbuhan sel. Sehingga interaksi antara p53 dengan MDM2 merupakan suatu bentuk autoregulatory negative feedback loop (Kresno,2011).
16 20 Peran utama p53 sebagai tumor suppressor gen adalah kemampuannya untuk mentranskripsi urutan spesifik, mengatur ekspresi gen seluler yang berbeda. Target p53 downstrem adalah mengaktifkan jenis sel yang berbeda, tingkat kerusakan yang mempengaruhi aktivitas p53 dan berbagai variasi parameter lainnya yang belum teridentifikasi (Handayani, 2011). Pasien yang resisten terhadap obat memperlihatkan ekspresi p53 mutan lebih tinggi dibanding pasien yang responsif terhadap obat, sehingga ada indikasi bahwa adanya p53 mutan dapat mempengaruhi resistensi terhadap obat dibanding dengan petanda-petanda lain. Penelitian lain menyatakan bahwa mutasi p53 berhubungan dengan perbedaan staging, tetapi tidak signifikan untuk prognostik (Handayani,2011). Ada dua jenis bentuk stres seluler yang dapat mengaktivasi p53 yaitu: 1. Kerusakan DNA, yang dapat disebabkan oleh ionisasi radiasi, obatobatan kemoterapi, sinar ultraviolet atau inhibitor protein kinase, protein checkpoints yang memberikan sinyal pada p53 bahwa kerusakan telah terjadi dan siklus sel harus dihentikan sampai DNA diperbaiki oleh protein kinase. 2. Deregulasi ekspresi onkogen, dimana terjadi kegagalan mekanisme untuk mengeliminasi sel yang mengalami proliferasi abnormal. Protein onkogen akan berinteraksi dengan MDM2 dan menghambat aktifitas MDM2 tersebut sehingga kadar p53 meningkat (Macdonald,2004).
17 21 Gambar 2.4 skema protein p53 ( Zanbeeti,2005). Respon p53 yang teraktivasi terdiri dari dua yaitu: 1. Inhibisi siklus sel Efek yang utama dari aktifasi p53 adalah memblok siklus sel sehingga kerusakan dari DNA dapat diperbaiki. Pada tahun 1993, sebuah gen yang diinduksi oleh wild-type p53 yang berlebihan teridentifikasi. Gen ini disebut p21. Transaktifasi p21 menyebabkan inhibisi protein CDK yang menghambat siklus sel pada G1 dan G2 (Macdonal,2004).
18 22 2. Apoptosis Merupakan suatu proses aktif yang memerlukan induksi ekspresi gen. Sel limfoid dan sel myeloid dengan cepat mengalami apoptosis setelah mengalami kemoterapi atau radiasi, tetapi pada jenis sel lain diperlukan ekspresi gen-gen lain untuk membantu apoptosis, diantaranya bcl2 dan bax, dimana bax merupakan gen proapoptotik yang pertama diidentifikasikan sebagai target dari p53, dan dikuti oleh gen yang lainnya seperti NOXA, PUMA dan p53aipi. Produk protein yang dihasilkan oleh gen-gen ini berada pada mitokondria dan menyebabkan hilangnya potensial membrane dan pelepasan sitokrom C. Integritas mitokondria juga dapat terganggu oleh gen yang disebut dengan p53-inducible genes (PIG). P53 juga terlibat dalam death receptor-induced pathway dan ekspresi dari paling sedikit dua resptor seperti FAS/APO1 dan DR5/KILLER yang diinduksi oleh p53. Menurunnya ketahanan protein oleh karena tertekannya gen antiapoptosis seperti BCL2 yang diinduksi oleh p53 juga berperan penting untuk terjadinya apoptosis (Macdonal,2004;Kresno,2011;Shahib,2012) Peran p53 pada apoptosis Pada keadaan-keadaan tertentu, p53 juga mampu menginduksi suatu bentuk kematian sel yang terprogram yang dikenal sebagai apoptosis. Proses ini berbeda dengan tipe kematian sel lainnya, terdapat beberapa karakteristik seperti menggelembungnya membran, kondensasi kromatin dan fragmentasi DNA. Beberapa tindakan yang menyebabkan peningkatan ekspresi p53 akan menghasilkan apoptosis. Walaupun apoptosis dan penekanan pertumbuhan merupakan fenomena yang berbeda, tujuan akhirnya adalah sama yaitu mencegah berkembangnya sel-sel yang mengandung mutasi gen, sederhananya, peranan p53 adalah menekan pertumbuhan sel (Shahib,2012).
19 23 Tumor protein p53 memegang peranan penting dalam mengatur proses dalam sel sebagai respon terhadap berbagai stress, baik genotoksik (perubahan DNA akibat iradiasi, UV, karsinogen, obat sitotoksik) maupun non-genotoksik (hipoksia, deplesia nukleitida, aktivasi okogen, disrupsi mikrotubuli,gangguan kontak antar sel). Protein p53 dapat dipandang sebagai tanda adanya sinyal stress yang kemudian ditransduksi melalui kemampuan p53 untuk bertindak sebagai faktor transkripsi (Kresno,2011). Gen p53 juga menghasilan 53-kDa fosforotein nuclear yang berlokasi pada kromosom 17p dan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan sel. p53 dengan p73 dan p63 merupakan bagian dari family daritsgs, dimana gen p53 ini berperan sebagai transkripsi beberapa target gen, mengendalikan perjalanan siklus sel, sebagai kontrol checkpoint pada G1, dan meregulasi perbaikan DNA, apoptosis dan diferensiasi (Scully,2003). Hilangnya 17p13 terjadi pada hampir 60% pada kasus squamous cell carcinoma (SCC). Perubahan gen p53 oleh karena kehilangan alel, point mutation, delesi dan inaktifasi mengganggu perannya sebagai Guardian of the Genome dengan cara menurunkan kemampuan sel untuk memperbaiki DNA dan mengalami apoptosis sebagai respon terhadap kerusakan DNA tersebut sehingga menyebabkan instabilitas genomik. Sebuah penelitian mengenai tumor-tumor invasif, mutasi p53 terjadi sebanyak 40-50% dan lebih banyak ditemukan pada penderita squamous cell carcinoma kepala dan leher yang terpapar asap rokok dan minum alkohol, dimana kita ketahui bahwa salah satu penyebab atau faktor resiko timbulnya tumor ganas sinonasal adalah dari paparan asap rokok dan alkohol. Ekspresi yang lebih dari protein p53 didalam tumor pada penderita squamous cell carcinoma kepala dan leher dilaporkan berkorelasi dengan timbulnya tumor primer yang kedua (Irish,2003).
20 Ekspresi p53 mutan pada karsinoma sel skuamosa sinonasal Gangguan fungsi p53 yang terjadi pada tumor disebabkan oleh mutasi gen p53 itu sendiri maupun mutasi gen yang mengatur p53. Mutasi dari protein p53 dapat dijumpai hampir 50% dari kanker. Sedangkan pada kanker mulut dan kanker kepala dan leher dijumpai hampir dua-pertiga (dari %) yang disebabkan mutasi dari p53. Di Negara barat, overekspresi skuamous sel karsinoma pada kepala dan leher dikatakan berhubungan dengan komsumsi alkohol dan tembakau. Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya mutasi p53 pada perokok atau mantan perokok (Scully,2003). Poeta dalam penelitian di Inggris menyatakan bahwa p53 mutan dapat digunakan sebagai faktor stratifikasi dalam prospektif uji klinis khususnya pada karsinoma sel skuamosa (Poeta,2007). Ekspresi p53 lebih tinggi pada jaringan maligna dibandingkan dengan jaringan normal, dan karsinoma diferensiasi jelek menunjukkan jumlah sel p53 positif lebih banyak dengan karsinoma diferensiasi baik. P53 kuat terekspresi pada karsinoma sel skuamosa, tetapi negatif pada smallcellcarcinoma dan adenokarsinoma ( Scully,2003;Oncel,2011). p53 termasuk gen yang paling sering mengalami perubahan pada kanker manusia, strategi perancangan untuk mengembalikan akibat dari perubahan yang terjadi menjadi topik utama dalam luasnya masalah terapi. Fakta-fakta telah memperkuat dugaan bahwa banyak dari bahanbahan yang digunakan sekarang dalam pengobatan kanker seperti radiasi, beberapa zat kemoterapi seperti 5-fluorourasil(5FU), etoposide dan adriamisin merangsang ekspresi p53, pada kanker dengan p53 intak, sehingga induksi tersebut akan dapat menyebabkan peningkatan kematian sel akibat apoptosis (Shahib,2012).
21 Kerangka Konsep Zat hasil industri Z (industrial Fumos) Paparan karsinogen lingkungan Infeksi bakteri dan inflamasi Mutasi gen supressor p53 Protein p53 mutan Pasien Ca Sinonasal Gambar 2.5 Skema kerangka konsep
Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K)
TUMOR HIDUNG DAN SINUS PARANASAL Prof.dr.Abd. Rachman S, SpTHT-KL(K) Tumor jinak sering ditemukan, sedangkan tumor ganas jarang ± 3% dari tumor kepala leher & 1% dari seluruh keganasan. Gejala klinis tumor
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada
Lebih terperinciAnatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.
Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tumor ganas sinonasal merupakan penyebab kesakitan dan kematian di bidang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumor Ganas Sinonasal Tumor ganas sinonasal merupakan penyebab kesakitan dan kematian di bidang otorinolaringologi di seluruh dunia. Kebanyakan tumor ini berkembang dari sinus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata
Lebih terperinciSUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016
SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan
Lebih terperinciKARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009
KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens
Lebih terperinciKARSINOMA NASOFARING
KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens
Lebih terperinciBAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.
BAB 2 TUMOR 2.1 Definisi Tumor Sel mempunyai tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak. Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. 9,15
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Anatomi Hidung Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri (Corbridge, 1998).
Lebih terperinciTUMOR NASOFARING. Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF)
TUMOR NASOFARING TUMOR NASOFARING Tumor benigna - Angiofibroma belia Tumor maligna - Karsinoma nasofaring (KNF) - Limfoma non Hogdkin - Karsinoma kistik adenoid - Adenocarcinoma & tumor kel. ludah minor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium
Lebih terperinciKanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9
Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma
Lebih terperinciOSTEOSARCOMA PADA RAHANG
OSTEOSARCOMA PADA RAHANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh : AFRINA ARIA NINGSIH NIM : 040600056 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran respirodigesti atas, setelah kavum oris. Lebih dari 95% keganasan di
Lebih terperinciREFERAT ONKOLOGI TUMOR SINONASAL. Oleh: Bayu Lesmono Pembimbing Utama. dr. Nur Akbar Aroeman., Sp.T.H.T.K.L (K)
REFERAT ONKOLOGI TUMOR SINONASAL Oleh: Bayu Lesmono 131421120501 Pembimbing Utama dr. Nur Akbar Aroeman., Sp.T.H.T.K.L (K) DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER RSHS/FK
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor
LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri
78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga sinus ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab kematian wanita nomor satu (14,7%) di seluruh dunia (Globocan-IARC, 2012). International Agency for Research
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Kepala dan Leher Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal, hipofaring, laring dan telinga. Yang
Lebih terperinciBAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.
BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID Dalam dunia medis, radioterapi sudah menjadi perawatan yang sangat umum digunakan. Penggunaannya pun dilakukan untuk berbagai macam penyakit kanker termasuk untuk penyakit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Ras India Penduduk ras India Malaysia merupakan suatu kaum yang berasal dari India selatan. Mereka telah datang ke Malaysia sejak dua ribu tahun lalu.kelompokkelompok seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa
Lebih terperinciPenyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15
Kanker payudara adalah penyakit dimana selsel kanker tumbuh di dalam jaringan payudara, biasanya pada ductus (saluran yang mengalirkan ASI ke puting) dan lobulus (kelenjar yang membuat susu). Kanker atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah penyakit penting dan serius dapat bermanifestasi sebagai ulser di mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, tuberkulosis,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari jaringan organ yang tidak mengalami diferensiasi membentuk .
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang sering terjadi berasal dari jaringan organ email yang tidak mengalami diferensiasi membentuk email. Prosentase ameloblastoma
Lebih terperinciLAMPIRAN. VEG F HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2. No MR Nama Sex Usia Suku Std PA. Adeno P 22. Jawa. Jawa. Adenoid P 70
Lampiran 1 Data Sampel Penelitian LAMPIRAN No MR Nama Sex Usia Suku Std PA VEG F 1 7.57.97 HY L 42 Melayu III NK SCC 2 2 7.72.01 SD Jawa Adeno P 22 IVb 8.4.47 SS Jawa Adenoid P 70 IVb cystic 4 8.46.18
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia kasus kanker rongga mulut berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Sekitar 90-95% dari total kanker pada rongga mulut merupakan kanker sel skuamosa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
BAB II TINJAUAN TEORI A. ANATOMI FISIOLOGI LIDAH 1. Anatomi lidah Lidah terletak didasar mulut, ujung dan pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi bawah. Lidah secarara anatomi terbagi atas 3 bagian, yakni
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kepala dan leher merupakan istilah luas yang mengacu kepada keganasan epitel sinus paranasalis, rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. Hampir seluruh
Lebih terperinciKanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini tampak adanya peningkatan kasus kanker disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.
Lebih terperinciBAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7
BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH Sepertiga tengah wajah dibentuk oleh sepuluh tulang, dimana tulang ini saling berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7 2.1 Tulang-tulang yang
Lebih terperinciLaporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE
Laporan Kasus Besar Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE 406117055 IDENTITAS PASIEN PEMERIKSAAN SUBJEKTIF AUTOANAMNESIS Rabu, 25 April jam 09.00 1. Keluhan Utama Benjolan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan adanya sel-sel basaloid (sel germinatif) yang tersusun dalam bentuk lobulus,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan. tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas
BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan salah satu dari keganasan tersering pada pria dan wanita dengan angka mortalitas tertinggi di dunia, yaitu sebesar 1.590.000 kematian di tahun
Lebih terperinciTRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM
TRAUMA MUKA DAN HIDUNG DEPT. THT FK USU / RSHAM PENDAHULUAN Hidung sering fraktur Fraktur tulang rawan septum sering tidak diketahui / diagnosis hematom septum Pemeriksaan dapat dilakukan dengan palpasi
Lebih terperinciCA TONSIL 1. DEFINISI CA TONSIL
CA TONSIL 1. DEFINISI CA TONSIL Kanker tonsil andalah indikasi keganasan pada tonsil. Penyakit tonsil dan adenoid merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi dalam masyarakat. Nyeri tenggorokan, infeksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik
Lebih terperinciBAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan
BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal 2.1.1 Anatomi Hidung Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian, yaitu paling
Lebih terperinciBab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan
Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau
Lebih terperinciBAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker kepala dan leher adalah penyebab kematian akibat kanker tersering kedelapan di seluruh dunia. Insiden penyakit ini memiliki variasi pada wilayah dan ras yang
Lebih terperinciTumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan Intrakranial dan Metastasis ke Paru
150 Laporan Kasus Tumor Sinus Paranasal Dengan Perluasan Intrakranial dan Metastasis ke Paru Sukri Rahman, M. Abduh Firdaus Abstrak Keganasan hidung dan sinus paranasal (sinonasal) merupakan tumor yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular paling sering pada anak, yang timbul dari retinoblas immature pada perkembangan retina. Keganasan ini adalah keganasan
Lebih terperinciKadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang
Kanker Paru DEFINISI Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru; tetapi kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru. Kanker
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000
Lebih terperinciPendahuluan. Etiologi dan Epedimiologi
Pendahuluan Kanker mata adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis tumor yang terjadi di berbagai bagian mata. Hal ini terjadi ketika sel-sel dalam atau di sekitar mata berubah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya
Lebih terperinciGAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014
1 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 Oleh: Sari Wulan Dwi Sutanegara 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciKanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Paru, prostat, kolorektal, lambung, dan hati merupakan 5 organ
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau sering disebut juga sebagai tumor ganas (maligna) atau neoplasma adalah istilah umum yang mewakili sekumpulan besar penyakit yang bisa mengenai bagian manapun
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. berhubungan dengan orofaring. Nasofaring di bagian anterior berbatasan dengan
5 2.1 Anatomi Nasofaring BAB II KAJIAN PUSTAKA Nasofaring merupakan ruang atau rongga berbentuk kubus yang terletak di belakang rongga hidung atau koana, tepat di bawah dasar tengkorak yang berhubungan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kanker adalah kelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkendali (Kaplan, Salis & Patterson, 1993). Dalam keadaan
Lebih terperinciMODUL 3 SKENARIO 3 : HARUSKAH DIAMPUTASI?
MODUL 3 SKENARIO 3 : HARUSKAH DIAMPUTASI? Osta, 17 tahun, datang ke dokter bersama orang tuanya dengan keluhan timbul benjolan di lutut kanan sejak 2 bulan yang lalu. Sebelumnya, Osta sering merasakan
Lebih terperinciBAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH. Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal
BAB 2 TUMOR GANAS PADA 2/3 WAJAH Tumor ganas yang sering terjadi pada wajah terdiri atas dua jenis yaitu: basal sel karsinoma dan skuamous sel karsinoma. Tumor ganas yang sering terjadi pada bagian bibir,
Lebih terperinciGambar 1. Anatomi Palatum 12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan. (adenokarsinoma) (Kumar, 2007 ; American Cancer Society, 2011 ;
4 BAB II LANDASAN TEORI A. TinjauanPustaka 1. Kanker Payudara a. Definisi Kanker atau neoplasma adalah istilah yang digunakan untuk penyakit dimana sel-sel abnormal membelah tanpa kontrol dan mampu menyerang
Lebih terperinciUNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS Program Studi : Pendidikan Dokter Kode Blok : KBK301 Blok : NEOPLASMA (Blok 9) Bobot : 4 SKS Semester : III Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu: -
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karsinoma Nasofaring 2.1.1. Defenisi Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi difosa Rosenmuller dan atap nasofaring.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan
Lebih terperinciPrevalensi Kanker Sinonasal di Poliklinik THT-KL RS.Hasan Sadikin Bandung, Januari 2013 Juli 2015
Prevalensi Kanker Sinonasal di Poliklinik THT-KL RS.Hasan Sadikin Bandung, Januari 2013 Juli 2015 Evy Shavilla, Nur Akbar Aroeman, Yussy Afriani Dewi, Agung Dinasti Permana Departement of Otorhinolaringology-Head
Lebih terperinciABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.
ABSTRAK Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, 2005. Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas kepala dan leher yang paling banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). Diperkirakan ada 10.000 kasus baru
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,
Lebih terperinciTumor Urogenitalia A. Tumor ginjal 1.Hamartoma ginjal 2. Adenokarsinoma ginjal / grawitz / hipernefroma / karsinoma sel ginjal Staging : Grading :
Tumor Urogenitalia A. Tumor ginjal - Definisi Massa abnormal yang berkembang di ginjal - Epidemiologi Ketiga terbanyak setelah ca prostat dan ca buli-buli Dekade 5-6 (50-60 tahun) Pria > Wanita : 2 > 1
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian. nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker paru merupakan keganasan penyebab kematian nomer satu di dunia (Cancer Research UK, 2012). Mortalitas kanker ini tercatat sebesar 1.590.000 jiwa pada tahun 2012
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA PENELITIAN
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut, maka dikembangkan suatu kerangka
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN
LAMPIRAN 1 DATA SAMPEL PENELITIAN NO NAMA MR UMUR SEX SUKU STADIUM PA (TIPE) EKSPRESI LMP1 1 IH 350582 43 LK BATAK IVC 3 0 2 K 405691 59 LK ACEH IVB 3 3 3 DP 351293 37 LK BATAK III 2 3 4 NS 352005 85 LK
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang relatif jarang ditemukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik yang menarik untuk dipelajari. Sinus paranasalis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
Lebih terperinciKanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap
Lebih terperinci