HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian"

Transkripsi

1 65 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sekolah Menengah Atas Negeri 1 (SMAN1) Bogor merupakan satusatunya Sekolah Nasional Bertaraf Internasional (SNBI) di Kota Bogor yang beralamat di Jl Ir H Juanda No 16 Kelurahan Paledang, Kecamatan Kota Bogor Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat (Anonim 2006). Sekolah ini dikepalai oleh Drs H Agus Suherman. Tenaga pengajar terdiri dari 56 orang guru tetap, dan 14 orang guru tidak tetap. Sarana dan prasarana yang dimiliki yaitu tanah dan halaman sekolah dengan status milik Negara dan memiliki luas tanah meter persegi, lapangan olahraga dan upacara 480 meter persegi dan pagar 30 meter. Gedung bangunan sekolah yang dimiliki status milik Negara dengan luas bangunan meter persegi. Bangunan terdiri dari satu ruang kepala sekolah, satu ruang tata usaha, satu ruang guru, dua ruang perpustakaan, satu ruang Bimbingan Konseling (BK), satu ruang dapur, 18 ruang Kelas, satu ruang laboratorium komputer, dua ruang laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dua ruang musholla, delapan ruang Organisasi Intra Sekolah (OSIS), tujuh ruang sanitasi, satu lokal kantin sekolah, satu ruang koperasi, satu ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS), satu ruang gedung, satu ruang penjaga sekolah, satu ruang laboratorium bahasa, satu ruang broadcast, dan satu ruang seni. Kegiatan ekstrakurikuler terdiri dari ekstrakurikuler akademik dan non akademik. Ekstrakurikuler akademik meliputi kegiatan komputer, Kelompok Ilmiah Remaja, Praktikum IPA, dan kelompok Bahasa Inggris. Kegiatan ekstrakurikuler non akademik meliputi pembinaan terhadap Tuhan YME, pembinaan berbangsa dan bernegara, pembinaan pendidikan pendahuluan bela Negara, pembinaan kepribadian dan budi pekerti luhur, pembinaan berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan, pembinaan keterampilan kewirausahaan, pembinaan kesegaran jasmani dan daya kreasi, pembinaan persepsi, apresiasi dan kreasi seni. Kegiatan ekstrakurikuler non akademik dilaksanakan melalui wadah Organisasi Intra Sekolah (OSIS), Dewan Keluarga Masjid (DKM), Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), Pecinta Alam (PA), Palang Merah Remaja (PMR), Pramuka, Olah Raga dan Seni, serta perkumpulan bela diri. Kurikulum yang diterapkan pada SNBI menggunakan kurikulum 2004 plus dengan penambahan jam pelajaran MIPA untuk pengembangan penelitian ilmiah. Bahasa pengantar yang digunakan berupa 40 persen bahasa Inggris untuk Kelas X, 60 persen untuk Kelas XI, dan 80 persen untuk Kelas XII. Sarana

2 66 dan prasarana yang disediakan untuk Kelas Rintisan Bertaraf Internasional adalah ruang belajar memakai Air Conditioner (AC), sarana belajar berbasis Information and Communication Technology (ICT) seperti laptop terhubung internet, Liquid Crystal Display (LCD), Overhead Projektor (OHP), Laboratorium komputer, bahasa, fisika, kimia, dan biologi. Keunggulan SMAN 1 adalah terletak pada kualitas sumberdaya manusia atau siswa yang masuk ke sekolah. Batas nilai ebtanas murni (NEM) terendah yang dapat diterima di sekolah ini pada setiap tahun adalah tertinggi di Kota Bogor. Pada tahun 2007, Pass In Grade SMAN 1 Bogor adalah 28,13 dari total nilai 30 yang berasal dari tiga mata ajaran yaitu Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Sebagian besar siswa berasal dari keluarga yang mampu dengan tingkat pendidikan orang tua rata-rata tinggi (lulusan atau pernah menempuh Perguruan Tinggi). Potensi unggulan lainnya adalah SMAN 1 memiliki lokasi sekolah yang strategis. Sekolah Nasional Bertaraf Internasional (SNBI) adalah suatu program pendidikan yang bertujuan agar sekolah memiliki budaya untuk terus menerus melakukan peningkatan mutu layanan pendidikan, meningkatkan mutu pembelajaran dan standar kompetensi bertaraf internasional, dan agar siswa mendapatkan pengakuan dan perlakuan sama dengan sekolah internasional lain di dunia untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri (Dinas Pendidikan 2005). Pada tahun 2006 terdapat seratus sekolah yang menyelenggarakan program ini yang tersebar di seluruh Indonesia. Di Kota Bogor, program SNBI baru dilaksanakan di SMAN 1. Program SNBI mengintegrasikan kurikulum nasional dengan kurikulum internasional. Proses belajar mengajar menggunakan metode yang bervariasi dan menekankan pada contectual teaching learning yang merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi ajar dengan situasi dunia nyata siswa, yang dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan penerapannya dalam kehidupan. Salah satu bentuknya adalah outdoor teaching misalnya ke museum. Jam belajar per hari pada Kelas ini juga lebih lama dibandingkan dengan Kelas biasa karena terdapat tambahan jam belajar untuk mata pelajaran MIPA.

3 67 Karakteristik Individu Jenis Kelamin Contoh pada penelitian ini berjumlah 73 orang dengan proporsi 36 orang Kelas X dan 37 orang Kelas XI. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh contoh berjenis kelamin perempuan baik pada Kelas X (66.7%) maupun XI (67.6%). Tabel 2 Sebaran contoh Kelas X dan XI berdasarkan jenis kelamin (n=73) Jenis Kelamin Kelas X Kelas XI Laki-laki Perempuan Total Umur Umur contoh termasuk ke dalam kategori remaja yang berkisar antara tahun. Menurut Monks (1987) fase remaja yang berkisar antara tahun disebut fase remaja pertengahan. Pada remaja pertengahan biasanya sudah mulai mengembangkan cara berpikir yang lebih baik, mulai melakukan peranperan orang dewasa dan berpandangan realistik. Tabel 3 menjelaskan bahwa persentase terbesar umur contoh pada Kelas X yaitu 16 tahun (61.1%), sedangkan pada Kelas XI yaitu 17 tahun (70.3%). Sebaran contoh berdasarkan umur contoh disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran contoh Kelas X dan Kelas XI berdasarkan umur (n=73) Umur (Tahun) Kelas X Kelas XI Total Min Max Rata-rata ± SD ± ±0.6 Tujuan Hidup dan Cita-cita Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa sebagian besar contoh baik Kelas X (83.3%) maupun XI (97.3%) mempunyai tujuan hidup dan cita-cita yang dianggap sangat penting. Sebagian besar contoh (91.8%) menganggap sangat penting untuk mempunyai cita-cita meneruskan ke perguruan tinggi. Menuntut ilmu hingga perguruan tinggi menjadi tujuan terbesar contoh. Prinsip-prinsip yang berhubungan dengan etos kerja yang baik seperti

4 68 belajar rajin agar nilainya bagus, belajar keras dan tekun, serta beraktivitas di sekolah dengan baik dianggap penting bahkan sangat penting oleh lebih dari separuh contoh. Proporsi terbesar contoh juga menganggap sangat penting tujuan hidup yang berhubungan dengan kebaikan budi pekerti yang meliputi berbakti pada orangtua dan guru, bertanggung jawab atas perbuatannya, dan berteman dengan baik. Adapun tujuan hidup yang berkaitan dengan kemapanan status sosial seperti menabung dan hidup hemat juga dianggap penting oleh lebih dari separuh contoh (53.4%). Proporsi terbesar contoh (36.9%) menganggap sangat penting menghindari masalah di sekolah, sedangkan sepertiga contoh (35.6%) menyatakan hidup bersenang-senang adalah kurang penting. Sebaran contoh berdasarkan tingkat tujuan dan cita-cita dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tujuan dan cita-cita (n=73) Pernyataan Persentase (%) A B C D E 1. Meneruskan ke perguruan tinggi Belajar yang rajin agar nilainya bagus Bekerja keras dan belajar tekun Beraktivitas disekolah dengan baik Berbakti pada orangtua dan guru Bertanggung jawab atas perbuatan kita Berteman yang baik Menghindari masalah disekolah Hidup bersenang-senang Menabung dan hidup hemat Keterangan: A:Tidak penting B:Kurang penting C:Cukup penting D:Penting E:Sangat penting. Apabila skor tujuan/cita-cita dikategorikan menjadi tiga, maka persentase terbesar contoh baik Kelas X maupun Kelas XI menganggap tujuan hidup menjadi sangat penting. Hal ini dapat dikatakan bahwa contoh telah memiliki tujuan dan orientasi yang jelas mengenai hal-hal yang penting untuk dilakukan di masa depan. Hasil uji statistik menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tujuan hidup contoh kedua Kelas. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat tujuan dan cita-cita (n=73) Tujuan Hidup dan Cita-cita Kelas X Kelas XI Tidak Penting (<24) Cukup Penting (24-37) Sangat Penting (>37) Total Min Max Rata-rata ± SD 42.4 ± ±2.8 p-value 0.679

5 69 Uang Saku Tabel 6 menunjukkan bahwa persentase terbesar uang saku per bulan contoh baik pada Kelas X maupun XI berada pada kisaran Rp Rata-rata uang saku per bulan yang diterima contoh Kelas XI lebih tinggi (Rp ) dibandingkan dengan uang saku per bulan Kelas X (Rp ). Hal ini diduga kegiatan dan kebutuhan Kelas XI lebih besar dibandingkan Kelas X. Hasil uji statistik menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara uang saku contoh kedua Kelas. Tabel 6 Sebaran contoh Kelas X dan Kelas XI berdasarkan besarnya uang saku per bulan (n=73) Uang saku Bulanan Siswa Kelas X Kelas XI (Rupiah) > Total Min Max Rata-rata ± SD ± ± p-value Karakteristik Keluarga Umur Orangtua Tabel 7 berikut ini menjelaskan sebaran contoh berdasarkan umur orangtua. Tabel 7 Sebaran contoh Kelas X dan XI berdasarkan umur orangtua (n=73) Umur Orangtua (Tahun) Kelas X Kelas XI Ayah Total Min Max Ibu Total Min Max 51 52

6 70 Proporsi terbesar contoh memiliki ayah yang berumur tahun (51.4% Kelas X dan 44.4% Kelas XI), dan ibu yang berumur tahun (50.0% Kelas X dan 59.5% Kelas XI). Sebagian besar contoh Kelas X dan Kelas XI mempunyai orangtua yang berada pada kelompok umur produktif yaitu pada rentang umur antara tahun. Umur ayah contoh yang berada pada kelompok umur lansia (lebih dari 55 tahun) ditemukan pada contoh Kelas X yaitu 5.7 persen, sedangkan pada contoh Kelas XI tidak ditemukan umur ayah yang lanjut usia. Pendidikan Orangtua Pendidikan formal merupakan segala sesuatu (proses belajar mengajar) yang diupayakan untuk mengubah segenap perilaku seseorang (Gunarsa dan Gunarsa, 2004). Pendidikan orang tua dikelompokkan menjadi delapan tingkat, yaitu tidak sekolah, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, D3, S1, S2, dan S3. Berdasarkan pada Tabel 8, dapat dilihat bahwa pendidikan ayah contoh pada Kelas XI lebih tinggi (S2) dibandingkan Kelas X (S1). Hal ini berbeda dengan tingkat pendidikan ibu. Persentase terbesar pendidikan tertinggi ibu contoh baik pada Kelas X maupun Kelas XI yaitu S1. Tabel 8 Sebaran contoh Kelas X dan Kelas XI berdasarkan pendidikan orangtua Pendidikan Orangtua Kelas X Kelas XI Ayah Tidak Sekolah Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA D S S S Total Ibu Tidak Sekolah Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA D S S S Total

7 71 Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyatakan tingkat pendidikan orangtua baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi komunikasi antara orangtua dan anak dalam lingkungan keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki pendidikan formal yang tinggi dan bekerja, tingkat partisipasi pada segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas sekolah anaknya lebih banyak dibandingkan dengan orangtua yang berpendidikan rendah. Hal ini secara tidak langsung akan berpengaruh pada prestasi belajar anak karena orangtua berperan sebagai sumber pengetahuan/disiplin, pengembangan karir, memberikan fasilitas belajar dan pembentukan karakter anak. Pekerjaan Orangtua Pekerjaan ayah contoh pada Kelas X lebih bervariasi daripada Kelas XI. Kategori pekerjaan ayah contoh terdiri dari PNS, pegawai BUMN, TNI/Polri, pegawai swasta, wiraswasta, dan lainnya seperti dokter, bankir, direktur keuangan, arsitek developer, konsultan, dan notaris. Tabel 9 menunjukkan bahwa proporsi terbesar ayah contoh bekerja sebagai PNS (45.7% Kelas X dan 50.0% Kelas XI). Proporsi terbesar ibu contoh pada kedua Kelas tidak bekerja atau sebagai ibu rumahtangga (Tabel 9). Selebihnya sebagai PNS, pegawai BUMN, pegawai swasta, wiraswasta, dan lainnya seperti psikolog dan notaris. Ibu masa kini disamping mengurus rumahtangga, juga sibuk bekerja diluar rumah, baik di organisasi maupun bekerja untuk menambah pendapatan keluarga (Santoso & Karyadi 1986, diacu dalam Tanmella 2002). Tabel 9 Sebaran contoh Kelas X dan Kelas XI berdasarkan pekerjaan orangtua Pekerjaan Orangtua Kelas X Kelas XI Ayah PNS Pegawai BUMN TNI/Polri Pegawai Swasta Wiraswasta Lainnya Total Ibu PNS Pegawai BUMN Pegawai Swasta Wiraswasta Ibu Rumahtangga Lainnya

8 72 Total Pendapatan Keluarga Salah satu faktor yang penting pada kehidupan keluarga adalah keadaan sosial ekonomi, yang berpengaruh pada kehidupan mental dan fisik individu yang berada dalam keluarga. Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa pendapatan keluarga pada kedua Kelas menyebar normal dengan kisaran Rp sampai lebih dari Rp Persentase terbesar pendapatan keluarga kedua Kelas yaitu terletak pada kisaran Rp > (47.2% untuk Kelas X dan 40.5% untuk Kelas XI). Besarnya pendapatan yang diperoleh keluarga berhubungan dengan pendidikan akhir orangtua dan mempengaruhi interaksi dalam keluarga. Adanya kondisi keluarga yang memiliki tingkat pendapatan tinggi menyebabkan orangtua memperlakukan anak dengan lebih perhatian, penghargaan, pujian untuk berbuat baik yang mengikuti peraturan, dan latihan dari penanaman nilai moral (Gunarsa & Gunarsa 2000). Hasil uji statistik menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan keluarga contoh pada kedua Kelas. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per bulan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran contoh Kelas X dan Kelas XI berdasarkan pendapatan keluarga per bulan (n=73) Pendapatan Keluarga(Rupiah/Bulan) Kelas X Kelas XI < > Total Besar Keluarga Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi jumlah anggota keluarga contoh terbesar sebanyak empat orang yang terdiri dari orangtua dan dua orang anak. Merujuk pada standar BKKBN, maka dapat dikatakan bahwa proporsi terbesar contoh s(55.6% pada Kelas X dan 48.7% Kelas XI) berasal dari keluarga kecil (BKKBN, 1997). Semakin banyak anggota keluarga maka jumlah interaksi interpersonal yang terjadi akan semakin banyak dan kompleks (Guhardja, Puspitawati, Hartoyo

9 73 & Hastuti 1992). Hasil uji statistik menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besar keluarga contoh kedua Kelas. Tabel 11 Sebaran contoh Kelas X dan Kelas XI berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga (orang) Kelas X Kelas XI Kecil ( 4) Sedang (5-6) Tinggi (>6) Total Min 3 3 Max 9 7 Rata-rata ± SD 4.5 ± ±0.8 p-value Interaksi dalam Keluarga Hubungan Contoh dengan Ayahnya Hubungan yang terjadi antara contoh dengan ayah didasari oleh perasaan dan perilaku saling menyayangi, menolong atau membentak dan berlaku kasar atau berlaku kasar antara satu dengan lainnya (Tabel 12). Pada penelitian ini ada dua dimensi yang mendasari hubungan antara orangtua dan anaknya yaitu dimensi kehangatan dan kekasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi terbesar contoh melaporkan adanya hubungan yang baik dengan ayahnya. Sepertiga contoh (36.6%) menyatakan bahwa ayahnya cukup mempedulikan masalah yang dihadapi walaupun jarang sekali berbuat sesuatu yang membuat contoh merasa dicintai (39.4%). Selain itu, 35.2 persen contoh menyatakan jarang sekali mendiskusikan dan membantu apabila contoh membutuhkan sesuatu (39.4%). Hubungan yang baik antara ayah dan anaknya menyebabkan adanya hubungan timbal balik yang baik juga antara anak dan ayahnya. Kondisi tersebut terlihat dari perilaku contoh dalam hal memberikan kepedulian, mencintai dengan hangat, mendiskusikan sesuatu, dan membantu pekerjaan atau sesuatu. Hubungan antara contoh dan ayah menunjukkan bahwa proporsi terbesar contoh cukup mempedulikan (40.9%), melakukan sesuatu yang membuat ayah merasa dicintai (60.6%), dan mendiskusikan sesuatu (35.2%) kepada ayahnya meskipun jarang sekali membantu ayah (45.1%). Dimensi kekasaran yang mengarah pada tindakan penolakan, dan kekasaran dari orangtua kepada anak disajikan pada Tabel 12. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa kurang dari setengah jumlah contoh jarang sekali mendapatkan perlakuan dan hubungan yang keras dan kasar dari

10 74 ayahnya. Hal ini tercermin dari proporsi terbesar contoh yang menyatakan bahwa ayahnya jarang sekali marah-marah dan cukup mengkritik (45.1%), membentak (47.9%), dan bertengkar (39.4%). Sebagian besar contoh (78.9%) menyatakan bahwa ayahnya tidak pernah memukul ataupun menampar. Proporsi terbesar contoh menyatakan bahwa ayahnya jarang sekali marah-marah, membentak (47.9%), dan bertengkar (39.4%), dan cukup mengkritik (45.1%). Sebagian besar contoh (78.9%) menyatakan bahwa ayahnya tidak pernah memukul ataupun menampar. Adanya hubungan timbal balik antara ayah dan anak yaitu kekasaran yang dilakukan ayah menyebabkan adanya hubungan kekasaran pula yang dilakukan contoh. Tabel 12 menjelaskan bahwa contoh jarang sekali marahmarah (39.4%), dan mengkritik (36.6%) ayahnya. Lebih dari separuh contoh (63.4%) tidak pernah membentak ayahnya dengan marah, dan bertengkar dengan ayah (47.9%). Hampir seluruh contoh (98.6%) tidak pernah memukul atau menampar ayahnya. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan hubungan ayah dan contoh (n=71) Pernyataan Persentase (%) A B C D E Perlakuan Ayah kepada Contoh Dimensi Kehangatan 1. Ayah mempedulikan masalah yang sedang saya hadapi Ayah berbuat sesuatu yang kemudian membuat saya merasa dicintai Ayah mendiskusikan sesuatu dengan saya sehingga saya merasa dihargai Ayah membantu saya bila saya perlu sesuatu Dimensi Kekasaran 1. Ayah marah-marah pada saya Ayah mengkritik perbuatan saya Ayah membentak saya dengan marah Ayah bertengkar dengan saya Ayah memukul atau menampar saya Perlakuan Contoh kepada Ayah Dimensi Kehangatan 1. Saya mempedulikan masalah yang sedang ayah hadapi Saya berbuat sesuatu yang kemudian membuat ayah merasa dicintai Saya mendiskusikan sesuatu dengan saya sehingga ayah merasa dihargai Saya membantu ayah bila ayah perlu sesuatu Dimensi Kekasaran 1. Saya marah-marah pada ayah Saya mengkritik perbuatan ayah Saya membentak ayah dengan marah

11 75 4. Saya bertengkar dengan ayah Saya memukul atau menampar ayah Keterangan: A: Tidak pernah, B: Jarang sekali, C: Cukup, D: Sering, E: Selalu Secara umum, hubungan yang banyak dilakukan antara contoh dan ayahnya yaitu dalam hal saling membantu apabila memerlukan sesuatu (dimensi kehangatan), dan mengkritik perbuatan yang dilakukan keduanya (Lampiran 2a). Perlakuan ayah kepada contoh yang memiliki skor terkecil yaitu dalam hal mendiskusikan sesuatu yang membuat contoh merasa dihargai (dimensi kehangatan), dan memukul atau menampar contoh (dimensi kekasaran), sedangkan perlakuan contoh kepada ayahnya yang memiliki skor terkecil yaitu dalam hal berbuat sesuatu sehingga ayah merasa dicintai (dimensi kehangatan), dan memukul atau menampar ayah (dimensi kekasaran). Lampiran 2a menunjukkan bahwa perlakuan ayah kepada contoh baik dalam hal dimensi kehangatan maupun kekasaran memiliki total skor yang lebih tinggi daripada perlakuan contoh kepada ayahnya. Hal ini memiliki arti bahwa ayah lebih menunjukkan perlakuan yang baik kepada contoh meskipun intensitas mengkritiknya lebih besar dibandingkan contoh. Apabila contoh dikelompokkan menjadi tiga golongan maka lebih dari separuh contoh (71.4% Kelas X dan 66.7% Kelas XI) memiliki hubungan yang baik dengan ayahnya. Hal ini diartikan bahwa contoh merasakan hubungan dengan ayahnya saling menghargai, peduli, membantu jika kesulitan, dan tidak pernah memukul atau menampar. Selain itu, 28.6 persen contoh Kelas X dan 30.6 persen Kelas XI berada pada kategori cukup baik. Artinya adalah contoh cukup dapat berinteraksi dengan ayahnya. Namun, masih terdapat contoh yang memiliki interaksi yang kurang baik. Hal ini diartikan bahwa contoh merasa dengan ayahnya kurang saling membantu, kurang saling menghargai, tidak peduli, kadang-kadang ayah marah, memukul, dan membentak. Hasil uji statistik menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan antara hubungan ayah dan contoh kedua Kelas. Interaksi yang terjalin dengan baik diduga berhubungan dengan pendidikan formal yang ditempuh ayah contoh. Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyatakan tingkat pendidikan orangtua baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi interaksi antara orangtua dan anak dalam lingkungan keluarga. Sebaran contoh berdasarkan tingkat hubungan ayah dan contoh terlihat pada Tabel 13 berikut.

12 76 Tabel 13 Sebaran contoh Kelas X dan Kelas XI berdasarkan tingkat hubungan dengan ayah dan contoh (n=71) Hubungan Ayah dan Contoh Kelas X Kelas XI Kurang Baik (18-42) Cukup Baik (43-66) Baik (67-90) Total Min Max Rata-rata ± SD 70.2± ±9.0 p-value Hubungan Contoh dengan Ibunya Interaksi sosial yang pertama kali dialami oleh anak adalah hubungan anak dengan ibunya, kemudian meluas dengan ayah dan anggota keluarga yang lain. Peran seorang ibu untuk pengasuhan anak sangat besar dalam pemberian simulasi mental. Hubungan ibu-anak sebagai suatu pola perilaku yang mengikat ibu dan anak secara timbal balik yang mencakup berbagai upaya keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak (Gunarsa dan Gunarsa 2004). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan kehangatan ibu terhadap contoh tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh ayah contoh. Ibu lebih banyak melakukan sesuatu yang membuat contoh merasa dipedulikan (50.7%), dan dicintai (37.0%) dibandingkan yang dilakukan oleh ayah kepada contoh. Sebaliknya, hampir separuh contoh menyatakan bahwa ibunya sering mendiskusikan sesuatu sehingga contoh merasa dihargai (42.5%), dan membantu contoh (45.2%) meskipun 43.8 persen contoh menyatakan ibunya cukup marah-marah dan sering mengkritik (48.0%). Sebesar 45.2 persen contoh jarang sekali dibentak dan bertengkar oleh ibunya. Lebih dari separuh contoh (72.6%) menyatakan ibunya tidak pernah memukul atau menamparnya. Hampir separuh contoh cukup peduli (42.5%), dan berbuat sesuatu yang membuat ibu merasa dicintai (46.6%). Sepertiga contoh sering mendiskusikan sesuatu (37.0%), dan membantu ibu (45.2%). Hampir dari separuh contoh (49.3%) jarang sekali marah-marah, dan mengkritik ibunya (38.4%). Proporsi terbesar contoh (56.2%) tidak pernah membentak, dan bertengkar (34.2%) dengan ibunya. Seluruh contoh (100.0%) tidak pernah memukul ataupun menampar ibunya. Secara umum, tidak terdapat perbedaan antara hubungan ibu kepada contoh dengan hubungan ayah kepada contoh. Namun dalam dimensi kehangatan, ibu

13 77 memiliki skor tertinggi dalam mempedulikan masalah yang sedang dihadapi contoh dibandingkan ayah. Selain itu, perlakuan ibu kepada contoh juga memiliki total skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ayah kepada contoh baik dalam dimensi kehangatan maupun kekasaran (Lampiran 2b). Hal ini menunjukkan bahwa ibu memiliki hubungan yang baik dengan contoh terutama dalam hal mempedulikan dan membantu contoh meskipun sering mengkritik perbuatan yang dilakukan contoh. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan interaksi dengan ibunya terdapat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan interaksi dengan ibu (n=73) Pernyataan Persentase (%) A B C D E Perlakuan Ibu kepada Contoh Dimensi Kehangatan 1. Ibu mempedulikan masalah yang sedang saya hadapi Ibu berbuat sesuatu yang kemudian membuat saya merasa dicintai Ibu mendiskusikan sesuatu dengan saya sehingga saya merasa dihargai Ibu membantu saya bila saya perlu sesuatu Dimensi Kekasaran 1. Ibu marah-marah pada saya Ibu mengkritik perbuatan saya Ibu membentak saya dengan marah Ibu bertengkar dengan saya Ibu memukul atau menampar saya Perlakuan Contoh kepada Ibu Dimensi Kehangatan 1. Saya mempedulikan masalah yang sedang ibu hadapi Saya berbuat sesuatu yang kemudian membuat ibu merasa dicintai Saya mendiskusikan sesuatu dengan ibu sehingga ibu merasa dihargai Saya membantu ibu bila ibu perlu sesuatu Dimensi Kekasaran 1. Saya marah-marah pada ibu Saya mengkritik perbuatan ibu Saya membentak ibu dengan marah Saya bertengkar dengan ibu Saya memukul atau menampar ibu Keterangan: A: Tidak pernah, B: Jarang sekali, C: Cukup, D: Sering, E: Selalu Tabel 15 menjelaskan bahwa lebih dari separuh contoh (72.2% pada Kelas X dan 62.2% pada Kelas XI) memiliki hubungan yang baik dengan ibunya. Hal ini berarti bahwa contoh memiliki hubungan baik dengan ibunya. Hal ini diartikan bahwa contoh merasakan hubungan dengan ibunya saling menghargai,

14 78 peduli, membantu jika kesulitan, dan tidak pernah memukul atau menampar. Sebesar 25.0 persen contoh Kelas X dan 37.8 persen Kelas XI berada pada kategori cukup baik. Artinya adalah contoh cukup dapat berinteraksi dengan ibunya. Namun, masih terdapat contoh yang memiliki interaksi yang kurang baik. Hal ini menggambarkan bahwa contoh kurang dapat berinteraksi dengan ibunya. Hasil uji statistik menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hubungan contoh dengan ibunya pada kedua kelas. Sebaran contoh berdasarkan tingkat hubungan contoh dengan ibunya terlihat pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran contoh Kelas X dan Kelas XI berdasarkan tingkat hubungan dengan ibunya (n=73) Hubungan Ibu dan Contoh Kelas X Kelas XI Kurang Baik (18-42) Cukup Baik (43-66) Baik (67-90) Total Min Max Rata-rata ± SD 69.2± ±9.3 p-value Hubungan Ayah dengan Ibu Tingkah laku orangtua dapat mempengaruhi pembinaan anak-anaknya. Hubungan yang baik di dalam keluarga antara ayah, ibu, dan anak-anak akan terjalin apabila komunikasi berjalan dengan baik (Effendi et al 1995, diacu dalam Kunarti 2004). Proporsi terbesar contoh menunjukkan adanya hubungan yang mendukung antara ayah dan ibu. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa interaksi yang selalu dilakukan oleh orangtua contoh berupa kepedulian dan penghargaan. Ayah sedikit lebih mempedulikan masalah yang sedang dihadapi ibu (49.3%) dibandingkan ibu (40.9%). Namun separuh contoh menyatakan bahwa ibu (50.7%) lebih banyak mendiskusikan sesuatu kepada ayah dibandingkan ayah kepada ibu (46.5%). Separuh contoh (50.7%) juga menyatakan bahwa ibu selalu berbuat sesuatu yang membuat ayah merasa dicintai meskipun ayah sering melakukan hal tersebut kepada ibu (39.4%). Hampir separuh contoh (46.5%) menyatakan bahwa ayah selalu membantu ibu, sedangkan ibu jarang sekali membantu ayah bila memerlukan sesuatu. Hampir separuh contoh menyatakan ayah cukup marah-marah kepada ibu (43.7%), dan sebaliknya (45.1%). Ayah juga cukup mengkritik (47.9%) dan membentak ibu (52.1%) meskipun proporsi terbesar contoh menyatakan bahwa

15 79 ibu tidak pernah mengkritik (45.1%) dan jarang membentak ayah (59.2%). Sebagian besar contoh menyatakan bahwa ayahnya tidak pernah bertengkar dengan ibu (88.7%), begitu pula dengan ibu (93.0%). Lebih dari separuh contoh menyatakan bahwa ayahnya tidak pernah memukul atau menampar ibu (56.3%), dan hampir seluruh ibu (93.0%) tidak pernah memukul atau menampar ayah. Secara umum, skor tertinggi hubungan yang terjadi antara ayah dan ibu yaitu dalam hal saling mempedulikan masalah yang sedang dihadapi (dimensi kehangatan), dan mengkritik perbuatan (dimensi kekasaran). Namun pada perlakukan ibu kepada ayah, skor tertinggi juga terdapat dalam hal membantu ayah jika memerlukan sesuatu. Hal ini menunjukkan hubungan yang baik antara ayah dan ibu meskipun total skor pada dimensi kehangatan sedikit lebih tinggi ibu daripada ayah (Lampiran 2c). Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan hubungan ayah dengan ibu (n=71) Pernyataan Persentase (%) A B C D E Perlakuan Ayah kepada Ibu Dimensi Kehangatan 1. Ayah mempedulikan masalah yang sedang ibu hadapi Ayah berbuat sesuatu yang kemudian membuat ibu merasa dicintai Ayah mendiskusikan sesuatu dengan ibu sehingga ibu merasa dihargai Ayah membantu ibu bila ibu perlu sesuatu Dimensi Kekasaran 1. Ayah marah-marah pada ibu Ayah mengkritik perbuatan ibu Ayah membentak ibu dengan marah 4. Ayah bertengkar dengan ibu 5. Ayah memukul atau menampar ibu Perlakuan Ibu kepada Ayah Dimensi Kehangatan 1. Ibu mempedulikan masalah yang sedang ayah hadapi Ibu berbuat sesuatu yang kemudian membuat ayah merasa dicintai Ibu mendiskusikan sesuatu dengan ayah sehingga ayah merasa dihargai Ibu membantu ayah bila ayah perlu sesuatu Dimensi Kekasaran 1. Ibu marah-marah pada ayah Ibu mengkritik perbuatan ayah Ibu membentak ayah dengan marah Ibu bertengkar dengan ayah Ibu memukul atau menampar ayah

16 80 Keterangan: A: Tidak pernah, B: Jarang sekali, C: Cukup, D: Sering, E: Selalu Apabila hubungan variabel ayah dan ibu contoh dikelompokkan menjadi tiga kategori, maka hasil menunjukkan bahwa proporsi terbesar orangtua contoh (80.0% Kelas X dan 72.2% Kelas XI) memiliki interaksi yang baik dengan ratarata skor 74.1 pada Kelas X dan 71.0 pada Kelas XI (Tabel 17). Hal ini berarti bahwa terjadi interaksi yang baik antar kedua orangtua contoh. Selain itu, 20.0 persen contoh Kelas X dan 27.8 persen Kelas XI berada pada kategori cukup baik. Artinya adalah orangtua contoh cukup berinteraksi antara keduanya, sedangkan interaksi yang kurang baik tidak terjadi pada kedua orangtua contoh. Hasil uji statistik menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hubungan orangtua contoh kedua Kelas. Tabel 17 Sebaran contoh Kelas X dan Kelas XI berdasarkan tingkat interaksi ayah dan ibu pada (n=71) Interaksi Ayah dan Ibu Kelas X Kelas XI Kurang Baik (18-42) Cukup Baik (43-66) Baik (67-90) Total Min Max Rata-rata ± SD 74.1± ±10.3 p-value Kualitas Hubungan Hubungan kasih sayang antara orangtua dan anak akan mendekatkan anak dengan orangtuanya, memudahkan orangtua memberikan hadiah dan hukuman yang sepadan jika anak berbuat tidak baik. Anak juga akan lebih mudah menerima nilai-nilai orangtua dan menirunya (Gunarsa & Gunarsa, 2004). Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa secara umum separuh contoh pada dasarnya puas dan puas sekali terhadap keadaan hubungan antara ayah, ibu, dan antara orangtua contoh. Proporsi terbesar contoh pada dasarnya memiliki kategori hubungan yang memuaskan (49.3% dengan ibu dan 43.8% dengan ayah), dan membahagiakan (46.6% dengan ibu dan 43.8% dengan ayah). Selain itu, contoh juga menilai bahwa 52.1 persen puas dan 54.8% bahagia mengenai hubungan antara ayah terhadap ibunya. Kualitas hubungan yang memiliki skor terbesar yaitu contoh merasa bahagia dengan keadaan hubungan dengan ibunya, sedangkan skor terkecil terletak pada rasa puas contoh terhadap hubungan yang terjadi dengan ayahnya. Secara keseluruhan, kualitas hubungan yang paling tinggi terletak pada hubungan antara contoh dan

17 81 ibunya, selanjutnya antara ayah dan ibu, dan terakhir dengan ayahnya (Lampiran 2d). Sebaran contoh berdasarkan kualitas hubungan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan kualitas hubungan (n=73) Pernyataan Persentase (%) A B C D 1. Seberapa puaskah hubungan antara anda dan ibu anda? Seberapa bahagiakah anda dengan keadaan hubungan anda dengan ibu anda? Seberapa puaskah hubungan antara anda dan ayah anda? Seberapa bahagiakah anda dengan keadaan hubungan anda dengan ayah anda? Seberapa puaskah hubungan antara ayah dan ibu anda? Seberapa bahagiakah anda dengan keadaan hubungan ayah dengan ibu anda? Keterangan: A: Sangat tidak puas/tidak bahagia B: Pada dasarnya tidak puas/tidak bahagia, C: Pada dasarnya puas/bahagia, D: Puas/bahagia sekali Tabel 19 menjelaskan bahwa lebih dari separuh contoh (66.7% Kelas X dan 54.1% Kelas XI) memiliki kualitas hubungan yang tergolong puas dengan orangtuanya dan rata-rata skor Kelas X sedikit lebih besar (20.1) dibandingkan Kelas XI (19.9). Artinya contoh merasa puas/bahagia terhadap hubungannya dengan orangtuanya. Contoh merasa bahwa orangtuanya telah memenuhi kebutuhan secara fisik maupun secara psikologis dengan baik. Selain itu, 33.3 persen contoh Kelas X dan 37.8 persen contoh Kelas XI merasa cukup puas/bahagia terhadap hubungan dengan orangtuanya. Hal ini berarti baik ayah maupun ibu cukup memenuhi kebutuhan contoh baik secara fisik maupun psikologis. Namun, masih terdapat beberapa contoh yang tidak puas/bahagia dengan hubungannya dengan ayah dan ibu. Hal ini menandakan bahwa orangtua tidak dapat memenuhi kebutuhan contoh baik secara fisik maupun psikologis (Tabel 19). Hasil uji statistik menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas hubungan contoh pada Kelas X dan Kelas XI. Tabel 19 Sebaran contoh Kelas X dan Kelas XI berdasarkan tingkat kualitas hubungan (n=73) Kualitas Hubungan Kelas X Kelas XI Tidak puas/bahagia (6-12) Cukup puas/bahagia (13-18) Puas/bahagia (19-24) Total Min Max Rata-rata ± SD 20.1± ±4.1 p-value 0.775

18 82 Berdasarkan uji beda Mann Whitney dalam pengukuran variabel interaksi dalam keluarga, terdapat perbedaan yang nyata positif antara interaksi ayah dan ibu dalam hal kehangatan, kekasaran, keeratan hubungan, komunikasi, dan interaksi antara orangtua dengan contoh. Hal ini menunjukkan bahwa contoh merasakan kehangatan, dan berinteraksi lebih banyak kepada ibu dibandingkan kepada ayah (Tabel 20). Tabel 20 Rata-rata skor ayah dan ibu dalam berinteraksi dengan keluarga Nilai Rata-rata Variabel Interaksi dalam keluarga Uji Beda Ayah Ibu t (p) Kehangatan orangtua kepada contoh ** Kehangatan contoh kepada orangtua Kekasaran orangtua kepada contoh * Kekasaran contoh kepada orangtua Kualitas hubungan orangtua dengan contoh Interaksi contoh dengan orangtua * ** korelasi signifikan pada level 0.01 (2-tailed). * korelasi signifikan pada level 0.05 (2-tailed). Berdasarkan laporan contoh diketahui bahwa ibu lebih memberikan pengasuhan yang dilandasi kehangatan lebih tinggi daripada ayah. Tabel 20 menjelaskan bahwa rata-rata interaksi contoh dengan ibu (skor rata-rata=124.1) adalah lebih tinggi dan signifikan (p<0.05) dibandingkan interaksi contoh dengan ayah (skor rata-rata 117.2). Hal ini dapat diartikan bahwa interaksi antara contoh dan ibu lebih baik dibandingkan interaksi antara contoh dan ayah. Interaksi tersebut meliputi tingginya rata-rata nilai kehangatan ibu kepada contoh, dan rendahnya kekasaran ibu kepada contoh. Hal ini dikarenakan ibu adalah orang terdekat dan orang yang melahirkan dan merawat anaknya sampai dewasa. Selain itu, ibu memiliki kesempatan bersama dengan anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayah yang merupakan bagian dalam keluarga yang bertugas sebagai pencari nafkah. Hal ini mendukung pernyataan Puspitawati (2006) bahwa kontribusi peran pengasuhan yang dilakukan oleh ibu mempunyai keistimewaan yang lebih besar dibandingkan dengan peran pengasuhan yang dilakukan ayah.

19 83 Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional memegang peranan penting dalam keberhasilan seseorang dibandingkan dengan IQ. Kecerdasan emosional yang tinggi dapat membantu menghadapi berbagai macam kejadian yang tidak terduga dalam kehidupannya. Hal ini sangat menolong dalam melakukan penyelesaian dengan lingkungan dan orang lain (Goleman 1995). Kecerdasan emosional menurut Goleman (1995) meliputi mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan seni membina hubungan. Adanya kesadaran akan perasaan diri sendiri sewaktu perasaan itu terjadi dibutuhkan dalam mengenali emosi diri. Kesadaran berarti waspada baik terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati. Tabel 21 menjelaskan bahwa contoh lebih stabil dalam mengenali emosi diri. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa proporsi terbesar contoh dapat mengetahui kekuatan (38.4%) dan kelemahan (43.8%) emosi yang ada pada dirinya, mengerjakan sesuatu dengan benar (52.1%), dan mempunyai kualitas bagus dalam dirinya (45.2%). Contoh cenderung dapat mengelola emosi meskipun agak sulit untuk mengontrol dan marah ketika dikecewakan teman. Namun sepertiga contoh (38.4%) dapat menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan amarahnya ketika sedang bad mood dan lebih dari separuh contoh (54.8%) berusaha menyesuaikan diri walaupun terkadang agak berat. Begitu pula dalam hal memotivasi diri, proporsi terbesar contoh (35.6%) tidak malu meminta nasihat kepada orangtua dalam memecahkan masalah sehingga merasa yakin dengan diri sendiri. Proporsi terbesar contoh dapat mengenali emosi orang lain dan dapat membina hubungan dengan baik. Proporsi terbesar contoh suka berteman dengan siapa saja (50.7%), dan mengucapkan salam ketika berangkat ke sekolah (75.3%). Pengendalian emosi dilakukan bukan dengan menekan emosi melainkan mampu menyalurkan emosi dan mengalihkan suasana hati melalui kegiatan positif seperti nonton, membaca buku, aerobik, makan makanan kegemaran, pergi berbelanja, mencoba untuk melihat permasalahan dari sudut pandang baru, dan menolong orang lain (Goleman 1999). Nilai tertinggi dalam mengenali emosi diri terletak dalam hal mengetahui kelemahan emosi, sedangkan terendah dalam hal mengerjakan sesuatu dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa contoh memiliki kemampuan mengenali emosinya dengan baik terutama dalam mengetahui kelemahan emosinya

20 84 meskipun dalam hal mengerjakan sesuatu dengan benar dilakukan cukup baik. Contoh memiliki nilai yang tinggi dalam hal menyesuaikan diri walupun agak berat dalam hal mengelola emosi, sedangkan nilai terkecil dalam hal marah ketika dikecewakan oleh teman. Hal ini berarti bahwa contoh memiliki kemampuan dalam mengelola emosi terutama dalam menyesuaikan diri, meskipun mudah marah jika dikecewakan oleh teman. Goleman (1999) menyatakan bahwa memotivasi merupakan salah satu dasar kecerdasan emosional yang akan meningkatkan keberhasilan dalam segala bidang suatu kumpulan perasaan antusiasme, gairah, dan keyakinan diri dalam mencapai prestasi. Nilai tertinggi pada penelitian ini dalam hal motivasi terletak pada masalah yang dihadapi semakin membuat contoh tidak dapat mengenali dirinya sendiri, sedangkan nilai terendah terletak pada jadwal agenda harian yang dimiliki contoh. Hal ini menunjukkan bahwa contoh kurang dapat termotivasi dalam hal menghadapi masalah dan memiliki agenda harian. Nilai empati tertinggi yang dilakukan contoh dalam hal menghormati teman yang beribadah, sedangkan nilai terendah terletak dalam hal membuang sampah pada tempatnya. Hal ini menunjukkan jiwa toleransi antar umat beragama sangat baik dilakukan oleh contoh meskipun empati terhadap kebersihan kurang baik. Seni membina hubungan yang paling tinggi dilakukan contoh yaitu dalam hal mengucapkan salam kepada orangtua ketika akan berangkat ke sekolah, sedangkan yang paling kecil dalam hal memulai suatu pembicaraan terhadap orang dewasa. Hal ini berarti bahwa contoh memiliki kemampuan membina hubungan yang baik dengan oranglain, terutama dalam mengucapkan salam kepada orangtua meskipun cukup baik dalam memulai suatu pembicaraan dengan oranglain (Lampiran 2e). Secara keseluruhan, kecerdasan emosional yang paling tinggi dilakukan sebagian besar contoh yaitu kemampuan empati dan paling rendah dalam hal memotivasi diri (Lampiran 3). Sebaran contoh berdasarkan pernyataan kecerdasan emosional terletak pada Tabel 21.

21 85 Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan kecerdasan emosional Pernyataan Persentase (%) A B C D E Mengenali Emosi Diri 1. Saya merasa tidak mempunyai kekuatan untuk mengubah hal-hal yang penting dalam hidup saya Saya selalu mengerjakan sesuatu dengan benar Saya merasa punya kualitas bagus Saya dapat memahami dan mengenali diri saya sendiri Saya mengetahui kelemahan emosi saya Mengelola Emosi Diri 1. Saya dapat mengontrol emosi saya Dimanapun saya berada, saya berusaha untuk menyesuaikan diri walaupun terkadang agak berat Saya bertindak dan bersikap positif Saya akan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan amarah saya muncul ketika sedang bad mood Ketika dikecewakan oleh teman, saya akan marah kepadanya Motivasi 1. Saya tidak malu untuk minta nasihat pada orangtua dalam memecahkan masalah-masalah saya Masalah yang saya hadapi membuat saya semakin tidak dapat mengenali diri saya Saya sangat yakin pada diri saya sendiri Saya tidak pernah berhenti belajar sampai mengerti Saya memiliki jadwal agenda harian yang akan dilakukan setiap harinya Empati 1. Saya membantu nenek menyeberang jalan Saya membuang sampah ditempat sampah Saya memberi bantuan keuangan kepada teman yang membutuhkan sesuai kemampuan Saya tidak ambil pusing jika teman saya membentuk kelompok Saya menghormati teman yang beribadah Seni Membina Hubungan 1. Mudah sekali bagi saya untuk memulai suatu pembicaraan dengan orang dewasa Saya selalu mengucapkan salam kepada orangtua ketika akan berangkat ke sekolah Saya suka berteman dengan siapa saja Saya orang yang sangat menyenangkan dan gampang diajak kerjasama Saya bisa menyimpan rahasia teman Keterangan: A: Saya sama sekali tidak seperti itu, B: Kemungkinan besar saya tidak seperti itu C: Saya antara seperti itu dan tidak seperti itu, D: Kemungkinan besar saya seperti itu E: Saya selalu seperti itu

22 86 Sebagian besar contoh (88.9% Kelas X dan 78.4% Kelas XI) memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini berarti bahwa contoh memiliki kemampuan yang baik dalam mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, berempati, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Selain itu, terdapat 11.1 persen contoh Kelas X dan 21.6 persen Kelas XI yang memiliki kecerdasan emosional sedang. Hal ini menunjukkan bahwa contoh memiliki kemampuan yang cukup baik dalam mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, berempati, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional yang rendah tidak ditemukan pada contoh baik Kelas X maupun Kelas XI. Rata-rata kecerdasan emosi contoh Kelas X (102.0) lebih tinggi dari Kelas XI (98.6). Namun hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara kecerdasan emosi keduanya. Tabel 22 Sebaran contoh Kelas X dan Kelas XI berdasarkan tingkat kecerdasan emosional (n=73) Kecerdasan Emosional Kelas X Kelas XI Rendah (25-58) Sedang (59-91) Tinggi (92-125) Total Min Max Rata-rata ± SD 102.0± ±8.8 p-value Hubungan Antar Variabel Hubungan Karakteristik Individu dengan Interaksi Anak dalam Keluarga Berdasarkan uji korelasi Spearman yang dilakukan untuk melihat hubungan karakteristik individu dengan interaksi anak dalam keluarga, terdapat hubungan antara tujuan hidup dan cita-cita dengan interaksi yang terjadi antara ibu dan contoh (Lampiran 5a). Semakin tinggi tujuan hidup dan cita-cita anak di masa yang akan datang maka interaksi anak dengan ibu semakin baik. Interaksi sosial yang pertama kali dialami oleh anak adalah hubungan anak dengan ibunya, kemudian meluas dengan ayah dan anggota keluarga yang lain. Peran seorang ibu untuk pengasuhan anak sangat besar dalam pemberian simulasi mental. Hubungan ibu-anak sebagai suatu pola perilaku yang mengikat ibu dan anak secara timbal balik yang mencakup berbagai upaya keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak (Gunarsa dan Gunarsa 2004).

23 87 Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Interaksi Anak dalam Keluarga Karakteristik keluarga contoh meliputi umur ayah dan ibu, tingkat pendidikan ayah dan ibu, jenis pekerjaan ayah dan ibu, pendapatan keluarga per bulan, dan besar keluarga. Interaksi anak dalam keluarga terdiri dari pengasuhan yang bersifat warmth support, dan kualitas hubungan orangtua. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur ayah dan ibu dengan interaksi anak dalam keluarga. Tetapi umur ayah, dan tingkat pendidikan ayah memiliki hubungan yang positif dengan umur ibu, dan tingkat pendidikan ibu. Hal ini menunjukkan homogenitas yang dimiliki contoh tinggi sehingga tidak cukup varian untuk membuktikannya. Tabel 23 Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluarga dengan interaksi anak dalam keluarga Variabel Umur Ayah Umur Ibu Pddkn Ayah ** korelasi signifikan pada level 0.01 (2-tailed). * korelasi signifikan pada level 0.05 (2-tailed). Pddkn Ibu Pdptn Orangtua Besar keluarga Umur Ayah Umur Ibu.61** Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu ** Pendapatan Orangtua Besar keluarga Interaksi Keluarga Interaksi Keluarga Hubungan Interaksi Anak dalam Keluarga dengan Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional ditentukan oleh kepribadian yang dibawa sewaktu lahir (genetik), dan dibentuk juga oleh interaksi-interaksi dengan orangtua dan lingkungannya. Hasil uji korelasi spearman menunjukkan bahwa hubungan antara ayah dan contoh, ibu dan contoh, kualitas hubungan, dan interaksi anak dalam keluarga mempunyai hubungan yang nyata positif dengan kecerdasan emosional. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi hubungan antara ayah dan contoh, hubungan antara ibu dan contoh, kualitas hubungan, dan interaksi yang dilakukan dalam keluarga maka kecerdasan emosionalnya akan semakin baik (Lampiran 5c).

24 88 Interaksi sosial yang pertama kali dialami oleh anak adalah hubungan anak dengan ibunya, kemudian meluas dengan ayah dan anggota keluarga yang lain. Dalam pemberian stimulasi mental pada anak maka peran seorang ibu untuk pengasuhan anak sangat besar. Interaksi ibu-anak sebagai suatu pola perilaku yang mengikat ibu dan anak secara timbal balik yang mencakup berbagai upaya keluarga secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Interaksi keluarga yang semakin baik, maka kecerdasan emosional yang terbentuk akan baik. Keluarga yang harmonis dan saling berinteraksi antara orangtua dan anak serta adanya kasih sayang dan kebersamaan dalam keluarga, akan memberikan suatu lingkungan yang kondusif bagi kecerdasan emosional anak (Gunarsa dan Gunarsa 2004). Hal ini mendukung pernyataan Gottman & DeClaire (1998) bahwa kecerdasan emosional cenderung meningkat dengan meningkatnya interaksi yang terjadi dengan orangtua. Schikendanz (1995), diacu dalam Megawangi (2004) menyatakan bahwa anak yang hidup dalam lingkungan keluarga yang aman dan bahagia maka akan mampu berkembang dengan baik, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar keluarga terutama di lingkungan sekolah. Pembahasan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan interaksi anak dalam keluarga dengan kecerdasan emosional siswa kelas bertaraf internasional. Penelitian ini menempatkan contoh sebagai seorang remaja yang menjadi anggota dari suatu organisasi baik organisasi keluarga, organisasi sekolah maupun organisasi dari suatu kumpulan pemuda. Pemahaman akan peran dan fungsi remaja baik sebagai anak maupun sebagai pelajar didekati melalui sistem interaksi dan pendekatan teori ekosistem dalam keluarga (Bronfenbrenner 1981). Bronfenbrenner (1981) menyajikan model pandangan dari segi ekologi dalam memahami proses sosialisasi pada anak. Model tersebut menempatkan posisi anak pada pusat di dalam model yang secara langsung dapat berinteraksi dengan lingkungan yang berada disekitarnya yang meliputi lingkungan mikrosistem, mesosistem, dan makrosistem. Lingkungan mikrosistem merupakan lingkungan terdekat dengan anak berada, meliputi keluarga, sekolah, teman

Lampiran 1 Cara pengukuran variabel Tujuan Hidup dan Cita-cita : Variabel ini terdiri dari 10 butir pertanyaan dengan skala likert 1-5.

Lampiran 1 Cara pengukuran variabel Tujuan Hidup dan Cita-cita : Variabel ini terdiri dari 10 butir pertanyaan dengan skala likert 1-5. LAMPIRAN 97 98 Lampiran 1 Cara pengukuran variabel Tujuan Hidup dan Cita-cita : Variabel ini terdiri dari 10 butir pertanyaan dengan skala likert 1-5. Pertanyaan berupa keinginan meneruskan ke perguruan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sekolah di Kota Bogor SMAN 1. Kelas Bertaraf Internasional. 12 Laki-laki 24 Perempuan 12 Laki-laki 25 Perempuan

METODE PENELITIAN. Sekolah di Kota Bogor SMAN 1. Kelas Bertaraf Internasional. 12 Laki-laki 24 Perempuan 12 Laki-laki 25 Perempuan 60 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Bogor, Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta 44 KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu ciri yang paling sering muncul pada remaja untuk menjalani penanganan psikologisnya adalah stres. Stres pada remaja yang duduk dibangku sekolah dapat dilanda ketika mereka

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik Remaja

HASIL. Karakteristik Remaja HASIL Karakteristik Remaja Jenis Kelamin dan Usia. Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1992) kelompok usia remaja di bagi ke dalam empat kategori, yakni usia pra remaja (10-12 tahun), remaja awal (12-15

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 54 HASIL DAN PEMBAHASAN SMA Negeri 3 Bogor SMA Negeri 3 Bogor mandiri sejak tanggal 1 Juli 1981 dengan SK Mendikbud No. 0220/0/1981 dengan alamat di jalan Pakuan Nomor 4. Data mengenai karakteristik SMA

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI

HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi BAB I PENDAHULUAN Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh seluruh mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini berjudul Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan Strategi Koping Remaja pada Berbagai Model Pembelajaran di SMA. Disain penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bukan hanya dari potensi akademik melainkan juga dari segi karakter

I. PENDAHULUAN. bukan hanya dari potensi akademik melainkan juga dari segi karakter 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendidikan di Indonesia bertujuan membentuk manusia yang berkualitas bukan hanya dari potensi akademik melainkan juga dari segi karakter individu, dan hal ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh 29 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study yaitu suatu penelitian yang dilakukan pada saat dan waktu tertentu. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengacu pada fase usia remaja di atas, siswa Sekolah Menengah Atas. seperti kebutuhan akan kepuasan dan kebutuhan akan pengawasan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengacu pada fase usia remaja di atas, siswa Sekolah Menengah Atas. seperti kebutuhan akan kepuasan dan kebutuhan akan pengawasan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya dalam rentang kehidupan, setiap manusia mengalami beberapa tahap perkembangan. Salah satu tahapan yang dijalani individu yaitu masa remaja. Djaali (2014)

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Dalam kehidupan sehari-hari kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan

BAB I. Pendahuluan. Dalam kehidupan sehari-hari kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama manusia menggunakan bahasa. Seiring dengan perkembangan dan perubahan jaman, bahasa menjadi

Lebih terperinci

P E N U T U P BAB V. 5.1 Kesimpulan

P E N U T U P BAB V. 5.1 Kesimpulan BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis pada Bab IV rata-rata mean guru terhadap RSBI adalah 3,30 berarti cukup, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan guru terhadap program RSBI

Lebih terperinci

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan

Lebih terperinci

KULIAH PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SMA Negeri 2 Wates

KULIAH PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SMA Negeri 2 Wates BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Sebelum tim KKN-PPL UNY 2014 diterjunkan ke lapangan dalam hal ini SMA N 2 Wates, Tim PPL terlebih dahulu melakukan observasi ke sekolah, hal ini dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat mengembangkan potensi-potensinya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Subyek Penelitian 4.1.1 Lokasi Sekolah SMP N 9 Salatiga Jawa Tengah merupakan tempat yang dipilih oleh penulis untuk melakukan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi BAB I PENDAHULUAN Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) memiliki bobot 3 SKS dan merupakan salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh seluruh mahasiswa UNY yang mengambil jurusan kependidikan. Program

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS. yang dimiliki SMAN 2 Tanjung adalah sebagai berikut: a. Nama Sekolah : SMAN 2 Tanjung

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS. yang dimiliki SMAN 2 Tanjung adalah sebagai berikut: a. Nama Sekolah : SMAN 2 Tanjung BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS A. Profil Sekolah Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 2 Tanjung Kecamatan Murung Pudak Kabupaten Tabalong. Secara umum keadaan sekolah, sarana dan prasarana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Emosional Definisi Kecerdasan Emosional

TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Emosional Definisi Kecerdasan Emosional TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Emosional Definisi Kecerdasan Emosional Istilah kecerdasan emosi diciptakan oleh Peter Salovey dan John Mayer 1990. Kecerdasan emosional amat penting peranannya bagi seseorang

Lebih terperinci

Kurikulum 2013 MANAJEMEN PEMBELAJARAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Kurikulum 2013 MANAJEMEN PEMBELAJARAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Kurikulum 2013 MANAJEMEN PEMBELAJARAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN ELEMEN PERUBAHAN Standar Kompetensi Lulusan Standar Proses Elemen Perubahan Standar Isi Standar Penilaian 8/30/2016 DRAFT 2 ELEMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk memasuki era globalisasi yaitu, era dimana pertukaran budaya, seni, dan kemajuan ilmu pengetahuan terjadi sangat pesat dan bebas. Salah

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Lokasi Penellitian 1. Sejarah Berdirinya Madrasah Aliyah Negeri 2 Model Banjarmasin Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Model Banjarmasin adalah sekolah tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah didera oleh berbagai keterpurukan, yang diantara penyebab keterpurukan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

MATERI LATIHAN DASAR KEPEMIMPINAN OSIS ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH ( OSIS )

MATERI LATIHAN DASAR KEPEMIMPINAN OSIS ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH ( OSIS ) MATERI LATIHAN DASAR KEPEMIMPINAN OSIS ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH ( OSIS ) A. Pendahuluan Tujuan nasional Indonesia, seperti yang tercantum pada Pembukaan Undangundang Dasar 1945, adalah melindungi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum SMAN 1 Rejotangan. SMPN 1 Rejotangan, dan SMK Rejotangan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum SMAN 1 Rejotangan. SMPN 1 Rejotangan, dan SMK Rejotangan. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum SMAN 1 Rejotangan a. Letak geografis SMAN 1 Rejotangan terletak di Desa Buntaran Kecamatan Rejotangan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. Dunia pendidikan di indonesia sudah berkembang sejak dahulu dan

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. Dunia pendidikan di indonesia sudah berkembang sejak dahulu dan BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Sejarah Organisasi Dunia pendidikan di indonesia sudah berkembang sejak dahulu dan mengalami banyak sekali perkembangan. Banyak sekolah yang mulai berdiri dan menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di suatu lembaga sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai masa remaja.

Lebih terperinci

FORMAT OBSERVASI KONDISI SEKOLAH

FORMAT OBSERVASI KONDISI SEKOLAH NAMA SEKOLAH : SMA N 1 KASIHAN NAMA MHS : Nurul Ratriasih ALAMAT SEKOLAH : Jalan C. Simanjuntak 60, Yogyakarta 55223 NOMOR MHS : 10314244030 FAK/JUR/PRODI : FMIPA/Pendidikan Kimia No Aspek yang diamati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan dan salah satu kebutuhan utama bagi setiap manusia untuk meningkatkan kualitas hidup serta untuk mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh

I. PENDAHULUAN. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Salah satu faktor yang mendukung kemajuan suatu bangsa adalah melalui

Lebih terperinci

Karakteristik Laki-Laki Perempuan Rata-rata SD Rata-rata SD. Pendidikan Ayah (tahun) 3,94 1,43 3,82 1,30. Pendidikan Ibu (tahun) 3,64 1,70 3,40 1,56

Karakteristik Laki-Laki Perempuan Rata-rata SD Rata-rata SD. Pendidikan Ayah (tahun) 3,94 1,43 3,82 1,30. Pendidikan Ibu (tahun) 3,64 1,70 3,40 1,56 LAMPIRAN 80 Lampiran 1 Nilai rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga, karakteristik remaja, karakteristik peer-group, pengorganisasian waktu, stimulasi musikal, aktivitas ekstrakurikuler,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Bangsa yang unggul adalah bangsa yang dapat memanfaatkan sumber daya alam (SDA) dengan baik bagi kesejahteraan rakyatnya serta memiliki sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan berperan penting bagi perkembangan dan perwujudan diri individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara. Undang-Undang Nomor 20

Lebih terperinci

LAPORAN OBSERVASI KONDISI SEKOLAH. : SMP N 1 PRAMBANAN KLATEN : Jalan Raya Solo-Yogya km. 47 Kongklangan, Sanggrahan, Prambanan, Klaten

LAPORAN OBSERVASI KONDISI SEKOLAH. : SMP N 1 PRAMBANAN KLATEN : Jalan Raya Solo-Yogya km. 47 Kongklangan, Sanggrahan, Prambanan, Klaten LAPORAN OBSERVASI KONDISI SEKOLAH SMP N 1 PRAMBANAN KLATEN Alamat : Jalan Raya Solo-Yogya km. 47 Kongklangan, Sanggrahan, Prambanan, Klaten NAMA SEKOLAH ALAMAT SEKOLAH : SMP N 1 PRAMBANAN KLATEN : Jalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja selalu menjadi perbincangan yang sangat menarik, orang tua sibuk memikirkan anaknya menginjak masa remaja. Berbicara tentang remaja sangat menarik karena

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian 37 HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua sekolah berbeda di Kota Bogor dan melibatkan tiga kelas yaitu kelas akselerasi, SBI dan reguler Kelas akselerasi dan

Lebih terperinci

Sekolah Taman Kanak-Kanak Dasar Model (TK dan SD Model) Kabupaten Sleman

Sekolah Taman Kanak-Kanak Dasar Model (TK dan SD Model) Kabupaten Sleman Sekolah Taman Kanak-Kanak Dasar Model (TK dan SD Model) Kabupaten Sleman A. PROFIL SEKOLAH Sekolah Taman Kanak-Kanak Dasar Model (TK dan SD Model) Kabupaten Sleman merupakan salah satu Sekolah unggulan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 231 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kualitas remaja mencakup kecerdasan intelektual (IQ), status gizi (IMT/U), dan kecerdasan emosi. a) Analisis deskriptif terhadap kecerdasan intelektual menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMK Negeri contoh terletak di Jalan Raya Pajajaran, Kota Bogor. Sekolah ini berdiri dan diresmikan pada tanggal 12 Juni 1980 dengan

Lebih terperinci

FORMAT OBSERVASI KONDISI SEKOLAH *) Universitas Negeri Yogyakarta. : Jalan Raya Solo-Yogya km. 47 Kongklangan, Sanggrahan, Prambanan, Klaten

FORMAT OBSERVASI KONDISI SEKOLAH *) Universitas Negeri Yogyakarta. : Jalan Raya Solo-Yogya km. 47 Kongklangan, Sanggrahan, Prambanan, Klaten FORMAT OBSERVASI KONDISI SEKOLAH *) Universitas Negeri Yogyakarta NPma.2 untuk mahasiswa NAMA SEKOLAH ALAMAT SEKOLAH : SMP N 1 Prambanan Klaten : Jalan Raya Solo-Yogya km. 47 Kongklangan, Sanggrahan, Prambanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. pembangunan negara yang Baldarun Toibatun Warrobbun Ghofur suatu

IV. GAMBARAN UMUM. pembangunan negara yang Baldarun Toibatun Warrobbun Ghofur suatu IV. GAMBARAN UMUM A. Sejarah Berdirinya SMA Al-Kautsar Berdasarkan tuntutan umat islam untuk berperan serta mendidik generasi muda islam yang siap untuk berkiprah dalam pembangunan dunia menuju pembangunan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Menengah Atas Negeri yang ada di ProvinsiRiau, Indonesia. Terletak di jalan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Menengah Atas Negeri yang ada di ProvinsiRiau, Indonesia. Terletak di jalan BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis SMA Negeri (SMAN) 9 Pekanbaru merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri yang ada di ProvinsiRiau, Indonesia. Terletak di jalan Simeru kecamatan

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. SMA Ar-Risalah beralamat Jl. Aula Muktamar no.2 kota kediri,

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. SMA Ar-Risalah beralamat Jl. Aula Muktamar no.2 kota kediri, BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum SMA Ar-Risalah SMA Ar-Risalah beralamat Jl. Aula Muktamar no.2 kota kediri, merupakan salah satu instansi yang membutuhkan sistem informasi sehingga kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adapun fasilitas yang dimiliki SMK N 1 Ngawen, antara lain sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Adapun fasilitas yang dimiliki SMK N 1 Ngawen, antara lain sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Praktek pengalaman lapangan (PPL) merupakan kegiatan individu yang bersifat intrakulikuler yang dilaksanakan setiap mahasiswa dalam suatu bidang studi kependidikan. Praktek pengalaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan modal dasar untuk mewujudkan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Hal ini berarti bahwa kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian Pada tahun 1927 bangunan SMP Negeri 1 Banjarmasin dibangun dengan NSS : 201156002001, yang memiliki luas tanah 5,305 m 2 yang terletak di Jalan

Lebih terperinci

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Lebih terperinci

R Sq Linear = 0.02 R Sq Linear = 0.007 R Sq Linear = 0.027 150 pendidikan ibu, relasi gender, manajemen keuangan, kesejahteraan keluarga subjektif, sebaliknya berhubungan negatif nyata dengan usia ibu

Lebih terperinci

ANGKET ANALISIS KEBUTUHAN SISWA

ANGKET ANALISIS KEBUTUHAN SISWA ANGKET ANALISIS KEBUTUHAN SISWA NAMA :... KELAS :... PETUNJUK : Bacalah setiap pertanyaan dan pernyataan di bawah ini dengan cermat. Bubuhkan tanda silang (X) pada jawaban yang sesuai dengan pilihan anda.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. keadaan dari obyek yang erat kaitannya dengan penelitian. 1. Sejarah Singkat Berdirinya SMP Negeri 26 Surabaya

BAB IV HASIL PENELITIAN. keadaan dari obyek yang erat kaitannya dengan penelitian. 1. Sejarah Singkat Berdirinya SMP Negeri 26 Surabaya BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian Yang dimaksud dengan gambaran umum obyek penelitian adalah gambaran yang menerangkan tentang keberadaan situasi dan kondisi atau keadaan dari obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga dirasa sangat penting dalam kemajuan suatu negara karena berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. juga dirasa sangat penting dalam kemajuan suatu negara karena berhubungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini sangat pesat sehingga pendidikan juga dirasa sangat penting dalam kemajuan suatu negara karena berhubungan langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sesuai dengan tujuan pendidikan yang dijelaskan dalam Undang-undang RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 No.1, yang berbunyi: Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Laporan Hasil Penelitian 1. Data Umum a. Profil MAN 1 Semarang Madrasah Aliyah Negeri Semarang 1 berasal dari alih fungsi Sekolah Persiapan Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang memiliki tugas dan tanggung jawab menyiapkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan oleh pembangunan. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Gedung SMP Negeri 1 Gemawang terletak di Jl. Muncar Kecamatan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Gedung SMP Negeri 1 Gemawang terletak di Jl. Muncar Kecamatan BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1. Orientasi Penelitian 4.1.1. Sejarah singkat SMP Negeri 1 Gemawang Gedung SMP Negeri 1 Gemawang terletak di Jl. Muncar Kecamatan Gemawang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS. 1. Sejarah Singkat Berdirinya MAN Pangkalan Bun

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS. 1. Sejarah Singkat Berdirinya MAN Pangkalan Bun 57 BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Berdirinya MAN Pangkalan Bun Madrasah Aliyah Negeri Pangkalan Bun adalah Madrasah Aliyah Negeri yang ada di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian SMA Negeri 1 Rancah merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri di kabupaten Ciamis yang beralamat di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Sebelum mengadakan penelitian, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan tempat penelitian. Orientasi tempat penelitian

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi 43 HASIL Karakteristik Keluarga Tabel 20 menunjukkan data deskriptif karakteristik keluarga. Secara umum, usia suami dan usia istri saat ini berada pada kategori dewasa muda (usia diatas 25 tahun) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari waktu ke waktu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi makin pesat mengikuti arus globalisasi yang semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara lain

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Madrasah Tsanawiyah Negeri Kelayan Banjarmasin Madrasah Tsanawiyah Negeri Kelayan Banjarmasin adalah merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DAN ANALISIS HASIL

BAB II PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DAN ANALISIS HASIL BAB II PERSIAPAN, PELAKSANAAN, DAN ANALISIS HASIL A. PERSIAPAN Kegiatan PPL dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta, tepatnya di Jalan Kapas No. 7, Semaki, Umbulharjo, Yogyakarta. Kegiatan PPL dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu periode perkembangan yang harus dilalui oleh seorang individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja (Yusuf, 2006). Masa remaja

Lebih terperinci

METODE Desain, Lokasi dan Waktu Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

METODE Desain, Lokasi dan Waktu Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 29 METODE Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di dua Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Bogor, terdiri dari tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah berstandar internasional dan menjadi contoh bagi sekolah dasar negeri lainnya, guru lebih

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK STUDI

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK STUDI BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK STUDI 2.1. Sejarah Umum Sekolah SMP Negeri 7 Medan pada awal mulanya merupakan sekolah dasar cina yang secara historis tidak jelas keberadaan tahun pendiriannya. Pada tahun 1964

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan merupakan kunci dari masa depan manusia yang dibekali dengan akal dan pikiran. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LOKASI PENELITIAN

BAB II LOKASI PENELITIAN BAB II LOKASI PENELITIAN Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat SMP Negeri 1 Delanggu pada awalnya adalah SMP yayasan yang didirikan oleh para lurah / kepala desa dari kecamatan Delanggu, kecamatan Juwiring

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian SMP-RSBI RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) adalah sekolah yang melaksanakan atau menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional, dimana baru sampai

Lebih terperinci

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER SEBAGAI SALAH SATU JALUR PEMBINAAN KESISWAAN

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER SEBAGAI SALAH SATU JALUR PEMBINAAN KESISWAAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER SEBAGAI SALAH SATU JALUR PEMBINAAN KESISWAAN Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Pendidikan Dan Latihan JARDIKNAS Yang Diselenggarakan Oleh ICT Kabupaten Cianjur DISUSUN

Lebih terperinci

ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH (OSIS) SMP NEGERI 1 JATIROTO Alamat : Jln. Jatiroto Jatisrono, Wonogiri Tlp. (0273) blog : -

ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH (OSIS) SMP NEGERI 1 JATIROTO Alamat : Jln. Jatiroto Jatisrono, Wonogiri Tlp. (0273) blog : - KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat Rahmat, nikmat, dan karunia- Nya lah kami dapat menyelesaikan Proposal Program kerja ini sesuai dengan waktu yang ditentukan. Proposal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan dalam tiga jenis; pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR DIAGRAM... ix. DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR DIAGRAM... ix. DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah... ABSTRAK Penelitian ini berjudul suatu penelitian mengenai perbandingan kecerdasan emosional antara siswa program umum dengan siswa program khusus di SMA X Bandung. Tujuan penelitian ini yaitu memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai harapan serta cita-cita sendiri yang ingin dicapai. Mencapai suatu cita-cita idealnya memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan secara sengaja, teratur dan terprogram dengan tujuan untuk mengubah dan mengembangkan perilaku maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ANALISIS SITUASI

BAB I PENDAHULUAN ANALISIS SITUASI BAB I PENDAHULUAN Universitas Negeri Yogyakarta sebagai salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang dikhususkan bagi mereka pemuda indonesia yang ingin mengabdikan dirinya sebagai guru dan bagi mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri 1 Gorontalo

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri 1 Gorontalo BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.. Sejarah Singkat Berdirinya SMA Negeri Gorontalo SMA Negeri Gorontalo adalah Sekolah Menengah Atas yang pertama berdiri di Grorontalo.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

FORMAT OBSERVASI PEMBELAJARAN DI KELAS DAN OBSERVASI PESERTA DIDIK

FORMAT OBSERVASI PEMBELAJARAN DI KELAS DAN OBSERVASI PESERTA DIDIK Universitas Negeri Yogyakarta FORMAT OBSERVASI PEMBELAJARAN DI KELAS DAN OBSERVASI PESERTA DIDIK NPma. 1 untukmahasiswa NAMA MAHASISWA : Agus Purnomo PUKUL : 09.30-11.00 NO. MAHASISWA :11520244027 TEMPAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penulis. Universitas Kristen Maranatha

KATA PENGANTAR. Penulis. Universitas Kristen Maranatha KATA PENGANTAR Dalam rangka memenuhi tugas akhir, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian mengenai Hubungan Antara Konsep Diri dengan Dukungan Orang Tua pada Siswa Kelas II SMU X Lampung yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI

BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI Mahasiswa sebelum melaksanakan program PPL, terlebih dahulu melakukan beberapa rangkaian kegiatan observasi, baik itu melalui pengamatan terhadap situasi dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 9 Mei sampai 28 Mei 2014 di SDIT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 9 Mei sampai 28 Mei 2014 di SDIT 61 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 9 Mei sampai 8 Mei 014 di SDIT IQRA 1 Kota Bengkulu pada siswa kelas IV dan V yang berjumlah 58 siswa.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH. saat itu SMA Negeri 14 Surabaya belum mempunyai gedung sendiri dan

BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH. saat itu SMA Negeri 14 Surabaya belum mempunyai gedung sendiri dan BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH 2.1 Sejarah Umum SMA Negeri 14 Surabaya SMA Negeri 14 Surabaya berdiri pada tanggal 8 Oktober 1981. Pada saat itu SMA Negeri 14 Surabaya belum mempunyai gedung sendiri dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional. Arikunto (2003) mengemukakan bahwa penelitian korelasional bertujuan untuk menemukan ada tidaknya

Lebih terperinci

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan 46 KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) merupakan keluarga yang mengalami perpisahan dengan istri dalam jangka waktu yang relatif lama. Ketiadaan istri dalam keluarga menjadi tantangan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Tentang Perusahaan 2.1.1 Sejarah SMA Negeri 1 Pandaan SMA Negeri 1 Pandaan berdiri pada tahun 1974 dengan nama SMPP (Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia bukan hanya merupakan negara yang sedang berkembang melainkan juga negara yang sedang membangun. Dalam usaha untuk membangun itu dibutuhkan

Lebih terperinci