PENYUSUNAN PERENCANAAN GREEN ECONOMY DI KABUPATEN BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYUSUNAN PERENCANAAN GREEN ECONOMY DI KABUPATEN BANDUNG"

Transkripsi

1 BAPPEDA KABUPATEN BANDUNG PENYUSUNAN PERENCANAAN GREEN ECONOMY DI KABUPATEN BANDUNG LAPORAN AKHIR 2014

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI..i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1. LATAR BELAKANG... 1 I.2. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH... 5 I.3. MAKSUD DAN TUJUAN... 6 I.4. SASARAN... 6 I.5. RUANG LINGKUP PEKERJAAN... 6 I.6. KELUARAN... 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9 II.1. EKONOMI HIJAU DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN... 9 II.2. KONSEP DAN DEFINISI EKONOMI HIJAU II.3. PRINSIP EKONOMI HIJAU (GREEN ECONOMY) II.4. VALUASI EKONOMI II.5. PDRB HIJAU II.6. METODE SWOT-AHP HYBRID BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI III.1. BATASAN DAN PENGERTIAN III.2. PENDEKATAN GREEN ECONOMY III.3. METODOLOGI III Pengukuran Struktur Ekonomi, Pola Konsumsi Serta Produksi Berbasis Lingkungan III Perumusan Strategi Pengembangan Ekonomi Hijau dengan Metode SWOT- AHP Model III.4. PROGRAM KERJA III.4.1.Persiapan III.4.2.Penyiapan Tenaga Ahli yang akan Dilibatkan/Mobilisasi Tenaga Ahli III.4.3.Koordinasi Tim Konsultan III.4.4.Pengumpulan Data dan Informasi III.4.5.Identifikasi dan Analisis III.5. JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN i

3 BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANDUNG IV.1 Visi dan Misi Kabupaten Bandung IV.2 Karakteristik Lokasi dan Wilayah Kabupaten Bandung IV.3 Topografi dan Kemiringan Kabupaten Bandung IV.5 Wilayah Rawan Bencana IV.6 Isu Lingkungan Hidup yang Utama IV.7 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya IV.7.1 Lahan dan Hutan IV.7.2 Keanekaragaman Hayati IV.7.3 Air...80 IV.7.4 Udara IV.8 Tekanan Terhadap Lingkungan IV.8.1 Kependudukan IV.8.2 Pemukiman IV.8.3 Infrastruktur IV.8.4 Kesehatan IV.8.5 Pertanian IV.8.6 Industri IV.8.7 Pertambangan IV.8.8 Energi IV.8.9 Transportasi IV.8.10 Pariwisata IV.8.11 Limbah BAB V ANALISIS V.1 Pertumbuhan Ekonomi IV.2 Laju Inflasi Kabupaten Bandung V.3 Struktur Ekonomi Kabupaten Bandung V.4 Sumber Daya Alam yang Terdeplesi di Kabupaten Bandung V.5 Degradasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Kabupaten Bandung V.6 PDRB Hijau Kabupaten Bandung BAB VI STRATEGI DAN ACTION PLAN PENGEMBANGAN GREEN ECONOMY DI KABUPATEN BANDUNG VI.1 Strategi Pengembangan Green Economy Kabupaten Bandung VI.1.1 Output SWOT AHP Masyarakat... Error! Bookmark not defined. ii

4 VI.1.2 Output SWOT AHP Pelaku Usaha... Error! Bookmark not defined. VI.1.3 Output SWOT AHP Pemerintah... Error! Bookmark not defined. VI.1.4 Ranking Global Faktor-Faktor Pengembangan Ekonomi Hijau di Kabupaten Bandung... Error! Bookmark not defined. VI,2 Action Plan Pengembangan Green Economy Kabupaten Bandung DAFTAR PUSTAKA... x iii

5 DAFTAR TABEL Tabel 1. Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (Hk) 2000 Tahun Tabel 2. Use Value Tabel 3. Sektor dan Sub-subsektor Kegiatan Ekonomi dalam PDRB Tabel 4. Matriks Deplesi SDA Dalam Sektor Kegiatan Ekonomi Tabel 5. Matriks Identifikasi Degradasi Lingkungan Dalam Sektor Kegiatan Ekonomi Tabel 6. Jenis dan Sumber Data yang Diperlukan Tabel 7. Program Kerja Kajian Green Economy Kabupaten Bandung Tahun Tabel 8. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Tabel 9. Penggunaan Lahan Eksisting di Kabupaten Bandung Tahun Tabel 10. Data Kepedudukan Kabupaten Bandung Tabel 11.Produk Domestik Bruto Kabupaten Bandung Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun (Juta Rupiah) Tabel 12. Produk Domestik Bruto Kabupaten Bandung Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun ( Juta Rupiah) Tabel 13. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bandung Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun (%) Tabel 14.Nilai Inflasi Rata-rata Kabupaten Bandung Tahun Tabel 15. Kontribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan harga Konstan Untuk Masing-masing Sektor Ekonomi Tahun Tabel 16.Rata-rata Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Bandung Tabel 17.Distribusi dan kontribusi Komoditas Pertanian Kabupaten Bandung (%) Tabel 18. Nilai Deplesi Sumber Daya Alam Kabupaten Bandung (Dalam Juta Rupiah) Tabel 19.Nilai Degradasi Sumber Daya Alam Kabupaten Bandung (Dalam Juta Rupiah) Tabel 20, Produk Domestik Regional Bruto Hijau Kabupaten Bandung (Juta Rupiah) Tabel 21.Perbandingan PDRB Coklat dan PDRB HIjau Tabel 22. Ranking faktor-faktor Pengembangan Ekonomi Hijau Kabupaten Bandung dari Pelaku Masyaraat Tabel 23. Ranking faktor-faktor Pengembangan Ekonomi Hijau Kabupaten Bandung dari Pelaku Usaha... Error! Bookmark not defined. Tabel 24. Ranking faktor-faktor Pengembangan Ekonomi Hijau Kabupaten Bandung dari Pemerintah... Error! Bookmark not defined. Tabel 25. Ranking Gobal Faktor-faktor Pengembangan Ekonomi HIjau di Kabupaten Bandung... Error! Bookmark not defined. Tabel 26. Action Plan Hotel Bintang 4... Error! Bookmark not defined. Tabel 27. Action Plan Hotel Bintang Dua... Error! Bookmark not defined. Tabel 28. Action Plan Hotel Melati... Error! Bookmark not defined. Tabel 29. Action Plan Dinas ESDM... Error! Bookmark not defined. Tabel 30. Action Plan PLN... Error! Bookmark not defined. iv

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Zonasi Tingkat Pencemaran DAS Citarum... 4 Gambar 2. Skema Sustainability Gambar 3.Dasar Fungsi Ekosistem Gambar 4. Hubungan antara jasa ekosistem dan komponen-komponen Gambar 5. Ekonomi Hijau Dalam konteks Pembangunan Berkelanjutan Gambar 6. Model Aliran Melingkar Ekonomi Gambar 7. Model Material Balance Callan & Thomas Gambar 8. Model Alur Green Economy Gambar 9. Level Hierarki SWOT-AHP Model Gambar 10. Framework Penyusunan dan Pengukuran Green Economic Gambar 11. Hierarki Pada Model SWOT-AHP (Lee and Walsd,2011) Gambar 12. Contoh Perhitungan Pada SWOT-AHP Model Gambar 13. Peta Topografi Kabupaten Bandung dan DAS Citarum Hulu Gambar 14. Wilayah Dengan Potensi Bencana di Kabupaten Bandung Gambar 15. Luas Lahan Kabupaten Bandung Gambar 16. Luas Kawasan Hutan Kabupaten Bandung Gambar 17. Luas Kawasan Hutan Kabupaten Bandung Gambar 18. Cagar Alam Kabupaten Bandung Gambar 19. Lahan Kritis Kabupaten Bandung Gambar 20. Penyebab Kerusakan Lahan Kabupaten Bandung Gambar 21. Keanekaragaman Hayati Kabupaten Bandung Gambar 22. Luas Danau Kabupaten Bandung Gambar 23. Penurunan Kualitas Air Tanah Kabupaten Bandung Gambar 24. Kependudukan Kabupaten Bandung Gambar 25. Piramida Penduduk Kabupaten Bandung Gambar 26. Pemukiman Kabupaten Bandung Gambar 27. Sumber Air Minum Penduduk Kabupaten Bandung Gambar 28. Peta Pelayanan Pegelolaan Sampah Kabupaten Bandung Gambar 29. Jenis Penyakit Masyarakat Kabupaten bandung Gambar 30. Luas Lahan Pertanian Kabupaten Bandung Tahun Gambar 31. Produksi Tanaman Padi dan Palawija Kabupaten bandung Tahun Gambar 32. Penggunaan Pupuk Kabupaten Bandung Gambar 33. Jumlah dan Jenis Industri di Kabupaten bandung Gambar 34. Pertambangan Kabupaten Bandung Gambar 35.Emisi Gas Rumah Kaca Yang dihasilkan Kegiatan Masyarakat Kabupaten Bandung Gambar 36. Luas Lokasi Objek Wisata Kabupaten Bandung Gambar 37. Jumlah Kamar Hotel Dan Persen Hunian Kabupaten Bandung Tahun Gambar 38. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bandung Gambar 39. Grafik Perbandingan PDRB Coklat dan PDRB Hijau Gambar 40. Grafik Sektor Pertanian Gambar 41. Grafik Sektor Pertambangan dan Galia Gambar 42. Grafik Sektor Industri Pengolahan Gambar 43. Grafik Sektor Listrik, Gas dn Air Bersih v

7 Gambar 44. Grafik Sektor Bangunan Gambar 45. Grafik Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Gambar 46. Grafik Sektor Angkutan dan Komuniasi Gambar 47. Grafik Sektor Keuangan, Persewaan da Jasa Perusahaan Gambar 48. Grafik Sektor Jasa Gambar 49. Hirarki SWOT-AHP Model Strategi Pengembangan Ekonomi Hijau Kabupaten Bandung... Error! Bookmark not defined. vi

8 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Di abad ke-21, ada dua perkembangan yang memberi dampak besar kepada kesejahteraan dan cara hidup manusia. Pertama, penciptaan masyarakat berkelanjutan berdasarkan asas dan praktek ekologis. Kedua, munculnya jaringan kapitalisme global yang juga terkait dengan jaringan aliran keuangan dan informasi, sedangkan masyarakat berkelanjutan berkaitan dengan aliran energi dan material. Ekonomi kapitalisme global telah menghasilkan berbagai dampak negatif yang saling berkaitan, seperti meningkatnya kesenjangan sosial dan keterpinggiran sosial (social exclusion), kehancuran sumber daya alam dan lingkungan yang semakin pesat dan meluas, serta meningkatnya kemiskinan dan keterasingan. Kapitalisme global juga telah menciptakan ekonomi kriminal global yang sangat mempengaruhi ekonomi, politik nasional maupun internasional, serta mengancam dan memusnahkan komunitas lokal di bumi ini. Di samping itu, kapitalis global juga, melalui dalih pencarian bioteknologi telah melanggar kesucian alam dengan mencoba mengubah keragaman menjadi monokultur, ekologi menjadi rekayasa, dan kehidupan itu sendiri menjadi komoditas. Ancaman kehancuran ekosistem bumi diperparah oleh perubahan iklim global yang dihasilkan oleh kegiatan industri. Hubungan sebab akibat antara pemanasan global dan ulah-ulah manusia manusia tidak lagi merupakan hipotesa. Semua masalah lingkungan dan sosial yang telah terjadi di bumi ternyata sebagai akibat sistem ekonomi yang berlaku saat ini. Bentuk kapitalis global ternyata tidak berkelanjutan secara ekologi dan sosial, sehingga tidak mungkin dipertahankan lagi secara politis dalam jangka panjang. Peraturan lingkungan yang ketat, praktik-praktik bisnis yang lebih baik, dan teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan harus menjadi fokus. Di samping itu, tetap diperlukan perubahan yang lebih sistematik dan mendalam. Ekonomi hijau disepakati untuk dimanfaatkan sebagai media dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ekonomi hijau bukan hanya permasalahan lingkungan, tapi merupakan harmonisasi kegiatan manusia dengan sistem alam yang membentuk suatu proses ekosistem. Ekonomi hijau secara luas diartikan sebagai ekonomi yang dapat menghasilkan kesejahteraan dan keadilan sosial 1

9 umat manusia yang lebih baik, dan secara signifikan mengurangi resiko lingkungan dan kerusakan ekologis. Ekonomi hijau menawarkan strategi pengembangan yang tidak harus menimbulkan konflik antara tujuan pengembangan ekonomi, tujuan sosial dan pemeliharaan lingkungan. Saat ini Indonesia tengah melakukan langkah yang konkrit dan penting menuju penerapan ekonomi hijau. Inti dari prinsip ekonomi hijau telah diarus utamakan menjadi Rencana Pengembangan Jangka Panjang Nasional. Pengembangan sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan Lingkungan dan Pengelolaan yang juga merupakan awal yang strategis dalam mencapai pengelolaan lingkungan yang aman tanpa mengorbankan pertumbuhan perekonomian. Bermacam-macam indikator menunjukan bahwa pengembangan ekonomi di Indonesia belum diikuti oleh beberapa prinsip yang penting dari ekonomi hijau. Indikatorindikator seperti Green GDP, secara regional dan nasional masih secara konsisten menunjukan bahwa ekonomi di Indonesia tidak berada dalam jalur yang berkelanjutan. Peningkatan pendapatan perkapita yang cepat digerakan oleh besarnya likuidasi sumberdaya alam dan aset-aset lingkunganya. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan pengrusakan asset alam terus terjadi meskipun faktanya hal tersebut mengakibatkan kerusakan yang besar bagi generasi saat ini dalam bentuk bencana alam yang terkait lingkungan. Kabupaten Bandung merupakan kawasan yang dipandang memiliki posisi perekonomian yang sangat strategis dalam konstelasi perekonomian nasional (Indonesia) maupun Jawa Barat. Pertimbangan-pertimbangan tersebut merujuk pada beberapa indikator, seperti kedekatan wilayah perekonomian Kabupaten Bandung dengan pusat perekonomian dan pemerintahan Jawa Barat. Dilihat dari peran sektoral, peran sektor industri di Kabupaten Bandung dalam skala regional maupun nasional juga sangat strategis berkaitan dengan industri tekstil produk tekstil (TPT), industri alas kaki, industri kerajinan, produk budi daya pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian. Kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDRB Kabupaten Bandung pada tahun 2013 mencapai 59,79%, sedangkan sektor pertanian 7,74% (Bapeda Kabupaten Bandung). Peran yang sangat signifikan dari sektor industri dan pertanian di Kabupaten Bandung dalam hal ini juga sejalan dengan peran sektoral dalam PDRB Jawa Barat dan PDB. Secara umum kondisi makro ekonomi Kabupaten Bandung, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hal itu tidak lepas dari kondisi fundamental makro yang mempengaruhi seperti stabilitas politik dan demokrasi, dukungan kepercayaan dunia usaha 2

10 dan keyakinan pada kinerja perekonomian nasional yang terus membaik membuat pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh di tahun ini. Kondisi ekonomi nasional yang positif ini berimbas pada perekonomian Kabupaten Bandung untuk tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung tercatat cenderung meningkat selama lima tahun terakhir, dengan pertumbuhan mencapai 5,96 persen, sedang untuk tahun 2009 berkisar sekitar 4,35 persen. Selama lima tahun terakhir ini setiap sektor cenderung mengalami peningkatan, namun terdapat juga sektor ekonomi yang mengalami penurunan yaitu sektor industri pengolahan. Untuk tahun 2013, PDRB Kabupaten Bandung mengalami peningkatan dibandingkan dengan PDRB tahun 2012 dan tahun-tahun sebelumnya. Untuk tahun 2013, PDRB atas dasar harga berlaku mengalami peningkatan sebesar Rp 7,26 triliun, sedangkan untuk PDRB atas dasar harga konstan mengalami kenaikan sebesar Rp 1,45 triliun. Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan untuk Kabupaten Bandung secara umum pertahun dapat dilihat dari Tabel 1. Tabel 1. Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (Hk) 2000 Tahun Kabupaten Bandung (dalam trilyun rupiah) No. Sektor Hk Hk Hk Hk Hk % % % % % 1 Pertanian 5,40 6,66 5,38 5,86 4,93 2 Pertambangan & Penggalian 5,43 4,87 3,00-1,75-4,23 3 Industri Pengolahan 3,38 5,23 5,19 5,40 5,03 4 Listrik, Gas & Air Bersih 4,04 5,32 8,21 12,53 8,19 5 Kontruksi 4,73 7,17 8,10 5,04 8,97 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 7,23 8,21 7,88 8,67 9,10 7 Pengangkutan & Komunikasi 6,09 5,78 7,62 7,90 6,44 8 Keuangan, Sewa & Jasa 3,41 5,26 7,15 8,28 3,87 Perusahaan 9 Jasa-Jasa 4,77 5,60 6,99 5,05 9,28 PDRB 4,35 5,87 5,94 6,15 5,96 Sumber: PDRB 2012 Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi, selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif bagi lingkungan. Dalam mekanisme pasar, aktivitas produksi dan konsumsi senantiasa menghasilkan limbah. Limbah yang terjadi yang tidak masuk dalam mekanisme pasar akan menghasilkan eksternalitas. Selama ini strategi yang dilakukan untuk menangani limbah masih cenderung bersifat reaktif, yaitu bereaksi setelah 3

11 terbentuknya limbah. Bukan bersifat pencegahan (preventif), tetapi bersifat perbaikan (kuratif). Akibatnya diperlukan biaya yang tinggi untuk perbaikan kerusakan lingkungan, sedangkan kerusakan lingkungan terus meningkat. Salah satu bentuk dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan industri di Kabupaten Bandung yang membawa dampak terhadap persediaan air di Kabupaten Bandung. Industri yang berkembang di Kabupaten Bandung ini membutuhkan air dalam jumlah yang cukup banyak. Cara yang paling murah untuk mendapatkan air adalah dengan memanfaatkan air tanah dalam bentuk sumur artesis. Dengan banyaknya industri yang membuat sumur artesis ini, maka laju produksi (discharge) air tanah lebih besar dari laju pengisiannya (recharge). Akibatnya, permukaan air tanah makin lama makin dalam. Dampak lain dari pertumbuhan sektor industri adalah pencemaran sungai, tercatat data kualitas air melalui pengukuran BOD (Biochemical Oxygen Demand) pada sungai Citarum yang melintasi Kabupaten Bandung menurut perum jasa tirta termasuk pada kategori sangat tercemar dan tercemar berat. Hal ini digambarkan melalui peta Zonasi pencemaran sungai citarum berikut ini: Gambar 1. Peta Zonasi Tingkat Pencemaran DAS Citarum 4

12 Selain mendapatkan dampak negatif dari sektor industri, kualitas air di Kabupaten Bandung pun mendapat dampak negatif dari sektor peternakan, khususnya pada sentra budidaya sapi perah dan sapi potong. Dampak lain dari pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bandung adalah keterbatasan lahan budidaya karena alih fungsi lahan. Sebagai salah satu sektor unggulan di Kabupaten Bandung, sektor pertanian pun memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Adanya praktek-praktek budidaya pertanian yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, serta banyaknya penelantaran lahan-lahan kering yang berlangsung dalam jangka waktu cukup lama telah mengakibatkan terjadinya lahan-lahan kritis di Kabupaten Bandung. Penggunaan lahan-lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air serta terjadinya penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya di Kabupaten Bandung cukup memprihatinkan sehingga menyebabkan tingkat erosi di Kabupaten Bandung berkisar mulai dari kategori sedang hingga berat. Dengan mengembangkan ekonomi hijau (green economy) seperti investasi untuk bioteknologi, produk hemat energi, industri kreatif dan gaya hidup ramah lingkungan akan sangat membantu memperbaiki kondisi lingkungan dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan. Perhitungan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang ramah lingkungan yang dikenal dengan PDRB Hijau juga merupakan salah satu upaya serius dalam menginternalize lingkungan dalam kegiatan pembagunan. Berdasarkan paparan di atas, maka pemanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana dengan cara-cara dan teknologi yang lebih ramah lingkungan sudah menjadi tuntutan Kabupaten Bandung dalam kinerja pembangunan ekonominya, sehingga kajian rencana dan strategi implementasi green economic harus segera disusun agar setiap sektor/sub sektor kegiatan ekonomi mempunyai panduan dan petunjuk pelaksana yang jelas dalam kinerjanya. I.2. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa poin permasalahan sebagai berikut: 1. Sejauh mana konsep ekonomi hijau dapat diterapkan untuk pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Bandung? 5

13 2. Bagaimana peran Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dalam memotivasi masyarakat dan dunia usaha untuk pengembangan Ekonomi Hijau (Green Economy) di Kabupaten Bandung? 3. Bagaimana menyusun rencana strategis Ekonomi Hijau (Green Economy) di Kabupaten Bandung?. I.3. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud diselenggarakan kegiatan ini adalah menyusun rencana Green Economy/ Ekonomi Hijau di Kabupaten Bandung, sedangkan tujuannya adalah meningkatkan peran Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dalam memotivasi dunia usaha dan masyarakat berinvestasi dalam memproduksi green product dan green services. I.4. SASARAN Sasaran yang diharapkan dalam kegiatan penyusunan Perencanaan Green Economy/ Ekonomi Hijau, antara lain: a. Teridentifikasinya struktur ekonomi dan pola konsumsi serta produksi di Kabupaten Bandung yang berbasis lingkungan b. Teridentifikasinya kegiatan-kegiatan yang menunjang terhadap pengembangan ekonomi hijau c. Teridentifikasinya tantangan dalam pengembangan ekonomi hijau d. Terumuskannya strategi untuk pengembangan ekonomi hijau di Kabupaten Bandung I.5. RUANG LINGKUP PEKERJAAN Ruang lingkup kegiatan Penyusunan Perencanaan Green Economy di Kabupaten Bandung, antara lain: a. Persiapan Adminisitrasi dan Teknis Persiapan administrasi dan teknis meliputi persiapan penyusunan KAK serta jadwal kegiatan hingga persiapan pengadaan barang dan jasa Konsultansi. b. Penyediaan data Primer dan Sekunder b.1 Penyediaan data Primer 6

14 Data primer merupakan data utama yang harus disediakan, data primer yang digunakan berupa survey dan wawancara terhadap beberapa stakeholder terkait Ekonomi Hijau yang terdapat di Kabupaten Bandung baik dari SKPD, Lembaga, LSM atau unsur masyarakat lainnya. b.2 Penyediaan data Sekunder Dalam kegiatan ini, kedudukan data sekunder sangat vital. Data berupa dokumen lain yang mendukung. c. Pengolahan data Primer dan Sekunder. c.1 Pengolahan Data Primer Pengolahan data primer dilakukan dengan melakukan analisis terhadap hasil sampel wawancara dan survey terhadap beberapa pelaku ekonomi hijau di Kabupaten Bandung untuk menemukan isu-isu terkait kebijakan dan fasilitasi yang dibutuhkan oleh para pelaku yang diberikan oleh pemerintah. c.2 Pengolahan data peta sekunder Dalam prosesnya dilakukan identifikasi serta analisis terhadap kegiatan terkait ekonomi hijau yang dominan serta berpotensi dalam pengembangan ekonomi hijau di Kabupaten Bandung. d. Penyusunan Road Map dan Rencana Tindak Penyusunan Road Map dengan menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seluruh stakeholder yang berkaitan dengan ekonomi hijau baik dari unsur pemerintah, asosiasi, dunia usaha maupun masyarakat yang terlibat dalam pengembangan ekonomi hijau. e. Pencetakan Perencanaan Green Economy di Kabupaten Bandung f. Pelaporan - Laporan Pendahuluan sebanyak 5 (lima) eksemplar 2 (dua) asli dan 3 (tiga) copy. - Laporan Akhir sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar 4 (empat) asli dan 6 (enam) copy 7

15 I.6. KELUARAN Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan Perencanaan Green Economy antara lain : a. Buku Perencanaan Green Economy Kabupaten Bandung b. CD berisi Soft Copy Perencanaan Green Economy di Kabupaten Bandung c. Buku laporan kemajuan 8

16 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. EKONOMI HIJAU DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Suatu visi yang harus diyakinkan pada sektor ekonomi yaitu ekonomi berbasis ekologi pada berbagai area yang spesifik merupakan titik awal perubahan. Sudah lumrah masalah lingkungan dibahas menurut cakupan permasalahannya seperti pencemaran lingkungan, kerusakan sumber daya alam dan masalah pemukiman. Dalam cakupan permasalahan pencemaran lingkungan terdapat pencemaran air, pencemaran udara, masalah limbah bahan beracun dan berbahaya, dan lain sebagainya. Bagi Indonesia landasan filosofis Ekonomi Hijau memiliki pijakan yang sangat kuat apabila kita merujuk pada Pancasila dan Konstitusi UUD Dalam falsafah kenegaraan (Pancasila) konsep ekonomi hijau setidaknya dapat dilihat dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab serta kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Membangun peradaban dan kesejahteraan tanpa mempertimbangkan keadilan adalah nonsen. Keadilan yang dimaksud bukan saja keadilan dalam konteks kemanusiaan tetapi juga menyanngkut keadilan terhadap tanah dan air (semesta alam/lingkungan). Dalam Konstitusi UUD 1945 Bab XIV Tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial pada pasal 33 secara tegas dikatakan bahwa perekonomian kita disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat diselenggarakan atas dasar prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam cakupan kerusakan sumber daya alam terdapat masalah erosi lahan, kepunahan plasma nutfah dan lain sebagainya. Sedangkan dalam cakupan masalah permukiman terdapat hal sanitasi, air bersih, kesehatan lingkungan dan lain sebagainya. Pengelompokan seperti ini sudah banyak dilakukan orang. Namun meski penting, pendekatan ini dianggap konvensional dan tidak memberi perspektif baru dalam pembahasan. Lagi pula yang diminta adalah kajian segar yang bisa melepaskan diri dari belenggu pikiran konvensional. Kelemahan pokok dalam pendekatan seperti ini adalah masalah lingkungan diposisikan sebagai sektor yang seolah-olah memiliki dunianya sendiri. Sebagai sektor, maka sering lingkungan dipertentangkan dengan pembangunan, sehingga orang seakan-akan dihadapkan pada pilihan antara lingkungan di satu pihak dan pembangunan di pihak lain. Padahal lingkungan merupakan masalah yang kait-mengkait 9

17 dengan pembangunan. Sifat interdependensi yang terdapat dalam lingkungan menyebabkan sulit memperlakukannya sebagai sektor yang terisolasi dalam dunianya sendiri. Oleh karena itu, internalisasi lingkungan ke dalam proses pembangunan merupakan pendekatan mendasar dalam upaya melanjutkan pembangunan, sehingga pendekatan lintas sektoral menjadi lintasan utamanya. Pertimbangan lain yang mendorong dipadukannya lingkungan dengan pembangunan adalah keprihatinan terhadap kemampuan lingkungan untuk menopang pembangunan secara berkelanjutan. Apabila cara pembangunan konvensional terus berjalan maka terjadi perubahan lingkungan yang mengancam kelangsungan pembangunan itu sendiri, dan kemungkinan kesejahteraan generasi masa depan juga dapat terganggu. Dengan demikian, kemampuan sumber daya alam dan lingkungan dalam menopang proses masa depan perlu dilestarikan. Inilah inti dari konsep pembangunan berkelanjutan, dan pembangunan berkelanjutan sendiri dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Pemenuhan kebutuhan dari aspirasi manusia adalah tujuan utama pembangunan. Pembangunan berkelanjutan mengharuskan dipenuhinya kebutuhan dasar bagi semua dan diberinya kesempatan kepada semua orang untuk mengejar cita-cita akan kehidupan yang lebih baik. Kebutuhan yang wajar ditentukan secara sosial dan kultural dan pembangunan berkelanjutan harus menyebarluaskan nilai-nilai yang menciptakan standar konsumsi yang berada dalam batas-batas kemampuan ekologi, serta yang semua orang dapat mencitacitakannya secara wajar. Pemenuhan kebutuhan esensial bergantung sebagian pada tercapainya potensi pertumbuhan secara penuh. Pembangunan berkelanjutan jelas mensyaratkan pertumbuhan ekonomi di tempat-tempat yang kebutuhan esensial tadi belum bisa konsisten dengan pertumbuhan ekonomi, asalkan isi pertumbuhan itu mencerminkan prinsip-prinsip yang luas mengenai keberlanjutan dan non eksploitasi kepada sesama. Pertumbuhan saja belum cukup. Aktivitas produksi yang tinggi dapat terjadi bersamaan dengan kerusakan yang tersebar luas, dan ini dapat membahayakan lingkungan. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan jelas mengakibatkan perubahan-perubahan pada ekosistem fisik. Ekosistem manapun tidak dapat dipertahankan untuk tak terjamah. Suatu hutan mungkin ditebang di salah satu bagian daerah aliran sungai dan diperluas di bagian lainnya, yang bukan hal buruk bila eksploitasi itu telah direncanakan masak-masak dan dampaknya terhadap laju erosi tanah, sumber air, dan kerugian genetik telah diperhitungkan. 10

18 Pembangunan berkelanjutan, menghendaki laju pengurasan sumber daya yang tak dapat pulih harus dilakukan sekecil mungkin. Pembangunan cenderung menyederhanakan ekosistem dan mengurangi keberagaman spesies. Padahal spesies tidak mungkin pulih kembali jika sudah punah. Punahnya spesies tumbuhan dan hewan dapat sangat membatasi pilihan bagi generasi mendatang. Itulah sebabnya pembangunan berkelanjutan menghendaki konservasi spesies tumbuhan dan hewan. Apa yang disebut barang bebas seperti udara dan air adalah juga sumber daya. Bahan mentah dan energi yang digunakan dalam proses produksi tidak semuanya diubah menjadi produk-produk yang bermanfaat, sisanya muncul sebagai limbah. Pembangunan berkelanjutan menghendaki minimalisasi dampak berbahaya terhadap kualitas air dan unsur-unsur alam lainnya sehingga integritas keseluruhan ekosistem tersebut dapat dipertahankan. Pada intinya, pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses perubahan di mana di dalamnya eksploitasi sumber daya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi dan perubahan kelembagaan berada dalam keadaan yang selaras serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Salah satu indikator yang populer dari keberlanjutan yang lemah oleh World Bank dijadikan lebih populer dengan apa yang disebut Penghematan Asli yang dapat menjadi indikator yang baik dari ekonomi hijau. Penghematan Asli dapat dihitung dengan mengurangkan Penghematan konvensional, nilai likuidasi dari semua jenis aset, buatan manusia dan alam. Untuk tujuan presentasi ini, dengan menggunakan data tahun 2005, Penghematan Asli dihitung dengan rumus Berikut ini: GS = S D K D NR D R ED dimana : GS : Penghematan Asli, S : Penghematan konvensional (Investasi) DK : Depresiasi barang modal D NR : Depresiasi sumberdaya yang tidak dpat diperbaharui ED : Degradasi lingkungan yang terdiri dari degradasi lingkungan yaitu EDL dari polusi lokal, EDG adalah polusi global. Prinsip dasar setiap elemen pembangunan berkelanjutan yaitu pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi dan perspektif jangka panjang. Kepedulian utama dari suatu pembangunan yang berkelanjutan adalah menjawab pertanyaan tentang pemerataan 11

19 untuk generasi masa kini dan generasi mendatang. Strategi pembangunan harus dilandasi premis pada hal tersebut. Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Hanya dengan memanfaatkan pengertian tentang kompleksnya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial, dan dengan pengertian ini jadi basis dalam melaksanakan cara-cara yang lebih integratif dalam pelaksanaan pembangunan, barulah keberlanjutan masa depan dimungkinkan, hal ini merupakan tantangan utama kelembagaan. Masyarakat biasanya cenderung menilai masa kini lebih penting dari masa depan. Implikasi pembangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang melandasi penilaian ini. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan dilaksanakannya penilaian yang berbeda dengan asumsi-asumsi normal dalam prosedur pemotongan (discounting). Perspektif jangka panjang adalah perspektif pembangunan yang berkelanjutan. Hingga saat ini, kerangka jangka pendek masih mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi, sehingga hal ini harus diubah. Secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan pencapaian hal-hal di bawah ini : 1. Keberlanjutan ekologis 2. Keberlanjutan ekonomi 3. Keberlanjutan sosial-budaya 4. Keberlanjutan politik 5. Keberlanjutan pertahanan-keamanan Komitmen untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan diwujudkan dengan dilaksanakan KTT Pembangunan Berkelanjutan pada Juni 2012 di Rio Janeiro, yang dikenal dengan RIO+20. Salah satu Kesepakatan RIO+20, yang disepakati oleh 193 negara anggota PBB, yang dimuat dalam Dokumen dengan judul The Future We Want, adalah Mendetailkan bagaimana ekonomi hijau dapat dimanfaatkan sebagai media untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Ekonomi hijau disepakati untuk dimanfaatkan sebagai media dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ekonomi hijau bukan hanya permasalahan lingkungan, tapi merupakan harmonisasi kegiatan manusia dengan sistem alam yang membentuk suatu proses ekosistem. 12

20 Gambar 2. Skema Sustainability Ekosistem menyediakan berbagai macam jasa yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan manusia serta kesinambungan manusia di masa depan (Pagiola dkk, 2004). Oleh karena itu kesejahteraan manusia sangat tergantung kepada ekosistem dan manfaat yang dihasilkannya. Susunan jasa ini dihasilkan dari interaksi komplek siklus-siklus alami yang saling mempengaruhi dan bersumber dari aliran energi matahari (Daily dkk, 1997), atau dengan kata lain jasa ekosistem dihasilkan dari fungsi ekosistem. Namun akhir-akhir ini, secara menyeluruh terdokumentasi bahwa kelangkaan jasa ekosistem meningkat dengan laju yang cepat. Kelangkaan ini berhubungan dengan kerusakan ekosistem dan keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak mempertimbangkan biaya pemeliharaan lingkungan. Di samping itu, sebagian besar aset lingkungan, ekosistem, dan keanekaragaman hayati adalah sumber daya milik bersama atau barang publik dengan karakteristik akses terbuka, dan biasanya tidak mempunyai pasar formal, sehingga secara umum dihargai rendah (undervalue) baik oleh perorangan maupun masyarakat. Pandangan undervalue inilah yang mendorong terjadinya peningkatan kerusakan kekayaan alam serta barang dan jasa ekosistem (Figueroa dan Pasten, 2009). Dimasukkannya nilai ekonomi terhadap manfaat non market ekosistem, berpotensi untuk mengubah secara radikal cara pandang kita terhadap ekosistem dari satu anggapan setuju untuk konversi ekosistem alami menjadi konservasi dan penggunaan berkelanjutan (Pearce, 2001). Menurut de Groot (2007), fungsi ekosistem adalah kapasitas proses-proses alami dan komponen-komponennya untuk menyediakan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan manusia, secara langsung atau tidak langsung. Fungsi ekosistem mengacu pada berbagai sistem biologi atau proses ekosistem. Proses ekosistem ini dikendalikan oleh keanekaragaman dan identitas spesies tumbuhan, hewan, dan mikroba yang hidup di suatu komunitas (Naeem dkk, 1999). 13

21 Gambar 3. Dasar Fungsi Ekosistem Berdasarkan gambar 3 terlihat jelas bahwa fungsi ekosistem adalah penampakan karakteristik aktivitas biologi dan kimia untuk suatu type ekosistem. Sebagai contoh, fungsi ekosistem hutan, menunjukkan laju produksi tumbuhan, penyimpanan karbon, dan siklus nutrien, dimana hal itu merupakan karakteristik kebanyakan hutan. Jika hutan tersebut dikonversi menjadi agro ekosistem, maka fungsinya akan berubah. Barang dan jasa yang dihasilkan ekosistem merepresentasikan manfaat yang dihasilkan secara langsung atau tidak langsung dari fungsi ekosistem untuk kesejahteraan manusia (Costanza dkk, 1997). Fungsi ekosistem adalah satu topik sentral dalam penelitian valuasi lingkungan. Estimasi nilai fungsi eksositem dilakukan melalui jasa ekosistem (Ecosystem Services) yang mereka sediakan (Barkmann dkk, 2008). Jasa ekosistem adalah barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem alami yang bermanfaat untuk manusia (Price, 2007). Makna lainnya adalah kondisi dan proses yang terdapat pada ekosistem alami dan spesies yang membuat mereka dapat mempertahankan diri dan memenuhi kebutuhan hidup manusia (Daily dkk, 1997). Hal ini dapat juga dinyatakan sebagai manfaat yang dihasilkan untuk manusia atau lingkungan alami, yang diakibatkan oleh fungsi ekosistem (Costanza dkk, 1997, MA, 2005). Millennium Ecosystem Assessment (MA) (2005), dan Raymond dkk (2009), mengelompokkan jasa ekosistem menjadi empat kelompok, yaitu jasa penyediaan, pengaturan, pendukung dan kultural. Jasa penyediaan ekosistem meliputi barang-barang yang diperoleh dari ekosistem, misalnya makanan, kayu bakar dan serat. Jasa pengaturan, 14

22 misalnya penataan iklim dan kontrol terhadap penyakit ; serta manfaat non-material misalnya manfaat spiritual atau keindahan. Jasa pendukung adalah jasa yang diperlukan untuk menghasilkan semua jasa ekosistem lainnya, yaitu pembentukan tanah, siklus hara, dan produktivitas primer. Adapun jasa kultural adalah manfaat non materi dari suatu ekosistem yang berhubungan dengan spiritual dan keagamaan, estetika, inspirasi, rasa memiliki dan warisan kultural, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Konsep jasa ekosistem telah menjadi model penting untuk menghubungkan fungsi ekosistem kepada kesejahteraan manusia. Pemahaman hubungan ini sangat kritis dalam konteks pengambilan keputusan (Fisher dkk, 2009). Signifikasi konsep ini dibuktikan dalam publikasi Millennium Ecosystem Assessment (MA), suatu pekerjaan monumental yang menyertakan lebih dari 1300 ilmuwan. Salah satu hasil pokok MA adalah penemuan bahwa secara global 15 dari 24 ekosistem diketahui dalam keadaan mengalami kemunduran, dan hal ini bisa jadi mempunyai dampak yang besar dan negatif terhadap masa depan kesejahteraan manusia (MA, 2005). 15

23 Gambar 4. Hubungan antara jasa ekosistem dan komponen-komponen kesejahteraan manusia (Sumber, MA. 2005) Ekosistem alami memegang peranan penting sebagai tempat terjadinya proses-proses ekologis yang mendukung keberlanjutan hidup manusia dan berperan penting baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyokong kegiatan perekonomian. Munculnya konsep sumber daya milik bersama (common property resources) oleh Hardin dikenal sebagai tragedy of pie commons, menjelaskan mengapa aktivitas ekonomi dapat mengarah kepada kerusakan fungsi ekosistem/ lingkungan hidup. Berjuta-juta pemilik mempunyai hak yang sama untuk memanfaatkan sumber milik bersama, seperti samudera, udara, ikan di laut, air 16

24 tanah dan sebagainya. Tidak ada satu pun aturan yang membatasi pemanfaatan sumber milik bersama tersebut, maka terjadi eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber tersebut. Setiap pemanfaat menggunakannya semaksimal mungkin dengan asumsi bahwa orang lain akan memanfaatkan sumber tersebut bila tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin. Dari kacamata ekonomi, penyalahgunaan pemanfaatan sumber milik bersama timbul karena tidak adanya mekanisme keseimbangan yang timbul secara sendiri yang dapat membatasi eksploitasi. Sumber-sumber milik bersama ini (misalnya air, udara, lahan) adalah gratis (free) sehingga kelangkaan yang nyata tidak dicerminkan dalam ongkos untuk setiap pemanfaatannya. Mengikutsertakan ongkos sosial yang riil pada eksploitasi sumber-sumber alam dalam perencanaan pembangunan adalah salah satu cara yang dapat memastikan bahwa keputusan-keputusan alokasi sumber-sumber dibuat berdasarkan efisiensi ekonomi. Teori faktor luar (eksternalitas) menawarkan suatu alternatif eksploitasi dan penyebab kerusakan lingkungan hidup. Di banyak negara, baik yang telah maju maupun berkembang, masalah-masalah lingkungan hidup tidak diperhitungkan dalam perencanaan pembangunan sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pabrik-pabrik semen, misalnya, mengabaikan pencemaran udara karena fungsinya hanya memproduksi semen. Nelayan di lautan terbuka hanya memikirkan bagaimana mendapat ikan sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan turunya persediaan sumber ikan. Petani hanya memikirkan bagaimana produksi padinya dapat ditingkatkan tanpa memperdulikan erosi tanah di masa depan. Sistem institusi yang belum menunjang pencegahan perusakan lingkungan hidup walaupun masyarakat sudah menyadari efek kerusakan tersebut. Kejadian ini merupakan kegagalan umum dari suatu sistem pasar yang tidak sempurna. Secara mendasar, kegagalan ini dianggap berasal dari kekakuan institusi yang harus mempertahankan tujuan mutu lingkungan hidup dan penyerapan keputusan-keputusan pembangunan ekonomi, dan dari adanya penyimpangan antara manfaat (benefit) dan biaya (cost) sosial dengan pribadi (private). Instrumen ekonomi adalah alat yang dapat dimanfaatkan oleh pengambil keputusan untuk mempengaruhi perubahan lingkungan secara positif melalui modifikasi insentif eksplisit atau implisit yang ditawarkan melalui kebijakan lingkungan. Dalam setiap kegiatan atau kebijakan selalu timbul adanya biaya dan manfaat sebagai akibat dari kegiatan atau kebijakan tersebut. Sebagai dasar untuk menyatakan bahwa suatu kegiatan atau kebijakan itu layak atau tidak layak baik secara finansial maupun lingkungan, maka diperlukan suatu indikasi yang menunjukkan suatu nilai atau suatu rasio, dimana dalam 17

25 perhitungannya sudah menginternalisasi lingkungan terhadap nilai tersebut. Untuk itu diperlukan suatu penilaian atau valuasi ekonomi terhadap dampak suatu kegiatan (kebijakan) terhadap lingkungan. Strategi ekonomi hijau harus selaras dengan tujuan pembangunan lainnya. Ekonomi hijau harus dilihat sebagai bagian integral dari konsep yang lebih luas pembangunan berkelanjutan dan menekankan bahwa ekonomi hijau harus selalu berhubungan dengan agenda pembangunan lainnya. Tempatnya dalam konteks perencanaan pembangunan adalah dengan menjembatani kesenjangan antara agenda pembangunan lainnya seperti Millenium Development Goals (MDGs) dan Lingkungan atau modal alam. Perbedaan yang jelas juga harus dibuat antara strategi jangka panjang dan jangka pendek. Ini adalah suatu kerangka kerja yang telah disampaikan terutama pada tingkatan atas pembuatan kebijakan di Indonesia (Sumber: Presentasi dari Dr. Endah Murniningtyas, Deputi kementrian Sumber Daya Alam dan Lingkungan, BAPPENAS, pada Focus Group Discussion, Jakarta, 28 Juli 2011) S0SIAL 1. Equitas 2. Kesehatan 3. Pendidikan 4. Permukiman 5. Keamanan 6. Populasi MDGs EKONOMI : 1. Struktur Ekonomi 2. Pola konsumsi dan produksi LINGKUNGAN : 1. Atmosfir 2. Tanah 3. Wilayah laut 4. Air segar 5. Keanekaragaman hayati LINGKUNGAN DAN KEANEKARAGA MANAN HAYATI KELEMBAGAAN : 1. Kerangka kerja Kelembagaan 2. Kapasitas kelembagaan PENGELOLAAN EKONOMI HIJAU Gambar 5. Ekonomi Hijau Dalam konteks Pembangunan Berkelanjutan (Sumber: Murningtyas,2011) Program Lingkungan PBB (UNEP; United Nations Environment Programme) dalam laporannya berjudul Towards Green Economy menyebutkan, ekonomi hijau adalah ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Ekonomi hijau ingin menghilangkan dampak negatif pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam. 18

26 Dari definisi yang diberikan UNEP, pengertian ekonomi hijau dalam kalimat sederhana dapat diartikan sebagai perekonomian yang rendah karbon (tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan), hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial. Konsep ekonomi hijau melengkapi konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sebagaimana diketahui prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekonomi hijau merupakan motor utama pembangunan berkelanjutan. UNEP menetapkan tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2012 adalah Green Economy: Does it include you?. Dalam konteks Indonesia, tema tersebut diadaptasi sebagai Tema Hari Lingkungan Hidup Indonesia 2012 menjadi Ekonomi Hijau: Ubah perilaku, tingkatkan kualitas lingkungan. Dari sini terlihat pentingnya perubahan paradigma dan perilaku untuk selalu mengambil setiap kesempatan dalam mencari informasi, belajar dan melakukan tindakan demi melindungi dan mengelola lingkungan hidup. Dengan kualitas lingkungan hidup yang lebih baik akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pola hidup masyarakat modern telah membuat pembangunan sangat eksploitatif terhadap sumber daya alam dan mengancam kehidupan. Pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan produksi terbukti membuahkan perbaikan ekonomi, tetapi gagal di bidang sosial dan lingkungan. Sebut saja, meningkatnya emisi gas rumah kaca, berkurangnya areal hutan serta musnahnya berbagai spesies dan keanekaragaman hayati. Di samping itu adalah ketimpangan rata-rata pendapatan penduduk negara kaya dengan negara miskin. Konsep ekonomi hijau diharapkan menjadi jalan keluar. Menjadi jembatan antara pertumbuhan pembangunan, keadilan sosial serta ramah lingkungan dan hemat sumber daya alam. Tentunya konsep ekonomi hijau baru akan membuahkan hasil jika kita mau mengubah perilaku. II.2. KONSEP DAN DEFINISI EKONOMI HIJAU Dalam kaitan dengan perkembangan Green Economy, yang dianggap sebagai paradigma baru dalam Ilmu Ekonomi, telah dilakukan suatu pertemuan mengenai Green Economy ; A Pathway to Sustainable Development yang dilakukan pada pertemuan Sidang 19

27 Umum PBB pada 2 Juni 2011 di New York, Amerika Serikat. Kegiatan tersebut mengundang banyak perhatian dari berbagai negara berkembang maupun negara-negara maju yang masing-masing melontarkan pendapat dan pemikiran mereka sebagai masukan bagi pelaksanaan ekonomi hijau. Di antara pembicara dalam pertemuan tersebut, antara lain Joseph Deiss, pimpinan sesi pertemuan Sidang Umum PBB, yang dengan antusias membicarakan permasalahan Economic Growth di negara-negara berkembang. Seperti masih digunakannya energi berupa fossil fuel dan sumber-sumber energi yang tidak terbarukan. Dalam kaitan ini, Deiss memperingatkan bahwa konsep Green Economy menjadi sangat penting artinya dalam pembangunan ekonomi, termasuk penggunaan teknologi ramah lingkungan sebagai produk pelayanan hijau, yang dikatakan akan dapat memperbaiki kesalahan sistem yang dilakukan pada masa lalu di negara berkembang. Juga dikemukakan bahwa mekanisme pembentukan harga di pasaran dapat berperan sebagai pertanda apakah sistem eksploitasi hijau atau ramah lingkungan yang dilakukan telah dapat memenuhi harapan konsumen dan produsen atau belum. Deiss mengatakan bahwa pemberian subsidi untuk memproteksi pelaksanaan pembangunan ekonomi dengan sistem konvensional harus sudah dihindari karena perlakuan subsidi akan merangsang terjadinya masalah lingkungan. Dalam kaitan pembangunan ekonomi tersebut, moderator Tundi Agardy mengatakan bahwa diskusi seharusnya tidak lagi terfokus pada pembicaraan mengenai kebutuhan akan pelaksanaan ekonomi hijau, tapi harus sudah sampai pada tahap pertanyaan mengenai bagaimana cara pelaksanaan dari ekonomi hijau tersebut di daratan, di laut, dan di perairan pesisir. Soren Sondergaard Kjaer, Wakil Menteri Lingkungan Denmark, mengatakan bahwa pemerintah Denmark, sebagai best practice case telah melakukan inovasi ekonomi hijau dan green jobs dalam mengurangi penggunaan sumber daya alam. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Suzana Kahn Ribeiro, dari Kementrian Lingkungan Brasil, bahwa pemerintah Rio de Janeiro pada saat ini sedang mempromosikan rencana pengembangan perekonomian dengan penggunaan konsep ekonomi hijau, antara lain untuk memproteksi penggunaan sumber daya alam yang saat ini sudah dilaksanakan secara berkelebihan. Dalam pelaksanaan ekonomi hijau tersebut diperlukan transparansi dan akuntabilitas, serta penentuan indikator-indikator yang tepat. Clay Nesler, Vice President for Global Energy and Sustainability of Johnson Controls Inc, memberikan gambaran strategy yang dilakukan oleh perusahaannya dalam kaitan pertanggungjawaban terhadap lingkungan. Dikemukakan bahwa untuk hal tersebut diperlukan adanya insentif, mekanisme pasar, 20

28 kebijakan pemerintah, selain keterbukaan dan transparansi dalam penggunaan energi yang efisien di masa depan. Dengan semakin memprihatinkannya berbagai masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan di tingkat global dan lokal, khususnya perubahan iklim, beberapa waktu yang lalu Kementerian Lingkungan Hidup menyelenggarakan seminar dengan tema Ekonomi Hijau. Seminar ini adalah upaya mengembangkan konsep ekonomi hijau sebagai konsep ekonomi untuk dunia nyata, dunia kerja, kebutuhan manusia, material yang ada pada bumi ini, dan bagaimana hal-hal tersebut dapat menjadi suatu jalinan keterkaitan yang harmonis, terutama tentang Nilai Guna dan bukan Nilai Tukar atau uang, yang peduli terhadap kualitas bukan kuantitas, yang peduli tentang regenerasi dari individu, komunitas, dan tatanan lingkungan, dan bukan akumulasi dari uang atau material. Industri dan pemilik modal mendefinisikan kesejahteraan sebagai suatu akumulasi uang atau barang. Setiap nilai guna yang dihasilkan (misalnya untuk kebutuhan masyarakat) selalu dinomorduakan, sebagai efek sampingan, produk ikutan, spin-off, atau tetesan dari tujuan utamanya yaitu akumulasi moneter. Dalam dua abad ini, pencarian akumulasi uang atau modal menggerakan proses industrialisasi yang sangat kuat, yang pada kenyataannya telah memberikan banyak manfaat pada kehidupan manusia, tetapi sayangnya tidak terdistribusi secara adil dan merata. Kenyataannya, pertumbuhan material dan moneter telah mencapai titik nadir dimana lebih banyak menciptakan kerusakan daripada kemakmuran yang sebenarnya. Dunia pasca industrial mensyaratkan suatu ekonomi tentang kualitas, dimana uang dan barang dikembalikan pada status asalnya. Ekonomi hijau mempunyai fokus utama pada kebutuhan manusia dan lingkungan. Mengotak-atik uang, suku bunga, bahkan kebijakan pemerintah merupakan hal yang tidak cukup untuk mengkreasikan suatu sistem ekonomi yang masuk akal. Menjadi sangat langka bagi kita membayangkan hal yang lebih tidak efisien, tidak rasional, dan pemborosan daripada cara untuk mengorganisasikan setiap sektor ekonomi dengan apa yang kita miliki saat ini. Bentuk dan isi dari kegiatan pertanian berkelanjutan, proses manufaktur hijau, energi hijau, dan lain sebagainya, bertolak belakang secara diametris dengan kegiatan industri masa kini yang sangat boros. Tidak ada alasan yang rasional untuk terus memproduksi bahan berbahaya dan beracun secara besar-besaran, atau menghasilkan lebih banyak pekerja yang tidak terampil atau terus memperluas kegiatan produksi dan konsumsi yang menghasilkan pemborosan besar-besaran melalui pendekatan globalisasi. Telah terjadi kegiatan ekonomi 21

29 yang tidak efisien, kegiatan ekonomi yang tidak rasional yang hanya dapat diperbaiki dari inti dasarnya untuk mampu menghasikan cara yang tepat guna dan efisien. Seperti disampaikan pakar ekonomi hijau Paul Hawken, krisis sosial dan krisis lingkungan yang melanda dunia bukanlah permasalahan manajemen melainkan permasalahan rancangannya sehingga perlu perombakan seluruh sistemnya. Ekonomi hijau bukan hanya permasalahan lingkungan, sudah seharusnya kita bergerak untuk mengharmonisasikan kegiatan kita dengan sistem alam, untuk membuat ekonomi mengalir secara alamiah seperti berlayar dengan tiupan angin dari suatu proses ekosistem. Dalam implementasi prinsip ekonomi hijau membutuhkan kreativitas umat manusia, pengetahuan yang mendasar dan melebar serta kesertaan masyarakat luas. Umat manusia dan masyarakat pekerja tidak dapat lagi mengabdi seperti suatu roda gigi pada suatu akumulasi mesin, baik dalam bentuk kapitalistik maupun sosialistik. Pengembangan ekologi mensyaratkan suatu pelepasan dari ikatan pembangunan manusia dan eksistensi demokrasi. Transformasi sosial dan ekologi harus berjalan seiring Ekonomi hijau dan politik hijau menekankan adanya kreasi dari berbagai alternatif positif pada semua bidang kehidupan dan semua sektor ekonomi. Ekonomi hijau tidak memprioritaskan dukungan dari sektor swasta atau sektor publik. Kedua sektor tersebut harus ditransformasikan sehingga pasar mampu mengekspresikan nilai-nilai sosial dan ekologi, dan negara mampu menyatu dengan jaringan-jaringan akar rumput dari inovasi masyarakat. Untuk mewujudkan hal ini, suatu proses ekonomi baru harus dirancang. Perlu disusun juga suatu aturan-aturan baru sehingga insentif untuk penegakkan prinsip ekologi dapat menyatu dengan kehidupan ekonomi, dan negara tidak lagi bertindak sebagai pengawas tetapi lebih kepada koordinator. Hal ini berbeda dengan prinsip atur diri pada mekanisme pasar yang berlaku saat ini. Basis dari atur diri pada ekonomi hijau adalah komunitas dan rancangan yang jitu sehingga mampu memberi insentif pada suatu kegiatan yang baik dan benar. Sehingga diperlukan jasa konsultasi untuk membantu pemerintah dalam merancang proses ekonomi dan menegakkan prinsip ekologi sehingga menyatu dalam kehidupan ekonominya, yang dikenal dengan sebutan ekonomi hijau. 22

30 II.3. PRINSIP EKONOMI HIJAU (GREEN ECONOMY) Terdapat sepuluh prinsip Ekonomi Hijau, sebagai berikut : 1. Mengutamakan nilai guna, nilai intrinsik dan kualitas. Ini adalah prinsip dasar dari ekonomi hijau sebagai ekonomi pelayanan, terpusat pada hasil akhir dan kebutuhan lingkungan. Bahan utama adalah sarana untuk kepuasan akhir dari kebutuhan riil, dan secara radikal dapat dikonservasikan. Uang juga harus dikembalikan pada status sebagai sarana untuk memfasilitasi pembaharuan dari pertukaran, daripada hasil akhirnya. Apabila hal ini bisa dilaksanakan secara signifikan pada kegiatan ekonomi, maka kekuatan nilai uang pada seluruh kegiatan ekonomi dapat dikurangi. 2. Mengikuti aliran alam. Ekonomi bergerak bagaikan kapal yang berlayar dengan tiupan angin sebagai suatu proses yang alamiah. Tidak hanya solar dan energi yang diperbaharukan, tetapi juga dengan siklus hidrologi yang alamiah, vegetasi regional dan jaring-jaring makanan, serta dengan material lokal. Masyarakat menjadi lebih peka terhadap aspek ekologi sehingga batas politik dan ekonomi akan menjadi seiring dengan batas ekosistem, dan menumbuhkan konsep dan kegiatan bioregional. 3. Sampah adalah makanan. Alam tidak mengenal sampah sehingga setiap keluaran suatu proses menjadi asupan untuk proses yang lain. Prinsip ini tidak hanya mempunyai implikasi pada tingginya kompleksitas organisasi tetapi juga keluaran produk sampingan harus cukup bergizi dan tidak memiliki toksin sehingga dapat menjadi asupan bagi kegiatan lainnya. 4. Rapih dan keragaman fungsi. Jaring-jaring makanan yang kompleks adalah implikasi dari berbagai hubungan yang terintegrasi dimana secara diametris bertolak belakang dengan segmentasi dan fragmentasi masyarakat industri. Dalam hal ini setiap strategi penyelesaian masalah bertumpu pada kemenangan bersama serta nilai positif dari kegiatan lain. 5. Skala tepat guna/skala keterkaitan. Hal ini tidak mengandung arti bahwa small is beautiful (kecil itu indah) tetapi mengandung arti bahwa setiap aktivitas regeneratif mempunyai skala operasional yang paling tepat guna. Sekecil-kecilnya aktivitas akan mempunyai dampak lebih besar. Ini juga merupakan aktivitas ekologi yang murni yaitu suatu rancangan terintegrasi dalam skala berganda dan merefleksikan pengaruh yang besar terhadap yang kecil dan sebaliknya. 6. Keanekaragaman. Dalam dunia dengan perubahan yang terus menerus, kesehatan dan stabilitas akan tergantung pada keanekaragaman. Hal ini berlaku untuk semua tingkatan/keanekaragaman (jenis tumbuhan, binatang, ekosistem, dan regional), juga keanekaragaman sosial dan organisasi ekologis. 23

31 7. Kemampuan diri, organisasi diri dan rancangan diri. Suatu sistem yang kompleks membutuhkan hirarki sarang dari intelegensia yang mengkoordinasikan sistemnya sendiri dalam suatu gerakan terstruktur. Hirarki dibangun dari bawah ke atas (bottom-up), hal yang sering berbeda dengan hirarki masyarakat, dengan dasarnya merupakan bagian yang terpenting. Pada suatu ekonomi yang bergerak bersamaan dengan suatu proses ekosistem, harus disediakan wadah untuk menanggapi masyarakat lokal, rancangan dan adaptasi. Demikian juga dominasi lokal dan regional harus disesuaikan pada suatu proses yang lebih besar. 8. Partisipasi dan demokrasi langsung. Agar mampu fleksibel dan tangguh, rancangan ekonomi yang berbasis ekologi harus menyertakan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. 9. Kreativitas dan pengembangan masyarakat. Mengubah tempat sumber produksi menuju suatu produktivitas alam yang spontan memasyarakatkan suatu kreativitas. Dibutuhkan pengembangan manusia dengan wawasan holistik sehingga dibutuhkan juga suatu semaian yang berkualitas, yaitu kualitas dalam menyampaikan dan dalam situasi yang sebenarnya, yang dipengaruhi oleh kondisi sosial dan psikologi dari suatu sistem industrial. Dalam perubahan hijau, maka pribadi dan politik sampai sosial dan ekologi berjalan seiring. Sosial, estetika, dan kapasitas spiritual menjadi pusat untuk mencapai efisiensi ekonomi dan merupakan suatu tujuan yang penting. 10. Peran strategis dalam lingkungan buatan, lansekap, dan perancangan spasial. Efisiensi yang besar mampu dilaksanakan melalui pengaturan spasial dari sistem komponen suatu kegiatan. Kerapihan, pemanfaatan bersama, rancangan terintegrasi yang bergerak bersama alam merupakan landasan, sehingga perbaikan konservasi dan efisien pada pengaturan spasial memberi dampak positif pada seluruh kegiatan ekonomi. Konversi ekonomi hijau harus radikal, tetapi juga harus bertahap dan dapat terus tumbuh dan berulang. Hal ini dimungkinkan dengan menggunakan perubahan lansekap ekologi sebagai falsafah dasar untuk mengubah ekonomi konvensional menjadi ekonomi hijau. Kita membutuhkan perusahaan yang mau menjadi pelepas belenggu lansekap ekonomi konvensional dengan membangun landasan kegiatan usaha yang lebih ekologis dan egaliter. Sedangkan menurut Earth Summit 2012, prinsip-prinsip ekonomi hijau adalah: 1. Pemerataan Distribusi Kesejahteraan 2. Ekuitas dan Keadilan Ekonomi 3. Ekuitas Antargenerasi 24

32 4. Pendekatan Pencegahan 5. Hak untuk Berkembang 6. Internalisasi Eksternalitas 7. Kerjasama Internasional 8. Kewajiban Internasional 9. Informasi, Partisipasi dan Akuntabilitas 10. Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan 11. Strategis, Terkoordinasi dan Terintegrasi untuk Memberikan Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan, Ekonomi Hijau dan Pengentasan Kemiskinan 12. Hanya Transisi 13. Mendefinisikan Kembali Kesejahteraan 14. Kesetaraan Gender 15. Menjaga Keanekaragaman Hayati dan Mencegah Polusi dari Setiap Bagian dari Lingkungan II.4. VALUASI EKONOMI Valuasi berasal dari kata value atau nilai yang artinya persepsi seseorang terhadap makna suatu objek dalam waktu dan tempat tertentu (Costanza dkk, 1997). Jadi valuasi adalah prosedur yang dilakukan untuk menemukan nilai suatu sistem. Nilai yang dimaksud dalam valuasi adalah nilai manfaat (benefit) suatu barang yang dinikmati oleh masyarakat. Valuasi ekonomi mengacu pada penetapan nilai uang untuk asset, barang-barang dan jasa non-market suatu ekosistem di mana nilai uang mempunyai arti dan ketepatan tertentu. Jasa dan barang-barang non-market mengacu pada sesuatu yang tidak mungkin secara langsung dibeli dan dijual di pasar (Bateman, 2002 dalam Umar, 2004). Dengan demikian valuasi ekonomi merupakan metode pengukuran untuk mentransformasi nilai barang dan jasa nonmarket ke nilai moneter. Sistem valuasi ekonomi dikembangkan berbasis pada titik pertukaran (Exchange) antara nilai barang dan jasa ekosistem serta kesediaan orang untuk membayar barang dan jasa tersebut (Costanza dkk, 1997, Liu, 2009). Valuasi lingkungan adalah suatu alat yang valid dan reliabel untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan pengelolaan sumber daya alam (Anonim, 1999). Valuasi dapat dipakai untuk berbagai kepentingan, diantaranya : untuk 25

33 mengkaji berapa kontribusi yang diberikan oleh suatu ekosistem untuk kesejahteraan manusia, untuk memahami akibat yang akan dihadapi oleh para pengambil kebijakan dalam mengelola ekosistem, dan untuk mengevaluasi konsekuensi dari tindakan-tindakan yang akan diambil. Masalahnya adalah untuk menilai jasa suatu ekosistem bukan sesuatu yang mudah oleh karena banyak jasa ekosistem yang tidak memiliki pasar (non-market) sehingga tidak mempunyai harga (Bann, 2002). Sebagai contoh fungsi perlindungan cadangan air yang dilakukan hutan sangat diperlukan keberadaannya oleh masyarakat, tetapi karena tidak memiliki pasar seperti yang dimiliki rotan misalnya, maka terdapat kesulitan untuk menentukan nilai jasa ekosistem tersebut. Salah satu tolok ukur yang relatif mudah dan dapat dijadikan persepsi bersama berbagai disiplin ilmu adalah pemberian price tag (harga) kepada barang dan jasa yang dihasilkan suatu ekosistem (Fauzi, 2004). Valuasi merupakan perangkat yang menambah kemampuan para pengambil kebijakan untuk mengevaluasi alternatif pengelolaan ekosistem dan melacak dampak dari berbagai kegiatan yang mengubah penggunaan ekosistem. Valuasi biasanya memerlukan kajian terhadap perubahan kombinasi jasa yang dihasilkan oleh sebuah ekosistem. Kegiatan yang akan dilakukan sebagian besar terkait dengan pendugaan perubahan keuntungan yang diperoleh dari ekosistem, termasuk pendugaan manfaat secara fisik (Kuantifikasi dari hubungan biofisik), serta terkait pula dengan serangkaian hubungan sebab-akibat dari perubahan ekosistem terhadap kesejahteraan manusia (Anonim, 1999). Berikut ini dikemukakan beberapa alasan mengapa perkiraan nilai ekosistem perlu dilakukan (King dan Mazzota, 2004) : 1. Untuk menjustifikasi dan memutuskan cara mengalokasikan dana untuk konservasi, pemeliharaan, atau restorasi lingkungan. 2. Untuk mempertimbangkan nilai-nilai masyarakat, serta memperkuat partisipasi dan dukungan masyarakat untuk peduli lingkungan. 3. Untuk membandingkan keuntungan-keuntungan dari program atau proyek yang berbeda. 4. Untuk memprioritaskan proyek konservasi atau restorasi 5. Untuk mengoptimalkan manfaat setiap dana yang dikeluarkan untuk lingkungan. Pendapat lain tentang perlunya penilaian ekosistem dikemukakan Alcamo, Joseph, dkk (2005) yang menyatakan bahwa penilaian ekosistem dapat membantu suatu negara, wilayah atau perusahaan dalam hal : 1. Lebih memahami hubungan dan kaitan antara ekosistem dan kesejahteraan manusia ; 26

34 2. Memahami fungsi ekosistem dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat ; 3. Memadukan ekonomi, lingkungan, sosial dan aspirasi kultural ; 4. Memadukan informasi dari ilmu alam dan ilmu sosial ; 5. Mengidentifikasi dan mengevaluasi kebijakan dan pilihan pengelolaan untuk melestarikan jasa ekosistem dan menyesuaikannya dengan kebutuhan manusia ; 6. Melaksanakan pengelolaan ekosistem yang terpadu Dalam menilai jasa/manfaat ekosistem akan menggunakan pendekatan Total Economic valuation (TEV), yang merupakan salah satu pendekatan yang secara luas digunakan untuk mengidentifikasi dan menggolongkan jasa/manfaat ekosistem, yang sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan yang menyediakan suatu dasar yang kuat untuk pengambilan keputusan (Balasubramanian dkk, 2003). Menurut Plottu dan Plottu (2007), hasil pengkajian TEV suatu ekosistem penting dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan lingkungan. Untuk menghitung TEV dari barang dan jasa yang dihasilkan ekosistem digunakan rumus Bann (2002) sebagai berikut : TEV = UV + NUV = DUV + IUV + OV +XV Keterangan : UV = User Value NUV = Non Use Value DUV = Direct Use Value IUV = Indirect Use Value OV = Option Value XV = Existence value Dari rumus di atas, yang termasuk ke dalam kategori use value (nilai penggunaan) adalah direct use values (nilai ekonomi langsung), indirect use value (nilai ekonomi tidak langsung) dan option value (nilai pilihan) dari ekosistem. Sedangkan yang termasuk dalam kategori non use value (nilai bukan penggunaan) adalah existence value (nilai eksistensi). 27

35 Tabel 2. Use Value Nilai Guna Nilai Non-Guna Nilai Guna Manfaat Nilai pilihan Nilai pilihan Nilai Nilai non penggunaan Langsung fungsional penggunaan Non pengetahuan Lainnya pengguna Kayu Fungsi Rekreasi Ekosistem Habitat - Biodiversity ekologis Buah+biji Pengendalian - Suaka Spesies Pemandangan banjir margasatwa langka Getah Perlindungan terhadap angin Rotan Pakan hewan Tumbuhan Obat Menurut Pearce dan Moran, nilai ekonomi total tersebut tidak benar-benar total karena; (1) tidak mencakup keseluruhan nilai kecuali nilai ekonomi, (2) banyak ahli ekonomi mengatakan bahwa total di atas belum mencakup semua nilai ekonomi dikarenakan ada beberapa ekologi menyatakan bahwa nilai ekologis dasar yang bersifat sinergis sehingga nilai lebih besar dari nilai fungsi secara tunggal. Ekonomi hijau menekankan dimensi lingkungan pada Pembangunan Berkelanjutan. Ekonomi hijau kemudian perlu dimasukkan dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Secara umum, dimensi lingkungan dari pembangunan berkelanjutan telah relatif diabaikan dibandingkan dengan dua lainnya, alasannya yaitu lingkungan memiliki elemen pandangan yang lebih jauh. Menurut Prof Dr Ir Soemarno MS, terdapat enam metode utama dalam valuasi jasajasa ekosistem yaitu: 1. Avoided cost 2. Replacement cost 3. Factor income 4. Travel cost 5. Hedonic pricing 28

36 6. Contingent valuation Salah satu indikator yang populer dari keberlanjutan yang lemah oleh World Bank dijadikan lebih populer ialah apa yang disebut Penghematan Asli yang dapat menjadi indikator yang baik dari ekonomi hijau. Penghematan Asli dapat dihitung dengan mengurangkan Penghematan konvensional, nilai likuidasi dari semua jenis aset, buatan manusia dan alam. Untuk tujuan presentasi ini, dengan menggunakan datatahun 2005,Penghematan Asli dihitungdenganrumus Berikut ini: GS= S D K D NR D R ED Dimana: GS : Penghematan Asli S : Penghematan konvensional (Investasi) DK : Depresiasi barang modal D NR : Depresiasi sumber daya yang tidak dapat diperbaharui ED : Degradasi lingkungan yang terdiri dari degradasi lingkungan yaitu EDL dari polusi lokal, EDG adalah polusi global. Berdasarkan data yang tersedia, ruang lingkup komponen penyusutan aset (baik manusia dan aset alam) dalam perhitungannya ialah: 1) Depresiasi asset buatan manusia; 2) Penipisan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yaitu minyak, gas alam dan seluruh komoditas pertambangan; 3) Penipisan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (dalam hal ini sumber daya hutan); 4) Degradasi lingkungan setempat (disini yang dimaksud hanya polusi NOx) 5) Degradasi lingkungan dari polusi global yaitu emisi CO2. Interpretasi Penghematan Asli merupakan hal yang mudah. Jika negatif artinya terdapat indikasi yang jelas bahwa pembangunan disuatu wilayah tidak berkelanjutan. Wilayah tersebut belum cukup berbuat untuk menjamin generasi yang akan datang dapat hidup sejahtera paling sedikit setingkat kesejahteraan yang dirasakan generasi saat sekarang ini. 29

37 II.5. PDRB HIJAU Model pembangunan ekonomi yang memasukan variabel lingkungan dikenal dengan ekonomi hijau. Model pembangunan Ekonomi konvensional atau yang dikenal dengan ekonomi coklat yang mengandalkan gas alam, minyak bumi, dan batubara mulai disandingkan dengan model ekonomi hijau (Green Economy). Ekonomi hijau bertujuan melihat keterkaitan antara sumber daya manusia dengan ekosistem alam dan meminimalkan dampak aktivitas ekonomi manusia terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Dengan begitu, ekonomi hijau diyakini bisa menjadi salah satu solusi mengatasi perubahan iklim. Mengembangkan model ekonomi hijau seperti investasi untuk bioethanol, lampu LED hemat energi, dan gaya hidup ramah lingkungan akan sangat membantu memerbaiki kondisi lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan. Perhitungan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang ramah lingkungan dikenal dengan nama PDRB Hijau, merupakan salah satu upaya serius dalam pengendalian dampak lingkungan. Dalam perhitungan PDRB coklat, terdapat tiga cara yaitu : Perhitungan pengeluaran Y = C + I + G + NX Dimana : Y = PDRB C = Konsumsi I = Investasi G = Pengeluaran Pemerintah NX = Net Ekspor Perhitungan penerimaan Y = i + r + w + π Dimana : Y = PDRB i = Suku Bunga r = Sewa w = Gaji π = Laba Perhitungan nilai akhir PDRB coklat memliki kelemahan yaitu hanya mengukur kegiatan ekonomi, bukan kesejahteraan ekonomi. Kekurangan lainnya adalah biaya pencegahan kerusakan dan perbaikan lingkungan dihitung sebagai pendapatan. Terakhir, berkurangnya sumberdaya alam dan rusaknya lingkungan tidak tampak dalam nilai PDRB. Pada model pembangunan ekonomi coklat, perhitungan deplesi dan degradasi sumber daya alam belum dimasukan kedalam perhitungan biaya. 30

38 Trade-off Antara kepentingan ekonomi dan lingkungan coba dipecahkan melalui model hubungan dari aktivitas produsen dan konsumen melalui apa yang secara abstrak dikenal dengan mekanisme pasar. Dalam mekanisme pasar, aktivitas produksi dan konsumsi selalu menghasilkan limbah. Limbah yang terjadi tidak masuk dalam mekanisme pasar sehingga akan menghasilkan eksternalitas. Pencemaran terjadi dari hubungan antara aktivitas rumah tangga dan perusahaan. Dalam gambar 6, model material balance menjelaskan bahwa semua sumber daya yang diambil dari alam pada akhirnya akan kembali ke alam juga dalam bentuk limbah. Aliran model material balance menunjukan sebagian limbah dapat dipulihkan dengan daur ulang. Gambar 6. Model Aliran Melingkar Ekonomi 31

39 Gambar 7. Model Material Balance Callan & Thomas Gambar 8. Model Alur Green Economy 32

40 Terdapat 11 (sebelas) sektor yang berkaitan dengan ekonomi hijau, yaitu pertanian, bangunan, perkotaan, energi, perikanan, kehutanan, industry pengolahan/manufakturing, pariwisata, transportasi, dan air. Kesebelas sektor ini sangat penting untuk membentuk atau menentukan terjadinya ekonomi hijau di suatu negara. Kekeliruan dalam pengembangan di dalam sector- sektor ini dan keterkaitan diantaranya akan berpengaruh besar terhadap proses pembentukan ekonomi hijau di suatu negara. 1. Pertanian Pertanian merupakan sektor memegang peranan penting dalam membentuk ekonomi hijau, karena dari sektor inilah sumber pangan diproduksi. Sektor pertanian ini menyerap sebagian besar tenaga kerja dan menjadi sumber pendapatan, baik secara rata-rata di suatu negara maupun secara global. Dengan demikian, pengelolaan pertanian yang berkelanjutan (sustainable farming) akan membentuk atau berperan besar dalam pembentukan ekonomi hijau di suatu negara. Hal lain yang lebih penting lagi, adalah bahwa komposisi kemiskinan dalam sektor pertanian juga sangat besar, sehingga pembentukan sustainable farming akan menjadi peluang baru sebagai sarana menurunkan kemiskinan di sektor pertanian. 2. Bangunan Bangunan merupakan bagian penting, karena sektor bangunan (buildings) mendominasi dalam konsumsi energi, baik bangunan publik, swasta dan perkantoran, maupun rumah tangga. Jumlah bangunan dan industri real estate cenderung tumbuh seiring dengan pertumbuhan populasi dalam suatu negara. Konsumsi lahan dan air yang perlu disediakan menjadi faktor penentu dari pertumbuhan bangunan. Dengan demikian, desain bangunan hijau (green buildings) menjadi bagian penting pula dalam membentuk ekonomi hijau di suatu negara. 3. Perkotaan Sejalan dengan pertumbuhan bangunan, maka perkembangan perkotaan merupakan trend yang terus meningkat di berbagai negara. Urbanisasi/ perkembangan perkotaan di dunia juga menuntut tidak hanya akan kebutuhan penyediaan lahan, namun juga air dimana apabila tidak direncanakan dengan baik akan mengganggu kualitas hidup dan kelangsungan kehidupan. Perkembangan perkotaan juga menuntut adanya peningkatan transportasi, konsumsi energi, dan infrastruktur lainnya. Selain itu, seiring dengan berkembangnya masyarakat kelas menengah, perkembangan perkotaan terus dituntut untuk misalnya berbagai kebutuhan konsumsi dan fasilitas perkotaan baik dalam aspek kualitas maupun kuantitasnya. 33

41 4. Energi Seiring dengan berkembangnya jumlah populasi dunia, yang lebih dari 7 miliar penduduk, kebutuhan energi baik untuk komoditas konsumsi maupun fasilitas kehidupan terus semakin bertambah baik dari kuantitas dan kualitasnya. Penyediaan energy yang terus meningkat, hal ini akan mendorong pencarian dan penggunaan sumber energi dari berbagai sumber, baik sumber energi yang terbarukan maupun tidak terbarukan. Dengan demikian, dengan mengetahui jumlah konsumsi energi tersebut hal ini akan dapat memperkirakan adanya sejauhmana peningkatan emisi dari energi dan dampak lingkungan lainnya akibat eksploitasi sumberdaya energi, apabila hal tersebut tidak direncanakan dengan baik. 5. Perikanan Sebagai salah satu sumber pangan, peningkatan populasi penduduk akan menuntut eksploitasi sumberdaya perikanan yang terus meningkat. Kelangsungan ketersediaan sumberdaya perikanan perlu dijaga dengan baik, baik melalui eksploitasi yang sesuai pertumbuhan (maximum sustainable yield) maupun menggunakan cara-cara penangkapan yang lestari, seperti adanya upaya restocking, dan pemeliharaan ekosistem laut. Terkait dengan ekosistem laut, pengendalian polusi yang berasal dari sungai menjadi sangat penting untuk menjaga ekosistem laut agar baik kebersihan dan keamanan untuk kehidupan ikan. 6. Kehutanan Dalam kaitan dengan ekonomi hijau, jumlah dan kualitas hutan sangat untuk dipelihara, dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan daya dukung fisik lahan serta menjaga biodiversitas yang ada di dalamnya. Hutan sebagai penjaga sumberdaya air dan juga fungsi konservasi dan jasa lingkungan lainnya menjadi faktor yang sangat penting untuk menentukan terbentuknya ekonomi hijau, termasuk pembentukan lahan hutan untuk kegiatan pertanian, pertambangan, dan pemanfaatan kegiatan lainnya perlu dijaga melalui tata ruang yang ketat dan konsisten. Potensi hutan selama ini hanya memfokuskan pada hasil produk kayu dan belum memperhatikan akan manfaat nilai jasa lingkungan dan nilai biodiversitas yang ada. Padahal, jasa lingkungan dan nilai biodiversitas dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan baik negara, daerah maupun masyarakat yang sangat strategis dan bahkan dapat dikembangkan sejalan dengan pembentukan ekonomi hijau. 34

42 7. Industri pengolahan/manufakturing Peningkatan populasi dan kebutuhan hidup baik secara kuantitas maupun kualitas akan mendorong pertumbuhan industri manufakturing. Selain hal itu akan meningkatkan kebutuhan bahan baku untuk industri manufacturing melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang ada, pertumbuhan industri manufakturing akan berpotensi menimbulkan polusi apabila tidak dijaga dengan baik melalui prinsip-prinsip keberlanjutan. Pengembangan industri yang menggunakan sumberdaya alam secara lebih efisien, termasuk konsumsi energi dan bahkan energi bersih akan sangat berkontribusi pada pembentukan ekonomi hijau. Dalam kaitan dengan pengembangan industri, potensi yang besar dari kekayaan biodiversitas dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai bahan baru dalam pengobatan (bio-farmaka) maupun bahan baru yang lebih mengarah pada produkproduk yang ramah lingkungan (bioprospecting). Potensi kekayaan biodivesitas itu dapat dijadikan sumber pendapatan baru bagi penerimaan negara dengan syarat bahwa pemanfaatan biodiversitas itu tetap dilandasi dengan prinsip-prinsip keberlanjutan melalui pemeliharaan sumberdaya alam dan lingkungan ke arah yang lebih baik dan ramah lingkungan. 8. Pariwisata Pariwisata selama ini masih terbatas pada pemanfaatan sumber daya yang terkait dengan kekayaan sight (pemandangan) keindahan alam. Di masa depan, pariwisata mempunyai banyak peluang untuk dikelola dan ditumbuhkan sebagai komponen ekonomi hijau. Alam dan ekosistemnya merupakan sumber kekayaan yang akan menjadi daya tarik tourism, termasuk di dalamnya kekayaan biodiversitas sebagai kekayaan yang unik dan spesifik lokasi alam. Pola pengelolaan kekayaan alam seperti pariwisata ekologi, wisata keanekaragaman hayati, dan bahkan wisata ilmiah yang terkait dengan upaya mempelajari kekayaan keanekaragaman hayati di tempatnya (in-situ) merupakan potensi yang belum tergali dan dikelola dengan baik. 9. Transportasi Merupakan bidang yang sangat penting untuk dapat dikelola dengan baik. Jumlah populasi penduduk yang terus berkembang dan tingkat mobilitas penduduk dalam frekuensi dan jarak yang semakin meningkat memerlukan layanan transportasi yang besar jumlahnya dan tinggi frekuensinya. Peningkatan kebutuhan konsumsi masyarakat serta berkembangnya sektor yang memerlukan mobilitas, misalnya pariwisata dan sektor produksi lain menuntut sistem transportasi yang efisien dan bersih. Peningkatan frekuensi mobilitas penduduk memerlukan sumberdaya energi yang harus dipersiapkan dalam menunjang transportasi serta jenis transportasi yang ramah lingkungan. Transportasi harus dapat dikelola dengan 35

43 baik dan sesuai dengan tuntutan kelestarian lingkungan dan ekosistem. Pengembangan sistem transportasi yang ramah lingkungan dapat juga terkait dengan tata kota dan tata ruang secara lebih luas. Oleh karena itu, pengembangan penataan perkotaan dan hubungan urbanrural serta antar wilayah perlu dikembangkan secara terpadu dengan berbagai sektor lain, mengingat transportasi diperlukan hampir di semua sektor penting di dalam ekonomi hijau. 10. Limbah Sejalan dengan perkembangan seluruh kegiatan di dalam sektor-sektor di atas, hal ini akan berimplikasi pada meningkatnya produksi limbah, baik jumlah maupun jenis dan kulitas limbah yang dihasilkan. Pengelolaan dan pengaturan pengeluaran limbah perlu ditetapkan sejak awal pada setiap kegiatan baik ekonomi maupun sosial. Penetapan pengelolaan dan pengaturan hasil limbah ini akan sangat membantu tidak saja terkait dengan perhitungan biaya pengelolaannya, namun juga terkait dengan penggunaan sumber alam secara efisien dan hemat, terutama yang terkait dengan sumberdaya alam yang tidak terbarukan. Pemanfaatan sumber daya alam secara hemat perlu terus dilakukan mengingat masa produksi sumber daya alam yang tidak terbarukan memiliki masa yang sangat panjang. Penggunaan sumberdaya alam (ekstraksi) yang terlalu cepat dan tidak efisien, tidak saja akan menghasilkan limbah yang besar dan mungkin tidak ramah lingkungan namun juga hal tersebut akan menghabiskan bahan dalam waktu pendek. Penggunaan sumberdaya alam tersebut tentu saja tidak memperhatikan aspek keberlanjutan dan juga tidak sejalan dengan kaidah pembentukkan ekonomi hijau secara baik. 11. Air Alam yang menjadi penghasil sekaligus tempat membuang air perlu dijaga keseimbangannya. Hutan sebagai sumber mata air perlu dijaga agar hutan mampu menghasilkan jumlah air dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Perkembangan populasi penduduk dan konsumsi air perlu didukung dengan adanya pemeliharaan sumber/mata air alam yang baik. Sementara itu, kebutuhan akan ruang cenderung menghilangkan sumber mata air dan daerah resapan air dimana kedua lokasi tersebut yang bisa dianggap sebagai tempat yang mampu menjaga siklus air agar dapat terpelihara secara seimbang sepanjang waktu dan sepanjang tempat (space). Untuk itu, penataan ruang dan penjagaan keseimbangan fisik muka lahan perlu diperhitungkan dan dijaga dengan baik, agar alam tetap menghasilkan air dalam jumlah dan kualitas yang dibutuhkan. Selain itu, alam juga memiliki kemampuan untuk mendaur ulang atau menjaga siklus air sehingga jumlah air yang dihasilkan dapat dijaga secara antar waktu dan antar tempat. Sehubungan dengan itu, keberadaan dan eksistensi kesebelas sektor di atas termasuk air, yang menjadi penyedia air, 36

44 pengkonsumsi air, dan berpotensi sebagai pencemar air, sangat penting untuk membentuk dan menyambungkan adanya ekonomi hijau yang lestari. Uraian di atas menggambarkan pentingnya masing-masing sektor untuk pembentukan atau pengembangan ekonomi hijau. Hal yang lebih penting lagi adalah keterpaduan seluruh sektor tersebut untuk membentuk keseimbangan terhadap alam dan serta keberlanjutan fungsinya. Selanjutnya untu mengelola dan mengembangkan potensi yang timbul dari semua sektor dibutuhkannya adanya profesi atau keahlian baru profesi hijau (green jobs) di semua sektor tersebut. Dari sisi makro, banyaknya kesempatan baru tersebut juga memungkinkan timbulnya sumber pendapatan baru yang berasal dari perluasan sektor atau kegiatan dalam sektor yang selama ini belum ada, baik bagi masyarakat dan negara. II.6. METODE SWOT-AHP HYBRID Metode SWOT AHP Metode pemecahan masalah kompleks ke dalam kelompokkelompok secara hirarki. Metode ini berdasarkan pada Persepsi responden yang memiliki kemampuan, pengetahuan, pengalaman, pemahaman, kepakaran mengenai kegiatan tertentu untuk menghubungkan faktor kualitatif dalam proses pengambilan keputusan. Kemudian dilakukan pemeringkatan terhadap faktor-faktor dominan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa, analisis SWOT adalah alat perencanaan yang sederhana namun efektif strategis untuk memungkinkan organisasi untuk menjadi recognizant faktor (Leanrned, Christensen, Andrews, & Guth, 1965). Analisis SWOT terdiri faktor internal (kekuatan, kelemahan), yang meneliti aset dalam organisasi yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan, dan faktor eksternal (peluang, ancaman), yang menyelidiki faktor-faktor dalam lingkungan yang biasanya di luar kendali organisasi yang mungkin mempengaruhi kinerja organisasi. Sementara itu, AHP adalah pengukuran multi-tujuan atau multikriteria yang membantu untuk mengatasi masalah keputusan yang rumit. AHP dilakukan dengan penataan masalah, mengidentifikasi faktor pengambilan keputusan, mengukur pentingnya faktor, dan sintesis semua faktor pengambilan keputusan (Saaty, 1980, 1982, 2008). AHP mencerminkan fakta sederhana bahwa sifat pengambilan keputusan memerlukan serangkaian pertimbangan logis dari berbagai faktor yang terlibat dalam keputusan tertentu membuat situasi. Jika digunakan dengan tepat, maka SWOT dapat memberikan dasar yang baik bagi keberhasilan dengan membentuk formulasi strategi. Kegunaan lebih lanjut dari SWOT adalah hal dasar dan utama dalam analisis kualitatif, kemampuan dan keahlian seseorang dalam 37

45 partisipasi pada suatu prosses perencanaan. Sebagai proses perencanaan maka sering terjadi kerumitan yang berasal dari banyaknya kriteria dan saling keterkaitan, ini yang menyebabkan kemungkinan penggunaan SWOT saja tidak cukup. Weihrich (1982), mengenalkan matriks TOWS yang dapat membantu dalam menidentifikasi secara sistemik hubungan antara ancaman, peluang, kelemahan, dan kekuatan serta menawarkan sebuah struktur dalam membangun strategi yang berdasarkan hubungan-hubungan tersebut. Metode pairwise comparison AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang diteliti multi obyek dan multi kriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari tiap elemen dalam hierarki. Dapat dipahami, bahwa keunggulan AHP adalah : pendekatan sistematik untuk masalah dan kesepadanan keputusan, dapat diperlakukan secara khusus menjadi karakteristik bernilai dalam analisis SWOT. Nilai tambahan dari analisis SWOT dapat dicapai dengan membandingkan antara faktor-faktor SWOT dan menganalisanya dengan rata-rata dari teknik eigen value yang diaplikasikan dalam AHP. SWOT AHP Model bertujuan untuk membuat informasi kuatitatif baru mengenai situasi membuat pengambilan keputusan. Kelompok dalam SWOT terdiri dari strengths, weaknesses, opportunities, dan threats. Faktor-faktor dalam SWOT mengacu pada faktor-faktor individu yang mendasari kelompok-kelompok ini. Metode AHP menggunakan model hirarki : TUJUAN, KRITERIA (SUBKRITERIA), ALTERNATIF utk masing2 permasalahan atau KEPUTUSAN. Metode ini dikenal juga sebagai Teknik pengambilan keputusan multikriteria dimana faktor kuantitatif dan kualitatif dikombinasikan. Dalam metode SWOT AHP dapat dilakukan pengurutan prioritas, kedudukan, evaluasi terhadap alternative-alternatif. Terdapat 3 prinsip AHP : dekomposisi, penilaian perbandingan dan proses komposisi hirarki. Adapun level Hierarki dalam AHP terdiri dari: Puncak Hirarki : Total Tujuan/Global Bawah hirarki : alternatif keputusan. Jumlah Level hirarki tergantung pada tingkat kesulitan (kompleksitas) masalah dan model hirarki dari pembuat keputusan. 38

46 Gambar 9. Level Hierarki SWOT-AHP Model Adapun Tujuan dari SWOT-AHP adalah: Pendekatan analisis untuk menyelesaikan suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur (terkerangka). Memecahkan masalah2 yang terukur (kuantitatif) dan masalah2 yang memerlukan pendapat (judgement) Metode SWOT-AHP Digunakan untuk pengambilan keputusan pada persoalan yang banyak mengandung banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penentuan prioritas dari strategi2 yang dimiliki pihak yang terlibat (aktor). Kelebihan dari metode AHP adalah dapat digunakan untuk: Masalah kompleks dan tidak terstruktur Data dan informasi minim Data kualitatif yang didasari persepsi, pengalaman/kepakaran atau intuisi II.7. Pengertian dan Peranan Strategi Mengacu sumber utama % pdf, pengertian strategi ada beberapa macam sebagaimana dikemukakan oleh para ahli dalam buku karya mereka masing-masing. Kata strategi berasal dari kata Strategos dalam bahasa Yunani merupakan gabungan dari Stratos atau tentara dan ego atau pemimpin. Suatu strategi mempunyai dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Menurut Marrus (2002:31) strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin 39

47 puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Selanjutnya Quinn (1999:10) mengartikan strategi adalah suatu bentuk atau rencana yang mengintegrasikan tujuan-tujuan utama, kebijakan-kebijakan dan rangkaian tindakan dalam suatu organisasi menjadi suatu kesatuan yang utuh. Strategi dapat diartikan sebagai suatu rencana yang disusun oleh manajemen puncak untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Rencana ini meliputi : tujuan, kebijakan, dan tindakan yang harus dilakukan oleh suatu organisasi dalam mempertahankan eksistensi dan menenangkan persaingan, terutama perusahaan atau organisasi harus memiliki keunggulan kompetitif. Setiap perusahaan atau organisasi, khususnya jasa, bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik bagi pelanggannya. Oleh karena itu, setiap strategi perusahaan atau organisasi harus diarahkan bagi para pelanggan atau masyarakat. Hal ini seperti yang dijelaskan Hamel dan Prahalad (1995:31) bahwa strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Misalnya strategi itu mungkin mengarahkan organisasi itu ke arah pengurangan biaya, perbaikan kualitas, dan memperluas pasar. Goldworthy dan Ashley (1996:98) mengusulkan tujuh aturan dasar dalam merumuskan suatu strategi sebagai berikut : a) Ia harus menjelaskan dan menginterpretasikan masa depan, tidak hanya masa sekarang. b) Arahan strategi harus bisa menentukan rencana dan bukan sebaliknya. c) Strategi harus berfokus pada keunggulan kompetitif, tidak semata-mata pada pertimbangan keuangan. d) Ia harus diaplikasikan dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas. e) Strategi harus mempunyai orientasi eksternal. f) Fleksibilitas adalah sangat esensial. g) Strategi harus berpusat pada hasil jangka panjang. Suatu strategi hendaknya mampu memberi informasi kepada masyarakat, Donelly (1996:109) mengemukakan enam informasi dalam suatu strategi, yaitu : a) Apa yang akan dilaksanakan, b) Mengapa demikian, suatu uraian tentang alasan yang akan dipakai dalam menentukan apa diatas, c) Siapa yang akan bertanggungjawab untuk atau mengoperasionalkan strategi, d) Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mensukseskan strategi, 40

48 e) Berapa lama waktu yang diperlukan untuk operasional strategi tersebut f) Hasil apa yang akan diperoleh dari strategi tersebut Untuk menjamin agar supaya strategi dapat berhasil baik dengan meyakinkan bukan saja dipercaya oleh orang lain, tetapi memang dapat dilaksanakan, Hatten dan hatten (1996: ) memberikan beberapa petunjuknya sebagai berikut : a) Strategi harus konsiten dengan lingkungan, strategi dibuat mengikuti arus perkembangan masyarakat, dalam lingkungan yang memberi peluang untuk bergerak maju. b) Setiap organisasi tidak hanya membuat satu strategi, tergantung pada ruang lingkup kegiatannya. Apabila ada banyak strategi yang dibuat maka strategi yang satu haruslah konsisten dengan strategi yang lain. Jangan bertentangan atau bertolak belakang, semua strategi senantiasa diserasikan satu dengan yang lain. c) Strategi yang efektif hendaknya memfokuskan dan menyatukan semua sumberdaya dan tidak menceraiberaikan satu dengan yang lain. Persaingan tidak sehat antara berbagai unit kerja dalam suatu organisasi seringkali mengklaim sumberdayanya, membiarkannya terpisah dari unit kerja lainnya sehingga kekuatan-kekuatan yang tidak menyatu itu justru merugikan posisi organisasi. d) Strategi hendaknya memusatkan perhatian pada apa yang merupakan kekuatannya dan tidak pada titik-titik yang justru adalah kelemahannya. Selain itu hendaknya juga memanfaatkan kelemahan pesaing dan membuat langkah-langkah yang tepat untuk menempati posisi kompetitif yang lebih kuat. e) Sumber daya adalah sesuatu yang kritis. Mengingat strategi adalah sesuatu yang mungkin, hendaknya dibuat sesuatu yang memang layak dapat dilaksanakan. f) Strategi hendaknya memperhitungkan resiko yang tidak terlalu besar. Memang setiap strategi mengandung resiko, tetapi haruslah berhati-hati, sehingga tidak menjerumuskan organisasike lubang yang lebih besar. Oleh karena itu strategi hendaknya selalu dapat dikontrol. g) Strategi hendaknya disusun di atas landasan keberhasilan yang telah dicapai. h) Tanda-tanda suksesnya dari suksesnya strategi ditampakkan dengan adanya dukungan dari pihak-pihak yang terkait dari para eksekutif, dari semua pimpinan unit dalam organisasi. Sementara itu menurut Argyris, Mintzberg, Steiner, dan Miner seperti yang dikutip dalam Rangkuti (1998:4) menyatakan bahwa strategi merupakan respon secara terusmenerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Bryson (2001: ) menjelaskan bahwa strategi dapat dipandang sebagai pola tujuan, kebijakan, program 41

49 tindakan, keputusan atau alokasi sumber daya yang mendefinisikan bagaimana organisasi itu, apa yang dilakukan dan mengapa organisasi melakukannya. Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penyusunan strategi harus memperhatikan tujuan dan sasaran yang akan dicapai di waktu yang akan datang, selain itu suatu organisasi harus senantiasa berinteraksi dengan lingkungan dimana strategi tersebut akan dilaksanakan, sehingga strategi tersebut tidak bertentangan melainkan searah dan sesuai dengan kondisi lingkungan dan melihat kemampuan internal dan eksternal yang meliputi kekuatan dan kelemahan organisasinya. Oleh karena itu, strategi merupakan perluasan misi guna menjembatani organisasi dengan lingkungannya. Strategi itu sendiri biasanya dikembangkan untuk mengatasi isu strategis, dimana strategi menjelaskan respon organisasi terhadap pilihan kebijakan pokok. Strategi secara umum akan gagal, pada saat organisasi tidak memiliki konsisten antara apa yang dikatakan, apa yang di usahakan dan apa yang dilakukan. Dalam lingkungan organisasi atau perusahaan, strategi memiliki peranan yang sangat penting bagi pencapaian tujuan, karena strategi memberikan arah tindakan, dan cara bagaimana tindakan tersebut harus dilakukan agar tujuan yang diinginkan tercapai. Menurut Grant (1999:21) strategi memiliki 3 peranan penting dalam mengisi tujuan manajemen, yaitu : 1) Strategi sebagai pendukung untuk pengambilan keputusan. 2) Strategi sebagai suatu elemen untuk mencapai sukses. Strategi merupakan suatu bentuk atau tema yang memberikan kesatuan hubungan antara keputusan-keputusan yang diambil oleh individu atau organisasi. 3) Strategi sebagai sarana koordinasi dan komunikasi. Salah satu peranan penting strategi sebagai sarana koordinasi dan komunikasi adalah untuk memberikan kesamaan arah bagi perusahaan. 4) Strategi sebagai target. Konsep strategi akan digabungkan dengan misi dan visi untuk menentukan di mana perusahaan berada dalam masa yang akan datang. Penetapan tujuan tidak hanya dilakukan untuk memberikan arah bagi penyusunan strategi, tetapi juga untuk membentuk aspirasi dan target bagi masyarakat, organisasi, perusahaan atau pemerintahperusahaan. 42

50 BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI III.1. BATASAN DAN PENGERTIAN 1. Ekonomi Hijau adalah paradigma ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan. Ekonomi hijau juga berarti perekonomian yang rendah atau tidak menghasilkan emisi karbon dioksida dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial. 2. PDRB Coklat/Konvensional adalah agregat makroekonomi konvensional untuk mengukur kinerja makroekonomi dari suatu kegiatan ekonomi pada wilayah regional (provinsi, kabupaten/kota) 3. PDRB Hijau adalah agregat makroekonomi suatu wilayah regional (provinsi, kab/kota) yang pengukurannya telah disesuaikan berdasarkan kerangka akuntansi hijau, makna lain, PDRB konvensional dikurangi semua bentuk depresiasi modal (buatan manusia, alam dan modal manusia) 4. Deplesi Sumber Daya Alam 5. Degradasi Sumber Daya Alam & Lingkungan adalah menurunnya kualitas lingkungan atau fungsi lingkungan yang tercermin pada menurunnya kemampuan lingkungan dalam menghasilkan barang sumber daya alam, dalam memberikan jasa lingkungan serta kesenangan langsung maupun sebagai pengolah limbah secara alami. 6. Unit Rent atau Unit Price adalah nilai sumber daya alam yang masih berada di tempatnya di alam ini 7. Eksternalitas didefinisikan sebagai dampak (positif atau negatif), atau dalam bahasa formal ekonomi sebagai net cost atau benefit, dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain. Dalam kaitannya dengan sumber daya alam, eksternalitas sangat penting untuk diketahui karena eksternalitas akan menyebabkan alokasi sumber daya yang tidak efisien. 43

51 8. Pembangunan Berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka 9. Nilai Intrinsik adalah nilai yang terkandung dalam sumber daya, terlepas apakah sumber daya tersebut dikonsumsi atau tidak. 10. Nilai Tambah adalah salah satu parameter ekonomi yang menggambarkan selisih antara nilai produksi (output) dan biaya antara (biaya yang habis dipakai selama proses produksi) dari suatu produk, baik barang maupun jasa. 11. Jasa Ekosistem adalah barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem alami yang bermanfaat untuk manusia, makna yang lain, adalah sekumpulan fungsi ekosistem yang berguna bagi manusia. III.2. PENDEKATAN GREEN ECONOMY Internalisasi lingkungan ke dalam proses pembangunan merupakan pendekatan mendasar dalam upaya melanjutkan pembangunan, sehingga pendekatan lintas sektoral menjadi lintasan utamanya. Pertimbangan lain yang mendorong dipadukannya lingkungan dengan pembangunan adalah keprihatinan terhadap kemampuan lingkungan untuk menopang pembangunan secara berkelanjutan. Apabila cara pembangunan konvensional terus berjalan maka terjadi perubahan lingkungan yang mengancam kelangsungan pembangunan itu sendiri. Dan kemungkinan kesejahteraan generasi masa depan juga dapat terganggu. Ekonomi hijau disepakati untuk dimanfaatkan sebagai media dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Dan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ekonomi hijau bukan hanya permasalahan lingkungan, tapi merupakan harmonisasi kegiatan manusia dengan sistem alam yang membentuk suatu proses ekosistem. Ekosistem menyediakan berbagai macam jasa yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan manusia serta kesintasan manusia di masa depan (Pagiola dkk, 2004). Oleh karena itu kesejahteraan manusia sangat tergantung kepada ekosistem dan manfaat yang dihasilkannya. Susunan jasa ini dihasilkan dari interaksi komplek siklus-siklus alami yang saling mempengaruhi dan bersumber dari aliran energi matahari (Daily dkk, 1997), atau dengan kata lain jasa ekosistem dihasilkan dari fungsi ekosistem. Namun akhir-akhir ini, secara menyeluruh terdokumentasi bahwa kelangkaan jasa ekosistem meningkat dengan laju yang cepat. Kelangkaan ini berhubungan dengan kerusakan 44

52 ekosistem dan keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak mempertimbangkan biaya pemeliharaan lingkungan. Di samping itu, sebagian besar aset lingkungan, ekosistem, dan keanekaragaman hayati adalah sumber daya milik bersama atau barang publik dengan karakteristik akses terbuka, dan biasanya tidak mempunyai pasar formal, sehingga secara umum dihargai rendah (undervalue) baik oleh perorangan maupun masyarakat. Pandangan undervalue inilah yang mendorong terjadinya peningkatan kerusakan kekayaan alam serta barang dan jasa ekosistem (Figueroa dan Pasten, 2009). Dimasukkannya nilai ekonomi terhadap manfaat non market ekosistem, berpotensi untuk mengubah secara radikal cara pandang kita terhadap ekosistem dari satu anggapan setuju untuk konversi ekosistem alami menjadi konservasi dan penggunaan berkelanjutan (Pearce, 2001). Jasa ekosistem adalah barang dan jasa yang disediakan oleh ekosistem alami yang bermanfaat untuk manusia (Price, 2007). Makna lainnya adalah kondisi dan proses yang terdapat pada ekosistem alami dan spesies yang membuat mereka dapat mempertahankan diri dan memenuhi kebutuhan hidup manusia (Daily dkk, 1997). Hal ini dapat juga dinyatakan sebagai manfaat yang dihasilkan untuk manusia atau lingkungan alami, yang diakibatkan oleh fungsi ekosistem (Costanza dkk, 1997, MA, 2005). Instrumen ekonomi adalah alat yang dapat dimanfaatkan oleh pengambil keputusan untuk mempengaruhi perubahan lingkungan secara positif melalui modifikasi insentif eksplisit atau implisit yang ditawarkan melalui kebijakan lingkungan. Dalam setiap kegiatan atau kebijakan selalu timbul adanya biaya dan manfaat sebagai akibat dari kegiatan atau kebijakan tersebut. Sebagai dasar untuk menyatakan bahwa suatu kegiatan atau kebijakan itu layak atau tidak layak baik secara finansial maupun lingkungan, maka diperlukan suatu indikasi yang menunjukkan suatu nilai atau suatu rasio, dimana dalam perhitungannya sudah menginternalisasi lingkungan terhadap nilai tersebut. Untuk itu diperlukan suatu penilaian atau valuasi ekonomi terhadap dampak suatu kegiatan (kebijakan) terhadap lingkungan. Valuasi merupakan perangkat yang menambah kemampuan para pengambil kebijakan untuk mengevaluasi alternatif pengelolaan ekosistem dan melacak dampak dari berbagai kegiatan yang mengubah penggunaan ekosistem. Valuasi biasanya memerlukan kajian terhadap perubahan kombinasi jasa yang dihasilkan oleh sebuah ekosistem. Kegiatan yang akan dilakukan sebagian besar terkait dengan pendugaan perubahan keuntungan yang diperoleh dari ekosistem, termasuk pendugaan manfaat secara fisik (kuantifikasi dari 45

53 hubungan biofisik), serta terkait pula dengan serangkaian hubungan sebab-akibat dari perubahan ekosistem terhadap kesejahteraan manusia (Anonim, 1999). Ekonomi hijau menekankan dimensi lingkungan pada Pembangunan Berkelanjutan. Ekonomi hijau kemudian perlu dimasukkan dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Secara umum, dimensi lingkungan dari pembangunan berkelanjutan telah relatif diabaikan dibandingkan dengan dua lainnya, alasannya yaitu lingkungan memiliki elemen pandangan yang lebih jauh. Strategi ekonomi hijau harus selaras dengan tujuan pembangunan lainnya. Ekonomi hijau harus dilihat sebagai bagian integral dari konsep yang lebih luas pembangunan berkelanjutan dan menekankan bahwa ekonomi hijau harus selalu berhubungan dengan agenda pembangunan lainnya. Tempatnya dalam konteks perencanaan pembangunan adalah dengan menjembatani kesenjangan antara agenda pembangunan lainnya seperti Millenium Development Goals(MDGs) dan Lingkungan atau modal alam. Perbedaan yang jelas juga harus dibuat antara strategi jangka panjang dan jangka pendek. Ini adalah suatu kerangka kerja yang telah disampaikan terutama pada tingkatan atas pembuatan kebijakan di Indonesia, Ringkasnya framework yang akan digunakan dalam Penyusunan Rencana Green Economic Kabupaten Bandung, dapat dilihat pada Gambar

54 Gambar 10. Framework Penyusunan dan Pengukuran Green Economic III.3. METODOLOGI III.3.1. Pengukuran Struktur Ekonomi, Pola Konsumsi Serta Produksi Berbasis Lingkungan Metodologi atau langkah-langkah dalam penyusunan PDRB-Hijau dimulai dengan penghitungan PDRB Konvensional atau PDRB Coklat menurut sektor usaha, kemudian diikuti dengan penghitungan nilai deplesi sumber daya alam. Nilai deplesi sumber daya alam dihitung untuk setiap sektor kegiatan ekonomi kemudian dikurangkan dari nilai tambah sektor-sektor kegiatan ekonomi sesuai dengan penggunaan sumber daya alam yang bersangkutan, dan diperolehlah nilai PDRB Semi Hijau. Untuk sampai pada nilai PDRB Hijau, maka nilai PDRB Semi Hijau harus dikurangi lagi dengan nilai degradasi lingkungan. Sektor Kegiatan Untuk memudahkan pelaksanaan penghitungan PDRB dan PDRB Hijau, dibagi menjadi 9 sektor (lapangan usaha) yaitu: Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan & Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik, Gas dan Air Minum, Sektor Bangunan, Sektor Perdagangan dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi< Sektor Keuangan, 47

55 persewaan dan Jasa Perusahaan, dan Sektor Jasa. Masing-masing sektor kegiatan atau lapangan usaha dibagi lagi menjadi sub-subsektor seperti tampak pada Tabel-3 Tabel 3. Sektor dan Sub-subsektor Kegiatan Ekonomi dalam PDRB No Lapangan Usaha 1 PERTANIAN 1.1 Tanaman Bahan Makanan 1.2 Perkebunan 1.3 Peternakan 1.4 Kehutanan 1.5 Perikanan 2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 2.1 Minyak dan Gas Bumi 2.2 Pertambangan Tanpa Migas 2.3 Penggalian 3 INDUSTRI PENGOLAHAN 3.1 Industri Migas 3.2 Industri Non Migas 4 LISTRI, GAS DAN AIR BERSIH 4.1 Listrik 4.2 Gas Kota 4.3 Air Bersih 5 BANGUNAN 6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 6.1 Perdagangan Besar dan Eceran 6.2 Hotel 6.3 Restoran 7 ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 7.1 Angkutan Angkutan Kereta Api Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Angkutan Sungai dan Penyeberangan Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan 7.2 Komunikasi 8 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 8.1 Bank 8.2 Lembaga Keuangan Lainnya 8.3 Sewa Bangunan 8.4 Jasa Perusahaan 9 JASA JASA 9.1 Pemerintahan Umum 9.2 Swasta Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Hiburan dan rekreasi Jasa Perseorangan dan Rumah tangga Selanjutnya dihitung terlebih dahulu nilai kontribusi masing-masing sektor dan sub sektor kegiatan ekonomi terhadap nilai PDRB untuk daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) yang 48

56 bersangkutan. Nilai kontribusi pada PDRB itu merupakan nilai tambah yang diciptakan oleh sektor-sektor dan sub-subsektor kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Cara menghitung nilai tambah atau kontribusi pada PDRB sektor dan Subsektor kegiatan ekonomi, yaitu : Nilai Tambah = (Nilai Produksi) (Biaya Input Antara) Kontribusi Semi Hijau Pada PDRB = (Nilai tambah) (Nilai Deplesi SDA) Kontribusi Hijau Pada PDRB = (Kontribusi Semi Hijau pada PDRB) (Nilai Degradasi Lingkungan) Menghitung Nilai Deplesi SDA a. Identifikasi SDA yang Terdeplesi Setelah nilai kontribusi setiap sektor dan sub sektor kegiatan ekonomi terhadap PDRB diketahui, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi penggunaan SDA untuk masing-masing subsektor dalam setiap sektor usaha. Contoh identifikasi SDA yang digunakan dapat dilihat pada Tabel-4. Tabel 4. Matriks Deplesi SDA Dalam Sektor Kegiatan Ekonomi No Sektor Kayu Ikan Bahan Tambang 1 Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, X X X X Peternakan, Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian X 3 Industri Pengolahan X - X X 4 Listrik, Gas dan Air Bersih X Bangunan X - - X 6 Perdagaangan, Hotel dan Restoran X 7 Angkutan dan Komunikasi X - X - 8 Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan X Jasa Jasa Air b. Kuantifikasi Volume SDA Terdeplesi Dalam melakukan penghitungan perlu diketahui terlebih dahulu jumlah unit usaha untuk setiap jenis industri dalam setiap subsektor. Dari data tentang macam dan volume SDA yang digunakan (hasil survei atau dinas terkait), diambil rata-ratanya kemudian dikalikan dengan jumlah perusahaan dalam suatu industri tertentu untuk mendapatkan nilai seluruh deplesi sumber daya alam pada subsektor tersebut. c. Valuasi Ekonomi SDA yang Terdeplesi 49

57 Cara memberikan nilai terhadap SDA yang digunakan oleh masing-masing sektor dan subsektor dengan menggunakan Unit Rent atau Unit Price, yaitu : Unit Rent = (Harga Produk) (Rata² Biaya Produksi) (Rata² Laba Layak per Unit) Menghitung Nilai Degradasi Lingkungan a. Identifikasi Lingkungan Yang Terdegradasi Identifikasi kerusakan atau degradasi SDA maupun lingkungan yang ada di suatu daerah kabupaten/kota/provinsi, seperti terlihat pada Tabel-5. Tabel 5. Matriks Identifikasi Degradasi Lingkungan Dalam Sektor Kegiatan Ekonomi No Sektor Tanah Udara Air 1 Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, X X X Peternakan, Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian X - X 3 Industri Pengolahan X X X 4 Listrik, Gas dan Air Bersih X Bangunan X - X 6 Perdagaangan, Hotel dan Restoran - - X 7 Angkutan dan Komunikasi X X - 8 Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan Jasa Jasa b. Kuantifikasi Fisik Degradasi Lingkungan Setelah diidentifikasi, maka langkah berikutnya adalah mengkuantifikasi volume degradasi. Misalnya berapa hilangnya volume air bersih, sehingga penduduk harus membeli atau mencari sumber air baru. Berapa luas hilangnya vegetasi karena suatu kegiatan dan juga berapa banyak unsur hara yang hilang. Itu semua harus dapat dinyatakan dalam jumlah atau volume tertentu, baru kemudian dihitung nilai ekonominya. c. Valuai Ekonomi Terhadap Degradasi Lingkungan Metode yang akan digunakan dalam pemberian harga (price tag) untuk degradasi lingkungan atau metode pengukuran untuk mentransformasi nilai degradasi SDA dan Lingkungan (market dan non-market) suatu ekosistem ke nilai moneter adalah : Metode Non- Pasar (Non- Market Method) Uij = U(Mj, Zj, Ԑij) 50

58 Jika responden diminta untuk membayar sebesar p, utilitas yang diperoleh pada kondisi lingkungan yang baik setelah adanya keinginan membayar dari responden dibandingkan status quo, dapat digambarkan sebagai berikut : U1(Mj Pj, Zj, Ԑij) > Uo(Mj, Zj, Ԑoj) Tahap berikutnya adalah menspesifikasi fungsi utilitas yang dibuat dalam bentuk linier dan aditif, seperti berikut ini : Ui(Mj, Zj, Ԑij) = Vi(Mj, Zj) + Ԑij Untuk Indirect Utility Function, bentuk fungsi permintaannya dapat ditulis dalam bentuk : V = α + α₁zᵢ₁ + α₂zᵢ₂ +... αₓzᵢᵨ Dimana Zᵢ adalah variabel sosio ekonomi. Dalam bentuk log-linier fungsi permintaan dapat ditulis : ln V = α + α₁zᵢ₁ + α₂zᵢ₂ +... αₓzᵢᵨ Setelah mengetahui fungsi permintaan, kita dapat mengukur surplus konsumen yang merupakan proxy dari nilai WTP terhadap jasa lingkungan. Surplus konsumen dapat diukur melalui formula : untuk fungsi permintaan linier Sedangkan pendugaan Willingness to Pay untuk metode survey/langsung dapat ditulis sebagai berikut : Dimana α dan β adalah koefisien atau parameter yang diperoleh melalui pendugaan dengan teknik regresi atau ekonometrika. Untuk memperoleh nilai WTP : Asumsi bahwa Utilitas bersifat linier terhadap pendapatan : Asumsi bahwa Utilitas bersifat logaritmik/non-linier terhadap pendapatan : Metode Produktivitas (Productivity Method) Menaksir nilai-nilai ekonomi untuk produk atau jasa ekosistem yang berperan untuk produkdi barang-barang yang secara komersial diperjualbelikan. 51

59 Metode Menghindarkan Biaya Kerusakan (Damage Cost Avoided), Biaya Penempatan Kembali (Replacement Cost), dan Metode Biaya Pengganti (Substitute Cost Method). Menaksir nilai-nilai ekonomi ekosistem berdasarkan pada banyaknya biaya untuk menghindarkan kerusakan sebagai akibat hilangnya jasa ekosistem, banyaknya biaya untuk menggantikan jasa ekosistem, atau banyaknya biaya untuk menyediakan jasa pengganti. Metode Penilai Ketidaktentuan (Contingent Valuation Method) Menaksir nilai-nilai ekonomi untuk ekosistem atau jasa ekosistem. Metode ini paling luas digunakan untuk menaksir nilai penggunaan tidak langsung atau nilai penggunaan pasif ekosistem. Responden ditanya secara langsung tentang kesediaan mereka untuk membayar jasa lingkungan spesifik, berdasarkan pada suatu skenario hipotesis. Metode Pilihan Ketidaktentuan (Contingent Choice Method) Menaksir nilai-nilai ekonomi untuk ekosistem atau jasa ekosistem. Metode ini berdasarkan pada hasil wawancara dengan responden tentang jumlah harga yang responden berikan untuk menghargai suatu ekosistem yang sudah ditetapkan atau untuk menghargai karakteristik atau jasa ekosistem. Responden tidak secara langsung diminta kesediaannya untuk membayar, tetapi nilai ekonomi ekosistem disimpulkan dari harga yang dikemukakan responden ketika diminta untuk menghargai ekosistem. Metode Pasar (Market Method) Metode Harga Pasar (Market Price Method) Menaksir nilai-nilai ekonomi untuk produk atau jasa ekosistem yang diperjualbelikan di pasar komersil atau simulasi pasar (Simulated Markets). Metode ini menggunakan teknik ekonomi baku untuk mengukur nilai ekonomi dari barang-barang yang dijual, berdasarkan pada jumlah orang yang membeli dengan harga yang berbeda, serta jumlah barang yang tersedia dengan harga yang berbeda. Metode baku untuk mengukur nilai penggunaan dari penjualan sumber daya di pasaran adalah penilaian surplus konsumen dan surplus produsen yang menggunakan harga pasar dan data kuantitas. Total nilai ekonomi netto, atau surplus ekonomi, adalah penjumlahan surplus konsumen dan surplus produsen. Surplus konsumen diukur oleh jumlah maksimum harga yang akan dibayar orang-orang untuk suatu barang, dikurangi dengan jumlah yang mereka benar-benar bayar. Dengan cara yang sama surplus produsen diukur dari perbedaan antara total pendapatan dari suatu barang, dengan total variabel biaya untuk memproduksi barang tersebut. 52

60 III.3.2. Perumusan Strategi Pengembangan Ekonomi Hijau dengan Metode SWOT- AHP Model Perumusan strategi pengembangan didasarkan atas kajian kebijakan-kebijakan terkait dan analisis ekonomi hijau yang sudah ada serta permasalahan yang terjadi. Selanjutnya, strategi pengembangan dirumuskan dengan menggunakan metoda/model SWOT-AHP Hybrid yang merujuk kepada Kurttila, Pesonen, Kangas, and Kajanus (2000); Shrestha, Alavalapati, and Kalmbacher (2004); Lee and Walsh (2011). Adapun tahapan penelitian SWOT-AHP model mencakup : Langkah 1 : Melaksanakan analisis SWOT. Faktor-faktor relevan dalam lingkungan eksternal dan internal diidentifikasikan dan dimasukkan dalam analisis SWOT. Langkah 2 : Pairwise comparisons antara faktor-faktor SWOT dengan setiap kelompok SWOT. Ketika membuat perbandingan, haruslah menjawab pertanyaan : 1. Antara dua faktor yang dibandingkan yang mana yang lebih besar strength nya (opportunity, weakness, or threat)? 2. Seberapa besar? Langkah 3 : Pairwise comparisons dibuat antara keempat kelompok SWOT. Faktor dengan prioritas tertinggi dipilih dari setiap masing-masing kelompok untuk mewakili kelompoknya. Keempat faktor dibandingkan dan prioritas relatifnya dikalkulasi seperti pada langkah 2. Langkah 4 : Hasil dapat digunakan dalam strategi formulasi dan proses evaluasi. Matriks untuk pairwise comparison dibentuk di Langkah 2. Elemen aij = 1 / a ji ketika I = j, a ij = 1 Nilai dari w i berbeda-beda antara 1 hingga 9, dan 1/1 adalah penting sedangkan 9/1 adalah ekstrem atau mutlak penting Adapun SWOT-AHP model Kajian Perencanaan Green Economy Kabupaten Bandung dapat digambarkan sebagaimana Gambar

61 Gambar 11. Hierarki Pada Model SWOT-AHP Kajian Perencanaan Green Economy Kabupaten Bandung Dalam perbandingan, beberapa tidak konsisten dapat diperkirakan dan diterima. Ketika A mengandung ketidakkonsistenan, prioritas yang diestimasi dapat diperoleh degan menggunakan matriks (1) sebagai input menggunakan teknik eigen value (2). Keterangan : = eigen factor terbesar dalam matriks A q = correct eigen factor I = matriks identitas. Correct eigen factor (q) merupakan penilaian/ estimasi dari prioritas relatif. (q) komponen utama pertama dari pairwise comparison. Perbandingan yang lebih konsisten adalah nilai eigenfactor terbesar adalah yang terdekat dengan n, dengan 54

62 indeks konsistensi (CI) yang dependen terhadap n (3), dan rasio konsistensi (CR) yang independen terhadap n dengan ACI adalah rata-rata indeks konsistensi yang dibandingkan secara acak (4) Selanjutnya untuk penetapan arahan dan kebijakan yang paling sesuai dari beberapa alternatif kebijakan yang diperlukan untuk mendorong dan mengendalikan KSP Pesisir Pantura dapat dilihat dari contoh perangkingan/perioritas SWOT-AHP model sebagaimana terlihat pada Gambar 12. Gambar 12. Contoh Perhitungan Pada SWOT-AHP Model 55

63 III.3.3. Penyusunan Action Plan Untuk Hotel Hijau dan Energi Hijau Langkah-Langkah Penyusunan Rencana Aksi : 1. Identifikasi dan analisis potensi, isu dan permasalahan 2. Menyususn draf rencana aksi 3. Kaji awal bersama stakeholders terbatas/fgd 4. Revisi draf rencana 5. Konsultasi publik hasil revisi/survey ke`lokasi sampel 6. Perbaikan dan penyelesaian rencana aksi III.4. PROGRAM KERJA Dalam mewujudkan kondisi perekonomian yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan Mandiri, seperti yang diamanatkan dalam konstitusi UUD 1945, maka sebagai tindak lanjut dari amanat konstitusi tersebut, secara teknis upaya pengembangan ekonomi masyarakat yang dilakukan/didesain oleh pemerintah daerah juga diharapkan mampu mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat ketingkat kualitas kesejahteraan ekonomi yang lebih baik. Perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat daerah yang diikuti dengan pencapaian stabilitas ekonomi daerah pada akhirnya diharapkan akan semakin memperkuat kekuatan dan ketahanan ekonomi nasional. Oleh karena itu, indikator kekuatan ekonomi dan tingkat kesejahteraan nasional sangat ditentukan pada sejauh mana pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat daerah. Perubahan dinamis kondisi perekonomian, pada satu sisi menuntut adanya respon/tanggapan yang cepat seluruh stakeholders perekonomian terhadap perubahan kondisi yang terjadi. Di sisi lain, tantangan komplek pembangunan lokal yang menuntut percepatan penuntasan masalah yang dihadapi daerah. Untuk itu, dalam kerangka mendefinisikan arah pembangunan tersebut pada tahap implementasi dibutuhkan adanya: Pertama, bahan tolak ukur berbagai dokumen perencanaan yang dapat memudahkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun program serta kegiatan yang terpadu dan terukur sesuai dengan tugas dan fungsinya; dan Kedua, juga dibutuhkan adanya parameter/indikator yang dapat memudahkan kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan/program yang telah diselenggarakan oleh seluruh elemen perangkat daerah. Dengan dukungan ketersediaan dokumen perencanaan yang dapat memudahkan dalam penyusunan rancangan program dan kegiatan SKPD serta ditambah sinergi adanya kesamaan persepsi 56

64 semua pemangku kepentingan perekonomian, maka akselerasi percepatan pembangunan ekonomi daerah diharapkan dapat lebih cepat terwujud. Dalam mewujudkan tersedianya berbagai dokumen perencanaan yang dapat memudahkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun program serta kegiatan yang terpadu dan terukur sesuai dengan tugas dan fungsinya, maka dalam kesempatan ini akan disusun Rencana Pengembangan Green Economic Kabupaten Bandung sebagai tindakan perbaikan dari sistem ekonomi konvensional yang telah menghasilkan pertumbuhan dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya namun tidak berkeadilan dan tidak efisien. Tidak mudah mengimplementasikan prinsip-prinsp ekonomi hijau, membutuhkan kreativitas umat manusia, pengetahuan yang mendasar dan melebar serta kesertaan masyarakat luas. Konversi ekonomi hijau harus radikal, tetapi juga harus bertahap dan dapat terus tumbuh dan berulang. Kita membutuhkan perusahaan yang mau menjadi pelepas belenggu ekonomi konvensional dengan membangun landasan kegiatan usaha yang lebih ekologis dan egaliter. Suatu visi yang harus diyakini pada sektor ekonomi, yaitu ekonomi berbasis ekologi pada berbagai area yang spesifik sebagai titik awal perubahan. Merujuk dokumen kesepakatan RIO+20 (2012), yang salah satu kesepakatannya menyebutkan Mendetailkan bagaimana ekonomi hijau dapat dimanfaatkan sebagai media untuk mencapai pembangunan berkelnajutan, maka dalam kegiatan menyusun rencana ekonomi hijau di Kabupaten Bandung, konsep pembangunan berkelanjutan akan menjadi payung dan menjiwai semua kegiatan dalam implementasi ekonomi hijau pada setiap sektor atau wilayah kegiatan perekonomian. Proses dan Mekanisme Rencana Pengembangan Ekonomi Hijau di Kabupaten Bandung meliputi tahapan-tahapan berikut: 1. Persiapan; 2. Pengumpulan Data dan Informasi terkait; 3. Identifikasi dan Analisis; 4. Perumusan Strategi 5. Penyusunan Action Plan III.4.1. Persiapan Terdapat beberapa rincian kegiatan yang akan dilakukan pada tahapan ini, yaitu koordinasi dan diskusi dengan tim teknis dan pemberi kerja, mobilisasi tenaga ahli, koordinasi tim konsultan, dan penyusunan rencana kerja. 57

65 III.4.1. Koordinasi dan Diskusi dengan Tim Teknis dan Pemberi Kerja Pada dasarnya kegiatan Koordinasi dan Diskusi dengan Tim Teknis dan Pemberi Kerja dilakukan secara berkelanjutan, di setiap tahap pelaksanaan pekerjaan. Pada tahap ini koordinasi dan diskusi yang dilakukan meliputi : a. Koordinasi dan diskusi awal, untuk membahas tentang berbagai persiapan yang harus dilakukan berkaitan dengan rencana pelaksanaan pekerjaan, termasuk dalam hal ini adalah penyamaan persepsi antara Konsultan dan Tim Teknis/Pemberi Tugas mengenai prinsip-prinsip pekerjaan serta lingkup materi/substansi pekerjaan. b. Koordinasi dan diskusi untuk menyempurnakan dan menyepakati Rencana Kerja Pelaksanaan Pekerjaan. III.4.2. Penyiapan Tenaga Ahli yang akan Dilibatkan/Mobilisasi Tenaga Ahli Tenaga ahli yang dilibatkan harus memenuhi kriteria yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pekerjaan (bidang keahlian, kualifikasi personil, dan pengalaman kerja). Penentuan personil yang akan dilibatkan dilakukan sesuai KAK dengan mempertimbangkan tingkat efesiensi dan efektifitas kerja yang dapat diberikan, sehingga proses pelaksanaan pekerjaan dapat berlangsung secara efektif dan efesien. III.4.3. Koordinasi Tim Konsultan Pada tahap awal, kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara matang dan rinci, berkaitan dengan proses pekerjaan yang akan dilakukan. Kegiatan ini meliputi penyusunan organisasi kerja, penyusunan rencana kerja, pembagian kerja, serta kebutuhan fasilitas pendukung yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Pada tahap selanjutnya kegiatan koordinasi dan diskusi akan dilakukan secara berkelanjutan (selama proses pelaksanaan pekerjaan berlangsung), untuk memperoleh kesepakatan-kesepakatan tertentu yang diperlukan. III.4.4. Pengumpulan Data dan Informasi Tahap ini bertujuan untuk memperoleh gambaran perkembangan terkini kondisi dan potensi wilayah, serta tantangan dan peluang Kabupaten Bandung dalam pengembangan ekonomi hijau dalam pembangunan perekonomian wilayahnya. 58

66 Tabel 6. Jenis dan Sumber Data yang Diperlukan No Jenis Data Sumber Data Data Ekonomi 1 Indikator Makroekonomi Kab. Bandung BPS/BAPPEDA 2 Produk Domestik Regional Bruto BPS/BAPPEDA 3 Harga Produk BPS/BAPPEDA 4 Volume Produksi BPS/BAPPEDA 5 Nilai Produksi BPS/BAPPEDA 6 Produktivitas BPS/BAPPEDA 7 Produktivitas Lahan BPS/BAPPEDA 8 Luas Area Usaha BPS/BAPPEDA 9 Jumlah Perusahaan BPS/BAPPEDA 10 Bahan/Input Produksi BPS/BAPPEDA 11 Tenaga Kerja BPS/BAPPEDA 12 Kapital BPS/BAPPEDA 13 Inflasi BPS/BAPPEDA 14 Volume Air Dinas Terkait 15 Frekuensi Bencana Dinas Terkait 16 Kerugian Akibat Bencana Dinas Terkait 17 Jumlah Orang Sakit Akibat Pencemaran Air, Udara dan Dinas Terkait Dampak Global Warming 18 Biaya Pengobatan Setiap Jenis Penyakit Yang Diakibatkan Dinas Terkait Oleh Pencemaran Air, Udara dan Global Warming 19 Rata-Rata Laba Layak Usaha Survey 20 Rata-Rata Biaya Produksi Survey Data Lingkungan 1 Berbagai Dampak Pencemaran Air Terhadap Produktivitas Survey 2 Berbagai Dampak Pencemaran Udara Terhadap Survey Produktivitas 3 Kandungan N, P dan K Dalam Tanah 4 Berbagai Dampak Pemanasan Bumi Survey/Dinas Terkait 5 Volume Air Bersih Dinas Terkait 6 Jumlah Keanekaragaman Hayati Dinas Terkait Data Strategi Pengembangan Ekonomi Hijau di Kabupaten Bandung 1 Kelemahan dalam Pengembangan Ekonomi Hijau FGD/Survey 2 Kekuatan dalam Pengembangan Ekonomi Hijau FGD/Survey 3 Peluang dalam Pengembangan Ekonomi Hijau FGD/Survey 4 Ancaman dalam Pengembangan Ekonomi Hijau FGD/Survey Data Penyusunan Action Plan Untuk Green Product dan Green Services 1 Program Ruang Terbuka Hijau Hotel FGD/Survey 2 Program Hemat Energi FGD/Survey 3 Program Hemat Air FGD/Survey 4 Program Penggunaan Bahan Lokal Dan Ramah Lingkungan FGD/Survey 5 Program Penanganan dan Daur Ulang Limbah FGD/Survey 6 Program Peningkatan Tingkat Kesejahteraan karyawan FGD/Survey 7 Program Pemberdayaan Masyarakat FGD/Survey 59

67 III.4.5. Identifikasi dan Analisis Tahapan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran kondisi PDRB konvensional saat ini, produk atau komoditi yang menyusun kontribusi nilai tambah untuk setiap sektor dan sub sektor kegiatan ekonomi, macam serta tingkat deplesi sumberdaya alam dan degradasi lingkungan untuk setiap sektor/sub sektor ekonomi di wilayah Kabupaten Bandung, mengetahui tantangan dan peluang pengembangan dan penerapan sistem ekonomi hijau ddalam pembangunan perekonomian di Kabupaten Bandung. Secara keseluruhan terdapat beberapa kelompok analisis yang dilakukan: a. Mengkuantifikasi macam dan tingkat deplesi sumber daya alam dan degradasi lingkungan untuk setiap sektor/sub-sektor kegiatan ekonomi, sehingga struktur ekonomi hijau bisa diukur, serta pola konsumsi dan pola produksinya bisa tergambarkan b. Menganalisis kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman pengembangan dan penerapan sistem ekonomi hijau di Kabupaten Bandung. c. Merumuskan strategi pengembangan dan penerapan sistem ekonomi hijau Konsep ekonomi hijau akan diterapkan pada setiap sektor usaha kegiatan ekonomi di wilayah Kabupaten Bandung, yaitu sektor : 1. Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Angkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa Sehingga struktur ekonomi dan pola konsumsi serta produksi di Kabupaten Bandung yang berbasis lingkungan dapat terukur dan tergambarkan polanya. Akan dilakukan survey ke beberapa responden/lokasi yang terpilih untuk dijadikan sample, dalam rangka mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang menunjang serta tantangan dalam pengembangan ekonomi hijau di wilayah Kabupaten Bandung. Dari hasil survey diperoleh bagaimana kelemahan, peluang, ancaman dan kekuatan yang dimiliki Kabupaten Bandung, dalam pengembangan dan aplikasi prinsip-prinsip ekonomi hijau di daerahnya sehingga diperoleh cukup informasi dalam menyusun strateginya. 60

68 Perumusan Strategi Pengembangan Ekonomi Hijau di Kabupaten Hijau Pada tahapan ini, hasil identifikasi tentang kelemahan, kekuatan, ancaman dan peluang dalam pengembangan dan penerapan ekonomi hijau, maka dianalisis dengan metode SWOT-AHP Hibrid, sehingga akan terumuskan strategi pengembangan ekonomi hijau untuk daerah Kabupaten Bandung. Untuk merealisasikan hal tersebut di atas, maka disusun program kerja untuk kegiatan/pekerjaan ini sebagai Tabel - 6. Tabel 7. Program Kerja Kajian Green Economy Kabupaten Bandung Tahun 2014 No Program Kerja Kegiatan Utama 1 Penyiapan pekerjaan dan sinergi lintas OPD/SKPD, Swasta dan Masyarakat 2 Survey dan Mengumpulkan Data/ informasi 3 Pengolahan dan analisis data 4 Perumusan Strategi Pengembangan Ekonomi Hijau 5 Evaluasi dan Melaporkan hasil kerja 6 Sosialisasi dan ekspos hasil pekerjaan Subtansi Mengorganisasikan detil pekerjaan dan orang termasuk membangun Rencana Kerja lintas OPD secara partisipatif Perencanaan partisipatif, Pengecekan lapangan, perencanaan partisipatif dengan FGD, mengumpulkan data, informasi dan dokumen lainnya Menyajikan data yang up to date, fakta analisis, arahan, tantangan, strategi, roadmap, action plan. Terumuskan Kelemahan, Kekuatan, Peluang dan Ancaman serta strategi untuk mengatasinya Menyajikan laporan, tabel-tabel, gambar kerja, peta-peta GIS, bahan presentasi multimedia, CD hasil kerja, dsb. Sosialisasi dan presentasi multimedia 30 hari setelah selesai pekerjaan Jangka Waktu (Hari Kalende r) Target 18 Sinergi penerima kerja (PPK/PPTK) dengan Konsultan dan penerima manfaat 36 Terbentuk struktur data, informasi dan dokumen yang up to date 36 Data dan informasi, hasil observasi dan GIS dimanfaatkan untuk menyusun fakta analisis, strategi, roadmap, action plan ekonomi hijau 36 Teridentifikasi Struktur Ekonomi Hijau dan strategi pengembangannya di kab. Bandung 12 Berita Acara Daftar hasil kerja 30 Konsultan mensosialisas ikan hasil pekerjaan kepada stakeholders dan shareholder Persetujuan PPK PPK/PPTK menyetujui pelibatan multipihak secara tertulis Data, informaasi, dokumen disetujui PPK/PPTK sesuai waktu Fakta analisis dll. PPK/PPTK Persentasi dan pelaporan PPK/PPTK menandatangani BA Dimonitor dan disetujui secara tertulis dalam SPK 61

69 Penyusunan Action Plan Untuk Green Product dan Green Services Rencana aksi adalah suatu rencana kegiatan yang lebih terperinci untuk menterjemahkan strategi-strategi dan arahan pembangunan yang telah diindikasikan dalam rencana strategis ke dalam program kerja atau proyek pembangunan. Pengalaman menunjukkan banyak gagasan bagus dibuat dan disepakati bersama namun tidak ditindaklanjuti dan dilaksanakan. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya rencana aksi atau rencana tindak lanjut, hal tersebut dapat dihindari jika perencanaan program juga menetapkan rencana aksi (action plan) dengan aturan-aturan yang jelas. Rencana aksi dapat membantu menentukan langkah-langkah penting mulai dari perencanaan sampai ke aksi. Dalam kegiatan ini, yang akan dijadikan contoh dalam penyusunan action plan, yaitu hotel hijau (sebagai contoh green services) dan energi hijau (sebagai contoh green product), adapun langkah-langkah penyusunan rencana aksi adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi dan analisis potensi, isu dan permasalahan 2. Identifikasi dan analisis stakeholders 3. Menyusun draf rencana aksi 4. Kaji awal bersama stakeholder 5. Revisi draf rencana aksi 6. Konsultasi publik hasil revisi 7. Penyelesaian dan pengesahan rencana aksi III.5. JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN Jadual Pelaksanaan Pekerjaan dilaksanakan sebagaimana tercantum ada Tabel 7. Tabel 8. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan No. UraianKegiatan Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV 1 Persiapan administrasi & teknis 2 Penyediaan data primer dan sekunder 3 Pengolahan data primer dan sekunder Pengukuran Struktur 4 Ekonomi Hijau dan Strategi Pengembangannya 5 Pencetakan 6 Pelaporan

70 BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANDUNG IV.1 Visi dan Misi Kabupaten Bandung Visi Pemerintah Kabupaten Bandung tahun sebagaimana tertuang dalam Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bandung Tahun , adalah: "Terwujudnya Kabupaten Bandung yang Maju, Mandiri dan Berdaya Saing, melalui Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Pemantapan Pembangunan Perdesaan, Berlandaskan Religius, Kultural dan Berwawasan Lingkungan" Dengan Misi yang dicanangkan : 1. Meningkatkan profesionalisme birokrasi; 2. Meningkatkan kualitas SDM (pendidikan dan kesehatan) yang berlandaskan Iman dan takwa serta melestarikan budaya sunda; 3. Memantapkan pembangunan perdesaan; 4. Meningkatkan keamanan dan ketertiban wilayah; 5. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan keterpaduan tata ruang wilayah; 6. Meningkatkan ekonomi kerakyatan yang berdaya saing; 7. Memulihkan keseimbangan lingkungan dan menerapkan pembangunan berkelanjutan. IV.2 Karakteristik Lokasi dan Wilayah Kabupaten Bandung Luas wilayah Kabupaten Bandung adalah ,67 ha, terdiri dari 31 kecamatan, 270 desa, dan 10 kelurahan. Batas wilayah administrasi Kabupaten Bandung adalah: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kabupaten Sumedang; 2. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut; 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur; 4. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi. 63

71 Secara geografis Kabupaten Bandung terletak pada koordinat 107 o o 56 Bujur Timur dan 6 o 49-7 o 18 Lintang Selatan. Kabupaten Bandung termasuk wilayah dataran tinggi dengan kemiringan lereng antara 0-8%, 8-15% hingga di atas 45%. Sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung berada diantara bukit-bukit dan gunung-gunung, seperti: 1) Disebelah utara terdapat Bukit Tunggul dengan tinggi 2.200m, Gunung Tangkuban Parahu dengan tinggi 2.076m, yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Purwakarta. 2) Di sebelah selatan terdapat Gunung Patuha dengan tinggi 2.334m, Gunung Malabar dengan tinggi 2.321m, GunungPapandayan dengan tinggi 2.262m, dan Gunung Guntur dengan tinggi 2.249m, yang berbatasan dengan Kabupaten Garut. Kabupaten Bandung beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan rata-rata antara 1.500mm sampai dengan 4.000mm per tahun. Suhu udara berkisar antara 12 o C sampai 24 o C dengan kelembaban antara 78% pada musim hujan dan 70% pada musim kemarau. Dampak dari kondisi geografis Kabupaten Bandung membuat potensi hidrologi Kabupaten Bandung yaitu sumber daya air tersedia cukup melimpah, baik air bawah tanah maupun air permukaan. Air permukaan terdiri dari 4 danau alam, 3 danau buatan serta 172 buah sungai dan anak-anak sungai. Sumber air permukaan pada umumnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pertanian, industri, dan sosial lainnya sedangkan air tanah dalam (kedalaman m) pada umumnya dipergunakan untuk keperluan industri, non industri, dan sebagian kecil untuk rumah tangga. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan air tanah bebas (sumur gali) dan air tanah dangkal (kedalaman 24 sampai 60 meter) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga serta sebagian kecil menggunakan fasilitas dari PDAM terutama di wilayah perkotaan.selain itu, kondisi curah hujan rata-rata di Kabupaten Bandung mencapai mm per tahun atau jika dihitung luas lahan yang ada maka volume air yang turun di wilayah Kabupaten Bandung dapat mencapai 2,643-7,05milyar meter kubik. Potensi air yang begitu besar tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan banyak genangan banjir di berbagai wilayah. Penggunaan lahan eksisting di Kabupaten Bandung terdiri atas kawasan lindung, kawasan budidaya pertanian, non pertanian, dan kawasan lainnya. Penggunaan lahan di kawasan lindung meliputi belukar, danau/waduk, hutan, rawa, semak, dan sungai. Sedangkan kawasan budidaya pertanian meliputi kebun campur, perkebunan, sawah, ladang, dan tegal. Besaran penggunaan lahan setiap lahan di sajikan dalam tabel berikut ini: 64

72 Tabel 9. Penggunaan Lahan Eksisting di Kabupaten Bandung Tahun 2011 No Uraian Penggunaan Lahan Luas (Ha) (%) A Kawasan lindung ,61 33,83 1 Belukar ,40 10,04 2 Danau/ waduk 357,38 0,20 3 Hutan ,00 21,16 4 Rawa 12,74 0,01 5 Semak 3.821,57 2,17 6 Sungai 443,51 0,25 B Kawasan budidaya pertanian ,73 53,22 1 Kebun campur 8.170,97 4,64 2 Perkebunan/ kebun ,88 14,59 3 Sawah ,73 21,48 4 Sawah tadah hujan 10,96 0,01 5 Tegal/ ladang ,19 12,51 C Kawasan budidaya non pertanian ,32 12,44 1 Bandara/jalan/jalan ka/stasiun/terminal 3.664,72 2,08 2 Industri/tambang 1.446,32 0,82 3 Institusi/kantor 339,62 0,19 4 Lapangan golf/stadion/lapangan/taman 167,50 0,10 5 Perumahan/komplek permukiman/pasar/pertokoan ,17 9,25 D Lainnya 892,00 0,51 Total ,67 100,00 Sumber : Hasil Olahan Citra Satelit Tahun 2011, Bappeda Secara proporsi, penggunaan lahan di Kabupaten Bandung didominasi oleh kawasan budidaya pertanian yaitu seluas 53,22% dari luas keseluruhan ,67 Ha. Penggunaan lahan lainnya yaitu kawasan lindung sebesar 33,83%, kawasan budidaya non pertanian 12,44%, dan kawasan lainnya 0,51%. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung masih berupa kawasan ruang terbuka, dimana mampu menyerap air larian hujan yang mencapai mm per tahun. Berdasarkan luas lahan terbuka yang ada di Kabupaten Bandung baik yang berupa kawasan lindung maupun kawasan budidaya, tanah di Kabupaten Bandung memiliki kemampuan untuk menyerap air sebanyak 0,793-2,115 miliar meter kubik per tahun, (RKPD Kabupaten Bandung 2013). 65

73 IV.3 Topografi dan Kemiringan Kabupaten Bandung Wilayah Kabupaten Bandung terletak pada ketinggian ± 110 meter dpl, lokasi tertinggi yaitu Kecamatan Cipeundeuy sampai ketinggian meter dpl di Gunung Patuha. Wilayah dengan ketinggian kurang dari meter dpl sebagian besar berada di Kecamatan Ciwidey, Rancabali, Kertasari, dan Pasirjambu. Wilayah dengan ketinggian tempat di atas meter dpl merupakan wilayah yang paling sempit, yaitu seluas Ha atau 4,81% dari luas wilayah yang tersebar di Kecamatan Banjaran, Kertasari, Pacet, Pangalengan, dan Pasirjambu (Profil Kabupaten Bandung, 2009). Morfologi Kabupaten Bandung terdiri dari wilayah datar/landai, kaki bukit, dan pegunungan dengan kemiringan lereng beragam antara 0 8%, 8% -15% hingga di atas 45%. Sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung adalah pegunungan. Di antara puncak-puncaknya adalah: sebelah utara terdapat Gunung Bukittunggul (2.200 m). Sebelah selatan terdapat Gunung Patuha (2.334 m), Gunung Malabar (2.321 m), serta Gunung Papandayan (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249 m), keduanya berbatasan dengan Kabupaten Garut (Profil Kabupaten Bandung, 2009). Dataran Kabupaten Bandung terhampar luas di bagian tengah Cekungan Bandung dengan kemiringan 0 2% dan 2 8% ke arah barat dan ke arah Sungai Citarum yang membelah wilayah dari timur ke barat. Wilayah ini merupakan kawasan pesawahan yang subur yang sebagian diantaranya rawan banjir. Kota-kota yang merupakan satelit dan sembrani tandingan (counter magnet) dari Kota Bandung terdapat di wilayah ini. Secara rinci proporsi tingkat kemiringan lahan di Kabupaten Bandung disajikan sebagai berikut (Gambar 1.2): 1. Daerah datar (0 8%) meliputi areal seluas ,62 Ha atau seluas 37,68% dari seluruh luas daratan yang ada tersebar di sepanjang alur Sungai Citarum; 2. Daerah landai (8 15%) meliputi areal seluas ± ,83 Ha atau seluas 13,51% dari seluruh areal yang ada; 3. Daerah agak curam (15 25%) meliputi areal seluas ± ,60 Ha atau seluas 26,79% dari seluruh areal yang ada; 4. Daerah curam (25 40%) meliputi areal seluas ± ,77 Ha atau seluas 19,27% dari seluruh areal yang ada; 66

74 5. Daerah Sangat curam (> 40%) meliputi areal seluas ± 8.758,45 Ha atau seluas 2,76% dari seluruh areal yang ada. Daerah ini merupakan punggung-punggung pegunungan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung. (Profil Kabupaten Bandung). Topografi dan kemiringan Kabupaten Bandung perlu dijelaskan karena sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung adalah pegunungan. Topografi bergunung, kelerengan miringcuram menunjukkan bahwa sebagian besar tanah di Kabupaten Bandung mudah tererosi dan kehilangan air permukaan, sehingga aliran ke dalam (infiltrasi) tanah kurang. Data Qmax/Qmin yang sangat besar juga menjadi indikator yang menunjukkan perilaku tata air DAS Citarum (hulu) yang kurang baik/tidak sehat. (Sub Balai RLKT Citarum-Ciliwung, Pola RLKT Daerah Aliran Sungai Citarum, 2008). Gambar 13. Peta Topografi Kabupaten Bandung dan DAS Citarum Hulu (Sumber: Dinas SDAPE, Kabupaten Bandung 2009) Peta Topografi Kabupaten Bandung menggambarkan bahwa DAS Citarum di Kabupaten Bandung sangat buruk. Pencemaran Sungai Citarum terutama daerah hulu yang merupakan sungai terbesar di Kabupaten Bandung semakin sering dilaporkan, karena kualitas air sungai menurun secara drastis dimana sepanjang 127 km atau 47,1% Sungai Citarum telah tercemar berat setiap detik. IV.5 Wilayah Rawan Bencana Kabupaten Bandung merupakan dataran tinggi berbentuk cekungan di mana sungai Citarum sebagai sentral cekungan menjadi muara bagi anak-anak sungai dari utara, selatan, dan timur. Kondisi geografis tersebut menyebabkan tingkat kerentanan bencana alam di Kabupaten Bandung cukup tinggi.menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2011, Kabupaten Bandung menduduki peringkat ke-empat tingkat rawan bencana 67

75 diantara 494 kabupaten yang ada di Indonesia. Sedangkan di Tingkat Provinsi Jawa Barat menempati ranking ketiga setelah Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya. Tingginya tingkat kerentanan bencana diukur dari berbagai faktor diantaranya jumlah kasus yang terjadi hingga potensi wilayahnya. Kondisi geografis Kabupaten Bandung yang berupa dataran tinggi berbentuk cekungan dikombinasikan dengan banyaknya alih fungsi lahan yang terjadi baik dari pertanian dan daerah resapan menjadi permukiman maupun kawasan hutan menjadi lahan pertanian musiman menyebabkan tingginya sedimentasi dan bencana banjir. Selain itu, terganggunya sistem jaringan irigasi dan drainase juga berakibat pada timbulnya genangan dan banjir di beberapa titik lokasi terutama wilayah permukiman seperti banjir di Cieunteung-Baleendah, Dayeuhkolot serta jalan terusan Kopo dan lain sebagainya. Berikut adalah peta/gambaran wilayah rawan bencana di Kabupaten Bandung: Gambar 14. Wilayah Dengan Potensi Bencana di Kabupaten Bandung (Sumber: Perda Nomor 3 Tahun 2008 tentang RTRW Kabupaten Bandung ) IV.6 Isu Lingkungan Hidup yang Utama Hal yang menjadi isu lingkungan hidup utama berkaitan dengan perkembangan wilayah dan dampaknya terhadap lingkungan daerah Kabupaten Bandung adalah Penurunan Kualitas Air dan Kapasitas Sungai Citarum. Berdasarkan perhitungan metode storet, maka status kualitas air Sungai Citarum tahun 2010 sebagian besar atau 69 titik pemantauan terkatagori sebagai cemar berat, enam titik pemantauan terkatagori cemar sedang, dan hanya satu yang cemar ringan. Pada pemantauan tahun 2011, kualitas air Sungai Citarum mengalami penurunan dimana 100% dari 75 titik lokasi sampling tercemar berat. Di tahun 2012 ini kualitas air anak sungai yang dipantau mengalami sedikit peningkatan dimana dari 75 titik 68

76 pantau tidak terdapat lokasi yang terkatagori cemar ringan, terdapat enam lokasi (7%) terkatagori cemar sedang dan 69 lokasi (93%) terkatagori cemar berat. Penurunan kualitas air Sungai Citarum antara lain disebabkan tekanan yang makin besar akibat pencemaran air dari sumber domestik, industri, kegiatan lain dan desakan kegiatan perkotaan. Sementara penurunan kapasitas Sungai Citarum disebabkan antara lain oleh erosi dan sedimentasi/pendangkalan akibat penggundulan hutan di hulu Citarum. Efeknya adalah kejadian banjir yang setiap tahun menjadi langganan sebagian wilayah Kabupaten Bandung terutama di sekitar Sungai Citarum dan anak sungainya. Bila dilihat dari banyaknya pengaduan masyarakat, maka jumlah pengaduan masyarakat tahun 2012 berkaitan dengan pencemaran lingkungan terutama air adalah 10 kasus, mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berbekal visi dan satu misi Kabupaten Bandung untuk memulihkan keseimbangan lingkungan dan menerapkan pembangunan berkelanjutan, Pemerintah Kabupaten Bandung dan seluruh pemangku kepentingan terus berusaha melakukan respon terhadap lingkungan atau upaya pengelolaan lingkungan yang berkaitan dengan penurunan kualitas air dan kapasitas Sungai Citarum. Upaya-upaya ini senantiasa didukung oleh berbagai elemen dalam masyarakat, baik warga, sekolah maupun pihak swasta. Pemerintah Kabupaten Bandung melalui BPLH terus melakukan pemantauan kualitas air Sungai Citarum beserta anak sungainya, Identifikasi dan inventarisasi sumber pencemar yang masuk ke Sungai Citarum, pemantauan sumber pencemar Sungai Citarum dan anak sungainya, sebagai bagian dari Program Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Pembangunan IPAL untuk industri skala kecil dan menengah, Pembangunan IPAL industri secara gabungan, Sosialisasi tentang Pengendalian Pencemaran Air, Sosialisasi Program PROPER, Sosialisasi Program Environmental Pollution Control Manager (EPCM), Peningkatan operasional laboratorium, Pengendalian limbah cair penduduk, senantiasa terus dilakukan Pemerintah Kabupaten Bandung dan seluruh pemangku kepentingan, seperti dunia usaha, LSM, Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Upaya tidak langsung untuk meningkatkan kuantitas Air Sungai Citarum adalah Penghijauan dan reboisasi lahan kritis di Wilayah Kabupaten Bandung yang dilakukan oleh instansi pemerintah terkait maupun swadaya masyarakat. Contoh kegiatan yang dilakukan adalah penghijauan di sejumlah kawasan berkaitan dengan program reklamasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Kegiatan Gerakan Menanam Pohon di bantaran sungai oleh Komunitas Elingan, Kegiatan Menabung 100 Juta Pohon yang diprakarsai oleh PT Pertamina Geothermal Energy, Program revegetasi pada area operasi PLTP dan lahanlahan kritis di luar area operasi (di lahan Perhutani atau 69

77 PTPN oleh PT Sinar Energy Pengalengan). Lebih lanjut karena kepeduliannya terhadap perbaikan dan kelestarian lingkungan, kedua perusahaan ini banyak mendapatkan penghargaan lingkungan salah satunya dari Gubernur Jawa Barat berupa Raksa Prasadha Lingkungan Untuk Industri Peduli Lingkungan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 dan dari Menteri Lingkungan Hidup berupa Proper Emas. Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, telah melakukan normalisasi Sungai Citarum sepanjang 36.5 kilometer dari Desa Rancamanyar Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung sampai ke Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung Barat. Pengerukan sungai dilakukan mulai bulan September 2011 dan di tahun 2012 kegiatan ini masih terus berlangsung dimana Pemerintah Pusat sudah mengalokasikan anggaran Rp 300 miliar. BBWS Citarum juga telah melakukan peninggian sejumlah bantaran anak Sungai Citarum sepanjang 8.5 kilometer yaitu Sungai Cikeruh, Citarik. Cisangkuy, Cipamokolan. Cigado, dan Cisaranten. Total panjang aliran Sungai Citarum dan anak Sungai Citarum yang dikeruk mencapai 45 kilometer. Anggaran yang dibutuhkan untuk pengerukan itu mencapai Rp 230 miliar. Tahun 2012, Dinas SDAPE Kabupaten Bandung telah melakukan kegiatan peningkatan pembersihan dan pengerukan sungai/kali dengan anggaran sekitar Rp 1,3 miliar untuk meningkatkan kapasitas sungai dalam menampung dan mengalirkan air. Tidak kalah pentingnya adalah upaya Pemerintah Kabupaten Bandung untuk terus meningkatkan ketaatan pelaku industri dan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan kegiatan-kegiatan Sosialisasi dan Pembinaan untuk masyarakat dan industri serta koordinasi dengan penegak hukum dari instansi lain yang berwenang. Program-program kegiatan berkaitan dengan Pengelolaan dan pengendalian Air Sungai Citarum tersebut direncanakan menjadi program yang rutin dilakukan setiap tahun sehingga diharapkan kondisi kualitas air dan kapasitas Sungai Citarum menjadi semakin terkendali. (Sumber: SLHD Kabupaten Bandung 2013) IV.7 Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya IV.7.1 Lahan dan Hutan Lahan dan hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting dalam menunjang kehidupan mahluk hidup. Pemanfaatan sumber daya lahan dan hutan melalui perubahan tata guna lahan menjadi lahan budi daya seringkali menimbulkan dampak lingkungan, baik dampak primer seperti banjir, longsor, berkurangnya daerah infiltrasi air tanah maupun dampak lanjutan berupa kuantitas sumber daya air dan dampak sosial. 70

78 IV Lahan Berdasarkan Tabel SD-1 Buku 2, dari Buku data Bapeda Tahun 2012, Kabupaten Bandung memiliki luas wilayah Ha, yang sebagian besar (53,22%) wilayah Kabupaten Bandung budi daya pertanian baik sawah maupun perkebunan, 12,44% merupakan budi daya non pertanian, 33,83% hutan lindung, dan 0,51% merupakan lahan kering dan lainnya. Luas lahan berdasarkan tata guna lahan dapat dilihat pada Gambar berikut: Gambar 15. Luas Lahan Kabupaten Bandung Katagori non pertanian meliputi: kolam, rumah, rawa, dan taman, sedangkan katagori sawah meliputi tegal, kebun, ladang, dan huma, katagori perkebunan meliputi perkebunan besar dan PTP (Perusahaan Terbatas Perkebunan). IV Hutan Menurut Tabel SD-1 Buku 2,luas hutan lindung di wilayah Kabupaten Bandung adalah ,61 Ha tersebar di 31 kecamatan. Kecamatan dengan luas areal hutan terbanyak yaitu Kecamatan Pasir Jambu Luas areal hutan di Kabupaten Bandung untuk setiap kecamatan disajikan pada gambar berikut: 71

79 Gambar 16. Luas Kawasan Hutan Kabupaten Bandung Berdasarkan Tabel SD-2 Buku 2, Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam tahun 2012, bahwa kawasan hutan berdasarkan fungsi/status dibagi menjadi kawasan hutan konservasi, hutan produksi, hutan produksi terbatas. Hutan konservasi dibagi menjadi cagar alam, taman wisata, taman buru, taman hutan raya, dan hutan lindung. Luas kawasan hutan menurut fungsinya disajikan pada Gambar berikut: Gambar 17. Luas Kawasan Hutan Kabupaten Bandung Berdasarkan Tabel SD-3 Buku 2 yang bersumber dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung tahun 2007 sampai 2027, tercatat bahwa luas kawasan lindung di 72

80 Kabupaten Bandung adalah ,83 Ha, sempadan sungai 1.026,66 Ha, kawasan sekitar danau dan waduk seluas 943,73 Ha, ruang terbuka hijau seluas 319,72 Ha, taman hutan raya seluas 254,6 Ha, dan luas taman buru 1.033,12 Ha seperti disajikan pada Gambar berikut: Gambar 18. Cagar Alam Kabupaten Bandung Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan memiliki sumberdaya hutan seluas ,78 Ha, terdiri dari Hutan Produksi (HP) 7.723,23 Ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) 3.755,56 Ha, Hutan Lindung (HL) ,99 Ha, dan Kawasan Konservasi seluas ,16 Ha. Sedangkan sisanya kawasan hutan di Kabupaten Bandung berada di KPH Bandung Utara seluas Ha, terdiri dari HL ha, HPT seluas 107 ha dan ha seperti yang tercantum pada Tabel SD-4 Buku 2. Memperhatikan data tersebut, sebagian besar (81,06%) sumberdaya hutan di Kabupaten Bandung memiliki fungsi lindung dan konservasi. Dilihat dari aspek pengelolaan hutan, kawasan hutan di Kabupaten Bandung seluas Ha atau sekitar 85,90 % dari luas kawasan hutan Kabupaten Bandung dikelola oleh Perum Perhutani (KPH Bandung Selatan seluas Ha, KPH Bandung Utara Ha), sedangkan sisanya seluas ,16 Ha, berupa kawasan konservasi, dikelola oleh Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jawa Barat. Akibat dari krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan yang dimulai pada tahun 1997, sumber daya hutan di Jawa Barat, termasuk di KPH Bandung Selatan dan KPH 73

81 Bandung Utara, mengalami tekanan yang sangat berat, sehingga mengalami proses degradasi fungsi secara serius, baik disebabkan oleh penjarahan, perambahan, okupasi, maupun kebakaran hutan. Pada tahun 2007, tercatat tanah kosong seluas Ha, yang tersebar di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan dan Bandung Utara, masing-masing seluas Ha dan Ha. Gangguan keamanan hutan diakibatkan oleh persoalan sosial saat ini secara bertahap mulai dapat diatasi, walaupun belum tuntas seluruhnya. Sistem pengelolaan hutan di masa lalu yang kurang melibatkan masyarakat dan terlalu sentralistik merupakan faktor penyebab utama yang perlu segera dilakukan reorientasi sebagai solusinya. Dari sisi pemantapan kawasan masih sering terjadinya gangguan keamanan berupa konflik pemantapan kawasan hutan antar pemerintah dengan masyarakat mengindikasikan adanya kelemahan internal dalam tubuh birokrasi pengelolaan hutan. IV Lahan Kritis Lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang mengalami proses kerusakan fisik, kimia dan biologi karena tidak sesuai penggunaan dan kemampuannya, yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologis, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi serta lingkungan (Efendi dan Sylviani, 1997). Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1997) telah mengklasifikasikan lahan kritis menggunakan empat parameter lahan yaitu (1) kondisi penutupan vegetasi, (2) tingkat korehan/kerapan drainase, (3) penggunaan lahan dan (4) kedalaman tanah. Lahan kritis terjadi akibat erosi oleh air hujan. Erosi sendiri diakibatkan oleh faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, kondisi tanah dan ulah manusia (Efendi dan Sylvian,1997). Berdasarkan Tabel SD-5 Buku 2, Luas lahan kritis di Kabupaten Bandung tahun 2011 menurut Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai Citarum adalah 73,154 Ha (23,02%). Kecamatan yang luas lahan kritisnya relatif besar yaitu Pangalengan, Pacet, Soreang, Pasir Jambu, Arjasari, Banjaran, Ciwidey, Cimaung, Cimenyan dan Cicalengka sedangkan yang relatif rendah yaitu Dayeuhkolot dan Rancaekek. 74

82 Gambar 19. Lahan Kritis Kabupaten Bandung Menurut Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Propinsi Jawa Barat (2009), pada tahun 2008 Kabupaten Bandung memiliki lahan kritis seluas Ha (16,69% dari wilayah Kabupaten Bandung kritis), terdiri dari di dalam kawasan hutan Negara seluas Ha dan di luar kawasan hutan (di lahan milik masyarakat) seluas Ha. Berdasarkan data tersebut, telah terjadi peningkatan luas lahan kritis sekitar Ha dalam kurun 3 tahun. IV Jenis Tanah dan Erodibilitas Sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung bergelombang, berbukit dan bergunung dan memiliki kelerengan miring sampai terjal/curam, dengan jenis tanah andosol dan latosol. Dilihat dari kepekaan terhadap erosi (erodibilitas), sebagian besar lahan di Sub DAS Cisangkuy diklasifikasikan memiliki erodibilitas mudah tererosi, dan sebagian besar (93% luas) lahan di Sub DAS Cisangkuy memiliki Tingkat Bahaya Erosi (TBE) berat sampai sangat berat. Ratarata erosi tiap tahun untuk Sub DAS Cisangkuy adalah 146,48 ton/ha/tahun. Data tersebut menunjukan bahwa kekeruhan Sungai Cisangkuy disebabkan oleh erosi yang sangat tinggi (Sub Balai RLKT Citarum-Ciliwung, Pola RLKT DAS Citarum, 2008). Berdasarkan Tabel SD-5A Buku 2 tentang Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering akibat Erosi Air, setidaknya terdapat 19 Kecamatan yang memiliki tingkat laju erosi melebihi ambang batas erosi 7-8 ton/ha/tahun. Kecamatan-kecamatana Cimenyan. Cilengkrang, 75

83 Nagrek, Ciparay, Pacet, Baleendah, memiliki tingkat erosi melebihi 300 Ton/Ha/tahun terutama untuk pertanian lahan kering. Topografi bergunung, kelerengan miring-curam dan TBE yang sedang-berat menunjukan bahwa sebagian besar tanah di Kabupaten Bandung mudah tererosi dan kehilangan air permukaan, sehingga aliran kedalam (infiltrasi) tanah kurang. Kondisi tersebut akan lebih buruk, dengan kurangnya tutupan lahan, sehingga pengisian air bawah (groundwater) juga rendah. Keadaan tersebut mengakibatkan kurang terjaminnya aliran air sepanjang tahun, terutama pada musim kemarau. Data Qmax/Qmin yang sangat besar juga menjadi indikator yang menunjukan perilaku tata air DAS Citarum (hulu) yang kurang baik/tidak. Berdasarkan hasil kajian kerusakan tanah seperti yang terdapat pada Tabel SD-5B dan SD-5C Buku 2, kerusakan tanah dengan kategori sedang ditandai oleh: jenis tanah entisols, histosol, inceptisol; curah hujan CH (mm); kelerengan 26-40% dan penggunan lahan untuk tegalan (tanaman semusim). Potensi kerusakan tanah untuk produksi biomassa kategori sedang tersebar hampir di 26 kecamatan. Mengacu pada Pedoman Teknis Penyusunan peta kerusakan tanah untuk produksi biomassa yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, diperoleh hasil bahwa potensi kerusakan tanah di wilayah Kabupaten Bandung pada kategori sedang memiliki luas mencapai 39, Ha atau berkisar 8% dari total luas wilayah untuk produksi biomassa (perkebunan, pertanian dan kehutanan) Kabupaten Bandung. 76

84 Gambar 20. Penyebab Kerusakan Lahan Kabupaten Bandung (Sumber: SLHD Kabupaten Bandung 2013) IV.7.2 Keanekaragaman Hayati Di alam, keanekaragaman hayati hidup dalam kondisi lingkungan tertentu, hasil interaksi antara jenis-jenis hayati (biotic) dengan faktor abiotik (seperti tanah, air dan udara) di lingkungan sekitarnya. Selanjutnya sistem hubungan timbal balik antara berbagai jenis hayati dengan lingkungan akan membentuk ekosistem. Berbagai keanekaragaman varietas, jenis ataupun ekosistem itu banyak memberikan manfaat pada manusia. Oleh karena itu perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar tidak punah, salah satunya dengan cara konservasi. Keanekaragaman hayati yang ada di Kabupaten Bandung merupakan kekayaan alam yang memperlihatkan berbagai jenis flora dan fauna. Potensi keanekaragaman hayati di Kabupaten Bandung dideskripsikan sebagai potensi flora dan fauna yang terdapat di wilayah perkotaan dan wilayah terbangun lainnya, serta gambaran keanekaragaman hayati di setiap cagar alam yang terdapat di Kabupaten Bandung. Jenis Spesies flora dan fauna yang berhasil diidentifikasi merupakan jenis kekayaan keanekaragaman hayati di kawasan umum/terbuka. Flora yang ada terdiri dari jenis padi dan palawija, buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias, dan jenis pohon, sementara untuk fauna terdiri dari jenis mammalia, burung, reptil dan amphibi. Jumlah spesies fauna yang diketahui tahun 2010 dan 2011 dapat diketahui pada Gambar berikut ini: 77

85 Gambar 21. Keanekaragaman Hayati Kabupaten Bandung (Sumber: SLHD Kabupaten Bandung 2013) Jenis/nama spesies yang dilindungi di Kabupaten Bandung sebanyak 16 jenis Fauna yaitu surili, lutung Jaya, landak, Elang Ruyuk, Macan Tutul, Kukang, Elang Jawa, Elang Brontok, Kucing Hutan,OwaJawa, Mencek, Tarsius, Elang Ular, Elang Hitam, Ular Sanca Bodo dan Glatik Gunung. Waringin, Gunung Ceureuh, Gunung Simpang, Gunung Puncak Walang dan daerah Bojong larang Jayanti. Daerah tersebut ditutupi oleh hutan hujan pegunungan bawah dan hutan hujan pegunungan atas. Daerah hutan hujan pegunungan bawah didominasi oleh pohonpohon dengan tinggi lebih dari 60 m, seperti Altingia excelsa, Podocarpus imbricatus, P. Amarus. Hutan hujan pegunungan atas didominasi oleh lumut dan tanaman epifit. Kawasan ini dikelilingi oleh perkebunan teh, hutan perkebunan, persawahan, dan pemukiman. Ada tiga daerah pemukiman dekat kawasan ini di sebelah utara dan timur, yaitu di Kecamatan Ciwidey, Pasirjambu, dan Pangalengan. Penduduk pada pemukiman tersebut bermata pencaharian sebagai petani, sesekali mengambil / mengumpulkan hasil hasil hutan dan berburu. Flora yang dilindungi di kawasan ini adalah : Rafflesia spp, Rhizanthes zippeli dan Nastus elegantissimus, sedangkan fauna yang dilindungi adalah : Cuon alpinus, Panthera pardus, Hylobates moloch, Presbytes aygula, Trachypithecus auratus, dan Pupisona tiluanum. 78

86 Cagar Alam Gunung Simpang Cagar Alam Gunung Simpang mempunyai luas sebesar Ha, yang terletak di 2 kabupaten yaitu Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung. Di Kabupaten Bandung terletak di Desa Sugih Mukti Kecamatan Pasir Jambu. Flora yang dilindungi di kawasan ini adalah: Pasang (Quercus blumea), Rasamala (Altingia excelsea), Puspa (Schimawalachii), Jamuju (Podocarpus imbricartus ), Saninten (Castanopsis argantea), Tebe (Slonea sigun), Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis), Kadaka (Drynaria sp.), Benalu (Diplazium esculentum), sedangkan fauna yang dilindungi adalah : Lutung (Trachypitechus auratus), Kijang (muntiacus muntjak), Surili (Prebytis), Owa (Hylobates Moloch), Elang Jawa(Spizaetus bartelsii), Macan Tutul (Panthera pardus), Ular Cobra (Naja Sputatrik), dan Ular Sanca (Phyton reticulatus). Cagar Alam Situ Patengan Cagar Alam (CA) dan Taman Wisata Alam (TWA) Telaga Patengan mempunyai luas sebesar 86,18 Ha (TWA = 65 Ha, CA = 21,15 Ha) dan terletak di Desa Rancabali Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung. Flora yang dilindungi di kawasan ini adalah : Kihiur (Castanea javanica), Puspa (Schima noronhae), Pasang (Quercus sp.), Baros (Michelle velutina), Kitambaga (Eugenia cuprea), Huru (Litsea sp), Jamuju (Podocarpus imbricatus), Saninten (Castanopsis argantea) dan Beunying (Ficus Fistulosa), Rasamala (Altingiaexcalsa), Sulibra (Chincona sp). Tumbuhan bawah: Rotan (Calamus sp), Anggrek, benalu, Hata, Jotang, Kadaka, sedangkan fauna yang dilindungi adalah : Surili (Presbytis comata), Lutung (Trachyphitecus auratus), Macan Kumbang (Panthera pardus), Mencek (Muntiacus Muntjak), Babi Hutan (Sus vitasus), Bajing (Sciurus vulgaris), Ayam Hutan (Gallus gallus varius), Burung Tulung Tumpuk (Megalaema corvina), Burung Kipas (Rhidipura javanica). Taman Wisata Alam Kamojang Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 170/Kpts/Um/3/1979, tanggal hutan pegunungan seluas 8000 Ha ditunjuk sebagai Cagar Alam seluas Ha dan Taman Wisata Alam Seluas 500 Ha. Kemudian dengan surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 110/Kpts-11/90 tanggal 14 Maret 1990, CA dan TWA Kamojang ditetapkan seluas Ha (CA Ha). Menurut administrasi pemerintahan kawasan konservasi Kamojang terletak dalam dua wilayah yaitu termasuk wilayah Desa Cibeet Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung dan termasuk wilayah Desa Randukurung Kecamatan Samarang Kabupaten Garut. Kondisi 79

87 Topografi secara umum bergelombang dengan ketinggian antara meter diatas permukaan laut. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklimnya termasuk tipe iklim B dengan ratarata Curah Hujan per tahun mm. Vegetasi Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kamojang termasuk tipe hutan hujan tropik pegunungan dengan floranya terdiri dari jenis jenis pohon dan liana serta epiphyte. Jenisjenis pohon yang banyak terdapat adalah: Jamuju (Podocarpus imbricatus), Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanopsis tungurut), Pasang (Quercus Vaccinium sp), dan jenis liana dan epiphyte adalah Rotan (Calamus sp), Seuseureuhan (Piper aduncum), Pungpurutan (urena lobata), Hangosa (Amoemun dealatum), Kandaka (Dryanaria sp), Benalu (Diplazium esculenteum), Meranti Merah (Shorea sp), dan lain lain. Satwa Liar yang ada dikawasan ini antara lain: Babi Hutan (Sus vitatus), Kijang (Muntiacus muntjak). Macan Tutul (Panthera pardus), Musang (Paradoxurus hertnaproditus), Trenggiling (Manis Javanicus), Surili (Presbytis comata), Lutung (Trachypithecus auratus), Ayam hutan (Gallus guilus), Burung Belibis (Anas sp), Burung Kuntul (Egretta sp) dan lain lain. Juga terdapat beberapa jenis ikan di sungai-sungai sekitarnya. Berdasarkan Tabel SD-10 Buku 2, terdapat beberapa fauna yang dilindungi dalam kondisi terancam seperti surili, lutung Jawa, macan tutul, Owa Jawa dll. Sedangkan beberapa spesies yang lain dalam kondisi yang belum /tidak terancam seperti babi hutan, bajing, dan trenggiling. Sementara itu komdisi flora di Kabupaten Bandung yang dilindungi masih dalam kondisi berlompah seperti Huru koneng/lisea Argulata, Sonokeling/Dalbergia latifolia. Fauna dalam kondisi endimik yang terdapat di Kabupaten Bandung antara lain adalah Kiputri/Podocarpus neriifolius, Kingkilaban/Mussaendra frondosa, Jajagoan/Panicum repens, dan lain-lain (Sumber: SLHD Kabupaten Bandung 2013). IV.7.3 Air Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui kualitasnya melalui suatu fenomena alam yang dikenal sebagai SIKLUS HIDROLOGI. Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi ( Siklus hidrologi merupakan fenomena alam yang menyebabkan jumlah air didunia ini secara kuantitas tetap. Siklus hidrologi menyebabkan dikenalnya beberapa sumber air baku di antaranya: air angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah (dangkal atau dalam). Status air 80

88 sebagai benda bebas, saat ini telah berubah menjadi benda ekonomis, berubah lagi menjadi benda politis, dan akhirnya menjadi benda strategis. Muncul kasus-kasus kompetisi akan air, menyangkut pemanfaatan sumber daya air pada suatu wilayah. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyebutkan bahwa konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air. Konservasi sumber daya air tersebut dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai. Ada dua hal yang ditekankan pada pengelolaan sumber daya air yaitu hal yang menyangkut kuantitas air serta kualitas air pada sumber-sumber air. IV Sungai Sumber air permukaan utama di wilayah Kabupaten Bandung adalah Sungai Citarum. Sungai Citarum merupakan sungai utama terbesar dan paling panjang di wilayah Provinsi Jawa Barat serta penting dan strategis secara nasional. Hal ini dikarenakan Sungai Citarum sejak lama telah dimanfaatkan untuk berbagai aspek kehidupan seperti irigasi pertanian, rumah tangga, budidaya perikanan, kegiatan industri, pengembangan pariwisata dan air baku air bersih, serta pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yaitu Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Jatiluhur (Waduk Ir. H. Juanda) yang dapat menghasilkan energi listrik sekira 1825 MW untuk sistem kelistrikan Jawa dan Bali. Segmen sungai Citarum hulu, yang memanjang dari mata air Cisanti di Gunung Wayang sampai Nanjung terletak di wilayah administrasi Kabupaten Bandung Kuantitas air pada DAS Citarum, akan dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat di sekitarnya baik berupa aktivitas domestik maupun non-domestik yang dapat berdampak terhadap sistem neraca air (water balance) DAS. Salah satu hal penting menyangkut kuantitas adalah upaya pengawetan air yang ditujukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya. Meskipun sungai Citarum dan sebagian besar anak sungainya sering menyebabkan banjir sewaktu musim hujan, debit sungai selama musim kering sangat rendah dan tingkat pencemarannya sangat tinggi, terutama induk Sungai Citarum Hulu. Tingkat pemanfaatan sumber daya air Sungai Citarum dan anak-anak sungainya juga sangat tinggi, sehingga perlindungan dan pengaturan pemanfaatan airnya masih memerlukan peningkatan, terutama aspek pengelolaan kualitas air mengingat debit air di musim kemarau sangat rendah. 81

89 Data pada tahun 2008 menunjukkan kondisi iklim yang lebih kering yang disertai juga DAS yang rusak sehingga debit air telah menurun secara drastis. Mengingat daya tampung beban pencemaran air dan daya dukung lingkungan berbasiskan debit andalan pada musim kemarau maka kondisi tahun 2008 menunjukkan penurunan daya tampung dan daya dukungnya. BPLH Kabupaten Bandung pada tahun 2009 telah melakukan kajian terhadap Sumber Pencemar dan Daya Dukung Sungai Citarum yang dilakukan oleh BPLH pada tahun 2009 menghasilkan kesimpulan bahwa daya tampung beban pencemaran pada anak-anak Sungai Citarum di wilayah Kabupaten Bandung sudah terlampaui, sehingga secara keseluruhan diperlukan penurunan beban pencemaran (dengan menggunakan parameter BOD) berturutturut dari sumber penduduk 86%, industri 95%, peternakan. Pada tahun 2012 Pemerintah Kabupaten Bandung melakukan Inventari sungai dan Pemantauan kualitas air yang menjadi prioritas, antara lain terhadap anak-anak Sungai Citarum seperti skema pada Gambar 2.6, Lokasi yang menjadi titik sampling pemantauan kualitas air sungai berjumlah 75 buah, sama dengan jumlah lokasi sampling tahun 2010 dan Lokasi titik sampling yang dimaksud berikut koordinatnya, dapat dilihat pada Tabel SD- 13A Buku 2. Berdasarkan Tabel SD-11 Buku 2, dari 75 lokasi yang disampling, titik sampling Cisangkuy Hilir sebelum Citarum memiliki debit maksimum paling besar mencapai 24,46m3/detik dengan debit minimumnya 6,23 m3/detik, sementara debit maksimum paling kecil terdapat pada titik sampling Ciburial dengan debit minimum 0,11 m3/detik. Fluktuasi debit maksimum dan minimum paling besar terdapat pada titik lokasi sampling Citarik Hulu sebelum Cimande dan Citarik Hilir karena saat maksimum memiliki debit 6,5 m3/detik namun saat minimum tidak ada aliran air. Fluktuasi debit maksimum dan minimum terkecil terdapat pada titik sampling Cisangkuy Cimaung yang nilainya 1,03. Semakin besar fluktuasi debit saat maksimum dan minimum bisa menunjukkan tingkat kekritisan air sungai tersebut dan sebaliknya semakin mendekati angka 1, maka kondisi debit sungai bisa dikatakan stabil. Berdasarkan Tabel SD-13 Buku 2, kualitas air anak-anak Sungai Citarum pada pengukuran tahun 2012 menunjukkan kadar BOD yang bervariasi. Lokasi dengan kadar BOD tertinggi adalah S. Cibeureum (508 mg/l), S. Citalugtug Hilir (446 mg/l), S. Cibogo (411 mg/l), S. Dunguslembu (403 mg/l), S. Cikijing Hilir (338 mg/l), dan S. Cicangri (320 mg/l). Kadar BOD dari 6 lokasi tersebut mempunyai nilai kali lebih besar dari Baku Mutu Air Kelas II untuk BOD yaitu 3 mg/l, berdasarkan PP No 82 Tahun Sedangkan lokasi dengan kadar COD tertinggi adalah S. Citalugtug Hilir (797 mg/l), S. Cibeureum (640 mg/l), S. Cibogo (565 mg/l), S. Dunguslembu (505 m/l), S. Cicangri (470 mg/l), S. Cimahi Hilir (440 mg/l), S. Cimuka (410 mg/l), dan S. Cipadaulun setelah Cikacembang (405 mg/l). 82

90 Kadar COD dari 8 lokasi tersebut bernilai kali lebih besar dari Baku Mutu COD Kelas II, yaitu 25 mg/l, berdasarkan PP No 82 Tahun Adapun nilai DO (oksigen terlarut) nol berada di titik sampling Saluran Sasak Benjol, S. Citarik Hilir, S. Citarik Hulu sebelum Cimande, S. Cikeruh Hulu, S. Cimande Hilir, S. Cikijing Hilir, S. Cisaranten Hulir, S. Cipamokolan Hilir, S. Cisangkuy setelah Citalugtug, S. Cisangkuy Hulu Kamasan, S. Citaliktik, dan S. Cibatur. Indikator fecal coliform, yang merupakan indikator tercemarnya air limbah oleh tinja atau pencemaran dari air limbah domestik, relative tertinggi adalah (dalam jumlah/100 ml) S. Cicurugdogdog Hilir ( ), Cigondewah Hilir ( ), S. Cikijing Hilir ( ), S. Cipalasari Hilir ( ), S. Cimahi Hilir ( ), S. Cisangkuy setelah Citalugtug ( ), S. Citaliktik ( ), S. Pejaten ( ), S. Cinyiruan ( ), dan S. Cikeruh Hulu ( ). Sungai-sungai tersebut umumnya berlokasi pada wilayah padat penduduk. Selain itu kadar fenol dan Timbal (Pb) seluruh lokasi relative tingggi melebihi Kriteria Kualitas Air Sungai Klasifikasi Kelas II, PP No 82 Tahun IV Status Mutu Air Klasifikasi kualitas air pada PP 82/2001 berdasarkan jenis pemanfaatan air, yaitu sebagai berikut : a) Kelas satu: air baku air minum, dan peruntukkan lain dengan syarat kualitas yang sama. b) Kelas dua: prasaran/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pertanaman, dan peruntukkan lain dengan syarat kualitas yang sama. c) Kelas tiga: pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pertanaman, dan peruntukkan lain dengan syarat kualitas yang sama. d) Kelas empat: mengairi pertanaman dan peruntukkan lain dengan syarat kualitas yang sama. Berdasarkan Tabel DS-13B Buku 2, Status Mutu anak-anak Sungai Citarum yang dilakukan tahun 2012 terhadap 75 lokasi anak-anak Sungai Citarum (masing-masing 3x pengambilan sampel dalam setahun), menunjukkan status cemar sedang sampai dengan cemar berat yaitu : 5 lokasi (7%) berstatus cemar sedang, yaitu di Situ Cisanti (Ds. Tarumajaya Kec. Kertasari), S. Cilebak (Ds. Nagrak Kec. Pacet), S. Cikaro Hilir (Ds. Talun Kec. Ibun), S. Cisarua setelah Citiis (Ds. Pulosari Kec. Pangalengan), dan S. Ciwidey Leurikuray (Ds. Kopo Kec. Soreang). Semua lokasi dengan status mutu cemar sedang terletak di hulu S. Citarum. 83

91 70 lokasi sisanya (93%) berstatus cemar berat. Adapun nilai Storet terendah (lokasi paling tercemar) adalah S. Cisuminta Hilir (-123), S. Cibogo (-111),S. Cikacembang Hilir (-110), S. Cijawura Hilir (-109), S. Cibaligo Hilir (-107), S. Dunguslembu (-106), Saluran Sasak Benjol (-106), S. Cimande Hilir (-105), S. Cipadaulun setelah Cikacembang (-105), S. Cicangri (-105), S. Citepus Hilir (- 104), S. Cimahi Hilir (-104), S. Cikijing Hilir (-104), dan S. Cipalasari Hilir (- 102). S. Cisuminta Hilir, S. Cikacembang Hilir, S. Cibaligo Hilir, Saluran sasak Benjol, S. Cipadaulun setelah Cikacembang, S. Cikijing Hilir, dan S. Cipalasari Hilir merupakan penerima air limbah industry. S. Cibaligo Hilir merupakan badan air penerima limbah industri dari Kota Cimahi dan S. Citarik Hilir merupakan badan air penerima limbah industri Kabupaten Sumedang. Status Mutu anak sungai Citarum tahun 2012 apabila dibandingkan terhadap Status mutu tahun 2011 menunjukkan perbaikan kualitas air. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2012 proporsi status cemar berat adalah 97% sedangkan pada tahun 2011 seluruh lokasi (100%) mempunyai status cemar berat. Dari hasil pengujian kualitas anak-anak S. Citarum berdasarkan Tabel 13.C Buku 2, menghasilkan rekomendasi sebagai berikut: Cemar berat pada anak-anak Sungai Citarum bagian hulu umumnya disebabkan oleh tingginya parameter total coli dan atau fekal coliform. Hal ini menunjukkan bahwa air limbah domestik dan peternakan merupakan sumber pencemar utama dan harus dilakukan intervensi terhadap pembangunan IPAL domestik atau IPLT (Instalasi Pengolahan Limbah Tinja) dan pengolahan air limbah peternakan. Nilai storet paling rendah atau pencemaran paling tinggi didominasi oleh anak-anak S. Citarum pada zona-zona industri atau yang menerima air limbah industry. Hal ini menggambarkan bahwa prioritas pembinaan dan pengawasan usaha/kegiatan industri di wilayah Kabupaten Bandung adalah di Kecamatan Majalaya dan Kecamatan Dayeuhkolot, dan diperlukannya koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang untuk pengendalian pencemaran air limbah industri di wilayah Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang yang masuk ke Kabupaten Bandung (Sumber: SLHD Kebupaten Bandung 2013). 84

92 IV Danau/Situ Di Kabupaten Bandung terdapat 5 buah Situ besar dimana Situ paling luas adalah Situ Cileuncak yaitu 180 Ha dan Situ paling kecil adalah Situ Cisanti, 8,6 Ha. Berdasarkan Tabel SD- 12 Buku 2, kapasitas Situ Cileuncak adalah m3, setengah kali dari kapasitas Situ Cipanunjang yang luasnya hanya 60 Ha. Gambar 22. Luas Danau Kabupaten Bandung (Sumber: SLHD Kabupaten Bandung 2013) Danau yang dipantau secara rutin oleh Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung adalah Danau/Situ Cisanti yang merupakan hulu dari Sungai Citarum. Hasil pemantauan kualitas air yang dilakukan pada bulan Mei,Juli dan bulan Oktober tahun 2012 tercantum pada Tabel SD-14 Buku 2. Kualitas air situ Cisanti masih memenuhi Baku Mutu Air Kelas II dimana derajat keasaman berkisar antara 7,40 7, 84, relatif masih segar yang ditunjukkan kadar oksigen terlarut (DO) diatas 3,0 mg/l, kadar BOD berkisar antara 1 3 mg/l dan Kadar COD berkisar 3 7mg/l kecuali fenol diatas Kriteria PPRI No.82/2001 Kelas II. Berdasarkan hasil pemantauan terlihat bahwa kualitas air Danau Cisanti masih memenuhi baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air mengenai Kriteria Mutu Air Kelas 1 air baku air minum, dan peruntukkan lain dengan syarat kualitas yang sama (Sumber: SLHD Kebupaten Bandung 2013). IV Kualitas dan Kuantitas Air Sumur Kualitas air tanah sangat tergantung kepada komposisi kimia batuan pembentuk akuifer, yang dilarutkan selama air tanah mengalir, serta pencemaran yang terjadi di 85

93 sekitarnya. Unsur kimia batuan sangat tergantung kepada batuan asal dan proses terjadinya batuan tersebut. Sampai kedalaman 40 m dari permukaan tanah yang ditutupi batuan hasil Endapan Danau Bandung Purba, umumnya mengandung kadar besi (Fe) dan Mangan (Mn) tinggi. Kadar kimia air pada air tanah ini, terlihat pada air tanah sumur penduduk cukup tinggi dan melebihi batas ambang untuk air minum yang distandarkan oleh Departemen Kesehatan, seperti air berwarna kuning dan bau besi. Lokasi yang mempunyai kualitas ini terutama tersebar di daerah Banjaran, Majalaya dan Cicalengka seperti terlihat pada Gambar 13. Pada daerah yang ditutupi oleh batuan hasil kegiatan gunung api, seperti di daerah bagian selatan Bandung serta pada akuifer yang kedalamannya lebih dari 40 m umumnya baik dan memenuhi standar untuk keperluan air minum dan mandi. Pencemaran lingkungan, terutama perairan, sangat cepat pengaruhnya terutama terhadap kualitas air tanah dangkal. Sumber utama pencemaran berasal dari limbah industri dan rumah tangga seperti tinja (tangki septik). Di daerah pemukiman sampel, semua air yang berasal dari sumur gali dan sumur pasak sudah tercemar bakteri coli tinja dengan konsentrasi ada yang mencapai 5400 JPT/100 ml seperti pada Tabel SD-15 Buku 2.. Sementara Permenkes No 907 tahun 2010 tentang Kualitas Air Minum dan Air Bersih mensyaratkan air minum tidak mengandung bakteri coli jenis apapun. Penyebab utama hal ini karena kondisi sanitasi yang kurang baik. Berdasarkan penelitian WHO, bakteri coli tersebut akan mati jika sudah mengalir dalam tanah minimal dengan jarak 10 m. Oleh karenanya disarankan pembuatan sumur sumur yang baik harus berjarak minimal 10 m dari septic tank dan tempat pembuangan air kotor. Hasil pemeriksaan kualitas air sumur pada 5 (lima) lokasi yang terdapat di Kabupaten Bandung pada tahun 2012 menunjukkan bahwa kualitas air pada kelima titik tersebut masih sesuai dengan baku mutu yang disyaratkan dan hanya satu titik yang kualitas air sumurnya mengandung sulfatyang melebihi standar. Secara topografi Kawasan Bandung Raya membentuk satu cekungan, akan tetapi jika ditinjau dari keberadaan air tanahnya, di dalam cekungan tersebut terbagi menjadi tiga cekungan air tanah (CAT), yaitu CAT Bandung-Soreang yang terhampar di Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Sumedang, CAT Lembang dan CAT Batujajar keduanya berada di Kabupaten Bandung Barat. Potensi ketiga CAT tersebut adalah sebesar juta m3/tahun yang terdiri dari juta m3/tahun berada pada akuifer tidak tertekan, atau lebih populer sebutan dilingkungan masyarakat sebagai air tanah dangkal dan 86

94 hanya 134 juta m3/tahun berada pada akuifer tertekan, atau lebih populer dengan sebutan air tanah dalam. Air tanah dangkal di kawasan Bandung umumnya berada pada kedalaman kurang dari 40 meter dari permukaan tanah. Akuifer air tanah ini bersifat tidak tertekan, sangat mudah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan setempat, karena antara air tanah pada akuifer dan air yang ada dipermukaan tanah tidak dipisahkan oleh lapisan batuan yang kedap (tidak tembus air). Jika terjadi hujan, air yang meresap ke dalam tanah akan langsung menambah air tanah ini. Perubahan air tanah ini akan terlihat jelas pada sumur gali, dimana pada musim hujan muka air tanah selalu lebih dangkal dari pada muka air tanah pada musim kemarau. Selain itu air tanah ini mudah terkontaminasi kotoran, terlebih kotoran yang berasal dari tangki septik di daerah padat penduduk. Air tanah dalam berada pada akuifer dengan kedalaman antara m dan di bawah 150 m. Akuifer ini bersifat tertekan, dan tidak dipengaruhi oleh kondisi air permukaan setempat karena antara air tanah pada akuifer dan air yang ada dipermukaan tanah dipisahkan oleh lapisan batuan yang kedap. Air tanah ini mengalir dari daerah resapannya di daerah yang bertopografi ringgi, sekitar Gunung Takuban Perahu, Dago Atas, Ciwidey, Pangalengan, Gunung Malabar, dan sebagian kecil dari timur Cicalengka. Perubahan kondisi air tanah pada musim hujan dan pada musim kemarau tidak terlihat. Pengambilan air tanah bisa diakukan dengan beberapa cara dan yang paling populer antara lain pengeboran, pembuatan sumur gali, dan penurapan mata air. Berdasarkan catatan laju peningkatan pengambilan air tanah dengan cara pengeboran selaras dengan laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri di Kabupaten Bandung, seperti pada Gambar Mulai tahun delapan puluhan sampai tahun 1997 baik jumlah sumur bor maupun volume pengambilan meningkat pesat, sedangkan pada tahun 1997 volume pengambilan mengalami penurunan, akibat terjadinya resesi ekonomi, dan setelah tahun 1998 mulai meningkat mengikuti semakin stabilnya perekonomian, dan pengambilan pada tahun 2005 mencapai sekitar 51,4 juta m3/tahun. Pengambilan ini lebih dominan dan diperkirakan 90 % atau sekitar 46 juta m3/tahun untuk memenuhi kebutuhan industri. Jika dilihat dari kebutuhan, industri memerlukan air bersih sekitar 132 juta m3/tahun, dan kenyataan di lapangan sekitar 80% keperluan air bersih berasal dan mengambil dari air tanah, atau sekitar 105 juta m3/tahun berasal dari air tanah. Hal ini menjadi perhatian dari pengelola, berarti sekitar 60 juta m3/tahun perlu diteliti bagaimana cara industri mendapatkan air tanah. 87

95 Sejalan dengan perkembangan penduduk dan industri, sementara pada sisi lain kemampuan pasokan PDAM sangat rendah, pengambilan air tanah dipastikan akan terus meningkat. Hal ini menjadi dilematis, karena untuk pemenuhan kebutuhan ini terjadi pengambilan air tanah secara besar besaran di beberapa tempat tidak terkendali lagi. Dampak negatif yang timbul adalah terjadinya perubahan lingkungan ; muka air tanah semakin dalam sehingga untuk mendapatkan air tanah semakin sulit dan mahal biayanya, terjadinya pencemaran air tanah terutama pada air tanah dangkal, serta terjadinya penurunan muka tanah (landsubsidence). Gambar 23. Penurunan Kualitas Air Tanah Kabupaten Bandung (Sumber: PUSAIR Provinsi Jawa Barat 2008) Perlu juga mendapat perhatian dari pengguna air tanah, air tanah tidak boleh semua diambil atau dikuras dari akuifer yang ada dan yang aman hanya sekitar 30 sampai 40% dari potensi 88

96 yang ada sedangkan yang lainnya harus dipertahankan di dalam tanah sebagai penyeimbang lingkungan. IV.7.4 Udara Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada suhu, tekanan udara dan lingkungan di sekitarnya. Udara yang merupakan bagian dari atmosfir bumi ini memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dalam udara terdapat oksigen yang berguna dalam proses respirasi semua mahluk hidup baik manusia, hewan dan tumbuhan, sedangkan karbon dioksida (CO2) bermanfaat untuk proses fotosintesis tumbuhan berhijau daun. Udara bersih dan kering kira-kira terdiri dari 78,09% volum Nitrogen, 21,94% Oksigen, 0,93% Argon, dan 0,0325 Karbondioksida. Sementara gasgas lain menempati porsi yang sangat kecil dalam susunan udara. Apabila susunan udara mengalami perubahan dari susunan keadaan normal seperti tersebut di atas dan kemudian mengganggu kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, material dan udara itu sendiri berarti udara tersebut telah tercemar. Untuk mengetahui bagaimana kualitas udara yang ada, maka perlu dilakukan pemantauan terhadap udara ambient, yang hasilnya harus dibandingkan dengan suatu Baku Mutu udara untuik mengetahui apakah kondisinya tercemar atau tidak. IV Kualitas Udara Ambient Berbagai bentuk penurunan daya dukung lingkungan yang terjadi seiring dengan perkembangan aktivitas perkotaan, diantaranya tercermin dari penurunan kualitas udara.. Sumber pencemaran udara yang berdampak negatif pada kualitas udara ambien dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: a) Sumber tetap yang berasal dari kegiatan proses industry pengolahan dan konsumsi bahan bakar dari industri dan rumah tangga. Emisi gas berasal dari limbah gas dari industri yang membuang polutan melalui cerobong secara langsung tanpa diolah terle bih dulu, termasuk dari boiler dan genset. Tingkat pencemaran gas emisi tersebut tergantung pada jenis bahan bakarnya, diantaranya berupa BBM, batubara dan sumber energi lainnya. b) Sumber tetap spesifik yang berasal dari kegiatan pembakaran sampah, atau dari timbunan sampah di TPA yang terbakar. Potensi terbentuknya gas metan dari satu ton sampah organik sebesar liter. Hal ini menjadi potensi sumber kebakaran di TPA, jika 89

97 sampah organik tersebut tidak diolah atau jika gas metan tidak ditampung serta dimanfaatkan. c) Sumber bergerak yang berasal dari hasil pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor. Sumber pencemaran udara tipe ini bertambah terus karena peningkatan jumlah kendaraan di Kota Tangerang baik kendaran beroda empat maupun kendaraan beroda dua. d) Sumber bergerak spesifik yang berasal dari hasil pembakaran bahan bakar kereta api, pesawat terbang dan alat berat. Seiring dengan terjadinya pengalihan pemakaian bahan bakar minyak (solar, atau residu/ido) menjadi batubara pada hampir 135 kegiatan/usaha (BPLH, 2012), diperkirakan parameter pencemar udara dominan selanjutnya akan berubah. Jenis emisi gas buang dari pembakaran bahan bakar batubara adalah SO 2, NO 2, dan partikulat berupa fly ash dan bottom ash (Suprapto, 2006). Namun demikian, berdasarkan pengukuran tahun 2012, hanya parameter TSP yang melebihi baku mutu pada 2 lokasi di zone industri di mana batubara digunakan secara intensif, yaitu pada site dan downwind zona industri Majalaya. Parameter TSP tersebut diduga berasal dari kegiatan transportasi dan abu batubara. Pada 2 lokasi lainnya, yaitu site dan downwind TPA Babakan parameter TSP juga melebihi baku mutu yang diduga berasal dari kegiatan bongkar muat sampah dan kegiatan transportasi truk keluar masuk lokasi penimbunan. IV Kualitas Emisi Cerobong Industri Di Kabupaten Bandung, Menurut data BPLH (2012) terdapat 135 industri pengguna batubara sebagai bahan bakar serta 39 industri yang menggunakan bahan bakar lain seperti solar, IDO (residu), biomassa, dan LNG (gas) yang berpotensi menimbulkan pencemaran udara.. Emisi gas dari Industri-industri tersebut pada umumnya memiliki konsentrasi pencemar di bawah baku mutu udara emisi berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Ketel Uap (Lampiran IV BME Sumber Tidak Bergerak bagi ketel Uap yang Menggunakan Bahan Bakar Batubara) Tabel SD-16A Buku 2, memperlihatkan rentang hasil pengujian kualitas udara emisi cerobong dari beberapa industri yang menggunakan bahan bakar batubara yang dilakukan secara swa-pantau. Parameter parameter yang tidak memenuhi baku mutu kualitas udara ambient industri adalah parameter SO 2, TSP, dan kebisingan. Hal ini diduga terjadi sebagai akibat dari penggunaan batubara sebagai bahan bakar boiler di sebagian besar industri di wilayah 90

98 Kabupaten Bandung. Abu batubara dihasilkan dari proses pembakaran di boiler diduga menyebabkan tingginya parameter TSP di lokasi sekitar industry IV Kualitas Emisi Kendaraan Bermotor Pemerintah Kabupaten Bandung melalui BPLH telah melakukan Pengujian kualitas emisi kendaraan bermotor dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Tahun 2012 bertempat di depan Kantor BPLH. Kendaraan yang diuji sebanyak 70 kendaraan, terdiri dari 60 kendaraan berbahan bakar bensin dan 10 berbahan bakar solar, sebagian besar merupakan kendaraan dinas. Hasil pengujian menunjukkan semua kendaraan berbahan bakar bensin memenuhi baku mutu, sementara dari kendaraan berbahan bakar solar sebanyak 4 buah (33,3%) kendaraan tidak memenuhi baku mutu; sehingga secara keseluruhan dari 70 kendaraan yang diuji, 94,3% diantaranya memenuhi baku mutu. IV Hujan Asam Hujan asam atau deposisi asam basah merupakan salah satu mekanisme deposisi asam (penghilangan senyawa asam) dari atmosfir, selain deposisi asam kering. Deposisi asam sudah terjadi sejak mulainya Revolusi Industri dan merupakan fenomena transport jarak jauh karena efek hujan asam bisa terjadi sangat jauh dari sumber senyawa asam tersebut. Istilah hujan asam dipakai oleh ahli kimia pada abad ke-19 yang mencatat bahwa bangunan dan gedung-gedung di daerah aktivitas industri tinggi rusak karena hujan. Pencemar udara yang berkontribusi menyebabkan hujan asam (precursor asam) adalah SO2 dan NOx. Di atmosfir, bila kedua gas ini bereaksi dengan air (H2O) akan berubah menjadi H2SO4 dan HNO3 yang merupakan senyawa asam. Berdasarkan hasil pemantauan air hujan tahun 2012 seperti yang terdapat pada Tabel SD-17 Buku 2, diketahui bahwa air hujan di Kabupaten Bandung memiliki nilai ph 5,77 dan ini masih tergolong normal, karena ph air hujannya masih lebih besar dari 5,6. Gambar 2.40 menunjukkan Tingkat keasaman air hujan di Kabupaten Bandung berdasarkan pemantauan tahun Berdasarkan Gambar 2.40 tersebut terlihat telah terjadi penurunan nilai ph dari 7,31 pada tahun 2008 menjadi 6,50 pada tahun 2009 dan 6,29 pada tahun 2010 serta 5,77 pada tahun 2012 (Tahun 2011 tidak terdapat data pementauan kualitas air hujan). Hal ini memperihatkan bahwa telah terjadi potensi hujan asam yang harus diwaspadai (Sumber: SLHD Kabupaten Bandung 2013). 91

99 IV.8 Tekanan Terhadap Lingkungan Tekanan terhadap lingkungan terjadi karena meningkatnya aktivitas manusia yang ditunjang oleh sumberdaya alam dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Aktivitas manusia menciptakan aliran polutan, sampah/limbah, dan energi yang masuk kembali ke lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan kemerosotan dan degradasi lingkungan yang pada akhirnya mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan manusia itu sendiri. Kegiatan transportasi, industri, pertanian, peternakan,pertambangan, pariwisata, kehutanan, dan urbanisasi merupakan jenis aktivitas yang menggambarkan tekanan dari kegiatan manusia terhadap lingkungan dan sumberdaya alam. IV.8.1 Kependudukan Dari sisi demografis, jumlah penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 2013 sebanyak jiwa (Data Pokok Perencanaan Pembangunan tahun 2013), terdiri dari laki-laki sebanyak jiwa (50,14%) dan perempuan sebanyak jiwa (49,86%). Jumlah ini meningkat 1,93% dibandingkan tahun 2012, dimana pada tahun 2012 jumlah penduduk Kabupaten Bandung mencapai jiwa (Suseda tahun 2012), terdiri dari laki-laki sebanyak jiwa (50,84%) dan perempuan sebanyak jiwa (49,16%).Jika dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur pada tahun 2012, jumlah penduduk kelompok umur produktif (15-64 tahun) mencapai 65,73%, jumlah penduduk kelompok umur muda (0-14 tahun) mencapai 29,80% dan jumlah penduduk kelompok umur tua (65 tahun ke atas) mencapai 4,47%. Dari jumlah penduduk tersebut di atas, terdapat angka beban ketergantungan (dependency ratio) sebesar 52,13% pada tahun 2012, ini artinya pada setiap 100 penduduk produktif harus menanggung 52 orang penduduk tidak produktif. Jika dibandingkan dengan tahun 2011, dependency ratio pada tahun 2012 mengalami perbaikan sebesar 1,04%. Angka Ketergantungan (dependency ratio) ini diharapkan dapat diturunkan pada tahun-tahun mendatang, melalui peningkatan program keluarga berencana sehingga dapat meningkatkan daya saing dan sumber daya manusia masyarakat Kabupaten Bandung.Berdasarkan Dapokrenbang tahun 2013, jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) pada tahun 2013 sebanyak jiwa dan jumlah penduduk Kabupaten Bandung tahun 2013 sebanyak jiwa yang berarti angka beban ketergantungan (dependency ratio) sebesar 41,4%. Hal ini menunjukkan pada setiap 100 penduduk produktif ±41 penduduk yang tidak produktif. Dibanding tahun 2012 mengalami perbaikan yang cukup besar yaitu sebanyak 10,73%. Sementara itu, perkembangan proporsi penduduk usia produktif di Kabupaten 92

100 Bandung cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 proporsi penduduk usia tahun mencapai 65,73% meningkat sebesar 0,44 dari tahun 2011 sebesar 65,29%. 93

101 Tabel 10. Data Kepedudukan Kabupaten Bandung No Kelompok Umur (thn) Jenis Kelamin Jumlah % Jenis Kelamin Jumlah % Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Jumlah % 1. Muda (0-14) , Produktif (15-64) , Tua (65+) , , 47 Jumlah % 50,98 49, ,14 49,86% 100 LPP (%) 2,64 1,55% 1,93% Dependency Ratio (%) 53,17 52,13 41,4 Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) Sumber : BPS Kabupaten Bandung, DAPOKRENBANG Tahun

102 Gambar 24. Kependudukan Kabupaten Bandung Komposisi usia produktif menurut jenis kelamin pada tahun 2012, digambarkan dalam diagram piramida berikut ini: Gambar 25. Piramida Penduduk Kabupaten Bandung Secara perbandingan wilayah, Kabupaten Bandung memiliki potensi wilayah dengan luas mencapai ,67 ha atau 1.762,39 km 2, sehingga rata-rata kepadatan penduduknya adalah jiwa/km 2. Artinya secara rata-rata terdapat orang yang menghuni 1 km 2 daerah. Bila dibandingkan dengan tahun 2011, kepadatan penduduk tahun 2012 meningkat sebesar 29 jiwa/km 2. Kenaikan setiap tahun bertambah seiring dengan pertambahan penduduk yang besar setiap tahun dengan LPP sebesar 1,55%, dengan asumsi jumlah lahan tidak berubah. 95

103 IV.8.2 Pemukiman Kondisi permukiman pada suatu wilayah akan bergantung pada beberapa faktor yang meliputi: kondisi topografi; kegiatan komunitas manusia; tingkat kepadatan penduduk; kemampuan ekonomi dan lain-lain. Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat berdampak pada tingginya kebutuhan akan permukiman. Alih fungsi lahan menjadi lahan permukiman umumnya terjadi pada daerah perkotaan. Pembangunan permukiman yang dilakukan tanpa memperhatikan faktor lingkungan akan menimbulkan gangguan pada salah satu atau beberapa komponen lingkungan. Hal ini pada akhirnya dapat menganggu fungsi ekosistem secara keseluruhan. Berbagai permasalahan lingkungan yang dapat muncul pada sektor permukiman adalah: Permasalahan alih fungsi lahan menjadi permukiman termasuk perizinan yang terkait dengan ruang (izin tinggal tidak resmi/ illegal occupancy). Permasalahan kesehatan lingkungan pada suatu permukiman yang menyangkut fasilitas sanitasi serta utilitas permukiman. Permintaan yang tinggi akan tempat tinggal dan tidak diiringi dengan ketersediaan lahan yang mencukupi, menyebabkan harga tanah dan rumah semakin tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah, Hal ini menjadi salah satu alasan penggunaan kawasan sempadan sungai sebagai kawasan pemukiman, yang menurut peraturan perundangan yang berlaku, terlarang untuk didirikan bangunan. Kecamatan Beleendah dan Kutawaringin mempunyai areal bantaran sungai terluas dibandingkan kecamatan lainnya (BPN,2011). Sungai yang seharusnya dilindungi oleh sempadan sungai, ditekan oleh adanya permukiman di bantaran sungai. Fungsi sungai untuk menjaga keseimbangan tata hidrolis, serta sebagai saluran drainase mayor menjadi terganggu. Selain itu kualitas sungai akan beresiko terganggu dengan adanya pembuangan limbah dari aktivitas permukiman (domestik) ke sungai. Berdasarkan Tabel SE-2 Buku 2, di Kabupaten Bandung terdapat rumah tangga yang tinggal di bantaran sungai. Jumlah ini tercatat lebih besar dari tahun sebelumnya yang besarnya 304 rumah tangga. Masalah lain yang dihadapi sebagai akibat bertambahnya penduduk di Kabupaten Bandung adalah terbentuknya permukiman kumuh. Permukiman kumuh adalah 96

104 permukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Suatu permukiman kumuh dapat dikatakan sebagai pengejawantahan dari kemiskinan, karena pada umumnya di permukiman kumuh inillah masyarakat miskin tinggal. Dan kondisi ini banyak kita jumpai di kawasan perkotaan. Sementara itu jumlah pemukiman kumuh di Kabupaten Bandung berdasarkan Tabel SE-2 Buku 2 adalah buah. Berikut ini Gambar 3.16.yang mengilustrasikan jumlah rumah tangga yang tinggal di lokasi mewah, sederhana, kumuh dan di bantaran sungai. Berdasarkan Gambar 3.16 tersebut, jumlah penduduk yang tinggal di pemukiman mewah sebanyak rumah tangga dan lokasi tempat tinggal terbanyak berada di pemukiman sederhana mencapai rumah tangga. Gambar 26. Pemukiman Kabupaten Bandung IV.8.3 Infrastruktur IV Air Bersih Seiring dengan dinamika jumlah penduduk di Kabupaten Bandung, maka kebutuhan terhadap air bersih juga akan bertambah. Air bersih merupakan kebutuhan dasar, untuk keperluan rumah tangga (domestic use), Industri ( sebagai bahan pokok 97

105 atau bahan pembantu), Perkotaan ( untuk membersihkan jalan, menyiram tanaman, penggelontoran saluran kota, pemadam kebakaran dan lain-lain). Air bersih yang harus disediakan oleh pihak pengelola air bersih kota harus memenuhi persyaratan dari berbagai segi, yaitu: Segi Teknis yang menyangkut kualitas, yaitu aman, higienis dan dapat diminum, kuantitas, yaitu selalu tersedia dalam jumlah yang cukup untuk membersihkan diri dan lingkungannya, dan kontinuitas yaitu selalu tersedia setiap saat. Segi Non teknis, berupa ekonomis, yaitu harga air terjangkau oleh masyarakat luas. Ketersediaan air bersih sangat tergantung pada sumber air yang dapat diolah dan dimanfaatkan. Di Kabupaten Bandung terdapat beberapa sumber air yang umum dipergunakan untuk keperluan rumah tangga yaitu air dari PDAM, air kemasan, air pompa, air sumur terlindungi, air sumur tidak terlindung, mata air terlindung, mata air tidak terlindung, air sungai, air hujan, dan lainnya. Gambar berikut mengiluastrasikan jumlah KK berdasarkan Sumber Air Minum yang didasarkan pada Tabel SE-3 Buku 2. Gambar 27. Sumber Air Minum Penduduk Kabupaten Bandung (Sumber: SLHD Kabupaten Bandung 2013) Berdasarkan hasil survey sosial ekonomi daerah tahun 2011 terdapat sekitar 8.3% atau rumah tangga di Kabupaten Bandung belum menggunakan air bersih 98

106 untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kecamatan Rancaekek, Cimaung, Pacet, dan Majalaya merupakan kecamatan dengan jumlah rumah tangga terbanyak yang belum memperoleh air bersih dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Bandung. Penggunaan air kemasan, air ledeng dan sumur yang terlindungi mengalami penigkatan, sementara pemakaian sumber air dari mata air mengalami penurunan disebabkan karena terjadinya penurunan debit mata air di beberapa tempat di Kabupaten Bandung. Berdasarkan RTRW Kabupaten Bandung , Pemerintah Kabupaten Bandung telah membuat rencana utama sistem penyediaan air bersih yang terdiri dari : 1. Pembangunan sistem baru untuk melayani daerah yang belum terlayani; Peningkatan kapasitas produksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan menurunkan kehilangan air; Perbaikan dan rehabilitasi sistem transmisi dan distribusi; Sistem penyediaan air bersih regional akan dikembangkan di Kecamatan Cileunyi, Soreang, Kutawaringin, Ciparay, Paseh, Cicalengka, Rancaekek, Cikancung, Ciwidey, dan Pasirjambu. 2. Kebijakan dalam sistem penyediaan air bersih meliputi : Pelayanan air bersih di kawasan perkotaan dikelola oleh PDAM, sedangkan untuk kawasan perdesaan dikelola oleh Badan Pengelola Air Bersih Pedesaan; Meningkatkan Pelayanan Sistem Distribusi Perpipaan di Kawasan Perkotaan; Mengembangkan Sistem Jaringan Pelayanan Lintas Wilayah. Pengembangan sistem air bersih akan difokuskan kepada upaya pengelolaan sumber air yang ada, pemanfaatan sumber air baru dan peningkatan jaringan distribusi. 3. Rencana pengembangan dan peningkatan penyediaan air baku dari waduk dan embung adalah sebagai berikut : Pembangunan Waduk Sukawana, m3/hari; Pembangunan Waduk Tegalluar (Luas 500 Ha dan kedalaman 5 m),82,192 m3/hari; Pembangunan Waduk Santosa (Cisangkuy), m3/hari; Pembangunan Embung Cikuda, m3/hari; 99

107 Pembangunan Embung Peuris Hilir (Cirasea), m3/hari; Pembangunan Embung Sekejolang (Cidurian), m3/hari; Penyediaan Suplesi dari Sungai Cisangkuy; Penyediaan Suplesi dari Sungai Cipamokolan, m3/hari; Pembangunan Embung Bojongbambu (Ciwidey) dan Embung lain di Ciwidey, m3/hari; Pembangunan Embung di Pangalengan, m3/hari; Pembangunan waduk Ciwidey (Kecamatan Ciwidey) dan waduk Patrol (Kecamatan Kutawaringin). Peningkatan penyediaan air baku dari sumber mata air yang memiliki debit 10 L/detik atau lebih dikuasai oleh Pemerintah Daerah dan dapat dikelola melalui kerjasama dengan pihak lain dengan prioritas untuk kepentingan umum khususnya penyediaan air bersih dan irigasi. Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Sumber Daya Air terdapat 8 kecamatan yang sangat diprioritaskan untuk dilayani air bersih, yaitu Kecamatan Cileunyi, Padalarang, Dayeuhkolot, Margaasih, Cicalengka, Majalaya, Ciparay, dan Rancaekek. IV Sistem Pengelolaan Persampahan Limbah padat atau secara umum disebut sampah adalah buangan padat atau setengah padat yang timbul dari aktivitas manusia dan makhluk hidup lainnya. Sampah dapat dijadikan sarang lalat, dan tikus (bersama pinjalnya), yang dapat berfungsi sebagai media penyebaran penyakit, dapat mencemari lingkungan seperti badan air dan air tanah karena sampah organik akan membusuk dan mengeluarkan cairan yang disebut leacheate. Permasalahan sampah kota akan semakin rumit dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan taraf hidup masyarakat, serta semakin canggihnya teknologi modern dalam aktivitas manusia. Pada gambar tersebut terlihat bahwa jumlah timbulan sampah sebanding dengan jumlah rumah tangga, yaitu semakin besar jumlah penduduk, maka jumlah timbulan sampah yang dihasilkan di daerah tersebut akan semakin tinggi. 100

108 Sistem pengelolaan sampah khususnya aspek teknis operasional di Kabupaten Bandung meliputi sumber, sistem pewadahan, sistem pengumpulan, sistem pemindahan dan pengangkutan, sistem pengolahan dan sistem pembuangan akhir sampah. Pewadahan sampah adalah penampungan sampah langsung dari sumber sampah baik domestik maupun non domestik. Wadah sampah yang digunakan oleh penduduk Kabupaten Bandung dapat berupa kardus, kantong plastik,bak sampah dan lain-lain. Sistem pengumpulan sampah adalah suatu kegiatan pengumpulan sampah dari setiap sumber. Pola pengumpulan sampah di Kabupaten Bandung terbagi menjadi dua pola yaitu pengumpulan sampah pada daerah non formal yaitu daerah-daerah yang tidak dapat dilalui oleh truk sampah dengan menggunakan gerobak sampah untuk dibawa ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara). Daerah formal yang dapat dilalui oleh truk maka pengumpulan sampah langsung menggunakan truk sampah. Sistem pengangkutan adalah suatu kegiatan menstranspor sampah dari TPS atau sumber sampah untuk dibawa ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Pengangkutan dari TPS ke TPA dilakukan dengan truk pengangkut sampah yang berlokasi di Desa Babakani, yang menggunakan sistem controlled landfill. Penyelenggaraan pelayanan pengelolaan persampahan merupakan kegiatan yang memiliki rutinitas yang sangat tinggi dan memerlukan alokasi sumberdaya yang cukup tinggi pula. Pelayanan pengelolaan sampah merupakan pelayanan publik yang diperlukan setiap hari. Kondisi bersih merupakan dambaan setiap individu di mana pun mereka berada. Bedasarkan Tabel SP-1A Buku 2, Wilayah pelayanan pengangkutan sampah di Kabupaten Bandung, dibagi ke dalam 4 WP wilayah pelayanan, yaitu:wilayah Pelayanan Soreang, Baleendah, Rancaekek dan Ciparay. 101

109 Gambar 28. Peta Pelayanan Pegelolaan Sampah Kabupaten Bandung (Sumber: Master Plan Pengelolaan Persampahan, BPLH 2013) Dari 31 kecamatan yang ada, terdapat 23 kecamatan yang sudah mendapat pelayanan pengangkutan sampah oleh UPTD Pengangkutan Sampah Kabupaten Bandung. Berdasarkan Tabel SP-1 Buku 2, terdapat kurang lebih KK yang melakukan pembuangan sampah dengan diangkut petugas kebersihan. Sementara itu keluarga lain yang belum mendapatkan pelayanan, melakukan pembuangan sampah dengan cara ditimbun, dibakar, dibuang ke kali dll. Cara-cara pembuangan tersebut berpotensi mencemari lingkungan baik tanah maupun air. Berdasarkan observasi dan data yang ada mengenai system secara menyeluruh, tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut: Kebutuhan peningkatan cakupan pelayanan dari 18% saat ini, menjadi 30% di tahun 2014 dan 60% di tahun Untuk mencapai total pelayanan secara nasional yang selaras dengan MDGs (Millenium Development Goals), selain memerlukan investasi sarana dan prasarana persampahan yang cukup besar juga 102

110 harus didukung oeh kesiapan manajemen dan dukungan peraturan perundangan yang memadai. Kebutuhan peningkatan kemampuan lembaga yang memungkinkan dilaksanakannya pengelolaan sampah secara lebih professional dengan dukungan SDM ahli yang memadai serta dimungkinkan kerjasama dalam pengadaan TPA secara regional. Demikian juga pengembangan kemampuan memfasilitasi pengembangan sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Disamping itu penataan kelembagaan dalam konteks pemisahan peran regulator dan operator pun menjadi tantangan dalam tahun-tahun mendatang. Pengembangan komitmen pihak eksekutif dan legislatifdalam pengalokasian dana dalam penataan sistem pengelolaan sampah secara terintegrasi dan berkelanjutan. Penggalian sumber dana untuk investasi dan biaya O/M baik dari APBD maupun modal swasta yang harus sinergis dengan penerapan pola pemulihan biaya (cost recovery) secara bertahap dan sulit untuk dilakukan merupakan tantangan yang harus dicarikan solusinya. Pengintegrasian program 3R dalam sistem operasional penanganan sampah dari hulu ke hilir yang selama ini masih belum dan sulit untuk dilakukan merupakan tantangan yang membutuhkan kesungguhan terutama dalam masalah pengembangan komunitas. Pengembangan sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat terutama di daerah-daerah pedesaan menjadi tantangan yang membutuhkan pemikiran sungguh-sungguh sehingga benar-benar dapat diimplementasikan. Penegakan dan penataan hukum atas pelanggaran pembuangan sampah merupakan tantangan aparat hokum yang harus dilaksanakan dengan sungguhsungguh. Diperlukan adanya upaya pembinaan wilayaah pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Disamping penyadaran masyarakat perlu digalakan juga partisipasi masyarakat dalam membiayai pengeleloaan sampah kota dibutuhkan. Dalam jangka panjang, diharapkan peran serta masyarakat menjadi tindakan nyata dalalm mengelola sampah (Sumber: Rencana Pengelolaan Persampahan Kabupaten Bandung 2012). IV.8.4 Kesehatan Permasalahan kesehatan masyarakat merupakan hal yang kompleks dan usaha pemecahan masalah kesehatan masyarakat merupakan upaya menghilangkan 103

111 penyebabpenyebab secara rasional, sistematis dan berkelanjutan. Kondisi kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti : ledakan penduduk, penyediaan air bersih, pengolalaan sampah, pembuangan air limbah penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, populasi udara, abrasi pantai, penggundulan hutan dan banyak lagi permasalahan yang dapat menimbulkan satu model penyakit. Perilaku pola makanan juga mengubah pola penyakit yang timbul dimasyarakat. Derajat kesehatan yang optimal akan terlihat dari unsur unsur mortalitas dan yang mempengaruhinya, yaitu morbiditas. Untuk kualitas hidup, yang digunakan sebagai indikator adalah angka harapan hidup. Sedangkan untuk mortalitas terdiri dari angka kematian kasar. Indikator kependudukan sering diperlukan dalam kesehatan lingkungan dan epidemiologi karena berpengaruh atau ikut menentukan taraf efek, misalnya (Soemirat, 1999) : - Laju pertumbuhan penduduk. Semakin besar laju pertumbuhan penduduk, semakin tinggi laju pertambahan kelompok usia muda, atau kelompok usia yang peka terhadap penyakit tertentu. Dari penderita yang berobat di Puskesmas, diketahui bahwa 10 jenis penyakit dominan yang diderita masyarakat merupakan 60% dari seluruh kejadian sakit yang ada, sementara 40% kejadian sakit yang lain terjadi karena penyakit lain. 104

112 Gambar 29. Jenis Penyakit Masyarakat Kabupaten Bandung (Sumber: SLHD Kabupaten Bandung 2013) Dari gambar di atas terlihat bahwa ISPA akut tidak spesifik merupakan penyakit paling banyak diderita masyarakat. Penyakit ini diprediksi berhubungan dengan kualitas udara yang kurang baik. Penyakit lain dalam porsi yang sedikit yang juga diderita masyarakat adalah Chikungunya, Penyakit ini tidak mengenal musim, tetapi penyebarannya paling banyak pada musim pancaroba, karena genangan air tidak mengalir sehingga menjadi sarang nyamuk yang diantaranya sebagai pembawa penyakit chikungunya. Penyakit lainnya adalah Filariasis yang menjadi penyakit endemik di 15 kecamatan Kabupaten Bandung dan penyakit kulit yang berhubungan dengan pencemaran air. Untuk melayani kesehatan masyarakat, di Kabupaten Bandung terdapat 8 (delapan) rumah sakit tipe C dan D serta 5 (lima) buah Puskesmas yang dipantau BPLH. Dalam menjalankan aktivitasnya, Puskesmas dan Rumah sakit tersebut menghasilkan limbah baik berupa limbah padat, limbah cair, maupun limbah B3 seperti yang tercantum pada Tabel SP-5 Buku 2, RS Al Ihsan menghasilkan limbah cair terbesar berkisar antara 5-10 m3/hari, dan limbah padat terbanyak yaitu 8m3/minggu atau berkisar 230 kg/hari. Ini dikarenakan jumlah pengunjung dan fasilitas pengobatan dan perawatan di RS ini paling banyak dibandingkan rumah sakit lain. 105

113 Air limbah untuk kegiatan rumah sakit sangat tergantung dari besar kecilnya rumah sakit tersebut yang digambarkan dengan banyaknya tempat tidur, jenis obat yang terbuang, serta limbah ruang operasi. Umumnya limbah rumah sakit mempunyai kadar limbah organik yang sangat tinggi dengan kadar rata-rata mg BOD/L, dan besarnya air limbah ditentukan oleh 80% dari jumlah kebutuhan air yang diambil ratarata sebanyak 125 L/tempat tidur/hari (rumah sakit umum kelas menengah) (DLH & LPPM Unpad, Berdasarkan hasil swapantau 3 rumah sakit di Kabupaten Bandung seperti pada Tabel SP5-5B, Buku 2, dan Gambar 3.31 sampai 3,33. berikut, konsentrasi BOD dalam limbah cair memiliki nilai antara 12,16 hingga 414 mg/l dengan Baku Mutu Limbah Cair Rumah sakit sebesar 30 mg/l berdasarkan KepMenLH No. 58 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Rumah Sakit. Sementara COD yang terpantau 31,08 sampai 729,6 mg/l dengan Baku mutu 80 mg/l dan TSS antara 4,88 sampai 36 mg/l dengan baku mutu 30 mg/l. IV.8.5 Pertanian Berdasarkan Tabel SE-4, Buku 2, pada tahun 2012 total luas sawah di Kabupaten Bandung adalah Ha yang terdiri dari 67 Ha pertanian 1 kali tanam per tahun, 8618 Ha, 2 kali tanam per tahun dan Ha 3 kali tanam per tahun. Luas lahan sawah ini menurun bila dibandingkan dengan tahun 2011 yang luasnya mencapai Ha. Luas area Sawah di Kabupaten Bandung tiap kecamatan dapat dilihat pada Gambar 3.31 Kecamatan dengan luas areal sawah terbesar yaitu Kecamatan Rancaekek, Pacet dan Ciparay. Sebagian besar lahan sawah yang ada memiliki frekuensi tanam 2 kali per tahun. 106

114 Gambar 30. Luas Lahan Pertanian Kabupaten Bandung Tahun (Sumber: SLHD Kabupaten Bandung 2013) Kawasan pertanian di Kabupaten Bandung dibagi menjadi 2 yaitu dua yaitu: a. Kawasan Pertanian lahan Basah Kawasan pertanian basah meliputi wilayah Kecamatan Banjaran, Arjasari, Pameungpeuk, Cimaung, Soreang, Katapang, yang berada di kawasan Selatan Tengah Kabupaten Bandung Kawasan ini merupakan dataran rendah yang luas yang potensial untuk perkembangan pertanian tanaman pangan terutama padi. Keberadaan kawasan ini yang potensial sebagai suatu sentra produksi pangan ditunjang oleh beberapa jaringan irigasi dan potensial wilayah kecamatan disekitarnya yang juga memiliki potensi pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan. Pengembangan kawasan ini diarahkan pada: Pengembangan pertanian, terutama padi (sawah) mengembangkan lahan pertanian yang sudah ada dan memperluas lahan garapan Peningkatan produksi pertanian dengan modernisasi pengolahan, walaupun membutuhkan dana yang lebih tinggi 107

115 Peningkatan sarana penunjang kegiatan pertanian, serta jalan untuk aksesibilitas ke pasar dan industri pengolahan serta prasrana irigasi yang sangat dibutuhkan bagi pertanian laha basah (sawah). Kriteria kawasan ini adalah : Kawasan yang apabila digunakan tanaman lahan basah, secara ruang dapat memberikan manfaat social ekonomi masyarakat dan pendapatan daerah Kawasan yang arealnya telah ada sarana irigasi dan drainase Kawasan yang memiliki unit lahan sesuai untuk tanaman padi. Berdasarkan Tabel SE-5 Buku 2, produksi total Kabupaten Bandung tahun 2012 untuk tanaman padi dan palawija adalah seperti diilustrasikan Gambar berikut: Gambar 31. Produksi Tanaman Padi dan Palawija Kabupaten Bandung Tahun 2012 Padi merupakan tanaman yang paling banyak dihasilkan di Kabupaten Bandung dibandingkan tanaman palawija. Produksinya mencapai Ton/tahun. Kecamatan dengan produktifitas padi terbesar adalah Ciparai dengan toptal produksi ton. Tanaman palawija paling banyak dihasilkan di Kabupaten Bandung adalah ubi kayu dengan produksi sebanyak Ton/tahun dengan kecamatan penghasill ubi kayu terbesar adalah Nagreg yang produksi per tahunnya mencapai Ton. pertanian dengan agrobisnis serta perkebunan. 108

116 b. Areal Perkebunan dan Agrobisnis Kondisi geografis wilayah yang tinggi dan iklim yang cocok menjadi faktor penunjang keberhasilan pengembangan produksi pertanian. Sentra produksi pertanian diarahkan pada pengembangan: - Kegiatan pertanian, tertuang untuk jenis tanaman yang sudah ada yaitu tanaman pangan dan perkebunan. Pengembangannya diutamakan pada peningkatan hasil produksi dan peningkatan prasarana yang menunjang kegiatan tersebut, prasarana ini dapat berupa jalan raya untuk meningkatkan akses ke pasar dan irigasi terutama untuk pengembangan tanaman pengan. - Penangan/penyelesaian konflik kepentingan sehubungan dengan tumpang tindih dalam pemanfaatan ruang kegiatan budidaya (irigasi/perawatan lahan basah dan perkebunan). - Penggunaan untuk lahan pertanian dengan diversifikasi usaha tanaman perkebunan, peternakan dan perikanan. Memanfaatkan lahan-lahan kebun campuran atau ladang dengan metoda pengolahan serta komoditi yang lebih memiliki nilai jual yang tinggii. Potensi pertanian dan perkebunan di Kabupaten Bandung cukup besar dengan meliputi tanaman bahan pangan, sayur-sayuran, perkebunan dan buah-buahan pemanfaatan lahan di pegunungan berupa kawasan hutan lindung, hutan produksi, hutan wisata dan perkebunan sedangkan di wilayah kaki bukit dimanfaatkan untuk budi daya tanamnan holtikultura (terutama sayuran). 1. Padi: Sentra produksi padi terdapat di Kecamatan Ciparay, Majalaya, Cicalengka, Racaekek, Paseh, Ibun, Banjaran, Baleendah, Soreang, Pameungpeuk, Katapang dan Cikancung. 2. Jagung: Sentra produksi jagung terdapat di kecamatan Cicalengka, Arjasari, Pacet dan Pangalengan. 3. Kacang Tanah: terdapat didaerah Cicalengka, Pacet, Ciparay dan Arjasari. 4. Ubi Jalar: sentra terdapat di Kecamatan Arjasari, Cimaung, Cicalengka, Cikancung dan Pasirjambu. 109

117 5. Kentang: Sentra produksi terdapat di Kecamatan Pangalengan,Kertasari, Cimenyan dan Cilengkrang. 6. Kubis: sentra terdapat di Kecamatan Pangalengan, Kertasari, Pacet, Cimenyan, Pasirjambu dan Ciwidey. 7. Tomat: sentra terdapat di Kecamatan Pangalengan, Cimenyan, Pacet dan Ciwidey. 8. Cabe Merah: sentra terdapat di Kecamatan Pangalengan,Pasirjambu, Ciwidey, Pacet, Cikancung, Cimenyan, Cilengkrang dan Arjasari. 9. Bawang Merah: Sentra produksi di Kecamatan Pacet, Pangalengan, Cimaung, Kertasari,Ibun,Cimenyan, dan Cilengkrang 10. Jeruk: sentra produksi di Kecamatan Cileunyi dan Arjasari. 11. Strawbery: sentra produksi di Kecamatan Ciwidey dan Rancabali. Berdasarkan Tabel SE-5A Buku 2, luas lahan panen untuk tanaman hortikultura di Kabupaten Bandung mencapai Ha, dengan total produksi per tahun mencapai 6850,4 Ton. Dari berbagai jenis tanaman holtikultura yang ada, strowberi dan kentang merupakan jenis tanaman yang produksinya paling banyak, mencapai 138,6 Ton dan 120,3 ton per tahun seperti pada Tabel SE-5B Buku 2. Lahan perkebunan besar maupun perkebunan rakyat di Kabupaten Bandung mencapai 19346,39 Ha dimana produksi terbanyak adalah teh yang beratnya mencapai 23152,23 Ton per tahun seperti yang terdapat pada Tabel SE-6 Buku 2. Berdasarkan Tabel SE-6A Buku 2, Kecamatan Pengalengan memiliki luas areal perkebunan terbesar. Sementara produksi terbanyak adalah Ketapang yang menghasilkan cengkeh 4013 Ton. Perhatian masyarakat terhadap soal pertanian dan lingkungan beberapa tahun terakhir ini meningkat. Keadaan ini disebabkan karena semakin dirasakannya dampak negatif bagi lingkungan, dan jika dibandingkan dengan dampak positifnya bagi peningkatan produktivitas tanaman pertanian pengaruh bahan kimia tersebut tidak sebanding. Bahan-bahan kimia yang selalu digunakan untuk alasan produktivitas dan ekonomi ternyata saat ini lebih banyak menimbulkan dampak negatif baik bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya. Penggunaan pupuk, pestisida, dan bahan kimia lainnya yang terus menerus dapat merusak biota tanah, keresistenan hama dan penyakit, serta dapat merubah kandungan vitamin dan mineral beberapa komoditi sayuran dan buah. Hal ini tentunya jika dibiarkan lebih lanjut akan berpengaruh fatal bagi siklus kelangsungan 110

118 kehidupan, bahkan jika sayuran atau buah yang telah tercemar tersebut dimakan oleh manusia secara terus menerus, tentunya akan menyebabkan kerusakan jaringan bahkan kematian. Penggunaan pupuk di Kabupaten Bandung dipergunakan untuk padi maupun tanaman perkebunan, jenis pupuk yang dipergunakan adalah pupuk organik, NPK, ZA, SP.36, KCl dan Urea. Berdasarkan Tabel SE-7 Buku 2 diketahui bahwa urea adalah jenis pupuk yang paling banyak digunakan untuk tanaman perkebunan, dimana total konsumsinya mencapai ton/tahun. Penggunaan urea terbesar pada perkebunan adalah untuk tanaman kopi yang mengkonsumsi ton. Sementara itu berdasarkan Tabel SE-8 Buku 2, jenis pupuk yang paling banyak digunakan untuk pertanian padi dan palawija adalah pupuk organik, dimana konsumsinya mencapai 8000 ton/tahun seperti Gambar dijelaskan gambar berikut: Gambar 32. Penggunaan Pupuk Kabupaten Bandung (Sumber: SLHD Kabupaten Bandung 2013) Semakin meningkatnya jumlah penduduk berimplikasi pada kebutuhan lahan untuk permukimannya maupun untuk kegiatan yang lain seperti industri, sehingga beberapa lahan pertanian banyak yang beralih fungsi menjadi lahan permukiman. 111

119 c. Ternak dan Unggas Di Kabupaten Bandung diternakkan berbagai jenis hewan ternak maupun unggas. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan kab Bandung, terdapat sekitar ekor hewan ternak dan ekor unggas seperti diilustrasikan Gambar Jenis hewan ternak yang ada terdiri dari sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing dan domba. Dari Tabel SE-10 Buku 2 diketahui bahwa Domba merupakan jenis hewan yang palingbanyak diternakkan di Kabupaten Bandung tahun 2012 yaitu mencapai ekor (80,29%), sedangkan prosentase hewan lain yang diternakkan adalah hewan kuda sebanyak ekor sapi perah, ekor sapi potong, (0,68%), 3592 ekor kerbau, ekor kambing, seperti diilustrasikan pada Gambar 3.37 berikut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung sapi perah banyak diternak di Kecamatan Pengalengan, Pasirjambu, Kertasari dan Cilengkrang. Sapi potong banyak diternak di Kecamatan Cikancung dan Cimenyan, Kecamatan Cikancung dan Paseh juga banyak terdapat penduduk yang memelihara Kerbau dibanding kecamatan lain. Hewan ternak Kuda banyak diperihara di kecamatan-kecamatan yang masih menggunakan delman sebagai alat angkut seperti Kecamatan Banjaran, Cangkuang, Majalaya, Margahayu, Pacet, Paseh, Pasir Jambu, Solokan Jeruk, dan Soreang. Ternak Kambing dan Domba secara merata dipelihara oleh penduduk di Kabupaten Bandung, untuk kecamatan terbanyak yang penduduknya memelihara kambing adalah Kecamatan Arjasari, Pacet, Pangalengan, Paseh, dan Soreang. Sedangkan Domba di Kecamatan Beleendah, Ibun, Pacet, Paseh, Solokan Jeruk, dan Soreang. d. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari Pertanian Dari kegiatan pertanian baik pada persiapan penanaman maupun pemberian pupuk akan dihasilkan gas rumah kaca CH 4. Kegiatan Pertanian memberikan kontribusi 13% GRK di dunia dimana gas CH 4 menempati urutan ke dua setelah CO2 sebagai penyumbang GRK (Gas Rumah kaca) terbesar. Emisi CH4 dari pertanian / persawahan 112

120 dihitung dengan mengalikan luas sawah (Ha) dikali dengan factor emisi CH 4 (ton/ha). Dengan factor emisi 1,3 ton CH 4 / Ha sawah (dengan asumsi untuk sekali tanam), maka timbulan gas CH 4 dari kegiatan persawahan dapat dihitung. Berdasarkan Tabel SP-6, Buku 2,dan Gambar 3.39 berikut diketahui emisi GRK dari kegiatan persawahan di Kabupaten Bandung. Gambar Emisi GRK (CH 4 Ton/Tahun) dari Sawah Tahun 2012 (Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan, 2012). Pertanian sawah yang luasnya Ha di Kabupaten Bandung akan memberikan emisi GRK CH4 sebesar 52265,2 Ton/tahun. Kecamatan penghasil GRK dari kegiatan persawahan terbesar di Kabupaten Bandung adalah Ciparay, karena kecamatan ini memiliki luas lahan terbesar dengan frekuensi tanam 3 kali per tahun. Sementara itu dari kegiatan pemupukan dengan urea untuk tanaman padi juga akan mengemisikan GRK berupa Gas CO 2. Berdasarkan Tabel SP-8 Buku 2, dengan perkiraan konsumsi pupuk urea sebesar Ton/tahun untuk tanaman padi akan dihasilkan gas CO 2 sebesar 2010,2 Ton/tahun. Kecamatan pengemisi CO 2 terbesar dari kegiatan pemupukan padi adalah Ciparay yaitu 404,55 Ton/thn, karena kecamatan ini memiliki luas lahan sawah dengan frekuensi tanam 3 kali terbesar, sehingga dengan asumsi per ha sawah membutuhkan pupuk urea 250 kg untuk sekali tanam, maka urea yang dikonsumsi akan sangat besar, sehingga potensi GRK yang akan diemisikan pun besar Berdasarkan Tabel SP-8A Buku 2, dari kegiatan pertanian tanaman palawija (jagung) dan perkebunan, konsumsi pupuk urea sebesar 4738,2 Ton. Dengan asumsi setiap kg urea yang dikonsumsi akan mengemisikan CO 2 0,2 kg, maka dari total 4738,2 Ton pupuk urea yang digunakan, akan mengemisikan CO 2 sebesar 947,6 Ton/tahun. e. Emisi GRK dari Peternakan Emisi GRK dari kegiatan peternakan hewan ternak dan unggas baik dari limbah yang dihasilkan maupun proses pencernakan pada hewan ternak akan dihasilkan gas rumah kaca yang memberikan kontribusi pada pemanasan global. Berdasarkan Tabel SP-7 Buku 2, dari kegiatan peternakan yang dilakukan di Kabupaten Bandung tahun 2012 akan dihasilkan emisi CH 4 sebesar 6205,34 ton/tahun yang berasal dari hewan ternak baik dari kotoran hewan maupun proses pencernakan dan 128,99 ton/tahun dari kotoran unggas. Emisi CH 4 dari tiap kecamatan yang berasal 113

121 dari kegiatan peternakan hewan ternak maupun unggas dapat dilihat pada Gambar 3.44 berikut. Kecamatan penghasil emisi CH 4 paling banyak adalah Kecamatan Pangalengan yang berpotensi mengkontribusikan 1455,57 ton/thn dari kegiatan peternakan hewan ternaknya. f. Beban Pencemar Limbah Cair Pertanian dan Peternakan. Berdasarkan Tabel SP-6A Buku 2, diketahui bahwa dari hasil kegiatan pertanian akan memberikan kontribusi beban pencemar ke lingkungan. Dengan asumsi faktor emisi BOD adalah 225 Kg/ha/musim tanam, N sebesar 20 Kg/Ha/musim tanam, P 10 Kg/Ha/musim tanam dan SS 0,14 Kg/Ha/musim tanam serta pestisida 0,16 L/Ha/musim tanam, maka beban pencemar dari kegiatan pertanian di Kabupaten Bandung dapat dihitung. Kegiatan pertanian padi seluas Ha di Kabupaten Bandung akan memberikan beban BOD sebesar 9045,9 Ton/tahun, COD sebesar 804,08 Ton/Tahun, P 402,04 ton/tahun, dan SS sebesar 5,63 ton/tahun. Kegiatan peternakan baik hewan ternak maupun unggas berpotensi memberikan beban pencemar ke lingkungan dari limbah cairnya. Berdasarkan Tabel SP-7A Buku 2, limbah cair peternakan ternak dan unggas memiliki potensi beban BOD sebesar 17791,54 ton/thn dan COD sebesar 38308,86 ton/thn yang dapat mencemari lingkungan Reaktor biogas untuk pengolahan limbah cair peternakan memberikan kontribusi positif dalam pengurangan pencemaran terhadap lingkungan. Gas methan hasil proses pengolahan limbah cair peternakan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar rumah tangga, demikian pula lumpur hasil olahannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Berdasarkan Tabel SP-7B Buku 2, selama ini pemerintah Kabupaten Bandung dan masyarakat telah memanfaatkan reaktor biogas untuk mengolah limbah cair peternakan. Tercatat dari tahun 2005 sampai 2011 terdapat buah reaktor biogas yang telah terpasang di Kabupaten Bandung, baik yang berasal dari Pemerintah Kabupaten Bandung sendiri, bantuan pemerintah provinsi, bantuan pemerintah pusat, kalangan swasta maupun perguruan tinggi. IV.8.6 Industri Berdasarkan Tabel SE-12 Buku 2, dari 166 buah industri skala menengah-besar yang terdapat di Kabupaten Bandung, mayoritas merupakan jenis industri tekstil, yaitu 127 buah atau 76,5%. Sementara industri lain dalam jumlah yang sedikit meliputi 114

122 industri garment, washing, makanan, kimia tekstil, kertas, elektroplating, IPAL gabungan, kondom, sepatu, cat, jaring dan farmasi. Gambaran jumlah masing-masing industri tersebut diilustrasikan pada Gambar 33. Gambar 33. Jumlah dan Jenis Industri di Kabupaten bandung Industri di Kabupaten Bandung tersebar pada beberapa kecamatan, seperti Kecamatan Majalaya, Dayeuhkolot, Rancaekek, Katapang, Banjaran, Cikancung. Selain industri skala menengah-besar, di Kabupaten Bandung juga terdapat beraneka macam industri skala kecil, seperti yang tersaji pada Tabel SE-13 Buku 2. Industri skala kecil yang terdata di Kabupaten Bandung berjumlah 625 buah dengan jenis kegiatan berupa, percetakan, kerajinan, pertenunan, minuman ringan, industri makanan seperti tahu, tempe dan lain-lain. Dari aktivitasnya baik untuk proses produksi maupun operasional karyawan sehari-hari, industri akan menghasilkan limbah cair. Beban pencemar sebagian industri menengah besar yang ada di Kabupaten Bandung, berdasarkan Tabel SP-9 Buku 2 adalah 13,50 Ton BOD/tahun, 29,65 Ton COD/tahun, 4,98 Ton SS/Tahun, dan parameter pencemar yang lain. Dari kegiatan industri ini sangat berpotensi mencemari lingkungan terutama badan air bila limbah cair industri yang dibuang ke lingkungan belum memenuhi baku mutu yang ada. Sehingga setiap industri wajib melakukan pengolahan limbah cairnya 115

123 hingga memenuhi baku mutu yang berlaku sebelum dibuang ke lingkungan untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Selain industri skala menengah-besar, di Kabupaten Bandung juga terdapat beraneka macam industri skala kecil, seperti yang tersaji pada Tabel SE-13 Buku 2. Industri skala kecil yang terdata di Kabupaten Bandung berjumlah 625 buah dengan jenis kegiatan berupa, percetakan, kerajinan, pertenunan, minuman ringan, industri makanan seperti tahu, tempe dan lain-lain. Dari aktifitasnya baik untuk proses produksi maupun operasional karyawan sehari-hari, industri akan menghasilkan limbah cair. Beban pencemar sebagian industri menengahbesar yang ada di Kabupaten Bandung, berdasarkan Tabel SP-9 Buku 2 adalah 13,50 Ton BOD/tahun, 29,65 Ton COD/tahun, 4,98 Ton SS/Tahun, dan parameter pencemar yang lain. Dari kegiatan industri ini sangat berpotensi mencemari lingkungan terutama badan air bila limbah cair industri yang dibuang ke lingkungan belum memenuhi baku mutu yang ada. Sehingga setiap industri wajib melakukan pengolahan limbah cairnya hingga memenuhi baku mutu yang berlaku sebelum dibuang ke lingkungan untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Dari kegiatan industri kecil pun sangat berpotensi mencemari lingkungan. Biasanya industri kecil memiliki modal yang tidak besar, sehingga dalam melakukan pengolahan limbah cairnya pun mengalami kesulitan. Berdasarkan Tabel SP-9A Buku 2, dari industri tahu yang berada di Kecamatan Cangkuang berpotensi memberikan beban pencemar BOD, COD, TSS dan lain-lain ke lingkungan masing-masing sebesar 2069 Ton/tahun, 3827 Ton/tahun dan 3240 ton/tahun. Total beban BOD, COD, dan TSS dari industri tahu yang berada di Kecamatan cangkuang, Cisalengkam Cimaung, Ciparay dan Ibun adalah 4706 on/tahun, 7650 ton/tahun dan 3603 ton/tahun. IV.8.7 Pertambangan Berdasarkan Tabel SE-14 Buku 2, pada tahun 2012 di Kabupaten Bandung terdapat kira-kira 91,27 Ha lahan tambang andesit yang dikelola oleh 16 perusahaan, diantaranya PT Bumi Kalimantan Lestari yang mengusahakan 24,215 Ha lahan pertambangan dan H Uyun Yudibrata, SH yang mengusahakan 1,2025 Ha tambang andesit serta 3,5 Ha tambang tanah urug. Sementara itu pertambangan rakyat yang ada 116

124 di Kabupaten Bandung adalah jenis tambang emas yang saat ini memiliki luas 207,35 Ha yang terdapat di 2 lokasi, seperti yang terdapat pada Tabel SE-15 Buku 2. Gambar 34. Pertambangan Kabupaten Bandung IV.8.8 Energi Energi adalah faktor utama dalam menggerakan aktifitas perekonomian suatu bangsa. Di sisi lain pemanfaatan energi juga berpotensi menghasilkan emisi. Berbagai studi menunjukkan bahwa sebagai dasar emisi gas rumah kaca dihasilkan dari aktivitas pemanfaatan energi khususnya dari pembakaran energi fosil (minyak, batubara, dan gas). Sebagai gambaran, pada tahun 2007, pemenuhan kebutuhan energi Indonesia berasal dari minyak bumi 47%, batubara 23,5%, gas bumi 21,2%, dan energy terbarukan 8%. Data tersebut menunjukan bahwa pemanfaatan energi fosil masih dominan yang menyebabkan konsentrasi gas-gas rumah kaca yang dihasilkan juga cukup tinggi. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akan mempercepat pemanasan global yang pada akhirnya akan mempengaruhi/terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan fenomena global, dimana dampaknya akan dirasakan secara global oleh seluruh umat manusia di seluruh belahan bumi. 117

125 Indonesia pun tak luput dari dampak perubahan iklim. Kondisi sebagai Negara kepulauan yang beriklim tropis membuat Indonesia berada dalam posisi yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan dampak adanya pemanasan global, yaitu peristiwa meningkatnya suhu bumi dikarenakan meningkatnya kadar atau jumlah gas rumah kaca (GRK)berupa karbondioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), nitrogen oksida (N 2O), Chlorofluorcarbon (CFC), Hydrofluorocarbon (HFC) dan Sulfurheksafluorida (SF 6 ) di atmosfer. Meningkatnya bukti-bukti ilmiah akan adanya pengaruh aktivitas manusia terhadap sistem iklim serta meningkatnya kepedulian masyarakat internasional akan isu lingkungan global, pada akhirnya menyebabkan isu perubahan iklim menjadi salah satu isu penting di dalam agenda politik internasional. Pada pertengahan tahun 1980-an, berbagai pertemuan awal atau konferensi antar pemerintah mulai diselenggarakan untuk membicarakan masalah perubahan iklim. Mengingat pentingnya bagi pembuat kebijakan untuk memiliki data-data ilmiah terkini yang dapat dipertanggungjawabkan guna merespon masalah perubahan iklim, maka dibentuklah sebuah badan bernama Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) oleh UNEP (United Nations Environment Programme). IPCC menyerukan pentingnya sebuah kesepakatan global untuk menanggulangi masalah perubahan iklim, mengingat hal ini adalah sebuah masalah global dengan dampak yang dirasakan secara global pula. Menyadarinya dampak emisi gas rumah kaca yang berasal dari aktifitas energi tersebut, maka saat ini hampir semua negara termasuk Indonesia mempunyai perhatian yang serius dalam penanganan perubahan iklim. Untuk mencapai tujuan tersebut sebuah perangkat peraturan yang bernama Protokol Kyoto diadopsi sebagai pendekatan untuk mengurangi emisi-emisi GRK.Protokol Kyoto merupakan sebuah perjanjian internasional yang mengharuskan negara industri (Annex I Country) untuk mengurangi emisi gas rumah kacanya antara tahun Setiap negara industri yang meratifikasi Protokol ini setuju untuk memenuhi target pengurangan emisinya (pengurangan emisi 5% dibawah tingkat emisi thn 1990). Indonesia sebagai non-annex I Country mempunyai tanggung jawab bersama yang dibedakan diantaranya adalah melaporkan total emisi GRKnya. Untuk mengetahui tingkat emisi gas rumah kaca dari dari sector energy maka perlu mengetahui penyediaan dan pemanfaatan energi per sektor terutama Transportasi, 118

126 industri, dan rumah tangga. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh divisi statistik PBB pada tahun 2002,Indonesia menempati urutan ke-19 negara penyumbang gas rumah kaca dengan persentase sebesar 13%. Hasil perhitungan secara kuantitatif konstribusi Indonesia masih jauh dari USA yang mencapai 24,3%. Akan tetapi bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi negara maju seperti Korea Selatan yang hanya menyumbangkan 18%, maka persentase yang diberikan Indonesia terhadap gas rumah kaca tergolong besar. Gas rumah kaca inilah yang menyerap gelombang panas dari sinar matahari yangdipancarkan bumi. Penyumbang terbesar terjadinya pemanasan global adalah gasco2 sebesar 61%, diikuti oleh CH4 sebesar 15%, CFC sebesar 12%, N2O sebesar4% dan sumber lain sebesar 8%. Sumber utama dari emisi CO2 dan CH4 berasalri penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi, penggundulan hutan dan dekomposisi bahan organik (Callan dan Thomas, 2000 ). Dalam kehidupan masyarakat modern sepertinya setiap aktivitas perlu didukung oleh ketersediaan energi untuk aktivitas domestik, transportasi, dan industri. Peningkatan kebutuhan energi menyebabkan kenaikan eksploitasi sumber daya alam. Permasalahan lain yang timbul adalah produk samping yang dihasilkan ketika energi tersebut digunakan, yang dapat menyebabkan pencemaran terhadap beberapa komponen lingkungan seperti air, tanah dan udara. Berkaitan dengan fungsi Kabupaten Bandung yang heterogen dan meliputi pusat pengembangan sumber daya manusia, jasa, industri, agribisnis dan pariwisata. Untuk menunjang fungsi kota tersebut diperlukan energi. Sumber energi yang digunakan berupa energi listrik, energi yang berasal dari Bahan Bakar Minyak (BBM), batu bara baik untuk aktivitas perumahan, transportasi dan industri. Berdasarkan Tabel SE-16 Buku 2, terdapat kendaraan yang tercatat di Kantor Samsat Soreang Kabupaten Bandung. Kendaraan tersebut meliputi roda dua dan roda empat yang berbahan bakar premium maupun solar. Dari kegiatan transportasi ini diprediksi mengkonsumsi premium maupun solar sebanyak ,57 SBM (Setara Barrel Minyak) yang dapat mengemisikan CO2 sebanyak ,43 Kg atau sekitar 1318,26 Ton / tahun. Untuk melayani kebutuhan bahan bakar baik premium maupun solar bagi kendaraankendaraan yang beroperasi di Kabupaten bandung, terdapat 25 buah SPBU dan 2 SPBU Mini yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bandung, seperti yang tersaji pada Tabel SE-17 Buku

127 Sementara itu untuk melayani kegiatan industri di Kabupaten Bandung terdapat 10 buah agen penjual SPBE dan SPPBE., seperti pada Tabel SE-17A Buku 2. Salah satu kebutuhan energi yang juga cukup besar adalah untuk memenuhi kebutuhan industri. Berdasarkan data pada Tabel SE-18 Buku 2, konsumsi bahan bakar untuk industri seperti pada Gambar 3.53 berikut. Sementara itu dari kegiatan rumah tangga pun begitu besar mengkonsumsi energi yang berasal dari berbagai jenis bahan bakar. Berdasarkan Buku Pegangan Statistik Ekonomi Energi Indonesia 2006, konsumsi energi per kapita penduduk adalah briket = 3,66E07 SBM, Minyak tanah=0,256 SBM, LPG=0,02 SBM, Kayu Bakar= 1,0025 SBM, sehingga prediksi konsumsi energi kebutuhan rumah tangga di Kabupaten Bandung tahun 2012 dapat diketahui, seperti yang tercantum pada Tabel SE-19 Buku 2. Total konsumsi kegiatan rumah tangga tahun 2012 di Kabupaten Bandung mencapai ,09 SBM dengan rincian masingmasing bahan bakar seperti pada Gambar 3.54 berikut. Dari konsumsi energi yang berasal dari berbagai jenis bahan bakar untuk berbagai kegiatan masyarakat tersebut akan menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca. Berdasarkan Tabel SP-11 Buku 2, yang perhitungannya didasarkan pada Tabel SP-11A sampai Tabel SP-11C, Buku 2, CO 2 yang diemisikan dari penggunaan energi untuk masing-masing sektor transportasi ,43 ton/tahun, Industri ,93 Ton/tahun, dan rumah tangga ,87 ton/tahun, seperti diilustrasikan Gambar

128 Gambar 35. Emisi Gas Rumah Kaca Yang dihasilkan Kegiatan Masyarakat Kabupaten Bandung (Sumber: SLHD Kabupaten Bandung 2013) IV.8.9 Transportasi Berdasarkan data Dinas Perhubungan Kabupaten Bandung, pada tahun 2011 jenis kewenangan jalan yang ada di Kabupaten Bandung terdiri dari Jalan Nasional, Jalan Provinsi, dan Jalan Kabupaten. Berdasarkan Tabel SE-20 Buku 2, panjang Jalan Nasional tahun 2011 adalah 30,36 km sama dengan tahun 2010; Jalan Provinsi 160,04 km dan Jalan Kabupaten 1.155,35 km mengalami penurunan dari tahun 2010 yang panjangnya 2.019,065 km. Jika dinyatakan dalam persentase maka dapat disimpulkan bahwa jaringan jalan lokal merupakan jaringan jalan paling dominan dibandingkan dua jenis jalan lainnya yakni sebanyak 87%. Sistem transportasi di Kabupaten Bandung dilengkapi dengan 15 terminal dengan luas total 3,74 Ha yang tersebar di 15 kecamatan. Selain sarana terminal untuk tranportasi darat, di Kabupaten Bandung juga terdapat sarana Pelabuhan udara. Pelabuhan udara yang ada merupakan pelabuhan udara khusus militer atau disebut sebagai Pangkalan Udara, yang bernama Pangkalan Udara Sulaiman yang luasnya 385 Ha seperti pada Tabel SE-23 Buku 2. Pangkalan TNI AU Sulaiman, merupakan salah satu pangkalan pendidikan di jajaran TNI AU. 121

129 Pangkalan ini besar sekali andilnya dalam pangadaan, pembinaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia TNI Angkatan Udara. Letaknya di Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berada di tepi jalan raya yang menghubungkan kota Bandung dengan kota Kabupaten Bandung, Soreang. Dari kegiatan 15 buah terminal angkutan darat tersebut diperkirakan akan terdapat timbulan sampah sebesar 5,520 m 3 /hari dengan asumsi timbulan per terminal adalah 0,368 m 3 /hari berdasarkan Master Plan Persampahan Kabupaten Bandung IV.8.10 Pariwisata Kawasan pariwisata merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi, baik oleh masyarakat lokal maupun masyarakat dari luar Bandung. Selain itu kawasan pariwisata adalah sarana tempat terjadinya interaksi sosial dan aktivitas ekonomi, dan semakin banyak pengunjung, maka aktivitas dikawasan tersebut akan meningkat, baik aktivitas sosial maupun ekonomi. Setiap aktivitas yang dilakukan, akan menghasilkan manfaat ekonomi bagi kawasan tersebut. Hotel atau penginapan merupakan unsur penting dalam kegiatan pariwisata. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung salah satu fungsi Kabupaten Bandung adalah daerah pariwisata. Kawasan pariwisata di Kabupaten Bandung hampir seluruhnya berupa kawasan wisata alam. Berdasarkan Tabel SE-24 Buku 2, diketahui terdapat 26 objek wisata di Kabupaten Bandung, yang masing-masing memiliki luas seperti diilustrasikan pada Gambar berikut: 122

130 Gambar 36. Luas Lokasi Objek Wisata Kabupaten Bandung (Sumber: SLHD Kabupaten Bandung 2013) Objek wisata terluas adalah Wahana wisata Kawah Putih dengan luas 103 Ha. Lokasi Yang berpotensi menjadi Objek Wisata yaitu objek wisata alam 29 lokasi, 22 lokasi wisata budaya, 2 lokasi wisata agro dan dan 9 lokasi wisata terpadu dan olah raga. Bila lokasi-lokasi ini mampu dikembangkan dengan baik dengan memperhatikan aspek pembangunan berkelanjutan akan dapat memberikan konstribusi positif antara kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat sekitar. Sebagai penunjang objek wisata telah ada beberapa hotel untuk melayani masyarakat yang berkunjung ke Kabupaten Bandung. Di Kabupaten Bandung terdapat 4 hotel/apartemen dengan jumlah kamar dan persen hunian seperti pada Gambar

131 Gambar 37. Jumlah Kamar Hotel Dan Persen Hunian Kabupaten Bandung Tahun 2012 (Sumber: SLHD Kabupaten Bandung 2013) Hotel/penginapan dengan jumlah kamar terbanyak adalah Marbelle Dago Resort dengan jumlah kamar 180 buah. Tingkat hunian hotel tersebut mencapai 80% saat eek end dan 20% saat week day. Tingkat hunian terbesar adalah Hotel Sindang Reret yaitu rata-rata mencapai 60%. Selain memberikan dapak positif berupa income bagi pemerintah Kabupaten bandung, kegiatan pariwisata dan perhotelan tersebut memberikan dampak negatif antara lain adalah timbulan sampah dan air buangan yang perlu dikelalola dengan baik. Berdasarkan Tabel SP-14 Buku 2 mengenai jumlah timbulan sampah dari lokasi pariwisata, diketahui bahwa timbulan sampah dari 26 objek wisata yang ada di Kabupaten Bandung adalah sekitar 1.795,92 m3/hari dengan asumsi rata-rata timbulan sampah per m2/hari sebesar 0,4 liter. Mengingat jumlahnya cukup besar maka diperlukan upaya pengelolaan yang tepat sehingga timbulan sampah tersebut tidak menganggu kenyamanan wisatawan dan masyarakat sekitar. 124

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung ISSN : 205-421 Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung Randy Maulana Institut Teknologi Bandung E-mail : maulana.randy@fe.unpad.ac.id Abstrak. Ekonomi hijau menunjukan hubungan antara degradasi lingkungan,

Lebih terperinci

KAJIAN PERENCANAAN GREEN ECONOMY DI KABUPATEN BANDUNG. TIM Penyusun

KAJIAN PERENCANAAN GREEN ECONOMY DI KABUPATEN BANDUNG. TIM Penyusun KAJIAN PERENCANAAN GREEN ECONOMY DI KABUPATEN BANDUNG TIM Penyusun Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi Eksploitasi sumber daya alam secara kurang bijaksana Degradasi Lingkungan UU No.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SRI HAYATI

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SRI HAYATI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN SRI HAYATI DEFINISI PEMBANGUNAN pembangunan adalah seperangkat usaha yang terencana dan terarah untuk menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Macklin (2009), pembangunan ekonomi tidak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto

PENDAHULUAN ,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang menjadi kutub pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan didukung oleh ketersediaan infrastruktur dan sumber daya lokal, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan Oleh Dewi Triwahyuni PENGERTIAN & PRINSIP-PRINSIP DALAM SUSTAINABLE DEVELOPMENT DEFINISI : SUSTAINABLE DEVELOPMENT

Lebih terperinci

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK RAFIKA DEWI Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Ilmu Ekonomi 2016 Dosen pembimbing: Bapak Ahmad Ma ruf, S.E., M.Si.

Lebih terperinci

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan INDONESIA VISI 2050 Latar belakang Anggota Dewan Bisnis Indonesia untuk Pembangunan Berkelanjutan (IBCSD) dan Indonesia Kamar Dagang dan Industri (KADIN Indonesia) mengorganisir Indonesia Visi 2050 proyek

Lebih terperinci

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan Urbanisasi dan Pentingnya Kota Tingginya laju urbanisasi menyebabkan semakin padatnya perkotaan di Indonesia dan dunia. 2010 2050 >50% penduduk dunia tinggal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP A. Kebijakan Lingkungan Hidup dan Kependudukan 1. Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia a. Menjelang konferensi Stockholm (5 Juni 1972)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air BAB VI PENUTUP Air dan lahan merupakan dua elemen ekosistem yang tidak terpisahkan satu-sama lain. Setiap perubahan yang terjadi pada lahan akan berdampak pada air, baik terhadap kuantitas, kualitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Lokakarya Mengarusutamakan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Agenda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Jayapura Tahun 2013-2017 merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah yang harus ada dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang tiga per empat luas wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Panjang garis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2 PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Materi ke 2 Program pascasarjana ITATS PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pertama, pemerataan dan keadilan sosial. Harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

Visi Indonesia Pembangun- an Manusiaa Ekonomi. Infrastruktur. Kelautan. Transportasi dan Konektivitas. Pertanian. Pariwisata. dan.

Visi Indonesia Pembangun- an Manusiaa Ekonomi. Infrastruktur. Kelautan. Transportasi dan Konektivitas. Pertanian. Pariwisata. dan. PATHWAY Efisiensi Sumberdaya dan Pengelolaan Sampah Pembangun- n- an Manusiaa Ekonomi Infrastruktur Transportasi dan Konektivitas Visi Indonesia 2050 Kelautan Pertanian Pariwisata dan Keragaman Budaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada suatu negara dapat mewujudkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada suatu negara dapat mewujudkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada suatu negara dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi, tetapi pembangunan ekonomi juga menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasokan oksigen di bumi akibat polusi dan penebangan hutan secara liar dan tak

BAB I PENDAHULUAN. pasokan oksigen di bumi akibat polusi dan penebangan hutan secara liar dan tak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era bisnis global saat ini, timbul berbagai isu-isu menarik berkaitan dengan lingkungan seperti menipisnya lapisan ozon, pemanasan global, terbatasnya

Lebih terperinci

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta Slide 1 Pada pertemuan G-20 di Pittsburg tahun 2009, Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

SKENARIO KEBIJAKAN ENERGI INDONESIA MENUJU TAHUN 2050

SKENARIO KEBIJAKAN ENERGI INDONESIA MENUJU TAHUN 2050 SEMINAR NASIONAL SKENARIO KEBIJAKAN ENERGI INDONESIA MENUJU TAHUN 2050 Periode 40 tahun ke depan bukan merupakan waktu yang panjang bagi penentuan masa depan sebuah negara dan bangsa. Berbagai keputusan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

Engineering Sustainability (Rekayasa Berkelanjutan) Joko Sedyono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015

Engineering Sustainability (Rekayasa Berkelanjutan) Joko Sedyono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015 Engineering Sustainability (Rekayasa Berkelanjutan) Joko Sedyono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015 Topik Pengantar Masalah Solusi: Keberlanjutan Peran PT (Perguruan Tinggi) Cara membentuk

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Bab ini menguraikan isu-isu strategis yang dihadapi oleh Kabupaten Bintan. Isu-isu strategis ini berkaitan dengan permasalahan-permasalahan pokok yang dihadapi, pemanfaatan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam Forum Diskusi Nasional Menuju Kota Masa Depan yang Berkelanjutan dan Berketahanan

Lebih terperinci

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017 LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017 A. Dasar Pemikiran Tanggal 10 Juli 2017, Pemerintah Indonesia telah mengundangkan Peraturan Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan atas sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hutan, sumber

Lebih terperinci

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: FIERDA FINANCYANA L2D 001 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N

P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N K O N S E P P E M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N Dalam mengejar pertumbuhan ekonomi seringkali menimbulkan dampak yang tidak terduga terhadap

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan 19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan alamnya dari masa ke masa. Berbagai lingkungan mempunyai tatanan masing masing sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut menyangkut beberapa masalah

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional, hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana.

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana. MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: SUMBER DAYA ALAM dan LINGKUNGAN HIDUP I Prioritas: Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan A Fokus Prioritas:

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE C. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2015-2019 MISI 1. MEWUJUDKAN BOGOR KOTA YANG CERDAS DAN BERWAWASAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

PROGRAM PEMERINTAH PENINGKATAN KEBUTUHAN DAMPAK LINGKUNGAN

PROGRAM PEMERINTAH PENINGKATAN KEBUTUHAN DAMPAK LINGKUNGAN PROGRAM PEMERINTAH PENINGKATAN KEBUTUHAN DAMPAK LINGKUNGAN PERMASALAHAN SUMBER DAYA ALAM PERMASALAHAN PEMUKIMAN POLUSI LINGKUNGAN KERUSAKAN HUTAN KEPUNAHAN HEWAN & TUMBUHAN PERLUASAN LAHAN KRITIS SANITASI

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengedepankan dethronement of GNP, pengentasan garis kemiskinan, 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional yang berfokus pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuh kebutuhan pangan, penyedia bahan mentah untuk industri, penyedia

I. PENDAHULUAN. pemenuh kebutuhan pangan, penyedia bahan mentah untuk industri, penyedia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian bersifat substansial dalam pembangunan, yaitu sebagai pemenuh kebutuhan pangan, penyedia bahan mentah untuk industri, penyedia lapangan kerja, dan sebagai penyumbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelangkaan Sumberdaya Air Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu penyebab pemanfaatan berlebihan yang dilakukan terhadap sumberdaya air. Selain itu, berkurangnya daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Memprioritaskan Investasi: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau Oktober 2013 Kata Sambutan Dr Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, M.A Wakil Menteri Kementerian Perencanaan

Lebih terperinci