BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING"

Transkripsi

1 BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 5.1 Definisi dan Terminologi Rekahan Rekahan merupakan bidang diskontinuitas yang terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa. Karena itu dalam penelitian ini rekahan didefinisikan sebagai permukaan diskontinuitas yang memotong batuan atau mineral, yang menyebabkan hilangnya kohesi, terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa (Nelson, 1985). Terdapat dua klasifikasi yang mendefinisikan rekahan secara spesifik, yaitu klasifikasi rekahan berdasarkan mode rekahan dan klasifikasi rekahan berdasarkan sudut pandang geologi. Klasifikasi rekahan berdasarkan mode rekahan (Dennis, 1987 op.cit. Koestler dkk, 1995) mendefinisikan rekahan berdasarkan tiga mode, yaitu: a. Mode I merupakan rekahan ekstensional dan juga dapat diuraikan sebagai mode rekahan bukaan atau regangan. Pergerakannya searah sumbu y (Gambar 5.1. A). Rekahan yang termasuk kedalam klasifikasi ini adalah kekar. b. Mode II dan mode III adalah rekahan gerus. Mode II menguraikan rekahan gerus dengan pergerakan pada arah tepi dari bidang diskontinuitas atau searah sumbu x (Gambar 5.1. B). Sedangkan Mode III menguraikan pergerakan gerusan dari rekahan sejajar terhadap tepi dari rekahan atau searah sumbu z (Gambar 5.1. C). Gambar 5.1 Mode Rekahan. A adalah Mode I, rekahan ekstensional; B dan C adalah Mode II dan III, rekahan gerus (Dennis, 1987 op. cit. Koestler dkk., 1995). 36

2 Menurut Nelson (1985), Twiss dan Moores (1992), pada rekahan yang berasosiasi dengan tektonik terdapat dua sistem rekahan, yaitu : a) Sistem rekahan yang berhubungan dengan sesar (fault-related fracture system) Rekahan yang umum hadir adalah dua set shear fracture, set pertama akan sejajar dengan sesar yang ada, sedangkan set yang kedua akan membentuk sudut sekitar 60 0 dan disebut conjugate shear fracture. Rekahan lain yang dapat hadir adalah satu set extension fracture yang sejajar dengan tegasan utama, terletak pada pertengahan sudut antara dua set shear fracture tersebut. b) Sistem rekahan yang berhubungan dengan lipatan (fold-related fracture system) Rekahan yang hadir memiliki pola yang kompleks, seperti terlihat pada Gambar 5.2b. Pada gambar ini orientasi dari rekahan dinyatakan dalam sistem koordinat ortogonal yang berhubungan dengan geometri lipatan. Sumbu a terletak pada bidang lapisan dan tegak lurus terhadap sumbu lipatan, sumbu b paralel terhadap sumbu lipatan dan umumnya terletak pada bidang perlapisan, sedangkan sumbu c tegak lurus terhadap bidang perlapisan. (a) (b) Gambar 5.2 (a) pola rekahan gerus yang dipengaruhi oleh sesar, dan (b) pola rekahan gerus yang berhubungan dengan lipatan (Twiss dan Moores, 1992) Rekahan tidak terjadi secara acak, namun mengikuti pola tertentu, sehingga dengan data yang memadai dapat ditemukan suatu hubungan antara rekahan dengan gaya penyebabnya. Salah satu analisis mengenai rekahan tersebut ialah analisis fraktal. Fraktal berasal dari bahasa Latin fractus yang artinya memecah untuk membentuk bentuk geometri yang tidak teratur (irregular 37

3 fragmen). Besarnya tingkat ketidakteraturan ini disebut sebagai dimensi fraktal. Menurut Turcotte (1997), rumus atau persamaan matematis yang digunakan dalam menganalisa fraktal disebut sebagai Power Law, yakni : N = k (S) c N = Jumlah kumulatif rekahan K = Konstanta S = Spasi satu variabel C = Dimensi Fraktal, merupakan kemiringan (slope) garis kurva. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari apakah sistem rekahan di daerah penelitian memiliki perilaku penskalaan mengikuti dimensi fraktal. Selain itu, akan dipelajari pula intensitas rekahan pada batugamping di daerah penelitian. Penelitian dilakukan pada daerah yang berada pada zona struktur yang sama, yaitu struktur lipatan yang terbentuk pada litologi batugamping dan batupasir. Di beberapa tempat pada litologi tersebut diambil 4 sampel data rekahan, yang kemudian diolah untuk melihat seperti apa karakteristik rekahan di daerah tersebut. Dan satu sampel data diambil pada litologi berbeda yaitu Batupasir feldspatic wacke (lampiran A), Satuan Batupasir-Napal Lempungan kemudian dibandingkan karakteristiknya terhadap salah satu sampel batugamping pada kondisi struktur yang sama, yaitu pada jalur sesar geser. 38

4 5.2 Data Metode Pengambilan Data Pengamatan terhadap sistem rekahan dilakukan secara sistematis dengan menggunakan metode scanline sampling (Gambar 5.3). Dalam metode ini pencatatan atribut rekahan dilakukan sepanjang garis pengamatan, yang dibatasi 1 meter ke atas dan 1 meter ke bawah dari garis pengamatan. Gambar 5.3 Hal-hal yang dicatat selama observasi rekahan. B-B adalah scanline. A adalah tebal dan atau bukaan rekahan, S adalah spasi rekahan, dan L adalah panjang rekahan (Sapiie, 1998 op. cit. Anshori, 2006) Rekahan yang dicatat dan diobservasi adalah rekahan yang memotong garis pengamatan. Salah satu ujung dari garis pengamatan menjadi datum dalam pengukuran jarak rekahan. Hal-hal yang perlu dicatat dalam pengamatan adalah nomor identitas rekahan, jarak dari datum, kedudukan rekahan (jurus / kemiringan), ketebalan, panjang, tipe, bentuk, material pengisi, dan hubungan potong-memotong Lokasi Pengambilan Data Pengukuran dilakukan pada tiga lokasi yaitu : a. Lokasi 1 Koordinat awal : 110 o 33'43.1"BT dan 07 o 53'38.7" LS Kedudukan garis pengukuran : 3 0, N 255 o E, dengan panjang 26 m Kedudukan lapisan : N 60 o E / 6 o Litologi : Packstone 39

5 Foto 5.1 Tempat pengamatan rekahan lokasi 1. Pengamatan dilakukan di sebelah timur K. Oyo b. Lokasi 2a Koordinat awal : 110 o 33'58.2" BT dan 07 o 53'42" LS Kedudukan garis pengukuran : 3 0, N 76º E, dengan panjang 11.5 m Kedudukan lapisan : N 65 0 E / 8 0 Litologi : Packstone Foto 5.2 Tempat pengamatan rekahan lokasi 2a. Pengamatan dilakukan di bagian tengah K. Oyo 40

6 c. Lokasi 2b Koordinat awal : 110 o 33'0.8" BT dan 07 o 53'41.1" LS Kedudukan garis pengukuran : 3 0, N 70º E, dengan panjang 20.5 m Kedudukan lapisan : N 85 0 E / 10 0 Litologi : Packstone Foto 5.3 Tempat pengamatan rekahan lokasi 2b. Pengamatan dilakukan di bagian tengah K. Oyo d. Lokasi 3 Koordinat awal Kedudukan garis pengukuran Kedudukan lapisan Litologi : 110 o 33'30" BT dan 07 o 53'41.7" LS : 4 0, N 88 o E, dengan panjang 7.3 m : N 25 o E / 18 o : Packstone Foto 5.4 Tempat pengamatan rekahan lokasi 3. Pengamatan dilakukan disebelah barat K. Oyo 41

7 e. Lokasi 4 Koordinat awal Kedudukan garis pengukuran Kedudukan lapisan Litologi : 110 o 33'3.9" BT dan 07 o 52'46.8" LS : 3 0, N 255 o E, dengan panjang 11.5 m : N 74 o E / 10 o : Batupasir (Feldspatic wacke) Foto 5.5 Tempat pengamatan rekahan lokasi 4. Pengamatan di K. Widoro. Lokasi 4 Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Gambar 5.4 Peta lokasi pengamatan rekahan 3 lokasi di K. Oyo dan 1 lokasi di K. Widoro. 42

8 5.2.3 Data Lapangan Data rekahan hasil pengukuran terlampir (Lampiran G) Pemilahan Data Dalam pengamatan rekahan perlu dilakukan pemilahan data berdasarkan jenis rekahan. Jenis rekahan ditentukan saat pengamatan lapangan dengan melihat geometri maupun jenis pergerakan yang ada. Pada pengamatan yang dilakukan di empat lokasi diperoleh dua jenis rekahan, yaitu rekahan gerus (shear fractures) dan rekahan terbuka (extensional fractures). Setelah dipilah berdasarkan jenis rekahan, dilakukan pemilahan berdasarkan orientasi rekahan, meliputi jurus dan kemiringan rekahan. Rekahanrekahan yang sejenis dan memiliki orientasi yang relatif sama dikelompokkan menjadi satu set rekahan tertentu. 43

9 Tabel 5.1 Set, dan orientasi umum rekahan Lokasi Orientasi Jenis Rekahan Kelompok Umum Strike Dip N.ºE ( ) 1 shear fracture SFA (rekahan gerus) SFB SFC extension fracture EFA (rekahan terbuka) EFB EFC a shear fracture SFC (rekahan gerus) extension fracture EFA (rekahan terbuka) EFB EFC b shear fracture SFA (rekahan gerus) SFB SFC extension fracture EFA (rekahan terbuka) EFB EFC shear fracture SFB (rekahan gerus) extension fracture EFA (rekahan terbuka) EFB EFC shear fracture SFA (rekahan gerus) SFB SFC SFD extension fracture EFA (rekahan terbuka) EFC

10 Lokasi 1 Gambar 5. 5 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 1. Lokasi 2a Gambar 5. 6 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 2a. 45

11 Lokasi 2b ` Gambar 5. 7 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 2b. Lokasi 3 Gambar 5. 8 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 3. 46

12 Lokasi 4 Gambar 5. 9 Stereonet dari rekahan gerus (a) dan terbuka (b) pada lokasi 4. 47

13 5.3 Pengolahan Data Pola Distribusi Rekahan Data rekahan yang diperoleh dari singkapan pada beberapa lokasi pengamatan hanya mempresentasikan sebagian kecil area dari suatu jalur sesar geser. Pengamatan rekahan juga terbatas pada skala mesoskopik, sehingga untuk memodelkan kondisi pada skala lebih besar (makroskopik) atau skala yang lebih kecil (mikroskopik) harus diketahui karakter penskalaan (scaling) dari parameterparameter properti rekahan. Menurut Koestler et al. (1995) scaling bertujuan untuk pengisian data pada skala yang berbeda dengan skala pengamatan (scale gap), dengan melakukan ekstrapolasi dari data yang ada. Oleh karena itu perlu diketahui pola distribusi sistem rekahan yang ada, apakah mengikuti distribusi normal, logaritmik, atau eksponensial. Analisis pola distribusi rekahan dalam penelitian ini menggunakan parameter spasi rekahan, dengan melakukan pengeplotan data pada grafik dengan skala sumbu linier dan logaritmik. Data yang diplot adalah nilai spasi rekahan pada sumbu x, terhadap jumlah kumulatifnya pada sumbu y. Pengeplotan dilakukan pada tiap lokasi yang ada Spasi Rekahan Spasi rekahan adalah jarak antara dua rekahan terdekat yang saling sejajar pada arah normal atau tegak lurus bidang rekahan (Pollard dan Wu, 2002). Oleh karena itu pengukuran spasi rekahan dilakukan pada rekahan-rekahan dalam set yang sama. Dua rekahan yang berdekatan pada satu set yang sama belum tentu sejajar, karena itu diambil kedudukan rata-ratanya agar menjadi sejajar dan dapat diukur spasinya. Berdasarkan uraian di atas, maka spasi rekahan (Si) dihitung dengan menggunakan persamaan Si = So x Cosβ x Cosα x Cosө, dengan So = jarak semu yang diukur di lapangan, β = sudut vertikal antara scanline dengan bidang horizontal, α = sudut horizontal antara scanline dengan arah kemiringan rekahan, ө = sudut vertikal antara garis normal rekahan dengan bidang horizontal. Spasi rekahan (Si) dari tiap kelompok rekahan dapat dilihat pada lampiran G. 48

14 Untuk mengetahui pola distribusi spasi rekahan maka dilakukan pengeplotan antara jumlah kumulatif rekahan terhadap spasi rekahan pada grafik linier dan logaritmik. Pengeplotan dilakukan pada tiap lokasi observasi (Grafik 5.1 hingga 5.10). Lokasi 1 Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi jumlah kumulatif y = x Populasi 1 R 2 = Populasi 2 Linear (Populasi 1) y = x Linear (Populasi 2) R 2 = spasi rata-rata Grafik 5.1 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier di lokasi 1. Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan jumlah kumulatif 100 y = x R 2 = Populasi 1 Populasi 2 10 Power (Populasi 1) y = x R 2 = Power (Populasi 2) spasi rekahan Grafik 5.2 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw di lokasi 1. 49

15 Lokasi 2a Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan jumlah kumulatif y = x + 48 Populasi 1 R 2 = Populasi 2 Linear (Populasi 1) y = x R 2 Linear (Populasi 2) = spasi rekahan Grafik 5.3 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier di lokasi 2a. Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100 jumlah kumulatif 10 y = x R 2 = y = 5E+09x R 2 = spasi rekahan Populasi 1 Populasi 2 Power (Populasi 1) Power (Populasi 2) Grafik 5.4 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw lokasi 2a. 50

16 Lokasi 2b Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan jumlah kumulatif y = x R 2 = Populasi 1 Populasi 2 Linear (Populasi 2) Linear (Populasi 1) 20 y = x R 2 = spasi rekahan Grafik 5.5 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier lokasi 2b. Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100 jumlah kumulatif 10 y = x R 2 = y = 23517x R 2 = Populasi 1 Populasi 2 Power (Populasi 1) Power (Populasi 2) spasi rekahan Grafik 5.6 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw lokasi 2b. 51

17 Lokasi 3 Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan jumlah kumulatif y = -3.8x R 2 = Populasi 1 Populasi 2 Linear (Populasi 1) Linear (Populasi 2) y = x R 2 = spasi rekahan Grafik 5.7 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier lokasi 3. Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100 jumlah kumulatif 10 1 y = x Polpulasi 1 R 2 = Power (Polpulasi 1) spasi rekahan Grafik 5.8 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw lokasi 3. 52

18 Lokasi 4 Grafik linier Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100 jumlah kumulatif y = x R 2 = y = x R 2 = Series1 Series2 Linear (Series1) Linear (Series2) spasi rekahan Grafik 5.9 Grafik linier spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi linier lokasi 4. Grafik logaritmik Distribusi Kumulatif Spasi Rekahan 100 Populasi 1 jumlah kumulatif 10 1 y = x R 2 = y = 3E+10x R 2 = Populasi 2 Power (Populasi 1) Power (Populasi 2) 0.1 spasi rekahan Grafik 5.10 Grafik logaritmik spasi rekahan vs. jumlah kumulatifnya setelah diregresi powerlaw lokasi 4. 53

19 Berdasarkan grafik antara jumlah kumulatif rekahan terhadap spasi rekahan tersebut, dapat diketahui persamaan garis regresinya (Tabel 5.2 a dan b). a. Grafik linier ; Lokasi 1 2a 2b 3 4 Y = -k(x) + c -k c R b. Grafik logaritmik ; y=k(x) -c Lokasi k c R a E b E Tabel 5.2 Nilai k, c, dan R 2. Nilai ini diperoleh dari persamaan regresi pada grafik antara spasi rekahan terhadap jumlah kumulatif rekahan di empat lokasi observasi. 54

20 5.3.3 Interpretasi dan Pembahasan Terdapat 5 pengukuran rekahan pada 4 lokasi yang berbeda, yaitu lokasi 1, lokasi 2, lokasi 3, dan lokasi 4. Pengukuran rekahan pada lokasi 1, 2, dan 3 dilakukan sepanjang K. Oyo sedangkan lokasi 4 di K. Widoro (Bunder). Setelah data diplot pada grafik linier dan logaritmik, dilakukan regresi pada data yang bertujuan untuk memprediksi hubungan dari data yang ada. Pada grafik linier diperoleh nilai R 2 (koofisien determinasi) yaitu dengan kisaran Koofisien determinasi mendekati angka 1 menunjukkan seberapa dekat estimasi dari garis regresi berhubungan dengan data yang ada. Pada pengeplotan spasi rekahan dengan menggunakan grafik logaritmik dan dilakukan regresi power law (fungsi pangkat dengan bilangan eksponensial negatif) diperoleh nilai R 2 berkisar antara sampai Sehingga dapat disimpulkan bahwa pola distribusi (dari spasi rekahan) mengikuti distribusi power law. Menurut Mandelbrot (1983) op. cit. Turcotte (1997) distribusi power law merupakan penciri utama dari dimensi fraktal. Dimensi fraktal mengindikasikan distribusi dan perilaku yang sama pada berbagai skala yang berbeda. Terdapat dua garis regresi power law untuk spasi rekahan di lokasi 1, 2, dan 4, sedangkan pada lokasi 3 terdapat satu garis regresi power law. Garis regresi pertama berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai relatif kecil, sedangkan garis regresi kedua berhubungan dengan spasi rekahan yang bernilai relatif besar Intensitas Rekahan pada Batugamping Intensitas rekahan pada batugamping di daerah penelitian dapat diketahui melalui pengeplotan data intensitas rekahan terhadap jarak pada grafik logaritmik di setiap lokasi pengamatan. Intensitas rekahan ditentukan melalui persamaan sebagai berikut: Hasil pengolahan nilai intensitas tersebut dapat dilihat pada Lampiran H. Setelah diketahui nilai intensitas setiap lokasi pengamatan, maka dilakukan pengeplotan pada grafik yang menghubungkan antara intensitas rekahan dengan jarak pengukuran (Grafik 5.11 hingga 5.15). 55

21 Grafik Intensitas Rekahan Lokasi 1 Grafik Intensitas Rekahan 0.05 intensitas rekahan jarak pengukuran (cm) Shear fracture Extension fracture Grafik 5.11 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi 1. Intensitas extension fracture lebih tinggi daripada shear fracture. Lokasi 2a Grafik Intensitas Rekahan intensitas rekahan jarak pengukuran (cm) Shear fracture Extension fracture Grafik 5.12 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi2a. Intensitas extension fracture lebih tinggi daripada shear fracture. Nilai extension fracture semakin menurun terhadap jarak sedangkan nilai shear fracture semakin meningkat. Intensitas rekahan cenderung menurun seiring dengan peningkatan jarak. 56

22 Lokasi 2b Grafik Intensitas Rekahan intensitas rekahan Shear fracture Extension fracture jarak pengukuran (cm) Grafik 5.13 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi 2b. Intensitas extension fracture lebih tinggi daripada shear fracture. Intensitas rekahan cenderung menurun terhadap peningkatan jarak. Lokasi 3 Grafik Intensitas Rekahan 0.2 intensitas rekahan jarak pengukuran (cm) Shear fracture Extension fracture Grafik 5.14 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi 3. Intensitas extension fracture lebih tinggi daripada shear fracture. Extension fracture memiliki pola pada jarak 500 cm. 57

23 Lokasi 4 Grafik Intensitas Rekahan intensitas rekahan jarak pengukuran (cm) Shear fracture Extension fracture Grafik 5.15 Grafik Intensitas Rekahan pada lokasi 4. Intensitas shear fracture lebih tinggi daripada extension fracture. Intensitas shear fracture rekahan cenderung meningkat terhadap jarak pengukuran. Intensitas rekahan merupakan suatu besaran/nilai perbandingan antara panjang total rekahan terhadap panjang pengukuran/scanline. Di bawah ini merupakan nilai intensitas pada masing-masing lokasi. Lokasi Litologi Jenis Rekahan Intensitas rata-rata (1/cm) Persen Intensitas Rata-Rata (%) Extension Fracture 1 Packstone Shear Fracture Extension Fracture 2a Shear Packstone Fracture Extension Fracture 2b Shear Fracture Extension Fracture 3 Packstone Shear Fracture 4 Extension Batupasir Fracture (Feldspatic Shear wacke) Fracture Tabel 5.3 Nilai Total Intensitas Rekahan pada tiap lokasi. 58

24 Interpretasi Menurut Price (1966) op. cit. Nelson (1985) intensitas rekahan akan tinggi pada daerah dengan strain yang besar. Salah satu tempat dimana memiliki strain yang besar adalah zona sesar. Intensitas rekahan pada masing-masing lokasi memiliki nilai yang berbeda-beda, dan terlihat secara jelas pada grafik intensitas per interval 100 cm diatas. o Terlihat pada grafik intensitas di atas nilai rata-rata extension fracture tertinggi terdapat pada lokasi 3 dengan nilai 9.1%, kemudian menurun di lokasi 2 dan paling rendah di lokasi 1 dengan nilai 1.7%. o Nilai intensitas rata-rata shear fracture tertinggi terdapat di lokasi 4 dengan nilai 4%, kemudian menurun dari lokasi 3 hingga lokasi 1 dengan nilai 0.5%. o Terdapat dua litologi yang berbeda yaitu batugamping dan batupasir. Pada batugamping nilai intensitas rekahan extension fracture lebih tinggi dari pada shear fracture, dan nilai intensitas tersebut semakin menurun dari lokasi 3 menuju lokasi 1. Sedangkan pada batupasir nilai intensitas rata-rata shear fracture lebih tinggi daripada extension fracture. o Pada daerah zona sesar yang sama, yaitu lokasi 4 dan lokasi 1, nilai intensitas rata-rata shear fracture tinggi terdapat pada batupasir, dan nilai intensitas rata-rata extension fracture tinggi pada batugamping. o Nilai intensitas rekahan lebih tinggi pada batupasir daripada batugamping. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa faktor litologi dan jarak terhadap struktur yang ada akan mempengaruhi terhadap nilai intensitas rekahan. 59

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 6. 1 Pendahuluan Menurut Nelson (1985), sistem rekahan khususnya spasi rekahan dipengaruhi oleh komposisi batuan, ukuran butir, porositas, ketebalan lapisan,

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING

BAB VI KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING BAB VI KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING 6.1 Pendahuluan Batugamping di daerah penelitian terdiri atas beberapa fasies yang berbeda dan kehadiran rekahan pada fasies batugamping yang berbeda

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISASI REKAHAN DI FASIES BATUGAMPING

BAB V KARAKTERISASI REKAHAN DI FASIES BATUGAMPING BAB V KARAKTERISASI REKAHAN DI FASIES BATUGAMPING 5.1 Pendahuluan Rekahan dapat menjadi faktor utama dalam penyebaran porositas dalam batugamping. Rekahan di batugamping dapat ditemui dalam jenjang skala

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING

BAB V KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING BAB V KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING 5.1 Teori Dasar 5.1.1 Mekanisme Pembentukan Rekahan Rekahan adalah suatu bidang diskontinuitas pada batuan yang diinterpretasikan sebagai hasil dari

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DAN BATUPASIR, DAERAH GUNUNG KIDUL DAN SEKITARNYA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DAN BATUPASIR, DAERAH GUNUNG KIDUL DAN SEKITARNYA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DAN BATUPASIR, DAERAH GUNUNG KIDUL DAN SEKITARNYA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DI DAERAH NGLIPAR, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DI DAERAH NGLIPAR, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING DI DAERAH NGLIPAR, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Kesarjanaan Strata Satu,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar sesar anjak berarah WNW - ESE, sesar-sesar geser berarah NE - SW. Bukti-bukti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

BAB IV ANALISIS KINEMATIK BAB IV ANALISIS KINEMATIK Pada prinsipnya terdapat dua proses untuk melakukan evaluasi kestabilan suatu lereng batuan. Langkah pertama adalah menganalisis pola-pola atau orientasi diskontinuitas yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :

Untuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut : Landasan Teori Geologi Struktur Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang bentuk (arsitektur) batuan akibat proses deformasi serta menjelaskan proses pembentukannya. Proses

Lebih terperinci

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI BAB IV STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar (Gambar 4.1) yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar naik berarah relatif WNW-ESE, sesar geser berarah relatif utara-selatan dan

Lebih terperinci

GEOLOGI STRUKTUR ANALISIS KEKAR

GEOLOGI STRUKTUR ANALISIS KEKAR GEOLOGI STRUKTUR ANALISIS KEKAR Fracture & stress states Fracture orientations relative to the principal stress orientations Stress = Gaya per satuan area yang mengenai suatu bidang Kondisi stress yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 METODA PENELITIAN Analisis struktur geologi terhadap daerah penelitian dilakukan melalui tiga tahap penelitian. Tahap pertama merupakan pendekatan tidak langsung, yaitu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KINEMATIK

BAB IV ANALISIS KINEMATIK BAB IV ANALISIS KINEMATIK 4.1 Data Lereng yang dijadikan objek penelitian terletak di pinggir jalan raya Ponjong Bedoyo. Pada lereng tersebut terdapat banyak diskontinuitas yang dikhawatirkan akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

Strain, Stress, dan Diagram Mohr

Strain, Stress, dan Diagram Mohr TUGAS GL-2212 GEOLOGI STRUKTUR Strain, Stress, dan Diagram Mohr Oleh: Hafidha Dwi Putri Aristien NIM 12111003 Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1. Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan

Lebih terperinci

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan. Ukuran pergerakan ini adalah bersifat relatif

Lebih terperinci

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan.

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesarsesar mendatar yang umumnya berarah timurlaut baratdaya dan lipatan yang berarah

Lebih terperinci

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line Scan Line dan RQD 1. Pengertian Scan Line Salah satu cara untuk menampilkan objek 3 dimensi agar terlihat nyata adalah dengan menggunakan shading. Shading adalah cara menampilkan objek 3 dimensi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini pendirian suatu konstruksi terus berkembang seiring dengan kebutuhan manusia terhadap kegiatan tersebut yang terus meningkat. Lebih lanjut lagi,

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

IV.2 Pola Kelurusan Daerah Penelitian

IV.2 Pola Kelurusan Daerah Penelitian Pola struktur yang berkembang pada daerah penelitian sebagian besar dipengaruhi oleh pola Jawa dengan kompresi berarah utara-selatan karena terbentuk pola struktur dan kelurusan yang berarah relatif barat-timur.

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara.

mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara. mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara. Foto 4.16 Indikasi Sesar Normal mangkubuni (CLT12) 4.3. Mekanisme Pembentukan Struktur

Lebih terperinci

KEKAR (JOINT) STRUKTUR REKAHAN PADA BATUAN PALING UMUM, PALING BANYAK DIPELAJARI TIDAK ATAU SEDIKIT MENGALAMI PERGESERAN PALING SULIT UNTUK DIANALISA

KEKAR (JOINT) STRUKTUR REKAHAN PADA BATUAN PALING UMUM, PALING BANYAK DIPELAJARI TIDAK ATAU SEDIKIT MENGALAMI PERGESERAN PALING SULIT UNTUK DIANALISA KEKAR (JOINT) STRUKTUR REKAHAN PADA BATUAN PALING UMUM, PALING BANYAK DIPELAJARI TIDAK ATAU SEDIKIT MENGALAMI PERGESERAN PALING SULIT UNTUK DIANALISA HUBUNGANNYA DENGAN MASALAH MASALAH 1. GEOLOGI TEKNIK

Lebih terperinci

GEOLOGI STRUKTUR PRINSIP GAYA & DEFORMASI

GEOLOGI STRUKTUR PRINSIP GAYA & DEFORMASI GEOLOGI STRUKTUR PRINSIP GAYA & DEFORMASI Definitions Stress adalah gaya yang mengenai batuan (atau sesuatu yang lain) Strain adalah perubahan dalam ukuran dan/atau bentuk dari suatu objek padat (solid

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI Analisis Struktur 4.1 Struktur Lipatan 4.1.1 Antiklin Buniasih Antiklin Buniasih terletak disebelah utara daerah penelitian dengan arah sumbu lipatan baratlaut tenggara

Lebih terperinci

7. Peta Geologi Pengertian dan Kegunaan

7. Peta Geologi Pengertian dan Kegunaan 7 Peta Geologi 71 Pengertian dan Kegunaan Peta geologi adalah gambaran tentang keadaan geologi suatu wilayah, yang meliputi susunan batuan yang ada dan bentuk bentuk struktur dari masingmasing satuan batuan

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

RESUME KEKAR. A. Definisi Kekar

RESUME KEKAR. A. Definisi Kekar RESUME KEKAR A. Definisi Kekar Kekar merupakan pola sistematik yang ditandai dengan blok yang saling berpisan bidang rekahan akan tetapi tidak menunjukan pergeseran terlampau berarti pada titik bagiaan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

Struktur geologi terutama mempelajari struktur-struktur sekunder yang meliputi kekar (joint), sesar (fault) dan lipatan (fold).

Struktur geologi terutama mempelajari struktur-struktur sekunder yang meliputi kekar (joint), sesar (fault) dan lipatan (fold). 9. Struktur Geologi 9.1. Struktur geologi Struktur geologi adalah gambaran bentuk arsitektur batuan-batuan penyusunan kerak bumi. Akibat sedimentasi dan deformasi. berdasarkan kejadiannya, struktur geologi

Lebih terperinci

KEKAR (JOINT) Sumber : Ansyari, Isya Foto 1 Struktur Kekar

KEKAR (JOINT) Sumber : Ansyari, Isya Foto 1 Struktur Kekar KEKAR (JOINT) A. Definisi Kekar Kekar adalah salah satu struktur geologi yang berupa rekahan pada batuan yang tidak terlalu mengalami pergeseran pada bidang rekahannya. Kekar merupakan gejala yang umum

Lebih terperinci

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU

PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU 1 ACARA 1 : MENETUKAN KEDUDUKAN PERLAPISAN BATUAN DARI 2 DIP SEMU Data : Diketahui arah dip semu dari batuan yang sama pada dua singkapan batuan sedimen adalah 30, N 45 E dan 40, N 150 E dan tidak menunjukkan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

A. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas

A. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas 3.2.4 Satuan Batupasir-Batulempung 3.2.4.1 Penyebaran Satuan Batupasir-Batulempung menempati bagian selatan daerah penelitian (Gambar 3.6), meliputi + 10% dari luas daerah penelitian (warna hijaupada peta

Lebih terperinci

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40. 4.1.4 Sesar Anjak Cisaar 1 Gejala sesar ini dijumpai pada Sungai Cisaar pada lokasi CS 40, CS 41, CS 4, CS 2, dan CS 10. Kehadiran sesar ini ditunjukkan

Lebih terperinci

Menentukan Jurus dan Kemiringan Batuan serta Struktur Patahan di Sepanjang Sungai Cinambo, Jawa Barat. Abstrak

Menentukan Jurus dan Kemiringan Batuan serta Struktur Patahan di Sepanjang Sungai Cinambo, Jawa Barat. Abstrak Menentukan Jurus dan Kemiringan Batuan serta Struktur Patahan di Sepanjang Sungai Cinambo, Jawa Barat Lia Maryani Geofisika, Universitas Padjadjaran Abstrak Telah dilakukan penelitian struktur patahan

Lebih terperinci

GEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani

GEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani GEOLOGI STRUKTUR PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi By : Asri Oktaviani http://pelatihan-osn.com Lembaga Pelatihan OSN PEDAHULUAN Geologi : Ilmu yang mempelajari bumi yang berhubungan

Lebih terperinci

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama berupa plagioklas, kuarsa (C6-C7) dan k-feldspar (D3-F3).

Lebih terperinci

Foto 4.10 Blok bagian kanan bergerak relatif ke kanan dari blok bagian kiri (lokasi pengamatan STG 10)

Foto 4.10 Blok bagian kanan bergerak relatif ke kanan dari blok bagian kiri (lokasi pengamatan STG 10) Foto 4.0 Blok bagian kanan bergerak relatif ke kanan dari blok bagian kiri (lokasi pengamatan STG 0) 4. LIPATAN Lipatan yang terjadi pada daerah ini pembentukannya berkaitan erat dengan sistem sesar anjak

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Analisis Kondisi Geomorfologi Analisis Kondisi Geomorfologi yang dilakukan adalah berupa analisis pada peta topografi maupun pengamatan

Lebih terperinci

Identifikasi Struktur. Arie Noor Rakhman, S.T., M.T.

Identifikasi Struktur. Arie Noor Rakhman, S.T., M.T. Identifikasi Struktur Arie Noor Rakhman, S.T., M.T. Dasar Analisis Macam keterakan berdasarkan gaya pembentuknya: Irrotational Strain (pure shear) disebabkan tegasan tekanan (model Moody & Hill, 1956)

Lebih terperinci

FUNGSI DAN PERSAMAAN LINEAR. EvanRamdan

FUNGSI DAN PERSAMAAN LINEAR. EvanRamdan FUNGSI DAN PERSAMAAN LINEAR TEORI FUNGSI Fungsi yaitu hubungan matematis antara suatu variabel dengan variabel lainnya. Unsur-unsur pembentukan fungsi yaitu variabel (terikat dan bebas), koefisien dan

Lebih terperinci

GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR

GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR Gaya a) Gaya merupakan suatu vektor yang dapat merubah gerak dan arah pergerakan suatu benda. b) Gaya dapat bekerja secara seimbang terhadap suatu benda (gaya gravitasi

Lebih terperinci

STRIKE-SLIP FAULTS. Pemodelan Moody dan Hill (1956)

STRIKE-SLIP FAULTS. Pemodelan Moody dan Hill (1956) Novia Dian Sundari STRIKE-SLIP FAULTS 12/39585 Sesar mendatar (Strike slip fault atau Transcurent fault atau Wrench fault) adalah sesar yang pembentukannya dipengaruhi oleh tegasan kompresi. Posisi tegasan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 SESAR Sesar yang terjadi pada daerah ini pada umumnya mempunyai dua arah. Arah ertama adalah sesar yang memiliki arah relatif barat timur. Sesar yang memiliki arah

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

SESAR MENDATAR (STRIKE SLIP) DAN SESAR MENURUN (NORMAL FAULT)

SESAR MENDATAR (STRIKE SLIP) DAN SESAR MENURUN (NORMAL FAULT) SESAR MENDATAR Pergerakan strike-slip/ pergeseran dapat terjadi berupa adanya pelepasan tegasan secara lateral pada arah sumbu tegasan normal terkecil dan terdapat pemendekan pada arah sumbu tegasan normal

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH PENGARUH STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP MUNCULNYA REMBESAN MINYAK DAN GAS DI DAERAH BOTO, KECAMATAN BANCAK, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH P.A. Pameco *, D.H. Amijaya Jurusan Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1. DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008 4.1. Geoteknik Tambang Bawah Tanah Geoteknik adalah salah satu dari banyak alat dalam perencanaan atau design tambang. Data geoteknik harus digunakan secara benar dengan kewaspadaan dan dengan asumsiasumsi

Lebih terperinci

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI BAB IV STRUKTUR GEOLOGI 4.1 STRUKTUR SESAR Struktur sesar pada daerah penelitian terdiri dari sesar-sesar anjak yang berarah relatif Barat-Timur (NE-SW) dan sesar geser yang berarah relatif Barat Daya

Lebih terperinci

LABORATORIUM GEOLOGI DINAMIKA JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR

LABORATORIUM GEOLOGI DINAMIKA JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR LABORATORIUM GEOLOGI DINAMIKA JURUSAN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR Edisi 2008 PANDUAN PRAKTIKUM GEOLOGI STRUKTUR Edisi 2008 Laboratorium Geologi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA

GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi,

Lebih terperinci

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DI DAERAH CAMPAKA DAN SEKITARNYA, CIANJUR, JAWA BARAT

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DI DAERAH CAMPAKA DAN SEKITARNYA, CIANJUR, JAWA BARAT GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI UNTUK KARAKTERISASI SESAR ANJAK DI DAERAH CAMPAKA DAN SEKITARNYA, CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Analisis Struktur Daerah Pasirsuren dan Sekitarnya, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Analisis Struktur Daerah Pasirsuren dan Sekitarnya, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan Data

Bab III Pengolahan Data S U U S Gambar 3.15. Contoh interpretasi patahan dan horizon batas atas dan bawah Interval Main pada penampang berarah timurlaut-barat daya. Warna hijau muda merupakan batas atas dan warna ungu tua merupakan

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. geologi, seperti data kekar dan cermin sesar, untuk melukiskan karakteristik

BAB III METODE PENELITIAN. geologi, seperti data kekar dan cermin sesar, untuk melukiskan karakteristik BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek penelitian difokuskan pada pengambilan data unsur struktur geologi, seperti data kekar dan cermin sesar, untuk melukiskan karakteristik hubungan antara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi daerah penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa media, yaitu peta kontur, citra satelit, dan citra Digital Elevation Model

Lebih terperinci

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR BAB III TEORI DASAR 3.1 INTERPRETASI PENAMPANG SEISMIK 3.1.1 Metoda seismik Prinsip dasar metoda seismik adalah perambatan energi gelombang seismik yang ditimbulkan oleh sumber getaran di permukaan bumi

Lebih terperinci

Gambar 1.2 Anatomi lipatan (Mc Clay, 1987)

Gambar 1.2 Anatomi lipatan (Mc Clay, 1987) ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI METODE STEREOGRAFIS Disusun Oleh : Eko Suko Wiratmoko 1. LIPATAN 1.1 Definisi Lipatan Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang ditunjukkan sebagai

Lebih terperinci

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi 3.2.3.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan data analisis mikrofosil pada batupasir (lampiran B), maka diperoleh umur dari Satuan Breksi yaitu N8 (Akhir Miosen Awal) dengan ditemukannya

Lebih terperinci

PAPER GEOLOGI TEKNIK

PAPER GEOLOGI TEKNIK PAPER GEOLOGI TEKNIK 1. Apa maksud dari rock mass? apakah sama atau beda rock dengan rock mass? Massa batuan (rock mass) merupakan volume batuan yang terdiri dan material batuan berupa mineral, tekstur

Lebih terperinci

8. Pengertian dalam Hubunngan Geologi

8. Pengertian dalam Hubunngan Geologi 8. Pengertian dalam Hubunngan Geologi 8.1 Prinsip dasar perlapisan batuan sedimen Peta geologi umumnya menggambarkan bermacam-macam batuan dan struktur geologinya. Gambaran tersebut mengikuti aturan atau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan peta geologi regional Lembar Bogor yang dibuat oleh Effendi, dkk (1998), daerah Tajur dan sekitarnya memiliki struktur-struktur geologi yang cukup menarik

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching Penampang hasil pengolahan dengan perangkat lunak Ipi2win pada line 08 memperlihatkan adanya struktur antiklin. Struktur ini memiliki besar tahanan jenis

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen

Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen 3.2.1.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen Akhir-Pliosen Tengah bagian bawah (Lampiran B). Sampel

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan BAB II DASAR TEORI 2.1 Kestabilan Lereng Batuan Kestabilan lereng batuan banyak dikaitkan dengan tingkat pelapukan dan struktur geologi yang hadir pada massa batuan tersebut, seperti sesar, kekar, lipatan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA

BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA BAB IV STUDI KHUSUS GEOKIMIA TANAH DAERAH KAWAH TIMBANG DAN SEKITARNYA IV.1 TINJAUAN UMUM Pengambilan sampel air dan gas adalah metode survei eksplorasi yang paling banyak dilakukan di lapangan geotermal.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 8 II.1. Fisiografi Regional... 8 II.2. Stratigrafi Regional II.3. Struktur Geologi Regional...

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 8 II.1. Fisiografi Regional... 8 II.2. Stratigrafi Regional II.3. Struktur Geologi Regional... DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i PERNYATAAN... ii PRAKATA... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x SARI... xi ABSTRACT... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1. Latar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi 3 BAB III METODE PENELITIAN 3. Pengambilan Data Lapangan Pada penelitian ini pengambilan data di lapangan menggunakan metode geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi Schlumberger

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan tahanan jenis dilakukan dengan cara mencatat nilai kuat arus yang diinjeksikan dan perubahan beda potensial yang terukur dengan menggunakan konfigurasi wenner. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN Data-data yang telah didapatkan melalui studi literatur dan pencarian data di lokasi penambangan emas pongkor adalah : 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukaan

Lebih terperinci