I. PENDAHULUAN. bernilai ekonomis tinggi dan telah diusahakan adalah rumput laut merah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. bernilai ekonomis tinggi dan telah diusahakan adalah rumput laut merah"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas perairan laut Indonesia serta keragaman jenis rumput laut merupakan cerminan dari potensi rumput laut Indonesia. Beberapa jenis rumput laut yang bernilai ekonomis tinggi dan telah diusahakan adalah rumput laut merah (Rhodophyceae) dan rumput laut coklat (Phaeophyceae). Beberapa jenis rumput laut yang tergolong Rhodophyceae adalah Gracillaria sp, Gellidium sp, Gellidiela sp, dan Gellidiopsis sp yang merupakan merupakan penghasil agar-agar serta Eucheuma sp yang merupakan penghasil karaginan. Sedangkan jenis rumput laut yang tergolong dalam Phaeophyceae adalah Turbinaria sp, Sargasuum sp sebagai penghasil alginate (Anggadiredja, 2009). Pemanfaatan rumput laut sebagai komoditas ekspor masih terbatas dalam bentuk kering. Adapun jenis rumput laut yang diekspor berasal dari kelas Rhodophyceae, yaitu jenis Eucheuma sp, Glacilaria sp dan Gellidium sp. Berdasarkan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), perkembangan ekspor rumput laut Indonesia dari tahun terjadi penurunan nilai ekspor yaitu dari US$ dengan volume ekspor ton pada tahun 1999 turun menjadi US$ dengan ton pada tahun Hal ini berarti bahwa pemanfaatan rumput laut dalam bentuk kering belum dapat bersaing di pasar internasional. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan pengolahan lebih lanjut yang dapat meningkatkan nilai jual, misalnya pengolahan Alkali Treated Cottonii (ATC) dan karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii. 1

2 Karaginan merupakan polisakarida yang linier atau lurus, dan merupakan molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa. Karaginan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah). Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium dan kalsium sulfat. Karaginan merupakan molekul besar yang terdiri dari lebih residu galaktosa. Oleh karena itu variasinya sangat banyak. Karaginan dibagi atas tiga kelompok utama yaitu: kappa, iota, dan lambda karaginan yang memiliki struktur yang jelas. Karaginan dapat diperoleh dari alga merah, salah satu jenisnya adalah dari kelompok Euchema sp. 1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh konsentrasi KOH, lama pemasakan dan suhu pemanasan yang digunakan terhadap mutu karaginan yang dihasilkan. Melalui penelitian ini, kita dapat mengetahui kondisi pengolahan yang optimal untuk menghasilkan mutu karaginan yang baik dan sebagai bahan informasi bagi industri dalam pengolahan rumput laut Eucheuma cottonii dalam bentuk Alkali Treated Cottonii (ATC). 2

3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) yang secara ilmiah dikenal dengan nama Kappaphycus alvarezii karena menghasilkan karaginan jenis Kappa. Secara taksonomi Eucheuma cottonii, disebut Kappaphycus alvarezii (Doty 1986). Nama cottonii umumnya lebih dikenal oleh masyarakat dan umum dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional (Doty 1986). Klasifikasi Euchema cottonii menurut Doty (1986) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi Kelas Ordo Famili Genus Species : Rhodophyta : Rhodophyceae : Gigartinales : Solieracea : Eucheuma : Eucheuma Cottoni Ciri-ciri E.Cottonii yaitu thallus berbentuk silinder, permukaan licin, cartilageneus (menyerupai tulang rawan/muda), serta berwarna hijau terang, hijau olive, dan coklat kemerahan. Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), duri lunak/tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat berseling, tidak teratur, serta dapat bersifat diachotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (system percabangan tigatiga) (Anggadiredja, 2009). 3

4 Rumput laut E.cottonii memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya mungkin hidup pada lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya (Anggadiredja, 2009). Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54-73% tergantung pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Selanjutnya dikembangkan ke berbagai negara sebagai tanaman budidaya. Lokasi budidaya rumput laut jenis ini di Indonesia antara lain Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu (Atmadja, 1996). 2.2 Alkali Treated Cottonii (ATC) Rumput laut (Algae) selain diolah dalam bentuk kering juga dapat diolah menjadi bentuk tepung, seperti tepung agar-agar dan tepung ATC (Alkali Treated Cottonii) yang digunakan sebagai bahan baku untuk pengolahan karaginan murni. Jenis rumput laut yang digunakan dalam pembuatan tepung ATC adalah rumput laut Eucheuma. Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54-73% tergantung pada jenis dan lokasinya. Eucheuma spinosum dan Eucheuma cottonii hasil budidaya di Indonesia, kebanyakan untuk komoditas ekspor. Tepung ATC merupakan hasil produk olahan rumput laut jenis Eucheuma 4

5 cottonii yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan karaginan murni (Andriani, 2006) Proses produksi karaginan semi murni sebagian besar menggunakan Eucheuma cottonii. Sehingga produk yang dihasilkan dikenal dengan sebutan Alkali Treated Cottonii (ATC). Ada tiga tipe dan cara proses produksi ATC, yaitu ATC Low Alkali, ATC Chips (ATC High Alkali), dan Seaweed Flour atau Semi Refined Carrageenan (SRC) (Noor et al., 1990). Tujuan utama proses semi murni adalah untuk meningkatkan sifat karaginan untuk menghasilkan gel dengan biaya produksi yang lebih rendah. Proses semimurni biasanya tidak melibatkan proses filtrasi karaginan dan tidak didapati proses ekstraksi dengan isopropanol. Sebagai hasilnya produk karaginan semimurni berwarna, berbau dan keruh. Hal ini menyebabkan karaginan semi murni tidak cocok untuk industri farmasi. Biasanya karaginan semi murni digunakan untuk pengawet daging, karena kemampuannya membenttuk gel untuk berbagai basis jenis ikan dan daging (Yasita dan Rachmawati, 2010). Dalam pengolahan rumput laut untuk mengahasilkan produk seperti karaginan, agar, dan alginate, larutan alkali yang digunakan sebagai medium pemasakan memiliki dua fungsi. Pertama, alkali membantu proses pemuaian (pembengkakan) jaringan sel-sel rumput laut yang mempermudah keluarnya karaginan, agar, atau alginate dari dalam jaringan. Kedua, apabila alkali digunakan pada konsentrasi yang cukup tinggi, dapat menyebabkan terjadinya modifikasi struktur kimia karaginan akibat terlepasnya gugus 6-sulfat dari karaginan sehingga terbentuk residu 3,6-anhydro-D-galactosa dalam rantai 5

6 polisakarida. Hal ini akan meningkatkan kekuatan gel karaginan yang dihasilkan. Selain itu, senyawa alkali dapat memisahkan protein dari jaringan sehingga memudahkan proses ekstraksi karaginan dari jaringan rumput laut (Yasita dan Rachmawati, 2010). Seaweed flour merupakan lanjutan dari tipe ATC Chips. ATC Chips dihancurkan tanpa pemanasan untuk di jadikan tepung. Tepung yang dihasilkan berukuran mesh. Selanjutnya seeweed flour bisa diolah menjadi karaginan murni melalui proses ekstraksi dalam larutan alkali dan diikuti dengan proses pengendapan dalam alkohol. Menurut Noor et al. (1990), seaweed flour tidak disarankan untuk produk yang dikonsumsi langsung manusia dan secara umum dibuat dibawah kondisi tanpa standar higienis. Proses pengolahan rumput laut menjadi ATC pada prinsipnya sangat sederhana yaitu merebusnya dalam larutan KOH 8% pada suhu o C selama 2 jam. Rumput laut kemudian dinetralkan kembali dengan pencucian berulangulang, dipotong-potong dan dikeringkan sehingga diperoleh ATC yang berbentuk chips. Perebusan rumput laut dalam larutan alkali dimaksudkan untuk meningkatkan titik leleh karaginan di atas suhu pemasaknya sehingga tidak larut menjadi pasta dan untuk meningkatkan kekuatan gel dari karaginan tersebut. Selain digunakan menjadi bahan baku untuk pengolahan karaginan murni, ATC juga diproses lebih lanjut sebagai bahan pengikat dan penstabil dalam industri makanan ternak untuk pasaran Eropa, Amerika dan Asia Pasisifik (Anonim, 2003). 6

7 ATC pada umumnya digunakan sebagai produk antara atau bahan baku untuk pengolahan karaginan murni yang banyak digunakan sebagai bahan penstabil, pengental dan mengemulsi. Pengolahan karaginan melalui ATC dapat meningkatkan kekuatan gel dari karaginan (Anonim, 2003). 2.3 Karaginan Karaginan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks intraselulernya dan karaginan merupakan bagian penyusun yang besar dari berat kering rumput laut dibandingkan dengan komponen yang lain (Hellebust and Cragie, 1978). Karaginan (carrageenan) adalah hidrokoloid yang merupakan senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut karaginofit/carrageenophyte (penghasil karaginan), seperti Eucheuma sp, Kappaphycus, Chondrus sp, Hypnea sp, dan Gigartina sp. Karaginan merupakan polisakarida berantai linear atau lurus dan merupakan molekul galaktan dengan unit-unit utamanya berupa galaktosa (Ghufran, 2011). Polisakarida tersebut disusun dari sejumlah unit galaktosa dengan ikatan α (1,3) D-galaktosa dan β (1,4) 3,6-anhidrogalaktosa secara bergantian, baik mengandung ester sulfat atau tanpa sulfat (Anggadiredja, 2009). 7

8 Gambar 1 Struktur Kimia Karaginan (Bubnis, 2000) Didasarkan pada stereotype struktur molekul dan posisi ion sulfatnya, karaginan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu iota-karaginan, kappa-karaginan, dan lambda-karaginan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel dan reaksinya terhadap protein. Kappa-karaginan menghasilkan gel yang kuat (rigid), sedangkan iotakaraginan membentuk gel yang halus (flaccid) dan mudah dibentuk (Anggadiredja, 2009). Selain itu, masing-masing karaginan juga dihasilkan oleh spesies rumput laut yang berbeda. Spesies Eucheuma cottoni menghasilkan kappa-karaginan, sedangkan spesies E. spinosum menghasilkan iota-karaginan (Ghufran, 2011). 2.4 Kelarutan Menurut Towle (1973), air merupakan pelarut utama bagi karaginan. Kelarutan karaginan didalam air dipengaruhi beberapa faktor, yaitu tipe karaginan, pengaruh ion, suhu, komponen organik larutan dan ph. Karaginan tidak dapat larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter dan minyak. 8

9 Semua karaginan larut di dalam air panas. Kappa dan iota karaginan larut di dalam air dingin dan larutan garam natrium. Didalam larutan garam kation lain seperti K + dan Ca 2+, kedua jenis karaginan tersebut tidak dapat larut dan hanya menunjukkan pengembangan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis dan konsentrasi kation, densitas karaginan, suhu, ph, adanya ion penghambat dan lain-lain (Glicksman, 1983). Karaginan lambda larut di dalam air dingin dan larutan garam segala jenis kation. Jenis lambda dilaporkan sebagai karaginan yang tidak dapat membentuk gel. Diantara semua tipe karaginan, lambda karaginan larut baik di dalam cairan susu dingin. Didalam susu panas, semua karaginan dilaporkan larut (Glicksman, 1983). Tabel 1. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut dapat dilihat pada Tabel 1. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut Medium Kappa-karaginan Iota-karaginan Lambda-karaginan Air panas Larut di atas 60 o C Larut di atas 60 o C Larut Air dingin Garam Natrium Garam Na larut, Larut larut, garam K, Ca tidak larut garam Ca member disperse thixotropic Susu panas Larut Larut larut Susu dingin Garam Na, Ca, K, Tidak larut Larut tidak larut tetapi akan mengambang Larutan gula Panas, Larut Larut, sukar Larut, panas pekat Larutan garam pekat Tidak larut Larut, panas Larut, panas Sumber : Moraino (1977) 9

10 Karakteristik daya larut karaginan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karaginan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium lebih mudah larut. Lambda karaginan larut dalam air dan tidak tergantung jenis garamnya (cpkelco ApS, 2004). Bila larutan dipanaskan, kemudian didinginkan sampai di bawah suhu tertentu, kappa-karaginan dan iota-karaginan akan membentuk gel dalam air yang bersifat reversible (gel akan mencair bila dipanaskan dan apabila didinginkan akan membentuk gel kembali) pada konsentrasi serendah 0,5 %, asalkan kation tersedia dalam sistem tersebut (Ghufran, 2011). 2.5 Stabilitas ph Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada ph 9 dan akan terhidrolisis pada ph dibawah 3,5. Pada ph 6 atau lebih umumnya larutan karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan (cpkelco ApS, 2004). Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan karaginan akan menurun viskositasnya jika phnya diturunkan dibawah 4,3 (Imeson 2003; Samsuar, 2006). Karena merupakan galaktosa yang mengandung sulfida, maka karaginan bermuatan negatif dan tidak tergantung atau tidak terpangaruh oleh ph medium. Pada ph lebih rendah dari 4,4 maka kappa kasein dan karaginan bermuatan yang 10

11 berlawanan sehingga senyawa kompleks tersebut mengendap. Pada ph yang lebih tinggi dari 4,4 keduanya bermuatan negatif tetapi tidak saling menolak satu sama lain (Ghufran, 2011). Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada ph rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan. Penurunan ph menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh ph, temperatur dan waktu. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada ph rendah (Moirano, 1977). Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Stabilitas karaginan pada berbagai media pelarut Stabilitas Kappa Iota Lambda ph netral dan Stabil Stabil Stabil Alkali Terhidrolisis jika Terhidrolisis Terhidrolisis ph Asam dipanaskan, dalam, stabil Stabil dalam dalam bentuk gel bentuk gel Sumber: Glicksman (1983) Kestabilan karaginan sebagai senyawa biasanya akan mengalami depolimerisasi secara perlahan dalam penyimpanan. Tetapi kappa dan iota karaginan biasanya memiliki daya kekuatan gel serta kekuatan reaksi terhadap protein dan tidak terpengaruhi oleh proses depolimerisasi. Penyimpanan dalam suhu kamar selama 1 tahun, penurunan kekuatan gelnya tidak dapat dideteksi karena terlalu kecil (Winarno, 1990). 11

12 2.6 Viskositas Karaginan Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karaginan, temperatur, jenis karaginan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain (Towle, 1973; Anonim, 1990). Jika konsentrasi karaginan meningkat maka viskositasnya akan meningkat secara logaritmik. Viskositas akan menurun secara progresif dengan adanya peningkatan suhu, pada konsentrasi 1,5% dan suhu 75 o C nilai viskositas karaginan berkisar antara cp (Anonim, 1990). Viskositas merupakan faktor kualitas yang penting untuk zat cair dan semi cair (kental) atau produk murni, dimana hal ini merupakan ukuran dan kontrol untuk mengetahui kualitas dari produk akhir. Viskositas karaginan berpengaruh terhadap sifat gel terutama titik pembentukan gel dan titik leleh, dimana viskositas karaginan yang tinggi menghasilkan laju pelelehan dan pembentukan gel yang lebih tinggi dibanding karaginan yang viskositasnya rendah (Wulandari, 2010). Viskositas larutan karaginan menurun dengan naiknya suhu dan perubahan ini bersifat eksponensial. Perubahan tersebut akan reversible apabila pemanasan dilakukan pada atau mendekati kondisi yang mempunyai kestabilan optimum yaitu ph 9 dengan pemanasan tidak terlalu lama untuk menghindari terjadinya degradasi panas (Anonim, 1977). Viskositas larutan karaginan terutama disebabkan oleh sifat karaginan sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekul- 12

13 molekul air yang termobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karaginan bersifat kental (Guiseley et al., 1980). Moirano (1977) mengemukakan bahwa semakin kecil kandungan sulfat, maka nilai viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat (Samsuar, 2006). 2.7 Pembentukan gel Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan. Kappa-karaginan dan iota-karaginan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman, 1983). 13

14 Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz, 1989). Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karaginan terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6- anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karaginan dan iota karaginan akan membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu seperti K+, Rb+ dan Cs+. Kappa karaginan sensitif terhadap ion kalium dan membentuk gel kuat dengan adanya garam kalium, sedangkan iota karaginan akan membentuk gel yang kuat dan stabil bila ada ion Ca2+, akan tetapi lambda karaginan tidak dapat membentuk gel (Glicksman, 1983). Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karaginan akan menurun dengan menurunnya ph, karena ion H+ membantu proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka dan Suhartono, 2000). Gambar 2 menunjukkan proses terjadinya gel karaginan. Proses ini diawali dengan perubahan polimer karaginan menjadi bentuk gulungan acak. Perubahan ini disebabkan proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel karaginan. Ketika suhu diturunkan, maka polimer karaginan akan membentuk struktur pilinan ganda dan menghasilkan titik - titik pertemuan (junction points) dari rantai polimer (Glicksman, 1979). 14

15 Gambar 2. Proses Pembentukan Gel Karaginan (Bubnis, 2000) Hanya kappa dan iota karaginan saja yang mampu membentuk gel. Lambda karaginan tidak mampu membentuk gel karena tidak mengandung 3,6- anhidrogalaktosa (Glicksman, 1983). Proses pembentukan gel karaginan terjadi ketika larutan panas karaginan dibiarkan menjadi dingin. Gel yang dihasilkan bersifat thermoreversible yaitu gel akan mencair jika dipanaskan dan akan membentuk gel kembali bila didinginkan (Glicksman, 1983). Menurut Bubnis (2000), adanya gugus sulfat membuat baik kappa maupun iota karaginan menjadi bersifat anionik (bermuatan negatif). Penambahan kation dapat membantu pembentukan gel karaginan. Penambahan ion kalium (K+) dan kalsuim (Ca2+) pada kappa karaginan dan iota karaginan akan menetralkan muatan dari karaginan tersebut. Kedua kation tersebut, kalium pada kappa karaginan dan kalsium pada iota karaginan, akan berikatan dengan sulfat. Hal ini menyebabkan dua rantai panjang karaginan bergerak mendekat dan membentuk ikatan hidrogen dan akhirnya membentuk double helix. 15

16 Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe karaginan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan hidrokoloid (Towle, 1973). 2.8 Proses Pembuatan Karaginan Proses produksi karaginan pada dasarnya terdiri atas proses penyiapan bahan baku, ekstraksi karaginan dengan menggunakan bahan pengekstrak, pemurnian, pengeringan dan penepungan. Penyiapan bahan baku meliputi proses pencucian rumput laut untuk menghilangkan pasir, garam mineral, dan benda asing yang masih melekat pada rumput laut (Anggadiredja, 2009). Ekstraksi karaginan dilakukan dengan menggunakan air panas atau larutan alkali panas (Food Chemical Codex 1981). Suasana alkalis dapat diperoleh dengan menambahkan larutan basa misalnya larutan NaOH, Ca(OH) 2, atau KOH sehingga ph larutan mencapai Volume air yang digunakan dalam ekstraksi sebanyak kali dari berat rumput laut. Ekstraksi biasanya mendekati suhu didih yaitu sekitar o C selama satu sampai beberapa jam. Penggunaan alkali mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida menjadi lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer menjadi 3,6-anhidro-D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan reaktivitas produk terhadap protein (Towle, 1973). Penelitian yang dilakukan Zulfriady dan Sudjatmiko (1995), menunjukkan bahwa ekstraksi karaginan menggunakan (KOH) berpengaruh terhadap kenaikan rendemen dan mutu karaginan yang dihasilkan. 16

17 Pemisahan karaginan dari bahan pengekstrak dilakukan dengan cara penyaringan dan pengendapan. Penyaringan ekstrak karaginan umumnya masih menggunakan penyaringan konvensional yaitu kain saring dan filter press, dalam keadaan panas yang dimaksudkan untuk menghindari pembentukan gel (Chapman dan Chapman 1980). Pengendapan karaginan dapat dilakukan antara lain dengan metode gel press, KCl freezing, KCl press, atau pengendapan dengan alkohol (Samsuar, 2006). 2.9 Manfaat Karaginan Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilizer (penstabil), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya (Winarno, 1996). Selain itu juga berfungsi sebagai penstabil, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi kolid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat bahan-bahan (Anggadireja, 2009). Tabel 3. Bentuk aplikasi karaginan dalam berbagai bentuk Produk Fungsi Tipe Karaginan Dalam Air Dessert gels Gelasi Kappa + iota Kappa + iota + locust bean gum Konsentrasi (%) 0,5 1,0 Low calorie gels Gelasi Kappa + iota 0,5 1,0 Non-dairy puddings Stabilisasi emulsi Kappa 0,1 0,3 Syrups Suspense, bodying Kappa, lambda 0,3 0,5 BBQ dan pizza Bodying Kappa 0,2 0,5 sauces Whipped toppings Stabilisasi emulsi Kappa, iota 0,1 0,3 Ilmitation coffe Stabilisasi emulsi Lambda 0,1 0,2 creams 17

18 Produk Fungsi Tipe Karaginan Konsentrasi (%) Dalam susu Milk gels Cooked flans Cold-prepared custards Pudding dan pie fillings Ready-to-eat dessert Whipped products Whipped cream Aerosol cream Cold-prepared milks Shakes Gelasi, mouthfeel Tickening, gelasi Reduced starch, lower burn-on Syneresis control, mouthfeel Stabilize overrun Stabilize overrun, stabilisasi emulsi Suspense, mouthfeel, stabilize overrun Frozen dessert Ice cream, ice milk Whey prevention, control meltdown Pasteurized milks Susu cokelat Soy milks Sterilized milks Susu cokelat Evaporated Processed cheese Cheese slices and blocks Suspensi mouthfeel Suspensi mouthfeel Suspensi mouthfeel dan dan dan Suspensi dan mouthfeel Stabilisasi emulsi Improve slicing dan grating control melting Sumber : Imeson (2000) Kappa, kappa+iota Kappa, lambda Kappa Iota Lambda Kappa iota, 0,2 0,3 0,2 0,3 0,1 0,2 0,1 0,2 0,05 0,15 0,02 0,05 Lambda 0,1 0,2 Lambda 0,1 0,2 Kappa Kappa + lambda Kappa + iota Kappa, lambda Kappa 0,015 0,03 0,03 0,10 0,02 0,04 0,01 0,03 0,005-0,015 Kappa 0,5 3,0 18

19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitiian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Mei hingga bulan Juli Lokasi penelitian di Teaching Industry dan Laboratorium Processing Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Oil Bath (Julabo), Gelas piala 250 ml dan 300 ml, labu ukur, timbangan analitik Mettler Toledo PL60L-S ketelitian 0,01 gram, kain saring, cawan porselin, thermometer, Visikometer Brookfield DE-RV version 1.00, Tray dryer tipe Cross Flow, TA-XT Plus Texture Analyzer, Hot plate, pipa PVC ¾ inci, Pulpurizer Analitycal Mill IKA A11. Bahan utama yang digunakan yaitu rumput laut jenis Eucheuma cottonii dengan umur panen 50 hari yang diperoleh dari desa Lasitaeng, Kecamatan Tanererilau, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Bahan kimia yang digunakan selama proses pembuatan Alkali Treated Cottonii (ATC) adalah KOH, aquadest dan kertas label 3.3 Prosedur Penelitian a. Persiapan Bahan Menyiapkan rumput laut jenis Euchuema cottonii dengan umur panen 50 hari. Kemudian mencuci Eucheuma cottonii menggunakan air 19

20 laut untuk menghilangkan benda asing yang melekat. Lalu mengeringkan Eucheuma cottonii diatas terpal hingga mencapai kadar air 30%. Persiapan larutan KOH dengan Konsentrasi 0,5 N dimana melarutkan 28,05 gram KOH dengan 1 liter aquadest, untuk konsentrasi 1 N melarutkan 56,10 gram KOH dengan 1 liter air. Sedangkan untuk konsentrasi 2 N melarutkan 112,2 gram KOH dengan 1 liter aquadest b. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini diterapkan tiga perlakuaan yaitu dengan konsentrasi KOH 0,5 N, 1 N, 2 N, sedangkan lama pemasakan 1, 2, 3 jam, dan suhu yang digunakan 70, 75, dan 80 o C. Mengambil 12,5 gram rumput laut kering kemudian mencucinya dan direndam dalam aquadest selama 15 menit. Hal ini bertujuan agar sisa garam dan kotoran yang masih menempel hilang. Proses alkalisasi rumput laut dilakukan dengan cara mengambil 12,5 gram rumput laut kering yang telah direndam kemudian diberi perlakuan KOH 0,5 N, 1 N dan 2 N diekstrak dengan menggunakan larutan KOH dengan konsentrasi terpilih dengan volume larutan pengekstrak 20 kali bobot rumput laut (1:20). Pemasakan dilakukan dengan cara memasukkan sampel kedalam gelas piala kemudian dimasukkan di dalam Oil bath pada suhu 70, 75, 80 o C selama 1, 2, 3 jam. Setelah proses pemasakan selesai rumput laut disaring dengan kain saring dan dicuci, Rumput laut kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat pengering Tray Dryer pada suhu pengeringan 60 o C selama 90 menit. 20

21 Setelah dikeringkan rumput laut kemudian dipotong-potong, Rumput laut yang telah dipotong-potong kemudian dijadikan tepung ATC dengan menggunakan alat pupplizer dengan ukuran mesh. Diagram alir pembuatan ATC dapat dilihat pada gambar berikut: RUMPUT LAUT KERING PENCUCIAN PERENDAMAN DENGAN AIR SELAMA 15 MENIT ALKALISASI: LARUTAN KOH 0,5, 1, 2 N; LAMA PEMASAKAN 1, 2, 3 JAM; DAN SUHU PEMANASAN 70, 75, 80 O C PENYARINGAN: DENGAN KAIN KASA PENCUCIAN PENGERINGAN (60 o C) (90 Menit) PEMOTONGAN PENEPUNGAN RENDEMEN VISKOSITAS TEPUNG ATC KEKUATAN GEL Gambar 3. Proses pembuatan tepung ATC 21

22 3.4 Parameter yang diukur Mutu karaginan yang dihasilkan kemudian dianalisis rendemen, kekuatan gel, viskositas. 1) Rendemen Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan rasio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering yang digunakan. Rendemen (%) = Berat Tepung ATC Berat rumput laut kering x 100%..(1). 2) Kekuatan Gel Larutan karaginan dengan konsentrasi 1,50% (b/v) dilarutkan dalam aquades. Larutan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer sampai homogen kemudian dipanaskan sampai suhu 90 o C selama 15 menit. Tuang larutan dalam pipa PVC ¾ inci dengan tinggi 3 cm, lalu masukkan ke dalam refrigerator pada suhu 10 o C selama 17+2 jam. Selanjutnya diukur menggunakan alat TA-XT Plus Texture Analyzer dengan probe SMS P/35 dengan distance maksimum 2 cm. Kekuatan gel dinyatakan dalam satuan g/cm 2. 3) Viskositas Larutan karaginan dengan konsentrasi 1,5% dipanaskan dalam gelas piala hingga mencapai suhu 90 o C sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai o C. Viskositas diukur dengan spindel viscometer Brookfield yang berputar pada kecepatan 100 rpm dengan 22

23 jarum spindle no.2. Spindle terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75 o C kemudian dipasangkan ke alat ukur Viscometer Brookfield. Posisi spindle dalam larutan panas diatur sampai tepat, viscometer diputar dan suhu larutan diukur. Pembacaan dilakukan setelah satu menit putaran penuh dengan satuan cp. 3.5 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan tiga faktor utama yaitu: suhu pemanasan dengan 3 taraf, konsentrasi KOH dengan 3 taraf, dan lama ekstraksi dengan 3 taraf. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 (dua) kali dengan jumlah satuan percobaan yang diamati adalah: 3x3x3x2 =54 unit. Faktor Suhu (A) A1 = 70 o C A2 = 75 o C A3 = 80 o C Faktor lama pemasakan (B) B1 = 1 jam B2 = 2 jam B3 = 3 jam Faktor konsentrasi KOH (C) C1 = 0,5 N C2 = 1 N C3 = 2 N Data hasil pengamatan diolah dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Data diolah dengan program SPSS 17 pada tingkat kepercayaan 95%. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut: 23

24 Y ijkl = µ + A i + B j + C k +AB ij + AC ik +BC jk + ABC ijk + ε ijkl.(2). Dimana: Y ijkl = Nilai pengamatan (Rendemen, Viskositas, Kekuatan Gel) µ = Nilai tengah umum A i = Pengaruh suhu taraf ke-i (i=1,2,3) B j = Pengaruh lama pemasakan taraf ke-j (j=1,2,3) C k = Pengaruh konsentrasi KOH taraf ke-k (k=1,2,3) AB ij = Pengaruh interaksi suhu taraf ke-i (i=1,2,3) dengan lama pemasakan taraf ke-j (j=1,2,3) AC ik =Pengaruh interaksi suhu taraf ke-i (i=1,2,3) dengan konsentrasi KOH taraf ke-k (k=1,2,3) BC jk = Pengaruh interaksi lama pemasakan taraf ke-j (j=1,2,3) dengan konsentrasi KOH taraf ke-k (k=1,2,3) ABC ijk =Pengaruh interaksi suhu taraf ke-i (i=1,2,3), lama pemasakan taraf ke-j (j=1,2,3) dan konsentrasi KOH taraf ke-k (k=1,2,3) = Pengaruh galat percobaan. ε ijkl 24

25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen Rendemen produk dari suatu pengolahan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam suatu proses industri dan pengolahan produk selanjutnya. Semakin tinggi nilai rendemen semakin besar output yang dihasilkan. Dalam penelitian ini, rendemen ATC yang dimaksudkan adalah berat ATC yang dihasilkan dari rumput laut kering dan dinyatakan dalam persen. Rata-rata nilai rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 35,82 56,50%. Nilai rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 3 jam, konsentrasi KOH 2 N dan suhu pemasakan 75 o C (A24), sedangkan nilai rendemen terendah pada perlakuan lama pemasakan 2 jam, konsentrasi KOH 0,5 N dan suhu pemasakan 80 o C (A16). Rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi standar minimum rendemen karaginan yang ditetapkan oleh Anonim (1989), yaitu sebesar 25%. Hasil analisis ragam (Lampiran 3.b) menunjukkan bahwa waktu pemasakan, suhu pemasakan, dan konsentrasi KOH memberikan pengaruh nyata terhadap nilai rendemen yang dihasilkan. Demikian pula interaksi antara waktu pemasakan dengan suhu pemasakan dan interaksi suhu pemasakan dengan konsentrasi KOH memberikan pengaruh nyata terhadap nilai rendemen, sedangkan interaksi antara waktu pemasakan dengan konsentrasi KOH dan interaksi antar perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai rendemen yang dihasilkan. 25

26 Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 3.c) menunjukkan bahwa lama pemasakan 3 jam memiliki nilai rendemen tertinggi dan berbeda nyata dengan lama pemasakan 1 jam serta tidak berbeda nyata dengan lama pemasakan 2 jam. Perlakuan suhu pemasakan 70 o C menunjukkan nilai rendemen tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan suhu 75 o C serta berbeda nyata dengan suhu 80 o C. Demikian pula dengan perlakuan konsentrasi 2 N memiliki nilai rendemen tertinggi dan berbeda nyata dengan konsentrasi 1 N dan 0,5 N. Pengaruh lama pemasakan, konsentrasi KOH dan suhu pemasakan terhadap rendemen karaginan Eucheuema cottonii yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4.a. Rendemen Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 0,5 N, Suhu Pemasakan, dan Lama Pemasakan 26

27 Gambar 4.b. Rendemen Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 1 N, Suhu Pemasakan, dan Lama Pemasakan Gambar 4.c. Rendemen Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 2 N, Suhu Pemasakan, dan Lama Pemasakan Dari Gambar 4 terlihat bahwa rendemen karaginan mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi KOH. Konsentrasi KOH sangat mempengaruhi rendemen yang dihasilkan. Hal ini diduga karena semakin tinggi konsentrasi KOH selama ekstraksi berlangsung, menyebabkan phnya semakin 27

28 tinggi sehingga kemampuan KOH dalam mengekstrak semakin besar. Dimana perlakuan alkali membantu ekstraksi polisakarida menjadi sempurna, juga mempercepat terbentuknya 3,6 anhidrogalaktosa selama proses ekstraksi berlangsung (Yasita. D dan Rachmawati. I.D, 2010). Semakin tinggi konsentrasi larutan alkali yang diberikan maka semakin tinggi pula rendemen yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi larutan alkali maka semakin tinggi titik lelehnya sehingga rumput laut tidak banyak yang larut saat dipanaskan. Sesuai dengan pendapat Anonim (2003), bahwa perebusan rumput laut dalam larutan alkali dimaksudkan untuk meningkatkan titik leleh karaginan di atas suhu pemasaknya sehingga tidak larut menjadi pasta. Rendemen karaginan juga dipengaruhi lama dan suhu ekstraksi. Semakin lama proses pemasakan akan meningkatkan rendemen karaginan. Hal ini disebabkan karena semakin lama rumput laut kontak dengan panas maupun dengan larutan pengekstrak, maka semakin banyak karaginan yang terlepas dari dinding sel dan menyebabkan rendemen karaginan semakin tinggi. Menurut Chapman and Chapman (1980), rendemen karaginan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu spesies, iklim, metode ekstraksi, waktu pemanenan, dan lokasi budidaya. Menurut Suryaningrum (1988) umur panen 50 hari memberikan nilai rendemen yang lebih baik, hal ini disebabkan meningkatnya karbohidrat yang berupa galaktan serta ekstrak metabolit primer dan sekunder hasil fotosintesis. 28

29 4.2 Viskositas Viskositas merupakan salah satu sifat fisik karaginan yang cukup penting. Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan karaginan sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas karaginan biasanya diukur pada suhu 75 o C dengan konsentrasi 1,5% (Anonim, 1990). Viskositas larutan karaginan terutama disebabkan oleh sifat karaginan sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekulmolekul air yang terimobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karaginan bersifat kental (Guiseley et al., 1980). Moirano (1977 dalam Samsuar, 2006) mengemukakan bahwa semakin kecil kandungan sulfat, maka nilai viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Nilai viskositas karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah ratarata berkisar antara 13,20 87,40 cp. Nilai viskositas tertinggi diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 3 jam, suhu pemasakan 70 o C, konsentrasi KOH 0,5 N, sedangkan nilai terendah diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 1 jam, suhu pemasakan 70 o C, konsentrasi KOH 2 N. Nilai viskositas karaginan yang diperoleh masih memenuhi standar yang di tetapkan olah FAO minimal 5 cp (Anonim, 1990). Hasil analisis ragam (Lampiran 4.b) menunjukkan bahwa lama pemasakan, suhu pemasakan, interaksi perlakuan waktu pemasakan dengan konsentrasi, interaksi antara suhu pemasakan dengan konsentrasi serta interaksi 29

30 antar perlakuan tersebut tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai viskositas yang dihasilkan, sedangakan konsentrasi KOH dan interaksi perlakuan lama pemasakan dengan suhu pemasakan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai viskositas yang dihasilkan pada penelitian ini. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 4.c) menunjukkan bahwa lama pemasakan 1 jam memiliki nilai viskositas tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan lama pemasakan 2 jam dan 3 jam. Perlakuan dengan suhu pemasakan 75 o C memberikan nilai viskositas tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan suhu pemasakan 80 o C dan 70 o C. Sedangkan untuk perlakuan konsentrasi KOH 0,5 N memberikan nilai viskositas tertinggi dan berbeda nyata dengan konsentrasi KOH 1 N dan 2 N. Pengaruh perlakuan lama pemasakan, suhu pemasakan dan konsentrasi KOH terhadapa nilai viskositas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5.a. Viskositas Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 0,5 N, Suhu Pemanasan, dan Lama Pemasakan 30

31 Gambar 5.b. Viskositas Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 1 N, Suhu Pemanasan, dan Lama Pemasakan Gambar 5.c. Viskositas Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH, Suhu Pemanasan, dan Lama Pemasakan 3 Jam Dari Gambar 5 terlihat semakin tinggi suhu maka semakin rendah nilai viskositasnya. Dimana viskositas larutan karaginan menurun dengan naiknya suhu dan perubahan ini bersifat eksponensial. Perubahan tersebut akan 31

32 reversible apabila pemanasan dilakukan pada atau mendekati kondisi yang mempunyai kestabilan optimum yaitu ph 9 dengan pemanasan tidak terlalu lama untuk menghindari terjadinya degradasi panas (FMC Corp, 1977). Menurut Guiseley and Stanley (1980), viskositas pada karaginan disebabkan oleh adanya daya tolak menolak antar grup sulfat yang bermuatan negatif disepanjang rantai polimernya, sehingga menyebabkan rantai polimer kaku dan tertarik kencang. Karena sifat hidrofilik menyebabkan molekul tersebut dikelilingi oleh air yang tidak bergerak, dan hal inilah yang menyebabkan nilai viskositas karaginan meningkat. Berdasarkan konsentrasi KOH, terlihat bahwa rata-rata nilai viskositas meningkat dengan berkurangnya konsentrasi KOH. Towle (1973 dalam Samsuar, 2006) menyatakan bahwa viskositas karaginan dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu konsentrasi karaginan, temperature, tingkat disperse, kandungan sulfat, dan berat molekul karaginan. Suryaningrum, (1991), melaporkan bahwa peningkatan konsistensi gel menyebabkan nilai viskositas karaginan semakin kecil. Lama pemasakan juga berpengaruh terhadap nilai viskositas yang dilakukan. Hal ini diduga karena pada waktu ekstraksi yang pendek, menghasilkan larutan karaginan yang tidak terlalu kental, sehingga proses eliminasi sulfat dapat lebih sempurna. Dengan terdapatnya sulfat pada larutan sehingga meningkatkan nilai viskositas yang dihasilkan. 4.3 Kekuatan Gel Kekuatan gel sangat penting untuk menentukan perlakuan yang terbaik dalam proses ekstraksi tepung karaginan. Kekuatan gel karaginan dinyatakan 32

33 sebagai breaking force yang didefinisikan sebagai bahan maksimum yang dibutuhkan untuk memecahkan matriks polimer pada daerah yang dibebani (White and Englar, 1980). Konsistensi gel karaginan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis dan tipe karaginan, konsentrasi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan hidrokoloid (Towle, 1973). Kekuatan gel karaginan yang diperoleh dari hasil penelitian ini rata-rata berkisar 47,73 407,71 g/cm 2. Nilai kekuatan gel tertinggi diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 2 jam, suhu pemasakan 80 o C, konsentrasi KOH 0,5 N, sedangkan nilai terendah diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 1 jam, suhu pemasakan 70 o C, dan konsentrasi KOH 2 N. Hasil analisis ragam kekuatan gel (Lampiran 5.b) menunjukkan bahwa Konsentrasi KOH memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan gel haraginan yang dihasilkan, sedangakan lama pemasakan, suhu pemasakan, dan interaksi perlakuan yang diterapkan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan gel karaginan yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5.c) menunjukkan perlakuan lama pemasakan 2 jam memberikan nilai kekuatan gel tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lama pemasakan 1 dan 3 jam. Perlakuan suhu pemasakan 80 o C memberikan nilai kekuatan gel tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan suhu 70 dan 75 o C. Demikian pula dengan perlakuan konsentrasi KOH 0,5 N memberikan nilai kekuatan gel tertinggi dan berbeda nyata dengan konsentrasi 1 dan 2 N. 33

34 Pengaruh perlakuan terhadap nilai kekuatan gel karaginan rumput laut Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6.a. Kekuatan Gel dari Perlakuan Konsentrasi KOH 0,5 N, Suhu Pemanasan, dan Lama Pemasakan Gambar 6.b. Kekuatan Gel dari Perlakuan Konsentrasi KOH 1 N, Suhu Pemanasan, dan Lama Pemasakan 34

35 Gambar 6.c. Kekuatan Gel dari Perlakuan Konsentrasi KOH 2 N, Suhu Pemanasan, dan Lama Pemasakan Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa secara umum pola kekuatan gel tepung karaginan yang dihasilkan dari berbagai kombinasi perlakuan yang diterapkan adalah tetap dan polanya berlawanan dengan viskositas karaginan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai viskositas berbanding terbalik dengan nilai kekuatan gel, yaitu jika viskositas tinggi maka kekuatan gel cenderung lebih rendah, demikian pula sebaliknya jika nilai viskositas yang diperoleh rendah maka kekuatan gel akan tinggi. Hasil pengukuran kekuatan gel dalam penelitian ini masih jauh dibawah standar karaginan yang dibutuhkan untuk industri pangan yaitu sebesar 500 g/cm2. Namun jika dibandingkan dengan hasil pengukuran kekuatan gel agar-agar kertas yang ada dipasaran yang berkisar antara 50 sampai 115 gr/cm 2. Rendahnya kekuatan gel dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan banyaknya kotoran atau selulosa yang ikut tersaring kedalam filtrat. Menurut Towle (1973) tekstur karaginan dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi karaginan, tipe ion yang ada serta adanya senyawa lain yang tidak dapat membeku. Menurut Guisley et al., (1980) pembentukan gel karaginan dari bentuk cair ke bentuk padat melibatkan 35

36 penggabungan ikatan polimer sehingga membentuk helik rangkap yang akan membentuk jaringan tiga dimensi. Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman, 1969). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz, 1989). Dari hasil penelitian yang dilakukan nilai kekuatan gel yang diperoleh tidak konsisten, hal ini mungkin disebabkan lama waktu tunggu proses pengukuran kekuatan gel yang terlalu banyak yang melebihi 12 jam, sedangkan gel yang ingin diukur melebihi waktu tunggu yang talah ditetapkan, sehingga nilai yang dihasilkan tidak seragam. Menurut Bubnis (2000), selama proses pembentukan gel jumlah 3,6-anhidrogalaktosa mengalami peningkatan. Semakin lama waktu yang dibutuhkan dalam pembentukan gel maka semakin banyak 3,6- anhidrogalaktosa yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan nilai gel strength. Kealy (2003) menyatakan bahwa sedikitnya dibutuhkan waktu selama 12 jam agar karaginan dapat mencapai gel strength optimal. Namun setelah mencapai kondisi optimal, gel strength cenderung akan mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan terjadinya reduksi bobot molekul karaginan yang kontinu (Bubnis, 2000). 36

37 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.2 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan 1. Perlakuan lama pemasakan, suhu pemasakan, dan konsentrasi KOH serta interaksi antara lama pemasakan dengan suhu pemanasan dan interaksi antara suhu pemanasan dan konsentrasi KOH memberikan pengaruh nyata terhadap mutu karaginan yaitu rendemen, viskositas dan kekuatan gel 2. Kisaran rata-rata rendemen yang dihasilkan %, viskositas 13,20 87,40 cp, dan kekuatan gel 47,73 407,71 g/cm Nilai rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 3 jam, konsentrasi KOH 2 N dan suhu pemasakan 75 o C 4. Nilai viskositas tertinggi diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 3 jam, suhu pemasakan 70 o C, konsentrasi KOH 0,5 N 5. Nilai kekuatan gel tertinggi diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 2 jam, suhu pemasakan 80 o C, konsentrasi KOH 0,5 N 5.2 SARAN Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan perlakuan umur panen rumput laut terhadap mutu karaginan yang dihasilkan, Dan juga perlu dilakukan penelitian tentang analisis financial dari pengolahan ATC dalam skala rumah tangga sehingga bisa dimanfaatkan oleh petani rumput laut. 37

38 DAFTAR PUSTAKA Andriani D Pengolahan rumput laut (Eucheuma cottonii) menjadi tepung ATC (Alkali Treated Cottonii) dengan jenis dan konsentrasi larutan alkali yang berbeda [skripsi]. Makassar : Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanudddin. Anggadiredja TJ Rumput Laut. Swadaya: Jakarta. Angka SL dan Suhartono MT, Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Anonim, Carrageenan. Marine Colloid Monograph Number One. Mareine colloid Division FMC Corporation. Springfeild: New Jersey. Anonim, Carrageenan. National Academy Press Washington. Anonim, Ekspor Rumput Laut Indonesia. Departemen Perdagangan:Jakarta. Anonim, Training Manual on Gracilaria Culture and Seaweed Processing in China. Rome. Anonim, Pengolahan Rumput Laut. Balai Riset Kelautan dan Perikanan, Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Atmadja WS Pengenalan Jenis Algae Merah. Di dalam: Pengenalan Jenis - Jenis Rumput Laut Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: Jakarta. Bubnis WA, Carrageenan. [12 Juli 2012]. Chapman VJ and Chapman DJ, Seaweed and their Uses. 3 th Chapman and Hall: London. edition. cp Kelco Aps, Carrageenan. Denmark. [27 Januari 2012]. Doty Microsoft, Eucheuma alvarezii sp.nov (Gigertinales, Rhodophyta) from Malaysia. In: Abbot IA, Norris JN (editors). Taxonomy of Economic Seaweed. California Sea Grant Collage Program. Fardiaz, D Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor: Bogor. 38

39 Ghufran M, Kordi Kiat Sukses Budi Daya Rumput Laut di Laut & Tambak. ANDI OFFSET: Yogyakarta. Glicksman M, Food Hydrocolloids.CRS Pres inc Boca Raton: Florida. Guiseley KB, Stanley NF and White House PA, Carrageenan. Dalam Davids RL (ed.). Handbook of Water Soluble Gums and Resins. NY Toronto, Mc Graw Hill Book Company: London. Hellebust JA, Cragie JS, Handbook of Phycological Metodhs. Mc Graw Hill Book Company: London. Imeson A Carrageenan. Di dalam: Phililps GO, Williams PA (editors). Handbook of Hydrocolloids. Wood head Publishing. England. Kealy, R Characterisation of Carrageenan. [12 Agustus 2008]. Moirano AL, Sulphate polysaccharides. Dalam Graham HD (ed.). Food Colloids. Westport Connecticut: The AVI Publishing company Inc. Noor Z, Zantika A, Istini S, Ghofar A, Sujatmiko W dan Wisman IA, Workshop on Seaweed Processing Industry. BPP Teknologi: Jakarta. Samsuar, Karakteristik Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada Berbagai Umur Panen, Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi. Tesis. Sekolah PascaSarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Steel RGD and Torrie JH Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Gramedia Pustaka Umum: Jakarta. Sukri N, Karakteristik Alkali Treated Cottonii (ATC) dan karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii pada umur panen yang berbeda [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor: Bogor Suryaningrum TD Kajian sifat-sifat mutu komoditas rumput laut budidaya jenis Eucheuma cottonii [Tesis], Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor: Bogor Towle, Carrageenan. In Whisler RL (ed.). Industrial Gums: Polysaccharides and their Derivative. Academic Press: New York. White A and Englar T, Carrageenan. In: Imeson A (editor). Thickening and Gelling Agents for Food. Blackie Academic and Frofesional: London. 39

40 Winarno FG, Teknologi Pengolahan Rumput laut. Pusat Sinar Harapan: Jakarta. Wulandari R, Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Dua Metode. Program Studi D3 Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Yasita D dan Rachmawati ID Optimasi Proses Ekstruksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottoni Untuk Mencapai Food Grade. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.Semarang. Zulfriady D, Sudjatmiko W, Pengaruh Kalsium Hidroksida dan Sodium Hidroksida Terhadap Mutu Karaginan Rumput Laut E. spinosum. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Sosial, Ekonomi dan Penangkapan. 40

41 Lampiran 1. Matriks perlakuan penelitian MATRIKS PERLAKUAN KODE Waktu Suhu C- ALKALI SWAR-R Berat RL A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1: A N 1:

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Amry Muhrawan Kadir (G ) 1 Supratomo dan Salengke 2

Amry Muhrawan Kadir (G ) 1 Supratomo dan Salengke 2 KARAKTERISTIK Alkali Treated Cottonii (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KOSETRASI KOH, LAMA PEMASAKA DA SUHU PEMAASA Amry Muhrawan Kadir (G62 08 0) Supratomo dan Salengke 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii Menurut Doty (1985), Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN

PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN KONVERSI Volume 4 No1 April 2015 ISSN 2252-7311 PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN Wulan Wibisono Is Tunggal 1, Tri Yuni Hendrawati 2 1,2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa

Lebih terperinci

Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol

Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol Heri Purwoto ), Siti Gustini ) dan Sri Istini ),) BPP Teknologi, Jl. MH. Thamrin 8, Jakarta ) Institut Pertanian Bogor, Bogor e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004),

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati sangat besar dan beragam, salah satunya adalah rumput

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, termasuk salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu 95.181 km dan memiliki keanekaragaman hayati laut berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut adalah salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasiosiasi dengan

Lebih terperinci

Tabel 2 Data hasil pengukuran kekuatan gel. (a) (b)

Tabel 2 Data hasil pengukuran kekuatan gel. (a) (b) 7 Transfer energi pada ekstraksi konvensional tidak terjadi secara langsung, diawali dengan pemanasan pada dinding gelas, pelarut, selanjutnya pada material. Sedangkan pada pemanasan mikrogelombang, pemanasan

Lebih terperinci

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 2013

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 2013 Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 213 KARAKTERISTIK SIFAT FISIKA KIMIA KARAGINAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii PADA BERBAGAI UMUR PANEN YANG DIAMBIL DARI DAERAH PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 67 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... xii ABSTRAK...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Rumput laut merupakan tanaman laut yang sangat populer dibudidayakan di laut. Ciri-ciri rumput laut adalah tidak mempunyai akar, batang maupun

Lebih terperinci

Pengaruh Perbedaan Jenis Dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan Gel Dan Viskositas Karaginan Kappaphycus alvarezii, Doty

Pengaruh Perbedaan Jenis Dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan Gel Dan Viskositas Karaginan Kappaphycus alvarezii, Doty Journal Of Marine Research. Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 127-133 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr Pengaruh Perbedaan Jenis Dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii SKALA RUMAH TANGGA ABSTRAK

KAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii SKALA RUMAH TANGGA ABSTRAK Media Litbang Sulteng 2 (1) : 01 06, Oktober 2009 ISSN : 1979-5971 KAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii SKALA RUMAH TANGGA Oleh : Mappiratu 1) ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kappaphycus alvarezii Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut penghasil kappa kraginan yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropis

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kondisi oseanografi dan meteorologi perairan. Faktor oseanografi adalah kondisi perairan yang berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT

STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Laboratoium Teknik Reaksi Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Dini Fathmawati 2311105001 M. Renardo Prathama A 2311105013

Lebih terperinci

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar Komoditas unggulan Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik diperkirakan terdapat 555 species rumput laut total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar luas area budidaya rumput laut 1.110.900

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN

PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN Prasetyowati, Corrine Jasmine A., Devy Agustiawan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN. Oleh. Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT

BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN. Oleh. Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT Oseana, Volume XXVIII, Nomor 4, 2003: 1-6 ISSN 0216-1877 BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN Oleh Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT SOME NOTES ON CARRAGEENAN. Carrageenan is a name for galactan polysaccharides

Lebih terperinci

II TINJAUN PUSTAKA. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut

II TINJAUN PUSTAKA. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut 11 II TINJAUN PUSTAKA Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut Eucheuma spinosum, (3) Karaginan, (4) Ekstraksi Karaginan, (5) Pelarut, dan (6) Kegunaan Karaginan. 2.1. Rumput Laut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 1, Februari 2013

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 1, Februari 2013 KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA KARAGINAN RUMPUT LAUT JENIS Kappaphycus alvarezii PADA UMUR PANEN YANG BERBEDA DI PERAIRAN DESA TIHENGO KABUPATEN GORONTALO UTARA Maya Harun, Roike I Montolalu dan I Ketut Suwetja

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah talus digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah talus digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut 2.1.1 Deskripsi Rumput Laut Rumput laut (sea weed) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuran makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah

Lebih terperinci

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila ISSN 1907-9850 PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Eucheuma cottonii (http://www.actsinc.biz/seaweed.html).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Eucheuma cottonii (http://www.actsinc.biz/seaweed.html). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi phycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU Made Vivi Oviantari dan I Putu Parwata Jurusan Analisis Kimia

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH :

KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH : KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH : AMRY MUHRAWAN KADIR G 621 08 011 Skripsi Sebagai salah

Lebih terperinci

Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat

Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat Shinta Rosalia Dewi Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat Merupakan polisakarida yang terakumulasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

Oleh : RAHMAT SAPUTRA G

Oleh : RAHMAT SAPUTRA G Pengaruh Konsentrasi Alkali Dan Rasio Rumput Laut-Alkali Terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi Refined Carrageenan (SRC) dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii Oleh : RAHMAT SAPUTRA G 621 07 023 PROGRAM

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Euchema cottonii)

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Euchema cottonii) Jurnal Galung Tropika, Januari 2013, hlmn. 23-32 OPTIMASI PROSES PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Euchema cottonii) Optimization Process of Carragenan from the Red Seaweed (Euchema cottonii)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut 22 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Metode Penelitian, (3) Deskripsi Percobaan. 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB Ι PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB Ι PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB Ι PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam obat dikonsumsi manusia untuk menjaga tubuhnya tetap sehat. Tetapi ada beberapa jenis obat yang bila dikonsumsi memiliki rasa atau aroma tidak enak sehingga

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN RUMPUT LAUT COKLAT SEGAR DALAM BERBAGAI LARUTAN TERHADAP MUTU NATRIUM ALGINAT.

PENGARUH PERENDAMAN RUMPUT LAUT COKLAT SEGAR DALAM BERBAGAI LARUTAN TERHADAP MUTU NATRIUM ALGINAT. PENGARUH PERENDAMAN RUMPUT LAUT COKLAT SEGAR DALAM BERBAGAI LARUTAN TERHADAP MUTU NATRIUM ALGINAT. M. Darmawan 1), Tazwir 2) Dan Nurul Hak 2). Abstrak Penelitian mengenai pengaruh perendaman rumput laut

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR PADA PROSES PEMBUATAN SEMI-REFINED CARRAGEENAN (SRC)

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR PADA PROSES PEMBUATAN SEMI-REFINED CARRAGEENAN (SRC) OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR PADA PROSES PEMBUATAN SEMI-REFINED CARRAGEENAN (SRC) ABSTRAK Bakti Berlyanto Sedayu *), Jamal Basmal *), dan Bagus Sediadi Bandol Utomo *) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA

KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA DISUSUN OLEH : Yosua 125100601111007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Rumput Laut Rumput laut adalah makroalga yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN AIR PENGEKSTRAK DAN PENAMBAHAN CELITE TERHADAP MUTU KAPPA KARAGINAN

PENGARUH PERBANDINGAN AIR PENGEKSTRAK DAN PENAMBAHAN CELITE TERHADAP MUTU KAPPA KARAGINAN 177 Pengaruh perbandingan air pengekstrak dan... (Rosmawaty Peranginangin) PENGARUH PERBANDINGAN AIR PENGEKSTRAK DAN PENAMBAHAN CELITE TERHADAP MUTU KAPPA KARAGINAN ABSTRAK Rosmawaty Peranginangin, Arif

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA UJI EFEKTIVITAS SECARA IN VITRO PENGAPLIKASIAN KARAGINAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii PADA PEMBUATAN SKIN LOTION BIDANG KEGIATAN : PKM PENELITIAN (PKM P)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

Modifikasi Metode Ekstraksi Karaginan dari Eucheuma cottonii yang di Panen dari Perairan Sumenep - Madura

Modifikasi Metode Ekstraksi Karaginan dari Eucheuma cottonii yang di Panen dari Perairan Sumenep - Madura Modifikasi Metode Ekstraksi Karaginan dari Eucheuma cottonii yang di Panen dari Perairan Sumenep - Madura Titiek Indhira Agustin Correspondence: Fishery, Faculty of Marine Technology and Science, UHT,

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA POTENSI RUMPUT LAUT BANTEN DALAM BIOINDUSTRI

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA POTENSI RUMPUT LAUT BANTEN DALAM BIOINDUSTRI Kode/Nama Rumpun Ilmu*: 161/ Teknologi Industri Pertanin (Agroteknologi) LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA POTENSI RUMPUT LAUT BANTEN DALAM BIOINDUSTRI POTENSI

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu Sargassum polycystum, akuades KOH 2%, KOH 10%, NaOH 0,5%, HCl 0,5%, HCl 5%,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Lapangan 4.1.1 Gambaran umum Dusun Wael merupakan salah satu dari 8 Dusun nelayan yang berada di Teluk Kotania Seram Barat. Secara geografis Dusun Wael

Lebih terperinci

Studi Laju Pengeringan Semi-Refined Carrageenan (SRC) yang Diproduksi dari Rumput Laut Eucheuma cottonii

Studi Laju Pengeringan Semi-Refined Carrageenan (SRC) yang Diproduksi dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Studi Laju Pengeringan Semi-Refined Carrageenan (SRC) yang Diproduksi dari Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Metode Pemanasan Konvensional dan Pemanasan Ohmic Study of Drying Rate of Semi-Refined Carrageenan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2016 bertempat di Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 27 3 METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2010. Bahan baku diambil dari petani rumput laut di Kabupaten Kotawaringin Barat Kecamatan Kumai desa

Lebih terperinci

PENGARUH PENCAMPURAN KAPPA DAN IOTA KARAGENAN TERHADAP KEKUATAN GEL DAN VISKOSITAS KARAGENAN CAMPURAN EKO PEBRIANATA C

PENGARUH PENCAMPURAN KAPPA DAN IOTA KARAGENAN TERHADAP KEKUATAN GEL DAN VISKOSITAS KARAGENAN CAMPURAN EKO PEBRIANATA C 1 PENGARUH PENCAMPURAN KAPPA DAN IOTA KARAGENAN TERHADAP KEKUATAN GEL DAN VISKOSITAS KARAGENAN CAMPURAN Oleh: EKO PEBRIANATA C03499030 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

STUDI KEL AYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS PENGOL AHAN ALKALI TREATED COT TONII (ATC) SKAL A PILOT PL ANT

STUDI KEL AYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS PENGOL AHAN ALKALI TREATED COT TONII (ATC) SKAL A PILOT PL ANT 1113 Studi kelayakan teknis dan ekonomis pengolahan... (Singgih Wibowo) STUDI KEL AYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS PENGOL AHAN ALKALI TREATED COT TONII (ATC) SKAL A PILOT PL ANT Singgih Wibowo, Rosmawaty Peranginangin,

Lebih terperinci

J.REKAPANGAN Vol.11, No.1, Juni 2017

J.REKAPANGAN Vol.11, No.1, Juni 2017 KARAKTERISTIK KARAGENAN DARI BERBAGAI JENIS RUMPUT LAUT YANG DIPROSES DENGAN BERBAGAI BAHAN EKSTRAKSI Carrageenan Characteristics of Different Types of Seaweed processed with Different Extraction Materials

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALGINAT DARI RUMPUT LAUT UNTUK MENGHASILKAN PRODUK DENGAN RENDEMEN DAN VISKOSITAS TINGGI

PEMBUATAN ALGINAT DARI RUMPUT LAUT UNTUK MENGHASILKAN PRODUK DENGAN RENDEMEN DAN VISKOSITAS TINGGI PEMBUATAN ALGINAT DARI RUMPUT LAUT UNTUK MENGHASILKAN PRODUK DENGAN RENDEMEN DAN VISKOSITAS TINGGI Marita Agusta Maharani (L2C605159) dan Rizki Widyayanti (L2C605171) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN LARUTAN ALKALI NaOH DALAM PENGOLAHAN RUMPUT LAUT EUCHEUMA MENJADI SEMIKARAGINAN

EFISIENSI PENGGUNAAN LARUTAN ALKALI NaOH DALAM PENGOLAHAN RUMPUT LAUT EUCHEUMA MENJADI SEMIKARAGINAN EFISIENSI PENGGUNAAN LARUTAN ALKALI NaOH DALAM PENGOLAHAN RUMPUT LAUT EUCHEUMA MENJADI SEMIKARAGINAN EFFICIENT USE OF ALKALINE OF NAOH SOLUTION IN PROCESSING SEAWEED OF EUCHEUMA BEING SEMI-REFINE CARRAGEENAN

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI SRC DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. EXTRACTION AND CHARACTERIZATION OF SRC FROM SEAWEED TYPE Eucheuma cottonii

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI SRC DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. EXTRACTION AND CHARACTERIZATION OF SRC FROM SEAWEED TYPE Eucheuma cottonii Prosiding Seminar Nasional Kimia UNY 217 Sinergi Penelitian dan Pembelajaran untuk Mendukung Pengembangan Literasi Kimia pada Era Global Ruang Seminar FMIPA UNY, 14 Oktober 217 EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang tingginya cm dan tumbuh baik pada ketinggian meter di atas

TINJAUAN PUSTAKA. yang tingginya cm dan tumbuh baik pada ketinggian meter di atas 5 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Cincau Hitam Tanaman cincau hitam (Mesona palustris BL) merupakan tanaman perdu yang tingginya 30-60 cm dan tumbuh baik pada ketinggian 75-2.300 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Juli

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semuanya terdiri dari talus saja (Aslan, 1998). khusus, kebanyakan tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semuanya terdiri dari talus saja (Aslan, 1998). khusus, kebanyakan tumbuh di daerah pasang surut (intertidal) atau pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Rumput laut atau Algae termasuk tumbuhan bertalus karena mempunyai struktur kerangka tubuh (morfologi) yang tidak berdaun, berbatang dan berakar semuanya terdiri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering varietas pioner kuning (P-21). Jagung pipil ini diolah menjadi tepung pati jagung

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KARAGENAN DARI RUMPUT LAUT APLIKASINYA UNTUK PERENYAH BISKUIT. Jl. Kentingan No. 36 A Surakarta

OPTIMASI PEMBUATAN KARAGENAN DARI RUMPUT LAUT APLIKASINYA UNTUK PERENYAH BISKUIT. Jl. Kentingan No. 36 A Surakarta Optimasi Pembuatan Karagenan (Anes Agustin, dkk) OPTIMASI PEMBUATAN KARAGENAN DARI RUMPUT LAUT APLIKASINYA UNTUK PERENYAH BISKUIT Anes Agustin 1, Aprillia Intan Saputri 1, Harianingsih 2* 1 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGERINGAN PADA PEMBUATAN KARAGINAN DENGAN PROSES EKSTRAKSI DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii

OPTIMASI PENGERINGAN PADA PEMBUATAN KARAGINAN DENGAN PROSES EKSTRAKSI DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii 1 OPTIMASI PENGERINGAN PADA PEMBUATAN KARAGINAN DENGAN PROSES EKSTRAKSI DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii Ahmad banadib (L2C005224) dan Khoiruman (L2C005272) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PADA PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONI UNTUK MENCAPAI FOODGRADE

OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PADA PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONI UNTUK MENCAPAI FOODGRADE OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PADA PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONI UNTUK MENCAPAI FOODGRADE Dian Yasita dan Intan Dewi Rachmawati Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan untuk pembuatan gel bioetanol adalah handmixer, penangas air, dan gelas ukur. Alat yang digunakan untuk uji antara lain adalah Bomb Calorimeter,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

FILDZAH WAHYUDDIN G

FILDZAH WAHYUDDIN G PENGARUH PEMANASAN OHMIK SELAMA ALKALISASI TERHADAP VISKOSITAS DAN KEKUATAN GEL SEMI-REFINED CARRAGEENAN (SRC) RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii SKRIPSI Oleh FILDZAH WAHYUDDIN G 621 08 009 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN

Lebih terperinci

Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol VII Nomor 1 Tahun 2004

Buletin Teknologi Hasil Perikanan Vol VII Nomor 1 Tahun 2004 PENGARUH UMUR PANEN RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum filipendula) TERHADAP MUTU FISIKO-KIMIA NATRIUM ALGINAT YANG DIHASILKANNYA Nurul Hak * dan Tazwir * Abstrak Penelitian tentang pengaruh umur panen rumput

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ATC Kappaphycus alvarezii PADA PERLAKUAN UMUR PANEN DAN SUHU EKSTRAKSI BERBEDA

KARAKTERISTIK ATC Kappaphycus alvarezii PADA PERLAKUAN UMUR PANEN DAN SUHU EKSTRAKSI BERBEDA 27 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XIV (1): 27-31 ISSN: 0853-6384 Full Paper KARAKTERISTIK ATC Kappaphycus alvarezii PADA PERLAKUAN UMUR PANEN DAN SUHU EKSTRAKSI BERBEDA THE CHARACTERISTIC OF ATC OF Kappaphycus

Lebih terperinci

Pengaruh Pemanasan Ohmik Selama Alkalisasi terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi-Refined Carrageenan (SRC) Rumput Laut Eucheuma cottonii

Pengaruh Pemanasan Ohmik Selama Alkalisasi terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi-Refined Carrageenan (SRC) Rumput Laut Eucheuma cottonii Pengaruh Pemanasan Ohmik Selama Alkalisasi terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi-Refined Carrageenan (SRC) Rumput Laut Eucheuma cottonii Ohmic Heating Effect during Alkalization of The Viscosity and

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Waktu

Lebih terperinci

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

SIFAT FISIKO-KIMIA AGAR-AGAR DARI RUMPUT LAUT Gracilaria chilensis YANG DIEKSTRAK DENGAN JUMLAH AIR BERBEDA

SIFAT FISIKO-KIMIA AGAR-AGAR DARI RUMPUT LAUT Gracilaria chilensis YANG DIEKSTRAK DENGAN JUMLAH AIR BERBEDA SIFAT FISIKO-KIMIA AGAR-AGAR DARI RUMPUT LAUT Gracilaria chilensis YANG DIEKSTRAK DENGAN JUMLAH AIR BERBEDA (The Physico-Chemical Characteristics of Agar from Gracilaria chilensis Extracted Using Different

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2017. Penelitian tersebut mencakup pembuatan maltodekstrin dari biji jali dan pengujian laju basah, viskositas, daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012).

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit kering merupakan salah satu masalah kulit yang umum dijumpai pada masyarakat khususnya bagi yang tinggal di iklim tropis seperti Indonesia, namun banyak dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN POTASSIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI TANDAN PISANG KEPOK KUNING

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN POTASSIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI TANDAN PISANG KEPOK KUNING PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN POTASSIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI TANDAN PISANG KEPOK KUNING Aris Kurniawan dan Haryanto Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Frianto Yulius, Indrati Kusumaningrum dan Rafitah Hasanah

Frianto Yulius, Indrati Kusumaningrum dan Rafitah Hasanah PENGARUH LAMA PEREBUSAN TERHADAP MUTU KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) (Effect of Boiling Time to Carrageenan Quality of Kappaphycus alvarezii Seaweed) FRIANTO YULIUS 1), INDRATI KUSUMANINGRUM

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 28 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa serta Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanaan pada bulan Februarisampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Kimia, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN : 978-602-97522-0-5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Oktober 2005 sampai bulan Maret 2006. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu penelitian lapang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA KARAGINAN DARI Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI BAGIAN THALUS, BERAT BIBIT DAN UMUR PANEN MAX ROBINSON WENNO

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA KARAGINAN DARI Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI BAGIAN THALUS, BERAT BIBIT DAN UMUR PANEN MAX ROBINSON WENNO KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA KARAGINAN DARI Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI BAGIAN THALUS, BERAT BIBIT DAN UMUR PANEN MAX ROBINSON WENNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci