PENGARUH PENCAMPURAN KAPPA DAN IOTA KARAGENAN TERHADAP KEKUATAN GEL DAN VISKOSITAS KARAGENAN CAMPURAN EKO PEBRIANATA C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENCAMPURAN KAPPA DAN IOTA KARAGENAN TERHADAP KEKUATAN GEL DAN VISKOSITAS KARAGENAN CAMPURAN EKO PEBRIANATA C"

Transkripsi

1 1 PENGARUH PENCAMPURAN KAPPA DAN IOTA KARAGENAN TERHADAP KEKUATAN GEL DAN VISKOSITAS KARAGENAN CAMPURAN Oleh: EKO PEBRIANATA C PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 RINGKASAN

2 2 EKO PEBRIANATA. C Pengaruh Pencampuran Kappa dan Iota Karagenan Terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Karagenan Campuran. Dibimbing oleh LINAWATI HARDJITO. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kombinasi pencampuran antara kappa dan iota karagenan dengan berbagai perbandingan terhadap kualitas karagenan campuran terutama viskositas dan kekuatan gel. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan yaitu tahap pertama dan tahap kedua. Tahap pertama untuk menghasilkan kappa dan iota karagenan, kappa karagenan dihasilkan dari rumput laut Kappaphycus alvarezii. Adapun tahapan proses dalam menghasilkan kappa karagenan yaitu ekstraksi dengan alkali, penyaringan I, pengendapan dengan KCl 1 %, penyaringan II dan pengeringan dengan menggunakan drum dryer. Iota karagenan dihasilkan melalui ekstraksi rumput laut Eucheuma spinosum. Tahapan proses untuk menghasilkan iota karagenan yaitu ekstraksi dengan alkali, penyaringan I, pengendapan dengan etanol (alkohol 96 %), penyaringan II dan pengeringan dengan menggunakan drum dryer. Nilai rata-rata rendemen yang dihasilkan dalam tahap pertama ini adalah 35,56 % untuk kappa karagenan dan 25,09 % untuk iota karagenan. Nilai rata-rata viskositas kappa karagenan sebesar 88,50 cps dan iota karagenan sebesar 154 cps, sedangkan nilai rata-rata kekuatan gel kappa karagenan dan iota karagenan berturut-turut adalah 334,40 g/cm2 dan 88,46 g/cm2. Tahap kedua penelitian ini adalah mengkombinasikan kappa dan iota karagenan dengan berbagai perbandingan (1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, 1 : 4, 2 : 1, 2 : 3, 3 : 1, 3 : 2, 4 : 1) kemudian dilakukan analisa viskositas dan kekuatan gel karagenan campuran tersebut. Nilai kekuatan gel tertinggi diperoleh pada pencampuran kappa karagenan dan iota karagenan dengan perbandingan 4 : 1 (kappa : iota) dengan nilai 328,7 g/cm 2 dan terendah dengan perbandingan 1 : 4 (kappa : iota) dengan nilai 96,28 g/cm 2. Nilai viskositas tertinggi karagenan campuran yaitu perbandingan 1 : 3 dan 1 : 4 (kappa:iota) dengan nilai yang sama yaitu 137,5 cps sedangkan nilai viskositas terendah diperoleh dari pencampuran 4 : 1 (kappa : iota) dengan nilai 90,25 cps. Pada umumnya nilai viskositas karagenan campuran masih berada dalam standar yang ditetapkan FAO dan FCC yaitu minimal 5 cps (centipoise). Nilai kekuatan gel pada pencampuran menurun seiring dengan sedikitnya proporsi kappa karagenan dalam campuran dan sebaliknya, sedangkan nilai viskositas pada pencampuran menurun dengan banyaknya proporsi karagenan dalam campuran dan sebaliknya. PENGARUH PENCAMPURAN KAPPA DAN IOTA KARAGENAN TERHADAP KEKUATAN GEL DAN VISKOSITAS KARAGENAN CAMPURAN

3 3 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh: EKO PEBRIANATA C PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya. Doa serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Atas berkat rahmat dan ridho Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

4 4 Pengaruh Pencampuran Kappa dan Iota Karagenan terhadap Kekuatan Gel dan Viskositas Karagenan Campuran. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Dr.Ir. Linawati Hardjito, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan dana penelitian dan pengarahannya selama penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada bapak Dr.Ir. Joko Santoso, M.Si dan ibu Dra. Ella Salamah, M.Si sebagai dosen penguji, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu baik itu secara moril maupun materiil sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga kebaikan yang telah diberikan ini mendapat balasan dari Allah SWT. Amin Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik demi penyempurnaannya, penulis terima dengan tangan terbuka. Akhir kata, penulis mengharapkan Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Bogor, Januari 2006 Penulis RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Februari 1982 di Tebing Tinggi (Sumatera Selatan) yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Amir Hamzah dan Ibu Mega Wirni. Penulis mengawali pendidikannya pada tahun 1985 di TK Bhayangkari Tebing Tinggi (Sumatera Selatan). Pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikannya di SDN

5 5 02 Lahat dan kemudian melanjutkan ke SLTPN 03 Lahat pada tahun Pada Tahun 1999 penulis lulus dari SMAN 03 Lahat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten dosen mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik pada tahun ajaran 2002/2003, dan juga aktif pada organisasi Fisheries Diving Club (FDC) - FPIK, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor, Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI), dan Ikatan Mahasiswa Bumi Sriwijaya (IKAMUSI) IPB. Selain itu juga aktif mengikuti berbagai seminar dan pelatihan baik itu skala nasional maupun internasional. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian... 3

6 6 2. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Eucheuma Karagenan Komposisi dan Struktur Kimia Karagenan Kappa karagenan Iota karagenan Sifat-sifat Dasar Karagenan Kelarutan Viskositas Pembentukan gel Stabilitas Proses Pembuatan Karagenan Penyiapan bahan baku Ekstraksi Filtrasi Pemisahan karagenan Pengeringan dan penepungan Spesifikasi Mutu Karagenan Kegunaan Karagenan METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Bahan Alat Metode Penelitian Tahap pertama Tahap kedua Prosedur Analisis Rendemen (FMC Corp. 1977) Viskositas (Marine Colloids 1977 dalam Mukti 1977) Kekuatan gel (Marine Colloids 1977 dalam Mukti 1977) HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum Penelitian Tahap Pertama Proses pembuatan karagenan Rendemen Viskositas... 32

7 Kekuatan gel Penelitian Tahap Kedua Viskositas karagenan campuran Kekuatan gel karagenan campuran KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Sifat-sifat karagenan Daya kestabilan karagenan dalam berbagai pelarut Spesifikasi kemurnian karagenan Perbedaan Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum Aplikasi karagenan di berbagai produk... 42

8 8 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Morfologi rumput laut Kappaphycus alvarezii ( Morfologi rumput laut Eucheuma spinosum ( Struktur molekul kappa karagenan (Tojo dan Prado 2003) Struktur molekul iota karagenan (Tojo dan Prado 2003) Mekanisme pembentukan gel (Rees 1969 di dalam Glicksman 1983) Diagram alir proses pembuatan kappa dan iota karagenan (Modifikasi dari Purnama 2003) Grafik pembacaan kekuatan gel pada Recorder Curd Tension Meter Morfologi rumput laut Kappaphycus alvarezii Morfologi rumput laut Eucheuma spinosum... 25

9 9 10. Diagram batang nilai rata-rata rendemen kappa dan iota karagenan Diagram batang nilai rata-rata viskositas kappa dan iota karagenan Diagram batang nilai rata-rata kekuatan gel kappa dan iota karagenan Diagram batang nilai rata-rata viskositas karagenan campuran Diagram batang nilai rata-rata kekuatan gel karagenan campuran DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil analisis penelitian tahap pertama Hasil analisis viskositas karagenan campuran Hasil analisis kekuatan gel karagenan campuran... 55

10 10 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Indonesia memiliki potensi rumput laut yang sangat besar, baik itu dilihat dari segi keanekaragaman hayati maupun potensi produksinya. Potensi rumput laut dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, dimana rumput laut sudah lama digunakan sebagai makanan dan obat terutama oleh masyarakat pesisir di negara-negara Asia-Pasifik. Akan tetapi belum semua potensi rumput laut yang ada dimanfaatkan secara maksimal. Daerah-daerah penghasil utama rumput laut di Indonesia adalah laut Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku, NTB, NTT, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bengkulu dan Lampung (Munaf 2000). Produksi rumput laut kering di Indonesia sekitar ton senilai US$ 25 juta per tahun (Beritasore 2005). Pembeli terbanyak rumput laut Indonesia adalah Singapura dan Hongkong. Setelah diolah kemudian negara-negara tersebut mengekspor ke Amerika Serikat, Perancis dan Denmark. Harga pasaran dunia untuk produk dari Indonesia masih rendah. Hal ini disebabkan karena kualitas rumput laut yang diolah masih belum sesuai dengan standar mutu internasional. Kandungan air rumput laut Indonesia masih tinggi, dan masih tercampur dengan benda pengotor seperti pasir, karang, dan ranting kecil (Angka dan Suhartono 2000). Nilai jual rumput laut akan lebih tinggi jika diekspor tidak dalam bentuk bahan mentah rumput laut kering tetapi dalam bentuk hasil olahan, contohnya karagenan. Rumput laut dikalangan ilmuwan dikenal dengan nama algae atau alga, dan berdasarkan ukurannya dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu mikroalga dan makroalga. Alga dapat dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu alga hijau (Chlorophyceae), alga hijau biru (Cyanophyceae), alga coklat (Phaepohyceae) dan alga merah (Rhodophyceae) (Winarno 1990). Penelitian yang dilakukan oleh Van Bosse ( ) melaporkan bahwa sekitar 555 jenis spesies rumput laut tumbuh di perairan Indonesia (Basmal 2001). Rumput laut yang telah dimanfaatkan sebagai bahan makanan ada 61 jenis dan 21 jenis diantaranya dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Anggadiredja

11 ). Rumput laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan dijadikan sebagai bahan komoditi ekspor yaitu Eucheuma, Gracilaria, Gelidium, Sargassum dan Hypnea (LIPI 2000). Salah satu bentuk hasil olahan rumput laut yang paling potensial dan bernilai ekonomis tinggi yaitu polisakarida alga, dan salah satunya adalah karagenan (Satari 1996). Karagenan merupakan salah satu hasil ekstrak rumput laut yang cukup penting. Karagenan adalah suatu zat yang dihasilkan oleh rumput laut dari kelas Rhodophyceae dan umumnya berbentuk tepung. Dalam industri, peranan karagenan tidak kalah pentingnya bila dibandingkan dengan agar-agar maupun algin, terutama pada industri farmasi. Berdasarkan sifat-sifatnya, karagenan dapat digunakan sebagai pengemulsi, penstabil, pengental dan bahan pembentuk gel (Food Chemical Codex 1981). Karagenan dalam industri makanan dan minuman biasa digunakan sebagai dietic food dalam bentuk jeli. Susu kental manis dan yoghurt menggunakan karagenan sebagai pensuspensi, sedangkan dalam industri milk-gel (puding, custard, minuman kaleng) dan antacid-gel berfungsi sebagai gelling agent, demikian pula dalam water-gel, fish dan meat-geal dan gel pengharum ruangan berfungsi sebagai pembentuk gel. Pengunaan lain dari karagenan adalah sebagai binder pada pasta gigi, sebagai bodying agent pada cream lotion dan saus tomat, dan sebagai penstabil lemak dalam makanan ternak (Anggadiredja et al. 1993). Penggunaan karagenan akan bertambah makin luas dan makin banyak di masa yang akan datang, sehingga permintaan terhadap produksi rumput laut ini akan terus meningkat di masa mendatang. Karagenan dapat dibedakan menjadi kappa, iota dan lambda karagenan. Kappa dan iota karagenan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air dan bersifat thermoreversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan, sedangkan lambda karagenan tidak dapat membentuk gel. Gel yang terbentuk dari kappa karagenan berwarna agak gelap dan mempunyai tekstur mudah retak, sedangkan gel yang terbentuk dari jenis iota berwarna lebih jernih dibandingkan kappa dan mempunyai tekstur empuk dan elastis (Fardiaz 1989). Adanya perbedaan kandungan 3,6-anhidrogalaktosa dan ester sulfat pada karagenan menyebabkan terjadinya perbedaan antara lain kekuatan gel, tekstur, sineresis dan sinergisitas. Kappa memiliki tipe gel yang

12 12 rigid atau mudah pecah yang dicirikan dengan tingginya sineresis, yaitu adanya aliran cairan pada permukaan gel, sedangkan iota mempunyai gel yang bersifat elastis, bebas sineresis dan reversible. Perbedaan ini dapat diatasi melalui seleksi rumput laut, proses ekstraksi dan proses pencampuran karagenan serta melalui pencampuran karagenan dengan berbagai gum seperti locust bean gum dan konjac ( Selain itu, sifat rigid yang dihasilkan pada gel kappa karagenan meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi ion kalium, sedangkan penambahan ion kalsium akan membuat gel dari kappa karagenan memiliki sifat rigid namun rapuh atau mudah pecah. Hal ini dapat dikontrol atau dihilangkan dengan mencampur bahan yang tidak sineresis seperti iota karagenan. Kombinasi iota karagenan dengan kappa karagenan dapat meningkatkan elastisitas gel dan mencegah sineresis (Novianti 2003). Pada skala industri, pemisahan karagenan dari ekstraknya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu presipitasi dengan alkohol, pengeringan dengan drum (drum drying) dan dengan cara pembekuan. Proses yang lazim digunakan adalah cara pertama dan kedua (Glicksman 1983). Sampai saat ini ekstraksi karagenan masih menjadi masalah dan memerlukan banyak penelitian untuk dapat menghasilkan tepung karagenan dengan mutu yang sesuai dengan standar yang ditentukan. Mutu tepung karagenan yang rendah menyebabkan turunnya harga jual. Oleh karena itu, untuk merangsang pengembangan industri karagenan di Indonesia maka perlu dilakukan usaha untuk merancang suatu proses pembuatan karagenan yang optimal sehingga diperoleh karagenan yang berkualitas dengan proses produksi yang efisien. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan pencampuran antara kappa dengan iota yang diekstraksi dari rumput laut Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum untuk melihat mutu yang dihasilkan terutama kekuatan gel dan viskositasnya. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pencampuran antara kappa dan iota karagenan dengan berbagai perbandingan terhadap kekuatan gel dan viskositas karagenan campuran tersebut.

13 13 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Eucheuma Alga merah jenis Eucheuma cottonii telah diubah namanya menjadi Eucheuma alvarezii (Doty, 1985), karena karagenan yang dihasilkan adalah fraksi kappa karagenan maka jenis ini secara taksonomi dirubah namanya menjadi Kappaphycus alvarezii (Doty 1986 dalam Atmadja et al. 1996). Nama daerah cottonii umumnya lebih dikenal dalam dunia perdagangan nasional dan internasional. Alga merah penghasil iota karagenan yang diperoleh dari Eucheuma spinosum diubah namanya menjadi Eucheuma denticulatum (Doty 1978; Glenn dan Doty 1990). Klasifikasi Kappaphycus alvarezii menurut Doty dan Santos (1986) yang dikutip Atmadja et al. (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieriaceae Spesies : Eucheuma alvarezii Doty Kappaphycus alvarezii (doty) Doty Eucheuma spinosum Ciri fisik dari Eucheuma cottonii atau Kappaphycus alvarezii adalah mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilogineus (lunak seperti tulang rawan), warna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang dan tidak bersusun melingkari thallus, percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke daerah asal (pangkal). Kappaphycus alvarezii tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri-ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja et al. 1996). Cabang-cabang tersebut tampak ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk. Menurut Doty

14 14 (1973) thallus Kappaphycus alvarezii berbentuk bulat, transparan, lunak seperti tulang rawan, warna hijau, coklat atau ungu kemerah-merahan. Permukaan thallus licin kadang-kadang terdapat tonjolan yang merupakan setengah lingkaran bola. Tinggi tanaman dapat mencapai 40 cm, cabang tidak beraturan, tumbuh di bagian yang muda maupun yang tua. Diameter thallus ke arah ujung kelihatan sedikit lebih kecil dibandingkan dengan pangkalnya. Thallus mengembung atau membentuk bulatan jika terdapat bekas luka sebagai regenerasi cabang (Doty 1973). Eucheuma spinosum memiliki bentuk thallus bulat tegak, dengan ukuran panjang 5 30 cm, transparan, warna coklat kekuningan sampai merah keunguan. Permukaan thallus tertutup oleh tonjolan yang berbentuk seperti duri-duri runcing yang tidak beraturan, duri tersebut ada yang memanjang seolah-olah berbentuk seperti cabang. Percabangan thallus tumbuh pada bagian yang tua ataupun muda dan tidak beraturan. Morfologi rumput laut Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum berturut-turut disajikan pada Gambar 1 dan 2. M.S. Doty drawings; I.C. Neish photos - Length of bar ca. 10 cm. Gambar 1 Morfologi rumput laut Kappaphycus alvarezii ( abc_eucheuma/1/45.htm).

15 15 Gambar 2 Morfologi rumput laut Eucheuma spinosum ( 2.2 Karagenan Karagenan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumpu laut merah dengan menggunakan air atau larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman 1983). Istilah carrageenan berasal dari bahasa sehari-hari Bangsa Irlandia, yaitu Carraign yang berarti little rock. Di Irlandia penggunaan rumput laut untuk ekstraksi gel telah dikenal sejak tahun Pada masa lalu biasanya hanya Chondrus crispus yang digunakan sebagai penghasil utama karagenan, tapi sekarang dari spesies Gymnogongrus, Eucheuma, Ahnfeltia, dan Gigartina sudah banyak digunakan (Guiry 1995). Rumput laut Rhodophyceae beberapa diantaranya mengandung karagenan. Carragenophyte adalah kelompok penghasil karagenan dari kelompok Rhodophyceae. Kelompok ini antara lain adalah Chondrus, Gigartina dan Eucheuma. Dalam penggunaannya karagenan dapat berbentuk garam dengan sodium, kalsium dan potasium (Aslan 1991). Pencampuran karagenan dengan ion kalium akan menghasilkan dua komponen utama yaitu lambda karagenan sebagai fraksi terlarut dan kappa karagenan sebagai fraksi tidak terlarut. Fraksi terlarut tidak akan membentuk gel (Towle 1973). Berdasarkan kandungan sulfatnya, Doty (1987) membedakan karagenan menjadi dua fraksi yaitu kappa karagenan yang mengandung sulfat kurang dari 28 % dan iota karagenan dengan kandungan sulfat lebih dari 30 %. Istini dan Zatnika (1991) membagi karagenan ke dalam tiga jenis yaitu : lambda-, iota- dan kappa-karagenan. Iota karagenan diekstraksi dari

16 16 Eucheuma spinosum, lambda karagenan dari Chondrus crispus dan kappa karagenan diekstraksi dari Kappaphycus alvarezii. Di Indonesia spesies yang menjadi sumber karagenan adalah Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum (Mubarak 1991). Karagenan berfungsi sebagai penstabil, pengental, pengemulsi, tablet kapsul, plester. Karagenan banyak digunakan pada produk pangan dan non pangan. Kurang lebih 80 % produksi karagenan digunakan pada industri makanan, farmasi dan kosmetik. Pada produk pangan, karagenan banyak digunakan untuk membentuk gel dalam selai, sirup, saus, makanan bayi, produk susu, daging, ikan bumbu dan sebagainya. Senyawa ini banyak digunakan untuk mengentalkan bahan bukan pangan seperti odol, shampo, dan hasilnya digunakan juga untuk industri tekstil dan cat (Angka dan Suhartono 2000). 2.3 Komposisi dan Struktur Kimia Karagenan Kappa karagenan Kappa karagenan tersusun dari ikatan 1,3 D-galaktosa-4 sulfat. Rasio D-galaktosa, 3,6 anhidro-d-galaktosa dan gugus ester sulfat adalah 5 : 6 : 7 (Towle 1973). Secara teoritis kandungan 3,6 anhidro-d-galaktosa pada karagenan adalah 35 % (Moirano 1977). Kappa karagenan mengandung lebih dari 34 % 3,6- anhidro-d-galaktosa dan 25 % ester sulfat (Anonim 1977). Struktur molekul kappa karagenan dapat dilihat pada Gambar 3. n Gambar 3 Struktur molekul kappa karagenan (Tojo dan Prado 2003) Kappa karagenan jika dimasukkan ke dalam air dingin akan membesar membentuk sebaran kasar yang memerlukan pemanasan sampai 70 o C untuk melarutkannya. Suhu pembentukan gel dan kualitas gel dipengaruhi oleh

17 17 konsentrasi, jumlah dan adanya ion-ion logam seperti K +, NH + 4, Ca ++, Sr ++ dan Ba ++. Secara umum karagenan membentuk gel yang keras pada suhu antara 45 o C dan 65 o C dan meleleh kembali jika suhu dinaikkan sampai o C dari suhu yang telah ditetapkan tadi. Gel yang lebih lemah terbentuk jika terdapat ion NH + 4, Ca ++, Sr ++ dan Ba ++. Kappa karagenan mempunyai tipe gel yang rigid atau mudah pecah dicirikan dengan tingginya sineresis, yaitu adanya aliran cairan pada permukaan gel. Aliran ini berasal dari pengerutan gel sebagai akibat meningkatnya gumpalan pada daerah penghubung. Sineresis tergantung pada konsentrasi kation-kation yang ada dan harus dicegah dalam jumlah yang berlebih (Anonim 1977). Gel yang terbentuk dari kappa karagenan berwarna agak gelap dan mempunyai tekstur mudah retak (Fardiaz 1989) Iota karagenan Iota karagenan diisolasi dari Eucheuma spinosum mengandung kira-kira 30 % 3,6 anhidro-d-galaktosa dan 32 % ester sulfat. Iota mempunyai gel yang bersifat elastis, bebas sineresis dan reversible (Anonim 1977). Gel yang terbentuk berwarna lebih jernih dibandingkan jenis kappa karagenan dan mempunyai tekstur empuk dan elastis (Fardiaz 1989). Molekul iota karagenan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-galaktosa dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6-anhidro-D-galaktosa. Struktur molekul iota karagenan dapat dilihat pada Gambar 4. n Gambar 4 Struktur molekul iota karagenan (Tojo dan Prado 2003). Iota karagenan mempunyai sifat larut dalam air dingin dan larutan garam natrium. Di dalam larutan garam kation lain seperti K + dan Ca 2+ tidak dapat larut dan hanya menunjukkan pengembangan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis dan konsentrasi kation, densitas karagenan, suhu, ph, adanya ion

18 18 penghambat dan yang lainnya. Larutan iota karagenan stabil pada lingkungan elektrolit kuat seperti NaCl % (Angka dan Suhartono 2000). Iota karagenan dapat bercampur dengan pelarut polar seperti alkohol, propilen glikol dan gliserin, tetapi tidak dapat bercampur dengan pelarut organik (non polar). Viskositasnya bergantung pada konsentrasi dan akan menurun dengan meningkatnya suhu. Perubahan tersebut bersifat reversible, dimana penurunan suhu dapat meningkatkan viskositas. Viskositas larutan karagenan tidak dipengaruhi oleh kation monovalen, sedangkan kation divalen cenderung menurunkan viskositas pada konsentrasi tinggi dan meningkatkan viskositas pada konsentrasi rendah. Seperti yang tercantum diatas bahwa larutan iota karagenan bersifat reversible, artinya bila larutan dipanaskan kembali maka gel akan kembali mencair (Angka dan Suhartono 2000). 2.4 Sifat-sifat Dasar Karagenan. Sifat-sifat yang dimiliki karagenan antara lain: kelarutan, ph, stabilitas, viskositas, pembentukan gel dan reaktifitas dengan protein. Sifat-sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya unit bermuatan (ester sulfat) dan penyusun dalam polimer karagenan. Karagenan biasanya mengandung unsur berupa garam sodium dan potasium yang juga berfungsi untuk menentukan sifat-sifat karagenan. Detail sifat-sifat karagenan dicantumkan dalam Tabel Kelarutan Air merupakan pelarut utama bagi karagenan. Kelarutan karagenan di dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, ada tidaknya ion, tipe ion yang berhubungan dengan polimer, ada tidaknya senyawa organik yang larut dalam air dan garam (Towle 1973). Kelarutan karagenan dikaitkan dengan struktur molekulnya, kelarutan karagenan terutama dikendalikan oleh derajat hidrofiliknya, yaitu gugus ester sulfat dan unit galaktopiranosa yang berlawanan dengan unit 3,6 anhidro-dgalaktosa yang bersifat hidrofobik ( takut air) (Towle 1973). Lambda karagenan tidak mempunyai gugus 3,6 anhidro-d-galaktosa dan mengandung ester-sulfat dalam jumlah tinggi sehingga dapat larut dalam air dingin. Kappa dan iota karagenan memiliki gugus hidrofilik ester-sulfat dalam

19 19 jumlah yang lebih rendah dan mengandung anhidrogalaktosa yang bersifat hidrofobik dalam jumlah yang lebih tinggi sehingga tidak larut dalam air dingin kecuali dalam bentuk garam natrium (Towle 1973). Disamping larut dalam air, karagenan juga mempunyai sifat larut dalam media cair lainnya, misalnya dalam susu panas, sukrosa panas, dan larutan garam. Kappa dan iota karagenan dapat larut dalam susu dingin bila digunakan secara bersama-sama dengan suatu senyawa fosfat seperti tetrasodium pirofosfat (TSPP). Sifat inilah yang digunakan dalam pembuatan puding susu karagenan (Glicksman 1983). Diantara semua karagenan, jenis lambda larut sangat baik di dalam cairan susu dingin. Di dalam susu panas semua karagenan dilaporkan larut (Angka dan Suhartono 2000). Daya larut karagenan dalam berbagai pelarut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Sifat-sifat karagenan. Karakteristik Kappa Iota ester sulfat % % 3,6-anhidro-galaktosa % - Kelarutan air panas larut pada >70 o C larut pada >70 o C air dingin larut Na + larut Na + susu panas larut larut susu dingin + kental kental Tetrasodium Pyrophosphate (TSPP) larutan gula larut (panas) susah larut larutan garam tidak larut tidak larut pelarut organik tidak larut tidak larut Gel pengaruh kation membentuk gel kuat membentuk gel kuat dengan K + dengan Ca 2+ tipe gel kuat dan rapuh dengan sineresis elastis dan kohesif tanpa sineresis Stabilitas ph netral dan basa stabil stabil asam (ph 3,5) terhidrolisis terhambat dengan panas sinergitas dengan locust bean gum tinggi tinggi stabilitas thawing tidak stabil stabil Sumber : Glicksman (1983). Bahan terlarut lain seperti gula dan garam menurunkan kelarutan karagenan dalam air. Kappa dan lambda-karagenan larut dalam larutan panas sukrosa pekat (sampai dengan 60 %), sedangkan iota hanya sedikit larut. Dalam larutan garam sampai 25 % lambda dan iota larut, sedangkan kappa mengendap. Pada konsentrasi garam di atas 25 % ketiga jenis karagenan tersebut mengendap

20 20 (Guiseley et al. 1980). Salah satu jenis garam untuk mengendapkan kappakaragenan adalah KCl (Rees 1969). Untuk melarutkan karagenan secara sempurna tanpa terjadi gumpalan, harus dilakukan pengadukan yang efektif. Kurang efektifnya pengadukan akan meningkatkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kelarutan yang sempurna, tetapi dengan pemanasan kelarutan karagenan lebih cepat dan sempurna (Anonim 1985) Viskositas Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Suspensi koloid dalam larutan dapat meningkat dengan cara mengentalkan cairan sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid. Pada prinsipnya pengukuran viskositas adalah mengukur ketahanan gesekan lapisan molekul cairan yang berdekatan. Viskositas yang tinggi dari suatu materi disebabkan karena gesekan internal yang besar sehingga cairannya mengalir (Glicksman 1969 dalam Marlinah 1992). Viskositas hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : konsentrasi, temperatur, tingkat dispersi, kandungan sulfat, teknik perlakuan, keberadaan hidrofilik koloid dan keberadaan elektrolit dan nonelektrolit. Selain itu berat molekul karagenan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi viskositas suatu cairan, dimana semakin tinggi BM, viskositas akan semakin tinggi. Begitu sebaliknya, semakin rendah BM karagenan maka akan semakin rendah viskositasnya (Marine Colloids FMC Corp. 1977). Viskositas meningkat secara eksponensial dengan konsentrasi. Sifat ini berlaku pada polimer linear yang mempunyai beberapa gugus dan sebagai akibat meningkatnya konsentrasi interaksi antara rantai-rantai polimer (Anonim 1985; Stanley 1987). Viskositas larutan karagenan akan turun oleh peningkatan suhu. Perubahan tersebut berbentuk eksponensial dan bersifat reversible jika pemanasan dilakukan pada ph sekitar 9 dan tidak berlangsung dalam waktu yang lama sehingga terjadi degradasi secara thermal (Towle 1973; Guiseley et al. 1980). Pendinginan iota dan kappa karagenan akan meningkatkan viskositas, khususnya jika mendekati suhu pembentukan gel (gelling point) dan adanya kation K + dan Ca 2+ karena mulai

21 21 terjadi interaksi antar rantai-rantai polimer. Oleh karena itu, biasanya pengukuran viskositas dilakukan pada suhu tinggi (misalnya 75 o C) untuk mencegah terjadinya pembentukan gel (Guiseley et al. 1980). Karagenan dapat membentuk larutan yang sangat kental dengan struktur makromolekulnya yang linear atau tidak bercabang dan bersifat polielektrolit. Adanya gaya tolak-menolak dari grup-grup ester sulfat yang bermuatan sama, yaitu negatif, disepanjang rantai polimer, menyebabkan molekul ini kaku dan tertarik kencang. Karena sifat hidrofilik tersebut polimer dikelilingi oleh lapisan molekul-molekul air yang diam. Hal inilah yang menentukan nilai viskositas karagenan. Menurut Moirano (1977) semakin kecil kandungan sulfat maka nilai viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya meningkat Pembentukan gel Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga membentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini dapat menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mungkin mengandung sampai 99,9 % air. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan. Pembentukan kerangka tiga dimensi oleh double helix akan mempengaruhi pembentukan gel. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel mengakibatkan polimer karagenan menjadi random coil (acak). Tetapi bila suhu diturunkan, maka larutan polimer akan membentuk struktur tiga dimensi (Rees 1969 dalam Glicksman 1983). Mekanisme pembentukan gel disajikan dalam Gambar 5. Gambar 5 Mekanisme pembentukan gel (Rees, 1969 di dalam Glicksman, 1983).

22 22 Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan terjadi pada saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin, karena mengandung gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa. Proses ini bersifat reversible, artinya gel akan mencair bila dipanaskan dan apabila didinginkan akan membentuk gel kembali. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi sulfat serta adanya ion-ion akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Ion monovalen yaitu K +, NH + 4, Rb + dan Cs + membantu pembentukan gel. Kappa karagenan membentuk gel yang keras dan elastis. Dari semua karagenan, kappa karagenan memberikan gel yang paling kuat. Iota karagenan merupakan pembentuk gel air yang lemah, iota membentuk gel yang kuat dan stabil bila ada ion Ca 2+ (Anonim 1985). Ion Na + dilaporkan menghambat pembentukan gel karagenan jenis kappa dan lambda (Angka dan Suhartono 2000). Karakteristik gel beberapa karagenan dapat dilihat pada Tabel Stabilitas Karagenan akan stabil pada ph 7 atau lebih, tetapi pada ph yang rendah stabilitasnya akan menurun bila terjadi peningkatan suhu (Glicksman 1983). Karagenan kering dapat disimpan dengan baik selama 1,5 tahun pada suhu kamar dengan ph 5 6,9, karena selama penyimpanan pada ph tersebut tidak terjadi penurunan kekuatan gel. Kappa karagenan dan iota karagenan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada ph rendah. Penurunan ph menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas dan potensi untuk membentuk gel. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada ph rendah (Moirano 1977). Karagenan akan mengalami depolimerisasi secara perlahan-lahan selama penyimpanan. Dua sifat penting karagenan yaitu kekuatan gel dan reaktivitas dengan protein dipengaruhi oleh proses polimerisasi ini. Meskipun demikian, tetap tidak terdeteksi adanya penurunan kekuatan gel selama lebih dari satu tahun penyimpanan (A/S Kobenhavns Pektinfabrik 1978). Stabilitas karagenan pada berbagai tingkat keasaman dapat dilihat pada Tabel 2

23 23 Tabel 2 Daya kestabilan karagenan dalam berbagai pelarut. Stabilitas Kappa Iota Lambda Pada keadaan ph Stabil. Stabil. Stabil. netral dan alkali. Pada ph asam. Terhidrolisis pada larutan jika dipanaskan. Stabil dalam bentuk gel. Terhidrolisis dalam larutan. Stabil dalam bentuk gel. Terhidrolisis. Sumber : A/S Kobenhavns Pektinfabrik (1978) Proses Pembuatan Karagenan Pembuatan tepung karagenan dari alga laut secara umum terdiri dari penyiapan bahan baku, proses ekstraksi, penyaringan, pengendapan dan pengeringan produk Penyiapan bahan baku Rumput laut yang baru dipanen, dibersihkan dari kotoran dan karang yang melekat dengan menggunakan air laut kemudian dijemur selama lebih kurang 2-3 hari, atau setelah dijemur satu hari dibilas kembali menggunakan air laut kemudian dijemur lagi sehingga kering. Selama penjemuran diusahakan agar tidak terkena hujan atau embun karena akan menurunkan mutu karagenan yang dihasilkan (Fardiaz 1989) Ekstraksi Sebelum dilakukan ekstraksi rumput laut kering dicuci dengan air tawar. Proses pencucian ini dilakukan tidak terlalu lama, hanya sampai kotoran yang melekat terlepas dari rumput laut. Jika pencucian terlalu lama maka akan mengakibatkan terjadinya lisis pada dinding sel, sehingga karagenan keluar dari rumput laut. Selanjutnya dilakukan pemotongan bahan kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan larutan alkali panas (Fardiaz 1989). Ekstraksi karagenan biasanya dilakukan dengan air panas pada suhu o C dan ph alkalis (di atas ph 7). Air ditambahkan antara 7 hingga 40 kali berat rumput laut kering. Jenis basa yang digunakan adalah NaOH atau Ca(OH) 2 (Angka dan Suhartono 2000). Dawes et al. (1977) dalam Harun (1993) melakukan ekstraksi karagenan dengan NaOH 0,06 % hingga ph ekstraksi sekitar 8,0 8,5. Ekstraksi dilakukan

24 24 selama 1-14 jam pada suhu 85 o C. Kondisi optimum dicapai pada ekstraksi selama 3 jam yang ditunjukkan oleh rendemen, kekuatan gel, dan viskositas optimumnya. Menurut Angka dan Suhartono (2000) jenis iota karagenan dapat terekstrak dalam waktu 3 jam pada suhu 85 o C Filtrasi Filtrasi dilakukan untuk memisahkan residu (serat dan kotoran lain) dari ekstrak. Pada saat ekstraksi, larutan karagenan harus benar-benar dalam keadaan panas, untuk menghindari terjadinya pembentukan gel (Chapman 1980). Filtrasi biasanya dilakukan dengan filter press dengan bantuan filter aid seperti diatomae, perlite, celite 545 dan sejenisnya (McCandless dan Richer 1972; Dawes et al. 1977; Mukti 1987) Pemisahan karagenan Karagenan dapat dipisahkan dari filtratnya dengan cara presipitasi dengan alkohol, pengeringan drum (drum drying) dan dengan cara pembekuan (Food Chemical Codex 1981). Filtrat karagenan merupakan campuran antara air, karagenan dan bendabenda asing lainnya yang berukuran sangat kecil. Menurut Overbeek dan Jong (1949) dalam Luthfy (1988), karagenan dapat dipisahkan dari air dan zat-zat lainnya dengan menambahkan zat tertentu misalnya alkohol, garam-garam dan aseton. Zat-zat tersebut berfungsi untuk memisahkan karagenan dengan cara pembentukan polimer sehingga terjadi agregasi yang menyebabkan penggumpalan/pengendapan. Pemisahan karagenan juga dapat dilakukan dengan menggunakan metoda gel-press, KCl press, pembekuan menggunakan KCl atau presipitasi oleh alkohol (Ceamsa 2001). Penambahan garam sampai 25 % dalam larutan panas akan menyebabkan lambda- dan iota-karagenan larut, sedangkan kappa karagenan dapat mengendap (Guiseley et al dalam Luthfy 1988). Menurut Dea (1979) pada konsentrasi garam yang rendah, inti kapiler elektrik dapat mengecil, sedangkan pada konsentrasi garam yang lebih tinggi koloid akan melepaskan air sehingga terjadi pengendapan. Menurut cp Kelco ApS (2000) pengunaan KCl untuk pemisahan karagenan cukup baik dilakukan pada konsentrasi 1,5-2,0 %.

25 25 Pemisahan karagenan dengan alkohol merupakan cara yang paling banyak dilakukan (Stoloff 1962 dalam Luthfy 1988; Towle 1973; Dawes et al. 1977; Mhsigeni dan Semesi 1977; Pamungkas, 1987; Mukti 1987). Alkohol yang digunakan dibatasi oleh Food Chemical Codex (1981) berupa metanol, etanol atau isopropanol. Alkohol yang digunakan sekitar 1,5-4,0 kali volume filtrat (Towle 1973), dengan demikian alkohol yang digunakan sekitar kali bobot bahan baku. Oleh karenanya, cara ini relatif mahal dan untuk menghemat pengunaan alkohol diperlukan unit destilasi alkohol. Karagenan yang dipisahkan dengan cara ini memiliki mutu yang paling baik karena relatif murni (Glicksman 1983) Pengeringan dan penepungan. Karagenan basah hasil presipitasi alkohol atau hasil pengendapan dengan garam-garam kemudian dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan oven atau penjemuran (Glicksman 1983). Karagenan kering tersebut kemudian ditepungkan, diayak, distandarisasi dan dicampur, kemudian dikemas dalam wadah yang tertutup rapat (Guiseley et al. 1980). Tepung karagenan berwarna putih sampai coklat kemerah-merahan (Food Chemical Codex 1981). Melalui pembesaran (mikroskop), tepung karagenan berupa serat-serat pendek (hasil presipitasi oleh alkohol) atau berupa remahan halus (hasil drum drying ) dengan bobot jenis rata -rata 1,7 g/cm 3 (Guiseley et al. 1980). 2.6 Spesifikasi mutu karagenan Di Indonesia belum ada standar mutu karagenan tetapi secara internasional telah dikeluarkan spesifikasi mutu karagenan sebagai persyaratan minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan baik dari segi teknologi maupun dari segi ekonomi yang meliputi kualitas dan kuantitas hasil ekstraksi rumput laut (Doty 1986). Secara internasional spesifikasi kemurnian karagenan dikeluarkan oleh Food Agriculture Organization (FAO), Food Chemical Codex (FCC) dan European Economic Community (EEC) seperti tercantum pada Tabel 3.

26 26 Tabel 3 Spesifikasi kemurnian karagenan. Spesifikasi FAO FCC EEC Zat volatile (%) maks 12 maks 12 maks 12 Sulfat (%) Viskositas pada larutan 1,5 % min 5 cps min 5 cps min 5 cps Abu (%) maks Abu tidak larut asam (%) - maks 1 maks 2 Logam berat: Pb (ppm) As (ppm) Cu + Zn (ppm) Zn (ppm) maks 10 maks maks 10 maks maks 10 maks 3 maks 50 maks 25 Kehilangan karena pengeringan (%) - maks 12 - Sumber: A/S Kobenhvsn Pektifabrik (1978). 2.7 Kegunaan karagenan Berdasarkan sifat-sifatnya karagenan digunakan sebagai pengemulsi, penstabil, pengental dan bahan pembentuk gel (Food Chemical Codex 1981). Pengelmulsi adalah bahan yang berfungsi untuk memperoleh pendispersian yang merata dari dua atau lebih bahan yang saling tak dapat larut, misalnya bahan yang dapat mendispersikan krim susu dalam susu skim. Penstabil adalah bahan yang mempertahankan sistem emulsi, sedangkan pengental adalah bahan yang dapat meningkatkan viskositas suatu sistem dan bahan pembentuk gel berfungsi untuk memberikan tekstur gel (Bjerre-Petersen 1973). Kemampuan karagenan tersebut disebabkan oleh sifat-sifat karagenan antara lain kemampuan membentuk gel, viskositas dan reaktivitas terhadap protein seperti telah diuraikan pada bagian terdahulu. Dengan penambahan garam potasium kekuatan gel akan terus meningkat. Hasil ekstraksi yang halus digunakan dalam berbagai pengolahan, diantaranya hand lotion, mineral emulsion, susu coklat, cream stabilizer, pasta gigi, sirup obat batuk, bubuk untuk puding penstabil es krim dan sebagainya. Ekstrak karagenan dan garam potasium digunakan untuk sirup es krim dan pelapis tablet dalam farmasi (Chapman 1970). Karagenan dalam industri makanan dan minuman biasa digunakan sebagai dietetic food dalam bentuk jelly. Susu kental manis dan yoghurt menggunakan karagenan sebagai pensuspensi, sedangkan dalam industri milk-gel (puding, custard, minuman kaleng) dan antacid-gel berfungsi sebagai gelling agent,

27 27 demikian pula dalam water-gel, fish dan meat-gel dan gel pengharum ruangan berfungsi sebagai pembentuk gel. Penggunaan lain dari karagenan adalah sebagai binder pada pasta gigi, sebagai bodying agent pada cream lotion dan saus tomat, dan sebagai penstabil lemak dalam makanan ternak (Anggadiredja et al. 1993).

28 28 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk proses ekstraksi karagenan, sedangkan analisis mutu karagenan dilakukan di Laboratorium Agricultural Products Processing Pilot plan Project (AP4) dan Laboratorium Pilot Plant Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu bahan utama dan bahan kimia. Bahan utama yang digunakan adalah rumput laut Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum yang telah dikeringkan, berasal dari perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu dengan umur panen sekitar 45 hari. Bahan kimia untuk proses ekstraksi adalah NaOH 0,5 %, kalium klorida (KCl), etanol (alkohol 96 %), dan aquades Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat yang digunakan selama proses pembuatan karagenan yaitu hot plate yang menggunakan magnetic stirrer dan dilengkapi dengan pengatur suhu, timbangan analitik, pisau, kertas ph, kertas aluminium foil, labu erlenmeyer, gelas ukur, pemanas air, saringan dari kain blacu, saringan dengan ukuran 60 mesh, stirrer, spatula, cawan petri, drum dryer, stop watch, dan baskom. Alat-alat yang digunakan untuk analisis yaitu spatula, pisau, gelas ukur, timbangan analitik, botol kaca, cetakan, lemari pendingin (lemari es), water bath, kantong plastik, viscosimeter brookfield untuk mengukur viskositas, curd tension meter model M-301 AR untuk mengukur kekuatan gel.

29 Metode Penelitian Penelitian dibagi menjadi dua tahapan. Tahap pertama dilakukan untuk menghasilkan kappa karagenan dan iota karagenan. Penelitian tahap kedua adalah mengkombinasikan kappa dan iota karagenan dengan berbagai perbandingan (1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, 1 : 4, 2 : 1, 2 : 3, 3 : 1, 3 : 2, 4 : 1) untuk selanjutnya dianalisis viskositas dan kekuatan gelnya Tahap pertama Rumput laut yang telah dikeringkan, ditimbang sebanyak 50 g, kemudian dicuci bersih dan dipotong sampai diperoleh ukuran bahan lebih kurang 25 mm. Setelah itu dilakukan ekstraksi menggunakan aquades sebanyak 40 kali dari berat rumput laut kering yang telah dibersihkan dan ditambahkan basa (NaOH 1,0 %) sampai diperoleh ph 8 9, dengan waktu ekstraksi selama 3 jam pada suhu 90 o C. Hasil ekstraksi yang diperoleh disaring dengan menggunakan kain blacu dua lapis. Filtrat hasil penyaringan diendapkan dengan larutan KCl 1 % yang telah dihomogenkan sebelumnya, sebanyak satu kali volume pelarut selama 30 menit untuk karagenan jenis kappa, untuk karagenan jenis iota pengendapan dilakukan dengan etanol (alkohol 96 %) selama 15 menit, kemudian disaring kembali menggunakan kain saring ukuran 200 mesh. Karagenan berupa ampas yang diperoleh dari hasil penyaringan, dikeringkan dengan menggunakan drum dryer (dengan suhu sekitar 80 o C). Diagram alir proses pembuatan karagenan disajikan pada Gambar Tahap kedua Penelitian selanjutnya yaitu mengkombinasikan antara kappa dan iota karagenan dengan berbagai perbandingan (1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, 1 : 4, 2 : 1, 2 : 3, 3 : 1, 3 : 2, 4 : 1). Karagenan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dengan berat sesuai dengan perbandingan tersebut. Selanjutnya kappa dan iota karagenan dihomogenkan kemudian dianalisis viskositas dan kekuatan gelnya.

30 30 Rumput Laut (50 g kering dan bersih) Pencucian Pemotongan Ekstraksi Suhu: 90 o C Waktu: 3 jam Jumlah air: 40 x rumput laut kering Jenis Basa: NaOH 1 % (ph 8,0-9,0) Penyaringan I (Kain blacu 2 lapis Ampas Pemisahan Kappa Karagenan KCl 1 % sebanyak 1 x volume pelarut Pemisahan Iota Karagenan Etanol sebanyak 2 x volume pelarut Air dan molekul dengan BM kecil Penyaringan II (Saringan 300 mesh) Penyaringan II (Saringan 300 mesh) Air dan molekul dengan BM kecil Pengeringan (Drum Dryer) Pengeringan (Drum Dryer) Tepung karagenan Tepung karagenan Gambar 6 Diagram alir proses pembuatan kappa dan iota karagenan (Modifikasi dari Purnama 2003).

31 Prosedur Analisis Rendemen (Marine Colloids FMC. Corp. 1977) Rendemen karagenan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan rasio antara berat karagenan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering. Rendemen = Berat karagenan kering x 100% Berat rumput laut kering Viskositas (Marine Colloids FMC. Corp 1977 dalam Mukti 1987) Larutan karagenan dengan konsentrasi 1,5 % dipanaskan dalam bak air (water bath) sambil diaduk secara teratur sampai mencapai suhu lebih kurang 75 o C. Spindel terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75 o C kemudian dipasangkan ke alat ukur viscosimeter brookfield. Posisi spindel dalam larutan panas diatur sampai tepat, viscosimeter dihidupkan dan suhu larutan diukur. Ketika suhu larutan mencapai 75 o C, termometer dikeluarkan dan nilai viskositas diketahui dengan pembacaan viscosimeter pada skala 1 sampai 100. Pembacaan dilakukan setelah satu menit putaran penuh. Hasil bacaan digandakan sesuai dengan spindel yang digunakan dengan kecepatan 60 rpm. Hal ini berfungsi untuk menyatakan viskositas mutlak dalam satuan centipoises (cps) Kekuatan gel (Gel Strength) (Marine Colloids 1977 dalam Mukti 1977) Larutan karagenan 1,5 % dipanaskan dalam bak air (water bath) dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 75 o C. Larutan panas dimasukkan ke dalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan dibiarkan pada suhu 10 o C selama 2 jam. Gel dalam cetakan ditempatkan ke dalam alat ukur kekuatan gel (curd tension meter), kemudian alat diaktifkan sampai dengan batang penekan plunger menembus permukaan gel. Pembacaan dilakukan melalui grafik recorder seperti disajikan pada Gambar 7. Kekuatan gel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : F Kekuatan Gel = x 980 dyne/cm 2 S Keterangan : F = tinggi kurva S = luas permukaan plunger

32 32 Pada penelitian ini satuan kekuatan gel dyne/cm 2 dikonversikan menjadi g/cm 2 X dyne/cm 2 = 2 X g/cm 2 (1 g = 980,78 dyne) Derajat invasi Garis normal Grafik Waktu (detik) Gambar 7 Grafik pembacaan kekuatan gel pada Recorder Curd Tension Meter.

33 33 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perbedaan Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum Kappaphycus alvarezii termasuk dalam kelas Rhodopyceae (alga merah). Nama daerah cottoniii umumnya lebih dikenal dalam dunia perdagangan nasional dan internasional, sedangkan Eucheuma spinosum dikenal dengan nama ilmiah Eucheuma denticulatum dan Eucheuma muricatum atau disebut juga agar-agar patah tulang yang merupakan nama daerah. Pengamatan di laboratorium meliputi pengamatan visual terhadap warna dan keadaan thallus rumput laut dalam keadaan basah. Adapun perbedaan antara kedua jenis tersebut disajikan dalam Tabel 4. Secara anatomi tanaman rumput laut Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum tidak mempunyai akar dan daun. Struktur tanaman secara keseluruhan terdiri dari batang utama, cabang-cabang dan ranting-ranting. Tiap cabang mempunyai banyak ranting dan membentuk suatu rumpun tanaman yang disebut thallus. Morfologi rumput laut Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum penelitian ini berturut-turut disajikan dalam Gambar 8 dan Gambar 9. Gambar 8 Morfologi rumput laut Kappaphycus alvarezii.

34 34 Gambar 9 Morfologi rumput laut Eucheuma spinosum. Tabel. 4 Perbedaan Kappaphycus alvarezii dan Eucheuma spinosum Thallus Percabangan Duri pada thallus Warna thallus Kappaphycus alvarezii ϖ Penampang batang bulat dan permukaan thallus licin. ϖ Thallus kenyal dan sedikit transparan. Tidak teratur, ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk dan tampak meruncing. Percabangan ke berbagai arah. Runcing memanjang, agak jarang dan tidak bersusun melingkari thallus Kuning, coklat kekuningan, coklat tua. Eucheuma spinosum ϖ Penampang batang bulat dengan permukaan thallus licin dan agak berlendir ϖ Permukannya tertutup oleh tonjolan-tonjolan yang berbentuk seperti duri. ϖ Thallus lunak/lembek, rapuh dan transparan. Melingkar atau pada interval yang dapat diperkirakan. Berselang-seling dan timbul teratur pada deretan duri antar ruas serta merupakan perpanjangan dari duri tersebut. Tumbuh berderet melingkari thallus dengan interval yang bervariasi sehingga membentuk ruas-ruas thallus diantara duri. Coklat, ungu kemerah-merahan 4.2 Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama bertujuan untuk menghasilkan kappa karagenan dan iota karagenan. Proses pembuatannya terbagi menjadi beberapa tahap yaitu penyiapan bahan baku, ekstraksi dengan alkali, penyaringan I, pengendapan, penyaringan II dan pengeringan.

35 Proses pembuatan karagenan Pembuatan karagenan dimulai dengan penimbangan rumput laut kering yang sudah dibersihkan sebanyak 50 g, setelah itu rumput laut dicuci dengan air tawar. Proses pembersihan dan pencucian dilakukan dengan air mengalir untuk menghilangkan benda asing seperti garam, karang, kayu ranting serta pasir yang masih menempel pada rumput laut. Menurut Dewan Standar Nasional (SNI ), benda asing adalah semua benda yang tidak termasuk dalam rumput laut antara lain garam, pasir, karang, kayu ranting dan rumput laut lainnya. Proses pencucian ini dilakukan tidak terlalu lama, hanya sampai kotoran yang masih tersisa seperti garam dan pasir terlepas dari rumput laut. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari keluarnya karagenan dari rumput laut yang disebabkan karena terjadinya lisis pada dinding sel. Selanjutnya dilakukan pemotongan bahan dan diiris kecil-kecil, hal ini dimaksudkan agar partikel bahan baku berukuran sekecil mungkin sehingga permukannya luas dan senyawa yang akan diekstrak dapat lebih mudah ditarik keluar dari bahan. Selain itu penghancuran akan memecah sel-sel yang terdapat dalam jaringan sehingga komponen yang akan diekstrak dapat dengan cepat keluar dari bahan. Setelah pembersihan dan pencucian dilakukan proses ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponen tersebut. Ekstraksi karagenan dilakukan dengan air panas (40 kali berat rumput laut kering) pada suhu o C dan ph alkalis (di atas ph 7). Jenis basa yang ditambahkan adalah NaOH. Ekstraksi dilakukan selama 3 jam. Proses ini dilakukan untuk menghasilkan kappa dan iota karagenan. Menurut Angka dan Suhartono (2000) iota karagenan dapat terekstrak dalam waktu 3 jam pada suhu 85 o C dan menurut Dawes et al. (1977) dalam Harun (1993) iota karagenan dapat diekstraksi menggunakan NaOH hingga ph ekstraksi 8,0 8,5 selama 1 14 jam pada suhu 85 o C. Kondisi optimum dicapai pada ekstraksi selama 3 jam yang ditunjukkan diantaranya oleh kekuatan gel dan viskositas optimumnya. Towle (1973) menyatakan bahwa larutan alkali mempunyai dua fungsi yaitu untuk membantu ekstraksi polisakarida dari alga laut dan membantu untuk mengkatalisa hilangnya gugus 6-sulfat dari unit monomernya dengan membentuk 3,6 anhidro-d-galaktosa, sehingga menaikkan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004),

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati sangat besar dan beragam, salah satunya adalah rumput

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, termasuk salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu 95.181 km dan memiliki keanekaragaman hayati laut berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar Komoditas unggulan Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik diperkirakan terdapat 555 species rumput laut total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar luas area budidaya rumput laut 1.110.900

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii Menurut Doty (1985), Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN

PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN KONVERSI Volume 4 No1 April 2015 ISSN 2252-7311 PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN Wulan Wibisono Is Tunggal 1, Tri Yuni Hendrawati 2 1,2

Lebih terperinci

II TINJAUN PUSTAKA. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut

II TINJAUN PUSTAKA. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut 11 II TINJAUN PUSTAKA Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut Eucheuma spinosum, (3) Karaginan, (4) Ekstraksi Karaginan, (5) Pelarut, dan (6) Kegunaan Karaginan. 2.1. Rumput Laut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 67 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... xii ABSTRAK...

Lebih terperinci

STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT

STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Laboratoium Teknik Reaksi Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Dini Fathmawati 2311105001 M. Renardo Prathama A 2311105013

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut adalah salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasiosiasi dengan

Lebih terperinci

KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA

KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA DISUSUN OLEH : Yosua 125100601111007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Rumput Laut Rumput laut adalah makroalga yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Rumput laut merupakan tanaman laut yang sangat populer dibudidayakan di laut. Ciri-ciri rumput laut adalah tidak mempunyai akar, batang maupun

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kondisi oseanografi dan meteorologi perairan. Faktor oseanografi adalah kondisi perairan yang berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah talus digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah talus digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut 2.1.1 Deskripsi Rumput Laut Rumput laut (sea weed) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuran makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN

PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN Prasetyowati, Corrine Jasmine A., Devy Agustiawan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii SKALA RUMAH TANGGA ABSTRAK

KAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii SKALA RUMAH TANGGA ABSTRAK Media Litbang Sulteng 2 (1) : 01 06, Oktober 2009 ISSN : 1979-5971 KAJIAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii SKALA RUMAH TANGGA Oleh : Mappiratu 1) ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar

Lebih terperinci

Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol

Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol Heri Purwoto ), Siti Gustini ) dan Sri Istini ),) BPP Teknologi, Jl. MH. Thamrin 8, Jakarta ) Institut Pertanian Bogor, Bogor e-mail:

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN. Oleh. Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT

BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN. Oleh. Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT Oseana, Volume XXVIII, Nomor 4, 2003: 1-6 ISSN 0216-1877 BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN Oleh Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT SOME NOTES ON CARRAGEENAN. Carrageenan is a name for galactan polysaccharides

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan uruturutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien,

Lebih terperinci

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER Haryono, Dyah Setyo Pertiwi, Dian Indra Susanto dan Dian Ismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

Tabel 2 Data hasil pengukuran kekuatan gel. (a) (b)

Tabel 2 Data hasil pengukuran kekuatan gel. (a) (b) 7 Transfer energi pada ekstraksi konvensional tidak terjadi secara langsung, diawali dengan pemanasan pada dinding gelas, pelarut, selanjutnya pada material. Sedangkan pada pemanasan mikrogelombang, pemanasan

Lebih terperinci

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 2013

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 2013 Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 213 KARAKTERISTIK SIFAT FISIKA KIMIA KARAGINAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii PADA BERBAGAI UMUR PANEN YANG DIAMBIL DARI DAERAH PERAIRAN

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kappaphycus alvarezii Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut penghasil kappa kraginan yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropis

Lebih terperinci

STUDI PROSES PENURUNAN KADAR LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH KARAGENAN DENGAN PERLAKUAN BERBAGAI KONSENTRASI LARUTAN KHITOSAN. Oleh:

STUDI PROSES PENURUNAN KADAR LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH KARAGENAN DENGAN PERLAKUAN BERBAGAI KONSENTRASI LARUTAN KHITOSAN. Oleh: STUDI PROSES PENURUNAN KADAR LOGAM BERAT Pb PADA LIMBAH KARAGENAN DENGAN PERLAKUAN BERBAGAI KONSENTRASI LARUTAN KHITOSAN Oleh: ZAINAL A. LATAR C03499906 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut 22 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Metode Penelitian, (3) Deskripsi Percobaan. 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan

BAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat

Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat Shinta Rosalia Dewi Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat Merupakan polisakarida yang terakumulasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 3. Serbuk Simplisia Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu Sargassum polycystum, akuades KOH 2%, KOH 10%, NaOH 0,5%, HCl 0,5%, HCl 5%,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Eucheuma cottonii (http://www.actsinc.biz/seaweed.html).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Eucheuma cottonii (http://www.actsinc.biz/seaweed.html). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi phycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan

Lebih terperinci

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN A. PENDAHULUAN Air merupakan komponen yang penting dalam pangan. Banyak perubahan kimia yang terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Lapangan 4.1.1 Gambaran umum Dusun Wael merupakan salah satu dari 8 Dusun nelayan yang berada di Teluk Kotania Seram Barat. Secara geografis Dusun Wael

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila ISSN 1907-9850 PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU Made Vivi Oviantari dan I Putu Parwata Jurusan Analisis Kimia

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat

Lebih terperinci

Pengaruh Perbedaan Jenis Dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan Gel Dan Viskositas Karaginan Kappaphycus alvarezii, Doty

Pengaruh Perbedaan Jenis Dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan Gel Dan Viskositas Karaginan Kappaphycus alvarezii, Doty Journal Of Marine Research. Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 127-133 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr Pengaruh Perbedaan Jenis Dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan

Lebih terperinci

PEMBUATAN ES KRIM SIRSAK (Annona muricata L.) dan ANALISA EKONOMI PRODUKNYA

PEMBUATAN ES KRIM SIRSAK (Annona muricata L.) dan ANALISA EKONOMI PRODUKNYA LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN ES KRIM SIRSAK (Annona muricata L.) dan ANALISA EKONOMI PRODUKNYA Making Soursop (Annona muricata L.) Ice Cream and Product Economy Analysis Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Lebih terperinci

dan permen. Bahan ini memberikan tekstur makanan melalui pembentukan gel. Beberapa bahan

dan permen. Bahan ini memberikan tekstur makanan melalui pembentukan gel. Beberapa bahan Bahan Pembentuk Gel By Simon BW Bahan pembentuk gel (gelling agent) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk mengentalkan dan menstabilkan berbagai macam makanan seperti jeli, makanan penutup

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan PEMISAHAN CAMPURAN Dalam Kimia dan teknik kimia, proses pemisahan digunakan untuk mendapatkan dua atau lebih produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia. Sebagian besar senyawa kimia ditemukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 27 3 METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2010. Bahan baku diambil dari petani rumput laut di Kabupaten Kotawaringin Barat Kecamatan Kumai desa

Lebih terperinci

KAJIAN EKSTRAKSI ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum sp. SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL ES KRIM. Oleh : JUNITA SISWATI

KAJIAN EKSTRAKSI ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum sp. SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL ES KRIM. Oleh : JUNITA SISWATI KAJIAN EKSTRAKSI ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum sp. SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL ES KRIM Oleh : JUNITA SISWATI PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK JUNITA SISWATI. Kajian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA H.Abdullah Saleh,, Meilina M. D. Pakpahan, Nowra Angelina Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH :

KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH : KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH : AMRY MUHRAWAN KADIR G 621 08 011 Skripsi Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau sea weeds secara ilmiah dikenal dengan istilah alga atau ganggang. Rumput laut termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 28 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa serta Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA UJI EFEKTIVITAS SECARA IN VITRO PENGAPLIKASIAN KARAGINAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii PADA PEMBUATAN SKIN LOTION BIDANG KEGIATAN : PKM PENELITIAN (PKM P)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Eucheuma spinosum, ekstraksi, iota karaginan

ABSTRAK. Kata kunci : Eucheuma spinosum, ekstraksi, iota karaginan ABSTRAK Eucheuma spinosum adalah suatu jenis rumput laut penghasil karaginan. Karaginan banyak digunakan sebagai stabilitator, emulsifier dalam bidang industri pangan, kosmetik dan obat-obatan. Kualitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA POTENSI RUMPUT LAUT BANTEN DALAM BIOINDUSTRI

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA POTENSI RUMPUT LAUT BANTEN DALAM BIOINDUSTRI Kode/Nama Rumpun Ilmu*: 161/ Teknologi Industri Pertanin (Agroteknologi) LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DOSEN PEMULA POTENSI RUMPUT LAUT BANTEN DALAM BIOINDUSTRI POTENSI

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1. BAB III METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN A.1. Alat yang digunakan : A.1.1 Alat yang diperlukan untuk pembuatan Nata de Citrullus, sebagai berikut: 1. Timbangan 7. Kertas koran 2. Saringan 8. Pengaduk 3. Panci

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel yang diperoleh dari daerah Bogor. Bahan kimia yang digunakan

Lebih terperinci

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Lampiran 1 BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Bahan Tepung ubi jalar Putih Coklat collata Margarin Gula pasir Telur Coklat bubuk Kacang kenari Jumlah 250 gr 350 gr 380 gr 250 gr 8 butir 55 gr 50 gr Cara Membuat:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci