FILDZAH WAHYUDDIN G

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FILDZAH WAHYUDDIN G"

Transkripsi

1 PENGARUH PEMANASAN OHMIK SELAMA ALKALISASI TERHADAP VISKOSITAS DAN KEKUATAN GEL SEMI-REFINED CARRAGEENAN (SRC) RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii SKRIPSI Oleh FILDZAH WAHYUDDIN G PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2 PENGARUH PEMANASAN OHMIK SELAMA ALKALISASI TERHADAP VISKOSITAS DAN KEKUATAN GEL SEMI-REFINED CARRAGEENAN (SRC) RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii SKRIPSI Oleh FILDZAH WAHYUDDIN G Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 ii

3 HALAMAN PENGESAHAN Judul Nama : Pengaruh Ohmik Selama Alkalisasi terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi-Refined Carrageenan (SRC) Rumput Laut Eucheuma cottonii : Fildzah Wahyuddin Stambuk : G Program Studi Jurusan : Keteknikan Pertanian : Teknologi Pertanian Disetujui Oleh Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Salengke, M.Sc Dr. Ir. Supratomo, DEA NIP NIP Mengetahui Ketua Jurusan Teknologi Pertanian Ketua Panitia Ujian Sarjana Prof. Dr. Ir. Mulyati M. Tahir, MS Dr. Ir. Sitti Nur Faridah, MP NIP NIP Tanggal Pengesahan: Oktober 2012 iii

4 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah dan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Ohmik Selama Alkalisasi Terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi-Refined Carrageenan (SRC) Rumput Laut Eucheuma cottonii yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Dalam prosesnya, penulis menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: Bapak Prof.Dr. Ir. Salengke, M.Sc dan Dr.Ir.H. Supratomo, DEA selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, dorongan, kritik dan saran. Bapak Azis Abdullah, S.TP, M.Si yang telah memberikan bimbingan selama penelitian. Bapak Prof.Dr.Ir. Mursalim, dan Bapak Dr.Ir. Daniel Useng, M.Eng.Sc selaku penguji. Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf di Program Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua dan keluarga atas segala doa dan nasihat yang diberikan kepada penulis. Untuk kawan-kawan sejawat TEKPERT 08 dan untuk tim rumput laut. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat. Makassar, 2012 Penulis iv

5 Fildzah Wahyuddin (G ). Pengaruh Ohmik Selama Alkalisasi terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi-Refined Carrageenan (SRC) Rumput Laut Eucheuma cottonii. Pembimbing : Salengke dan Supratomo. RINGKASAN ohmik merupakan teknologi baru dalam pengolahan bahan pangan, dengan menerapkan hukum Ohm. ohmik menempatkan bahan pangan sebagai tahanan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemanasan ohmik pada beberapa konsentrasi larutan alkali, lama, dan suhu alkalisasi, serta kekuatan medan listrik terhadap viskositas dan kekuatan gel yang dihasilkan dari alkalisasi dengan pemanasan ohmik. Alkalisasi merupakan tahap untuk mendapatkan karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii. Tahapan penelitian ini meliputi menyiapan larutan Kalium hidroksida (KOH), alkalisasi, pengeringan dengan tray drier dan penepungan. Parameter yang diujikan meliputi viskositas dan kekuatan gel karaginan. Gel tergantung dari jenis karaginan, konsentrasi, keberadaan ion-ion lain, keberadaan larutan lain. Untuk kappa karaginan lebih sensitif terhadap ion-ion kalium, oleh sebab itu jenis alkali yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa viskositas dengan teknologi ohmik ditunjukkan pada perlakuan konsentrasi alkali 0.5 N, suhu 75 o C dan lama alkalisasi 0,5 jam masing-masing sebesar 53,335: 47,533 dan 42,892 cp sedangkan, kekuatan gel tertinggi ditunjukkan pada perlakuan konsentrasi alkali 1 N sebesar dan lama pemansan 2 jam sebesar 166,940 dan 232,411 g/cm 2. Berdasarkan hasil analisi ragam menunjukkan bahwa konsentrasi alkali, lama dan suhu pemanasan memberi pengaruh nyata terhadap viskositas, sedangkan perlakuan konsentrasi dan lama pemanasan berpengaruh nyata terhadap kekuatan gel. Kata-Kata Kunci: Alkalisasi, Eucheuma cottonii, Kekuatan Gel Ohmik, Viskositas. v

6 RIWAYAT HIDUP Fildzah Wahyuddin. Penulis dilahirkan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 27 Oktober Anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak Wahyuddin Jaddu dan Ibu Hj. Nurwan Katta. Penulis memulai pendidikan pertama pada tingkat taman kanak-kanak yaitu TK Aisyiyah Bustanul Athfal selama setahun. Selanjutnya, penulis bersekolah di SD Negeri 006 Sidodadi, Wonomulyo selama 4 tahun, SD Negeri 029 Inpres Sumberjo, Wonomulyo selama setahun dan SD Negeri No.2 Kampung Baru, majene selama setahun. Kemudian, pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di SMPN 3 Majene. Setelah itu, dilanjutkan dengan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2005 di SMAN 3 Majene. Selama menjalani pendidikan di bangku sekolah, berbagai prestasi telah penulis peroleh dalam bidang akademik, seni, dan dalam kepengurusan OSIS. Selanjutnya, penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2008 dan terdaftar sebagai mahasiswi program S1 pada Program Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar melalui jalur JPPB. vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... Halaman i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... RINGKASAN... RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ii iii iv v vii ix x xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan dan Kegunaan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Alkali Treated Cottonii (ATC) Karaginan Ohmik III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Parameter Perlakuan dan Pengamatan Matriks Perlakuan vii

8 3.5 Prosedur Penelitian Parameter Pengamatan Pengolahan Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kuat Medan Listrik dan Konsentrasi Larutan KOH terhadap Laju Pengaruh Suhu Listrik dan Konsentrasi Larutan KOH terhadap Konsumsi Daya selama Pengaruh Perlakuan terhadap Viskositas Pengaruh Perlakuan terhadap Kekuatan Gel V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman Tabel 1. Standar Mutu Rumput Laut Kering untuk Eucheuma, Gelidium, Gracilaria, dan Hypnea. 4 Tabel 2. Daya Kelarutan Karaginan pada Berbagai Media Pelarut 8 Tabel 3. Beberapa Teknologi Pengolahan Karaginan dari Eucheuma sp. 9 Tabel 4. Standar Mutu Karaginan Komersial, FAO (Food Agriculture Organization), FCC (Food Chemicals Codex), dan EEC (European Economic Community) 12 Tabel 5. Matriks Perlakuan Penelitian 20 ix

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman Gambar 1. Diagram Prinsip Ohmik 15 Gambar 2. Grafik Ohmik Suhu 70 o C 27 Gambar 3. Grafik Ohmik Suhu 75 o C 28 Gambar 4. Grafik Ohmik Suhu 80 o C 29 Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Grafik pada Suhu 70 o C Perlakuan Kuat Arus Listrik dan Konsentrasi Larutan 30 Grafik pada Suhu 75 o C Perlakuan Kuat Arus Listrik dan Konsentrasi Larutan 30 Grafik pada Suhu 80 o C Perlakuan Kuat Arus Listrik dan Konsentrasi Larutan 31 Gambar 8. Grafik Total Konsumsi Daya 32 Gambar 9. Grafik Konsentrasi Alkali terhadap Viskositas 33 Gambar 10. Grafik Suhu terhadap Viskositas 34 Gambar 11. Grafik terhadap Viskositas 35 Gambar 12. Grafik Konsentrasi Alkali terhadap Kekuatan Gel 37 Gambar 11. Grafik terhadap Kekuatan Gel 38 x

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks Halaman 1. Laju Listrik Hasil Pengamatan Selama Proses Pengeringan Pada Suhu 60 o C Konsumsi Energi Hasil Pengukuran Viskositas dan Kekuatan Gel Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Viskositas tepung semi-refined carrageenan (SRC) Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Kekuatan Gel tepung semi-refined carrageenan (SRC) Dokumentasi Penelitian 124 xi

12 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini rumput laut menjadi komoditi ekspor andalan Indonesia. Berdasarkan data FAO, Indonesia adalah negara terbesar ketiga sebagai produsen rumput laut setelah Cina dan Filipina. Pada tahun 2007 Indonesia mampu mengekspor rumput laut sebanyak ton. Salah satu jenis rumput laut yang banyak dijumpai di perairan Indonesia adalah Eucheuma cottonii. Eucheuma merupakan rumput laut dari kelompok Rhodopyceae (alga merah) yang mampu menghasilkan karaginan, dikelompokkan menjadi beberapa spesies yaitu Eucheuma edule, Eucheuma spinosum, Eucheuma cottonii, Eucheuma cupressoideum dan masih banyak lagi yang lain (Anggadireja et al., 2009). Dewasa ini, salah satu jenis Eucheuma yang banyak dibudidayakan dan dipasarkan di Sulawesi Selatan yakni Eucheuma cottonii. Namun, pengolahannya hanya sebatas pengeringan secara konvensional atau penjemuran dengan sinar matahari, yang menyebabkan rendahnya nilai ekonomis dari rumput laut. Oleh karena itu, diperlukan penangan untuk meningkatkan nilai dari rumput laut. Salah satunya dapat dibuat dalam bentuk karaginan. Karaginan adalah getah rumput laut dari spesies tertentu dari kelas alga merah yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali yang dilanjutkan dengan pemisahan karaginan dengan pelarutnya. Euchema cottonii termasuk penghasil jenis kappa karaginan yang larut dalam air panas, serta membentuk gel dalam air (Distantina et al., 2009). Penggunaan karaginan semakin meluas dan sehingga permintaan terhadap karaginan semakin meningkat pula. Karaginan sangat penting sebagai stabilisator makanan, bahan pengental, pembentuk gel, pengemulsi, dan banyak dimanfaatkan antara lain dalam industri makanan untuk memperbaiki tekstur makanan, dalam bidang farmasi, kosmetik, sabun, tekstil, cat, pasta gigi dan lain lain. Pada dasarnya, pemungutan karaginan dari rumput laut membutuhkan beberapa tahap, yaitu perendaman, ekstraksi, kemudian pengeringan karaginan. Proses pengolahan karaginan dimulai perendaman kemudian dilanjutkan dengan 1

13 sistem ekstraksi dengan suatu basa yang kemudian dilanjutkan pengeringan dan penggilingan hingga menjadi suatu tepung. Prosedur pengekstrasian karaginan telah banyak dikembangkan khususnya dalam proses alkalisasi. Pada tahapan ini, kuantitas karaginan dipengaruhi oleh jenis alkali, lama dan suhu pemanasan. Pada penelitian ini, proses pemanasan dilakukan dengan menggunakan teknologi ohmik. Konsep pemanasan ohmik atau dikenal juga dengan pemanasan Joule (Joule Heating) adalah pemanasan produk pangan dengan cara melewatkan pada aliran listrik. Teknik ini terutama digunakan untuk material yang dapat mengalir (Muhtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Jika produk memiliki lebih dari satu fase seperti dalam kasus dari campuran cairan dan partikulat, konduktivitas listrik semua tahap harus dipertimbangkan. listrik dipengaruhi oleh kandungan ion, untuk menyesuaikan konduktivitas listrik produk dengan tingkat ion untuk mencapai efektif pemanasan ohmik (Ruan et al.,2001) Untuk mendapatkan karaginan pada dasarnya rumput laut diberi perlakuan panas dan penambahan alkali dapat meningkatkan mutu hasil dari perlakuan panas tersebut. Proses ini dikenal dengan alkalisasi panas. Dalam modifikasi karaginan, penggunaan teknologi ohmik diasumsikan sesuai untuk alkalisasi panas, karena kandungan ion dalam larutan alkali tersebut mempengaruhi tingkat pemanasan ohmik. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini merujuk pada alkalisasi dengan pemanasan ohmik. 1.2 Tujuan dan Kegunaan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemanasan ohmik pada beberapa konsentrasi larutan alkali, lama, dan suhu alkalisasi, serta kekuatan medan listrik terhadap viskositas dan kekuatan gel yang dihasilkan dari alkalisasi dengan pemanasan ohmik. Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dalam pengembangan teknologi ohmik untuk pengolahan rumput laut jenis Euchema cottonii dalam bentuk semi-refined carrageenan (SRC). 2

14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Algae atau ganggang terdiri dari empat kelas, yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang cokelat), Chlorophyceae (ganggang hijau), Cyanophyceae (ganggang hijau-biru). Pembagian ini berdasarkan pigmen yang dikandungnya. Bila dilihat dari ukurannya, ganggang terdiri dari mikroskopik dan makroskopik. Ganggang makroskopik inilah yang kita kenal sebagai rumput laut (Indriyani dan Sumarsih, 1997). Rumput laut sebagai salah satu sumber hayati laut, bila diproses akan menghasilkan senyawa hidrokoloid yang merupakan produk dasar (hasil dari proses metabolisme primer). Senyawa hidrokoloid yang berasal dari rumput laut disebut juga senyawa fikokoloid. Senyawa hidrokoloid yang berasal dari rumput laut ini merupakan bahan dasar lebih dari 500 jenis produk komersial yang digunakan di berbagai industri. Senyawa hidrokoloid yang berasal dari rumput laut komersial di Indonesia antara lain agar (yang dihasilkan dari jenis-jenis agarofit), karaginan (yang dihasilkan dari jenis-jenis karaginofit), dan alginat (yang dihasilkan dari jenis-jenis alginofit) (Anggadireja et al., 2009). Selain jenis rumput laut penghasil agar-agar, terdapat jenis lain yang cukup potensial dan banyak dijumpai di perairan Indonesia yaitu Euchema sp. yang dapat menghasilkan karaginan dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan. Karaginan dan agar-agar dapat dihasilkan dari ganggang merah (Rhodopyceae), sedangkan alginat dihasilkan dari ganggang cokelat jenis Sargassum. Jumlah rumput laut jenis ini sangat sedikit di Indonesia, sedangkan kebutuhan alginat cukup banyak (Indriyani dan Sumarsih, 1997). Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappakaraginan, maka jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii. Nama daerah cottonii umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional (Samsuar, 2006). 3

15 Indonesia telah mengekspor rumput laut kering dari marga Eucheuma, Gelidium, dan Hypnea. Rumput laut yang dikirim harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan (Tabel 1.) Tabel 1. Standar Mutu Rumput Laut Kering untuk Euchema, Gelidium, Gracilaria dan Hypnea Karakteristik Syarat Eucheuma Gelidium Gracilaria Hypnea Kadar air maksimal (%) Benda asing 5*) 5**) 5**) 5**) maksimal (%) Bau Spesifik rumput laut Spesifik rumput laut Spesifik rumput laut Spesifik rumput laut Sumber : Poncomulyo et al., *) Benda asing di sini adalah garam, pasir, karang, kayu dan jenis lain **) Benda asing di sini adalah garam, pasir, karang, dan kayu 2.2 Alkali Treated Cottonii (ATC) Kandungan karaginan yang banyak dibudidayakan didapatkan dari rumput laut dengan spesies Eucheuma ialah Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum. Dalam dunia perdagangan karaginan terdiri atas tiga jenis, yaitu : kappa, iota, dan lambda karaginan. Dimana ketiga jenis ini dibedakan berdasarkan perbedaan ikatan sel, sifat gel dan protein reactivity. Kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis Eucheuma cottoni, larut dalam air panas, serta membentuk gel dalam air. Lambda karaginan dari Chondrus crispus, sedang iota karaginan dihasilkan dari Eucheuma spinosum (Suryaningrum et al.,2003). Rumput laut penghasil karaginan seperti Eucheuma cottonii yang baru dipanen umumnya memiliki kadar air sekitar 85% dan harus dikeringkan hingga kadar air 30-35%, yang merupakan kadar air standar untuk kualitas ekspor. Rumput laut penghasil karagian dapat dengan mudah menjadi semi-refined carrageenan (SRC) melalui proses alkalisasi, SRC sering juga disebut alkali-modified flour (AMF) atau alkali-treated carrageenophyte (ATC) (Suryaningrum et al., 2003). 4

16 Karaginan adalah zat aditif alami yang banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri, terutama industri makanan dan kosmetika. Semi-refined carrageenan (SRC) adalah salah satu produk karaginan dengan tingkat kemurnian lebih rendah dibandingkan refined carrageenan, karena masih mengandung sejumlah kecil selulosa yang ikut mengendap bersama karaginan. Semi-refined carrageenan (SRC) secara komersial diproduksi dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii melalui proses ekstraksi menggunakan larutan alkali (Kalium hidroksida / KOH) (Oviantari dan Purwata, 2007). Tujuan utama proses semimurni adalah untuk meningkatkan sifat karaginan untuk menghasilkan gel dengan biaya produksi yang lebih rendah. Proses semimurni biasanya tidak melibatkan proses filtrasi karaginan dan tidak didapati proses ekstraksi dengan isopropanol. Sebagai hasilnya produk karaginan semimurni berwarna, berbau dan keruh. Hal ini meyebabkan karaginan semimurni tidak cocok untuk industri farmasi. Biasanya karaginan semimurni digunakan untuk pengawet daging, karena kemampuannya membentuk gel untuk berbagai basis jenis ikan dan daging (Yasita dan Rachmawati, 2010). Dalam pengolahan rumput laut untuk menghasilkan produk seperti karaginan, agar, dan alginat, larutan alkali yang digunakan sebagai medium pemasakan memiliki dua fungsi. Pertama, alkali membantu proses pemuaian (pembengkakan) jaringan sel-sel rumput laut yang mempermudah keluarnya karaginan, agar, atau alginat dari dalam jaringan. Kedua, apabila alkali digunakan pada konsentrasi yang cukup tinggi, dapat menyebabkan terjadinya modifikasi struktur kimia karaginan akibat terlepasnya gugus 6-sulfat dari karaginan sehingga terbentuk residu 3,6-anhydro-D-galactosa dalam rantai polysakarida. Hal ini akan meningkatkan kekuatan gel karaginan yang dihasilkan. Selain itu, senyawa alkali dapat memisahkan protein dari jaringan sehingga memudahkan proses ektraksi karaginan dari jaringan rumput laut (Yasita dan Rachmawati, 2010). Berdasarkan metode ekstraksi yang digunakan, dapat diperoleh dua jenis ekstrak karaginan yaitu semi-refined dan refined carrageenan. Proses ekstraksi karaginan dari rumput laut secara tradisional dilakukan dengan pemanasan dalam larutan alkali dengan medium pemanas berupa aliran uap yang dikontrol debitnya untuk mengontrol suhu pemanasan. Suhu pemasakan untuk memproduksi semi- 5

17 refined carrageenan dipertahankan dibawah o C untuk mencegah larutnya karaginan dalam larutan alkali yang akan menurunkan rendemen SRC yang dihasilkan. Setelah proses pemasakan, rumput laut kemudian dibilas beberapa kali dan dikeringkan. Produk kering yang dihasilkan kemudian digiling menjadi tepung dan dijual sebagai tepung rumput laut atau sebagai semi-refined carrageenan (Yasita dan Rachmawati, 2010). 2.3 Karaginan Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman, 1983). Karaginan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida linear yang diperoleh dari alga merah dan penting untuk pangan (Samsuar, 2006). Karaginan diperoleh dari ekstrak rumput laut merah Chondrus sp., Gigartina sp., dan Eucheuma sp., sampai 86 spesies telah dimanfaatkan. Setiap spesies memiliki susunan polimer karaginan yang beragam, dan hal itu juga tergantung umur rumput laut, musim, dan lain sebagainya. Karaginan terdapat pada tanaman, umumnya dalam bentuk sejumlah polimer yang sangat mirip, atau fraksi-fraksi yang perbandingan jumlahnya tergantung pada asal spesies. Karaginan larut dalam air, tetapi sedikit larut dalam pelarut-pelarut lainnya, umumnya perlu pemanasan agar karaginan larut semuanya. Biasanya pemanasan dilakukan sampai suhu o C, tergantung adanya kation yang dapat mendorong pembentukan gel seperti ion kalium atau faktor lainnya. Kemampuan karaginan untuk membentuk gel dengan ion-ion merupakan dasar dalam penggunaannya di bidang pangan. Sifat-sifat karaginan yang unik sebagai hidrokoloid adalah reaktivitasnya dengan beberapa jenis protein, khususnya dengan protein susu yang menyebabkan timbulnya sifat-sifat yang menjadi alasan banyak penggunaannya dalam pangan (Cahyadi, 2008). Karaginan biasanya diproduksi dalam bentuk garam natrium, kalium, dan kalsium yang dibedakan menjadi dua macam yaitu kappa karaginan dan iota karaginan. Kappa karaginan berasal dari Eucheuma cottonii dan Eucheuma 6

18 striatum, sedangkan iota karaginan berasal dari Eucheuma spinosum. Berikut ini beberapa sifat karaginan (Poncomulyo et al., 2006) : 1. Dalam air dingin, seluruh garam dari lambda karaginan dapat larut, sedangkan pada kappa dan iota karaginan hanya garam natrium yang larut. 2. Lambda karaginan larut dalam air panas (40-60 o C). Kappa dan iota karaginan larut pada temperatur di atas 70 o C. 3. Kappa, lambda, dan iota karaginan larut dalam susu panas. Dalam susu dingin, kappa dan iota tidak larut, sedangkan lambda karaginan akan membentuk dispersi. 4. Kappa karaginan dapat membentuk gel dengan ion kalium, sedangkan iota karaginan membentuk gel dengan ion kalsium. Lambda karaginan tidak dapat membentuk gel. 5. Semua jenis karaginan stabil pada ph netral dan alkali. Pada ph asam karaginan akan terhidrolisis. Ketiganya berbeda dalam sifat gel dan reaksinya terhadap protein. Kappakaraginan menghasilkan gel yang kuat (rigid), sedangkan iota-karaginan membentuk gel yang halus (flaccid) dan mudah dibentuk. Selain itu, masingmasing karaginan juga dihasilkan oleh rumput laut yang berbeda. Kelarutan karaginan di dalam air dipengauhi oleh bebrapa faktor, diantaranya temperatur, kehadiran senyawa organik lainnya, garam yang larut dalam air, serta tipe karaginan itu sendiri (Anggadireja et al., 2009). Berdasarkan strukturnya, karaginan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kappa, iota, dan lambda. Kappa karaginan tersusun dari (1- > 3) D-galaktosa-4 sulfat dan (1- > 4) 3,6 anhidro-d-galaktosa. Iota karaginan mengandung 4-sulfat ester pada residu D-galaktosa dan gugusan 2 sulfat ester pada setiap residu D- galaktosa dan gugusan 2 sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhidro-dgalaktosa. Sedangkan lambda karaginan memiliki sebuah residu disulphated (1-4) D-galaktosa. Perbedaan yang lain adalah daya kelarutan pada berbagai media pelarut (Indriyani dan Sumarsih, 1997). Karaginan bereaksi dengan fraksi protein susu, khususnya kappa kasein, sehingga membentuk jaringan gel tiga dimensi dengan air dan garam, serta 7

19 mampu menyaring partikel yang ada di dalamnya. Karena merupakan galaktosa yang mengandung sulfida, maka karaginan bermuatan (Kordi, 2011). Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut disajikan pada tabel 2 (Kordi, 2011). Tabel 2. Daya Kelarutan Karaginan pada Berbagai Media Pelarut Medium Kappa-karaginan Iota-karaginan Lambdakaraginan Air panas Larut di atas 60 o C Larut di atas Larut 60 o C Air dingin Garam Na larut, Garam Na larut, Larut garam K, Ca tidak garam Ca larut memberi dispersi thixotropic Susu panas Larut Larut Larut Susu dingin Garam Na, Ca, K tidak larut tetapi akan mengembang Tidak larut Larut Larutan gula pekat Panas, larut Larut, sukar Larut, panas Larutan garam Tidak larut Larut, panas Larut, panas pekat Sumber : Moraino (1997 dalam Winarno, 1990) Karaginan berasal dari rumput laut Euchema cottonii yaitu jenis kappakaraginan. Beberapa teknologi pengolahan karaginan secara garis besar disajikan pada tabel 3. Proses produksi karaginan semirefine lebih banyak diaplikasikan rumput laut Euchema cottonii. Produk SRC ada yang berbentuk chips dan ada pula yang berbentuk tepung (flour) (Anggadireja et al., 2009). Kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tipe karaginan, temperatur, ph, kehadiran jenis ion tandingan dan zat-zat terlarut lainnya. Karakteristik daya larut karaginan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karaginan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium lebih mudah larut. Lambda karaginan larut dalam air dan tidak tergantung jenis garamnya (Anonim, 1977). 8

20 Derajat kekentalan karaginan dipengaruhi oleh konsentrasi, temperatur, dan volume lain yang larut dalam campuran tersebut. Kekentalan karaginan dalam membentuk gel dibedakan dari yang kuat sampai rapuh dengan tipe yang lembut dan elastis. Sedangkan teksturnya tersebut yakni tergantung dari jenis karaginan, konsentrasi, keberadaan ion-ion lain, keberadaan larutan lain, serta senyawa hidrokoloid yang tidak membentuk gel (Anggadireja et al., 2009). Sifat dasar karaginan terdiri dari tiga tipe karaginan yaitu kappa, iota dan lambda karaginan. Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karaginan. Sifat-sifat karaginan meliputi kelarutan, viskositas, pembentukan gel dan stabilitas ph (Samsuar, 2006). Tabel 3. Beberapa Teknologi Pengolahan Karaginan dari Euchema sp. Bahan Baku Tahap Proses Jenis/ Tipe Karaginan Metode Bentuk Produk metode alkohol powder refine kappa-karaginan metode pressing powder E.cottonii food grade kappa-karaginan semirefine industrial grade kappa-karaginan Sumber : Anggadiredja et al., alkali panas alkali panas chip powder chip powder Kekentalan larutan karaginan akan berkurang dengan cepat, seiring meningkatnya temperatur. Kekentalan karaginan dalam membentuk gel (menjedal) dibedakan dari yang kuat sampai rapuh (britle) dengan tipe yang 9

21 lembut dan elastis. Apabila dalam larutan terdapat ion potasium, gel kappakaraginan cenderung lebih rapuh dibandingkan dengan iota-karaginan. Penambahan elastisitas dari gel iota-karaginan disebabkan oleh keberadaan jumlah 2-sulfat pada polimernya (Indriyani dan Sumarsih, 1997). Viskositas dan kekuatan gel karaginan merupakan sifat utama yang diperlukan untuk diterapkan di industri pangan dan farmasi. Pembentukan gel merupakan hasil crosslinking antara rantai heliks yang berdekatan, dengan grup sulfat menghadap ke bagian luar. Kelarutan dalam air sangat dipengaruhi kadar grup sulfat (bersifat hidrofilik) dan kation dalam karaginan. Kation yang terionisasi yang dijumpai dalam karaginan adalah sodium (Na), potasium (K), calsium (Ca), dan magnesium (Mg). Banyaknya fraksi sulfat dan keseimbangan kation dalam air menentukan kekentalan atau kekuatan gel yang dibentuk karaginan (Campo et al., 2009). Pengukuran viskositas ini bertujuan untuk menentukan nilai kekentalan suatu larutan, semakin tinggi nilai viskositasnya semakin tinggi tingkat kekentalan larutan tersebut. Guiseley et al., (1980) dan Moraino (1977) menjelaskan bahwa kekentalan pada karaginan disebabkan adanya gaya tolak-menolak antar grup sulfat yang bermuatan negatif yang terdapat disepanjang rantai polimernya sehingga menyebabkan rantai polimer tersebut kaku dan tertarik kencang. Selain itu, adanya sifat hidrofilik menyebabkan molekul tersebut dikelilingi oleh air yang tidak bergerak. Hal inilah yang menentukan nilai viskositas karaginan, semakin sedikit kandungan sulfat viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Penggunaan konsentrasi KOH lebih tinggi menyebabkan kadar sulfat dalam karaginan berkurang lebih banyak, dan sebagai akibatnya kekuatan gelnya juga semakin tinggi. Pengurangan sulfat dapat menyebabkan crosslinking sehingga terbentuk fase gel. Waktu ekstraksi berpengaruh terhadap viskositas dan kekuatan gel karaginan yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pengurangan sulfat yang terjadi, dimana waktu ekstraksi semakin lama maka kandungan sulfat semakin kecil (Campo et al., 2009). 10

22 Karaginan dapat membentuk gel secara reversibel artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali cair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan karena terbentuknya struktur heliks rangkap yang tidak terjadi pada suhu tinggi (Samsuar, 2006). Kappa karaginan jika dimasukkan ke dalam air dingin akan membentuk sebaran kasar yang memerlukan pemanasan sampai suhu 70 O C untuk melarutkannya. Suhu pembentukan gel dipengaruhi oleh konsentrasi, jumlah dan adanya ion-ion logam seperti K +, NH + 4, Ca ++, Sr ++ dan Ba ++. Secara umum karaginan membentuk gel pada suhu antara o C dan meleleh kembali jika suhu dinaikkan o C dari suhu yang ditetapkan (Anonim, 1977). Adanya intrusi kation ke dalam masing-masing karaginan tersebut akan mempengaruhi kekuatan gel seperti kappa karaginan dengan adanya kation K + cenderung membentuk gel yang kuat, iota dengan adanya kation Ca 2+ gel sangat kuat, sedangkan pada lambda karaginan tidak membentuk gel apabila ditambahkan kation. Menurut Glicksman (1969), pembentukan gel pada hidrokoloid dapat dilakukan dengan meningkatkan atau memperbesar gaya antar molekul terlarut dengan cara: menambahkan bahan yang tidak melarutkan koloid, menguapkan zat pelarut dan menambahkanbahan pengikat atau pengatur reaksi kimia yang bertujuan untuk mengurangi kelarutan koloid. Selain itu pembentukan gel hidrokoloid juga dapat terjadi dengan cara melarutkan suatu larutan dalam pelarut yang dapat menyerap air (Basmal et al., 2003). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Basmal et.al (2003) menjelaskan bahwa penggunaan larutan KOH cenderung memperbaiki nilai kekentalan karaginan. Tujuan pemberian larutan KOH di samping untuk meningkatkan nilai kekentalan, juga untuk mengeliminir bahan-bahan lain seperti protein, selulosa, dan mineral-mineral yang ada pada rumput laut seperti mineral Na+, Yodium, Mg, dan lain-lain. Perbedaan penggunaan basa berpengaruh pada kekentalan dan kekuatan gel karaginan. Jika diinginkan suatu produk yang kental dengan kekuatan gel rendah maka digunakan garam natrium, untuk gel yang elastis digunakan garam kalsium sedangkan garam kalium menghasilkan gel yang keras. Untuk kappa karaginan 11

23 lebih sensitif terhadap ion-ion kalium sedangkan iota karaginan lebih sensitif dengan ion-ion kalsium (Basmal et al., 2003). Di Indonesia sampai saat ini belum ada standard mutu karaginan. Standard mutu karaginan yang telah diakui dikeluarkan oleh Food Agriculture Organization (FAO), Food Chemicals Codex (FCC) dan European Economic Community (EEC). Spesifikasi mutu karaginan dapat dilihat pada tabel 4 (Yasita dan Rachmawati, 2010). Tabel 4. Standar Mutu Karaginan Komersial, FAO (Food Agriculture Oraganization), FCC (Food Chemicals Codex), dan EEC (European Economic Community) Karaginan Karaginan Karaginan Karaginan Parameter Standar Standar Komersial FAO Standar FCC EEC Kadar Air (%) 14,34 ± 0,25 Maks 12 Maks 12 Maks 12 Kadar Abu (%) 18,60 ± 0, Kekuatan gel 685,50 ± 13, (dyne/cm 2 ) g/cm Titik Leleh (%) 50,21 ± 1, Titik gel ( o C) 34,10 ± 1, Viskositas pada larutan 1.5% (cp) Sumber : A/S Kobenhvas Pektifabrik (1978) dalam Yasita dan Rachmawati Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Distantina et al., (2009) menjelaskan bahwa ekstraksi menggunakan larutan alkali akan meningkatkan sifat gel, tetapi tidak menunjukkan kecenderungan meningkatkan rendemen. Ekstraksi menggunakan air memberikan rendemen tertinggi tetapi sifat gel karaginannya tidak cukup baik. Kekuatan gel karaginan yang dihasilkan dengan pelarut akuades sangat rendah dan penggunaan konsentrasi KOH lebih tinggi menyebabkan kadar sulfat dalam karaginan berkurang lebih banyak, dan sebagai akibatnya kekuatan gelnya juga semakin tinggi. Kadar alkali semakin besar menghasilkan gel strength semakin besar pula. Karaginan sebagai salah satu jenis hidrokoloid penting memiliki aplikasi yang sangat luas dalam industri pangan dan nonpangan, di antaranya berfungsi sebagai penstabil (stabilizator), pengental (thickener), pembentuk gel, dan pengemulsi (emulsifier). Anggadireja et al., (2006) secara spefisik memberikan contoh penggunaan karaginan yaitu, sebagai binder pada pasta gigi, bodying agent pada 12

24 cream lotions dan saus tomat, penstabil lemak pada makanan ternak, dietic foods dalam bentuk jeli, pensuspensi pada susu kental manis dan yogurt, gelling agent pada milk gel, water gels, fish and meat gels dan gel pengharum ruangan. 2.4 Ohmik Akhir-akhir ini, minat terhadap pemanasan ohmik kembali dilirik karena meningkatnya ketersediaan dan kualitas material ektroda. Keterbatasan perlakuan pemanasan konvensional telah dikenal di industri pangan, dimana kualitas produk tidak sesuai dengann yang diinginkan selain juga berhubungan dengan sensivitas produk pangan terhadap panas (Muhtadi dan Ayustaningwarno, 2010). ohmik mengambil nama dari hukum Ohm, yang dikenal sebagai hubungan antara arus, tegangan, dan perlawanan (persamaan 1). Bahan makanan terhubung antara elektroda memiliki resistansi peran dalam rangkaian. (1) listrik bahan pangan memegang peranan penting dalam perancangan sistim pemanasan secara ohmic. listrik merupakan hubungan timbal-balik tahanan melalui unit penampang luas (A) dan jarak unit (L). listrik dari setiap bahan dapat diturunkan dari hukum Ohm dan dinyatakan sebagai berikut: atau σ = (2) σ = (3) Dalam persamaan 3, 1/R merupakan konduktan listrik dari bahan yang nilainya sama dengan rasio antara besarnya arus listrik (I) yang mengalir melalui bahan dengan gardien dari tegangan (V). Tahanan dari bahan makanan untuk melewatkan arus listrik menyebabkan panas yang dihasilkan dalam makanan. Dengan kata lain, energi listrik dikonversi menjadi energi panas (Sastry, 1992). Waktu pemanasan ohmik bergantung pada gradien tegangan yang digunakan. Jika gradien tegangan meningkat, panas 13

25 yang dihasilkan per unit waktu meningkat, dan karena itu waktu pemanasan yang diperlukan untuk mencapai temperatur berkurang. Skala waktu dapat diatur dengan memilih parameter gradien tegangan (Icier, 2012). Pada pemanasan konvensional, proses pemanasan dari permukaan yang panas menuju bagian dalam, proses ohmik melibatkan internal generation pada kecepatan terkontrol; sehingga merupakan proses High Temperature Short Time (HTST) yang dapat diterapkan untuk produk pangan solid. Walaupun perlakuan ohmik bukan merupakan olah minimal yang sesungguhnya, akan tetapi jika desain dan penerapan yang hati-hati terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan perlakuan panas konvensional. (Muhtadi dan Ayustaningwarno, 2010). ohmik adalah proses termal lanjutan di mana makanan berperan sebagai resistor listrik. Desain eksperimental biasanya terdiri dari elektroda yang berhungan dengan makanan, dimana listrik melewati substansi yang menggunakan berbagai tegangan dan kombinasi arus. Zat dipanaskan oleh pembuangan energi listrik. Bila dibandingkan dengan pemanasan konvensional, di mana panas dilakukan dari luar ke dalam menggunakan permukaan panas, pemanasan ohmik menghantarkan panas di seluruh massa makanan secara seragam (Anderson, 2008). Prinsip pemanasan ohmik sangat sederhana seperti digambarkan dalam Gambar1. Pemanasn ohmik didasarkan pada bagian arus listrik bolak-balik (AC) melalui tubuh seperti sistem makanan partikel cair yang berfungsi sebagai hambatan listrik di mana panas dihasilkan. Tegangan AC diterapkan pada elektroda di kedua ujung badan produk. Tingkat pemanasan proposional secara langsung hasil perkalian/kuadrat dari kekuatan medan listrik, E dan konduktivitas listrik. Kekuatan medan listrik dapat bervariasi dengan menyesuaikan elektroda celah atau tegangan yang dikenakan. Namun, faktor yang paling penting adalah konduktivitas listrik dari produk dan ketergantungannya pada suhu. Jika produk memiliki lebih dari satu fase seperti dalam kasus dari campuran cairan dan partikulat, konduktivitas listrik semua tahap harus dipertimbangkan (Ruan et al., 2001). 14

26 listrik meningkat dengan kenaikan suhu, pemanasan ohmik menjadi lebih efektif sebagai suhu meningkat, yang secara teoritis dapat mengakibatkan pemanasan runaway. Perbedaan dalam hambatan listrik dan yang ketergantungan suhu antara dua fase dapat membuat karakteristik pemanasan sistem yang sangat rumit. Karena konduktivitas listrik dipengaruhi oleh kandungan ion, mungkin untuk menyesuaikan konduktivitas listrik produk (kedua fase) dengan tingkat ion (misalnya garam) untuk mencapai efektif pemanasan ohmik. Mekanisme electroporation ringan dapat terjadi selama pemanasan ohmik yang beroperasi pada frekuensi rendah (50-60 Hz) yang memungkinkan muatan listrik untuk membangun dan membentuk pori-pori di seluruh dinding sel (Ruan et al., 2001) Gambar.1 Diagram yang Menunjukkan Prinsip Ohmik. Laju panas yang dihasilkan dalam konduktor resistif secara murni yang dilalui oleh arus listrik diatur oleh hukum Joule, berikut (Berk, 2009): (4) dimana : q = laju pelepasan panas, w I = arus listrik, amp R = tahanan konduktor listrik, ohm E = tegangan, Volt. 15

27 Arus listrik yang diterapkan dalam pemanasanan ohmik adalah arus bolakbalik, untuk menghindari elektrolisis. Kebanyakan sistem sekarang menggunakan garis frekuensi komersial umum (50-60 Hz). Tegangan diatur sehingga mencapai suhu akhir yang dikehendaki, meskipun fluktuasi dalam komposisi pasokan dan laju aliran (Berk, 2009). Prinsip dasar pemanasan ohmik terkenal dengan disipasi energi listrik menjadi panas, yang menghasilkan generasi energi internal berbanding lurus dengan kuadrat dari kekuatan medan listrik dan konduktivitas listrik (Sastry, 1992). Suatu bahan pangan dengan konduktivitas listrik σ, ditempatkan di antara dua elektroda dengan kekuatan medan ΔV, menghasilkan laju generasi energi internal (internal energy generation) µ sebesar (Muhtadi dan Ayustaningwarno, 2010) : µ = 2 σ (5) Karakteristik kritis yang mempengaruhi laju generasi energi internal adalah σ. Di mana konduktivitas listrik σ adalah fungsi dari suhu. Jenis fungsi tergantung pada bahan; dan metode pemanasan. Telah ditemukan bahwa untuk bahan-bahan selular, konduktivitas listrik mengalami kenaikan signifikan pada 70 o C dan ke atas. Namun, ketika medan listrik diterapkan, pecahnya dinding sel terjadi pada temperatur lebih rendah. Untuk bahan pangan solid, konduktivitas listrik tergantung pada suhu dan gradien tegangan. Jika jaringan sayuran dikenakan pemanasan konvensional, konduktivitas listrik meningkat tajam pada suhu 60 o C, akibat pecahnya dinding sel (Muhtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Diatas kekuatan medan listrik tertentu, atau jika materi telah diolah secara termal, kurva konduktivitas listrik - suhu sering menjadi linear. Dengan demikian (Sastry, 1992) : σ = ( ) (6) karena konduktivitas listrik meningkat dengan suhu, pemanasan ohmik menjadi lebih efektif pada suhu yang lebih tinggi. listrik adalah ukuran dari seberapa baik suatu zat mentransmisikan muatan listrik, dinyatakan dalam Siemens per meter. listrik adalah rasio densitas substansi pada kekuatan medan listrik dan dipengaruhi oleh komposisi kimia dari suatu zat. Dalam terminologi 16

28 pemanasan ohmik, konduktivitas adalah ukuran dari isi mineral atau ion. Untuk bahan makanan, bahan ion yang paling umum garam (NaCl). Semakin tinggi jumlah garam terlarut dalam zat, semakin tinggi konduktivitas (Anderson, 2008). listrik makanan sangat tergantung pada komposisi dan terutama pada kandungan elektrolit (garam) dan kelembaban (Fryer dan Li, 1993). Hal ini juga tergantung suhu. Bertentangan dengan logam, di mana suhu berpengaruh terhadap konduktivitas, konduktivitas makanan umumnya meningkat dengan suhu (Szczeniak, 1983; Resnick, 1996) dalam (Berk, 2009). Ketika jaringan selular dipanaskan secara ohmik, suhu konduktivitas menjadi linier ketika gradien tegangan dinaikkan hal ini menjelaskan bahwa terjadi nonlinearitas pada gradien tegangan rendah (20 sampai 30 V/cm). Penjelasannya adalah terjadinya electro-osmosis ketika pemanasan ohmik digunakan yang tergantung dari besar medan voltase yang digunakan. Pada gradien tegangan tinggi, electro-osmosis mendorong ion-ion melewati membran dinding sel bahkan pada suhu lebih rendah (Muhtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Karena konduktivitas listrik tergantung pada konsentrasi ion, maka memungkinkan untuk mengubahnya menggunakan perlakuan sederhana seperti penambahan garam. Penurunann konduktivitas listrik dalam sampel yang direndam air disebabkan hilangnya senyawa ionik dalam air (Muhtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Ukuran solid berpengaruh terhadap konduktivitas listrik. listrik cenderung meningkat ketika ukuran partikel menurun, walaupun tanpa kesimpulan secara general tidak dapat dilakukan tanpa memperhitungkan bentuk dan orientasi partikel (Muhtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Daya yang diubah oleh peralatan listrik mengingatkan bahwa energi yang diubah bila muatan Q bergerak melintasi beda potensial sebesar V adalah QV (persamaan 7). Maka daya P, adalah (Giancoli, 2001): P = daya (Watt) = = (7) 17

29 Muatan yang mengalir per detik, Q/t, merupakan arus listrik, I. Dengan demikian diperoleh : P = IV (8) Hubungan ini menghasilkan daya yang diubah oleh suatu perangkat dimana I adalah arus yang melewati V adalah beda potensial yang melintasinya. Keunggulan dari pemanasan ohmik adalah cepat dan sistem pemanasannya yang relatif seragam dan merata, termasuk untuk produk yang mengandung partikulat. Hal tersebut mengurangi jumlah total panas yang kontak dengan produk dibandingkan dengan pemanasan konvensional yang memerlukan waktu untuk terjadinya penetrasi panas ke bagian pusat bahan dan pemanasan partikulat lebih lambat dari fluida. Dalam pemanasan ohmik, partikel dapat mempercepat pindah panas dengan melakukan formulasi pada kandungan senyawa ionic yang tepat di dalam fase fluida dan fase partikulat untuk meyakinkan level konduktivitas listrik yang tepat (Muhtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Teknologi pemanasan ohmik dapat diterapkan, tidak hanya untuk cairan, tetapi juga untuk multi-fase campuran cair-padat, khususnya di media ini akan sulit untuk proses menggunakan penukar panas konvensional (Sastry dan Qiong, 1993) dalam Delgado et al., 2012). Pemanas ohmik dapat digunakan untuk memanaskan makanan cair yang mengandung partikulat besar, seperti sup dan makanan rebus dan irisan buahbuahan pada sirup, saus, dan cairan sensitif panas. Teknologi ini berguna untuk perlakuan makanan protein, yang cenderung untuk mengubah sifat sesuatu benda dan mengentalkan ketika diproses secara termal. Aplikasi lain potensi ohmik pemanasan termasuk blanching, pencairan, gelatinisasi, fermentasi, pengeringan dan ekstraksi (Ramaswamy, 2003). 18

30 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April - Juli 2012 yang dilaksanakan di Laboratorium Processing Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian dan Teaching Industry, Universitas Hasanuddin, Makassar. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain terpal plastik, jergen, gunting, reaktor ohmik, sistem akusisi data SPSS 17.0, data Logger, mesin pengering tray drier type cross flow, timer, timbangan analitik Mettler Toledo PL60L-S ketelitian 0,01 gram, termometer, pulverizer Analitycal Mill IKA A11 basic, magnetic hotplate stirer, cetakan, TA-AX texture analizer, viscometer Brookfield DE-RV version 1,00 dan oil bath Julabo HC. Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi larutan kalium hidroksida (KOH) 0,5 dan1 N, air laut, aluminium foil, aquades, kertas label, kertas, kain saring, dan rumput laut segar jenis Eucheuma cottonii dengan umur panen 50 hari yang diperoleh dari Desa Lasitaeng, Kecamatan Tanererilau, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. 3.3 Matriks Perlakuan Perlakuan yang diberikan dalam penelitian meliputi perbedaan tegangan selama alkalisasi dengan pemanasan ohmik, waktu dan suhu pemanasan, serta konsentrasi alkali yang digunakan. Matriks perlakuan penelitian dapat dilihat sebagai berikut: 19

31 Tabel 5. Matriks Perlakuan Penelitian PERLAKUAN: ΔV (3,7 dan 4,9 Volt/cm); Waktu (0.5, 1, 2 jam); Suhu (70, 75, 80 o C); C-Alkali (0.5 N dan 1 N) PARAMETER TETAP : SWAR (1:20); Suhu Pengeringan 60 o C; Kec. Udara 1.5 m/det. MATRIKS PERLAKUAN Kode ΔE Waktu T-akhir SWA-R C-alkali A1 CTR :20 1 N A2 3, :20 1 N A3 4, :20 1 N A4 CTR :20 1 N A5 3, :20 1 N A6 4, :20 1 N A7 CTR :20 1 N A8 3, :20 1 N A9 4, :20 1 N A10 CTR :20 1 N A11 3, :20 1 N A12 4, :20 1 N A13 CTR :20 1 N A14 3, :20 1 N A15 4, :20 1 N A16 CTR :20 1 N A17 3, :20 1 N A18 4, :20 1 N A19 CTR :20 1 N A20 3, :20 1 N A21 4, :20 1 N A22 CTR :20 1 N A23 3, :20 1 N A24 4, :20 1 N A25 CTR :20 1 N A26 3, :20 1 N A27 4, :20 1 N CTR : Alkalisasi secara konvensional ΔV SWA-R : Kuat arus listrik : Perbandingan rumput laut dengan larutan alkali 20

32 3.4 Prosedur Penelitian Modifikasi semi-refined carrageenan (SRC) dilakukan dimulai dengan persiapan bahan, alkalisasi dengan pemanasan ohmik, pengeringan, penepungan dan pengukuran viskositas dan kekuatan gel. a. Persiapan Bahan Menyiapkan rumput laut jenis Eucheuma cottonii dengan umur panen 50 hari yang diperoleh dari Desa Lasitaeng, Kecamatan Tanererilau, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Kemudian mencuci Eucheuma cottonii menggunakan air laut untuk menghilangkan benda asing yang melekat. Setelah membersihkan lalu menjemur Eucheuma cottonii di atas terpal plastik hingga mencapai kadar air sekitar 30%. Setelah itu menyiapkan larutan KOH. Persiapan larutan KOH ini terdiri atas dua konsentrasi yaitu 0,5 N dan 1 N. Larutan 0,5 N KOH dengan perbandingan 28,05 gram KOH dilarutkan ke dalam 1 liter aqudes. Penyiapan larutan 1 N KOH dengan melarutkan 56,10 gram KOH ke dalam 1 liter aquades. b. Alkalisasi dan modifikasi karaginan Tahapan alkalisasi dan modifikasi karaginan dari Eucheuma cottonii dengan pemanasan ohmik adalah mengambil rumput laut jenis Eucheuma cottonii sebanyak 15 gram yang akan dijadikan sebagai sampel percobaan Setelah itu, Eucheuma cottonii dipanaskan dalam 0,5 dan 1 N larutan KOH dengan menggunakan reaktor ohmik. Rasio Eucheuma cottoni: KOH yaitu 1:20 (g/ml) untuk setiap perlakuan. Proses pemanasan ini dilakukan pada tiga suhu yaitu 70 o C, 75 o C, dan 80 o C dengan lama pemanasan 0,5 jam, 1 jam, dan 2 jam dan kuat arus listrik yang digunakan masing-masing 3,7 dan 4,9 volt/cm, sebanyak dua kali pengulangan Selama proses pemanasan, karaginan yang terkandung dalam rumput laut akan termodifikasi agar gugus sulfat dalam molekul karaginan berkurang, sehingga kekuatan gelnya meningkat. 21

33 Setelah proses pemanasan, rumput laut yang telah diproses dipisahkan dari larutan KOH dengan cara penyaringan rumput laut (ATC) yang diperoleh, dan dibilas dengan menggunakan air kemudian dikeringkan dalam alat pengering hingga kadar air mencapai 12%. Alkali treated cottonii (ATC) yang diperoleh kemudian ditimbang untuk menghitung rendemen ATC yang dihasilkan. 3.5 Parameter Pengamatan Paremeter yang diamati dalam penelitian ini adalah viskositas dan kekuatan gel dari tepung semi-refined carrageenan (SRC) a. Viskositas Larutan karaginan dengan konsentrasi 1,5 % dengan perbandingan antara tepung ATC dan aquades 3 gram : 200 ml dipanaskan dan diaduk secara teratur dengan menggunakan magnetic hotplate stirer sampai suhu mencapai 75 o C. Viskositas diukur dengan Viscometer Brookfield. Spindel terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75 o C kemudian dipasang ke alat ukur viscometer Brookfield. Posisi spindel dalam larutan panas diatur sampai tepat, viskometer dihidupkan dan suhu larutan diukur. Ketika suhu larutan mencapai 75 o C dan nilai viskositas diketahui dengan pembacaan viskosimeter pada skala 1 sampai 100. Pembacaan dilakukan setelah satu menit putaran penuh 2 kali untuk spindel no 2. b. Kekuatan Gel Pengukuran kekutan gel dilakukan dengan menggunakan texture analizer. Gel dipersiapkan dengan melarutkan 1,5 gram ATC di dalam 100 ml aqudes, larutan tersebut dipanaskan dengan suhu 80 o C dan diaduk. Larutan yang telah dipanaskan dicetak dalam pipa PVC inchi dengan panjang 3 cm, kemudian didinginkan di dalam refrigerator dengan suhu 10 o C selama 12 jam dan kemudian diukur dengan menggunakan texture analizer dengan menggunakan probe 35 mm. 22

34 3.6 Pengolahan Data Pengambilan dan pengolahan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan : a. Rancangan Acak Lengkap Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan empat faktor utama yaitu: konsentrasi KOH dengan 2 taraf, suhu alkalisasi dengan 3 taraf, lama alkalisasi dengan 3 taraf,dan tegangan dengan 2 taraf. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 (dua) kali dengan jumlah satuan percobaan yang diamati adalah: 2x3x3x2x2 = 72 unit. Konsentrasi KOH (A): A1 = 1 A2 = 0,5 Faktor suhu alkalisasi (B): B1 = 70 B2 = 75 B3 = 80 Faktor waktu alkalisasi (C): C1 = 0,5 jam C2 = 1 jam C3 = 2 jam Faktor kuat arus listrik (D) D1 = 3,7 D2 = 4,9 Y ijklm = µ + A i + B j + C k + D l + AB ij + AC ik + AD il + BC jk + BD jl + CD il + ABC ijk + ABD ijl + ACD ikl + BCD jkl + ABCD ijkl + ε ijklm Y ijklm = Nilai pengamatan µ = Nilai tengah umum A i = Pengaruh konsentrasi larutan dengan taraf ke i (i = 1, 2) B j = Pengaruh suhu alkalisasi dengan taraf ke j (i = 1, 2, 3) 23

35 C k = Pengaruh waktu alkalisasi dengan taraf ke k (i = 1, 2, 3) D l = Pengaruh tegangan dengan taraf ke l (i = 1, 2) AB ij = Pengaruh interaksi konsentrasi dengan taraf ke i (i = 1, 2) dengan suhu alkalisasi dengan taraf ke j (i = 1, 2, 3) AC ik = Pengaruh interaksi konsentrasi dengan taraf ke i (i = 1, 2) dengan waktu alkalisasi dengan taraf ke k (i = 1, 2, 3) AD il = Pengaruh interaksi konsentrasi dengan taraf ke i (i = 1, 2) dengan kuat arus listrik dengan taraf ke l (i = 1, 2) BC jk = Pengaruh interaksi suhu alkalisasi dengan taraf ke j (i = 1, 2, 3) dengan waktu alkalisasi dengan taraf ke k (i = 1, 2, 3) BD jl = Pengaruh interaksi suhu alkalisasi dengan taraf ke j (i = 1, 2, 3) dengan kuat arus listrik dengan taraf ke l (i = 1, 2) CD il = Pengaruh interaksi suhu waktu alkalisasi dengan taraf ke k (i = 1, 2, 3) dengan kuat arus listrik dengan taraf ke l (i = 1, 2) ABC ijk ABD ijl = Pengaruh interaksi konsentrasi dengan taraf ke i (i = 1, 2), suhu alkalisasi dengan taraf ke j (i = 1, 2, 3) dengan waktu alkalisasi dengan taraf ke k (i = 1, 2, 3) = Pengaruh interaksi konsentrasi dengan taraf ke i (i = 1, 2), suhu alkalisasi dengan taraf ke j (i = 1, 2, 3) dengan kuat arus listrik dengan taraf ke l (i = 1, 2) ACD ikl = Pengaruh interaksi konsentrasi dengan taraf ke i (i = 1, 2), waktu alkalisasi dengan taraf ke k (i = 1, 2, 3) dengan kuat arus listrik dengan taraf ke l (i = 1, 2) BCD jkl = Pengaruh interaksi suhu alkalisasi dengan taraf ke j (i = 1, 2, 3) dengan kuat arus listrik dengan taraf ke l (i = 1, 2) 24

36 ABCD ijkl = Pengaruh interaksi konsentrasi dengan taraf ke i (i = 1, 2), suhu alkalisasi dengan taraf ke j (i = 1, 2, 3), waktu alkalisasi dengan taraf ke k (i = 1, 2, 3) dengan kuat arus listrik dengan taraf ke l (i = 1, 2) ε ijklm = Galat Percobaan b. Pengolahan Data SPSS Analisis Ragam (ANOVA) Uji jarak Duncan 25

37 Mulai Rumput Laut, umur panen 50 hari Pencucian dengan air laut Penjemuran hingga kadar air 30% Penyiapan Larutan Alkali Alkalisasi dengan Ohmik Pengeringan Penepungan Tepung ATC Pengukuran : Viskositas dan Kekuatan Gel Selesai Gambar 2. Skema pembuatan tepung semi-refined carrageenan 26

38 Suhu ( o C) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Kuat Medan Listrik dan Konsentrasi Larutan KOH terhadap Laju ohmik merupakan teknologi baru dalam pengolahan makanan, dimana bahan pangan berfungsi sebagai penghambat listrik. Dengan demikian, bahan pangan akan dilewati arus listrik dan memberi dampak berupa timbulnya panas akibat tahanan dari bahan pangan tersebut. Hal ini merujuk pada Sastry (1992) yang menyatakan bahwa tahanan dari bahan makanan untuk melewatkan arus listrik menyebabkan panas yang dihasilkan dalam makanan. Dengan kata lain, energi listrik dikonversi menjadi energi panas. Berikut ini grafik yang memperlihatkan laju pemanasan ohmik pada perlakuan suhu pemanasan, tegangan dan konsentrasi alkali Waktu (s) 4,9 Volt/cm, 0.5N 3,7 Volt/cm, 0.5N 4,9 Volt/cm, 1N 3,7 Volt/cm, 1N Gambar 2. Grafik Ohmik Suhu 70 o C Berdasarkan grafik di atas perlakuan kuat medan listrik 4,9 Volt/cm dengan konsentrasi larutan KOH 1 N memberikan laju pemanasan paling cepat, sedangkan perlakuan pada kuat medan listrik 3,7 Volt/cm dengan konsentrasi larutan KOH 0.5 N memberikan laju pemanasan paling lambat. 27

39 Suhu ( o C) Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu pemanasan 70 o C pada perlakuan 3,7 Volt/cm, 0.5 N; 4,9 Volt/cm, 0.5 N; 3,7 Volt/cm, 1 N dan 4,9 Volt/cm, 1 N masing-masing sebesar 3.58; 2.33; 2.58; dan 1.75 menit Waktu (s) 4,9 Volt/cm, 0.5N 3,7 Volt/cm, 0.5N 4,9 Volt/cm, 1N 3,7 Volt/cm, 1N Gambar 3. Grafik Ohmik Suhu 75 o C Berdasarkan grafik di atas perlakuan kuat medan listrik 4,9 Volt/cm dengan konsentrasi larutan KOH 1 N memberikan laju pemanasan paling cepat, sedangkan perlakuan pada kuat medan listrik 3,7 Volt/cm dengan konsentrasi larutan KOH 0.5 N memberikan laju pemanasan paling lambat. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu pemanasan 75 o C pada perlakuan 3,7 Volt/cm, 0.5 N; 4,9 Volt/cm, 0.5 N; 3,7 Volt/cm, 1N dan 4,9 Volt/cm, 1N masing-masing sebesar 3.5; 2.16; 2.58; dan 1.66 menit. 28

40 Suhu ( o C) Waktu (s) 4,9 Volt/cm, 0.5N 3,7 Volt/cm, 0.5N 4,9 Volt/cm, 1N 3,7 Volt/cm, 1N Gambar 4.Grafik Ohmik suhu 80 o C Pengaruh kuat medan listrik dan konsentrasi larutan KOH terhadap laju pemanasan ditunjukkan pada gambar 4. Perlakuan kuat medan listrik 4,9 Volt/cm dengan konsentrasi larutan KOH 1 N memberikan laju pemanasan paling cepat, sedangkan perlakuan pada kuat medan listrik 3,7 Volt/cm dengan konsentrasi larutan KOH 0.5 N memberikan laju pemanasan paling lambat. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu pemanasan 80 o C pada perlakuan 3,7 Volt/cm, 0.5 N ; 4,9 Volt/cm, 0.5 N; 3,7 Volt/cm, 1N dan 4,9 Volt/cm, 1 N masing-masing sebesar 5.08; 2.58; 2.66 dan 1.66 menit. Berdasarkan grafik yang ditunjukkan diketahui bahwa laju pemanasan dipengaruhi oleh kuat medan listrik dan konsentrasi larutan. Perlakuan konsentrasi dan kuat medan listrik akan mempercepat waktu pemanasan, laju pemanasan tertinggi pada masing-masing perlakuan suhu yakni pada tegangan 4,9 Volt/cm dan konsentrasi 1 N. Hal ini sesuai dengan Icier (2012) bahwa waktu pemanasan ohmik bergantung pada gradien tegangan yang digunakan. Gradien tegangan meningkat, panas yang dihasilkan per unit waktu meningkat, dan karena itu waktu pemanasan yang diperlukan untuk mencapai temperatur berkurang. 29

41 4.2 Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Larutan KOH terhadap Salah satu faktor yang berperan penting dalam sistem pemanasan ohmik adalah konduktivitas. Pada grafik berikut disajikan nilai konduktivitas pada beberapa perlakuan tegangan dan konsentrasi larutan alkali Suhu ( o C) = 0.107T R² = = 0.106T R² = = 0.053T R² = = 0.047T R² = ,9 Volt/cm, 0.5N 3,7 Volt/cm, 0.5N 4,9 Volt/cm, 1N 3,7 Volt/cm, 1N Gambar 5. Grafik pada Suhu 70 o C Perlakuan Kuat Arus Listrik dan Konsentrasi Larutan = 0.094T R² = Suhu ( o C) = 0.082T R² = = 0.058T R² = = 0.050T R² = ,9 Volt/cm, 0.5N 3,7 Volt/cm, 0.5N 4,9 Volt/cm, 1N 3,7 Volt/cm, 1N Gambar 6. Grafik pada Suhu 75 o C Perlakuan Kuat Arus Listrik dan Konsentrasi Larutan 30

42 = 0.091T R² = = 0.082T R² = = 0.047T R² = Suhu ( o C) Gambar 7. Grafik pada 80 o C Perlakuan Kuat Arus Listrik dan Konsentrasi Larutan Pada grafik 5, 6 dan 7 diketahui bahwa nilai konduktivitas tertinggi masing-masing pada perlakuan 70 o C, 4,9 Volt/cm, 1 N; 75 o C, 4,9 Volt/cm, 1 N ; dan 80 o C, 4,9 Volt/cm, 1 N masing-masing yaitu 8.76; 9.85; dan S/m. Nilai konduktivitas terendah pada perlakuan 70 o C, 3,7 Volt/cm, 0.5 N; 75 o C, 75 V, 0.5 N ; dan 80 o C, 4,9 Volt/cm, 0.5 N masing-masing yaitu 4.79; 4.90; dan 3.51 S/m. Berdasarkan data yang diperoleh konduktivitas dipengaruhi suhu, hal ini berdasarkan Ruan et.al. (2001) yang menyatakan bahwa faktor yang paling penting adalah konduktivitas listrik dari produk dan ketergantungannya pada suhu. listrik meningkat dengan kenaikan suhu, pemanasan ohmik menjadi lebih efektif sebagai suhu meningkat Dan, pada kekuatan medan listrik tertentu, atau jika materi telah diolah secara termal, kurva konduktivitas listrik - suhu sering menjadi linear. Karena konduktivitas listrik meningkat dengan suhu, pemanasan ohmik menjadi lebih efektif pada suhu yang lebih tinggi (Sastry, 1992). Selain suhu, konduktivitas juga dipengaruhi oleh konsentrasi larutan yang dijelaskan oleh Anderson (2008) dalam terminologi pemanasan ohmik, konduktivitas adalah ukuran dari isi mineral atau ion. Semakin tinggi jumlah ion terlarut dalam zat, semakin tinggi konduktivitas. = 0.041T R² = ,9 Volt/cm, 0.5N 3,7 Volt/cm, 0.5N 4,9 Volt/cm, 1N 3,7 Volt/cm, 1N 31

43 kwh 4.3 Konsumsi Daya Selama 0,012 0,010 0,008 0,006 0,004 0,002 0,000 A2 A3 A17 A18 A20 A21 BA2 BA3 BA17 BA18 BA20 A2 = 70 o C, 3,7 Volt/cm, 1 N A3 = 70 o C, 4,9 Volt/cm, 1 N A17= 75 o C, 3,7 Volt/cm,1 N A18= 75 o C, 4,9 Volt/cm, 1 N A20= 80 o C, 3,7 Volt/cm, 1 N A21= 80 o C, 4,9 Volt/cm, 1 N Gambar 8. Grafik Total Konsumsi Daya BA2 = 70 o C, 3,7 Volt/cm,0.5 N BA3 = 70 o C, 4,9 Volt/cm,0.5 N BA17= 75 o C, 3,7 Volt/cm,0.5 N BA18= 75 o C, 4,9 Volt/cm,0.5 N BA20= 80 o C, 3,7 Volt/cm,0.5 N BA21= 80 o C, 4,9 Volt/cm,0.5 N Berdasarkan data yang diperoleh kisaran daya yang digunakan untuk menaikkan suhu larutan dari 30 o C hingga mencapai suhu pemanasan antara 0, ,0108 kwh. Berdasarkan grafik di atas, konsumsi daya pada perlakuan konsentrasi larutan 1 N sampel A3 dengan total konsumsi daya tertinggi sebesar 0,0108 kwh, sedangkan untuk sampel dengan perlakuan suhu dan konsentrasi yang sama pada sampel A2 total konsumsi daya yaitu sebesar 0,0101 kwh. Perlakuan konsentrasi 0.5 N, sampel BA20 dengan total konsumsi daya tertinggi sebesar 0,0107 kwh, sedangkan untuk sampel dengan perlakuan suhu dan konsentrasi yang sama pada sampel BA18 total konsumsi daya yaitu sebesar 0,0088 kw/h. Data tersebut menujukkan bahwa daya yang dihasilkan berbanding lurus dengan arus dan tegangan yang digunakan. 32

44 4.4 Pengaruh Perlakuan terhadap Viskositas Mutu karaginan ditentukan dari viskositas larutan yang dibuat dari tepung SRC, mengingat fungsi dari karaginan sebagai bahan tambahan khususnya dalam bahan pangan. Data yang diperoleh di analisis secara statistik dengan analisis ragam (ANOVA). Hasil perlakuan ANOVA selanjutnya diolah dengan metode Duncan untuk melihat beda nyata perlakuan yang diberikan. Hasil analisis ragam (Lampiran 4a) menunjukkan bahwa konsentrasi KOH, suhu dan lama pemanasan memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 4c) dengan menggunakan uji beda jarak berganda Duncan (BJBD), menunjukkan bahwa rata-rata suhu alkalisasi 75 o C memberikan nilai viskositas tertinggi dan berbeda nyata dengan suhu alkalisasi 80 o C, namun tidak berbeda nyata dengan suhu alkalisasi 70 o C. Perlakuan konsentrasi larutan alkali juga memberikan pengaruh terhadap viskositas, rata-rata konsentrasi larutan 0.5 N menghasilkan nilai tertinggi dan berbeda nyata dengan konsentrasi larutan 1 N. Rata-rata perlakuan lama pemanasan 0,5 jam menghasilkan viskositas tertinggi dan berbeda nyata dengan lama pemanasan 1 jam dan 2 jam. a) Pengaruh Konsentrasi terhadap Viskositas Gambar 9. Grafik Pengaruh Konsentrasi Alkali terhadap Viskositas 33

45 Berdasarkan grafik 9 menujukkan pengaruh konsentrasi alkali terhadap viskositas. Viskositas untuk konsentrasi 0.5 N berkisar antara 46,076 53,335 cp. Nilai viskositas untuk konsentrasi 1 N berkisar antara 37,237 44,496 cp. Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa viskositas akan berkurang dengan bertambahnya konsentrasi alkali yang digunakan. Hal ini sesuai dengan Guisley et al (1980) dan Moraino (1977) serta Campo et al (2009) bahwa penggunaan konsentrasi KOH lebih tinggi menyebabkan kadar sulfat dalam karaginan berkurang lebih banyak, semakin sedikit kandungan sulfat viskositasnya juga semakin kecil. b) Pengaruh Suhu terhadap Viskositas Gambar 10. Grafik Pengaruh Suhu Alkalisasi terhadap Viskositas Berdasarkan grafik 10 menujukkan pengaruh suhu pemanasan terhadap viskositas. Viskositas tertinggi untuk lama alkalisasi 70 o C, 75 o C, dan 80 o C masing-masing 47,058; 47,533; dan 40,267 cp. Data menunjukkan bahwa viskositas tertinggi ditunjukkan pada suhu alkalisasi 75 o C, hal ini disebabkan untuk melarutkan karaginan diperlukan suhu 70 o C, hal ini sesuai dengan Anggadireja et al., (2009) dan 34

46 (Poncomulyo et al., 2006) yang menyatakan bahwa derajat kekentalan karaginan dipengaruhi oleh konsentrasi, temperatur, dan volume lain yang larut dalam campuran tersebut dan untuk kappa dan iota karaginan larut pada temperatur di atas 70 o C. Hasil pengukuran viskositas pada perlakuan suhu 80 o C tidak memberikan nilai viskositas yang lebih besar dibandingkan suhu 75 o C, disebabkan karena larutnya karaginan. Hal ini mengacu pada Yasita dan Rachmawati (2010) menyatakan bahwa suhu pemasakan untuk memproduksi semi-refined carrageenan dipertahankan dibawah o C untuk mencegah larutnya karaginan dalam larutan alkali. c) Pengaruh terhadap Viskositas Gambar 11. Grafik Pengaruh terhadap Viskositas Berdasarkan grafik 11 menujukkan pengaruh lama pemanasan terhadap viskositas. Viskositas tertinggi untuk lama alkalisasi 0.5 jam, 1 jam, dan 2 jam masing-masing 50,300; 42,667; dan 42,892 cp. Data menunjukkan bahwa viskositas tertinggi ditunjukkan pada lama alkalisasi 0.5 jam, hal ini disebabkan karena pengurangan sulfat yaang terjadi. Hal tersebut sesuai Campo et al., (2009) menyatakan bahwa waktu ekstraksi 35

47 berpengaruh terhadap viskositas dan kekuatan gel karaginan yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pengurangan sulfat yang terjadi, dimana waktu ekstraksi semakin lama maka kandungan sulfat semakin kecil, banyaknya fraksi sulfat dan keseimbangan kation dalam air menentukan kekentalan atau kekuatan gel yang dibentuk karaginan. 4.5 Pengaruh Perlakuan terhadap Kekuatan Gel Saat ini penggunaan karaginan semakin meluas terutama pada bidang pangan, diantaranya sebagai Pemanfaatan semi-refined carrageenan (SRC) penstabil (stabilizator), pengental (thickener), pembentuk gel, dan pengemulsi (emulsifier) (Anggadireja et al., 2006). Berdasarkan fungsi karaginan, maka mutu karaginan selain ditentukan oleh viskositas juga ditentukan oleh kekuatan gel. Hasil analisis ragam (Lampiran 5a) menunjukkan bahwa konsentrasi dan lama ekstraksi memberikan pengaruh terhadap kekuatan gel. Hasil analisis ragam (ANOVA) diuji lanjut dengan metode Duncan (Lampiran 5c) menunjukkan bahwa konsentrasi KOH, dan lama pemanasan memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan gel. Dengan menggunakan uji beda jarak berganda Duncan (BJBD), rata-rata kekuatan gel tertinggi dihasilkan pada perlakuan 2 jam dan berbeda nyata dengan lama alkalisasi 0,5 jam. Perlakuan konsentrasi 0.5 N berbeda nyata dengan konsentrasi 1 N terhadap kekuatan gel, dengan kekuatan gel tertinggi pada konsentrasi 1 N. 36

48 a) Pengaruh Konsentrasi terhadap Kekuatan Gel Gambar 12. Grafik Konsentrasi Alkali terhadap Kekuatan Gel Berdasarkan grafik 12 menunjukkan hubungan antara konsentrasi larutan terhadap kekuatan gel. Grafik menunjukkan kekuatan gel pada konsentrasi 1 N lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 0.5 N. Kekuatan gel pada konsentrasi 1 N berkisar antara 230,180 g/cm 2 283,452 g/cm 2, sedangkan, kekuatan gel pada konsentrasi 0.5 N berkisar antara 113,669 g/cm 2 166,940 g/cm 2. Data tersebut menunjukka bahwa kekuatan gel dipengaruhi oleh konsentrasi alkali yang digunakan. Hal ini sesuai dengan Anonim (1977) dan yang menyatakan bahwa pembentukan gel dipengaruhi oleh konsentrasi, jumlah dan adanya ion-ion logam seperti K +, NH4 +, Ca ++, Sr ++ dan Ba ++. Secara umum karaginan membentuk gel yang keras pada suhu antara o C. Dan, Distantina et al., (2009) menjelaskan penggunaan konsentrasi KOH lebih tinggi menyebabkan kadar sulfat dalam karaginan berkurang lebih banyak, dan sebagai akibatnya kekuatan gelnya juga semakin tinggi. Kadar alkali semakin besar menghasilkan gel strength semakin besar pula. 37

49 b) Pengaruh terhadap Kekuatan Gel Gambar 13. Grafik terhadap Kekuatan Gel Berdasarkan grafik 13 menujukkan pengaruh lama alkali terhadap kekuatan gel. Kekuatan gel tertinggi untuk lama alkalisasi 0.5 jam, 1 jam, dan 2 jam masing-masing 157,843; 205,426; dan 232,411 g/cm 2. Data menunjukkan bahwa kekuatan gel tertinggi ditunjukkan pada lama alkalisasi 2 jam, hal ini disebabkan karena pengurangan sulfat yaang terjadi. Hal tersebut sesuai Campo et al., (2009) menyatakan bahwa waktu ekstraksi berpengaruh terhadap viskositas dan kekuatan gel karaginan yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pengurangan sulfat yang terjadi, dimana waktu ekstraksi semakin lama maka kandungan sulfat semakin kecil, banyaknya fraksi sulfat dan keseimbangan kation dalam air menentukan kekentalan atau kekuatan gel yang dibentuk karaginan, semakin sedikit kandungan sulfat viskositasnya juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat. Hasil pengukuran menunjukkan teknologi ohmik menghasilkan viskositas dan kekuatan gel yang lebih besar dibandingkan hasil alkalisasi secara konvensional yang dapat dilihat pada lampiran 4. 38

KARAKTERISTIK PEMANASAN OHMIC SELAMA PROSES ALKALISASI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DAN RENDEMEN SEMI REFINE CARRAGEENAN (SRC) YANG DIHASILKAN

KARAKTERISTIK PEMANASAN OHMIC SELAMA PROSES ALKALISASI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DAN RENDEMEN SEMI REFINE CARRAGEENAN (SRC) YANG DIHASILKAN KARAKTERISTIK PEMANASAN OHMIC SELAMA PROSES ALKALISASI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DAN RENDEMEN SEMI REFINE CARRAGEENAN (SRC) YANG DIHASILKAN Oleh : NONENG FAHRI. G 621 08 281 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH :

KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH : KARAKTERISTIK ALKALI TREATED COTTONII (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KONSENTRASI KOH, LAMA PEMASAKAN DAN SUHU PEMANASAN OLEH : AMRY MUHRAWAN KADIR G 621 08 011 Skripsi Sebagai salah

Lebih terperinci

Pengaruh Pemanasan Ohmik Selama Alkalisasi terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi-Refined Carrageenan (SRC) Rumput Laut Eucheuma cottonii

Pengaruh Pemanasan Ohmik Selama Alkalisasi terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi-Refined Carrageenan (SRC) Rumput Laut Eucheuma cottonii Pengaruh Pemanasan Ohmik Selama Alkalisasi terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi-Refined Carrageenan (SRC) Rumput Laut Eucheuma cottonii Ohmic Heating Effect during Alkalization of The Viscosity and

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam. Salah satu kekayaan sumber daya alam dari laut adalah rumput

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004),

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumput laut. Menurut Istini (1985) dan Anggraini (2004), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumber daya hayati sangat besar dan beragam, salah satunya adalah rumput

Lebih terperinci

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar

Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik. Komoditas unggulan. total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar Komoditas unggulan Pemanfaatan: pangan, farmasi, kosmetik diperkirakan terdapat 555 species rumput laut total luas perairan yang dapat dimanfaatkan 1,2 juta hektar luas area budidaya rumput laut 1.110.900

Lebih terperinci

APLIKASI TEKNOLOGI OHMIC DALAM EKSTRAKSI KARAGINAN MURNI (REFINED CARRAGEENAN) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii. Oleh : SITI FATIMAH G

APLIKASI TEKNOLOGI OHMIC DALAM EKSTRAKSI KARAGINAN MURNI (REFINED CARRAGEENAN) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii. Oleh : SITI FATIMAH G APLIKASI TEKNOLOGI OHMIC DALAM EKSTRAKSI KARAGINAN MURNI (REFINED CARRAGEENAN) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii Oleh : SITI FATIMAH G 621 08 278 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 67 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... xii ABSTRAK...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut adalah salah satu sumber daya hayati yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasiosiasi dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Rumput laut merupakan tanaman laut yang sangat populer dibudidayakan di laut. Ciri-ciri rumput laut adalah tidak mempunyai akar, batang maupun

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN

PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN KONVERSI Volume 4 No1 April 2015 ISSN 2252-7311 PENGARUH KONSENTRASI KOH PADA EKSTRAKSI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DALAM PEMBUATAN KARAGENAN Wulan Wibisono Is Tunggal 1, Tri Yuni Hendrawati 2 1,2

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU Made Vivi Oviantari dan I Putu Parwata Jurusan Analisis Kimia

Lebih terperinci

Studi Laju Pengeringan Semi-Refined Carrageenan (SRC) yang Diproduksi dari Rumput Laut Eucheuma cottonii

Studi Laju Pengeringan Semi-Refined Carrageenan (SRC) yang Diproduksi dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Studi Laju Pengeringan Semi-Refined Carrageenan (SRC) yang Diproduksi dari Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Metode Pemanasan Konvensional dan Pemanasan Ohmic Study of Drying Rate of Semi-Refined Carrageenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun sebenarnya dalam dunia ilmu pengetahuan diartikan sebagai alga (ganggang) yang berasal dari bahasa

Lebih terperinci

KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA

KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA KETEKNIKAN SISTEM RUMPUT LAUT DAN PROSES PENGOLAHANNYA DISUSUN OLEH : Yosua 125100601111007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 Rumput Laut Rumput laut adalah makroalga yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar

Lebih terperinci

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, termasuk salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu 95.181 km dan memiliki keanekaragaman hayati laut berupa

Lebih terperinci

STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT

STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Laboratoium Teknik Reaksi Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember STUDI KINETIKA PEMBENTUKAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Dini Fathmawati 2311105001 M. Renardo Prathama A 2311105013

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

RESKI FEBYANTI RAUF G

RESKI FEBYANTI RAUF G MODEL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS DAN IDENTIFIKASI PERUBAHAN WARNA SELAMA PROSES PENGERINGAN BIJI SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) VARIETAS NUMBU SKRIPSI Oleh RESKI FEBYANTI RAUF G 621 08 271 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Tabel 2 Data hasil pengukuran kekuatan gel. (a) (b)

Tabel 2 Data hasil pengukuran kekuatan gel. (a) (b) 7 Transfer energi pada ekstraksi konvensional tidak terjadi secara langsung, diawali dengan pemanasan pada dinding gelas, pelarut, selanjutnya pada material. Sedangkan pada pemanasan mikrogelombang, pemanasan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kondisi oseanografi dan meteorologi perairan. Faktor oseanografi adalah kondisi perairan yang berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah talus digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah talus digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut 2.1.1 Deskripsi Rumput Laut Rumput laut (sea weed) adalah tumbuhan talus berklorofil yang berukuran makroskopik dan secara ilmiah dikenal dengan istilah alga. Istilah

Lebih terperinci

II TINJAUN PUSTAKA. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut

II TINJAUN PUSTAKA. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut 11 II TINJAUN PUSTAKA Bab ini menguraikan mengenai: (1) Rumput Laut, (2) Rumput Laut Eucheuma spinosum, (3) Karaginan, (4) Ekstraksi Karaginan, (5) Pelarut, dan (6) Kegunaan Karaginan. 2.1. Rumput Laut

Lebih terperinci

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 2013

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 2013 Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 2, Agustus 213 KARAKTERISTIK SIFAT FISIKA KIMIA KARAGINAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii PADA BERBAGAI UMUR PANEN YANG DIAMBIL DARI DAERAH PERAIRAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN

PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN PEMBUATAN TEPUNG KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) BERDASARKAN PERBEDAAN METODE PENGENDAPAN Prasetyowati, Corrine Jasmine A., Devy Agustiawan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN. Oleh. Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT

BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN. Oleh. Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT Oseana, Volume XXVIII, Nomor 4, 2003: 1-6 ISSN 0216-1877 BEBERAPA CATATAN TENTANG KARAGINAN Oleh Abdullah Rasyid 1) ABSTRACT SOME NOTES ON CARRAGEENAN. Carrageenan is a name for galactan polysaccharides

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

Amry Muhrawan Kadir (G ) 1 Supratomo dan Salengke 2

Amry Muhrawan Kadir (G ) 1 Supratomo dan Salengke 2 KARAKTERISTIK Alkali Treated Cottonii (ATC) DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA BERBAGAI KOSETRASI KOH, LAMA PEMASAKA DA SUHU PEMAASA Amry Muhrawan Kadir (G62 08 0) Supratomo dan Salengke 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu Sargassum polycystum, akuades KOH 2%, KOH 10%, NaOH 0,5%, HCl 0,5%, HCl 5%,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kappaphycus alvarezii Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut penghasil kappa kraginan yang dibudidayakan secara komersial di daerah tropis

Lebih terperinci

R I S M A W A T I G

R I S M A W A T I G STUDI LAJU PENGERINGAN SEMI-REFINED CARRAGEENAN (SRC) YANG DIPRODUKSI DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DENGAN METODE PEMANASAN KONVENSIONAL DAN PEMANASAN OHMIC SKRIPSI OLEH R I S M A W A T I G62108259

Lebih terperinci

BAB Ι PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB Ι PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB Ι PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam obat dikonsumsi manusia untuk menjaga tubuhnya tetap sehat. Tetapi ada beberapa jenis obat yang bila dikonsumsi memiliki rasa atau aroma tidak enak sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol

Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol Pemurnian Agarose dari Agar-agar dengan Menggunakan Propilen Glikol Heri Purwoto ), Siti Gustini ) dan Sri Istini ),) BPP Teknologi, Jl. MH. Thamrin 8, Jakarta ) Institut Pertanian Bogor, Bogor e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KARAGENAN DARI RUMPUT LAUT APLIKASINYA UNTUK PERENYAH BISKUIT. Jl. Kentingan No. 36 A Surakarta

OPTIMASI PEMBUATAN KARAGENAN DARI RUMPUT LAUT APLIKASINYA UNTUK PERENYAH BISKUIT. Jl. Kentingan No. 36 A Surakarta Optimasi Pembuatan Karagenan (Anes Agustin, dkk) OPTIMASI PEMBUATAN KARAGENAN DARI RUMPUT LAUT APLIKASINYA UNTUK PERENYAH BISKUIT Anes Agustin 1, Aprillia Intan Saputri 1, Harianingsih 2* 1 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila ISSN 1907-9850 PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Intisari. BAB I. Pengantar 1. I. Latar Belakang 1 II. Tinjauan Pustaka 3. BAB II.

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Intisari. BAB I. Pengantar 1. I. Latar Belakang 1 II. Tinjauan Pustaka 3. BAB II. Prarancangan Pabrik Sodium Karboksimetil Selulosa Kapasitas 8.000 ton/tahun DAFTAR ISI Halaman judul Lembar pengesahan Lembar pernyataan Kata Pengantar Daftar Isi Intisari i iii iv BAB I. Pengantar 1 I.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

Oleh : RAHMAT SAPUTRA G

Oleh : RAHMAT SAPUTRA G Pengaruh Konsentrasi Alkali Dan Rasio Rumput Laut-Alkali Terhadap Viskositas dan Kekuatan Gel Semi Refined Carrageenan (SRC) dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii Oleh : RAHMAT SAPUTRA G 621 07 023 PROGRAM

Lebih terperinci

Pengaruh Perbedaan Jenis Dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan Gel Dan Viskositas Karaginan Kappaphycus alvarezii, Doty

Pengaruh Perbedaan Jenis Dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan Gel Dan Viskositas Karaginan Kappaphycus alvarezii, Doty Journal Of Marine Research. Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 127-133 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr Pengaruh Perbedaan Jenis Dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN MESA off grade merupakan hasil samping dari proses sulfonasi MES yang memiliki nilai IFT lebih besar dari 1-4, sehingga tidak dapat digunakan untuk proses Enhanced Oil Recovery

Lebih terperinci

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 1, Februari 2013

Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Vol. 1, No. 1, Februari 2013 KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA KARAGINAN RUMPUT LAUT JENIS Kappaphycus alvarezii PADA UMUR PANEN YANG BERBEDA DI PERAIRAN DESA TIHENGO KABUPATEN GORONTALO UTARA Maya Harun, Roike I Montolalu dan I Ketut Suwetja

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PADA PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONI UNTUK MENCAPAI FOODGRADE

OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PADA PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONI UNTUK MENCAPAI FOODGRADE OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PADA PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONI UNTUK MENCAPAI FOODGRADE Dian Yasita dan Intan Dewi Rachmawati Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Eucheuma spinosum, ekstraksi, iota karaginan

ABSTRAK. Kata kunci : Eucheuma spinosum, ekstraksi, iota karaginan ABSTRAK Eucheuma spinosum adalah suatu jenis rumput laut penghasil karaginan. Karaginan banyak digunakan sebagai stabilitator, emulsifier dalam bidang industri pangan, kosmetik dan obat-obatan. Kualitas

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii Menurut Doty (1985), Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Lapangan 4.1.1 Gambaran umum Dusun Wael merupakan salah satu dari 8 Dusun nelayan yang berada di Teluk Kotania Seram Barat. Secara geografis Dusun Wael

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut 22 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Metode Penelitian, (3) Deskripsi Percobaan. 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cerminan dari potensi rumput laut Indonesia. Dari 782 jenis rumput laut

BAB I PENDAHULUAN. cerminan dari potensi rumput laut Indonesia. Dari 782 jenis rumput laut Bab I: Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Luas perairan laut Indonesia serta keragaman jenis rumput laut merupakan cerminan dari potensi rumput laut Indonesia. Dari 782 jenis rumput laut

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan

I. PENDAHULUAN. terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang penting di dunia. Kebutuhan kertas terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan mencapai

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA I. PENGERINGAN A. PENDAHULUAN Pengeringan adalah proses pengeluaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai dengan Juni 2013. Lokasi pengambilan sampel rumput laut merah (Eucheuma cottonii) bertempat di Perairan Simpenan,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau sea weeds secara ilmiah dikenal dengan istilah alga atau ganggang. Rumput laut termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil.

Lebih terperinci

Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat

Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat Shinta Rosalia Dewi Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat Merupakan polisakarida yang terakumulasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

J.REKAPANGAN Vol.11, No.1, Juni 2017

J.REKAPANGAN Vol.11, No.1, Juni 2017 KARAKTERISTIK KARAGENAN DARI BERBAGAI JENIS RUMPUT LAUT YANG DIPROSES DENGAN BERBAGAI BAHAN EKSTRAKSI Carrageenan Characteristics of Different Types of Seaweed processed with Different Extraction Materials

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK Alkali Treated Cottonii (ATC) DAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA UMUR PANEN YANG BERBEDA. Oleh: Nandi Sukri C

KARAKTERISTIK Alkali Treated Cottonii (ATC) DAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA UMUR PANEN YANG BERBEDA. Oleh: Nandi Sukri C O w KARAKTERISTIK Alkali Treated Cottonii (ATC) DAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA UMUR PANEN YANG BERBEDA Oleh: Nandi Sukri C34102001 PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER Haryono, Dyah Setyo Pertiwi, Dian Indra Susanto dan Dian Ismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

PEMBUATAN GEL FUEL BERBAHAN DASAR ALKOHOL DENGAN GELLING AGENT ASAM STEARAT DAN METIL SELULOSA

PEMBUATAN GEL FUEL BERBAHAN DASAR ALKOHOL DENGAN GELLING AGENT ASAM STEARAT DAN METIL SELULOSA LABORATORIUM TEKNOLOGI PROSES KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER PEMBUATAN GEL FUEL BERBAHAN DASAR ALKOHOL DENGAN GELLING AGENT ASAM STEARAT DAN METIL SELULOSA DOSEN PEMBIMBING

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

KONDUKTOMETRI OLEH : AMANAH FIRDAUSA NOFITASARI KIMIA A

KONDUKTOMETRI OLEH : AMANAH FIRDAUSA NOFITASARI KIMIA A KONDUKTOMETRI OLEH : AMANAH FIRDAUSA NOFITASARI KIMIA A 2011 11030234016 Pengertia n Konduktometri Metode analisis yang memanfaatkan pengukuran daya hantar listrik, yang dihasilkan dari sepasang elektroda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2016 bertempat di Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Laboratorium Keamanan dan Mutu Pangan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fase. Membran memiliki ketebalan yang berbeda- beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis. Ditinjau dari bahannya,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan

BAB I PENDAHULUAN. food menurut Food and Agriculture Organization didefinisikan sebagai makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA HANTAR LISTRIK

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA HANTAR LISTRIK Nama : Ririn Vidiastuti NIM : 06111010015 Shift : A Kelompok : 5 (Lima) FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA HANTAR LISTRIK A. Jumlah Ion yang Ada Daya hantar listrik larutan elektrolit dipengaruhi oleh banyaknya

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan... 66 a. Ekstraksi pati ganyong... 66 b. Penentuan kisaran konsentrasi sorbitol untuk membuat edible film 68 c. Penentuan

Lebih terperinci

SURVEY PEMBUATAN KOPRA PETANI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR, SULAWESI BARAT OLEH ADRIANTO TAMBING G

SURVEY PEMBUATAN KOPRA PETANI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR, SULAWESI BARAT OLEH ADRIANTO TAMBING G SURVEY PEMBUATAN KOPRA PETANI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR, SULAWESI BARAT OLEH ADRIANTO TAMBING G62107004 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci