PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) Oleh : Iis Istanti C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) Oleh : Iis Istanti C"

Transkripsi

1 PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) Oleh : Iis Istanti C PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

2 RINGKASAN IIS ISTANTI (C ). Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Karakteristik Kerupuk Ikan Sapu-sapu (Hyposarcus pardalis). Dibimbing oleh KOMARIAH TAMPUBOLON dan DJOKO POERNOMO. Ikan sapu-sapu merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang ada di Indonesia. Ikan ini belum banyak dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber pangan karena mempunyai kulit yang tebal dan keras. Untuk meningkatkan preferensi masyarakat terhadap ikan ini perlu adanya upaya diversifikasi menjadi produk yang digemari salah satu diantaranya adalah kerupuk. Produk kerupuk dapat mengalami kemunduran mutu setelah disimpan pada jangka waktu tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap sifat fisik, sensori dan perubahan kandungan gizi kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcsus pardalis). Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Pada penelitian pendahuluan panelis lebih menyukai kerupuk dengan konsentrasi daging ikan sebesar 32,36 % berdasarkan uji sensori. Uji volume pengembangan terhadap kerupuk menunjukkan kerupuk ikan dengan konsentrasi 32,36 % memiliki pengembangan terkecil yaitu sebesar 185 %. Pada penelitian lanjutan dilakukan uji sensori, sifat fisik dan nilai gizi (analisis kimia). Hasil uji sensori dianalisis statistik dengan metode Kruskal Wallis yang menunjukkan bahwa konsentrasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penampakan dan warna kerupuk(minggu 1, 2, 3, 4); aroma (minggu ke-0, 1, 2, 3); rasa (minggu ke-0, 1, 2). Analisis sifat fisik meliputi tingkat kekerasan, derajat putih, aktivitas air, kapang dan volume pengembangan. Tingkat kekerasan kerupuk ikan sapu-sapu dari minggu ke-0, ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4 berturut-turut sebesar 1,95; 1,85; 1,8; 1,65 dan 1,78. Derajat putih kerupuk ikan sapu-sapu dari penyimpanan minggu ke-0 hingga minggu ke-4 berturut-turut adalah sebesar 21,18 %; 21,55 %; 20,51 %; 21,10 % dan 20,64 %. Aktivitas air kerupuk ikan sapu-sapu dari penyimpanan minggu ke-0 hingga minggu ke-4 berturut-turut sebesar 0,559; 0,565; 0,570; 0,575; 0,580. Hasil pengamatan kapang secara visual pada permukaan kerupuk tidak ditemukan adanya pertumbuhan kapang. Volume pengembangan kerupuk ikan selama penyimpanan berturut-turut 211,69 %; 185,96 %; 203,83 %; 192,74 % dan 203,29 %. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kekerasan, aktifitas air, dan volume pengembangan kerupuk. Analisis kimia kerupuk ikan sapu-sapu menunjukkan adanya peningkatan kadar air, kadar abu dan kadar lemak selama penyimpanan pada minggu ke-0, ke- 2 dan ke-4, masing-masing : kadar air (7,66%, 7,97 %, 8,29%), kadar abu (1,32 %; 1,35 %; 1,39 %) dan kadar lemak (1,49 %; 1,49 %; 1,51 %). Sedangkan kadar protein dan karbohidrat mengalami penurunan selama penyimpanan pada minggu ke-0, ke-2 dan ke-4 adalah : kadar protein (6,60 %; 6,44 %; 6,41%) dan karbohidrat (82,93 %; 82,75 %; 82,40 %). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air kerupuk.

3 PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh : Iis Istanti C PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

4 Judul Nama Mahasiswa Nomor Pokok : PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) : Iis Istanti : C Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS Ir. Djoko Poernomo, BSc NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP Tanggal lulus : 9 Desember 2005

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 14 Mei 1982 sebagai anak terakhir dari sepuluh bersaudara pasangan Bapak Suminta dan Ibu Siti Salamah. Penulis menjalankan pendidikan di SMU Negeri 1 Ciawigebang Kabupaten Kuningan pada tahun 1998 hingga tamat tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan di terima pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Departemen Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Karakteristik Kerupuk Ikan Sapu-sapu (Hyposarcus pardalis).

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini adalah hasil penelitian yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Karakteristik Kerupuk Ikan Sapu-sapu (Hyposarcus pardalis). Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Ibu Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS dan Bapak Ir. Djoko Poernomo, BSc selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Ir. Anna C. Erungan, MS dan Ibu Ir. Nurjanah, MS yang telah menjadi dosen penguji dan memberikan masukan kepada penulis. 3. Ibu Ir. Hj. Winarti Zahiruddin, MS yang telah menjadi moderator pada acara seminar penulis. 4. Kedua orang tua, kakak-kakak dan seluruh keluarga atas doa, pengorbanan, semangat dan kasih sayang yang telah diberikan. 5. Sahabat-sahabat penulis Desy, Yuyun, Nurul, Arin, Teni, T Henti, Ira dan Wini atas bantuan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. 6. Teman-teman THP dan AHP angkatan 38, 39, 40 dan 41 atas bantuan dan kerjasamanya. Serta semua pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materiil, sehingga selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya dan untuk kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Bogor, Desember 2005 Iis Istanti

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) Komposisi Kimia Daging Ikan Kerupuk Bahan-bahan dalam Pembuatan Kerupuk Tepung tapioka Bahan tambahan Bawang putih Garam Gula Telur Proses Pembuatan Kerupuk Pengeringan Penyimpanan Pengemasan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Kerupuk Kerusakan pada Kerupuk METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penelitian pendahuluan Penelitian lanjutan Formula bahan Prosedur pembuatan kerupuk ikan x

8 3.3 Pengamatan dan Analisis Produk Pengukuran rendemen Analisis sifat fisik Uji kekerasan metode penetrometri Uji volume pengembangan Uji derajat putih Analisis proksimat Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat Uji kapang Uji aktivitas air Sensori Rancangan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Rendemen daging ikan Komposisi kimia daging ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) Uji sensori kerupuk ikan Penampakan Warna Aroma Rasa Kerenyahan Volume pengembangan kerupuk ikan Penelitian Lanjutan Uji sensori kerupuk selama penyimpanan Penampakan Warna Aroma Rasa Kerenyahan Analisis sifat fisik kerupuk selama penyimpanan Tingkat kekerasan Derajat putih Aktivitas air Kapang... 55

9 Volume pengembangan Analisis proksimat Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 71

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan lemak dan protein Kandungan gizi ikan sapu-sapu segar dari Waduk Cirata Syarat mutu kerupuk ikan Komposisi kimia tapioka per 100 gram bahan Komposisi kimia bawang putih (Allium sativum) per 100 g yang dapat dimakan Formula bahan dalam pembuatan kerupuk ikan Komposisi kimia daging ikan sapu-sapu ( Hyposarcus pardalis) dari berbagai lokasi yang berbeda Tingkat kekerasan kerupuk selama penyimpanan (mm/ detik/g) Derajat putih kerupuk selama penyimpanan Hasil analisis proksimat kerupuk selama penyimpanan... 58

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Gambar ikan sapu-sapu Alur proses pembuatan kerupuk ikan Skema pembuatan kerupuk ikan (modifikasi metode Wiriano 1984) Histogram rata-rata uji sensori terhadap penampakan kerupuk ikan sapu-sapu Histogram rata-rata uji sensori terhadap warna kerupuk ikan sapu-sapu Histogram rata-rata uji sensori terhadap aroma kerupuk ikan sapu-sapu Histogram rata-rata uji sensori terhadap rasa kerupuk ikan sapu-sapu Histogram rata-rata uji sensori terhadap kerenyahan kerupuk ikan sapu-sapu Histogram rata-rata volume pengembangan kerupuk ikan sapu-sapu Histogram rata-rata uji sensori terhadap penampakan kerupuk selama penyimpanan Histogram rata-rata uji sensori terhadap warna kerupuk selama penyimpanan Histogram rata-rata uji sensori terhadap aroma kerupuk selama penyimpanan Histogram rata-rata uji sensori terhadap rasa kerupuk selama penyimpanan Histogram rata-rata uji sensori terhadap kerenyahan kerupuk selama penyimpanan Histogram nilai rata-rata tingkat kekerasan kerupuk selama penyimpanan Histogram rata-rata derajat putih kerupuk selama penyimpanan Histogram rata-rata aktivitas air kerupuk selama penyimpanan Histogram rata-rata volume pengembangan kerupuk selama penyimpanan Histogram nilai rata-rata kadar air kerupuk selama penyimpanan Histogram nilai rata-rata kadar abu kerupuk selama penyimpanan Histogram nilai rata-rata kadar lemak kerupuk selama penyimpanan Histogram nilai rata-rata kadar protein kerupuk selama penyimpanan... 62

12 23. Histogram nilai rata-rata kadar karbohidrat kerupuk selama penyimpanan... 64

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Score sheet uji sensori kerupuk ikan sapu-sapu a. Hasil uji sensori terhadap penampakan kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) pada penelitian pendahuluan b. Hasil uji sensori terhadap warna kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) pada penelitian pendahuluan c. Hasil uji sensori terhadap aroma kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) pada penelitian pendahuluan d. Hasil uji sensori terhadap rasa kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) pada penelitian pendahuluan e. Hasil uji sensori terhadap kerenyahan kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) pada penelitian pendahuluan Hasil uji Kruskal Wallis tingkat kesukaan terhadap kerupuk ikan sapusapu (Hyposarcus pardalis) pada penelitian pendahuluan a. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons terhadap penampakan kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) b. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons terhadap warna kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) c. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons terhadap aroma kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) d. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons terhadap rasa kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) a. Hasil uji volume pengembangan kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) b. Hasil analisis ragam volume pengembangan kerupuk ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) a. Hasil uji sensori terhadap penampakan kerupuk selama penyimpanan b. Hasil uji sensori terhadap warna kerupuk selama penyimpanan c. Hasil uji sensori terhadap aroma kerupuk selama penyimpanan d. Hasil uji sensori terhadap rasa kerupuk selama penyimpanan e. Hasil uji sensori terhadap kerenyahan kerupuk selama penyimpanan a. Hasil uji Kruskal Wallis kerupuk ikan sapu-sapu selama penyimpanan 84 7b. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons kerupuk ikan sapu-sapu selama

14 penyimpanan c. Hasil uji Kruskal Wallis kerupuk kontrol selama penyimpanan d. Hasil uji lanjut Multiple Comparisons kerupuk kontrol selama penyimpanan a. Hasil analisis tingkat kekerasan kerupuk selama penyimpanan b. Hasil analisis ragam tingkat kekerasan kerupuk selama penyimpanan a. Hasil analisis derajat putih kerupuk selama penyimpanan b. Hasil analisis ragam derajat putih kerupuk selama penyimpanan a. Hasil analisis aktivitas air kerupuk selama penyimpanan b. Hasil analisis ragam aktivitas air kerupuk selama penyimpanan a. Hasil analisis volume pengembangan kerupuk selama penyimpanan b. Hasil analisis ragam volume pengembangan kerupuk selama penyimpanan a. Hasil analisis kadar air kerupuk selama penyimpanan b. Hasil analisis ragam kadar air kerupuk selama penyimpanan Gambar hasil penelitian... 92

15 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beranekaragam, namun potensi tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Masih banyak potensi perikanan baik dari perikanan tawar maupun laut yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan yang dapat dikonsumsi, sehingga konsumsi produk hasil perikanan masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat konsumsi ikan rakyat Indonesia pada tahun 2000 sebesar 21,57 kilogram per kapita per tahun dan pada tahun 2003 sebesar 24,67 kilogram per kapita per tahun. Meskipun mengalami peningkatan, tingkat konsumsi ini relatif masih rendah bila dibandingkan dengan tingkat konsumsi ikan di negara tetangga ASEAN seperti Malaysia sudah mencapai 45 kilogram per kapita per tahun dan Thailand sebesar 35 kilogram per kapita per tahun (Dahuri 2004). Ikan sapu-sapu bukan merupakan ikan asli Indonesia melainkan merupakan jenis ikan hasil introduksi dari Brazil (Susanto 2004). Ikan sapu-sapu merupakan jenis ikan yang sering ditemukan di sungai, danau atau rawa. Ikan ini paling bisa beradaptasi dengan perairan yang kandungan oksigen terlarutnya rendah dimana pertumbuhannya relatif cepat tanpa membutuhkan pemeliharaan yang intensif seperti jenis ikan lainnya. Selain itu ikan Sapu-sapu merupakan hewan pemakan alga atau sisa-sisa pakan sehingga selama ini sebagian besar masyarakat memanfaatkan ikan tersebut hanya sebagai pembersih akuarium. Ikan ini belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai sumber pangan. Belum adanya upaya pemanfaatan ikan sapu-sapu secara optimal sebagai sumber pangan oleh masyarakat karena ikan sapu-sapu ini mempunyai kulit yang keras sehingga sulit dalam penanganannya. Padahal ikan sapu-sapu ini memiliki daging yang putih sehingga sangat baik jika dijadikan bahan makanan. Penelitian terdahulu telah dilakukan yaitu pemanfaatan ikan sapu-sapu dalam pembuatan produk nugget, bakso ikan, otak-otak dan menghasilkan produk yang memiliki nilai gizi cukup baik serta warna cukup menarik. Upaya pemanfaatan ikan sapu-

16 sapu lainnya yang dapat dilakukan adalah berkaitan langsung dengan penganekaragaman produk perikanan berbasis sumberdaya alam, dan meningkatkan preferensi masyarakat terhadap ikan ini yaitu dengan adanya usaha diversifikasi ikan sapu-sapu menjadi produk yang lebih digemari oleh masyarakat seperti halnya kerupuk ikan. Kerupuk ikan merupakan salah satu jenis makanan ringan yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat. Kerupuk ikan mempunyai rasa yang lezat dan gurih sehingga banyak disukai oleh masyarakat. Disamping selain dapat dimakan sebagai makanan selingan seperti halnya makanan camilan, kerupuk ikan juga dapat dikonsumsi sebagai lauk pauk bersama nasi. Selain itu proses pembuatan kerupuk ikan cukup sederhana, sehingga dapat dijadikan usaha pokok atau sampingan bagi keluarga petani-nelayan. Bahan pangan yang disimpan selama jangka waktu tertentu akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun nilai gizi yang terkandung pada bahan pangan tersebut. Begitu pula dengan kerupuk ikan yang mengalami penyimpanan dapat mengalami perubahan baik secara fisik maupun nilai gizi yang terkandung pada kerupuk ikan, sehingga perlu adanya kajian mengenai pengaruh lama penyimpanan terhadap sifat fisik, sensori dan komposisi kimia kerupuk ikan yang dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari proses pembuatan kerupuk ikan sebagai salah satu upaya pemanfaatan ikan sapu-sapu dalam diversifikasi produk perikanan. 2. Mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap karakteristik kerupuk ikan sapu-sapu. 3. Mengetahui kandungan gizi kerupuk ikan sapu-sapu melalui analisis proksimat pada saat awal, pertengahan dan akhir penyimpanan.

17 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Sapu-sapu Menurut Kotellat et al (1993), klasifikasi ikan sapu-sapu adalah sebagai berikut: Filum: Chordata Subfilum: Vertebrata Kelas: Pisces Ordo: Siluridea Famili: Loricarinae Genus: Hypostosmus Hyposarcus Spesies: Hypostosmus sp Hyposarcus pardalis Ikan sapu-sapu dari jenis Hyposarcus pardalis yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Ikan sapu-sapu Ikan sapu-sapu memiliki tubuh yang ditutupi dengan sisik keras kecuali bagian perutnya, bentuk tubuh pipih, kepala lebar, mulut terletak dibagian kepala dan berbentuk cakram, memiliki adifose fin yang berduri. Semua sirip kecuali ekor selalu diawali dengan jari-jari keras. Sirip punggung lebar dengan tujuh jarijari lemah (Hypostosmus sp) atau jari-jari lemah (Hyposarcus pardalis),

18 warna tubuh cokelat atau abu-abu dengan bintik-bintik hitam diseluruh tubuhnya (Kottelat et al 1993). Ikan sapu-sapu berasal dari Amerika Selatan tepatnya dari Argentina Utara, Uruguay, Paraguay, dan Brazil bagian Selatan yaitu di sungai Rio de Plate, Rio Paraguay, Rio Panama dan Rio Uruguay (Kottelat et al 1993). Selain terdapat di kawasan Jakarta dan sekitarnya, ikan sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) sudah menyebar hingga di kawasan Depok bahkan daerah Bogor dengan jumlah yang sangat besar (Prihardhyanto 1995). Menurut Prihardhyanto (1995), keberadaan ikan sapu-sapu diperairan umum di kawasan Jakarta dan sekitarnya tidak terlepas dari aktivitas penggemar dan pembudidaya ikan hias yang mungkin tanpa sengaja melepas jenis ikan tersebut di perairan umum. Habitat asli ikan sapu-sapu adalah sungai dengan aliran air yang deras dan jernih, tetapi dapat juga hidup di perairan tergenang seperti rawa dan danau (Prihardyanto 1995). Ikan sapu-sapu dapat hidup di perairan dengan kadar oksigen terlarut yang rendah, sehingga hanya sedikit spesies lain yang dapat hidup di perairan tersebut (sampai hanya ikan sapu-sapu yang dapat bertahan hidup). Jika diamati cara makan ikan sapu-sapu, gerakannya yang lambat dan cenderung menetap di dasar perairan, dengan kemampuan hidup yang kuat, ikan ini cenderung memiliki kandungan logam berat yang hampir sama dengan lingkungan tempat hidupnya. Bila perairannya bersih, maka ikan ini aman untuk dikonsumsi demikian juga sebaliknya. Berdasarkan ususnya yang panjang dan tersusun melingkar seperti spiral, ikan sapu-sapu dapat dikelompokkan ke dalam jenis ikan herbivora. Sedangkan berdasarkan relung makannya yang luas maka ikan sapu-sapu dikelompokkan ke dalam jenis eurifagik (ikan pemakan bermacam-macam makanan ) (Prihardhyanto 1995). 2.2 Komposisi Kimia Daging Ikan Meskipun dikatakan daging ikan merupakan sumber protein dan lemak, tetapi komposisinya sangat bervariasi antara ikan yang satu dengan ikan yang lainnya. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), adanya variasi dan komposisi baik jumlah maupun komponen penyusunnya disebabkan karena faktor alami dan biologis. Faktor biologis (intrinsik), yaitu faktor-faktor yang berasal dari jenis (individu) ikan itu sendiri. Yang termasuk golongan faktor ini adalah jenis atau

19 golongan ikan, umur, dan jenis kelamin. Jenis atau golongan ini sangat berpengaruh terhadap variabilitas komposisi daging ikan. Peranan umur dalam variabilitas komposisi kimiawi tampak nyata pada kandungan lemak daging ikan. Makin tua ikan, kandungan lemaknya cenderung makin banyak. Sedangkan pengaruh jenis kelamin terutama erat hubungannya dengan kematangan seksualnya atau kedewasaannya. Demikian pula kebiasaan makan ikan (feeding habit) sangat mempengaruhi komposisi dagingnya. Faktor alami (ekstrinsik), yaitu semua faktor luar, yang tidak berasal dari ikan, yang dapat mempengaruhi daging ikan. Golongan faktor ini terdiri atas daerah kehidupannya, musim dan jenis makanan yang tersedia. Daerah kehidupannya erat sekali hubungannya dengan sumber makanan baik dalam jumlah maupun jenisnya (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Menurut Stansby dan Olcott (1963), penggolongan ikan berdasarkan kandungan lemak dan proteinnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan lemak dan proteinnya. Golongan Ikan Kadar lemak Kadar protein Lemak rendah - protein sedang < Lemak sedang - protein sedang Lemak tinggi - protein rendah > 5 < 15 Lemak rendah - protein tinggi < 5 > 20 Lemak rendah - protein rendah < 5 < 15 Sumber: Stansby dan Olcott (1963) Lemak dan protein ikan dapat digolongkan menjadi ikan lemak rendahprotein sedang, lemak sedang protein sedang, lemak tinggi protein rendah, lemak rendah protein tinggi dan lemak rendah protein rendah. Lemak ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Diantara asam-asam lemak tak jenuh tersebut, yang paling banyak terdapat dalam ikan antara lain linoleat (C18:2), linolenat (C18:3) dan arakhidonat (C20:4) yang merupakan asam-asam lemak esensial (Zaitsev at al 1969). Adanya asam-asam lemak tak jenuh ini dapat menimbulkan ketengikan karena asam lemak mudah teroksidasi. Kandungan karbohidrat yang terdapat dalam daging ikan terutama dalam bentuk glikogen. Jumlah glikogen dalam daging ikan hanya sedikit, yaitu berkisar 0,05 % - 0,86 %. Selain itu daging ikan juga mengandung garam-garam mineral,

20 vitamin, pigmen (berupa senyawa-senyawa yang larut dalam lemak, antara lain karotenoid, xantofil, astaxanthin, yang warnanya bervariasi antara kuning sampai merah) dan citarasa. Dari hasil penelitian Chaidir (2001), kandungan gizi ikan sapu-sapu dari waduk Cirata dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan gizi ikan sapu-sapu segar dari Waduk Cirata Jenis uji Satuan Nilai Kandungan air % 77,50 Kandungan abu % 1,01 Kandungan lemak % 1,23 Kandungan protein % 19,71 Merkuri Mg/kg 0,006 mg/kg Sumber : Chaidir (2001) Kandungan gizi ikan sapu-sapu digolongkan pada kelompok ikan berlemak rendah dan berprotein sedang (Stansby dan Olcott 1963). Sementara kandungan logam merkuri masih berada dibawah ambang batas maksimum yang ditetapkan Departemen Kesehatan RI maupun Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu sebesar 0,5 mg/kg, artinya ikan ini aman untuk dikonsumsi, walaupun demikian perlu dilakukan pemantauan secara rutin. 2.3 Kerupuk Kerupuk merupakan produk makanan yang dibuat dari tepung tapioka dan tepung sagu dengan atau tanpa penambahan makanan dan bahan tambahan makanan lain yang diijinkan. Produk ini disiapkan dengan cara menggoreng atau memanggang sebelum disajikan. Menurut Siaw et al (1985), pada dasarnya kerupuk diproduksi melalui proses gelatinisasi pati dengan air pada tahap pengukusan. Adonan yang telah homogen kemudian dicetak, dikukus, diiris dan dikeringkan. Kerupuk akan mengalami pengembangan volume dan membentuk produk yang berongga selama penggorengan. Kerupuk dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kerupuk sumber protein dan kerupuk yang bukan sumber protein. Kerupuk sumber protein merupakan kerupuk yang mengandung protein, baik protein hewani maupun nabati. Sedangkan kerupuk bukan sumber protein, tidak ditambahkan bahan

21 sumber protein seperti ikan, udang, kedelai dan sebagainya dalam proses pembuatannya. Ikan dan udang yang ditambahkan ke dalam kerupuk dimaksudkan untuk meningkatkan nilai gizi dan memperoleh cita rasa yang khas dari udang atau ikan. Ikan dan udang merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral. Perbandingan antara tepung ikan, ikan atau udang akan menentukan mutu kerupuk yang dihasilkan (Djumali et al 1982). Kerupuk ikan didefinisikan sebagai hasil olahan dari campuran yang terdiri atas ikan segar, tepung tapioka dan bahan-bahan lain yang mengalami perlakuan: pengadonan, pencetakan, pengukusan, pengangin-anginan, pengirisan dan pengeringan. Ada juga sebagian yang menambahkan monosodium glutamat sebagai penyedap. Bahan baku kerupuk ikan adalah semua jenis ikan segar yang dapat ditangani dan atau diolah untuk dijadikan produk berupa ikan segar. Jenis bahan baku yang umumnya digunakan sebagai bahan baku kerupuk ikan adalah ikan tenggiri, ikan gabus, ikan kakap, ikan gurami, ikan nila dan lain-lain. Bentuk bahan baku kerupuk ikan berupa ikan segar utuh tanpa kepala. Syarat mutu kerupuk ikan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Syarat mutu kerupuk ikan No Parameter Nilai 1. Aroma dan rasa Khas kerupuk ikan 2. Serangga dalam bentuk stadia dan potongan serta Tidak nyata benda asing 3. Kapang Tidak nyata 4. Air (%) Maksimal Abu, tanpa garam (%) Maksimal 1 6. Protein (%) Minimal 5 7. Serat kasar (%) Maksimal 1 8. BTM Tidak nyata 9. Logam berbahaya (Pb, Cu, Hg) dan As Tidak nyata Sumber: Standar Nasional Indonesia , Bahan-bahan dalam Pembuatan Kerupuk Tepung tapioka Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan kerupuk. Menurut Widowati (1987), tepung tapioka digunakan untuk

22 membuat kerupuk dikarenakan harganya yang relatif murah, mempunyai daya ikat yang tinggi, serta membentuk tekstur yang kuat. Menurut Wiriano (1984), tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari ubi kayu (Manihot utilissima Pohl) atau singkong segar setelah melalui proses pemarutan, penyairan serta penyaringan, pengendapan pati dan kemudian pengeringan. Tepung tapioka merupakan salah satu contoh bahan makanan yang banyak mengandung karbohidrat. Jenis karbohidrat yang terdapat dalam tepung tapioka adalah pati. Menurut Brautlecht (1953) diacu dalam Susilo (2001), tapioka terdiri dari granula-granula pati yang berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Semakin putih warna tepung pati, ternyata tepung pati akan nampak semakin mengkilat dan terasa licin. Komposisi kimia tepung tapioka per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi kimia tapioka per 100 g bahan Komponen Satuan Jumlah Karbohidrat gram 86,9 Protein gram 0,5 Lemak gram 0,3 Air gram 12 Abu gram 0,3 Sumber: Anonim (1995) diacu dalam Susilo (2001) Menurut Winarno (1984), pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan á-(1,4)-d-glukosa, sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan á-(1,4)-d-glukosa sebanyak 4-5 % dari berat total. Menurut hasil analisa Mulyandri (1992) diacu dalam Susilo (2001), tepung tapioka mengandung 29,01 % (bk) amilosa dan 69,06 % (bk) amilopektin. Rasio antara amilosa dan amilopektin yang menyusun molekul pati akan mempengaruhi pola gelatinisasi. Menurut Haryadi (1989), tingginya kadar amilopektin akan memberikan sifat mudah membentuk gel.

23 Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang diserap dan pembengkakannya terbatas. Air yang diserap hanya dapat mencapai kadar 30 %. Peningkatan volume granula pati yang sesungguhnya yaitu pada suhu 55 C 65 C. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi yang dapat dilakukan dengan penambahan air panas (Winarno 1992). Bila suspensi pati dalam air dipanaskan, beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi dapat diamati. Mula-mula suspensi pati yang keruh seperti susu tiba-tiba mulai menjadi jernih pada suhu tertentu, tergantung jenis pati yang digunakan. Pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi molekul-molekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifatnya sebelum gelatinisasi. Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap jenis pati. Suhu gelatinisasi pada tepung tapioka berkisar antara C (Winarno 1992). Penggunaan sumber pati yang berbeda, akan menghasilkan daya kembang kerupuk yang berbeda. Pati sagu dan tapioka menghasilkan pembengkakan (swelling) yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber pati lainnya. Pada proses pembuatan kerupuk, gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati yang terjadi saat pengukusan adonan pada pembuatan kerupuk yang mempengaruhi daya kembang kerupuk. Dengan adanya proses gelatinisasi ini akan terbentuk struktur yang elastis yang dapat mengembang pada tahap penggorengan (Lavlinesia 1995). Mutu kerupuk yang dihasilkan seperti volume pengembangan, kerenyahan dan tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa dipengaruhi oleh mutu tepung yang digunakan. Oleh karena itu digunakan tepung yang memenuhi persyaratan organoleptik, seperti penampakan putih, kering, bersih dan tidak bau asam (Wijandi et al 1975 diacu dalam Lavlinesia 1995) Bahan tambahan Bahan tambahan atau pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu termasuk ke dalamnya adalah penyedap rasa, pewarna, pengawet pengental dan lain-lain. (Winarno

24 1992). Bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan kerupuk antara lain bawang putih, garam, gula dan telur Bawang putih (Allium sativum L.) Bawang putih (Allium sativum L.) termasuk tanaman rempah yang bernilai ekonomi tinggi karena memiliki beragam kegunaan. Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat masakan menjadi beraroma dan mengandung selera. Meskipun kehadiran dalam bumbu masak hanya sedikit, namun tanpa kehadirannya masakan akan terasa hambar. Selain itu juga bawang putih berfungsi untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistatik dan fungisidal). Bau khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur (Palungkun dan Budiarti 1992). Komposisi kimia bawang putih dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi kimia bawang putih (Allium sativum) per 100 g yang dapat dimakan. Kandungan Satuan Jumlah Air gram 66,20 71,00 Energi kalori 95,00 122,00 Protein gram 4,50 7,00 Lemak gram 0,20 0,30 Karbohidrat gram 23,10 24,60 Kalsium (Ca) miligram 26,0 0 42,00 Fosfor (P) miligram 15,00 109,00 Kalium (K) miligram 346,00 Sumber: Palungkun dan Budiarti (1992) Garam Istilah garam biasanya digunakan untuk garam dapur dengan nama kimia natrium chlorida (NaCl). Pemakaiannya dipilih yang mempunyai mutu yang baik, warna putih mengkilat, kotorannya sedikit dan sesuai dengan syarat mutu garam yang telah ditentukan (Wiriano 1984). Garam mungkin terdapat secara alamiah dalam makanan atau ditambahkan pada waktu pengolahan dan penyajian makanan. Makanan yang mengandung kurang dari 0,3 % garam akan terasa hambar dan tidak disukai (Winarno et.al 1980). Fungsi garam dalam pembuatan kerupuk adalah untuk menambah cita rasa dan mempertinggi aroma, memperkuat kekompakan adonan dan memperlambat

25 pertumbuhan jamur pada produk akhir. Banyaknya garam yang digunakan dalam pembuatan kerupuk biasanya 2,5 3,0 %. Pemakaian yang berlebihan menyebabkan warna kerupuk menjadi lebih tua dan tekstur agak kasar (Wiriano 1984). Selain itu penggunaan garam yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin Gula Meskipun dalam jumlah sedikit, gula sangat berperan penting dalam proses pembuatan kerupuk. Gula yang sering digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah gula pasir (gula tebu). Penambahan gula dalam pembuatan kerupuk bertujuan untuk memberikan rasa manis, memberi warna pada produk akhir sehingga menjadi lebih indah (Wiriano 1984). Menurut Djumali et al (1982) penambahan gula dalam adonan kerupuk berperan dalam memperbaiki mutu kerupuk, menambah nilai gizi dan sebagai bahan pengikat. Selain itu dapat menurunkan kadar air yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Pemakaian gula dalam pembuatan kerupuk biasanya antara 2,0-2,5 %. Pemakaian yang berlebihan menyebabkan makin sedikit kadar air yang diserap oleh tepung di dalam adonan, sehingga waktu pengadukan perlu diperpanjang. Selain itu pengembangan kerupuk pada waktu digoreng berkurang (Wiriano 1984) Telur Menurut Buckle et al (1985), telur utuh mengndung 12 % protein, 10 % lemak, 1 % karbohidrat, 1 % abu, % air dan 213 mg kolesterol. Menurut Sudaryani (2000) diacu dalam Rahayu (2004), kandungan gizi telur ayam dengan berat 50 gram terdiri dari 6,3 gram protein, 0,6 gram karbohidrat, 5 gram lemak, vitamin dan mineral. Selain mengandung protein dan lemak, telur juga mengandung semua vitamin kecuali vitamin C dan vitamin K. Telur bukan hanya sebagai sumber vitamin, melainkan juga bahan pangan yang kaya akan sumber mineral. Kandungan mineral yang lengkap pada telur tidak dapat disamakan oleh bahan makanan tunggal lainnya. Mineral yang terkandung di dalam telur

26 diantaranya besi, fosfor, kalsium, tembaga, yodium, magnesium, mangan, potasium, sodium, seng, klorida dan sulfur. Penambahan telur dalam pembuatan kerupuk bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi dari kerupuk yang dihasilkan. Kuning telur cenderung lebih mengelastiskan bahan dibandingkan dengan putih telur, sedangkan putih telur memberikan struktur yang berongga yang lebih dibanding dengan kuning telur. Hasil penelitian Purnomo dan Choliq (1987), membuktikan bahwa penggunaan putih telur dalam pembuatan kerupuk menghasilkan kerupuk dengan volume pengembangan yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan kuning telur. Karena putih telur cenderung memberikan struktur yang berongga yang lebih, sehingga menghasilkan volume pengembangan yang lebih besar daripada kuning telur. 2.5 Proses Pembuatan Kerupuk Dalam pembuatan kerupuk terdapat 4 tahap proses yang amat penting dalam menentukan produk akhir yang dihasilkan, yakni pembuatan adonan, pengukusan, pengeringan dan penggorengan. a. Pembuatan adonan Faktor terpenting dalam tahap pembuatan adonan adalah homogenitas adonan, karena sifat ini akan mempengaruhi keseragaman produk akhir yang dihasilkan, baik karakteristik fisik, kimia maupun organoleptik. Untuk itu pada saat pencampuran bahan hendaknya dilakukan sampai benar-benar homogen. (Siahaan 1988 diacu dalam Susilo 2001). Menurut Liepa (1976) diacu dalam Susilo (2001), suhu adonan yang baik untuk pembuatan lembaran adalah 26,7-76,7 C. Kadar air adonan yang baik untuk dapat mengahasilkan lembaran yang tipis adalah % dan kadar air yang terbaik berkisar antara 35 % sampai 45 %. b. Pengukusan Pengukusan termasuk salah satu dari cara pengolahan bahan makanan yang menggunakan proses pemanasan (heating processes) dengan suhu tinggi dan penambahan air. Interaksi dari penerapan dua proses tersebut menyebabkan terjadinya proses gelatinisasi pati. Gelatinisasi adalah peristiwa pembengkakan

27 granula pati sedemikian rupa sehinggga granula tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula (Winarno 1992). Dalam pengukusan, panas dipindahkan ke produk melalui konveksi. Pengukusan yang kurang atau berlebihan akan mengakibatkan penurunan mutu. Pengukusan yang terlalu lama akan menyebabkan berkurangnya kadar air bahan, menurunkan berat produk dan denaturasi protein. Lama pengukusan akan mempengaruhi hilangnya kandungan air bahan sebesar 10 % sampai 40 % dari berat total sebelumnya (Lund 1984). c. Pengeringan Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan sebagian air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas (Winarno et al 1980). Pengeringan kerupuk bertujuan untuk menyediakan bahan dengan kadar air tertentu dimana adanya air akan mengurangi kualitas atau kapasitas kemekaran kerupuk dalam proses penggorengan selanjutnya. Disamping itu, pengeringan kerupuk bersifat mengawetkan dan mempertahankan mutu (Winarno et el 1980). Produk yang digoreng tanpa pengeringan, akan menghasilkan produk yang tidak mengembang, keras dan permukaan tidak merata. Agar dapat mengembang, gel pati kerupuk memerlukan tekanan uap yang maksimum pada proses penggorengan, untuk itu diperlukan tingkat kadar air tertentu pada kerupuk mentah (Wiriano 1984). Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat pengering (artificial dryer) atau dengan penjemuran alami dengan sinar matahari (sun drying). d. Penggorengan Penggorengan adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak atau minyak pangan (Ketaren 1986). Terdapat dua cara menggoreng, yaitu menggoreng sangrai (tanpa minyak) dan deef fat frying (bahan terendam minyak). Menggoreng dengan menggunakan minyak adalah suatu teknik pengolahan pangan dengan memasukkan bahan ke dalam minyak panas dan seluruh bagian permukaan bahan mendapat perlakuan panas yang sama, sehingga berwarna seragam (Hallstrom 1980 diacu dalam Susilo 2001).

28 Minyak yang digunakan sebagai medium penggorengan berfungsi sebagai penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi kalori dalam bahan pangan (Winarno 1992). Menurut Weiss (1983) diacu dalam Susilo (2001), suhu minyak yang baik untuk menggoreng berkisar antara C, tergantung dari bahan yang digoreng. Suhu minyak yang rendah (kurang dari 168 C) akan menyebabkan terjadinya kekerasan yang tidak diinginkan (bantat). Suhu minyak yang tinggi (lebih dari 196 C) akan menyebabkan makanan gosong pada bagian luar sedangkan pada bagian dalam belum matang. Selama proses penggorengan berlangsung, terjadi penguapan air yang terkandung dalam bahan. Ruang tempat air yang teruapkan itu lalu diisi oleh udara yang dikenal dengan pengembangan (kemekaran). Alur proses pembuatan kerupuk ikan dapat dilihat pada Gambar Pengeringan Pengeringan adalah suatu metoda untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air tersebut dikurangi sampai batas agar mikroba tidak dapat tumbuh di dalamnya (Winarno et al 1980). Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat, demikian juga perubahan-perubahan akibat aktivitas enzim. Beberapa keuntungan dari pengeringan antara lain bahan menjadi awet, dengan volume bahan yang lebih kecil sehingga memudahkan dan menghemat ruang pengepakan dan pengangkutan dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah (Winarno et al 1980). Disamping itu pengeringan juga dapat menyebabkan kerugian antara lain hilangnya sifat asal dari bahan yang dikeringkan misalnya bentuk, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan lain-lain. Menurut Buckle et al (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan bahan pangan antara lain: 1. Sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komponen dan kadar air).

29 2. Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat/media perantara pemindah panas (seperti nampan untuk pengeringan). 3. Sifat-sifat fisik dari lingkungan dan alat pengering (suhu, kelembaban, dan kecepatan udara). 4. Karakteristik alat pengering (efisiensi pemindahan panas). Pengeringan alami merupakan metode pengeringan yang memanfaatkan energi matahari sebagai energi pengeringnya. Pengeringan ini biasanya dilakukan dengan cara menjemur di bawah terik cahaya matahari dan pada umumnya dilakukan diatas para-para yang terbuat dari berbagai bahan padat. Keuntungan dari pengeringan alami yaitu tidak memerlukan peralatan yang khusus dan mahal serta prosesnya mudah sehingga dapat dilakukan oleh siapapun. Sedangkan kelemahannya adalah pengeringan berjalan lambat karena tergantung kepada cuaca sehingga terjadi pembusukan sebelum produk kering. 2.7 Penyimpanan Penyimpanan adalah usaha untuk melindungi bahan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh berbagai hal antara lain seperti mikroorganisme, serangga, tikus dan kerusakan fisiologis atau biokimia (Damayanti dan Mudjajanto 1995). Penyimpanan bahan pangan atau hasil pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengolahan, khususnya pengawetan dan pengemasan bahan pangan. Penyimpanan berfungsi sebagai pengendali persediaan makanan. Cara penyimpanan bahan pangan selama proses pengolahan dan tingkat distribusi serta penjualan merupakan salah satu faktor dalam menentukan keamanan dan mutu bahan pangan (Buckle et al 1985). Faktor yang sangat berpengaruh selama penyimpanan bahan pangan adalah faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik dapat disebabkan oleh serangga, tungau, hewan pengerat, dan mikroorganisme (kapang, khamir dan bakteri). Sedangkan faktor abiotik adalah suhu, kelembaban, O 2, dan CO 2 di tempat penyimpanan. Interaksi antara kedua faktor tersebut akan menentukan kondisi penyimpanan selanjutnya berpengaruh pada tingkat penyusutan bahan pangan yang disimpan (Sinha dan Muir 1973 diacu dalam Erawaty 2001). Penyimpanan terhadap produk pangan pada suhu kamar akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan kimia, mikrobiologi dan

30 organoleptik yang mencirikan berlangsungnya proses pembusukan yang relatif cepat dengan berjalannya waktu penyimpanan (Suparno dan Martini 1980 diacu dalam Lestari 2002). Kerusakan bahan pangan dapat diartikan sebagai perubahan yang terjadi pada pangan (mentah atau olahan) dimana sifat-sifat kimiawi, fisik dan organoleptik bahan pangan telah ditolak oleh konsumen. Suatu bahan pangan dikatakan rusak bila menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang digunakan (Muchtadi 1989). Menurut Winarno dan Jennie (1983) diacu dalam Amelia (2000) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penyimpanan adalah kadar air. Pengaruh kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet dari makanan, karena faktor ini akan mempengaruhi sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia (browning non enzimatis), kerusakan mikrobiologis dan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah. Tumbuhnya kapang di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan. Beberapa mikroba dapat menghidrolisa lemak sehingga menyebabkan ketengikan. Jika makanan mengalami kontaminasi secara spontan dari udara, maka akan terdapat campuran beberapa tipe mikroba (Muchtadi 1989). 2.8 Pengemasan Pengemasan bertujuan untuk mencegah kebusukan, memudahkan dalam transportasi, penyimpanan, pengawasan mutu, dan membuat produk menjadi lebih menarik (Zaitsev et al 1969). Selain itu kemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu bahan. Kerusakan yang terjadi dalam bahan pangan dapat terjadi secara spontan dan hal ini sering disebabkan oleh pengaruh keadaan dari luar. Pengemasan juga digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dengan keadaan sekelilingnya untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu tertentu (Buckle et al 1985). Menurut Winarno dan Jenie (1983) diacu dalam Amelia (2000), faktorfaktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu pertama, kerusakan yang

31 ditentukan oleh sifat alamiah dari produk dan tidak dapat dicegah dengan pengemasan, misalnya keruskan kimia, biokimia, fisik dan mikrobiologi. Kedua, kerusakan yang ditentukan oleh lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan pengemasan yang digunakan, misalnya kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan, absorbsi dan interaksi dengan oksigen serta kehilangan dan penambahan citarasa yang diinginkan. Syarief et al (1989) menyatakan bahwa dalam pemilihan jenis kemasan produk pangan harus dihindari adanya perubahan fisik dan kimia karena migrasi dari bahan kemas seperti monomer plastik, timah putih dan korosi. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas memungkinkan banyak variasi dan serba guna seperti melindungi, mengawetkan, menyimpan dan memamerkan hasil. Bahan kemasan yang dibutuhkan untuk mengemas produk-produk perikanan adalah yang dapat mencegah kehilangan atau peningkatan kadar air dan tidak dapat melewatkan komponen-komponen flavor yang berupa senyawa organik volatil. Aroma dan flavor dari produk perikanan olahan kemungkinan dapat lolos melalui permeabilitas bahan kemas, sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran flavor antara produk pangan yang berbeda dalam tempat penyimpanan (Saccharow dan Griffin 1984). Kemasan mempengaruhi nilai gizi bahan pangan dengan cara mengatur derajat sejumlah faktor yang berkaitan dengan pengolahan, penyimpanan dan penanganan zat yang dapat bereaksi dengan komponen bahan pangan. Faktor pengolahan dan penyimpanan dapat dikendalikan oleh pengemas, termasuk pengendalian cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, pemindahan panas, kontaminasi dan serangan makhluk hayati. Selain itu beberapa faktor seperti interaksi pangan dengan pengemas timbul dari penggunaan kemasan itu sendiri (Harris dan Karnas 1989). Kemasan yang baik untuk kerupuk adalah kemasan yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan (Dept. Perindustrian 1989 diacu dalam Amelia 2000).

32 Ikan Penyiangan dan pemfiletan Daging ikan (skinless fillet) Pelumatan Tepung tapioka pencampuran (mixer) Gula, telur, air, garam Pengadonan Pencetakan (dodolan) Pengukusan sampai matang (1.5 2 jam, 80 C) pendinginan (suhu ruang, 24 jam) pemotongan (2 3 mm) pengeringan dengan sinar matahari (1 2 hari) penggorengan ( C) kerupuk ikan Gambar 2. Alur proses pembuatan kerupuk ikan (Arsyad 1990)

33 2.9 Faktor faktor yang Mempengaruhi Mutu Kerupuk Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu kerupuk mentah ataupun matang, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Kadar air Kadar air yang terikat dalam kerupuk sebelum digoreng sangat menentukan volume pengembangan kerupuk matang (Muliawan 1991 diacu dalam Amelia 2000). Jumlah air yang terikat dalam bahan pangan akan menentukan banyaknya letusan yang menguap selama penggorengan. Jumlah uap air yang terdapat dalam bahan pangan ditentukan oleh lamanya pengeringan, suhu penggorengan, kecepatan aliran udara, kondisi bahan dan cara penumpukan serta penambahan air sewaktu pembuatan adonan pada proses gelatinisasi pati (Lavlinesia 1995). 2) Volume pengembangan Pengembangan merupakan salah satu parameter mutu kerupuk goreng (Muliawan 1991 diacu dalam Amelia 2000). Sedangkan volume pengembangan dipengaruhi oleh kadar air kerupuk mentah dan suhu pengorengan (Zulviani 1992). Volume pengembangan kerupuk juga dipengaruhi oleh adanya penambahan jenis pengembang makanan pada adonan kerupuk mentah. Dari hasil penelitian penggunaan soda kue, soda abu dan amoniak kue dapat meningkatkan volume pengembangan kerupuk sekitar 20 % (Tahir 1985). Menurut Lavlinesia (1995), daya kembang kerupuk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a. Sumber pati yang digunakan. Penggunaan sumber pati yang berbeda akan menghasilkan daya kembang kerupuk yang berbeda. Penggunaan pati tapioka dan sagu memberikan derajat pengembangan linear yang tinggi dibandingkan dari jenis pati lainnya pada pembuatan kerupuk. b. Kandungan dan jenis protein. Kandungan protein yang tinggi cenderung menurunkan daya kembang kerupuk. Selain jumlah protein yang mempengaruhi daya kembang kerupuk, sumber protein yang berbeda juga berpengaruh terhadap daya kembang kerupuk. c. Kadar air. Pengembangan kerupuk selama digoreng sangat ditentukan oleh kandungan air yang terikat pada kerupuk sebelum digoreng. Jumlah air yang

34 terikat dalam bahan akan menentukan banyaknya letusan yang menguap selama penggorengan. Jumlah uap air yang terdapat di dalam bahan, selain ditentukan oleh lamanya pengeringan, suhu penggorengan, kecepatan aliran udara, kondisi bahan dan cara penumpukan. Selain itu juga dipengaruhi oleh penambahan air sewaktu pembuatan adonan pada proses gelatinisasi. d. Suhu penggorengan. Kerupuk yang digoreng dalam minyak yang kurang panas dalam waktu yang lama akan dihasilkan pengembangan yang kurang baik, sedangkan bila suhu penggorengan yang terlampau panas, walaupun waktu dibutuhkan untuk mengembang lebih cepat akan tetapi kerupuk goreng akan mudah hangus. e. Penggunaan bahan pengembang. Penggunaan bahan pengembang seperti soda kue, soda abu dan amoniak kue dapat meningkatkan kerupuk sekitar 20 %. f. Faktor lain yang berpengaruh terhadap daya kembang kerupuk adalah pengadukan. Pengaruh pengadukan terhadap volume pengembangan adalah selain hubungannya dengan pengumpulan udara dan gas juga berpengaruh terhadap proses gelatinisasi pati. 3) Kemasan Pengemasan berfungsi untuk melindungi produk dari pengaruh lingkungan dan untuk memberi pengaruh visual. Selain itu pengemasan juga untuk mempermudah penanganan serta distribusi dan memperpanjang masa simpan produk yang dikemas (Nelson 1995 diacu dalam Amelia 2000). Syarief et al (1989) menerangkan bahwa terdapat hubungan antara kemasan dengan mutu produk yang dikemas. Pengemas akan menjaga produk dari perubahan aroma, warna tekstur yang dipengaruhi oleh perpindahan uap air dan oksigen Kerusakan pada Kerupuk Bahan pangan selain sebagai sumber gizi bagi manusia juga menjadi sumber makanan bagi perkembangan bakteri yang mengakibatkan berbagai perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan. Bahan pangan dikatakan rusak apabila telah mengalami perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi, atau tidak aman lagi untuk dikonsumsi karena dapat mengganggu kesehatan (Syarief et al 1989).

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) Oleh : Iis Istanti C

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) Oleh : Iis Istanti C PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) Oleh : Iis Istanti C34101028 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Ikan SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 TINJAUAN PUSTAKA Kerupuk Kerupuk merupakan produk makanan kering yang dibuat dari tepung tapioka atau sagu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan lain yang diizinkan, serta disiapkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati

BAB I PENDAHULUAN. berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan dengan bahan utamanya pati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerupuk adalah salah satu makanan camilan yang dikonsumsi bersama makanan utama. Menurut Lavlinesia (1995) kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR. Oleh : Ismiwarti C

PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR. Oleh : Ismiwarti C PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR Oleh : Ismiwarti C34101018 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerupuk Kerupuk merupakan jenis makanan kering dengan bahan baku tepung tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa misalnya, kerupuk udang, kerupuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C34101045 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan telah banyak dikenal, karena boleh dikatakan semua orang pernah menggunakan ikan sebagai bahan pangan dengan dimasak terlebih dahulu, misalnya sebagai lauk pauk,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerupuk merupakan suatu jenis makanan kecil yang sudah lama dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan dikonsumsi sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

DIVERSIFIKASI PRODUK KERUPUK OPAK DENGAN PENAMBAHAN DAGING IKAN LAYUR (Trichiurus sp)

DIVERSIFIKASI PRODUK KERUPUK OPAK DENGAN PENAMBAHAN DAGING IKAN LAYUR (Trichiurus sp) DIVERSIFIKASI PRODUK KERUPUK OPAK DENGAN PENAMBAHAN DAGING IKAN LAYUR (Trichiurus sp) Diversification Kerupuk Opaque Product With Addition Of Layur Fish (Trichiurus sp.) Meat Ella Salamah *, Mar atun Rohmah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerupuk merupakan makanan khas Indonesia dan sudah sangat dikenal. Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerupuk merupakan makanan khas Indonesia dan sudah sangat dikenal. Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan 17 TINJAUAN PUSTAKA Kerupuk Kerupuk merupakan makanan khas Indonesia dan sudah sangat dikenal oleh masyarakat. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk, ukuran, warna, bau, rasa, kerenyahan, ketebalan ataupun

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Saanin (1986) menyatakan bahwa ikan Selais termasuk ke dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Saanin (1986) menyatakan bahwa ikan Selais termasuk ke dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Komposisi Ikan Selais Menurut Saanin (1986) menyatakan bahwa ikan Selais termasuk ke dalam Ordo Ostariophysi, sub ordo Siluroidea, famili Siluridae, genus Cryptopterus

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian TINJAUAN PUSTAKA Nugget. Nuget merupakan salah satu jenis produk beku siap saji yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan. Produk beku siap saji

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Ayam Ayam merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino essensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Selain itu serat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan tanaman jenis kaktus yang berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang awalnya dikenal sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK Oleh : Nama : Arini Purnamawati Nrp : 133020051 No.Meja : 4 (Empat) Kelompok : B Tanggal Percobaan : 22 April 2016 Asisten

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi 1 I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1,6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia bahkan dunia. Kondisi geografis yang berlekuk mengakibatkan Kalimantan memiliki banyak aliran sungai (Nurudin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km² berupa laut.garis pantai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Penelitian, Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

Bahan Baku daging ikan 500 g. tepung tapioka 50 g. merica halus 1/2 sendok teh. bawang merah 7,5 g. bawang putih 1,5 g. jahe 0,5 g.

Bahan Baku daging ikan 500 g. tepung tapioka 50 g. merica halus 1/2 sendok teh. bawang merah 7,5 g. bawang putih 1,5 g. jahe 0,5 g. SOSIS IKAN Sosis adalah salah satu produk olahan dari bahan hewani. Secara umum sosis diartikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang, dihaluskan, dan diberi bumbubumbu, dimasukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belalang kayu adalah serangga herbivora berwarna coklat yang termasuk ordo Orthoptera. Belalang kayu banyak ditemui pada pohon turi, ketela, jati, dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

KERUPUK UDANG ATAU IKAN KERUPUK UDANG ATAU IKAN 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack atau makanan ringan adalah makanan yang dikonsumsi di sela-sela waktu makan dan bukan merupakan makanan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari secara teratur.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

SISTEM PRODUKSI DAN PENGAWASAN MUTU KERUPUK UDANG BERKUALITAS EKSPOR

SISTEM PRODUKSI DAN PENGAWASAN MUTU KERUPUK UDANG BERKUALITAS EKSPOR SISTEM PRODUKSI DAN PENGAWASAN MUTU KERUPUK UDANG BERKUALITAS EKSPOR Diana Nur Afifah, Gemala Anjani Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang d_nurafifah@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Singkong atau ubi kayu merupakan tanaman umbi umbian yang dikenal luas di masyarakat Indonesia. Pada tahun 2013 produksi singkong di Indonesia mencapai 23 juta ton

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

BAB X PENGAWASAN MUTU

BAB X PENGAWASAN MUTU BAB X PENGAWASAN MUTU Pengawasan mutu merupakan aktivitas (manajemen perusahaan) untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk dan jasa perusahaan dapat mempertahanan sebagaimana yang telah direncanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. digiling halus ditambah bahan pengisi pati atau tepung topioka dan bumbubumbu.

II. TINJAUAN PUSTAKA. digiling halus ditambah bahan pengisi pati atau tepung topioka dan bumbubumbu. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan produk emulsi daging bakso dibuat dari daging yang digiling halus ditambah bahan pengisi pati atau tepung topioka dan bumbubumbu. Daging yang baik untuk

Lebih terperinci