Perbandingan Ketentuan Perpajakan dengan PSAK No. 28 di Bidang Asuransi Kerugian dalam Perhitungan Laba

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perbandingan Ketentuan Perpajakan dengan PSAK No. 28 di Bidang Asuransi Kerugian dalam Perhitungan Laba"

Transkripsi

1 Perbandingan Ketentuan Perpajakan dengan PSAK No. 28 di Bidang Asuransi Kerugian dalam Perhitungan Laba Oleh Dyah Purnamasari ABSTRAK U mumnya perbedaan dicapai karena perbedaan antara antara standar akun konsep dan tujuan pelaporan tansi dan peraturan asuransi kerugian. Disamping pajak dalam perhitung perbedaan-perbedaan tersebut, an pajak atau pendapatan bersih terdapat kesamaan antara PSAK tidak dapat dihindari. 28 dan ketentuan perpajakan Harmonisasi dalam akuntansi adalah dalam pengakuan premi. dan peraturan pajak tidak dapat Kata Kunci : tax rules I. PENDAHULUAN Asuransi kerugian terdiri dari asuransi untuk harta benda (property), kepentingan keuangan (pecuniary), tanggung jawab hukum (liability) dan asuransi diri (kecelakaan atau kesehatan). Pada dasarnya asuransi kerugian merupakan suatu bentuk usaha jasa yang memberikan sistem proteksi menghadapi resiko kerugian finansial, dengan cara pengalihan resiko kerugian dari satu pihak kepada pihak lain (dalam hal ini pengalihan resiko nasabahnya terhadap pihak asuransi), baik secara perorangan maupun kelompok dalam masyarakat. Karakteristik khusus usaha asuransi kerugian ini sangat mempengaruhi penyajian laporan keuangan. Hal inilah yang merupakan alasan ditetapkannya PSAK No. 28. dengan adanya PSAK No. 28 ini, perusahaan asuransi diharapkan untuk dapat melaporkan laba atau penghasilan bersih secara wajar. Berbeda dengan PSAK No. 28, ketentuan perpajakan mempunyai aturan main sendiri dalam kaitannya untuk [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 19

2 menentukan laba atau penghasilan bersih yang dikenakan pajak penghasilan. Pada dasarnya standar akuntansi keuangan dengan ketentuan perpajakan sangatlah berbeda, baik secara tujuan pelaporan maupun konsep mengenai laba atau penghasilan bersih. Dari hasil studi literatur yang dilakukan, bagi usaha asuransi kerugian, perbedaan mendasar antara ketentuan akuntansi dengan perpajakan dalam penghitungan laba atau penghasilan bersih adalah : 1. Pengakuan pendapatan diterima lebih dahulu (unearned premium). 2. Pembentukan dana cadangan yang dapat dibebankan sebagai biaya. 3. Penyajian pelaporan laba atau penghasilan bersih. Mengingat modal setoran awal bagi perusahaan asuransi adalah Rp 100 miliar (berdasarkan PP No. 63 Tahun 1999), sehingga dapat disimpulkan bahwa bentuk perusahaan asuransi kerugian adalah Perseroan Terbatas. Pasal 58 UU No. 1 Tahun 1995 mengenai Perseroan Terbatas mensyaratkan perusahaan untuk membuat laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan. Untuk itu perbedaan-perbedaan antara standar akuntansi keuangan dengan ketentuan perpajakan dapat dibuatkan harmonisasinya dengan membuat rekonsiliasilaba secara fiskal. Asuransi kerugian adalah suatu bentuk usaha jasa yang memberikan sistem proteksi menghadapi resiko kerugian finansial, dengan cara pengalihan resiko kerugian dari satu pihak kepada pihak lain (dalam hal ini pengalihan resiko nasabahnya terhadap pihak asuransi), baik secara perorangan maupun kelompok dalam masyarakat. Diantara cabang sektor asuransi kerugian yang paling dominan selama ini adalah asuransi kebakaran dan asuransi kendaraan bermotor. Memburuknya kondisi perekonomian dan terus memanasnya situasi politik Indonesia dalam tiga tahun terakhir, sering berbuntut pada terjadinya berbagai kerusuhan dan aksi demo oleh massa, yang berakibat kerusakan pada sejumlah harta benda. Kerugian besarbesaran akibat peristiwa peristiwa kerusuhan tersebut sebagian besar terjadi pada kerusakan mobil dan terbakarnya sejumlah gedung dan bangunan. Tingginya tingkat resiko para pemilik Hlm : 20 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

3 kendaraan bermotor (terutama mobil) dan pemilik gedung/bangunan akibat sejumlah peristiwa kerusuhan selama tahun 1998 dan 1999 lalu, pada akhirnya telah membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki polis asuransi kebakaran untuk gedung/rumah/bangunan. Bisnis asuransi kerugian di Indonesia nampaknya masih mampu bertahan dan bahkan memetik keuntungan di tengah bergolaknya situasi politik dan keamanan di dalam negeri selama krisis. Karena beberapa keuntungan yang diperoleh industri asuransi kerugian selama tahun 1998 dan 1999, maka perkembangan konsolidasi laba/rugi industri asuransi kerugian secara keseluruhan akhirnya tetap menunjukkan hasil yang positif dalam lima tahun terakhir, bahkan laba (sebelum pajak) yang berhasil dibukukan asuransi kerugian nasional mengalami lonjakan tajam selama krisis ( ). Indocommercial No. 235 tanggal 11 Juli 2000 mencatat laba sebelum pajak pada tahun 1995 yang diperoleh asuransi kerugian nasional baru sebesar Rp 451,2 miliar, maka pada tahun 1997 telah melonjak tajam menjadi Rp 1,19 triliun. Ketika krisis ekonomi menghebat di tahun 1998, laba sebelum pajak tersebut bahkan kembali meningkat tajam menjadi sebesar Rp 1,59 triliun, dan diprediksikan kembali mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp 1,75 triliun pada tahun Data hasil perhitungan laba atau keuntungan bersih sebelum pajak yang dilaporkan oleh Indocommercial di atas akan berbeda apabila menggunakan ketentuan perpajakan sebagai dasar perhitungannya. Sebagaimana berlaku bagi semua industri, perbedaan pelaporan laba atau penghasilan bersih antara standar akuntansi keuangan dengan ketentuan perundangan perpajakan lebih disebabkan pada adanya perbedaan konsep dan tujuan pelaporan laba atau penghasilan bersih itu sendiri. Standar Akuntansi Keuangan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 69 menyatakan bahwa penghasilan bersih (laba) merupakan ukuran kinerja dari suatu organisasi usaha. Dan unsur yang langsung berkaitan dengan laba atau penghasilan [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 21

4 bersih tersebut adalah penghasilan dan beban. Penghasilan adalah kenaikan mandaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekutias yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Sedangkan beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. Ketentuan perundangan perpajakan, menganut konsep worldwide income dalam endefinisikan penghasilan yang merupakan obyek pajak penghasilan sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 17 Tahun Sedangkan beban atau biaya, dalam Pasal 6 UU No. 17 Tahun 2000, yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut. Tujuan pelaporan laba atau penghasilan bersih menurut standar akuntansi keuangan adalah untuk menghitung laba perusaahaan dan mengukur kinerja manajemen. Sedangkan ketentuan perpajakan bertujuan untuk menghitung besarnya pajak terutang. Perbedaan pembukuan laba atau penghasilan bersih antara standar akuntansi keuangan dengan ketentuan perpajakan ini berlaku di dalam semua jenis industri. Tidak terkecuali industri asuransi kerugian. Asuransi kerugian mempunyai karakteristik khusus yang melekat dalam usaha jasa tersebut yaitu ketidakpastian resiko di masa mendatang. Ini membuat transaksi asuransi kerugian menjadi relatif lebih rumit. Pendapatan diketahui dan terjadi lebih dahulu, sementara beban kalim yang merupakan beban utama, belum terjadi dan diliputi ketidakpastian baik mengenai kejadian maupun jumlahnya. Bagaimana menentukan laba atau penghasilan bersihnya? Standar akuntansi keuangan dalam pernyataan No. 28 memberikan perlakuan akuntansi secara khusus bagi perusahaanperusahaan yang bergerak dalam bidang asuransi kerugian. Sedangkan pemerintah, melalui Pasal 9 ayat (1) huruf c UU No. 17 Tahun 2000 memberikan perlakuan khusus bagi industri-industri tertentu yang salah Hlm : 22 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

5 satunya adalah industri asuransi kerugian - untuk membentuk dana pencadangan kerugian piutang. Pelaksanaan perundangan tersebut dilakukan melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 80/KMK.04/1995 tanggal 2 Juni 1995, perusahaan asuransi kerugian dapat membentuk dana cadangan kerugian piutang yang boleh dikurangkan sebagai biaya. Penentuan laba atau penghasilan bersih dari industri yang memiliki karakteristik khusus ini sangat menarik untuk dikaji baik ditinjau dari sisi komersil (akuntansi) maupun fiskal. Perbandingan standar akuntansi keuangan khususnya pernyataan No. 28 dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dalam bidang asuransi kerugian inilah yang akan menjadi pokok pembahasan makalah ini.tidak termasuk dalam pembahasan makalah ini adalah perusahaan asuransi kerugian milik pemerintah yang mempunyai ketentuan perpajakan secara khusus dan juga masalah Pajak Pertambahan Nilai. II. PERBEDAAN PENENTUAN LABA ATAU PENGHASILAN BERSIH SECARA AKUNTANSI DAN PAJAK Dalam studi literatur yang dilakukan oleh Yongki Cahyaningrum mengenai perbedaan akuntansi secara fiskal dalam menentukan penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan badan memberikan kesimpulan secara umum yang berlaku bagi semua industri yaitu sebagai berikut : [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 23

6 Tabel 1. Perbedaan Akuntansi dan Fiskal dalam Penetapan Penghasilan Kena Pajak Dasar Penyusunan Tujuan Akibat Penyimpangan LABA AKUNTANSI Standar Akuntansi Keuangan 1. menghitung laba bersih 2. mengukur kinerja 1. Pengambilan keputusanyang tidak tepat oleh manajemen 2. Opini yang buruk terhadap laporan keuangan dari stake holder. LABA FISKAL Undang-undang Perpajakan Menghitung besarnya pajak Terutang Sanksi di bidang perpajakan berupa : 1. sanksi administrasi 2. sanksi pidana Sumber : Yongki Cahyaningrum (2002) Perbedaan konsep maupun tujuan laporan keuangan antara akuntansi dan fiskal, perbedaan tersebut mengakibatkan perlunya rekonsiliasi laporan keuangan fiskal yaitu koreksi fiskal positif maupun negatif terhadap laba atau penghasilan bersih secara akuntansi sehingga dapat diperoleh penghasilan bersih yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. 2.1 Kebijakan Akuntansi untuk Asuransi Kerugian (PSAK No. 28) Definisi Dari Istilah-Istilah Yang Dipergunakan Dalam pembukuan asuransi banyak digunakan istilah-istilah yang spesifik dengan industri asuransi. Berikut ini akan sedikit diuraikan pengetian dari masing-masing istilah tersebut sesuai dengan PSAK No. 28 (paragraf 5-16) : Kontrak Jangka Pendek adalah kontrak yang memberikan proteksi untuk suatu periode yang pasti yang memungkinkan asuradur untuk Hlm : 24 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

7 membatalkan kontrak atau menyesuaikan persyaratan kontrak pada akhir setiap periode kontrak, seperti penyesuaian jumlah premi atau penutupan (coverage) yang diberikan. a. Premi Bruto adalah premi yang diperoleh dari penutupan langsung (direct written premium) dan penutupan tidak langsung (indirect written premium). Premi penutupan langsung termasuk termasuk premi yang diperoleh dari penutupan polis bersama. b. Bersama adalah penutupan terhadap 1 (satu) obyek asuransi yang dilakukan secara bersama oleh beberapa perusahaan asuransi dan dinyatakan dalam satu polis. c. Premi yang belum merupakan pendapatan adalah bagian dari premi yang belum diakui sebagai pendapatan karena masa pertanggungannya masih berjalan pada akhir periode akuntansi. d. Polis Premi reasuransi adalah bagian premi bruto yang menjadi hak reasuradur berdasarkan perjanjian asuransi. e. Reasuransi prospektif adalah ketentuan dalam kontrak reasuransi yang mewajibkan reasuradur untuk membayar kepada asuradur sejumlah kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari peristiwa masa datang yang dipertanggungkan. f. Reasuransi retroaktif adalah ketentuan dalam kontrak reasuransi yang mewajibkan reasuradur untuk membayar kepada asuradur sejumlah kerugian yang sudah terjadi sebagai akibat dari peristiwa masa lalu yang dipertanggungkan. g. Klaim bruto adalah klaim yang jumlahnya telah disepakati, termasuk biaya penyelesaian klaim. h. Klaim reasuransi adalah bagian dari klaim bruto yang menjadi tanggungan reasuradur. i. Estimasi Klaim retensi sendiri adalah taksiran jumlah kewajiban yang menjadi tanggungan sendiri sehubungan dengan klaim yang masih [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 25

8 dalam proses penyelesaian, termasuk klaim yang terjadi namun belum dilaporkan. j. Piutang reasuransi adalah tagihan kepada reasuradur yang timbul dari transaksi reasuransi. k. Utang reasuransi adalah kewajiban kepada reasuradur yang timbul dari transaksi reasuransi Pengakuan Pendapatan Dan Beban Pengakuan pendapatan dan beban pada perusahaan asuransi diatur berdasarkan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28 khususnya dalam paragraf sebagai berikut : a. Premi yang diperoleh sehubungan dengan kontrak asuransi dan reasuransi diakui sebagai pendapatan selama periode polis (kontrak) berdasarkan proporsi jumlah proteksi yang diberikan. Dalam hal periode polis berbeda secara signifikan dengan periode resiko (misalnya pada penutupan jenis pertanggungan asuransi konstruksi), maka seluruh premi yang diperoleh diakui sebagai pendapatan selama periode resiko, kecuali sebagaimana diatur dalam butir b berikut. b. Apabila jumlah premi masih dapat disesuiakan, misalnya premi ditentukan pada akhir kontrak atau premi disesuaikan pada akhir kontrak berdasarkan nilai pertanggungan, maka pendapatan premi diakui sebagai berikut : Apabila jumlah premi dapat diestimasi secara layak, maka pendapatan premi diakui selama periode kontrak dan estimasi jumlah premi tersebut disesuaikan setiap periode untuk mencerminkan jumlah premi yang sebenarnya. Apabila jumlah premi tidak dapat diestimasi secara layak, maka premi diperlakukan dengan menggunakan metode uang muka (deposit method) sampai jumlah premi dapat diestimasi secara layak. c Premi dari polis bersama diakui sebesar pangsa premi yang diterima oleh perusahaan. Hlm : 26 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

9 d Perusahaan asuransi (ceding company) dapat memperoleh ganti rugi atas klaim sehubungan dengan kontrak asuransi yang ditutupnya, dengan melakukan kontrak reasuransi dengan asuradur lainnya atau reasuradur. Selanjutnya, reasuradur dapat melakukan kontrak reasuransi dengan reasuradur lain yang dikenal sebagai prose retrosesi. Perlakuan akuntansinya, tergantung pada apakah kontrak reasuransi tersebut merupakan reasuransi prospektif atau retroaktif. e Jumlah premi yang dibayar atau bagian premi atas transaksi reasuransi prospektif diakui sebagai premi reasuransi selama periode kontrak yang jumlahnya proporsional dengan proteksi yang diberikan. Jika bagian premi reasuransi masih dapat disesuaikan dan jumlahnya dapat diestimasi secara layak, maka jumlah premi reasuransi yang diakui selama sisa periode kontrak adalah sebesar estimasi premi yang akan dibayar tersebut. f Pembayaran atau kewajiban atas transaksi reasuransi retroaktif diakui sebagai piutang reasuransi sebesar jumlah kewajiban yang dicatat sehubungan dengan kontrak reasuransi yang mendasari. Apabila kewajiban yang dicatat melebihi jumlah yang dibayar, maka piutang reasuransi harus dinaikkan untuk mencerminkan perbedaan tersebut dan menimbulkan keuntungan ditanggunhkan. Keuntungan ditangguhkan diamortisasi selama estimasi sisa periode penyelesaian (settlement period). g Apabila pembayaran atau kewajiban atas transaksi reasuransi retroaktif melebihi jumlah kewajiban yang dicatat, ceding company harus menaikkan kewajiban yang bersangkutan atau mengurangi piutang reasuransi, atau keduanya pada saat kontrak reasuransi dilakukan. Perbedaan tersebut dibebankan pada laporan laba rugi. h Perubahan dalam estimasi jumlah kewajiban sehubungan dengan kontrak reasuransi yang mendasari diakui dalam laporan laba rugi pada periode perubahan. Piutang reasuransi harus mencerminkan perubahan yang berhubungan dengan jumlah klaim yang dapat [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 27

10 diperoleh dari reasuradur dan keuntungannya ditangguhkan dan diamortisasi. i Apabila kontrak reasuransi mencakup baik reasuransi prospektif maupun retroaktif, maka transaksi reasuransi tersebut dipertanggungjawabkan secara terpisah. j Beban klaim sehuibungan dengan terjadinya peristiwa kerugian atas obyek asuransi yang dipertanggungkan, meliputi klaim yang disetujui (settled claims), klaim dalam proses penyelesaian (outstanding claims), klaim yang terjadi namun belum dilaporkan, dan beban penyelesian klaim (claims settlement expenses), diakui sebagai beban klaim pada saat timbulnya kewajiban untuk memenuhi klaim. Hak subrogasi diakui sebagai pengurang beban klaim pada saat realisasi. k Jumlah klaim dalam proses penyelesaian, termasuk klaim yang terjadi namun belum dilaporkan, ditentukan berdasarkan estimasi kewajiban klaim tersebut. Perubahan jumlah estimasi kewajiban klaim, sebagai akibat proses penelahaan lebih lanjut dan perbedaan antara jumlah estimasi klaim dengan klaim yang dibayarkan diakui dalam laporan laba rugi periode terjadinya perubahan. l Penyajian Laporan Laba Rugi Paragraf 21 24, mengatur bentuk penyajian laporan laba rugi. Pendapatan premi disajikan sedemikian rupa, sehingga menunjukkan jumlah premi bruto, premi reasuransi, dan kenaikan (penurunan) premi yang belum merupakan pendapatan. Premi reasuransi disajikan sebagai pengurang premi bruto. Bagian reasuradur atas klaim yang telah disetujui dan atau dibayar dan estimasi bagian reasuradur atas klaim dalam proses penyelesaian, termasuk klaim yang terjadi namun belum dilaporkan, diasjikan sebagai pegurang beban klaim. Komisi yang diperoleh dari transaksi kontrak reasuransi merupakan pengurang beban komisi. Dalam hal jumlah komisi yang diperoleh lebih besar dari jumlah beban komisi, Hlm : 28 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

11 maka selisih tersebut diasjikan sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi. 2.2 Kebijakan Pajak atas Penentuan Penghasilan Kena Pajak Industri Asuransi Kerugian Kewajiban Pembukuan Berdasarkan ketentuan dan penjelasan Pasal 28 ayat (7) Undang- Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pepajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1994, Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat azas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Stelsel akrual adalah suatu metoda penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung kapan penghdilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai. Stelsel kas, yang untuk tujuan perpajakan juga disebut stelsel campuran, adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayarkan secara tunai dengan memperhatikan antara lain bahwa penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. a. Pengakuan Pendapatan dan Beban Pendapatan dalam bidang asuransi kerugian mengacu pada Pasal 4 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000, penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk.. huruf (n) premi asuransi. Dalam pengertian premi asuransi termasuk premi reasuransi. SE-03/PJ.42/2000, mengenai Perlakuan Pajak Penghasilan atas Premi Asuransi yang berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun memberikan pengertian bahwa diterima atau diperoleh-nya premi [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 29

12 asuransi sebagai Penghasilan Kena Pajak tahun pajak yang bersangkutan adalah didasarkan pada metode pembukuan yang dianut Wajib Pajak secara taat azas, yaitu stelsel akrual atau stelsel kas. Premi asuransi yang dibayar sekaligus oleh pemegang polis berkenaan dengan periode pertanggungan yang lebih dari 1 tahun pengakuan penghasilannya dikaitkan dengan metode pembukuan yang dianut Wajib Pajak : Apabila metode pembukuan yang dipergunakan Wajib Pajak adalah stelsel akrual, maka pengakuan penghasilan atas premi asuransi tersebut dialokasikan secara proporsional ke tahun-tahun yang meliputi periode pertanggungan tersebut. Apabila metode pembukuan yang dugunaan Wajib Pajak adalah stelsel kas/stelse campuran maka pengakuan penghasilannya adalah : Dalam hal premi asuransi tersebut diterima dimuka, maka diakui pada saat premi tersebut diterima. Dalam hal premi asuransi diterima setelah masa pertanggungan maka premi tersebut dialokasikan selama masa pertanggungan. Dasar penghitungan cadangan premi adalah penghasilan premi asuransi tanggungan sendiri dari masing-masing tahun. Beban, secara umum dinyatakan dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000, Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya. Sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Disamping itu apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, maka kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Hlm : 30 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

13 2.2.2 Dana cadangan kerugian piutang Dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c UU No. 17 Tahun 2000 pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan tersebut, maka berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 80/KMK.04/1995 tanggal 6 Pebruari 1995 serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ.4/1995 tanggal 26 April 1995, perusahaan asuransi kerugian dapat membentuk dua macam cadangan yaitu : a. Cadangan Premi. Cadangan Premi untuk perusahaan kerugian pada prinsipnya merupakan jumlah premi yang diterima lebih dahulu (unearned premium) oleh perusahaan asuransi. Oleh karena itu penghasilan yang diterima lebih dahulu tersebut baru akan merupakan obyek PPh pada tahun pajak berikutnya. Dengan demikian untuk perusahaan asuransi kerugian, seluruh premi asuransi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak wajib dimasukkan ke dalam penghasilan kena pajak tahun pajak yang bersangkutan. Besarnya cadangan premi adalah 40% dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan. Cadangan premi tersebut merupakan penghasilan pada tahun pajak berikutnya. Yang dimaksud dengan premi asuransi tanggungan sendiri adalah premi bruto dikurangi dengan premi reasuransi. b. Cadangan Klaim. Cadangan klaim untuk menutup klaim asuransi yang sudah dilaporkan akan tetapi penghitungan dan/atau pembayaran [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 31

14 klaim tersebut masih dalam proses. Besarnya jumlah cadangan klaim tersebut ditetapkan sebesar perkiraan penghitungan klaim yang akan dibayar sesuai dengan penghituungan perusahaan asuransi yang bersangkutan. Untuk klaim-klaim yang kemungkinan akan diajukanttp belum dilaporkan oleh tertanggung (incurred but not reported atau IBNR) tidak dapat dibentuk cadangan klaimnya. Dengan demikian walaupun perusahaan asuransi sudah mengetahui adanya peristiwa yang akan menimbulkan akan tetapi tertanggung belum melaporkan adanya peristiwa tersebut tidak dapat belum dapat dibentuk cadangan klaim. Setiap akhir tahun, perusahaan asuransi kerugian wajib membuat perbandingan besarnya cadangan klaim yang telah dicadangkan sebagai biaya tahun lalu dengan besarnya realisasi pembayaran klaim tahun ini. Dalam hal terdapat selisih lebih cadangan klaim maka jumlah kelebihan tersebut merupakan obyek PPh pada tahun ini, sedangkan apabila jumlah cadangan klaim tersebut tidak mencukupi untuk menutup pembayaran klaim pada tahun ini maka kekurangan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya. 2.3 Gambaran Umum Asuransi Kerugian Prospek Industri Asuransi Kerugian di Indonesia Dibandingkan dengan sektor keuangan lainnya, bisnis asuransi kerugian di Indonesia termasuk salah satu sektor yang masih mampu bertahan di tengah badai krisis. Kendati juga harus menghadapi situasi sulit akibat melonjaknya beban klaim dalam dua tahun terkahir, namun karena premi yang diterimanya juga mengalami peningkatan tajam selama periode waktu yang sama, maka hal ini membuat kinerja asuransi kerugian masih lebih baik dibandingkan sektor keuangan lainnya. Struktur, kinerja dan prospek industri asuransi kerugian di Indonesia pada saat ini dapat digambarkan melalui Five Forces Analysis dari Michael Porter, sebagai berikut : a. Threat of Entry Hlm : 32 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

15 Salah satu kebijakan baru yang ditetapkan pemerintah di tahun 1999 lalu di sektor perasuransian adalah diterbitkannya Peraturan pemerintah (PP) No. 63 Tahun 1999 tanggal 2 Juli 1999, yang mencantumkan tentang perubahan modal disetor bagi pendirian usaha asuransi di Indonesia (termasuk asuransi kerugian), menjadi sebesar minimal Rp 100 miliar. Dengan diterapkannya peraturan baru ini, akan mempersulit masuknya perusahaan asuransi baru. Sedangkan bagi perusahaan asuransi yang lama (didirikan sebelum berlakunya PP No. 63 Tahun 1999) tidak diwajibkan mengikuti ketentuan midal disetor yang baru tersebut, namun akan terus didorong untuk memperkuat permodalannya melalui ketentuan kesehatan keuangan. Sedangkan untuk kepemilikan pihak asing, pemerintah mengambil kebijakan bahwa pada saat pendirian perusahaan, kepemilikan saham pihak asing ditentukan maksimal 80%. Namun demikian dalam pasal lainnya juga disebutkan bahwa perusahaan asuransi juga dimungkinkan untuk melakukan perubahan kepemilikan pihak asing untuk melampaui batass kepemilikan 80%, tetapi dengan ketentuan bahwa jumlah modal yang telah disetor oleh pihak mitra lokal dari Indonesia harus tetap dipertahankan. Disamping ketentuan baru mengenai persyaratan permodalan bagi pendirian usaha asuransi baru, pemerintah di tahun 1999 lalu juga mengeluarkan ketetapan baru mengenai syarat tingkat kesehatan bagi perusahaan asuransi yang telah ada (termasuk asuransi kerugian). Ketentuan tersebut dapat diterbitkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 481/KMK.017/11999 tanggal 7 Oktober 1999 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan-Perusahaan Asuransi dan Reasuransi. Dalam peraturan baru mengenai tingkat kesehatan perusahaan tersebut akan digunakan Risk Based Capital (RBC) yang merupakan rasio kecukupan modal dibandingkan resiko klaim yang harus ditanggung atau semacam ketentuan CAR (Capital Adequacy Ratio) dalam industri perbankan. RBC ini akan menjadi parameter berstandar internasional untuk mengukur tingkat kesehatan perusahaan asuransi. [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 33

16 Dalam peraturan baru tersebut dinyatakan bahwa setiap saat perusahaan asuransi wajib memenuhi tingkat solvabilitas sekurangkurangnya 120% dari RBC. Ketentuan ini secara bertahap akan diberlakukan pada tahun 2000, dan diharapkan telah diterapkan secara pada tahun 2004 mendatang. Dengan adanya sejumlah kebijakan baru yang menyangkut diberlakukannya metode RBC ini, maka bagi perusahaan kerugian yang bermodal relatif kecil, tampaknya perlu mengambil langkah-langkah strategis guna menghadapinya. Menurut beberapa pengamat, ada beberapa cara untuk memperkuat permodalan seperti melakukan penggabungan usaha (merger), akuisisi, atau joint venture. Jika perusahaan-perusahaan tersebut tidak melakukan langkah-langkah strategis, maka dikhawatirkan pada saat RBC diterapkan penuh pada tahun 2004 mendatang, perusahaan-perusahaan berskala kecil tersebut akan tergusur oleh perusahaan lain (terutama asing) yang bermodal relatif besar dan kuat. b. Rivalry between Existing Competitors Struktur persaingan dalam industri asuransi ini sangat ketat, karena banyaknya pemain dalam industri ini. Sejak Pemerintah menggulirkan deregulasi Pakto 88 (Paket Oktober 1988) dan Pakdes 88 (Paket Desember 1988) yang memberikan sejumlah kemudahan dalam pendirian usaha asuransi baru, jumlah perusahaan asuransi di Indonesia meningkat pesat, terutama asuransi kerugian. Pesatnya pertambahan jumlah asuransi kerugian tersebut adalah dampak dari adanya kebijaksanaan Pemerintah yang sejak 1988 itu menghapuskan tarif system, yang diharapkan dapat lebih mendinamiskan perusahaan asuransi dalam menerapkan kebijaksanaan underwritting-nya dan dalam berkompetisi memberikan jasa proteksinya kepada masyarakat. c. Subtitute Product Barang substitusi atas produk yang ditawarkan oleh industri asuransi kerugian ini terdapat pada lembaga pembiayaan lainnya, seperti Hlm : 34 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

17 perusahaan leasing, rent company, dan perusahaan sejenis lainnya. Dalam industri asuransi kerugian, biasanya penggantian dari klaim yang diajukan dapat diberikan dalam bentuk penuh ataupun hanya setengahnya saja, tergantung dari ketentuan kontrak perjanjian yang disetujui kedua belah pihak, dan hal tersebut juga tergantung dari jenis produk/jasa asuransi yang ditawarkandari masing-masing perusahaan asuransi. Oleh karena itu pertimbangan tersebut dapat dijadikan alasan bagi para konsumen untuk mencoba alternatif lainnya, seperti lembaga pembiayaan yang telah disebutkan diatas. Konsumen dalam hal ini hanya menggunakan produk/jasa yang ditawarkan dengan hanya membayar biaya sewa saja, tanpa perlu memikirkan resiko dan biayabiaya lain yang mungkin timbul apabila terjadi peristiwa-peristiwa yang merugikan asset tersebut, seperti gedung, mobil, dan lain sebagainya. Adanya pilihan alternatif bagi konsumen ini meyebabkan perusahaanperusahaan dalam industri asuransi kerugian tidak dapat menaikkan harga semaunya karena berdampak pada menurunnya permintaan terhadap produk/jasa yang ditawarkannya. c. Bargaining Power of Buyers Dengan adanya spesifikasi dari produk/jasa yang ditawarkan dalam asuransi kerugian khususnya dengan situasi dan kondisi keamanan negara kita yang masih belum stabil menyebabkan pembeli/customer tidak memiliki power yang secara langsung dapat mempengaruhi harga. Dengan kata lain berapapun premi yang ditawarkan oleh pihak asuransi, maka sepanjang customer itu sangat memerlukannya maka tetap akan dibayar juga. Meskipun demikian, tersedianya barang substitusi yang dapat diperoleh sebagai salah satu alternatif pemilihan seperti yang telah disebutkan diatas dan juga adanya jenis asuransi lainnya seperti asuransi jiwa, meyebabkan industri asuransi kerugian harus berhati-hati, karena konsumen lebih jeli untuk memilih jenis produk/jasa yang akan memberikan keuntungan baginya, minimal dapat mengembalikan nilai assetnya yang tertimpa musibah tersebut. [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 35

18 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsumen industri asuransi kerugian sebenarnya mempunyai power yang cukup kuat dalam menentukan jumlah premi. e. Bargaining Power of Suppliers Industri asuransi pada umumnya bersifat jasa, sehingga sangat membutuhkan sumber daya manusia sebagai tenaga kerjanya. Sumber daya manusia di sini peranannya sangat besar sekalidan akan memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam peningkatan jumlah premi dari perusahaan asuransi tersebut. Hal ini menurunkan bargaining power yang dimiliki oleh industri asuransi terhadap tenaga kerjanya. Sebaliknya, bila dilihat dari sisi tenaga kerja, para tenaga kerja tersebut memilki power yang kuat terhadap industri asuransi Nature Bisnis Asuransi Kerugian Untuk dapat mengetahui nature usaha asuransi kerugian, berikut adalah hasil rangkuman informasi dari situs : dan Asuransi kerugian merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi. Dengan kata lain asuransi kerugian merupakan suatu mekanisme pemindahan resiko dari tertanggung (nasabah) kepada penanggung (pihak asuransi). Dengan sejumlah premi yang pasti, tertanggung terbebas dari ketidakpastian kerugian yang mungkin akan diderita. Tertanggung adalah orang atau individu atau badan hukum yang memiliki kepentingan keuangan terhadap barang/properti yang dipertanggungkan sehingga ia memiliki hak untuk memberli proteksi asuransi. Penanggung adalah perusahaan asuransi yang akan memberikan ganti rugi kepada Tertanggung atas kerugian yang dideritanya sesuai dengan polis yang diterbitkannya. Polis merupakan dokumen yang berisi kesepakatan antara pihak tertanggung dan penanggung (pihak asuransi) berkenaan dengan resiko yang hendak Hlm : 36 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

19 dipertanggungkan. Polis adalah bukti perjanjian penutupan asuransi tersebut. a. Premi Asuransi Premi asuransi adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh tertanggung guna mendapatkan perlindungan atas obyek yang dipertanggungkan. Besarnya suku premi biasanya ditetapkan dengan memperhatikan komponen di bawah ini : - Jenis asuransi, misalnya okupasi serta peluang terjadinya resiko; - Resiko yang dijamin, misalnya resiko standar atau resiko perluasan; - Biaya administrasi yang harus dikeluarkan; - Keuntungan yang diharapkan. Besarnya premi biasanya dihitung dengan mengalikan suku premi (biasanya dalam bentuk prosentase) dengan harga pertanggungan. Perhitungannya adalah : Premi = tarif x harga pertanggungan b. Harga Pertanggungan Harga Pertanggungan (HP) atau Total Sum Insured (TSI) adalah jumlah uang pertanggungan yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan : - Batas maksimal tanggung jawab pihak penanggung terhadap kerugian finansial yang tertanggung alami sebagai akibat dari terjadinya musibah atas kepentingan yang diasuransikan. - Besar premi asuransi yang akan dibayarkan oleh tertanggung. Bagaimana penentuan besarnya HP? [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 37

20 - Ditentukan oleh tertanggung sendiri, mengingat tertanggung lebihmengetahui nilai sebenarnya dari harta benda atau kepentingan yang akan diasuransikan. - Penanggung (pihak asuransi) tidak berhak menentukan besarnya jumlah pertanggungan karena penanggung (pihak asuransi) bukanlah badan penilai (appraiser). Penanggung dapat memberikan rekomendasi mengenai nilai harta benda tersebut sesuai dengan apa yang diketahui. Pertanggungan di bawah harga (Under insurance) Kondisi demikian terjadi bila jumlah uang pertanggungan lebih kecil daripada nilai harta benda yang sebenarnya. Pertanggungan seperti ini akan merugikan tertanggung sendiri, terutama pada saat terjadi klaim. Untuk mengantisipasi pengaruh inflasi, pihak asuransi biasanya menyarankan agar TSI yang normal dinaikkan sebesar 2-5%. Pertanggungan di atas harga (Over insurance) Kondisi demikian terjadi bila jumlah uang pertanggungan lebih besar daripada nilai harta benda yang sebenarnya. Bila terjadi kecelakaan sehingga mengalami kerugian total (total loss). Maksimum penggantian yang tertanggung terima dari pihak asuransi adalah sesuai dengan harga pasar yang sebenarnya atau tidak lebih dari 100 juta rupiah. Hal ini sesuai dengan prinsip indemnitas yaitu pemberitaan ganti rugi sesuai dengan kerugian yang benar-benar tertanggung derita. c. Penggantian Kerugian Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan kerugian maka penanggung akan memberi ganti rugi kepada tertanggung sesuai dengan prinsip indemnity (indemnitas). Namun demikian, tertanggung tidak berhak memperoleh ganti rugi lebih besar daripada kerugian yang diderita. Metode pembayaran/pengganti kerugian bervariasi tergantung dari kerugian yang diderita oleh tertanggung. Jenisnya antara lain: Hlm : 38 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

21 - Tunai (cash), misalnya dalam asuransi kecelakaan diri, atau biaya perbaikan kendaraan yang rusak akibat kecelakaan; - Perbaikan (repair), misalnya bengkel mobil rekanan asuransi; - Reinstate, misalnya membangun kembali bangunan yang rusak akibat kerugian; - Mengganti (replace), misalnya untuk mesin-mesin, atau berlaku juga pada asuransi mobil. d. Subrogation Prinsip subrogation (perwalian) ini berkaitan dengan suatu keadaan dimana kerugian yang dialami tertanggung merupakan akibat dari kesalahan pihak ketiga (orang lain). Prinsip ini memberikan hak perwalian kepada penanggung oleh tertanggung jika melibatkan pihak ketiga. Dengan kata lain, apabila tertanggung menagalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka XYZ, setelah memberikan ganti rugi kepada tertanggung, akan mengganti kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut. Mekanisme aplikasi subrogasi : - Tertanggung harus memilih salah satu sumber penggantian kerugian, dari pihak ketiga atau dari asuransi. - Kalau tertanggung sudah menerima penggantian kerugian dari pihak ketiga, ia tidak akan mendapatkan ganti rugi dari asuransi, kecuali jumlah penggantian dari pihak ketiga tersebut tidak sepenuhnya. - Kalau tertanggung sudah mendapatkan penggantian dari asuransi ia tidak boleh menuntut pihak ketiga. Karena hak menuntut tersebut sudah dilimpahkan ke perusahaan asuransi. e. Kontribusi Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila perusahaan asuransi telah membayar ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, maka perusahaan berhak menuntut perusahaan asuransi lain yang terlibat dalam obyek [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 39

22 tersebut untuk membayar bagian kerugian sesuai dengan prinsip kontribusi. f. Proximate Cause Dalam praktik asuransi, kadang-kadang sangat sulit menetapkan suatu peristiwa yang dianggap sebagai penyebab yang paling dominan atau paling efisien menimbulkan kerugian, karena sering terjadi peristiwanya tidak merupakan peristiwa tunggal (single perils), tetapi merupakan rangkaian peristiwa yang paling berkaitan sehingga sering terjadi kontroversi dan perdebatan dalam menetapkan kejadian utama penyebab kerugian. Prinsip proximate cause (kausa proksimal) dapat menjadi solusi untuk masalah ini. III. Faktor-faktor yang mendasari perbedaan antara PSAK No. 28 dengan Ketentuan Perpajakan yang Berlaku di Bidang Asuransi Kerugian 3.1 Perbedaan Tujuan Pelaporan Laba atau Penghasilan Bersih Tujuan pelaporan laba atau penghasilan bersih berdasarkan standar akuntansi keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut kinerja suatu organisasi usaha serta merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban manajemen atas sumberdaya sumberdaya yang telah dipercayakan kepada mereka. Sedangkan tujuan pelaporan laba atau penghasilan bersih menurut ketentuan perundangan perpajakan adalah untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak dan Pajak Penghasilan terutang yang terkait dengan penerimaan negara. 3.2 Perbedaan Konsep Laba atau Penghasilan Bersih Unsur yang berkaitan langsung dengan laba atau penghasilan bersih adalah penghasilan (income) dan beban (expenses) a. Konsep Penghasilan Dan Beban Menurut PSAK No. 28 Hlm : 40 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

23 Salah satu karakteristik usaha asuransi kerugian adalah pihak tertanggung (pembeli asuransi) membayar premi asuransi terlebih dulu kepada perusahaan asuransi sebelum peristiwa yang menimbulkan kerugian yang diperjanjikan terjadi. Pembayaran premi tersebut merupakan pendapatan bagi perusahaan asuransi. Pengakuan pendapatan premi yang diterima oleh perusahaan asuransi melalui kontrak asuransi dan atau reasuransi adalah selama periode polis (kontrak) berdasarkan proporsi jumlah proteksi yang diberikan. Termasuk dalam pengertian pendapatan premi adalah ganti rugi atas klaim yang diterima oleh perusahaan asuransi sehubungan dengan kontrak asuransi yang ditutupnya, dan atau dengan melakukan kontrak reasuransi dengan asuradur lain atau reasuradur Sedangkan yang merupakan beban dalam usaha asuransi kerugian adalah beban klaim yang timbul sehubungan dengan terjadinya peristiwa kerugian atas obyek asuransi yang dipertanggungkan. Klaim meliputi : 1. Klaim yang disetujui (settled claims) 2. Klaim dalam proses penyelesaian (outstanding claims). 3. Klaim yang terjadi namun belum dilaporkan, dan 4. Beban penyelesaian klaim (claim settlement expense). Pengakuan sebagai beban klaim pada saat timbulnya kewajiban untuk memenuhi klaim. Besarnya jumlah klaim dalam proses penyelesaian, termasuk klaim yang terjadi namun belum dilaporkan, ditentukan berdasarkan estimasi kewajiban klaim. Apabila terjadi perubahan estimasi klaim sehingga berbeda dengan klaim yang dibayarkan, setelah proses penelaahan lebih lanjut, maka diakui dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya perubahan. Hak subrogasi diakui sebagai pengurang beban klaim pada saat realisasi. Subrogasi berkaitan dengan suatu keadaan dimana kerugian yang dialami tertanggung merupakan akibat dari kesalahan pihak ketiga (orang lain). Prinsip ini memberikan hak perwalia kepada penanggung oleh tertanggung jika melibatkan pihak ketiga. Dengan kata lain, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka perusahaan [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 41

24 asuransi sebagai penanggung, setelah memberikan ganti rugi kepada tertanggung, akan mengganti kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut. b. Konsep Penghasilan dan Beban menurut Ketentuan Perpajakan Penghasilan adalah obyek pajak penghasilan. Pasal 4 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2000 memberikan definisi penghasilan secara luas. Hal ini sesuai dengan konsep world wide income yang dianut ketentuan perpajakan dalam mendefinisikan penghasilan. Berkaitan dengan perusahaan asuransi kerugian, ketentuan perpajakan tidak memberikan suatu definisi khusus terhadap pengertian penghasilan dalam industri ini. Secara spesifik Pasal 4 ayat (1) huruf n UU PPh, menebutkan bahwa termasuk dalam pengertian pendapatan premi asuransi adalah premi asuransi dan premi reasuransi. Dalam hal perusahaan asuransi menerima premi asuransi yang dibayar sekaligus oleh pemegang polis berkenaan dengan peride pertanggungan yang lebih dari 1 (satu) tahun pengakuan penghasilannya dikaitkan dengan metode pembukuan yang dianut Wajib Pajak : Apabila metode pembukuan yang digunakan Wajib Pajak adalah stesel akrual, maka pengakuan penghasilan atas premi asuransi tersebut dialokasikan secara proposional ketahun-tahun yang meliputi periode pertanggung tersebut. Apabila metode pembukuan yang digunakan Wajib Pajak adalah stelsel kas/stelsel campuran maka pengakuan penghasilannya adalah : - Dalam hal premi asuransi tersebut diterima dimuka, maka diakui pada saat premi tersebut diterima. - Dalam hal premi asuransi diterima setelah masa pertanggungan maka premi tersebut dialokasikan selama masa pertanggungan. Beban atau biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU No. 17 Tahun Pasal 9 Hlm : 42 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

25 ayat (1) huruf c UU PPh memperbolehkan perusahaan asuransi kerugian untuk membentuk cadangan kerugian piutang yang dapat dibebankan sebagai biaya. Pelaksanaan peraturan ini adalah Keputusan Menteri Keuangan No.80/KMK.04/1995 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE- 20/PJ.4/1995 yang mengatur mengenai pembentukan cadangan bagi perusahaan asuransi kerugian. Berbeda dengan asuransi jiwa, dalam asuransi kerugian terdapat 2 (dua) macam cadangan kerugian yang boleh dibebankan sebagai biaya, yaitu : cadangan premi dan cadangan klaim. Cadangan premi berasal dari jumlah premi yang diterima lebih dahulu atau dalam bahasa akuntansinya merupakan jumlah premi yang belum merupakan pendapatan (unearned premium). Besarnya cadangan premi adalah 40% dari jumlah premi asuransi tanggungan sendiri yang merupakan obyek Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berikutnya. Penentuan besaran 40% mungkin karena adanya konsep normal penghitungan penghasilan netto (NPPN). Dalam hal ini 60% dari jumlah premi asuransi tanggungan sendiri merupakan pendapatan premi yang diakui dalam tahun pajak berjalan. Sedangkan pengakuan pendapatan yang merupakan cadangan permi dalam tahun tersebut ditunda pengakuan pendapatannya sampai dengan tahun pajak berikutnya. Untuk lebih jelasnya akan diberikan contoh sebagai berikut : Pada tahun 2009 Premi asuransi tanggungan sendiri Rp ,- Cadangan premi yang dapat menjadi beban Rp ,- (=40% x Rp ,-) Sisanya yang 60% dari Rp ,- yaitu sebesar Rp ,- merupakan penghasilan kena pajak tahun [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 43

26 Pada tahun 2010 Premi asuransi tanggungan sendiri Rp ,- Cadangan premi yang dapat menjadi beban Rp ,- (= 40% x Rp ,-) Penghasilan kena pajak adalah : Pendapatan premi (obyek PPh ) ditambah cadangan premi yang dibebankan tahun 95 sebesar Rp ,- Cadangan klaim yang dibentuk oleh perusahaan asuransi kerugian adalah untuk menutup klaim asuransi yang sudah dilaporkan akan tetapi penghitungan dan atau pembayaran klaim tersebut masih dalam proses. Besarnya jumlah cadangan klaim tersebut ditetapkan sebesar perkiraan penghitungan klaim yang akan dibayar sesuai dengan penghitungan perusahaan asuransi yang bersangkutan. Untuk klaim klaim yang kemungkinan akan diajukan tetapi belum dilaporkan oleh tertanggung (incurred but not reported atau IBNR) tidak dapat dibentuk cadangan klaimnya. Untuk lebih jelasnya akan diberikan contoh sebagai berikut Tahun 2009 Cadangan klaim Rp ,- Dengan perincian sebagai berikut : - Klaim yang sudah selesai diproses ( besarnya kerugian serta Klaim yang akan dibayarkan telah dihitung dan disetujui oleh Kedua belah pihak ) namun belum dilakukan pembayarannya Rp ,- - Klaim yang belum selesai diproses ( sudah dilaporkan oleh Tertanggung tetapi jumlah klaimnya sedang dalam proses Rp ,- Hlm : 44 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

27 - Klaim yang berhubungan dengan adanya peristiwa yang telah terjadi dan diumumkan dikoran atau informasi lainnya akan tetapi belum dilaporkan (IBNR) oleh tertanggung Rp ,- Berdasarkan ketentuan diatas, maka perusahaan asuransi kerugian tersebut secara fiskal dapat membebankan cadangan klaim sebagai biaya dalam tahun pajak 1995 sebesar Rp 15 miliar yaitu Rp 10 miliar ditambah Rp 5 miliar. IV. Perbedaan PSAK No. 28 dengan Ketentuan Perpajakan yang Berlaku di Bidang Asuransi Kerugian Pembahasan berikut ini lebih merupakan rangkuman dari hal hal apa saja yang membedakan PSAK No. 28 dengan ketentuan perpajakan yang berlaku dibidang asuransi kerugian. 4.1 Perbedaan Konsep dan Penyajian Pendapatan Pada dasarnya baik PSAK No. 28 maupun ketentuan perpajakan khususnya pasal 4 ayat (1) huruf n UU No. 17 Tahun 2000 mempunyai persamaan dalam hal pengakuan pendapatan premi asuransi. Dimana Pengakuan pendapatan dilakukan selama periode polis (kontrak) secara konsep dan penyajiannya, terdapat perbedaan antara dua ketentuan tersebut. Yaitu sebagai berikut : Konsep Pendapatan Tabel 3. Perbedaan Konsep dan Penyajian Pendapatan. UNSUR PSAK 28 Ketentuan perpajakan Pendapatan premi adalah pembayaran premi dari pihak tertanggung selama dahulu periodepo lis. Sedangkan premium) unearned premium atau pada premi yang belum merupakan pendapatan adalah bagian dari premi yang belum diakui sebagai Pengertian pendapatan yang diterima lebih (unearned mengacu metode pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak, yaitu stelsel akrual atau stelsel kas. [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 45

28 Penyajian pendapatan pendapatan karena masa pertanggungannya masih berjalan pada akhir periode akuntansi Pendapatan premi disajikan sedemikian rupa sehingga menunjukkan jumlah premi bruto, premi reasuransi, dan kenaikan (penurunan) premi yang belum merupakan pendapatan. Premi reasuransi disajikan sebagai pengurang premi bruto Pendapatan premi adalah premi asuransi dan premi reasuransi. 4.2 Perbedaan Konsep Beban PSAK No. 28 hanya mengatur mengenai klaim asuransi, sedangkan ketentuan perpajakan tidak mengatur cara eksplisit mengenai beban klaim sebagaimana yang diatur secara akuntansi. Ketentuan perpajakan yang khusus berkaitan dengan usaha asuransi kerugian hanya pembentukan dana cadangan kerugian yang boleh dibebankan sebagai biaya. Perbedaan antara dua ketentuan tersebut adalah : Tabel 3. Perbedaan konsep beban PSAK No. 28 Beban klaim meliputi : 1. Klaim yang disetujui. 2. Klaim dalam proses penyelesaian. 3. Klaim yang terjadi namun belum dilaporkan. 4. Beban penyelesaian. KETENTUAN PERPAJAKAN Cadangan yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah : 1. Biaya cadangan premi. 2. Biaya klaim, tidak termasuk di dalamya adalah klaim-klaim yang mungkin akan diajukan namun belum dilaporkan oleh Hlm : 46 [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ]

29 Pengakuan beban klaim ini pada saat timbulnya kewajiban untuk memenuhi klaim. Hak subrogasi diakui sebagai pengurang beban klaim pada saat realisasi. tertanggung ( IBNR ). V. Kesimpulan Secara umum perbedaan antara standar akuntansi keuangan dengan ketentuan perpajakan dalam menghitung laba atau penghasilan bersih tidak akan terhindarkan. Harmonisasi dua ketentuan tersebut nyaris tidak tercapai, dikarenakan perbedaan mendasar dari dua ketentuan tersebut yaitu : konsep dan tujuan pelaporannya. Secara khusus, perhitungan laba atau penghasilan bersih dalam usaha asuransi kerugian juga berbeda antara PSAK No. 28 dengan ketentuan perpajakan yang terkait. Perbedaan perbedaan tersebut adalah : 1. Pendapatan premi yang diterima terlebih dahulu (unearned premium). Secara akuntansi, pendapatan premi yang diterima terlebih dahulu belum diakui sebagai pendapatan karena masa pertanggungannya masih berjalan pada akhir periode akuntansi. Sedangkan ketentuan perpajakan, pengertian pendapatan premi yang diterima terlebih dahulu mengacu pada metode pembukuan Wajib Pajak (stelsel kas atau akrual). 2. PSAK No. 28 tidak membedakan antara biaya cadangan premi dengan biaya cadangan klaim. Biaya cadangan kerugian piutang dilakukan sesuai dengan ketentuan pernyataan standar dalam Kerangka Dasar dan Penyusunan Laboran Leuangan paragraf 37. Beban yang dimaksudkan dalam PSAK No. 28 adalah beban klaim yang meliputi : klaim yang disetujui (settled claims), klaim dalam proses penyelesaian (outstanding claims), klaim yang terjadi namun belum dilaporkan, dan [Perbandingan Ketentuan Perpajakan ] Hlm : 47

TRANSLATED. PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 28 (revisi 1996) AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN PENDAHULUAN

TRANSLATED. PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 28 (revisi 1996) AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN PENDAHULUAN TRANSLATED PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 28 (revisi 1996) AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN PENDAHULUAN 01 Industri asuransi berkembang selaras dengan perkembangan dunia usaha pada umumnya. Kehadiran

Lebih terperinci

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan PERPAJAKAN II Modul ke: Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 28 SAK merupakan pedoman pokok dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi perusahaan, dana pensiun dan unit ekonomi lainnya

Lebih terperinci

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Penghitungan PPh diakhir tahun bagi WP Badan didasarkan atas LK Fiskal (Laba Rugi Fiskal) Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan

Lebih terperinci

AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN

AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN PSAK No. (revisi ) Desember EXPOSURE DRAFT EXPOSURE DRAFT PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN Exposure draft ini dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Tanggapan

Lebih terperinci

01. Tujuan Pernyataan ini adalah melengkapi pengaturan dalam PSAK 62: Kontrak Asuransi.

01. Tujuan Pernyataan ini adalah melengkapi pengaturan dalam PSAK 62: Kontrak Asuransi. Berikut adalah isi dari PSAK 28 Revisi 2012 dan PSAK 36 Revisi 2012 berikut Dasar Kesimpulan yang disadur dari website IAI: www.iaiglobal.or.id. PT Padma Radya Aktuaria tidak bertanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai

Lebih terperinci

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17/2000 adalah setiap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Aktiva Tetap 1. Pengertian Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam kedaan siap dipakai atau dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan,

Lebih terperinci

Buletin Teknis ini bukan bagian dari Standar Akuntansi Keuangan.

Buletin Teknis ini bukan bagian dari Standar Akuntansi Keuangan. EXPOSURE DRAFT BULETIN TEKNIS 8 DIKELUARKAN OLEH KONTRAK ASURANSI DEWAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN IKATAN AKUNTAN INDONESIA TANGGAL 19 OKTOBER 2012 Buletin Teknis ini bukan bagian dari Standar Akuntansi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Pengungkapan dalam Laporan Keuangan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur industri asuransi,

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Pengungkapan dalam Laporan Keuangan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur industri asuransi, BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Pengungkapan dalam Laporan Keuangan Seperti yang kita ketahui sebelumnya konvergensi IFRS hanya terdapat dua Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur industri

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Pajak merupakan salah satu pungutan negara terhadap rakyatnya. Pada hakekatnya, pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta Wajib

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan 5.1 Pengertian PPh Badan PPh Badan yaitu pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima badan usaha

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perhitungan Laba Rugi Secara Komersial Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel

BAB II LANDASAN TEORI. termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel BAB II LANDASAN TEORI A. Asuransi 1. Pengertian Asuransi Pengertian Asuransi memiliki banyak pengertian, namun secara umum substansi yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN BULANAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN BULANAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN BULANAN LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA -- I. TUJUAN PELAPORAN Laporan Keuangan Bulanan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang disusun menurut sistematika yang ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan, kehilangan atau resiko lainnya. Oleh karena itu setiap resiko yang

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan, kehilangan atau resiko lainnya. Oleh karena itu setiap resiko yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Resiko di masa datang dapat terjadi terhadap kehidupan seseorang misalnya kematian, sakit, atau resiko dipecat dari pekerjaannya. Dalam dunia bisnis, resiko

Lebih terperinci

RUGI LABA BIAYA FISKAL

RUGI LABA BIAYA FISKAL RUGI LABA BIAYA FISKAL BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN (PASAL 9) Pengeluaran untuk pemegang saham atau pihak yang memillki hubungan istimewa beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. beban underwriting ada baiknya terlebih dahulu mengetahui kebijakan akuntansi yang

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. beban underwriting ada baiknya terlebih dahulu mengetahui kebijakan akuntansi yang BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk melanjutkan pembahasan mengenai analisa pengakuan pendapatan dan beban underwriting ada baiknya terlebih dahulu mengetahui kebijakan akuntansi yang diterapkan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN IV.1 Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan Perlakuan Akuntansi SAK ETAP Setelah mendapatkan gambaran detail mengenai objek penelitian, yaitu PT Aman Investama.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9 BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9 a. PEMBAGIAN LABA DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN SEPERTI DIVIDEN, TERMASUK DIVIDEN YANG DIBAYARKAN OLEH PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rekonsiliasi Fiskal 4.2 Analisis Pendapatan pada Laporan Laba-Rugi PT Asuransi Jiwa Bringin Life

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rekonsiliasi Fiskal 4.2 Analisis Pendapatan pada Laporan Laba-Rugi PT Asuransi Jiwa Bringin Life BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rekonsiliasi Fiskal Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT OTORITAS JASA KEUANGAN 2013 -1- PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT PROFIL PERUSAHAAN A. Data Perusahaan 1. Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Kemudian dalam

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Kemudian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri perusahaan asuransi di Indonesia sangat membantu pemerintah dalam menanggulangi risiko yang dihadapi oleh masyarakat setiap saat, kemudian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Perusahaan Dalam Menghitung Penyusutan. 1. Dasar Penyusutan Masing Masing Aktiva dan Metode Penyusutan Yang Digunakan Oleh Perusahaan Setiap aktiva yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi bahwa, Undang Undang No.17 tahun 2012 tentang Perkoperasian menyatakan Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan

Lebih terperinci

Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban)

Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban) Akuntansi Pajak Atas Liabilitas (Kewajiban) Klasifikasi kewajiban dan aspek perpajakannya Beban Bunga Pinjaman Pembebasan utang Akuntansi Pajak Atas Ekuitas Investasi jangka pendek dan jangka panjang Bentuk

Lebih terperinci

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati Abstrak Perbedaan antara laba menurut akuntansi dengan laba menurut pajak, untuk mengatasi perbedaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Manfaat Manajemen Keuangan Dalam Perusahaan. Manajemen Keuangan merupakan salah satu fungsi yang penting (strategik) bagi keberhasilan perusahaan. Hampir semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian asuransi menurut UU RI No.2 Tahun 1992, seperti yang dikutip

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian asuransi menurut UU RI No.2 Tahun 1992, seperti yang dikutip BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Asuransi Pengertian asuransi menurut UU RI No.2 Tahun 1992, seperti yang dikutip Darmawi (2000 : 4) adalah: Perjanjian antara dua pihak atau lebih

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) Maupun keuntungan ( gain ). Definisi penghasilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA PSAK 28: Akuntansi Asuransi Kerugian (Revisi 2012) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA PSAK 28: Akuntansi Asuransi Kerugian (Revisi 2012) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 bertujuan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 PSAK 28: Akuntansi Asuransi Kerugian (Revisi 2012) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 bertujuan untuk mengatur bagaimana perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk IV.1 Laba Rugi Secara Komersial Keuntungan (laba) atau kerugian adalah salah satu tolak ukur

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO)

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO) BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO) Perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB III METODOLOGI ANALISIS 59 BAB III METODOLOGI ANALISIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembahasan tesis ini, didasarkan pada langkah-langkah pemikiran sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi objek pajak perusahaan dan menganalisis proses

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA Gambaran Umum Perusahaan PT. Sehat Sukses Sentosa

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA Gambaran Umum Perusahaan PT. Sehat Sukses Sentosa BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1. PENYAJIAN DATA 4.1.1. Gambaran Umum Perusahaan PT. Sehat Sukses Sentosa PT. Sehat Sukses Sentosa merupakan subjek pajak yang telah didaftar dan memiliki Nomor Pokok

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman inilah diharapkan muncul kesadaran

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Proses Bisnis Asuransi Kerugian Proses Bisnis Asuransi Kerugian Secara Umum

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Proses Bisnis Asuransi Kerugian Proses Bisnis Asuransi Kerugian Secara Umum BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proses Bisnis Asuransi Kerugian 4.1.1 Proses Bisnis Asuransi Kerugian Secara Umum Pada subbab ini penulis akan membahas mengenai bagaimana suatu perusahaan asuransi kerugian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak Salah satu sumber penerimaan negara yang paling potensial untuk membiayai pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK

KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK Jurnal Akuntansi FE Unsil, Vol. 3, No. 2, 2008 ISSN : 1907-9958 KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK Hiras Pasaribu (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1. Dasar Perpajakan II.1.1. Definisi dan Fungsi Pajak Definisi atau pengertian pajak yang mengacu pada pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.05/2017

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.05/2017 LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.05/2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN CADANGAN TEKNIS BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI - 1 - PEDOMAN PEMBENTUKAN CADANGAN TEKNIS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan kepada istilah asuransi. Dimana secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan yang lainnya. Hal

Lebih terperinci

DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL TAHUN PAJAK 2 0 NPWP : NAMA WAJIB PAJAK : BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$)

DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL TAHUN PAJAK 2 0 NPWP : NAMA WAJIB PAJAK : BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$) 2 0 DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL 1B KELOMPOK / JENIS HARTA BULAN / TAHUN PEROLEHAN HARGA PEROLEHAN (US$) NILAI SISA BUKU FISKAL AWAL TAHUN PENYUSUTAN / AMORTISASI KOMERSIAL METODE HARTA BERWUJUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus disajikan pada akhir periode untuk disampaikan kepada pihak manajemen. Laporan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.010/2011 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH Peraturan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai isinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam bahasa Belanda kata asuransi disebut Assurantie yang terdiri dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam bahasa Belanda kata asuransi disebut Assurantie yang terdiri dari BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Umum Asuransi Dalam bahasa Belanda kata asuransi disebut Assurantie yang terdiri dari kata Assurandeur yang berarti penanggung dan Geassurreerde

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan jasa yang ditawarkan

BAB II LANDASAN TEORI. perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan jasa yang ditawarkan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Penjualan II.1.1. Definisi Penjualan Penjualan secara umum memiliki pengertian kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang mengajak orang lain untuk membeli barang dan

Lebih terperinci

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. HAKIKAT REKONSILIASI Pelaksanaan pembukuan berdasar kebijakan akuntansi perusahaan menyimpang dari ketentuan perpajakan. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. Penyesuaian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Penyusunan laporan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan dan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Administrasi Pajak Bisnis Asuransi

Administrasi Pajak Bisnis Asuransi Administrasi Pajak Bisnis Asuransi Disadur dari Buku Panduan Pajak 2010-2011 yang diterbitkan oleh Koperasi Pegawai Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak Asuransi atau pertanggungan adalah Perjanjian antara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Dana Pensiun Sesuai UU No. 11 tahun 1992, dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun Dalam PP No. 77 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar mengenai orang sakit

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar mengenai orang sakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar mengenai orang sakit atau terluka atau bahkan meninggal dunia karena suatu kecelakaan. Bangunan atau pabrik yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Sommerfeld, Anderson, dan Brok dalam Zain (2003:11) berikut ini. Pajak adalah pengalihan sumber dari sektor

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Manfaat Implementasi SAK ETAP Dengan mengimplementasikan SAK ETAP di dalam laporan keuangannya, maka CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian Pendapatan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian Pendapatan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Pendapatan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 23 Secara umum pendapatan dapat diartikan sebagai peningkatan penghasilan yang diperoleh perusahaan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan Di Indonesia, pajak atas penghasilan sudah dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu. Dimulai dari dikenalkannya Paten Recht

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 Tanggal 9 Nopember 1994 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk semua hak atau klaim atas uang, barang dan jasa. Bila kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk semua hak atau klaim atas uang, barang dan jasa. Bila kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PIUTANG USAHA 1. Pengertian Piutang Transaksi paling umum yang menciptakan piutang adalah penjualan barang dagang atau jasa secara kredit. Dalam arti luas piutang digunakan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Beban dan Pendapatan Perusahaan Langkah pertama yang dilakukan penulis adalah dengan melakukan koreksi fiskal atas laporan laba rugi perusahaan sesuai dengan undang-undang

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN CADANGAN TEKNIS BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN CADANGAN TEKNIS BAGI PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; dan 2. Direksi Perusahaan Reasuransi, di tempat. SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2016 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN CADANGAN TEKNIS BAGI PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 2007, UU PPh No. 36 Tahun 2008, UU KUP No. 28 Tahun objek objek ini dapat menjadi sumber data penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. 2007, UU PPh No. 36 Tahun 2008, UU KUP No. 28 Tahun objek objek ini dapat menjadi sumber data penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini mencakup mengenai rekonsiliasi laporan keuangan komersial ke laporan keuangan fiskal guna menghitung besarnya PPh badan yang terhutang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/PMK.010/2012 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/PMK.010/2012 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/PMK.010/2012 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Metode Pengakuan Pendapatan. menggunakan metode accrual basis dimana sumber utama dari

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Metode Pengakuan Pendapatan. menggunakan metode accrual basis dimana sumber utama dari 1 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Metode Pengakuan Pendapatan Kebijakan yang diterapkan oleh PT. Prudential Life Assurance dalam metode pengakuan pendapatan dan beban perusahaan yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Dasar Pengenaan Pajak dan cara menghitung Penghasilan Kena Pajak Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk Wajib Pajak dalam negeri,dan Badan Usaha Tetap (BUT)

Lebih terperinci

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2013 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN ASURANSI KERUGIAN DAN PERUSAHAAN REASURANSI

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2013 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN ASURANSI KERUGIAN DAN PERUSAHAAN REASURANSI LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/SEOJK.05/2013 TENTANG LAPORAN BULANAN PERUSAHAAN ASURANSI KERUGIAN DAN PERUSAHAAN REASURANSI YANG MENYELENGGARAKAN SELURUH USAHANYA DENGAN PRINSIP

Lebih terperinci

Pernyataan ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan melalui:

Pernyataan ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan melalui: 0 0 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. (REVISI ) PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN Paragraf-paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring (bold italic) adalah paragraf standar, yang harus dibaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia mengalami dampak memburuknya kondisi ekonomi, terutama karena depresiasi mata uang Rupiah terhadap mata uang asing,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Rasio Keuangan PT. Asuransi Ramayana Tbk

BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Rasio Keuangan PT. Asuransi Ramayana Tbk BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN 4.1 Analisis Rasio Keuangan PT. Asuransi Ramayana Tbk Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi penting bagi para pemakai laporan keuangan dalam rangka

Lebih terperinci

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN

PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PERSANDINGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PP 138 Tahun 2000 PP 94 Tahun 2010 Bab I Penghitungan Penghasilan Kena

Lebih terperinci

http://www.hadiborneo.wordpress.com/ PENGERTIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (CONSUMERS FINANCE) Lembaga pembiayaan konsumen (consumers finance) adalah suatu lembaga atau badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan

Lebih terperinci

TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 481/KMK.017/1999 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Peneltian pertama yang dilakukan oleh Karuniawati (2007) dengan objek penelitian yang dilakukan pada PT. Asuransi Jiwasraya. Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Piutang Banyak perusahaan menjual produknya secara kredit agar dapat meningkatkan volume penjualannya, sehingga penerimaan kas pun akan lebih meningkat. Penjualan kredit tidak

Lebih terperinci

Akuntansi Perusahaan Asuransi

Akuntansi Perusahaan Asuransi Akuntansi Perusahaan Asuransi Asti Aini Abstrak Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Pengertian Umum Pajak Definisi pajak menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH. dalam Resmi (2007) adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara

Lebih terperinci

PSAK 24 IMBALAN KERJA. Oleh: Kelompok 4 Listya Nindita Dicky Andriyanto

PSAK 24 IMBALAN KERJA. Oleh: Kelompok 4 Listya Nindita Dicky Andriyanto PSAK 24 IMBALAN KERJA Oleh: Kelompok 4 Listya Nindita 2015271115 Dicky Andriyanto 2015271116 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2016 I. PENDAHULUAN 1.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia,

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember Presiden Republik Indonesia, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1983 Tanggal 31 Desember 1983 Presiden Republik Indonesia, Menimbang: Bahwa pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf b dan

Lebih terperinci