ADSORPSI AMMONIUM (NH 4 + ) PADA ZEOLIT BERKARBON DAN ZEOLIT A YANG DISINTESIS DARI ABU DASAR BATUBARA PT. IPMOMI PAITON DENGAN METODE BATCH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ADSORPSI AMMONIUM (NH 4 + ) PADA ZEOLIT BERKARBON DAN ZEOLIT A YANG DISINTESIS DARI ABU DASAR BATUBARA PT. IPMOMI PAITON DENGAN METODE BATCH"

Transkripsi

1 ADSORPSI AMMONIUM (NH 4 + ) PADA ZEOLIT BERKARBON DAN ZEOLIT A YANG DISINTESIS DARI ABU DASAR BATUBARA PT. IPMOMI PAITON DENGAN METODE BATCH ABSTRAK Nurlailis Handayani *, Nurul Widiastuti, Ph.D 1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pada penelitian ini, telah berhasil disintesis zeolit A dari abu dasar batubara melalui metode peleburan, sedangkan zeolit berkarbon disintesis dengan metode hidrotermal langsung. Penelitian ini terfokus pada efektifitas penghilangan ion amonium yang diadsorp dari limbah sintetik amonium dengan menggunakan adsorben zeolit A dan zeolit berkarbon yang disintesis dari abu dasar. Studi adsorpsi ini mencakup variasi waktu, konsentrasi, ph serta mempelajari kinetika adsorpsi dan isotherm adsorpsinya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa zeolit A mampu mengadsorpi amonium hingga 0,9391 mg/g dengan konsentrasi 35 mg/l, pada ph 5 selama 240 menit. Sedangkan zeolit berkarbon mampu mengadsorpi amonium hingga 0,9789 mg/g dengan konsentrasi 35 mg/l, pada ph 6 selama 480 menit. Kinetika adsorpsinya mengikuti model dua semu untuk semua adsorben. Isotherm adsorpsinya yang terbaik untuk zeolit berkarbon mengikuti model Freundlich, sedangkan zeolit A yaitu mengikuti model Temkin. Kata kunci: Zeolit A, Zeolit berkarbon, Adsorpsi ammonium, Kinetik, Isotherm Pendahuluan Ammonium adalah bentuk ion dari ammonia yang dalam perairan merupakan pencemar utama dari limbah pembakaran batubara, limbah buangan pabrik pupuk pestisida dan limbah pertanian. Ammonium ini berkontribusi untuk pemercepat terjadinya eutrofikasi pada danau dan sungai, pengurangan konsumsi oksigen dan keracunan pada ikan dalam perairan (Wang, 2008). Ammonium dalam bentuk molekulnya (ammonia) lebih beracun dalam perairan. Menurut Winckins (1976) dalam Poernomo (1988) menyebutkan bahwa ammonia pada kadar 0,45 mg/l menghambat laju pertumbuhan 50%, sedang pada kadar 1,29 mg/l sudah membunuh beberapa jenis udang. Kadar antara 0,05 0,2 mg/l sudah cukup menghambat pertumbuhan hewan aquatik pada umumnya. Menurut Poernomo (1988), kisaran optimum yang disarankan untuk kadar ammonium pada budidaya udang ditambak adalah 0 mg/l. Bahkan menurut Sawyer (1994), ammonia bebas didalam air dengan konsentrasi diatas 0,2 mg/l dapat menyebabkan kematian pada beberapa jenis ikan. Untuk faktor keamanan, National Research Council Committee telah mengeluarkan rekomendasi bahwa tidak diijinkannya kandungan ammonia lebih dari 0,2 mg/l dalam badan air. * Corresponding author Phone : lailis@chem.its.ac.id 1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, Fak. MIPA,Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Namun baku mutu yang berlaku di Indonesia menurut PP No. 82 tahun 2001, bahwa batas maksimum kandungan ammonia dalam badan air kelas I adalah 0,5 mg/l. Sedangkan menurut KEPMEN LH No. 122 tahun 2004 tentang beban maksimum pencemaran limbah kegiatan industri khususnya adalah industri pupuk adalah 0,75 kg/ton untuk industri pupuk urea; 1,5 kg/ton untuk industri pupuk nitrogen lain dan 0,3 kg/ton untuk industri ammonia. Berbagai metode telah banyak dilakukan untuk menghilangkan ammonium ini antara lain melalui proses biologi seperti nitrifikasi/denitrifikasi yang mana ammonium dirubah secara biologi menjadi nitrit, nitrat dan akhirnya menjadi gas nitrogen. Cara lain yaitu dengan proses kimia-fisik seperti stripping, adsorbsi dan pertukaran ion (Metcalf dan Winkler, 1998). Metode pertukaran ion biasanya menggunakan resin organik, yang mana sangat selektif tetapi mahal. Sedangkan proses stripping membutuhkan biaya yang sangat tinggi dalam pengoperasiannnya. Disisi lain, proses adsorpsi merupakan cara yang sangat mudah dan biaya yang relatif rendah untuk menghilangkan ammonium didalam limbah. Disisi lain, adanya limbah pembakaran batu bara berupa abu dasar yang menumpuk, sedangkan komponen terbesar dari kandungan abu dasar yaitu oksida-oksida silikon, alumunium, besi dan kalsium dan komponen kimia dari abu dasar sebagian besar berfasa amorf, yaitu sekitar 66 sampai 88% berat. Sementara itu, fasa kristalin

2 utama adalah silika (SiO 2 ) dan Alumina (Al 2 O 3 ). Dengan komposisi kandungan tersebut, abu dasar memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai dasar pembuatan zeolit yang banyak digunakan sebagai penyaring molekul (molecular sieve), penukar kation serta katalis. Sintesis zeolit dari beberapa bahan abu yang mengandung Si dan Al telah banyak dilakukan sebelumnya (Hollman dkk, 1999, Hui dan Chao, 2006, Molina dan Poole, 2004, Chandrasekar dkk, 2006). Penelitian terdahulu telah dilakukan oleh Yanti (2009) dan Londar (2009) mempelajari beberapa metode dan variabel yang mempelajari kondisi optimum untuk sintesis zeolit A dan zeolit berkarbon dari abu dasar dengan metode peleburan yang diikuti oleh hidrotermal dan metode hidrotermal langsung. Hasil dari penelitian Yanti (2009), menyebutkan kondisi optimum untuk sintesis zeolit A dengan metode peleburan diikuti hidrotermal adalah dilakukan pada suhu 100 o C selama 12 jam. Sedangkan untuk sintesis zeolit berkarbon kondisi optimum yang dilaporkan Londar (2009) adalah dilakukan hidrotermal pada suhu 160 o C selama 24 jam. Metodologi Abu dasar batubara yang digunakan pada penelitian ini berasal dari PT. IPMOMI Paiton Probolinggo. Struktur kristal dan mineralogi dari abu dasar telah dianalisa pada penelitian sebelumnya yang menggunakan abu dasar yang sama dengan X-ray Diffraction (XRD) dan komposisi kimia dianalisa menggunakan analisa X-ray Fluoroscene (XRF)(Yanti, 2009). Sintesis Zeolit A dari abu dasar Pada penelitian ini, zeolit A disintesis dari abu dasar menggunakan metode peleburan diikuti kristalisasi hidrotermal (Yanti, 2009). Pertama, dilakukan penghilangan kandungan air dalam abu dasar. Abu dasar batubara ditaruh didalam cawan porselen dan dipanaskan pada suhu 105 ºC dalam oven listrik selama 12 jam dan didinginkan dalam desikator. Abu dasar dihaluskan dan diayak dengan ukuran 60 mesh. Kemudian abu dasar dicampur dengan NaOH halus dengan perbandingan massa NaOH/abu dasar = 1,2 ke dalam stainles steel krusibel hingga rata dan didiamkan selama 30 menit. Campuran kemudian dipanaskan pada suhu 750ºC selama 1 jam dalam muffle furnace. Setelah peleburan, campuran didinginkan, digerus dan dibuat suspensi dengan penambahan 12 air deionisasi ml/g, campuran hasil peleburan diikuti oleh pengadukan dengan laju sekitar 600 rpm dan pemeraman (aging) selama 2 jam dalam botol polietilen pada suhu kamar. Selanjutnya campuran yang telah diperam tersebut disaring dan diambil supernatannya sebagai larutan sumber Si dan Al. Residu dicuci dengan aquades sampai ph 9. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yanti, 2009 diketahui kandungan Si, Al dan Na dari supernatan. Dari hasil tersebut dibuat slurry berkomposisi molar relatif 3,165 Na 2 O : Al 2 O 3 : 1,926 SiO 2 : 128 H 2 O dengan penambahan larutan NaAl O-NaOH sebagai sumber Al untuk 2 mengatur rasio molar Si/Al yang sesuai untuk sintesis zeolit A. Campuran (slurry) dan residu dimasukkan dalam autoklaf stainless steel yang tertutup rapat untuk kristalisasi hidrotermal pada suhu 100 C selama 12 jam. Setelah perlakuan hidrotermal, padatan hasil kristalisasi dipisahkan dari filtratnya, dicuci dengan air destilat sampai ph 9-10 dan dikeringkan pada suhu 105 C selama 24 jam kemudian ditimbang. Zeolit hasil sintesis dikarakterisasi dengan difraksi sinar-x (XRD) untuk mengidentifikasi fasa kristal serta kristalinitasnya dan morfologi permukaan ditentukan dengan SEM. Sintesis zeolit berkarbon dari abu dasar Zeolit berkarbon disintesis dari abu dasar menggunakan metode hidrotermal langsung. Kandungan karbon yang hilang ditambahkan kembali pada proses hidrotermal dengan penambahan karbon aktif sebanyak karbon total yang hilang akibat pembakaran sisa karbon dan pemanasan suhu tinggi (Londar dkk, 2009). Pertama, dilakukan penghilangan kandungan air dalam abu dasar. Abu dasar batubara dipanaskan pada suhu 105 ºC dalam oven listrik selama 12 jam dan didinginkan dalam desikator. Abu dasar dihaluskan dan diayak dengan ukuran 60 mesh. Selanjutnya dilakukan penghilangan karbon dalam abu dasar dengan cara kalsinasi pada suhu 800 ºC selama 4 jam dalam atmosfer udara dan didinginkan dalam desikator. Berat yang hilang akibat proses pemanasan ini dihitung sebagai LOI (loss of ignition). Berat yang hilang (loss of ignition) dinyatakan sebagai prosen berat dengan menggunakan rumus: % LOI = x 100% (1) dengan m o = massa sebelum dikalsinasi dan m 1 = massa setelah dikalsinasi. Setelah tahap penghilangan karbon, abu dasar direaksikan dengan NaOH, bubuk NaAlO 2, karbon aktif sebanyak 11,5% (Londar dkk, 2009) dan air deionisasi hingga terbentuk perbandingan komposisi rasio molar 3,165 Na 2 O : Al 2 O 3 : 1,926 SiO 2 : 128 H 2 O. Campuran yang terbentuk kemudian di masukkan ke dalam reaktor hidrotermal yang sebelumnya telah diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam. Setelah itu reaktor ditutup rapat dan dipanaskan di dalam oven bersuhu 160 ºC selama 24 jam. Larutan

3 disaring dan endapan dicuci dengan air destilat hingga filtrat mencapai ph Sampel kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C selama 12 jam. Selanjutnya sampel dikarakterisasi dengan XRD dan SEM. Zeolit berkarbon hasil sintesis ini kemudian digunakan sebagai bahan adsorben untuk ion ammonium. Studi Adsorpsi Untuk menentukan waktu setimbang dilakukan prosedur percobaan sebagai berikut. Pertama, erlenmeyer disiapkan beberapa buah dan dimasukkan 50 ml larutan ammonium (NH + 4 ) dengan konsentrasi 10 mg/l. Kedalam masingmasing larutan dimasukkan adsorben sebanyak 0,5 g. Larutan diaduk dengan kecepatan pengadukan 300 rpm dengan waktu yang divariasi dari menit pada suhu ruang (32 o C). Untuk mempelajari efek dari konsentrasi awal dan adsorbsi isotherm, dilakukan variasi konsentrasi ammonium pada range 5-50 mg/l. Untuk menentukan ph optimum larutan terhadap proses adsorpsi ammonium (NH + 4 ), maka percobaan dilakukan dengan menambahkan adsorben sebanyak 0,5 g kedalam 50 ml larutan ammonium (NH + 4 ) dengan konsentrasi 10 mg/l. ph awal larutan divariasi dengan range ph 4-9. Pengaturan ph ini dengan penambahan HCl 0,1 M dan NaOH 0,1 M. Larutan diaduk dengan kecepatan pengadukan 300 rpm selama jam 4 jam untuk zeolit A dan 8 jam untuk zeolit berkarbon pada suhu ruang (32 o C). Larutan disaring sampai jernih. Konsentrasi ammonium (NH + 4 ) yang tidak teradsorp diukur dengan alat Spektrofotometer UV-vis pada λ = 630 nm dengan menggunakan metode phenate (APHA, 1995). Morfologi adsorben sebelum dan setelah adsorpsi dilihat dengan menggunakan SEM. Banyaknya kontaminan yang diserap dari larutan dinyatakan sebagai kapasitas penghilangan ammonium tiap unit berat dari zeolit (q) yaitu: (2) Dimana, C o adalah konsentrasi awal ammonium (mg/l), C e konsentrasi kesetimbangan ammonium (mg/l), V adalah jumlah volume (L) dan m adalah massa zeolit (g). Efisiensi penghilangan ammonium dari larutan dihitung dari: (3) Analisa data kinetik dan isoterm adsorpsi Lima model kinetik digunakan dalam mengamati proses adsorpsi kontaminan kedalam adsorben yaitu orde satu semu, orde dua semu, Bangham, model difusi intra-partikel dan Elovich. Data diproses dan dicocokkan dengan persamaan kinetik. Pertama, orde satu semu adalah persamaan yang biasa digunakan untuk menggambarkan adsorpsi dan ditentukan dengan persamaan berikut: (4) Dimana q t (mg/g) adalah jumlah adsorbat yang diserap pada waktu t (min), q e (mg/g) adalah kapasitas adsorpsi kesetimbangan (mg/g), dan k f (min -1 ) adalah konstanta laju model orde satu semu(min -1 ). Persamaan dapat diintegrasi dengan memakai kondisi-kondisi batas q t = 0 pada t = 0 dan q t =q t pada t=t, persamaan menjadi: (5) Model orde dua semu dapat dinyatakan dalam bentuk : (6) dimana k s adalah konstanta laju model orde dua semu (dalam g/(mg min)). Setelah integrasi dan penggunaan kindisi-kondisi batas q t =0 pada t =0 dan q t =q t pada t=t, persamaan linier dapat diperoleh sebagai berikut : (7) Laju penyerapan awal, h (mg/g min) sedangkan t t 0 dapat didefinisikan sebagai berikut : (8) Laju adsorpsi awal (h), kapasitas adsorpsi kesetimbangan (q e ) dan konstanta orde dua semu k s dapat ditentukan secara eksperimen dari slope dan intersep plot dari t/q t versus t. Persamaan Bangham digunakan untuk mempelajari tahap waktu terjadinya sistem adsorpsi dan persamaannya digambarkan sebagai berikut: (9) Dimana C o adalah konsentrasi awal adsorbat dalam larutan (mg/l), V adalah volume larutan (ml), m adalah berat adsorben per liter larutan (g/l), q t (mg/g) adalah jumlah adsorbat yang tertinggal pada waktu t, dan α (<1) dan k o adalah tetap/konstan. Studi difusi intra partikel juga digunakan dalam studi kinetik ini. Rumus model intrapartikel dinyatakan sebagai berikut: (10) dimana k id adalah konstanta laju difusi intrapartikel. Sebuah plot q t versus t 1/2 akan didapatkan garis lurus dengan slope k id dan intersep C ketika mekanisme adsorpsi mengikuti proses difusi intra-partikel. Nilai intersep menandakan tentang ketebalan dari batas lapisan, yaitu luas intersep terbesar adalah efek batas lapisan. Persamaan Elovich berasumsi bahwa permukaan padat sesungguhnya adalah sepenuhnya heterogen. Persamaan Elovich dapat dinyatakan sebagai:

4 (11) Integrasi persamaan diatas dan penggunaan kondisi awal q t = 0 pada t = 0 dan q t =q t, akan kita peroleh model Elovich: (12) dimana α adalah laju adsorpsi awal (mg/(g min)) dan parameter β berhubungan dengan luas perrmukaan yang tertutup dan energi aktivasi (g/mg). Sedangkan pada isoterm adsorpsi terkarakterisasi oleh nilai konstanta tertentu yang menggambarkan karakteristik permukaan, afinitas dari adsorben dan kapasitas adsorpsi dari adsorben. Untuk menggambarkan kesetimbangan adsorpsi, persamaan isoterm yang bermacammacam telah digunakan seperti Langmuir, Freundlich dan model Tempkin. Parameter Langmuir ditentukan dengan rumus berikut (13) q max (mg/l) dan K (L/mg) adalah kapasitas monolayer yang dicapai pada konsentrasi tinggi dan konstanta kesetimbangan, berturut-turut. C e adalah konsentrasi kesetimbangan dalam larutan (mg/l) dan q menunjukkan jumlah yang diserap pada kesetimbangan (mg/g). (14) Parameter Freundlich ditentukan dengan rumus (15) K F dan 1/n menunjukkan faktor kapasitas Freundlich dan parameter intensitas Freundlich, berturut-turut. C e adalah konsentrasi kesetimbangan dalam larutan (mg/l) dan q menunjukkan jumlah yang diserap pada kesetimbangan (mg/g). (16) Model isoterm Tempkin menjelaskan tentang interaksi antara adsorben dengan adsorbatnya. Model ini menganggap adsorpsi pada semua molekul pada permukaan akan menurun linier dengan jumlah interaksi antara adsorbat dan adsorben dan adsorpsinya dikarakterisasi dengan energi sampai energinya maksimun. Parameter Tempkin ditentukan dengan rumus (17) Model liniernya yaitu (18) dimana (19) A adalah plot dari q e versus ln C e yang digunakan untuk menentukan konstanta isoterm K t dan B 1. C e adalah konsentrasi kesetimbangan dalam larutan (mg/l) dan q mewakili jumlah kesetimbangan adsorpsi (mg/g). K t adalah konstanta kesetimbangan (L/mol) yang cocok digunakan untuk energi ikatan maksimum dan konstanta B 1 berhubungan dengan bagian adsorpsi (Widiastuti dkk, 2009). Hasil dan diskusi Sintesis zeolit A dan zeolit berkarbon dari abu dasar Pada penelitian ini, zeolit A disintesis dari abu dasar dengan metode peleburan yang diikuti dengan kristalisasi hidrotermal. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Yanti (2009), diperoleh kondisi optimum pembuatan zeolit A pada kondisi hidrotermal pada suhu 100 o C selama 12 jam dengan peleburan pada atmosfer udara pada suhu 750 o C selama 1 jam. Kondisi tersebut digunakan dalam penelitian ini untuk mensintesis zeolit A dengan abu dasar. Metode peleburan yang diikuti dengan kristalisasi hidrotermal ini terdiri atas beberapa tahapan, yaitu peleburan atau biasa disebut dengan reaksi fusi, pelarutan Si dan Al serta proses hidrotermal atau kristalisasi. Selain itu pada penelitian ini dibahas juga sintesis zeolit berkarbon dari abu dasar PT IPMOMI Paiton. Metode yang digunakan adalah hidrotermal langsung dengan penambahan karbon aktif (Londar, 2009). Komposisi bahan dan kondisi pembuatan zeolit berkarbon pada penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian Londar (2009). Kondisi optimum yang diperoleh pada penelitian tersebut yang digunakan pada penelitian ini adalah kondisi hidrotermal pada suhu 160 o C selama 24 jam dengan kalsinasi abu dasar pada suhu 800 o C selama 4 jam. Kandungan karbon yang hilang ditambahkan kembali pada proses hidrotermal dengan penambahan karbon aktif sebanyak karbon total yang hilang akibat pembakaran sisa karbon dan pemanasan suhu tinggi. Pada tahap peleburan dalam sintesis zeolit A ini, prinsipnya adalah mereaksikan bahan dasar dengan basa alkali dimana pada penelitian ini abu dasar direaksikan dengan NaOH dan dilebur pada suhu yang tinggi yaitu 750 o C dalam stainles steel krusibel selama 1 jam. Menurut Querol (1997), aluminosilikat dalam abu dasar yang merupakan fasa amorf ini sangat reaktif terhadap alkali. Pada peleburan ini dihasilkan garam-garam aluminat dan silikat sebagai sumber Si dan Al untuk sintesis zeolit. Reaksi fusi yang terjadi antara komponen abu dasar SiO 2 dan Al 2 O 3 dengan NaOH adalah sebagai berikut; fusi 2NaOH(s) + Al 2 O 3 (s) 2NaAlO 2 (s) + H 2 O(g) 2NaOH(s) + SiO 2 (s) Na 2 SiO 3 (s) + H 2 O(g) 10NaOH(s) + 2SiO 2.3Al 2 O 3 (s) 2Na 2 SiO 3 (s) + 6NaAlO 2 (s) + O 2 (g) Reaksi ini dijelaskan oleh Ojha, dkk (2004) dalam reaksi fusi abu layang SiO 2 dan

5 Al 2 O 3 dengan NaOH didalam penelitiannya. Hasil yang didapatkan dari perlakuan alkali fusi ini adalah produk hasil fusi yang disebut massa fusi. Massa fusi yang didapatkan pada penelitian ini berupa padatan berwarna cokelat keabu-abuan yang telah berubah dari warna awalnya yang hitam. Perubahan warna ini dapat dilihat pada Gambar 4.1 yang menunjukkan bahwa komponen abu dasar dengan NaOH telah mengalami reaksi peleburan dan telah berubah struktur menjadi garam alkali, yaitu natrium silikat dan aluminum silikat. Setelah tahap peleburan dengan hasil natrium silikat dan natrium aluminumsilikat, tahap selanjutnya adalah melarutkan padatan leburan untuk mendapatkan ekstrak Si dan Al terlarut. Menurut Barrer (1982), zeolit dibuat dengan cara konvensional dari larutan gel silikat dan aluminasilikat. Pada penelitian untuk mendapatkan silikat dan aluminat terlarut, padatan leburan abu dasar yang mengandung garam natrium silikat dan natrium alumina silikat dihaluskan dan dilarutkan dalam aqua DM hingga konsentrasi NaOH sekitar 2M. Natrium silikat lebih mudah larut dalam air, sedangkan natrium aluminasilikat lebih mudah larut dalam larutan alkali. Campuran padatan ini di aduk selama 2 jam untuk mendapatkan campuran yang homogen dan sejumlah spesies Si dan Al yang terlarut. Proses pelarutan leburan abu dasar dengan air destilasi adalah sebagai berikut: Na 2 SiO 3 (s) + H 2 O(aq) Na 2 SiO 3 (aq) Na 2 AlSiO 4 (s) + H 2 O(aq) NaAl(OH) 4 (aq) Campuran yang didapatkan disaring dengan menggunakan kertas saring whatman no 41 dan corong buchner serta pompa vakum. Maka didapatkan residu serta filtrat. Filtrat yang didapatkan rata-rata sebesar 200 ml. Volume filtrat yang didapatkan tidak sama dengan volume air yang ditambahkan pada saat proses aging karena sebagian volume air tersebut terserap oleh padatan leburan selama proses. Filtrat yang didapat selanjutnya disebut ekstrak leburan yang mengandung spesies Si, Al dan Na yang akan digunakan sebagai gel awal (prekursor zeolit) pada proses selanjutnya yaitu perlakuan hidrotermal. Pada proses kristalisasi zeolit A, preparasi gel dilakukan dengan pengaturan komposisi molar relatif 3,165 Na 2 O : Al 2 O 3 : 1,926 SiO 2 : 128 H 2 O (Robson, 2001). Pengaturan komposisi molar ini juga dilakukan pada sintesis zeolit berkarbon. Bedanya, pada sintesis zeolit berkarbon ini ditambahkan sebanyak 11,5 % karbon aktif yang telah hilang akibat pembakaran sisa karbon dan pemanasan suhu tinggi. Sehingga akan dihasilkan campuran zeolit yang masih mengandung karbon abu dasar (zeolit berkarbon). Preparasi gel untuk sintesis zeolit A ini dari ekstrak leburan yang dicampur dengan larutan NaAlO 2 -NaOH sebagai sumber Al tambahannya sesuai dengan komposisi yang telah diatur diatas. Gel yang telah dipreparasi selanjutnya dikristalisasi menjadi kristal aluminosilikat (zeolit A) secara hidrotermal dalam autoklaf stainles steel. Penambahan residu ekstrak Si-Al juga dilakukan setelah penambahan NaAlO 2 untuk mendapatkan zeolit A dengan kuantitas yang besar guna diaplikasikan sebagai adsorben, karena jika ekstrak saja yang digunakan sebagai prekursor zeolit maka zeolit yang dihasilkan memang murni zeolit A seperti yang diteliti oleh Yanti (2009) namun kuantitasnya sangat sedikit sehingga biayanya cukup mahal untuk memperoleh zeolit A sebagai adsorben, maka dilakukan penambahan residu dari ekstrak Si-Al. Kristalisasi dilakukan pada suhu 100 C selama 12 jam. Seperti yang telah dilakukan oleh Yanti (2009) bahwa zeolit A dengan kapasitas tukar kation (KTK) terbesar telah berhasil disintesis dari abu dasar dengan suhu hidrotermal 100 C dan waktu hidrotermal 12 jam sehingga zeolit yang diperoleh diharapkan mampu menjadi adsorben yang efektif karena nilai KTK nya yang cukup tinggi. Sedangkan pada zeolit berkarbon, campuran yang terbentuk dari hasil perbandingan rasio molar diatas dan disertai penambahan karbon kemudian dimasukkan dalam botol polietilen dan diaduk dengan magnetik stirer selama 24 jam. Setelah itu campuran dimasukkan dalam reaktor hidrotermal dan ditutup rapat kemudian dipanaskan di dalam oven dengan suhu hidrotermal 160 o C selama 24 jam. Setelah itu, larutan disaring untuk memisahkan filtrat dan residu. Residu yang terbentuk berupa padatan yang kemudian dicuci dengan air destilat hingga filtrat ph Padatan hasil pencucian ini kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C selama 12 jam untuk menghilangkan kadar air dan menjaga agar tidak melebihi suhu hidrotermal kristalisasi dan tidak merusak fasa zeolit yang telah terbentuk. Proses kristalisasi yang berlangsung dapat ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut: NaOH(aq)+NaAl(OH) 4 (aq) + Na 2 SiO 3 (aq) SuhuKamar [Na x (AlO 2 ) y (SiO 2 ) z. NaOH. H 2 O](gel) Suhu 373,3 o C Na p [(AlO 2 ) p (SiO 2 ) q ]. h H 2 O (Kristal dalam suspensi) Ojha dkk. (2004) Zeolit hasil sintesis pada penelitian ini dianalisa menggunakan XRD dan SEM seperti dapat dilihat pada Gambar 1,2,3 dan 4. Pada Gambar 1. merupakan difraktogram hasil sintesis zeolit A. Hasil pencocokan puncak-puncak tersebut sesuai dengan Powder Diffraction File (PDF) yang diperoleh dari Data Base Joint

6 Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS) 1997 dengan nomor seri PDF sebagai standar terbentuknya zeolit A. Zeolit A yang terbentuk tipe zeolit LTA [Na 96 (AlO 2 ) 96 (SiO 2 ) H 2 O] dan memiliki sistem kristal kubik. Tipe zeolit A yang terbentuk serupa dengan zeolit A dari abu dasar melalui metode peleburan dan diikuti perlakuan hidrotermal yang dilaporkan oleh Yanti (2009) walaupun ada puncak zeolit Hidroksi-sodalit yang muncul pada 2θ = 13,9. Dengan demikian padatan yang terbentuk setelah perlakuan hidrotermal selama 12 jam merupakan zeolit fasa tunggal yaitu zeolit A. Gambar 3. Difraktogram hasil sintesis zeolit karbon (A = Analcim dan S = Sodalit) Gambar 1. Difraktogram sinar-x dari Zeolit A hasil sintesis Zeolit A ini juga dianalisa menggunakan SEM untuk mengetahui gambar morfologinya dan dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Mikrograf SEM hasil sintesis zeolit A (Yanti,2009). Dari mikrograf SEM diatas, terlihat bahwa bentuk zeolit A hasil sintesis adalah kubik. Gambar 3. menunjukkan tipe zeolit yang terbentuk adalah terutama tipe Analcim (PDF ) dan sejumlah Sodalit (PDF ). Sedangkan morfologi zeolit berkarbon hasil sintesis dapat dilihat pada Gambar 4. yang menunjukkan adanya bentuk persegi panjang atau balok yang dominan dan bentuk gumpalan bulat. Kedua zeolit hasil sintesis ini kemudian digunakan sebagai adsorben untuk adsorbsi ammonium. Gambar 4. Mikrograf SEM hasil sintesis zeolit berkarbon Studi Adsorpsi Penentuan waktu kontak optimum Variasi waktu dilakukan untuk menentukan waktu setimbang dari adsorpsi. Dimana waktu setimbang ini merupakan kondisi maksimum adsorben untuk menyerap ammonium (NH 4 + ). Efek waktu kontak ammonium (NH 4 + ) dengan zeolit berkarbon dan zeolit A ditunjukkan oleh Gambar 5. yang menunjukkan penghilangan ion ammonium (NH 4 + ) oleh zeolit A dan zeolit berkarbon yang cukup cepat mulai 15 menit pertama kemudian lajunya meningkat secara signifikan pada menit-menit berikutnya, hingga tercapai laju yang konstan pada 240 menit untuk zeolit A dan 480 menit untuk zeolit berkarbon. Hal ini terjadi karena banyak sisi adsorben yang kosong sehingga kecenderungan larutan untuk terserap ke adsorben semakin tinggi dengan bertambahnya waktu kontak hingga tercapai waktu kesetimbangan (Karadag, 2006). Selama waktu kesetimbangan tersebut, amonium berhasil teradsorp pada zeolit A dan zeolit berkarbon berturut-turut sebesar 0,9391 mg/g dan 0,9789

7 mg/g. Gambar 5. Hubungan waktu kontak (menit) dengan qe (mg/g). Kondisi proses: jumlah adsorben 0,5 gram, volume 50 ml, konsentrasi awal 10 mg/l, T=32 0 C dan ph 6,5 Berdasarkan data kapasitas adsorpsi diatas dapat diketahui bahwa zeolit berkarbon memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih besar daripada zeolit A. Hal ini dikarenakan zeolit berkarbon memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan zeolit A karena keberadaan karbon dalam zeolit berkarbon tersebut. Hal ini didukung dengan data luas permukaan zeolit A oleh Yanti, 2009 yang melaporkan bahwa luas permukaan zeolit A sebesar 2,47 m 2 /g, sedangkan Londar, 2009 melaporkan bahwa luas permukaan zeolit berkarbon sebesar 105,99 m 2 /g. Luas permukaan yang besar ini diakibatkan oleh ukuran partikel yang sangat kecil yang mempengaruhi adsorpsi ion amonium (NH + 4 ) kedalam zeolit. Mekanisme penghilangan amonium menggunakan zeolit termasuk reaksi pertukaran ion dimana zeolit mempunyai muatan negatif akibat adanya perbedaan muatan antara Si 4+ dengan Al 3+. Muatan negatif ini muncul karena atom Al yang bervalensi 3 harus mengikat 4 atom oksigen yang lebih elektronegatif dalam kerangka zeolit. Dengan adanya muatan negatif ini maka zeolit mampu mengikat kation dengan ikatan yang lemah seperti kation Na dan Ca. Karena lemahnya ikatan inilah maka zeolit bersifat sebagai penukar kation yaitu kation Na atau Ca akan tergantikan posisinya dengan ion amonium (NH + 4 ). Adsorpsi kation amonium ini terjadi pada permukaan dengan gugus hidroksil pada zeolit dan kombinasi muatan positif dari kation amonium dan muatan negatif pada permukaan zeolit (Gates, 1992). Penentuan konsentrasi awal larutan ammonium optimum Variasi konsentrasi awal ini dilakukan untuk mengetahui pola penyerapan ion amonium (NH 4 + ) dengan zeolit A dan zeolit berkarbon. Hasil dari penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.8 Penyerapan ion amonium meningkat dengan meningkatnya konsentrasi awal ion amonium, kemudian konstan setelah tercapai kesetimbangan. Efisiensi penghilangan amonium (NH 4 + ) oleh zeolit A dan zeolit berkarbon meningkat dengan meningkatnya konsentrasi awal amonium (NH 4 + ). Hasil ini seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Lebedynetz, dkk (2004); Inglezakis, dkk (2005) dan Sprinsky, dkk (2005) yang mengatakan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi awal amonium (NH 4 + ) akan memberikan daya dorong yang lebih besar pada sisi sisi adsorben. Hasilnya amonium (NH 4 + ) akan berpindah (migrasi) dari permukaan luar ke dalam pori-pori zeolit A dan zeolit berkarbon yang berukuran mikro. Ion amonium (NH 4 + ) mampu bertukar kation tidak hanya pada permukaan luar zeolit tapi juga pada permukaan dalam zeolit. Kesetimbangan tercapai ketika semua pertukaran ion amonium (NH 4 + ) dan kation pada permukaan luar dan dalam zeolit telah tercapai. Dalam Gambar 4.8 menunjukkan semakin tinggi konsentrasi larutan amonium (NH 4 + ) maka lebih banyak amonium (NH 4 + ) yang tertukar atau terserap. Hasil penyerapan ion amonium (NH 4 + ) pada zeolit A dan zeolit berkarbon berturut-turut sebesar 3,2868 mg/g dan 2,9236 mg/g pada konsentrasi awal 35 mg/l. Gambar 6. Hubungan konsentrasi awal dengan qe (mg/g) dengan konsentrasi awal (Co) = 5-50 mg/l. Kondisi proses: jumlah adsorben 0,5 gram, volume 50 ml, waktu kontak: 240 menit(4 jam) untuk zeolit A dan 480 menit (8 jam) untuk zeolit berkarbon, T=32 0 C dan ph 6,5 Penentuan ph optimum Variasi ph ini dilakukan untuk mengetahui kondisi ph yang optimum untuk penyerapan ammonium (NH 4 + ). ph berpengaruh kuat pada effisiensi penghilangan ammonium (NH 4 + ) menggunakan zeolit A dan zeolit berkarbon. Gambar 7. menunjukkan pengaruh ph terhadap kinerja zeolit A dan zeolit berkarbon pada ph 4-9 dengan konsentrasi ammonium (NH 4 + ) 10 mg/l. Kinerja zeolit A dan zeolit berkarbon berubah ketika ph divariasi dari 4 sampai 9. Effisiensi penghilangan ammonium (NH 4 + ) dengan menggunakan zeolit A dari ph 4 sampai 5 effisiensi penghilangan cenderung naik, kemudian turun mulai ph 6 sampai 9, sehingga puncak ph dengan efisiensi penghilangan terbesar

8 juga terjadi pada ph 5 sebesar 55,78%. Pada zeolit berkarbon, dari ph 4 sampai 6 effisiensi penghilangan cenderung naik, kemudian turun mulai ph 7 sampai 9, sehingga puncak ph dengan efisiensi penghilangan terbesar juga terjadi pada ph 6 sebesar 72,63%. Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. dibawah ini: et.al., 1975, Hankins, et.al., 2004, Hedstrom, et.al., 2001). Berdasarkan Gambar 7. diatas, hal ini dapat dijelaskan dengan gambar 8. dibawah ini yang menunjukkan perilaku ammonia dalam larutan yaitu bahwa ammonia pada ph 5 sampai 7 berbentuk ion ammonium (NH 4 + ), yang merupakan spesies utama yang dapat membuat terjadinya pertukaran ion dengan kation-kation yang berada dalam zeolit. Sehingga pada kondisi ini effisiensi penghilangan ammonium tinggi. Tetapi pada ph 10 keatas dimana NH 3 merupakan spesies dominannya, effisiensi penghilangan ammonium rendah. Hal ini berhubungan dengan kemampuan pertukaran ion dalam bentuk utama NH 3 ini sangat rendah. Gambar 7. Pengaruh ph larutan ammonium (NH 4 + ) dengan % ammonium yang teradsorp, waktu kontak 4 jam untuk adsorben zeolit A dan 8 jam untuk adsorben zeolit berkarbon. Kondisi proses: jumlah adsorbent 0,5 gram, volume 50 ml, T=32 0 C dan konsentrasi 10 mg/l. Penelitian yang dilakukan oleh Thornton (2007) dan Emerson (2006), juga menunjukkan hasil yang sama bahwa adsorpsi ion ammonium (NH 4 + ) menggunakan zeolit dimana kondisi ph yang optimum tercapai saat ph < 8. Peningkatan adsorpsi secara cepat ini berhubungan dengan pembentukan hidrokso yang berbeda dengan saat terjadi kenaikan ph larutan. Ammonia berada didalam air dalam dua bentuk yaitu berupa ion ammonium (NH 4 + ) atau non-ion ammonium (NH 3 ), yang sesuai dengan persamaan berikut (Weatherley,2004): NH OH NH 3 + H 2 O (20) NH 3 + H 3 O + NH H 2 O (21) Keseimbangan ammonium dalam larutan sangat dipengaruhi oleh ph (Hedstrom,2001). Hal ini menunjukkan bahwa hanya dalam bentuk ionnya, ammonium dapat dihilangkan dari larutan dengan pertukaran ion. Pada ph = 8 dan dibawahnya, kebanyakan ammonium berada dalam bentuk ionnya. Oleh karena itu sangat mungkin berasumsi bahwa kondisi-kondisi ini sangat baik untuk proses penghilangan ion ammonium (Thornton, 2007). Diatas ph 8 kesetimbangan bergeser dengan cepat ke arah ammonium dalam bentuk bukan ionnya (NH 3 ) dan dengan meningkatnya ph maka kurang baik untuk proses penghilangan ammonium. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada ph dibawah 8 akan meningkatkan jumlah ion hidrogen dalam larutan, sehingga menyediakan cukup banyak rongga - rongga untuk kompetisi terjadinya pertukaran (Koon, Gambar 8. Diagram perilaku ammonia dalam larutan (Widiastuti, 2009) Kinetika adsorpsi Dari data hasil variasi waktu maka dapat ditentukan data model kinetika adsorpsinya. Hal ini akan sangat bermanfaat apabila adsorpsi ini diaplikasikan untuk sistem kolom dalam skala industri. Data kinetika dalam penelitian ini dianalisa dengan beberapa model. Hasil dapat dilihat di Gambar 9. Nilai parameter adsorpsi kinetik dari lima model dirangkum dalam Tabel 1. Dari data Gambar 9. dan Tabel 1. dapat diketahui bahwa adsorpsi ammonium (NH + 4 ) menggunakan zeolit A serta zeolit berkarbon mengikuti model orde dua semu. Hal ini dapat disimpulkan jenis modelnya sesuai dengan nilai R 2 yang mendekati satu, dimana nilai R ini merupakan nilai koefisien korelasi dari grafik. Nilai R semakin mendekati satu memiliki data yang linier. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Lecheng Lei, dkk (2008).

9 Tabel 1. Ringkasan dari perhitungan kinetika adsorpsi (c). (d). (e). (a). Gambar 9. Analisa beberapa model kinetik, (a.) Model orde satu semu, (b.) Model orde dua semu, (c.) Model difusi intrapartikel (d.) Model elovich dan (e) Model bangham, Kondisi proses: jumlah adsorbent 0,5 gram, konsentrasi awal 10 mg/l, volume 50 ml, suhu 25 C, ph = 6,5 dan waktu kontak 4 jam untuk adsorben zeolit A dan 8 jam untuk adsorben zeolit berkarbon. (b). Isoterm adsorpsi Dari data hasil variasi konsentrasi maka dapat ditentukan data model isoterm adsorpsinya. Hal ini untuk mengetahui model isoterm dan untuk mengetahui jenis adsorpsi yang terjadi. Setelah mengetahui jenis adsorpsi yang terjadi maka dapat diketahui ikatan yang terjadi. Data ini sangat bermanfaat untuk mengetahui apakah adsorben yang digunakan dapat diregenerasi ulang atau tidak. Data isoterm dalam penelitian ini dianalisa dengan beberapa model. Hasil dapat dilihat di Gambar 10. (a), (b), dan (c). Nilai

10 parameter adsorpsi isoterm dari tiga model dirangkum dalam Tabel 2. Tabel 2. Ringkasan dari perhitungan isoterm adsorpsi (a) (b) (c) Gambar 10. Kurva adsorpsi isotherm (a) Langmuir, (b) Freundlich dan (c) Temkin. Kondisi proses: jumlah adsorben 0,5 gram, volume 50 ml, t = 8 jam untuk zeolit A dan 4 jam untuk zeolit karbon, T=32 0 C dan ph 6,5 Jika dilihat dari data koefisien korelasi maka dari semua grafik tersebut nilai R 2 mendekati angka satu sehingga dapat disimpulkan bahwa adsorpsi ammonium (NH + 4 ) menggunakan zeolit A mengikuti model Freundlich. Adsorpsi Freundlich merupakan adsorpsi yang terjadi karena adanya interaksi secara fisik yang terjadi antara adsorbat ( zat yang diserap ) dengan permukaan adsorben (zat yang menyerap ). Ketika permukaan adsorben sudah tertutupi adsorbat, adsorbat tidak hanya terserap pada lapisan atas/tunggal pada permukaan adsorben, tetapi juga pada lapisan kedua dan seterusnya hingga menghasilkan lapisan multi (multilayer). Hal ini karena lemahnya interaksi secara fisik yang terjadi, sehingga jika terjadi peningkatan suhu dan konsentrasi adsorpsi adsorbat pada adsorben juga akan meningkat dengan membentuk lapisan pertama, kedua dan seterusnya menghasilkan lapisan multilayer. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adsorpsi ammonium (NH 4 + ) menggunakan zeolit A termasuk jenis adsorpsi fisika. Adsorpsi fisika terjadi bila gaya intermolekular lebih besar dari gaya tarik antar molekul atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara adsorbat dengan permukaan adsorben, gaya ini disebut gaya Van der Waals sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan ke bagian permukaan lain dari adsorben (Khartikeyan, 2004). Gaya antar molekul adalah gaya tarik antara molekul-molekul fluida dengan permukaan padat, sedangkan gaya intermolekular adalah gaya tarik antar molekul-molekul fluida itu sendiri. Adsorpsi ini berlangsung cepat, dapat membentuk lapisan jamak (multilayer), dan dapat bereaksi balik (reversible), karena energi yang dibutuhkan relatif rendah. Energi aktivasi untuk terjadinya adsorpsi fisika biasanya adalah tidak lebih dari 1 kkal/gr-mol, sehingga gaya yang terjadi pada adsorpsi fisika termasuk lemah. Adsorpsi fisika dapat berlangsung di bawah temperatur kritis adsorbat yang relatif rendah

11 sehingga panas adsorpsi yang dilepaskan juga rendah yaitu sekitar 5-10 kkal/gr-mol gas, lebih rendah dari panas adsorpsi kimia. Hasil model Freundlich ini sesuai dengan penelitian Qi Du, dkk (2005) yaitu adsorpsi ammonium (NH + 4 ) menggunakan zeolit. Gambar 4.13(c) merupakan gambar kurva isotherm model Tempkin. Jika dilihat dari data koefisien korelasi maka dari grafik tersebut nilai R 2 mendekati angka satu sehingga dapat disimpulkan bahwa adsorpsi ammonium (NH + 4 ) menggunakan zeolit A mengikuti model Tempkin. Nilai parameter adsorpsi isotherm dari tiga model dirangkum dalam Tabel 2. diatas Hasil SEM Adapun hasil adsorpsi ammonium (NH 4 + ) dari zeolit A serta zeolit berkarbon dapat dilihat pada Gambar 11. yang merupakan mikrograf SEM sebelum dan sesudah terjadinya adsorpsi. (a). (c). (b). (d). Gambar 11. Mikrograf SEM: (a) dan (b) berturut-turut adalah zeolit A dan zeolit karbon sebelum terjadinya adsorpsi. Sedangkan (c) dan (d) berturut-turut adalah zeolit A dan zeolit karbon setelah terjadinya adsorpsi. Dari mikrograf SEM diatas menunjukkan bahwa rongga-rongga yang mulanya masih kosong telah tertutupi oleh ammonium yang teradsorp kedalam zeolit A dan zeolit berkarbon. Zeolit ini digunakan sebagai adsorben untuk menghilangkan ammonium dalam larutan karena zeolit mempunyai muatan negatif akibat adanya perbedaan muatan antara Si 4+ dengan Al 3+. Muatan negatif ini muncul karena atom Al yang bervalensi 3 harus mengikat 4 atom oksigen yang lebih elektronegatif dalam kerangka zeolit. Dengan adanya muatan negatif ini maka zeolit mampu mengikat kation dengan ikatan yang lemah seperti kation Na dan Ca. Karena lemahnya ikatan inilah maka zeolit bersifat sebagai penukar kation yaitu kation Na atau Ca akan tergantikan posisinya dengan ion ammonium (NH 4 + ). Hasil ini sesuai dengan bahasan pada variasi konsentrasi pada sub bab Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Abu dasar ditransformasi menjadi zeolit A dengan metode peleburan diikuti proses hidrotermal dan zeolit berkarbon dengan metode hidrotermal langsung. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa zeolit A mampu mengadsorpi ammonium hingga 93,91% dengan konsentrasi 35 mg/l, pada ph 5 selama 240 menit. Sedangkan zeolit berkarbon mampu mengadsorpi ammonium hingga 97,89% dengan konsentrasi 35 mg/l, pada ph 6 selama 480 menit. Ammonium dalam bentuk ion dapat dihilangkan dari larutan dengan pertukaran ion pada ph = 8 dan dibawahnya, karena kebanyakan ammonium pada ph tersebut berada dalam bentuk ionnya. Adsorpsi dengan menggunakan zeolit A serta zeolit berkarbon mengikuti model adsorpsi kinetik orde dua semu. Sedangkan untuk adsorbsi isotherm untuk zeolit A mengikuti model adsorpsi isotherm temkin, sedangkan zeolit berkarbon mengikuti model adsorpsi isotherm Freundlich. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, 2. Orang tua tercinta dan seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya baik berupa material maupun spiritual 3. Ibu Nurul Widiastuti, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, arahan, pemahaman dan segala diskusi serta semua ilmu yang bermanfaat selama penyusunan tugas akhir, 4. Ibu Yulfi Zetra, M.Si selaku Koordinator Tugas Akhir dan dosen wali atas bantuan dan arahannya selama masa perkuliahan di Jurusan Kimia FMIPA ITS 5. Teman- teman dan seperjuangan tugas akhir sahabat- sahabat tercinta atas bantuan, semangat dan kerjasamanya DAFTAR PUSTAKA A. Hedstrom, (2001), Ion exchange of ammonium in zeolites: a literature review, J. Environ. Eng. Hal Alfathoni, G. (2002), Rahasia untuk Mendapatkan Mutu Produk Karbon Aktif

12 dengan Serapan Iodium diatas 1000MG/G. Com. 20 Maret 2009 APHA, (1995), Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, nineteenth ed., American Public Health Association, Washington, DC, USA, 1995 Barrer, R.M. (1982), Hydrothermal Chemistry of Zeolites, Academic Press Inc, London. D. Karadag, Y. Koc, M. Turan, A. Armagan, (2006), Removal of ammonium ion from aqueous solution using naturalturkish clinoptilolite, J. Hazard. Mater. B136, hal Gates, Bruce C. (1992), Catalytic Chemistry, John Wiley and Sons Inc., New York Hassett D.J. and Eylands K.E. (1999). "Mercury Capture on Coal Combustion Fly Ash" Fuel 78: H.J.Koon,W.J. Kaufmann, Ammonia removal from municipalwastewaters by ion exchange, J. WPCF 47 (3) (1975) Hollman G G, Steenbruggen G, Janssen- Jurkovicova M, (1999), A two-step process for the synthesis of zeolites from coal fly ash, Fuel, Vol. 78(10), P Hui, K.S. dan Chao, C.Y.H. (2006), Effects of step-change of synthesis temperature on synthesisof zeolite 4A from coal fly ash, Microporous and Mesoporous Materials, vol 88 hal Karthikeyan, G., Anbalagan, K., Andal, N.M., (2004), Adsorption Dynamics and equilibrium Studies of Zn(II) onto Chitosan. Indian J. Chem. Sci.,116, 2, pp K.R. Emmerson, R.C. Russo, R.E. Luna, R.V. Thurston, (1981), Aqueous ammonia equilibrium calculation: effect of ph and temperature, Can. J. Fish Aquat. Sci. 32, hal Londar, (2009), Sintesis zeolit karbon dari abu dasar PT. IPMOMI Paiton dengan menggunakan metode hidrotermal langsung, Senaki IV, Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya Metcalf and Winkler, M.A, (1998), Wastewater Engineering Treatment and Reuse, 4th ed., McGraw-Hill, New York vol. 2, Editorial McGraw Hill M. Lebedynets, M. Sprynskyy, I. Sakhnyuk, R. Zbytniewski, R. Golembiewski, B. Buszewski, (2004), Adsorption of ammonium ions onto a natural zeolite: Transcarpathian clinoptilolite, Adsorption Science Technology 22, hal Molina, A. dan Poole, C. (2004) A Comparative Study Using Two Methods To Produce Zeolites from Fly Ash, Minerals Engineering, 17, p N.P. Hankins, S. Pliankarom, N. Hilal, R(2004), + Removal of NH 4 ion from NH 4 Cl solution using clinoptilolite: an equilibrium + ion exchange study on the removal of NH 4 ion from aqueous effluent using clinoptilolite, Separation. Science Technology. 39 (15), hal M. Sprynskyy, M. Lebedynets, A.P. Terzyk, P. Kowalczyk, J. Namiesnik, B. Buszewski, (2005), Ammonium Sorption from aqueous solutions by the natural zeolite transcarpathian clinoptilolite studied under dynamic conditions, Colloid Interface Sci. 284, hal Querol, X., Moreno, N., Umana, J.C., Alastuey, A., Hernandez, E., Soler, A.L., Plana, F.,(2002), Synthesis of Zeolites From Coal Fly Ash:An Overview, International Journal of Coal Geology 50, hal Sawyer, Clair N., McCarty, Perry L., dan Parkin, Gene, (1994), Chemistry for Environmental Engineering, 4 th edition, Mc Graw- Hill Inc, New York Thornton, A., et al. (2007), Ammonium removal from solution using ion exchange on to Mesolite, an equilibrium study, Journal of Hazardous Materials, Vol. 147, hal V.J. Inglezakis, (2005), The concept of capacity in zeolite ion-exchange systems, J. Colloid Interface Science. 281, hal Wang, C.F., Li, J.S., Wang, L.J. dan Sun, X.Y. (2008), Influence of NaOH Concentrations on Synthesis of Pure-form Zeolite A from Fly Ash Using Two-Stage Method, Journal of Hazardous Materials, Vol. 155, hal Yanti, Yuli (2009), Sintesis zeolit A dan Zeolit Karbon Aktif dari Abu Dasar PLTU Paiton denga Metode Peleburan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA

PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA Laporan Akhir Tesis LOGO PENGEMBANGAN METODE SINTESIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ZEOLIT ALAMI DI INDONESIA Disusun Oleh: M. Furoiddun Nais 2309201016 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M.Eng

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82%

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% konsentrasi awal optimum abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% zeolit -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,5 mg/g - q%= 90% Hubungan konsentrasi awal (mg/l) dengan qe (mg/g). Co=5-100mg/L. Kondisi

Lebih terperinci

ADSORPSI ION LOGAM Zn(II) PADA ZEOLIT A YANG DISINTESIS DARI ABU DASAR BATUBARA PT IPMOMI PAITON DENGAN METODE BATCH

ADSORPSI ION LOGAM Zn(II) PADA ZEOLIT A YANG DISINTESIS DARI ABU DASAR BATUBARA PT IPMOMI PAITON DENGAN METODE BATCH ADSORPSI ION LOGAM Zn(II) PADA ZEOLIT A YANG DISINTESIS DARI ABU DASAR BATUBARA PT IPMOMI PAITON DENGAN METODE BATCH ABSTRAK Suci Wahyuni*, Nurul Widiastuti, Ph.D 1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

KIMIA FISIKA (Kode : C-05)

KIMIA FISIKA (Kode : C-05) MAKALAH PENDAMPING KIMIA FISIKA (Kode : C-05) ISBN : 978-979-1533-85-0 ADSORPSI AMMONIUM (NH 4 + ) PADA ZEOLIT-A YANG DISINTESIS DARI ABU DASAR BATUBARA Yanik Ika Widiastuti 1, Nurul Widiastuti 1*, Nurlailis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, shaker, termometer, spektrofotometer serapan atom (FAAS GBC), Oven Memmert, X-Ray

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei 2014, bertempat di Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

PENGARUH KARBON TERHADAP PEMBENTUKAN ZEOLIT DARI ABU DASAR DENGAN METODE HIDROTERMAL LANGSUNG

PENGARUH KARBON TERHADAP PEMBENTUKAN ZEOLIT DARI ABU DASAR DENGAN METODE HIDROTERMAL LANGSUNG PENGARUH KARBON TERHADAP PEMBENTUKAN ZEOLIT DARI ABU DASAR DENGAN METODE HIDROTERMAL LANGSUNG Everista Londar, Hamzah Fansuri, Nurul Widiastuti Laboratorium Kimia Anorganik, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

ADSORPSI ION LOGAM Cu(II) PADA ZEOLIT A YANG DISINTESIS DARI ABU DASAR BATUBARA PT IPMOMI PAITON DENGAN METODE KOLOM

ADSORPSI ION LOGAM Cu(II) PADA ZEOLIT A YANG DISINTESIS DARI ABU DASAR BATUBARA PT IPMOMI PAITON DENGAN METODE KOLOM ADSORPSI ION LOGAM Cu(II) PADA ZEOLIT A YANG DISINTESIS DARI ABU DASAR BATUBARA PT IPMOMI PAITON DENGAN METODE KOLOM Mia Ratnasari*, Nurul Widiastuti 1 Email : nurul_widiastuti@chem.its.ac.id Jurusan Kimia

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E 266 KRISTALISASI ZEOLIT A MURNI DARI ABU LAYANG BATUBARA PAITON MENGGUNAKAN METODE FUSI ALKALI : PENGARUH WAKTU HIDROTERMAL Didik Prasetyoko, Saequ, Djoko Hartanto Jurusan Kimia, FMIPA Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. I. SKEMA KERJA 1. Pencucian Abu Layang Batubara

LAMPIRAN. I. SKEMA KERJA 1. Pencucian Abu Layang Batubara LAMPIRAN I. SKEMA KERJA 1. Pencucian Abu Layang Batubara 87 2. Proses Leaching dari Abu Layang Batubara 10,0028 gr abu Layang yang telah dicuci - dimasukkan ke dalam gelas beker - ditambahkan 250 ml larutan

Lebih terperinci

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2013 ISSN X PEMAKAIAN MICROWAVE UNTUK OPTIMASI PEMBUATAN ZEOLIT SINTETIS DARI ABU SEKAM PADI

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2013 ISSN X PEMAKAIAN MICROWAVE UNTUK OPTIMASI PEMBUATAN ZEOLIT SINTETIS DARI ABU SEKAM PADI PEMAKAIAN MICROWAVE UNTUK OPTIMASI PEMBUATAN ZEOLIT SINTETIS DARI ABU SEKAM PADI A.M. Fuadi, M. Musthofa, K. Harismah, Haryanto, N. Hidayati Department of Chemical Engineering, Faculty of Engineering,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH ABU DASAR BATUBARA SEBAGAI BAHAN DASAR SINTESIS ZEOLIT DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT Cu (II)

PEMANFAATAN LIMBAH ABU DASAR BATUBARA SEBAGAI BAHAN DASAR SINTESIS ZEOLIT DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT Cu (II) PEMANFAATAN LIMBAH ABU DASAR BATUBARA SEBAGAI BAHAN DASAR SINTESIS ZEOLIT DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT Cu (II) Murniati, Nurul Hidayat, Mudasir Jurusan Kimia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DAN PERBANDINGAN Si/Al TERHADAP PEMBENTUKAN ZEOLIT A DARI ABU DASAR BEBAS KARBON DARI PLTU PT. IPMOMI DENGAN METODE HIDROTERMAL

PENGARUH WAKTU DAN PERBANDINGAN Si/Al TERHADAP PEMBENTUKAN ZEOLIT A DARI ABU DASAR BEBAS KARBON DARI PLTU PT. IPMOMI DENGAN METODE HIDROTERMAL PENGARUH WAKTU DAN PERBANDINGAN Si/Al TERHADAP PEMBENTUKAN ZEOLIT A DARI ABU DASAR BEBAS KARBON DARI PLTU PT. IPMOMI DENGAN METODE HIDROTERMAL R. A. Syukuri Nikmah, Nurul Widiastuti*, dan Hamzah Fansuri**

Lebih terperinci

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten) Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten (Asisten) ABSTRAK Telah dilakukan percobaan dengan judul Kinetika Adsorbsi yang bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) LAMPIRAN I LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II) 1. Persiapan Bahan Adsorben Murni Mengumpulkan tulang sapi bagian kaki di RPH Grosok Menghilangkan sisa daging dan lemak lalu mencucinya dengan air

Lebih terperinci

AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING

AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING Widi Astuti 1, F. Widhi Mahatmanti 2 1 Fakultas Teknik, 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

Studi Keberadaan Unsur Logam Ni, Pb, Cr dan Cd Pada Hasil Zeolitisasi Abu Terbang Dengan Larutan NaOH

Studi Keberadaan Unsur Logam Ni, Pb, Cr dan Cd Pada Hasil Zeolitisasi Abu Terbang Dengan Larutan NaOH Studi Keberadaan Unsur Logam Ni, Pb, Cr dan Cd Pada Hasil Zeolitisasi Terbang Dengan Larutan NaOH Widajanti Wibowo dan Teti Hermiati Departemen Kimia, FMIPA Universitas Indonesia Kampus Depok, Depok 16424

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik

Lebih terperinci

Oleh: ARUM KARTIKA SARI

Oleh: ARUM KARTIKA SARI Efek Suhu Kalsinasi pada Penggunaan Lumpur Alum IPA sebagai Adsorben untuk Menurunkan Konsentrasi Seng (Zn 2+ ) pada Limbah Cair Industri Elektroplating Oleh: ARUM KARTIKA SARI 3307 100 043 Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Persiapan Bahan Baku 4.1.1 Silika Terpresipitasi Abu sawit yang berasal dari pabrik pengolahan sawit, terlebih dahulu dikonversi menjadi silika terpresipitasi dengan cara

Lebih terperinci

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September BAB III BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium Riset kimia makanan dan material, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia,

Lebih terperinci

Cation Exchange Capacity of Zeolite X from Bagasse Ash against Magnesium(II)

Cation Exchange Capacity of Zeolite X from Bagasse Ash against Magnesium(II) Cation Exchange Capacity of Zeolite X from Bagasse Ash against Magnesium(II) Suci Amalia Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Email: Amel_kimiaa@yahoo.com

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitiaan Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Sehubungan dengan prekursor yang digunakan yaitu abu terbang, ASTM C618 menggolongkannya menjadi dua kelas berdasarkan kandungan kapur (CaO) menjadi kelas F yaitu dengan kandungan

Lebih terperinci

0,8 0,6. ammonium. 0, t (menit) Linear (ammoniu m)

0,8 0,6. ammonium. 0, t (menit) Linear (ammoniu m) Pembuatan Kurva kalibrasi Larutan ammonium yang digunakan berasal dari padatan senyawa ammonium klorida (NH Cl) yang berwarna putih. Setelah dilarutkan dalam aqua demin menjadi bening (tan warna) dan terdisosiasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, hasil uji kemampuan adsorpsi adsorben hasil pirolisis lumpur bio terhadap fenol akan dibahas. Kondisi operasi pirolisis yang digunakan untuk menghasilkan adsorben

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

Adsorpsi Logam Nikel dan Analisis Kristalinitas H-Faujasit dari Abu Layang Batubara

Adsorpsi Logam Nikel dan Analisis Kristalinitas H-Faujasit dari Abu Layang Batubara Adsorpsi Logam Nikel dan Analisis Kristalinitas H-Faujasit dari Abu Layang Batubara Sunardi Abstrak: Sintesis H-Faujasit dari abu layang batu bara telah dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan

Lebih terperinci

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna bermuatan positif. Kation yang dihasilkan akan berinteraksi dengan adsorben sehingga terjadi penurunan intensitas warna. Penelitian ini bertujuan mensintesis metakaolin dari kaolin, mensintesis nanokomposit

Lebih terperinci

Efek Suhu Kalsinasi Pada Penggunaan Lumpur Alum IPA sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Konsentrasi Limbah Fosfat

Efek Suhu Kalsinasi Pada Penggunaan Lumpur Alum IPA sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Konsentrasi Limbah Fosfat Company LOGO Efek Suhu Kalsinasi Pada Penggunaan Lumpur Alum IPA sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Konsentrasi Limbah Fosfat Oleh : Frida Novia Handini (3307.100.071) Dosen Pembimbing : Welly Herumurti,

Lebih terperinci

JKK, tahun 2014, volume 3(1), halaman ISSN KARAKTERISASI ZEOLIT A SINTETIS DARI LUMPUR PDAM KOTA PONTIANAK DAN ALUMINA

JKK, tahun 2014, volume 3(1), halaman ISSN KARAKTERISASI ZEOLIT A SINTETIS DARI LUMPUR PDAM KOTA PONTIANAK DAN ALUMINA KARAKTERISASI ZEOLIT A SINTETIS DARI LUMPUR PDAM KOTA PONTIANAK DAN ALUMINA Siti Hajar 1*, Nelly Wahyuni 1, Lia Destiarti 1 1 Program Studi Kimia Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura JL.Prof. Dr. H.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3. 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini : Latar belakang penelitian Rumusan masalah penelitian Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Metode penelitian secara umum tentang pemanfaatan cangkang kerang darah (AnadaraGranosa) sebagai adsorben penyerap logam Tembaga (Cu) dijelaskan melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah karakter zeolit

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM

LAMPIRAN. Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) Mempersiapkan lumpur PDAM LAMPIRAN 56 57 LAMPIRAN Lampiran I Langkah kerja percobaan adsorpsi logam Cadmium (Cd 2+ ) 1. Preparasi Adsorben Raw Sludge Powder (RSP) Mempersiapkan lumpur PDAM Membilas lumpur menggunakan air bersih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch

Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch F324 Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch Nikmatul Rochma dan Harmin Sulistyaning Titah Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF DISUSUN OLEH RIZKIKA WIDIANTI 1413100100 DOSEN PENGAMPU Dr. Djoko Hartanto, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU BATUBARA SEBAGAI ZEOLIT YANG TERDEALUMINASI DALAM MENGADSORPSI FENOL

PEMANFAATAN ABU BATUBARA SEBAGAI ZEOLIT YANG TERDEALUMINASI DALAM MENGADSORPSI FENOL Jurnal Kimia Mulawarman Volume 12 Nomor 1 November 2014 ISSN 1693-5616 PEMANFAATAN ABU BATUBARA SEBAGAI ZEOLIT YANG TERDEALUMINASI DALAM MENGADSORPSI FENOL Agustinus Pata, Saibun Sitorus, Rahmat Gunawan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah dilakukan. Sub bab pertama diuraikan mengenai waktu dan lokasi penelitian, desain penelitian, alat dan bahan

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B KARAKTERISASI LIMBAH FLY ASH BATUBARA SEBAGAI MATERIAL KONVERSI ADSORBEN DAN UJI KETAHANAN PANAS STRUKTURPADATAN

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B KARAKTERISASI LIMBAH FLY ASH BATUBARA SEBAGAI MATERIAL KONVERSI ADSORBEN DAN UJI KETAHANAN PANAS STRUKTURPADATAN MAKALAH PENDAMPING : PARALEL B SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat yang digunakan Ayakan ukuran 120 mesh, automatic sieve shaker D406, muffle furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat titrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknik Kimia FT Unnes yang meliputi pembuatan adsorben dari Abu sekam padi (rice husk), penentuan kondisi optimum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dimulai pada tanggal 1 April 2016 dan selesai pada tanggal 10 September 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 POLUTAN LOGAM BERAT Pencemaran lingkungan dengan zat beracun telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari pesatnya pertumbuhan industri [8]. Aktivitas berbagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR HIDROTERMAL TERHADAP KONDUKTIVITAS LISTRIK ZEOLIT SINTETIS DARI ABU DASAR BATUBARA DENGAN METODE ALKALI HIDROTERMAL

PENGARUH TEMPERATUR HIDROTERMAL TERHADAP KONDUKTIVITAS LISTRIK ZEOLIT SINTETIS DARI ABU DASAR BATUBARA DENGAN METODE ALKALI HIDROTERMAL PENGARUH TEMPERATUR HIDROTERMAL TERHADAP KONDUKTIVITAS LISTRIK ZEOLIT SINTETIS DARI ABU DASAR BATUBARA DENGAN METODE ALKALI HIDROTERMAL Yunisa Oktaviani, Afdhal Muttaqin Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+ MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air

Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air Ratni Dewi 1, Fachraniah 1 1 Politeknik Negeri Lhokseumawe ABSTRAK Kehadiran

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 lat dan Bahan lat yang digunakan pada pembuatan karbon aktif pada penilitian ini adalah peralatan sederhana yang dibuat dari kaleng bekas dengan diameter 15,0 cm dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik FMIPA Universitas Lampung. Penyiapan alga Tetraselmis sp

Lebih terperinci

SINTESIS ZSM-5 SECARA LANGSUNG DARI KAOLIN TANPA TEMPLAT ORGANIK: PENGARUH WAKTU KRISTALISASI

SINTESIS ZSM-5 SECARA LANGSUNG DARI KAOLIN TANPA TEMPLAT ORGANIK: PENGARUH WAKTU KRISTALISASI SINTESIS ZSM-5 SECARA LANGSUNG DARI KAOLIN TANPA TEMPLAT ORGANIK: PENGARUH WAKTU KRISTALISASI Oleh: Oni Saputro / 1409 100 077 Pembimbing: Drs. Djoko Hartanto, M.Si. Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. MFI (IZA)

Lebih terperinci

PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS

PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS Rizky Prananda(1410100005) Dosen Pembimbing Dosen Penguji : Suprapto, M.Si, Ph.D : Ita Ulfin S.Si, M.Si Djoko Hartanto, S.Si, M.Si Drs. Eko Santoso,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Unsur kadmium dengan nomor atom 48, bobot atom 112,4 g/mol, dan densitas 8.65 g/cm 3 merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya, karena dalam jangka waktu panjang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal

Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal Oleh: Risa Fitriya H. Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung untuk pengambilan biomassa alga porphyridium

Lebih terperinci

Hariadi Aziz E.K

Hariadi Aziz E.K IMMOBILISASI LOGAM BERAT Cd PADA SINTESIS GEOPOLIMER DARI ABU LAYANG PT. SEMEN GRESIK Oleh: Hariadi Aziz E.K. 1406 100 043 Pembimbing: Ir. Endang Purwanti S,M.T. Lukman Atmaja, Ph.D. MIND MAP LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat Diajukan oleh Tika Kumala Sari (3310100072) Dosen Pembimbing Alia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue 1. Larutan Induk Pembuatan larutan induk methylene blue 1000 ppm dilakukan dengan cara melarutkan kristal methylene blue sebanyak 1 gram dengan aquades kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Terpadu Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan-Sumatera Utara dengan sampel yang diperoleh

Lebih terperinci

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL

Lebih terperinci

KONVERSI ABU LAYANG BATU BARA MENJADI ZEOLIT DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ADSORBEN MERKURI (II)

KONVERSI ABU LAYANG BATU BARA MENJADI ZEOLIT DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ADSORBEN MERKURI (II) 1 KONVERSI ABU LAYANG BATU BARA MENJADI ZEOLIT DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ADSORBEN MERKURI (II) CONVERSION OF COAL FLY ASH INTO ZEOLITE AND ITS APPLICATION FOR MERCURY(II) ADSORBENT Sunardi, Abdullah Program

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TANAH GAMBUT SEBAGAI ADSORBEN PENYISIHAN SENYAWA AMMONIA DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU ABSTRAK

PEMANFAATAN TANAH GAMBUT SEBAGAI ADSORBEN PENYISIHAN SENYAWA AMMONIA DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU ABSTRAK PEMANFAATAN TANAH GAMBUT SEBAGAI ADSORBEN PENYISIHAN SENYAWA AMMONIA DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU RATNI DEWI 1) RATNA SARI 2) Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Lhokseumawe ABSTRAK Kehadiran ammonia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

Jason Mandela's Lab Report

Jason Mandela's Lab Report LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK I PERCOBAAN-4 KINETIKA ADSORPSI Disusun Oleh: Nama : Jason Mandela NIM :2014/365675/PA/16132 Partner : - Dwi Ratih Purwaningsih - Krisfian Tata AP - E Devina S - Fajar Sidiq

Lebih terperinci

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan.

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan. PETA KONSEP LAJU REAKSI Berkaitan dengan ditentukan melalui Waktu perubahan Dipengaruhi oleh Percobaan dari Pereaksi Hasil reaksi Konsentrasi Luas Katalis Suhu pereaksi permukaan menentukan membentuk mengadakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HasU Penelitian 4.1.1. Sintesis Zeolit mo 3«00 3200 2aiW 2400 2000 IMO l«m l«m I2«) 1000 100 600 430.0 Putri H_ kaolin 200 m_zeolit Gambar 11. Spektogram Zeolit A Sintesis

Lebih terperinci

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)?

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)? OPTIMALISASI SUHU AKTIVASI DAN POLARITAS ZEOLIT ALAM UNTUK MENGURANGI EMISI GAS BUANG SEPEDA MOTOR Drs. Noto Widodo, M.Pd. Bambang Sulistyo, S.Pd., M.Eng Amir Fatah, MPd M.Pd. JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK

Lebih terperinci