PELAKSANAAN DAN MAKNA PUASA (UPOSATHA) DALAM AGAMA BUDDHA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELAKSANAAN DAN MAKNA PUASA (UPOSATHA) DALAM AGAMA BUDDHA"

Transkripsi

1 PELAKSANAAN DAN MAKNA PUASA (UPOSATHA) DALAM AGAMA BUDDHA ( Studi kasus di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya Sunter Jakarta Utara ) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) Oleh: Efriani Syukur NIM: PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1427 H./2007 M

2 PELAKSANAAN DAN MAKNA PUASA (UPOSATHA) DALAM AGAMA BUDDHA ( Studi kasus di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya Sunter Jakarta Utara ) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) Oleh Efriani Syukur NIM: Pembimbing Drs. H. Roswen Dja far NIP: PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1427 H./2007 M

3 LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul: Pelaksanaan dan Makna Puasa (Uposatha) Dalam Agama Buddha (Studi kasus di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya Sunter Jakarta Utara) Telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 28 Agustus Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata I (SI) pada program Studi Perbandingan Agama. Jakarta, 28 Agustus 2007 Sidang Munaqosyah, Ketua Sidang Sekretaris Sidang Drs. Masri Mansoer, M.A Maulana, M.A NIP: NIP: Anggota, Penguji I Penguji II Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer Drs. M. Nuh Hasan, M.A NIP: NIP: Pembimbing, Drs. H. Roswen Dja far NIP:

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv BAB I : PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 4 C. Tujuan Penulisan... 5 D. Tekhnik Penulisan. 5 E. Sistematika Penulisan... 7 BAB II : PUASA DALAM AGAMA BUDDHA A. Pengertian Puasa Menurut Agama Buddha.. 8 B. Sistem Penanggalan dan Sejarah Hari Uposatha.. 11 C. Masa Vassa D. Tujuan Puasa di Dalam Agama Buddha BAB III : PELAKSANAAN DAN MAKNA PUASA (UPOSATHA) DI VIHARA JAKARTA DHAMMACAKKA JAYA A. Gambaran Umum Vihara Dhammacakka Jaya. 27 B. Pelaksanaan Puasa (Uposatha) di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya a. Puasa Bagi Umat Awam b. Puasa Bagi Umat Viharawan Puasa Bagi Samanera Puasa Bagi Para Bhikkhu.. 61 C. Makna Puasa (Uposatha) Bagi Umat Buddha 66 D. Analisis.. 69

5 BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran 74 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puasa di dalam kehidupan sehari-hari adalah bukan masalah yang asing lagi, bahkan hampir semua orang telah mengetahuinya, karena puasa ini merupakan suatu fenomena universal yang terdapat di dalam hampir semua kebudayaan, baik timur maupun barat. Oleh karena itu akan lebih menarik lagi apabila masalah puasa ini dikaji secara mendalam, khususnya puasa menurut agama Buddha, karena puasa menurut agama Buddha mempunyai keunikan tersendiri bila dibanding dengan puasa yang terdapat di dalam agama-agama besar dunia lainnya. Walaupun kadang-kadang orang menganggap bahwa puasa di dalam agama Buddha ini hanyalah sebagai formalitas keagamaan. 1 Puasa di dalam agama Buddha bukanlah sebagai formalitas keagamaan, tetapi sebagai suatu bentuk amalan yang didasarkan pada suatu pengetahuan moral dan psikologi yang mendalam. 2 Di dalam agama Buddha, puasa merupakan perwujudan dari pelaksanaan sila, 3 yaitu suatu cara untuk mengendalikan diri dari segala bentuk-bentuk pikiran yang tidak baik dan merupakan suatu usaha untuk membebaskan diri dari segala akar kejahatan, yaitu lobha (keserakahan), dosa (kebencian), dan moha 1 K. Sri Dhammananda, What Buddhis Believe (Taiwan: The Corporate Body of The Buddha Education, Foundational, 1993), h K. Sri Dhammananda, What Buddhis Believe, h Herman S.Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis (Jakarta: Yayasan Dhammadiepa Arama, 1997), h. 2

7 (kebodohan batin). 4 Dimana setiap orang memiliki sila yang baku, yang dilakukan sebagai suatu usaha untuk mencapai tujuan akhir (nibbana). Bhikkhu dan bhikkhuni diharapkan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan dalam dua disiplin moral (sila dan vinaya) sesuai dengan tanggung jawab mereka terhadap Patimokkha. Samanera dan samaneri harus memperhatikan Dasasila sebagai standar sila mereka. Bagi umat awam (upasaka dan upasika) memiliki Pancasila sebagai standar sila mereka di dalam kehidupan sehari-hari dan atthasila dianjurkan sebagai sila khusus pada hari-hari Uposatha. 5 Dasar ajaran puasa di dalam agama Buddha terdapat di dalam ajaran sila, dari atthasila, dasasila, dan patimokkha. 6 Sehingga di dalam pelaksanaannya terdapat tingkat yang mendasar, yaitu bagi umat awam puasa dilaksanakan pada setiap hari Uposatha yang jatuh pada tanggal 1, 8, 15 dan 23 menurut penanggalan lunar, sedangkan bagi umat viharawan puasa dilaksanakan pada setiap hari. 7 Pelaksanaan puasa ini telah diajarkan oleh Sang Buddha, dimana Sang Buddha telah menganjurkan kepada para bhikkhu untuk tidak makan setelah tengah hari. Demikian pula orang-orang yang melaksanakan atthasila (delapan peraturan latihan hidup suci) untuk berpantang dari mengambil makanan setelah tengah hari. 8 4 Pandit J. Kaharuddin, Hidup dan Kehidupan (Jakarta: Tri Sattva Buddhist Centre, 1991), h Matara Sri Nanarama Mahathera, Tujuh Tingkat Kesucian dan Pengertian Langsung (Penerbit Karaniya: Yayasan Karaniya, tt), h Lihat Anjali G.S, Tuntunan Uposatha dan Atthasila (Jakarta: Lembaran Khusus Agama Buddha, tt), h ; Bhikkhu Khamio, Samanera Sikkha-Latihan Samanera (Jakarta: Dhammadipa Arama, 1997), h ; dan Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya (Jakarta: Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda, 1988), h Bhikkhu Subalaratano, Tanya Jawab Agama Buddha (tp, tt), h K. Sri Dhammananda, What Buddhis Believe, h. 214

8 Pada hari puasa umat Buddha hanya dibolehkan makan dari pagi sampai tengah hari, yaitu sebelum matahari melewati jam siang. 9 Mereka berjanji pada dirinya sendiri untuk berpantang memakan makanan setelah lewat tengah hari dan melaksanakan delapan peraturan latihan lainnya serta melakukan perenungan dan mendengarkan Dhamma. Adapun waktu untuk menjalankan Uposathasila (peraturan yang dilaksanakan pada hari Uposatha) itu dimulai sejak terbitnya matahari hingga keesokan harinya, jadi dengan demikian pelaksanaan puasa di dalam agama Buddha itu selama 24 jam atau sehari semalam. 10 Bagi para bhikkhu pada hari Uposatha (jika jumlah mereka lima atau lebih di dalam satu vihara), mereka akan berkumpul untuk mendengarkan 227 Patimokkhasila yang dibacakan oleh salah seorang bhikkhu. Pembacaan patimokkha ini berkisar antara satu jam, dan umat awam diperbolehkan ikut mendengarkan. Lepas dari kegiatan tersebut, para bhikkhu akan menjalankan latihan yang lebih ketat dari biasanya. 11 Dan pada masa Vassa, para bhikkhu harus berdiam disuatu tempat dan tidak pergi ketempat lainnya sampai larut malam selama tiga bulan sampai tiba hari pavarana (upacara pengakhiran masa Vassa). 12 Dari uraian tersebut diatas, maka apakah puasa di dalam agama Buddha itu hanya sebagai formalitas keagamaan ataukah dapat dikatakan sebagai disiplin keagamaan yang merupakan fenomena universal yang ada pada berbagai agama. 9 Anomius, Dhamma Rakkha-Kumpulan Parrita Penting Untuk Upacara (Jakarta: Balai Kitab Tri Dharma Indonesia, 1980), h Bhikkhu Vijano (Ven), Dhamma-Sekolah Minggu Buddhis (Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama, 1996), h Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis-Bagaimana Menjadi Buddhis Sejati (Penerbit Karaniya: Yayasan Buddhis Karaniya, 1991), h Nalanda, 1998), h. 30 Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya (Jakarta: Sekolah Tinggi Agama Buddha

9 Hal itulah yang menarik penulis untuk mengambil judul Pelaksanaan dan Makna Puasa (Uposatha) dalam Agama Buddha (studi kasus di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya Sunter Jakarta Utara). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dalam skripsi ini penulis akan membahas mengenai Pelaksanaan dan Makna Puasa (Uposatha) dalam Agama Buddha di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, dengan perumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah makna puasa menurut agama Buddha di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya? 2. Bagaimanakah pelaksanaan puasa menurut agama Buddha di Vihara Jakarta Dhammcakka Jaya? C. Tujuan Penulisan Penulisan ini memiliki beberapa tujuan diantaranya : 1. Untuk memperluas pengetahuan dan pemahaman terhadap Buddha Dhamma (ajaran Sang Buddha) khususnya puasa menurut agama Buddha. 2. Menambah khazanah kepustakaan pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi tugas akademik yang merupakan syarat dan kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam rangka menyelesaikan studi tingkat sarjana program strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ushuluddin dan

10 Filsafat, Jurusan Perbandingan Agama dengan gelar Sarjana Teologi Islam (S.Th.I). D. Tekhnik Penulisan Dalam tekhnik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada ketentuanketentuan dan petunjuk-petunjuk yang telah di tentukan oleh UIN syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta; CeQDA UIN, 2007). Adapun metode yang penulis gunakan dalam penyusunan skripsi ini di tempuh dengan dua cara, yaitu: Library Research (penelitian kepustakaan) dengan metode ini penulis mengadakan studi kepustakaan mengenai penelitian terhadap buku-buku yang ada kaitannya dengan pembahasan skripsi ini. Sedangkan cara yang kedua dengan cara Field Research 13 (penelitian lapangan) dimana cara ini dilakukan untuk memperkuat data-data yang telah diproses dan penulis juga menggunakan teknik observasi sebagai alat pengumpulan data. Observasi yang penulis lakukan adalah dengan mendatangi dan mengamati jama ah dan viharawan di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya dan melakukan wawancara langsung secara mendalam (indepth interview) dengan informan tersebut diatas tentang data-data yang diperlukan dan sesuai dengan judul skripsi. Dalam wawancara, penulis telah mempersiapkan beberapa pertanyaan yang ada kaitannya dengan skripsi. Disamping itu, ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak tertulis. 13 Penelitian lapangan ini untuk mengetahui lebih jauh dalam praktek ajaran oleh penganutnya terutama para bhikkhu dan samanera samaneri (calon bhikkhu) dalam agama Buddha

11 E. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi pembahasan menjadi lima bab, dimana masing-masing mempunyai spesifikasi pembahasan mengenai topiktopik tertentu, yaitu sebagai berikut : Bab pertama berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, tekhnik penulisan, dan sistematika penulisan. Bab ini juga merupakan bab pendahuluan. Bab kedua landasan teori, yang memuat tinjauan tentang puasa di dalam agama Buddha, pembahasannya meliputi lima sub bab, yaitu: pengertian puasa menurut agama Buddha, sistem penanggalan dan sejarah hari Uposatha, masa Vassa, dan tujuan puasa di dalam agama Buddha. Bab ketiga menjelaskan tentang pelaksanaan dan makna puasa dalam agama Buddha yang meliputi gambaran umum Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, puasa bagi umat awam dan puasa bagi umat viharawan dan juga makna puasa bagi umat Buddha serta analisis. Bab keempat merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saransaran yang berkaitan dengan judul. Terakhir sekali penulis mencantumkan daftar pustaka yang digunakan sebagai bahan rujukan dari penulisan skripsi ini.

12 BAB II PUASA DALAM AGAMA BUDDHA A. Pengertian Puasa Menurut Agama Buddha Puasa di dalam agama Buddha adalah suatu usaha untuk menghindarkan diri dari mengambil makanan atau minuman pada waktu yang salah, yang disebut dengan istilah Upovasa. Akan tetapi di dalam pengertian sehari-hari, mereka lebih suka menyebutnya dengan istilah Uposatha. 14 Istilah ini berasal dari bahasa Pali, yaitu bahasa yang dipakai pada jaman Sang Buddha Gotama. Istilah Uposatha mengandung dua arti, yaitu: 1. Uposatha berarti nama atau sebutan hari untuk menjalankan peraturanperaturan khusus, sehingga disebut sebagai hari Uposatha. 2. Uposatha berarti nama atau sebutan terhadap peraturan-peraturan yang dijalankan, sehingga disebut sebagai Uposathasila. 15 Dalam Buddhist Dictionary, Uposatha ini diartikan sebagai berpuasa, hari puasa, yaitu hari Purnama sidhi, hari bulan baru dan hari seperempat bulan yang pertama dan yang terakhir. 16 Kata Uposatha, juga mengandung makna masuk dan berdiam diri, dalam pengertian berdiam di dalam vihara atau komplek vihara. 17 Maksud berdiam di sini bukan berarti diam dan tidak melakukan sesuatu tetapi tinggal atau berada di vihara atau komplek vihara (uposathavasamvasati), belajar dhamma 14 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta, 8 Mei Anjali G. S., Tuntunan Uposatha dan Atthasila (Jakarta: Lembaran Khusus Agama Buddha Informasi, tt), h Nyanataloka, Buddhist Dictionary (Frewin: Co. Tto, 1972), h Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis-Bagaimana Menjadi Buddhis Sejati (Penerbit: Yayasan Karaniya, 1991), h. 59

13 melalui buku, diskusi, mendengarkan khotbah, menjalankan delapan sila dan berlatih meditasi. 18 Jadi istilah Uposatha ini merupakan suatu istilah yang dipakai untuk melaksanakan suatu upacara keagamaan yang ketat, yang berhubungan dengan menahan diri (puasa). 19 Menahan diri di sini maksudnya untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu jahat, seperti rasa dengki, iri hati, marah, serakah dan sebagainya. Selain untuk menghindari makan dan minum, puasa atau Upovasa (bahasa Pali) di dalam agama Buddha juga mempunyai pengertian: 1. Mengendalikan diri untuk tidak berbuat sesuatu yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. 2. Meningkatkan kualitas diri, artinya segala kebajikan atau perbuatan baik yang pernah dilakukan, perlu selalu di ulang-ulang, dan kebajikan atau perbuatan baik yang belum dilakukan perlu dilakukan (kusalassa upasampada/selalu mengembangkan kebajikan). 20 Singkatnya apa yang disebut puasa atau upovasa itu bukan saja mengendalikan diri dari makan dan minum, tetapi meliputi seluruh gerak-gerik pikiran, ucapan, dan jasmani. 21 Karena puasa di dalam agama Buddha ini merupakan pelaksanaan sila, yang merupakan suatu ajaran kesusilaan yang didasarkan atas konsepsi cinta kasih dan belas kasihan kepada semua makhluk. Sehingga yang termasuk di dalam kelompok sila di sini adalah: Pembicaraan benar (samma vaca) 18 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta, 8 Mei Bhikkhu Subalaratano (ed), Pengantar Vinaya (Jakarta: Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda, 1988), h Supomo, Dasar-Dasar Uposatha, (Yogyakarta: Vihara Vidyaloka Vidyasena, 1993), h Supomo, Dasar-Dasar Uposatha, h. 2

14 Perbuatan benar (samma kammanta) Mata pencaharian benar (samma ajiva) Puasa di dalam agama Buddha merupakan salah satu cara praktek pengendalian diri dari segala bentuk pikiran yang tidak baik dan merupakan usaha untuk membebaskan diri dari segala kejahatan, yaitu: ketamakan, kebencian dan kebodohan batin. 22 Sang Buddha melarang para bhikkhu mengambil makanan padat (yang mengenyangkan) setelah lewat tengah hari. Begitu juga umat awam yang menjalankan delapan peraturan (atthasila) pada hari Uposatha, untuk berpantang mengambil makanan padat setelah tengah hari. 23 Berkaitan dengan masalah puasa di dalam agama Buddha, bahwa kegunaan dari memakan makanan adalah tidak untuk kesenangan, pemabukan, menggemukkan badan atau untuk memperindah diri, tetapi hanyalah untuk kelangsungan hidup dan mempertahankan tubuh, menghentikan rasa tidak enak, dan untuk membantu kehidupan suci. Sehingga akan mendapatkan kebebasan tubuh dari gangguan-gangguan serta akan dapat hidup dengan tentram. 24 B. Sistem Penanggalan dan Sejarah Hari Uposatha Di dalam kehidupan keagamaan umat Buddha, dalam satu bulan terdapat hari-hari khusus untuk melaksanakan peraturan pelatihan tertentu (sikkhapada). 22 Pandit J. Kaharuddin, Hidup dan Kehidupan (Jakarta: Tri Sattva Buddhis Center, 1991), h K. Sri Dhammananda, What Buddhist Believe (Taiwan: The Corporate Body of The Buddha Educational Foundational, 1993), h Bhikkhu Khemio, Samanera Sikkha-Latihan Samanera (Jakarta: Sangha Theravada Indonesia, 1980), h

15 Hari khusus itu dipandang sebagai hari yang suci (sakral) dan disebut Uposathadivasa. Istilah Uposatha arti harfiahnya adalah masuk untuk berdiam diri (dalam keluhuran). Istilah ini digunakan untuk sebutan hari dimana upasaka-upasika (umat Buddha laki-laki dan perempuan) menjalankan peraturan pelatihan khusus yang terdiri dari delapan unsur peraturan pelatihan. Hari itu disebut hari Uposatha. 25 Hari Uposatha adalah hari-hari tanggal 1, 8, 15 dan 23 menurut penanggalan lunar. Biasanya kalender yang dibuat oleh umat Buddha, tanggal jatuhnya hari Uposatha diberi tanda khusus dengan warna tertentu sehingga mempermudah bagi mereka yang akan melaksanakan Atthangika Uposatha (delapan peraturan pelatihan pada hari Uposatha). 26 Selain itu, dengan pemberian tanda dalam kalender tersebut, diharapkan agar para umat Buddha dapat melaksanakan delapan peraturan tersebut. 27 Kebiasaan menjalankan Uposatha ini telah ada sebelum jamannya Sang Buddha. Sang Buddha menyetujui kebiasaan tersebut dan memperkenankannya untuk dipergunakan sebagai hari untuk bertemu bersama, membicarakan dan mendengarkan dhamma serta merupakan kesempatan untuk melaksanakan Uposatha bagi umat awam (atthanga Uposathasila). Sehubungan dengan pertemuan para bhikkhu, Sang Buddha mengijinkan mereka melakukan Uposathasila pada tanggal 1 dan 15 pada penanggalan bulan. 28 Pada hari Uposatha ini umat Buddha melakukan puja bhakti, yaitu berupa: 25 Pandita Dhammavisarada, Sila dan Vinaya (Jakarta: Penerbit Buddhis Bodhi, 1997), h Pandita Dhammavisarada, Sila dan Vinaya, h Anjali G. S., Tuntunan Uposatha dan Atthasila, h Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, h. 30

16 Melakukan persembahan bunga/ dupa/ lilin di depan altar. Melakukan puja kepada Sang Tiratana dan membaca parrita-parrita suci. Memohon kepada bhikkhu untuk membimbing melaksanakan Pancasila (lima sila) atau atthasila (delapan sila). Mendengarkan Khotbah Dhamma dari para bhikkhu atau pandita. Ada pula umat yang melakukan makan sayuranis ( sayur mayur ) dan tidak makan daging. Dan memperbanyak meditasi. 29 Puasa di dalam agama Buddha mempunyai sejarah yang panjang, bahkan sebelum jaman Sang Buddha, yaitu dimulai dari tradisi para Brahmana yang menyucikan diri dengan menjalani ritus veda, menyepi meninggalkan rumah keluar selama beberapa waktu hingga selesai, saat yang dipilih untuk ritus itu biasanya berpedoman pada peredaran bulan, yaitu saat-saat bulan penuh dan bulan gelap atau kadang-kadang di saat-saat bulan separuh wajah. 30 Pada masa itu, banyak kelompok petapa (samana) yang menggunakan hari-hari saat bulan penuh, bulan gelap, maupun bulan separuh wajah untuk memperdalam teori dan latihan-latihan mereka. Sang Buddha sendiri menganjurkan kepada siswa-siswanya untuk berkumpul di vihara pada hari-hari tersebut, mendengarkan pembacaan Patimokkha (aturan pokok bagi para bhikkhu) dan mengajarkan dhamma kepada umat yang datang ke vihara mereka Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis (Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama, 1997), h Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis, h Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis, h. 60

17 Demikian pula upacara-upacara yang dilaksanakan pada hari-hari Uposatha sudah dilaksanakan oleh orang-orang India pada jaman Sang Buddha. Atas saran Raja Bimbisara dari Magadha kepada Sang Buddha, maka hari-hari Uposatha ini kemudian juga dilaksanakan oleh para bhikkhu dan umat awam (upasaka-upasika) sampai sekarang ini. 32 Secara lengkap Sang Buddha bersabda: Demikianlah kejadiannya, Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berdiam di Rajagaha, di puncak karang Burung Nazar. Pada waktu itu kelana-kelana dari sekte lain mempunyai kebiasaan untuk berkumpul pada waktu pertengahan bulan pada tanggal 14 dan 15 dan perempatan bulan pada tanggal 8 dan berkhotbah tentang Dhamma. Orang-orang berdatangan untuk mendengarkannya. Mereka semakin menyukai dan semakin mempercayai kelana dari sekte lain. Maka kelana-kelana itu memperoleh bantuan. Maka ketika Raja Magadha Seniya Bimbisara sedang bermeditasi, ia merenungkan hal-hal ini: mengapa para Yang Mulia untuk tidak berbuat serupa pada hari-hari itu?. Kemudian ia menemui Sang Bhagava menyampaikan apa yang dipikirkannya dan menambahkan: Guru, alangkah baiknya jika pada hari-hari itu pula para Yang Mulia untuk berkumpul. Sang Bhagava memberi petunjuk tentang Dhamma kepada Raja itu, setelah mana ia meninggalkan tempat itu. Kemudian Sang Bhagava membuat hal itu suatu alasan untuk memberikan wejangan tentang Dhamma kepada bhikkhu. Beliau berkata: O, para bhikkhu, aku mengijinkan pertemuan pada pertengahan bulan, yaitu hari ke 14 dan ke 15, dan pada perempatan bulan, yaitu pada hari ke Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis , h. 5

18 Kemudian para bhikkhu mulai saat itu berkumpul bersama sebagaimana yang diijinkan Sang Bhagava, tetapi mereka duduk dengan diam. Orang-orang datang untuk mendengarkan Dhamma. Mereka menjadi kecewa sehingga mereka berkata: Bagaimana para bhikkhu ini, putera-puteri Sakya berkumpul pada harihari ini hanya untuk membisu seperti tonggak?. Tidakkah Dhamma seharusnya dikhotbahkan pada waktu-waktu mereka berkumpul?. Para bhikkhu mendengar hal ini, kemudian mereka menyampaikan kepada Sang Bhagava. Beliau menjadikan hal ini sebagai alasan untuk memberikan wejangan tentang Dhamma dan beliau berpesan demikian: O, para bhikkhu, bila ada pertemuan pada pertengahan bulan dan perempatan bulan, aku mengijinkan untuk memberikan Dhamma. 33 Pada saat-saat awal perkembangan agama Buddha, Sang Buddha sendiri yang memberikan ajaran pada pertemuan Sangha dan meningkatkan kebajikan yang merupakan inti dari ajaran (sasana) dan menjelaskannya, kemudian Sang Buddha memberikan ijin kepada Sangha untuk melaksanakan Uposatha sendiri. Di dalam setiap pertemuan suatu kelompok bhikkhu, seorang bhikkhu akan membacakan peraturan latihan yang disebut Patimokkha. Ini dilakukan apabila terdapat empat orang bhikkhu atau lebih. Apabila hanya terdapat tiga atau dua orang bhikkhu, mereka disebut gana (group). Mereka dibolehkan memberitahukan satu sama lain tentang kemurnian mereka masing-masing, bila hanya terdapat seorang bhikkhu, ia disebut puggala (seorang) dan ia harus membuat adhitthana atau tekad oleh dirinya sendiri. 34 C. Masa Vassa 33 Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis , h Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, h. 28

19 Selain hari Uposatha, musim hujan juga mempunyai peran penting bagi umat Buddha, karena masa-masa musim hujan ini akan memberikan peluang yang sangat besar bagi para bhikkhu untuk hidup lebih dekat dengan gurunya, bhikkhu senior yang telah lanjut latihan meditasinya, berpengalaman dalam vinaya atau yang telah banyak mendalami dan mengetahui sutta-sutta. Dalam kamus Buddha dharma, Vassa ini diartikan sebagai musim hujan. Masa Vassa adalah masa dimana menurut tradisi, pada musim penghujan para bhikkhu harus berdiam di suatu tempat dan mentaati peraturan-peraturan Vassa. Masa Vassa ini berlangsung selama tiga bulan (90 hari) dan dimulai sehari sesudah Purnama sidhi bulan ke delapan (asalhamasa) dan berakhir pada Purnama sidhi bulan kesebelas (assajuyamasa) menurut penanggalan lunar. Demikian juga bagi umat awam, masa-masa ini dapat dipergunakan untuk: Melatih diri menjadi samanera sementara ( calon bhikkhu/bhikkhuni) Menjalankan latihan puasa bagi para bhikkhu dengan cara makan hanya satu kali untuk sehari atau praktek makan langsung dari satu wadah (pata), tanpa perlu menggunakan banyak piring atau mangkok. Latihan ini sangat baik untuk membatasi keserakahan terhadap makanan, kelezatan dan bentuknya yang menggiurkan. Atau juga untuk melatih berdana sebanyak mungkin, sekuat-kuatnya sesuai dengan kemampuannya. 35 Hal-hal yang berkenaan dengan masa Vassa ini terdapat di dalam Kitab Suci Tipitaka bagian Vinaya Pitaka, Mahavagga Vassupaniya-kakkhandhaka. Sang Buddha bersabda: 35 Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis, h

20 Anujanami Bhikkhave Vassane Vassam Upagantum Dve Ma Bhikkhave Vassupana-yikaya Purimika Pacchimika Aparajju-gataya Asalhiya Purimika Upagantabha. Yang artinya bahwa masa Vassa haruslah dilaksanakan oleh para bhikkhu. Selama masa itu terdapat hari pertama untuk memulai dan terdapat hari penutup untuk mengakhirinya. 36 Ketika jumlah bhikkhu berkembang pesat, Sang Buddha menetapkan peraturan bahwa bhikkhu harus berdiam di suatu tempat selama musim hujan (Vassa) dan tidak pergi ke tempat lain selama tiga bulan. 37 Masa Vassa ini dimulai pada hari pertama sesudah Purnama sidhi bulan Asadha atau pada hari pertama bulan Savana (bulan 9 lunar Buddhis) dan diakhiri sesudah tiga bulan dilampaui, yaitu pada Purnama sidhi bulan Assayuja (bulan September/Oktober). Para bhikkhu dapat memulai masa Vassa pada hari pertama sesudah hari raya Asadha (hari raya untuk memperingati kejadian yang menyangkut kehidupan Sang Buddha dan ajarannya, yaitu saat Sang Buddha untuk pertama kalinya membabarkan ajarannya kepada lima orang pertapa) atau satu bulan kemudian. Hal ini dikenal sebagai Vassa pertama, dan Vassa kedua. 38 Saat Vassa merupakan saat untuk para bhikkhu melaksanakan Samanadhamma (Dhamma untuk seseorang yang membuat dirinya damai) yaitu pelaksanaan meditasi ketenangan dan pandangan terang. 39 Hari dimulainya massa Vassa apabila bulan memasuki konstelasi Asadha, namun pada tahun kabisat haruslah dimulai 30 hari kemudian. Malam menjelang 36 Kitab Suci Tipitaka Bagian Vinaya Pitaka, Mahavagga Vassupaniya-kakkhandhaka (Klaten: Vihara Bodhivamsa, tt), h Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, h Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis , h Bhikkhu Subalaratano, Pengantar Vinaya, h. 32

21 penutupan masa Vassa, yaitu saat Purnama sidhi bulan Assayuja, diselenggarakanlah Pavarana, yaitu upacara pengakhiran masa Vassa dan dilanjutkan dengan persembahan dana yang secara umum dikenal dengan hari Kathina. Upacara Kathina akan berlangsung mulai bulan pertama pada saat bulan menyusut (tanggal 16) bulan Assayuja sampai Purnama sidhi bulan ke 12 (kattikamasa). Namun perayaan ini pada hakekatnya akan berlangsung selama satu bulan untuk memberi kesempatan kepada umat agar bisa mempersembahkan dana kepada Sangha. 40 Terjadinya Vassa Lebih dari dua ribu lima ratus tahun yang lalu Sang Buddha beserta siswasiswanya membabarkan Dhamma. Perjalanan yang jauh dan musim yang berganti tidaklah menjadi halangan bagi Sang Buddha dan para siswanya. Hal ini terlihat dari adanya kelompok bhikkhu yang mengadakan perjalanan pada musim dingin, musim panas maupun musim hujan (di India dikenal tiga musim). Pada saat itu masa Vassa belum ditetapkan oleh Sang Buddha, sehingga para bhikkhu mengadakan perjalanan selama musim panas, musim dingin dan musim hujan. Tetapi ketika jumlah bhikkhu semakin meningkat dan para bhikkhu harus keluar masuk hutan, sawah maupun ladang, mengakibatkan tumbuhtumbuhan yang ditanam oleh para petani pada musim hujan rusak terinjak-injak oleh para bhikkhu tersebut. 40 Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis , h. 22

22 Melihat kenyataan ini, masyarakat mengkritik para bhikkhu dengan mengatakan mengapa para bhikkhu Sakyaputta (murid-murid Sang Buddha) mengadakan perjalanan pada musim dingin, panas, dan hujan, sehingga mereka menginjak tunas-tunas muda rumput dan mengakibatkan binatang-binatang kecil mati? tetapi petapa lain meskipun kurang baik dalam melaksanakan peraturan (vinaya), menetap selama musim hujan. Mendengar keluhan masyarakat tersebut, beberapa bhikkhu menghadap Sang Buddha dan melaporkan kejadian tersebut. Sang Buddha kemudian memberikan keterangan yang masuk akal dan bersabda: Para bhikkhu, saya ijinkan kalian melaksanakan masa Vassa. Kemudian terpikir oleh para bhikkhu, kapan masa Vassa dimulai?, mereka menanyakan hal ini kepada Sang Buddha dan kemudian beliau mengatakan saya ijinkan kalian melaksanakan masa Vassa pada musim hujan. Kemudian terpikir lagi oleh para bhikkhu, berapa banyak periode untuk memulai masa Vassa?. Mereka menyampaikan hal ini kepada Sang Buddha dan beliau berkata: O para bhikkhu, terdapat dua masa untuk memasuki masa Vassa. Periode pertama Vassa (purimikavasupanayika) dan periode terakhir (pacchimikavasupanayika). Periode pertama Vassa adalah sehari setelah Purnama di bulan Asalha (kini dikenal dengan hari raya Asadha). Periode berikutnya dimulai sebulan setelah Purnama di bulan Asadha. Itulah periode untuk memulai musim hujan. 41 Sejak saat itu para bhikkhu menetap selama tiga bulan musim hujan. Mereka lebih banyak melatih dan mengembangkan batin, belajar dari para bhikkhu yang lebih senior Kitab Suci Tipitaka Bagian Vinaya Pitaka, Mahavagga Vassupaniya-kakkhandhaka (Klaten: Vihara Bodhivamsa,1982), h Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis , h

23 D. Tujuan Puasa di Dalam Agama Buddha Puasa di dalam agama Buddha adalah melaksanakan sila, yang merupakan dasar utama dalam melaksanakan ajaran agama, yaitu mencakup semua perilaku dan sifat-sifat baik yang termasuk di dalam ajaran moral dan etika dalam agama Buddha. 43 Sila adalah cara untuk mengendalikan diri dari segala bentuk-bentuk pikiran yang tidak baik dan merupakan usaha untuk membebaskan diri dari segala akar kejahatan, yaitu: lobha, dosa dan moha. 44 Lobha artinya ketamakan atau keserakahan. Dapat pula diartikan sebagai keterikatan pikiran terhadap obyek. Dosa artinya kebencian atau rasa dendam. Dapat pula diartikan sebagai keinginan jahat. Moha artinya kebodohan batin atau rasa tidak mengerti kebenaran mulia. Dapat pula diartikan sebagai avijja (tidak tahu), anana (tidak berpengetahuan), adasana (tidak dapat melihat dengan sewajarnya). 45 Sebagaimana sabda Sang Buddha: Bilamana, O para bhikkhu, tindakan Uposatha sempurna di dalam delapan faktor, maka buah dan manfaatnya pun berlimpah, bersinar dan merebak. Dan bagaimana tindakan Uposatha sempurna di dalam delapan faktor yang membuatnya memiliki buah dan manfaat yang melimpah, bersinar, dan merebak? Disini, para bhikkhu, seorang siswa mulia merenungkan demikian: Selama hidup, para Arahat meninggalkan pembunuhan dan tidak melakukannya; dengan kail dan senjata yang disingkirkan, mereka penuh kesadaran, baik hati dan hidup dalam kasih sayang terhadap semua makhluk. Hari ini aku juga, selama 43 Pandita Dhammavisarada, Sila dan Vinaya, h Pandit J. Kaharuddin, Hidup dan Kehidupan, h Bhikkhu Subalaratano, Tanya Jawab Agama Buddha (tp.tt), h. 27

24 siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama. Aku akan meniru para Arahat di dalam hal itu, dan tindakan Uposatha akan terpenuhi olehku. Inilah faktor pertama yang dimiliknya. Selanjutnya, dia merenungkan: Selama hidup, para Arahat meninggalkan perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan dan tidak melakukannya; mereka menerima hanya apa yang diberikan, mengharapkan apa yang diberikan, dan berdiam dengan hati yang jujur, bebas dari keinginan mencuri. Hari ini aku juga, selama siang dan malam ini akan melakukan hal yang sama Inilah faktor kedua yang dimilikinya. Selama hidup, para Arahat meninggalkan kehidupan seksual dan hidup selibat, jauh dari seksualitas, menahan diri dari praktek hubungan seksual yang kasar. Hari ini aku juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama Inilah faktor ketiga yang dimilikinya. Selama hidup, para Arahat meninggalkan perbuatan berbicara yang tidak benar dan tidak melakukannya, mereka adalah pembicara kebenaran, pengikut kebenaran, dapat dipercaya dan dapat diandalkan, bukan penipu dunia. Hari ini aku juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama Inilah faktor keempat yang dimilikinya. Selama hidup, para Arahat meninggalkan anggur, minuman keras dan apapun yang bersifat meracuni yang menjadi landasan bagi kelalaian dan tidak melakukannya. Hari ini aku juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama Inilah faktor kelima yang dimilikinya. Selama hidup, para Arahat makan hanya sekali sehari dan menahan diri untuk tidak makan pada malam hari atau pada saat yang tidak tepat. Hari ini aku

25 juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama Inilah faktor keenam yang dimilikinya. Selama hidup, para Arahat tidak menari, menyanyi, melihat pertunjukkan musik instrument dan pertunjukkan yang tidak pantas, dan mereka tidak menghias diri dengan mengenakan kalung bunga dan menggunakan wangi-wangian dan minyak-minyakan. Hari ini aku juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama Inilah faktor ketujuh yang dimilikinya. Selama hidup, para Arahat meninggalkan penggunaan tempat tidur dan alas duduk yang mewah dan tidak melakukannya; mereka menggunakan tempat beristirahat yang rendah-bisa tempat tidur yang kecil atau alas jerami. Hari ini aku juga, selama siang dan malam ini, akan melakukan hal yang sama Inilah faktor kedelapan yang dimilikinya. 46 Sila ini merupakan gerak-gerik kehendak (cetana) yang bersikap menghindarkan diri untuk tidak bertindak jahat dan bersikap mengendalikan diri untuk tidak melanggar peraturan-peraturan dan norma-norma kebaikan yang berkenaan dengan pembersihan batin, maupun peraturan-peraturan yang ditentukan oleh masyarakat yang merupakan kebiasaan atau tradisi yang baik. 47 Sila ini merupakan dasar yang mutlak untuk memperoleh hasil yang luhur, karena perkembangan batin tidak mungkin tercapai tanpa memiliki dasar sila ini. Sebagian umat Buddha yang meyakini adanya tumimbal lahir (hukum punarbhava), sebetulnya manusia sudah mengalami kelahiran berjuta-juta kali bahkan tidak terhitung, begitu juga halnya dengan kelaparan, tentu sudah berjutajuta kali bahkan tidak terhitung orang merasakan lapar. Dengan mengendalikan keinginan makan yang muncul setelah waktu berjuta-juta tahun yang lampau, 46 Kitab Suci Tipitaka Bagian Anguttara Nikaya 3 (Klaten: Vihara Bodhivamsa, 2003), h Pandit J. Kaharuddin, Hidup dan Kehidupan, h. 170

26 secara tidak langsung sebetulnya hal tersebut juga merupakan latihan untuk mengendalikan emosi. Mengapa demikian? kalau seseorang mampu mengendalikan keinginan makan yang telah muncul berjuta-juta tahun yang lampau, mengapa tidak bisa menahan diri untuk tidak marah, misalnya. Dengan cara ini seseorang bisa menghadapi segala sesuatu dengan tenang dan tidak emosi. Walaupun cara menahan diri ini merupakan cara yang sederhana, tetapi cara ini ada kaitannya dengan praktek kesabaran. 48 Begitu juga sampai pada tingkat tertentu, kemajuan di dalam Dhamma akan menurun di bawah pengaruh nafsu-nafsu keinginan jasmani yang timbul dari pikiran yang kotor. Kekotoran akan nafsu-nafsu itu akan dapat dikendalikan dengan baik justru ketika kekotoran dan nafsu-nafsu itu tampak dan muncul dengan begitu kuatnya. Hampir tidak mungkin mengendalikan kekotoran batin yang tidak tampak di permukaan meski mereka mungkin saja beroperasi di bawah sadar. Perilaku seorang bhikkhu yang baik menunjukkan cara yang benar untuk menghadapi kekotoran-kekotoran itu. Begitu pula halnya dengan hari-hari Uposatha, saat kekotoran-kekotoran itu menampakkan dirinya, mudahlah bagi kita mengendalikan dan memangkasnya dengan bantuan disiplin serta melaksanakan Atthasila (delapan sila). 49 Dengan demikian, latihan-latihan itu benar-benar tindakan untuk menguji sejauh mana seseorang bisa mengendalikan dirinya. Atau jelasnya, sejauh mana bentuk-bentuk mental yang baik, yang terbentuk oleh praktek Dhamma selama ini, mampu mengalahkan karakter- 48 Bhikkhu Uttamo, Hidup Sesuai dengan Dhamma (Jakarta: Vihara Samaggi Jaya, 1994), h Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis, h

27 karakter buruk yang dibentuk oleh batin yang serakah, benci yang diselumuti kebodohan. 50 Sang Buddha sangat memuji keagungan pelaksanaan Atthasila, yang dimenangkan oleh pria dan wanita atas kekuasaan duniawi, yang meraih kekuasaan dan kebahagiaan pada kehidupan selanjutnya dan diyakinkan akan memberikan buah kelahiran kembali di surga para dewata. Sang Buddha menjelaskan kepada Visakha berbagai bentuk perenungan batin (mental reflection), guna memperkuat diri bagi seseorang yang akan menjalankan Uposatha Arya, yang membimbing pada ketenangan dan kesucian batin. Sebagaimana terdapat di dalam kitab suci, Sang Buddha bersabda: Dan apakah Uposatha Arya itu, Vesakha? Hal itu adalah pembersihan pikiran yang keruh dan kotor melalui proses yang benar. Dan bagaimanakah hal itu dilaksanakan, Visakha?. Dengan cara ini pengikut Sang Arya merenungkan Sang Tathagata sebagai berikut: Demikianlah Sang Bhagava, yang maha suci yang telah mencapai Penerangan Sempurna, sempurna pengetahuan serta tindak-tanduknya, sempurna menempuh Sang Jalan (ke Nibbana), pengenal segenap alam, pembimbing manusia yang tiada Taranya, Guru para deva dan manusia, Yang sadar, Yang patut dimuliakan. Bila ia melakukan perenungan terhadap Tathagata batinnya menjadi tenang, timbul kegembiraan dan kekotoran batin menjadi lenyap. Demikian pula ia melakukan perenungan terhadap Dhamma dan Sangha. Kebajikan seseorang dan kebajikan para dewa. 51 Dalam uraian Atanatiya Sutta. Pada hari kedelapan lunar, dewa penjaga mengirim utusannya ke alam dunia untuk meyakinkan apakah manusia memegang 50 Bhikkhu Khantipalo, Saya Seorang Buddhis, h Kitab Suci Tipitaka Bagian Anguttara Nikaya 3, h. 530

28 teguh kebenaran dan kebajikan. Mereka kirimkan anak-anaknya pada hari ke empat belas lunar untuk alasan dan tujuan yang sama. Pada hari ke lima belas para dewa penjaga sendiri turun ke bumi dan mengirimkan laporannya pada sidang para dewa di surga Tavatimsa. Mereka akan bergembira atau bersedih tergantung apa yang dia saksikan dari tingkah laku manusia dalam menegakkan dan menjalankan kebenaran dan kebajikan. Bila para dewa bergembira, maka berkah akan turun ke bumi, tetapi bila para dewa bersedih dan marah, maka akan memberi pertanda banyak kejahatan dan malapetaka akan terjadi Kitab Suci Tipitaka Bagian Anguttara Nikaya 3, h. 529

29 BAB III PELAKSANAAN DAN MAKNA PUASA (UPOSATHA) DI VIHARA JAKARTA DHAMMACAKKA JAYA A. Gambaran Umum Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya Yayasan Jakarta Dhammacakka Jaya didirikan berdasarkan Akte Notaris, Kartini Mulyadi, S.H., tanggal 9 Maret 1981, No Yayasan ini merupakan suatu lembaga yang berdasarkan hukum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peletakan batu pertama pembangunan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya oleh Ditjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI, yaitu Gde Padja, MA. SH pada tanggal 2 September 1982 pukul WIB. Vihara ini terletak di blok C Sunter Agung Kelurahan Sunter Kecamatan Tanjung Priok wilayah Jakarta Utara di atas tanah seluas m persegi. Tanah ini disumbangkan oleh Bapak Anton Haliman atas nama pengurus PT. Agung Podomoro. Pada tanggal 24 Agustus 1985, Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya diresmikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Munawir Sjadzali, M.A., dan didampingi oleh Panglima tertinggi Angkatan bersenjata dan Panglima Angkatan Darat Kerajaan Thailand, Jendral Athit Kamlang Ek. 53 Sejarah Vihara ini diawali dengan nasehat Bhante Acariya Nirodha melalui Bhante Sutat Phan Pheree untuk mencari tanah calon vihara yang baik. 54 Beliau mengatakan bahwa tanah tersebut terletak di sebelah Utara Jakarta. Tempatnya agak tinggi, terdapat pohon besar dan ada sumur di bawahnya. Dengan 53 Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya (YJDJ), Pembangunan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, (Jakarta: YJDJ, 1983), h Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, Peletakkan Batu Pertama Pembangunan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, (Jakarta: YJDJ, 1892), h. 21

30 pedoman tersebut, dicarilah lokasi yang dimaksud. Pada awal tahun 1981 lokasinya sudah ditemukan, tempat itu ternyata masih penuh ditumbuhi alangalang, terdapat dua pohon besar dan sumur di bawahnya. Sesuai dengan petunjuk Bhante Acariya Nirodha, bahwa sesudah lokasi ditemukan segera menghubungi pemilik tanah. Tanah tersebut ternyata milik PT. Agung Podomoro. Dalam pembicaraan pihak yang akan membangun vihara dengan Direktur PT. Agung Podomoro Anton Haliman, disarankan untuk memperoleh ijin membangun vihara dari pemerintah daerah terlebih dahulu. Sejak pembicaraan tersebut di atas maka secara resmi Sangha Theravada Indonesia mengajukan permohonan untuk mendapat ijin mendirikan vihara dari pemerintah daerah. Permohonan ijin tersebut di bantu oleh Ir. Rai Pratadaja dan Ir. Imam Soebagyo. Perlu diketahui bahwa tanah tersebut menurut rencana kota adalah untuk bangunan perumahan. Karena akan digunakan sebagai bangunan tempat ibadah (vihara), maka harus ada persetujuan perubahan rencana dari tata kota. Ijin perubahan akhirnya dikabulkan oleh pemerintah daerah dan memakan waktu lebih dari 1 tahun, luas tanah m persegi. Direncanakan bangunan induk (Uposathagara) didirikan dengan ukuran: panjang 22 meter tinggi maksimal 9 meter. Rencana bangunan Uposatha ini telah di gambar dengan teliti oleh Ir. Rai Pratadaja dan Ir. Aswin Suganda. Sedangkan rencana keseluruhan dirancang oleh Indira Sujana dan Ir. Evy Ekasanthirni. Semua perencanaan dibuat berlandaskan nilai keagamaan dan kebudayaan nasional Indonesia. Dana pembangunan vihara dikumpulkan sejak beberapa tahun sebelumnya dari seluruh umat dan juga para donatur di Jakarta. Pengolahan pembangunan vihara ini dilakukan oleh Badan Pengurus Yayasan Jakarta Dhammacakka Jaya.

31 Ketua kehormatan dijabat oleh Anton Haliman, sedangkan Ketua Umum dijabat oleh Laksamana (Purnawirawan) Oyo Prayogo Kusno. Vihara atau arama pertama dalam sejarah Buddha terletak di atas tanah yang dinamakan Isipatana Migadaya (taman rusa Isipatana), dekat kota Banarasi. Tempat yang sangat indah ini mengandung makna sejarah yang sangat penting bagi umat Buddha yang tidak mungkin dapat dilupakan. 55 Pada awalnya pengertian vihara sangat sederhana yaitu pondok atau tempat tinggal atau temp;at penginapan para bhikkhu dan bhikkhuni, samanera, samaneri. Namun kini pengertian vihara mulai berkembang, yaitu: Vihara adalah tempat melakukan segala macam bentuk upacara keagamaan menurut keyakinan, kepercayaan, dan tradisi agama Buddha, serta tempat umat awam melakukan ibadah atau sembahyang menurut keyakinan, kepercayaan, dan tradisi masing-masing baik secara perorangan maupun berkelompok. Didalam vihara terdapat satu atau lebih ruangan untuk penempatan altar. 56 Dulu sebelum dikenal vihara, tempat tinggal para bhikkhu adalah goa-goa, di bawah pohon, di kuburan, di atas bukit, di tumpukan jerami, dan di tempat penduduk yang menyediakan tempat untuk menginap. Setelah banyak orang yang mendengarkan ajaran Sang Buddha dan berlindung kepada Sang Tri Ratna mereka bermaksud untuk memberikan tempat tinggal bagi para bhikkhu yang layak. Sang Buddha kemudian memperbolehkan umat berdana di vihara. Pada mulanya umat Buddha belum mempunyai vihara secara khusus. Gagasan untuk membangun sebuah vihara pertama kali dilakukan oleh Raja Bimbisara dari kerajaan Rajagaha. Suatu ketika setelah Raja Bimbisara 55 Bhikkhu Subalaratano dan Samanera Utamo, Bhakti (Puja), (Jakarta: Sangha Theravada Indonesia, tt), h Suwarno T, Buddha Dharma Mahayana, Majelis Agama Buddha Indonesia, B.E., h. 908

32 mendengarkan ajaran Sang Buddha dan mencapai Sottapati (tingkat kesucian pertama) maka beliau memberikan persembahan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu. Atas pemberian tersebut, Sang Buddha memberikan persyaratan sebagai berikut: Tempat tersebut tidak jauh, dekat dan ada jalan untuk lewat. Tidak terlalu banyak suara di siang hari maupun malam hari. Tempat tersebut tidak banyak gangguan serangga, angin, terik matahari dan pohon menjalar. Orang yang tinggal di situ mudah mendapat jubah, makanan, tempat tinggal, obat-obatan sebagai pengobatan bagi orang sakit. Di tempat tersebut ada bhikkhu yang lebih tua (senior) yang mempunyai pengetahuan tentang kitab suci (Dhamma-Vinaya). Sejak saat itu pengurusnya menerima Dana Vihara. Dengan semakin banyak penganut ajaran Sang Buddha, maka vihara bukan hanya sebagai tempat singgah para bhikkhu tetapi juga digunakan oleh para upasaka dan upasika (umat awam laki-laki dan perempuan) untuk belajar dhamma. Pada hari-hari Uposatha umat Buddha datang ke vihara untuk mendengarkan dhamma, menjalankan atthasila dan melatih meditasi. Vihara adalah sebagai tempat singgah atau tempat tinggal bagi para bhikkhu dan sebagai sarana ibadah umat Buddha. Sedangkan jika dilihat dari fungsi vihara, adalah sebagai berikut: a. Tempat tinggal para bhikkhu dan samanera. b. Tempat pendidikan putera-puteri bangsa, agar menjadi warga masyarakat yang berguna. c. Tempat yang memberikan rasa aman bagi semua umat Buddha.

33 d. Tempat pendidikan moral, sopan santun dan kebudayaan. e. Tempat untuk berbuat kebajikan dan kebaikan. f. Tempat menyebarkan dhamma. g. Tempat yang menunjukkan jalan kebebasan. h. Tempat latihan meditasi dalam usaha merealisasi cita-cita kehidupan suci. i. Tempat kegiatan-kegiatan sosial yang bersifat keagamaan. 57 Sebagai tempat tinggal para bhikkhu dan tempat ibadah umat Buddha maka vihara terdiri dari beberapa bangunan, dimana setiap bangunan mempunyai fungsi tersendiri. Banyaknya bangunan tergantung pada kemampuan umat Buddha yang mendirikan vihara tersebut. Biasanya pekerjaan membangun vihara ini dilakukan secara gotong-royong oleh para umat yang memiliki keyakinan kepada Sang Tiratana. 58 Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya terletak di Jalan Agung Permai XV/12 Blok C-3 Sunter Agung Podomoro ini mempunyai berbagai fasilitas untuk menunjang proses kegiatan penyebaran ajaran Buddha, diantaranya: 1. Uposathagara (gedung Uposatha) Uposathagara dibuat di tengah-tengah vihara dengan posisi menghadap ke utara. Gedung ini merupakan gedung induk yang di kelilingi oleh gedung-gedung lainnya. Uposathagara merupakan bangunan yang paling besar di antara bangunan lain di vihara. Uposathagara disebut pula sebagai Sima. Secara harfiah sima artinya batas. Gedung ini dibangun di atas tanah yang sudah diberi batas atau tanda 57 Yayasan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, Pembangunan Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, h Bhikkhu Subalaratano dan Samanera Utamo, Bhakti (Puja), h

34 (sima). Uposathagara yang ada di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya dikukuhkan pada tanggal 24 Agustus Didalamnya terdapat cetiya yang digunakan untuk tempat menancapkan dupa, tempat lampu (lilin), bunga dan ornamen-ornamen lainnya. Cetiya paling atas terdapat Buddharupang diapit oleh rupang Sariputta dan Moggallana. Di belakang cetiya terdapat relief Buddha dalam ukuran kecil. Samping depan kiri dan kanan diletakkan kotak dana. 60 Bila umat ingin melakukan puja bakti secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama maka diawali dengan sikap namakara. 61 Di pintu masuk Uposathagara bagian luar terdapat bendera Buddhis dan bendera lambang Sangha Theravada Indonesia. Pada bagian luar juga dilengkapi genta dan tambur besar. Genta dan tambur digunakan sebagai tanda dimulainya upacara peringatan atau perayaan hari-hari besar agama Buddha. Untuk melaksanakan upacara tertentu dan juga sebagai tanda para bhikkhu akan melaksanakan fungsi Sangha. 62 Uposatha artinya berdiam dan ghara artinya ruangan. Gedung ini merupakan bangunan utama dari suatu vihara yang dipakai untuk menyelenggarakan upacara keagamaan yang khusus untuk para bhikkhu (sanghakamma). 63 Berdasarkan vinaya pitaka, sanghakama yang dilakukan dalam Uposathagara antara lain: 59 Yayasan Jakarta Dhammacakka Jaya, Pengukuhan Uposathagara Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, h Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei Namakara adalah menghormati dengan sikap sujud atau sungkem, membuat lima titik anggota tubuh menyentuh lantai; dahi dan kedua telapak tangan merapat menyentuh lantai; titik kedua dan ketiga; kedua siku dan lutut, dan titik keempat kelima dua ujung telapak kaki. 62 Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei 2007

35 a. Upacara penahbisan samanera menjadi bhikkhu (upasampada). b. Pembacaan Patimokkha, yaitu 227 peraturan kebhikkhuan yang dilakukan pada setiap bulan gelap dan terang. c. Upacara persembahan jubah Kathina. d. Upacara merehabilisir kesalahan sedang (majjimapatti) dari para bhikkhu Dhammasala/Dhammasabha (Balai Dhamma). Dhammasala dibangun di depan kuti menghadap ke barat. Di dalam ruangan ini terdapat cetiya (altar) yang sama dengan cetiya Uposathagara namun Buddharupangnya lebih kecil. Di dalam Dhammasala juga terdapat kotak dana dan ornamen lainnya. Dhammasala berasal dari kata Dhamma dan sala. Dhamma artinya ajaran dan sala artinya ruangan. Dhammasala juga dikenal dengan bhakti sala. Bhakti artinya kebaktian dan sala artinya ruangan. Jadi Bhaktisala artinya tempat untuk melakukan puja bhakti. 65 Dhammasala ini mempunyai fungsi untuk pembacaan parrita, pembabaran dhamma, diskusi dhamma, meditasi atau untuk melaksanakan Vesakha-Puja, Asalha-Puja, Magha-Puja, Kathina-Puja. Selain itu Dhammasala juga berfungsi sebagai tempat untuk melangsungkan pernikahan, ulang tahun atau upacara kematian Kuti Kuti terletak di depan Uposathagara di sebelah kiri menghadap ke timur. Kuti ini berhadapan dengan Dhammasala. Bangunan kuti dibangun dua lantai dengan fungsi yang berbeda. Bagian atas terdapat lima kamar digunakan sebagai 64 Oka Diputra, Pelajaran Agama Buddha SMP untuk kelas 2, h Wawancara Pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei Bhikkhu Subalaratano dan Samanera Uttamo, Bhakti (Puja), h. 17

36 tempat tinggal bhikkhu. Lantai bawah digunakan sebagai ruang tamu dan ruang makan. Kuti adalah bangunan untuk tempat tinggal bagi para bhikkhu dan samanera (calon bhikkhu). Bangunan kuti ini merupakan bangunan yang terpisah dari gedung Uposatha. Menurut Bhante Jayaratano pada awalnya satu kuti didiami satu bhikkhu atau samanera (calon bhikkhu). Tetapi dengan bertambahnya jumlah bhikkhu maka dibuatkan kuti yang agak besar, dengan beberapa ruangan sehingga kuti ini dapat didiami oleh beberapa orang bhikkhu. Di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya sendiri terdapat lima kamar dengan dua tempat tidur Pohon Bodhi/Pohon Penerangan Pohon Bodhi atau pohon penerangan dalam bahasa latin Ficus Religiosa adalah tempat Sang Buddha duduk mencapai tingkat penerangan sempurna. Pohon Bodhi di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya ini ada 2 buah dan didatangkan langsung dari Thailand dan hasil dari cangkokan. Pohon Bodhi ditanam di taman, ketika orang masuk pintu utama vihara maka akan terlihat pohon bodhi. Dengan melihat letaknya diharapkan umat Buddha yang datang ke vihara akan langsung teringat akan kesempurnaan Sang Buddha. 5. Perpustakaan Narada Dewasa ini perpustakaan juga merupakan sarana yang penting untuk pembinaan kehidupan beragama di samping menambah ilmu pengetahuan. Umat Buddha dapat menambah pengetahuan tentang buku-buku yang tersedia di dalam perpustakaan Wawancara pribadi dengan Bhante Jayaratano, Jakarta 8 Mei Bhikkhu Subalaratano dan Samanera Uttamo, Bhakti (Puja), h. 18

Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama

Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama Kata agama berasal dari kata dalam bahasa Pali atau bisa juga dari kata dalam bahasa Sansekerta, yaitu dari akar kata gacc, yang artinya adalah pergi

Lebih terperinci

Sutta Kalama: Kepada Para Kalama (Kalama Sutta: To the Kalamas)

Sutta Kalama: Kepada Para Kalama (Kalama Sutta: To the Kalamas) 1 Sutta Kalama: Kepada Para Kalama (Kalama Sutta: To the Kalamas) [Anguttara Nikaya 3.65] Demikianlah telah saya dengar. Bhagavan sedang melakukan perjalanan bersama orang-orang Kosala dengan sekumpulan

Lebih terperinci

Sutta Mahavacchagotta (The Greater Discourse to Vacchagotta)

Sutta Mahavacchagotta (The Greater Discourse to Vacchagotta) 1 Sutta Mahavacchagotta (The Greater Discourse to Vacchagotta) Demikianlah telah saya dengar. Suatu ketika Bhagavan sedang berada di Kalantakanivapa, Hutan Bambu, di Rajagaha. Kemudian Samana Vacchagotta

Lebih terperinci

Mengapa bhikkhu harus dipotong rambutnya? Mengapa bhikkhu itu tidak boleh beristeri? Mengapa anak perempuan tidak boleh dekat bhikkhu?

Mengapa bhikkhu harus dipotong rambutnya? Mengapa bhikkhu itu tidak boleh beristeri? Mengapa anak perempuan tidak boleh dekat bhikkhu? TENTANG SANG BUDDHA 1. Apa arti kata Buddha? Kata Buddha berarti "Yang telah Bangun" atau "Yang telah Sadar", yaitu seseorang yang dengan usahanya sendiri telah mencapai Penerangan Sempurna. 2. Apakah

Lebih terperinci

Kompetensi Dasar: - Menumbuhkan kesadaran luhur dalam melaksanakan peringatan hari raya

Kompetensi Dasar: - Menumbuhkan kesadaran luhur dalam melaksanakan peringatan hari raya Pendidikan Agama Buddha 2 Hari Raya Agama Buddha Petunjuk Belajar Sebelum belajar materi ini Anda diharapkan berdoa terlebih dahulu dan membaca materi dengan benar serta ketika mengerjakan latihan soal

Lebih terperinci

Dharmayatra tempat suci Buddha

Dharmayatra tempat suci Buddha Dharmayatra tempat suci Buddha 1. Pengertian Dharmayatra Dharmayatra terdiri dari dua kata, yaitu : dhamma dan yatra. Dharmma (Pali) atau Dharma (Sanskerta) artinya kesunyataan, benar, kebenaran, hukum,

Lebih terperinci

D. ucapan benar E. usaha benar

D. ucapan benar E. usaha benar 1. Keyakinan yang dituntut dalam agama Buddha adalah A. keyakinan tanpa dasar terhadap seluruh ajaran Buddha B. keyakinan yang muncul dari proses pembelajaran, pengalaman, dan perenungan C. keyakinan yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MAHA SANGHA SABHA (PASAMUAN AGUNG) TAHUN 2002 SANGHA THERAVADA INDONESIA. Nomor : 02/PA/VII/2002

KEPUTUSAN MAHA SANGHA SABHA (PASAMUAN AGUNG) TAHUN 2002 SANGHA THERAVADA INDONESIA. Nomor : 02/PA/VII/2002 KEPUTUSAN Nomor : 02/PA/VII/2002 Tentang: PROGRAM KERJA LIMA TAHUN ( TAHUN 2002 2007 ) NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASSA Memperhatikan : Musyawarah dan mufakat dalam Mahã Sangha Sabhã (Pesamuan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBINAAN UMAT OLEH DHARMADUTA. Oleh: Warsito. Abstrak:

STRATEGI PEMBINAAN UMAT OLEH DHARMADUTA. Oleh: Warsito. Abstrak: STRATEGI PEMBINAAN UMAT OLEH DHARMADUTA Oleh: Warsito Abstrak: Perkembangan Dharmaduta di Indonesia telah berkembang pesat sejak masa kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur.

Lebih terperinci

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya 1 UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya Kelahiran Bodhisattva berikut menunjukkan bagaimana sebagai seorang pertapa, beliau mempraktikkan kemurahan hati dan pemberian secara terusmenerus,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN SIDANG MAHASANGHASABHA (PERSAMUHAN AGUNG) TAHUN 2007 SANGHA THERAVADA INDONESIA. Nomor : 01/PA/VII/2007

KEPUTUSAN SIDANG MAHASANGHASABHA (PERSAMUHAN AGUNG) TAHUN 2007 SANGHA THERAVADA INDONESIA. Nomor : 01/PA/VII/2007 Menimbang : Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, Jl. Agung Permai XV/12 Jakarta 14350 Vihara Mendut, Kotak Pos 111, Kota Mungkid 56501 Magelang KEPUTUSAN SIDANG Nomor : 01/PA/VII/2007 TATA TERTIB SIDANG MAHASANGHASABHA

Lebih terperinci

Vihara terbuka untuk bhikkhu dan bhikkhuni (maechee atau anagarini), dan juga umat awam pria dan umat awam wanita.

Vihara terbuka untuk bhikkhu dan bhikkhuni (maechee atau anagarini), dan juga umat awam pria dan umat awam wanita. Vihara Perkenalan Vihara Buddha Gotama adalah sebuah Vihara kehutanan seluas 6 hektar yang didirikan pada tahun 1998 dengan tujuan utama mempelajari, memberikan pengajaran dan mempraktekkan khotbah-khotbah

Lebih terperinci

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (8) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 21 Agustus 2004 s.d. tanggal 09 Oktober 2004

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (8) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 21 Agustus 2004 s.d. tanggal 09 Oktober 2004 KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (8) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 21 Agustus 2004 s.d. tanggal 09 Oktober 2004 01. Dari: Jaya Mudita, Jakarta Namo Buddhaya, Bhante,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Salah satu kebebasan yang paling utama dimiliki tiap manusia adalah kebebasan beragama. Melalui agama, manusia mengerti arti dan tujuan hidup yang sebenarnya. Agama

Lebih terperinci

SĪLA-2. Pariyatti Sāsana hp ; pin!

SĪLA-2. Pariyatti Sāsana  hp ; pin! SĪLA-2 Pariyatti Sāsana www.pjbi.or.id; hp.0813 1691 3166; pin! 2965F5FD Murid-buangan (Upāsakacaṇḍāla) Vs Murid-permata (upāsakaratana) Murid buangan atau pengikut-yang-ternoda (upāsakamala) atau pengikut-kelas-bawah

Lebih terperinci

Sutta Nipata menyebut keempat faktor sebagai berikut: Lebih lanjut, murid para

Sutta Nipata menyebut keempat faktor sebagai berikut: Lebih lanjut, murid para 1 Ciri-ciri Seorang Sotapanna (The Character of a Stream-enterer) Pada umumnya Tipitaka menjelaskan seorang Sotapanna sehubungan dengan empat faktor. Tiga faktor pertama dari keempat faktor Sotapatti ini

Lebih terperinci

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (10) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 29 November 2004 s.d. tanggal 17 Januari 2005

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (10) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 29 November 2004 s.d. tanggal 17 Januari 2005 KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (10) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 29 November 2004 s.d. tanggal 17 Januari 2005 01. Dari: Kristina, Jakarta Namo Buddhaya Bhante, Pertanyaan

Lebih terperinci

UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA

UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA 1 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta) Oleh MA MUN NIM. 0032118712 JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

Manfaatkan Waktu. Semaksimal Mungkin

Manfaatkan Waktu. Semaksimal Mungkin Manfaatkan Waktu Semaksimal Mungkin Oleh: U Sikkhānanda (Andi Kusnadi) Pernahkah anda merenungkan seberapa baik anda memanfaatkan waktu yang anda miliki? Dapat dipastikan jawabannya adalah TIDAK. Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu objek tertentu agar pikiran dapat lebih fokus. Dalam bahasa Pāli

BAB I PENDAHULUAN. pada satu objek tertentu agar pikiran dapat lebih fokus. Dalam bahasa Pāli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meditasi adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memusatkan pikiran pada satu objek tertentu agar pikiran dapat lebih fokus. Dalam bahasa Pāli meditasi disebut juga

Lebih terperinci

Written by Administrator Wednesday, 25 January :43 - Last Updated Saturday, 28 January :28

Written by Administrator Wednesday, 25 January :43 - Last Updated Saturday, 28 January :28 Ven. Ajahn Karuniko (Christopher John Woodfine) dilahirkan pada tahun 1953 dekat wilayah Manchester di Inggris. Beliau adalah lulusan Universitas Sheffield dengan gelar kehormatan di bidang Teknik Elektronika

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SOSIAL PUASA DALAM AGAMA BUDDHA

NILAI-NILAI SOSIAL PUASA DALAM AGAMA BUDDHA NILAI-NILAI SOSIAL PUASA DALAM AGAMA BUDDHA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag.) Disusun Oleh: Abdul Malik NIM : 1110032100053 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN

Lebih terperinci

Buddha di Desa Rancaiyuh.

Buddha di Desa Rancaiyuh. ARIYA DIPASENA BUAH DARI SUATU PERJUANGAN PANJANG Mayarakat Desa Rancaiyuh, khususnya warga keturunan Tionghoa rata-rata beragama Buddha yang tertera di KTP. Akan tetapi, masih banyak dari mereka yang

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Kebahagiaan Berdana. Diposkan pada 02 Desember 2015

Kebahagiaan Berdana. Diposkan pada 02 Desember 2015 Kebahagiaan Berdana Diposkan pada 02 Desember 2015 Berdana dan melaksanakan Dhamma di dalam kehidupan sehari-hari, itulah berkah utama Kehidupan berlangsung terus dari waktu ke waktu. Hari berganti bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perjalanan hidup manusia tidak terlepas tanpa bimbingan agama. Agama merupakan sumber moral, petunjuk kebenaran dan sebagai pembimbing rohani manusia. Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memeluk suatu ajaran atau agama tersebut. Manusia terikat dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang memeluk suatu ajaran atau agama tersebut. Manusia terikat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agama memiliki pengaruh besar terhadap tindakan dan prilaku manusia yang memeluk suatu ajaran atau agama tersebut. Manusia terikat dengan aturan-aturan dan ideologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pergilah, bekerjalah untuk keselamatan orang banyak, untuk kebahagiaan orang banyak, karena belas kasihan pada dunia, untuk kesejahteraan, untuk keselamatan,

Lebih terperinci

MANFAATKANLAH WAKTU ANDA

MANFAATKANLAH WAKTU ANDA MANFAATKANLAH WAKTU ANDA Oleh : Lie Jan Tjong ( Aji ) 1. Waktu tidak terbatas. Berbicara tentang waktu, tentunya tidak terlepas dari putaran bumi yang mengelilingi matahari, yang disebut rotasi. Kita tidak

Lebih terperinci

AGAMA BUDDHA PEDOMAN HIDUPKU Kumpulan Ceramah Dhamma Bhikkhu Uttamo

AGAMA BUDDHA PEDOMAN HIDUPKU Kumpulan Ceramah Dhamma Bhikkhu Uttamo AGAMA BUDDHA PEDOMAN HIDUPKU Kumpulan Ceramah Dhamma Bhikkhu Uttamo 1. MANFAAT KE VIHARA Mendengarkan dan berdiskusi Dhamma pada saat yang sesuai, itulah Berkah Utama (Manggala sutta) Jikalau kita renungkan,

Lebih terperinci

BAB IV EKONOMI DAN SPIRITUALITAS PERSPEKTIF PARA BIKSU

BAB IV EKONOMI DAN SPIRITUALITAS PERSPEKTIF PARA BIKSU BAB IV EKONOMI DAN SPIRITUALITAS PERSPEKTIF PARA BIKSU A. Tinjauan Ekonomi Perspektif Para Biksu di Maha Vihara Mojopahit 1. Ekonomi bagi Perumah Tangga (Gharavasa) Biksu Nyanavira menjelaskan bahwa ekonomi

Lebih terperinci

Jadwal Kagyu Monlam ke 30 21 December 2012 01 January, 2013

Jadwal Kagyu Monlam ke 30 21 December 2012 01 January, 2013 Jadwal Kagyu Monlam ke 30 21 December 2012 01 January, 2013 Sebagai program utama harian Monlam, His Holiness Gyalwang Karmapa dan para tulku senior lainnya dan para lama akan memimpin persamuan dari ribuan

Lebih terperinci

"Jika saya begitu takut maka biarlah saya mati malam ini". Saya takut, tetapi saya tertantang. Bagaimanapun juga toh akhirnya kita harus mati.

Jika saya begitu takut maka biarlah saya mati malam ini. Saya takut, tetapi saya tertantang. Bagaimanapun juga toh akhirnya kita harus mati. Malam di Perkuburan Diposkan pada 03 Januari 2016 Sebelumnya saya tidak pernah tinggal di tanah perkuburan. Dan tak ingin tinggal di sana. Namun suatu saat saya mengajak seorang pa-kow. Ketika saya sampai

Lebih terperinci

Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur.

Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur. book Bakti Kepada Bakti Kepada Orangtua merupakan paduan ajaran klasik Buddha yang inspiratif dengan tampilan modern yang atraktif, sehingga merupakan sarana efektif untuk: membelajarkan sifat luhur sejak

Lebih terperinci

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.5 No.1 (2016) Theravada. Wisjaya Mastiono. Teknik Multimedia / Fakultas Teknik

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.5 No.1 (2016) Theravada. Wisjaya Mastiono. Teknik Multimedia / Fakultas Teknik Pembuatan Aplikasi Video Panduan Puja Bakti Agama Buddha Theravada Wisjaya Mastiono Teknik Multimedia / Fakultas Teknik mastionowisjaya@gmail.com Abstraksi - Agama adalah ajaran yang mengatur kepercayaan

Lebih terperinci

BHIKKHU DHAMMAVUḌḌHO MAHĀTHERA MONKS PRECEPTS LAY PERSON S GUIDE PERATURAN KEDISIPLINAN BHIKKHU PANDUAN BAGI UMAT AWAM

BHIKKHU DHAMMAVUḌḌHO MAHĀTHERA MONKS PRECEPTS LAY PERSON S GUIDE PERATURAN KEDISIPLINAN BHIKKHU PANDUAN BAGI UMAT AWAM DEWAN PENGURUS DAERAH PEMUDA THERAVĀDA INDONESIA SUMATERA UTARA www.patria.or.id MEMPERSEMBAHKAN KARYA DARI: BHIKKHU DHAMMAVUḌḌHO MAHĀTHERA MONKS PRECEPTS LAY PERSON S GUIDE PERATURAN KEDISIPLINAN BHIKKHU

Lebih terperinci

Sutta Magandiya: Kepada Magandiya (Magandiya Sutta: To Magandiya) [Majjhima Nikaya 75]

Sutta Magandiya: Kepada Magandiya (Magandiya Sutta: To Magandiya) [Majjhima Nikaya 75] 1 Sutta Magandiya: Kepada Magandiya (Magandiya Sutta: To Magandiya) [Majjhima Nikaya 75] Magandiya, seandainya ada seorang penderita kusta yang dipenuhi luka- luka dan infeksi, dimakan oleh cacing, menggaruk

Lebih terperinci

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (18) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 2 Januari 2006 s.d. tanggal 20 Februari 2006

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (18) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 2 Januari 2006 s.d. tanggal 20 Februari 2006 KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (18) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 2 Januari 2006 s.d. tanggal 20 Februari 2006 01. Dari: Ricky, Tangerang Namo Buddhaya Bhante, Saya

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA SELIBAT DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN PARA BIKKHU/BIKKHUNI DI BANDAR LAMPUNG

BAB IV MAKNA SELIBAT DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN PARA BIKKHU/BIKKHUNI DI BANDAR LAMPUNG BAB IV MAKNA SELIBAT DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN PARA BIKKHU/BIKKHUNI DI BANDAR LAMPUNG A. Makna Selibat Menurut Bikkhu/ Bikkhuni di Bandar Lampung 1. Sebagai sarana meningkatkan

Lebih terperinci

TIGA KUSALAMULA TIGA AKAR KEBAIKAN

TIGA KUSALAMULA TIGA AKAR KEBAIKAN Hai Saudara-saudari Se-Dhamma Marilah kita melatih diri menjalankan Atthangasila di hari Uposatha-sila di bulan Oktober 2008 {06(8), 13(15), 21(23), 29(1)}. Selamat menjalankan Uposatha-sila (Pengamalan

Lebih terperinci

Mahā Maṅgala Sutta (1)

Mahā Maṅgala Sutta (1) Mahā Maṅgala Sutta (1) Azimat Buddhis Dhammavihārī Buddhist Studies www.dhammavihari.or.id Pseudo Sebab-Akibat Jangan memindah guci-abu-jenasah yang sudah disimpan di vihāra. Penempatan guci-abu. Ibu mengandung

Lebih terperinci

Dhamma Inside. Kematian Yang Indah. Orang-orang. Akhir dari Keragu-raguan. Vol September 2015

Dhamma Inside. Kematian Yang Indah. Orang-orang. Akhir dari Keragu-raguan. Vol September 2015 Dhamma Inside Vol. 22 - September 2015 Kematian Yang Indah Akhir dari Keragu-raguan Orang-orang Kematian Yang Indah Oleh : Bhikkhu Santacitto Kematian adalah peristiwa yang tidak dapat dihindari oleh siapapun,

Lebih terperinci

Meditasi Mettā (Meditasi Cinta Kasih)

Meditasi Mettā (Meditasi Cinta Kasih) Meditasi Mettā (Meditasi Cinta Kasih) oleh: U Sikkhānanda (Andi Kusnadi) Dari ceramah Dhamma Chanmyay Sayadaw pada retret meditasi vipassanā tanggal 2-3 Jan.2009 di Pusat Meditasi YASATI, Bacom, Cianjur,

Lebih terperinci

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015

Dhamma Inside. Bersikap Ramah. Standar. Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri. Vol Oktober 2015 Dhamma Inside Vol. 23 - Oktober 2015 Bersikap Ramah Standar Berada di luar Kata-kata : Alamilah Sendiri Bersikap Ramah Oleh : Bhikkhu Santacitto Pada umumnya, ramah dipahami sebagai sikap positif yang

Lebih terperinci

o Di dalam tradisi Theravāda, pāramī bukanlah untuk Buddha saja, tetapi sebagai prak/k yang juga harus dipenuhi oleh Paccekabuddha dan sāvakā.

o Di dalam tradisi Theravāda, pāramī bukanlah untuk Buddha saja, tetapi sebagai prak/k yang juga harus dipenuhi oleh Paccekabuddha dan sāvakā. o Apakah yang dimaksud dengan pāramī? Pāramī adalah kualitas mulia seper/ memberi, dll., yang disertai oleh belas kasih dan cara- cara yang baik (upāya kosalla) serta /dak ternoda oleh nafsu- keinginan,

Lebih terperinci

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (16) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 24 September 2005 s.d.

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (16) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 24 September 2005 s.d. KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (16) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 24 September 2005 s.d. 12 November 2005 1. Dari: Herlina, Medan Bhante, Selama ini sering ada pandangan

Lebih terperinci

Mahapuja Satyabuddha

Mahapuja Satyabuddha Mahapuja Satyabuddha Seorang sadhaka Tantrayana, setiap kali bersadhana, harus memberikan persembahan. Dalam Catur Prayoga, merupakan Persembahan Mandala. Saya pernah berkata, Manusia di dunia ini, kalau

Lebih terperinci

KEPUTUSAN RAPAT KARAKA SANGHA SABHA (DEWAN PIMPINAN SANGHA) I/2001 SANGHA THERAVADA INDONESIA

KEPUTUSAN RAPAT KARAKA SANGHA SABHA (DEWAN PIMPINAN SANGHA) I/2001 SANGHA THERAVADA INDONESIA Nomor : 01/RAPIM-I/II/01 MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN RAPAT KARAKA SANGHA SABHA (DEWAN PIMPINAN SANGHA) I/2001 BAB I : PROGRAM PELAKSANAAN KEGIATAN 2001 2002 SANGHA THERAVADA INDONESIA Pasal 1 : Program

Lebih terperinci

Kasih dan Terima Kasih Kasih dan Terima Kasih

Kasih dan Terima Kasih Kasih dan Terima Kasih Namo tassa bhagavato arahato sammā sambuddhassa. Pada kesempatan yang sangat baik ini saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada seluruh jajaran pengurus Dhammavihārī Buddhist Studies (DBS)

Lebih terperinci

Merenungkan/Membayangkan Penderitaan Neraka

Merenungkan/Membayangkan Penderitaan Neraka Merenungkan/Membayangkan Penderitaan Neraka Oleh: U Sikkhānanda (Andi Kusnadi) Seseorang harus benar-benar mempertimbangkan dan merenungkan penderitaan yang akan dijalaninya di neraka. Sewaktu Sang Buddha

Lebih terperinci

Vinaya: Yang Perlu Diketahui oleh Umat

Vinaya: Yang Perlu Diketahui oleh Umat DHAMMAVIHARI B U D D H I S T S T U D I E S Vinaya: Yang Perlu Diketahui oleh Umat Dhammavihārī Buddhist Studies www.dhammavihari.or.id Sepuluh Alasan Buddha Menetapkan Vinaya 1. Untuk kebaikan saṅgha (saṅghasuṭṭhutāya).

Lebih terperinci

LEMBAR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN SMA EHIPASSIKO SCHOOL BSD

LEMBAR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN SMA EHIPASSIKO SCHOOL BSD LEMBAR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2016-2017 SMA EHIPASSIKO SCHOOL BSD Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Hari, Tgl : Rabu, 8 Maret 2017 Kelas/Semester : X/ganjil Alokasi Waktu : 10.30-12.30

Lebih terperinci

E. Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti

E. Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti E. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti Satuan Pendidikan : SMP Kelas : VII (tujuh) Kompetensi Inti : KI 1 : Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. KI 2 : Menghargai dan menghayati perilaku

Lebih terperinci

Dāna-4. Berdana Kepada Bhikkhu Leher Kuning? Pariyatti Sāsana hp ; pin. Friday, April 12, 13

Dāna-4. Berdana Kepada Bhikkhu Leher Kuning? Pariyatti Sāsana  hp ; pin. Friday, April 12, 13 Dāna-4 Berdana Kepada Bhikkhu Leher Kuning? Pariyatti Sāsana www.pjbi.org; hp.0813 1691 3166; pin 2965F5FD Definisi Bhikkhu Leher-Kuning Anggota-anggota dari silsilah Buddha Gotama yang berleherkuning,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Buddhism atau yang biasa dikenal sebagai ajaran Agama Buddha, merupakan salah satu filsafat tua dari timur yang ikut berkembang di Indonesia sejak abad ke 5. Pada

Lebih terperinci

KEPUTUSAN RAPAT KARAKA SANGHA SABHA (DEWAN PIMPINAN) II/2006 SANGHA THERAVADA INDONESIA

KEPUTUSAN RAPAT KARAKA SANGHA SABHA (DEWAN PIMPINAN) II/2006 SANGHA THERAVADA INDONESIA Nomor : 01/RAPIM-II/VI/2006 KEPUTUSAN NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASSA MEMUTUSKAN Menetapkan : BAB I : KETUA BHIKKHU DAERAH PEMBINAAN PROVINSI (PADESANAYAKA) DAN WAKIL KETUA BHIKKHU DAERAH

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN. Indikator Pencapaian Kompetensi Instrumen

SILABUS PEMBELAJARAN. Indikator Pencapaian Kompetensi Instrumen SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMP Kelas : VIII (Delapan) Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA Semester : 1 (Satu) Aspek : Sejarah Standar : 1. Mengungkapkan sejarah Pangeran Siddharta pada masa bertapa

Lebih terperinci

DALAM AGAMA BUDDHA AGAMA DIKENAL DENGAN:

DALAM AGAMA BUDDHA AGAMA DIKENAL DENGAN: A. DEFINISI AGAMA 1. Mennurut KBBI : suatu sistem, prinsip kepercayaan kepada tuhan (dewa & sebagainya) dengan ajaran kebaktian dan kewajiba-kewajiban yang bertalian dengan ajaran itu 2. Atau seperangkat

Lebih terperinci

Sutta Maha Kammavibhanga: Penjelasan Mendetail Tentang Kamma (Maha Kammavibhanga Sutta: The Great Exposition of Kamma) Majjhima Nikaya 136

Sutta Maha Kammavibhanga: Penjelasan Mendetail Tentang Kamma (Maha Kammavibhanga Sutta: The Great Exposition of Kamma) Majjhima Nikaya 136 1 Sutta Maha Kammavibhanga: Penjelasan Mendetail Tentang Kamma (Maha Kammavibhanga Sutta: The Great Exposition of Kamma) Majjhima Nikaya 136 1. Demikianlah telah saya dengar. Pada suatu waktu, Bhagavan

Lebih terperinci

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (6) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 11 Mei 2004 s.d. tanggal 30 Juni 2004

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (6) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 11 Mei 2004 s.d. tanggal 30 Juni 2004 KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (6) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 11 Mei 2004 s.d. tanggal 30 Juni 2004 01. Dari: Jesika, Surabaya Namo Buddhaya, Bhante. Beberapa hari

Lebih terperinci

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (15) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 05 Agustus 2005 s.d. tanggal 23 September 2005

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (15) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 05 Agustus 2005 s.d. tanggal 23 September 2005 KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (15) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 05 Agustus 2005 s.d. tanggal 23 September 2005 01. Dari: Hansen Tsai, Tangerang Menurut Bhante, apakah

Lebih terperinci

VIHARA DHAMMA MANGGALA

VIHARA DHAMMA MANGGALA PERMOHONAN BANTUAN DANA PEMBANGUNAN KUTI DAN PAGAR VIHARA VIHARA DHAMMA MANGGALA KABUPATEN BANYUWANGI Nomor : 02/ VDM-SBG/X/2016 Kepada Sifat : Penting Yth. Lampiran : 1 (satu) berkas Perihal : Permohonan

Lebih terperinci

SUTRA 42 BAGIAN. B. Nyanabhadra

SUTRA 42 BAGIAN. B. Nyanabhadra SUTRA 42 BAGIAN [ ] B. Nyanabhadra RAJA MING DINASTI HAN Tahun 28-75 Mimpi tentang makhluk memancarkan cahaya kuning KASYAPA MATANGA & DHARMARATNA Tahun 67 dari India ke Luoyang Menerjemahkan Sutra 42

Lebih terperinci

Mula Kata, Bismillah

Mula Kata, Bismillah Mula Kata, Bismillah Karena berangkat bukan hanya pergi. Basmalah memilihkan yang tepat dari kebaikan Ada banyak orang pergi ke pasar. Ada yang membeli sayur di pojokan tepat sebelah toko kain. Ada yang

Lebih terperinci

PANDANGAN BENAR : Upa. Jayagandho Willy Yandi Wijaya Proof Reader : Upa. Sasanasanto Seng Hansun

PANDANGAN BENAR : Upa. Jayagandho Willy Yandi Wijaya Proof Reader : Upa. Sasanasanto Seng Hansun PANDANGAN BENAR Penulis : Upa. Jayagandho Willy Yandi Wijaya Proof Reader : Upa. Sasanasanto Seng Hansun Ukuran Buku : 80 x 120 mm Kertas sampul : Art Cartoon 210 gsm Kertas isi : HVS 70 gsm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran Instrumen. Mengidentifikasi delapan anugerah yang diminta. Tes Lisan. Pangeran Siddharta

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran Instrumen. Mengidentifikasi delapan anugerah yang diminta. Tes Lisan. Pangeran Siddharta SILABUS Sekolah : SMP NEGERI 4 TANJUNGPINANG Kelas : VIII (Delapan) Mata Pelajaran : PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA Semester : 1 (Satu) Aspek : Sejarah Standar Kompetensi : 1. Mengungkapkan sejarah Pangeran Siddharta

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya

Lebih terperinci

Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela.

Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela. Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #5 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #5 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #9 oleh Chris McCann

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #9 oleh Chris McCann Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #9 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #9 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN RAPAT KARAKA SANGHA SABHA (DEWAN PIMPINAN SANGHA) III/2000 SANGHA THERAVADA INDONESIA

KEPUTUSAN RAPAT KARAKA SANGHA SABHA (DEWAN PIMPINAN SANGHA) III/2000 SANGHA THERAVADA INDONESIA Nomor : 01/RAPIM-III/X/00 MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN RAPAT KARAKA SANGHA SABHA (DEWAN PIMPINAN SANGHA) III/2000 BAB I : TIM PERUMUS PROGRAM PELAKSANAAN KEGIATAN 2001 2002 SANGHA THERAVADA INDONESIA,

Lebih terperinci

Meditasi. Oleh : Taridi ( ) KTP. Standar Kompetensi Mengembangkan meditasi untuk belajar mengendalikan diri

Meditasi. Oleh : Taridi ( ) KTP. Standar Kompetensi Mengembangkan meditasi untuk belajar mengendalikan diri Meditasi Oleh : Taridi (0104510015) KTP Standar Kompetensi Mengembangkan meditasi untuk belajar mengendalikan diri Kompetensi Dasar Mendeskripsikan meditasi sebagai bagian dari jalan mulia berunsur delapan.

Lebih terperinci

Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur, agar ajaran

Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur, agar ajaran book Mari berbuat karma baik dengan mendanai cetak ulang buku ini sebagai derma Dharma kepada sesama dan pelimpahan jasa kepada leluhur, agar ajaran Buddha bisa kita sebar kepada banyak orang. KARMA Ajaran

Lebih terperinci

Hidup ini singkat bagiku! Kebahagian saat ini hanyalah sementara, tak mudah bagiku untuk menjalani hidup normal layaknya sebagai manusia biasa.

Hidup ini singkat bagiku! Kebahagian saat ini hanyalah sementara, tak mudah bagiku untuk menjalani hidup normal layaknya sebagai manusia biasa. Hidup ini singkat bagiku! Kebahagian saat ini hanyalah sementara, tak mudah bagiku untuk menjalani hidup normal layaknya sebagai manusia biasa. Jadi aku hidup tidak normal? Ya itu menurutku! Kehidupan

Lebih terperinci

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru)

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) Puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang

Lebih terperinci

Aṅguttara Nikāya Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha

Aṅguttara Nikāya Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha DhammaCitta Press Business Park Kebon Jeruk E2 No. 5# Jl. Meruya Ilir Raya No. 88 - Jakarta Barat 11620 - Indonesia http://dhammacitta.org Aṅguttara Nikāya Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha Judul Asli

Lebih terperinci

TIGA PERMATA MULIA. --Hari Asadha--

TIGA PERMATA MULIA. --Hari Asadha-- TIGA PERMATA MULIA --Hari Asadha-- Redaksi Sukhemadewi Tiandi Widayat Yensita Layout and Editing Andre Krislee Hery Ciaputra Michael Tanoto Pandapotan Sitinjak Renardi Winata Diterbitkan oleh: Sekretariat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

MEDITASI VIPASSANĀ & EMPAT KESUNYATAAN MULIA

MEDITASI VIPASSANĀ & EMPAT KESUNYATAAN MULIA (edited version 15/8/06, Daung) (edited version 17/8/06, Andi Kusnadi) CERAMAH DI CAMBRIDGE MEDITASI VIPASSANĀ & EMPAT KESUNYATAAN MULIA OLEH : SAYADAW CHANMYAY Kata Pengantar Minggu sore 11 Juli 2004

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA - 1266 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB III KONSEP DANA DALAM BUDDHA

BAB III KONSEP DANA DALAM BUDDHA BAB III KONSEP DANA DALAM BUDDHA 1. Pengertian Secara universal memberi dikenal sebagai salah satu keluhuran manusia yang paling mendasar. Sesuatu yang membuktikan kedalaman sifat manusiawi dan kemampuan

Lebih terperinci

"Berusaha... bekerja dengan tanganmu. " Powerpoint Templates Page 1

Berusaha... bekerja dengan tanganmu.  Powerpoint Templates Page 1 "Berusaha... bekerja dengan tanganmu. " Page 1 Pada waktu penciptaan dunia, bekerja telah ditetapkan sebagai suatu berkat. Bekerja dimaksudkan untuk perkembangan, kuasa dan kebahagiaan. Perubahan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Buddha mengajarkan bahwa dalam hidupnya manusia akan selalu mengalami keempat hal, yaitu: kelahiran, sakit, usia tua, dan kematian. Keempat hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Bacaan diambil dari Kitab Nabi Yesaya:

Bacaan diambil dari Kitab Nabi Yesaya: 1 Tahun A Hari Minggu Adven I LITURGI SABDA Bacaan Pertama Yes. 2 : 1-5 Tuhan menghimpun semua bangsa dalam Kerajaan Allah yang damai abadi. Bacaan diambil dari Kitab Nabi Yesaya: Inilah Firman yang dinyatakan

Lebih terperinci

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (17) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 13 November 2005 s.

KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (17) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 13 November 2005 s. KUMPULAN 50 TANYA JAWAB (17) Di Website Buddhis Samaggi Phala Oleh Bhikkhu Uttamo Online sejak tanggal 13 November 2005 s.d 1 Januari 2006 1. Dari: Wibowo, Jakarta Namo Buddhaya, Bhante, saya ada beberapa

Lebih terperinci

Tidak Ada Ajahn Chan. Kelahiran dan Kematian

Tidak Ada Ajahn Chan. Kelahiran dan Kematian Tidak Ada Ajahn Chan Kelahiran dan Kematian Latihan yang baik adalah bertanya kepada diri Anda sendiri dengan sungguh-sungguh, "Mengapa saya dilahirkan?" Tanyakan diri Anda sendiri dengan pertanyaan ini

Lebih terperinci

Pembabaran Dhamma yang Tidak Lengkap (Incomplete Teachings)

Pembabaran Dhamma yang Tidak Lengkap (Incomplete Teachings) Pembabaran Dhamma yang Tidak Lengkap (Incomplete Teachings) Oleh: U Sikkhānanda (Andi Kusnadi) Ada beberapa alasan dari tidak tercapainya Dhamma Mulia. Sebuah contoh dari tidak terealisasinya Dhamma Mulia

Lebih terperinci

Dhammacakka Pavattana Sutta!

Dhammacakka Pavattana Sutta! Khotbah Pertama Dhammacakka Pavattana Sutta! (S 5:420-424) Bagian1 Pariyatti Sāsana Yunior 2 www.pjbi.or.id; hp.0813 1691 3166; pin! 2965F5FD Bertemu Pertapa Telanjang Upaka Setelah 49 hari retret, Buddha

Lebih terperinci

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #11 oleh Chris McCann

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #11 oleh Chris McCann Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #11 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #11 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

Artikel ilmiah Tema Politik dan Agama Buddha MENUJU KEPEMIMPINAN YANG DEMOKRATIS MENURUT AJARAN BUDDHA

Artikel ilmiah Tema Politik dan Agama Buddha MENUJU KEPEMIMPINAN YANG DEMOKRATIS MENURUT AJARAN BUDDHA Artikel ilmiah Tema Politik dan Agama Buddha MENUJU KEPEMIMPINAN YANG DEMOKRATIS MENURUT AJARAN BUDDHA OLEH: SACCA HANDIKA MENUJU KEPEMIMPINAN YANG DEMOKRATIS MENURUT AJARAN BUDDHA SACCA HANDIKA ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak perusahaan, organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak perusahaan, organisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, banyak perusahaan, organisasi maupun lembaga baru yang dibangun. Dengan banyaknya perusahaan, organisasi maupun lembaga tersebut

Lebih terperinci

PANDANGAN BENAR : Upa. Jayagandho Willy Yandi Wijaya Proof Reader : Upa. Sasanasanto Seng Hansun

PANDANGAN BENAR : Upa. Jayagandho Willy Yandi Wijaya Proof Reader : Upa. Sasanasanto Seng Hansun PANDANGAN BENAR Penulis : Upa. Jayagandho Willy Yandi Wijaya Proof Reader : Upa. Sasanasanto Seng Hansun Ukuran Buku : 80 x 120 mm Kertas sampul : Art Cartoon 210 gsm Kertas isi : HVS 70 gsm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

Aturan Disiplin Para Bhikkhu

Aturan Disiplin Para Bhikkhu Aturan Disiplin Para Bhikkhu Beberapa Poin Dijelaskan untuk Umat Awam oleh Bhikkhu Khantipalo Aturan disiplin para Bhikkhu Beberapa Poin Dijelaskan untuk Umat Awam Karya Bhikkhu Khantipalo Penerjemah:

Lebih terperinci

Kaṭhina dan Serba-Serbinya. Bhikkhu Sikkhānanda

Kaṭhina dan Serba-Serbinya. Bhikkhu Sikkhānanda Kaṭhina dan Serba-Serbinya Oleh Bhikkhu Sikkhānanda Dipersembahkan sebagai Dana Dhamma Oleh Keluarga Besar Amir Sujono & Rima Sulastri Pendahuluan Pertama-tama penulis ucapkan semoga semua makhluk hidup

Lebih terperinci

Kamma (7) Kamma Baik Lingkup-Indra. Dhammavihārī Buddhist Studies

Kamma (7) Kamma Baik Lingkup-Indra. Dhammavihārī Buddhist Studies Kamma (7) Kamma Baik Lingkup-Indra Dhammavihārī Buddhist Studies www.dhammavihari.or.id Tiga Jenis Virati 1. Pantangan kesempatan telah datang (sampattavirati) Seseorang, walaupun tidak sedang melatih

Lebih terperinci

Bhante Dhammavuddho Maha Thera. terbatas untuk kalangan sendiri

Bhante Dhammavuddho Maha Thera. terbatas untuk kalangan sendiri KEBEBASAN SEMPURNA Bhante Dhammavuddho Maha Thera terbatas untuk kalangan sendiri Artikel ini dialih bahasakan seizin Bhante Dhammavuddho Maha Thera (Abbot dari Vihara Buddha Gotama, Perak, Malaysia) www.vbgnet.org

Lebih terperinci

1. Mengapa bermeditasi?

1. Mengapa bermeditasi? CARA BERMEDITASI 1. Mengapa bermeditasi? Oleh: Venerable Piyananda Alih bahasa: Jinapiya Thera Dalam dunia ini, apakah yang dicari oleh kebanyakan orang dalam hidupnya? Sebenarnya, mereka ingin mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri dari berbagai kelompok etnik salah satunya adalah kelompok etnik Tionghoa. Kelompok etnik Tionghoa di Indonesia adalah salah satu kelompok etnik yang

Lebih terperinci

Roh Kudus. Penolong dan Penghibur HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS

Roh Kudus. Penolong dan Penghibur HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS Roh Kudus Penolong dan Penghibur GEREJA YESUS SEJATI Pusat Indonesia Jl. Danau Asri Timur Blok C3 number 3C Sunter Danau Indah Jakarta 14350 Indonesia Telp. (021) 65304150, 65304151

Lebih terperinci

HIDUP SESUAI DHAMMA Kumpulan Dhammadesana Bhikkhu Uttamo

HIDUP SESUAI DHAMMA Kumpulan Dhammadesana Bhikkhu Uttamo HIDUP SESUAI DHAMMA Kumpulan Dhammadesana Bhikkhu Uttamo 1. Apakah Buddha Dhamma itu kuno? "Sungguh Bahagia Jika Kita Hidup Tanpa Membenci Diantara Orang-orang Yang Membenci" Kalau kita melihat agama Buddha

Lebih terperinci