TERITORIALITAS PADA PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK KAWASAN PASAR SORE YOGYAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TERITORIALITAS PADA PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK KAWASAN PASAR SORE YOGYAKARTA"

Transkripsi

1 TERITORIALITAS PADA PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK KAWASAN PASAR SORE YOGYAKARTA Fuad Zubaidi 1 Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Tadulako fhoead@yahoo.co.id Abstrak Kawasan Malioboro merupakan salah satu daerah pertumbuhan ekonomi dan pariwisata yang paling mendukung pertumbuhan Kota Yogyakarta, karena berperan penting sebagai mata rantai elemen-elemen pertumbuhan ekonomi dan pariwisata sehingga memiliki daya tarik yang sangat kuat. Salah satu diantara pendukung aktivitas keramaian di Kawasan Malioboro, terdapat Pasar Sore, Pasar Senthir, Jalan Pabringan, dan penggal Jalan Ahmad Yani yang mempunyai karakter khas dan selalu ramai di setiap waktu. Wilayah tersebut selain berfungsi sebagai ruang publik yang dimanfaatkan sebagai taman parkir dan sirkulasi juga digunakan sebagai sektor informal yang mendorong lahirnya upaya adaptasi perilaku terhadap perubahan lingkungan yang terjadi, mendorong terbentuknya usaha teritorialitas guna mempertegas batas-batas fisik maupun non fisik yang berpotensi menyebabkan terjadinya diskrepansi teritori penggunaan ruang publik. Penelitian ini bertujuan melihat fenomena teritorialitas pada pemanfaatan ruang publik di kawasan taman parkir/ pasar sore Malioboro berdasarkan aspek-aspek perilaku lingkungan serta fungsi ruang publik; yang menyangkut masalah teritorialitas sebagai atribut perilaku, teritorialitas sebagai perisai pelindung (mekanisme defensif ), teritorialitas sebagai dominasi dan kontrol, serta penilaian fungsi ruang publik berdasarkan persepsi pengguna ruang. Dari hasil analisis serta pembahasan ditemukan ada 11 pengguna teritori yang ada sebagai salah satu atribut perilaku teritorialitas dalam pemanfaatan ruang publik. Dari hal tersebut ditemukan bentuk kualitas Teritorialitas antar pengguna teritori yang ada pada kawasan pasar sore Malioboro. Kata Kunci : Teritorialitas, Ruang Publik, dan Pasar Sore PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan manusia dalam ruang-ruang terbuka publik membutuhkan setting/wadah kegiatan berupa ruang. Ada dua belas atribut yang muncul dari interaksi manusia dan lingkungan yaitu; kenyamanan, sosialitas, visibilitas, aksesibilitas, rangsangan inderawi, kontrol, aktivitas, kesesakkan, adaptabilitas, makna dan legabilitas. Pendekatan melalui pemahaman tentang faktor privasi, rasa keruangan, dan perilaku teritorial yang mempengaruhi persepsi tentang environmental comfort dan kualitas lingkungan merupakan dasar pengetahuan yang ditawarkan dalam mengantisipasi kemungkinan kekurang berhasilan suatu desain arsitektural. Kebutuhan privasi dan teritori adalah universal dan mempunyai kontribusi dalam hubungannya dengan kebutuhan manusia seperti rasa aman, afiliasi, dan penghargaan ini disadari dan perlu mendapat perhatian karena bagaimanapun tentu ada perbedaan perilaku pada tiap masyarakat beserta karakternya dalam pengolahan bentuk yang mengekspresikan kebutuhan dan mekanisme penggunaan tempatnya berperilaku Kebutuhan privasi dan teritori adalah universal dan mempunyai kontribusi dalam hubungannya dengan kebutuhan manusia seperti rasa aman, afiliasi, dan penghargaan ini disadari dan perlu mendapat perhatian karena bagaimanapun tentu ada perbedaan perilaku pada tiap masyarakat beserta karakternya dalam pengolahan bentuk yang mengekspresikan 1 Dosen Tetap Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako

2 kebutuhan dan mekanisme penggunaan tempatnya berperilaku. Brower (1976), berpendapat bahwa teritorialitas merupakan hubungan individu atau kelompok dengan setting fisiknya, yang dicirikan oleh rasa memiliki dan upaya kontrol terhadap penggunaan ruang. Pengertian kontrol oleh Altman (1975) diartikan dengan mekanisme mengatur batas antara orang yang satu dengan lainnya melalui penandaan atau personalisasi untuk menyatakan bahwa tempat tersebut ada yang memilikinya. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa masalah teritorialitas berkaitan erat dengan ruang yang memiliki fungsi ganda antara kepentingan publik dan privat, diantaranya adalah ruang terbuka publik di kawasan Pasar Sore kota Yogyakarta. Tekanan pembangunan terhadap keberadaan ruang-ruang terbuka publik di perkotaan, mendorong lahirnya upaya adaptasi perilaku terhadap perubahan lingkungan yang terjadi, mendorong terbentuknya usaha teritorialitas untuk mempertegas batas-batas fisik maupun non fisik yang memisahkan mereka hal berpotensi besar meyebabkan terjadinya masalah teritorialitas penggunaan ruang terbuka menyangkut bagaimana pola perilaku sebagai suatu usaha mengekspresikan keinginan dan kebutuhan diwujudkan dalam perilaku teritorialitas. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, timbul pertanyaan apakah fenomena teritorialitas, terjadi pada pemanfaatan ruang terbuka publik di pasar sore kawasan Malioboro?, Hal tersebut seharusnya dapat di tinjau dan di lakukan penelitian lebih lanjut bagaimana sebenarnya isu masalah teritorialitas pada pemanfaatan ruang terbuka di perkotaan khususnya di kawasan pasar sore Malioboro. Hal tersebut jika dikaji, menimbulkan beberapa pertanyaan, bagaimana fenomena teritorialitas yang terjadi pada lokus amatan?, faktor apa yang menyebabkan terjadinya perilaku teritorialitas pada ruang terbuka dan pelaku yang terlibat dalam fenomena perilaku teritorialitas di kawasan Pasar Sore? Metode Penelitian Metode penelitian dengan menggunakan pengamatan perilaku yang dikembangkan oleh Jhon Zeisel ( 1981) yaitu dengan pengamatan perilaku (Observing Behaviour), dan pengamatan jejak fisik ( Observing Physical Traces). Disamping kedua hal tersebut ditambahkan dengan metode wawancara. Ketiga metode tersebut di pandang cukup tepat untuk diterapkan dalam penelitian ini, selain mudah untuk dilakukan, kredibilitas dapat dicapai dengan pengulangan pengamatan serta dapat mengungkapkan kejadian kejadian yang mungkin jarang terjadi atau sulit diamati atau diketahui TINJAUAN TEORI Teritori dan Teritorialitas Teritori merupakan suatu pembentukan wilayah untuk mencapai privasi yang optimal yang diupayakan dengan menyusun kembali setting fisik atau pindah kewilayah lain. Altman (1975)menyatakan : a territory is a delimited space that a person or a group uses and defends as an exclusive preserve. It involves psychological identification with a place, symbolizedby attitudes of possessiveness and arrangement of objects in the area. Lebih lanjut Irwin Altman menyatakan bahwa : Territorial behaviour is a self-other boundary regulation mechanism that involves personalization of or marking a place or object and communication that it is owned by a person or group. Definisi diatas menyatakan karakter dasar dari suatu teritori yaitu tentang : Kepemilikan dan tatanan tempat, personalisasi atau penandaan wilayah, taturan atau tatanan untuk mempertahankan terhadap gangguan, dan kemampuan berfungsi yang meliputi jangkauan kebutuhan fisik dasar sampai kepuasan kognitif dan kebutuhan estetika. Porteous, (1977) menyatakan teritorialitas adalah sebagai batas dimana organisme hidup menentukan teritori dan mempertahankannya, terutama dari kemungkinan intervensi atau agresi pihak lain. Konsep ini pada awalnya dikembangkan untuk organisme hidup bukan manusia. Brower (1976; dalam buku Altman et. Al, 1980 ), memaparkan bahwa teritorialitas merupakan hubungan Individu atau kelompok dengan setting fisiknya, yang dicirikan oleh rasa memiliki, dan upaya kontrol terhadap penggunaan dari interaksi yang tidak diinginkan

3 melalui kegiatan penempatan, mekanisme defensif dan keterikatan. Pengertian kontrol oleh Altman (1975) diartikan dengan mekanisme mengatur batas antara orang yang satu dengan lainnya melalui penandaan atau personalisasi untuk menyatakan bahwa tempat tersebut ada yang memilikinya. Personalisasi menurut Altman (1975) adalah pernyataan kepemilikan individu, atau kelompok terhadap suatu tempat, melalui tanda-tanda inisial diri. Pernyataan kepemilikan tersebut bisa secara konkrit (wujud fisik) atau simbolik (non fisik). Uraian-uraian di atas memberikan pengertian yang lebih terinci lagi mengenai teritorialitas, yaitu upaya-upaya individu atau kelompok dalam melakukan kontrol terhadap ruang kegiatannya melalui mekanisme defensif. Konsep teritori lebih menekankan pada kategori dilihat pada aktor pengguna secara individu maupun kelompok. Konsep teritori pada ruang publik diperlukan untuk membedakan teritori berdasar pengguna/aktor pelaku kegiatan. Tipe Teritori Pembedaan tipe teritori lebih menekankan pada luasan area cakupan oleh pengguna/aktor pelaku baik yang dikontrol oleh sesorang/sekelompok orang sampai pada cakupan yang lebih luas yang dikontrol oleh publik/masyarakat dengan batas imajiner. Penggunaan ruang publik dapat dibagi menjadi beberapa tipe teritori, dimana pada ruang publik terjadi beberapa kepentingan dari pengguna ruang, baik secara individu maupun sekelompok individu maupun masyarakat bebas yang mengunakan ruang tadi. Brower (1976) membedakan teritori kedalam empat tipe, yaitu: (a) Teritori personal, (b) Teritori komunitas, (c) Teritori masyarakat, dan (d) Teritori bebas. Teritori personal dikontrol secara individual atau kelompok. Anggota kelompok merupakan anggota yang mempunyai ikatan hubungan yang sangat dekat seperti hubungan karena perkawinan atau hubungan karena pertalian darah. Hak-hak kepemilikan sangat kuat dan dilindungi oleh hukum. Tanda-tanda pemilikan personal bersifat lebih pribadi dibanding yang lain dan seringkali ditandai dengan identias pemilik itu sendiri seperti menempatkan foto keluarga, atau piagampiagam. Teritori komunitas dikontrol oleh kelompok yang anggotanya kadang berubah, tetapi setiap anggota telah melalui suatu proses penyaringan dan kadangkala dilakukan upacara pelantikan dalam penerimaan anggota tersebut. Hal ini dilakukan adalah untuk memperjelas perbedaan antara anggota kelompok dengan orang diluar kelompok. Klaim terhadap teritori komunitas ini biasanya tarjadi akibat dari keterlibatan masingmasing individu di dalam suatu setting fisik tersebut. Teritori masyarakat dikontrol oleh masyarakat umum dan terbuka untuk umum, termasuk juga tempat-tempat milik umum seperti sebuah jalan raya, dan juga tempat-tempat yang bukan milik umum seperti ruang tunggu di terminal, ruang pertunjukan di bioskop dan sebagainya. Pelarangan dan kontrol kurang bebas dilakukan dibanding dengan tipe-tipe pemilikan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan melalui peraturan atau norma yang datang dari masyarakat, peraturan tersebut dapat berdasarkan perbedaan jenis kelamin, perbedaan usia, atau perbedaan ras. Teritori bebas tidak memiliki penghuni yang tetap, dan keberadaan subyek tidak dibawah larangan atau kontrol pihak tertentu. Peraturanperaturan yang menuntun perilaku adalah ditentukan sendiri atau berdasarkan kekuatan alam atau karena norma-norma kesusilaan. Teritori ini dicirikan oleh tidak terdapatnya tanda-tanda teritorial oleh karenanya larangan atau kontrol yang muncul lebih dikarenakan eksplorasi dan imajinasi penghuninya, ia dapat sangat menyenangkan, tetapi bisa juga sangat menakutkan. Teritori sebagai Atribut Perilaku Teritorialitas merupakan atribut perilaku yang menggambarkan hubungan antara individu (termasuk kumpulan individu-individu yang membentuk kelompok atau grup) dan institusi atau organisasi dalam satu sistem interaksi yang mengikutsertakan ruang atau setting kegiatan. Skema Hubungan antara Individu, Institusi, Setting Sumber : Weissman, 1981

4 Individu atau kelompok-kelompok individu sebagai aktor/pengguna mempunyai kepentingan dan aktivitas yang berbeda dalam suatu setting tertentu. Pengertian operasional unsur-unsur teritorialitas menunjukkan bahwa kegiatan termasuk di dalamnya hasil kegiatan, menjadi obyek utama dalam penelitian ini. Institusi/Organisasi penentu kebijaksanaan yang mempengaruhi kelompok dan kepentingan mereka. Organisasi terdiri dari sektor formal dan sektor informal yang terkait dengan suatu kegiatan dalam satu setting. Ruang, sebagai setting merupakan wadah dimana suatu aktivitas terjadi. Lingkungan tidak sekadar fisikal tetapi juga merupakan aktivitas yang ada di dalamnya. Ruang, Lingkungan terdiri dari komponen dan properti. Lingkungan tidak sebatas tempat untuk mewadahi sesuatu, tetapi juga apa yang terwadahi baik fisik maupun non fisik. Komponen ruang meliputi elemen yang ada pada ruang, tidak sekadar bentuk fisik tetapi juga menyangut warna, teksture, permukaan, material. Properti menekankan fungsi/kegunaan dari masing-masing komponen yang ada pada ruang. Properti berkaitan dengan pengguna dari suatu komponen ruang. Teritori Sebagai Perisai Pelindung Individu atau kelompok rela melakukan tindakan agresi demi melindungi teritorinya, maka kelihatannya teritori tersebut memiliki beberapa keuntungan atau hal yang dianggap penting. Kebenaran dari kalimat Home Sweet Home, telah diuji dalam berbagai eksperimen. Penelitian mengenai teritori primer, skunder, dan publik menunjukkan, bahwa orang cenderung merasa memiliki kontrol terbesar pada teritori primer, dibanding dengan teritori sekunder maupun teritori publik. Ketika individu mempresepsikan daerah teritorinya sebagai daerah kekuasaannya, itu berarti mempunyai kemungkinan untuk mencegah segala kondisi ketidak nyamanan terhadap teritorinya. Berdasarkan hal tersebut kadang kala pelaku merasa memiliki kontrol terhadap teritori ruang dan hal tersebut diwujudkan dalam satu mekanisme definsif semacam pertahanan terhadap teritorinya. Mekanisme defensif merupakan wujud (fisi k maupun non fisik) dari adanya rasa memiliki teritori berupa tindakan fisik penandaan kepemilikan akan suatu wilayah dari gangguan/intervensi pihak lain. Mekanisme yang lain adalah dengan meninggalkan tanda-tanda pengenal diri (personalisasi), misalnya meninggalkan buku di atas meja di dalam ruang baca perpustakaan. Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa mekanisme defensif meliputi kegiatan menghindar, dan mencegah (preventif) dari intervensi pihak lain yang ditandai dengan adanya unsur-unsur penempatan dan keterikatan. Teritorialitas dan Agresi Salah satu aspek yang paling menarik dari teritorialitas adalah hubungan antara teritori dan agresi. Walaupun tidak selalu disadari, teritori berfungsi sebagai pemicu agresi dan sekaligus sebagai stabilisator untuk mencegah terjadinya agresi. Salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan antara teritorialitas dan agresi adalah status dari teritori tertentu ( apakah teritori tersebut belum terbentuk secara nyata atau dalam perebutan, atau sudah tertata dengan baik ). Ketika teritori belum terbentuk secara nyata, atau masih dalam perebutan agresi lebih sering terjadi. Apa akibatnya jika terjadi invasi teritori?, Altman (1975), mengatakan bahwa atribusi yang kita pergunakan untuk menilai suatu tindakan akan menentukan respon terhadap invasi teritori tersebut hingga kita hanya akan merasakan suatu tindakan agresi pada saat kita merasakan tidak orang lain yang kita anggap mengancam. Kemudian secara umum kita memakai respon verbal, kemudian memakai cara-cara fisik seperti memasang papan atau tanda peringatan. Pelanggaran terhadap Teritori Bentuk pelanggaran teritori dapat diindikasikan adalah sebagai suatu invasi ruang. Secara fisik seseorang memasuki teritori orang lain biasanya dengan maksud mengambil kendali atas teritori tersebut. Bentuk kedua adalah kekerasan sebagai sebuah bentuk pelanggaran yang bersifat temporer atas teritori orang lain, biasanya hal ini bukan untuk menguasai teritori orang lain melainkan suatu bentuk gangguan, seperti gangguan terhadap fasilitas publik. Bentuk ketiga adalah kontaminasi, yaitu seseorang mengganggu teritori orang lain dengan meninggalkan sesuatu yang tidak menyenangkan seperti sampah, coretan atau merusaknya.

5 Pertahanan yang dapat dilakukan untuk mencegah pelanggaran teritori antara lain; 1) Pencegahan seperti memberi lapisan pelindung, memberi rambu-rambu atau pagar batas sebagai antisipasi terhadap bentuk pelanggaran.2) Reaksi sebagai respon terhadap terjadinya pelanggaran, seperti menindak si pelanggar ANALISIS DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kasus Amatan Pasar Sore Pasar sore di kawasan Malioboro merupakan kawasan perdagangan yang menempati urutan pertama paling ramai di kota Yogyakarta. Sejalan dengan perkembangan kota, kawasan ini juga terus berkembang diakibatkan oleh faktor sosial-ekonomi, yaitu pengaruh dari keberadaan aktivitas di sekitar pasar sore dan sekitarnya yang berlangsung dari pagi hingga malam hari. Lokasi pasar sore mempunyai karakter yang unik karena pemanfaatan ruang terbuka tersebut memiliki berbagai macam fungsi pemanfaatan ruang dari taman parkir, pasar sore, sampai pada pedagang warung dan pedagang kaki lima. Pesatnya pertumbuhan aktivitas di kawasan ini ternyata berpengaruh pada terjadinya perubahan fungsi penggunaan ruang, dari peruntukannya untuk taman parkir, pasar sore, warung, sampai pedagang kaki lima yang sudah mulai melakukan ekspansi teritori penggunaan ruang tersebut. Fenomena ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kepentingan dari berbagai individu yang memanfaatkan ruang terbuka di pasar sore ini. Masing-masing individu pemarkir, tukang parkir, pengelola, penjual makanan dan minuman (pewarung), tukang becak, pedagang pasar, pejalan kaki dan pedagang kaki lima (PKL), akan melakukan tindakan perluasan dan pembatasan teritori pada setting fisik untuk melakukan beragam aktivitas. Aktivitas yang dilakukan oleh pelaku berakibat terjadinya perubahan fungsi pemanfaatan ruang terbuka sebagai ruang publik yang berfungsi untuk sirkulasi pejalan kaki, tempat parkir, warung, penitipan anak, pedagang pasar sampai pedagang kaki lima yang menggambarkan adanya indikasi fenomena teritorialitas. Gambar : Setting Fisik yang mempengaruhi perilaku Teritorialitas Sebagai Atribut Perilaku Fenomena yang terjadi di ruang terbuka publik di pasar sore, ibarat suatu sistem tata ruang, di kawasan ini telah terjadi suatu bentuk penggunaan ruang yang memiliki banyak dimensi kepentingan dari para pengguna teritori yang memanfaatkan ruang ini. Berbagai aktivitas yang dilakukan oleh para pengguna (Pedagang pasar sore, Pewarung, PKL, pejalan kaki/ pengunjung, tukang parkir, pemarkir dan pengelola) dicirikan oleh rasa memiliki dan upaya kontrol terhadap penggunaan ruang. Pengertian kontrol diartikan dengan mekanisme mengatur batas antara individu yang satu dengan lainnya untuk memperjelas batas-batas kepemilikan, pertahanan ataupun penggunaan secara eksklusif ruang tersebut. Pernyataan kepemilikan terhadap suatu ruang bisa secara konkrit (bentuk fis ik) atau simbolik (non fisik). Secara konkrit pernyataan kepemilikan ditandai dengan adanya penempatan dalam bentuk elemen fisik yang menyatakan suatu tempat ditempati, berupa: adanya pagar, tenda jualan, gerobak jualan, dan perbedaan material maupun peil lantai, atau dengan berbagai aktivitas yang dilakukan pelaku (Pedagang pasar sore, Pewarung, PKL, pejalan kaki/ pengunjung, tukang parkir, pemarkir dan pengelola), dan hasil kegiatan yang dilakukan. Secara abstrak/simbolik termanisfestasi dalam bentuk keterikatan tempat yakni tumbuhnya kelompok-kelompok pengguna ruang publik yang membentuk teritori. Artinya bagi para pengguna teritori, konsep teritori lebih dari sekadar tuntutan akan suatu wilayah/area (proses

6 memperluas) secara spasial dan fisik, namun juga menyangkut kebutuhan emosional dan kultural. Teritorialitas di lokasi pasar sore dapat dikelompokkan dalam kategori teritori sekunder dan teritori publik, didasarkan atas pertimbangan keterlibatan personal, involvement, kedekatan dengan kehidupan sehari-hari aktor/pengguna teritori, dan frekuensi pemanfaatan area tersebut. Teritori sekunder, diantaranya teritori tenda-tenda jualan, gerobak, serta parkir dan teritori individu/ komunitas pedagang dan tukang parkir. Pada teritori sekunder ini digunakan dalam cakupan area yang relatif luas, tidak terlalu eksklusif, namun dikendalikan secara berkala oleh komunitasnya. Adapun teritori publik yang dimaksud adalah teritori pengunjung / pejalan kaki. Secara konseptual teritori ini memiliki batas fisik yang relatif jelas. Hasil analisis menunjukkan pengguna teritori yang cukup dominan yang beraktivitas di ruang terbuka pasar sore adalah pedagang pasar sore, dimana secara fisik, pedagang pasar mendominasi penempatan tenda-tenda di sekeliling ruang penempatan gerobak penyimpanan barang dagangan yang mendominasi ruang terbuka pasar sore Faktor yang mempengaruhi pembentukan teritori Ruang terbuka publik di lokasi pasar sore, penggunaannya pada dasarnya akan dipengaruhi oleh tiga faktor yang dominan, yaitu pencapaian (accessibility) kemenarikan (attractivity) dan kelengkapan (amenities). Ketiga faktor tersebut juga mempunyai pengaruh terhadap penggunaan ruang tersebut. Dilihat dari faktor pencapaian (accessibility), area ini dilihat dari aspek lokasionalnya merupakan area shopping center yang letaknya strategis, ramai dan prospektif bagi pengembangan usaha, karena ditunjang oleh ketersediaan fasilitas publik yang tergolong memadai karena berada di pusat kota dan pusatpusat keramaian seperti jalan Malioboro, pasar Beringharjo, benteng Vredeburg serta akses ke alun-alun dan Keraton. Di samping itu area ini memiliki kedekatan letak dan keterhubungan ke area lain dengan jangkauan yang relatif luas dengan berbagai aktivitas perkotaan (aktivitas pemerintahan, aktivitas perbankan, aktivitas perbelanjaan, aktivitas kebudayaan). Letaknya yang strategis ini memberi kemudahan bagi publik untuk mengakses berbagai fasilitas yang tersedia maupun untuk memenuhi kebutuhan. Kondisi ini menyebabkan aktivitas publik yang berlangsung di area pasar sore tergolong memiliki intensitas yang tinggi. Faktor lain yang berpengaruh adalah kemenarikan (attractiveness). Dari faktor ini secara faktual terlihat, bahwa sebagai kawasan shooping center yang terbuka bagi pandangan publik, lokasi ini tergolong sebagai kawasan komersial yang relatif ramai dan sibuk, sehingga publik dapat dengan mudah mendapatkan aneka macam kebutuhan hidup yang bisa didapatkan. Karena terletak di jalur jalan utama yang strategis, maka dilihat dari potensi fisiknya, kawasan ini dapat dikategorikan sebagai kawasan yang mempunyai potensi fisik yang berupa fasilitas perkotaan yang relatif lengkap. Ketersediaan fasilitas ini memberi kemudahan bagi para pengguna teritori untuk melakukan aktivitas, namun demikian dari segi tata ruang, secara fisikal, kurang memberi kenyamanan bagi pemakainya, area terlalu sibuk dengan kegiatan yang berlangsung di dalamnya. Realitas ini menggambarkan bahwa pencapaian lokasional yang mudah, letak kawasan yang menarik dan prospektif, serta kelengkapan dan ketersediaan fasilitas publik, ternyata secara langsung ataupun tidak langsung, berpengaruh pada terjadi fenomena perluasan. Gejala ini terjadinya akibat adanya kepentingan yang saling tumpang tindih dari berbagai individu pelaku yang memanfaatkan ruang terbuka ini. Masing-masing individu pelaku yakni Tukang Parkir, Pemarkir, Pedagang,pewarung, PKL, pejalan kaki, pengunjung, pengelola, akan melakukan perilaku perluasan teritori di ruang terbuka ini untuk melakukan beragam aktivitas. Kualitas Teritorialitas pengguna teritori Perilaku teritorialitas pada pemanfaatan ruang publik pasar sore bukanlah sekadar setting absolut, melainkan juga sebagai setting budaya dimana suatu sistem aktivitas individu/kelompok bertempat pada ruang dan waktu. Aktivitas atau perilaku kelompok dalam suatu setting diawali dengan penyaringan terhadap kondisi obyektif dalam lingkungan setting tersebut. Berdasar pada norma-norma serta nilai-nilai sosial budaya yang ada pada diri individu/kelompok, maka mereka berperilaku menanggapi kondisi subyektif yang telah mereka persepsikan.

7 Aktivitas atau perilaku yang berlangsung dapat berbentuk perilaku penempatan atau tumbuhnya rasa memiliki terhadap ruang/setting tersebut. Selama proses ini berlangsung maka berbagai kepentingan individu/kelompok terhadap setting akan terlihat; dimana antar individu/kelompok saling mengklaim teritorinya untuk mempertahankan teritori tersebut. Perilaku yang demikian akan berpengaruh terhadap kualitas hubungan antar individu/kelompok dengan setting kegiatannya. Kualitas hubungan (kuat -lemah) dengan adanya keterkaitan unsur-unsur teritorialitas akan berpengaruh/berdampak. Dampak dipengaruhi oleh unsur yang dominan (Individu) dalam teritorialitas. Aktor yang dominan dalam Individu adalah Pedagang Pasar Sore, sedang ruang, lingkungan adalah ruang terbuka pasar sore. (dominan pengunjung dan pejalan kaki). Dampak yang ditimbulkan berupa dampak positif, negatif, maupun tidak berdampak. KESIMPULAN Teritorialitas Kompleksitas studi teritorialitas terjadi pada ruang terbuka publik dimana Individu memiliki bermacam latar belakang budaya dan kegiatan fungsional, Institusi dengan beragam aktivitas sektor formal dan informal yang terwadahi dalam satu setting kegiatan (ruang, lingkungan). Lokasi pasar sore yang berada pada kawasan Malioboro sebagai salah satu ruang publik cenderung memiliki multi fungsi dalam hal penggunaannya. Ruang terbuka di lokasi pasar sore yang berbentuk square memiliki berbagai macam fungsi pemanfaatannya sebagai ruang publik, berfungsi sebagai taman parkir pada waktu pagi hingga sore hari, sebagai tempat berdagang pasar sore, tempat berjualan warung dan kios, jalur sirkulasi pejalan kaki, dan area PKL. Kondisi ini berakibat pada terjadinya konflik kepentingan, karena fungsi ruang terbuka publik ini terkena dampak aktivitas beberapa aktor/pengguna yang berkepentingan terhadap ruang tersebut Dalam sistem tata ruang, di kawasan ini telah terjadi bentuk penggunaan ruang yang memiliki banyak dimensi kepentingan dari pengguna yang memanfaatkan ruang ini. Berbagai aktivitas yang dilakukan oleh para pengguna (Pedagang pasar, Pewarung, PKL, pejalan kaki/pengunjung, tukang parkir, dan pengelola) memperjelas batas-batas kepemilikan, pertahanan ataupun penggunaan secara eksklusif jalur tersebut. Aplikasi dari konsep teritorialitas tersebut terlihat dari penempatan suatu elemen fisik yang menyatakan suatu tempat ditempati. Adapun keterikatan tempat termanifestasi dalam bentuk tanda-tanda (simbolik) atau persepsi identitas yang berorientasi pada akses spasial. Yaitu kebutuhan-kebutuhan interaksi sosial dan personalisasi suatu komunitas, seperti adanya kelompok-kelompok pedagang pasar sore, kelompok tukang parkir, dan kelompok PKL. Tipe teritori pada ruang terbuka pasar sore ini terdiri dari teritori personal, teritori komunitas, dan teritori masyarakat. Teritori personal dikontrol secara personal. Teritori komunitas dikontrol oleh komunitas, digunakan dalam cakupan area yang relatif luas, tidak terlalu eksklusif, namun dikendalikan secara berkala oleh komunitasnya. Teritori masyarakat (teritori pejalan kaki dan pengunjung) dikontrol oleh masyarakat/pengguna jalur tersebut dan juga masyarakat di sekitarnya. Teritori personal pedagang pasar sore, parkir dan PKL berupa luasan lahan masing-masing individu yang di presepsikan kepemilikannya sebagai teritori. Mekanisme kontrol dan kepemilikannya bersifat individual. Setting elemen fisiknya membentuk teritori yang berupa tenda jualan, dan gerobak. Teritori komunitas berupa batas pagar yang ada disekitar lokasi dan batas-batas sirkulasi yang ada pada lokasi pasar sore. Mekanisme kontrol dan kepemilikan dilakukan secara bersama-sama oleh kelompok pengguna yang terbentuk Teritori masyarakat berupa ruang-ruang yang terbentuk sebelum atau sesudah berlangsung kegiatan pasar dan pedagang kaki lima (PKL) yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, diantaranya sirkulasi pejalan kaki ke suatu tempat. Kualitas Teritorialitas Kawasan Pasar Sore. Kualitas hubungan perilaku pengguna teritori dengan setting fisik tidak dapat terlepas dari teritorialitas sebagai atribut perilaku, dimana di dalamnya terjadi interaksi/keterkaitan antar Individu, Organisasi dengan ruang.

8 Adanya keterkaitan antar unsur teritorialitas di ruang terbuka pasar sore menunjukkan suatu tipologi kualitas hubungan antara pedagang pasar sore, tukang parkir, pemarkir, PKL dan pejalan kaki/ pengunjung sebagai pengguna teritori. Pola keterkaitan tersebut memiliki tipologi : - Keterkaitan kuat ketiga unsur teritorialitas (Individu, Organisasi dan Ruang, Lingkungan), dengan peran dominasi ketiganya. - Keterkaitan kuat kedua unsur, (Individu dan Ruang, Lingkungan) dengan peran didominasi Individu. - Keterkaitan lemah ketiga unsur dengan peran didominasi Individu dan - Keterkaitan lemah dua unsur (Individu dan Organisasi) dengan peran didominasi Ruang, Lingkungan. Temuan ini mengindikasikan, dari beberapa pelaku pengguna teritori yang melakukan berbagai macam aktivitas, ternyata pelaku/ aktor pengguna teritori yang dominan memanfaatkan ruang terbuka pasar sore adalah Pedagang Pasar Sore (dominan berdampak negatif daripada berdampak positif). Sedangkan pejalan kaki dan pengunjung parkir juga sebagai aktor yang mendominasi, tetapi tidak dapat mengontrol teritori dan kepemilikannya secara abstrak. Berdasarkan parameter tersebut diketahui bahwa Pedagang Pasar Sore memiliki peran yang dominan dalam pemanfaatan ruang terbuka pasar sore di kawasan Malioboro. Krier.Rob, 1979, Urban Space, Rizzoli international publications.inc. London Lang. Jhon, Burnette. Charles, Molesky. Walter, Vachon. David, 1974, Designing for Human Behaviour : Architecture and the Behavioral Sciences, Dowden, Hutchinson and Ross, Inc, Pennsylvania. Laurens,J.M, 2004, Arsitektur dan Perilaku Manusia, Grasindo, Surabaya Porteous.J.Douglas, 1976, Environment And Behavior, Addison Wesley Publishing Company, England Rapoport, A, 1986, The Use and design of open space in urban neighborhoods, di D Frick eds The Quality of urban life, Berlin Rapoport. A, 1982, The Meaning of the Built Enviroment, A Nonverbal Comunication Approach, Sage Publication. Sommer. Robert and Sommer. Barbara, (1980) A Practical Guide to Behavioral Research : Tools and Techniques, Oxford University Press, New York. Stea. David, 1969, Environmental Perception and Cognition, Students publications, school of design, North Carolina State University. Weissman, Gerald, D., 1985, Modeling Environmental Behavior System, ABrief Nose, Journal of Man Environment Relation, Vol. 1. No. 2 The Pennsylvania State University.. DAFTAR PUSTAKA Altman, I. 1975, The Environment and Social Behavior. Monterey, CA: Wadsworth. Carr, stephen, 1967, The City of The Mind in Environment for Man the Next Fifty Years, edited by William R Ewald. Jr. Indiana university press. Gifford, R. 1987, Environmental Psychologi : Principle and Practice, Boston : Allyn and Bacon. Inc Halim, Deddy, 2005, Psikologi Arsitektur pengantar kajian lintas disiplin, Grasindo, Jakarta Haryadi,Setiawan.B, 1995, Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, Proyek Pengembangan Pusat studi Dirjen Dekbud. Yogyakarta.

KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN

KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN Burhanuddin Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Tadulako bur_arch07@yahoo.co.id Abstrak Perkembangan kota yang begitu cepat

Lebih terperinci

GENDER DALAM TERITORI

GENDER DALAM TERITORI GENDER DALAM TERITORI Oleh Dina Fatimah Abstrak. Teritori merupakan suatu wujud pembagian wilayah kekuasaan. Teritori sangat berkaitan dengan pemahaman akan keruangan. Pada manusia, teritorialitas ini

Lebih terperinci

PENANDAAN TERITORI DAN INVASINYA TERHADAP RUANG PUBLIK

PENANDAAN TERITORI DAN INVASINYA TERHADAP RUANG PUBLIK KARYA TULIS ILMIAH PENANDAAN TERITORI DAN INVASINYA TERHADAP RUANG PUBLIK (Study Kasus Mall Pasar Baru dan Istana Plaza Bandung) TODDY HENDRAWAN YUPARDHI S.Sn, M.Ds DOSEN TETAP PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR

Lebih terperinci

Keterikatan Pekarangan terhadap Ruang Dalam berdasarkan Atribut Privasi pada Kawasan Hunian Jeron Beteng Kraton Yogyakarta

Keterikatan Pekarangan terhadap Ruang Dalam berdasarkan Atribut Privasi pada Kawasan Hunian Jeron Beteng Kraton Yogyakarta TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Keterikatan Pekarangan terhadap Ruang Dalam berdasarkan Atribut Privasi pada Kawasan Hunian Jeron Beteng Kraton Yogyakarta Nova Purnama Lisa Perencanaan dan Perancangan Kota, Behavior

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS III.1. Latar Belakang Pemilihan Tema Gambaran beberapa kata kunci dengan pengelompokan dalam tapak dan sekitarnya, dengan pendekatan pada tema : Diagram 3.1.Latar Belakang Pemilihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Stephen Carr dibedakan menjadi¹: pagar, tanaman, dan berlokasi dijalan utama pusat kota.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Stephen Carr dibedakan menjadi¹: pagar, tanaman, dan berlokasi dijalan utama pusat kota. 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.I Ruang jalan sebagai ruang terbuka Ruang terbuka sebagai prasarana transportasi (ruang jalan). Menurut Stephen Carr dibedakan menjadi¹: - pedestrian sisi jalan (sidewalk),

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: SULISTIANTO L2D 306 023 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian dinamika aktifitas di ruang pejalan kaki di Jalan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari penelitian dinamika aktifitas di ruang pejalan kaki di Jalan 86 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari penelitian dinamika aktifitas di ruang pejalan kaki di Jalan Babarsari adalah: - Dinamika aktivitas yang terjadi yaitu adanya multifungsi aktivitas dan pengguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Perkembangan zaman yang semakin maju menuntut manusia untuk dapat mengimbangi dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Saat ini, ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Gambar simulasi rancangan 5.30 : Area makan lantai satu bangunan komersial di boulevard stasiun kereta api Bandung bagian Selatan 5.6.3 Jalur Pedestrian Jalur

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada 1

Universitas Gadjah Mada 1 MINGGU III 1.1. Pokok Bahasan : Pemahaman tentang fenomena perilaku 1.2. Sub Pokok Bahasan : Atribut Lingkungan, Teori Adaptasi Lingkungan, Adaptasi dan Tekanan Lingkungan: Kompetensi 1.3. Materi Pembahasan

Lebih terperinci

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU BAB IV PENGAMATAN PERILAKU 3.1 Studi Banding Pola Perilaku Pengguna Ruang Publik Berupa Ruang Terbuka Pengamatan terhadap pola perilaku di ruang publik berupa ruang terbuka yang dianggap berhasil dan mewakili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang publik sebagai sarana umum menjadi kebutuhan yang cukup vital

BAB I PENDAHULUAN. Ruang publik sebagai sarana umum menjadi kebutuhan yang cukup vital BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ruang publik sebagai sarana umum menjadi kebutuhan yang cukup vital dan mendasar dalam memfasilitasi interaksi antar manusia. Respon seseorang terhadap lingkungannya

Lebih terperinci

Kajian Perilaku Pengguna Jalan di Perumahan Skala Menengah ke Bawah pada Lahan Berkontur Studi Kasus : Perumahan BTN Politeknik Manado

Kajian Perilaku Pengguna Jalan di Perumahan Skala Menengah ke Bawah pada Lahan Berkontur Studi Kasus : Perumahan BTN Politeknik Manado TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Kajian Perilaku Pengguna Jalan di Perumahan Skala Menengah ke Bawah pada Lahan Berkontur Studi Kasus : Perumahan BTN Politeknik Manado Faizah Mastutie (1), Didik Pridjadi (2), Surdjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage digunakan

Lebih terperinci

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 Oleh : INDRA KUMALA SULISTIYANI L2D 303 292 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang merupakan beberapa penelitian sejenis yang berupa skripsi/tesis ataupun jurnal

Lebih terperinci

Pola Aktivitas Pada Ruang Publik Taman Trunojoyo Malang

Pola Aktivitas Pada Ruang Publik Taman Trunojoyo Malang Pola Aktivitas Pada Ruang Publik Taman Trunojoyo Malang Adisty Yoeliandri Putri 1, Jenny Ernawati 2 dan Subhan Ramdlani 2 1Mahasiswa, Jurusan arsitektur/ Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2 Dosen,

Lebih terperinci

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN Alderina 1) Fransisco HRHB 2) ABSTRAKSI Tujuan penelitian ; mengetahui karakteristik dan potensi Pedagang Kaki Lima di kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah sebuah daerah otonomi setingkat propinsi di Indonesia dengan ibukota propinsinya adalah Yogyakarta, sebuah kota dengan berbagai

Lebih terperinci

SHOPPING GREEN MALL DI SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

SHOPPING GREEN MALL DI SEMARANG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan perkembangan zaman disertai dengan perkembangan penduduk yang cukup tinggi terutama di wilayah perkotaan, seringkali terjadi adanya masalah keterbatasan lahan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN Dari berbagai analisa dan uraian yang terkait dengan dinamika ruang publik eksklusif dan inklusif di permukiman masyarakat menengah ke bawah, maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2  Jum'at, 3 Mei :48 wib Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek A. Umum Pertumbuhan ekonomi DIY meningkat 5,17 persen pada tahun 2011 menjadi 5,23 persen pada tahun 2012 lalu 1. Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang What attracts people most it would appear, is other people, kalimat ini dikutip dari William H. Whyte (1985). Salah satu indikasi suksesnya ruang publik adalah banyak

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

Proses Terbentuknya Teritori PKL di Makassar

Proses Terbentuknya Teritori PKL di Makassar TEMU ILMIAH IPLBI 2014 Proses Terbentuknya Teritori PKL di Makassar Afifah Harisah Teori dan Sejarah Arsitektur dan Lingkungan, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, UniversitasHasanuddin. Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

KAJIAN AREA PARKIR SEPEDA MOTOR PLAZA SIMPANGLIMA SEMARANG DITINJUA DARI PERILAKU PENGUNJUNG

KAJIAN AREA PARKIR SEPEDA MOTOR PLAZA SIMPANGLIMA SEMARANG DITINJUA DARI PERILAKU PENGUNJUNG KAJIAN AREA PARKIR SEPEDA MOTOR PLAZA SIMPANGLIMA SEMARANG DITINJUA DARI PERILAKU PENGUNJUNG Mohhamad Kusyanto Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Sultan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, diketahui bahwa keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring dengan pergantian

Lebih terperinci

GERAK DAN POLA SOSIALISASI MANUSIA DI DALAM RUANG UNTUK MELINDUNGI TERITORIAL LINGKUNGANNYA

GERAK DAN POLA SOSIALISASI MANUSIA DI DALAM RUANG UNTUK MELINDUNGI TERITORIAL LINGKUNGANNYA GERAK DAN POLA SOSIALISASI MANUSIA DI DALAM RUANG UNTUK MELINDUNGI TERITORIAL LINGKUNGANNYA Mahendra Wardhana Jurusan Desain Interior/Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban

Lebih terperinci

PENDUKUNG KEGIATAN (ACTIVITY SUPPORT ) Adi Sasmito *) Abstrak

PENDUKUNG KEGIATAN (ACTIVITY SUPPORT ) Adi Sasmito *) Abstrak PENDUKUNG KEGIATAN (ACTIVITY SUPPORT ) Adi Sasmito *) Abstrak Sebuah kota terbentuk dan berkembang secara bertahap sesuai dengan peningkatan kegiatan manusia, dimana manusia sebagai pelaku kegiatan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan semakin meningkat secara pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa kebanyakan, kota bagaikan

Lebih terperinci

TERITORI RUANG PUBLIK PERKOTAAN STUDI KASUS KOTA SEMARANG, SURAKARTA DAN YOGYAKARTA

TERITORI RUANG PUBLIK PERKOTAAN STUDI KASUS KOTA SEMARANG, SURAKARTA DAN YOGYAKARTA TERITORI RUANG PUBLIK PERKOTAAN STUDI KASUS KOTA SEMARANG, SURAKARTA DAN YOGYAKARTA Supriyono 1), Etty E Listiati 2) 1) Program studi Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Katolik Soegijapranata

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN SETING PRILAKU PENGUNJUNG DI TAMAN NOSTALGIA KUPANG. Oleh I Kadek Mardika

LAPORAN PENELITIAN SETING PRILAKU PENGUNJUNG DI TAMAN NOSTALGIA KUPANG. Oleh I Kadek Mardika LAPORAN PENELITIAN SETING PRILAKU PENGUNJUNG DI TAMAN NOSTALGIA KUPANG Oleh I Kadek Mardika UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG 2015 i KATA PENGANTAR Dunia arsitektur selama ini lebih banyak diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Eksistensi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Eksistensi Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang A. Latar Belakang Eksistensi Penelitian Menurut Hamid Shirvani, 1985 dalam buku yang berjudul The Urban Design Process, jalur pejalan kaki merupakan elemen penting

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dan mobilitas masyarakat yang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dan mobilitas masyarakat yang BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dan mobilitas masyarakat yang semakin pesat mengakibatkan munculnya permasalahan sosial-ekonomi dan infrastuktur kota-kota di Indonesia.

Lebih terperinci

POLA AKTIVITAS PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI ALUN-ALUN BATU

POLA AKTIVITAS PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI ALUN-ALUN BATU POLA AKTIVITAS PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI ALUN-ALUN BATU Cantya P. Marhendra 1, Lisa Dwi Wulandari 2, Sigmawan Tri Pamungkas 3 1 Mahasiswa Bimbingan, Jurusan Arsitektur/ Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang publik atau public space adalah tempat orang berkumpul untuk melakukan aktivitas dengan tujuan dan kepentingan tertentu serta untuk saling bertemu dan berinteraksi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia Klaim terhadap ruang..., Maya Sita, FT UI, 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia Klaim terhadap ruang..., Maya Sita, FT UI, 2010 BAB 1 PENDAHULUAN Arsitektur merupakan ilmu perancangan lingkungan binaan; baik yang berskala mikro (perabot, produk) hingga makro (bangunan, kota, lanskap). Arsitektur lahir dari dinamika kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Shopping mall atau biasa disebut juga dengan mal adalah salah satu pusat perbelanjaan yang cepat berkembang di kota-kota besar di Indonesia. Mal merupakan bagian yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan salah satu aktor dalam perguruan tinggi karena

BAB I. PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan salah satu aktor dalam perguruan tinggi karena BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan salah satu aktor dalam perguruan tinggi karena aktivitasnya dalam perguruan tinggi tersebut, adapun mahasiswa dengan segala aktivitasnya dapat

Lebih terperinci

Teritorialitas Masyarakat Perumahan Menengah ke Bawah

Teritorialitas Masyarakat Perumahan Menengah ke Bawah TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Teritorialitas Masyarakat Perumahan Menengah ke Bawah Studi Kasus: Perumahan Sukaluyu, Cibeunying Kaler, Bandung Tamiya M. Saada Kasman, Dewi R. Syahriyah, Sofian D. Ananto, M. Adib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Bandung memiliki daya tarik yang luar biasa dalam bidang pariwisata. Sejak jaman penjajahan Belanda, Bandung menjadi daerah tujuan wisata karena keindahan alamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya akan memberikan konsekuensi terhadap kebutuhan ruang. Pertumbuhan penduduk di kota besar

Lebih terperinci

MASJID BERBASIS MASYARAKAT DAN SIGNIFIKANSINYA SEBAGAI RUANG PUBLIK

MASJID BERBASIS MASYARAKAT DAN SIGNIFIKANSINYA SEBAGAI RUANG PUBLIK Masjid Berbasis Masyarakat Dan Signifikansinya Sebagai Ruang Publik MASJID BERBASIS MASYARAKAT DAN SIGNIFIKANSINYA SEBAGAI RUANG PUBLIK Yulia Eka Putrie 1), Luluk Maslucha 2) 1,2) Jurusan Teknik Arsitektur

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Terkait dengan pertanyaan penelitian akan kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi walkability menjadi acuan dalam proses menganalisa dan pembahasan,

Lebih terperinci

POLA AKTIVITAS PADA RUANG PUBLIK TAMAN BUNGKUL SURABAYA

POLA AKTIVITAS PADA RUANG PUBLIK TAMAN BUNGKUL SURABAYA POLA AKTIVITAS PADA RUANG PUBLIK TAMAN BUNGKUL SURABAYA Retty Puspasari 1, Jenny Ernawati 2, Noviani Suryasari 2 1 Mahasiswa Bimbingan, Jurusan arsitektur/ Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2 Dosen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode pengumpulan data, metode analisis data serta metode penyajian hasil analisis data.

BAB III METODE PENELITIAN. metode pengumpulan data, metode analisis data serta metode penyajian hasil analisis data. BAB III METODE PENELITIAN Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu optimalisasi peran dan fungsi ruang publik Taman Sungai Kayan kota Tanjung Selor Kalimantan Utara, maka diperlukan penajaman metode penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Pati merupakan suatu kota sebagai ibukota kabupaten yang dilalui jalur Pantura, hal ini membuat jalan utama terutama yang juga berfungsi sebagai jalur pantura

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA) 5.1 Sirkulasi Kendaraan Pribadi Pembuatan akses baru menuju jalan yang selama ini belum berfungsi secara optimal, bertujuan untuk mengurangi kepadatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beringharjo Yogyakarta. Sejak 2 tahun terakhir, terjadi perubahan bentuk los di

BAB 1 PENDAHULUAN. Beringharjo Yogyakarta. Sejak 2 tahun terakhir, terjadi perubahan bentuk los di 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan zaman membuat persaingan usaha menjadi semakin sengit. Persaingan yang semakin sengit menuntut para pengusaha untuk berpikir keras dan memunculkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang publik merupakan ruang terbuka maupun tertutup yang berfungsi sebagai tempat terjadinya interaksi sosial, ekonomi dan budaya. Di wilayah perkotaan, ruang publik

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Dasar Perancangan Hasil perancangan Sekolah Dasar Islam Khusus Anak Cacat Fisik di Malang memiliki dasar konsep dari beberapa penggambaran atau abstraksi yang terdapat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam beraktivitas di ruang kota pasti akan disajikan pemandangan yang dominan berupa tampilan gedung-gedung yang merupakan karya arsitektur dan menjadi bagian

Lebih terperinci

KAJIAN POLA RUANG AKTIVITAS DEMONSTRASI DI KAWASAN SIMPANG LIMA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN POLA RUANG AKTIVITAS DEMONSTRASI DI KAWASAN SIMPANG LIMA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN POLA RUANG AKTIVITAS DEMONSTRASI DI KAWASAN SIMPANG LIMA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : NURUL FATIMAH Y.M. L2D 002 422 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

Teritori Ruang Dagang Bazar di Tangerang Selatan

Teritori Ruang Dagang Bazar di Tangerang Selatan TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Teritori Ruang Dagang Bazar di Tangerang Selatan Estuti Rochimah (1), Handajani Asriningpuri (2) (1) Kelompok Bidang Keilmuan Perancangan, Program Studi Arsitektur, Institut Teknologi

Lebih terperinci

POLA PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI PUSAT KOTA TERNATE Dewinita Effendi¹, Judy O. Waani², & Amanda Sembel³ ABSTRAK

POLA PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI PUSAT KOTA TERNATE Dewinita Effendi¹, Judy O. Waani², & Amanda Sembel³ ABSTRAK POLA PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI PUSAT KOTA TERNATE Dewinita Effendi¹, Judy O. Waani², & Amanda Sembel³ 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR Oleh: HAPSARI NUGRAHESTI L2D 098 433 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ BAB VI KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini merupakan hasil dari analisis dan pembahasan terhadap penilaian komponen setting fisik ruang terbuka publik dan non fisik (aktivitas) yang terjadi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Ruang terbuka publik merupakan salah satu fasilitas yang dibutuhkan kota.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Ruang terbuka publik merupakan salah satu fasilitas yang dibutuhkan kota. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang terbuka publik merupakan salah satu fasilitas yang dibutuhkan kota. Ruang terbuka publik merupakan lahan yang tidak terbangun dengan penggunaan tertentu, tidak

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat terhadap Suasana pada Bangunan Kolonial yang Berfungsi sebagai Fasilitas Publik

Persepsi Masyarakat terhadap Suasana pada Bangunan Kolonial yang Berfungsi sebagai Fasilitas Publik TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Persepsi Masyarakat terhadap Suasana pada Bangunan Kolonial yang Berfungsi sebagai Fasilitas Publik Emmelia Tricia Herliana (1) Himasari Hanan (2) (1) Mahasiswa Program Doktor Arsitektur,

Lebih terperinci

PENATAAN KORIDOR JALAN LETJEN S. PARMAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN DI PURWOKERTO

PENATAAN KORIDOR JALAN LETJEN S. PARMAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN DI PURWOKERTO LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KORIDOR JALAN LETJEN S. PARMAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN DI PURWOKERTO Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

Konsep Perilaku Teritorialitas di Kawasan Pasar Sudirman Pontianak

Konsep Perilaku Teritorialitas di Kawasan Pasar Sudirman Pontianak Vokasi Volume 8, Nomor 3, Oktober 2012 ISSN 1693 9085 hal 197-208 Konsep Perilaku Teritorialitas di Kawasan Pasar Sudirman Pontianak + FERY KURNIADI 1, DIANANTA PRAMITASARI 2, DJOKO WIJONO 2 1 Program

Lebih terperinci

Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta

Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Threshold Space sebagai Pendekatan Desain Ruang Terbuka di Kawasan Kota Tua Jakarta Steven Nio (1), Julia Dewi (1) stevennio93@gmail.com, julia.dewi@uph.edu (1) Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap manusia selalu membutuhkan adanya rekreasi dan Olah raga. Jakarta sebagai kota metropolitan kususnya di Jakarta utara, dimana perkembangan penduduknya sangat

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro)

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro) STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro) TUGAS AKHIR Oleh : RINA NAZLA ULFAH L2D 098 461 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kabupaten Semarang sebagai salah satu Kabupaten di Indonesia yang sedang berkembang, mempunyai berbagai macam dan banyak sekali aktivitas masyarakat didalamnya, ditinjau

Lebih terperinci

Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung

Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung Devi Johana Tania, Witanti Nur Utami Program Studi Magister Rancang Kota, Sekolah

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Dari Tema Perancangan Panti Rehabilitasi Wanita Tuna Susila, di Kota Tangerang ini menggunakan konsep manusiawi atas dasar pendekatan dari segi perilaku dan psikologis

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN Ruang terbuka publik di perumahan merupakan fasilitas yang harus disediakan oleh pengembang. Pemberlakuan standar ruang terbuka publik yang sama untuk semua perumahan menyebabkan kesamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitek pada jaman ini memiliki lebih banyak tantangan daripada arsitekarsitek di era sebelumnya. Populasi dunia semakin bertambah dan krisis lingkungan semakin menjadi.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Pertumbuhan Kawasan Kota dan Permasalahannya Kawasan perkotaan di Indonesia dewasa ini cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tingginya tingkat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penyusunan konsep simbiosis mutualistik untuk penataan PKL Samanhudi erat kaitannya dengan karakter masing-masing pelaku dan konflik kepentingan serta konflik

Lebih terperinci

PENENTUAN PRIORITAS PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PASAR BATIK SETONO SEBAGAI OBJEK WISATA BELANJA DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR

PENENTUAN PRIORITAS PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PASAR BATIK SETONO SEBAGAI OBJEK WISATA BELANJA DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR PENENTUAN PRIORITAS PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PASAR BATIK SETONO SEBAGAI OBJEK WISATA BELANJA DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR Oleh: Yunandini Galih Prastyani L2D303307 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA Dhian Krisna Kusuma Umar Mansyur Ni Made Esti Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEGIATAN PEMBENTUKAN RUANG LUAR RUKO PADA KORIDOR JALAN DI KAWASAN PERUMAHAN SAWOJAJAR KOTA MALANG. Elong Pribadi**) dan Suning*)

IDENTIFIKASI KEGIATAN PEMBENTUKAN RUANG LUAR RUKO PADA KORIDOR JALAN DI KAWASAN PERUMAHAN SAWOJAJAR KOTA MALANG. Elong Pribadi**) dan Suning*) IDENTIFIKASI KEGIATAN PEMBENTUKAN RUANG LUAR RUKO PADA KORIDOR JALAN DI KAWASAN PERUMAHAN SAWOJAJAR KOTA MALANG Elong Pribadi**) dan Suning*) Abstrak Salah satu kebutuhan masyarakat perkotaan adalah tersedianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perkotaan yang semakin pesat, khususnya pada daerah Kiara Condong kota bandung. Memiliki dampak yang membuat situasi menjadi padat, polusi, panas, dan macet.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Eksistensi Penelitian. direncanakan maupun terbentuk dengan sendirinya yang menghubungkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Eksistensi Penelitian. direncanakan maupun terbentuk dengan sendirinya yang menghubungkan 1 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang A. Latar Belakang Eksistensi Penelitian Jalur pedestrian menurut Carr yaitu bagian dari kota di mana orang bergerak dengan kaki, biasanya di sepanjang sisi jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Re-Desain Stasiun Besar Lempuyangan Dengan Penekanan Konsep pada Sirkulasi, Tata ruang dan Pengaturan Fasilitas Komersial,

BAB I PENDAHULUAN. Re-Desain Stasiun Besar Lempuyangan Dengan Penekanan Konsep pada Sirkulasi, Tata ruang dan Pengaturan Fasilitas Komersial, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Judul Re-Desain Stasiun Besar Lempuyangan Dengan Penekanan Konsep pada Sirkulasi, Tata ruang dan Pengaturan Fasilitas Komersial, pengertian Judul : Re-Desain Redesain berasal

Lebih terperinci

Konsep Desain Partisi Dengan Sistem Modular Untuk Hunian Dengan Lahan Terbatas Di Surabaya

Konsep Desain Partisi Dengan Sistem Modular Untuk Hunian Dengan Lahan Terbatas Di Surabaya Konsep Desain Partisi Dengan Sistem Modular Untuk Hunian Dengan Lahan Terbatas Di Surabaya Ratna Puspitasari 1, Faza Wahmuda 2 Jurusan Desain Produk, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Email: ratna.puspitasari03@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Pengembangan Kawasan Shopping Street Pertokoan Jl. Yos Sudarso :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. (http://developmentcountry.blogspot.com/2009/12/definisi

Lebih terperinci

Ruang Personal Pemustaka di Ruang Baca Perpustakaan Umum Kota Malang

Ruang Personal Pemustaka di Ruang Baca Perpustakaan Umum Kota Malang Ruang Personal Pemustaka di Ruang Baca Perpustakaan Umum Kota Malang Iman Hidayatullah 1 dan Tito Haripradianto 2 1 Mahasiswa Program Studi Sarjana Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1981). Kondisi dualistik pada kawasan perkotaan di gambarkan dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. 1981). Kondisi dualistik pada kawasan perkotaan di gambarkan dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hampir seluruh kota di indonesia kini bersifat dualistik. Dualistik berarti telah terjadi pertemuan antara dua kondisi atau sifat yang berbeda (Sujarto, 1981). Kondisi

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH SOFT AND HARD PRIVATIZATION DALAM MENGKLAIM KEMBALI RUANG PUBLIK

KAJIAN PENGARUH SOFT AND HARD PRIVATIZATION DALAM MENGKLAIM KEMBALI RUANG PUBLIK KAJIAN PENGARUH SOFT AND HARD PRIVATIZATION DALAM MENGKLAIM KEMBALI RUANG PUBLIK Andi Zulestari Z. dan M. Sani Roychansyah 2 Jurusan Teknik Arsitektur Politeknik Negeri Pontianak 2 Jurusan Teknik Arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kawasan-kawasan strategis, perkembangan ini ditunjang dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. kawasan-kawasan strategis, perkembangan ini ditunjang dengan adanya tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan sebuah kota terjadi dengan sangat pesat terutama sekali di kawasan-kawasan strategis, perkembangan ini ditunjang dengan adanya tuntutan dari kebutuhan

Lebih terperinci

Dinamika Ruang Arsitektur pada Permukiman Migran Madura di Kelurahan Kotalama Malang

Dinamika Ruang Arsitektur pada Permukiman Migran Madura di Kelurahan Kotalama Malang TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Dinamika Ruang Arsitektur pada Permukiman Migran Madura di Kelurahan Kotalama Malang Damayanti Asikin (1), Antariksa (2), Lisa Dwi Wulandari (3) (1) Laboratorium Desain Permukiman

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 5.1.1. Tatanan Setting Fisik Di Masing-Masing

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAN KAWASAN KORIDOR JALAN GATOT SUBROTO SURAKARTA Sebagai kawasan wisata belanja yang bercitra budaya Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian mengenai fenomena pergeseran konsepsi masyarakat terhadap Tugu Yogyakarta dari tetenger menjadi public place maka didapatkan bahwa terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampus Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Bina Nusantara. yang Berhubungan dengan Arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. Kampus Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Bina Nusantara. yang Berhubungan dengan Arsitektur. BAB I PENDAHULUAN I.1. Deskripsi Proyek Judul : Topik : Kampus Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Bina Nusantara Ekspresionisme Tema : Pengolahan Bentuk Kampus yang Ekspresif dalam Menaungi Kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hubungan Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hubungan Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku 2.1.1. Hubungan Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku Buku yang berjudul Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku (Haryadi dan Setiawan, 2010)

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1 IDE AWAL / CONSEPTUAL IDEAS Pertimbangan awal saat hendak mendesain kasus ini adalah : bahwa ini adalah sebuah proyek urban, proyek ini merupakan proyek bangunan publik, serta

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA MODEL JALUR PEDESTRIAN KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA Studi Kasus : Kawasan Alun - Alun Bandung ABSTRAK Perkembangan kota

Lebih terperinci

Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Pengrajin Keramik Berwawasan Lingkungan Perilaku di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang

Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Pengrajin Keramik Berwawasan Lingkungan Perilaku di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018 ISSN 2085-4218 Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Pengrajin Keramik Berwawasan Lingkungan Perilaku di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang Adhi Widyarthara

Lebih terperinci

Karakteristik Fisik-Sosial dan Kriteria Kamar yang Membuat Betah

Karakteristik Fisik-Sosial dan Kriteria Kamar yang Membuat Betah TEMU ILMIAH IPLBI 206 Karakteristik Fisik-Sosial dan Kriteria Kamar yang Membuat Betah Riska Amelia Rachman (), Hanson E. Kusuma (2) () Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Bosowa (2)

Lebih terperinci