Proses Terbentuknya Teritori PKL di Makassar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Proses Terbentuknya Teritori PKL di Makassar"

Transkripsi

1 TEMU ILMIAH IPLBI 2014 Proses Terbentuknya Teritori PKL di Makassar Afifah Harisah Teori dan Sejarah Arsitektur dan Lingkungan, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, UniversitasHasanuddin. Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses terbentuknya teritori PKL di Makassar dimana ruang-ruang yang menjadi teritori publik beralih menjadi teritori PKL. Metode penelitian menggunakan metode pengamatan tidak terstruktur dan interview tidak terstruktur dengan mengambil beberapa sampel di berbagai lokasi yang ditempati PKL. Hasil pengamatan menunjukkan hal-hal sebagai berikut: 1) bahwa proses pembentukan teritorinya ada yang bersifat spontan dan perlahan, 2) bahwa penandaan kekuatan teritorinya ada yang bersifat sementara, semi permanen, dan permanen, 3) dan bahwa pelaku/pengguna teritorinya bisa secara individual, berkelompok, atau kombinasi keduanya. Kata-kunci: teritori PKL, proses terbentuknyateritori, dan Kota Makassar I.Pendahuluan I.1.Latar Belakang Penelitian Persoalan PKL (Pedagang Kaki Lima) merupakan isu perkotaan yang selalu muncul di berbagai media massa di berbagai kota baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Setidaknya terdapat beberapa isu yang penting yang terkait dengan PKL di perkotaan: 1) adanya dominasi sektor formal atas sektor informal termasuk PKL di perkotaan sehingga menimbulkan konflik sosial yang memerlukan penanganan yang lebih berkelanjutan (Budiharjo, 1999: ), 2) marjinalisasi ekonomi sektor informal termasuk PKL yang menimbulkan berbagai permasalahan seperti ketidaktertiban, limbah, tidak adanya perlindungan jiwa, eksploitasi anak, persaingan tidak sehat, ketiadaan perlindungan hukum, sulitnya pemberdayaan karena mobilitas, dan timbulnya struktur paralel dimana terdapat aliran uang resmi dan tidak resmi sehingga perlu upaya perbaikan fisik dan non fisik yang mensyaratkan formalisasi (Sarosa, 2011: ), 3). PKL sebagai bagian dari pasar tradisional merupakan asetekonomi, sosial, dan budaya dimana keberlanjutannya seharusnya dipertahankan sebagai bagian dari keberagaman untuk menciptakan lingkungan dan kota yang berkelanjutan (HarisahdanArima, 2012). Sementara itu, bila kita mengeksplorasi di tataran empiris di kota Makassar melalui pengamatan tidak terstruktur dari tahun , maka isu-isu yang penting yang teridentifikasi adalah: 1) semakin banyaknya PKL muncul di berbagai tempat baik yang ada di pusat, tengah, dan pinggiran kota, 2) PKL semakin banyak menguasai ruang-ruang publik, semi publik, dan privat di kota Makassar baik di jalan, pinggiran/bahu jalan, taman, greenline, tempat rekreasi, lahan sisa, lahan liar, di depanpertokoan, di depan bangunan dengan fungsi tertentu seperti pasar, sekolah, dan keramaian, 3) PKL meninggalkan berbagai jejak untuk menandai teritori mereka dengan cara tertentu: meninggalkan barang tertentu dan tempat berjualan baik yang bersifat permanen, semi permanen, maupun yang tidak permanen, 4) PKL terkadang tidak memperdulikan tanda teritori di lokasi mereka berjualan. 5) baik secara spontan, sporadis, dan perlahan mengambil dan menguasai teritori tertentu melalui berbagai cara: berijin atau tidak berijin/semaunya. Dari keduasumber di atas, di tataranabstrak, isu-isu PKL sebagai sektor informal danjuga aset yang perlu dipelajari proses terbentuknya belum cukup dieksplorasi atau di riset. Sementara di tataran empiris, gejala terbentuknya PKL justru ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2014 C_13

2 Proses TerbentuknyaTeritori PKL di Makassar menjadi isu yang penting untuk diteliti proses dan karakternya secara lebih mendalam. Inilah alasan mendasar mengapa studi ini dilakukan. Memahami proses terbentuknya teritori PKL di ruang-ruang publik, semi publik, dan privat di Kota Makassar akan membawa kepemahaman yang lebih menyeluruh tentang PKL itu sendiri dan bagaimana PKL seharusnya diakomodasi di Kota Makassar secara khusus dan di kota lain secara umum, karena hanya dengan cara mengetahui faktor-faktor ini pertumbuhannya dapat diantisipasi dan dikendalikan, sehingga tidak merusak kepentingan warga lainnya, tetapi tetap bisa menciptakan sinergi yang harmonis untuk kota Makassar yang lebih baik dari sebelumnya. I.2.Permasalahan Penelitian Dari latar belakang penelitian di pendahuluan, permasalahan penelitian difokuskan kepada usaha untuk mengetahui proses terbentuknya teritori PKL di Kota Makassar sebagai sebuah bagian memahami PKL secara menyeluruh dalam kerangka membangun konsep Kota yang lebih akomodatif terhadap PKL di Kota Makassar. I.3. Metode Penelitian Jenis metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan observasi tidak terstruktur dan interview tidak terstruktur. Observasi atau observation berasal daribahasa Latin, observatio dimana kenyataan, fakta-fakta, atau peristiwa dilihat atau direkam (Agnes, 2000:996). Unstructured observation atau observasi tidak terstruktur, dimana pengamatan tidak dilakukan secara sistematis dari waktu ke waktu tetapi melalui pengamatan yang bersifat situasional dan bersifat menyeluruh dari fenomenon yang relevan dengan masalah yang dirumuskan ( akses ). Observasi tidak terstruktur ini merupakan fase awal dari sebuah riset, bisa menjadi spesifik dalam hal waktu, lokasi, dan obyek penelitian. Observasi tidak terstruktur ini bermodalkan instrumen buku catatan dan pena untuk melihat sesuatu yang menarik dengan menulis dan mencari teorinya dan tidak langsung melakukan C_14 ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2014 konklusi sebelum ada bukti-bukti yang cukup, untuk mengkonfirmasi sesuatu bisa dilengkapi dengan cara bertanya bila diperlukan ( akses ). Unstructured interview atau interview tidak terstruktur dilakukan untuk mempertanyakan hal-hal yang tidak teramati dan untuk melengkapi informasi dari observasi tidak terstruktur. Analisis data yang digunakan dilakukan secara deskriptif untuk menjelaskan data yang telah dikumpulkan. II.Tinjauan Pustaka dan Pembahasan II.1 Kebutuhan akan Ruang untuk Bekerja di Perkotaan Kebutuhan akan ruang baik sebagai tempat tinggal maupun tempat (diistilahkan sebagai shelter) untuk bekerja masuk dalam kelompok kebutuhan tingkat pertama sebagai kebutuhan biologis dan pisiologis bagi manusia ( akses ). Menurut Budiharjo (1999: ) agar sebuah kota bisa berkelanjutan maka kota harus dilandaskan kepada prinsip demokrasi yang berarti pemerataan untuk semua kalangan, termasuk dalam hal ini adalah bagaimana membuat keseimbangan penggunaan ruang baik untuk sektor formal (contoh: Mall) maupun sektor informal (contoh: PKL). Bila pemikiran Budiharjo ini diterapkan, tentu saja terjadi pergeseran status PKL dari sektor informal ke sektor formal, dengan berbagai konsekuensi hukum yang menyertainya. II.2 Definisi, Klasifikasi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Teritori Definisi teritori dideskripsikan oleh Maher dan Lott, 1995, dan Sommer, 1969 dalam Bell dkk (2001: ) sebagai area atau wilayah yang dapat dilihat, bersifat tetap, dibatasi secara nyata, cenderung terpusat ke rumah (home), dan diatur oleh orang-orang yang berinteraksi di dalamnya. Dalam pengertian yang lain, teritori dimaknai sebagai wilayah yang dianggap

3 menjadi hak seseorang (Laurens, 2004:124). Pengertian dalam Bell tersebut hampir sejalan dengan Haryadi dan Setiawan (1995:72) yaitu sebagai satu area yang spesifik yang dimiliki dan dipertahankan baik secara fisik (melalui penandaan) maupun secara non fisik (melalui peraturan atau norma). Kata turunan dari teritori adalah teritorialitas. Teritorialitas merupakan sebuah perwujudan ego yang menandakan seseorang tidak ingin diganggu (Laurens, 2004:124). Teritorialitas bagi manusia lebih bersifat to be instinctive, to be learned, dan interaksi keduanya (Brown, 1987, Taylor, 1988 dalam Bell, 200:278). Teritorialitas berfungsi sebagai suatu proses yang terpusat dalam personalisasi, agresi, dominasi, memenangkan, koordinasi, dan kontrol, juga memiliki hirarki baik dalam berbagai skala peruangan (Laurens, 2004: ). Teritorialitas diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis menurut Altman dalam Bell (2001: 277) dan Laurens (2004: ) yaitu: pertama, teritori primer yang dirasakan tinggi tingkat pengontrolannya, merupakan tempat yang sangat pribadi, akrab, harus dengan izin khusus, dan pengendaliannya relatif tetap. Kedua, teritori sekunder yang dirasakan sedang tingkat pengontrolannya, merupakan tempat yang dikuasai oleh sejumlah orang, pengendaliannya seperti teritori primer, dan penggunanya bisa berganti. Ketiga, teritori publik yang rendah tingkat pengontrolannya, pada prinsipnya semua orang diperkenankan berada di tempat tersebut. Altman juga mengkategorikan tipe teritori lain yaitu teritori obyek dan teritori ide. Sejalan dengan Altman, Haryadi dan Setiawan (1995:73-74) baik secara eksplisit maupun implisit membagi teritori perkotaan ke dalam tiga tipologi. Tipologi pertama dengan empat klasifikasi yaitu okupansi personal, komunitas, kemasyarakatan, dan bebas. Tipologi kedua dengan enam klasifikasi yaitu urban public, urban semi-public space, public group, private group, family private, dan individual private. Tipologi ketiga dengan empat klasifikasi: public territory, home territory, interactional territory, dan body territory. AfifahHarisah Selain hal tersebut di atas, menurut Lyman dan Scott (1967) dalam Laurens (2004: ) teritorialitas juga dapat dikategorikan ke dalam teritori interaksi dan teritori badan; teritori interaksi adalah wilayah yang bersifat temporer dan dikendalikan oleh sekelompok orang yang berinteraksi, dan teritori badan yang dibatasi oleh badan manusia dimana batasnya adalah kulit; dua kategori terakhir sejalan dengan sebagian dari klasifikasi tipologi ketiga dari Haryadi dan Setiawan yang telah dipaparkan sebelumnya. Lebih jauh lagi, terdapat faktor-faktor yang berkaitan dengan pelanggaran dan pertahanan teritori. Bentuk-bentuk pelanggaran teritori antara lain dengan invasi, kekerasan, dan kontaminasi, sementara bentuk-bentuk pertahanan teritori dapat berupa pencegahan seperti pemberian rambu-rambu, reaksi terhadap pelanggaran teritori seperti pengusiran, dan batas sosial seperti KTP yang menyatakan wilayah dimana seseorang berada atau berasal (Laurens, 2004: ). Teritori juga dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: personal, situasi, dan budaya. Dari penjelasan di atas, dapat digaris bawahi beberapa hal: pertama teritori bersifat ada batasnya secara fisik, bertingkat, instinktiv, dapat diamati, dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, dan dapat diinvasi. II.3 PKL, Sektor Informal Perkotaan yang Tidak Terakomodasi di Perencanaan Bila Kota Makassar dieksplorasi, maka dapat digarisbawahi secara tegas bahwa PKL belum ada yang benar-benar direncanakan atau diformalisasi menjadi sektor formal dari awal. Semua lokasi PKL menunjukkan keberadaan mereka tidak terencana atau tidak merupakan bagian yang direncanakan oleh perencana Kota Makassar, tetapi melainkan ada pihak yang berusaha mengakomodasinya setelah gejalanya menunjukkan pertumbuhan pesat dan ekspansiv. Pihak ini bisa dari pemerintah secara resmi, oknum pemerintahan, orang yang tidak terkait dengan pemerintah, atau dengan kesadaran sendiri untuk tidak mengganggu kepentingan publik dan untuk menyelamatkan teritori mereka ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2014 C_15

4 Proses TerbentuknyaTeritori PKL di Makassar sebagai sebuah tempat untuk mencari penghasilan sehari-hari atau penghasilan tambahan. Sebagai bukti dari tidak terencananya PKL ini dapat dilihat dari beberapa faktor: 1) lokasinya yang mengganggu kepentingan publik lainnya, 2) tidak memperhitungkan faktor keamanan dan kesehatan PKL dan konsumennya, 3) bentuk ruang yang umumnya cenderung bersifat darurat/asal ada, 4) Bersifat coba-coba dimana jenis dagangan yang terkadang tidak memperhitungkan kebutuhan konsumen di sekitarnya atau sekadar berspekulasi, 5) terencana secara individual atau bersama, tetapi legalitasnya masih dipertanyakan sehingga sewaktu-waktu dapat digusur. Kondisi ini tentu secara visual dalam perspektif sebagian orang yang melihatnya menimbulkan ketidakteraturan dan kekumuhan PKL dan juga lingkungan sekitarnya, sehingga menciptakan kesenjangan/kontras dalam komposisi arsitektur kota, baik secara visual, ekonomi, maupun aspek lainnya, lihat Foto 1 Foto 1 Kontras secara visual antara teritori PKL dan bangunan di belakangnya (Sumber: peneliti, April 2014). II.4 Hubungan antara Teori tentang Teritori dengan berbagai Fenomena Terbentuknya Teritori PKL di Kota Makassar Berdasarkan pengamatan dalam riset ini, setidaknya terdapat beberapa fenomena terbentuknya PKL, ditinjau dari waktu terbentuknya yaitu: 1. Spontan karena ada kegiatan keramaian yang terencana dan informasinya bisa diketahui oleh PKL tertentu, ada musim buah, dan atau ada musibah tertentu seperti kebakaran. Biasanya PKL jenis ini adalah yang bersifat movable atau yang dapat berpindah tempat. Lihat Foto 2. Foto 2 Teritori PKL yang terbentuk secara mendadak di Pintu Masuk Mesjid Al-Markas di Makassar (Sumber: peneliti, September, 2013). 2. Perlahan, bertahap dan tidak sistematis karena ada keraguan kemungkinan terjadinya penggusuran, terutama PKL yang menguasai tempat-tempat yang tidak dikontrol penggunaannya oleh pemiliknya, jadi teritorinya dibangun secara bertahap. 3. Perlahan, bertahap dan sistematis, teramati dan terencana oleh PKL secara individual atau berkelompok atau terorganisir, dengan pola tersebar di beberapa tempat, atau mengumpul di satu lokasi. Berdasarkan kekuatan penandaan teritori, maka proses terbentuknya teritori PKL dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Penandaan teritori yang bersifat sementara, ini biasanya digunakan oleh PKL yang berpindah-pindah tempat. 2. Penandaan teritori yang bersifat semipermanen, ini biasanya untuk jenis kios kecil dan besar dengan modal yang terbatas. 3. Memberikan penandaan teritori yang bersifat permanen, ini biasanya jenis kios kecil dan besar dengan modal yang lebih besar dari nomor dua, yang disertai dengan fungsi lain, umumnya berupa rumah tinggal. C_16 ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2014

5 4. Kombinasi ketiga hal tersebut di atas, secara bertahap terbangun, atau beragam, seperti gerobak untuk menjual di depan kios dan rumah tinggal mereka. Berdasarkan penggunanya, proses terbentuknya teritori PKL dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Secara individual/teritori individual Beberapa PKL secara individual berusaha membuat teritori di tempat-tempat yang diyakininya dapat menarik konsumen. 2. Secara berkelompok/teritori kelompok Beberapa PKL secara bersama membentuk dua atau lebih kelompok supaya lebih kuat dalam membentuk teritori di ruang-ruang publik yang diyakininya dapat menarik konsumen, baik dengan cara menjual barang yang sejenis, maupun tidak. Lihat Foto 3 Foto 3 Teritori Kelompok Penjual Pisang Epe di Sekitar Pantai Losari (Sumber: peneliti, September 2013). 3. Kombinasi individual dan kelompok/kombinasi teritori keduanya Kadang-kadang secara individual dan berkelompok membentuk teritori di ruangruang publik, semi publik, dan privat untuk menarik konsumen berdasarkan ikatan pertemanan, dan kekerabatan, asal daerah, suku, dan sebagainya. II.5. Memahami Realitas Penanganan PKL dengan Melihat Proses Terbentuknya Teritori PKL Bila kita melihat penanganan PKL oleh pemerintah di media massa dan kenyataan AfifahHarisah sehari-hari, maka umumnya dilakukan dengan berbagai cara: penggusuran tanpa mengakomodasi PKL, penggusuran dengan mengakomodasi PKL di tempat lain, penataan dan pengendalian PKL di tempat semula. Ketiganya mengalami penanganan ketika PKL telah memiliki teritori yang kuat dan cenderung terorganisir secara temporer atau regular, bahkan telah memiliki organisasi tersendiri baik yang masih bersifat resmi maupun tidak resmi sehingga pemerintah mengalami kesulitan untuk mengambil alih pengendalian teritorinya sendiri, di ruang publik karena banyaknya PKL yang akan ditangani dan karena ikatan kuat kekuatan teritori mereka baik secara fisik maupun ide (lihat kembali teori dari pemaparan sebelumnya terutama Altman). Pada dasarnya PKL bisa dikendalikan lebih mudah bila sejak awal sudah dilarang terutama bila mereka baru dalam tahap membentuk teritori di ruang publik yang bisa membahayakan keselamatan mereka sendiri, dan sifatnya masih individual atau kelompok kecil. Sebenarnya PKL dan ruang publik bisa membentuk sinergi yang harmonis bila ruang publik bisa mengakomodasi aktifitas mereka tanpa mengganggu kepentingan orang lain dengan cara menatanya dan mengaturnya serta memungut pajak sesuai aturan yang berlaku, terutama untuk PKL yang bersifat spontan dengan teritori yang bersifat sementara atau movable. Permasalahan ikutan lainnya yang muncul bila PKL tidak ditangani dan dikendalikan adalah masalah expansi ruang oleh konsumen PKL sendiri seperti motor dan mobil yang berhenti sementara di depan PKL sehingga memperlambat arus lalu lintas sekitarnya. III. Kesimpulan Dari pemaparan sebelumnya, maka proses terbentuknya teritori PKL di Kota Makassar dapat melalui berbagai cara-cara berikut ini: dari segi waktu (spontan, perlahan-bertahap-tidak sistematis,perlahan-bertahap-sistematis), tingkat kekuatan teritori (sementara/movable, semi permanen, permanen), penggunanya (teritori individual, kelompok, kombinasi keduanya). ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2014 C_17

6 Proses TerbentuknyaTeritori PKL di Makassar Untuk mencegah, mengantisipasi dan mengendalikan proses terbentuknya PKL di Makassar maka diperlukan setidaknya beberapa langkah berikut ini: 1. Diakomodasi melalui penataan baik pada event tertentu yang sifatnya temporer maupun yang reguler. 2. Diantisipasi melalui penyediaan ruang-ruang untuk PKL yang diperkirakan arus dan kumpulan konsumen mereka berada. 3. Digusur ketika mereka belum membentuk teritori secara berkelompok. 4. Dilarang dengan melakukan penandaan yang bersifat permanen dan sulit dihilangkan di tempat-tempat yang strategis yaitu dimana terdapat arus konsumen dan pengumpulan konsumen dari PKL itu sendiri. DaftarPustaka Agnes M., (2000), Webster s New World, College Dictionary, New Millenium, Fourth Edition, IDG Books, India. Harisah A.danArima T., (2012), Diversity Concept of the Traditional Markets and Surroundings in Suburban Makassar, AURG, China. Saroso, W.(2011), Mengetengahkan yang Terpinggirkan: Ekonomi Informal Perkotaan dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21, Konsep dan Pendekatan Pembangunan Perkotaan di Indonesia, Yayasan Sugijanto Soegijokodan Urban and Regional Development Institute, Jakarta, p Budiharjo, E. (1999), Kota Berkelanjutan, Penerbit Alumni, Bandung, p Laurens, JM.(2004), ArsitekturdanPerilakuManusia, PT. Gramedia Jakarta, p HaryadidanSetiawan, B, (1995), ArsitekturLingkungandanPerilaku, Dikti, Jakarta, p Bell,PA.,Greene,T.,Fisher, JD.,danBaum, A., (2001), Environmental Psychology, fifth Edition, Harcourt College Publisher, Fort Worth, p Moore, GT.danGolledge, RG.,(1976), Environmental Knowing, Theories, Research, and Methods, p , dan p C_18 ProsidingTemuIlmiah IPLBI 2014

Teritori Ruang Dagang Bazar di Tangerang Selatan

Teritori Ruang Dagang Bazar di Tangerang Selatan TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Teritori Ruang Dagang Bazar di Tangerang Selatan Estuti Rochimah (1), Handajani Asriningpuri (2) (1) Kelompok Bidang Keilmuan Perancangan, Program Studi Arsitektur, Institut Teknologi

Lebih terperinci

GENDER DALAM TERITORI

GENDER DALAM TERITORI GENDER DALAM TERITORI Oleh Dina Fatimah Abstrak. Teritori merupakan suatu wujud pembagian wilayah kekuasaan. Teritori sangat berkaitan dengan pemahaman akan keruangan. Pada manusia, teritorialitas ini

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: SULISTIANTO L2D 306 023 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

Lebih terperinci

PENANDAAN TERITORI DAN INVASINYA TERHADAP RUANG PUBLIK

PENANDAAN TERITORI DAN INVASINYA TERHADAP RUANG PUBLIK KARYA TULIS ILMIAH PENANDAAN TERITORI DAN INVASINYA TERHADAP RUANG PUBLIK (Study Kasus Mall Pasar Baru dan Istana Plaza Bandung) TODDY HENDRAWAN YUPARDHI S.Sn, M.Ds DOSEN TETAP PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PECINAN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : RISA NIKEN RATNA TRI HIYASTUTI L2D 002 432 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1981). Kondisi dualistik pada kawasan perkotaan di gambarkan dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. 1981). Kondisi dualistik pada kawasan perkotaan di gambarkan dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hampir seluruh kota di indonesia kini bersifat dualistik. Dualistik berarti telah terjadi pertemuan antara dua kondisi atau sifat yang berbeda (Sujarto, 1981). Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan merupakan pemaparan dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan uraian tentang konteks permasalahan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage

BAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin telah menyusun sebuah dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2012-2017. RPJMD merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan tidak lain merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN

REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN REVIEW PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN SANGKURUN KOTA KUALA KURUN Alderina 1) Fransisco HRHB 2) ABSTRAKSI Tujuan penelitian ; mengetahui karakteristik dan potensi Pedagang Kaki Lima di kawasan

Lebih terperinci

Kriteria Rancangan Fasilitas Umum berdasarkan Karakteristik Pengguna

Kriteria Rancangan Fasilitas Umum berdasarkan Karakteristik Pengguna TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Kriteria Rancangan Fasilitas Umum berdasarkan Karakteristik Pengguna Muhammad Adib Widhianto Program Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penyusunan konsep simbiosis mutualistik untuk penataan PKL Samanhudi erat kaitannya dengan karakter masing-masing pelaku dan konflik kepentingan serta konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan semakin meningkat secara pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa kebanyakan, kota bagaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki keunggulan bersaing alamiah yang tidak dimiliki secara langsung oleh pasar modern. Lokasi yang strategis, area penjualan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia Klaim terhadap ruang..., Maya Sita, FT UI, 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia Klaim terhadap ruang..., Maya Sita, FT UI, 2010 BAB 1 PENDAHULUAN Arsitektur merupakan ilmu perancangan lingkungan binaan; baik yang berskala mikro (perabot, produk) hingga makro (bangunan, kota, lanskap). Arsitektur lahir dari dinamika kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan adalah studi yang membahas struktur dan proses kependudukan yang terjadi di suatu wilayah yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek non demografi. Struktur

Lebih terperinci

TERITORI RUANG PUBLIK PERKOTAAN STUDI KASUS KOTA SEMARANG, SURAKARTA DAN YOGYAKARTA

TERITORI RUANG PUBLIK PERKOTAAN STUDI KASUS KOTA SEMARANG, SURAKARTA DAN YOGYAKARTA TERITORI RUANG PUBLIK PERKOTAAN STUDI KASUS KOTA SEMARANG, SURAKARTA DAN YOGYAKARTA Supriyono 1), Etty E Listiati 2) 1) Program studi Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Katolik Soegijapranata

Lebih terperinci

URBANISASI DAN MORFOLOGI Proses Perkembangan Peradaban dan Wadah Ruangnya Menuju Ruang yang Manusiawi

URBANISASI DAN MORFOLOGI Proses Perkembangan Peradaban dan Wadah Ruangnya Menuju Ruang yang Manusiawi URBANISASI DAN MORFOLOGI Proses Perkembangan Peradaban dan Wadah Ruangnya Menuju Ruang yang Manusiawi Penulis: : Sugiono Soetomo Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2009 Edisi Kedua Cetakan Pertama, 2013 Hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informal ini menunjukan bukti adanya keterpisahan secara sistemis-empiris antara

BAB I PENDAHULUAN. informal ini menunjukan bukti adanya keterpisahan secara sistemis-empiris antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integritas Bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan era globalisasi. Berbagai macam budaya global yang masuk melalui beragam media komunikasi dan informasi. Dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 1994) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN. Ide dan gagasan gagasan perancangan integrasi pasar tradisional

BAB 3 METODE PERANCANGAN. Ide dan gagasan gagasan perancangan integrasi pasar tradisional BAB 3 METODE PERANCANGAN 3.1 Ide Perancangan Ide dan gagasan gagasan perancangan integrasi pasar tradisional dengan ruang publik terbuka hijau muncul karena semakin banyak isuisu perkotaan yang saat ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandar Lampung telah terus berkembang dari sisi jumlah penduduk, kewilayahan dan ekonomi. Perkembangan ini menuntut penyediaan sarana angkutan umum yang sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Sesuai dengan judul yang digunakan, penelitian ini bersifat kajian atau studi eksplorasi. Metodologi penyajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PKL muncul sebagai salah satu bentuk sektor informal perkotaan. Rachbini dan Hamid (1994) menyebutkan bahwa sektor informal secara struktural menyokong sektor formal.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN

KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN Burhanuddin Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Tadulako bur_arch07@yahoo.co.id Abstrak Perkembangan kota yang begitu cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang publik sebagai sarana umum menjadi kebutuhan yang cukup vital

BAB I PENDAHULUAN. Ruang publik sebagai sarana umum menjadi kebutuhan yang cukup vital BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ruang publik sebagai sarana umum menjadi kebutuhan yang cukup vital dan mendasar dalam memfasilitasi interaksi antar manusia. Respon seseorang terhadap lingkungannya

Lebih terperinci

PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA. (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto. Purwodadi Kabupaten Grobogan)

PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA. (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto. Purwodadi Kabupaten Grobogan) PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto Purwodadi Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada

BAB I PENDAHULUAN. besar-besaran dari perusahaan-perusahaan swasta nasional. Hal ini berujung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi dan moneter mengakibatkan terjadinya kelumpuhan ekonomi nasional terutama di sektor riil yang berakibat terjadinya pemutusan hubungan kerja besar-besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman Kampung Aur merupakan salah satu permukiman padat penduduk yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika berbicara mengenai permukiman

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PADA KAWASAN PERDAGANGAN JALAN KARTINI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : OKTARINA DWIJAYANTI L2D 002 424 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. maupun kewajiban mereka didalam Pasar Beringharjo. Sikap ini meliputi sikap

BAB V PENUTUP. maupun kewajiban mereka didalam Pasar Beringharjo. Sikap ini meliputi sikap BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Teritorial merupakan sikap bagaimana para pedagang berusaha melindungi hak maupun kewajiban mereka didalam Pasar Beringharjo. Sikap ini meliputi sikap kepada sistem teritori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia melahirkan sektor informal. Salah satu wujud sektor informal di perkotaan adalah lahirnya pedagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, kota-kota besar masih merupakan tujuan bagi mereka yang ingin memperbaiki nasib dan meningkatkan tarap kehidupannya. Dengan asumsi bahwa kota

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro)

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro) STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro) TUGAS AKHIR Oleh : RINA NAZLA ULFAH L2D 098 461 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota pada saat ini menunjukkan kemajuan yang pesat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk serta semakin besarnya volume kegiatan pembangunan pada

Lebih terperinci

FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481. Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D

FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481. Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D FENOMENA PASAR KREMPYENG MALAM HARI PETERONGAN KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR TKP 481 Oleh: VERA P.D. BARINGBING L2D 000 461 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pentingnya Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat Berinteraksi dan

BAB I PENDAHULUAN Pentingnya Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat Berinteraksi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Pentingnya Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat Berinteraksi dan Berkumpul Ruang publik adalah suatu tempat umum dimana masyarakat melakukan aktifitas rutin dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 59 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif yaitu bertujuan untuk menjelaskan, meringankan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG

KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG KAJIAN KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM BERAKTIVITAS DAN MEMILIH LOKASI BERDAGANG DI KAWASAN PERKANTORAN KOTA SEMARANG (Wilayah Studi : Jalan Pahlawan-Kusumawardhani-Menteri Soepeno) TUGAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik ( BPS ). Data Indikator Ketenagakerjaan. November BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Permasalahan Sektor Informal di Perkotaan Indonesia Fenomena sektor informal merupakan fenomena yang sangat umum terjadi di negara - negara berkembang. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang semakin berkembang di Kabupaten Bantul. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinia ke empat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang semakin berkembang di Kabupaten Bantul. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinia ke empat. 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang semakin berkembang di Kabupaten Bantul memicu banyaknya dampak bagi masyarakat, baik dampak ekonomi dan juga sosial. Pembangunan dimulai

Lebih terperinci

KRITERIA PERANCANGAN RUANG PUBLIK YANG AMAN BAGI ANAK-ANAK DI KAWASAN SIMPANG LIMA SEMARANG TUGAS AKHIR

KRITERIA PERANCANGAN RUANG PUBLIK YANG AMAN BAGI ANAK-ANAK DI KAWASAN SIMPANG LIMA SEMARANG TUGAS AKHIR KRITERIA PERANCANGAN RUANG PUBLIK YANG AMAN BAGI ANAK-ANAK DI KAWASAN SIMPANG LIMA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD NUR FAJRI L2D 005 382 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/ /30621/4/chapter%20i.pdf)

BAB I PENDAHULUAN. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/ /30621/4/chapter%20i.pdf) BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan kota yang semakin pesat tidak diikuti dengan pertambahan lapangan kerja yang memadai, menjadikan masyarakat yang tidak mendapatkan tempat pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Yogyakarta Urban Kampung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Yogyakarta Urban Kampung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Urban Kampung Kampung Kota menurut Antony Sihombing adalah simply a traditional, spontaneous and diverse settlement in urban area.ciri khas kampung adalah dimana

Lebih terperinci

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2) Gambar simulasi rancangan 5.30 : Area makan lantai satu bangunan komersial di boulevard stasiun kereta api Bandung bagian Selatan 5.6.3 Jalur Pedestrian Jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu

Lebih terperinci

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 Oleh : INDRA KUMALA SULISTIYANI L2D 303 292 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

TERITORI RUANG PADA RUMAH PRODUKTIF BATIK DI KAUMAN, PEKALONGAN JAWA TENGAH

TERITORI RUANG PADA RUMAH PRODUKTIF BATIK DI KAUMAN, PEKALONGAN JAWA TENGAH TERITORI RUANG PADA RUMAH PRODUKTIF BATIK DI KAUMAN, PEKALONGAN JAWA TENGAH Space Territory of Batik Productive House in Kauman, Pekalongan - Central Java Etty. R. Kridarso 1 1 Dosen Biasa Jurusan Arsitektur

Lebih terperinci

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Direktur Perkotaan 26 Oktober 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Outline Pentingnya Jalur Pejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersempit ruang gerak di sebuah wilayah. Dimana jumlah pertumbuhan penduduk tidak

BAB I PENDAHULUAN. mempersempit ruang gerak di sebuah wilayah. Dimana jumlah pertumbuhan penduduk tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk semakin hari semakin pesat, yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah populasi dan jumlah berbagai keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, dunia Islam dihadapkan pada keadaan yang menggelisahkan, dimana pada era ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dan mobilitas masyarakat yang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dan mobilitas masyarakat yang BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dan mobilitas masyarakat yang semakin pesat mengakibatkan munculnya permasalahan sosial-ekonomi dan infrastuktur kota-kota di Indonesia.

Lebih terperinci

Pengaruh Perilaku Masyarakat pada Pembentukan Karakter Pasar Tradisional Melayu Kampar

Pengaruh Perilaku Masyarakat pada Pembentukan Karakter Pasar Tradisional Melayu Kampar TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengaruh Perilaku Masyarakat pada Pembentukan Karakter Pasar Tradisional Melayu Kampar Ratna Amanati, Neni Meilani Damanik, Noni Septiani Program Studi Arsitektur Universitas Riau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata sebagai suatu aspek pembangunan telah menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata sebagai suatu aspek pembangunan telah menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata sebagai suatu aspek pembangunan telah menjadi perhatian berbagai kalangan, khususnya bagi daerah-daerah tertentu yang secara alamiah tidak mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seli Septiana Pratiwi, 2014 Migran PKl dan dampaknya terhadap ketertiban sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan manusia tidak dapat hidup sendiri, oleh sebab itu manusia tersebut menyatu pada struktur masyarakat guna mencapai tujuan yang di cita-citakan.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi

BAB VI PENUTUP VI.1. Temuan Studi BAB VI PENUTUP Pada bab terakhir ini dipaparkan beberapa hal sebagai bagian penutup, yakni mengenai temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan studi serta saran studi lanjutan. VI.1. Temuan Studi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN KAMPUNG PERKOTAAN TERHADAP KONDISI FISIK LINGKUNGAN PERMUKIMAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

PENGARUH PEMBANGUNAN KAMPUNG PERKOTAAN TERHADAP KONDISI FISIK LINGKUNGAN PERMUKIMAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENGARUH PEMBANGUNAN KAMPUNG PERKOTAAN TERHADAP KONDISI FISIK LINGKUNGAN PERMUKIMAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT (Studi Kasus: Kampung Kanalsari Semarang) Tugas Akhir Oleh : Sari Widyastuti L2D

Lebih terperinci

RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta

RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta Ariati 1) ABSTRAKSI Pembangunan perumahan baru di kota-kota sebagian besar berkembang

Lebih terperinci

Komparasi Dimensi dan Perabot Ruang Tidur Rumah Pribadi dan Rumah Kost di Banjarbaru

Komparasi Dimensi dan Perabot Ruang Tidur Rumah Pribadi dan Rumah Kost di Banjarbaru 48 Fakultas Teknik Universitas Pembangunan Panca Budi Jurnal ArchiGreen Jurnal ArchiGreen Vol. 3 No. 5 (2016) 48 53 Komparasi Dimensi dan Perabot Ruang Tidur Rumah Pribadi dan Rumah Kost di Banjarbaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia terbuka ada 7,7 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. masih tergolong tinggi. Saat ini jumlah pengangguran di Indonesia terbuka ada 7,7 juta jiwa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara akan selalu berhubungan dengan jumlah penduduk dari suatu negara tersebut. Jika ekonomi suatu negara meningkat maka akan mengurangi

Lebih terperinci

Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung

Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung Devi Johana Tania, Witanti Nur Utami Program Studi Magister Rancang Kota, Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas kehidupan bangsa secara bertahap. Pembangunan mempunyai tujuan mulia untuk meningkatkan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berawal ketika Pemerintah Kota Semarang memindahkan beberapa PKL dari kawasan Stasiun Tawang, Jl Sendowo, dan Jl. Kartini pada awal dekade 80-an. Beberapa PKL tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ruang publik sudah selayaknya menjadi hak setiap warga kota, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Ruang publik sudah selayaknya menjadi hak setiap warga kota, namun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Objek Ruang publik sudah selayaknya menjadi hak setiap warga kota, namun permasalahan ruang publik di sebagian besar kota di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketertiban dan kenyamanan kota (tidiness and convenience) merupakan fungsi turunan terpenting dari penataan ruang kota. Tujuan utama penataan ruang kota adalah terciptanya

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Aspek Arsitektur Kota dalam Perancangan Pasar Tradisional

Aspek Arsitektur Kota dalam Perancangan Pasar Tradisional TEMU ILMIAH IPLBI 2013 Aspek Arsitektur Kota dalam Perancangan Pasar Tradisional Agus S. Ekomadyo (1), Kustiani (2), Herjuno Aditya (3) (1) Kelompok Keilmuan Perancangan Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. atas permasalahan dan potensi yang bersumber dari dari data data dan isu-isu

BAB III METODE PERANCANGAN. atas permasalahan dan potensi yang bersumber dari dari data data dan isu-isu 79 BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Proses Perancangan 3.1.1 Ide Gagasan Ide gagasan perancangan balai riset kelautan dan perikanan di dasar kan atas permasalahan dan potensi yang bersumber dari dari data

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi...1. Daftar Gambar...4. Daftar tabel...7. Kata Pengantar...8. Bab I: Pendahuluan...9

DAFTAR ISI. Daftar Isi...1. Daftar Gambar...4. Daftar tabel...7. Kata Pengantar...8. Bab I: Pendahuluan...9 DAFTAR ISI Daftar Isi...1 Daftar Gambar...4 Daftar tabel...7 Kata Pengantar...8 Bab I: Pendahuluan...9 1.1. Latar Belakang... 9 1.2. Rumusan Masalah... 10 1.3. Tujuan Penelitian... 10 1.4. Batasan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang merupakan beberapa penelitian sejenis yang berupa skripsi/tesis ataupun jurnal

Lebih terperinci

BAGIAN 1 PENDAHULUAN

BAGIAN 1 PENDAHULUAN BAGIAN 1 PENDAHULUAN A. Judul Rancangan SENTRA KERAJINAN TERPADU PENERAPAN SOCIAL SUSTAINABILITY SEBAGAI DASAR PENDEKATAN PERANCANGAN Sentra : Pusat aktivitas kegiatan usaha dilokasi atau kawasan tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota tersebut. Namun sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. kota tersebut. Namun sebagian besar kota-kota di Indonesia tidak dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu daerah tidak terlepas dari kebutuhan akan ruang terbuka yang berfungsi penting bagi ekologis, sosial ekonomi, dan evakuasi. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

01 Berkomunikasi di Tempat Kerja

01 Berkomunikasi di Tempat Kerja Kode Unit : PAR.AJ.01.001.01 Judul Unit : BEKERJASAMA DENGAN KOLEGA DAN PENGUNJUNG Deskripsi Unit : Unit ini membahas pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan oleh seorang pemandu wisata dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini menekankan pada proses perolehan data untuk memperoleh hasil

Lebih terperinci

kecil. Namun disisi lain sektor ini merupakan sektor yang tidak memiliki legalitas

kecil. Namun disisi lain sektor ini merupakan sektor yang tidak memiliki legalitas BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka publik pada suatu kawasan di pusat kota sangat penting artinya karena dapat meningkatkan kualitas kehidupan perkotaan baik itu dari segi

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1 IDE AWAL / CONSEPTUAL IDEAS Pertimbangan awal saat hendak mendesain kasus ini adalah : bahwa ini adalah sebuah proyek urban, proyek ini merupakan proyek bangunan publik, serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada kota-kota metropolitan, perkembangan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan meluasnya kegiatan ekonomi perkotaan. Tingginya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian perencanaan pembangunan, terutama di negara sedang berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang tidak bisa lepas dari sektor informal. Keberadaan sektor informal di Indonesia tidak terlepas dari proses pembangunan yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan sebuah pasar tradisional secara garis besar diawali dengan adanya dua kebutuhan yang berbeda sehingga memunculkan adanya barter (tukar menukar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian (research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu permasalahan. Hasil penelitian tidak pernah dimaksudkan sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA MODEL JALUR PEDESTRIAN KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA Studi Kasus : Kawasan Alun - Alun Bandung ABSTRAK Perkembangan kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi kota adalah perdagangan. Sektor ini memiliki peran penting dalam mendukung

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA Dhian Krisna Kusuma Umar Mansyur Ni Made Esti Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

PAPER PSIKOLOGI DAN PERILAKU ARSITEKTUR

PAPER PSIKOLOGI DAN PERILAKU ARSITEKTUR PAPER PSIKOLOGI DAN PERILAKU ARSITEKTUR Proses Sosial - Personal Space, Territory, dan Privacy Oleh Wulan Ratnaningsih I0212084 Prodi Arsitektur Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

KONSEP SIMBIOSIS MUTUALISTIK SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL PERKOTAAN UNTUK PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI SEPANJANG KORIDOR JALAN SAMANHUDI JEMBER

KONSEP SIMBIOSIS MUTUALISTIK SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL PERKOTAAN UNTUK PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI SEPANJANG KORIDOR JALAN SAMANHUDI JEMBER KONSEP SIMBIOSIS MUTUALISTIK SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL PERKOTAAN UNTUK PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI SEPANJANG KORIDOR JALAN SAMANHUDI JEMBER MARIA KURNIA U Ks HADIE 3207 203 003 Latar belakang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS III.1. Latar Belakang Pemilihan Tema Gambaran beberapa kata kunci dengan pengelompokan dalam tapak dan sekitarnya, dengan pendekatan pada tema : Diagram 3.1.Latar Belakang Pemilihan

Lebih terperinci

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) UNTUK MEWUJUDKAN KENYAMANAN, KEINDAHAN, DAN KETERTIBAN DI WILAYAH KELURAHAN LAMPER TENGAH KECAMATAN SEMARANG SELATAN

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) UNTUK MEWUJUDKAN KENYAMANAN, KEINDAHAN, DAN KETERTIBAN DI WILAYAH KELURAHAN LAMPER TENGAH KECAMATAN SEMARANG SELATAN 1/18 PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) UNTUK MEWUJUDKAN KENYAMANAN, KEINDAHAN, DAN KETERTIBAN DI WILAYAH KELURAHAN LAMPER TENGAH KECAMATAN SEMARANG SELATAN. Nama Diklat : Diklatpim Tingkat IV Angkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor lainnya. Tidak hanya mementingkan salah satu sektor saja. Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sektor lainnya. Tidak hanya mementingkan salah satu sektor saja. Indonesia sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu negara tidak terlepas dari pembangunan yang terjadi pada sektor lainnya. Tidak hanya mementingkan salah satu sektor saja. Indonesia sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk Kota Bandung membawa konsekuensi pada masalah lingkungan binaan yang makin memprihatinkan. Beberapa kawasan terutama kawasan pinggiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perpindahan tempat yang dilakukan manusia ke tempat lainnya dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai kota metropolitan, menjadikan DKI Jakarta sebagai kota tujuan kaum urban untuk bermukim. Richard L Forstall (dalam Ismawan 2008) menempatkan Jakarta di urutan

Lebih terperinci