BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang merupakan beberapa penelitian sejenis yang berupa skripsi/tesis ataupun jurnal penelitian yang masih terkait dengan penelitian yang dilakukan. Konsep penelitian perlu dijabarkan untuk menyamakan persepsi antara peneliti dan pembaca. Selain itu dibahas juga mengenai landasan teori yang digunakan sebagai dasar pedoman untuk melakukan penelitian serta mengenai model penelitian. 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam kajian pustaka dijelaskan beberapa hasil penelitian sejenis terdahulu yang telah ada sebelumnya. Kajian pustaka ini digunakan untuk menghindari terjadinya duplikasi dalam penelitian, juga sebagai dasar atau pedoman dalam penelitian. Hasil-hasil penelitian yang digunakan adalah penelitian yang terkait dengan kajian perilaku manusia dalam membentuk suatu teritori. Pada dasarnya penelitian terkait teritori tersebut telah banyak diteliti sebelumnya dalam berbagai perspektif dan bidang ilmu, terutama bidang ilmu arsitektur. Beberapa penelitian yang berusaha mempelajari teritorialitas komunitas ataupun masyarakat, baik yang berada dalam lingkungan permukiman maupun non permukiman yang dapat dijadikan referensi akan dijabarkan pada penjelasan selanjutnya. 7

2 Penelitian Mengenai Perilaku Teritorialitas Penelitian yang berjudul Perilaku Teritorialitas Nelayan di Relokasi Perumahan Nelayan Kota Mataram ini merupakan tesis dari Tjok Istri Widyani U.D. pada tahun 2015, Program Magister Arsitektur Universitas Udayana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi proses perluasan area teritori pada kawasan, mengetahui gambaran teritori komunal yang terbentuk ditinjau dari tingkat privasi dan mengidentifikasi faktor penyebab adanya varian perwujudan elemen penanda teritori di lokasi penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan naturalistik untuk menggambarkan fakta-fakta yang terjadi terkait dengan fenomena teritorialitas di lokasi penelitian dengan pemilihan lokasi di kawasan relokasi perumahan nelayan Kota Mataram. Beberapa kasus dipilih berdasarkan peralihan fungsi bangunan rumah tinggal, pemanfaatan lahan sisa di area rumah tinggal, pemanfaatan lahan sisa di area lingkungan, pembangunan pembatas antarr umah, perluasan area rumah tinggal, dan perubahan profesi. Berdasarkan observasi dan analisis data, hasil penelitian menunjukkan bahwa; (a) proses perluasan teritori bermula dari kurangnya fasilitas ruang yang disediakan oleh pemerintah daerah, sehingga masyarakat cenderung melakukan invasi terhadap lahan sisa, (b) gambaran teritori komunal di lokasi penelitian terbentuk dari pola pergerakan penghuni perumahan. Teritori primer yang dalam kasus ini adalah masing-masing rumah tinggal di lingkungan lokasi penelitian. Teritori sekunder yang dalam kasus ini adalah lingkungan perumahan. Teritori tersier yang dalam kasus ini adalah lingkungan di luar lokasi penelitian di sesuaikan

3 9 dengan profesi penghuni, dan (c) faktor penyebab adanya varian perwujudan elemen penanda teritori di lokasi penelitian adalah profesi, tingkat ekonomi, visual atau estetika, dan ketidaksengajaan penghuni. Secara garis besar masalah penelitian yang dibahas dalam penelitian Tjok Istri Widyani ini memiliki kesamaan dengan penelitian Teritorialitas pada Permukiman di Bantaran Tukad Badung, Kampung Jawa, Denpasar yang mana cenderung membahas mengenai fenomena teritorialitas yang terjadi pada pemukiman sebagai akibat dari keterbatasan lahan yang ada. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengidentifikasi perilaku teritorialitas yang ada pada studi kasus beserta faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga diharapkan nantinya memudahkan peneliti dalam memecahkan permasalahan penelitian pertama dan ketiga. Meskipun secara garis besar sama-sama membahas mengenai fenomena teritorialitas, penelitian ini lebih menekankan pada proses perluasan teritori warga relokasi serta gambaran teritori komunalnya, sementara penelitian yang akan dilakukan menekankan pada klasifikasi fenomena teritorialitas yang terjadi pada area pemukiman karakteristik ruang yang terbentuk beserta faktor yang mempengaruhinya. Selain itu, kompleksitas yang berbeda tentu akan menghasilkan masalah dan temuan yang berbeda pula, sehingga diperlukan pemahaman dan observasi yang lebih mendalam pada setiap fenomena yang ditemukan di lapangan. Mengingat kondisi pemukiman di bantaran sungai Kampung Jawa pernah menjadi salah satu

4 10 pemukiman kumuh Kota Denpasar, tentu sangat berbeda dengan kondisi pemukiman relokasi nelayan yang menjadi lokus penelitian dari Tjok Istri Widyani Penelitian Mengenai Klaim Ruang Publik Salah satu penelitian yang membahas tentang klaim ruang publik adalah penelitian dengan judul Teritori Pedagang Informal: Studi Kasus Ruang antara Pasar Johar dan Pasar Yaik Semarang. Secara garis besar, penelitian ini membahas mengenai penggunaan ruang oleh para pedagang informal yang membentuk polapola ruang tertentu sebagai bentuk perilaku teritorialitas masing-masing pedagang yang melakukan klaim terhadap ruang publik. Klaim tersebut dilakukan akibat tidak seimbangnya luas kawasan dengan pertumbuhan pedagang informal. Klaim terhadap ruang publik dapat dikatakan sebagai upaya penguasaan dengan memberikan penandaan dan meningkatkan kontrol terhadap ruang publik tertentu untuk memenuhi kebutuhan pedagang. Hal yang dilakukan pedagang informal tersebut merupakan salah satu bentuk pelanggaran teritori. Penelitian ini berasal dari artikel ilmiah dari Alin Pradita, dkk., Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Diponogoro pada tahun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pola pembentukan teritori pedagang informal secara fisik, dilihat dari permasalahan yang ada terkait klaim terhadap ruang-ruang publik oleh pedagang informal. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan rasionalistik. Penelitian ini berkaitan dengan pemaknaan ruang publik sebagai klaim ruang pribadi dalam konteks teritori secara fisik.

5 11 Dalam penelitian ini ditemukan kecenderungan bahwa dalam pembentukan teritori, pedagang informal memberikan batas fisik berupa los-los semi-permanen dari kayu, peti kemas sebagai display komoditas dagang, keranjang dari anyaman bambu, terpal plastik, dan payung yang bisa dilipat. Dalam teritori sektor informal, batas fisik lebih penting dari identitas sebagai penanda ruang. Dalam memaknai teritori ini, pedagang informal tidak memiliki batasan ruang yang jelas antar teritori dan melakukan klaim atas teritori sekunder dan teritori umum. Klaim yang dilakukan akan terus berkembang hingga bersinggungan dengan teritori primer lainnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pembahasan mengenai penggunaan ruang publik untuk kepentingan pribadi yang merupakan salah satu bentuk dari fenomena teritorialitas. Dengan demikian, penelitian ini dapat dijadikan pedoman dan pembanding dalam mengetahui teritorialitas dari ruang-ruang yang ada di Pemukiman Kampung Jawa, terutama dalam hal mengidentifikasi klaim terhadap ruang publik yang ada dalam masyarakat setempat. Meskipun begitu, keterbatasan penelitian yang dilakukan oleh Alin Prandita, yang hanya terfokus terhadap klaim ruang publik dengan batas fisik sebagai identitas penanda ruang dirasa tidak dapat memecahkan seluruh masalah penelitian pada kasus teritorialitas di pemukiman Kampung Jawa, sehingga memerlukan pendekatan yang lebih luas dan mendalam pada fenomena teritorialitas lain yang ditemukan di lapangan.

6 Penelitian Mengenai Fleksibilitas Ruang dalam Pendekatan Teritori Penelitian ini merupakan artikel ilmiah dari Rr. Putri, dkk., Program Magister Arsitektur Lingkungan Binaan Universitas Brawijaya, pada tahun 2012 yang berjudul Pendekatan Teritori Pada Fleksibilitas Ruang dalam Tradisi Sinoman dan Biyada di Dusun Karang Ampel Malang Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis pendekatan teritori pada fleksibilitas ruang dalam tradisi sinoman dan biyada di Dusun Karang Ampel Malang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menganalisis hasil identifikasi pembentukan teritori berdasar perubahan karakteristik dan fungsi publik-privat ruang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengambilan sampel purpossive sampling. Sampel dipilih dengan berdasarkan 2 kategori, yaitu: (1) hubungan kekerabatan, apakah objek amatan dikelilingi oleh keluarga dengan hubungan kekerabatan yang dekat ataukah hubungan kekerabatan yang jauh; (2) ketersediaan ruang terbuka (pelataran belakang rumah), apakah objek amatan memiliki pelataran belakang ataukah tidak memiliki. Kriteria ini dipilih untuk melihat apakah ada perbedaan dalam perluasan teritori dalam fleksibilitas ruang yang terjadi dalam tradisi sinoman dan biyada. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa hubungan kedekatan kekerabatan tidak berpengaruh terhadap pembentukan perluasan teritori, akan tetapi perbedaan pola pembentukan teritori lebih karena dipengaruhi faktor ketersediaan ruang terbuka (pelataran belakang). Objek amatan yang memiliki ruang terbuka

7 13 teritorinya lebih banyak terbentuk dengan batas-batas semi-fix element dan non fix element, akan tetapi yang tidak ada ruang terbukanya lebih didominasi dengan batas fix element berupa dinding-dinding pembatas ruang. Beberapa bagian dari penelitian ini nantinya dapat dijadikan pedoman dalam penelitian Teritorialitas pada Permukiman di Bantaran Tukad Badung, Kampung Jawa, Denpasar untuk berkontribusi dalam memecahkan masalah pertama penelitian yakni mengenai fenomena teritorialitas yang terbentuk serta menilai bagaimana sebuah teritori dapat memiliki fleksibilitas ruang berkaitan dengan ada tidaknya hubungan kekerabatan antara warga yang satu dan warga yang lain dalam lingkungan pemukiman maupun dari elemen-elemen pembentuk ruang teritori yang ada. Apabila penelitian ini menilai dan menekankan fleksibilitas ruang hanya saat terjadinya tradisi berlangsung, pada penelitian selanjutnya dapat dilihat apakah sebuah teritori dalam pemukiman Kampung Jawa dapat memiliki fleksibilitas ataupun pergeseran nilai pada hari-hari biasa ataupun hari-hari tertentu sehingga diharapkan nanti dapat didapatkan temuan yang lebih menarik dan beragam Penelitian Mengenai Karakteristik Teritorialitas Penelitian selanjutnya membahas masalah karakteristik teritorialitas dengan judul Karakteristik Teritorialitas Ruang Pada Permukiman Padat di Perkotaan ini merupakan artikel ilmiah dari Burhanuddin pada tahun 2010, Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Tadulako. Penelitian ini mengulas mengenai terbentuknya teritorialitas akibat dari adanya aktifitas dari masing-masing penghuni pemukiman. Keterbatasan ruang

8 14 terbuka bersama di kawasan pemukiman memberi kecenderungan bagi warga untuk menciptakan ruang sendiri sebagai wadah beraktifitas. Penggunaan ruang-ruang bersama tersebut kerap memicu permasalahan ruang pada perumahan padat perkotaan. Penghuni rumah secara tidak sadar telah membentuk ruang diluar teritori legalnya, sehingga kerap melakukan pelanggaran teritori. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji teritorialitas ruang-ruang bersama pada kawasan permukiman padat perkotaan sesuai lokus penelitian, yang sebagaian besar dimanfaatkan sebagai sarana beraktivitas dan berinteraksi antar warga serta faktor-faktor pembentuknya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan rasionalistik untuk menemukan jawaban dari permasalahan dan pertanyaan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik teritorialitas ruang dapat dilihat dari pengaruh komponen fix di dalam ruang, dimana fungsinya memiliki peran tersendiri untuk menjadi magnet timbulnya aktifitas di dalam ruang, sehingga kemudian menimbulkan reaksi dari warga untuk membentuk komponen semi fix sebagai salah satu pembatas teritori. Selain itu faktor-faktor penentu yang mempengaruhi pembentukan teritorialitas ruang pada objek yang distudi adalah keterkaitan dengan keterlibatan personal, involvement, kedekatan individu/kelompok penguna dalam membentuk seting ruang sehingga terbentuk teritori masyarakat berdasarkan kategori teritori yaitu primary territory, secondary territory dan public territory. Peneliti juga menyampaikan bahwa ada kecenderungan akan adanya perbedaan teritorialitas

9 15 ruang pada permukiman padat di daerah lain sehingga membutuhkan penelitian lanjutan. Penelitian ini memiliki beberapa point bahasan mengenai karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan teritorialitas, sehingga sangat mungkin untuk dijadikan acuan dalam memecahkan masalah penelitian yang kedua dan ketiga dalam penelitian Teritorialitas pada Permukiman di Bantaran Tukad Badung, Kampung Jawa, Denpasar. Meskipun dapat dijadikan pedoman dalam penelitian, namun fokus penelitian yang hanya membahas karakteristik dan faktor pembentuk teritorialitas ruang bersama dan aktivitas yang diwadahi tidak akan cukup untuk menjawab masalah penelitian dengan pembahasan yang lebih general, sehingga diperlukan pendalaman teori dan pengamatan yang lebih jeli di lapangan nantinya. Berdasarkan kajian pustaka yang telah dipaparkan tersebut, dapat dibuatkan kesimpulan secara ringkas mengenai keseluruhan penelitian tersebut. Dari kajian pustaka tersebut didapatkan empat tema pembahasan teritori yang sesungguhnya saling berkaitan satu sama lain. Pertama adalah mengenai perilaku teritorialitas, kedua mengenai klaim ruang publik, ketiga mengenai fleksibilitas ruang dan yang keempat adalah mengenai karakteristik teritorialitas. Keseluruhan penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan pertimbangan karena masih saling berkaitan berada dalam ranah teritori. Penelitian mengenai perilaku teritorialitas dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menandai dan mengetahui teritorialitas ruang-ruang yang ada pada pemukiman di Bantaran Sungai Kampung Jawa serta menjawab rumusan masalah pertama dan ketiga yang

10 16 ingin mengidentifikasi fenomena teritorialitas yang terjadi beserta faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya ruang teritorial di kawasan penelitian. Penelitian mengenai klaim ruang publik dapat membantu peneliti dalam memahami dan membedakan bagaimana sebuah klaim terhadap suatu ruang dapat dikatakan sebagai sebuah pelanggaran teritori, sehingga dapat dijadikan bahan pendukung untuk membahas fenomena teritorialitas yang menjadi masalah penelitian. Penelitian selanjutnya yang membahas mengenai fleksibilitas ruang dalam pendekatan teritori juga dapat membantu peneliti dalam memahami bagiamana hubungan kekerabatan antara warga yang satu dan warga yang lainnya dapat mempengaruhi fleksibilitas sebuah ruang dalam kawasan penelitian. Diharapkan nantinya pemahaman terhadap hal tersebut dapat membantu peneliti dalam memecahkan rumusan masalah penelitian pertama dan kedua yang berkaitan dengan fenomena dan karakteristik teritorialitas. Penelitian yang keempat berkaitan dengan karakteristik teritorialitas. Meskipun fokus bahasan tidak sama persis namun penelitian tersebut juga dapat dijadikan acuan dalam peneltian untuk memahami dan mengidentifikasi karakteristik yang mempengaruhi pembentukan teritorialitas yang ada di kawasan pemukiman Kampung Jawa dalam sudut pandang yang lebih luas sesuai dengan rumusan masalah kedua. Secara umum, keseluruhan penelitian yang telah disebutkan tersebut adalah penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif sangat tepat digunakan dalam sebuah penelitian yang berusaha untuk menggambarkan suatu fenomena realitas

11 17 sosial dalam masyarakat yang didukung dengan teknik observasi langsung dan wawancara. Oleh karena itu pada penelitian kali ini juga akan menggunakan metode yang sama yakni metode penelitian kualitatif, agar mampu menggambarkan bagaimana hubungan antara lingkungan fisik dan perilaku manusia yang diwujudkan dalam sebuah teritori pada kawasan permukiman yang dijadikan objek penelitian. Keseluruhan hasil penelitian tersebut dijabarkan secara deskriptif dengan disertai penggambaran visual berupa foto kondisi di lapangan maupun pemetaan zona-zona teritori, oleh karena itu pada penelitian kali ini juga akan ditampilkan output yang sama dengan menampilkan penggambaran visual kondisi di lapangan dan pemetaan zona teritori yang dijadikan sample penelitian sehingga nantinya penggambaran yang dilakukan peneliti dapat lebih mudah dibayangkan dan dimengerti oleh pembaca. Keempat penelitian tersebut dapat dijadikan referensi dan pedoman untuk memberikan gambaran tahapan penelitian dalam konteks teritorialitas, sekaligus untuk mengungkap, menandakan dan mengetahui teritorialitas dari ruang-ruang yang ada pada kawasan objek studi beserta faktor-faktor pembentuknya. Secara ringkas penjabaran mengenai kajian pustaka sejenis beserta persamaan dan perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 2.1.

12 18 Tabel 2.1 Kajian Pustaka Penelitian Sejenis No Nama Peneliti 1 Tjok Istri Widyani, 2015 Judul Penelitian Perilaku Teritorialitas Nelayan di Relokasi Perumahan Nelayan Kota Mataram Metodologi Penelitian Deskriptif kualitatif, pendekatan naturalistik Hasil Penelitian Proses perluasan teritori bermula dari kurangnya fasilitas ruang dalam yang disediakan oleh pemerintah daerah, sehingga masyarakat cenderung melakukan invasi terhadap lahan sisa. Sedangkan gambaran teritori komunal di lokasi penelitian terbentuk dari pola pergerakan penghuni perumahan. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan Studi mengenai perilaku manusia dalam membentuk teritori ruang Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan Penelitian ini lebih menekankan pada proses perluasan teritori warga relokasi serta gambaran teritori komunalnya, sementara penelitian yang akan dilakukan menekankan pada klasifikasi fenomena teritorialitas yang terjadi pada area pemukiman beserta karakteristiknya. Selain itu, kompleksitas yang berbeda akan menghasilkan masalah dan temuan yang berbeda pula. 2 Alin Pradita, dkk., Rr. Putri, dkk., Burhanuddin, 2010 Teritori Pedagang Informal: Studi Kasus Ruang antara Pasar Johar dan Pasar Yaik Semarang Pendekatan Teritori Pada Fleksibilitas Ruang Dalam Tradisi Sinoman dan Biyada di Dusun Karang Ampel Malang Karakteristik Teritorialitas Ruang Pada Permukiman Padat di Perkotaan Kualitatif dengan pendekatan rasionalistik Deskriptif kualitatif, pendekatan naturalistik Kualitatif dengan pendekatan rasionalistik Dalam teritori sektor informal, batas fisik lebih penting dari identitas sebagai penanda ruang. Dalam memaknai teritori ini, pedagang informal tidak memiliki batasan ruang yang jelas antar teritori dan melakukan klaim atas teritori sekunder dan teritori umum. Hubungan kedekatan kekerabatan tidak berpengaruh terhadap pembentukan perluasan teritori, akan tetapi perbedaan pola pembentukan teritori lebih karena dipengaruhi faktor ketersediaan ruang terbuka Karakteristik teritorialitas ruang dapat dilihat dari pengaruh komponen fix di dalam ruang, dimana fungsinya memiliki peran tersendiri untuk menjadi magnet timbulnya aktifitas di dalam ruang. Studi mengenai perilaku manusia dalam membentuk teritori ruang pada permukiman padat Penelitian ini mengkaji perilaku manusia dalam membentuk teritori dalam sebuah ruang pasar yang ditekankan pada klaim ruang publik bukan pada lingkungan bermukim dengan pembahasan yang lebih beragam. Sehingga akan sangat banyak perbedaan yang nantinya ditemukan dalam penelitian. Penelitian ini mengkaji perilaku masyarakat dalam memperluas teritori hunian saat berlangsungnya tradisi sonoman dan bidaya di dusun setempat, yang mana hal ini hanya berlangsung sementara selama tradisi berlangsung. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan teritori ruang yang akan dikaji lebih bersifat permanen. Penelitian ini hanya menyimpulkan bahwa karakteristik teritorialitas dipengaruhi komponen pembentuk ruangnya, sedangkan penelitian yang akan dilakukan nanti akan menganalisis karakteristik lebih luas lagi.

13 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan alur pikir peneliti yang berupa tahapan awal hingga akhir penelitian. Tahapan tersebut dimulai grand tour atau observasi awal ke lapangan, hingga pada proses menemukan fokus masalah penelitian, merumuskan tujuan dan sasaran penelitian, menentukan teori-teori yang digunakan sebagai dasar penelitian, tahap mengumpulkan data, analisis data, hingga memperoleh suatu hasil penelitian, merumuskan temuan/kesimpulan, rekomendasi studi dan saran. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fokus penelitian diperoleh dari studi pustaka dan grand tour. Studi pustaka berupa hasil referensi penelitian dari beberapa peneliti mengenai hubungan lingkungan dengan perilaku manusia yang menyebabkan terbentuknya teritorialitas, serta landasan teori dari beberapa sumber mengenai teori perilaku dan teritori itu sendiri. Grand tour dilakukan di permukiman padat penduduk yang dianggap dapat mewakili citra kampung kota di Denpasar. Dari analisis hasil studi pustaka dan grand tour, kemudian ditentukan sasaran penelitian yang selanjutnya dirumuskan ke dalam tiga rumusan masalah untuk dikaji lebih dalam.

14 20 Studi Pustaka ISU: Permukiman Padat Bangunan dan Padat Penduduk Kampung Jawa Permukiman kampung Kota Permukiman padat Lahan Sewaan Lokasi : Bantaran Sungai Fokus/Ide Penelitian Ketersedian lahan tidak sebanding dengan kepadatan penduduk LATAR BELAKANG Kepadatan bangunan dan keterbatasan lahan mengaburkan batas antar hunian serta memicu perilaku teritorilitas Rumusan Masalah Fenomena Teritorialitas yang Terjadi Karakteristik Teritorialitas Faktor-faktor yang mempengaruhi STUDI PUSTAKA LANJUTAN Kajian Pustaka Sejenis Konsep Penelitian Landasan Teori METODOLOGI PENELITIAN Keterbatasan Lahan ANALISIS PENELITIAN Grand Tour & Wawancara Awal Teritorialitas SIMPULAN AKHIR Gambar 2.1 Diagram Kerangka Berpikir

15 Konsep Konsep merupakan dasar pemikiran yang dijadikan sebagai acuan dalam melakukan suatu penelitian, sehingga nantinya tidak menyimpang dari lingkup penelitian yang dilakukan. Konsep juga digunakan untuk menyamakan persepsi dari peneliti kepada pembaca mengenai topik penelitian. Beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Permukiman dan Kampung Pengertian dasar permukiman dalam UU No.1 tahun 2011 adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Sementara menurut Yudosono (1997) kampung merupakan lingkungan suatu masyarakat yang terdiri dari golongan berpenghasilan rendah dan menengah yang pada umumnya tidak memiliki prasarana, utilitas dan fasilitas sosial yang cukup baik jumlah maupun kualitasnya dan dibangun di atas tanah yang telah dimiliki, disewa atau dipinjam pemiliknya. Berdasarkan penjabaran di atas, kampung dapat dikatakan sebagai bagaian dari permukiman itu sendiri dengan kondisi pada umumnya yang cenderung padat dan tidak terencana dengan baik. Dalam penelitian ini, lokus penelitian merupakan sebuah kawasan permukiman padat penduduk yang bernama Kampung Jawa dan berada di wilayah Kota Denpasar. Fenomena permukiman padat perkotaan memiliki banyak hal yang menarik untuk diteliti baik secara spasial maupun perilaku masyarakatnya.

16 Konsep Teritorialitas Teritorialitas berasal dari kata teritori, apabila teritori berarti wilayah atau daerah maka teritorialitas adalah suatu mekanisme perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai privasi tertentu terhadap wilayah yang dianggap menjadi hak seseorang atau kelompok bersangkutan. Teritorialitas juga dapat dikatakan sebagai perwujudan dari privasi seseorang atau sekelompok orang, yang tidak ingin mendapatkan gangguan dari pihak luar yang tidak diinginkan (Altman, 1975). Menurut Edney pada tahun 1974 (Laurens, 2004: 124) teritorialitas dikatakan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif, personalisasi dan identitas. Teritorialitas juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang karena dalam teritorialitas tersebut sangat berkaitan erat dengan kontrol, konflik, keamanan, gugatan akan sesuatu dan pertahanan. Teritorialitas yang dimaksud oleh peneliti adalah upaya klaim dan penguasaan lahan/wilayah yang lebih luas oleh penghuni permukiman, guna mengakomodasi aktivitas sehari-hari baik secara personal maupun berkelompok untuk fungsi-fungsi tertentu dengan berbagai upaya kontrol dan pengawasan. Kontrol tersebut dapat diartikan sebagai sebuah pengaturan batas antara individu yang satu dengan yang lainnya dengan penandaan atau personalisasi untuk menyatakan bahwa wilayah tersebut ada yang memiliki. Lang (1987) mengungkapkan terdapat empat karakter dari teritorialitas yaitu adanya kepemilikan atau hak dari suatu tempat, personalisasi atau penandaan

17 23 dari suatu area tertentu, hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar, dan pengatur dari berbagai fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika. Kepadatan penduduk pada kawasan objek penelitian tidak disertai dengan ketersediaan fasilitas ruang yang memadai, baik ruang luar maupun ruang dalam bangunan. Kondisi rumah yang rapat satu sama lain juga semakin mengaburkan batasan kepemilikan ruang luar yang tersisa antara pemilik rumah yang satu dan yang lainnya sehingga memaksa masyarakat setempat untuk berbagi ruang dalam beraktivitas. Begitu pula dengan ruang-ruang publik yang ada cenderung dimanfaatkan untuk kepentingan personal, misalnya jalan/gang dijadikan area parkir, menyimpan gerobak dagangan dan lain-lain. Teritorialitas inilah yang nantinya akan digambarkan sesuai dengan jenis, pembatas, pola ruang dan klasifikasinya kemudian divisualisasikan dalam pemetaan zona dan denah ruang. Sesuai dengan yang dicetuskan oleh Altman (1980), klasifikasi teritori tersebut dibagi berdasarkan tingkat privasi, afilasi dan kemungkinan pencapaian/kemudahan aksesibilitas yaitu teritori primer, teritori sekunder dan teritori publik. Fisher (1984) mengatakan bahwa kepemilikan dalam teritorialitas ditentukan oleh persepsi orang yang bersangkutan, sementara Edney (1974) mengungkapkan bahwa teritorialitas sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pertahanan, tanda, kepemilikan. Terbentuknya suatu ruang teritori tidak dapat terlepas dari elemen penanda/pembatas sebagai bentuk pertahanan dan meminimalisir berbagai bentuk pelanggaran teritori. Wujud elemen penanda teritori tersebut beragam sesuai

18 24 dengan kondisi di lapangan. Elemen penanda teritori yang dimaksud disini secara umum dapat dikelompokkan ke dalam batas-batas yang membentuk ruang itu sendiri, yaitu antara lain batas fix element, semi fixed element, maupun batas ruang non-fixed element (Altman, 1980). Secara spasial elemen-elemen ini dapat diorganisasikan ke dalam ukuran, lokasi, urutan dan susunan. Tetapi dalam suatu kasus fenomena, elemen-elemen ini bisa dilengkapi oleh elemen-elemen yang lain, meliputi: bangunan dan perlengkapan jalan yang melekat. Elemen fix merupakan elemen-elemen tetap, sementara semi fixed, merupakan elemen-elemen agak tetap tapi tetap berkisar dari susunan dan tipe elemen, seperti elemen jalan, tanda iklan, etalase toko dan elemenelemen urban lainnya. Elemen non fixed, adalah non environmental element, merupakan elemen diluar elemen-elemen fisik. Elemen non fixed berhubungan langsung dengan tingkah laku atau perilaku yang ditujukan oleh manusia itu sendiri yang selalu tidak tetap Konsep Kampung Jawa Kampung jawa merupakan salah satu permukiman yang berada di Dusun Wanasari, salah satu wilayah di Denpasar Utara yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi dengan mayoritas masyarakatnya beragama muslim. Secara administratif, Kampung Jawa memiliki batas-batas wilayah yaitu, sebelah utara berbatasan dengan Desa Lumintang, sebelah timur berbatasan dengan Puncak Sari, Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pemecutan Kaja, sebelah selatan berbatasan dengan Wangaya Kaja. Permukiman ini juga mengapit salah satu sungai terpanjang yang melintasi Kota Denpasar, yaitu Tukad Badung.

19 25 Kampung Jawa awalnya hanya dibagi menjadi 8 RT. Namun pada pertengahan tahun 2016, salah satu RT, yaitu RT 8 dipecah menjadi dua sehingga kini total berjumlah 9 RT. Berdasarkan jumlah penduduk, Kampung Jawa masuk dalam kategori Kota Desa (Rural-Urban). Masyarakat Kampung Jawa sebagian besar berasal dari Madura dan Jawa, sisanya berasal dari beberapa daerah lain, seperti Banyuwangi, Lombok, Karangasem, Tabanan, maupun Buleleng. Jadi, penelitian dengan judul Teritorialitas pada Permukiman di Bantaran Tukad Badung, Kampung Jawa, Denpasar ini akan membahas mengenai bagaimana sebuah fenomena teritorial dapat terjadi akibat perilaku spasial penghuninya, beserta karakteristik dan faktor yang mempengaruhi terbentuknya teritorialitas di kawasan permukiman Kampung Jawa khususnya pada area-area sekitar bantaran sungai Landasan Teori Landasan teori merupakan teori-teori yang digunakan sebagai dasar ataupun batasan dalam melakukan suatu penelitian. Dalam suatu penelitian, landasan teori memegang peranan yang cukup penting karena dapat dimanfaatkan untuk menjawab atau memecahkan masalah yang ada dalam penelitian. Untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori hubungan antara perilaku dan lingkungan, teori privasi dan yang paling utama adalah teori teritorialitas.

20 Hubungan Perilaku dan Lingkungan Mery dan Tryst (Soesilo, 1989) melihat bahwa hubungan antar manusia dengan lingkungannya merupakan suatu jalinan transactional interdependency atau terjadinya ketergantungan satu sama lain. Hal ini hampir sama dengan pendapat Guilford, yaitu bahwa manusia mempengaruhi lingkungannya. Untuk selanjutnya lingkungan akan mempengaruhi manusia, demikian pula terjadi sebaliknya. Manusia dan lingkungan ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, keduanya sama-sama memberikan sumbangsih. Manusia membutuhkan lingkungan untuk hidup dan berperilaku, sedangkan tanpa manusia lingkungan tidak akan pernah ada. Lingkungan adalah pemberi stimulus terbesar dalam kehidupan manusia karena lingkunganlah yang mengajarkan individu untuk merespon dan melakukan sesuatu. Pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku dapat dikelompokkan menjadi tiga (Rapoport, 1986) yaitu: (a) environmemntal determinism, menyatakan bahwa lingkungan menentukan tingkah laku masyarakat di tempat tersebut; (b) enviromental posibilism, menyatakan bahwa lingkungan fisik dapat memberikan kesempatan atau hambatan terhadap tingkah laku masyarakat; (c) enviromental probabilism, menyatakan bahwa lingkungan memberikan pilihan-pilihan yang berbeda bagi tingkah laku masyarakat. Pendekatan perilaku menekankan pada keterkaitan antara ruang dengan manusia/masyarakat yang memanfaatkan ruang atau menghuni ruang tersebut. Dengan kata lain pendekatan ini melihat aspek norma, kultur, masyarakat yang

21 27 berbeda akan menghasilkan konsep dan wujud ruang yang berbeda, adanya interaksi antara manusia dan ruang, maka pendekatannya cenderung menggunakan setting dari pada ruang (Rapoport, 1969). Istilah seting lebih memberikan penekanan pada unsur-unsur kegiatan manusia yang mengandung empat hal yaitu: pelaku, macam kegiatan, tempat dan waktu berlangsungnya kegiatan. Menurut Rapoport pula, kegiatan dapat terdiri dari sub-sub kegiatan yang saling berhubungan sehingga terbentuk sistem kegiatan. Lingkungan memiliki peran penting dalam membentuk karakter manusia. Lingkungan juga dapat menjadi sarana bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Tidur, bekerja, rekreasi, ibadah dan berbagai aktivitas lainnya membutuhkan ruang atau lingkungan. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, terlihat adanya pola perilaku penggunanya. Perilaku manusia dalam hubungannya terhadap suatu setting fisik berlangsung dan konsisten sesuai waktu dan situasi. Karenanya pola perilaku yang khas untuk setting fisik tersebut dapat diidentifikasikan. Dalam perjalanan perkembangan ilmu perilaku-lingkungan, banyak dilakukan penelitian dan pengembangan teori. Akan tetapi, tidak ada satu pun teori yang dianggap dapat menjawab semua permasalahan dalam psikologi lingkungan. Berbagai model ditawarkan untuk menggambarkan kompleksitas hubungan manusia dengan lingkungannya. Salah satu model tersebut adalah sebagai berikut:

22 28 Gambar 2.2 Hubungan Perilaku Manusia dengan Lingkungan Sumber : Laurens (2004) Manusia mempunyai keunikan tersendiri, keunikan yang dimiliki setiap individu akan mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Sebaliknya, keunikan lingkungan juga mempengaruhi perilakunya. Karena lingkungan bukan hanya menjadi wadah bagi manusia untuk beraktivitas, tetapi juga menjadi bagian integral dari pola perilaku manusia (Dubois, 1968). Proses dan pola perilaku manusia dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: a) Proses Individual Dalam hal ini proses psikologis manusia tidak terlepas dari proses tersebut. Pada proses individu meliputi beberapa hal; (1) persepsi lingkungan, yaitu proses bagaimana manusia menerima informasi mengenai lingkungan sekitarnya dan bagaimana informasi mengenai ruang fisik tersebut di organisasikan kedalam pikiran manusia; (2) kognisi spasial, yaitu keragaman proses berpikir selanjutnya, mengorganisasikan, menyimpan dan mengingat kembali informasi mengenai lokasi, jarak dan tatanannya; (3) perilaku spasial, menunjukan hasil yang termanifestasikan dalam tindakan respon seseorang, termasuk deskripsi dan preferensi personal, respon emosional, ataupun evaluasi kecenderungan perilaku

23 29 yang muncul dalam interaksi manusia dengan lingkungan fisiknya. Proses Individual mengacu pada skema pendekatan perilaku berikut (Gambar 2.3) yang menggambarkan hubungan antara lingkungan dan proses perilaku individu. b) Proses Sosial Gambar 2.3 Proses Fundamental Perilaku Manusia Sumber : Arsitektur dan Perilaku Manusia (Laurens, 2004) Manusia mempunyai kepribadian individual, tetapi manusia juga merupakan makhluk sosial hidup dalam masyarakat dalam suatu kolektivitas. Dalam memenuhi kebutuhan sosialnya manusia berperilaku sosial dalam lingkungannya dapat diamati pada fenomena perilaku-lingkungan, kelompok pemakai, dan tempat berlangsungnya kegiatan. Menurut Laurens (2004), terdapat aspek sosial yang terkandung dalam ruang yaitu bagaimana manusia dapat berbagi dan membagi ruang dengan sesamanya. Pada proses sosial, perilaku interpersonal manusia yang menjadi alasan utama terbentuknya ruang meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Ruang personal (personal space) berupa domain kecil sejauh jangkauan manusia yang dimiliki setiap orang. Ruang pribadi dipengaruhi oleh posisi seseorang

24 30 dalam masyarakat dengan individu-individu lebih makmur menuntut ruang pribadi yang lebih besar. 2) Teritorialitas (territoriality) yaitu kecenderungan untuk menguasai daerah yang lebih luas bagi penggunaan oleh seseorang atau sekelompok pemakai atau bagi fungsi tertentu. 3) Kesesakan atau kepadatan (crowding dan density) yaitu keadaan apabila ruang fisik yang tersedia sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah penggunanya. 4) Privasi (privacy) sebagai usaha untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan sosial. Dalam proses sosial, perilaku interpersonal yang sangat berpengaruh pada perubahan ruang publik adalah teritorialitas Konsep teritori dalam studi arsitektur lingkungan dan perilaku adalah mengenai adanya tuntutan manusia atas suatu area untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosional dan kultural. Keterkaitan dengan kebutuhan emosional ini maka konsep teritori sangat erat hubungannya dengan ruang privat dan ruang publik. Bicara dalam konteks keruangan berarti bicara juga mengenai batasan antara ruang publik dan ruang privat. Ruang privat adalah ruang pribadi dimana individu berhak bebas melakukan apa yang menjadi hak asasinya secara pribadi terlepas dari intervensi atau pengaruh pihak-pihak lain diluar individu tersebut. Dalam ruang privat inilah persoalan rasa dan etika menjadi dua hal yang cukup krusial. Sedangkan menurut Budihardjo (1998) ruang publik merupakan bagian dari ruang yang memiliki definisi sebagai wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu lingkungan yang tidak mempunyai penutup dalam bentuk fisik.

25 31 Dengan kata lain, ruang publik adalah ruang bersama, digunakan secara bersama dan diawasi secara bersama-sama. Penggunaan ruang secara bersama berarti dalam ruang tersebut terdapat shared value atau acuan nilai bersama yang disepakati oleh masyarakat bersangkutan. Proses pembentukan atau penentuan apa yang menjadi shared value akan melalui sebuah proses yang dinamis, kerap berubah menyesuaikan latar tempat dan waktu dimana masyarakat itu tinggal. Jika batasan yang menjadi dasar shared value telah ditetapkan ketika itulah mucul aturan yang secara jelas mengikat masyarakat tersebut. Dalam beberapa kasus, ruang privat (personal space) dapat menimbulkan crowding apabila seseorang atau kelompok sudah tidak mampu mempertahankan personal space-nya, sehingga sangat rawan memicu konflik-konflik sosial. Begitu juga dengan ruang publik, apabila penggunaannya tidak sesuai dengan kesepakatan bersama tentu dapat menimbulkan masalah baik secara keruangan maupun sosial. Berdasarkan pemaparan mengenai hubungan antara perilaku dan lingkungan tersebut dapat diketahui bahwa teori ini nantinya akan membantu peneliti dalam memahami bagaimana respon individual maupun kelompok masyarakat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, begitupun sebaliknya. Dapat dikatakan juga bahwa mekanisme perilaku manusia dalam membentuk ruang dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan sangat berperan penting dalam membentuk karakter manusia. Lingkungan fisik yang kurang mendukung biasanya menjadikan manusia lebih kreatif untuk mengakali keterbatasannya.

26 32 Maksudnya dalam hal ini adalah kondisi lingkungan pemukiman Kampung Jawa yang sangat padat dengan lahan yang cukup terbatas. Dalam keterbatasan tersebut nantinya akan ditemukan respon manusia dalam bentuk pola perilaku tertentu. Respon tersebut dapat berupa proses individual yang berpengaruh terhadap perilaku spasial masing-masing masyarakat maupun berupa proses sosial yang merupakan bentuk respon terhadap hubungan interpersonal manusia. Dalam proses sosial, nantinya dapat dilihat bagaimana perilaku warga setempat dalam menyikapi penggunaan ruang secara bersama-sama dalam situasi lingkungan yang kurang mendukung dan terbatas. Hubungan manusia dengan manusia merupakan alasan utama terbentuknya hal-hal seperti ruang personal, teritorialitas, crowding, bahkan privasi. Satu satu contoh yang ditemukan di lapangan adalah adanya upaya perebutan lahan antar warga. Perebutan lahan ini merupakan salah satu respon emosional manusia terhadap lingkungan yang membentuk perilaku spasial. Misalnya merasa memiliki ruang luar atau lahan sisa yang ada di sekitar bangunan rumahnya, sehingga berusaha untuk mengklaim ruang tersebut terlebih dulu agar tidak diambil warga yang lain dengan memberi tanda-tanda kepemilikan. Dengan demikian hubungan perilaku dan lingkungan tidak dapat dipisahkan dengan konsep teritori, karena teritori itu sendiri adalah merupakan salah satu wujud respon manusia terhadap lingkungannya. Oleh karena itu, teori ini dapat memberikan pemahaman dasar bagi peneliti untuk melihat fenomena-fenomena di lapangan yang ada kaitannya dengan teritorialitas. Terutama berkaitan dengan

27 33 pemaknaan dan batasan antara ruang publik dan ruang privat dalam masyarakat Kampung Jawa Privasi Sebagai Esensi Teritori Perilaku teritorialitas tidak bisa lepas dari kaitannya dengan konsep privasi, karena teritorialitas merupakan salah satu bentuk perwujudan dari privasi itu sendiri. Untuk itu, sebelum membahas mengenai teritorialitas, ada baiknya dilakukan pemahaman terhadap privasi terlebih dahulu. Hartono (1986) mengungkapkan bahwa privasi adalah tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu keinginan berinteraksi atau keinginan untuk menghindar. Pendapat lain dikemukakan oleh Rapport (Soesilo, 1988) yang berpendapat bahwa privasi adalah kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi yang diiginkan. Sementara Altman (1975) mendefinisikan privasi sebagai proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan orang lain. Ada beberapa fungsi privasi menurut Altman yaitu (a) sebagai pengaruh dan pengontrol interaksi interpersonal; (b) merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain; dan (c) memperjelas konsep diri dan identitas diri. Selain itu, diungkapkan juga bahwa terdapat dua jenis privasi, yaitu privasi rendah (ada saat-saat dimana individu ingin terus berinteraksi dengan orang lain) dan privasi tinggi (ada waktu dimana individu ingin menyendiri dan terpisah dari orang lain).

28 34 Untuk mencapai hal itu individu tersebut akan mengontrol dan mengatur melalui sesuatu mekanisme perilaku yang digambarkan oleh Altman (1975) sebagai berikut : a) Perilaku verbal Perilaku yang ditunjukkan dengan cara mengatakan kepada orang lain secara verbal dan sejauh mana orang lain dapat berinteraksi dengan dirinya. b) Perilaku non verbal Perilaku ditunjukkan dengan menunjukkan ekspresi wajah atau menggerakan tubuh tertentu yang memiliki arti tidak menyukai orang tersebut dan tidak ingin berinteraksi. c) Mekanisme kultural Budaya mempunyai bermacam-macam adapt, aturan dan norma yang menggambarkan keterbukaan dan ketertutupan kepada orang lain dan hal itu sudah diketahui oleh banyak orang pada budaya tertentu. d) Ruang personal (personal space) Ruang personal adalah salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai tingkatan privasi tertentu. Terdapat beberapa karakteristik ruang personal, yaitu : 1. Daerah batas diri yang diperbolehkan dimasuki oleh orang lain. 2. Ruang personal tidak berupa pagar yang tampak mengelilingi seseorang yang terletak pada suatu tempat tetapi batas ini melekat pada diri dan dibawa kemana-mana. 3. Bergantung dengan siapa seseorang itu berhubungan.

29 35 4. Pelanggaran ruang personal oleh orang lain akan dirasakan sebagai ancaman sehingga daerah ini dikontrol dengan kuat. e) Teritorialitas Merupakan mekanisme perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai privasi tertentu. Jika mekanisme ruang personal tidak memperlihatkan dengan jelas kawasan yang menjadi pembatas antara dirinya dengan orang lain maka pada teritorialitas batas-batas tersebut lebih jelas dan nyata (Altman, 1975). Berdasarkan pemaparan di atas, teori privasi ini nantinya akan menjadi teori pendukung dari teori teritori dalam menilai fenomena teritorialitas di lapangan. Hal ini dikarenakan privasi merupakan esensi dari teritori itu sendiri. Seseorang yang ingin mendapatkan tingkatan privasi tertentu akan membentuk teritorinya dengan batas-batas yang jelas. Batas tersebut dapat berupa batas fisik maupun non fisik tergantung dari aktivitas yang diwadahi. Contoh wujud adanya tingkatan privasi yang ditemukan di lapangan adalah adanya perbedaan tatanan fisik lingkungan rumah. Warga yang merasa memerlukan privasi yang tinggi akan memberikan batas fisik yang jelas dan cenderung tertutup seperti pagar tembok yang tinggi. Sebaliknya bagi yang merasa tidak perlu privasi yang tinggi, seperti warga yang menjadikan sebagian area rumahnya untuk berdagang atau membuka warung tidak akan memberikan batas fisik yang tegas untuk memudahkan akses pembeli Teori Teritorialitas Teritorialitas berasal dari kata teritori. Hall (1966) mengungkapkan bahwa teritori merupakan suatu daerah yang dikuasai, yang ditampilkan dalam perilaku

30 36 khas oleh suatu organisme guna mempertahankan diri dari serangan anggota spesies lainnya. Pada intinya, teritori adalah satu area yang dimiliki dan dipertahankan, baik secara fisik maupun non-fisik. Teritori biasanya dipertahankan oleh sekelompok penduduk yang memiliki kepentingan yang sama dan bersepakat untuk mengontrol areanya (Haryadi, 1996). Teritori dipandang Sommers sebagai tempat yang dimiliki atau dikontrol individu atau kelompok (Fisher, 1984). Sementara definisi tentang teritorialitas cenderung lebih kompleks, secara umum teritorialitas dinilai sebagai sebuah konteks yang tidak bisa lepas dari halhal yang menyangkut kepemilikan, bidang, batas, personalisasi, privasi maupun pertahanan. Beberapa ahli mengungkapkan definisi yang berbeda mengenai teritorialitas itu sendiri, namun pada dasarnya memiliki makna yang sama. Misalnya seperti yang diungkap oleh Edney dalam Laurens (2004:124) bahwa teritorialitas adalah sesuatu yang berkaitan dengan ruang fisik, tanda, kepemilikan, pertahanan, penggunaan yang eksklusif, personalisasi, dan identitas. Sementara Holahan (Iskandar, 1990) mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan berdasarkan kepemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemilikannya dan pertahanan dari serangan orang lain. Pendapat lain mengungkapkan bahwa teritorialitas memiliki lima ciri (Halim, 2005) yaitu : 1) ber-ruang, 2) dikuasai, dimiliki atau dikendalikan oleh seorang individu atau kelompok, 3) memuaskan beberapa kebutuhan (misalnya status), 4) ditandai baik secara konkrit atau simbolik, 5) dipertahankan atau setidaknya orang merasa tidak senang bila dimasuki atau dilanggar dengan cara

31 37 apapun oleh orang asing. Manusia berakal mendudukkan teritori sebagai wilayah kekuasaan dan pemilikan yang merupakan organisasi informasi yang berkaitan dengan identitas kelompok. Menurut teori beban lingkungan, teritorialitas berfungsi menurunkan jumlah dan kompleksitas stimulasi. Teritorialitas menurut pandangan ekologis merupakan upaya mempertegas batas-batas kepemilikan sumber daya, batas antara pemiliki dan bukan pemilik. Teritorialitas menurut teori kendala perilaku merupakan upaya meningkatkan kontrol personal terhadap lingkungan sehingga privasi yang optimal dapat tercapai. Selanjutnya Edney juga menambahkan bahwa diperolehnya kontrol personal merupakan dasar pengembangan identitas personal (Holahan, 1982). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa teritori artinya wilayah atau daerah yang dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu, sementara teritorialitas adalah suatu konsep pengorganisasian ruang oleh individu atau kelompok tertentu melalui suatu mekanisme perilaku untuk mencapai privasi tertentu dengan melakukan pembedaan ruang serta kontrol, baik secara langsung maupun melalui pemberian serta penempatan batas-batas yang jelas atas wilayah yang dianggap sudah menjadi hak seseorang atau kelompok bersangkutan. Teritorialitas merupakan perwujudan ego seseorang atau sekelompok orang, karena orang tidak ingin diganggu, atau dapat dikatakan sebagai wujud dari privasi seseorang. Teritorialitas manusia dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti penggunaan papan nama, pagar pembatas atau papan kepemilikan suatu lahan.

32 38 Dari beberapa penjelasan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat disusun beberapa karakteristik utama dari teritori itu sendiri, yaitu 1) teriori merupakan suatu wilayah/area yang berkaitan dengan ruang fisik, 2) teritori merupakan wujud kepemilikian, personalisasi, penguasaan, dan pengendalian atas suatu tempat/wilayah dari gangguan pihak luar yang tidak diinginkan, 3) pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan kebutuhan estetika. Teritori sebagai kebutuhan dasar psikologis, salah satunya adalah memberikan kepuasan secara individual/kelompok dalam hal status sosial dan eksklusivitas, 4) teritori ditandai secara konkrit ataupun simbolik yang menjadi identitas kepemilikan atas wilayah tersebut. Selain memiliki karakteristik yang jelas seperti di atas, terdapat tiga aspek utama pembentuk teritorialitas, yaitu: a) Legalitas : Teritori Legal Berkaitan dengan bukti-bukti legal bahwa seseorang memang memiliki hak penguasaan yang mutlak atas penggunaan suatu tempat. Dalam batas-batas legalitas kepemilikan tersebut, pemiliknya memiliki hak ekslusif dan mutlak atas ruang bersangkutan. Rapoport (1977) menyebut teritori legal ini sebagai juridiction space. Batas legal biasanya ditandai melalui beberapa cara, antara lain; secara fisik melalui elemen-elemen pembatas berupa dinding dan pagar; secara simbolik berupa pemasangan simbol atau tanda-tanda batas tertentu;

33 39 dan secara legal/yuridiksi dengan surat hak kepemilikan tanah/bangunan atau membayar hak penggunaan atas suatu tempat untuk jangka waktu tertentu. b) Aktivitas : Teritori Fungsional Teritorialitas juga ditentukan oleh penggunaan ruang dalam hubungannya dengan aktivitas-aktivitas yang diwadahi di dalamnya. Aktivitas sangat erat kaitannya dengan teritori fungsional, dengan kata lain aktivitas tersebut menjadi salah satu indikator penting dari sebuah teritori fungsional. Dalam teritori fungsional, segala macam aktivitas dapat berlangsung atau dilangsungkan pada ruang-ruang di dalam tanah milik maupun di area luar sekitar lingkungan rumah, karena teritori fungsional belum tentu merupakan ruang milik secara legal (Sommer,1969) Cakupan serta batas teritori fungsional biasanya lebih bersifat fleksibel, artinya cakupannya dapat meluas dari batas teritori legal hingga mencakup ruang-ruang publik disekitarnya bahkan dapat juga hingga masuk ke dalam teritori orang lain, tergantung dari bentuk aktivitas dan kepentingannya. c) Persepsi : Teritori Perseptual Persepsi tersebut didasarkan dari adanya suatu kebutuhan dan hasrat ingin memiliki dari individu atau kelompok tertentu terhadap suatu ruang sesuai dengan kepentingannya (Dubos dan Ardrey, 1966). Keinginan tersebut memunculkan rasa berhak untuk memiliki maupun menguasai ruang-ruang yang dipersepsikan sebagai bagian dari teritorinya. Persepsi tersebut kemudian membentuk sebuah ruang teritorial yang disebut teritori perseptual.

34 40 Teritori perseptual dapat mencakup ruang-ruang dalam area milik legal maupun ruang bukan milik, seperti ruang publik bahkan teritori milik pihak lain. Teritori perseptual ini juga dapat dikatakan sebagai suatu bentuk perluasan spasial dari teritori leyang sifatnya abstrak Klasifikasi Teritori Sharkawy (Lang, 1987) mengidentifikasikan empat tipe teritori, yaitu attached, central, supporting dan peripheral. Berikut ini merupakan penjelasan dari empat tipe teritori tersebut: a) Attached territory adalah gelembung ruang atau batas maya yang mengelilingi diri seseorang. b) Central territory, seperti rumah seseorang, ruang kelas, ruang kerja, dimana kesemuanya itu kurang memiliki personalisasi. c) Supporting territory adalah ruang-ruang yang bersifat semi-privat dan semipublik. Pada semi-privat terbentuknya ruang terjadi pada ruang duduk asrama, ruang duduk atau santai di tepi kolam renang, atau area-area pribadi pada rumah tinggal seperti pada halaman depan rumah yang berfungsi sebagai pengawasan terhadap kehadiran orang lain. Ruang semi publik, antara lain adalah salah satu sudut ruangan dalam toko, kedai minuman. Semi privat cenderung untuk dimiliki, sedangkan semi publik tidak dimiliki oleh pemakai; d) Peripheral territory adalah ruang publik, yaitu area-area yang dipakai oleh individu-individu atau suatu kelompok, tetapi tidak dapat memiliki dan menuntutnya.

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS III.1. Latar Belakang Pemilihan Tema Gambaran beberapa kata kunci dengan pengelompokan dalam tapak dan sekitarnya, dengan pendekatan pada tema : Diagram 3.1.Latar Belakang Pemilihan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN

KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN KARAKTERISTIK TERITORIALITAS RUANG PADA PERMUKIMAN PADAT DI PERKOTAAN Burhanuddin Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Tadulako bur_arch07@yahoo.co.id Abstrak Perkembangan kota yang begitu cepat

Lebih terperinci

GENDER DALAM TERITORI

GENDER DALAM TERITORI GENDER DALAM TERITORI Oleh Dina Fatimah Abstrak. Teritori merupakan suatu wujud pembagian wilayah kekuasaan. Teritori sangat berkaitan dengan pemahaman akan keruangan. Pada manusia, teritorialitas ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman Kampung Aur merupakan salah satu permukiman padat penduduk yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika berbicara mengenai permukiman

Lebih terperinci

PENANDAAN TERITORI DAN INVASINYA TERHADAP RUANG PUBLIK

PENANDAAN TERITORI DAN INVASINYA TERHADAP RUANG PUBLIK KARYA TULIS ILMIAH PENANDAAN TERITORI DAN INVASINYA TERHADAP RUANG PUBLIK (Study Kasus Mall Pasar Baru dan Istana Plaza Bandung) TODDY HENDRAWAN YUPARDHI S.Sn, M.Ds DOSEN TETAP PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

Teritorialitas Masyarakat Perumahan Menengah ke Bawah

Teritorialitas Masyarakat Perumahan Menengah ke Bawah TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Teritorialitas Masyarakat Perumahan Menengah ke Bawah Studi Kasus: Perumahan Sukaluyu, Cibeunying Kaler, Bandung Tamiya M. Saada Kasman, Dewi R. Syahriyah, Sofian D. Ananto, M. Adib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Ruang Kota dan Perkembangannya Ruang merupakan unsur penting dalam kehidupan. Ruang merupakan wadah bagi makhluk hidup untuk tinggal dan melangsungkan hidup

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. antara peneliti dan pembaca. Selain daripada itu, dalam bab ini dibahas juga

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. antara peneliti dan pembaca. Selain daripada itu, dalam bab ini dibahas juga BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai kajian pustaka yang merupakan penelitian sejenis berupa tesis ataupun jurnal penelitian terkait dengan

Lebih terperinci

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta

Lebih terperinci

PAPER PSIKOLOGI DAN PERILAKU ARSITEKTUR

PAPER PSIKOLOGI DAN PERILAKU ARSITEKTUR PAPER PSIKOLOGI DAN PERILAKU ARSITEKTUR Proses Sosial - Personal Space, Territory, dan Privacy Oleh Wulan Ratnaningsih I0212084 Prodi Arsitektur Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika dalam sebuah kota tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan yang membawa kemajuan bagi sebuah kota, serta menjadi daya tarik bagi penduduk dari wilayah lain

Lebih terperinci

terarah menurut SNI kriteria kenyamanan adalah (aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal,

terarah menurut SNI kriteria kenyamanan adalah (aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal, 2.2. Kenyamanan Secara harfiah pengertian kenyamanan dapat kita lihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan yang nyaman. Untuk memenuhi suatu keadaan yang nyaman maka harus mampu memenuhi

Lebih terperinci

Konsep Desain Partisi Dengan Sistem Modular Untuk Hunian Dengan Lahan Terbatas Di Surabaya

Konsep Desain Partisi Dengan Sistem Modular Untuk Hunian Dengan Lahan Terbatas Di Surabaya Konsep Desain Partisi Dengan Sistem Modular Untuk Hunian Dengan Lahan Terbatas Di Surabaya Ratna Puspitasari 1, Faza Wahmuda 2 Jurusan Desain Produk, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Email: ratna.puspitasari03@gmail.com

Lebih terperinci

Keterikatan Pekarangan terhadap Ruang Dalam berdasarkan Atribut Privasi pada Kawasan Hunian Jeron Beteng Kraton Yogyakarta

Keterikatan Pekarangan terhadap Ruang Dalam berdasarkan Atribut Privasi pada Kawasan Hunian Jeron Beteng Kraton Yogyakarta TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Keterikatan Pekarangan terhadap Ruang Dalam berdasarkan Atribut Privasi pada Kawasan Hunian Jeron Beteng Kraton Yogyakarta Nova Purnama Lisa Perencanaan dan Perancangan Kota, Behavior

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya faktor penarik suatu perkotaan dan faktor pendorong dari kawasan perdesaan menjadikan fenomena urbanisasi kerap terjadi di kota-kota di Indonesia. Harapan untuk

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang publik sebagai sarana umum menjadi kebutuhan yang cukup vital

BAB I PENDAHULUAN. Ruang publik sebagai sarana umum menjadi kebutuhan yang cukup vital BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ruang publik sebagai sarana umum menjadi kebutuhan yang cukup vital dan mendasar dalam memfasilitasi interaksi antar manusia. Respon seseorang terhadap lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,

Lebih terperinci

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT i MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA Dr.Ir. Edi Purwanto, MT Diterbitkan Oleh: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang 2014 ii MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks BAB III METODE PERANCANGAN Metode perancangan Rumah Susun pekerja ini menggunakan metode secara kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks permasalahan yang ada secara

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. ingin dibuat sebelum kita membuatnya, berkali-kali sehingga memungkinkan kita

BAB III METODE PERANCANGAN. ingin dibuat sebelum kita membuatnya, berkali-kali sehingga memungkinkan kita BAB III METODE PERANCANGAN Perancangan merupakan suatu proses yang terdiri dari beberapa tahapan, dan tahapan tersebut memburtuhkan proses dalam jangka waktu yang tidak singkat. Menurut Booker perancangan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN SETING PRILAKU PENGUNJUNG DI TAMAN NOSTALGIA KUPANG. Oleh I Kadek Mardika

LAPORAN PENELITIAN SETING PRILAKU PENGUNJUNG DI TAMAN NOSTALGIA KUPANG. Oleh I Kadek Mardika LAPORAN PENELITIAN SETING PRILAKU PENGUNJUNG DI TAMAN NOSTALGIA KUPANG Oleh I Kadek Mardika UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA KUPANG 2015 i KATA PENGANTAR Dunia arsitektur selama ini lebih banyak diketahui

Lebih terperinci

Penerapan Konsep Defensible Space Pada Hunian Vertikal

Penerapan Konsep Defensible Space Pada Hunian Vertikal JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) G 218 Penerapan Konsep Defensible Space Pada Hunian Vertikal Ariq Amrizal Haqy, dan Endrotomo Departemen Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pentingnya Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat Berinteraksi dan

BAB I PENDAHULUAN Pentingnya Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat Berinteraksi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Pentingnya Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat Berinteraksi dan Berkumpul Ruang publik adalah suatu tempat umum dimana masyarakat melakukan aktifitas rutin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di perkotaan yang sangat cepat seringkali tidak memperhatikan kebutuhan ruang terbuka publik untuk aktivitas bermain bagi anak. Kurangnya ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota adalah daerah terbangun yang memiliki jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cenderung tinggi sehingga kota senantiasa menjadi pusat aktivitas bagi

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: SULISTIANTO L2D 306 023 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Naisbitt dalam bukunya Global Paradox yakni bahwa where once. usaha lainnya (http;//pariwisata.jogja.go.id).

BAB I PENDAHULUAN. Naisbitt dalam bukunya Global Paradox yakni bahwa where once. usaha lainnya (http;//pariwisata.jogja.go.id). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Alasan Pemilihan Obyek Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Di awali dari

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Dari Tema Perancangan Panti Rehabilitasi Wanita Tuna Susila, di Kota Tangerang ini menggunakan konsep manusiawi atas dasar pendekatan dari segi perilaku dan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ruang. penambahan penduduk di kota-kota besar pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ruang. penambahan penduduk di kota-kota besar pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu isu yang perlu mendapat perhatian saat ini adalah menyangkut fenomena daerah pinggiran kota dan proses perubahan spasial, serta sosial di daerah ini. Berawal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini kota besar masih memiliki daya tarik bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah kegiatan perekonomian dan pendidikan yang menyebabkan banyak

Lebih terperinci

Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Pengrajin Keramik Berwawasan Lingkungan Perilaku di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang

Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Pengrajin Keramik Berwawasan Lingkungan Perilaku di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018 ISSN 2085-4218 Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Pengrajin Keramik Berwawasan Lingkungan Perilaku di Kelurahan Dinoyo, Kota Malang Adhi Widyarthara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobilitas penduduk menuju daerah perkotaan semakin meningkat secara pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa kebanyakan, kota bagaikan

Lebih terperinci

- BAB III - TINJAUAN KHUSUS

- BAB III - TINJAUAN KHUSUS - BAB III - TINJAUAN KHUSUS Pada Skripsi ini mengambil tema RUANG DAN BENTUK 3.1 Pengertian Umum 3.1.1 Ruang Ruang adalah sesuatu yang tersirat apabila kita bicarakan ukuran, jarak, gerak, bentuk dan arah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya akan memberikan konsekuensi terhadap kebutuhan ruang. Pertumbuhan penduduk di kota besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi salah satu ruang penting penunjang terjadinya interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi salah satu ruang penting penunjang terjadinya interaksi sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai individu yang berinteraksi dengan individu lain tentu memerlukan ruang, khususnya dalam menjalin relasi sosial, dan lingkungan masyarakat menjadi

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA SARASEHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN INDONESIA Jakarta, 4 Februari 2009

KERANGKA ACUAN KERJA SARASEHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN INDONESIA Jakarta, 4 Februari 2009 KERANGKA ACUAN KERJA SARASEHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN INDONESIA Jakarta, 4 Februari 2009 Tema: Perumahan dan Permukiman Indonesia: Masa Lalu, Kini dan Ke Depan I. LATAR BELAKANG Sarasehan ini merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN BUATAN PADA PERILAKU MANUSIA

PENGARUH LINGKUNGAN BUATAN PADA PERILAKU MANUSIA PENGARUH LINGKUNGAN BUATAN PADA PERILAKU MANUSIA Pia Sri Widiyati Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain InterStudi Jl. Kapten Tendean No. 2 Kebayoran Baru Jakarta Selatan Abstrak Para ahli

Lebih terperinci

KAJIAN POLA RUANG AKTIVITAS DEMONSTRASI DI KAWASAN SIMPANG LIMA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN POLA RUANG AKTIVITAS DEMONSTRASI DI KAWASAN SIMPANG LIMA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN POLA RUANG AKTIVITAS DEMONSTRASI DI KAWASAN SIMPANG LIMA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : NURUL FATIMAH Y.M. L2D 002 422 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Berbicara mengenai Kampung Kauman, tidak akan lepas dari identitasnya sebagai kampung santri. Dan dalam perkembangan permukimannya, kampung Kauman Surakarta membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Utama Perencanaan Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta ini bertujuan merancang sebuah fasilitas pembinaan remaja dengan menghasilkan konsep tata ruang yang mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN Dari berbagai analisa dan uraian yang terkait dengan dinamika ruang publik eksklusif dan inklusif di permukiman masyarakat menengah ke bawah, maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pasar Oeba selain sebagai layanan jasa komersial juga sebagai kawasan permukiman penduduk. Kondisi pasar masih menghadapi beberapa permasalahan antara lain : sampah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang 1 BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang sangat sering dihadapi dalam perencanaan keruangan di daerah pada saat ini, yaitu konversi kawasan lindung menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Kampung Vertikal Kalianyar dengan Pendekatan Arsitektur Perilaku 1.2 Pengertian Judul Kampung vertikal merupakan konsep hunian yang bertransformasi dari menjadi kampung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Perkembangan zaman yang semakin maju menuntut manusia untuk dapat mengimbangi dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Saat ini, ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang merupakan bagian awal dari suatu penelitian. Bab pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah yang menjelaskan timbulnya alasan-alasan

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun badan hukum. Usaha pemerintah ini tidak terlepas dari tujuan negara

BAB I PENDAHULUAN. maupun badan hukum. Usaha pemerintah ini tidak terlepas dari tujuan negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Masalah Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak serta kepribadian bangsa. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan perumahan

Lebih terperinci

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5 4. KARAKTERISTIK DESA Pertemuan 5 TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami berbagai karakteristik desa 2. Mahasiswa mampu menganalisa berbagai karakteristik desa KARAKTERISTIK DESA Secara umum dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Yogyakarta Urban Kampung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Yogyakarta Urban Kampung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Urban Kampung Kampung Kota menurut Antony Sihombing adalah simply a traditional, spontaneous and diverse settlement in urban area.ciri khas kampung adalah dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan Ibu Kota Jawa Tengah yang sekaligus memiliki potensi sebagai kota pesisir yang terletak di tepian Laut Jawa. Potensi pesisir tersebut berimplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat terjadinya pola aktivitas masyarakat mulai dari sosial, ekonomi, budaya dan politik. Kota yang berhasil tidak lepas dari penggunaan fungsi kota

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ARSITEKTUR PERTAHANAN (ARSHAN) 2014 Insting Teritorial dan Ruang Pertahanan

SEMINAR NASIONAL ARSITEKTUR PERTAHANAN (ARSHAN) 2014 Insting Teritorial dan Ruang Pertahanan TERITORIALITAS RUANG SOSIAL BUDAYA PADA PERMUKIMAN ETNIS MADURA-HINDU DUSUN BONGSO WETAN GRESIK Intan Ardianti 1, Antariksa 2, Lisa Dwi Wulandari 3 1 Mahasiswa Magister Arsitektur Lingkungan Binaan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang publik atau public space adalah tempat orang berkumpul untuk melakukan aktivitas dengan tujuan dan kepentingan tertentu serta untuk saling bertemu dan berinteraksi,

Lebih terperinci

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 Latar Belakang Pemilihan Kasus Kebudayaan memiliki unsur budi dan akal yang digunakan dalam penciptaan sekaligus pelestariannya. Keluhuran dan kemajuan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya proses perkembangan kota-kota di Indonesia saat ini membawa dampak timbulnya berbagai masalah perkotaan. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi berakibat pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Pertumbuhan Kawasan Kota dan Permasalahannya Kawasan perkotaan di Indonesia dewasa ini cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tingginya tingkat

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan, perumahan, dan pemukiman pada hakekatnya merupakan pemanfaatan lahan secara optimal, khususnya lahan di perkotaan agar berdaya guna dan berhasil guna sesuai

Lebih terperinci

TERITORIALITAS RUANG SOSIAL BUDAYA PADA PERMUKIMAN ETNIS MADURA-HINDU DUSUN BONGSO WETAN GRESIK

TERITORIALITAS RUANG SOSIAL BUDAYA PADA PERMUKIMAN ETNIS MADURA-HINDU DUSUN BONGSO WETAN GRESIK TERITORIALITAS RUANG SOSIAL BUDAYA PADA PERMUKIMAN ETNIS MADURA-HINDU DUSUN BONGSO WETAN GRESIK Intan Ardianti 1, Antariksa 2, Lisa Dwi Wulandari 3 1 Mahasiswa Magister Arsitektur Lingkungan Binaan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara berkembang, pertumbuhan kota di Indonesia terjadi secara pesat. Pertumbuhan kota yang pesat ini dapat disebabkan oleh tingginya pertumbuhan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEGIATAN PEMBENTUKAN RUANG LUAR RUKO PADA KORIDOR JALAN DI KAWASAN PERUMAHAN SAWOJAJAR KOTA MALANG. Elong Pribadi**) dan Suning*)

IDENTIFIKASI KEGIATAN PEMBENTUKAN RUANG LUAR RUKO PADA KORIDOR JALAN DI KAWASAN PERUMAHAN SAWOJAJAR KOTA MALANG. Elong Pribadi**) dan Suning*) IDENTIFIKASI KEGIATAN PEMBENTUKAN RUANG LUAR RUKO PADA KORIDOR JALAN DI KAWASAN PERUMAHAN SAWOJAJAR KOTA MALANG Elong Pribadi**) dan Suning*) Abstrak Salah satu kebutuhan masyarakat perkotaan adalah tersedianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. elemen fisik yang menunjukan rupa kota itu sendiri. Aspek fisik dan sosial ini

BAB I PENDAHULUAN. elemen fisik yang menunjukan rupa kota itu sendiri. Aspek fisik dan sosial ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Karakter Kawasan Perkotaan Kota merupakan ruang bagi berlangsungnya segala bentuk interaksi sosial yang dinamis dan variatif. Sebagai sebuah ruang, kota terbentuk

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI BAWAH JEMBATAN LAYANG PASUPATI SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANANKAN RUANG PUBLIK

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI BAWAH JEMBATAN LAYANG PASUPATI SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANANKAN RUANG PUBLIK PEMANFAATAN RUANG TERBUKA PUBLIK DI BAWAH JEMBATAN LAYANG PASUPATI SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANANKAN RUANG PUBLIK Wiwik Dwi Susanti 1, Sri Suryani Y. W. 2 1, 2 Program Studi Arsitektur, FTSP, UPN Veteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki wilayah perairan lebih luas dibanding daratan. Secara fisik luas daratan di Indonesia ± 1,9 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGABSAHAN SURAT PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL INTISARI ABSTRACT BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGABSAHAN SURAT PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL INTISARI ABSTRACT BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...... i LEMBAR PENGABSAHAN...... ii SURAT PERNYATAAN......iii KATA PENGANTAR...... iv DAFTAR ISI...... vi DAFTAR GAMBAR...... x DAFTAR TABEL...... xiv INTISARI... xvii ABSTRACT...xviii

Lebih terperinci

PEMAHAMAN TENTANG HUBUNGAN ANTARA LUAS LANTAI RUMAH DAN TATA SETTING

PEMAHAMAN TENTANG HUBUNGAN ANTARA LUAS LANTAI RUMAH DAN TATA SETTING BAB II PEMAHAMAN TENTANG HUBUNGAN ANTARA LUAS LANTAI RUMAH DAN TATA SETTING KEGIATAN PENGHUNINYA DI KAMPUNG JAWA, DENPASAR Bab ini merupakan pemahaman tentang hubungan antara luas lantai rumah dan tata

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan saudara kandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. judul penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

BAB I PENDAHULUAN. judul penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan mengemukakan hal yang melatar belakangi pengambilan judul penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup yang menjadi batasan

Lebih terperinci

KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR Oleh: RINA AFITA SARI L2D 306 021 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan dasar, salah satunya adalah kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal dalam permukiman.

Lebih terperinci

PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D

PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: IKE ISNAWATI L2D 001 431 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006 ABSTRAK

Lebih terperinci

Teritori Ruang Dagang Bazar di Tangerang Selatan

Teritori Ruang Dagang Bazar di Tangerang Selatan TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Teritori Ruang Dagang Bazar di Tangerang Selatan Estuti Rochimah (1), Handajani Asriningpuri (2) (1) Kelompok Bidang Keilmuan Perancangan, Program Studi Arsitektur, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di kota-kota besar di negara-negara dunia sering ditemukan adanya daerah kumuh atau pemukiman miskin. Daerah kumuh ini merupakan pertanda kuatnya gejala kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Karakteristik penghuni yang mempengaruhi penataan interior rumah susun

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Karakteristik penghuni yang mempengaruhi penataan interior rumah susun BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian diketahui telah terjadi suatu pola perubahan pada unit hunian rumah susun sewa Sombo. Perubahan terjadi terutama pada penataan ruang hunian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB III METODE PERANCANGAN BAB III METODE PERANCANGAN 3.1. TAHAPAN PERANCANGAN Kerangka kajian yang digunakan dalam perancangan Pusat Peragaan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, diuraikan dalam beberapa tahapan. Pertama,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan merupakan pemaparan dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan uraian tentang konteks permasalahan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman budaya baik berupa fisik maupun non fisik. Budaya yang berupa fisik Salah satunya adalah arsitektur tradisional. Rumah tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, dengan susunan fungsi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN RUANG PUBLIK DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PENGHUNI RUMAH SUSUN KOPASSUS DI CIJANTUNG S K RI P S I Untuk Memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal.

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan produk saat ini merupakan sebuah dampak dari semakin banyak dan kompleksnya kebutuhan manusia. Dengan dasar tersebut, maka setiap perusahaan harus memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Taman Sekartaji merupakan salah satu taman kota bantaran sungai di

BAB I PENDAHULUAN. Taman Sekartaji merupakan salah satu taman kota bantaran sungai di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Sekartaji merupakan salah satu taman kota bantaran sungai di Surakarta yang memanjang dari persimpangan Jalan Tentara Pelajar hingga Pusat Pergudangan Pedaringan.

Lebih terperinci