PENGGEROMBOLAN KECAMATAN DI KABUPATEN BOGOR BERDASARKAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL EKA RUDIANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGGEROMBOLAN KECAMATAN DI KABUPATEN BOGOR BERDASARKAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL EKA RUDIANA"

Transkripsi

1 PENGGEROMBOLAN KECAMATAN BERDASARKAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL EKA RUDIANA DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 26

2 ABSTRAK EKA RUDIANA. Penggerombolan Kecamatan di Kabupaten Bogor Berdasarkan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. Dibawah bimbingan Aam Alamudi dan Farid M Afendi. Masalah sosial merupakan salah satu masalah yang penting, karena apabila tidak segera ditanggulangi akan berpengaruh kepada bidang-bidang yang lain dan nantinya akan menyebabkan bermunculannya masalah-masalah baru yang dipicu dari permasalahan sosial tersebut. Informasi mengenai permasalahan sosial ini diperlukan untuk melihat tingkat permasalahan sosial setiap kecamatan di Kabupaten Bogor. Analisis gerombol berhierarki dengan menggunakan ukuran jarak euclidean dilakukan terhadap 4 kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan terbentuk sembilan gerombol. Masing-masing gerombol dicirikan dengan nilai rataan jumlah penyandang kesejahteraan sosial yang paling banyak. Permasalahan yang paling banyak jumlah penyandangnya pada gerombol satu adalah masalah anak nakal dan anak terlantar. Gerombol dua merupakan gerombol yang sebagian besar nilai rataan jumlah PMKSnya berada dibawah nilai rataan kabupaten dan merupakan gerombol yang mempunyai permasalahan kesejahteraan sosial yang relatif rendah. Gerombol tiga mempunyai jumlah PMKS paling banyak pada masalah lanjut usia terlantar, balita terlantar, dan WRSE. Permasalahan fakir miskin dan rumah kumuh merupakan masalah yang paling banyak jumlah penyandangnya pada gerombol empat. Gerombol lima mempunyai permasalahan yang paling banyak jumlah penyandangnya pada masalah penderita cacat dan rumah tidak layak. Gerombol enam mempunyai jumlah korban bencana dan rawan bencana paling banyak di Kabupaten Bogor. Sementara itu, masalah komunitas terpencil merupakan masalah yang yang paling banyak ditemui pada gerombol tujuh. Gerombol delapan mempunyai jumlah penyandang paling banyak pada permasalahan bekas narapidana dan WTS. Sedangkan masalah eks penyalahgunaan narkoba, gelandangan, pengemis, anak jalanan, dan pemulung menjadi permasalahan yang paling banyak jumlah penyandangnya di gerombol sembilan.

3 Segala Sesuatu Yang Kita Miliki Merupakan Karunia Allah (Everything You Possess is a Favor From Allah) "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni'mat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-mu ke dalam golongan hamba-hamba-mu yang saleh" (QS. An-Naml, 27 : 19) Karya kecil ini kupersembahkan untuk kedua orang tua dan keluarga tercinta

4 PENGGEROMBOLAN KECAMATAN BERDASARKAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL Oleh : Eka Rudiana G Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 26

5 Judul : Penggerombolan Kecamatan di Kabupaten Bogor Berdasarkan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Nama : Eka Rudiana NRP : G Meny etujui : Pembimbing I Pembimbing II Ir. Aam Alamudi, M.Si Farid M Afendi, M.Si Mengetahui, Dekan Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 23 Maret 1983 dari ayah Uhin Elwinarya dan ibu Ihat Supriatin. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di SDN Cihanjawar pada tahun Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan penulis di SLTPN 1 Nagrak kabupaten Sukabumi pada tahun Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat menengah umum di SMUN 1 Cibadak kabupaten Sukabumi pada tahun 22 dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Statistika IPB melalui jalur USMI. Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Penulis pernah menjadi staf Departemen kewirausahaan Himpunan profesi Mahasiswa Statistika Gama Sigma Beta (GSB) pada tahun Selama kuliah, penulis juga aktif di kepanitiaan antara lain Matematika Ria, Seminar Nasional Statistika, Statistika Ria, Pesta Sains, dan try out SMP-SMU. Pada bulan April - Juni penulis melakukan praktik lapang di PT. Grup Riset Potensial (GRP). Beasiswa yang pernah didapatkan penulis selama mengikuti perkuliahan adalah beasiswa PALASKARI (Perhimpunan Alumni Asrama IPB Sukasari) pada tahun 23-26, dan beasiswa PPA pada tahun

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah -Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penggerombolan Kecamatan di Kabupaten Bogor Berdasarkan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, yang dilakukan dalam rangka tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW beserta para sahabat, keluarga dan ummatnya hingga akhir zaman. Kesempatan ini penulis gunakan untuk mengucapkan banyak terima kasih dan memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Aam Alamudi, M.Si dan Bapak Farid M Afendi, M.Si atas segala bimbingan dan motivasinya yang diberikan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penelitian ini. Kepada kedua orang tua tercinta yang telah mengajari tentang makna hidup yang sebenarnya dan selalu mengiringi penulis dengan doa yang tulus ikhlas, adikku tersayang (Septi), serta seluruh family penulis di manapun berada. Seluruh staff dan dosen Departemen Statistika khususnya dan IPB pada umumnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada staff kantor BPMKS kabupaten Bogor yang telah membantu menyediakan data dan informasi. Kepada rekan-rekan Statistika 39 atas kebersamaannya selama ini. Terakhir kepada seluruh staff pegawai, alumni dan penghuni tercinta asrama IPB Sukasari (Sukasari...Sukasari...You are Always in My Heart) yang memberikan makna khusus dalam kehidupan serta kepribadian penulis. Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu dan ikut serta menyelesaikan skripsi ini yang tak mungkin penulis sebutkan one by one (maaf, halamannya terbatas). Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Desember 26 Eka Rudiana

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...ix DAFTAR LAMPIRAN...ix PENDAHULUAN Latar Belakang...1 Tujuan...1 TINJAUAN PUSTAKA Masalah Sosial dan Kesejahteraan sosial...1 Beberapa Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial...2 Analisis gerombol...3 BAHAN DAN METODE Bahan...4 Metode...4 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi PMKS di Kabupaten Bogor...4 Penggerombolan Kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan PMKS...8 Interpretasi masing-masing gerombol...9 Halaman SIMPULAN...11 DAFTAR PUSTAKA...12 LAMPIRAN...13

9 DAFTAR TABEL 1. Daftar kode PMKS Daftar anggota masing-masing gerombol...8 Halaman DAFTAR GAMBAR 1. Diagram batang jumlah PMKS fakir miskin di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PM KS penderita cacat di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS bekas narapidana di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS WTS di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS eks penyalahgunaan narkoba di Kabupaten Bogor Diagr am batang jumlah PMKS gelandangan di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS pengemis di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS lanjut usia terlantar di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS balita terlantar di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS anak jalanan di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS anak nakal di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS anak terlantar di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS WRSE di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS keluarga yang tinggal di daerah kumuh di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS keluarga yang di rumah tidak layak huni di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS korban bencana di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS masyarakat rawan bencana di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS pemulung di Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS komunitas terpencil di Kabupat en Bogor Dendrogram pembentukan gerombol dengan menggunakan jarak Euclidean...9 DAFTAR LAMPIRAN 1. Daftar kecamatan di Kecamatan Bogor Box plot PMKSdi Kabupaten Bogor Diagram batang jumlah PMKS di Kabupaten Bogor Proses pembentukan gerombol berdasarkan jarak euclidean Nilai rataan masing-masing gerombol Peta daerah masing-masing gerombol Data jumlah PMKS di Kabupaten Bogor Nilai korelasi antar peubah PMKS...21

10 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah kemiskinan, pendidikan, kesehatan, kriminal, penyalahgunaan obat terlarang dan masalah sosial lainnya merupakan isu-isu yang menjadi perhatian baik itu secara nasional maupun internasional. Masalah sosial ini merupakan salah satu masalah yang penting, karena apabila tidak segera ditanggulangi akan berpengaruh kepada bidang-bidang yang lain dan nantinya akan menyebabkan bermunculannya masalah-masalah baru yang dipicu dari permasalahan sosial tersebut. Pemerintah telah melakukan banyak upaya untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Pemerintah melakukan pembangun dibidang sosial dan kesejahteraan sosial baik itu secara fisik ataupun non fisik. Namun permasalahan sosial dan kesejahteraan sosial ini memang tidak akan seluruhnya teratasi tapi harus dapat ditekan serendah mungkin dan ditangani dengan serius untuk mewujudkan pembangunan sosial dan kesejahteraan sosial yang merata disegala lapisan masyarakat. Informasi mengenai permasalahan sosial ini diperlukan untuk melihat tingkat permasalahan sosial setiap kecamatan di Kabupaten Bogor yang diharapkan nantinya bisa di jadikan acuan bagi instansi yang terkait dalam penentuan kebijakan dan pelaksanaan berkenaan dengan penanganan dan penanggulangan masalah sosial, serta dalam pembangunan sosial dan kesejahteraan sosial di Kabupaten Bogor untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Tujuan Tujuan dari peneletian ini: 1. Mendeskripsikan Penyandang Masalah kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kabupaten Bogor. 2. Mengelompokan kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan kemiripan indikator PMKS. TINJAUAN PUSTAKA Masalah Sosial dan Kesejahteraan sosial Masalah sosial merupakan produk dasar dari definisi kolektif, suatu permasalahan sosial tidak ada dalam suatu masyarakat kecuali permasalah an ini oleh masyarakat tersebut diyakini keberadaannya. Masalah sosial adalah kondisi ataupun keadaan sosial dimana suatu bagian dari masyarakat terlihat sebagai bagian yang mempunyai potensi membahayakan bagi masyarakat tersebut dan membutuhkan perbaikan ataupun pertolongan. Masalah sosial timbul dari kekurangankekurangan dalam diri manusia maupun kelompok sosial yang bersumber pada faktorfaktor ekonomis, biologis, psikologis, dan kebudayaan (Soekanto 199). Berdasarkan sumber itu pula secara umum masalah sosial dapat dikategorikan menjadi empat kategori, yang pertama yaitu masalah sosial yang berasal dari faktor ekonomi, faktor biologis, faktor psikologis, dan yang terakhir yaitu bersumber dari faktor kebudayaan. Masalah sosial berbeda dengan masalah kesejahteraan sosial. Masalah kesejahteraan sosial merupakan bagian dari masalah sosial. Sebagai ilustrasi, kemiskinan merupakan masalah utama yang terbentang dalam domain masalah sosial dan masalah kesejahteraan sosial. Namun, secara khusus, masalah kemiskinan kemudian menyentuh dimensi kesejahteraan sosial, seperti fakir miskin, orang dengan kecacatan (ODK), anak dan lansia telantar, dan rumah tidak layak huni. Populasi yang mengalami masalah ini dikenal dengan istilah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) atau Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat terp enuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai dan wajar (BPMKS 25). Hambatan, kesulitan, dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, keterasingan, dan perubahan lingkungan (secara mendadak) yang kurang mendukung, seperti terjadinya bencana.

11 Beberapa Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Anak Bermasalah Ada tiga permasalahan sosial pokok anak yaitu : 1. Anak terlantar Anak terlantar adalah anak yang karena sebab tertentu; miskin, tidak mampu, tidak memiliki orang tua, salah seorang dari orang tuanya/wali pengampu meninggal dunia, keluarga yang tidak harmonis, tidak ada pengampu/pengasuh, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik rohani, jasmani, maupun sosialnya (BPMKS 25). 2. Anak nakal Anak nakal adalah anak atau remaja yang berprilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat lingkungannya, sehingga merugikan diri sendiri, keluarga atau lainnya, namun perbuatanny a masih dibawah kategori yang dapat dituntut melalui proses hukum di pengadilan (BPMKS 25). 3. Anak jalanan Anak jalanan adalah anak yang masih berusia dibawah 18 tahun yang sebagian besar waktunya dihabiskan di jalanan baik dalam melakukan aktifitas ekonomi maupun bersosialisasi (BPMKS 25). Anak jalanan sebagaimana dimaksud bisa berada di perempatan jalan, pertokoan, pasar, terminal, atau tempat keramaian lainnya yang dijadikan sebagai kantong anak jalanan (BPMKS 25). Permasalahan yang dialami oleh bayi dan anak-anak terlantar terjadi karena kelalaian dan atau ketidakmampuan orang tua dan keluarga melaksanakan kewajibannya, sehingga kebutuhan jasmani, rohani, maupun sosial anak-anak tidak terpenuhi secara wajar. Lanjut usia bermasalah Lanjut usia adalah sesorang yang berusia 6 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani, maupun sosialnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan (BPMKS 25). Sasaran pelayanan sosial lanjut usia yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan, perlindungan, dan jaminan sosial lanjut usia, meliputi : a. Lanjut usia terlantar yaitu lanjut usia yang tidak mempunyai keluarga b. Lanjut usia yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah, baik oleh keluarga maupun masyarakat (BPMKS 25). Wanita Tuna Susila (WTS) Tuna susila adalah seorang wanita, pria, atau waria dari keluarga yang kurang mampu yang melakukan hubungan seksual diluar pernikahan dengan tujuan untuk mendapatkan imbalan jasa (BPMKS 25). Tuna susila dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapat upah (Soekanto 199). Masalah tuna susila di Indonesia merupakan salah satu masalah sos ial yang kompleks, karena berkaitan dengan penyimpangan perilaku, nilai norma, agama, ekonomi, sosial budaya masyarakat, ketertiban, keamanan, dan kesehatan. Eks Penyalahgunaan Narkoba Korban penyalahgunaan Narkoba / Napza adalah seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya termasuk minuman keras diluar tujuan pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang (BPMKS 25). Korban penyalahgunaan narkoba semakin hari semakin banyak, dan sebagian besar dari mereka mempunyai usia masih relatif muda. Bahaya Narkoba ini sangat besar sekali, selain membahayakan diri si pemakainya juga menimbulkan efek negatif bagi keluarga, lingkungan, dan lebih luas lagi bagi bangsa dan negara. Narkoba bisa merusak generasi muda yang menjadi calon penerus bangsa di masa yang akan datang. Akhir-akhir ini, pemerintah melakukan kampanye anti narkoba secara gencar untuk mencegah semakin banyaknya korban penyalahgunaan narkoba, hal tersebut dilakukan karena pemerintah sadar betul akibat buruk yang ditimbulkan dari masalah tersebut. Penyandang Cacat Penyandang cacat adalah seseorang yang mengalami kelainan fisik ataupun mental akibat bawaan sejak lahir atau karena lingkungan (kecelakaan, sakit, dll.), sehingga menjadi hambatan untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara layak (BPMKS 25). Berdasarkan jenisnya kecacatan dapat dibagi menjadi : 1. Cacat tubuh 2. Cacat Netra 3. Cacat mental 4. Cacat Eks penyakit kronis

12 Berdasarkan penyebab kecacatannya dapat dibedakan menjadi : 1. Cacat bawaan/sejak lahir 2. Cacat karena sakit (polio, kecelakaan, kusta) 3. Herediter/faktor turunan. Fakir miskin Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencarian dan tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan. Orang yang mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan juga bisa disebut sebagai fakir miskin (BPMKS 25). Masalah tersebut merupakan masalah yang paling banyak di Indonesia. Khususnya untuk Kabupaten Bogor, fakir miskin juga merupakan masalah yang paling banyak dan jumlahnya senantiasa bertambah setiap tahunnya. Hal ini menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah, khususnya pemerintah Kabupaten Bogor untuk menangani dan menekan jumlah penyandang fakir miskin sekecil mungkin. Keluarga berumah tidak layak huni dan tinggal di daerah kumuh Keluarga berumah tidak layak huni adalah keluarga yang menempati rumah yang tidak layak untuk ditempati manusia berdasarkan aturan kontruksi bangunan, kesehatan, dan sosialnya (BPMKS 25). Keluarga yang tinggal di daerah kumuh adalah keluarga yang bertempat tinggal di pemukiman dan lingkungan padat yang tidak memenuhi syarat kesehatan maupun sosial yang kemungkinan besar di lokasi tersebut terjadi pelanggaran norma-norma kehidupan sosialnya (BPMKS 25). Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE) Wanita rawan sosial ekonomi adalah seorang wanita yang belum menikah, ibu rumah tangga atau janda yang berperan sebagai pencari sumber nafkah utama, pembantu pencari sumber nafkah keluarganya, yang penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari -hari (BPMKS 25). Peran sebagai ibu dan ayah sekaligus terlalu berat untuk dilakukan oleh seorang wanita, beban dari peran ganda tersebut dikhawatirkan tidak akan sanggup mereka pikul..ketidakmampuan seseorang menjalankan perannya akan mengakibatkan seseorang merasa gagal, frustasi, dan trauma. Apabila hal tersebut terjadi, mereka yang merasa frustasi akibat kegagalan menjalankan perannya akan mencari pelarian dari masalahnya salah satu yang di khawatirkan adalah dengan menjalani profesi lain yang mudah dan mendapatkan hasil yang cukup, misalnya menjadi WTS atau wanita penghibur. Korban Bencana Korban bencana alam dan musibah lainnya adalah keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita akibat terkena suatu bencana alam dan musibah lainnya seperti kebakaran, kerusuhan, kekeringan, rawan pangan, rawan daya beli yang terjadi paling lama satu tahun yang lalu (BPMKS 25). Masyarakat Rawan Bencana Masyarakat rawan bencana adalah keluarga atau kelompok masyarakat yang bertempat tinggal/bermukim di daerah yang sering terkena bencana atau di daerah yang kemungkinan dapat terjadi bencana yang membahayakan kehidupan dan penghidupannya (BPMKS 25). Masyarakat rawan bencana tersebut biasanya tinggal di wilayah gunung berapi, di daerah aliran sungai yang sering mengalami banjir, di daerah yang kemungkinan besar terjadi tanah longsor, serta di daerah padat penduduk, rawan kebakaran, dan konflik sosial. Analisis Gerombol Analisis gerombol merupakan suatu metode peubah ganda untuk mengelompokan n objek ke dalam m gerombol (m<n) berdasarkan karakteristik-karakteristiknya (Johnson & Winchern 1988). Tujuan dari penggerombolan ini untuk menemukan gerombol alamiah dari sekumpulan unit pengamatan, dengan harapan keragaman antar unit -unit pengamatan lebih homogen dibandingkan keragaman antar gerombol sehingga dapat dianalisa lebih lanjut (Dillon & Winchern 1984). Secara umum ada dua metode dalam analisis gerombol, yaitu : 1. Metode berhirarki. Metode penggerombolan berhirarki digunakan apabila banyak gerombol yang akan dibentuk belum diketahui sebelumnya. Secara garis besar metode ini dapat dibedakan menjadi dua metode lagi yaitu : metode penggabungan (Agglomerative) dan metode pembagian (Divisive). Dal am metode ini juga ada beberapa metode yang

13 biasa dipakai dalam penggerombolan yaitu metode Pautan tunggal (Single Linkage), metode Pautan lengkap (Complete.Linkage), metode Pautan rataan (Average.Linkage), metode Ward s, dan metode Centroid (Dillon & Winchern 1984). 2. Metode tak berhirarki. Metode penggerombolan tak berhirarki digunakan apabila banyak gerombol yang akan dibentuk sudah ditentukan terlebih dahulu. Salah satunya adalah metode K-Mean. Metode K-Mean ini pada tahap awal harus ditentukan dahulu banyaknya k, dimana k adalah banyaknya gerombol yang akan dibentuk. Pemilihan nilai k ini bersifat subjektif tergantung latar belakang bidang masing-masing. Ukuran jarak Salah satu fungsi jarak yang paling sering digunakan adalah ukuran jarak Euclid yang didefinisikan sebagai berikut : ( X X ) p 2 2 d ij = ik jk k = 1 dimana : d ij = jarak antara objek ke-i ke objek ke-j X ik = nilai objek ke-i pada masalah ke-k X jk = nilai objek ke-j pada peubak ke-k p = banyak nya masalah yang diamati BAHAN DAN METODE Bahan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder mengenai PMKS di Kabupaten Bogor yang diperoleh dari Badan Pengembangan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial (BPMKS) Pemerintah Kabupaten Bogor. Objek yang digunakan dal am penelitian ini adalah semua kecamatan di Kabupaten Bogor (lihat Lampiran 1) dengan 19 masalah permasalahan sosial seperti disajikan dalam T abel 1. Metode Pada tahap awal dilakukan pendeskripsian permasalahan kesejahteraan sosial untuk melihat gambaran umum permasalahan kesejahteraan sosial setiap kecamatan di Kabupaten Bogor. Selanjutnya dilakukan 1 penggerombolan berdasarkan kemiripan indikator permasalahan kesejahteraan sosial dengan menggunakan metode penggerombolan berhierarki dan ukuran jarak euclidean. Tabel 1 Daftar kode PMKS Kode Masalah A Fakir miskin B Penderita cacat C Bekas narapidana D Wanita Tuna Susila (WTS) E Eks penyalahgunaan narkoba F Gelandangan G Pengemis H Lanjut usia terlantar I Balita terlantar J Anak jalanan K Anak nakal L Anak terlantar Wanita Rawan Sosial M Ekonomi (WRSE) N Rumah tidak layak huni O Korban bencana P Masyarakat rawan bencana Q Pemulung R Komunitas terpencil S Rumah kumuh HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi PMKS di Kabupaten Bogor Secara umum jumlah PMKS yang paling banyak di Kabupaten Bogor adalah fakir miskin, hal ini dapat dilihat di Lampiran 3 dimana angka penyandangnya merupakan yang paling banyak dibandingkan dengan jumlah PMKS lainnya. Sedangkan, yang paling sedikit adalah jumlah PMKS gelandangan. Dari gambar diagram batang masing-masing permasalahan kesejahteraan sosial terlihat bahwa Kabupaten Bogor menghadapi permasalahan kesejahteraan sosial yang bervariasi. Hanya saja untuk permasalahan komunitas terpencil, hanya beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor yang mempunyai permasalahan tersebut. Pada Gambar 1-19 disajikan gambar diagram batang jumlah PMKS masing-masing pemasalahan kesejahteraan sosial. Sedangkan, untuk jumlah dan persentase PMKS masingmasing permasalahan tiap kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 7.

14 12 JUMLAH PMKS FAKIR MISKIN 7 JUMLAH PMKS WTS Gambar.1.Diagram batang jumlah PMKS fakir miskin di kabupaten Bogor Gambar 4 Diagram batang jumlah PMKS WTS di Kabupaten Bogor. 35 JUMLAH PMKS PENDERITA CACAT 3 JUMLAH PMKS EKS PENYALAHGUNAAN NARKOBA Gambar 2. Diagram batang PMKS penderita cacat di Kabupaten Bogor Gambar 5.Diagram batang jumlah PMKS eks penyalahgunaan narkoba di Kabupaten Bogor. JUMLAH PMKS BEKAS NARAPIDANA JUMLAH PMKS GELANDANGAN Gambar.3.Diagram batang jumlah PMKS bekas narapidana di Kabupaten Bogor Gambar.6..Diagram batang jumlah PMKS gelandangan di Kabupaten Bogor.

15 JUMLAH PMKS PENGEMIS JUMLAH PMKS ANAK JALANAN Gambar 7.D iagram batang jumlah PMKS pengemis di Kabupaten Bogor Gambar 1 Diagram batang jumlah PMKS anak jalanan di Kabupaten Bogor. 45 JUMLAH PMKS LANJUT USIA TERLANTAR 8 JUMLAH PMKS ANAK NAKAL Gambar 8.D iagram batang jumlah PMKS lanjut usia terlantar di Kabupaten Bogor Gambar 11.Diagram batang jumlah PMKS anak nakal di Kabupaten Bogor. JUMLAH PMKS BALITA TERLANTAR JUMLAH PMKS ANAK TERLANTAR Gambar 9.D iagram batang jumlah PMKS balita terlantar di Kabupaten Bogor Gambar 12 Diagram batang jumlah PMKS anak terlantar di Kabupaten Bogor.

16 JUMLAH PMKS WRSE JUMLAH PMKS KORBAN BENCANA Gambar 13 Diagram batang jumlah PMKS WRSE di Kabupaten Bogor Gambar 16.Diagram batang jumlah PMKS korban bencana di Kabupaten Bogor. JUMLAH PMKS MASYARAKAT YANG TINGGAL DI DAERAH KUMUH 6 JUMLAH PMKS MASYARAKAT RAWAN BENCANA Gambar.14.Diagram batang jumlah PMKS masyarakat yang tinggal di daerah kumuh di Kabupaten Bogor Gambar.17..Diagram batang jumlah PMKS masyarakat rawan bencana di Kabupaten Bogor. JUMLAH PMKS KELUARGA YANG TINGGAL DI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI 8 JUMLAH PMKS PEMULUNG Gambar.15.Diagram batang jumlah PMKS keluarga yang tinggal di rumah tidak layak huni di Kabupaten Bogor Gambar.18..Diagram batang jumlah PMKS pemulung di Kabupaten Bogor.

17 7 6 JUMLAH PMKS KOMUNITAS TERPENCIL semua komponen utama digunakan (Rohelan 23). Hasil penggerombolan yang terbentuk dari analisis gerombol selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini Tabel 2 Daftar anggota masing-masing gerombol Gerombol Kecamatan 1 Gunung Putri Gambar.19..Diagram batang jumlah PMKS komunitas terpencil di Kabupaten Bogor. Penggerombolan Kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan PMKS Penggerombolan kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan peubah PMKS menggunakan metode pengerombolan berhirarki dengan menggunakan ukuran jarak euclidean. Proses standarisasi perlu dilakukan karena adanya perbedaan satuan untuk tiap permasalahan kesejahteraan sosial. Masalah fakir miskin, rumah tidak layak huni, masyarakat rawan bencana, rumah kumuh, dan komunitas terpencil mempunyai satuan Kepala Keluarga (KK) sedangkan peubah yang lainnya satuannya jiwa. Selain itu juga, rentang interval antar permasalahan yang berbeda menyebabkan perlunya dilakukan standariasasi. Standarisasi yang dilakukan dengan menggunakan nilai Z scorenya. Ada beberapa peubah PMKS yang berkorelasi tinggi yaitu : peubah gelandangan dengan WTS (,549), gelandangan dengan pengemis (,68), anak jalanan dengan gelandangan (,741), anak jalanan dengan pengemis (,754), balita terlantar dengan lanjut usia terlantar (,67), anak terlantar dengan lanjut usia terlantar (,699), anak terlantar dengan balita terlantar (,643), pemulung dengan anak jalanan (,57), dan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana dengan korban bencana (,777), hal ini seperti telihat pada Lampiran 8. Untuk mengatasi hal tersebut bisa dilakukan transformasi sebelum dianalisis gerombol yaitu dengan metode Analisis Komponen Utama (AKU). Namun pada penelitian ini transformasi AKU tidak digunakan, hal ini dikarenakan jarak euclidean antar pengamatan dengan atau tanpa transformasi komponen utama akan sama bila 2 Klp Nunggal, Tanjung sari, Jonggol, Cariu, Tenjolaya, Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang, Rancabungur, Bojonggede, Cibinong, Sukaraja, Dramaga, Cijeruk, Ciawi, Megamendung, Babakan Madang, Ciomas, Tamansari, Tajurhalang, Çigombong, Jasinga, Parungpanjang, Nanggung, Leuwisadeng, Leuwili ang, Ciampea, Pamijahan, Rumpin 3 Cisarua Tenjo, Cibungbulang 4 Caringin 5 Cigudeg 6 Sukamakmur 7 Sukajaya 8 Cileungsi 9 Citeureup Berdasarkan analisis gerombol yang dilakukan, kecamatan-kecamatan di Kabupaten Bogor dapat dibagi kedalam 9 gerombol. Berdasarkan dendrogram pembentukan gerombol pada Gambar 2, pemotongan jumlah gerombol dilakukan pada tingkat kemiripan mendekati 5.3. Penentuan nilai pemotongan ini bersifat subjektif sehingga penggerombol dari kecamatankecamatan tersebut menjadi bermakna atau mempunyai arti dalam interpretasinya.

18 Dendrogram with Average Linkage and Euclidean Distance Similarity Observations Gambar 2 Dendrogram pembentukan gerombol dengan menggunakan jarak euclidean Interpretasi masing -masing gerombol Dari proses penggerombolan yang dilakukan, dihasilkan sembilan gerombol. Masing-masing gerombol dicirikan dengan nilai rataan jumlah penyandang kesejahteraan sosial yang paling banyak. Gerombol satu beranggotakan satu kecamatan dengan permasalahan yang paling banyak jum lah penyandangnya adalah masalah anak nakal dan anak terlantar. Gerombol dua terdiri dari 3 kecamatan mempunyai karakteristik yaitu sebagian besar nilai rataan jumlah PMKS berada dibawah nilai rataan kabupatennya. Gerombol tiga meliputi tiga kecamatan den gan permasalahan yang paling banyak jumlah penyandangnya adalah masalah lanjut usia terlantar, balita terlantar, dan WRSE. Gerombol empat terdiri dari satu kecamatan dengan permasalahan yang paling banyak adalah masalah fakir miskin dan rumah kumuh. Gerombol lima terdiri dari satu kecamatan dengan permasalahan yang paling banyak adalah masalah penderita cacat dan rumah tidak layak huni. Gerombol enam hanya meliputi satu kecamatan dengan permasalahan yang paling banyak adalah masalah korban bencana dan rawan bencana. Gerombol tujuh dengan permasalahan yang paling banyak adalah masalah komunitas terpencil juga terdiri dari satu kecamatan..gerombol delapan dan sembilan juga hanya terdiri dari satu kecamatan, dimana gerombol delapan mempunyai permasalahan yang paling banyak pada masalah bekas narapidana dan WTS. Sedangkan gerombol sembilan, mempunyai permasalahan yang paling banyak pada masalah eks penylahgunaan narkoba, gelandangan, pengemis, anak jalanan, dan pemulung. Interpretasi dari sembilan gerombol yang terbentuk adalah sebagai berikut : Gerombol satu Gerombol satu mempunyai karakteristik yaitu sebagian besar nilai rataan jumlah PMKS berada dibawah nilai rataan kabupatennya, kecuali pada permasalahan lanjut usia terlantar, anak nakal, dan anak terlantar seperti terlihat pada Lampiran 5. gerombol satu mempunyai permasalahan yang paling banyak pada masalah anak nakal dan anak terlantar, hal tersebut dapat terlihat dari nilai rataan jumlah prnyandangnya yang paling tinggi dibandingkan dengan gerombol lainnya. Gerombol satu beranggotakan hanya satu kecamatan yaitu kecamatan Gunung Putri. Anggota dari gerombol ini merupakan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Depok dan DKI Jakarta sehingga tingkat perekonomian sudah maju serta akses dari dan menuju wilay ah kecamatan ini sangat mudah karena sudah memadainya fasilitas jalan yang

19 merupakan sarana penghubung ke wilayah lainnya. Gerombol ini merupakan salah satu wilayah yang relatif maju di Kabupaten Bogor. Gerombol dua Gerombol dua merupakan gerombol yang paling banyak anggotanya yaitu sebanyak 3 kecamatan. Sama halnya dengan gerombol satu, gerombol dua juga mempunyai karakteristik yaitu sebagian besar nilai rataan jumlah PMKS berada dibawah nilai rataan kabupatennya, kecuali untuk jumlah PMKS bekas narap idana, dan eks penyalahgunaan narkoba (Lampiran 5). Nilai rataan jumlah penyandang kedua masalah tersebut berada diatas nilai rataan kabupatennya, namun tidak terlalu jauh dan masih disekitar nilai rataan kabupatennya. Sehingga bisa dikatakan bahwa gerombol ini merupakan gerombol yang mempunyai masalah kesejahteraan sosial yang rendah. Anggota gerombol ini dapat dilihat pada Tabel 2. Gerombol tiga Ciri dan karakeristik gerombol tiga adalah tingginya jumlah PMKS fakir miskin, penderita cacat, bekas narapidana, eks penyalahgunaan narkoba, lanjut usia terlantar, balita terlantar, anak jalanan, anak terlantar, WRSE, rumah tidak layak huni, rawan bencana, dan rumah kumuh. Hal tersebut terlihat dari nilai rataan jumlah PMKS untuk permasalahan tersebut berada diatas nilai rataan kabupatennya (Lampiran 5). Gerombol tiga mempunyai jumlah PMKS yang paling banyak pada masalah lanjut usia terlantar, balita terlantar, dan WRSE, hal ini dapat terlihat dari nilai rataan jumlah penyandangnya yang tertinggi dibandingkan den gan gerombol lainnya. Gerombol ini beranggotakan tiga kecamatan, yaitu kecamatan Cisarua, Tenjo, dan Cibungbulang. Gerombol empat Gerombol empat mempunyai karakteristik yaitu tingginya permasalahan fakir miskin, penderita cacat, bekas narapidana, eks penyalahgunaan narkoba, lanjut usia terlantar, balita terlantar, anak terlantar, WRSE, rumah tidak layak huni, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, dan rumah kumuh. Hal tersebut terlihat dari nilai rataan jumlah penyandangnya yang berada diatas nilai rataan kabupatennya. Namun dari sekian banyak permasalahan yang miliki, masalah fakir miskin, dan rumah kumuh menjadi permasalahan yang banyak ditemukan pada gerombol ini, hal tersebut terlihat dari nilai rataan jumlah penyandangnya yang tertinggi di Kabupaten Bogor, sehingga patut menjadi perhatian bagi instansi-instansi terkait berkenaan dalam penanganan dan penanggulangan kedua masalah tersebut. Anggota gerombol empat yaitu kecamatan Caringin. Jika dilihat dari permasalahan yang dihadapi, gerombol ini bisa dikatakan sebagai salah satu gerombol yang relatif miskin jika dibandingkan dengan gerombol lainnya. Gerombol lima Nilai rataan jumlah PMKS fakir miskin, penderita cacat, bekas narapidana, eks penyalahgunaan narkoba, lanjut usia terlantar, balit a terlantar, anak terlantar, WRSE, rumah tidak layak huni, dan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, dan rumah kumuh berada diatas nilai rataan kabupatennya. Masalah penderita cacat, dan rumah tidak layak huni menjadi masalah paling banyak jumlah prenyandangnya pada gerombol ini, nilai rataan jumlah penyandang kedua permasalahan tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan gerombol lainnya. Kecamatan Cigudeg adalah satusatunya anggota gerombol ini. Gerombol enam Gerombol enam beranggotakan kecamatan Sukamakmur. Sebagian besar nilai rataan jumlah PMKS berada dibawah nilai rataan kabupatennya, kecuali untuk masalah fakir miskin, anak jalanan, anak terlantar, WRSE, korban bencana, dan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Perm asalahan yang paling banyak jumlah penyandangnya di gerom bol ini adalah masalah korban bencana dan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Nilai rataan jumlah penyandang dari kedua masalah tersebut merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan gerombol lainnya di Kabupaten Bogor. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah yang relatif rendah tingkat kepadatan penduduknya, hal ini berkaitan dengan kondisi alamnya yang relatif labil dan kurang bersahabat sehingga jarang sekali penduduk yang ingin tinggal menetap di daerah tersebut. Jika melihat dua masalah yang paling banyak jumlah penyandangnya pada gerombol enam, bisa dikatakan bahwa gerombol ini merupakan wilayah yang relatif rawan terjadinya bencana.

20 Gerombol tujuh Ciri dan karakteristik gerombol tujuh adalah tingginya masalah lanjut usia terlantar, rumah tidak layak huni, korban bencana, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, komunitas terpencil, dan rumah kumuh. Nilai rataan permasalahanpermasalahan tersebut lebih tinggi dibandingkan nilai rataan kabupatennya. Komunitas terpencil menjadi permasalahan yang paling banyak jumlah penyandangnya pada gerombol ini, hal tersebut dapat terlihat dari nilai rataan jumlah penyandangnya yang paling tinggi dibandingkan dengan gerombol lainny a di Kabupaten Bogor. Kecamatan Sukajaya merupakan satu-satunya kecamatan yang menjadi anggota gerombol ini. Sama halnya dengan kecamatan Sukamakmur, kecamatan Sukajaya juga merupakan kecamatan yang tingkat kepadatan penduduknya rendah. Gerombol ini bisa dikatakan sebagai wilayah yang relatif terpencil. Gerombol delapan Tingginya jumlah PMKS bekas narapidana, penderita cacat, WTS, eks penyalahgunaan narkoba, gelandangan, pengemis, lanjut usia terlantar, balita terlantar, anak jalanan, anak nakal, dan pemulung menjadi ciri dan karakteristik gerombol delapan. Hal ini terlihat dari nilai rataan jumlah penyandang masalah tersebut yang berada diatas nilai rataan kabupatennya. Permasalahan yang paling banyak jumlah penyandangnya di gerombol ini adalah masalah bekas narapidana dan WTS, hal tersebut terlihat dari nilai rataan jumlah penyandangnya yang tertinggi dibandingkan gerombol lainnya (Lampiran 5). Tingginya jumlah kedua PMKS tersebut mengindikasikan bahwa wilayah ini merupakan wilayah yang rentan terhadap tindakan kriminal dan kegiatan prostitusi. Daerah ini disinyalir sebagai salah satu daerah pusat kegiatan prostitusi di Kabupaten Bogor selain kawasan Parung dan Megamendung kawasan puncak. Gerombol sembilan Ciri dan karakteristik gerombol ini adalah tingginya masalah bekas narapidana, WTS, eks penyalahgunaan narkoba, gelandangan, pengemis, anak jalanan, anak nakal, korban bencana, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, pemulung, dan rumah kumuh. Dari sekian banyak permasalahan kesejahteran sosial yang dimiliki gerombol ini, masalah eks penyalahgunaan narkoba, gelandangan, pengemis, anak jalanan, dan pemulung adalah permasalahan-permasalahan yang paling banyak jumlah penyandangnya. Kecamatan Citeureup satu-satunya anggota gerombol ini dan termasuk salah satu daerah yang relatif maju. Secara geografis, kecamatan Citeureup dekat dengan daerah Cibinong yang merupakan daerah pusat pemerintahan Kabupaten Bogor, Depok dan DKI Jakarta. Imbasnya adalah perekonomian di daerah ini menjadi berkembang. Namun ada juga dampak negatif yang ditimbulkan, diantaranya adalah tingginya jumlah gelandangan, pengemis, anak jalanan, pemulung, dan rumah kumuh di kecamatan tersebut. Selain itu juga, mudahnya akses jalan juga memudahkan mobilitas baik orang maupun barang dari dan menuju wilayah tersebut. Sama halnya dengan gerombol delapan, gerombol sembilan juga mempunyai karakteristik perkotaan. Untuk melihat peta daerah masing-masing gerombol dapat dilihat pada Lampiran 6. SIMPULAN Masalah yang paling banyak di Kabupaten Bogor adalah masalah fakir miskin, sedangkan masalah yang paling sedikit penyandangnya adalah masalah gelandangan. Berdasarkan permasalahan kesejahteraan sosialnya, kecamatan-kecamatan di Kabupaten Bogor dapat digerombolkan kedalam sembilan gerombo l. Masing-masing gerombol dicirikan dengan permasalahanpermasalahan yang paling banyak jumlah penyandangnya. Permasalahan yang paling banyak jumlah penyandangnya pada gerombol satu adalah masalah anak nakal dan anak terlantar. Gerombol dua merupakan gerombol yang sebagian besar nilai rataan jumlah PMKSnya berada dibawah nilai rataan kabupaten dan merupakan gerombol yang mempunyai permasalahan kesejahteraan sosial yang relatif rendah. Gerombol tiga mempunyai jumlah PMKS paling banyak pada masalah lanjut usia terlantar, balita terlantar, dan WRSE. Permasalahan fakir miskin dan rumah kumuh merupakan masalah yang paling banyak jumlah penyandangnya pada gerombol empat. Gerombol lima mempunyai permasalahan yang paling banyak jumlah penyandangnya pada masalah penderita cacat dan rumah tidak layak. Gerombol enam mempunyai jumlah korban bencana dan rawan bencana paling banyak di

21 Kabupaten Bogor. Sementara itu, masalah komunitas terpencil merupakan masalah yang yang paling banyak ditemui pada gerombol tujuh. Gerombol delapan mempunyai jumlah penyandang paling banyak pada permasalahan bekas narapidana dan WTS. Sedangkan masalah eks penyalahgunaan narkoba, gelandangan, pengemis, anak jalanan, dan pemulung menjadi permasalahan yang paling banyak jumlah penyandangnya di gerombol sembilan. DAFTAR PUSTAKA Aunuddin Analisis Data. Bogor : PAU Ilmu Hayat IPB. BPMKS Kabupaten Bogor. 25. Profil Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kabupaten Bogor. Cibinong : BPMKS Kabupaten Bogor. Dillon, W. R, dan Matthew Goldstein Multivariate Analysis Method and Applications. New York : John Wiley & Sons. Johnson, R. A, dan D. W. Wichern Applied Multivariate Analysis. New York : Prentice Hall. Rohelan, Ellan. 23. Analisis Permasalahan Sosial di Propinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor : Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor. Soekanto, Soerjono Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

22 LAMPIRAN

23 Lampiran 1 Daftar Kecamatan di Kabupaten Bogor No Urut 1 Gunung Putri 2 Klp Nunggal 3 Sukamakmur 4 Tanjung sari 5 Cileungsi 6 Jonggol 7 Cariu Kecamatan 8 Gunung Sindur 9 Parung 1 Ciseeng 11 Kemang 12 Rancabungur 13 Bojonggede 14 Cibinong 15 Sukaraja 16 Dramaga 17 Cijeruk 18 Caringin 19 Ciawi 2 Megamendung 21 Cisarua 22 Citeureup 23 Babakan Madang 24 Ciomas 25 Tamansari 26 Tajurhalang 27 Çigombong 28 Jasinga 29 Parungpanjang 3 Tenjo 31 Cigudeg 32 Nanggung 33 Leuwisadeng 34 Leuwiliang 35 Cibungbulang 36 Ciampea 37 Pamijahan 38 Rumpin 39 Sukajaya 4 Tenjolaya

24 Lampiran 2 Box-plot PMKS di Kabupaten Bogor Boxplot of A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S Keterangan : No pada pencilan menunjukan no urut kecamatan (lihat Lampiran 1) Kode pada sumbu X menunjukan kode PMKS (lihat tabel 1) Lampiran 3 Diagram batang jumlah PMKS di Kabupaten Bogor JUMLAH PMKS Gelandangan narkoba anak jalanan WTS pengemis anak nakal narapidana balita terlantar pemulung komunitas terpencil rumah kumuh korban bencana lanjut usia trlntr rawan bencana anak terlantar penderita cct WRSE rumah tdk layak huni Fakir miskin

25 Lampiran 4 Proses pembentukan gerombol berdasarkan jarak euclidean Number Number of obs. of Similarity Distance Clusters New in new Step clusters level level joined cluster cluster

26 Lampiran 5 Nilai rataan masing-masing gerombol Peubah PMKS Rataan Kabupaten Gerombol I II III IV V VI VII VIII IX Fakir miskin penderita cct narapidana WTS narkoba Gelandangan pengemis lanjut usia trlntr balita terlantar anak jalanan anak nakal anak terlantar WRSE rumah tdk layak huni korban bencana rawan bencana pemulung komunitas terpencil rumah kumuh * daerah yang diwarnai abu-abu merupakan nilai rataan jumlah penyandang tert inggi

27 Lampiran 6 Peta daerah masing-masing gerombol

28 Lampiran 7 Data jumlah PMKS di Kabupaten Bogor No KCMTN Fakir miskin penderita cct narapidana WTS narkoba Gelandangan pengemis lanjut usia trlntr balita terlantar anak jalanan anak nakal anak t erlantar 1 Gunung Putri 2591(1.1) 17(1.77) 1(.16) (.) (.) (.) (.) 222(5.91) (.) (.) 7(12.3) 461(9.58) 2 Klp Nunggal 3567(1.52) 83(1.38) 6(.97) (.) (.) (.) (.) 69(1.84) 1(.14) (.) 4(.7) 75(1.56) 3 Sukamakmur 8283(3.53) 124(2.6) 12(1.94) (.) (.) (.) 5(1.66) 82(2.18) 15(2.11) 7(3.38) (.) 136(2.83) 4 Tanjung sari 3662(1.56) 24(3.38) 23(3.72) 12(5.) 14(8.81) 1(1.72) (.) 5(1.33) 18(2.53) (.) 15(2.64) 156(3.24) 5 Cileungsi 377(1.31) 257(4.26) 45(7.27) 48(2.) 1(6.29) 12(2.69) 12(3.97) 97(2.58) 24(3.38) 3(14.49) 6(1.54) 8(1.66) 6 Jonggol 1317(4.39) 256(4.24) 18(2.91) (.) 3(1.89) 6(1.34) 2(.66) 44(1.17) (.) 6(2.9) 6(1.5) 25(.52) 7 Cariu 337(1.44) 98(1.62) 22(3.55) 3(1.25) (.) 1(1.72) 12(3.97) 116(3.9) (.) (.) 8(1.41) 37(.77) 8 Gunung Sindur 2932(1.25) 73(1.21) 12(1.94) 5(2.8) (.) 4(6.9) (.) 34(.9) (.) (.) 27(4.75) 9(.19) 9 Parung 3111(1.32) 118(1.96) 21(3.39) 2(.83) (.) (.) 5( 1.66) 67(1.78) 5(.7) (.) 14(2.46) 72(1.5) 1 Ciseeng 6166(2.63) 219(3.63) 33(5.33) 5(2.8) 12(7.55) (.) (.) 136(3.62) 2(2.81) 18(8.7) 1(1.76) 256(5.32) 11 Kemang 3856(1.64) 164(2.72) 5(.81) 14(5.83) (.) (.) 7(2.32) 33(.88) 8(1.13) (.) 7(1.23) 94(1.95) 12 Rancabungur 4546(1.94) 79(1.31) 8(1.29) (.) 1(.63) (.) 1(.33) 5(.13) (.) (.) (.) (.) 13 Bojonggede 2758(1.17) 162(2.69) 4(.65) (.) 2(1.26) (.) 3(.99) 89(2.37) 25(3.52) 13(6.28) 9(1.58) 82(1.7) 14 Cibinong 2658(1.13) 217(3.6) 13(2.1) 1(.42) (.) (.) 5(1.66) 98(2.61) (.) 33(15.94) 14(2.46) 15(2.18) 15 Sukaraja 633(2.57) 111(1.84) 19(3.7) (.) 4(2.52) (.) 2(.66) 25(.67) (.) (.) (.) 26(.54) 16 Dramaga 761(3.24) 13(.22) 16(2.58) (.) (.) (.) 2(.66) 32(.85) 1(.14) (.) 12(2.11) 65(1.35) 17 Cijeruk 89(3.44) 47(.78) 52(8.4) (.) (.) (.) 3(.99) 22(.59) 2(.28) (.) 58(1.19) 192(3.99) 18 Caringin 1379(4.42) 283(4.69) 16(2.58) 1(.42) 8(5.3) (.) 2(.66) 184(4.9) 24(3.38) 7(3.38) 14(2.46) 273(5.67) 19 Ciawi 9247(3.94) 185(3.7) 34(5.49) 3(1.25) 2(12.58) (.) 16(5.3) 43(1.14) 11(1.55) 1(.48) 11(1.93) 1(2.8) 2 Megamendung 3569(1.52) 179(2.97) 21(3.39) 58(24.17) 1(.63) 1(1.72) 1(.33) 162(4.31) 22(3.9) 3(1.45) 3(.53) 1(2.8) 21 Cisarua 4683(1.99) 26(3.41) 18(2.91) 6(2.5) 4(2.52) 1(1.72) 11(3.64) 233(6.2) 149(2.96) 1(.48) 2(.35) 481(9.99) 22 Citeureup 342(1.45) 126(2.9) 18(2.91) 32(13.33) 12(7.55) 15(25.86) 83(27.48) 46(1.22) (.) 7(33.82) 5(8.79) 2(.42) 23 Babakan Madang 3418(1.46) 122(2.2) (.) 13(5.42) 1(.63) (.) 12(3.97) 135(3.59) (.) (.) 14(2.46) 4(.83) 24 Ciomas 743(3.16) 114(1.89) 11(1.78) 1(.42) 2(1.26) 2(3.45) 3(.99) 16(.43) (.) 6(2.9) 1(.18) (.) 25 Tamansari 3742(1.59) 167(2.77) 4(.65) 11(4.58) (.) (.) 6(1.99) 57(1.52) 15(2.11) 4(1.93) 2(.35) 161(3.34) 26 Tajurhalang 3413(1.45) 131(2.17) 6(.97) (.) 13(8.18) 1(1.72) 2(.66) 87(2.32) 2(.28) (.) 1(.18) 71(1.47) 27 Çigombong 729(3.7) 93(1.54) 17(2.75) (.) (.) (.) 6(1.99) 19(.51) (.) (.) 5(.88) 12(.25) 28 Jasinga 117(4.33) 239(3.96) 11(1.78) (.) (.) 5(8.62) 6(1.99) 127(3.38) 8(1.13) 1(.48) 21(3.69) 21(4.36) 29 Parungpanjang 4521(1.93) 24(.4) 16(2.58) 1(.42) 6(3.77) 1(1.72) 3(.99) 156(4.15) 38(5.34) (.) 8(1.41) 151(3.14) 3 Tenjo 591(2.51) 178(2.95) 8( 1.29) 2(.83) 3(1.89) 2(3.45) 18(5.96) 396(1.54) 43(6.5) 4(1.93) 9(1.58) 236(4.9) 31 Cigudeg 1113(4.31) 317(5.25) 17(2.75) 5(2.8) 5(3.14) 1(1.72) 2(.66) 217(5.78) 4(5.63) (.) (.) 396(8.23) 32 Nanggung 6187(2.63) 199(3.3) 13(2.1) (.) (.) (.) 5(1.66) 73(1.94) 2(.28) (.) 3(.53) 33(.69) 33 Leuwisadeng 668(2.58) 153(2.54) (.) (.) 13(8.18) (.) 11(3.64) 161(4.29) 81(11.39) (.) (.) 225(4.67) 34 Leuwiliang 165(4.29) 4(.66) 1(1.62) 4(1.67) 24(15.9) 2(3.45) 7(2.32) 37(.98) 22(3.9) (.) 51(8.96) 78(1.62) 35 Cibungbulang 798(3.4) 253(4.19) 3(.48) (.) (.) (.) 6(1.99) 91(2.42) 95(13.36) 1(.48) 19(3.34) 244(5.7) 36 Ciampea 829(3.53) 224(3.71) 31(5.1) 9(3.75) 1(.63) 2(3.45) 13(4.3) 95(2.53) 31(4.36) 1(.48) 27(4.75) 65(1.35) 37 Pamijahan 11136(4.74) 95(1.57) 34(5.49) (.) (.) (.) 19(6.29) 34(.9) (.) (.) 12(2.11) 15(.31) 38 Rumpin 535(2.28) 168(2.78) 9(1.45) (.) (.) 1(1.72) 1(.33) 5(.13) (.) (.) (.) 9(.19) 39 Sukajaya 4596(1.96) 78(1.29) 1(1.62) (.) (.) (.) 2(.66) 1(2.66) 1(.14) (.) 2(.35) 11(.23) 4 Tenjolaya 534(2.27) 127(2.11) 2(.32) 4(1.67) (.) (.) 8(2.65) 62(1.65) 8(1.13) 1(.48) (.) 12(.25) Total (1) 633(1) 619(1) 24(1) 159(1) 58(1) 32(1) 3757(1) 711(1) 27(1) 569(1) 4814(1)

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN APBD MENURUT TAHUN ANGGARAN 205 KODE PENDAPATAN DAERAH 2 3 4 5 = 4 3 URUSAN WAJIB 5,230,252,870,000 5,84,385,696,000 584,32,826,000 0 PENDIDIKAN 0 0 Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 7. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan di Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah

Lebih terperinci

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun Data dan informasi perencanaan pembangunan daerah yang terkait dengan indikator kunci penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana yang diinstruksikan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR 3.7. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial. Sumberdaya Manusia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial. Sumberdaya Manusia HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial Sumberdaya Manusia Data yang diperoleh dari Factor Score sebanyak 11 data. Ada 3 faktor yang terkait dengan tingkat pendidikan guru mengajar

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR Oleh : Drs. Adang Suptandar, Ak. MM Disampaikan Pada : KULIAH PROGRAM SARJANA (S1) DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA, IPB Selasa,

Lebih terperinci

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838,31 Ha. Secara geografis terletak di antara 6⁰18'0" 6⁰47'10" Lintang Selatan dan 106⁰23'45" 107⁰13'30" Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA 13 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Cendawasari yang terletak di, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Sedangkan, analisis spasial

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Bogor, terdapat 80 desa yang tergolong pada desa tertinggal berdasarkan kriteria indeks desa tertinggal (IDT)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA CIBINONG Nomor : W10-A24/3122a/Hk.00.4/XII/2010

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA CIBINONG Nomor : W10-A24/3122a/Hk.00.4/XII/2010 PENGADILAN AGAMA CIBINONG Jl. Bersih No. 1 Komplek Pemda Kabupaten Bogor Telepon/Faks. (021) 87907651 Kode Pos 16914 Cibinong E-mail : pa.cibinong@gmail.com KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA CIBINONG TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BIMBINGAN LANJUT DAN RUJUKAN BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Program Kegiatan Lokasi Kegiatan Target Kinerja

Program Kegiatan Lokasi Kegiatan Target Kinerja Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Lainnya Bimbingan Sosial dan Pemulihan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Eks Korban Bencana

Lebih terperinci

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR BAB V KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR Bab ini menjelaskan berbagai aspek berkenaan kelembagaan penyuluhan pertanian di Kabupaten Bogor yang meliputi: Organisasi Badan Pelaksana an Pertanian,

Lebih terperinci

PENGADILAN AGAMA CIBINONG

PENGADILAN AGAMA CIBINONG PENGADILAN AGAMA CIBINONG Jl. Bersih No. 1 Komplek Pemda Kabupaten Bogor Telepon/Faks. (021) 87907651 Kode Pos 16914 Cibinong E-mail : pa.cibinong@gmail.com SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN CIBINONG NOMOR

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Propinsi Jawa Barat yang pada tahun 2004 memiliki luas wilayah 2.301,95 kilometer persegi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik 2.1.1 Geografis Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6 18 0 6 47 10 Lintang Selatan dan 106 23 45 107 13 30 Bujur

Lebih terperinci

ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR Arahan Pemanfaatan Daya Dukung Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor... (Kurniasari dkk.) ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR (Direction of Using Carrying Capacity Agricultural

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004

Lebih terperinci

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial diperlukan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi seperti pertanian dan kehutanan, pemukiman penduduk, komersial, dan penggunaan untuk industri serta

Lebih terperinci

REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013

REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013 REALISASI PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BOGOR 2013 1. Program dan Kegiatan Pada Tahun Anggaran 2013, Dinas Peternakan dan Perikanan memberikan kontribusi bagi pencapaian

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL A. KONDISI UMUM Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial selama periode 2001-2004 memperlihatkan kondisi yang menggembirakan, terutama

Lebih terperinci

ANALISIS KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOGOR. Oleh: ESTRELLITA LINDIASARI A

ANALISIS KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOGOR. Oleh: ESTRELLITA LINDIASARI A ANALISIS KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOGOR Oleh: ESTRELLITA LINDIASARI A14304078 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil pendugaan selang prediksi dari data simulasi yang menyebar Gamma dengan D i = 1 dan tanpa peubah penyerta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil pendugaan selang prediksi dari data simulasi yang menyebar Gamma dengan D i = 1 dan tanpa peubah penyerta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Simulasi 4.1.1 Tanpa Peubah Penyerta Hasil simulasi untuk kasus data yang menyebar Gamma dan tanpa peubah penyerta diperoleh hasil nilai-nilai panjang selang prediksi (average

Lebih terperinci

Bismillaahirrohmanirrohiim Assalamu`alaikum WR.WB.

Bismillaahirrohmanirrohiim Assalamu`alaikum WR.WB. LAPORAN PANITIA KHUSUS DPRD KABUPATEN BOGOR PEMBAHAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH Bismillaahirrohmanirrohiim Assalamu`alaikum WR.WB. Disampaikan pada : RAPAT

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak 204.468 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak 134 Perusahaan Jumlah perusahaan

Lebih terperinci

KAJIAN PENDEKATAN REGRESI SINYAL P-SPLINE PADA MODEL KALIBRASI. Oleh : SITI NURBAITI G

KAJIAN PENDEKATAN REGRESI SINYAL P-SPLINE PADA MODEL KALIBRASI. Oleh : SITI NURBAITI G KAJIAN PENDEKATAN REGRESI SINYAL P-SPLINE PADA MODEL KALIBRASI Oleh : SITI NURBAITI G14102022 DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK SITI

Lebih terperinci

Leuwiliang Leuwisadeng 050 Ciampea 050 Ciampea 050 Ciampea 050 Tenjolaya 070 Ciomas 070 Ciomas

Leuwiliang Leuwisadeng 050 Ciampea 050 Ciampea 050 Ciampea 050 Tenjolaya 070 Ciomas 070 Ciomas LAMPIRAN 16 Lampiran 1 Daftar Kecamatan yang mengalami pemecahan dan perubahan wilayah Tahun 1996 Tahun 1999 Tahun 2003 Tahun 2006 Kode Kecamatan Kode Kecamatan Kod Kecamatan Kode Kecamatan e 020 Leuwiliang

Lebih terperinci

Dr. Alamsyah, M.Hum. Drs. Sugiyarto, M.Hum

Dr. Alamsyah, M.Hum. Drs. Sugiyarto, M.Hum POTRET DI JEPARA Dr. Alamsyah, M.Hum Drs. Sugiyarto, M.Hum Penerbit Madina dan Pemda Kabupaten Jepara. Desember 2012 i Permasalahan Sosial dan Strategi Penanganan Potret di Jepara Diterbitkan Desember

Lebih terperinci

SKPD : DINAS ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL

SKPD : DINAS ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL : DINAS ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL Kode Program/ Keluaran Hasil 2 URUSAN PILIHAN 2 03 BIDANG URUSAN ENERGI DAN SUMBER SUMBER DAYA MINERAL 2 03 01 Program Pelayanan - - 30,126,626,000 30,126,626,000

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN KECAMATAN CIBINONG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PERAN KECAMATAN CIBINONG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS PERAN KECAMATAN CIBINONG SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR Isnina Wahyuning Sapta Utami (isnina@ut.ac.id) Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka ABSTRACT The aims of this study

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838, 304 hektar, yang secara geografis terletak di antara 6 o 18 0-6 o 47 lintang selatan dan 6

Lebih terperinci

Menimbang : a. PERATURAN

Menimbang : a. PERATURAN BUPATI PAMEKASAN PERATURAN BUPATI PAMEKASAN NOMOR!$ITAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL BAGI PEITYAJTDAITG MASALAH IGSF^'AHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, Menimbang

Lebih terperinci

PENGGEROMBOLAN DUA TAHAP DESA-DESA DI JAWA TENGAH ALIFTA DIAH AYU RETNANI

PENGGEROMBOLAN DUA TAHAP DESA-DESA DI JAWA TENGAH ALIFTA DIAH AYU RETNANI PENGGEROMBOLAN DUA TAHAP DESA-DESA DI JAWA TENGAH ALIFTA DIAH AYU RETNANI DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 RINGKASAN ALIFTA DIAH AYU RETNANI.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Sebagai ibukota negara, Jakarta telah mengalami

I. PENDAHULUAN Sebagai ibukota negara, Jakarta telah mengalami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai ibukota negara, Jakarta telah mengalami pembangunan fisik dan ekonomi yang berjalan pesat, menjadi suatu kota metropolitan. Namun pada sisi lain, Jakarta juga terkena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PENYULUH KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PENYULUH KABUPATEN BOGOR 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PENYULUH KABUPATEN BOGOR 4.1. Keadaan Umum Tabloid Sinar Tani 4.1.1. Sejarah Tabloid Sinar Tani Tabloid Sinar Tani diterbitkan oleh PT. Duta Karya Swasta.

Lebih terperinci

Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2013 dan Prakiraan Maju 2014 Kabupaten Bogor

Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2013 dan Prakiraan Maju 2014 Kabupaten Bogor SKPD : Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2013 dan Prakiraan Maju 2014 Kabupaten Bogor Rencana Tahun 2013 Program /Kegiatan

Lebih terperinci

REKAPITULASI DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) PER PROVINSI TAHUN 2012 SUMBER DATA : DINAS SOSIAL PROVINSI

REKAPITULASI DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) PER PROVINSI TAHUN 2012 SUMBER DATA : DINAS SOSIAL PROVINSI REKAPITULASI DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) PER TAHUN 2012 SUMBER DATA : DINAS SOSIAL PUSAT DATA DAN INFORMASI KESEJAHTERAAN SOSIAL Jl. Salemba Raya No. 28 Jakarta Pusat, 10430, telp.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rancangan Awal Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Tahun I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rancangan Awal Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor Tahun I - 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I PENDAHULUAN... I1 1.1. Latar Belakang... I1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I5 1.3 Maksud dan Tujuan... I10 1.4. Sistematika Penulisan... I11 BAB II

Lebih terperinci

VI. KINERJA PEMBANGUNAN PERDESAAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2011

VI. KINERJA PEMBANGUNAN PERDESAAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2011 VI. KINERJA PEMBANGUNAN PERDESAAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2011 Hasil pengolahan Podes 2003, 2005, 2008 dan 2011 ditampilkan secara rinci dalam peta tematik klasifikasi, tipologi dan kategori desa pada Lampiran

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI APOKAD (Persea americana Mill.) DAN KONDISI BUDIDAYANYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: JAJA MUHAMMAD FAZRI A

IDENTIFIKASI APOKAD (Persea americana Mill.) DAN KONDISI BUDIDAYANYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: JAJA MUHAMMAD FAZRI A IDENTIFIKASI APOKAD (Persea americana Mill.) DAN KONDISI BUDIDAYANYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh: JAJA MUHAMMAD FAZRI A34303045 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis moneter yang berkepanjangan di negara kita telah banyak menyebabkan orang tua dan keluarga mengalami keterpurukan ekonomi akibat pemutusan hubungan kerja atau

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Bogor. tanah di wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur

KEADAAN UMUM LOKASI. Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Bogor. tanah di wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur 34 IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Geografis Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6 18"0" - 6 47"10" Lintang Selatan dan 106 23"45" - 107 13"30" Bujur Timur, yang berdekatan dengan Ibu kota

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk di kota besar di Indonesia saat ini cukup besar, sehingga terdapat berbagai masalah yang cukup besar pula. Di antaranya: masalah sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan

Lebih terperinci

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 101

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 101 TARGET SASARAN MISI Rehabilitasi Sosial % 2.7 2.7 2.88 3.08 3.18 3.18 3.18 3.18 Dinas Sosial Jumlah PMKS telah direhabilitasi dalam 1 tahun dibagi Jumlah PMKS direhabilitasi x % sasaran : penyandang cacat

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR

KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR KETERKAITAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PEMBANGUNAN BOGOR TIMUR KABUPATEN BOGOR Oleh : PUTRA FAJAR PRATAMA A14304081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

Gambar. 4 Peta Lokasi Kabupaten Bogor

Gambar. 4 Peta Lokasi Kabupaten Bogor IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administratif 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta yang

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2013 dan Prakiraan Maju Tahun 2014 Kabupaten Bogor. 1 Urusan Wajib 20,483,005,000 21,025,992,000

Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2013 dan Prakiraan Maju Tahun 2014 Kabupaten Bogor. 1 Urusan Wajib 20,483,005,000 21,025,992,000 Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2013 dan Prakiraan Maju Tahun Kabupaten Bogor SKPD : DINAS SOSIAL, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Kode Program /Kegiatan 1 Urusan Wajib 20,483,005,000 21,025,992,000

Lebih terperinci

KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA 2008 BOGOR REGENCY IN FIGURES 2008

KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA 2008 BOGOR REGENCY IN FIGURES 2008 Katalog BPS 1403.3201 KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA 2008 BOGOR REGENCY IN FIGURES 2008 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOGOR KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA TAHUN 2008 ISSN : 0215-417X Publikasi / Publication

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman. Dari ujung barat hingga ujung timur masing-masing memiliki keunikan tersendiri dan tidak sama

Lebih terperinci

Rumusan Kebutuhan Program dan Kegiatan Tahun Indikator Rencana Tahun 2013

Rumusan Kebutuhan Program dan Kegiatan Tahun Indikator Rencana Tahun 2013 Rumusan Kebutuhan Program dan Kegiatan Tahun 2013 SKPD : DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN Indikator Rencana Tahun 2013 URUSAN WAJIB BIDANG URUSAN KETAHANAN PANGAN 01 Program Pelayanan Administrasi 1,471,222,000

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI

PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI PENGKAJIAN KEAKURATAN TWOSTEP CLUSTER DALAM MENENTUKAN BANYAKNYA GEROMBOL POPULASI KUDSIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN

PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN SALINAN BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEJAHTERAAN SOSIAL KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang

Lebih terperinci

PERUBAHAN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR

PERUBAHAN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR PERUBAHAN PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI... 3 BAB I PENDAHULUAN...... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Landasan Hukum... I-5 1.3 Maksud dan Tujuan... I-9 1.4.

Lebih terperinci

TABEL 5.2 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2014 TAHUN 2014

TABEL 5.2 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2014 TAHUN 2014 : DINAS PENDIDIKAN Kode Program/ TABEL 5.2 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH TAHUN 2014 TAHUN 2014 Keluaran Hasil 1 URUSAN WAJIB 1 01 BIDANG URUSAN PENDIDIKAN 1 01 01 Program Pelayanan Peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENANGANAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL KABUPATEN BERAU DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 1.4. Kondisi Fisik Wilayah dan Administratif Pemerintahan Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

PENDEKATAN SPASIAL UNTUK SINKRONISASI DATA ADMINISTRASI WILAYAH SPATIAL APPROACH FOR SYNCHRONIZING REGIONAL ADMINISTRATIVE DATA

PENDEKATAN SPASIAL UNTUK SINKRONISASI DATA ADMINISTRASI WILAYAH SPATIAL APPROACH FOR SYNCHRONIZING REGIONAL ADMINISTRATIVE DATA PENDEKATAN SPASIAL UNTUK SINKRONISASI DATA ADMINISTRASI WILAYAH SPATIAL APPROACH FOR SYNCHRONIZING REGIONAL ADMINISTRATIVE DATA Hilda Lestiana 1 dan Sukristiyanti 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Email:

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DATA UMUM KONDISI GEOGRAFIS, PEMERINTAHAN DAN DEMOGRAFIS SERTA INDIKATOR KINERJA MAKRO

DAFTAR ISI DATA UMUM KONDISI GEOGRAFIS, PEMERINTAHAN DAN DEMOGRAFIS SERTA INDIKATOR KINERJA MAKRO DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... ii i BAGIAN I 1. Kondisi Geografis DATA UMUM KONDISI GEOGRAFIS, PEMERINTAHAN DAN DEMOGRAFIS SERTA INDIKATOR KINERJA MAKRO 2. Pemerintahan Tabel 1 Jumlah dan Luas

Lebih terperinci

Prakiraan Maju Rencana Tahun 2014 Urusan/Bidang Urusan Pemerintahan Daerah dan Kode. Kebutuhan Dana/ Kebutuhan Dana/ Program/Kegiatan.

Prakiraan Maju Rencana Tahun 2014 Urusan/Bidang Urusan Pemerintahan Daerah dan Kode. Kebutuhan Dana/ Kebutuhan Dana/ Program/Kegiatan. PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013 SKPD : BADAN LINGKUNGAN HIDUP Kode URUSAN WAJIB BIDANG URUSAN LINGKUNGAN HIDUP 01 Program Pelayanan Administrasi 1,264,847,100 - - 1,264,847,100 1,264,847,100

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH DRAFT AWAL RANCANGAN RENCANA STRATEGIS BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH DRAFT AWAL RANCANGAN RENCANA STRATEGIS BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH DRAFT AWAL RANCANGAN RENCANA STRATEGIS BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR... i DAFTAR

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM. Dinas Sosial 1.

LAMPIRAN III PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM. Dinas Sosial 1. 57 Dinas Sosial 1. KEPALA DINAS LAMPIRAN III PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM Kepala Dinas Sosial Kabupaten Karangasem mempunyai tugas

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN

LAPORAN KEGIATAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN LAPORAN KEGIATAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN BULAN OKTOBER DESEMBER 2009 DAN BULAN JANUARI 2010 DISUSUN OLEH: Rully Abdul Aziz TKSK PACET TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN (TKSK) KECAMATAN

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP GELANDANGAN, PENGEMIS, FAKIR, MISKIN DAN ANAK TERLANTAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI

PERLINDUNGAN TERHADAP GELANDANGAN, PENGEMIS, FAKIR, MISKIN DAN ANAK TERLANTAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI PERLINDUNGAN TERHADAP GELANDANGAN, PENGEMIS, FAKIR, MISKIN DAN ANAK TERLANTAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI OLEH MUHAMMAD ZAMROJI NIM. 3222113026 JURUSAN HUKUM KELUARGA FAKULTAS

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL - 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

PENERAPAN DAN PERBANDINGAN CARA PENGUKURAN RESPON PADA ANALISIS KONJOIN

PENERAPAN DAN PERBANDINGAN CARA PENGUKURAN RESPON PADA ANALISIS KONJOIN PENERAPAN DAN PERBANDINGAN CARA PENGUKURAN RESPON PADA ANALISIS KONJOIN (Studi Kasus: Preferensi Mahasiswa Statistika IPB Angkatan 44, 45, dan 46 terhadap Minat Bidang Kerja) DONNY ARIEF SETIAWAN SITEPU

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KOTA BATU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasosialan,

Lebih terperinci

Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan

Rencana Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan LAMPIRAN XXIII PERATURAN BUPATI BOGOR NOMOR : 43 TAHUN 2014 TANGGAL : 22 DESEMBER 2014 RENCANA STRATEGIS DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BOGOR TAHUN 2013-2018 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...1 DAFTAR ISI...3 PENDAHULUAN...I Latar Belakang Landasan Hukum...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR...1 DAFTAR ISI...3 PENDAHULUAN...I Latar Belakang Landasan Hukum... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...1 DAFTAR ISI...3 BAB I PENDAHULUAN......I-1 1.1. Latar Belakang...... I-1 1.2. Landasan Hukum...... I-5 1.3 Maksud dan Tujuan...... I-9 1.4. Sistematika Penulisan...... I-9

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016 BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang paling hangat dibicarakan secara global belakangan ini. Meningkatnya gas rumah kaca di atmosfer adalah pertanda iklim

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Wilayah Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi besar dalam sektor pertanian. Berdasarkan data

Lebih terperinci

SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN

SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN : DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN Kode Program/ Keluaran Hasil 1 URUSAN WAJIB 1 BIDANG URUSAN KETAHANAN 1,000,000,000 13,943,550,000 20,318,465,000 35,262,015,000 38,788,216,500 PANGAN 1 01 Program Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembangunan bidang Kesejahteraan Sosial dilaksanakan sebagai wujud dan amanah pengamalan UUD 1945 yang dilaksanakan bersama-sama masyarakat, dunia usaha, pemerintah

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR SKRIPSI INTAN AISYAH NASUTION H34066065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tengah masyarakat, khususnya di negara negara berkembang. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tengah masyarakat, khususnya di negara negara berkembang. Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengah tengah masyarakat, khususnya di negara negara berkembang. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR

PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR PERUBAHAN PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi kepada hasil, kami yang bertanda

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah investasi dan harapan masa depan bangsa serta sebagai penerus generasi di masa mendatang. Dalam siklus kehidupan, masa anakanak merupakan fase dimana

Lebih terperinci

Oleh: ZAINUL AZMI A

Oleh: ZAINUL AZMI A FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI MENGIKUTI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN CURAHAN KERJA (Studi Kasus Desa Babakan, Kecamatan Tenjo,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK

BAB III GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK 16 BAB III GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK 3.1 GAMBARAN UMUM DAN KEPENDUDUKAN 3.1. 1. Situasi Keadaan Umum Kabupaten Bogor termasuk dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BIDANG SOSIAL BUDAYA. Oleh: Dr. Dra. Luluk Fauziah, M.Si Disampaikan saat pembekalan KKN Mahasiswa UMSIDA 9 Juli 2017

BIDANG SOSIAL BUDAYA. Oleh: Dr. Dra. Luluk Fauziah, M.Si Disampaikan saat pembekalan KKN Mahasiswa UMSIDA 9 Juli 2017 BIDANG SOSIAL BUDAYA Oleh: Dr. Dra. Luluk Fauziah, M.Si Disampaikan saat pembekalan KKN Mahasiswa UMSIDA 9 Juli 2017 Meliputi : Pemberdayaan Panti Pendampingan Anak Jalanan Aparatur PemerintahDesa Pembinaan

Lebih terperinci

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK (Kasus: Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) OLEH: CORRY WASTU LINGGA PUTRA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 23 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 23 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 23 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS SOSIAL PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOGOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

KATALOG BPS 1403.3201 KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA 2010 BOGOR REGENCY IN FIGURES 2010 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BOGOR KABUPATEN BOGOR DALAM ANGKA TAHUN 2010 ISSN : 0215-417X Publikasi / Publication

Lebih terperinci