BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem yang disebut dengan Sistem Kesehatan. Pada intinya sistem kesehatan merupakan seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan, mengembalikan dan memelihara kesehatan. Sistem kesehatan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sistem kesehatan tidak hanya mencakup health care atau pelayanan kesehatan, tetapi meliputi pengembangan pembiayaan dan mekasnisme risk pooling sehingga dapat melindungi masyarakat dari beban keuangan dan beban ekonomi karena penyakit. Dimensi lain menyangkut peningkatan kepuasan konsumen dan memberikan informasi dan pilihan, juga merupakan bagian penting dari sistem kesehatan. Sistem kesehatan juga harus mampu memberikan manfaat kepada masyarakat dengan disitribusi yang adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada tingkat manfaat yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu didistribusikan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, sistem kesehatan melakukan setidaknya empat fungsi yang meliputi pembiayaan, pemberian pelayanan, produksi sumber daya dan pembimbingan. Dengan melihat fungsi-fungsi tersebut, maka sistem kesehatan dapat dilihat sebagai sistem produksi. Untuk memproduksi barang dan jasanya, sistem kesehatan harus memobilisasi sumber daya, kemudian menyalurkan sumber daya tersebut ke lembaga menghasilkan produk dan jasa atau individual yang membelinya. Banyak faktor yang menentukan kecukupan, efisiensi dan kualitas dari barang dan jasa sistem kesehatan. Salah satunya berkaitan dengan mobilisasi sumber pendanaan, bagaimana sumber daya ini diorganisasikan serta bagiamana sumber daya digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. National Health 1

2 Account merupakan alat yang sangat membantu untuk mengelola organisasi, fungsi, dan dampak dari pembiyaaan sistem kesehatan tersebut. Dalam perspektif lain, NHA juga akan menyediakan informasi tentang: a) Financing sources, sumber pembiayaan termasuk pemerintah dan non pemerintah; b) Financing agent, institusi yang mengelola dana kesehatan termasuk berbagai lembaga pemerintah, swasta, asuransi, LSM, rumah tangga; c) Providers: lembaga yang menerima dana untuk menyediakan dan menyelenggarakan program dan pelayanan kesehatan, termasuk milik pemerintah, swasta, LSM serta rumah tangga (dalam kasus self treatment ); d) Functions, yaitu jenis program atau intervensi atau kegiatan yang merupakan peruntukan penggunaan biaya kesehatan; e) Cost of factors of production: rincian biaya kesehatan menurut mata anggaran; dan f) Beneficiaries, yaitu klasifikasi penggunaan dana kesehatan menurut batasan geografis, administratif, demografis, strata ekonomi dan katagori masalah kesehatan (penyakit). Selanjutnya, NHA juga merupakan instrumen untuk memonitor dan mengevaluasi efektifitas, efisiensi, fairness (keadilan): Apakah biaya yang tersedia cukup? Apakah secara ekonomis, alokatif dan teknis efisien? Apakah alokasi dan penggunaannya fair (pro poor)? Apakah penggunaannya efektif seperti ditunjukkan oleh indicator kinerja output dan outcome? NHA merupakan intrument penting untuk mewujudkan stewardship sistem kesehatan, yaitu menjamin akuntabilitas dalam kegiatan pembangunan kesehatan yang responsive terhadap kebutuhan kesehatan penduduk. Dari uraian diatas jelas bahwa NHA sangat diperlukan untuk perumusan kebijakan kesehatan, khususnya pembiayaan kesehatan. Juga sangat diperlukan dalam perencanaan dan penganggaran kesehatan, baik di pusat maupun di daerah, terlebih-lebih dengan adanya kebijakan nasional untuk menerapkan anggaran berbasis kinerja di semua lini pembangunan kesehatan. NHA sudah mulai dilaksanakan secara terencana di Indonesia sejak akhir 1980-an yaitu melalui proyek HSF (Health Sector Financing) yang dibiayai oleh USAID. Kegiatan tersebut terfokus pada analisis pembiayaan yang bersumber dari: Pemerintah pusat dan daerah, Asuransi, Rumah tangga, dan Perusahaan. 2

3 Beberapa hambatan dialami dalam kegiatan, terutama dalam melakukan survey biaya kesehatan di daerah dan perusahaan swasta (non-respons). Kegiatan ini juga tidak berkelanjutan karena terhenti setelah proyek HSF berakhir (project based activity). Institusionalisasi kegiatan ini tidak dilakukan secara sungguhsungguh. Semula ada di Biro Perencanaan sebagai bagian dari proyek manajemen HSF, kemudian 2 tahun terakhir dipindahkan ke Badan Litbangkes. Dalam proyek Health Sector Work (HSW)-pinjaman Bank Dunia, dilakukan kegiatan PERT (Public Expenditure Review and Tracking), semacam NHA parsial, yang dikontrakan kepada sebuah perusahaan konsultan. Pelaksanannya tidak memuaskan karena kurangnya expert yng terlibat dan tidak ada pengarahan serta kerja sama dengan instansi-instansi sumber data, apalagi instansi penentu kebijakan kesehatan dan pembiayaan kesehatan. PERT dilakukan terbatas di provinsi proyek HSW dan hasilnya tidak jelas sampai sekarang. Dalam poyek USAID/MSH (Management Science for Health) untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam konteks desentralisasi, dilakukan pengembangan DHA (Distric Health Account). Kegiatan ini menghasilkan instrumen untuk DHA dan pertama kali diaplikasikan di Kabupaten Cianjur dan Cirebon. Beberapa kabupaten lain sudah mendapat pelatihan (Jawa Barat melalui Provincial Health Project II (PHP-II) bantuan WB) dan beberapa kabupaten wilayah proyek DHS-1 bantuan ADB. Kegiatan ini juga bersifat parsial dan uji coba, dan tidak berkaitan dengan kegiatan pengembangan NHA. Upaya untuk melembagakan DHA terbatas pada pelatihan beberapa kabupaten. Sejak awal 2000-an WHO memberikan dukungan kepada Departemen Kesehatan (Biro Keuangan) untuk melakukan NHA. Kegiatan tersebut ternyata sangat eksklusif, dilakukan secara nyaris individual (unit-unit lain di Depkes tidak terlibat bahkan tidak mengetahui). Dalam pertemuan regional, Indonesia mendapat penilaian negatif karena tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain yang didukung WHO/SEARO. Kelemahan pelaksanaan tersebut adalah tidak adanya pelibatan unit dan instansi lain yang relevan dan tidak jelas lingkage kegiatan tersebut dengan pengambil kebijakan. Sampai sekarang upaya tersebut belum menghasilkan NHA yang bermakna. 3

4 Dengan mempelajari pengalaman atau sejarah singkat diatas maka bisa dipahami bila ternyata NHA merupakan instrumen penting dalam meningkatkan kinerja pembangunan kesehatan, dalam konteks sekarang berarti juga penting untuk memacu pencapaian RPJPM bidang kesehatan, Renstra Depkes dan target-target MDG. Selain itu, NHA di Indonesia ternyata belum bisa berkembang karena tidak dilakukan proses pelembagaan NHA sehingga NHA mampu menghasilkan data/informasi yang valid dan timely, serta menjadi kegiatan berkesinambungan. Oleh karena itu diperlukan suatu proses pelembagaan (institutionalisasi NHA) secara sistematis dan melibatkan semua institusi yang relevan. Kajian ini terkait dengan salah satu tugas dan fungsi Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat yaitu melakukan perencanaan khususnya dalam hal kebijakan yang bersifat nasional. National Health Accounts (NHA) sendiri telah teruji dan digunakan di banyak negara sebagai alat untuk merangkum, menjelaskan, dan menganalisa pembiyaan suatu sistem kesehatan nasional. Sehingga diharapkan hasil kajian ini merupakan langkah dasar menuju penggunaan pembiayaan yang lebih baik dalam rangka peningkatan kinerja sistem kesehatan. B. PERUMUSAN MASALAH Permasalahan yang dihadapi dalam penerapan NHA adalah : 1. Data NHA yang tersedia tidak sebanding (komparabel) dengan data internasional, sehingga sulit sebagai perbandingan. 2. Data NHA yang tersedia masih terfragmentasi pada masing-masing institusi sehingga NHA Indonesia belum mampu menghasilkan data/informasi yang lengkap dan komprehensif. 3. NHA di Indonesia tidak berkembang karena tidak dilakukan proses pelembagaan NHA sehingga NHA mampu menghasilkan data/informasi yang valid dan timely, serta menjadi kegiatan berkesinambungan. Pelembagaan (institusionalisasi NHA) perlu dilakukan secara sistematis, melibatkan semua institusi yang relevan. 4

5 4. Belum tersedianya data NHA detil tahun 2002 dan NHA Global tahun C. TUJUAN Tujuan dilakukan kajian ini adalah 1) dihasilkannya formulasi konsep serta langkah-langkah untuk melembagakan NHA di Indonesia, dan 2) dihasilkannya data NHA detil Tahun 2002 dan NHA Global tahun Langkah-langkah untuk melembagakan NHA meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Focal point lembaga yang melakukan NHA (dimana lembaga/unit pelaksana tersebut berada, apakah di lembaga pemerintah, perguruan tinggi, LSM, ataupun di swasta) 2. Tugas pokok dan fungsi lembaga 3. Organisasi lembaga tersebut 4. Kualifikasi tenaga teknis yang diperlukan 5. Legitimasi status kelembagaan (SK atau peraturan) 6. Jaringan kerja sama formal (misalnya dengan unit-unit tertentu di Departemen Kesehatan, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Depnaker, BPS, Bappenas, BKKBN, Perusahaan Asuransi, Perguruan Tinggi, Asosiasi Pengusaha, GP Farmasi, Asosiasi RS, Donor) 7. Perkiraan anggaran untuk start up (intervensi awal) 8. Perkiraan anggaran rutin (manajerial) 9. Perkiraan anggaran rutin kegiatan pokok (NHA) 10. Sumber-sumber anggaran yang potensial D. MANFAAT YANG DIHARAPKAN Keluaran (output) kajian pengembangan National Health Account ini antara lain: 1. Perumusan konsep dan pencapaian kesepakatan untuk pelembagaan NHA. 2. Rekomendasi untuk legitimasi pelembagaan NHA. 3. Rekomendasi untuk pembentukan/pendirian lembaga NHA. 5

6 4. Disepakatinya data NHA detil tahun 2002 dan NHA Global tahun E. SISTEMATIKA LAPORAN KAJIAN Laporan kajian Pengembangan National Health Account akan dilaporkan dengan sistematika sebagai berikut : Untuk bab pertama pendahuluan, terdiri dari : a) latar belakang, b) perumusan masalah, c) tujuan, d) manfaat yang diharapkan, dan e) sistematika laporan kajian. Pada bab kedua akan dibahas mengenai metodologi penelitian/kajian yang meliputi: konsep dan legitimasi kelembagaan NHA, ruang lingkup, dan pengumpulan data dan analisis data. Selanjutnya pada bab ketiga dibahas mengenai National Health Account (NHA) secara umum dibahas mengenai ringkasan konsep dan prinsip NHA, pelaksanaan NHA di negara Lain, NHA dan pembiayaan kesehatan di Indonesia, dan prospek dan kebijakan ke depan. Sedangkan pada bab keempat akan diulas secara lengkap hasil kunjungan ke daerah berkaitan dengan pengembangan NHA/PHA/DHA pada Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, dan Rumah Sakit Umum Daerah. Untuk konsep pelembagaan NHA itu sendiri akan dibahas pada bab kelima. Pada bab ini akan diulas mengenai isu strategis pelembagaan NHA, pengertian pelembagaan, model kelembagaan, dan proses pelembagaan (road map). Pembahasan kajian ini ditutup dengan beberapa kesimpulan dan rekomendasi dalam rangka pengembangan National Health Account selanjutnya. Sebagai bagian tak terpisahkan dari kajian ini dilampirkan sebuah laporan National Health Account (NHA) Indonesia Tahun 2002, 2003, 2004 yang terdiri dari laporan NHA detil Tahun 2002 dan laporan NHA global/ nasional Tahun Laporan NHA ini dilakukan atas kerjasama Bappenas dengan Departemen Kesehatan dengan bantuan tim dari perguruan tinggi (UI) untuk analisis dan perhitungan data health account Tahun 2002, 2003, dan Dengan 6

7 demikian kajian pengembangan NHA ini diharapkan memberikan informasi yang lebih komprehensif baik dari sisi konsep pelembagaan NHA maupun penyediaan data NHA baik secara detil maupun global yang memenuhi standar internasional. 7

8 BAB II METODOLOGI A. Konsep dan Legitimasi Kelembagaan NHA 1. Konsep Konsep dan pelembagaan NHA antara lain berisikan tentang : a. Ringkasan konsep dan prinsip NHA b. Metodologi NHA dan rumusan fungsi-fungsi dalam kegiatan NHA meliputi : 1) pengumpulan data; 2) analisis data; 3) perumusan saran kebijakan; dan 4) manajemen NHA c. Instansi yang berkaitan dengan NHA baik sebagai sumber data, analisis data, dan pengguna (users) hasil NHA d. Gambaran jaringan kerja yang diperlukan e. Assesment focal point yang tepat untuk melakukan NHA secara valid dan berkesinambungan dan terbuka (tidak eksklusif): - biasa menugaskan lembaga/unit/pusat yang sudah ada untuk melakukan NHA - bisa pula membentuk unit/lembaga baru f. Tugas pokok dan fungsi lembaga (focal point) tersebut g. Bentuk legitimasi yang diperlukan (dasar hukum) h. Hal-hal yang dianggap perlu Hal-hal tersebut diatas dihasilkan melalui literatur, laporan penelitian, serta rapat konsultasi dengan beberapa stakeholder kunci seperti Depkes, Bappenas, Depkeu, Depdagri, BPS, Depnaker, PT Askes, PT Jamsostek, dan Perguruan Tinggi Konsep tersebut dibahas bersama antara stakeholder yang relevan. Stakeholders yang perlu terlibat adalah sebagai berikut: 8

9 a. Departemen Kesehatan (Biro Keuangan, Biro Perencanaan, Pusdatin, Badan Litbangkes, Pusat Pembiayaan dan Jaminan Keseshatan, dan unit lainnya yang terkait) b. Departemen Keuangan c. Departemen Dalam Negeri d. Departemen Tenaga Kerja e. Kementerian BUMN f. BPS g. Bappenas h. PT Askes i. PT Jamsostek j. Kadin k. Perguruan Tinggi 2. Legitimasi kelembagaan Setelah ada kesepakatan stakeholder diatas, selanjutnya dilakukan kerja sama dengan unit-unit yang berwenang dan faham akan proses dan isi dasar hukum yang diperlukan agar tugas pokok dan fungsi pelaksana NHA tersebut dapat terlaksana dengan baik. Hasilnya adalah sebuah draft dasar hukum (peraturan atau keputusan) dari lembaga negara sesuai dengan kesepakatan stakeholder. Dengan adanya dasar hukum tentang pembentukan, tugas pokok dan fungsi lembaga pelaksana NHA tersebut, maka langkah selanjutnya adalah membentuk lembaga tersebut, yang meliputi: a. Organisasi b. Ketenagaan c. Sarana d. Perumusan rinci kegiatan manajemen dan kegiatan NHA 9

10 B. Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan institusionalisasi NHA terdiri dari empat tahap, yaitu : (1) Perumusan konsep dan pencapaian kesepakatan kelembagaan NHA, (2) Rekomendasi legitimasi pelembagaan NHA, (3) Rekomendasi pembentukan/pendirian lembaga NHA dan (4) Kegiatan NHA yaitu analisis Hasil NHA Tahun , terdiri dari : a. Analisis Detil Tahun 2002 b. Analisis NHA Global/ Nasional Tahun C. Pengumpulan Data dan Analisis Data Pengumpulan data dilakukan melalui : studi literatur, pengumpulan data primer dan sekunder, diskusi, seminar, workshop, dan kunjungan lapangan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam di tingkat pusat dan daerah. Pada tingkat pusat dilakukan wawancara mendalam terhadap narasumber dari instansi Departemen Kesehatan, Bappenas, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, BPS, Departemen Tenaga Kerja, PT Askes, PT Jamsostek, dan Perguruan Tinggi. Sedangkan untuk tingkat daerah dilakukan wawancara mendalam terhadap narasumber yang berasal dari : - Tingkat provinsi : Bappeda, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit dan Biro Keuangan Sekda - Tingkat Kabupaten/Kota : Bappeda, Dinas Kesehatan, dan Biro Keuangan Sekda Daerah yang dikunjungi adalah : 1. Bangka Belitung 2. DI Yogyakarta 3. Sulawesi Selatan 4. Kalimantan Timur 5. Maluku Utara 10

11 6. Bali 7. Nusa Tenggara Barat Dasar pemilihan daerah sampel adalah : 1) daerah tersebar dari barat sampai timur Indonesia; 2) daerah tersebut telah pernah mendapat pemaparan tentang NHA/PHA/DHA; 3) daerah juga mewakili daerah yang telah menjalankan DHA dan belum menjalankan DHA. Pengelolaan data untuk data daerah dilakukan melalui editing, coding, entry data, dan cleaning. a. Editing, diperlukan agar kualitas data dapat terjamin, untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan editing data yaitu : - Apakah data sudah lengkap? - Apakah data sudah cukup jelas tulisannya untuk dapat dibaca? - Apakah semua catatan dapat dipahami? - Apakah semua data sudah cukup konsisten? - Apakah data sudah cukup uniform? - Apakah ada respons yang tidak sesuai? Dalam melakukan editing, dicek pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya tidak cocok, hal ini perlu diklarifikasi dengan tim pengumpul data, apakah data ini harus dikumpulkan ulang atau cukup diklarifikasi didalam tim saja. b. Coding, untuk memudahkan analisa data yang sudah dilakukan editing, maka data tersebut diberi kode. Pemberian kode dapat dilakukan dengan melihat jenis pertanyaan, apakah jawaban tersebut berupa, angka, jawaban dari pertanyaan tertutup, jawaban dari pertanyaan terbuka, jawaban dari pertanyaan semi terbuka, atau jawaban kombinasi. Jika data semua sudah diberi kode, berarti data siap untuk dientry. c. Entry data, jika semua data sudah diberi kode, berarti data siap untuk dientri kedalam komputer. Selanjutnya dilakukan entry data dangan bantuan fasilitas softwre statistik. 11

12 d. Cleaning data, sebelum dilakukan analisis dilakukan pengecekan data untuk melihat apakah nilai-nilainya sudah sesuai seperti yang diinginkan. Setelah selesai membersihkan data, berarti data siap untuk dilakukan analisis. 12

13 BAB III NHA (NATIONAL HEALTH ACCOUNT) A. Ringkasan Konsep dan Prinsip NHA Secara umum Health Account adalah proses pencatatan, analisis dan pelaporan belanja kesehatan. Health Account bisa dilakukan dalam skala nasional (NHA = National Health Account), dapat pula dilakukan di tingkat Provinsi (PHA = Provincial Health Account) dan ditingkat Kabupaten/Kota (DHA = District Health Account). NHA yang terbatas pada sumber pembiayaan Pemerintah kadangkadang juga disebut Public Expenditure Review (PER). Menurut Charu C. Garg (2007) 1 NHA adalah suatu kerangka akuntansi yang menggambarkan seluruh pengeluaran untuk kesehatan (termasuk dari pemerintah /publik, swasta dan donor) di suatu negara selama satu tahun. Perhitungan NHA menggunakan konsep yang standar dalam mendefinisikan batasan pengeluaran kesehatan dan mengikuti klasifikasi perhitungan kesehatan secara internasional (ICHA : International classifications for health accounts) untuk klasifikasi transaksi dengan karakteristik yang sama. Dalam ICHA ada empat dimensi NHA yang penting yaitu : - Financing sources, sumber pembiayaan termasuk pemerintah dan non pemerintah; - Financing agent, institusi yang mengelola dana kesehatan termasuk berbagai lembaga pemerintah, swasta, asuransi, LSM, rumah tangga; - Providers: lembaga yang menerima dana untuk menyediakan dan menyelenggarakan program dan pelayanan kesehatan, termasuk milik pemerintah, swasta, LSM serta rumah tangga - Functions, yaitu jenis program atau intervensi atau kegiatan yang merupakan peruntukan penggunaan biaya kesehatan 1 Charu C. Garg, health economist, Department of Health System Financing, WHO, Indonesia NHA Workshop 3-5 Sept

14 Menurut WHO (1988), sumber pembiayaan kesehatan antara lain berasal dari pajak (APBN/APBD), pendanaan masyarakat seperti dana sehat, jaminan kesehatan baik dari pemerintah maupun swasta, asuransi komersial, LSM, dan bantuan luar negeri. Alur pembiayaan dalam NHA dapat ditelusuri melalui empat pertanyaan pokok yaitu : - Siapa yang membiayai pelayanan kesehatan? - Berapa besar biaya yang mereka keluarkan untuk pelayanan kesehatan tersebut? - Kemana dana kesehatan itu disalurkan? - Siapa yang memperoleh keuntungan dari pengeluaran kesehatan ini? Alur pembiayaan dalam NHA secara garis besar terdiri dari 3 bagian yang pokok yaitu sumber pembiayaan, intermediasi pembiayaan dan provider, hubungan ketiga bagian tersebut diperlihatkan dalam gambar 3.1. SUMBER INTERMEDIASI PEMBIAYAAN PROVIDER Depkes Depkes PT, sekolah (Diknas) Fasilitas kesehatan, Depkes BUMN Asuransi/ Askes Fasilitas kesehatan PT/sekolah, Diknas Swasta Organisasi publik ( kementrian,tni, BUMN) Asuransi/sawsta Perusahaan swasta Fasilitas kesehatan ( kementrian,tni, BUMN) Fasilitas kesehatan swasta Donor donor Farmasi Rumah tangga Rumahtangga Fasilitas kesehatan (Donor/ LSM) LSM/yayasan sosial Gambar 3.1 Alur Pembiayaan dalam NHA 14

15 Dalam perhitungan NHA seringkali dihadapkan dengan kesulitan data dengan berbagai alasan, untuk itu perlu interpretasi data. Data NHA dapat diinterpretasikan dengan menggunakan berbagai type data lain yaitu : - Indikator sosial ekonomi - Data ouput pelayanan kesehatan - Data outcome kesehatan - Data demografi lainnya Pada prinsipnya NHA yang dihasilkan melalui suatu proses yaitu meliputi pengumpulan data, organisasi data, analisis hasil untuk kebijakan bidang kesehatan, dan medesiminasikan informasi NHA kepada seluruh stakeholder. Alur proses data NHA secara garis besar diperlihatkan pada gambar 3.2. File Excel dari berbagai sumber Olah data dari NHA sistem : - Tabel - Grafik - Laporan - File excel Publik Grafik Private Pusat Database Tabel Dapat di update seperti sumber data, providers, dll Laporan Gambar 3.2. Alur proses data NHA B. Pelaksanaan NHA di negara lain NHA adalah sebagai alat yang penting untuk menggambarkan bagaimana suatu negara dalam pengeluaran sumber kesehatan, pelayanan kesehatan apa saja 15

16 yang diberikan, jenis pelayan kesehatan yang diberikan oleh institusi kesehatan baik dari pemerintah maupun swasta, dan berapa besar biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh penduduk maupun pemerintah. Beberapa negara tetangga kita sudah menerapkan atau merintis penggunaan NHA sejak lama, seperti di Thailand telah menghasilkan pendapatan nasional dan perhitungan belanja nasional sejak tahun 1960 yang berdasarkan United Nation System of Nationa Account (UN-SNA). Sedangkan penerapan NHA dengan metoda OECD system baru dimulai tahun Sedangkan di Jepang mulai melakukan estimasi NHA tahun fiskal 1998 pada tahun 2000 dan mulai dipresentasikan pada tahun 2001 untuk estimasi NHA tahun fiskal Secara garis besar posisi NHA Indonesia dibandingkan negara lainnya yaitu sudah masuk pada grup II yaitu baru menghasilkan 1 studi NHA atau masih dalam pengembangan, secara lengkap posisi NHA dibandingkan dengan negara lain dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1. Posisi NHA Indonesia Group IV Group III Group II Group I (76 negara) (35 negara ) (29 negara) (53 negara) WHO 6 tahun data/ 3 3 tahun data/ 2 1 studi NHA / Tidak ada Regions tahun studi NHA tahun studi NHA pengembangan estimasi NHA SEAR Bangladesh, Sri Myanmar, India, Nepal, Bhutan, Korea, Lanka, Thailand Indonesia, Timor Leste Maldives WPR Australia, China, Mongolia, New Tonga, Brunei Japan, Malaysia, Zealand, Papua Micronesia, Darussalam, Philippines, New Guinea Tuvalu, Vanuatu, Cambodia, Cook Korea, Vietnam, Fiji Islands, Kiribati, Samoa Lao PDR, Singapore Sumber : WHO 16

17 Hasil dari NHA untuk 6 (enam) negara di Asia pada tahun 2003 berupa pengeluaran dan outcome untuk kesehatan diperlihatkan pada tabel 3.2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Indonesia untuk pengeluaran dan outcome bidang kesehatan masih tertinggal dari negara lainnya walaupun masih sedikit lebih baik dibandingkan dengan negara India. Bila dilihat dari total pengeluaran untuk kesehatan terhadap GDP ternyata Indonesia merupakan negara terendah nilainya dibandingkan 5 negara asia lainnya (lihat tabel 3.2) dengan demikian kebijakan yang harus diambil adalah diperlukan peningkatan alokasi untuk bidang kesehatan. Tabel 3.2 Perbandingan Pengeluaran dan Outcome Kesehatan Tahun 2003 India Indonesia Sri Lanka Thailand Malaysia Philippines GDP per kapita dlm US$ (2002) 2, , , , , ,170.0 Total pengeluaran utk kesehatan/kapita US$ (2003) Total pengeluaran utk kesehatan (TPK) % GDP ( Pengeluaran Pemerintah utk Kes. % TPK (2003) Pengeluaran Rumahtangga utk Kes. % TPK (2003) Sumber Luar lainnya % TPK (2003) Umur Harapan Hidup (2004) Prevalensi HIV pada Orang Dewasa < <0.1 Angka Kematian Balita per 1000 (2004) Indeks Pembangunan Manusia (ranking) (2002) Sumber : WHO 6 Total Health Expenditure as % of GDP, 2003 Gambar 3.3 Total Pengeluaran Kesehatan (TPK) % GDP, 2003 T P K / / G D P THE/GDP India Indonesia Sri Lanka Thailand Malaysia Philippines Sumber : WHO 17

18 C. NHA dan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia Data dan analisis tentang situasi pembiayaan kesehatan di Indonesia mengungkapkan beberapa masalah pembiayaan yang sangat mempengaruhi kinerja pembangunan/program kesehatan. Pertama, belanja kesehatan nasional relatif rendah, terutama belanja pemerintah untuk kesehatan lebih rendah dari pada jumlah normatif seperti disarankan oleh lembaga-lembaga internasional. Pada tahun 2002 diperkirakan anggaran kesehatan pemerintah untuk kesehatan adalah US$ 1.7/kapita 2. Berangsur-angsur terjadi kenaikan belanja kesehatan pemerintah sehingga pada tahun 2006 mencapai US$ 6.92/kapita 3. Jumlah ini jauh dari perkiraan normatif yang disampaikan oleh Bank Dunia, yaitu sebesar US$ 12/kapita, yang terdiri dari US$ 7.5/kapita untuk pelayanan kesehatan klinis esensial dan US$ 4.5/kapita untuk program kesehatan masyarakat dasar 4. Analisis anggaran kesehatan pemerintah di sejumlah 15 kabupaten/kota pada tahun 2002 juga menunjukkan angka yang rendah, yaitu berkisar antara US$ 0.33 sampai US$ 2.81/kapita. Apabila dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2006 hanya rata-rata 2,7%, hal ini masih dari anjuran Organisasi Kesehatan Sedunia yakni paling sedikit 5% dari PDB per tahun. Selanjutnya analisis biaya kesehatan di 10 Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah pada tahun 2004 menunjukkan angka yang sudah mendekati saran Bank Dunia diatas, yaitu rata-rata US$ 13.06/kapita (rentang antara US$ 7.12 sampai US$ 15.87/kapita). Walaupun angka rata-rata kabupaten/kota di Sulawesi Tengah tersebut relatif tinggi, 38% dari jumlah tersebut berasal dari pusat (JPKMM, dana Dekon, PHLN). Masalah berikutnya, disinyalir sebagian besar anggaran tersebut terpakai untuk gaji dan belanja fisik. Pola alokasi dan utilisasi anggaran demikian menyebabkan program kesehatan mengalami ketidakcukupan anggaran operasional. Keadaan ini berpengaruh besar terhadap kinerja program/pelayanan di 2 Somanathan, A, et al. Indonesia Public Health Expenditure Review, Institute of Policy Study, Health Policy Program, Srilangka, Biro Perencanaan Depkes 4 World Development Report 1993: Investing in Health. World Bank

19 lapangan/masyarakat. Perbaikan indikator kinerja yang melekat pada penduduk (beneficiary) sangat ditentukan oleh kecukupan biaya operasional tersebut 5. Sinyalemen lain adalah pola pyramida terbalik dalam anggaran kesehatan, yaitu belanja yang berlebihan untuk kegiatan penunjang (pendidikan, pelatihan, pertemuan, lokakarya) yang diselenggarakan oleh jenjang administrasi lebih tinggi, sedangkan belanja pada jenjang yang lebih bawah berkekurangan dibandingkan dengan kebutuhan. Padahal perubahan-perubahan riil dalam indikator kinerja dan status kesehatan adalah hasil dari kegiatan langsung yang dilaksanakan oleh jajaran administrasi dan pelayanan ditingkat yang lebih bawah (Dinas Kesehatan, RSU, Puskesmas, dll). Berikutnya adalah masalah substitusi, yaitu kecenderungan daerah mengurangi alokasi APBD untuk kesehatan apabila ada dana bantuan PHLN atau hibah atau alokasi APBN. Akibatnya, tambahan dana dari sumber bantuan dan pusat tersebut tidak meningkatkan anggaran kesehatan secara total. Gambaran masalah-masalah pembiayaan kesehatan seperti diuraikan diatas diketahui dari analisis biaya kesehatan semacam health account yang dilakukan secara partial dan insidental di beberapa daerah. Di beberapa daerah gambaran pembiayaan kesehatan tersebut telah disampaikan dalam kegiatan advokasi, dengan sasaran pemerintah daerah dan lembaga legislatif setempat. Beberapa pemerintah daerah ternyata menunjukkan repsons positif, yaitu peningkatan alokasi untuk kesehatan. Bahkan peningkatan alokasi tersebut difokuskan pada masalah kesehatan tertentu yang menjadi prioritas 6, atau difokuskan pada peningkatan biaya operasional untuk kegiatan di lapangan 7. Uraian diatas adalah beberapa contoh tentang manfaat health account untuk meningkatkan sistem pembiayaan kesehatan. Kebutuhan akan kegiatan health account baik pada tingkat nasional (NHA) maupun daerah (PHA dan DHA) semakin meningkat dengan adanya beberapa masalah dan tantangan dalam sub-sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia. Beberapa masalah dan tantangan tersebut adalah sebagai berikut: 5 Prescott, Nicholas. Bank Dunia, Jakarta Ascobat G. Advokasi Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Proyek DHS Kabupaten Sumba Timur. Alokasi APBD untuk honorarium Juru Malaria Desa 19

20 Prospek beban biaya kesehatan NHA, PHA dan DHA sangat dibutuhkan sehubungan dengan kecenderungan meningkatnya beban pembiayaan kesehatan nasional. Pertama adalah peningkatan karena inflasi biaya kesehatan, yang terjadi di mana-mana termasuk di Indonesia. Inflasi ini disebabkan oleh kenaikan harga input pelayanan kesehatan seperti obat, teknologi kesehatan dan biaya tenaga kesehatan 8. Beban biaya kesehatan juga meningkat karena proses transisi epidemiologis yang semakin nyata di Indonesia. Laporan tentang pola penyakit dari Puskesmas menunjukkan bahwa penyakit diabetmilitus (DM) dan hipertensi sudah masuk dalam kelompok 10 besar penyakit, bersama dengan penyakit infeksi konvensional seperti diare, ISPA, dll. Demikian juga dengan pola sebab kematian, penyakit kardiovaskuler dan kanker terus menunjukkan peningkatan. Beban pembiayaan kesehatan penduduk miskin Jumlah penduduk miskin yang menjadi tanggungan pemerintah sangat spektakuler, yaitu orang, yang pada tahun 2007 memberi beban subsidi sebesar mendekati Rp 4 triliun. Jumlah tersebut menjadi tanggungan pemerintah pusat. Beberapa pemerintah daerah ada yang menunjukan komitmen anggaran dengan mengalokan sejumlah tertentu APBD untuk menambah dana pusat 9. Dengan health account (dalam hal ini DHA), sebetulnya dapat diungkapkan apakah suatu daerah cukup mampu untuk membiayai atau turut membiayai) pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Misalnya, secara umum dapat diasumsikan misalnya bahwa Pemda Kutai Kertanegara (APBD mendekati Rp 4 triliun), Pemda Bengkalis (APBD sekitarrp 2.6 triliun), seharusnya mampu mengalokasikan lebih besar untuk pembiayaan pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Dengan perkataan lain, kalau DHA dilakukan diseluruh Indonesia, bisa dikembangkan formula 8. Analisis biaya kesehatan pada tahun 1994 menunjukkan tingkat inflasi antara 14% sampa9 16%. 9. Ascobat G. Analisis biaya kesehatan daerah di Kabupaten Sikka, Ended an Sumba Timur. Persiapan proyek KIA AusAID,

Indonesia National Health Accounts Dipaparkan dalam Kongres InaHEA Intercontinental Mid Plaza Hotel Jakarta Rabu, 8 April 2015

Indonesia National Health Accounts Dipaparkan dalam Kongres InaHEA Intercontinental Mid Plaza Hotel Jakarta Rabu, 8 April 2015 Indonesia National Health Accounts 2012 Dipaparkan dalam Kongres InaHEA Intercontinental Mid Plaza Hotel Jakarta Rabu, 8 April 2015 Bagaimana Pengeluaran Kesehatan Indonesia? Expenditure 2005 2006 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan sistem kesehatan (nasional) adalah meningkatkan dan memelihara status kesehatan penduduk, responsif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan sistem kesehatan (nasional) adalah meningkatkan dan memelihara status kesehatan penduduk, responsif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan sistem kesehatan (nasional) adalah meningkatkan dan memelihara status kesehatan penduduk, responsif terhadap kebutuhan non-medis penduduk dan mewujudkan (fairnes)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

Review Kebijakan Anggaran Kesehatan Nasional. Apakah merupakan Anggaran Yang Kurang atau Berlebih?

Review Kebijakan Anggaran Kesehatan Nasional. Apakah merupakan Anggaran Yang Kurang atau Berlebih? Review Kebijakan Anggaran Kesehatan Nasional Apakah merupakan Anggaran Yang Kurang atau Berlebih? Pendahuluan Pembiayaan kesehatan oleh pemerintah pusat di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem yang disebut dengan sistem kesehatan. Pada intinya, sistem kesehatan merupakan semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan antara lain oleh ketersediaan biaya kesehatan. Biaya kesehatan ditinjau dari sisi pemakai jasa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

PROVINCIAL HEALTH ACCOUNT (PHA) PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2008

PROVINCIAL HEALTH ACCOUNT (PHA) PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2008 PROVINCIAL HEALTH ACCOUNT (PHA) PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2008 DINAS KESEHATAN PROVINSI NTB FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA GTZ 2009 Daftar Isi Pendahuluan 1 Lingkup Kajian

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan. Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013

Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan. Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan Disampaikan dalam Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 SISTEMATIKA 1. Arah Kebijakan Prioritas Nasional 2. Isu-isu Penting dalam Prioritas Nasional (PN)

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Pelayanan Kesehatan Berkualitas untuk Semua Pesan Pokok 1. Pelayanan kesehatan di Indonesia telah membaik walaupun beberapa hal

Lebih terperinci

OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA*

OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA* OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA* Soewarta Kosen, Tati Suryati dan Muh. Karyana PusLitBang Sistem dan Kebijakan Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

Analisis Belanja Publik Sektor Kesehatan

Analisis Belanja Publik Sektor Kesehatan Analisis Belanja Publik Sektor Kesehatan Rachmad Suhanda Health Sector Researcher, Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program Disampaikan pada: Pela@han Analisis Belanja Publik Pemerintah

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

Perencanaan dan Pembiayaan dalam Pencapaian SPM Bidang Pendidikan: Berdasarkan Temuan Governance and Decentralization 2 (GDS2)

Perencanaan dan Pembiayaan dalam Pencapaian SPM Bidang Pendidikan: Berdasarkan Temuan Governance and Decentralization 2 (GDS2) Perencanaan dan Pembiayaan dalam Pencapaian SPM Bidang Pendidikan: Berdasarkan Temuan Governance and Decentralization 2 (GDS2) Blane Lewis dan Daan Pattinasarany Roundtable Discussion Penghitungan Biaya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa pengelolaan kesehatan diselenggarakan secara bersama dan berjenjang antara pemerintah pusat,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Karena itu, kesehatan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan stabilnya kondisi harga dan terbukanya kesempatan peningkatan pembangunan yang luas, baik berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama,

Lebih terperinci

BELANJA FUNGSI KESEHATAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)

BELANJA FUNGSI KESEHATAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN) BELANJA FUNGSI KESEHATAN DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBN) 1. Ketentuan pasal 171 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 menjadikan alokasi belanja di bidang kesehatan sesuatu yang mutlak dipenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Anggaran Organisasi Sektor Publik Bahtiar, Muchlis dan Iskandar (2009) mendefinisikan anggaran adalah satu rencana kegiatan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG KESEHATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA DAN INVESTASI KEBERHASILAN PEMBANGUNAN BANGSA VISI KEMENTERIAN KESEHATAN

LATAR BELAKANG KESEHATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA DAN INVESTASI KEBERHASILAN PEMBANGUNAN BANGSA VISI KEMENTERIAN KESEHATAN LATAR BELAKANG KESEHATAN ADALAH HAK ASASI MANUSIA DAN INVESTASI KEBERHASILAN PEMBANGUNAN BANGSA VISI KEMENTERIAN KESEHATAN MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN SALAH SATU STRATEGI PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Oleh. Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) 3/15/2014 1

Oleh. Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) 3/15/2014 1 Oleh Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) 3/15/2014 1 Merupakan Urusan Pemerintahan Konkuren yang menjadi kewenangan Daerah Adalah Urusan Wajib yang terkait dengan Pelayanan Dasar (ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG ANALISIS KEBIJAKAN BELANJA PUBLIK/NEGARA

SEKILAS TENTANG ANALISIS KEBIJAKAN BELANJA PUBLIK/NEGARA SEKILAS TENTANG ANALISIS KEBIJAKAN BELANJA PUBLIK/NEGARA 1. Arti penting dan peran analisis kebijakan belanja publik. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara

Lebih terperinci

PRAKTIK CERDAS DANA INISIATIF: SPM Bidang Kesehatan: Satuan Beban Pelayanan (unit cost) dan Bantuan Keuangan Khusus Kesehatan. Tantangan atau Peluang

PRAKTIK CERDAS DANA INISIATIF: SPM Bidang Kesehatan: Satuan Beban Pelayanan (unit cost) dan Bantuan Keuangan Khusus Kesehatan. Tantangan atau Peluang PRAKTIK CERDAS Seri Lembaran Informasi BASICS No.8 - Februari 2013 Cakupan pelayanan kesehatan dasar sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan di kabupaten/kota bukan membutuhkan dana yang

Lebih terperinci

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN 14 Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN Negara Belanja kesehatan terhadap % PDB Belanja kesehatan pemerintah terhadap % total belanja kesehatan Malaysia 4,3 44,1 Thailand 4,1 74,3 Filipina

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK DAN TABEL BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 RUANG LINGKUP PERMASALAHAN 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN 1.4 SISTEMATIKA BAB II TINJAUAN PELAKSANAAN REKOMENDASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan

Lebih terperinci

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas

Lebih terperinci

PUSKESMAS : Suprijanto Rijadi dr PhD. Center for Health Policy and Administration UI

PUSKESMAS : Suprijanto Rijadi dr PhD. Center for Health Policy and Administration UI PUSKESMAS : Suprijanto Rijadi dr PhD Center for Health Policy and Administration UI srijadi08@gmail.com Rakerkesnas 1968 : kordinasi layanan tingkat pertama di kecamatan BP, KIA, P4M dll menjadi satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu agenda yang tercantum di dalam Nawa Cita Pembangunan Nasional adalah meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Upaya meningkatkan kualitas hidup manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

RANGKUMAN HASIL KONFERENSI

RANGKUMAN HASIL KONFERENSI RANGKUMAN HASIL KONFERENSI Memberikan Pelayanan Terbaik Bagi Masyarakat Miskin: Isu Strategis dan Rekomendasi Menteri Negara PPN/ Kepala Bappenas Jakarta, 28 April 2005 KONFERENSI NASIONAL PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Anggaran Belanja Sektor Kesehatan Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Anggaran Belanja Sektor Kesehatan Perkapita Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum belanja kesehatan pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi DIY selama tahun 2012 sampai dengan 2014 mengalami kecenderungan yang selalu meningkat setiap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan salah satu komponen penting dari sistem kesehatan, guna mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Namun demikian, berbagai permasalahan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

Masalah dan Tantangan Pendanaan dan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia

Masalah dan Tantangan Pendanaan dan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia Masalah dan Tantangan Pendanaan dan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia Hasbullah Thabrany Email: hasbullah.thabrany@cheps.or.id Sistematika 1. Kondisi dan Tantangan Kesehatan Indonesia 2. Upaya-upaya yang

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendekatan pelayanan kesehatan yang digunakan pada abad ke-21, mengacu kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. No.418, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168 /PMK.07/2009 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Informasi merupakan sumberdaya organisasi yang sangat penting untuk dikelola, meliputi data dan informasi, perangkat keras, perangkat lunak, dan tenaga. Operasional

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

KEMENTERIAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN DALAM NEGERI RI Jakarta 2011 Sasaran program K/L Kesesuaian lokus program dan kegiatan K/L & daerah Besaran anggaran program dan kegiatan K/L Sharing pendanaan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya

Lebih terperinci

URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH URGENSI SIPD DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Cirebon, 22 Desember 2015 OUTLINE PEMBAHASAN 1 SIPD DALAM UU 23 TAHUN 2014 2 PERMENDAGRI 8/2014 TENTANG SIPD AMANAT UU 23 TAHUN 2014 Pasal 274: Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

PERAN DINAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI DAERAH. Oleh : KOMISI VII RAKERKESNAS REGIONAL BARAT

PERAN DINAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI DAERAH. Oleh : KOMISI VII RAKERKESNAS REGIONAL BARAT PERAN DINAS KESEHATAN DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI DAERAH Oleh : KOMISI VII RAKERKESNAS REGIONAL BARAT 1 2 Penanggung Jawab : Sekjen Kemenkes Pimpinan Sidang : Kadinkes Sumatera

Lebih terperinci

Dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA., AAK

Dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA., AAK Dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA., AAK Tahun 2000, Perdebatan jaminan kesehatan daerah di DIY, sebaiknya Badan Pengelola ditingkat Pusat, Provinsi atau Kabupaten/kota. Bapel Jamkesos (jaminan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang 10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Bab 1 : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Landasan Hukum 1.3 Maksud dan Tujuan 1.4 Sistematika Penulisan

Daftar Isi. Bab 1 : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Landasan Hukum 1.3 Maksud dan Tujuan 1.4 Sistematika Penulisan Daftar Isi Bab 1 : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Landasan Hukum 1.3 Maksud dan Tujuan 1.4 Sistematika Penulisan Bab 2 : Gambaran Pelayanan Puskesmas Kabupaten Probolinggo 2.1 Tugas, Fungsi dan Struktur

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga pemerintahan merupakan organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan bangsa dan negara. Lembaga pemerintahan dibentuk umumnya untuk menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Sistem Kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan, ketanggapan, dan keadilan dalam pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Sistem Kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan, ketanggapan, dan keadilan dalam pembiayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Sistem Kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan, ketanggapan, dan keadilan dalam pembiayaan pelayanan kesehatan (WHO, 2000). Komponen pengelolaan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT PEMERINTAH SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM (BLU), APAKAH MENDUKUNG UNIVERSAL COVERAGE??

RUMAH SAKIT PEMERINTAH SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM (BLU), APAKAH MENDUKUNG UNIVERSAL COVERAGE?? RUMAH SAKIT PEMERINTAH SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM (BLU), APAKAH MENDUKUNG UNIVERSAL COVERAGE?? Djazuly Chalidyanto Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara, dimana pembangunan mengarah pada proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia yang mengacu pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia yang mengacu pada Undang-Undang No.32/2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang No.33/2004 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan merupakan hak bagi setiap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 96, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

The Role of Ministry of Health in Health Financing: More on Management?

The Role of Ministry of Health in Health Financing: More on Management? The Role of Ministry of Health in Health Financing: More on Management? Prastuti Soewondo, Mardiati Nadjib, Kurnia Sari, Yunita, Tire, Lili Nur Indah Sari, Amilia Wulandhani [Team National Health Accounts

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sesungguhnya masih menjadi isu strategis di Indonesia. Tidak hanya di tingkat masyarakat, namun juga pada sisi para pengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan adalah hak asasi setiap individu, hal ini dinyatakan dalam organisasi kesehatan sedunia, dan secara nasional dalam amandemen UUD 1945 pada Pasal 28-

Lebih terperinci

BAPPEDA PROVINSI NTT PENYUSUNAN RENSTRA SKPD

BAPPEDA PROVINSI NTT PENYUSUNAN RENSTRA SKPD BAPPEDA PROVINSI NTT PENYUSUNAN RENSTRA SKPD Penyusunan RENSTRA SKPD PROVINSI NTT 2013-2018 BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Landasan Hukum 3. Maksud Dan Tujuan 4. Sistematika BAB II. GAMBARAN PELAYANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

Kebijakan Sistem Informasi Kesehatan dan Sistem Informasi Puskesmas

Kebijakan Sistem Informasi Kesehatan dan Sistem Informasi Puskesmas Kebijakan Sistem Informasi Kesehatan dan Sistem Informasi Puskesmas Pelatihan Data Prioritas dan SP2TP/SIKDA Prov Jawa Timur Pusat Data dan Informasi 2016 Pokok Bahasan Gambaran Masalah SIK Kebijakan Satu

Lebih terperinci

Sumber-Sumber Pendanaan Kesehatan. Department of Health Policy and Management

Sumber-Sumber Pendanaan Kesehatan. Department of Health Policy and Management Sumber-Sumber Pendanaan Kesehatan Department of Health Policy and Management Outline Bagian 1: Dasar hukum Bagian 2: Alur dana APBN Bagian 3: Sumber sumber dana kesehatan a. Sumber dana Internasional b.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) yang terintegrasi dalam upaya peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembiayaan Kesehatan 2.1.1 Definisi Pembiayaan Kesehatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pembiayaan kesehatan yaitu besarnya dana yang harus disediakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat guna menyediakan

Lebih terperinci

Setyanta Nugraha Kepala Biro Analisa APBN Sekretariat Jenderal DPR RI

Setyanta Nugraha Kepala Biro Analisa APBN Sekretariat Jenderal DPR RI Setyanta Nugraha Kepala Biro Analisa APBN Sekretariat Jenderal DPR RI Disampaikan dalam Konsultasi Badan Anggaran DPRD Kabupaten Sleman Jakarta, 29 Januari 2014 2/10/2014 BIRO ANALISA APBN SETJEN DPR RI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1043, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsentrasi. PERATURAN

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah daerah menjadi

Lebih terperinci

Telah diterbitkan dalam Manajemen Pembangunan No. 57/I/Tahun XVI, 2007

Telah diterbitkan dalam Manajemen Pembangunan No. 57/I/Tahun XVI, 2007 Membangun Key Performance Indicator Lembaga Pelayanan Publik (Asropi, SIP, MSi) I. Latar Belakang Dalam konsep New Public Management (NPM), birokrasi pemerintah sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.6-/21 DS264-891-4155-6432 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1

Lebih terperinci

BAB 1 GAMBARAN UMUM. 1.1 Geografis. 1.2 Demografi

BAB 1 GAMBARAN UMUM. 1.1 Geografis. 1.2 Demografi H a l a m a n 1-1 BAB 1 GAMBARAN UMUM 1.1 Geografis Provinsi Jawa Timur terletak pada 111,0⁰ BT - 114,4⁰ BT dan 7,12⁰ LS - 8,48⁰ LS. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur adalah 47.800 km 2. Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan Provinsi Kepulauan dengan jumlah pulau 1.192, 305 kecamatan dan 3.270 desa/kelurahan. Sebanyak 22 Kabupaten/Kota di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisis perencanaan..., Ayu Aprillia Paramitha Krisnayana Putri, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 Pasal 28 H dan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009

Lebih terperinci

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kinerja dan institusi kelembagaannya, Kementerian Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu peningkat- an efisiensi, efektivitas,

Lebih terperinci