BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan salah satu komponen penting dari sistem kesehatan, guna mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Namun demikian, berbagai permasalahan masih ditemui berkaitan penyediaan kesehatan di Indonesia. Issu seputar kesehatan antara lain meliputi tingkat kecukupan, keadilan, pemerataan, efektifitas dan efisiensi. Dalam hal ini Gani (2009), menyebutkan kesehatan tersebut selain relatif kecil juga efektivitas dan efisiensi penggunaannya belum optimal. Efektivitas dan efisiensi yang rendah tersebut disinyalir berkaitan jumlahnya yang kurang, alokasinya yang tidak sesuai prioritas kesehatan dan pola belanja yang cenderung untuk investasi barang dan kegiatan tidak langsung. Upaya penurunan angka kematian anak dan peningkatan kesehatan ibu masih jauh dari yang diharapkan. Tingkat kematian ibu dan bayi Indonesia juga masih tinggi dibandingkan negara-negara Asia. Kebijakan Kesehatan Indonesia (2014), menyebutkan AKI Indonesia melonjak dari 228 per KH (SDKI 2007) menjadi 359 per KH (SDKI 2012). Angka ini tertinggi dibandingkan Malaysia (62 per KH), Srilanka (58 per KH), dan Philipina (230 per KH). AKB Indonesia turun dari 34 per KH (SDKI 2007) menjadi 32 per KH (SDKI 2012). Menurut Hogan et al. (2010) cit. Anderson et al. (2010), kematian ibu di Asia sudah tinggi sebelum krisis dunia terjadi. Pada tahun 2008, enam dari sepuluh negara jumlah kematian ibu tertinggi berada di Asia termasuk Indonesia. Keenam negara tersebut berkontribusi 40% dari perkiraan kematian ibu. Dalam hal ini untuk program-program prioritas, kesehatan menjadi salah satu isu penting dalam penyelenggaraan sistem kesehatan. Schäferhoff et al. (2010), berpendapat masalah yang dihadapi negara-negara miskin dan berkembang dalam pencapaian target MDG s adalah alokasi yang kurang efektif yang berbasis dan informasi yang kurang 1

2 2 akurat. Selanjutnya menurut Worrall et al. (2011), di India beban permasalahan status kesehatan ibu dan anak masih ditumpangi permasalahan kesehatan pemerintah yang belum adil bagi masyarakatnya. Masyarakat miskin dan hampir miskin masih mengeluarkan mandiri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Setelah itu Unicef Indonesia (2012), menyatakan kesehatan yang belum efektif, efisien, dan transparan, menjadi salah satu hambatan dalam percepatan penurunan kematian ibu dan anak di Indonesia. Di tingkat regional kemampuan mengalami pergeseran, baik antara pusat dan daerah maupun antar daerah itu sendiri. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah menjadikan tingkat kemampuan finansial daerah sangat beragam. Menurut Trisnantoro (2009), salah satu dampak penting desentralisasi adalah perbedaan kemampuan fiskal yang semakin besar antar provinsi dan kabupaten/kota. Adanya dana bagi hasil menjadikan ada daerah yang mendadak kaya dalam sekejap. Lebih lanjut Jaya (2000) cit. Jaya (2010), menyebutkan desentralisasi dan otonomi daerah belum meningkatkan kekuatan fiskal bagi pemerintah kabupaten/kota. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah masih tergantung pada dana perimbangan dari pemerintah pusat. Selain itu, juga belum dapat mengurangi ketidakseimbangan fiskal, terutama antara Indonesia bagian barat dan timur, Jawa dan luar Jawa, kota dan pedesaan. Tabel 1. Alokasi Anggaran Sektor Kesehatan dan Indeks Kapasitas Fiskal di Eks Karesidenan Banyumas Prov. Jawa Tengah Tahun 2012 Kabupaten APBD Alokasi Anggaran Sektor Kesehatan Persen Indeks Kapasitas Fiskal Cilacap ,04 0,0572 Banyumas ,02 0,0304 Purbalingga ,59 0,0490 Banjarnegara ,37 0,0332 Sumber : Diolah dari DJPK Kemenkeu (2013) Tabel 1 menunjukkan gambaran alokasi sektor kesehatan terhadap APBD kabupaten di wilayah eks Karesidenan Banyumas tahun Data Dirjen Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu Tahun 2013,

3 3 menunjukkan di wilayah eks Karesidenan Banyumas sektor kesehatan Kab. Cilacap paling rendah yaitu sebesar 9,04% dari APBD kabupaten. Sementara kabupaten yang lain sudah lebih dari 10% terhadap APBD kabupaten. Dalam hal ini gambaran kemampuan keuangan Kab. Cilacap untuk membiayai tugas pemerintahan di daerah memang masih rendah, dimana indeks kapasitas fiskal Kab. Cilacap sebesar 0,0572 (Permenkeu No 226 Tahun 2012). Pada struktur APBD Perubahan Kab. Cilacap tahun 2012, pendapatan daerah masih didominasi oleh dana perimbangan, yang meliputi DBH, DAU dan DAK (71,16%). Sumber pendapatan lain berupa PAD (10,07%) dan lain-lain pendapatan daerah yang sah (18,77%). Sementara dana yang dibelanjakan langsung untuk kepentingan masyarakat juga masih kecil (36,49%). Situasi APBD Kab. Cilacap tahun 2012, sebagaimana pada Tabel 2. Tabel 2. Situasi Total APBD Kab. Cilacap Tahun 2012 Uraian Jumlah (Rp) Persen Total Pendapatan ,00 - PAD ,07 - Dana Perimbangan ,16 - Lain-lain Pendapatan Daerah ,77 yang sah Total Belanja ,00 - Belanja Langsung ,49 - Belanja Tidak Langsung ,51 Sumber : Perbup Cilacap No. 123 Tahun 2012 Kab. Cilacap mempunyai luas wilayah ,84 ha atau 2.253,61 km 2 (6,94% luas wilayah Prov. Jawa Tengah). Batas wilayah Kab. Cilacap yaitu, sebelah selatan Laut Indonesia, sebelah utara Kab. Banyumas dan Brebes, sebelah timur Kab. Kebumen dan sebelah barat Prop. Jawa Barat. Wilayah ini terdiri dari 24 kecamatan, 269 desa dan 15 kelurahan, jumlah penduduk tahun 2012 sebanyak jiwa. Sarana kesehatan yang dimiliki yaitu : rumah sakit 6, rumah sakit bersalin 4, puskesmas 38, apotik 73, pustu 73 dan posyandu 2.165, sedangkan tenaga kesehatan yang ada antara lain dokter umum 50, dokter gigi 19, perawat umum 243, perawat gigi 24 dan bidan 622 orang (BPS Kab Cilacap, 2012).

4 4 Situasi status kesehatan ibu dan anak Kab. Cilacap, cenderung mengalami penurunan. Tahun 2012, jumlah kematian ibu Kab. Cilacap menduduki urutan ke-4 terbanyak di Prop. Jawa Tengah setelah Brebes, Tegal dan Pemalang, jumlah kematian 34 kasus. AKB Kab. Cilacap (11,4 per KH) juga lebih tinggi bila dibandingkan Prov. Jawa Tengah (10,75 per KH). Demikian juga Akaba Kab. Cilacap (12,9 per KH) lebih tinggi dibandingkan Prop. Jawa Tengah yaitu 11,85 per KH (Sugihantono, 2013). Untuk tingkat eks. Karesidenan Banyumas, cakupan pencapaian indikator kinerja upaya kesehatan Kab. Cilacap tahun 2011 paling rendah, yaitu baru mencapai 41% (9 indikator) (Dinkes Prop Jateng, 2012). Kondisi seperti ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Kab. Cilacap dalam akselerasi pencapaian target MDG s tahun Alokasi sektor kesehatan dari APBD Kab. Cilacap selama tahun cenderung mengalami tren yang meningkat. Alokasi tahun 2009 sebesar Rp juta, meningkat menjadi Rp juta pada tahun 2011, dan meningkat lagi menjadi Rp juta pada tahun Disisi lain status kesehatan ibu dan anak cenderung mengalami penurunan. AKI tahun 2011 sebesar 95,2 per KH meningkat menjadi 114,6 per KH. Demikian juga AKB tahun 2011 sebesar 9,3 per KH meningkat menjadi 10,9 per KH ,0 117,0 95,2 111,2 114, ,34 169,41 165,93 101,48 113,79 10,7 9,8 9,3 11,5 10, Anggaran AKB AKI Gambar 1. Tren Anggaran Sektor Kesehatan dan Status Kesehatan Ibu dan Anak Kab. Cilacap Tahun (Sumber : Dinkes Kab. Cilacap dan DJPK Kemenkeu) Hal seperti ini dimungkinkan terjadi isu-isu seputar kesehatan seperti ketepatan, kecukupan, efisiensi, efektivitas dan keberlanjutan.

5 5 Telaah yang lebih rinci dan mendalam terhadap program KIA sangat diperlukan, untuk memperoleh informasi yang lengkap tentang dan kinerja program KIA. Selanjutnya dapat dipelajari alur aliran dananya untuk menjelaskan informasi yang lebih sistemaatis mulai dari : sumber-sumber, pengelola, penyelenggara pelayanan, jenis kegiatan, jenis program, jenjang kegiatan dan penerima manfaat. Untuk itu diperlukan penelitian mendalam terhadap permasalahan di Kab. Cilacap tersebut. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana gambaran program KIA yang bersumber pemerintah di Kab. Cilacap? C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan program KIA yang bersumber pemerintah di Kab. Cilacap, meliputi proporsi sumber pemerintah kabupaten, pengelola, penyelenggara pelayanan, jenis kegiatan, jenis program pelayanan, jenjang kegiatan, dan penerima manfaat kesehatan. 2. Mengidentifikasi kinerja program KIA di Kab. Cilacap dari aspek efektivitas dan efisiensi. D. Manfaat Manfaat penelitian ini yaitu : 1. Sebagai informasi dan bahan kajian bagi unsur perencanaan dalam penyusunan perencanaan sektor kesehatan serta untuk menunjang upaya pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien di Kab. Cilacap. 2. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan kontribusi terhadap peningkatan kinerja program KIA dalam mempercepat pencapaian target MDG s di Kab. Cilacap.

6 6 E. Keaslian tentang analisis program KIA bersumber pemerintah District Health Account (DHA) di Kab. Cilacap sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan, akan tetapi beberapa penelitian yang sejenis telah dilakukan sebelumnya. Tabel 3. Persamaan dan Perbedaan Sebelumnya Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Samkani (2009) Wikrama, LB. (2010) Kesehatan Pendekatan DHA di Kab. Hulu Sungai Tengah Prop. Kalimantan Selatan Kesehatan Berdasarkan DHA di Kab. Lombok Timur Prop. Nusa Tenggara Barat Jenis penelitian kuantitatif, DHA, unit analisis kabupaten Jenis penelitian kuantitatif, DHA, unit analisis kabupaten Fokus pada ketersediaan, kecukupan, dan ketepatan dalam sektor kesehatan Fokus pada kecukupan, ketepatan, dan peran pemerintah dalam sektor kesehatan, membandingkan SPM Ada peningkatan kesehatan namun masih belum cukup, sebagian besar untuk belanja gaji dan infrastruktur, untuk kegiatan langsung masih rendah Ada peningkatan kesehatan, kesehatan lebih banyak untuk UKP dan pembangunan fisik, ketergantungan pemda pada sumber biaya lain

7 7 Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Hasil Yusman, M. (2011) Dodo, D. (2012) Hujaipah (2013) Anggaran Program Prioritas KIA di Dinkes Kab. Lingga Prop. Kepulauan Riau Program KIA Pendekatan Health Account di Kab. Sabu Raijua Prop. Nusa Tenggara Timur Kesehatan Pendekatan DHA di Kab. Ketapang Prop. Kalbar kuantitaif, pada program KIA kuantitaif, unit analisis kabupaten, pada program KIA, health account kuantitatif, unit analisis kabupaten, DHA studi kasus, obyek penelitian Dinkes Kabupaten studi kasus, fokus penelitian pada proses perencanaan dan kecepatan aliran dana, selain gaji Fokus pada sektor kesehatan Anggaran program KIA meningkat, perencanaan berdasarkan tahun sebelumnya, rendahnya komitmen dan advokasi untuk peningkatan Tingkat kecukupan program KIA rendah, implementasi kegiatan tidak didukung oleh SDM, keterlambatan pencairan kesehatan sebagian besar untuk kegiatan tidak langsung, penerima manfaat sebagian besar aparat