BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 2.1 Pembiayaan Kesehatan Definisi Pembiayaan Kesehatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pembiayaan kesehatan yaitu besarnya dana yang harus disediakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat guna menyediakan dan memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan baik itu oleh perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat. Pembiayaan kesehatan harus kuat, stabil, dan selalu berkesinambungan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency), dan efektifitas (effectiveness) pembiayaan kesehatan itu sendiri (Azwar, 1996). Dari pengertian di atas, maka tampak bahwa pembiayaan kesehatan terdiri dari dua jenis biaya yaitu: 1. Biaya pelayanan kedokteran yaitu biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kedokteran yang tujuan utamanya untuk mengobati dan memulihkan kesehatan penderita. 2. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat yaitu biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yakni untuk pemeliharaan dan meningkatkan kesehatan serta kegiatan pencegahan penyakit (Azwar, 1996). Dalam melakukan pembiayaan kesehatan, terdapat syarat pokok yang harus dipenuhi dalam memberikan pelayanan bidang kesehatan yang terdiri dari : 11

2 12 1. Jumlah Merupakan syarat utama dari pembiayaan kesehatan yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup dalam arti dapat membiayai penyelenggaraan semua upaya kesehatan yang dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat untuk mendapatkannya. 2. Penyebaran Penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan jika dana yang tersedia tidak dapat dialokasikan dengan baik, maka akan menyulitkan penyelenggaraan setiap upaya kesehatan. 3. Pemanfaatan Pemanfaatan yang kurang baik atau kurang terarah dapat menimbulkan masalah yang mana dana yang diaiokasikan tersebut harus tepat sasaran dan membuat masyarakat dapat merasakannya (Azwar, 1996) Tujuan Pembiayaan Kesehatan Tujuan pembiayaan kesehatan adalah untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (UU Nomor 36, 2009) Unsur-unsur Pembiayaan Kesehatan 1. Dana Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan

3 13 untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia harus mencukupi dan dapat dipertanggung jawabkan. 2. Sumber daya Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM pengelola, standar, regulasi dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan. 3. Pengelolaan Dana Kesehatan Prosedur/Mekanisme Pengelolaan Dana Kesehatan adalah seperangkat aturan yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan (Depkes RI, 2009) Prinsip sistem Pembiayaan Kesehatan Sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur tentang besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. 1. Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk upaya kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik Pusat maupun daerah, sekurangkurangnya 5% dari Pendapatan Domestik Bruto atau 15% dari total

4 14 anggaran pendapatan dan belanja setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang miskin dan tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah. Dana kesehatan diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasil guna dan berdayaguna, memperhatikan subsidiaritas dan fleksibilitas, berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya ekuitas. 2. Dana Pemerintah ditujukan untuk pembangunan kesehatan, khususnya diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan dengan mengutamakan masyarakat rentan dan keluarga miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta. Selain itu, program-program kesehatan yang mempunyai daya ungkit tinggi terhadap peningkatan derajat kesehatan menjadi prioritas untuk dibiayai. Dalam menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan, maka sistem pembayaran pada fasilitas kesehatan harus dikembangkan menuju bentuk pembayaran prospektif. Adapun pembelanjaan dana kesehatan dilakukan melalui kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan dengan tujuan pembangunan kesehatan. 3. Dana kesehatan diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat melalui pengembangan sistem jaminan kesehatan sosial,

5 15 sehingga dapat menjamin terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Setiap dana kesehatan digunakan secara bertanggung-jawab berdasarkan prinsip pengelolaan kepemerintahan yang baik, transparan,dan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. 4. Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun untuk kepentingan kesehatan. 5. Pada dasarnya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan pembiayaan kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan pelayanan kesehatan, pemerintah menyediakan dana perimbangan bagi daerah yang kurang mampu (Depkes RI, 2000) Jenis-Jenis Sistem Pembiayaan Kesehatan Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem yaitu: a. Fee for Service ( Out of Pocket ) Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin banyak pula pendapatan yang diterima.

6 16 Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health Organization (WHO) di tahun 2003 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih bergantung pada sistem Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem Health Insurance. WHO juga memberikan batasan standar untuk pembiayaan kesehatan suatu negara adalah 5% dari PDB masing-masing negara. Sedangkan berdasarkan hasil pertemuan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia dihasilkan suatu komitmen untuk mengalokasikan 15% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau 5% Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten/Kota untuk mendukung program dan layanan kesehatan (WHO, 2003). b. Health Insurance Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health insurance ini dapat berupa sistem kapitasi dan sistem Diagnose Related Group. Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk pelayanan yang telah ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan sistem kapitasi adalah pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya (unit cost) tertentu.

7 17 Adapun model pembiayaan kesehatan yang diterapkan disuatu Negara biasanya menghadapi dua masalah pokok yang sama, yaitu: (1) bagaimana mengendalikan biaya pelayanan kesehatan yang meningkat secara drastis, (2) mutu pelayanan kesehatan yang ternyata tidak sesuai dengan pembiayaan kesehatan (Sulastomo, 2000) Masalah pembiayaan kesehatan Masalah pembiayaan kesehatan yang dihadapi antara lain : A. Alokasi Anggaran Kesehatan Dalam sistem desentralisasi, alokasi anggaran kesehatan didapat antara lain: 1. Anggaran Pemerintah Daerah (APBD) 2. AnggaranPemerintah Pusat (APBN) 3. Bantuan luar negeri. Besarnya alokasi dana untuk kesehatan tergantung beberapa kondisi : 1. Besarnya pendapatan daerah (DAU, DAK dan PAD), 2. Kemampuan Rumah Sakit dalam menyusun program dan anggaran yang realistis 3. Visi Pemda dan DPRD tentang kedudukan sektor kesehatan dalam konteks pembangunan daerah relatif terhadap kesehatan 4. Kemampuan Rumah Sakit dalam melakukan advokasi kepada Pemda dan DPRD (Gani,2001). Sebagaimana diketahui sebagian anggaran daerah untuk sektor kesehatan yang bersifat desentralisasi bersumber Dana Alokasi Umum (DAU). Dana ini

8 18 masih banyak dipakai untuk gaji atau rutin, bukan untuk kegiatan pengembangan. Dengan demikian apabila daerah mengandalkan DAU untuk pelayanan kesehatan, secara praktis pembangunan kesehatan tidak mempunyai yang kuat kecuali pada daerah yang kaya (Harbianto & Trisnantoro, 2004). B. Pemanfaatan Dana yang Tidak Efisien Di Indonesia pembiayaan kesehatan yang terbatas, dimanfaatkan secara kurang efisien, hal ini dapat dilihat dari alokasi yang timpang antar program kesehatan. Ketidakefisienan juga kelihatan dimana dana yang dicarikan melalui rangkaian birokrasi yang panjang sehingga nilai dana menurun ketika sampai pada tingkat operasional (Brotowasisto, 2000). C. Beban Pembiayaan Kesehatan yang Semakin meningkat Beban pembiayaan kesehatan Indonesia semakin hari semakin berat. Ini disebabkan oleh beberapa faktor penting, yaitu : 1. Meningkatnya jumlah penduduk 2. Meningkatnya jumlah penduduk usia lebih tua, sehingga jumlah penyakit kardiovaskuler dan penyakit kronis degeneratif juga meningkat, 3. Perkembangan teknologi kesehatan yang semakin canggih (Gani, 2001). D. Pengelolaan Dana yang Belum Baik Untuk sumber dana yang berasal dari pemerintah, keluhan yang banyak didengar adalah tidak sesuainya perencanaan anggaran yang dibuat oleh pusat dengan kebutuhan daerah.

9 Sumber-Sumber Pembiayaan Kesehatan Adapun sumber sumber biaya kesehatan dilingkungan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota yaitu : 1. Pemerintah pusat; dari dana APBN sektoral atau dana dekonsentrasi. a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pedapatan daerah yang sah. b. Dana pertimbangan, yaitu terdiri dari: 1) Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam. 2) Dana Alokasi Umum. 3) Dana Alokasi Khusus. c. Perhitungan DAU : DAU dihitung berdasarkan bobot daerah yang ditentukan berdasarkan 1) Variabel jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan geografi dan tingkat pendapatan masyarakat dengan memperhatikan kelompok masyarakat miskin. 2) Potensi daerah, potensi industri, potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, dan produk domestik bruto. Pinjaman Luar Negeri: harus dibicarakan dahulu dengan DPR, persetujuan DPR atas PLN sekaligus dengan persetujuan atas APBN, untuk proyek PLN yang sedang berjalan, pengembaliannya masih tanggungan pusat

10 20 2. Pemerintah daerah provinsi; dari dana APBD provinsi yang dibantukan ke kabupaten/kota sesuai dengan kemampuan provinsi. 3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Andayani, 2004) Kaitan Pembiayaan Dengan Promosi Kesehatan Promosi kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, dimana promosi kesehatan terpadu dengan program kesehatan yang ada pada tingkatan kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional yang tercermin dalam koordinasi penyusunan anggaran. Dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan Pemerintah Daerah mengajukan Rencana Tindakan, Rencana Strategi Pelaksanaan, serta Rancangan Anggaran kepada pemerintah pusat yang selanjutnya dana tersebut digunakan untuk merealisasikan program yang telah tersusun dalam bidang kesehatan terutama upaya peningkatan kesehatan dengan promosi kesehatan. 2.2 Promosi Kesehatan Definisi Promosi Kesehatan Promosi kesehatan adalah program kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat sendiri, maupun di dalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, politik). Promosi kesehatan tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik kesehatan saja, tetap juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan, dalam rangka memelihara dan meningkatkan masyarakat (Notoatmodjo, 2007). Promosi Kesehatan tertera dalam Piagam Ottawa (1986) merupakan proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan

11 21 mereka. Untuk mencapai kesehatan yang paripurna secara fisik, mental, dan sosial, seseorang atau sekelompok orang harus dapat mengenali dan menyadari aspirasinya, memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, dan mengubah atau menghadapi lingkungannya (Hartono, 2010). Promosi kesehatan di Puskesmas adalah upaya Puskesmas untuk meningkatkan kemampuan pasien dan kelompok msyarakat agar agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, kelompokkelompok masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, dan bersama mereka, sesuai sosial budaya mereka, serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Hartono, 2010) Sasaran Promosi Kesehatan Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu (1) sasaran primer, (2) sasaran sekunder dan (3) sasaran tersier. 1. Sasaran Primer Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat. Mereka ini diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh sistem nilai dan norma-norma sosial serta norma-norma

12 22 hukum yang dapat diciptakan/dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal. Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal, dalam mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat umum (public opinion). Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS, yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang bertanggung jawab dan berkepentingan, khususnya perangkat pemerintahan dan dunia usaha. 2. Sasaran Sekunder Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: Berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif bagi PHBS. Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat terbentuknya PHBS. 3. Sasaran Tersier Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya.

13 23 Mereka diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang tidak merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya PHBS dan kesehatan masyarakat (Hartono, 2010) Strategi Promosi Kesehatan Sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan No.1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah (Departemen Kesehatan, 2004 & 2005), strategi dasa utama promosi kesehatan adalah (1) Pemberdayaan, yang didukung oleh (2) Bina Suasana, dan (3) Advokasi. - Pemberdayaan Pemberdayaan adalah ujung tombak dari upaya promosi kesehatan, baik di puskesmas maupun dirumah sakit. Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan peendamping dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan guna membantu atau memfasilitasi pasien, sehingga pasien memiliki pengetahuan, kemauan, dan kemampuan mengatasi masalah kesehatan yang, dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). - Bina Suasana Bina Suasana adalah menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif dimana lingkungan yang dimaksud yaitu diperhitungkan memiliki pengaruh

14 24 terhadap pasien yang sedang diberdayakan serta mendorong dilakukannya PHBS serta penciptaan panutan. - Advokasi Advokasi adalah upaya atau proses pendekatan yang dilakukan secara persuasif dengan cara yang komunikatif dan inovatif terhadap pihak tertentu yang mendukung pengembangan lingkungan dan perilaku sehat (Hartono, 2010) Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan menurut Notoadmodjo (2007), meliputi : a. Promosi kesehatan pada tingkat promotif Sasaran promosi kesehatan pada tingkat pelayanan promotif adalah pada kelompok orang sehat, dengan tujuan agar mereka mampu meningkatkan kesehatan. b. Promosi kesehatan pada tingkat preventif Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini selain pada orang yang sehat juga bagi kelompok yang beresiko. Misalnya, ibu hamil, pada perokok, para pekerja seks, keturunan diabetes dan sebagainya. Tujuan utama dari promosi kesehatan pada tingkat ini adalah mencegah kelompok-kelompok tersebut agar tidak jatuh sakit (primary prevention). c. Promosi kesehatan pada tingkat kuratif Sasaran sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para penderita penyakit, terutama yang menderita penyakit kronis seperti

15 25 asma, diabetes militus, tuberculosis, hipertensi, dan sebagainya. Tujuan promosi kesehatan pada tingkat ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak menjadi lebih parah (secondary prevention). d. Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif Sasaran pokok pada promosi kesehatan tingkat ini adalah pada kelompok penderita atau pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit. Tujuan utama promosi kesehatan pada tingkat ini adalah mengurangi kecacatan seminimal mungkin. Dengan kata lain, promosi kesehatan pada tahap ini adalah pemulihan dan mencegah kecacatan akibat dari suatu penyakit (tertiary prevention) (Notoatmodjo, 2007). 2.3 District Health Account Pengertian District Health Account Health Account (HA) merupakan suatu cara pemantauan yang sistematis, koprehensif serta konsisten terkait pemanfaatan aliran dana/pembiayaan pada sistem kesehatan (health spending). Secara umum Health Account adalah proses pencatatan, analisis dan pelaporan belanja kesehatan. Health Account bisa dilakukan dalam skala nasional (NHA = National Health Account), dapat pula dilakukan di tingkat Provinsi (PHA = Provincial Health Account) dan ditingkat Kabupaten/Kota (DHA = District Health Account) (AIPHSS, 2013). Menurut Garg (2007) NHA adalah suatu kerangka akuntansi yang menggambarkan seluruh pengeluaran untuk kesehatan (termasuk dari pemerintah /publik, swasta dan donor) di suatu negara selama satu tahun. Perhitungan NHA

16 26 menggunakan konsep yang standar dalam mendefinisikan batasan pengeluaran kesehatan dan mengikuti klasifikasi perhitungan kesehatan secara internasional (ICHA : International Classifications For Health Accounts) untuk klasifikasi transaksi dengan karakteristik yang sama. PHA/DHA adalah suatu bentuk health account yang lebih kecil dan bersifat regional (provinsi/kabupaten/kota) dengan tetap mengacu pada kaidahkaidah NHA yang telah disepakati dan ditetapkan secara nasional, baik dari segi batasan health account, klasifikasi, dan sumber daya yang diperhitungkan. Pada tingkat kabupaten/kota, pelaksanaan DHA bisa juga digunakan untuk bahan advokasi dan memperbaiki kekurangan yang ada dalam sistem pembiayaan. DHA juga akan menghasilkan gambaran mengenai besar belanja kesehatan rumah tangga, apakah digunakan untuk pembayaran pelayanan kesehatan secara langsung atau melalui sistem asuransi kesehatan (FKM UI, 2015). Dengan DHA, Kabupaten/Kota bisa melakukan analisis kemungkinan adanya masalah dalam sistem pembiayaan kesehatan di Kabupaten/Kota bersangkutan. Dengan hasil DHA Kabupaten/Kota dapat melakukan perbaikan dan perubahan terhadap sistem pembiayaan tersebut. DHA menghasilkan data yang dapat dipergunakan untuk bahan advokasi kepada pengambil keputusan dengan tujuan memperbaiki kekurangan sistem pembiayaan, misalnya (a) meningkatkan alokasi anggaran kesehatan, (b) mengarahkan alokasi dana pada masalah prioritas, (c) mengarahkan dana pada intervensi dan kegiatan yang lebih menghemat biaya (d) mengembangkan sistem asuransi, dll.

17 27 DHA juga akan menghasilkan gambaran besar belanja kesehatan rumah tangga, apakah untuk pembayaran langsung atau melalui asuransi kesehatan. Data ini penting untuk melihat sejauh mana prospek pengembangan sistem jaminan kesehatan di kabupaten/kota bersangkutan. Akhirnya hasil DHA sangat diperlukan dalam pelaksanaan PHA dan NHA. Untuk Indonesia yang telah menerapkan sistem desentralisasi fiskal, NHA hanya dapat dilaksanakan dengan baik kalau ada data tentang belanja kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota (FKM UI, 2015) Dimensi District Health Account Dalam DHA, ada 8 (delapan) dimensi yang menggambarkan ciri suatu belanja kesehatan. Setiap data belanja/biaya kesehatan yang ditemukan, harus ditelaah dan diberikan identitas menurut 8 dimensi tersebut. 1. Sumber Biaya (FS = Financing Sources) Adalah unit/institusi yang menyediakan biaya kesehatan. Sumber biaya tersebut bisa instansi pemerintah yang mengelola dana berasal dari pajak, dan jaminan sosial. Sumber tersebut bisa juga organisasi swasta seperti misalnya LSM, Rumah Tangga, atau suatu kesatuan organisasi lainnya (misalnya biaya dari sumber external). 2. Pengelola Anggaran (FA = Financing Agents) Adalah institusi atau unit yang menerima dan mengelola dana dari sumber dana untuk membayar atau membeli barang dan jasa kesehatan. Ini misalnya termasuk Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan

18 28 Kabupaten/Kota, Badan Pengelola Jaminan Sosial, Perusahaan Asuransi Kesehatan Swasta, LSM, Perusahaan Dan Rumah Tangga. 3. Penyelenggara Pelayanan/Program (HP = Health Providers) Institusi atau unit yang menerima dan menggunakan dana untuk memproduksi barang dan jasa pelayanan atau melaksanakan program kesehatan, termasuk misalnya Dinas Kesehatan, RS milik pemerintah, RS swasta, klinik, puskesmas, praktek dokter (swasta), dll. 4. Fungsi Kesehatan (HC = Health care Function) Dimensi fungsi dalam DHA mengadopsi dimensi fungsi dalam SHA 2011 yang merupakan semua aktivitas yang bertujuan untuk meningkatkan, memperbaiki dan mempertahankan status kesehatan. 5. Program Kesehatan (PR = Program) Dimensi program bertujuan untuk menggambarkan jenis program kesehatan yang dibiayai dengan belanja dari pengelola anggaran. Secara umum dimensi program dalam DHA yang disesuaikan dengan program kesehatan yang ada adalah sebagai berikut: (1) Program Kesehatan Masyarakat (2) Program Kesehatan Individu (3) Program Penguatan Sistem Kesehatan 6. Jenis Kegiatan (HA = Health Activity) Dimensi jenis kegiatan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh provider yang secara umum dapat dibagi dua, yaitu (a) kegiatan langsung dan (b) kegiatan tidak langsung atau disebut juga kegiatan penunjang. Kegiatan temuan

19 29 kasus dan pengobatan adalah kegiatan langsung, sedangkan pelatihan staff administrasi dan administrasi umum di kantor Dinas Kesehatan adalah kegiatan tidak langsung. Penyemprotan fogging adalah kegiatan langsung. Rapat kordinasi di Dinas Kesehatan adalah kegiatan tidak langsung. Dalam sektor kesehatan, kegiatan langsung dapat dibagi dua, yaitu (a) kegiatan pelayanan perorangan seperti pengobatan dan perawatan individu yang sakit dan (b) kegiatan kesehatan masyarakat (public health) seperti misalnya pemberantasan vektor, sanitasi, promosi kesehatan, immunisasi, dan lain sebagainya. Kegiatan tidak langsung adalah kegiatan yang dilakukan untuk menunjang dua kelompok kegiatan langsung diatas. Ini termasuk misalnya kegiatan administrasi dan manajemen, monitoring, evaluasi, dan lain sebagainya. Dari perspektif anggaran berbasis kinerja, anggaran untuk kegiatan langsung sangat menentukan kinerja suatu program. Artinya, kalau anggaran sebagian besar terpakai untuk kegiatan-kegiatan tidak langsung, maka program tidak menghasilkan output (kinerja). 7. Mata Anggaran (HI = Health Input) Mata anggaran adalah jenis input yang dibeli oleh provider (pelaksana program/pelayanan) untuk melaksanakan jenis-jenis kesehatan diatas. Mata Anggaran mencakup hal-hal berikut: (a) Barang modal (seperti gedung, alat kesehatan,alat non kesehatan, fellowship untuk staff,dan lain sebagainya). (b) Biaya operasional atau biaya variabel (seperti tenaga, obat, bahan medis, bahan non-medis, makanan, listrik, telepon, air, perjalanan, dan lain sebagainya).

20 30 (c)biaya pemeliharaan (pemeliharaan gedung, alat, pelatihan, dan lain sebagainya). Dari perspektif anggaran berbasis kinerja, anggaran operasional sangat menentukan kinerja suatu program. Artinya, kalau anggaran sebagian besar terpakaiuntuk belanjabarang modal, maka program tidak menghasilkan output (kinerja). 8. Jenjang kegiatan (HL =Health Level of Activity) Jenjang kegiatan adalah jenjang administrative dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Untuk DHA, jenjang kegiatan tersebut bisa di (a) Propinsi, (b) Kabupaten, (c)kecamatan dan (d) Desa atau masyarakat. Berikut contoh-contoh jenis kegiatan menurut jenjangnya. a. Jenjang Propinsi : pelatihan staff Dinas kesehatan di ibu kota propinsi, dan lain sebagainya. b. Jenjang Kabupaten/kota : rawat inap di RSUD, pelatihan bidan desa diibu kotakabupaten/kota, dan lain sebagainya. c. Jenjang kecamatan : pengobatan di Puskesmas (rawat jalan dan rawat inap), dan lain sebagainya. d. Jenjang desa/masyarakat :penyuluhan masyarakat, penimbangan di Posyandu, fogging, dan lain sebagainya. Dari perspektif anggaran berbasis kinerja, belanja untuk pelayanan di masyarakat sangat menentukan kinerja cakupan program. Kalau anggaran lebih banyak untuk kegiatan pada jenjang kabupaten dan propinsi tidak cukup untuk kegiatan/intervensi di masyarakat, maka cakupan program sulit di ditingkatkan.

21 31 9. Penerima manfaat (HB =Health Beneficiaries) Penerima manfaat adalah kelompok penduduk yang mendapat manfaat dari barang dan jasa kesehatan yang dibiayai. Penerima manfaat ini dapat dibagi berdasarkan kategori berikut ini: a. Ciri demografi (pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk bayi, balita, anak sekolah, remaja, usia produktif, usia). b. Tingkat ekonomi (masyarakat miskin dan masyarakat non miskin). c. Geografi (kota, desa, daerah terpencil, dan lain sebagainya) (FKM UI, 2015) Alur pembiayaan dalam District Health Account Alur pembiayaan dalam DHA dapat ditelusuri melalui delapan pertanyaan pokok yaitu : 1. Dari mana asal dana atau sumbernya? 2. Siapa yang mengelolanya? 3. Siapa yang dibayar oleh pengelola tersebut? 4. Fungsi apa yang dilakukan? 5. Jenis input apa yang dibeli untuk melakukan fungsi tersebut? 6. Kedalam kelompok program apa fungsi tersebut dapat digolongkan? 7. Pada jenjang apa fungsi tersebut dilaksanakan? 8. Kelompok penduduk mana yang mendapat manfaat dari biaya tersebut? (FKM UI, 2015).

22 Dinas Kesehatan Definisi Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan sebagaian urusan pemerintah daerah dalam bidang kesehatan untuk menunjang tercapainya usaha kesejahteraan masyarakat di bidang Kesehatan dan melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya. Kantor Dinas Kesehatan Kota Medan atau yang biasa disingkat DKK Medan terletak di Jalan Rotan No. 1 Komplek Petisah Medan. Dinas ini membawahi 39 Puskesmas Induk (13 Puskesmas Rawat Inap dan 26 Puskesmas Rawat Jalan) dan 41 Puskesmas Pembantu (Pustu) yang terletak di 21 Kecamatan se Kota Medan. Disamping itu DKK Medan mempunyai Unit Pelayanan Teknis (UPT) yaitu Gudang Farmasi yang terletak di Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan, Laboraturium Kesehatan Lingkungan yang terletak di Jalan Ibus Raya dan Klinik Spesialis Bestari yang juga terletak di Jalan Ibus Raya Medan. Dalam Dinas Kesehatan ini juga diperlukan perencanaan dan perlunya menganalisis laporan keuangan dengan mengetahui anggaran pemasukan maupun pengeluaran. Analisis adalah proses perencanaan yang terdiri beberapa bagian atau komponen yang saling berhubungan atau berkesinambungan agar mendapatkan pengertian yang berupa sumber informasi yang tepat serta memiliki pemahaman arti keseluruhan. (Subramanyam, 2005).

23 Fungsi Dinas Kesehatan Kota Medan a. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang kesehatan. b. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan, pemberantasan, pengawasan penyakit menular dan penelitian kemungkinan terjadinya wabah penyakit. c. Melaksanakan pelayanan umum bidang kesehatan. d. Melaksanakan pemberian perizinan bidang kesehatan. e. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya. f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Secara umum, struktur organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan adalah organisasi garis, yaitu kekuasaan mengalir dari atas ke bawah. Pada pegawai bertanggung jawab langsung atas suatu kegiatan/pekerjaan yang telah ditetapkan dalam bidangnya masing-masing. Berikut ini adalah struktur organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan : Gambar 2.1. Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan Uraian Pekerjaan

24 34 Adapun tugas dan tangggung jawab dari struktur organisasi di atas adalah: 1 Kepala Dinas Kesehatan Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. a. Perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan. b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kesehatan. c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas pokok di bidang kesehatan d. Pelaksanaan tugas pokok lain yang diberikan Walikota sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya 2. Sekretariat Sekretariat mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas lingkup kesekretariatan yaitu pengolahan administrasi umum, keuangan, dan penyusunan program. a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan kesekretariatan. b. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan program Dinas. c. Pelaksanakan dan penyelenggaraan pelayanan administrasi kesekretariatan Dinas yang meliputi pengelolaan administrasi umum, kepegawaian, keuangan, dan kerumahtanggaan Dinas. d. Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pengembangan organisasi, dan ketatalaksanaan. e. Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas-tugas Dinas. f. Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.

25 35 g. Pelaksanaa monitoring, evaluasi pelaporan kesekretariatan. h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya. 3. Sub Bagian Umum Sub Bagian Umum dipimpin oleh Kepala Sub Bagian, yang berasa dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris. a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Sub Bagian Umum. b. Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi umum. c. Pengelolaan administrasi umum yang meliputi pengelolaan tata naskah dinas, penataan kearsipan, urusan rumah tangga, hukum, hubungan masyarakat. d. Pengelolaan administrasi kepegawaian. e. Penyiapan bahan pembinaan, dan pengembangan kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian. f. Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. g. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanan tugas. h. Pelaksanan tugas lain yang diberikan oleh sekretaris sesuai dengan tugas dan fungsinya. 4. Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan dipimpin oleh Kepala Sub Bagian, yang berasa dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan.

26 36 b. Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi keuangan dan perlengkapan. c. Pelaksanaan pengelolaan administrasi keuangan meliputi kegiatan penyusunan rencana, penyusunan bahan, pemrosesan, pengusulan, dan verifikasi. d. Penyiapan bahan / pelaksanaan koordinasi pengelolaan administrasi keuangan. e. Penyusunan laporan keuangan Dinas. f. Pelaksanaan pengelolaan perlengkapan. 5. Sub Bagian Penyusunan Program Sub Bagian Penyusunan Program dipimpin oleh Kepala Sub Bagian, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada sekretaris. a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Sub Bagian Penyusunan Program. b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup penyusunan rencana dan program Dinas. c. Penyiapan bahan penyusunan rencana dan program Dinas. 6. Bidang Bina Pelayanan Kesehatan Bidang Bina Pelayanan Kesehatan dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Bidang Bina Pelayanan Kesehatan.

27 37 b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup pelayanan kesehatan dasar, kesehatan rujukan, dan kesehatan khusus. c. Pembinaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar. d. Penyelenggaraan upaya kesehatan rujukan meliputi kesehatan rujukan /spesialistik, dan dan sistem rujukan. 7. Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan bidang pengendalian masalah kesehatan. b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup pengendalian dan pemberantasan penyakit, wabah, bencana, dan kesehatan lingkungan. c. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanan tugas. d. Pelaksanan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya 8. Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan. a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Bidang Pengembangan dan Sumber Daya Manusia Kesehatan. b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup perencanaan, pendayagunaan, pendidikan, dan pelatihan, registrasi dan akreditasisumber daya manusia kesehatan. c. Pendayagunaan tenaga kesehatan dan tenaga kesehatan strategis. d. Pelaksanan pelatihan teknis.

28 38 e. Pelaksanaan perizinan dan pelayanan lainnya lingkup tenaga medis, tenaga para medis, dan tenaga non medis/ tradisional terlatih sesuai urusan pemerintahan kota. 9. Bidang Kefarmasian Jaminan dan Sarana Kesehatan a. Penyelenggaraan jaminan kesehatan. b. Pelayanan sarana dan peralatan kesehatan. c. Pelaksanaan proses pelayanan perijinan dan pelayanan lainnya lingkup kefarmasian, jaminan, sarana, dan peralatan kesehatan sesuai urusan pemerintahan kota. 10. Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) a. Pembentukan dan tugas pokok Unit Pelaksanaan Teknis akan ditentukan dan ditetapkan dengan peraturan Walikota (Perwal Kota Medan Nomor 43, 2010) Manajemen Pelayanan Dinas Kesehatan Manajemen kesehatan adalah penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, sehingga yang menjadi objek atau sasaran manajemen adalah sistem yang berlangsung (Notoatmodjo, 2007). Manajemen merupakan suatu pola mengelola dan menggerakan suatu lembaga/instansi agar dicapai suatu sistem pengelolaan yang efisien untuk mencapai suatu tujuan lembaga (Suyadi, 2011). Manajemen pelayanan kesehatan berarti penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam pelayanan kesehatan untuk sistem dan pelaksanaan pelayanan kesehatan dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan prosedur, teratur,

29 39 menempatkan orang-orang yang terbaik pada bidang-bidang pekerjaannya, efisien, dan yang lebih penting lagi adalah dapat menyenangkan konsumsi atau membuat konsumen puas terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Pelayanan kesehatan merupakan fungsi yang paling mudah nampak dari semua sistem kesehatan, baik kepada pengguna maupun terhadap masyarakat umum. Peningkatan akses, kemampuan dan kualitas pelayanan tergantung pada ketersediaan berbagai input dana, staf, peralatan, obat-obatan, mutu dari terorganisasinya suatu sistem dan manajemen yang berlaku, dan juga besarnya insentif yang diberikan kepada para pelaku teknis (Suyadi, 2011).

30 Kerangka Pikir Fokus penelitian ini betujuan untuk melihat bagaimana pembiayaan program promosi kesehatan bersumber pemerintah dengan pendekatan District Health Account di Dinas Kesehatan Kota Medan melalui indikator masukan (input), proses (process), dan keluaran (output). Oleh karena itu, fokus penelitian disusun sebagai berikut: INPUT 1. Ketersediaan proporsi alokasi biaya program promosi kesehatan dimensi District Health Account untuk program promosi kesehatan. PROSES 1.Menganalisis anggaran kegiatan program promosi kesehatan. 2.Perencanaan anggaran program promosi kesehatan. OUTPUT Pemanfaatan dana program dan kegiatan promosi kesehatan Gambar 2.2 Kerangka Pikir

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN A. Sejarah Singkat Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN. Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam

BAB II PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN. Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam BAB II PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN A. Sejarah Singkat Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN. Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN. Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan BAB II GAMBARAN UMUM DINAS KESEHATAN A. Sejarah Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kesehatan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, The linked image cannot be displayed. The file may have been moved, renamed, or deleted. Verify that the link points to the correct file and location. PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan sistem kesehatan (nasional) adalah meningkatkan dan memelihara status kesehatan penduduk, responsif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan sistem kesehatan (nasional) adalah meningkatkan dan memelihara status kesehatan penduduk, responsif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan sistem kesehatan (nasional) adalah meningkatkan dan memelihara status kesehatan penduduk, responsif terhadap kebutuhan non-medis penduduk dan mewujudkan (fairnes)

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN SALINAN NOMOR 26/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan. Dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes Sekretaris Ditjen Bina Upaya Kesehatan kementerian kesehatan republik indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia yang mengacu pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia yang mengacu pada Undang-Undang No.32/2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang No.33/2004 tentang

Lebih terperinci

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta

Bagian Kedua Kepala Dinas Pasal 159 (1) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 huruf a, mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerinta BAB IX DINAS KESEHATAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 158 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan, terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; 2. Sub

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Promosi Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Promosi Kesehatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Promosi Kesehatan 2.1.1. Pengertian Promosi Kesehatan Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran diri oleh dan untuk masyarakat

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 31 TAHUN : 2004 SERI : D NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Di masa yang lampau sistem kesehatan lebih banyak berorientasi pada penyakit, yaitu hanya

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBIAYAAN UPAYA KESEHATAN

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBIAYAAN UPAYA KESEHATAN QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBIAYAAN UPAYA KESEHATAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem yang disebut dengan sistem kesehatan. Pada intinya, sistem kesehatan merupakan semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Kepmenkes RI Nomor 128 Tahun 2004 dijelaskan bahwa fungsi puskesmas terbagi menjadi tiga yaitu pertama sebagai penyelenggara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) primer

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa pengelolaan kesehatan diselenggarakan secara bersama dan berjenjang antara pemerintah pusat,

Lebih terperinci

PROVINCIAL HEALTH ACCOUNT (PHA) PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2008

PROVINCIAL HEALTH ACCOUNT (PHA) PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2008 PROVINCIAL HEALTH ACCOUNT (PHA) PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2008 DINAS KESEHATAN PROVINSI NTB FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA GTZ 2009 Daftar Isi Pendahuluan 1 Lingkup Kajian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN BUPATI KABUPATEN JEMBER NOMOR TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2015

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2015 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, KEDUDUKAN, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT PELAKSANA TEKNIS RUMAH SAKIT PRATAMA

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembiayaan kesehatan di Indonesia mempunyai tujuan untuk menyediakan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil,

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang 10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KOTA YOGYAKARTA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KLATEN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LANDAK

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LANDAK PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tentang perlunya melakukan Primary Health Care Reforms. Intinya adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan tentang perlunya melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 57

DINAS KESEHATAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 57 DINAS KESEHATAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 57 Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam pelaksanaan sebagian urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial dan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUMBAWA BUPATI SUMBAWA Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI KARANGANYAR, : a. Bahwa kesehatan merupakan hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan antara lain oleh ketersediaan biaya kesehatan. Biaya kesehatan ditinjau dari sisi pemakai jasa pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendekatan pelayanan kesehatan yang digunakan pada abad ke-21, mengacu kepada pandangan terhadap konsep sehat dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu

Lebih terperinci

POTRET PEMBIAYAAN KESEHATAN BERSUMBER PEMERINTAH: CONTOH KASUS KABUPATEN PIDIE JAYA. April 8 th 2015 HANIFAH HASNUR

POTRET PEMBIAYAAN KESEHATAN BERSUMBER PEMERINTAH: CONTOH KASUS KABUPATEN PIDIE JAYA. April 8 th 2015 HANIFAH HASNUR POTRET PEMBIAYAAN KESEHATAN BERSUMBER PEMERINTAH: CONTOH KASUS KABUPATEN PIDIE JAYA Prepared for: 2 ND Indonesian Health Economics Association (InaHEA) April 8 th 2015 HANIFAH HASNUR CHEPS Centre for Health

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem No.13, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Dokter Spesialis. Wajib Kerja. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

1. Pengertian Organisasi Organisasai adalah suatu sistem kerjasama daripada sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Struktur

1. Pengertian Organisasi Organisasai adalah suatu sistem kerjasama daripada sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Struktur 1. Pengertian Organisasi Organisasai adalah suatu sistem kerjasama daripada sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Struktur organisasi merupakan suatu susunan dan hubungan antara tiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

Lebih terperinci

Administrasi dan Kebijakan Upaya Kesehatan Perorangan. Amal Sjaaf Dep. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, FKM UI

Administrasi dan Kebijakan Upaya Kesehatan Perorangan. Amal Sjaaf Dep. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, FKM UI Administrasi dan Kebijakan Upaya Kesehatan Perorangan Amal Sjaaf Dep. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, FKM UI Pasal 28H Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

Lebih terperinci

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BATU BARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 22

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 22 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 22 PERATURAN DAERAH BANJARNEGARA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS DAERAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG ORGANISASI BADAN PENGELOLA RUMAH SAKIT DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat, bangsa

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG

WALIKOTA PANGKALPINANG WALIKOTA PANGKALPINANG Menimbang PERATURAN WALIKOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS DAERAH KOTA PANGKALPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2008 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS KESEHATAN JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG : bahwa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 NOMOR 26 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 NOMOR 26 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 26 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 T E N T A N G KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN CIREBON

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2010 LEMBARAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 177 TAHUN 2008 T E N T A N G

PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 177 TAHUN 2008 T E N T A N G PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 177 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN KARO DAN AKADEMI KEBIDANAN KABANJAHE BUPATI KARO Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 15 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan unsur penunjang dalam sistem pelayanan kesehatan, akan tetapi kedudukannya sangat penting dan tidak bisa tergantikan. Tidak hanya pada intervensi kuratif,

Lebih terperinci

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN

Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN 14 Tabel 1. Perbandingan Belanja Kesehatan di Negara ASEAN Negara Belanja kesehatan terhadap % PDB Belanja kesehatan pemerintah terhadap % total belanja kesehatan Malaysia 4,3 44,1 Thailand 4,1 74,3 Filipina

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi peningkatan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARDI WALUYO KOTA BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK, KELUARGA BERENCANA, PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KESEHATAN TAHUN

RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KESEHATAN TAHUN RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KESEHATAN TAHUN 2005 2009 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI [Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP(K)] NOMOR 331/MENKES/SK/V/2006 RENCANA STRATEGI DEPARTEMEN KESEHATAN TAHUN 2005

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. A. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. A. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI A. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Provinsi Jawa Timur Layanan pengadaan secara elektronik adalah unit kerja yang dibentuk di seluruh kementrian, lembaga, satuan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 079 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 079 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 079 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 52 NOMOR 52 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 52 NOMOR 52 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 52 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 54 TAHUN 2016 Menimbang TENTANG TUGAS POKOK DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN RINCIAN TUGAS PADA DINAS PENDIDIKAN KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 126 TAHUN 2017 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KELAS B DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah di bidang Kesehatan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah di bidang Kesehatan. LAMPIRAN II : PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR : 54 TAHUN 2015 TANGGAL : 20 Oktober 2015 TENTANG : TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS DAERAH KABUPATEN BULELENG. DINAS KESEHATAN I. TUGAS POKOK. Dinas Kesehatan

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK, KELUARGA BERENCANA, PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI

- 1 - PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI - 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, No.16, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Pelayanan Kesehatan. Di Fasilitas Kawasan Terpencil. Sangat Terpencil. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental spritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 5 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 5 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANNIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH,

BISMILLAHIRRAHMANNIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH, PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR: 15 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHIRRAHMANNIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG BARAT Menimbang : a. DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci