Bab V Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab V Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab V Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian mengenai paparan partikulat terespirasi ini disajikan dalam beberapa bagian, yaitu paparan partikulat terespirasi, komposisi unsur-unsur dan kemungkinan sumber pencemar, perbandingan terhadap baku mutu, serta analisis awal resiko kesehatan. V.1 Paparan Partikulat Terespirasi Konsentrasi paparan partikulat terespirasi pada empat lokasi penelitian dengan peruntukkan lahan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel V.1. Tabel V.1 Konsentrasi paparan partikulat terespirasi No Lokasi Rentang Konsentrasi (μg/m 3 ) Rata-rata Konsentrasi (μg/m 3 ) Hari kerja Akhir pekan Hari kerja Akhir pekan 1 Tegalega 48,97 107,72 39,70 79,63 83,28 56,98 2 Aria Graha 22,58 157,13 43,03 110,49 67,93 63,19 3 Dago Pakar 21,30 61,73 37,65 62,83 51,30 51,27 4 Cisaranten wetan 26,85 104,63 24,38-108,33 72,65 75,89 Rentang konsentrasi paparan partikulat terespirasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel V.1 menunjukkan selisih tertinggi untuk hari kerja diperoleh di Aria Graha yaitu sebesar 134,55μg/m 3 dan terendah diperoleh di Dago Pakar sebesar 40,43 μg/m 3. Untuk akhir pekan selisih paparan tertinggi diperoleh di Cisaranten Wetan yaitu sebesar 83,95 μg/m 3 dan terendah di Dago Pakar sebesar 25,18 μg/m 3. Adanya rentang konsentrasi tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya aktivitas responden, posisi responden, dan jarak dengan sumber pencemar. Responden di Dago Pakar relatif mempunyai aktivitas yang sejenis, yaitu penjaga Tahura dan tukang kebun, selain itu lokasi responden juga relatif berdekatan sehingga paparan yang diperoleh relatif tidak jauh berbeda. Di Aria Graha aktivitas objek sampling diantaranya sebagai satuan pengamanan, tukang becak, dan tukang gorengan. Masing-masing mempunyai posisi yang berbedabeda sehingga paparan partikulat yang diperoleh dari sumber pencemar juga

2 relatif berbeda. Pada umumnya responden yang berada di areal depan kompleks terpapar partikulat terespirasi lebih banyak karena bagian depan berbatasan langsung dengan jalan raya Soekarno-Hatta. Objek yang terpapar lebih tinggi adalah responden satpam yang bertugas di kawasan depan kompleks, tukang becak yang relatif lebih sering berada di depan, dan tukang gorengan yang juga berada di areal depan kompleks. Di Cisaranten Wetan, kondisi yang terjadi tidak jauh berbeda dengan di Aria Graha. Diperkirakan aktivitas dan posisi yang berbeda antara tukang kebun dan satpam cukup berpengaruh dalam paparan partikulat yang diterima. Tukang kebun relatif berada dalam posisi yang sama sepanjang hari sedangkan satpam bertugas berkeliling ke seluruh wilayah kompleks sehingga paparan partikulat yang diterima dapat lebih banyak. Perbedaan paparan yang diterima dapat juga disebabkan karena posisi sebagai perokok pasif. Koistinen (2002) menyebutkan bahwa asap rokok adalah salah satu faktor kuat yang mempengaruhi paparan perseorangan untuk PM 2,5. Perokok aktif akan terpapar PM 2,5 hampir tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak merokok dan tidak terpapar asap rokok. Perokok pasif akan terpapar PM 2,5 dua kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak merokok dan tidak terpapar asap rokok. Meskipun demikian perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai hubungan paparan asap rokok dan paparan partikulat terespirasi termasuk komposisi yang terkandung di dalamnya. V.1.1 Partikulat Terespirasi di Tegalega Paparan partikulat terespirasi pada hari kerja dan hari libur di kawasan Tegalega menunjukkan adanya perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini diperkuat dalam uji ANOVA one way dalam program SPSS 11,5 dengan taraf kepercayaan 99% memberikan nilai statistik F = 11,862 dan P-value = 0,004 yang lebih kecil dari nilai α = 0,01. Grafik yang menunjukkan perbedaan rata-rata konsentrasi partikulat terespirasi serta standar deviasi pada hari kerja dan akhir pekan di Tegalega ditunjukkan pada Gambar V.1.

3 100 Rata-rata konsentrasi partikulat terespirasi (ug/m3) N = 9 9 hari kerja akhir pekan WAKTU Gambar V.1 Konsentrasi partikulat terespirasi di Tegalega Nilai konsentrasi rata-rata partikulat terespirasi pada hari kerja adalah 83,28 μg/m 3, sementara rata-rata konsentrasi pada akhir pekan diperoleh sebesar 56,98 μg/m 3. Nilai konsentrasi tersebut diperoleh selama pengukuran rata-rata 8 jam. Konsentrasi fine particles (PM 2,5 ) udara ambien dari penelitian sebelumnya di Tegalega yaitu rata-rata 36,89 µg/m 3 pada musim hujan (Muntu, 2002) dan ratarata 50,58 µg/m 3 pada musim kemarau (Juni tahun 2003) dari penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari (2004). Paparan partikulat terespirasi yang diperoleh selama 8 jam menunjukkan konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi udara ambien yang diperoleh untuk pengukuran 24 jam. Paparan perorangan dapat lebih tinggi dibandingkan dengan pengukuran di udara ambien. Hal ini dapat terjadi karena masyarakat sebagai reseptor cenderung lebih dekat dengan sumber-sumber pencemar, misalnya paparan dari debu tanah atau asap kendaraan bermotor. Pengukuran pada udara ambien lebih mewakili kondisi secara umum di alam dengan polutan yang relatif telah mengalami proses-proses baik dispersi, dilusi, maupun transformasi yang lebih kompleks. Perbedaan konsentrasi partikulat terespirasi di hari kerja dan akhir pekan dapat terjadi karena berbagai faktor. Laporan BPLHD (2005) menyebutkan bahwa untuk kawasan cekungan Bandung kepadatan kendaraan didominasi oleh Kota Bandung. Kepadatan tertinggi di Kota Bandung terletak di pusat-pusat kota, dan

4 salah satunya adalah kawasan Tegalega. Kurniawan (2006) menyebutkan bahwa terdapat penambahan jumlah kendaraan yang memasuki kawasan kota Bandung pada akhir pekan dibandingkan dengan pada hari kerja. Kawasan Tegalega telah diketahui sebagai pusat keramaian transportasi yang terjadi hampir setiap hari dan setiap waktu. Kawasan ini dekat dengan kawasan perbelanjaan seperti Kebon Kelapa dan Pasar Baru sehingga kemungkinan pada akhir pekan kedua tempat perbelanjaan tersebut menjadi lebih ramai jika dibandingkan dengan hari kerja. Namun demikian, di kawasan Tegalega terutama di sekitar Jalan Moh Toha dan Jalan BKR terdapat perkantoran-perkantoran, sehingga aktivitas kendaraan yang keluar masuk perkantoran di kawasan tersebut lebih ramai pada hari kerja. Selain itu di kawasan ini terdapat terminal angkutan umum yaitu terminal Tegalega, sehingga mendukung pernyataan bahwa kawasan ini merupakan kawasan keramaian transportasi. Disamping dari pengaruh kendaraan bermotor, partikulat dapat berasal dari sumber lainnya, seperti kegiatan industri, kegiatan konstruksi, debu tanah, debu jalan raya, dan lain sebagainya. Di sekitar kawasan Tegalega terdapat kegiatan bengkel las, produksi kusen, dan usaha-usaha lain. Aktifitas tersebut umumnya beroperasi pada hari kerja, sehingga kemungkinan kegiatan tersebut berpengaruh terhadap lebih tingginya paparan partikulat terespirasi pada hari kerja dibandingkan pada akhir pekan. V Komposisi Unsur-Unsur Kimia Unsur-unsur yang teridentifikasi di Tegalega pada hari kerja dan akhir pekan adalah Br, Mn, Al, I, V, Cl, Na, Pb, Hg, dan black carbon (BC). Konsentrasi masing-masing unsur pada hari kerja dan akhir pekan diperlihatkan pada Tabel V.2.

5 Tabel V.2. Rata-rata konsentrasi unsur-unsur dalam partikulat terespirasi di Tegalega Unsur Rata-rata Konsentrasi (μg/m 3 ) Hari Kerja Akhir Pekan Br 0, ,08940 Mn 0, ,01765 Al 1, ,68655 I 0, ,03392 V 0,00410 ** Cl 2, ,48075 Ti ** ** Na 0, ,00153 BC 11, ,06625 Hg 0, ,00526 Pb 0, ,00044 **: Unsur tidak terdeteksi Data pada Tabel V.2 di atas dapat ditunjukkan dalam bentuk grafik pada Gambar V Rata-rata konsentrasi (ug/m3) Hari kerja akhir pekan Br Mn Al I V Cl Ti Na BC Hg Pb Unsur-unsur Gambar V.2 Unsur-unsur kimia dalam partikulat terespirasi di Tegalega Gambar V.2 dan Tabel V.2 menunjukkan bahwa ada beberapa unsur yang mempunyai rata-rata konsentrasi lebih besar pada hari kerja dibandingkan pada akhir pekan atau sebaliknya. BC, Hg, dan Pb menunjukkan rata-rata konsentrasi lebih tinggi pada hari kerja dibandingkan dengan pada akhir pekan. Unsur I

6 mempunyai rata-rata konsentrasi lebih tinggi pada akhir pekan, sedangkan Na mempunyai rata-rata konsentrasi yang hampir sama pada akhir pekan dan hari kerja. Unsur Ti tidak terdeteksi di kawasan Tegalega ini, dan unsur V hanya terdeteksi pada hari kerja. Rata-rata konsentrasi unsur-unsur lain tidak memiliki perbedaan cukup besar antara konsentrasi pada hari kerja dan akhir pekan. Untuk mengetahui adanya kaitan antar unsur yang merujuk pada sumber pencemar yang sama maka perlu dilakukan uji lebih lanjut, salah satunya adalah analisis faktor. Sumber-sumber yang diinterpretasikan dari analisis faktor ini berasal dari faktor-faktor hasil rotasi dan ekstraksi data. Sebagai contoh, dapat dilihat pada Tabel V.3 yang menunjukkan eigenvalue ( 2) dari data unsur-unsur yang terdeteksi di lokasi Tegalega pada hari kerja. Hasil ekstraksi maupun rotasi terlihat bahwa terdapat 2 faktor yang memiliki eigenvalue lebih besar dari 1. Proses rotasi dilakukan untuk memperjelas struktur faktor yang terbentuk sehingga akan lebih mudah diidentifikasi. Berdasarkan hasil tersebut maka jumlah faktor yang terbentuk kemudian diinterpretasikan sumbernya adalah sebanyak dua faktor. Tabel-tabel yang menunjukkan nilai eigenvalue untuk lokasi dan sampel lain dapat dilihat di lampiran B.1. Tabel V.3 Nilai eigenvalue partikulat terespirasi di Tegalega pada hari kerja Component Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % E E E E E E E E E E E E Eigenvalue disebut juga akar atau dasar dari karakteristik, adalah nilai yang menunjukkan perhitungan jumlah variasi dalam sampel yang dihitung untuk membentuk suatu faktor (Garson, 2007).

7 Analisis interpretasi sumber terhadap hasil yang diperoleh didasarkan pada besarnya nilai loading tiap-tiap unsur/ senyawa terhadap faktor baru yang terbentuk. Nilai loading dapat diartikan sebagai koefisien korelasi antara variabel dengan faktor (Garson, 2007). Pengambilan keputusan unsur/ senyawa tersebut masuk ke dalam faktor yang dapat dilihat dari nilai loading tersebut. Nilai loading terbesar yang dimiliki oleh unsur/ senyawa tersebut menunjukkan faktor yang merepresentasikannya. Nilai loading yang lebih besar dari 0,5 dianggap signifikan meskipun nilai yang lebih kecil masih dapat berpengaruh terhadap sumber (Mauliadi, 2004). Interpretasi yang dilakukan terhadap hasil analisis faktor yang diperoleh didasarkan atas unsur-unsur penanda pada profil sumber. Profil sumber tersebut dapat berasal dari US EPA serta literatur-literatur dan hasil penelitian lain mengenai sumber partikulat sebagai dasar analisis. Ringkasan unsur-unsur dalam sumber pencemar yang dikeluarkan US EPA ditampilkan dalam Tabel V.4. Tabel V.4 Unsur-unsur penanda sumber pencemar Tanah Si, Al, Fe, Mg, Na, Ca, Ti, K Kendaraan bermotor Pb, Ec, Mn Pembakaran biomassa K, Ec, SO 4, NO 3, Cl, F Abu vulkanik Si, Al, Na, Ca, Mg, Fe, K Iindustri Pb, SO 4, Zn, Fe, Cu, Cd, Mn, Ni, Cr, Ce V, F, K Limbah Zn, Cl, Na, Pb, K Kapur Ca, Si, Al, Fe, Cl NH 4 SO 4 (Aerosol sekunder) NH 4, SO 4 NH 4 NO 3 (Aerosol sekunder) NH 4, NO 3 Pembakaran bahan bakar minyak Co, Ni, V, Na, Fe, Cl, Pb (Sumber: US EPA dalam Mauliadi, 2004) Menurut Xie et al. (1999), dan Santoso et al. (2006) bahwa unsur V, Br, BC, dan Pb merupakan penanda sumber kendaraan bermotor. Unsur Na dan Cl merupakan penanda dari unsur garam atau sea spray dan juga sebagai unsur dengan komposisi tertinggi dari hasil proses insinerasi (Speciate software US EPA). Unsur Al, Mn, dan Ti merupakan penanda unsur tanah dan dapat juga sebagai penanda industri logam (Wirawan, 2004) dan (Koistinen 2002). Unsur Hg dapat berasal dari emisi gunung berapi ataupun pembakaran bahan bakar fosil, dan

8 kegiatan industri (European commissions, 2001). Unsur V, BC, dan Pb juga dapat menjadi unsur penanda kegiatan industri (Santoso et al., 2006). Hasil analisis faktor partikulat terespirasi di Tegalega pada hari kerja dan akhir pekan diperoleh masing-masing dua faktor yang dapat menggambarkan kemungkinan sumber pencemar di kawasan tersebut. Faktor pertama yang diperoleh pada hari kerja terdiri atas unsur-unsur Br, Mn, Hg, dan Pb. Unsur Hg dapat berasal dari bahan bakar fosil. Salah satu bahan bakar fosil tersebut adalah bahan bakar minyak seperti bensin dan solar meskipun kandungan dalam produkproduk hasil sampingan minyak bumi ini relatif kecil (European commissions, 2001). Unsur Pb juga merupakan penanda dari sumber kendaraan bermotor. Unsur Pb digunakan untuk menaikkan angka oktan sebagai upaya untuk mengurangi ketukan pada mesin kendaraan. Di Indonesia bensin yang mengandung timbal masih umum digunakan. Unsur Br digunakan sebagai komponen pencampur dalam bensin bertimbal untuk mengeluarkan sisa timbal dari silinder mesin (Manahan, 1992). Dengan demikian kemungkinan faktor pertama dapat berasal dari kendaraan bermotor. Faktor kedua terdiri atas unsurunsur Cl, Na, dan BC. Unsur Na dan Cl umumnya berasal dari garam-garaman, juga dapat berasal dari pengolahan limbah, atau pembakaran minyak. Unsur black carbon pada umumnya berasal dari sumber kendaraan bermotor, pembakaran biomassa, atau pembakaran minyak. Kehadiran unsur BC dan Cl menurut US EPA dapat menjadi penanda pembakaran biomassa, pertimbangan lain bahwa nilai loading yang diperlihatkan unsur BC juga cukup besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemungkinan sumber pencemar yang ditunjukkan oleh faktor kedua ini adalah sumber pembakaran biomassa. Hal ini juga dapat menjelaskan konsentrasi Hg, Pb, BC, yang lebih tinggi pada hari kerja dibandingkan pada akhir pekan, mengingat Hg dan Pb merupakan penanda sumber kendaraan bermotor, serta BC termasuk ke dalam pembakaran biomassa. Nilai loading dari unsur-unsur pada hari kerja ini ditunjukkan pada Tabel V.5.

9 Tabel V.5 Nilai loading unsur-unsur di Tegalega pada hari kerja Faktor Unsur 1 2 Br 0,732 Mn 0,691 Cl 0,951 Al Na 0,802 Hg 0,999 BC 0,996 Pb 0,999 Unsur I, V, dan Ti tidak disertakan dalam analisis, karena tidak seluruh sampel mengandung unsur tersebut. Hasil analisis faktor pada akhir pekan, faktor pertama terdiri atas unsur Br, Mn, Cl, Al, dan Na. Unsur Al dan Mn merupakan unsur penanda dari sumber tanah. Manahan (1992) menyebutkan bahwa unsur Al merupakan unsur yang berasal dari tanah dengan konsentrasi dalam partikulat udara dapat mencapai lebih dari 1μg/m 3, sedangkan mangan merupakan unsur tanah terutama dalam bentuk mangan oksida. Kehadiran unsur Na dengan nilai loading yang tinggi dan diikuti dengan Cl, menandakan bahwa dalam faktor pertama ini kemungkinan terdapat faktor campuran dari sumber pencemar, yaitu unsur tanah dan garam-garam laut (seasalt). Secara geografis, kota Bandung tidak berbatasan dengan laut, dan memiliki jarak sekitar 180 km dari garis pantai utara maupun selatan (Soedomo, 1992). Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan kehadiran dari unsur penanda garam-garam laut. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya partikel halus dapat terdistribusi hingga mencapai ratusan hingga ribuan kilometer, bahkan dapat melintasi batas negara (US EPA, 1999). US EPA dalam Fierro (2000) juga menyebutkan bahwa jangka waktu partikulat halus dapat bertahan di udara selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Soedomo (1992) menyatakan bahwa aerosol yang berasal dari laut dapat ditransportasikan oleh angin ke daerah cekungan Bandung pada jarak yang dapat ditempuh dalam waktu kurang dari 12 jam dengan kecepatan angin minimum 4 m/s. Faktor kedua, unsur Hg dan Pb memberikan nilai loading yang tinggi. Dapat dikatakan bahwa kemungkinan sumber yang ditunjukkan oleh faktor yang kedua

10 ini adalah sumber kendaraan bermotor. Nilai loading unsur-unsur pada akhir pekan ditunjukkan pada Tabel V.6. Tabel V.6 Nilai loading unsur-unsur di Tegalega pada akhir pekan Faktor Unsur 1 2 Br 0,998 Mn 0,945 Cl 0,832 Al 0,876 Na 1,000 Hg 0,969 BC Pb 0,961 Unsur I, V, dan Ti tidak disertakan dalam analisis, karena tidak seluruh sampel mengandung unsur tersebut Pengukuran arah angin pada saat pengambilan sampel menunjukkan bahwa ratarata arah angin di Tegalega pada hari kerja berasal dari barat daya dan rata-rata arah angin pada akhir pekan bertiup berasal dari tenggara. Hal ini tidak bertentangan dengan arah angin berdasarkan windrose kota Bandung satu tahun sebelumnya yaitu bulan Maret dan April 2006 yang diperoleh dari stasiun BMG kota Bandung dan Lanud Husein Sastranegara Bandung. Windrose pada bulan Maret 2006 menunjukkan angin bertiup dominan berasal dari arah barat, barat laut, dan sedikit barat daya dengan kecepatan rata-rata 4,57 m/s. Pada bulan April 2006, angin bertiup dominan berasal dari barat, barat laut, barat daya, serta sedikit dari arah timur dan tenggara dengan kecepatan rata-rata 4,02 m/s. Hasil pengukuran arah dan kecepatan angin ditampilkan pada Lampiran D. Windrose pada bulan Maret dan April 2006 dtunjukkan pada Gambar V.3 dan Gambar V.4.

11 WIND ROSE PLOT WRPLOT View 3.5 by Lakes Environmental Software - WRPLOT View 3.5 by Lakes Environmental Software - Station # , NORTH 30% 24% 18% 12% 6% WEST EAST SOUTH MODELER DATE COMPANY NAME Wind Speed (m/s) 4/25/2007 > DISPLAY Wind Speed UNIT m/s COMMENTS AVG. WIND SPEED CALM WINDS m/s 31.98% ORIENTATION Direction (blowing from) PLOT YEAR-DATE-TIME 2006 Jan 1 - Dec 31 Midnight - 11 PM PROJECT/PLOT NO. Gambar V.3 Windrose Kota Bandung bulan Maret 2006 (Hasil olahan data dari Lanud Husein Sastranegara Bandung, 2006) WIND ROSE PLOT Station # , NORTH 25% 20% 15% 10% 5% WEST EAST SOUTH MODELER DATE COMPANY NAME Wind Speed (m/s) 4/25/2007 > DISPLAY Wind Speed UNIT m/s COMMENTS AVG. WIND SPEED CALM WINDS m/s 34.78% ORIENTATION Direction (blowing from) PLOT YEAR-DATE-TIME 2006 Jan 1 - Dec 31 Midnight - 11 PM PROJECT/PLOT NO. Gambar V.4 Windrose Kota Bandung bulan April 2006 (Hasil olahan data dari Lanud Husein Sastranegara Bandung, 2006) Sebelah barat, barat laut, dan barat daya kawasan Tegalega merupakan keramaian transportasi yaitu jalan raya Peta, kawasan Astana Anyar, dan jalan Otista yang selalu ramai dan padat terutama pada hari kerja. Kegiatan lainnya adalah

12 kegiatan-kegiatan pengecoran logam seperti bengkel las serta pengrajin kusen, dan lain sebagainya di sekitar kawasan tersebut. Arah tenggara dan timur kawasan Tegalega adalah keramaian transportasi dan perkantoran di sekitar jalan Moh. Toha, dan jalan BKR. Hal tersebut dapat mendukung perolehan unsur-unsur yang berkaitan dengan kendaraan bermotor serta unsur-unsur yang berasal dari tanah. Unsur V hanya terdeteksi pada hari kerja kemungkinan terbawa angin dari kegiatan-kegiatan industri yang berasal dari arah barat kota Bandung. V Partikulat Terespirasi, Unsur-unsur Kimia, dan Baku Mutu Rata-rata konsentrasi tahunan untuk PM 10 pada tahun 2001 dari stasiun pemantau kualitas udara BPLHD di Tegalega menunjukkan nilai rata-rata sebesar 73,33μg/m 3. Nilai tersebut masih berada di bawah baku mutu harian yaitu sebesar 150μg/m 3. Perbandingan PM 2,5 pada penelitian-penelitian sebelumnya diperoleh konsentrasi yang berada di bawah baku mutu harian PM 2,5 udara ambien nasional. Perbandingan tersebut ditunjukkan pada Tabel V.7. Tabel V.7 PM 2,5 di Tegalega dan baku mutu PM 2,5 Rata-rata Konsentrasi PM 2,5 (μg/m 3 ) Musim Hujan Musim Kemarau Baku Mutu (PM 2,5 ) (μg/m 3 ) 24 jam 36,89 * 50,58 ** 65 * Muntu (2002), ** Mayangsari (2004) Tabel V.7 menunjukkan bahwa PM 2,5 di udara ambien Tegalega lebih kecil dibandingkan baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 65 μg/m 3. Tabel V.8 memperlihatkan rata-rata konsentrasi partikulat terespirasi, baku mutu PM 2,5 udara ambien, dan baku mutu TWA PEL OSHA (1989) tentang partikulat terespirasi selama 8 jam.

13 Tabel V.8 Paparan partikulat terespirasi di Tegalega, baku mutu PM 2,5, dan baku mutu partikulat terespirasi OSHA (1989) Rata-rata Konsentrasi Partikulat Terespirasi (μg/m 3 ) Hari Kerja Akhir pekan Baku Mutu (PM 2,5 ) (μg/m 3 ) 24 jam TWA PEL Partikulat Terespirasi (μg/m 3 ) 83,28 56, x 10 3 Pada dasarnya partikulat terespirasi yang diperoleh tidak dapat dibandingkan dengan baku mutu PM 2,5 udara ambien karena perbedaan metode dan waktu pengukuran serta terhadap baku mutu yang ditetapkan OSHA. Baku mutu yang di tetapkan OSHA berdasarkan pada TWA PEL yang berarti jumlah paparan yang boleh diterima selama 8 jam kerja. Baku mutu tersebut berlaku di lingkungan kerja atau di dalam suatu industri. Namun demikian informasi pada Tabel V.7 dan V.8 dapat menunjukkan bahwa meskipun PM 2,5 udara ambien di Tegalega masih berada di bawah baku mutu namun paparan partikulat terespirasi yang diterima oleh manusia di kawasan tersebut belum tentu dapat dikatakan baik bahkan cenderung lebih tinggi dari konsentrasi yang ada di udara ambien. Unsur-unsur kimia yang terkandung dalam partikulat terespirasi tidak dapat dibandingkan dengan baku mutu udara ambien karena belum ada standar yang ditetapkan. Unsur yang dapat dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PPRI No 41 Tahun 1999 adalah Pb yaitu ditetapkan sebesar 2 μg/m 3 untuk pengukuran 24 jam dan menurut NIOSH (2004) baku mutu unsur Pb di ruang kerja adalah sebesar 0,1 mg/m 3 (100μg/m 3 ) untuk paparan 10 jam. Unsur Pb yang diperoleh di Tegalega pada hari kerja dan akhir pekan adalah masing-masing sebesar 0,00081 μg/m 3 dan 0,00044 μg/m 3. Meskipun konsentrasi Pb yang diterima penduduk di Tegalega masih sangat rendah namun kondisi tersebut tidak dapat diabaikan karena potensi Pb yang cukup tinggi di dalam tubuh untuk dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan.

14 V.1.2 Partikulat Terespirasi di Aria Graha Mengacu pada Tabel V.1 bahwa rentang konsentrasi paparan partikulat terespirasi di Aria Graha pada hari kerja adalah 22,58 157,13 µg/m 3 dan untuk akhir pekan adalah 43,03 110,49 µg/m 3. Rata-rata konsentrasi partikulat terespirasi di kawasan Aria Graha dapat dilihat pada Gambar V Rata-rata konsentrasi partikulat terespirasi (ug/m3) N = 12 hari kerja 5 akhir pekan WAKTU Gambar V.5 Konsentrasi partikulat terespirasi di Aria Graha Rata-rata konsentrasi partikulat terespirasi di Aria Graha yang diperlihatkan pada Gambar V.5 menunjukkan bahwa pada hari kerja rata-rata konsentrasi sebesar 67,93 μg/m 3, dan pada akhir pekan sebesar 63,16 μg/m 3. Secara statistik, hasil pengujian dengan uji ANOVA one way dengan taraf kepercayaan 95% pada program SPSS 11,5 memberikan nilai statistik F=0,073 dan P-value = 0,790 yang lebih besar dari nilai α = 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara hari kerja dan hari libur. Tidak ada perbedaan yang signifikan ini dapat terjadi karena di Aria Graha tidak ada aktivitas khusus di kedua kelompok hari yang diperkirakan dapat berpengaruh besar terhadap perbedaan konsentrasi partikulat terespirasi. Penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari (2004) untuk kawasan pemukiman Batununggal pada bulan Januari 2003 menyebutkan bahwa rata-rata PM 2,5 40,61µg/m 3. Indrawati (2003) menyebutkan bahwa rata-rata konsentrasi PM 2,5

15 diperoleh sebesar 48,50 µg/m 3 pada musim kemarau (Juli-November 2002). Kawasan pemukiman Batununggal merupakan salah satu kawasan pemukiman yang berdekatan dengan jalan raya Soekarno-Hatta. Paparan partikulat terespirasi yang diperoleh di kawasan pemukiman Aria Graha cenderung menunjukkan konsentrasi yang lebih tinggi dari PM 2,5 udara ambien. Hal ini dapat terjadi karena manusia sebagai reseptor cenderung lebih dekat dengan sumber-sumber polutan seperti kendaraan bermotor, asap rokok, debu tanah, dan lain sebagainya. Paparan partikulat terespirasi di Aria Graha pada akhir pekan diperoleh konsentrasi yang jauh melebihi konsentrasi lain yaitu sebesar 524,69 μg/m 3 sehingga tidak dimasukkan ke dalam kelompok data. Kondisi ini dapat dijelaskan dari keberadaan dan aktivitas objek sampling sebagai pedagang kakilima penjaja makanan yang digoreng. Objek sampling berada di sekitar gerbang kompleks perumahan yang tidak jauh dari jalan raya Soekarno-Hatta. Objek sampling melakukan aktivitasnya selama kurang lebih 8 hingga 10 jam sehari sebagai penjaja gorengan. Diperkirakan bahwa objek sampling tersebut dapat terpapar lebih banyak partikulat terespirasi kemungkinan berasal dari debu jalan, emisi kendaraan bermotor, dan penggunaan minyak tanah sebagai bahan bakar yang dipergunakan untuk sarana menggoreng. V Komposisi Unsur-unsur Kimia Unsur-unsur yang diperoleh di kawasan Aria Graha ditunjukkan pada Tabel V.9.

16 Tabel V.9 Rata-rata konsentrasi unsur-unsur dalam partikulat terespirasi di Aria Graha Unsur Rata-rata Konsentrasi (μg/m 3 ) Hari Kerja Akhir Pekan Br 0, ,10968 Mn 0, ,01685 Al 0, ,49694 I 0,03890 ** V 0, ,00128 Cl 2, ,54425 Ti ** ** Na 0, ,00092 BC 6, ,62841 Hg 0, ,00523 Pb 0, ,00035 **: Unsur tidak terdeteksi Konsentrasi dan unsur-unsur pada Tabel V.9 dapat digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar V rata-rata konsentrasi (ug/m3) Br Mn Al I V Cl Ti Na BC hari kerja akhir pekan Hg Pb unsur-unsur Gambar V.6 Unsur-unsur kimia dalam partikulat terespirasi di Aria Graha Perbedaan konsentrasi untuk unsur-unsur yang terkandung dalam partikulat terespirasi pada hari kerja dan akhir pekan di kawasan ini relatif tidak jauh berbeda. Sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan hari relatif tidak menyebabkan perbedaan yang cukup signifikan pada konsentrasi unsur-unsur Perkecualian untuk unsur Pb dan Na yang lebih tinggi pada hari kerja.. Untuk

17 unsur I hanya terdeteksi pada hari kerja, dan unsur Ti tidak terdeteksi baik pada hari kerja maupun akhir pekan. Hasil dari analisis faktor menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat menggambarkan sumber pencemar yang cukup berpengaruh di kawasan tersebut pada hari kerja. Faktor pertama terdiri atas unsur-unsur Mn, Al, Na, dan BC. Unsur-unsur tanah yaitu Al, Mn, dan Na cukup mendominasi dalam faktor tersebut. Sehingga kemungkinan sumber pencemar berasal dari tanah. Hal ini juga dapat menjelasakan teridentifikasinya unsur Na lebih tinggi pada hari kerja. Unsur Br, Mn, dan Cl adalah unsur-unsur yang terdapat pada faktor kedua. Kehadiran unsur Mn dan Cl dapat merupakan unsur yang berasal dari road dust. Karena itu dapat dikatakan bahwa kemungkinan sumber pencemar dominan berasal dari unsur tanah dan road dust. Meskipun unsur Pb teridentifikasi mempunyai konsentrasi lebih tinggi pada hari kerja namun hasil dari analisis faktor tidak menunjukkan sumber kendaraan bermotor. Namun demikian keberadaan aktivitas kendaraan bermotor tetap terjadi setiap hari dan setiap waktu, sehingga tidak menutup kemungkinan unsur Pb dapat teridentifikasi lebih tinggi pada hari kerja. Nilai loading dari unsur-unsur tersebut ditampilkan pada Tabel V.10. Tabel V.10 Nilai loading unsur-unsur di Aria Graha pada hari kerja Unsur Faktor 1 2 Br 0,963 Mn 0,743 0,669 Cl 0,902 Al 0,957 Na 1,000 Hg BC 0,992 Pb Unsur yang akan dilakukan analisis faktor pada akhir pekan adalah unsur Hg, BC, dan Pb. Unsur-unsur lain tidak dapat dilakukan analisis faktor karena adanya

18 keterbatasan jumlah pada sampel. Hasil dari analisis faktor menunjukkan bahwa pada akhir pekan terdapat satu faktor yang terdiri dari unsur Hg dan Pb. Kedua unsur tersebut dapat menandakan adanya pengaruh dari sumber kendaraan bermotor. Nilai loading dari unsur-unsur tersebut ditunjukkan pada Tabel V.11. Tabel V.11 Nilai loading unsur-unsur di Aria Graha pada akhir pekan Unsur Faktor Hg 0,966 BC Pb 0,977 Rata-rata angin di kawasan Aria Graha bertiup dari arah barat daya untuk hari kerja dan akhir pekan. Hal tersebut tidak bertentangan dengan arah angin berdasarkan windrose kota Bandung satu tahun sebelumnya yaitu bulan Maret 2006 dengan kecepatan rata-rata 4,57 m/s dan April 2006 dengan kecepatan ratarata 4,02 m/s. Sebelah barat daya dari pemukiman Aria Graha pada dasarnya berupa kawasan pemukiman, juga terdapat kegiatan konstruksi bangunan dan jalan yang menghubungkan antar kompleks, sehingga dapat dipahami apabila unsur-unsur yang ditemukan ada pengaruh dari aktivitas tersebut. V Partikulat Terespirasi, Unsur-unsur Kimia, dan Baku Mutu Rata-rata konsentrasi untuk PM 10 pada tahun 2001 dari stasiun pemantau kualitas udara BPLHD di Aria Graha menunjukkan nilai rata-rata sebesar 62,42 μg/m 3 dan 65,92 μg/m 3 pada tahun Nilai tersebut berada di bawah baku mutu 24 jam untuk PM 10 yaitu 150 μg/m 3. Perbandingan antara konsentrasi PM 2,5 dari hasil penelitian yang dilakukan Mayangsari (2004) untuk kawasan pemukiman Batununggal dan Indrawati (2003) pada musim kemarau (Juli-November 2002) dengan baku mutu harian untuk PM 2,5 diperlihatkan pada Tabel V.12.

19 Tabel V.12 PM 2,5 di Batununggal dan baku mutu udara ambien nasional Rata-rata Konsentrasi PM 2,5 (μg/m 3 ) Musim hujan Musim Kemarau Baku mutu (PM 2,5 ) (μg/m 3 ) 24 jam 40,61 * 48,50 ** 65 * Mayangsari (2004), **Indrawati (2002) Perbandingan pada Tabel V.12 di atas menunjukkan bahwa konsentrasi PM 2,5 udara ambien di kawasan perumahan Batununggal berada di bawah baku mutu standar nasional untuk PM 2,5. Rata-rata konsentrasi PM 10 pada tahun 2001, 2002, dan 2003 di Batununggal berturut-turut adalah sebesar 62,14 μg/m 3, 62,67 μg/m 3, dan 51,93 μg/m 3. Nilai tersebut menunjukkan kualitas udara untuk parameter PM 10 di lokasi tersebut masih cukup baik karena konsentrasi PM 10 yang diperoleh dari pemantauan BPLHD berada di bawah baku mutu. Tabel V.13 menunjukkan rata-rata konsentrasi paparan partikulat terespirasi, baku mutu udara ambien untuk PM 2,5, dan baku mutu partikulat terespirasi OSHA (1989). Tabel V.13 Paparan partikulat terespirasi di Aria Graha, baku mutu PM 2,5, dan baku mutu partikulat terespirasi OSHA (1989) Rata-rata Konsentrasi Partikulat Terespirasi (μg/m 3 ) Hari Kerja Akhir pekan Baku Mutu (PM 2,5 ) (μg/m 3 ) 24 jam TWA PEL Partikulat Terespirasi (μg/m 3 ) 67,93 63, x 10 3 Informasi dari Tabel V.12 dan V.13 menunjukkan bahwa ada kecenderungan paparan partikulat terespirasi pada manusia di kawasan Aria Graha lebih tinggi dari PM 2,5 di udara ambien. Hal tersebut dilihat dari PM 2,5 udara ambien kawasan Batununggal. Dengan demikian meskipun kondisi PM 2,5 udara ambien menunjukkan nilai di bawah baku mutu namun paparan yang diterima oleh masyarakat belum tentu dapat dikatakan baik.

20 Unsur Pb yang teridentifikasi di Aria Graha diperoleh konsentrasi sebesar 0,00106 μg/m 3 pada hari kerja dan 0,00035 μg/m 3 pada akhir pekan. Konsentrasi Pb yang ditetapkan dalam baku mutu nasional yaitu sebesar 2 μg/m 3 dan menurut NIOSH (2004) baku mutu unsur Pb di ruang kerja adalah sebesar 0,1mg/m 3 (100 μg/m 3 ) untuk paparan 10 jam. Meskipun konsentrasi unsur Pb yang diterima penduduk di Aria Graha masih sangat rendah namun kondisi tersebut tidak boleh diabaikan karena efek Pb terhadap kesehatan sangat berbahaya. V.1.3 Partikulat Terespirasi di Dago Pakar Rentang konsentrasi paparan partikulat terespirasi yang diperoleh dari kawasan Tahura Ir. H. Djuanda (Dago Pakar) adalah sebesar 21,30 61,73 µg/m 3 dengan rata-rata 51,30 μg/m 3 untuk hari kerja, dan 37,65 62,83 μg/m 3 dengan rata-rata 51,27 μg/m 3 pada akhir pekan. Konsentrasi tersebut menunjukkan bahwa di Dago Pakar paparan partikulat terespirasi lebih rendah jika dibandingkan dengan kawasan lain di Kota Bandung. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan aktivitas antropogenik yang cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan kawasan lainnya. Rata-rata konsentrasi paparan partikulat terespirasi di kawasan Dago Pakar pada hari kerja dan akhir pekan dapat dilihat pada Gambar V Rata-rata konsentrasi partikulat terespirasi (ug/m3) N = 9 hari kerja 9 akhir pekan WAKTU Gambar V.7 Konsentrasi partikulat terespirasi Dago Pakar

21 Pengujian dengan uji ANOVA one way untuk melihat adanya perbedaan pada hari kerja dan akhir pekan pada program SPSS 11.5 dengan tingkat kepercayaan 95% memberikan nilai P-value = 0,995 yang lebih besar dari α = 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa paparan partikulat terespirasi di kawasan Dago Pakar ini tidak berbeda secara signifikan baik pada hari kerja dan akhir pekan. Hasil pengamatan kegiatan masyarakat di sekitar wilayah Tahura Dago Pakar ini, selain dari aktivitas kendaraan bermotor, pembuatan perapian dan pembakaran sampah. Pada akhir pekan jumlah kendaraan bermotor menjadi lebih banyak dibandingkan dengan hari kerja mengingat akhir pekan/ hari minggu merupakan hari kegiatan puncak karena kawasan tersebut merupakan tempat wisata. Gambaran mengenai jumlah kendaraan bermotor yang keluar masuk kawasan Tahura Ir. H Djuanda dapat dilihat pada Tabel V.14. Tabel V.14 Rata-rata jumlah kendaraan di sekitar Tahura Ir. H Djuanda/ Dago Pakar Jam Hari Jenis Kendaraan Motor Kendaraan penumpang Akhir pekan Hari Kerja Kendaraan bermotor yang masuk ke kawasan Tahura Dago Pakar ini didominasi oleh motor dan kendaraan penumpang yang umumnya berupa mobil pribadi. Kendaraan yang diamati adalah kendaraan yang memasuki area parkir kawasan ini. Penelitian sebelumnya mengenai konsentrasi PM 2,5 di udara ambien yang dilakukan oleh Indrawati (2003) pada musim kemarau (Juli-November 2002) menyebutkan bahwa konsentrasi PM 2,5 rata-rata di Dago Pakar adalah 41,68 µg/m 3. Mayangsari (2004) menyebutkan bahwa rata-rata konsentrasi PM 2,5 pada bulan Agustus-September 2003 diperoleh sebesar 48,55 µg/m 3, dan berkisar pada 28,11-65,95 µg/m 3. Dengan kondisi PM 2,5 di udara ambien demikian dan hasil konsentrasi partikulat terespirasi yang diperoleh maka dapat dikatakan bahwa

22 paparan partikulat terespirasi pada penduduk di kawasan tersebut dapat lebih tinggi dari konsentrasi PM 2,5 udara ambien. V Komposisi Unsur-unsur Kimia Kandungan unsur-unsur kimia dalam paparan partikulat terespirasi di Dago Pakar diperlihatkan pada Tabel V.15. Tabel V.15 Rata-rata konsentrasi unsur-unsur dalam paparan partikulat terespirasi di Dago Pakar Unsur Konsentrasi (ug/m 3 ) Hari Kerja Akhir Pekan Br 0, ,10139 Mn 0, ,00992 Al 0, ,87885 I 0, ,03253 V 0, ,00304 Cl 2, ,33794 Ti ** ** Na 0, ,00163 BC 4, ,74470 Hg 0, ,00646 Pb 0, ,00026 ** Tidak terdeteksi Komposisi dan konsentrasi unsur-unsur kimia pada Tabel V.15 dapat digambarkan dalam bentuk grafik yang ditunjukkan pada Gambar V.8.

23 100 Rata-rata konsentrasi (ug/m3) hari kerja akhir pekan Br Mn Al I V Cl Ti Na BC Hg Pb Unsur-unsur Gambar V.8 Unsur-unsur kimia dalam partikulat terespirasi di Dago Pakar Keseluruhan unsur memperlihatkan rata-rata konsentrasi yang relatif tidak jauh berbeda baik pada hari kerja maupun pada akhir pekan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan hari tidak berpengaruh terhadap konsentrasi unsur-unsur yang terkandung dalam partikulat terespirasi. Perkecualian untuk unsur Pb yang diidentifikasi mempunyai konsentrasi lebih tinggi pada hari kerja dan Al pada akhir pekan. Hasil dari analisis faktor, kemungkinan sebagian sumber pencemar di kawasan Dago Pakar pada hari kerja terdiri atas dua faktor. Faktor pertama terdiri atas unsur Na, Hg, dan Pb. Kehadiran unsur Hg dan Pb menandakan adanya pengaruh dari sumber kendaraan bermotor. Pernyataan ini diperkuat dengan nilai loading kedua unsur yang cukup tinggi, sehingga faktor pertama ini kemungkinan menunjukkan pengaruh sumber kendaraan bermotor. Hal ini juga dapat mendukung keberadaan unsur Pb yang lebih tinggi pada hari kerja. Faktor kedua terdiri atas unsur Mn, Cl, dan BC. Kehadiran unsur BC dan Cl menunjukkan adanya pengaruh pembakaran biomassa. Berdasarkan pengamatan aktivitas penduduk di kawasan ini, seringkali ditemukan kegiatan pembakaran sampah yang terdiri dari daun-daun kering atau membuat perapian sederhana

24 dengan kayu bakar. Kehadiran Unsur Mn menunjukkan bahwa faktor kedua ini tidak murni hanya berasal dari pembakaran biomassa, namun ada campuran dengan road dust (Koistinen, 2002). Sehingga dapat dikatakan kemungkinan sumber pencemar yang ditunjukkan pada faktor kedua ini adalah campuran pembakaran biomassa dan road dust. Nilai loading untuk hari kerja diperlihatkan pada Tabel V.16. Tabel V.16 Nilai loading Unsur-unsur di Dago Pakar pada hari kerja Unsur Faktor 1 2 Br Mn 0,867 Cl 1,000 Al Na 0,839 Hg 1,000 BC 0,723 Pb 0,964 Unsur I, V, dan Ti tidak disertakan dalam analisis, karena tidak seluruh sampel mengandung unsur tersebut. Kemungkinan sumber pencemar pada akhir pekan juga terdiri atas dua faktor. Faktor pertama terdiri atas unsur Mn, Cl, Al, Na, dan Hg. Unsur Al dan Mn mempunyai nilai loading yang lebih tinggi, disamping itu unsur Al juga ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi pada akhir pekan. Kedua unsur ini dapat berasal dari unsur tanah. Menurut Wirawan (2004) bahwa unsur tanah di Dago Pakar berkontribusi sebesar 14% terhadap PM 2,5. Kehadiran unsur Cl dengan nilai loading yang cukup tinggi menunjukkan bahwa disamping unsur tanah juga ada campuran dengan unsur sea salt. Unsur Cl dan BC memberikan nilai loading yang cukup tinggi pada faktor kedua. Kedua unsur ini merupakan penanda dari sumber pembakaran biomassa seperti halnya yang ditemukan pada hari kerja. Menurut Santoso et al. (2006) bahwa faktor pembakaran biomassa untuk PM 2,5 memberikan kontribusi sekitar 39% di kawasan rural yaitu Lembang. Kawasan Dago Pakar secara garis besar mempunyai kemiripan karakteristik dengan kawasan Lembang tersebut. Sehingga

25 untuk faktor kedua ini menunjukkan kemungkinan sumber pencemar adalah pembakaran biomassa. Nilai loading unsur-unsur pada akhir pekan ditunjukkan pada Tabel V.17. Tabel V.17 Nilai loading Unsur-unsur di Dago Pakar pada akhir pekan Unsur Faktor 1 2 Mn 0,929 Cl 0,864 0,503 Al 0,987 Na 0,986 Hg 0,924 BC 0,995 Pb Unsur Br, I, V, dan Ti tidak disertakan dalam analisis, karena tidak seluruh sampel mengandung unsur tersebut. Data arah sumber dan kecepatan angin pada hari kerja di Dago pakar diperoleh rata-rata angin bertiup dari arah timur laut dan dari arah tenggara pada akhir pekan. Hal ini tidak bertentangan dengan gambaran arah angin berdasarkan windrose kota Bandung satu tahun sebelumnya yaitu bulan April dan Mei Windrose pada bulan April 2006, angin bertiup dominan berasal dari barat, barat laut, barat daya, serta sedikit dari arah tenggara dan timur laut dengan kecepatan rata-rata 4,02 m/s. Windrose bulan Mei 2006 menunjukkan bahwa angin bertiup dominan dari arah barat, sebagian dari timur laut, dan sedikit dari arah tenggara dengan kecepatan rata-rata 3,67m/s. Selain dari sumber pencemar yang berasal dari kawasan Tahura Ir H Djuanda, tidak menutup kemungkinan adanya partikulat yang terbawa angin dari arah kota Bandung. Hasil pengukuran arah dan kecepatan angin ditampilkan pada Lampiran D. Windrose pada bulan April 2006 telah ditunjukkan pada Gambar V.4. Windrose pada bulan Mei 2006 ditunjukkan pada Gambar V.9.

26 WIND ROSE PLOT WRPLOT View 3.5 by Lakes Environmental Software - Station # , NORTH 15% 12% 9% 6% 3% WEST EAST SOUTH MODELER DATE COMPANY NAME Wind Speed (m/s) 4/25/2007 > DISPLAY Wind Speed UNIT m/s COMMENTS AVG. WIND SPEED CALM WINDS m/s 51.75% ORIENTATION Direction (blowing from) PLOT YEAR-DATE-TIME 2006 Jan 1 - Dec 31 Midnight - 11 PM PROJECT/PLOT NO. Gambar V.9 Windrose kota Bandung bulan Mei 2006 (Hasil olahan data dari Lanud Husein Sastranegara Bandung, 2006) V Partikulat Terespirasi, Unsur-unsur Kimia, serta Baku Mutu Baku mutu udara ambien nasional menjadi pembanding terhadap konsentrasi PM 2,5 dari penelitian-penelitian udara ambien sebelumnya di Dago Pakar. Perbandingan tersebut ditunjukkan pada Tabel V.18. Tabel V.18 PM 2,5 di Dago Pakar dan baku mutu udara ambien Rata-rata Konsentrasi PM 2,5 (μg/m 3 ) Musim hujan Musim Kemarau Baku mutu (PM 2,5 ) (μg/m 3 ) 24 jam 48,55 * 41,68 ** 65 * Mayangsari (2004), Indrawati (2003)** Konsentrasi PM 2,5 dari penelitian Mayangsari (2004) dan Indrawati (2003) di Dago Pakar seperti yang ditunjukkan Tabel V.18 diperoleh bahwa PM 2,5 di lokasi tersebut berada di bawah baku mutu udara ambien nasional. Pemantauan dari stasiun pemantau kualitas udara BPLHD di BAF1 Dago Pakar menunjukkan ratarata konsentrasi tahunan untuk PM 10 pada tahun 2002 menunjukkan nilai rata-rata sebesar 50,92 μg/m 3. Konsentrasi tersebut masih berada di bawah baku mutu harian untuk PM 10 yaitu sebesar 150 μg/m 3. Sehingga dapat dikatakan bahwa

27 kualitas udara di Dago Pakar untuk parameter PM 2,5 dan PM 10 masih dalam keadaan baik. Rata-rata konsentrasi paparan partikulat terespirasi, baku mutu udara ambien untuk PM 2,5, dan baku mutu partikulat terespirasi OSHA (1989) ditunjukkan pada Tabel V.19. Tabel V.19 Paparan partikulat terespirasi di Dago Pakar, baku mutu PM 2,5, dan baku mutu partikulat terespirasi OSHA (1989) Rata-rata Konsentrasi Partikulat Terespirasi (μg/m 3 ) Hari Kerja Akhir pekan Baku Mutu (PM 2,5 ) (μg/m 3 ) 24 jam TWA PEL Partikulat Terespirasi (μg/m 3 ) 51,30 51, x 10 3 Informasi pada Tabel V.18 dan V.19 menunjukkan bahwa ada kecenderungan paparan partikulat terespirasi pada penduduk di Dago Pakar lebih tinggi dari konsentrasi PM 2,5 udara ambien. Secara umum kualitas udara ambien untuk parameter partikulat baik PM 2,5 dan PM 10 di Dago Pakar masih dalam keadaan baik dan memenuhi standar baku mutu, namun paparan yang diterima oleh masyarakat dapat lebih tinggi dari konsentrasi di udara ambien. Konsentrasi rata-rata unsur Pb diperoleh sebesar 0,00053 μg/m 3 untuk hari kerja, dan 0,00026 μg/m 3 untuk akhir pekan. Jika melihat konsentrasi Pb yang ditetapkan dalam baku mutu nasional yaitu sebesar 2 μg/m 3 dan menurut NIOSH (2004) baku mutu unsur Pb di ruang kerja adalah sebesar 0,1mg/m 3 (100 μg/m 3 ) untuk paparan 10 jam, maka konsentrasi unsur Pb yang diterima penduduk di Dago Pakar masih sangat rendah. V.1.4 Paparan Partikulat Terespirasi di Cisaranten Wetan Konsentrasi partikulat terespirasi yang diperoleh pada hari kerja berada pada rentang 26,85 104,63 µg/m 3 dengan rata-rata sebesar 72,65 μg/m 3, dan 24,38-108,33 µg/m 3 dengan rata-rata sebesar 75,89 μg/m 3 di akhir pekan. Pada Gambar

28 V.10 diperlihatkan distribusi konsentrasi partikulat terespirasi yang diperoleh pada hari kerja dan akhir pekan. 100 Rata-rata konsentrasi partikulat terespirasi (ug/m3) N = 8 hari kerja 9 akhir pekan WAKTU Gambar V.10 Konsentrasi paparan partikulat terespirasi di Cisaranten Wetan Gambar.V.10 tersebut memperlihatkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara konsentrasi partikulat yang diperoleh pada hari kerja dan akhir pekan. Hal ini diperkuat dengan pengujian signifikansi dengan ANOVA one way dalam program SPSS 11.5 yang dengan tingkat kepercayaan 95% memberikan P-value = P-value ini lebih besar dari α = 0.05, yang artinya konsentrasi partikulat terespirasi pada hari kerja dan akhir pekan tidak berbeda nyata. Pemantauan paparan perseorangan di Cisaranten Wetan pada hari kerja terdapat data konsentrasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok data yang ada yaitu sebesar 1302,22 µg/m 3 sehingga tidak dimasukkan ke dalam kelompok data. Hal ini dapat dijelaskan bahwa objek sampling pada hari itu adalah satpam yang bertugas berkeliling (mobile) di seluruh lokasi kompleks baik dari depan hingga belakang kompleks yang kemungkinan terpapar partikulat terespirasi lebih banyak. Di kawasan tersebut berlangsung proses pembangunan yang terdiri dari aktifitas pembongkaran dan pengerukan lahan. Karena dalam proses pembangunan, terdapat beberapa kendaraan berat mulai dari truk hingga buldozer dan sejenisnya yang aktif digunakan. Berdasarkan tingkat emisi dari setiap kendaraan, bahwa kendaraan berat seperti truk mempunyai tingkat emisi yang

29 cukup besar yaitu 210,4 ton/tahun untuk PM 2,5 dan 228,6 ton/tahun untuk PM 10. Data emisi kendaraan bermotor ditampilkan pada lampiran C. Indrawati (2003) menyebutkan bahwa untuk kawasan Cisaranten Wetan pada musim kemarau diperoleh konsentrasi rata-rata PM 2,5 adalah sebesar 78,71 µg/m 3, sedangkan Mayangsari (2004) menyebutkan bahwa rata-rata konsentrasi PM 2,5 pada musim hujan sebesar 42,22 µg/m 3. Berdasarkan keadaan tersebut maka ratarata konsentrasi paparan partikulat terespirasi yang diperoleh di kawasan Cisaranten Wetan ini cenderung mendekati PM 2,5 udara ambien pada musim kemarau. Kondisi pada saat pengambilan sampel partikulat terespirasi cenderung berada pada kondisi peralihan antara musim hujan dan kemarau, namun relatif lebih sering pada keadaan tidak hujan. Hal tersebut dapat menjadi sebab paparan partikulat terespirasi yang diperoleh cenderung lebih mendekati konsentrasi PM 2,5 pada musim kemarau. V Komposisi Unsur-unsur Kimia Komposisi unsur-unsur yang terkandung dalam partikulat terespirasi di Cisaranten Wetan pada dasarnya sama seperti yang teridentifikasi di lokasi lain. Hal yang membedakan adalah bahwa pada hari kerja teridentifikasi unsur Ti. Pada Tabel V.20 diperlihatkan konsentrasi unsur-unsur tersebut.

30 Tabel V.20 Rata-rata konsentrasi unsur-unsur dalam partikulat terespirasi di Cisaranten Wetan Unsur Konsentrasi (μg/m 3 ) Hari Kerja Akhir Pekan Br 0, ,06956 Mn 0, ,03664 Al 1, ,34217 I 1, ,54067 V 0, ,00418 Cl 6, ,19718 Ti 0,74825 ** Na 0, ,00087 BC 7, ,27735 Hg 0, ,00503 Pb 0, ,00053 **unsur tidak terdeteksi Unsur-unsur dalam Tabel V.20 dapat digambarkan dalam bentuk grafik yang ditunjukkan pada Gambar V Rata-rata Konsentrasi (ug/m3) Br Mn Al I V Cl Ti Na BC hari kerja akhir pekan Hg Pb Unsur-unsur Gambar V.11 Unsur-unsur kimia dalam partikulat terespirasi di Cisaranten Wetan Unsur V, Cl, dan Na mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi pada hari kerja, dan Pb pada akhir pekan. Unsur Ti dapat teridentifikasi hanya pada hari kerja, sedangkan unsur-unsur lainnya relatif tidak memberikan perbedaan yang signifikan. Hasil dari analisis faktor menunjukkan bahwa pada hari kerja diperoleh dua faktor yang dapat merujuk kepada sumber pencemar. Faktor pertama terdiri atas unsur-

31 unsur Mn, Al, Cl, I, dan BC. Unsur-unsur ini dapat berasal dari kegiatan industri terutama industri yang berkaitan dengan logam. Hal ini diperkuat dari adanya kehadiran unsur Mn dan Al yang disertai kehadiran unsur BC dan Cl. Unsur BC dan Cl dapat menjadi penanda adanya aktivitas pembakaran. Faktor kedua terdiri atas unsur Cl, Na, dan BC. Unsur Na dan Cl dapat menjadi penanda garam-garam laut dan pengolahan limbah. Kehadiran BC umumnya berasal dari proses pembakaran dan diperkuat dengan kehadiran unsur Cl dapat menandakan adanya proses pembakaran limbah atau insinerasi dalam insinerator. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada hari kerja di kawasan Cisaranten Wetan, sumber pencemar dominan kemungkinan adalah dari kegiatan industri dan proses insinerasi. Hal ini juga dapat mendukung keberadaan unsur Na dan Cl yang lebih tinggi pada hari kerja. Nilai loading unsur-unsur pada hari kerja ini ditampilkan pada Tabel V.21. Tabel V.21 Nilai loading unsur-unsur di Cisaranten Wetan pada hari kerja Faktor Unsur 1 2 Mn 0,981 Cl 0,724 0,690 Al 0,993 I 0,998 Na 0,999 Hg BC 0,605 0,797 Pb Unsur Br, V, dan Ti tidak disertakan dalam analisis, karena tidak seluruh sampel mengandung unsur tersebu Analisis faktor untuk unsur-unsur pada akhir pekan juga menunjukkan dua faktor yang merujuk pada sumber pencemar. Faktor pertama terdiri atas Mn, Cl, Na, dan Hg. Hg dan Mn dapat menjadi penanda sumber kegiatan industri. faktor kedua terdiri atas unsur V. Unsur Pb mempunyai nilai loading yang kecil namun dapat mendukung kehadiran unsur V. Unsur V umumnya merupakan penanda dari kegiatan industri juga kegiatan pembakaran bahan bakar minyak (Manahan, 1992). Unsur Pb selain menjadi pananda dari sumber kendaraan bermotor, juga berasal dari pembakaran bahan-bahan yang mengandung timbal yang kemungkinan digunakan pada proses industri. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada akhir pekan kemungkinan sumber pencemar dominan adalah berasal dari

32 kegiatan industri dan pembakaran bahan bakar minyak. Meskipun unsur V diidentifikasi lebih tinggi pada hari kerja, namun proses industri relatif terjadi baik pada akhir pekan maupun hari kerja sehingga tidak menutup kemungkinan unsur V terlihat lebih dominan dalam analisis faktor di akhir pekan. Tabel nilai loading dari unsur-unsur tersebut ditunjukkan pada Tabel V.22. Tabel V.22 Nilai loading unsur-unsur di Cisaranten Wetan pada akhir pekan Faktor Unsur 1 2 Mn 0,960 Cl Al V 0,775 0,632 Na 0,991 Hg 0,993 BC Pb 0,309 Unsur Br, I, dan Ti tidak disertakan dalam analisis, karena tidak seluruh sampel mengandung unsur tersebut Mengacu pada Tabel V.22 unsur Ti diperoleh pada hari kerja di kawasan ini. Unsur Ti tidak teridentifikasi pada semua sampel, namun kehadiran unsur Ti ini dapat dikaitkan dengan adanya kegiatan pembongkaran tanah mengingat karena unsur Ti merupakan salah satu penanda dari unsur tanah (Santoso, 2006). Kegiatan pembongkaran tanah terkait dengan tahap pembangunan beberapa cluster di kawasan Pinus Regency yang lebih aktif beroperasi pada hari kerja. Rata-rata angin bertiup dari arah timur laut pada hari kerja dan pada akhir pekan di kawasan Cisaranten Wetan ini. Hal tersebut tidak bertentangan dengan windrose kota Bandung satu tahun sebelumnya yaitu bulan April dan Mei Windrose pada bulan April 2006, angin bertiup dominan berasal dari barat, barat laut, barat daya, serta sedikit dari arah tenggara dan timur laut dengan kecepatan rata-rata 4,02 m/s. Windrose bulan Mei 2006 menunjukkan bahwa angin bertiup dominan dari arah barat, sebagian dari timur laut, dan sedikit dari arah tenggara dengan kecepatan rata-rata 3,67 m/s. Arah timur laut kawasan ini rata-rata

Bab IV Metodologi Penelitian

Bab IV Metodologi Penelitian Bab IV Metodologi Penelitian Alur penelitian yang dilakukan terdiri atas survei lapangan, pengumpulan data primer dan sekunder, analisis partikulat, serta analisis paparan unsur-unsur kimia. Metodologi

Lebih terperinci

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi IV.1 Umum Kota Bandung yang merupakan ibukota propinsi Jawa Barat terletak pada 107 o 36 Bujur Timur dan 6 o 55 Lintang Selatan. Secara topografis terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan Bab V Hasil dan Pembahasan V.1 onsentrasi Hasil Pengukuran Pengambilan data partikulat pada periode penelitian kali ini dilakukan pada tanggal 30 Juli 2005 hingga 31 Juli 2007. Data yang diperoleh dari

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986) Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pencemaran udara didefinisikan sebagai hadirnya satu atau lebih substansi/ polutan di atmosfer (ambien) dalam jumlah tertentu yang dapat membahayakan atau mengganggu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA PAPARAN PARTIKULAT TERESPIRASI. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung

KARAKTERISTIK KIMIA PAPARAN PARTIKULAT TERESPIRASI. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Karakteristik Kimia Paparan Partikulat Terespirasi (Noneng Dewi Zannaria) ISSN 1411-3481 KARAKTERISTIK KIMIA PAPARAN PARTIKULAT TERESPIRASI Noneng Dewi Zannaria 1, Dwina Roosmini 2, Muhayatun Santoso 3

Lebih terperinci

Bab III Gambaran Umum Wilayah Studi

Bab III Gambaran Umum Wilayah Studi Bab III Gambaran Umum Wilayah Studi Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bandung dengan pembagian lokasi berdasarkan peruntukkan lahan dengan tujuan mengetahui karakteristik polutanpolutan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

APLIKASI MODEL POSITIVE MATRIX FACTORIZATION DALAM STUDI IDENTIFIKASI SUMBER EMISI PARTIKULAT DI KOTA BANDUNG TESIS

APLIKASI MODEL POSITIVE MATRIX FACTORIZATION DALAM STUDI IDENTIFIKASI SUMBER EMISI PARTIKULAT DI KOTA BANDUNG TESIS No. Urut : 397/S2-TL/TML/2008 APLIKASI MODEL POSITIVE MATRIX FACTORIZATION DALAM STUDI IDENTIFIKASI SUMBER EMISI PARTIKULAT DI KOTA BANDUNG TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

Gambar 8. Peta Kontur Ketinggian Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Bandung

Gambar 8. Peta Kontur Ketinggian Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Bandung 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Kajian Stasiun pemantauan kualitas udara (fix station) yang terdapat di Bandung ada lima stasiun dan masing-masing mewakili daerah dataran tinggi, pemukiman

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

Iklim Kota Cilegon dipengaruhi oleh iklim laut yang panas dan kering

Iklim Kota Cilegon dipengaruhi oleh iklim laut yang panas dan kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Meteorologi 4.1.1 Kondisi Meteorologi Iklim Kota Cilegon dipengaruhi oleh iklim laut yang panas dan kering disertai dengan angin. Hal ini bisa dilihat pada tabel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat

Lebih terperinci

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan, yaitu pada awal bulan Mei 2008 hingga bulan Nopember 2008. Lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

Kajian logam berat di udara ambien-th2013

Kajian logam berat di udara ambien-th2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam konsep pengelolaan kualitas udara dan pengendalian pencemaran udara adalah pelaksanaan pemantauan secara kontinu. Karena polusi udara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu unsur alam yang sama pentingnya dengan air dan udara. Tanah adalah suatu benda alami, bagian dari permukaan bumi yang dapat ditumbuhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kualitas udara merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama pada pernafasan. Polutan di

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebakaran hutan merupakan fenomena yang sering terjadi di Indonesia (Stolle et al, 1999) yang menjadi perhatian lokal dan global (Herawati dan Santoso, 2011). Kebakaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T. PEMODELAN DISPERSI SULFUR DIOKSIDA (SO ) DARI SUMBER GARIS MAJEMUK (MULTIPLE LINE SOURCES) DENGAN MODIFIKASI MODEL GAUSS DI KAWASAN SURABAYA SELATAN Oleh: Wisnu Wisi N. 3308100050 Dosen Pembimbing: Abdu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. lainnya baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Menentukan Tujuan Penelitian Studi Pustaka Pemilihan Lokasi : Tegalega Menentukan parameter yang diukur: Konsentrasi massa rata-rata fine & coarse particles Elemen Logam,Ion

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak Analisis Dispersi Gas Sulfur Dioksida (SO 2 ) Dari Sumber Transportasi Di Kota Pontianak Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak win@pplh-untan.or.id Abstrak Pencemaran

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR

STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR JURNAL TUGAS AKHIR STUDI TINGKAT KUALITAS UDARA PADA KAWASAN RS. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO DI MAKASSAR Oleh : AYUKO HIRANI SALEH D121 10 265 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU Oleh: Imam Yanuar 3308 100 045 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

B A P E D A L Badan Pengendalian Dampak Lingkungan KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP- 107/KABAPEDAL/11/1997 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN SERTA INFORMASI INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA B A P E D A L Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan masalah yang memerlukan perhatian khusus, terutama pada kota-kota besar. Pencemaran udara berasal dari berbagai sumber, antara lain asap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Kepadatan Lalu Lintas Jl. M.H. Thamrin Jalan M.H. Thamrin merupakan jalan arteri primer, dengan kondisi di sekitarnya didominasi wilayah perkantoran. Kepadatan lalu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udarajuga merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA TANGGAL JUNI 2017

ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA TANGGAL JUNI 2017 BADAN METEROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jl. Angkasa I No. 2 Jakarta, 10720 Telp: (021) 424 6321, Fax: (021) 424 6703, P.O. Box 3540 Jkt Website: http://www.bmkg.go.id ANALISIS KUALITAS UDARA JAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Jalan Raya Kasomalang merupakan jalan provinsi Jawa Barat yang

V. GAMBARAN UMUM. Jalan Raya Kasomalang merupakan jalan provinsi Jawa Barat yang V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Jalan Raya Kasomalang merupakan jalan provinsi Jawa Barat yang menghubungkan Kecamatan Jalan Cagak dengan Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang. Jalur

Lebih terperinci

BAB V Hasil dan Pembahasan

BAB V Hasil dan Pembahasan 43 BAB V Hasil dan Pembahasan Bagian ini memberikan gambaran tentang hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian Inventori Emisi Gas Rumah Kaca (CO 2 dan CH 4 ) dari Sektor Transportasi dengan Pendekatan

Lebih terperinci

Turunnya Harga Premium, Tingkatkan Kadar Timbal

Turunnya Harga Premium, Tingkatkan Kadar Timbal 1 Turunnya Harga Premium, Tingkatkan Kadar Timbal Eforia yang sedang terjadi di akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009 yaitu menurunnya harga bahan bakar minyak untuk ketiga kalinya. Hal ini tentu disambut

Lebih terperinci

Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1)

Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1) dan Tahun Pembuatan Kendaraan dengan ISSN Emisi 1978-5283 Co 2 Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1) HUBUNGAN JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR, ODOMETER KENDARAAN DAN TAHUN PEMBUATAN KENDARAAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah alat transportasi. Akibat dari kebutuhan masyarakat akan alat

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah alat transportasi. Akibat dari kebutuhan masyarakat akan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia yang begitu pesat mengakibatkan bertambahnya kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat. Salah satunya adalah alat transportasi.

Lebih terperinci

Konsep Penelitian Kualitas Lingkungan (Udara) dalam Membangun IKLH

Konsep Penelitian Kualitas Lingkungan (Udara) dalam Membangun IKLH Konsep Penelitian Kualitas Lingkungan (Udara) dalam Membangun IKLH Oleh : RITA, S.Si., M.Si disampaikan pada acara: RAKERNIS KUALITAS UDARA PM 10, PM 2.5 DI 17 KOTA DI INDONESIA Serpong, 25 Agustus 2016

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 2014 pada pasal 1 ayat 9 yang menyatakan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor. Sekitar

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan panas bumi dan Iain-lain. Pertumbuhan industri akan membawa dampak positif,

BAB I PENDAHULUAN. dan panas bumi dan Iain-lain. Pertumbuhan industri akan membawa dampak positif, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri di Indonesia semakin pesat dalam bermacammacam bidang, mulai dari industri pertanian, industri tekstil, industri elektroplating dan galvanis,

Lebih terperinci

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd PENCEMARAN LINGKUNGAN Purwanti Widhy H, M.Pd Pengertian pencemaran lingkungan Proses terjadinya pencemaran lingkungan Jenis-jenis pencemaran lingkungan PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Berdasarkan UU Pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat dapat dilihat dari tingginya jumlah kendaraan seiring dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pesat dapat dilihat dari tingginya jumlah kendaraan seiring dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pertumbuhan di sektor transportasi dapat dilihat dan dirasakan dampaknya terhadap kehidupan manusia. Perkembangan transportasi yang semakin pesat dapat dilihat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 23 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di TPST Sampah Bantargebang, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang meliputi tiga kelurahan,

Lebih terperinci

Pencemaran Timbel (Pb) di Udara dan Kadar Timbel pada Darah Anak2: Studi Kasus di Bandung

Pencemaran Timbel (Pb) di Udara dan Kadar Timbel pada Darah Anak2: Studi Kasus di Bandung Pencemaran Timbel (Pb) di Udara dan Kadar Timbel pada Darah Anak2: Studi Kasus di Bandung Dr. Puji Lestari Departmen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Email: pujilest@indo.net.id Acknowledgement

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGI TERHADAP KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DI JALAN GAJAHMADA KAWASAN SIMPANGLIMA KOTA SEMARANG

PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGI TERHADAP KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DI JALAN GAJAHMADA KAWASAN SIMPANGLIMA KOTA SEMARANG PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGI TERHADAP KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DI JALAN GAJAHMADA KAWASAN SIMPANGLIMA KOTA SEMARANG Mariati S Manullang, Sudarno, Dwi Siwi Handayani *) ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

PENENTUAN STATUS MUTU AIR

PENENTUAN STATUS MUTU AIR PENENTUAN STATUS MUTU AIR I. METODE STORET I.. URAIAN METODE STORET Metode STORET ialah salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode STORET ini dapat diketahui

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT i ii iii iv v vii ix x xi xii xiii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi dan Lingkungan Kebutuhan akan transportasi timbul karena adanya kebutuhan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memungkinkan terjadinya

Lebih terperinci

Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan

Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan Penilaian Kualitas Udara, dan Indeks Kualitas Udara Perkotaan Kuliah Minggu V Laboratorium Pencemaran Udara dan Perubahan Iklim (LPUPI) Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Host of Urban Problems Problem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga merupakan atmosfir

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen hidup yang sangat penting untuk manusia maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa hari, tanpa minum manusia

Lebih terperinci

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Pemantauan kualitas udara Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Keabsahan dan keterpercayaannya ditentukan oleh metode dan analisis yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) RAHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK KIMIA PAPARAN PARTIKULAT TERESPIRASI (Studi Kasus: Kota Bandung) TESIS

STUDI KARAKTERISTIK KIMIA PAPARAN PARTIKULAT TERESPIRASI (Studi Kasus: Kota Bandung) TESIS STUDI KARAKTERISTIK KIMIA PAPARAN PARTIKULAT TERESPIRASI (Studi Kasus: Kota Bandung) TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh: NONENG

Lebih terperinci

BAB IX PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS DI PERKOTAAN

BAB IX PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS DI PERKOTAAN BAB IX PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS DI PERKOTAAN 1. Pencemaran Udara Pencemaran lingkungan kadang-kadang tampak jelas oleh kita ketika kita melihat timbunan sampah di pasar-pasar, pendangkalan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN. SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR, PADAT dan GAS di BAGIAN EKSPLORASI PRODUKSI (EP)-I PERTAMINA PANGKALAN SUSU TAHUN 2008

KUESIONER PENELITIAN. SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR, PADAT dan GAS di BAGIAN EKSPLORASI PRODUKSI (EP)-I PERTAMINA PANGKALAN SUSU TAHUN 2008 KUESIONER PENELITIAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR, PADAT dan GAS di BAGIAN EKSPLORASI PRODUKSI (EP)-I PERTAMINA PANGKALAN SUSU TAHUN 2008 Nama Perusahaan Jenis Industri Lokasi Kegiatan : PT. Pertamina

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT. 1. Nama Pemohon : Jabatan : Alamat : Nomor Telepon/Fax. :...

FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT. 1. Nama Pemohon : Jabatan : Alamat : Nomor Telepon/Fax. :... Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tanggal : FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT I. INFORMASI UMUM A. Pemohon 1. Nama Pemohon :... 2. Jabatan :... 3. Alamat :...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PP RI No. 50 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PP RI No. 50 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin modern ini pembangunan pesat terjadi pada berbagai bidang yang memberikan kemajuan pada sektor ekonomi, kesehatan, teknologi maupun berbagai

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bappenas. (2006), Strategi dan Rencana Aksi Lokal Kota Bandung untuk Peningkatan Kualitas Udara Perkotaan, LSAP UAQi, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Bappenas. (2006), Strategi dan Rencana Aksi Lokal Kota Bandung untuk Peningkatan Kualitas Udara Perkotaan, LSAP UAQi, Bandung. DAFTAR PUSTAKA Bappenas. (2006), Strategi dan Rencana Aksi Lokal Kota Bandung untuk Peningkatan Kualitas Udara Perkotaan, LSAP UAQi, Bandung. Biro Pusat Statistik. (2003), Bandung Dalam Angka. http://www.bandung.go.id/2003bda_bab01.pdf,

Lebih terperinci

Tabel 24.1 Status Kualitas Air Sungai di Provinsi Jawa barat Tahun Frekuensi Sampling. 1 Sungai Ciliwung 6 5 memenuhi-cemar ringan

Tabel 24.1 Status Kualitas Air Sungai di Provinsi Jawa barat Tahun Frekuensi Sampling. 1 Sungai Ciliwung 6 5 memenuhi-cemar ringan 24. LINGKUNGAN HIDUP 184 Tabel 24.1 Status Kualitas Air Sungai di Provinsi Jawa barat Tahun 2010 No Nama Jumlah Titik Sampling Frekuensi Sampling Kisaran Status Mutu Air Sungai Berdasarkan KMA PP 82/2001

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan

PENDAHULUAN. Tabel 1 Lokasi, jenis industri dan limbah yang mungkin dihasilkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Batam sebagai salah satu daerah industri yang cukup strategis, membuat keberadaan industri berkembang cukup pesat. Perkembangan industri ini di dominasi oleh industri berat

Lebih terperinci

INVENTARISASI EMISI SUMBER BERGERAK DI JALAN (ON ROAD) KOTA DENPASAR

INVENTARISASI EMISI SUMBER BERGERAK DI JALAN (ON ROAD) KOTA DENPASAR INVENTARISASI EMISI SUMBER BERGERAK DI JALAN (ON ROAD) KOTA DENPASAR Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada udara yang bersih atau tercemar. Pencemaran udara terjadi ketika komposisi udara dipengaruhi

Lebih terperinci