IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Kepadatan Lalu Lintas Jl. M.H. Thamrin Jalan M.H. Thamrin merupakan jalan arteri primer, dengan kondisi di sekitarnya didominasi wilayah perkantoran. Kepadatan lalu lintas di jalan ini relatif tinggi terutama pada pagi dan sore hari dengan jenis kendaraan yang melintas didominasi oleh kendaraan pribadi (motor dan mobil penumpang). Selain itu di sepanjang ruas jalan Thamrin Sudirman terdapat kegiatan optimalisasi pemanfaatan jalan dengan penambahan jalur. Pada ruas jalan ini pula dilakukan manajemen transportasi, yaitu 3 in 1 yang berlaku pada pagi hari (06:30-10:00) dan sore hari (16:00-19:00). Kajian terhadap fluktuasi lalu lintas harian pada jaringan jalan memberikan gambaran terhadap besar volume kendaraan maksimum serta waktu sibuk pagi dan sore hari untuk masing-masing arah. Gambar 11 menunjukkan volume kendaraan pada hari kerja dan hari libur. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah kendaraan pada hari libur jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan hari kerja. Pada hari kerja dapat dilihat puncak-puncak kepadatan kendaraan yang melewati Jl. M.H Thamrin terjadi pada pukul 08:00-09:00 dengan jumlah kendaraan mencapai 10,140 kendaraan. Hal ini sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan pada ruas jalan protokol di Jakarta yang menyebutkan waktu sibuk pagi hari di ruas jalan Jakarta adalah pukul 07:00-11:00. Hal ini disebabkan puncak volume lalu lintas pagi hari terjadi setelah pemberlakuan kebijakan 3 in 1 yaitu pukul 10:00-11:00 dan pagi hari pada waktu jam masuk kerja. Sedangkan pada hari libur, volume kendaraan yang melintas cenderung meningkat secara perlahan hingga 13:00-14:00 dengan jumlah kendaraan mencapai 5,712 kendaraan. Merujuk pada pengamatan kondisi volume lalu lintas pada ruas jalan yang sama oleh Satria (2006) didapatkan hasil yang sedikit berbeda, yaitu pada hari kerja puncak volume lalu lintas terjadi pukul 10:00-11:00 sebesar 12,336 kendaraan. Sedangkan pada hari libur, pola volume kendaraan yang melintas meningkat secara perlahan hingga pukul 12:00-13:00 dengan jumlah kendaraan yang melintas pada waktu tersebut sebesar 7,788 kendaraan. Terlihat bila dibandingkan dengan pengamatan lalu lintas kali ini, baik pada hari kerja maupun hari libur terjadi perbedaan volume puncak lalu lintas sebesar 1 jam Jumlah Kendaraan Hari Kerja Hari Libur Pukul Gambar 11. Grafik volume kendaraan harian di Jl. M.H. Thamrin pada hari kerja dan hari libur. 25

2 Gambar 12. Persentase kendaraan yang melewati Jl. M.H. Thamrin pada hari kerja dan hari libur Persentase kendaraan yang melewati ruas Jl M.H. Thamrin disajikan dalam Gambar 12. Hasil pengamatan dan perhitungan menunjukkan bahwa pada hari kerja jumlah kendaraan mencapai 69,150 kendaraan dengan jumlah kendaraan terbesar, yaitu sepeda motor sebanyak 40,818 kendaraan (59 %). Sedangkan pada hari libur jumlah kendaraan mencapai 34,872 kendaraan dengan jumlah kendaraan yang mendominasi, yaitu mobil penumpang berbahan bakar bensin sebanyak 14,644 kendaraan (41 %). Jalan ini merupakan salah satu jalan utama di pusat Jakarta dan merupakan salah satu kawasan perkantoran yang cukup tinggi aktivitasnya. Persentase berbeda ditemukan dari pengamatan yang dilakukan Satria (2006). Didapatkan baik pada hari kerja maupun hari libur persentase kendaraan yang melintas di ruas Jl. M.H. Thamrin terbesar adalah moda transportasi mobil, yaitu sebesar 55 % pada hari kerja dan 48 % pada hari libur. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Jakarta pada saat ini lebih memilih moda transportasi sepeda motor dalam melakukan aktivitas sehari-hari, karena bentuk moda transportasi tersebut yang sesuai untuk memecah kemacetan yang sering terjadi di ruas jalan Ibukota serta konsumsi bahan bakar yang relatif sedikit. Penelitian serupa untuk volume lalu lintas juga dilakukan oleh Broderick et al (2006) dan Karasitsion (2006) yang mengemukakan bahwa pola volume lalu lintas yang tinggi pada pagi hari dan berangsur-angsur rendah pada siang hari pada hari kerja merupakan ciri untuk wilayah perkotaan (urban) dengan tingkat mobilitas yang tinggi. Selain itu wilayah penyangga perkotaan (suburban) hampir memiliki pola volume lalu lintas dengan wilayah urban. 4.2 Total Beban Emisi Sumber Garis Data volume lalu lintas diperlukan untuk menghitung beban emisi polutan dari sumber transportasi. Pada penelitian ini data volume lalu lintas didasarkan pada volume lalu lintas setiap jam pengamatan, komposisi jenis kendaraan, dan faktor emisi untuk tiap tipe kendaraan. Hasil perhitungan beban emisi CO dan NO x disajikan pada Lampiran Emisi CO Sumber CO dominan dari emisi kendaraan bermotor berasal dari mobil penumpang berbahan bakar bensin, truk, bus, dan motor. Hal ini didasarkan pada tingginya faktor emisi yang dimiliki oleh kendaraan bermotor tersebut. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh KLH RI (2007), mobil penumpang berbahan bakar bensin memiliki faktor emisi CO sebesar 20 gr/km; truk sebesar 11 gr/km; bus sebesar 8.4 gr/km; dan motor sebesar 14 gr/km. Hasil perhitungan menunjukkan, nilai total beban emisi CO pada pengamatan pukul 06:00-14:00 di ruas Jl. M.H. Thamrin sebesar mg/m.s untuk hari kerja dan sebesar mg/m.s untuk hari libur. Hal ini terkait dengan lokasi pengamatan yang merupakan wilayah perkantoran dengan aktivitas tinggi pada saat hari kerja dan di dominasi oleh volume kendaraan berbahan bakar bensin sebagai penyumbang utama emisi CO, yaitu mencapai 59,592 kendaraan pada hari kerja dan 26,058 kendaraan pada hari libur. 26

3 Jumlah Kendaraan Emisi CO (mg/m.s) Kendaraan Hari Kerja Emisi Hari kerja Pukul Kendaraan Hari Libur Emisi Hari Libur Gambar 13. Perbandingan jumlah kendaraan terhadap emisi CO di ruas Jl. M.H. Thamrin pada hari kerja dan hari libur Grafik pada Gambar 13 menunjukkan beban emisi CO dan volume kendaraan di ruas Jl. M.H. Thamrin. Hasil perhitungan beban emisi CO baik pada hari kerja maupun hari libur di lokasi ini secara umum memiliki pola yang serupa dengan volume total kendaraan yang melintas pada waktu dan lokasi yang sama. Pada hari kerja, beban emisi maksimum CO terjadi pada pukul 08:00-09:00 sebesar mg/m.s dengan volume lalu lintas puncak yang melintas pada pukul tersebut mencapai 10,140 kendaraan. Keadaan yang berbeda dihasilkan dari skenario hari libur, dimana volume lalu lintas puncak yang terjadi pada pukul 13:00-14:00 sebesar 5,712 kendaraan memiliki beban emisi maksimum CO yang baru terbentuk pada pukul 14:00-15:00 sebesar mg/m.s. Hal ini disebabkan volume kendaraan jenis mobil penumpang berbahan bakar bensin dan truk yang mengemisikan CO lebih tinggi banyak melintas pada pukul 14:00-15:00 dibandingkan pada pukul 13:00-14:00 (Lampiran 2). Perhitungan beban emisi pada wilayah kajian serupa juga dilakukan oleh Satria (2006) yang menemukan beban emisi CO maksimum hari kerja sebesar mg/m.s pada pukul 10:00-11:00. Sedangkan beban emisi CO maksimum hari libur sebesar mg/m.s terjadi pada pukul 12:00-13:00. Secara keseluruhan bila nilai beban emisi tersebut dibandingkan dengan hasil beban emisi kali ini, nilai beban emisi di ruas Jl. M.H. Thamrin mengalami sedikit penurunan dalam kurun waktu 2 tahun Emisi NO x Sumber NO x dominan dari emisi kendaraan bermotor berasal dari truk dan bus. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh KLH RI (2007), bus memiliki faktor emisi NO x paling besar yaitu 17.7 g/km disusul oleh truk sebesar 11.9 g/km, mobil penumpang berbahan bakar solar sebesar 3.5 g/km dan bensin sebesar 2 g/km. Nilai beban emisi NO x hasil perhitungan di ruas Jl. M.H. Thamrin pada pukul 06:00-14:00 berkisar antara mg/m.s dengan total beban emisi NO x yang berbeda pada hari kerja dan hari libur. Pada hari kerja total beban emisi NO x sebesar mg/m.s dan pada hari libur sebesar mg/m.s. Total beban emisi NO x pada hari kerja lebih tinggi dibandingkan hari libur, terkait jumlah jenis kendaraan mobil penumpang berbahan bakar bensin dan solar yang memiliki faktor emisi NO x tinggi lebih dominan melintas di ruas Jl. M.H Thamrin. Total jenis kendaraan mobil penumpang berbahan bakar bensin dan solar sebagai penyumbang utama beban emisi NO x pada hari kerja mencapai 27,246 27

4 Jumlah Kendaraan Emisi NO x (mg/m.s) Kendaraan Hari Kerja Emisi Hari kerja Pukul Kendaraan Hari Libur Emisi Hari Libur Gambar 14. Perbandingan jumlah kendaraan terhadap emisi NO x di ruas Jl. M.H. Thamrin pada hari kerja dan hari libur kendaraan dan pada hari libur mencapai 22,314 kendaraan. Seperti diketahui bahwa beban emisi pencemar memiliki pola yang serupa dengan pola volume lalu lintas, namun waktu terjadinya beban emisi maksimum tidak selalu terkait dengan volume puncak kendaraan yang melintas, seperti yang disajikan dari grafik pada Gambar 14, baik hari kerja maupun hari libur. Terlihat dari Gambar 14, volume kendaraan yang melintas di ruas Jl. M.H. Thamrin mencapai puncak pada pukul 08:00-09:00 saat hari kerja. Namun kejadian beban emisi maksimum NO x justru terjadi pada waktu yang berlainan, yaitu pukul 14:00-15:00 sebesar 3.87 mg/m.s. Hal ini disebabkan volume kendaraan mobil penumpang berbahan bakar bensin dan solar lebih banyak melintas di Jl. M.H. Thamrin pada pukul 14:00-15:00 dibandingkan pukul 08:00-09:00 dengan nilai faktor emisi masing-masing kendaraan sebesar 40 gr/km dan 2.8 gr/km. Walaupun pada kenyataannya diketahui bahwa jumlah kendaraan motor yang melintas pukul 08:00-09:00 lebih besar dari pukul 14:00-15:00, namun memiliki faktor emisi NO x lebih rendah (0.29 gr/km). Selain itu faktor emisi NO x yang besar untuk truk (11.9 gr/km) dan bus (17.7 gr/km) tidak banyak membantu untuk mencapai kondisi beban emisi NO x maksimum pukul 08:00-09:00, karena selisih volume kendaraan truk/bus yang hanya memiliki selisih 3-4 kendaraan (Lampiran 2). Hal inilah yang menyebabkan waktu terjadinya beban emisi maksimum pencemar tidak selalu terkait terhadap volume puncak lalu lintas pada kurun waktu tertentu. Kejadian serupa juga terjadi pada hari libur, dimana volume puncak kendaraan yang seharusnya terjadi pukul 13:00-14:00 mempunyai kejadian beban emisi maksimum NO x pada pukul 14:00-15:00. Hal ini terkait volume kendaraan jenis mobil penumpang berbahan bakar bensin dan truk yang memiliki emisi NO x tinggi banyak melintas pada pukul 14:00-15:00 dibandingkan pada pukul 13:00-14:00 (Lampiran 2) 4.3 Kondisi Meteorologi Wilayah Kajian Parameter meteorologi menentukan konsentrasi polutan yang akan diterima oleh suatu wilayah pada jarak tertentu dari titik emisi pembuangan berasal. Sebaliknya dari suatu wilayah tertentu (tercemar) dapat diperkirakan juga asal pencemar yang datang ke wilayah tersebut. 28

5 4.3.1 Stabilitas Atmosfer Radiasi matahari dan kecepatan angin menjadi acuan dalam menentukan kelas kestabilan atmosfer yang didasarkan pada kelas kestabilan atmosfer Pasquill. Berdasarkan Tabel 8, stabilitas atmosfer pagi hari pukul 06:00-09:00 di Jl. M.H. Thamrin secara umum di dominasi oleh kelas stabilitas B. Hal ini disebabkan oleh pemanasan radiasi surya pada pagi hari ratarata sebesar W/m 2 dengan kecepatan angin rata-rata sebesar 0.92 m/s. Hal ini didukung oleh pernyataan Pasquill (1974) yang menyatakan stabilitas B direpresentasikan sebagai kecepatan angin dibawah 2 m/s dengan nilai radiasi surya dibawah 350 W/m 2. Pada kondisi ini, massa udara cenderung bergerak turun karena suhu massa udara yang lebih rendah dibandingkan suhu atmosfer. Akibatnya kadar polutan per satuan volume udara akan menjadi besar yang berakibat penambahan kadar polutan. Tabel 8. Kelas kestabilan atmosfer Pasquill pada hari kerja di Jl. M.H. Thamrin HK Periode Kelas Periode Kelas 24 06:00-06:30 B 10:00-10:30 C Des. 06:30-07:00 B 10:30-11:00 C :00-07:30 C 11:00:11:30 B 07:30-08:00 C 11:30-12:00 B 08:00-08:30 C 12:00-12:30 C 08:30-09:00 C 12:30-13:00 B 09:00-09:30 B 13:00-13:30 B 09:30-10:00 B 13:30-14:00 C 21 Jan Feb Mar Apr :00-06:30 B 10:00-10:30 A 06:30-07:00 B 10:30-11:00 A 07:00-07:30 B 11:00:11:30 B 07:30-08:00 B 11:30-12:00 A 08:00-08:30 B 12:00-12:30 A 08:30-09:00 B 12:30-13:00 B 09:00-09:30 A 13:00-13:30 B 09:30-10:00 A 13:30-14:00 B 06:00-06:30 B 10:00-10:30 A 06:30-07:00 B 10:30-11:00 A 07:00-07:30 B 11:00:11:30 A 07:30-08:00 B 11:30-12:00 B 08:00-08:30 B 12:00-12:30 A 08:30-09:00 B 12:30-13:00 C 09:00-09:30 A 13:00-13:30 C 09:30-10:00 B 13:30-14:00 C 06:00-06:30 B 10:00-10:30 A 06:30-07:00 B 10:30-11:00 A 07:00-07:30 B 11:00:11:30 A 07:30-08:00 B 11:30-12:00 A 08:00-08:30 B 12:00-12:30 B 08:30-09:00 A 12:30-13:00 B 09:00-09:30 A 13:00-13:30 B 09:30-10:00 A 13:30-14:00 B 06:00-06:30 B 10:00-10:30 B 06:30-07:00 B 10:30-11:00 A 07:00-07:30 B 11:00:11:30 A 07:30-08:00 B 11:30-12:00 B 08:00-08:30 B 12:00-12:30 B 08:30-09:00 B 12:30-13:00 B 09:00-09:30 B 13:00-13:30 C 09:30-10:00 B 13:30-14:00 B Sumber: Hasil Perhitungan Selanjutnya pada pukul 09:00-12:00, stabilitas di Jl. M.H. Thamrin tidak didominasi oleh satu kelas kestabilan atmosfer saja, melainkan bervariasi mulai dari kondisi stabilitas A hingga stabilitas C. Pada periode ini, intensitas radiasi surya berkisar W/m 2 dan kecepatan angin yang berkisar m/s. Hal ini berhubungan dengan profil temperatur atmosfer yang mulai meningkat akibat permukaan tanah dan udara diatasnya mulai memanas seiring dengan meningkatnya radiasi surya (Lampiran 4). Perubahan tersebut terjadi beberapa jam dalam pagi hari dan menghilangkan lapisan inversi yang telah terbentuk sebelumnya. Perubahan stabilitas atmosfer dari stabil pada pagi hari menjadi stabil lemah atau tidak stabil pada siang hari mempengaruhi konsentrasi polutan secara signifikan. Begitu pula pada pukul 12:00-14:00, tingkatan stabilitas atmosfer mulai bervariasi pada kondisi tidak stabil. Pada periode ini, intensitas radiasi matahari berkisar pada nilai W/m 2 dan kecepatan angin yang berkisar sebesar m/s. Terlihat kisaran nilai tersebut lebih tingi dibandingkan waktu sebelumnya. Hal ini mengindikasikan pada pukul 12:00-14:00 massa udara dekat permukaan cenderung bergerak naik akibat pemanasan permukaan di siang hari. Sehingga kadar polutan per satuan volume udara yang terakumulasi dekat permukaan menjadi lebih kecil karena telah terbawa terdispersi ke atmosfer bersama massa udara yang bergerak naik tersebut. Akibatnya terjadi penurunan konsentrasi polutan. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa keseluruhan stabilitas atmosfer masih masuk dalam kategori tidak stabil, yang membedakan hanyalah tingkatan kestabilan tersebut, yaitu sangat tidak stabil, tidak stabil sedang, dan sedikit tidak stabil. Tidak adanya kategori stabil dan netral pada kajian ini dapat dipahami dengan merujuk kembali kepada waktu pengamatan yang hanya dilaksanakan selama 8 jam (06:00-14:00) dan penggunaan kriteria kelas kestabilan atmosfer Pasquill. Secara keseluruhan, stabilitas atmosfer pada skenario Hari kerja bulan Desember sampai April tahun pengamatan didominasi oleh kelas kestabilan B dengan persentase sebesar 60 % disusul dengan kelas kestabilan A yang mencapai persentase sebesar 25 % dan sisanya oleh kestabilan 29

6 Stabilitas C 15% Stabilitas B 60% Stabilitas A 25% Gambar 15. Persentase stabilitas atmofer Jl. M.H. Thamrin waktu pengamatan, pukul 06:00-14:00 kelas C sebesar 15 %. Gambar 15 menunjukkan persentase stabilitas atmosfer wilayah kajian. Mengacu pada pengertian yang diberikan oleh Seinfeld dan Pandis (2006) kondisi atmosfer tidak stabil dicirikan sebagai arus vertikal kuat baik untuk gerakan massa udara naik dan turun sehingga menghasilkan percampuran polutan yang cepat. Sedangkan atmosfer stabil dicirikan sebagai arus vertikal massa udara yang naik atau turun sehingga menghasilkan percampuran polutan lebih lemah dibandingkan kondisi atmosfer tidak stabil. Lebih lanjut ditambahkan bahwa kondisi atmosfer stabil juga terjadi pada malam hari dengan kondisi langit cerah dan kecepatan angin rendah Distribusi Angin Anginn merupakan besaran vektor yang dinyatakan dalam distribusi frekuensi arah dan kecepatannya. Windrose digunakan sebagai alat bantu dalam menentukann arah dan kecepatan anginn dominan serta persentasenya dalam satu periode waktu. Data masukan berupa arah dan kecepatan angin pada hari kerja per satu jam mulai pukul 06:000 hingga pukul 14:00. Melalui profil Windrose selama pelaksanaann skenario harian wilayah kajian, didapatkan arah angin dominan mempunyai pola yang cukup baik yaitu mengarah pada satu nilai dominan sehingga membantu dalam memprediksi penyebaran polutan akibat emisii kendaraan bermotor (Lampiran 6). Persentase yang disajikan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa arah angin dominan sebagian besar berasal dari arah barat (270 0 ) hingga Timur Laut (45 0 ), yaitu angin berhembus dari arah pantai utara Jakarta menuju wilayah selatan Jakarta (anginn laut). Bila arah angin dominan yang berhembus melewati Jl. M.H. Thamrin, maka tidak seluruh arah angin tersebut tegak lurus terhadap Jl. M.H. Thamrin. Hanyaa arah angin dari barat (270 0 ) saja yang tegak lurus terhadap jalan. Sisanya memiliki nilaii sudut antara terhadap ruas Jl. M.H. Thamrin. Perbedaan variasi nilai sudut ini menjadi penting dalam pemodelan FLLS dan memerlukan perhitungan lebih lanjut, mengingat pengukuran arah angin dominan harus tegak lurus segmen jalan. Melihat dominasi arah angin yang berhembus antara sudut hingga 45 0, mengindikasikan bahwaa pada pengamatan pukul 06:00-14:00, gejala angin laut lebih dominan berhembus di ruas Jl. M.H. Thamrin. Pergerakan angin laut ini terjadi akibat perbedaan kapasitas panas antara lautan dengan daratan. Sehingga menimbulkan perbedaan tekanan udara yang mengakibatkan angin berhembus dari lautan ke daratan. Persentase yang disajikan dalam Tabel 10 menunjukkan kecepatan angin dominan yang bertiup di Jl. M.H. Thamrin umumnya berada dibawah 2 m/s. Sedangkan kisaran kecepatan angin di Jl. M.H. Thamrin berada pada nilai m/s. Nilai kecepatan angin yang diperoleh bervariasi antar waktu pengamatann mengingat waktu kajian meliputi 5 bulan pengamatan (Desember- April), yaitu bertiup angin dari arah barat (dari Samudera Hindia) yang lebih banyak membawa uap air. Uap air yang tercampur massa udara ini selanjutnya menjadi perbedaan energi pada wilayah yang dilalui. 30

7 Tabel 9. Arah angin dominan hasil simulasi windrose Tanggal Wilayah Arah angin Persent kajian Dominan ase (%) MH Des Thamrin MH Jan Thamrin MH Feb.2008 Thamrin MH Mar.2008 Thamrin MH Apr.2008 Thamrin Sumber: Hasil Perhitungan Berdasarkan pemantauan, kecepatan angin yang berhembus pada tanggal pengamatan berfluktuasi antar waktu harian. Fluktuasi kecepatan angin di ruas Jl. M.H. Thamrin rendah pada pukul 06:00-10:00 dengan kisaran m/s dan selanjutnya meningkat pada siang hari pukul 13:00-14:00 dengan kisaran m/s (Lampiran 4). Kecepatan angin yang rendah pada pagi hari tersebut cenderung mengawetkan dan memperlambat pendispersian konsentrasi polutan dari kendaraan bermotor yang melintas untuk kemudian didispersikan mencapai konsentrasi rendah menjelang siang hari. Hal ini didasarkan pada penelitian Sharan et al (1995) yang menyebutkan angin dengan kecepatan rendah memiliki proses difusi antar molekul polutan lebih besar dibandingkan proses adveksi yang lebih cenderung dibangkitkan oleh angin dengan kecepatan tinggi. Selain angin laut, angin yang berhembus juga dipengaruhi oleh adanya bangunan bangunan tinggi di sekitar wilayah kajian. Sehingga perubahan arah dan kecepatan angin mungkin saja terjadi, mengingat ruas Jl. M.H. Thamrin sebagai wilayah kajian memiliki banyak bangunan bertingkat tinggi yang dapat mengakibatkan kondisi street canyon. 4.4 Kualitas Udara Roadside Jl. M.H. Thamrin Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara rodside milik BPLHD yang berlokasi Tabel 10. Kecepatan angin dominan hasil simulasi windrose Tanggal Wilayah Kec. Angin Persent Studi Dominan (m/s) ase (%) MH Des Thamrin MH Jan Thamrin MH Feb.2008 Thamrin MH Mar.2008 Thamrin MH Apr.2008 Thamrin Sumber: Hasil Perhitungan di depan gedung ESDM, terlihat nilai ratarata harian kualitas udara ambien ruas Jl. M.H. Thamrin masih memenuhi baku mutu udara ambien. Berdasarkan SK. Gubernur DKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001, baku mutu udara ambien untuk polutan CO dan NO x pada paparan selama 1 jam masingmasing sebesar 26 mg/m 3 dan 400 µg/m 3 (Lampiran 7). Pola kualitas udara ambien untuk pencemar CO dan NO x di ruas Jl. M.H. Thamrin tersaji pada Gambar 16. Analisa pola harian untuk parameter CO dan NO x memiliki pola yang sama, yaitu rendah pada pagi hari kemudian berangsurangsur meningkat dan menurun menjelang siang hari. Hal ini mirip dengan pola lalu lintas pada hari kerja. Selain itu karena konsentrasi polutan yang diemisikan pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor yang melintas langsung diemisikan ke atmosfer, maka proses penyebaran polutan lebih banyak dilakukan oleh faktor meteorologi. Secara keseluruhan, kecepatan angin rata-rata pada tanggal pengamatan bernilai rendah dan hampir konstan sepanjang waktu pengamatan, yaitu 1.40 m/s. Namun karena kondisi stabilitas atmosfer di Jl. M.H. Thamrin memiliki nilai stabilitas atmosfer yang bervariasi sepanjang waktu maka massa udara yang tercampur dengan polutan CO tertahan sementara waktu pada pagi hari dan didispersikan sehingga mencapai nilai konsentrasi rendah menjelang siang hari. 31

8 a b Gambar 16. Konsentrasi CO (a) dan NO x (b) roadside rata-rata 30 menitan waktu pengamatan (garis vertikal menunjukkan 1 kali standar deviasi) Berdasarkan Gambar 16a, konsentrasi CO tanggal pengamatan memiliki nilai konsentrasi CO tinggi pada pagi hari dan menurun pada siang hari. Konsentrasi CO maksimum pada skenario hari kerja tersebut terjadi pada pagi hari pukul 08:00-09:00 sebesar 2.57 mg/m 3 dan minimum pada pukul 12:00-13:00 sebesar 0.15 mg/m 3. Pada skenario hari kerja (Gambar 16b), konsentrasi polutan NO x rata-rata waktu pengamatan memiliki dua nilai maksimum, yaitu mulai meningkat pada pukul 06:00 untuk mencapai konsentrasi maksimum pada pukul 07:00-08:00 sebesar µg/m 3, kemudian menurun hingga pukul 10:00 untuk selanjutnya meningkat hingga mencapai puncak kedua pada pukul 10:00-11:00 sebesar µg/m 3. Pola konsentrasi NO x pada Gambar 16b sedikit berbeda dengan CO untuk setiap waktu pengamatan yang sama. Terlihat pola yang terbentuk memiliki dua titik puncak konsentrasi, yang jatuh pada pagi dan siang hari. Secara umum, terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap pola nilai NO x secara diurnal harian dan bulanan pada kajian ini. Madani dan Danish (1993) menjelaskan fakor faktor tersebut adalah volume lalu lintas, kemacetan lalu lintas, kondisi meteorologi seperti temperatur, RH, lamanya penyinaran radiasi matahari, dan kemungkinan campuran sumber emisi lainnya. Bila diamati secara seksama (Gambar 16b), puncak konsentrasi pertama pada pagi hari terbentuk lebih disebabkan faktor faktor meteorologi yang sama dalam menjelaskan pola konsentrasi CO pada pagi hari. Sedangkan puncak konsentrasi kedua terjadi akibat kepadatan transportasi Jl. M.H. Thamrin. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa aktivitas mobilisasi masyarakat yang melalui ruas jalan tersebut pada siang hari cukup tinggi karena seperti pada analisis sebelumnya dengan hanya menyerahkan pada faktor faktor meteorologi bekerja untuk memperkecil nilai konsentrasi polutan NO x pada siang hari justru didapatkan nilai konsentrasi polutan NO x yang tinggi pada waktu tersebut. 4.5 Analisa Hasil Pemodelan FLLS Hasil pemodelan FLLS yang dilakukan antara pukul 06:00-14:00 menunjukkan konsentrasi tinggi cenderung tinggi pada pagi hari dan berangsur-angsur rendah menjelang siang harinya. Pada pagi hari, konsentrasi tingi rata-rata terjadi pada pukul 08:00-09:00. Tingginya konsentrasi pada pagi hari disebabkan keadaan udara yang lebih stabil dibandingkan siang hari yang didominasi oleh kondisi tidak stabil dan cenderung berubah-ubah. Pada kondisi atmosfer stabil yang terjadi pada pagi hari, udara cenderung akan bergerak ke bawah sehingga kadar polutan per satuan volume menjadi besar atau memperlambat proses dispersi polutan yang berakibat penambahan kadar polutan. Selain itu kepadatan lalu lintas juga mempengaruhi konsentrasi polutan. Dari pengamatan volume lalu lintas seperti hari kerja, tingginya jumlah kendaraan yang melintas di pagi hari menyebabkan konsentrasi polutan yang dihasilkan dalam pemodelan bernilai tinggi. 32

9 4.5.1 Konsentrasi Karbonmonoksida (CO) Sumber emisi CO di ruas Jl. MH. Thamrin dominan dihasilkan dari jenis kendaraan mobil penumpang berbahan bakar bensin dan truk. Emisi CO yang tinggi dari kendaraan jenis ini akan mempengaruhi tingkat konsentrasi CO yang terbentuk di atmosfer. Nilai konsentrasi CO dari waktu pengamatan berkisar antara mg/m 3 dengan konsentrasi rata-rata tertinggi pada tanggal 24 Maret 2008 sebesar 1.32 mg/m 3 (Lampiran 8). Secara keseluruhan, pola konsentrasi CO hasil pemodelan FLLS tanggal 24 Desember 2007 mengalami konsentrasi yang relatif konstan sepanjang waktu pengamatan (Gambar 17a). Hal ini disebabkan parameter meteorologi, yaitu kecepatan angin sebagai salah satu input pemodelan FLLS berpola konstan sepanjang waktu pengamatan ( m/s) dengan nilai rata rata 1.94 m/s serta dominasi stabilitas atmosfer kelas C pada pagi hari dan B untuk siang harinya. Akan tetapi volume lalu lintas yang melintas di ruas Jl. M.H. Thamrin turut mengalami peningkatan hingga siang hari. Sehingga konsentrasi CO yang dihasilkan relatif konstan sepanjang pengamatan. Pola harian yang dihasilkan dari pemodelan untuk pencemar CO memiliki rata-rata konsentrasi sebesar 0.26 mg/m 3 dengan nilai konsentrasi maksimum terjadi pukul 08:00-09:00 sebesar 0.34 mg/m 3. Hasil pemodelan FLLS tanggal 21 Januari 2008 menunjukkan nilai rata-rata konsentrasi CO sebesar 0.76 mg/m 3. Pada pemodelan konsentrasi CO bulan tersebut didapatkan konsentrasi maksimum terjadi pada pukul 08:00-09:00 dengan nilai sebesar 1.11 mg/m 3 (Gambar 17b). Hal ini disebabkan, kecepatan angin yang mengalami peningkatan sepanjang waktu pengamatan, yaitu sebesar 0.58 m/s pada pukul 06:00-07:00 hingga 0.90 m/s pada pukul 13:00-14:00 serta kelas kestabilan pada pagi hari seluruhnya berada pada kelas B. Akibatnya konsentrasi polutan CO akan berada dalam waktu yang lebih lama di atmosfer pada pagi hari untuk selanjutnya didispersikan mencapai konsentrasi rendah pada siang hari. Konsentrasi CO hasil pemodelan FLLS tanggal 18 Februari 2008 menunjukkan pola yang relatif seragam sepanjang waktu pengamatan (Gambar 17c). Dari pola tersebut didapatkan nilai rata-rata konsentrasi CO hasil pemodelan sebesar 0.43 mg/m 3 dengan konsentrasi maksimum terjadi pukul 08:00-09:00 sebesar 0.60 mg/m 3. Hal ini disebabkan kecepatan angin berhembus relatif tinggi pada pagi hari dan kelas kestabilan pada pagi hari seluruhnya berada pada kelas B serta didominasi kelas A pada siang harinya. Sehingga konsentrasi polutan CO bernilai tinggi pada pagi hari kemudian berangsur angsur rendah menjelang siang hari. Namun seperti diketahui, beban emisi yang terbentuk akibat peningkatan volume kendaraan hingga menjelang siang hari menjadi tinggi mengakibatkan pola konsentrasi CO yang terbentuk relatif konstan sepanjang pengamatan. Selanjutnya, konsentrasi CO hasil pemodelan FLLS tanggal 24 Maret 2008 bernilai tinggi pada pagi hari dan menurun menjelang siang hari (Gambar 17d). Tidak seperti bulan-bulan sebelumnya, konsentrasi maksimum CO hasil pemodelan terjadi pukul 06:00-07:00 sebesar 3.19 mg/m 3 dengan nilai rata-rata sebesar 1.32 mg/m 3. Hal ini disebabkan kecepatan angin yang berhembus relatif rendah antara pukul 06:00-07:00 sebesar 0.08 m/s dan berangsurangsur meningkat secara cepat hingga pukul 13:00-14:00 sebesar 2.38 m/s dengan kelas kestabilan pada pagi hari seluruhnya berada pada kelas B serta didominasi kelas A menjelang siang hari. Sehingga konsentrasi polutan CO bernilai tinggi pada pagi hari kemudian berangsur angsur rendah menjelang siang hari. Konsentrasi CO hasil pemodelan FLLS tanggal 21 April 2008 menunjukkan pola tinggi pada pagi hari kemudian menurun untuk siang hari (Gambar 17e). Tercatat konsentrasi maksimum CO hasil pemodelan terjadi pukul 06:00-07:00 sebesar 2.57 mg/m 3 dengan nilai rata-rata sebesar 1.31 mg/m 3. Hal ini dikarenakan kecepatan angin yang rendah pada pukul 06:00-07:00 sebesar 0.11 m/s dan meningkat secara cepat hingga pukul 13:00-14:00 sebesar 2.71 m/s. Kecepatan angin rata-rata yang terjadi pada bulan ini sepanjang waktu pengamatan sebesar 1.28 m/s dengan kondisi kelas kestabilan sepanjang pagi hari didominasi tidak stabil sedang dan sangat tidak kuat pada siang hari. Akibatnya pola nilai konsentrasi polutan CO yang terbentuk tinggi pada pagi hari hingga pukul 10:00 dan selanjutnya perlahan-lahan mulai menurun menjelang siang hari. 33

10 Konsentrasi CO yang diperoleh dari hasil pemantauan maupun pemodelan FLLS Selanjutnya dibandingkan dengan baku mutu CO untuk pengukuran 1 jam dan 24 jam dengan nilai masing-masing 26 mg/m 3 dan 9 mg/m 3 (Lampiran 7). Didapatkan nilai konsentrasi CO seluruhnya masih berada dibawah nilai baku mutu tersebut. Hal ini mengindikasikan kendaraan bermotor yang melintas di ruas Jl. M.H. Thamrin masih dapat ditolerir dalam mengemisikan polutan CO ke udara ambien, khusus untuk waktu pengamatan pukul 06:00-14:00. Namun rendahnya konsentrasi polutan CO yang terukur tidak menjamin rendahnya konsentrasi polutan lainnya, karena emisi polutan gas buang kendaraan bermotor yang berbeda untuk polutan lainnya. a b c d e Gambar 17. Konsentrasi CO hasil pemodelan FLLS dan perbandingannya terhadap baku mutu udara ambien 34

11 4.5.2 Konsentrasi Nitrogen Oksida (NO x ) Sumber emisi NO x di ruas Jl. MH. Thamrin dominan dihasilkan dari jenis kendaraan mobil penumpang berbahan bakar bensin dan solar. Dominasi emisi NO x dari kendaraan jenis ini akan mempengaruhi tingkat konsentrasi NO x yang terbentuk di atmosfer. Nilai konsentrasi NO x pada waktu pengamatan berkisar antara µg/m 3 dengan konsentrasi rata-rata tertinggi pada tanggal 24 Maret 2008 sebesar 93 µg/m 3 (Lampiran 8). Hasil pemodelan FLLS tanggal 24 Desember 2007 menunjukkan konsentrasi NO x maksimum terbentuk pada pukul 10:00-11:00 sebesar µg/m 3 dengan nilai ratarata sebesar µg/m 3. Hasil pemodelan konsentrasi NO x bulan Desember 2007 disajikan pada Gambar (18a). Berdasarkan Gambar (18a) terlihat pada nilai baku mutu ambien NO x untuk 24 jam (92.5 µg/m 3 ), konsentrasi NO x hasil pemodelan masih berada di bawah baku mutu. Hal ini mengindikasikan konsentrasi NO x bulan Desember 2007 masih berada dalam kategori aman di ruas Jl. M.H. Thamrin. Kondisi yang berlainan ditunjukkan dari hasil pemodelan tanggal 21 Januari 2008 (Gambar 18b). Dimana konsentrasi NO x tinggi terukur sebanyak dua kali, yaitu pada pukul 08:00-09:00 sebesar µg/m 3 dan pukul 10:00-11:00 sebesar µg/m 3 dengan nilai rata-rata konsentrasi NO x hasil pemodelan sebesar µg/m 3. Selanjutnya konsentrasi CO tanggal 21 Januari 2008 yang telah diperoleh dibandingkan dengan baku mutu ambien NO x. Melalui Gambar (18b), terlihat beberapa waktu hasil pemodelan, konsentrasi NO x telah melewati baku mutu NO x 1 tahun (60 µg/m 3 ). Waktu simulasi yang melewati ambang batas tersebut berkisar antara pukul 07:00-11:00 dengan nilai konsentrasi yang berkisar antara µg/m 3 hingga µg/m 3. Hal ini mengindikasikan bahwa hasil pemodelan konsentrasi NO x bulan Januari 2008 telah termasuk dalam keadaan berbahaya untuk waktu paparan yang lama. Kondisi yang serupa dari hasil pemodelan tanggal 21 Januari 2008 juga ditunjukkan pada tanggal 18 Februari 2008 (Gambar 18c). Dimana terdapat dua nilai konsentrasi tinggi, yaitu pada pukul 08:00-09:00 sebesar µg/m 3 dan pada pukul 10:00-11:00 sebesar µg/m 3. Didapatkan rata-rata konsentrasi NO x hasil pemodelan µg/m 3. Perbandingan konsentrasi NO x tanggal 18 Februari 2008 dari Gambar (18c) menunjukkan hasil pemodelan masih di bawah baku mutu ambien NO x untuk pengukuran 1 tahun (60 µg/m 3 ). Hal ini menunjukkan konsentrasi NO x bulan Januari 2008 di ruas Jl. MH. Thamrin masih dalam kondisi aman untuk jangka waktu lama. Selanjutnya pada hasil pemodelan FLLS tanggal 24 Maret 2008, konsentrasi NO x bernilai tinggi pada pagi hari dan turun menjelang siang hari (Gambar 18d). Dimana konsentrasi maksimum terjadi pukul 06:00-07:00 sebesar µg/m 3 dengan nilai rata-rata sebesar 93 µg/m 3. Bila dibandingkan dengan baku mutu ambien NO x untuk pengukuran 24 jam (92.5 µg/m 3 ) dan 1 tahun (60 µg/m 3 ), konsentrasi NO x hasil pemodelan tanggal 24 Maret 2008 telah menunjukkan konsentrasi yang melebihi ambang batas baku mutu udara ambien. Konsentrasi tinggi terjadi antara pukul 06:00-12:00 dengan nilai rata-rata mencapai µg/m 3 (Gambar 18d). Hal ini mengindikasikan konsentrasi NO x untuk pengukuran 24 jam dan 1 tahun berada dalam kategori berbahaya, sedangkan pengukuran 1 jam masih dibawah ambang batas baku mutu udara ambien (400 µg/m 3 ), walaupun bernilai tinggi pada pagi hari (06:00-07:00), yaitu sebesar µg/m 3. Konsentrasi NO x yang didapatkan melalui hasil pemodelan 21 April 2008 (Gambar 18e) menunjukkan nilai konsentrasi tinggi pada pukul 06:00-07:00 sebesar µg/m 3 dan pukul 08:00-09:00 sebesar µg/m 3. Tercatat rata-rata konsentrasi NO x hasil pemodelan sebesar µg/m 3. Sedangkan konsentrasi NO x hasil pemodelan hampir pada awal waktu simulasi (06:00-10:00) menunjukkan di atas ambang baku mutu pengukuran 1 tahun dan 24 jam dengan nilai rata-rata konsentrasi sebesar µg/m 3. Hal ini mengindikasikan konsentrasi NO x sudah berada dalam kategori berbahaya untuk waktu paparan lebih dari satu hari. Selanjutnya dari hasil observasi maupun pemodelan pada waktu pengamatan, bila dibandingkan dengan baku mutu NO x untuk pengukuran 24 jam dan 1 tahun dengan nilai baku mutu masing-masing sebesar 92.5 µg/m 3 dan 60 µg/m 3, nilai 35

12 konsentrasi NO x pada beberapa waktu pengukuran dan simulasi telah melewati batas nilai baku mutu tersebut. Sedangkan untuk pengukuran selama 1 jam (400 µg/m 3 ) secara keseluruhan masih dibawah batas baku mutu tersebut, kecuali pemodelan tanggal 24 Maret Dimana konsentrasi NO x tanggal tersebut hampir mendekati batas baku mutu dengan nilai µg/m 3 yang terjadi pukul 6:00-7:00. a b c d e Gambar 18. Konsentrasi NO x hasil pemodelan FLLS dan perbandingannya terhadap baku mutu udara ambien 36

13 4.6 Perbandingan Hasil Pemodelan FLLS dengan Pemantauan Roadside Analisa Gambar 19a menunjukkan, sebanyak 55 % hasil pemodelan CO kali dari hasil pemantauan roadside. Sedangkan melalui faktor pembatas yang lebih tinggi, sebanyak % hasil pemodelan CO kali dari hasil pemantauan roadside dan 85 % hasil pemodelan CO kali dari hasil pemantauan roadside. Berdasarkan analisa konsentrasi CO tersebut, diperoleh kecenderungan perbandingan berada dibawah perkiraan faktor pembatas (underestimates), yaitu konsentrasi CO yang dihasilkan dari pemodelan FLLS memiliki nilai lebih rendah dari hasil pemantauan roadside (antara faktor 2-4). Melalui penjelasan di atas, faktor pembatas 4 memiliki nilai akurasi tinggi dibanding faktor pembatas 3 dan faktor pembatas 3 memiliki nilai akurasi yang tinggi dibanding faktor pembatas 2. Namun nilai yang tinggi ini belum disertai dengan tingkat keakuratan yang tinggi pada faktor pembatas yang digunakan. Makin kecil faktor pembatas yang digunakan maka tingkat keakuratan pada perbandingan pemodelan dengan pemantauan semakin tinggi. Sehingga bila dibandingkan lebih lanjut, faktor pembatas 2 lebih baik dalam menentukan tingkat keakuratan model FLLS dibanding faktor pembatas 4. Rendahnya konsentrasi CO yang dihasilkan dalam pemodelan disebabkan karena pada perhitungan beban emisi tidak mempertimbangkan kecepatan kendaraan yang melintas. Padahal konsentrasi polutan yang diemisikan dari kendaraan bermotor salah satu faktor utamanya juga dipengaruhi dari kecepatan kendaraan yang dicapai (Lampiran 9). Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah mengukur kecepatan kendaraan dibeberapa ruas jalan Ibukota. Di ruas Jl. M.H. Thamrin pada pagi hari didapatkan kecepatan rata-rata kendaraan yang bergerak sebesar km/jam dan mengalami penurunan hingga siang hari sebesar km/jam. Kendaraan yang mengalami penurunan kecepatan mengemisikan CO lebih tinggi dibanding yang mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan pada kecepatan kendaraan yang rendah berhubungan dengan kandungan bahan bakar yang tersedia pada ruang pembakaran bernilai tinggi dibandingkan dengan kandungan oksigen yang diperlukan sebagai oksidator. Akibatnya pembakaran bahan bakar berlangsung dibawah normal. Pada kondisi pembakaran yang demikian, emisi CO yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan tinggi. Hal ini dapat dilihat pada grafik AFR komposisi emisi kendaraan bermotor Gambar 3. Selanjutnya, kecepatan kendaraan yang rendah tersebut mengakibatkan konsentrasi CO yang dikeluarkan akan lebih tinggi sebab diduga kecepatan kendaraan yang melewati jalur tersebut dibawah kecepatan optimum. Sehingga menyebabkan hasil pengukuran pemantauan lebih tinggi dibandingkan pemodelan FLLS. (a) (b) Gambar 19. Plot Quantile-Quantile konsentrasi polutan CO (a) dan NO x (b) hasil pemodelan FLLS dengan hasil pemantauan roadside 37

14 Melalui hasil perbandingan diperoleh, nilai rata-rata konsentrasi CO hasil pemodelan sebesar 0.81 mg/m 3 dan pemantauan roadside sebesar 1.83 mg/m 3. Fluktuasi perbandingan nilai konsentrasi CO bulan Desember 2007 April 2008 disajikan pada Lampiran (10). Hasil yang serupa untuk pemodelan sumber garis juga diperoleh Septiyanzar (2008), yang mendapatkan rata-rata konsentrasi CO dari hasil pemodelan TAPM untuk 10 ruas jalan di Jakarta lebih rendah dari hasil pemantauan, yaitu sebesar 0.68 mg/m 3 untuk pemodelan dan 1.04 mg/m 3 untuk pemantauan. Penelitian lainnya oleh Asmawi (1996) mendapatkan adanya perbedaan nyata emisi gas buang CO dengan kecepatan kendaraan, yaitu semakin rendah kecepatan kendaraan yang diperoleh maka emisi CO yang dikeluarkan semakin tinggi. Pada penelitian tersebut diperoleh, kecepatan kendaraan 20 km/jam menghasilkan emisi CO sebesar 9.7 kali lipat dari kecepatan 100 km/jam. Sedang pada kecepatan 80 km/jam menghasilkan emisi CO sebesar 1.5 kali lipat dari kecepatan 100 km/jam. Perbandingan konsentrasi NO x disajikan pada Gambar 19 (b). Didapatkan sebanyak 45 % hasil pemodelan NO x 2 kali dari hasil pemantauan roadside. Sedangkan melalui faktor pembatas yang lebih tinggi, sebanyak 57.5 % hasil pemodelan NO x 3 kali dari hasil pemantauan roadside dan 75 % hasil pemodelan NO x 4 kali dari hasil pemantauan roadside. Berdasarkan analisa tersebut, kecenderungan perbandingan konsentrasi NO x berada diatas perkiraan faktor pembatas (over-estimates), yaitu konsentrasi NO x yang dihasilkan dari pemodelan FLLS memiliki nilai lebih tinggi dari hasil pemantauan roadside (antara faktor 2-4). Hal ini disebabkan pada kecepatan rendah, kadar emisi NO x yang dihasilkan berbanding terbalik dengan CO, yaitu rendah dan berangsur-angsur meningkat secara bertahap sewaktu kendaraan dikemudikan pada kecepatan km/jam. Hal ini disebabkan kondisi tekanan tinggi dan temperatur tinggi akibat oksidasi udara-nitrogen di ruang pembakaran. Perbandingan konsentrasi NO x pemodelan dengan pemantauan juga dilakukan oleh Karppinen et al (2000b) yang membandingkan variasi rata-rata bulanan konsentrasi NO x hasil pengukuran dengan pemodelan UDM/CAR FMI pada empat stasiun pemantauan tahun 1993 di wilayah metropolitan Helsinki. Pada perbandingan tersebut diperoleh hasil yang berbeda dengan penelitian kali ini. Didapatkan hasil pemodelan menunjukkan nilai lebih rendah (under prediction) dibandingkan pengukuran di empat stasiun kualitas udara, terutama stasiun Töölö (wilayah perkotaan) yang mencapai faktor 2-3. Beberapa alasan lainnya yang menyebabkan over prediction konsentasi NO x tersebut, yaitu letak stasiun pengamatan kualitas udara yang terletak dekat dengan persimpangan ruas lalu lintas sibuk, evaluasi untuk emisi lalu lintas dan dispersi atmosfer yang sulit dilakukan, lokasi pengamatan yang dikelilingi bangunan gedung tinggi, ketidakpastian dalam keakuratan dan pendahuluan dari data meteorologi yang digunakan dalam kondisi perkotaan, dan evaluasi mengenai konsentrasi background perkotaan dan wilayah. Selain itu variasi konsentrasi NO x juga dipengaruhi oleh parameter meterologi, kondisi dan tipe jalan, jenis aktivitas di sekitar jalan dan jumlah populasi penduduk suatu wilayah (Madany dan Danish, 1993; Qin dan Chan, 1993; Gotoh, 1993). Konsentrasi polutan NO x yang terukur di suatu wilayah dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kepadatan kendaraan pada suatu ruas jalan (Madany dan Danish, 1993). Bila dibandingkan dengan penelitian kali ini, kondisi hasil pemodelan yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil pemantauan juga diakibatkan karena letak stasiun pemantau kualitas udara roadside yang berdekatan dengan simpangan ruas jalan sibuk dekat bundaran air mancur Monas, yaitu Jl. Budi Kemuliaan dan Jl. Medan Merdeka Barat. Pengaruh lainnya juga diakibatkan oleh lokasi pengamatan dan perhitungan konsentrasi yang berada di wilayah perkotaan dengan bangunan gedung tinggi disekitar ruas Jl. M.H. Thamrin. Dimana efek ketinggian bangunan dapat mempengaruhi dispersi polutan yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan konsentrasi polutan di titik downwind akibat terjadi pembentukan pola sirkulasi aliran udara yang kompleks. Selain itu melalui hasil perbandingan didapatkan, nilai rata-rata konsentrasi NO x hasil pemodelan sebesar µg/m 3 dan pemantauan roadside sebesar µg/m 3. Fluktuasi perbandingan nilai konsentrasi 38

15 NO x bulan Desember 2007 April 2008 disajikan pada Lampiran (11). Konsentrasi NO x di permukaan dipengaruhi oleh dua hal, yaitu gabungan polutan dari sumber dan/atau wilayah lain dan konsentrasi O 3. Pendugaan konsentrasi NO x tergantung dari perhitungan konsentrasi O 3. Pendugaan konsentrasi NO x dapat lebih nyata, bila konsentrasi background dari NO x dan O 3 diketahui dengan benar. Hal ini berkaitan dengan reaksi kimia NO x di troposfer yang meliputi beberapa reaksi dasar dari oksigen dan campuran molekul background N 2 serta O 2 (M) melalui reaksi fotolisis. Ketika NO dan NO 2 berada dalam paparan sinar matahari, pembentukan ozon terjadi sebagai hasil fotolisis NO 2 pada panjang gelombang < 424 nm (Seinfeld dan Pandis, 2006): NO 2 + hv 1 NO + O (reaksi 1) O + O 2 + M 2 O 3 + M (reaksi 2) Tidak ada sumber utama ozon di atmosfer selain berasal dari reaksi 2. Sekali terbentuk, O 3 langsung bereaksi dengan NO menghasilkan NO 2 : O 3 + NO 3 NO 2 + O 2 (reaksi 3) Berdasarkan perhitungan melalui plot Quantile-Quantile, diperoleh validasi akurasi yang berbeda antara polutan CO dan NO x. Walaupun demikian, nilai validasi akurasi kedua polutan secara umum sudah diatas 50% dari total data berpasangan yang digunakan (n data =40). Akurasi polutan hasil pemodelan dengan pemantauan roadside dapat lebih baik bila menambahkan beberapa titik reseptor dari segmen jalan dalam pemantauan di lapangan. Hal ini didasarkan pada kondisi meteorologi yang digunakan dalam pemodelan seringkali berubah-ubah baik spasial maupun temporal. Sehingga dengan menambahkan beberapa titik reseptor dihasilkan konsentrasi polutan yang benar-benar didasarkan pada kondisi meteorologi di titik tersebut (representatif) dan bila nantinya hasil pemodelan dibandingkan dengan pemantauan yang demikian, diharapkan diperoleh validasi akurasi yang lebih baik. Selain itu ruas Jl. M.H. Thamrin merupakan kawasan perkantoran dengan aktivitas lalu-lintas tinggi yang akhirnya berpengaruh besar terhadap konsentrasi polutan di udara. Hal ini dapat dipahami karena pada pemantauan roadside, konsentrasi polutan terukur merupakan pengukuran emisi lalu-lintas kendaraan yang melintas di ruas Jl. M.H. Thamrin dan sekitarnya sehingga konsentrasi polutan yang terukur lebih tinggi. Akibatnya reseptor yang terkena paparan polutan di ruas Jl. M.H. Thamrin secara umum langsung berasal dari emisi kendaraan yang melintas. Sedangkan validasi akurasi yang lebih tinggi ditemukan ketika memprediksi pencemar CO dibandingkan dengan NO x. Hal ini sejalan dengan prinsip konservasi massa model FLLS, yang menyatakan laju aliran massa melalui setiap penampang aliran polutan sebanding dengan laju emisi sumber. Ini menunjukkan bahwa tidak adanya material polutan yang dipindahkan melalui reaksi kimia atau dengan kata lain ideal untuk polutan yang relatif stabil secara kimia. Kenyataannya diketahui bahwa CO merupakan polutan gas inert (stabil) dibandingkan dengan NO x. Sedangkan untuk polutan NO x mengalami perlakuan sebagai gas inert dalam pemodelan FLLS yang mengakibatkan akurasi pemodelan terhadap hasil pemantauan lebih tinggi dibandingkan polutan CO. Pencemar NO x merupakan salah satu polutan oksida nitrogen yang tidak stabil. Pada ruang pembakaran nitrogen (N 2 ) tidak berasal dari bensin atau solar, tapi dari udara yang masuk ke dalam ruang pembakaran. Dalam kondisi normal, nitrogen tergolong senyawa inert yang stabil. Senyawa ini tidak mudah bereaksi dengan oksigen. Tapi jika mesin memanas, sifat inert ini tak lagi bisa dipertahankan. Dalam kondisi tekanan mampat dan temperatur tinggi, senyawa nitrogen akan terurai dan berikatan dengan oksigen menjadi NO x. Selanjutnya ketika berada di atmosfer NO x melalui proses fotokimia dengan segera diubah menjadi oksida NO maupun NO 2 dan melepaskan gugusan atom oksigen O( 1 D) yang selanjutnya membentuk ozon bersamaan dengan oksigen dan prekusor sejumlah reaksi berantai fotokimia kedua (Seinfeld dan Pandis, 2006; Visconti, 2001). Kenyataannya diketahui bahwa bagian terbesar komposisi NO x dari hasil emisi kendaraan adalah NO dan sebagian kecil NO 2. Padahal ketika memasuki atmosfer, komponen NO dan NO 2 dapat berubah-ubah konsentrasi tergantung dari katalisator yang tersedia. Nitrat oksida (NO) yang diemisikan dari kendaraan bermotor diubah menjadi NO 2 ketika terdifusi ke udara akibat 39

16 ketersediaan ozon yang besar. Sedangkan nitrogen dioksida (NO 2 ) melalui poses fotodissosiasi diubah menjadi bentuk NO dan atom oksigen. Akibatnya NO x memiliki kesetimbangan semu ketika berada di atmofer yang berimplikasi berubah-ubahnya konsentrasi NO dan NO 2 sepanjang waktu. Hal lain yang mendukung nilai akurasi CO lebih tinggi dibandingkan akurasi NO x adalah dengan melihat hubungan antara hasil pemodelan FLLS terhadap observasi, yang dinyatakan sebagai nilai koefisien korelasi (r). Semakin besar nilai r (maksimum 1) maka semakin kuat hubungan hasil pemodelan FLLS dengan hasil observasi. Didapat nilai r untuk polutan CO sebesar 0.63, sedangkan untuk polutan NO x, nilai r yang dihasilkan lebih rendah, yaitu Hal ini menegaskan bahwa pemodelan FLLS lebih cocok untuk diterapkan pada polutan yang stabil secara kimia (inert) dibandingkan polutan yang cenderung berubah-ubah konsentrasinya karena reaksi kimia di atmosfer, sebagaimana prinsip penggunaan konservasi massa dalam pemodelan FLLS yang menyatakan diabaikannya reaksi kimia dalam pemodelan. Kualitas udara ambien (fixed station) wilayah terdekat dengan Jl. M.H. Thamrin diukur di stasiun JAF 5 ynag terletak di wilayah Senayan. Berdasarkan hasil pemantauan, kualitas udara ambien JAF 5 untuk nilai rata-rata harian masih memenuhi baku mutu udara ambien pengukuran 24 jam, yaitu 9 mg/m 3 untuk CO dan 92.5 µg/m 3 untuk NO x. Konsentrasi CO bernilai maksimum tanggal 24 Maret 2008 pada pukul 11:00-12:00 dengan nilai sebesar 1.93 mg/m 3. Sedangkan untuk parameter NO x, konsentrasinya bernilai maksimum tanggal 18 Februari 2008 pada pukul 06:00-07:00 dengan nilai sebesar µg/m 3. Sedangkan bila melihat fluktuasi konsentrasi CO dan NO x antar bulan pengamatan, diperoleh pola serupa dengan pemantauan roadside, yaitu meningkat pada pagi hari dan mencapai puncak pada jamjam sibuk dan kemudian turun menjelang siang harinya (Lampiran 12 dan 13). Ratarata puncak konsentrasi CO dan NO x di stasiun JAF 5 selama waktu pengamatan terjadi pukul 06:00-08:00. Walaupun fluktuasi harian polutan CO dan NO x pada pemantauan JAF 5 serupa dengan pemantauan roadside di ruas Jl. M.H. Thamrin pada masing-masing bulan, tidak berarti konsentrasi polutan ambien di JAF 5 dapat menggambarkan seluruh kadar konsentrasi polutan roadside. Hal ini disebabkan letak stasiun JAF 5 yang jauh dari lokasi pengamatan sumber garis kajian yang mencapai ± 5.95 km. Serta indikasi gabungan polutan dari berbagai sumber wilayah lain yang telah terdispersi menjadi bernilai lebih tinggi akibat proses fisik dan kimia di atmosfer. Hal tersebut menjadi wajar mengingat penempatan stasiun JAF 5 diperuntukkan sebagai lokasi pengukuran kualitas udara ambien wilayah komersil (Pusparini, 2005). Begitu pula sebaliknya, pemantauan kualitas udara ambien roadside tidak bisa menggambarkan kualitas udara ambien di stasiun JAF 5 karena konsentrasi polutan yang terukur merupakan konsentrasi yang berasal langsung dari lalu-lintas kendaraan melintas di ruas Jl. M.H. Thamrin. Secara umum konsentrasi CO dan NO x hasil pemantauan ambien stasiun JAF 5 lebih besar dari hasil pemantauan yang diperoleh dari roadside. Didapatkan nilai rata-rata CO hasil pemantauan ambien stasiun JAF 5 sebesar 1.83 mg/m 3 dan 0.82 mg/m 3 untuk pemantauan roadside. Sedangkan rata-rata untuk konsentrasi NO x, hasil pemantauan ambien stasiun JAF 5 sebesar µg/m 3 dan µg/m 3 hasil pemantauan roadside. 4.7 Konsentrasi Polutan Sumber Garis pada Berbagai Kondisi Stabilitas dan Kecepatan Angin Pendugaan konsentrasi polutan dalam pemodelan FLLS membutuhkan beberapa masukan parameter utama, diantaranya kecepatan angin dan stabilitas atmosfer. Kecepatan angin diperlukan sebagai parameter input dalam menentukan kondisi stabilitas atmosfer wilayah kajian. Sedangkan kondisi stabilitas atmosfer diperlukan untuk mengestimasi standar deviasi kepulan polutan dari pusat kepulan sesaat setelah dikeluarkan dari sumber emisi. Standar deviasi kepulan atau parameter dispersi selain ditentukan melalui kondisi stabilitas atmosfer juga merupakan fungsi dari jarak arah mata angin dan standar deviasi komponen vertikal-horizontal angin (Irwin, 1982). Sedangkan bila antar fluktuasi arah angin membentuk sudut yang kecil dapat menggunakan bentuk intensitas turbulensi seperti pada model dispersi UDM- FMI (Karppinen et al, 2000a). Secara empiris melalui pemodelan FLLS, arah angin diposisikan tegak lurus 40

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Tabel 3. Komposisi perjalanan orang di Jabotabek menurut moda angkutan tahun 2000

Tabel 3. Komposisi perjalanan orang di Jabotabek menurut moda angkutan tahun 2000 Tabel 3. Komposisi perjalanan orang di Jabotabek menurut moda angkutan tahun 2000 Moda Perjalanan Orang Harian Seluruh Moda 29,168,330 Non-Motorized of Transport 8,402,771 Motorized of Transport 20,765,559

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk 2.191.140 jiwa pada tahun 2014 (BPS Provinsi Sumut,

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kota Gorontalo merupakan Ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU Oleh: Imam Yanuar 3308 100 045 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : AMBAR YULIASTUTI L2D 004 294 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan, yaitu pada awal bulan Mei 2008 hingga bulan Nopember 2008. Lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

Gambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b)

Gambar 4 Simulasi trajektori PT. X bulan Juni (a) dan bulan Desember (b) 9 Kasus 2 : - Top of model : 15 m AGL - Starting time : 8 Juni dan 3 Desember 211 - Height of stack : 8 m AGL - Emmision rate : 1 hour - Pollutant : NO 2 dan SO 2 3.4.3 Metode Penentuan Koefisien Korelasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Udara merupakan zat yang penting dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya

Pemantauan kualitas udara. Kendala 25/10/2015. Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Pemantauan kualitas udara Hal yang penting diperhatikan terutama ialah aspek pengambilan sampel udara dan analisis pengukurannya Keabsahan dan keterpercayaannya ditentukan oleh metode dan analisis yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T. PEMODELAN DISPERSI SULFUR DIOKSIDA (SO ) DARI SUMBER GARIS MAJEMUK (MULTIPLE LINE SOURCES) DENGAN MODIFIKASI MODEL GAUSS DI KAWASAN SURABAYA SELATAN Oleh: Wisnu Wisi N. 3308100050 Dosen Pembimbing: Abdu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh REZA DARMA AL FARIZ PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

TUGAS AKHIR. Oleh REZA DARMA AL FARIZ PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 PREDIKSI KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA (CO) DAN SULFUR DIOKSIDA (SO 2 ) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI JALAN S.PARMAN MEDAN MENGGUNAKAN BOX MODEL STREET CANYON TUGAS AKHIR Oleh REZA DARMA AL FARIZ 130407011

Lebih terperinci

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota

Lebih terperinci

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG Sumaryati Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, LAPAN e-mail: sumary.bdg@gmail.com,maryati@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Pengelolaan polusi udara pada prinsipnya adalah

Lebih terperinci

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak Analisis Dispersi Gas Sulfur Dioksida (SO 2 ) Dari Sumber Transportasi Di Kota Pontianak Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak win@pplh-untan.or.id Abstrak Pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia khususnya pembangunan di bidang industri dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri dan transportasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melakukan pengamatan kendaraan yaitu menghitung jenis dan jumlah kendaraan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85

BAB I PENDAHULUAN. Hasil Analisa Bulan November Lokasi/Tahun Penelitian SO2 (µg/m 3 ) Pintu KIM 1 (2014) 37,45. Pintu KIM 1 (2015) 105,85 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Udara merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan hidup semua mahluk hidup terutama manusia. Seiring dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Program Model Simulasi Program penyebaran polutan dari sumber garis telah dibuat dan dijalankan dengan data masukan konsentrasi awal CO, arah dan kecepatan angin sebagaimana

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang

Lebih terperinci

MODUL X CALINE4. 1. Tujuan Praktikum

MODUL X CALINE4. 1. Tujuan Praktikum MODUL X CALINE4 1. Tujuan Praktikum Praktikan mampu menggunakan model Caline4 untuk memprediksi sebaran gas karbon monoksida akibat emisi gas kendaraan bermotor. Praktikan mampu menganalisa dampak dari

Lebih terperinci

OP-030 Uji Validasi Program Caline4 terhadap Dispersi Gas NO2 dari Sektor Transportasi di Kota Padang

OP-030 Uji Validasi Program Caline4 terhadap Dispersi Gas NO2 dari Sektor Transportasi di Kota Padang Seminar Nasional Sains dan Teknologi Lingkungan II e-issn -880 Padang, 9 Oktober 06 OP-00 Uji Validasi Program terhadap Dispersi Gas NO dari Sektor Transportasi di Kota Padang Vera Surtia Bachtiar, Siti

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udarajuga merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

ESTIMASI BESAR KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA BERDASARKAN KEGIATAN TRANSPORTASI DENGAN MODEL DFLS

ESTIMASI BESAR KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA BERDASARKAN KEGIATAN TRANSPORTASI DENGAN MODEL DFLS 1 ESTIMASI BESAR KONSENTRASI KARBON MONOKSIDA BERDASARKAN KEGIATAN TRANSPORTASI DENGAN MODEL DFLS Agustina Rahayu* dan Arie Dipareza Syafei Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Kampus ITS Sukolilo, Jl. A.R

Lebih terperinci

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO) PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO, NO₂, DAN SO₂ PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS JALAN KARANGREJO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH

PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH PENDUGAAN KONSENTRASI CO, NO x, SO 2, HC, DAN PM 10 DARI AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN MAYOR OKING CITEUREUP BOGOR FITRI HASANAH DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Berkembang yang melakukan pembangunan secara berkala. Pembangunan infrastruktur, industri, ekonomi yang bertujuan untuk memajukan negara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dan strategis. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, bumi tempat tinggal manusia telah tercemar oleh polutan. Polutan adalah segala sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungan. Udara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peningkatan jumlah penduduk, peningkatan penggunaan lahan, dan kemajuan teknologi mempengaruhi peningkatan kebutuhan masyarakat perkotaan untuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

ESTIMASI KUALITAS UDARA AMBIEN KOTA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL DISPERSI MUAIR

ESTIMASI KUALITAS UDARA AMBIEN KOTA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL DISPERSI MUAIR No.Urut: 1098/0304/P LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN ESTIMASI KUALITAS UDARA AMBIEN KOTA BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL DISPERSI MUAIR OLEH MEIDHY PRAHARSA UTAMA 15399031 DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN Dari simulasi yang telah dilakukan didapat hasil sebaran konsentrasi SO 2 dari data emisi pada tanggal 31 Oktober 2003 pada PLTU milik PT. Indorama Synthetics tbk.

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM :

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM : PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG Grace Wibisana NRP : 9721053 NIRM : 41077011970288 Pembimbing : Ir. Budi Hartanto Susilo, M. Sc Ko-Pembimbing : Ir. Gugun Gunawan,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK

DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA () DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK DISPERSION OF CARBON MONOXIDE () FROM TRANSPORTATION SOURCE IN PONTIANAK CITY Winardi* Program Studi Teknik Lingkungan Universitas

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara sudah menjadi masalah yang serius di kota-kota besar di dunia. Polusi udara perkotaan yang berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan telah dikenal

Lebih terperinci

STRUKTURISASI MATERI

STRUKTURISASI MATERI STRUKTURISASI MATERI KOMPETENSI DASAR 3.9 Menganalisis gejala pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan dan lingkungan 4.8 Menyajikan ide/gagasan pemecahan masalah gejala pemanasan global dan dampaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga merupakan atmosfir

Lebih terperinci

Angin Meridional. Analisis Spektrum

Angin Meridional. Analisis Spektrum menyebabkan pola dinamika angin seperti itu. Proporsi nilai eigen mempresentasikan seberapa besar pengaruh dinamika angin pada komponen utama angin baik zonal maupun meridional terhadap keseluruhan pergerakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandara merupakan salah satu sumber tarikan perjalanan bagi suatu zona. Meningkatnya aktivitas di bandara dapat menyebabkan jumlah perjalanan yang tertarik ke tata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri, serta transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri, serta transportasi, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan suatu negara, bangsa, daerah atau wilayah yang sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri, serta transportasi, akan mendorong meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

KONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO

KONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO KONSENTRASI POLUSI UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR PADA RUAS JALAN SAM RATULANGI MANADO F. Jansen 1, S.Sengkey 2 1 Dosen Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi 2 Dosen Politeknik Negeri Manado ABSTRAK

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Body force : 0,5 Momentum : 0,4 Modified turbulent viscosity : 0,3 Turbulent viscosity : 0,3 Turbulent dissipation rate : 0,3 CO : 0,5 Energi : 0,5 Jam ke-4 Pressure velocity coupling : SIMPLE Under

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jaringan jalan memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai prasarana untuk memindahkan/transportasi orang dan barang, dan merupakan urat nadi untuk mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin modern ini pembangunan pesat terjadi pada berbagai bidang yang memberikan kemajuan pada sektor ekonomi, kesehatan, teknologi maupun berbagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR NOMENKLATUR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisis Kapasitas jalan, volume kendaraan, kecepatan kendaraan dan analisis kualitas udara disekitar kemacetan jalan Balaraja Serang. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C) Pengaruh Kadar Gas Co 2 Pada Fotosintesis Tumbuhan yang mempunyai klorofil dapat mengalami proses fotosintesis yaitu proses pengubahan energi sinar matahari menjadi energi kimia dengan terbentuknya senyawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelapisan Massa Air di Perairan Raja Ampat Pelapisan massa air dapat dilihat melalui sebaran vertikal dari suhu, salinitas dan densitas di laut. Gambar 4 merupakan sebaran menegak

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KELEMBABAN, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO

PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KELEMBABAN, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KELEMBABAN, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR CO (Karbon Monoksida) PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI KASUS

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 F. Iklim 2.9. Kondisi Iklim di Provinsi DKI Jakarta Dengan adanya perubahan iklim menyebabkan hujan ekstrem di Ibu Kota berdampak pada kondisi tanah yang tidak lagi bisa menampung volume air, dimana tanah

Lebih terperinci

BAB V Hasil dan Pembahasan

BAB V Hasil dan Pembahasan 43 BAB V Hasil dan Pembahasan Bagian ini memberikan gambaran tentang hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian Inventori Emisi Gas Rumah Kaca (CO 2 dan CH 4 ) dari Sektor Transportasi dengan Pendekatan

Lebih terperinci

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR 346/S1-TL/1011-P ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR Oleh: DHONA MARLINDRA 07 174 024 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Mengetahui kondisi lingkungan tempat percobaan sangat penting diketahui karena diharapkan faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap percobaan dapat diketahui.

Lebih terperinci

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Global Warming Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 C (1.33 ± 0.32 F)

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber: Bab II Pemodelan Bab ini berisi tentang penyusunan model untuk menjelaskan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. Penyusunan model ini meliputi tinjauan fisis pembuluh kapiler, pemodelan daerah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1 BAB I PENDAHULUAN Klimatologi berasal dari bahasa Yunani di mana klima dan logos. Klima berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan logos berarti ilmu. Jadi definisi klimatologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menerapkan metode kuantitatif dengan cara menghitung jenis dan jumlah kendaraan untuk mendapatkan laju emisi. Selanjutnya laju emisi dimasukkan

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

Elaeis Noviani R., Titik Istirokhatun, Sudarno. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Elaeis Noviani R., Titik Istirokhatun, Sudarno. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro PENGARUH JUMLAH KENDARAAN DAN FAKTOR METEOROLOGIS (SUHU, KELEMBABAN, KECEPATAN ANGIN) TERHADAP PENINGKATAN KONSENTRASI GAS PENCEMAR NO₂ (NITROGEN DIOKSIDA) PADA PERSIMPANGAN JALAN KOTA SEMARANG (STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh : S u y a d i L2D 301 334 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2004 ABSTRAKSI

Lebih terperinci

: 180 cm (as as) atau 150 cm (tepi tepi) Gambar IV.1. Penampang Melintang Jalan 3,5 M 3,5 M. Median Kerb. Perkerasan Jalan 2 M 1 M 7 M 7 M

: 180 cm (as as) atau 150 cm (tepi tepi) Gambar IV.1. Penampang Melintang Jalan 3,5 M 3,5 M. Median Kerb. Perkerasan Jalan 2 M 1 M 7 M 7 M Bab IV Penyajian Data IV.1 Data Geometrik Jalan Ruas jalan dan perlintasan kereta api yang menjadi lokasi penelitian merupakan akses masuk dan keluar Kota Surakarta, terdiri dari 4 lajur 2 arah dan terbagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan Kota DKI Jakarta yang semakin pesat, ditambah dengan perkembangan kota-kota penyangga di sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi telah membuat

Lebih terperinci

APA ITU GLOBAL WARMING???

APA ITU GLOBAL WARMING??? PEMANASAN GLOBAL APA ITU GLOBAL WARMING??? Pemanasan global bisa diartikan sebagai menghangatnya permukaan Bumi selama beberapa kurun waktu. Atau kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut

Lebih terperinci