Bab III Gambaran Umum Wilayah Studi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab III Gambaran Umum Wilayah Studi"

Transkripsi

1 Bab III Gambaran Umum Wilayah Studi Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bandung dengan pembagian lokasi berdasarkan peruntukkan lahan dengan tujuan mengetahui karakteristik polutanpolutan yang ada pada masing-masing lokasi. Lokasi-lokasi tersebut meliputi kawasan Tegalega yang mewakili kawasan keramaian transportasi dan perdagangan, Aria graha yang mewakili kawasan pemukiman, Dago Pakar (Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda) mewakili kawasan bersih, dan Cisaranten Wetan mewakili kawasan industri. Pemilihan lokasi disesuaikan dengan stasiun pemantau kualitas udara yang dimiliki BPLHD Jawa Barat yang terletak di kawasan-kawasan tersebut. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan data-data partikulat udara hasil monitoring stasiun tersebut. Peta lokasi daerah sampling diperlihatkan pada Gambar III.1. Dago Pakar Pinus Regency (Cisaranten Wetan) Tegalega Ariagraha Gambar III.1 Peta wilayah studi (Bappeda Kota Bandung, 2007)

2 III.1. Umum Kota Bandung terletak di antara ,91 bujur timur dan ,94 lintang selatan. Lokasi kota Bandung cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi, perekonomian maupun keamanan (Bandung dalam angka, 2003). Hal tersebut disebabkan oleh : 1). Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan raya : a. Barat - timur yang memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara b. Utara - selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan Pangalengan). 2). Letak yang tidak terisolasi dan dengan komunikasi yang baik akan memudahkan aparat keamanan untuk bergerak kesetiap penjuru. Secara topografi, Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 m di atas permukaan laut (dpl). Titik tertinggi berada di daerah utara dengan ketinggian 1050 m dan terendah di sebelah Selatan 675 m di atas permukaan laut. Wilayah kota Bandung bagian selatan permukaan tanah relatif datar, sedangkan di wilayah kota bagian utara berbukit-bukit dengan panorama yang indah. Keadaan geologis dan tanah yang ada di Kota Bandung dan sekitarnya terbentuk pada jaman kwarter dan mempunyai lapisan tanah aluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Perahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol, di bagian selatan serta di bagian timur terdiri atas sebaran jenis aluvial kelabu dengan bahan endapan liat, di bagian tengah dan barat tersebar jenis tanah andosol (BPS, 2003) III.2 Kondisi Meteorologi Kota Bandung Iklim Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan yang lembab dan sejuk. Temperatur rata-rata 23,6 0 C, curah hujan rata-rata 156,4 mm per tahun, dan jumlah hari hujan rata-rata 15 hari per bulannya (keadaan tahun 2003) (Bandung dalam angka, 2003). Kota Bandung dipengaruhi oleh muson dengan rata-rata arah

3 angin bertiup pada bulan November-Januari dari arah barat, sedangkan pada bulan Juni - September dari arah timur (Huboyo, 2003). III.3 Tata Guna Lahan Kota Bandung Kawasan terbangun di Kota Bandung mencapai 67,46 %, dari total wilayah, dengan 86,9 % terdiri atas pemukiman, jasa (2,64 %), industri (5,2 %) serta lahan konservasi (5,2%). Kegiatan jasa/ komersial berada di pusat kota, pemukiman penduduk tersebar terutama di bagian barat Kota Bandung. Aktivitas industri terpusat di bagian timur, barat, serta selatan Kota Bandung (Huboyo, 2003). III.4 Sumber Pencemar di Kota Bandung Sumber pencemar udara ambien alamiah di Kota Bandung yang diperkirakan cukup berpengaruh adalah : tanah, debu jalan, dan gunung berapi Huboyo (2003). Santoso (2006) mengemukakan bahwa kontribusi faktor tanah dan debu jalan terhadap PM 2,5 di kota Bandung sebesar 20%. Hasil uji emisi tanah di Jakarta oleh JICA tahun 1995 dalam Huboyo (2003) menunjukkan bahwa komposisi unsur tanah terdiri atas unsur Al menempati komposisi sebesar 15%, Fe sebesar 7,7%, Ti sebesar 0,95%, dan Mn sebesar 0,5%. Cekungan Bandung dikelilingi oleh gunung-gunung yang ketinggiannya lebih dari 2000 m yaitu gunung Tangkuban Perahu (2076 m dpl) di sebelah utara, gunung Malabar (2321 m dpl), dan gunung Patuha (2434 m dpl) di sebelah barat daya. Kota Bandung menempati lereng bagian selatan perbukitan Lembang dan Tangkuban Perahu pada ketinggian m. Beberapa pegunungan di kawasan cekungan Bandung ini masih aktif (BPLHD, 2005). Unsur yang dikeluarkan dari emisi gunung berapi diantaranya adalah Si, Al, Na, Ca, Mg, Fe, dan K (Speciate software US EPA). Pencemar antropogenik yang mempengaruhi pencemar udara ambien di kawasan Bandung meliputi kegiatan industri, aktivitas pembakaran sampah (biomass

4 burning), serta aktivitas transportasi (Huboyo, 2003). Supriatno (1989) dalam Huboyo (2003) telah meneliti emisi dari proses pembakaran sampah di kota Bandung. Emisi total partikulat dari proses tersebut adalah sebesar 594,3 kg/hari; SO 2 37,14 kg/hari; NO x 222,8 kg/hari; Hidrokarbon 1114,3 kg/hari; dan CO 3120,1 kg/hari. Santoso (2006) mengungkapkan bahwa kontribusi biomass burning terhadap PM 2,5 di kota Bandung adalah sebesar 20%. Kurniawan (2006) mengukur tingkat emisi dari hasil aktivitas domestik dengan parameter NO x memiliki tingkat emisi tertinggi yaitu sebesar 6567,05 ton/tahun, HC sebesar 1135,59 ton/tahun, SO x sebesar 1132,4 ton/tahun, SPM sebesar 865,00 ton/tahun, dan CO sebesar 724,93 ton/tahun. Gas CO adalah parameter pencemar paling tinggi yang diemisikan dari proses pembakaran sampah yaitu sebesar 3582,66 ton/tahun, HC (1279,52 ton/tahun), SPM (511,81 ton/tahun), NO x (255,90 ton/tahun), dan SO x (42,65 ton/tahun) (Kurniawan, 2006). Tingkat emisi dari kedua aktivitas tersebut divisualisasikan pada Gambar III.2. Tabel tingkat emisi dari aktivitas domestik dan pembakaran sampah disajikan pada Lampiran C. Tingkat emisi (ton/tahun) CO NOx HC SOx SPM Parameter pencemar aktivitas domestik pembakaran sampah Gambar III.2 Tingkat emisi sektor domestik dan pembakaran sampah di kota Bandung (Kurniawan, 2006) Sektor transportasi merupakan sektor yang sangat berpotensi mempengaruhi pencemaran udara di Kota Bandung. Studi yang dilakukan BPLHD (2005) menyatakan bahwa jumlah kendaraan di Kota Bandung jauh lebih besar jika dibandingkan dengan Kabupaten Bandung-, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang. Konsumsi bahan bakar di Kota Bandung juga menempati urutan

5 tertinggi baik untuk solar maupun bensin jika dibandingkan dengan kota-kota lain di wilayah cekungan Bandung (BPLHD, 2005). Perhitungan total tingkat emisi dari sektor transportasi di cekungan Bandung menunjukkan bahwa Kota Bandung memiliki tingkat emisi tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang untuk seluruh parameter., yaitu CO ( ,4 ton/tahun), NO x (12.226,4 ton/tahun), SO x (993,2 ton/tahun), HC (26.283,3 ton/tahun), PM 10 (1.112,9 ton/tahun), dan PM 2,5 (1.030,4 ton/tahun) (BPLHD,2005). Hal ini terkait dengan kepadatan jumlah kendaraan di kawasan Kota Bandung yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kota Sumedang. Tabel jumlah kendaraan di kawasan cekungan Bandung ditampilkan pada Lampiran H. Gambar III.3 menunjukkan grafik tingkat emisi dari sektor kendaraan bermotor di kota Bandung Tingkat emisi (ton/tahun) CO NOx HC SOx pm10 pm2,5 Parameter pencemar Gambar III.3 Tingkat emisi dari sumber kendaraan bermotor di Kota Bandung (BPLHD, 2005) Sumber kendaraan bermotor di Kota Bandung cenderung mengemisikan polutan relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan sumber domestik dan pembakaran sampah. Menurut Kurniawan (2006), pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di kota Bandung mengalami kenaikan sebesar 53,55% setiap tahun, dengan prosentase kenaikan didominasi oleh kendaraan sepeda motor. Hal tersebut dapat

6 berpengaruh terhadap penambahan jumlah polutan di Kota Bandung (Kurniawan, 2006). Data dari Badan Pusat Statistik yang mengacu pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kotamadya Bandung dalam Mauliadi (2000) menunjukkan bahwa terdapat 587 kegiatan industri di Kota Bandung dari 6596 total industri di Jawa Barat pada tahun Kota Bandung mempunyai kontribusi sebesar 8,9% dari keseluruhan aktivitas industri di Jawa Barat, dengan laju pertumbuhan 10,2% (pada periode ) (Mauliadi, 2004). Tingkat emisi dari sektor industri di kota Bandung didominasi oleh gas CO yaitu sebesar 2868,93 ton/tahun, HC (1715,45 ton/tahun), NO x (1102,64 ton/tahun), SO x (1089 ton/tahun), dan SPM 1 (997,34 ton/tahun) (Kurniawan, 2006). Grafik tingkat emisi dari sektor industri ditampilkan pada Gambar III Tingkat emisi (ton/tahun) CO NOx HC SOx SPM Parameter pencemar Gambar III.4 Tingkat emisi dari sumber kegiatan industri di Kota Bandung (Kurniawan, 2006) Berdasarkan data-data tingkat emisi di atas maka dapat diperkirakan parameter pencemar udara yang memiliki tingkat emisi paling tinggi di Kota Bandung. Kurniawan (2006) menghitung persentase tingkat emisi parameter-parameter pencemar dari masing-masing sumber. Persentase tersebut ditampilkan pada Tabel III.1. 1 SPM : Suspended Particulate Matter

7 Tabel III.1 Persentase parameter pencemar udara di Kota Bandung Parameter Pencemar Tingkat Emisi Persentase Pencemar dari Sektor (%) (ton/tahun) Transportasi Industri Domestik Pembakaran Sampah CO ,9 96,2 1,4 0,3 1,8 NO x ,9 60,6 5,4 32,5 1,2 HC ,8 86,4 5,6 3,7 4,2 SO x 3.247,5 30,5 33,5 34,8 1,3 SPM 3.487,0 31,9 28,6 24,8 14,6 (Sumber: Kurniawan, 2006) Berdasarkan Tabel III.1 maka dapat diketahui bahwa pencemar udara tertinggi di Kota Bandung dikontribusikan dari sektor transportasi untuk seluruh parameter. Hal ini seiring dengan perhitungan tingkat emisi dari sektor transportasi yang dilaporkan oleh BPLHD. III.5 Kondisi Polutan Partikulat di Kota Bandung Gambaran mengenai PM 10 di Kota Bandung didasarkan pada pengukuran di stasiun pemantau kualitas udara BPLHD Jawa Barat. Stasiun pemantau yang akan digunakan sebagai gambaran data historis untuk PM 10 adalah BAF1 Dago Pakar, BAF2 Aria Graha, BAF3 Tirtalega (Tegalega), dan BAF5 Cisaranten Wetan. Lokasi-lokasi tersebut merupakan lokasi yang digunakan dalam penelitian ini. Data rata-rata konsentrasi bulanan pada tahun 2001 dan 2002 untuk PM 10 disajikan dalam Gambar III.5 dan III rata-rata konsentrasi (ug/m3) jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec bulan Dago pakar Aria graha Tegalega Cisaranten w etan Gambar III.5 Konsentrasi rata-rata PM 10 tahun 2001 (Hasil olahan dari data BPLHD Jabar, 2001)

8 rata-rata konsentrasi (ug/m3) jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec bulan dago pakar Aria graha Tegalega Cisaranten wetan Gambar III.6 Konsentrasi rata-rata PM 10 tahun 2002(Hasil olahan dari data BPLHD Jabar, 2002) Gambar III.5 dan III.6 menunjukkan bahwa secara umum konsentrasi rata-rata PM 10 di Dago Pakar lebih rendah dibandingkan dengan kawasan lain sepanjang tahun 2001 dan Rata-rata konsentrasi untuk PM 10 pada tahun 2001 menunjukkan rata-rata sebesar 73,33μg/m 3 (Tegalega), 62,42μg/m 3 (Aria Graha), 50,92μg/m 3 (Dago Pakar tahun 2002), 42,95μg/m 3 (Cisaranten Wetan tahun 2002). Nilai tersebut masih berada di bawah baku mutu harian untuk PM 10 yaitu sebesar 150μg/m 3. III.6 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tegalega Taman Tegalega terletak tidak jauh dari wilayah alun-alun Kota Bandung. Kawasan Tegalega secara administrasi masuk ke dalam wilayah Kecamatan Astanaanyar. Kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan perdagangan, jasa dan pemukiman. Kawasan sebelah timur laut taman Tegalega merupakan tempat penampungan sampah sementara. Kawasan ini juga merupakan kawasan keramaian transportasi. Jalan yang selalu ramai dan padat yang meliputi kawasan Tegalega adalah Jalan BKR di sebelah selatan yang merupakan jalan arteri sekunder, jalan Otto Iskandar Dinata (Otista) di sebelah barat, jalan Moh. Toha di

9 sebelah timur, dan jalan Ciateul di sebelah utara. Ketiga jalan ini merupakan jalan kolektor sekunder. Aria Graha Kawasan Aria Graha merupakan kawasan perumahan yang berada di daerah Bandung Timur sekitar kurang lebih 5 km dari Bundaran/ terminal Cibiru. Kawasan ini merupakan salah satu lokasi stasiun pemantau kualitas udara BPLHD Provinsi Jawa Barat yang mewakili daerah pemukiman. Aria Graha terletak tepat berhadapan dengan Jalan By Pass Soekarno-Hatta yang merupakan jalur cepat penghubung Bandung Barat dengan Bandung Timur. Sebelah timur dan selatan Aria Graha merupakan pemukiman, dan beberapa kegiatan industri kecil dan bengkel. Sebelah utara adalah jalan bypass Soekarno Hatta, di sebelah barat adalah pertokoan dan terdapat kegiatan konstruksi bangunan. Dago Pakar Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda Secara umum merupakan hutan alam sekunder dan hutan tanaman dengan jenis Pinus (Pinus mekusii) yang terletak di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung, DAS Citarum yang membentang mulai dari Curug Dago, Dago Pakar sampai Maribaya yang merupakan bagian dari kelompok hutan Gunung Pulosari. Tahura terletak di sebelah utara kota Bandung berjarak ± 7 km dari pusat kota, secara geografis berada BT dan 6 52 LS, dengan luas 526,98 ha. Tahura Ir. H. Djuanda memiliki tingkat aksesibilitas tinggi yang dapat dicapai dari barat daya/ selatan melalui Pakar- Dago dan dari timur laut/ utara melalui Maribaya/ Lembang. Sebagian besar Tahura Djuanda (kawasan Pakar Maribaya) secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Bandung yaitu Desa Ciburial dan Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan dan sebagian lagi termasuk wilayah Desa Mekarwangi, Desa Langensari, Desa Wangunharja dan Desa Cibodas, Kecamatan Lembang sedangkan sebagian kecil (Curug Dago) masuk dalam wilayah Kelurahan Dago Kecamatan Coblong dan Kelurahan Cimbuleuit Kecamatan Cidadap Kota Bandung.

10 Batas kawasan meliputi : Barat: berbatasan dengan tanah milik (pertanian dan pemukiman) Desa Mekarwangi. Timur: Berbatasan dengan Hutan Lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten ( KPH Bandung Utara) dan tanah milik (pertanian dan pemukiman) Desa Ciburial. Utara: berbatasan dengan tanah milik penduduk berupa lahan pertanian desa Cibodas, Desa Wangunharja Kecamatan Lembang dan Hutan Lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten ( KPH Bandung Utara). Selatan: berbatasan dengan tanah penduduk berupa lahan pertanian dan pemukiman Desa Ciburial Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung dan Kelurahan Dago Kecamatan Coblong, Kelurahan Cimbuleuit Kecamatan Cidadap Kota Bandung. Sebagian besar kawasan Taman Hutan Raya Ir. Djuanda merupakan ekosistem pinggir sungai (riparian ecosystem) yang berlereng terjal dengan tonjolantonjolan batu cadas, yang mempunyai ketinggian antara 770 sampai m dpl. Bentang lahannya berbentuk cekungan (basin), yang pada bagian dasarnya mengalir Sungai Cikapundung yang diapit oleh lereng terjal. Wilayah ini memiliki curah hujan yang semaikin tinggi dengan semakin naiknya ketinggian dari permukaan laut (fenomena hujan Tipe Orografis), dari Pakar menuju Maribaya. Curah hujan tahunan di wilayah Tahura bagian selatan berkisar dari mm, sedangkan di bagian utara berkisar dari mm. Kelembaban nisbi udara di dalam kawasan Taman Hutan Raya dan sekitarnya selalu tinggi, kelembaban mutlak memperlihatkan kisaran yang cukup rendah yaitu berkisar antara 70 % (siang hari) 95 % (malam dan pagi hari). Suhu di bagian lembah berkisar antara ºC dan di bagian puncak antara ºC.

11 Secara visual penggunaan lahan di sekitar kawasan Tahura Ir. H. Djuanda sebagian besar saat ini masih merupakan lahan pertanian (48%), selebihnya terdiri dari perkampungan (40%), hutan (2%) dan penggunaan lainnya (2%). Sekitar 48 % dari wilayah perkampungan yang ada kini didominasi oleh villa dan rumahrumah mewah. Keterangan mengenai kawasan Tahura Ir. H Djuanda ini diperoleh dari arsip Balai Pengelola Tahura Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat (Dephut, 2007). Cisaranten Wetan/Pinus Regency Kawasan Cisaranten Wetan terletak di daerah Bandung Timur sekitar 2 km dari kawasan Pasar Induk Gede Bage. Kawasan ini merupakan daerah industri di wilayah Bandung Timur yang secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Ujungberung. Industri-industri yang terletak di daerah ini diperlihatkan pada Tabel III.2. Tabel III.2 Industri di kawasan kecamatan Ujungberung No Keterangan Jumlah 1 Industri susu dan makanan dari susu 1 2 Industri makanan lainnya 3 3 Industri pemintalan, pertenunan, dan 7 pengolahan hasil tekstil 4 Industri perajutan 5 5 Industri pakaian jadi dari tekstil, kecuali barang jadi berbulu 2 6 Industri barang-barang kimia 2 lainnya 7 Industri karet dan barang dari karet 1 8 Industri barang logam lainnya dan 1 kegiatan jasa pembuatan barangbarang dari logam 9 Industri peralatan kedokteran dan 1 peralatan untuk mengukur, memeriksa, menguji, dan bagianlainnya kecuali alat optik 10 Industri perlengkapan dan 1 komponen kendaraan bermotor beroda empat atau lebih 11 Industri furniture 1 12 Industri pengolahan lainnya 1 Jumlah 26 (Sumber: Disperindag, 2003)

12 Informasi dari Tabel III.2 diperoleh keterangan bahwa industri dengan jumlah paling tinggi di Kecamatan Ujungberung adalah industri pemintalan, penenunan, dan pengolahan hasil tekstil yaitu sebanyak tujuh industri, dan disusul oleh industri perajutan sebanyak lima industri. Secara umum kawasan Pinus Regency yang digunakan sebagai lokasi sampling di Cisaranten Wetan merupakan daerah perumahan yang berbatasan langsung dengan kawasan industri. Beberapa bagian dari perumahan ini masih dalam tahap pembangunan yaitu pada cluster di bagian depan, samping barat, dan perluasan ke arah belakang kompleks (utara). Bagian selatan kompleks berbatasan langsung dengan jalan raya bypass Soekarno-Hatta. III.7 Kondisi Kesehatan Masyarakat Kota Bandung Efek paparan dari polusi udara pada umumnya akan mengakibatkan gangguan pada saluran pernafasan. Dinas kesehatan Kota Bandung mencatat angka kejadian penyakit saluran pernafasan atas dan bawah pada periode dengan kecenderungan terjadi peningkatan kejadian penyakit saluran pernafasan setiap tahunnya. Kejadian penyakit saluran pernafasan ditampilkan pada Gambar III.7.

13 Angka kejadian penyakit NA SA FA TA LA 0 LtA Ispats Influ Bpts Pn Ispbats Ispal Jenis penyakit Br As StA Brts&Brlts Pjpts Keterangan: NA : Nasofaring akut., SA: Sinusitis akut.,fa: Faringitis akut.,ta : Tonsilitas akut.,la: Laringitis akut.,lta: Laringitis dengan trakeitis akut., Ispats: Infeksi saluran pernafasan atas tidak spesifik.,influ: Influenza.,Bpts: Broncopneumonia tidak spesifik.,pn: Pneumonia.,Ispbats: Infeksi saluran pernafasan bawah akut tidak spesifik.,ispal: Infeksi pernafasan atas akut lainnya.,br: Bronkhitis.,As: Asma.,StA: Staus asmatikus.,brts&brlts: Bronkietasis dan bronkiolektasis.,pjpts: Penyakit jantung dan paru tidak spesifik Gambar III.7 Kejadian penyakit saluran pernafasan di Kota Bandung (Data olahan dari arsip tahunan Dinkes Kota Bandung) Gambar III.7 menunjukkan bahwa penyakit infeksi saluran pernafasan atas tidak spesifik (ispats) merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi setiap tahunnya. Penyakit nasofaring akut (NA) merupakan penyakit saluran pernafasan yang cenderung memiliki peningkatan kejadian penyakit yang cukup signifikan setiap tahunnya. Pada tahun 2005 penyakit infeksi saluran pernafasan atas akut lainnya (ispal) mempunyai angka kejadian penyakit tertinggi dibandingkan dengan tahun 2003, 2004, dan Penelitian yang dilakukan Dirgawati (2007) menyebutkan bahwa pola prevalensi penyakit ISPA di kawasan pemukiman (Kecamatan Rancasari, Margacinta) dan

14 padat lalu lintas (Kecamatan Astanaanyar, Regol) tidak berbeda secara signifikan. namun kedua kawasan ini memiliki angka prevalensi rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan industri (Kecamatan Ujungberung). Perhitungan resiko relatif (RR) yang dilakukan Dirgawati (2007) menunjukkan bahwa resiko terjadinya penyakit ISPA atas pada masyarakat yang tinggal di kawasan padat lalu lintas lebih besar 3,370 kali dibandingkan masyarakat di kawasan bersih (Dago Pakar). Resiko terjadinya penyakit ISPA atas pada masyarakat di kawasan pemukiman lebih besar 1,939 kali dibandingkan masyarakat di kawasan bersih, dan resiko terjadinya penyakit ISPA atas pada masyarakat di kawasan industri sebesar 0,593 kali dibandingkan dengan masyarakat di kawasan bersih. Dirgawati (2007) juga melakukan perhitungan kontribusi polutan terhadap jumlah penyakit ISPA di kota Bandung. Hasil penelitian tersebut ditunjukkan pada Tabel III.3. Tabel III.3 Kontribusi parameter pencemaran udara terhadap prevalensi penyakit ISPA di Kota Bandung Kawasan Kontribusi Polutan Terhadap Prevalensi ISPA (%) HC CO NO x PM 10 Padat lalu lintas 2,18 0,14 0,30 97,38 Pemukiman 2,02 6,55 3,49 87,95 Industri 38,41 34,92 25,14 1,53 (Sumber: Dirgawati, 2007) PM 10 mempunyai kontribusi paling tinggi terhadap prevalensi penyakit ISPA pada kawasan padat lalu lintas dan pemukiman di Kota Bandung. Penggunaan bahan bakar minyak, aktifitas domestik, serta pembakaran sampah dapat berpengaruh terhadap emisi PM 10 di kawasan pemukiman. Di kawasan padat lalu lintas, HC dan partikulat diemisikan dari kegiatan transportasi yang terbentuk selama energi diproduksi untuk menjalankan kendaraan bermotor yakni selama pembakaran bahan bakar fosil bensin dan solar di dalam mesin (Dirgawati, 2007).

15 Polutan HC mempunyai kontribusi tertinggi terhadap prevalensi penyakit ISPA di kawasan industri. HC, CO, dan NO x merupakan gas pencemar yang bisa dihasilkan dari proses pembakaran senyawa organik (seperti bahan bakar fosil) yang tidak sempurna dari proses industri (Dirgawati, 2007).

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi IV.1 Umum Kota Bandung yang merupakan ibukota propinsi Jawa Barat terletak pada 107 o 36 Bujur Timur dan 6 o 55 Lintang Selatan. Secara topografis terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM Bab ini menjelaskan mengenai kondisi umum wilayah studi yang terdiri dari kondisi geografis kota Cimahi, kondisi geografis kota Bandung, aspek kependudukan kota Cimahi, aspek kependudukan

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan Bab V Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian mengenai paparan partikulat terespirasi ini disajikan dalam beberapa bagian, yaitu paparan partikulat terespirasi, komposisi unsur-unsur dan kemungkinan sumber

Lebih terperinci

Gambar 8. Peta Kontur Ketinggian Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Bandung

Gambar 8. Peta Kontur Ketinggian Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Bandung 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Kajian Stasiun pemantauan kualitas udara (fix station) yang terdapat di Bandung ada lima stasiun dan masing-masing mewakili daerah dataran tinggi, pemukiman

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986) Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pencemaran udara didefinisikan sebagai hadirnya satu atau lebih substansi/ polutan di atmosfer (ambien) dalam jumlah tertentu yang dapat membahayakan atau mengganggu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kualitas udara merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama pada pernafasan. Polutan di

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sub DAS Cikapundung 4.1.1 Letak dan luas Daerah Sungai Cikapundung terletak di sebelah utara Kota Bandung Provinsi Jawa Barat, dan merupakan bagian hulu Sungai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin modern ini pembangunan pesat terjadi pada berbagai bidang yang memberikan kemajuan pada sektor ekonomi, kesehatan, teknologi maupun berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk 2.191.140 jiwa pada tahun 2014 (BPS Provinsi Sumut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

BAB I Klasifikasi Ruas Jalan Raya di Bandung

BAB I Klasifikasi Ruas Jalan Raya di Bandung BAB I Klasifikasi Ruas Jalan Raya di Bandung Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. Kota Bandung terletak diantara 107 0 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kendaraan bermotor sudah menjadi kebutuhan mutlak pada saat ini. Kendaraan yang berfungsi sebagai sarana transportasi masyarakat adalah salah satu faktor penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi atau perangkutan adalah kegiatan perpindahan orang atau barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan sarana kendaraan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH II - 1 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Kebijaksanaan Pembangunan Wilayah Pembangunan wilayah di Kotamadya Bandung diprioritaskan untuk menanggulangi kepadatan lalulintas yang kian hari semakin padat.

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi Penelitian

Bab IV Metodologi Penelitian Bab IV Metodologi Penelitian Alur penelitian yang dilakukan terdiri atas survei lapangan, pengumpulan data primer dan sekunder, analisis partikulat, serta analisis paparan unsur-unsur kimia. Metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13). 28 IV. KONDISI UMUM 4.1 Wilayah Kota Kota merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan.

Lebih terperinci

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Beiakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi saat ini menjadi masalah yang sangat penting karena dapat mengindikasikan kemajuan suatu daerah. Transportasi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA Taty Alfiah 1, Evi Yuliawati 2, Yoseph F. Bota 1, Enggar Afriyandi 1 1) Jurusan Teknik Lingkungan, 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan. Secara 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kota Gorontalo merupakan Ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inventarisasi Tahap inventarisasi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang mendukung dan dibutuhkan pada perencanaan jalur hijau jalan ini. Berdasarkan

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas Wilayah dan Pemanfaatan Lahan Kabupaten Temanggung secara geografis terletak antara garis 110 0 23-110 0 00 30 Bujur Timur dan antara garis 07 0 10-07

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Hujan asam merupakan salah satu indikator terjadinya pencemaran udara. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Udara merupakan zat yang penting dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota

Lebih terperinci

PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH

PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH LAMPIRAN 7 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.1/Menhut-II/2009 Tanggal : 6 Januari 2009 PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH A. Identifikasi dan Deskripsi Calon Sumber Benih 1. Pemilik sumber benih mengajukan

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kota Yogyakarta 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta terletak di Pulau Jawa, 500 km ke arah selatan dari DKI Jakarta, Ibukota Negara

Lebih terperinci

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA

FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 FUNGSI HUTAN KOTA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN UDARA DI KOTA SAMARINDA Darul Dana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh : Sri Harjanti W, 0606071834 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Lingkungan Hidup BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Orientasi Kota Bandung

Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Lingkungan Hidup BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Orientasi Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Secara geografis, Kota Bandung terletak pada koordinat 107º 36 Bujur Timur dan 6º 55 Lintang Selatan dengan luas wilayah sebesar 16.767 hektar. Wilayah Kota Bandung

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN

KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN KESESUAIAN LOKASI PERUMAHAN Kesesuaian lokasi perumahan di Wilayah Gedebage Kota Bandung didasarkan pada hasil evaluasi. Evaluasi kesesuaian lahan adalah suatu evaluasi yang akan memberikan gambaran tingkat

Lebih terperinci

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T. PEMODELAN DISPERSI SULFUR DIOKSIDA (SO ) DARI SUMBER GARIS MAJEMUK (MULTIPLE LINE SOURCES) DENGAN MODIFIKASI MODEL GAUSS DI KAWASAN SURABAYA SELATAN Oleh: Wisnu Wisi N. 3308100050 Dosen Pembimbing: Abdu

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum Kota Bekasi, Kecamatan Bekasi Selatan dan kondisi eksiting Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Bekasi, Kota Bekasi. 3.1 Gambaran

Lebih terperinci

A. Gambaran Umum Daerah

A. Gambaran Umum Daerah Pemerintah Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Daerah K ota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat, terletak di antara 107º Bujur Timur dan 6,55 º

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. 1 PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. Pencemaran Udara 2 3 Regulasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara 4 Pencemaran Udara Masuknya atau

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM DAN RENCANA PENGEMBANGAN DAERAH PERENCANAAN

BAB III TINJAUAN UMUM DAN RENCANA PENGEMBANGAN DAERAH PERENCANAAN BAB III TINJAUAN UMUM DAN RENCANA PENGEMBANGAN DAERAH PERENCANAAN 3.1 Administrasi Wilayah Kota Bandung Kota Bandung terletak di provinsi Jawa Barat dan merupakan ibukota provinsi. Kota Bandung terletak

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG POLUSI UDARA DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG Sumaryati Peneliti Bidang Komposisi Atmosfer, LAPAN e-mail: sumary.bdg@gmail.com,maryati@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Pengelolaan polusi udara pada prinsipnya adalah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

Tabel 24.1 Status Kualitas Air Sungai di Provinsi Jawa barat Tahun Frekuensi Sampling. 1 Sungai Ciliwung 6 5 memenuhi-cemar ringan

Tabel 24.1 Status Kualitas Air Sungai di Provinsi Jawa barat Tahun Frekuensi Sampling. 1 Sungai Ciliwung 6 5 memenuhi-cemar ringan 24. LINGKUNGAN HIDUP 184 Tabel 24.1 Status Kualitas Air Sungai di Provinsi Jawa barat Tahun 2010 No Nama Jumlah Titik Sampling Frekuensi Sampling Kisaran Status Mutu Air Sungai Berdasarkan KMA PP 82/2001

Lebih terperinci

ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR OLEH ELGA MARDIA BP. 07174025 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA BANDUNG JAWA BARAT KOTA BANDUNG ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Bandung yang terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Lokasi Kota Bandung

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk 11 KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Desa Lamajang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1474 ha dengan batas desa

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan Bab V Hasil dan Pembahasan V.1 onsentrasi Hasil Pengukuran Pengambilan data partikulat pada periode penelitian kali ini dilakukan pada tanggal 30 Juli 2005 hingga 31 Juli 2007. Data yang diperoleh dari

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 F. Iklim 2.9. Kondisi Iklim di Provinsi DKI Jakarta Dengan adanya perubahan iklim menyebabkan hujan ekstrem di Ibu Kota berdampak pada kondisi tanah yang tidak lagi bisa menampung volume air, dimana tanah

Lebih terperinci