BAB V Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 43 BAB V Hasil dan Pembahasan Bagian ini memberikan gambaran tentang hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian Inventori Emisi Gas Rumah Kaca (CO 2 dan CH 4 ) dari Sektor Transportasi dengan Pendekatan Jarak Tempuh Kendaraan dan Konsumsi Bahan Bakar dalam Upaya Pengelolaan Kualitas Udara di Wilayah Kota dan Kabupaten Bandung. Pemaparan akan dibagi ke dalam beberapa sub topik antara lain: sektor transportasi, fuel economy, faktor emisi, jarak tempuh kendaraan, konsumsi bahan bakar, perhitungan beban emisi CO 2 dan CH 4, perbandingan nilai beban emisi berdasarkan pendekatan VKT (Botom-Up Primitives) dan konsumsi bahan bakar (Top-Down Primitives) serta usulan rencana pengelolaan kualitas udara dari sektor transportasi. V.1. Sektor Transportasi Berdasarkan hasil survei dan perhitungan yang diperoleh, terdapat peningkatan jumlah kendaraan bermotor dari tahun di wilayah kota dan kabupaten Bandung sebesar 26,66% yaitu unit pada tahun 2004 menjadi unit pada tahun Dari jumlah tesebut, jenis sepeda motor menempati jumlah terbesar dengan persentase antara 66-70% dari total keseluruhan unit kendaraan mulai tahun 2004 sampai tahun Hal ini menjelaskan bahwa sepeda motor masih menjadi alternatif yang dipilih masyarakat dengan alasan kemudahan dalam menuju akses, pengoperasian dan kepemilikan kendaraan (kredit). Apabila dikelompokkan berdasarkan fungsi kendaraan, terlihat bahwa kendaraan sepeda motor dan angkutan penumpang pribadi seperti sedan, minibus dan jeep menempati urutan teratas dengan persentase sebesar 66-70% dan 17-19%. Ini memperlihatkan bahwa kondisi masyarakat saat ini masih mengutamakan kepemilikan kendaraan pribadi daripada beralih ke kendaraan umum. Beberapa alasan pendukung bahwa kendaraan penumpang pribadi dan sepeda motor dapat memberikan kenyamanan serta ketepatan waktu yang lebih baik dibandingkan dengan angkutan penumpang umum (mikrolet dan taksi) serta angkutan lainnya.

2 44 Jumlah unit kendaraan bermotor dan komposisi berdasarkan fungsi kendaraan di kota dan kabupaten Bandung dapat dilihat pada tabel V.1 dan gambar V.1 berikut. Jenis Kendaraan Penumpang Pribadi Penumpang Umum Ringan Berat Tabel V.1. Jumlah unit kendaraan bermotor berdasarkan fungsi Kota Kabupaten TOTAL Spd. Motor TOTAL Sumber : SAMSAT kota dan kabupaten Bandung (2006) Gambar V.1. Komposisi kendaraan berdasarkan jenis di kota dan kabupaten Bandung

3 45 V.2. Fuel Economy (FE) Fuel economy merupakan besaran kebutuhan bahan bakar oleh suatu kendaraan dalam menempuh satuan jarak tertentu. Sebagai contoh pada tahun 2006, nilai fuel economy kendaraan jenis mikrolet adalah sebesar 6,81 km/l yang berarti bahwa untuk setiap 6,81 kilometer jarak tempuh dibutuhkan bahan bakar sebanyak 1 liter. Berdasarkan hasil survei dan olah data pada tahun 2006 (tabel V.2), diketahui bahwa nilai fuel economy pada tahun 2006 mengalami penurunan di semua jenis kendaraan dibandingkan dengan tahun Penurunan nilai FE terbesar terjadi pada jenis kendaraan minibus dan sepeda motor. Kendaraan jenis bus dan truk walaupun tidak mengalami penurunan yang besar tetapi nilai FE dari kendaraan tersebut merupakan yang terkecil dibandingkan dengan jenis kendaraan lain. Beberapa hal yang menjadi penyebab rendahnya nilai FE pada bus antara lain kondisi kendaraan dan kondisi perjalanan dimana beberapa bus beroperasi pada kecepatan 20 km/jam seperti bus DAMRI. Tabel V.2. Fuel Economy kendaraan bermotor tahun Fuel Economy (km/l) Jenis Kendaraan 2005* * 2006 Premium Solar Sedan 8,2 7,4 - - Minibus 9 7,03 9,2 7 Taksi 9,1 8,66 9,1 - Penumpang Mikrolet 8,4 6,81 7,2 - Jeep 8 6,33 7,64 6,21 Ringan Pick Up 8,3 6,52 8,4 6,6 Mikrobus 7,4-5,9 4,17 Berat Bus Truk 4,4-5,3 4 Sepeda Motor 22,3 20, Sumber : Lestari* (2005) dan hasil survei (2006) Penurunan nilai fuel economy tiap jenis kendaraan mengikuti tingkat pertumbuhan kendaraan di wilayah tersebut. Bertambahnya jumlah kendaraan di wilayah kota dan kabupaten Bandung mencapai 26,66 % mulai tahun menyebabkan

4 46 gangguan terhadap daya tampung jalan dimana pada tahun tersebut tidak terjadi penambahan ruas jalan baik di kota maupun kabupaten Bandung. Akibatnya kepadatan kendaraan di tiap ruas jalan meningkat dan berakibat pada ketidakmampuan kendaraan mencapai kondisi/kecepatan optimal. Nilai fuel economy yang semakin kecil menggambarkan semakin besarnya kebutuhan bahan bakar oleh kendaraan bermotor dalam menempuh jarak perjalanan yang sama. Beberapa faktor yang bisa dijadikan pertimbangan sebagai penyebab turunnya nilai fuel economy (FE) pada kendaraan bermotor antara lain : 1. Jumlah kendaraan yang semakin banyak dan tidak seimbang dengan kebutuhan. Hal ini berakibat selain pada tidak maksimalnya daya tampung kendaraan, juga mengakibatkan semakin padatnya jalan dan timbulnya kemacetan lalu lintas. Nilai penurunan FE bagi kendaraan baru lebih disebabkan oleh faktor kelancaran lalu lintas dan bukan pada kondisi mesin kendaraan. Bagi kendaraan mikrolet, ketidakseimbangan antara jumlah kendaraan dan kebutuhan (jumlah penumpang) menyebabkan banyak mikrolet yang hanya berkeliling dengan kecepatan rendah untuk mencari penumpang tanpa jumlah muatan yang maksimal. 2. Penurunan nilai FE juga dapat disebabkan kondisi kendaraan yang melebihi umur operasional, sehingga terjadi ketidakefisienan jumlah bahan bakar yang digunakan dengan energi yang dihasilkan. 3. Terdapat banyak tempat pemberhentian yang tidak sah, biasanya pada persimpangan jalan, daerah kampus dan pusat perbelanjaan. Faktor ini berlaku untuk jenis angkutan penumpang pribadi umum seperti mikrolet dan taksi, kendaraan bus dan mikrobus. Dalam kondisi menunggu penumpang, didapati bahwa hampir semua mesin kendaraan dalam keadaan bekerja. Pembakaran yang tidak sempurna ini akan berpotensi menghasilkan nilai emisi yang lebih besar. 4. Adanya aturan dari pengurus transportasi dalam hal ini bus dalam kota, yang menetapkan standar kecepatan rendah sekitar km/jam. Hal ini menyebabkan bus memiliki nilai FE terendah di bandingkan dengan transportasi lainnya.

5 47 V.3. Faktor Emisi Nilai faktor emisi yang digunakan dalam perhitungan beban emisi CO 2 dan CH 4 pada tahun 2006 dapat dilihat berdasarkan tabel V.3-4 dibawah ini. Nilai faktor emisi yang akan digunakan dalam perhitungan beban emisi telah divalidasi berdasarkan kondisi yang terdapat di kota dan kabupaten Bandung meliputi keadaan topiografi, kondisi kendaraan, kondisi perjalanan yang digambarkan dalam nilai fuel economy tiap jenis kendaraan. Begitu pula dengan validitas faktor emisi IPCC untuk perhitungan dengan pendekatan konsumsi bahan bakar dilakukan berdasarkan jenis atau tipe kendaraan, teknologi yang digunakan serta nilai fuel economy. Hasil koreksi faktor emisi berdasarkan acuan dari IPCC memiliki nilai korelasi sebesar 0,988 untuk CO 2 dan 0,897 untuk CH 4 untuk tingkat kepercayaan 99% dengan besar rata-rata persen error dibawah 50%. Perbedaan nilai faktor emisi dipengaruhi oleh kualitas bahan baker yang digunakan, kondisi kendaraan dan kondisi topografi antara Indonesia dan eropa. Tabel V.3 Faktor Emisi CO 2 dan CH 4 Tahun 2006 untuk Kendaraan Berbahan Bakar Premium Faktor Emisi 2006 Jenis Kendaraan CO 2 CH 4 (g/km) (g/l) (g/km) (g/l) Sedan 329, ,8 0,0842 0,2984 Minibus 346, ,4 0,0883 0,3141 Taksi 282, ,5 0,0715 0,255 Penumpang Mikrolet 358, ,5 0,0913 0,3243 Jeep 402, ,3 0,0935 0,3489 Pick Up 373, ,1 0,0904 0,1442 Ringan Mikrobus Berat Bus Truk Sepeda Motor 122, ,1 0,1909 3,5772 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan acuan dari Lestari (2005) dan IPCC (1996)

6 48 Tabel V.4 Faktor Emisi CO 2 dan CH 4 Tahun 2006 untuk Kendaraan Berbahan Bakar Solar Jenis Kendaraan Faktor Emisi 2006 CO 2 CH 4 Sedan Minibus 375, ,8 0,0066 0,0919 Taksi Penumpang Mikrolet Jeep 424, ,2 0,0074 0,1036 Pick Up 399, ,6 0,0064 0,0731 Ringan Mikrobus 703, ,2 0,0127 0,1157 Bus ,7 0,066 0,0804 Berat Truk 771, ,7 0,0596 0,0804 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan acuan dari Lestari (2005) dan IPCC (1996) V.4. Jarak Tempuh Kendaraan Jarak tempuh kendaraan dimaksudkan untuk melihat jarak tempuh suatu jenis kendaraan dalam satuan waktu tertentu. Istilah Vehicles Kilometres Travel (VKT) dimaksudkan untuk mengetahui besar kilometer tempuh kendaraan dalam satuan waktu tertentu (hari/minggu/bulan/tahun). Beberapa jenis kendaraan memiliki nilai VKT yang dapat dipantau seperti mikrolet, bus dan mikrobus. Hal ini disebabkan karena jenis kendaraan ini melintasi rute yang sama setiap waktunya. Berbeda dengan jenis kendaraan penumpang pribadi (sedan, minibus, jeep), taksi, pick up, dan truk dimana nilai jarak tempuhnya selalu berbeda pada tiap waktu. Berdasarkan tabel V.5 dan gambar V.2, terlihat bahwa kendaraan bus memiliki nilai VKT terbesar. Hal ini disebabkan jalur trayek dari kendaraan bus tidak hanya di dalam kota melainkan juga antar kota.

7 49 Tabel V.5. Jarak tempuh rata-rata kendaraan bermotor tahun 2006 VKT BBM Jenis Kendaraan (km/bln.kend) (L/bln.kend) Premium Solar Premium Solar Sedan 1353,66 * - 182,93 - Minibus 1230,00 * 1484,62 * 174,96 211,18 Taksi 5307,14-622,14 - Penumpang Mikrolet 4704,84-708,28 - Jeep 819, ,16 * 125,23 214,00 Pick Up 985, ,27 157,36 157,00 Ringan Mikrobus , ,64 Bus , ,50 Berat Truk ,95-821,22 Sepeda Motor 618,00-29,00 - Sumber : *) Kurniawan (2006) hasil survei lapangan (2006) Gambar V.2. Rata-rata jarak tempuh kendaraan bermotor tahun 2006

8 50 Gambar V.3. Rata-rata konsumsi BBM kendaraan bermotor tahun 2006 Minibus merupakan jenis angkutan penumpang pribadi yang tidak memiliki jalur trayek tetap sehingga nilai VKT minibus bergantung dari aktivitas dan tujuan pengendara. Kendaraan minibus terbagi atas dua kategori bahan bakar yaitu premium dan solar. Beberapa minibus digunakan juga sebagai transportasi antar kota, sehingga pengaruh beban emisi yang nantinya ditimbulkan tidak hanya terbatas pada wilayah kota dan kabupaten Bandung. Taksi merupakan salah satu jenis transportasi publik yang memiliki jalur/rute bebas. Rute bebas tersebut memberikan potensi perbedaan jarak tempuh untuk setiap jenis taksi. Akan tetapi dari survei di lapangan diketahui bahwa jarak tempuh kendaraan jenis taksi dibatasi juga oleh biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi bahan bakar (BBM) dan jumlah rupiah yang harus disetorkan dalam satu hari. Hasil survei memberikan gambaran bahwa hampir keseluruhan taksi memiliki VKT yang sama dalam satu hari. Rata-rata besar nilai VKT kendaraan taksi dalam satu bulan sebesar 5307,14 km. Nilai ini dapat dijadikan standar oleh karena pendataaan dilakukan pada tujuh jenis perusahaan taksi terbesar yang ada diwilayah kota dan kabupaten Bandung yang meliputi Gemah Ripah, Blue Bird, Primkopau, Centris, Bandung Metro, 4848 dan Kota Kembang. Tabel V.6 berikut ini menggambarkan jarak tempuh (VKT) untuk setiap jenis perusahaan taksi.

9 51 Tabel V.6. VKT Rata-rata Kendaraan Taksi Jenis Taksi VKT (km/hari) Gemah Ripah Primkopau Blue Bird 200 Centris 180 Bandung Metro Kota Kembang Sumber : hasil survei (2006) Sampling pada kendaraan mikrolet meliputi 13 jalur trayek yang berbeda. Pada penelitian ini, pemilihan jenis mikrolet telah mewakili kriteria dari jumlah unit mikrolet, panjang jalur trayek, jenis aktivitas sepanjang jalur trayek, dan intensitas penumpang, sehingga nilai rata-rata VKT dapat mewakili hampir keseluruhan jenis mikrolet di kota dan kabupaten Bandung. Di dapati bahwa untuk masingmasing jurusan/trayek memiliki rata-rata VKT yang sama. Hal ini disebabkan karena perbedaan jarak tempuh hanya dipengaruhi oleh jumlah trip yang ditempuh dalam satu hari. Jarak tempuh terkecil terdapat pada mikrolet dengan jurusan Gerlong-Ciwaruga yaitu km/bulan, sedangkan untuk VKT terjauh terdapat pada mikrolet dengan jurusan Caheum-Ciroyom ( km/bulan) dan Caheum-Ledeng ( km/bulan). Beberapa faktor yang ikut mempengaruhi nilai VKT pada tiap mikrolet antara lain panjang ruas jalan yang dilalui dalam satu trip, banyaknya penumpang yang diangkut, jenis aktivitas sepanjang jalur trayek, jumlah unit dalam satu trayek, intensitas penumpang dan lama waktu kerja dalam satu hari. Berdasarkan pengolahan data diperoleh hasil bahwa rata-rata VKT yang mewakili seluruh mikrolet adalah sebesar 4704,84 km/bulan. Besaran jarak yang ditempuh dalam satu trip beserta jumlah trip per hari untuk setiap trayek mikrolet dapat dilihat pada tabel V.7 berikut ini.

10 52 Tabel V.7. Rata-rata VKT mikrolet berdasarkan trayek Trayek Jarak 1 Trip (km) Trip / hari Gerlong Ciwaruga St Hall Cimbeleuit Caringin Dago St Hall Dago Kalapa Dago Cisitu T.Lega Kalapa Ledeng Riung Dago Cicaheum Ciroyom Caheum Ledeng Cileunyi Sumedang Cileunyi Majalaya Lembang Cikole Sumber : hasil survei lapangan (2006) Pick up merupakan jenis angkutan beban ringan yang tidak memiliki rute/jalur yang tetap. Perbedaan nilai VKT dipengaruhi oleh fungsi atau kegunaan kendaraan tersebut. Oleh karena itu perhitungan VKT kendaraan pick up dilakukan dengan lebih bervariasi dalam satuan hari, minggu bahkan bulan. Hasil olah data menunjukkan bahwa kendaraan pick up dengan bahan bakar premium memiliki jarak tempuh per bulan sebesar 985,2 km, sedangkan untuk kendaraan berbahan bakar solar sebesar 1014,27 km. Survei untuk kendaraan bus meliputi dua jalur trayek, yaitu dalam kota yang diwakili perusahaan DAMRI dan angkutan luar kota. Bus merupakan salah satu jenis transportasi yang memiliki rute tetap. Hampir sama dengan mikrolet, bahwa yang membedakan jarak tempuh tiap kendaraan adalah jumlah trip yang dicapai dalam satu hari. Untuk bis antar kota jumlah trip yang dapat dicapai adalah 1-3 trip/hari. Sedangkan untuk bus dalam kota lebih bervariasi antara 3-9 trip/hari tergantung dari panjang trayek. Berdasarkan survei dan olah data yang dilakukan pada tahun 2006 diperoleh gambaran bahwa jarak tempuh kendaraan rata-rata

11 53 untuk jenis transportasi bus adalah 6324,5 km/bulan dengan kebutuhan bahan bakar sebesar 1662,5 liter/bulan. Faktor-faktor yang turut mempengaruhi pada besarnya nilai konsumsi BBM pada bus antara lain tingkat kemacetan di ruas jalan, kondisi kendaraan yang tidak layak operasi, standar penggunaan kecepatan rendah serta kapasitas mesin dan tahun produksi kendaraan. Truk merupakan jenis angkutan barang berat yang tidak memiliki rute/jalur yang tetap. Perbedaan nilai VKT lebih dipengaruhi oleh fungsi atau kegunaan kendaraan serta daerah tujuan (dalam kota atau luar kota) kendaraan. Olah karena itu perhitungan VKT kendaraan truk dilakukan dengan lebih bervariasi dalam satuan hari, minggu bahkan bulan. Hasil olah data menunjukkan bahwa kendaraan truk memiliki rata-rata jarak tempuh per bulan sebesar 3251,95 km dengan besar konsumsi bahan bakar yaitu 821,22 Liter/bulan. V.5. Konsumsi Bahan Bakar Jumlah pemakaian bahan bakar minyak menurut sumber pertamina (2006) mengalami perubahan selama kurun waktu (Tabel V.9). Peningkatan terjadi pada tahun 2005 dalam kisaran angka kiloliter untuk premium dan kiloliter untuk solar. Penjualan bahan bakar premium dan solar kembali mengalami penurunan pada tahun Konsumsi Bahan Bakar pada tahun 2006 untuk jenis premium sebesar kiloliter atau turun 19,43% dari tahun 2005, sedangkan untuk jenis solar sebesar kiloliter atau terjadi penurunan 19,53% dari tahun Penurunan jumlah kuota bahan bakar minyak di kota dan kabupaten Bandung selain dikarenakan turunnya nilai kuota BBM di wilayah Jawa Barat, juga disebabkan menurunnya konsumsi bahan bakar akibat terjadinya peningkatan harga BBM pada tahun 2006 dan perubahan persentase alokasi BBM untuk wilayah kota dan kabupaten yang terdapat di propinsi Jawa Barat.

12 54 Tabel V.8. Jumlah SPBU tahun Tahun Jumlah Unit SPBU Kota Kab TOTAL Sumber : BPS Jabar (2006) Tabel V.9. Jumlah kuota BBM tahun Jumlah Konsumsi BBM (KL) Tahun Premium Solar Total Kota Kab Kota Kab Premium Solar * Sumber : BPS Jabar (2005) dan Pertamina UPMS III* (2006) Nilai persentase penggunaan bahan bakar untuk tiap jenis kendaraan selain sepeda motor pada tabel V.10 di bawah ini diperoleh dari perbandingan nilai kebutuhan bahan bakar berdasarkan data total nilai jarak tempuh dan fuel economy untuk tiap jenis kendaraan terhadap total jumlah bahan bakar dari keseluruhan kendaraan bermotor yang terdapat di kota dan kabupaten Bandung. Sedangkan nilai persentase kebutuhan atau penggunaan bahan bakar oleh kendaraan sepeda motor diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap sekitar 70% dari jumlah SPBU yang terdapat di kota dan kabupaten Bandung dengan melihat jumlah liter yang dikeluarkan per hari khusus untuk kendaraan sepeda motor. Tampak pada tabel V.10 bahwa kendaraan jenis minibus dan sepeda motor mengkonsumsi premium terbesar tiap tahun yaitu sekitar 27-28% dan 24-25%, sedangkan untuk jenis bahan bakar solar, kendaraan jenis bus dan truk menempati urutan teratas dengan konsumsi BBM sebesar 51-57% dan 14-25%. Besarnya kebutuhan bahan bakar untuk minibus dan sepeda motor disebabkan karena jumlah unit untuk kedua jenis kendaraan tersebut merupakan yang terbesar dan selalu mengalami peningkatan untuk setiap tahunnya. Besarnya jumlah BBM

13 55 yang dikonsumsi oleh kendaraan bus dan truk tidak dapat menggambarkan kondisi sebenarnya dikarenakan pemenuhan BBM untuk kedua jenis kendaraan tersebut tidak selalu diperoleh di wilayah kota dan kabupaten Bandung saja mengingat hampir sebagian besar kendaraan tersebut beroperasi di luar wilayah kota dan kabupaten Bandung dengan panjang dan jalur trayek yang sangat bervariasi. Kesalahan dari data persentase pemenuhan kebutuhan BBM oleh kendaraan bus dan truk kemungkinan sangat besar terjadi. Tabel V.10. Persentase penggunaan BBM kendaraan bermotor tahun Persentase Penggunaan Bahan Bakar Minyak (%) Jenis Kendaraan Premiu Premiu Premiu m Solar m Solar m Solar Sedan 13,26-13,09-11,33-11,8 Minibus 28,62 3,77 28,20 9,28 27,29 9 Penumpan g Ringan Taksi 1,61-1,64-1,38 - Mikrolet 12,74-12,59-14,40 - Jeep 5,09 0,92 4,84 1,82 4,46 2,10 Pick Up 13,90 5,60 14,43 5,92 15,75 7,97 12,3 Mikrobus - 6,79-6, ,8 52,3 51,1 Berat Bus ,0-1 24,0 - Truk Sepeda Motor 24,77-25,21-25,38 - Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data survei lapangan (2007) 5 14,5 4 Data dari tabel persentase kebutuhan BBM diatas kemudian di olah berdasarkan kuota BBM yang terjual setiap tahun dari , sehingga diperoleh kebutuhan bahan bakar dalam satuan kiloliter (KL) untuk setiap jenis kendaraan di wilayah kota dan kabupaten Bandung. Tampak bahwa jumlah kebutuhan BBM tiap jenis kendaraan mengikuti fluktuasi besar kuota dari tahun ke tahun (tabel V.11-13). Penurunan kiloliter kebutuhan bahan bakar untuk tiap jenis kendaraan pada tahun 2006 mengikuti penurunan jumlah kuota BBM yang terjadi pada tahun 2006 baik untuk wilayah kota maupun kabupaten Bandung.

14 56 Tabel V.11. Kebutuhan BBM kendaraan bermotor tahun 2006 Jumlah Kiloliter BBM per tahun Jenis Kendaraan PREMIUM SOLAR Kota Kab Kota Kab Sedan 42683, , Minibus 85893, , , ,53 Taksi 7020, Penumpang Mikrolet 45124, , Jeep 17349, , , ,89 Pick Up 47337, , , ,72 Ringan Mikrobus , ,52 Bus , ,10 Berat Truk , ,25 Sepeda Motor 70392, , TOTAL , , , ,00 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data survei lapangan (2006) Tabel V.12. Kebutuhan BBM kendaraan bermotor tahun 2005 Jumlah Kiloliter BBM per tahun Jenis Kendaraan PREMIUM SOLAR Kota Kab Kota Kab Sedan 60929, , Minibus , , , ,53 Taksi 10366, Penumpang Mikrolet 49833, , Jeep 23280, , , ,63 Pick Up 57519, , , ,09 Ringan Mikrobus , ,07 Bus , ,22 Berat Truk , ,45 Sepeda Motor 90320, , TOTAL , , , ,00 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data survei lapangan (2006)

15 57 Tabel V.13. Kebutuhan BBM kendaraan bermotor tahun 2004 Jumlah Kiloliter BBM per tahun Jenis Kendaraan PREMIUM SOLAR Kota Kab Kota Kab Sedan 54830, , Minibus , , , ,45 Taksi 8567, Penumpang Mikrolet 45653, , Jeep 21715, ,67 853,75 479,01 Pick Up 51766, , , ,44 Ringan Mikrobus , ,42 Bus , ,02 Berat Truk , ,66 Sepeda Motor 82700, , TOTAL , , , ,00 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data survei lapangan (2006) V.6. Beban Emisi (Emission Loading) gas CO 2 dan CH 4 Bagian ini akan memberikan gambaran mengenai besar beban emisi gas CO 2 dan CH 4 dari dua pendekatan yang digunakan yaitu jarak tempuh kendaraan (VKT) dan konsumsi bahan bakar (BBM) serta besar kontribusi dari tiap jenis kendaraan bermotor terhadap emisi gas CO 2 dan CH 4 di kota dan kabupaten Bandung. V.6.1. Perhitungan berdasarkan Pendekatan Jarak Tempuh Kendaraan Perhitungan beban emisi berdasarkan pendekatan jarak tempuh kendaraan dilakukan dengan menghitung besar emisi gas CO 2 dan CH 4 yang dihasilkan dari tiap jenis kendaraan berdasarkan besarnya jarak tempuh selama satu tahun. Seperti yang terdapat pada tabel V.14-15, total CO 2 yang dihasilkan di wilayah kota dan kabupaten Bandung pada tahun 2004 sebesar ,65 ton dan CH 4 sebesar 972,38 ton. Pada tahun 2005 beban emisi total untuk CO 2 sebesar ,3 ton dan CH 4 sebesar 1066,09 ton, sedangkan pada tahun 2006 dihasilkan CO 2 total sebesar ,94 ton dan CH 4 sebesar 1355,63 ton. Hasil ini memperlihatkan gambaran peningkatan CO 2 sebesar 24,13 % dan CH 4 sebesar 39,41 % selama periode tahun Sebagai gambaran umum di wilayah kota dan kabupaten Bandung, kendaraan jenis bus memberikan kontribusi polutan

16 58 CO 2 paling besar dengan beban emisi pada tahun 2006 sebesar ,2 ton, sedangkan untuk parameter CH 4 sepeda motor menempati urutan pertama dengan beban emisi sebesar 922,06 ton. Tabel V.14. Beban emisi CO 2 di kota dan kabupaten Bandung tahun Jenis Kendaraan Beban Emisi (Ton/tahun) VKT PREMIUM Sedan , , ,91 Minibus , , ,32 Taksi 16740, , ,78 Penumpang Mikrolet , , ,27 Jeep 57232, , ,16 Pick Up , , ,72 Ringan Mikrobus Bus Berat Truk Sepeda Motor , , ,79 SOLAR Penumpang Ringan Berat Sedan Minibus 70441, , ,28 Taksi Mikrolet Jeep 18099, , ,40 Pick Up 51165, , ,93 Mikrobus 39091, , ,48 Bus , , ,21 Truk , , ,69 TOTAL , , ,94 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data VKT dan jumlah kendaraan (2006)

17 59 Tabel V.15. Beban emisi CH 4 di kota dan kabupaten Bandung tahun Jenis Kendaraan Beban Emisi (Ton/tahun) VKT PREMIUM Sedan 36,61 37,87 44,92 Minibus 79,79 80,92 107,62 Taksi 4,24 4,78 5,36 Penumpang Mikrolet 35,68 36,15 55,46 Jeep 13,30 13,32 17,35 Pick Up 36,75 39,29 56,56 Ringan Mikrobus Bus Berat Truk Sepeda Motor 630,14 714,40 922,06 SOLAR Penumpang Ringan Berat Sedan Minibus 1,23 1,54 2,27 Taksi Mikrolet Jeep 0,31 0,39 0,53 Pick Up 0,81 0,89 1,29 Mikrobus 0,71 0,76 1,44 Bus 108,37 109,56 111,19 Truk 24,44 26,22 29,57 TOTAL 972, , ,63 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data VKT dan jumlah kendaraan (2006) Kota Bandung Pertumbuhan kendaraan bermotor di kota Bandung mengalami kenaikkan tiap tahun walaupun persentase peningkatan tersebut memiliki nilai yang berbeda untuk setiap jenis kendaraan. Berdasarkan jumlah unit kendaraan, sepeda motor masih menempati urutan teratas yang diikuti oleh kendaraan angkutan penumpang jenis minibus. Untuk wilayah kota Bandung, emisi CO 2 yang dihasilkan pada tahun 2006 merupakan kontribusi dari kendaraan berbahan bakar premium sebesar ,19 ton/tahun (35,57%) dan kendaraan berbahan bakar solar sebesar ,99 ton/tahun (64,43%). Kendaraan angkutan berat yang terdiri dari bus

18 60 dan truk menghasilkan 58,51% dari total emisi CO 2 di kota Bandung, diikuti oleh kendaraan penumpang pribadi (18,81%) dan sepeda motor (10,27%). Berdasarkan data besar emisi CH 4 yang dihasilkan pada tahun 2006, terlihat bahwa kontribusi kendaraan berbahan bakar premium sebesar 659,03 ton/tahun (82,95 %) dan kendaraan berbahan bakar solar sebesar 135,43 ton/tahun (17,05 %). Kontributor terbesar berasal dari jenis kendaraan sepeda motor yaitu sebesar 59,46%, yang diikuti oleh kendaraan angkutan berat (16,67%) dan angkutan penumpang pribadi (14,51%). Hasil pehitungan beban emisi CO 2 dan CH 4 di kota Bandung dan persentase kontribusi dari tiap jenis kendaraan dapat dilihat pada tabel V Terjadi peningkatan beban emisi dari tahun sebesar 18,72% untuk gas CO 2 dan 24,79% untuk gas CH 4. Hal ini memperlihatkan bahwa peningkatan beban emisi CO 2 dan CH 4 berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaraan. Diketahui terjadi peningkatan beban emisi CO 2 dari tahun 2004 sampai dengan tahun Akan tetapi terdapat perubahan persentase komposisi sumber pencemar dimana angkutan berat yang pada tahun 2004 memberikan kontribusi sebesar 63,58% mengalami penurunan pada tahun 2006 sebesar 58,51% dari total beban emisi CO 2 yang dihasilkan di kota Bandung. Begitu pula yang terlihat pada parameter CH 4, bahwa terjadi peningkatan beban emisi untuk tiap tahun dari 2004 sampai Akan tetapi persentase kontribusi sumber pencemar mengalami perubahan yang lebih bervariasi, dimana untuk jenis kendaraan angkutan berat mengalami penurunan dari 19,04% pada tahun 2004 menjadi 16,67% pada tahun Gambaran diatas memperlihatkan bahwa walaupun jumlah kendaraan di kota Bandung memiliki kecenderungan meningkat, akan tetapi persentase peningkatan tersebut tidak selalu sama untuk tiap jenis kendaraan sehingga menyebabkan perubahan pada komposisi emisi CO 2 dan CH 4 secara keseluruhan. Lonjakan jumlah kendaraan jenis angkutan berat lebih rendah dibandingkan jenis kendaraan lainnya, sehingga menyebabkan penurunan persentase kontribusi emisi CO 2 dan CH 4.

19 61 Tabel V.16. Beban emisi CO 2 kota Bandung Jenis Beban Emisi CO 2 Kota Bandung (ton/tahun) Kendaraan 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) Premium Sedan ,85 4, ,26 4, ,59 4,43 Minibus ,23 8, ,44 8, ,71 8,90 Taksi 16740,51 0, ,86 0, ,78 0,72 Mikrolet 89243,96 3, ,17 3, ,96 4,58 Jeep 44248,76 1, ,51 1, ,23 1,94 Pick Up ,43 4, ,12 4, ,85 4,71 Mikrobus Bus Truk Spd Motor ,77 9, ,71 9, ,07 10,27 Solar Sedan Minibus 43635,43 1, ,85 2, ,07 2,74 Taksi Mikrolet Jeep 13487,31 0, ,27 0, ,64 0,80 Pick Up 33971,71 1, ,81 1, ,85 1,64 Mikrobus 9304,90 0, ,30 0, ,68 0,75 Bus ,34 54, ,46 52, ,22 46,29 Truk ,03 9, ,15 10, ,54 12,22 TOTAL ,24 100, ,91 100, ,18 100,00 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data VKT dan jumlah kendaraan (2006) Tabel V.17. Beban Emisi CO 2 Kota Bandung Berdasarkan Fungsi Jenis Kendaraan Beban Emisi CO2 Kota Bandung (ton/tahun) 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) Kend Penumpang Pribadi ,59 16, ,33 16, ,23 18,81 Kend Penumpang Umum ,48 4, ,04 4, ,74 5,30 Kend Ringan ,04 5, ,23 5, ,37 7,11 Kend Berat ,37 63, ,60 62, ,76 58,51 Sepeda Motor ,77 9, ,71 9, ,07 10,27 Total ,24 100, ,91 100, ,18 100,00 Sumber : hasil perhitungan (2006)

20 62 Tabel V.18. Beban emisi CH 4 kota Bandung Jenis Beban Emisi CH 4 Kota Bandung (ton/tahun) Kendaraan 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) Premium Sedan 27,33 4,29 28,27 4,24 33,32 4,19 Minibus 52,54 8,25 52,23 7,83 66,82 8,41 Taksi 4,24 0,67 4,78 0,72 5,36 0,67 Mikrolet 22,69 3,57 23,07 3,46 34,27 4,31 Jeep 10,28 1,61 10,26 1,54 13,29 1,67 Pick Up 24,40 3,83 25,24 3,78 33,56 4,22 Mikrobus Bus Truk Spd Motor 372,22 58,47 397,41 59,57 472,40 59,46 Solar Sedan Minibus 0,76 0,12 1,00 0,15 1,41 0,18 Taksi Mikrolet Jeep 0,23 0,04 0,30 0,04 0,41 0,05 Pick Up 0,54 0,08 0,57 0,09 0,77 0,10 Mikrobus 0,17 0,03 0,21 0,03 0,40 0,05 Bus 102,86 16,16 103,78 15,56 104,65 13,17 Truk 18,32 2,88 20,03 3,00 27,79 3,50 TOTAL 636,59 100,00 667,15 100,00 794,46 100,00 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data VKT dan jumlah kendaraan (2006) Tabel V.19. Beban Emisi CH 4 Kota Bandung Berdasarkan Fungsi Jenis Kendaraan Beban Emisi CH4 Kota Bandung (ton/tahun) 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) Kend Penumpang Pribadi 91,14 14,32 92,06 13,80 115,25 14,51 Kend Penumpang Umum 26,93 4,23 27,84 4,17 39,64 4,99 Kend Ringan 25,11 3,94 26,02 3,90 34,73 4,37 Kend Berat 121,19 19,04 123,81 18,56 132,44 16,67 Sepeda Motor 372,22 58,47 397,41 59,57 472,40 59,46 Total 636,59 100,00 667,15 100,00 794,46 100,00 Sumber : hasil perhitungan (2006)

21 63 Gambar V.4-6 dibawah ini menunjukkan bahwa kendaraan angkutan berat yang terdiri dari bus dan truk merupakan kontributor terbesar gas CO 2 di kota Bandung untuk periode , sedangkan kendaraan sepeda motor merupakan kontributor terbesar gas CH 4 untuk periode tahun yang sama. Besar emisi CO 2 dari jenis kendaraan angkutan berat (bus dan truk) perlu dibandingkan dengan perhitungan berdasarkan pendekatan konsumsi bahan bakar. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa nilai VKT untuk jenis kendaraan bus dan truk memiliki kemungkinan tidak menggambarkan kondisi nyata dikarenakan panjang rute trayek dan wilayah operasi kendaraan lebih banyak berada di luar kota dan kabupaten Bandung. Faktor lain yang menentukan nilai beban emisi CO 2 pada angkutan berat adalah banyaknya jumlah kendaraan dengan nilai fuel economy yang kecil. Gambar V.4. Komposisi beban emisi CO 2 dan CH 4 kota Bandung tahun 2006 Gambar V.5. Komposisi beban emisi CO 2 dan CH 4 kota Bandung tahun 2005

22 64 Gambar V.6. Komposisi beban emisi CO 2 dan CH 4 kota Bandung tahun 2004 Kabupaten Bandung Di kabupaten Bandung, nilai beban emisi CO 2 pada tahun 2006 sebesar ,76 ton/tahun atau mengalami peningkatan sebesar 44,67 % dari tahun Emisi yang dihasilkan merupakan kontribusi dari kendaraan berbahan bakar premium sebesar ,75 ton/tahun (72,99%) dan kendaraan berbahan bakar solar sebesar ,01 ton/tahun (27,01%). Sepeda motor dan kendaraan penumpang pribadi merupakan kontributor terbesar emisi CO 2 di kabupaten Bandung dengan persentase sebesar 30,49% dan 29,57%. Beban emisi total CH 4 di kabupaten Bandung pada tahun 2006 sebesar 561,18 ton/tahun atau mengalami peningkatan sebesar 67,11 % dari tahun Emisi CH 4 yang dihasilkan merupakan kontribusi dari kendaraan berbahan bakar premium sebesar 550,31 ton/tahun (98,06%) dan kendaraan berbahan bakar solar sebesar 10,87 ton/tahun (1,94%). Sepeda motor merupakan sumber dominan penghasil CH 4 dengan persentase kontribusi sebesar 80,13%. Selain dikarenakan jumlah unit kendaraan yang banyak, ada kemungkinan besar nilai beban emisi pada sepeda motor dikarenakan sistem pembakaran sepeda motor tidak sebaik kendaraan roda empat dalam hal efisiensi pembakaran bahan bakar, karena gas CH 4 merupakan buangan hasil pemecahan (cracking) senyawa Hidrokarbon akibat adanya suhu (panas) yang tinggi dari hasil pembakaran. Tabel V berikut ini merupakan gambaran persentase kontribusi emisi CO 2 dan CH 4 dari tiap jenis kendaraan di wilayah kota dan kabupaten Bandung untuk tahun 2006.

23 65 Pertumbuhan kendaraan di kabupaten Bandung mengalami kenaikkan sebesar 49,73% dari tahun dimana kendaraan jenis sepeda motor dan minibus masih menempati urutan teratas berdasarkan jumlah unit kendaraan, yaitu sebesar unit dan unit pada tahun Pertumbuhan jumlah kendaraan di kabupaten Bandung diikuti oleh peningkatan nilai beban emisi CO 2 dan CH 4 di wilayah tersebut. Tabel V.20. Beban emisi CO 2 kabupaten Bandung Jenis Beban Emisi CO2 Kabupaten Bandung (ton/tahun) Kendaraan 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) Premium Sedan 36340,90 5, ,20 5, ,32 4,81 Minibus ,47 16, ,04 15, ,61 16,95 Taksi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Mikrolet 51062,27 7, ,57 7, ,31 8,83 Jeep 12984,14 1, ,05 1, ,92 1,85 Pick Up 51055,73 7, ,23 8, ,87 10,07 Mikrobus Bus Truk Spd Motor ,52 25, ,93 28, ,72 30,49 Solar Sedan Minibus 26805,93 4, ,20 4, ,21 5,21 Taksi Mikrolet Jeep 4611,72 0, ,04 0, ,76 0,76 Pick Up 17194,14 2, ,03 2, ,08 3,50 Mikrobus 29786,69 4, ,51 4, ,81 6,08 Bus 71647,05 10, ,85 10, ,99 9,02 Truk 79081,86 12, ,74 11, ,16 2,44 TOTAL ,41 100, ,39 100, ,76 100,00 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data VKT dan jumlah kendaraan (2006) Berdasarkan tabel V.21, terlihat bahwa rata-rata nilai beban emisi CO 2 di setiap jenis kendaraan mengalami peningkatan dari tahun , kecuali untuk jenis angkutan berat. Beban emisi CO 2 yang dihasilkan dari kendaraan bus dan truk di kabupaten Bandung mengalami penurunan dari ,9 ton/tahun atau sekitar

24 66 23,1% pada tahun 2004 menjadi ,14 ton/tahun atau sekitar 11,46% pada tahun Hal ini disebabkan karena pada tahun 2006 terjadi penurunan jumlah jenis kendaraan truk di kabupaten Bandung. Penurunan jumlah kendaraan truk tahun 2006, berdasarkan data dari SAMSAT Padalarang, disebabkan adanya pergantian kepemilikan (mutasi) kendaraan di wilayah administrasi yang berbeda. Jenis kendaraan sepeda motor mengalami peningkatan persentase kontribusi gas CO 2 dari 25,3% pada tahun 2004 menjadi 30,49% pada tahun Hal ini dimungkinkan mengingat jumlah kendaraan sepeda motor mengalami peningkatan yang cukup besar dari tahun Tabel V.21. Beban emisi CO 2 kabupaten Bandung berdasarkan fungsi Jenis Kendaraan Beban Emisi CO2 Kabupaten Bandung (ton/tahun) 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) Kendaraan Penumpang Pribadi ,16 28, ,52 27, ,83 29,57 Kendaraan Penumpang Umum 51062,27 7, ,57 7, ,31 8,83 Kendaraan Ringan 98036,56 15, ,77 15, ,76 19,65 Kendaraan Berat ,90 23, ,60 21, ,14 11,46 Sepeda Motor ,52 25, ,93 28, ,72 30,49 Total ,41 100, ,39 100, ,76 100,00 Sumber : hasil perhitungan (2006)

25 67 Tabel V.22. Beban emisi CH 4 kabupaten Bandung Jenis Beban Emisi CH4 Kabupaten Bandung (ton/tahun) Kendaraan 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) Premium Sedan 9,28 2,76 9,60 2,41 11,59 2,07 Minibus 27,25 8,11 28,68 7,19 40,80 7,27 Taksi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Mikrolet 12,98 3,87 13,09 3,28 21,19 3,78 Jeep 3,02 0,90 3,06 0,77 4,06 0,72 Pick Up 12,35 3,68 14,05 3,52 23,00 4,10 Mikrobus Bus Truk Spd Motor 257,93 76,81 316,99 79,46 449,66 80,13 Solar Sedan Minibus 0,47 0,14 0,54 0,14 0,86 0,15 Taksi Mikrolet Jeep 0,08 0,02 0,09 0,02 0,12 0,02 Pick Up 0,27 0,08 0,32 0,08 0,53 0,09 Mikrobus 0,54 0,16 0,55 0,14 1,04 0,19 Bus 5,50 1,64 5,79 1,45 6,54 1,17 Truk 6,11 1,82 6,19 1,55 1,78 0,32 TOTAL 335,79 100,00 398,94 100,00 561,18 100,00 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data VKT dan jumlah kendaraan (2006) Tabel V.23. Beban emisi CH 4 kabupaten Bandung berdasarkan fungsi Jenis Kendaraan Beban Emisi CH4 Kabupaten Bandung (ton/tahun) 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) Kendaraan Penumpang Pribadi 40,10 11,94 41,97 10,52 57,44 10,24 Kendaraan Penumpang Umum 12,98 3,87 13,09 3,28 21,19 3,78 Kendaraan Ringan 13,16 3,92 14,92 3,74 24,57 4,38 Kendaraan Berat 11,62 3,46 11,97 3,00 8,32 1,48 Sepeda Motor 257,93 76,81 316,99 79,46 449,66 80,13 Total 335,79 100,00 398,94 100,00 561,18 100,00 Sumber : hasil perhitungan (2006)

26 68 Peningkatan nilai beban emisi CH 4 di kabupaten Bandung juga terlihat di hampir semua jenis kendaraan bermotor dari tahun Kendaraan penumpang pribadi mengalami penurunan persentase kontribusi dari 11,94% pada tahun 2004 menjadi 10,24% pada tahun 2006 (Gambar V.7-9). Begitu pula halnya yang terjadi dengan kendaraan jenis angkutan berat. Akan tetapi penurunan persentase kontribusi pencemar pada angkutan berat diikuti pula dengan penurunan nilai beban emisi dari tahun 2004 sebesar 11,62 ton menjadi 8,32 ton pada tahun Hal ini dapat dijelaskan dengan penurunan jumlah unit kendaraan jenis angkutan berat khususnya truk pada tahun Persentase kontribusi sumber pencemar jenis sepeda motor mengalami peningkatan dari tahun yang disebabkan terjadinya peningkatan jumlah unit kendaraan pada periode tahun Penurunan persentase komposisi total beban emisi CH 4 pada kendaraan angkutan penumpang pribadi lebih disebabkan oleh dominannya kontribusi dari kendaraan jenis sepeda motor. Jumlah unit sepeda motor pada tahun 2006 mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dari tahun 2004 sehingga memicu tingginya beban emisi total yang dihasilkan. Hal ini mengingat tingkat efisiensi pembakaran pada sepeda motor merupakan yang terendah dibandingkan jenis kendaraan lainnya yang berarti potensi untuk menghasilkan gas CH 4 juga menjadi lebih besar. Gambar V.7. Komposisi beban emisi CO 2 dan CH 4 kab Bandung tahun 2006

27 69 Gambar V.8. Komposisi beban emisi CO 2 dan CH 4 kab Bandung tahun 2005 Gambar V.9. Komposisi beban emisi CO 2 dan CH 4 kab Bandung tahun 2004 V.6.2. Perhitungan berdasarkan Konsumsi Bahan Bakar Pendekatan berdasarkan konsumsi bahan bakar dilakukan sebagai data pembanding dari perhitungan yang berdasarkan jarak tempuh kendaraan (VKT). Perhitungan beban emisi berdasarkan pendekatan konsumsi bahan bakar dilakukan dengan mempertimbangkan besar konsumsi bahan bakar baik premium maupun solar yang digunakan atau dikonsumsi oleh tiap jenis kendaraan dalam kurun waktu satu tahun di kota dan kabupaten Bandung. Tabel V memperlihatkan bahwa pada tahun 2004 total CO 2 yang dihasilkan di wilayah kota dan kabupaten Bandung sebesar ,42 ton dan CH 4 sebesar 536,18 ton. Pada tahun 2005 beban emisi total untuk CO 2 sebesar ,43 ton dan CH 4 sebesar 645,61 ton, sedangkan pada tahun 2006 dihasilkan CO 2 total sebesar ,39 ton dan CH 4 sebesar 582,35 ton. Data tersebut

28 70 memperlihatkan hubungan besaran total nilai beban emisi CO 2 dan CH 4 mulai tahun 2004 sampai 2006 yang mengikuti besar kuota bahan bakar minyak, dalam hal ini premium dan solar di wilayah kota dan kabupaten Bandung. Hasil ini memperlihatkan gambaran peningkatan CO 2 sebesar 21,72 % dan CH 4 sebesar 8,61 % selama periode tahun Sebagai gambaran umum di wilayah kota dan kabupaten Bandung, kendaraan jenis minibus dan sepeda motor merupakan dua jenis kendaraan yang memberikan kontribusi polutan CO 2 paling besar dengan beban emisi pada tahun 2006 sebesar ,81 ton dan ,72 ton, sedangkan untuk parameter CH 4 sepeda motor menempati urutan pertama dengan beban emisi sebesar 462,23 ton. Tabel V.24. Beban emisi CO 2 di kota dan kabupaten Bandung tahun Jenis Kendaraan Beban Emisi (Ton/tahun) BBM PREMIUM Sedan , , ,97 Minibus , , ,81 Taksi 17826, , ,82 Penumpang Mikrolet , , ,41 Jeep 64271, , ,52 Pick Up , , ,44 Ringan Mikrobus Bus Berat Truk Sepeda Motor , , ,72 SOLAR Penumpang Ringan Berat Sedan Minibus 15192, , ,41 Taksi Mikrolet Jeep 4448, , ,18 Pick Up 18558, , ,26 Mikrobus 32034, , ,81 Bus , , ,34 Truk 43811, , ,68 TOTAL , , ,39 Sumber : perhitungan berdasarkan data konsumsi BBM dan jumlah kendaraan (2006)

29 71 Tabel V.25. Beban emisi CH 4 di kota dan kabupaten Bandung tahun Jenis Kendaraan Beban Emisi (Ton/tahun) BBM PREMIUM Sedan 19,05 22,27 17,22 Minibus 37,45 43,72 43,64 Taksi 2,08 2,52 1,79 Penumpang Mikrolet 17,87 20,92 23,78 Jeep 7,50 8,44 7,92 Pick Up 8,40 10,33 11,56 Ringan Mikrobus Bus Berat Truk Sepeda Motor 433,09 522,34 462,23 SOLAR Penumpang Ringan Berat Sedan Minibus 0,38 1,33 1,80 Taksi Mikrolet Jeep 0,11 0,31 0,36 Pick Up 0,47 0,70 0,96 Mikrobus 0,81 1,12 2,36 Bus 6,77 8,63 6,79 Truk 2,21 2,99 1,93 TOTAL 536,18 645,61 582,35 Sumber : perhitungan berdasarkan data konsumsi BBM dan jumlah kendaraan (2006) Kota Bandung Beban emisi CO 2 yang dihasilkan di kota Bandung pada tahun 2006 merupakan kontribusi dari kendaraan berbahan bakar premium sebesar ,95 ton/tahun (82,7 %) dan kendaraan berbahan bakar solar sebesar ,52 ton/tahun (17,3%). Tabel V menunjukkan bahwa kendaraan angkutan penumpang pribadi yang terdiri dari sedan, minibus dan jeep menghasilkan 43,07% dari total emisi CO 2 di kota Bandung, diikuti oleh sepeda motor (16,63%) dan angkutan penumpang umum seperti mikrolet dan taksi (14,62%). Kendaraan penumpang pribadi menempati urutan kedua setelah sepeda motor dalam hal jumlah total unit kendaraan. Akan tetapi, kebutuhan bahan bakar per unit kendaraannya lebih besar dibandingkan sepeda motor sehingga berpengaruh pada emisi buangan kendaraan.

30 72 Tabel V.26. Beban emisi CO 2 kota Bandung Jenis Beban Emisi CO 2 Kota Bandung (ton/tahun) Kendaraan 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) Premium Sedan ,06 13, ,69 13, ,82 11,34 Minibus ,95 24, ,13 23, ,06 24,02 Taksi 17826,55 1, ,17 2, ,82 1,59 Mikrolet ,88 11, ,24 10, ,92 13,03 Jeep 51396,94 5, ,33 5, ,04 5,39 Pick Up 88571,02 9, ,45 9, ,27 10,70 Mikrobus 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Bus 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Truk 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Spd Motor ,23 18, ,06 18, ,02 16,63 Solar Sedan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Minibus 7669,06 0, ,53 1, ,52 1,75 Taksi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Mikrolet 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Jeep 2849,47 0, ,83 0, ,80 0,57 Pick Up 4892,55 0, ,43 0, ,89 0,86 Mikrobus 1716,16 0, ,10 0, ,09 0,66 Bus ,77 11, ,23 12, ,22 10,50 Truk 15417,33 1, ,77 2, ,00 2,96 TOTAL , , , Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data BBM dan jumlah kendaraan (2006) Tabel V.27. Beban emisi CO 2 kota Bandung berdasarkan fungsi Jenis Kendaraan Kendaraan Penumpang Pribadi Kendaraan Penumpang Umum Kendaraan Ringan Kendaraan Berat Beban Emisi CO 2 Kota Bandung (ton/tahun) 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) ,49 44, ,52 43, ,24 43, ,42 13, ,41 13, ,74 14, ,73 10, ,97 10, ,25 12, ,10 12, ,00 14, ,22 13,46 Sepeda Motor ,23 18, ,06 18, ,02 16,63 Total ,97 100, ,95 100, ,47 100,00 Sumber : hasil perhitungan (2006)

31 73 Beban emisi CO 2 di kota Bandung mengikuti pergerakan dari konsumsi bahan bakar khususnya di wilayah kota Bandung. Untuk jenis kendaraan angkutan penumpang umum, terjadi peningkatan beban emisi mulai dari tahun walaupun di lain sisi jumlah kuota bahan bakar di kota Bandung mengalami penurunan. Peningkatan beban emisi ini kemungkinan disebabkan kondisi kendaraan khususnya mikrolet yang kurang baik. Hal ini digambarkan dengan nilai fuel economy pada kendaraan tersebut. Berdasarkan data pada tabel V.28-29, besar emisi CH 4 yang dihasilkan pada tahun 2006 merupakan kontribusi dari kendaraan berbahan bakar premium sebesar 320,83 ton/tahun (97,72 %) dan kendaraan berbahan bakar solar sebesar 7,47 ton/tahun (2,28 %). Kontributor terbesar berasal dari jenis kendaraan sepeda motor yaitu sebesar 76,7%, yang diikuti oleh kendaraan penumpang pribadi (14,11%) dan angkutan penumpang umum (5%). Tabel V.28. Beban emisi CH 4 kota Bandung Jenis Beban Emisi CH 4 Kota Bandung (ton/tahun) Kendaraan 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) Premium Sedan 14,77 4,29 16,41 4,35 12,74 3,88 Minibus 25,96 7,54 27,72 7,35 26,98 8,22 Taksi 2,08 0,60 2,52 0,67 1,79 0,55 Mikrolet 12,00 3,49 13,10 3,48 14,63 4,46 Jeep 5,99 1,74 6,43 1,70 6,05 1,84 Pick Up 5,86 1,70 6,51 1,73 6,83 2,08 Mikrobus 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Bus 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Truk 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Spd Motor 271,16 78,77 296,15 78,56 251,81 76,70 Solar Sedan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Minibus 0,19 0,06 0,31 0,08 0,43 0,13 Taksi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Mikrolet 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Jeep 0,07 0,02 0,11 0,03 0,14 0,04 Pick Up 0,12 0,04 0,16 0,04 0,21 0,06 Mikrobus 0,04 0,01 0,07 0,02 0,16 0,05 Bus 5,23 1,52 6,45 1,71 5,10 1,55 Truk 0,78 0,23 1,04 0,28 1,44 0,44 TOTAL 344,26 100,00 376,97 100,00 328,30 100,00 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data VKT dan jumlah kendaraan (2006)

32 74 Besarnya persentase kontribusi sepeda motor terhadap gas buang CH 4 disebabkan oleh besarnya konsumsi total bahan bakar yang tidak diimbangi oleh efisiensi pembakaran pada mesin kendaraan sehingga banyak dari senyawa Hidrokarbon yang tidak terbakar atau mengalami pemecahan ikatan (cracking). Tabel V.29. Beban emisi CH 4 kota Bandung berdasarkan fungsi Jenis Kendaraan Beban Emisi CH4 Kota Bandung (ton/tahun) 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) Kend Penumpang Pribadi 46,99 13,65 50,97 13,52 46,34 14,11 Kend Penumpang Umum 14,08 4,09 15,62 4,14 16,42 5,00 Kend Ringan 6,03 1,75 6,74 1,79 7,19 2,19 Kend Berat 6,00 1,74 7,49 1,99 6,54 1,99 Sepeda Motor 271,16 78,77 296,15 78,56 251,81 76,70 Total 344,26 100,00 376,97 100,00 328,30 100,00 Sumber : hasil perhitungan (2006) Gambar V dibawah ini menunjukkan kontributor emisi CO 2 dan CH 4 di wilayah kota Bandung masih didominasi oleh kendaraan angkutan penumpang pribadi dan sepeda motor. Besarnya total emisi yang dihasilkan juga dapat menggambarkan market pasar bahan bakar di kota Bandung yang masih dikuasai oleh kendaraan pribadi. Gambar V.10. Komposisi beban emisi CO 2 dan CH 4 kota Bandung tahun 2006

33 75 Gambar V.11. Komposisi beban emisi CO 2 dan CH 4 kota Bandung tahun 2005 Gambar V.12. Komposisi beban emisi CO 2 dan CH 4 kota Bandung tahun 2004 Kabupaten Bandung Terjadi peningkatan nilai beban emisi CO 2 pada tahun 2006 di kabupaten Bandung sebesar 55,99% dari tahun 2004 atau sekitar ,92 ton. Kendaraan berbahan bakar premium memberikan persentase kontribusi 68,25% atau sebesar ,74 ton/tahun dan kendaraan berbahan bakar solar sebesar 31,75% atau sekitar ,17 ton. Kendaraan penumpang pribadi dan angkutan ringan (pick up dan mikrobus) merupakan kontributor terbesar emisi CO 2 di kabupaten Bandung dengan persentase sebesar 37% dan 26,76%. Beban emisi total CH 4 di kabupaten Bandung pada tahun 2006 sebesar 254,05 ton atau mengalami peningkatan sebesar 32,37 % dari tahun Emisi yang dihasilkan merupakan kontribusi dari kendaraan berbahan bakar premium sebesar 247,32 ton/tahun (97,35%) dan kendaraan berbahan bakar solar sebesar 6,73 ton/tahun (2,65%).

34 76 Sepeda motor merupakan sumber dominan penghasil CH 4 dengan persentase kontribusi sebesar 82,83%. Tabel V berikut ini merupakan gambaran persentase kontribusi emisi CO 2 dan CH 4 dari tiap jenis kendaraan di wilayah kota dan kabupaten Bandung untuk tahun Tabel V.30. Beban emisi CO 2 kabupaten Bandung Jenis Beban Emisi CO 2 Kabupaten Bandung (ton/tahun) Kendaraan 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) Premium Sedan 36719,96 8, ,22 7, ,15 5,45 Minibus 98547,09 21, ,14 20, ,75 20,27 Taksi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Mikrolet 50265,48 11, ,56 10, ,49 11,13 Jeep 12874,94 2, ,56 2, ,48 2,27 Pick Up 38279,19 8, ,35 8, ,17 10,14 Mikrobus 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Bus 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Truk 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Spd Motor ,94 22, ,39 21, ,70 18,99 Solar Sedan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Minibus 7523,55 1, ,56 6, ,89 7,75 Taksi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Mikrolet 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Jeep 1598,75 0, ,02 1, ,38 1,25 Pick Up 13665,89 3, ,76 3, ,37 4,25 Mikrobus 30318,49 6, ,76 6, ,73 12,37 Bus 30599,17 6, ,04 6, ,12 4,75 Truk 28394,00 6, ,13 5, ,68 1,38 TOTAL ,45 100, ,48 100, ,92 100,0 0 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data BBM dan jumlah kendaraan (2006)

35 77 Tabel V.31. Beban emisi CO 2 kabupaten Bandung berdasarkan fungsi Jenis Kendaraan Kendaraan Penumpang Pribadi Kendaraan Penumpang Umum Kendaraan Ringan Kendaraan Berat Beban Emisi CO 2 Kabupaten Bandung (ton/tahun) 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) ,29 34, ,49 37, ,66 37, ,48 11, ,56 10, ,49 11, ,57 18, ,86 18, ,27 26, ,17 13, ,17 12, ,80 6,13 Sepeda Motor ,94 22, ,39 21, ,70 18,99 Total ,45 100, ,48 100, ,92 100,00 Sumber : hasil perhitungan (2006) Tabel V.32. Beban emisi CH 4 kabupaten Bandung Jenis Beban Emisi CH 4 Kabupaten Bandung (ton/tahun) Kendaraan 2004 (%) 2005 (%) 2006 (%) Premium Sedan 4,28 2,23 5,86 2,18 4,48 1,76 Minibus 11,49 5,99 16,00 5,96 16,66 6,56 Taksi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Mikrolet 5,86 3,05 7,82 2,91 9,15 3,60 Jeep 1,50 0,78 2,01 0,75 1,87 0,74 Pick Up 2,53 1,32 3,81 1,42 4,73 1,86 Mikrobus 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Bus 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Truk 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Spd Motor 161,93 84,37 226,20 84,20 210,43 82,83 Solar Sedan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Minibus 0,19 0,10 1,02 0,38 1,38 0,54 Taksi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Mikrolet 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Jeep 0,04 0,02 0,20 0,08 0,22 0,09 Pick Up 0,34 0,18 0,54 0,20 0,75 0,30 Mikrobus 0,76 0,40 1,05 0,39 2,20 0,87 Bus 1,54 0,80 2,18 0,81 1,69 0,66 Truk 1,43 0,75 1,95 0,73 0,49 0,19 TOTAL 191,92 100,00 268,64 100,00 254,05 100,00 Sumber : hasil perhitungan berdasarkan data BBM dan jumlah kendaraan (2006)

BAB IV Metodologi Penelitian

BAB IV Metodologi Penelitian 32 BAB IV Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini merupakan rangkaian proses yang dilakukan selama pengerjaan penelitian meliputi: tahapan pengambilan data, tahapan pengolahan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 7 (tujuh) bulan, yaitu pada awal bulan Mei 2008 hingga bulan Nopember 2008. Lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar magister dari Institut Teknologi Bandung

TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar magister dari Institut Teknologi Bandung No : 390/S2-TL/TML/2008 INVENTORI EMISI GAS RUMAH KACA (CO 2 DAN CH 4 ) DARI SEKTOR TRANSPORTASI DENGAN PENDEKATAN JARAK TEMPUH KENDARAAN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR DALAM UPAYA PENGELOLAAN KUALITAS UDARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia khususnya pembangunan di bidang industri dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri dan transportasi

Lebih terperinci

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur Agung Nugroho 1, *, Burhan Fazzry 1 1 Universitas Gajayana, Jl. Mertojoyo, Blok L, Merjosari, Malang. * E-mail

Lebih terperinci

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur Agung Nugroho 1 *, Burhan Fazzry 2 1. Universitas Gajayana, Jl. Mertojoyo, Blok L, Merjosari, Malang. 2. Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar

BAB III METODE PENELITIAN. udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar BAB III METODE PENELITIAN III. 1 Pendahuluan Dalam melakukan analisis dampak kemacetan lalu lintas terhadap kualitas udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar Balaraja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh : KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN Disusun Oleh : Arianty Prasetiaty, S.Kom, M.S.E (Kasubid Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa Bidang Inventarisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang tingkat penduduknya sangat padat, kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang beredar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan zaman,

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan zaman, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan zaman, teknologi yang berkembang pun semakin pesat. Salah satu teknologi tersebut adalah kendaraan roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Padang setiap tahun terus meningkat, meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan jumlah transportasi di Kota Padang. Jumlah kendaraan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemacetan lalu lintas

Lebih terperinci

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN Agus Sugiyono Bidang Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II, Lantai 20, Jl. M.H. Thamrin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota yang cukup besar, ada kota sedang dan ada kota kecil. Kota Medan merupakan salah satu kota di Indonesia

Lebih terperinci

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN Agus Sugiyono Bidang Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II, Lantai 20, Jl. M.H. Thamrin

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-251 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur terhadap Emisi CO 2 melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun

Lebih terperinci

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun,

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU Oleh: Imam Yanuar 3308 100 045 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor, baik untuk minyak mentah (crude oil) maupun produk-produk minyak (oil product) termasuk bahan bakar minyak. Produksi

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.367, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Mekanisme. Penetapan. Formulasi. Perhitungan Tarif. Angkutan Penyeberangan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) RAHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dan strategis. Seiring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dengan tempat yang dituju. Transportasi digunakan untuk memudahkan

I. PENDAHULUAN. manusia dengan tempat yang dituju. Transportasi digunakan untuk memudahkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu sarana yang dapat menghubungkan manusia dengan tempat yang dituju. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi dan Lingkungan Kebutuhan akan transportasi timbul karena adanya kebutuhan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memungkinkan terjadinya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh)

KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh) KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh) Zufrimar 1, Junaidi 2 dan Astuti Masdar 3 1 Program Studi Teknik Sipil, STT-Payakumbuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah perkotaan mempunyai sifat yang sangat dinamis, berkembang sangat cepat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Perkembangan daerah perkotaan dapat secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 20

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 20 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.33, 2016 KEMENHUB. Tarif. Angkutan Penyeberangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 5 TAHUN 2016 TENTANG TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.497, 2016 KEMHUB. Angkutan Penyebrangan. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 37 TAHUN 2016 TENTANG TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA 4.1 DASAR-DASAR PENGUMPULAN DATA Perancangan simpang yang individual atau tidak terkoordinasi dengan simpang lainnya pada prinsipnya hanya dipengaruhi oleh kendaraan

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar 1. PENDAHULUAN Pencemaran udara terutama di kota kota besar telah menyebabkan menurunnya kualitas udara sehingga mengganggu

Lebih terperinci

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe) Gustina Fitri *) ABSTRAK Simpang Empat Bersinyal Kota

Lebih terperinci

2014, No Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Perat

2014, No Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Perat BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1811, 2014 KEMENHUB. Angkutan. Penyebrangan. Antarprovinsi. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 58 TAHUN 2014 TENTANG TARIF

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini mengkaji kerja sama antara PT. Jogja Tugu Trans dan Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan layanan Trans Jogja. Berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN (Studi kasus Jalan Karapitan) PROPOSAL PENELITIAN Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademis dalam menempuh program Sarjana (S-1) Oleh RIZKY ARIEF RAMADHAN

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO Yonnet Hellian Kresna 1, *), Rachmat Boedisantoso 2)

Lebih terperinci

Prediksi Emisi Karbondioksida Dari Kegiatan Transportasi Di Kecamatan Tampan Febrian Maulana 1), Aryo Sasmita 2), Shinta Elystia 3)

Prediksi Emisi Karbondioksida Dari Kegiatan Transportasi Di Kecamatan Tampan Febrian Maulana 1), Aryo Sasmita 2), Shinta Elystia 3) Prediksi Emisi Karbondioksida Dari Kegiatan Transportasi Di Kecamatan Tampan Febrian Maulana 1), Aryo Sasmita 2), Shinta Elystia 3) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, 2,3) Dosen Teknik Lingkungan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan

II.TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan 5 II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi dan Lingkungan Transportasi secara umum diartikan sebagai perpindahan barang atau orang dari satu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan menurut Sukarto (2006), transportasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. menghasilkan 165 grid. Seperti terlihat pada Gambar 4.1.

BAB IV METODE PENELITIAN. menghasilkan 165 grid. Seperti terlihat pada Gambar 4.1. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Sumber emisi yang diperhitungkan pada penelitian ini adalah sumber emisi bergerak di jalan (on road). Untuk keperluan analisis emisi, wilayah kota Denpasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk

I. PENDAHULUAN. Administrasi (2010), Jakarta mempunyai luas 7.659,02 km 2. penduduk sebesar jiwa. Jakarta juga mempunyai kepadatan penduduk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota negara dan sebagai pusat pemerintahan Indonesia. Menurut Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administrasi (2010), Jakarta mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta semakin meningkat. Banyak pelajar, mahasiswa bahkan wisatawan (mancanegara maupun lokal) yang datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin meningkat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin meningkat. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan jumlah penduduknya, dari tahun ke tahun pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin meningkat. Hal ini berbanding lurus

Lebih terperinci

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Emisi gas buang kendaraan bermotor : suatu eksperimen penggunaan bahan bakar minyak solar dan substitusi bahan bakar minyak solar-gas Achmad

Lebih terperinci

EMISI KENDARAAN PADA RUAS JALAN PROVINSI DI JAWA BARAT

EMISI KENDARAAN PADA RUAS JALAN PROVINSI DI JAWA BARAT EMISI KENDARAAN PADA RUAS JALAN PROVINSI DI JAWA BARAT Yudi Sekaryadi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sekolah Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan Jln. Merdeka No. 30, Bandung Tlp. 022-4202351,

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIFITAS PELAYANAN ANGKUTAN KOTA JURUSAN ABDUL MUIS DAGO

STUDI EFEKTIFITAS PELAYANAN ANGKUTAN KOTA JURUSAN ABDUL MUIS DAGO STUDI EFEKTIFITAS PELAYANAN ANGKUTAN KOTA JURUSAN ABDUL MUIS DAGO Astrid Fermilasari NRP : 0021060 Pembimbing : Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan dan prosedur yang digunakan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian yang dilakukan. Metodologi penelitian membantu

Lebih terperinci

13 11 x 5 : 125 % =. D. ; 46 % ; ; 0,43. Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1. Hasil dari : adalah. A. 10 C. 40 B. 18 D.

13 11 x 5 : 125 % =. D. ; 46 % ; ; 0,43. Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1. Hasil dari : adalah. A. 10 C. 40 B. 18 D. Try Out US SD 0 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!. Hasil dari 60-33 : 3 + 9 adalah. A. 0 C. 40 B. 8 D. 8. Seorang pedagang memiliki 70 kg kurma. Kurma tersebut telah terjual sebanyak 60 kg. Sisa

Lebih terperinci

GREEN TRANSPORTATION

GREEN TRANSPORTATION GREEN TRANSPORTATION DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DIRJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Jakarta 2016 - 23 % emisi GRK dari fossil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kendaraan bermotor sudah menjadi kebutuhan mutlak pada saat ini. Kendaraan yang berfungsi sebagai sarana transportasi masyarakat adalah salah satu faktor penting

Lebih terperinci

TRANSPORTASI. Gambar 6.1. Jumlah Angkutan Penumpang Umum yang Terdaftar Dalam Trayek/Operasi Di Kabupaten Boven Digoel, Tahun

TRANSPORTASI. Gambar 6.1. Jumlah Angkutan Penumpang Umum yang Terdaftar Dalam Trayek/Operasi Di Kabupaten Boven Digoel, Tahun TRANSPORTASI Transportasi Darat Angkutan Jalan Angkutan Jalan di Kabupaten Boven Digoel sebagian besar masih berkonsentrasi di Ibu kota kabupaten Tanah Merah. Banyaknya angkutan kendaraan bermotor penumpang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1. Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik untuk bekerja, belanja, ataupun sekedar jalan-jalan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan suatu kota ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi. Hal ini tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan lahan baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG TARIF TERPADU ANGKUTAN PENYEBERANGAN UNTUK PENUMPANG KELAS EKONOMI, KENDARAAN, ALAT - ALAT BERAT / BESAR LINTAS KABUPATEN /

Lebih terperinci

tidak berubah pada tanjakan 3% dan bahkan tidak terlalu

tidak berubah pada tanjakan 3% dan bahkan tidak terlalu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Analisis lalu lintas merupakan penentuan kinerja segmen jalan akibat kebutuhan lalu-lintas yang ada. Menurut Oglesby dan Hicks (1988) bahwa kecepatan mobil penumpang tidak

Lebih terperinci

Analisa Pemanfaatan Vegetasi pada Ruang Terbuka Hijau dalam Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor (Studi Kasus: Kecamatan Gresik)

Analisa Pemanfaatan Vegetasi pada Ruang Terbuka Hijau dalam Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor (Studi Kasus: Kecamatan Gresik) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Analisa Pemanfaatan Vegetasi pada Ruang Terbuka Hijau dalam Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor (Studi Kasus: Kecamatan Gresik) Nur Mazidatun Ni mah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi

Lebih terperinci

NILAI WAKTU PENGGUNA TRANSJAKARTA

NILAI WAKTU PENGGUNA TRANSJAKARTA The 14 th FSTPT International Symposium, Pekanbaru, 11-12 November 2011 NILAI WAKTU PENGGUNA TRANSJAKARTA Najid Dosen Jurusan Teknik Sipil Univeritas Tarumanagara Email: najid2009@yahoo.com Bayu Arta Mahasiswa

Lebih terperinci

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN 6.1 Peningkatan Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang berhubungan dengan jumlah gerakan per

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor. Sekitar

Lebih terperinci

: 180 cm (as as) atau 150 cm (tepi tepi) Gambar IV.1. Penampang Melintang Jalan 3,5 M 3,5 M. Median Kerb. Perkerasan Jalan 2 M 1 M 7 M 7 M

: 180 cm (as as) atau 150 cm (tepi tepi) Gambar IV.1. Penampang Melintang Jalan 3,5 M 3,5 M. Median Kerb. Perkerasan Jalan 2 M 1 M 7 M 7 M Bab IV Penyajian Data IV.1 Data Geometrik Jalan Ruas jalan dan perlintasan kereta api yang menjadi lokasi penelitian merupakan akses masuk dan keluar Kota Surakarta, terdiri dari 4 lajur 2 arah dan terbagi

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG TARIF ANGKUTAN LINTAS PENYEBERANGAN PELABUHAN NUSA PENIDA DAN PADANGBAI UNTUK PENUMPANG KELAS EKONOMI, KENDARAAN DAN ALAT-ALAT BERAT/BESAR

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Menurut Direktur Jendral Darat (1998), keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara, sedang berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG Gianina Qurrata Dinora 1), Joni Hermana 1 dan Rahmat Boedisantoso 1 1) Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KONDISI YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN UDARA DI JAKARTA

BAB IV ANALISIS KONDISI YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN UDARA DI JAKARTA BAB IV ANALISIS KONDISI YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN UDARA DI JAKARTA Variabel-variabel yang mempengaruhi pencemaran udara yang akan dianalisis merupakan variabel eksogen dari model dinamis yang dibangun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari-hari. Angkutan kota atau yang biasa disebut angkot adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari-hari. Angkutan kota atau yang biasa disebut angkot adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah alat yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sarana dan prasarana pendukung salah satunya adalah sarana

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sarana dan prasarana pendukung salah satunya adalah sarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah tidak terlepas dari pengaruh perkembangan sarana dan prasarana pendukung salah satunya adalah sarana transportasi. Transportasi

Lebih terperinci

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017)

Tersedia online di:  Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 3 (2017) UJI COBA ESTIMASI EMISI KENDARAAN BERMOTOR YANG BEROPERASI DI KOTA SEMARANG BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KENDARAAN DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP Rengga Pramadyaksa Bachtera *), Haryono Setiyo Huboyo

Lebih terperinci

PENGARUH KEGIATAN CAR FREE DAY (CFD) DI KOTA PEKANBARU UNTUK PENGURANGAN EMISI KARBON DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PENGARUH KEGIATAN CAR FREE DAY (CFD) DI KOTA PEKANBARU UNTUK PENGURANGAN EMISI KARBON DARI KEGIATAN TRANSPORTASI PENGARUH KEGIATAN CAR FREE DAY (CFD) DI KOTA PEKANBARU UNTUK PENGURANGAN EMISI KARBON DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Aryo Sasmita Teknik Lingkungan, Universitas Riau Kampus Binawidya Km 12,5 Simpang Baru Panam,

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PEMBANGUNAN SPBU TERHADAP DAMPAK LALU LINTAS (Studi Kasus : SPBU Pejompongan Jakarta) Abstrak

KAJIAN DAMPAK PEMBANGUNAN SPBU TERHADAP DAMPAK LALU LINTAS (Studi Kasus : SPBU Pejompongan Jakarta) Abstrak 61 KAJIAN DAMPAK PEMBANGUNAN SPBU TERHADAP DAMPAK LALU LINTAS (Studi Kasus : SPBU Pejompongan Jakarta) Juanita Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik JL. Raya Dukuhwaluh PO BOX 202 Purwokerto 53182

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Istilah Jalan 1. Jalan Luar Kota Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan),

Lebih terperinci

Studi Kontribusi Kegiatan Transportasi Terhadap Emisi Karbon di Surabaya Bagian Timur. Oleh: Fitri Arini

Studi Kontribusi Kegiatan Transportasi Terhadap Emisi Karbon di Surabaya Bagian Timur. Oleh: Fitri Arini Studi Kontribusi Kegiatan Transportasi Terhadap Emisi Karbon di Surabaya Bagian Timur Oleh: Fitri Arini 3306 100 073 Latar Belakang Masalah Surabaya sebagai kota metropolitan, dagang dan jasa Perkembangan

Lebih terperinci

PREDIKSI JUMLAH KARBON YANG TIDAK TERSERAP OLEH PEPOHONAN AKIBAT PENEBANGAN HUTAN DAN EMISI KENDARAAN PADA RENCANA RUAS JALAN TIMIKA-ENAROTALI

PREDIKSI JUMLAH KARBON YANG TIDAK TERSERAP OLEH PEPOHONAN AKIBAT PENEBANGAN HUTAN DAN EMISI KENDARAAN PADA RENCANA RUAS JALAN TIMIKA-ENAROTALI PREDIKSI JUMLAH KARBON YANG TIDAK TERSERAP OLEH PEPOHONAN AKIBAT PENEBANGAN HUTAN DAN EMISI KENDARAAN PADA RENCANA RUAS JALAN TIMIKA-ENAROTALI Disusun Oleh Inti Pramitha Nolasari 3305.100.047 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK OPERASIONAL KENDARAAN RINGAN

TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK OPERASIONAL KENDARAAN RINGAN TUGAS AKHIR ANALISIS HUBUNGAN EMISI CH 4, SO X, NO X, TERHADAP KARAKTERISTIK OPERASIONAL KENDARAAN RINGAN ( Studi Kasus Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Gowa) OLEH: IRIYANTI DWI PUTRI D121 12 006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS EMISI GAS BUANG AKIBAT MOBIL DI KAMPUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET

ANALISIS EMISI GAS BUANG AKIBAT MOBIL DI KAMPUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET ANALISIS EMISI GAS BUANG AKIBAT MOBIL DI KAMPUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET Dewi Handayani 1), Yocky Indra Jaya 2), Slamet Jauhari Legowo 3) 1) Pengajar Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG TERPADU ANGKUTAN PENYEBERANGAN UNTUK PENUMPANG KELAS EKONOMI, KENDARAAN, ALAT - ALAT BERAT/ BESAR LINTAS KABUPATEN / KOTA Dl

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandar Lampung telah terus berkembang dari sisi jumlah penduduk, kewilayahan dan ekonomi. Perkembangan ini menuntut penyediaan sarana angkutan umum yang sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gas alam merupakan salah satu sumber daya energi dunia yang sangat penting untuk saat ini. Sebagian besar gas alam yang dijual di pasaran berupa sales gas (gas pipa)

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Kemacetan adalah situasi tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas

II.TINJAUAN PUSTAKA. Kemacetan adalah situasi tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas 5 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah situasi tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas jalan.kemacetan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Transportasi Kota Bandung dengan Menerapkan Konsep Sirkuit Hamilton dan Graf Berbobot

Perancangan Sistem Transportasi Kota Bandung dengan Menerapkan Konsep Sirkuit Hamilton dan Graf Berbobot Perancangan Sistem Transportasi Kota Bandung dengan Menerapkan Konsep Sirkuit Hamilton dan Graf Berbobot Rakhmatullah Yoga Sutrisna (13512053) Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan

Lebih terperinci

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Posisi Energi Fosil Utama di Indonesia ( Dept ESDM, 2005 )

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Posisi Energi Fosil Utama di Indonesia ( Dept ESDM, 2005 ) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor energi memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan karena segala aktivitas manusia membutuhkan pasokan energi, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Emisi Karbondioksida (CO 2 ) yang Dikeluarkan Kendaraan Bermotor di Kota Bogor Tahun 2010 Emisi CO 2 dari kendaraan bermotor dapat diketahui dengan cara terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, seperti halnya makanan, rumah, pakaian, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, salah satu fungsi

Lebih terperinci

Disusun Oleh Arini Ekaputri Junaedi ( ) Dosen Pembimbing Yudha Prasetyawan, S.T., M.Eng.

Disusun Oleh Arini Ekaputri Junaedi ( ) Dosen Pembimbing Yudha Prasetyawan, S.T., M.Eng. PERUMUSAN SKENARIO KEBIJAKAN SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN DI SURABAYA BERDASARKAN EVALUASI DAMPAK PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN LINGKUNGAN : SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Disusun Oleh Arini Ekaputri

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia. Dewasa ini, penurunan kualitas lingkungan menjadi bahan petimbangan

Lebih terperinci